Anda di halaman 1dari 8

Tabel 4.

1 Hasil Regresi Logistik Variabel Terhadap


Pengangguran Usia Muda Terdidik di Indonesia
Variabel Koefisien β P-Value Odd Ratio
Daerah tempat tinggal 0,171 0,000 1,186
Kedudukan dalam Rumah
0,944 0,000 2,571
Tangga
Jenis Kelamin -0,471 0,000 0,624
Status Perkawinan 0,154 0,000 1,166
Pelatihan 0,320 0,000 1,377
Pengalaman kerja -0,722 0,000 0,485
Disabilitas 0,591 0,000 1,807
Penyelenggaran Pendidikan -0,273 0,000 0,761
Konstanta -0,574 0,000 0,563
Sumber: data Sakernas Agustus 2021, diolah (STATA)
Uji Parsial
Berdasarkan Tabel 4.1 diketahui bahwa seluruh variabel dalam penelitian ini memiliki nilai
P-Value yang lebih kecil dari 0,05 yang berarti bahwa variabel daerah tempat tinggal, kedudukan
dalam rumah tangga, jenis kelamin, status perkawinan, pelatihan, pengalaman kerja, jurusan
pendidikan, disabilitas, dan penyelenggara pendidikan mempengaruhi status usia muda terdidik
menjadi pengangguran di Indonesia. Berdasarkan hasil regresi logistic tersebut, maka dapat
diperoleh persamaan yaitu:

LogitY =β 0+ β 1 KW + β 2 KR+ β 3 JK + β 4 SK + β 5 PB+ β 6 PK + β 7 JP+ β 8 DS+ β 9 PP


LogitY =−0,574+0,171 KW +0,944 KR−0,471 JK +0,155 SK +0,320 PB−0,722 PK +0,591 DS−0,273 PP

Odds Ratio
1. Daerah Tempat Tinggal
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa variabel daerah tempat tinggal
berpengaruh signifikan terhadap pengangguran usia terdidik di Indonesia. Dengan nilai
odds ratio sebesar 1,188, maka dapat disimpukan bahwa angkatan kerja usia muda
terdidik yang tinggal di daerah perkotaan memiliki kecenderungan untuk menjadi
pengangguran usia muda terdidik sebesar 1,188 kali dibandingkan dengan yang tinggal di
daerah pedesaan.
Tabel 4.2 Hasil Regresi Logistik Variabel Daerah Tempat Tinggal Terhadap
Pengangguran Usia Muda Terdidik Antar Pulau di Indonesia

Wilayah Koefisien β P-Value Odd Ratio


Sumatera 0,236 0,000 1,266
Jawa 0,046 0,117 1,047
Kalimantan 0,090 0,071 1,094
Bali dan Nusa Tenggara 0,236 0,000 1,266
Sulawesi 0,300 0,000 1,351
Papua dan Maluku 0,578 0,000 1,782

Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa variabel daerah tempat tinggal pada
wilayah Pulau Jawa tidak berpengaruh signifikan terhadap pengangguran usia muda
sedangkan daerah lainnya berpengaruh signifikan.
Angkatan kerja usia muda terdidik Wilayah Papua dan Maluku yang tinggal di
perkotaan memiliki kecenderungan untuk menjadi pengangguran usia muda terdidik
1,782 kali lebih besar daripada tinggal di pedesaaan. Nilai tersebut merupakan nilai yang
tertinggi jika dibandingkan dengan pulau lainnnya di Indonesia berdasarkan nilai odd
ratio-nya.

2. Kedudukan dalam rumah tangga


Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa variabel kedudukan dalam rumah tangga
berpengaruh signifikan terhadap pengangguran usia terdidik di Indonesia. Dengan nilai
odds ratio sebesar 2,575, maka dapat disimpukan bahwa angkatan kerja usia muda
terdidik yang bukan merupakan kepala rumah tangga memiliki kecenderungan untuk
menjadi pengangguran usia muda terdidik sebesar 2,575 kali dibandingkan dengan yang
berstatus sebagai kepala rumah tangga,

Tabel 4.3 Hasil Regresi Logistik Variabel Kedudukan Dalam Rumah Tangga
Terhadap Pengangguran Usia Muda Terdidik Antar Pulau di Indonesia

Wilayah Koefisien β P-Value Odd Ratio


Sumatera 1,209 0,000 3,338
Jawa 1,005 0,000 2,732
Kalimantan 1,189 0.000 3,282
Bali dan Nusa Tenggara 0,360 0,009 1,434
Sulawesi 0,877 0.000 2,404
Papua dan Maluku 1,062 0,000 2,893

Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa nilai odd ratio pulau Kalimantan
memiliki angka tertinggi jika dibandingkan dengan pulau lainnya yaitu 3,315. Angkatan
kerja usia muda terdidik Pulau Kalimantan yang bukan merupakan kepala rumah tangga
memiliki kecenderungan untuk menjadi pengangguran usia muda terdidik 3,315 kali
lebih besar daripada yang merupakan kepala rumah tangga.

3. Jenis Kelamin
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa variabel jenis kelamin berpengaruh
signifikan terhadap pengangguran usia terdidik di Indonesia. Dengan nilai odds ratio
sebesar 0,623 , maka dapat disimpulkan bahwa angkatan kerja usia muda terdidik
berjenis kelamin perempuan memiliki kecenderungan untuk menjadi pengangguran usia
muda terdidik sebesar 0,623 kali dibandingkan dengan laki-laki.
Tabel 4.4 Hasil Regresi Logistik Variabel Jenis Kelamin Terhadap Pengangguran
Usia Muda Terdidik Antar Pulau di Indonesia

Wilayah Koefisien β P-Value Odd Ratio


Sumatera -0,607 0,000 0,544
Jawa -0,119 0,000 0,888
Kalimantan -0,581 0,000 0,559
Bali dan Nusa Tenggara -0,352 0,000 0,703
Sulawesi -0,815 0,000 0,442
Papua dan Maluku -0,788 0,000 0,455

Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui bahwa nilai odd ratio pulau Jawa memiliki angka
tertinggi jika dibandingkan dengan pulau lainnya yaitu 0,884. Angkatan kerja usia muda
terdidik Perempuan di Pulau Jawa memiliki kecenderungan untuk menjadi pengangguran
usia muda terdidik 0,884 kali lebih besar daripada yang berjenis kelamin laki-laki.

4. Status Perkawinan
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa variabel status perkawinan berpengaruh
signifikan terhadap pengangguran usia terdidik di Indonesia. Dengan nilai odds ratio
sebesar 1,167, maka dapat disimpukan bahwa angkatan kerja usia muda terdidik yang
berstatus belum kawin memiliki kecenderungan untuk menjadi pengangguran usia muda
terdidik sebesar 1,167 kali dibandingkan dengan yang pernah kawin.
Tabel 4.5 Hasil Regresi Logistik Variabel Status Perkawinan Terhadap
Pengangguran Usia Muda Terdidik Antar Pulau di Indonesia

Wilayah Koefisien β P-Value Odd Ratio


Sumatera 0,113 0,016 1,120
Jawa -0,027 0,554 0,974
Kalimantan 0,197 0,009 1,217
Bali dan Nusa Tenggara 0,179 0,025 1,196
Sulawesi 0,312 0.000 1,366
Papua dan Maluku 0,666 0,000 1,947

Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa variabel status Perkawinan pada
wilayah Pulau Jawa tidak berpengaruh signifikan terhadap pengangguran usia muda
sedangkan daerah lainnya berpengaruh signifikan.
Angkatan kerja usia muda terdidik Wilayah Papua dan Maluku berstatus belum
kawin memiliki kecenderungan untuk menjadi pengangguran usia muda terdidik lebih
tinggi daripada pulau lain. Hal ini didasarkan pada nilai odd ratio untuk pulau Papua dan
Maluku sebesar 1,948, maka dapat disimpukan bahwa angkatan kerja usia muda terdidik
yang berstatus belum kawin memiliki kecenderungan untuk menjadi pengangguran usia
muda terdidik sebesar 1,948 kali lebih besar dibandingkan dengan angkatan kerja yang
pernah kawin.

5. Pelatihan
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa variabel pelatihan berpengaruh signifikan
terhadap pengangguran usia muda terdidik di Indonesia. Dengan nilai odds ratio sebesar
1,364 , maka dapat disimpukan bahwa angkatan kerja usia muda terdidik yang belum
pernah mendapat pelatihan/kursus memiliki kecenderungan untuk menjadi pengangguran
usia muda terdidik sebesar 1,364 kali dibandingkan dengan yang pernah mengikuti
pelatihan/kursus.
Tabel 4.6 Hasil Regresi Logistik Variabel Pelatihan Terhadap Pengangguran Usia
Muda Terdidik Antar Pulau di Indonesia

Wilayah Koefisien β P-Value Odd Ratio


Sumatera 0,318 0,000 1,375
Jawa 0,282 0,000 1,326
Kalimantan 0,510 0,000 1,665
Bali dan Nusa Tenggara 0,290 0,000 1,337
Sulawesi 0,374 0,000 1,454
Papua dan Maluku 0,232 0,019 1,261

6. Pengalaman Kerja
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa variabel pengalaman kerja berpengaruh
signifikan terhadap pengangguran usia muda terdidik di Indonesia. Dengan nilai odds
ratio sebesar 0,485 , maka dapat disimpukan bahwa angkatan kerja usia muda terdidik
yang tidak memilik pengalaman kerja memiliki kecenderungan untuk menjadi
pengangguran usia muda terdidik sebesar 0,485 kali dibandingkan dengan yang memiliki
pengalaman kerja.

Tabel 4.7 Hasil Regresi Logistik Variabel Pengalaman Kerja Terhadap


Pengangguran Usia Muda Terdidik Antar Pulau di Indonesia

Wilayah Koefisien β P-Value Odd Ratio


Sumatera -0,782 0,000 0,458
Jawa -0,778 0,000 0,459
Kalimantan -0,595 0,000 0,552
Bali dan Nusa Tenggara -0,676 0,000 0,508
Sulawesi -0,484 0,000 0,616
Papua dan Maluku -0,634 0,000 0,530

7. Disabilitas
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa variabel disabilitas berpengaruh signifikan
terhadap pengangguran usia muda terdidik di Indonesia. Dengan nilai odds ratio sebesar
1,847 , maka dapat disimpulkan bahwa angkatan kerja usia muda terdidik yang disabilitas
memiliki kecenderungan untuk menjadi pengangguran usia muda terdidik sebesar 1,847
kali dibandingkan dengan yang non-disabilitas.
Tabel 4.8 Hasil Regresi Logistik Variabel Disabilitas Terhadap Pengangguran Usia
Muda Terdidik Antar Pulau di Indonesia

Wilayah Koefisien β P-Value Odd Ratio


Sumatera 0,501 0,000 1,651
Jawa 0,466 0,001 1,593
Kalimantan 0,896 0,003 2,449
Bali dan Nusa Tenggara 0,919 0,024 2,508
Sulawesi 0,933 0,001 2,541
Papua dan Maluku 0,670 0,066 1,956
Berdasarkan tabel 4.9 dapat diketahui bahwa variabel disabilitas pada wilayah Pulau
Papua dan Maluku tidak berpengaruh signifikan terhadap pengangguran usia muda
sedangkan daerah lainnya berpengaruh signifikan.

8. Penyelenggara Pendidikan
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa variabel Penyelenggara Pendidikan
berpengaruh signifikan terhadap pengangguran usia terdidik di Indonesia. Dengan nilai
odds ratio sebesar 0,767 , maka dapat disimpulkan bahwa angkatan kerja usia muda
terdidik yang memperoleh pendidikan dari penyelenggara swasta memiliki
kecenderungan untuk menjadi pengangguran usia muda terdidik sebesar 0,767 kali
dibandingkan dengan yang dari penyelenggara pendidikan negeri.

Tabel 4.9 Hasil Regresi Logistik Variabel Penyelenggara Pendidikan Terhadap


Pengangguran Usia Muda Terdidik Antar Pulau di Indonesia

Wilayah Koefisien β P-Value Odd Ratio


Sumatera -0,291 0,000 0,748
Jawa -0,303 0,000 0,738
Kalimantan -0,132 0,038 0,876
Bali dan Nusa Tenggara -0,127 0,024 0,880
Sulawesi -0,208 0,000 0,812
Papua dan Maluku -0,116 0,112 0,890

Berdasarkan tabel 4.10 dapat diketahui bahwa variabel Penyelenggara Pendidikan


pada wilayah Pulau Papua dan Maluku tidak berpengaruh signifikan terhadap
pengangguran usia muda terdidik sedangkan daerah lainnya berpengaruh signifikan.
Selain itu nilai odd ratio untuk variabel penyelenggara pendidikan di pulau papua dan
Maluku memiliki nilai yang tertinggi yaitu 0,890 yang berarti bahwa angkatan kerja usia
muda terdidik di Pulau Papua dan Maluku yang memperoleh pendidikan dari sekolah
swasta memiliki kecenderungan untuk menjadi pengangguran usia muda terdidik sebesar
0,890 kali lebih besar daripada yang mendapatkan pendidikan dari sekolah negeri.

Anda mungkin juga menyukai