Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III

APPENDISITIS

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Early Exposure III

Mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah III

Oleh :

Wafa Nurfauziah Gunawan

C1AA21171

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI

Jl. Karamat No.36, Karamat, Kota Sukabumi, Jawa Barat 43122

2023
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. PENGERTIAN
Apendisitis adalah suatu proses obstruksi yang disebabkan
oleh benda asing batu feses kemudian terjadi proses infeksi dan
disusul oleh peradangan dari apendiks verivormis (Nugroho, 2011).
Apendisitis merupakan peradangan yang berbahaya jika tidak
ditangani segera bisa menyebabkan pecahnya lumen usus (Williams
& Wilkins, 2011). Apendisitis adalah suatu peradangan yang
berbentuk cacing yang berlokasi dekat ileosekal (Reksoprojo, 2010)
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu
atau umbai cacing. Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut
sehingga memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah
komplikasi yang umumnya berbahaya (Sjamsuhidajat, 2010).
Apendisitis merupakan proses peradangan akut maupun kronis
yang terjadi pada apendiks vemiformis oleh karenaadanyasumbatan
yang terjadi pada lumen apendiks.Apendisitis merupakan penyakit
yang menjadi perhatian oleh karena angka kejadian apendisitis
tinggi di setiap negara. Resiko perkembangan apendisitis bisa
seumur hidup sehingga memerlukan tindakan pembedahan.
2. TANDA DAN GEJALA
Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik
apendisitis adalah nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium
di sekitar umbilikus atau periumbilikus. Keluhan ini biasanya
disertai dengan rasa mual muntah, dan pada umumnya nafsu makan
menurun. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke
kuadran kanan bawah, ke titik Mc Burney. Di titik ini nyeri terasa
lebih tajam dan jelas letaknya, sehingga merupakan nyeri somatik
setempat, Namun terkadang, tidak dirasakan adanya nyeri di daerah
epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa
memerlukan obat pencahar. Tindakan ini dianggap berbahaya karena
bisa mempermudah terjadinya perforasi. Terkadang apendisitis juga
disertai dengan demam derajat rendah sekitar 37,5 -38,5 derajat
celcius. Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya radang
apendiks menurut Haryono (2012) diantaranya:
1) Faktor sumbatan
Faktor sumbatan merupakan faktor terpenting terjadinya
apendisitis (90%) yang diikuti oleh infeksi. Sekitar 60%
obstruksi disebabkan oleh hyperplasia jaringan lymphoid
sub mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda
asing, dan sebab lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh
parasit dan cacing.
2) Faktor bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor pathogenesis primer
pada apendisitis akut. Adanya fekolit dalam lumen apendiks
yang telah terinfeksi dapat memperburuk dan memperberat
infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi feses dalam
lumen apendiks, pada kultur yang banyak ditemukan adalah
kombinasi antara Bacteriodes fragilis dan E.coli, Splanchius,
Lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus.
Sedangkan kuman yang menyebabkan perforasi adalah
kuman anaerob sebesar 96% dan aerob lebih dari 10%.
3) Kecenderungan familiar
Hal ini dihubungkan dengan terdapatnya malformasi yang
herediter dari organ, apendiks yang terlalu panjang,
vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang mudah
terjadi apendisitis. Hal ini juga dihubungkan dengan
kebiasaan makan dalam keluarga terutama dengan diet
rendah serat dapat memudahkan terjadinya fekolit dan
menyebabkan obstruksi lumen.
4) Faktor ras dan diet
Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan
sehari-hari. Bangsa kulit putih yang dulunya mempunyai
resiko lebih tinggi dari negara yang pola makannya banyak
serat. Namun saat sekarang kejadiannya terbalik. Bangsa
kulit putih telah mengubah pola makan mereka ke pola
makan tinggi serat. Justru Negara berkembang yang dulunya
mengonsumsi tinggi serat kini beralih ke pola makan rendah
serat, kini memiliki risiko apendisitis yang lebih tinggi.

Etiologi dilakukannya tindakan pembedahan pada penderita


apendiksitis dikarenakan apendik mengalami peradangan. Apendiks
yang meradang dapat menyebabkan infeksi dan perforasi apabila
tidak dilakukan tindakan pembedahan. Berbagai hal berperan
sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan
faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus. Disamping hiperplasia
jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks, dan cacing askariasis dapat
pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat
menimbulkan apendisitis ialah erosi mukosa apendiks akibat parasit
seperti E.histolytica (Sjamsuhidayat, 2011).

3. POTOFISIOLOGI
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen
apendiks oleh hiperplasia folokel limfoid, fekalit, benda asing,
striktutur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau
neoplasma.Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi
mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin
banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai
keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan
intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat
aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan
ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang
ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus
meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema
bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang
timbul meluas dan mengenai peritonium setempat sehingga
menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut
dengan apendisitis supuraktif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark
dinding apendiks yang diikuti dengan gengren. Stadium disebut
dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang rapuh itu pecah,
akan terjadi apendisitis perforasi. Bila proses di atas berjalan lambat,
omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah apendiks
hingga timbul suatu massa lokal yang di sebut infiltrat apendikularis.
Oleh karena itu tindakan yang paling tepat adalah apendiktomi, jika
tidak dilakukan tindakan segera mungkin maka peradangan
apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang (mansjoer,
2000, h. 307).
Apendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat
terlipat atau tersumbat kemungkinan oleh fekolit (massa keras dari
faeces) atau benda asing. Proses inflamasi meningkatkan tekanan
intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar
hebat secara progresif, dalam beberapa jam terlokalisasi dalam
kuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya apendiks yang
terinflamasi berisi pus (Munir,2011).
4. PATHWAY

Hyperplasia Fekalit Benda asing Striktutur Neoplasma


folikel limfoid karena fibrosis (tumor)
akibat
peradangan
sebelumnya

Sumbatan

Mukus mukosa terbendung

Apendiks terenggang

Peningkatan tekanan intralumen

Aliran darah terganggu

Edema, ulserasi mukosa, invasi bakteri


pada dinding apendiks

Apendisitis

Mengeluh nyeri Nyeri viseral Operasi/ pembedahan


epigastrum,
tampak meringis,
Daerah Luka insisi
bersikap protektif
epigastrum
disekitar
Nyeri Akut umbilikus
Pintu masuk Kerusakan Nyeri
kuman jaringan
Mual, muntah Pelepasan ROM
Peningkatan prostaglandin
Gangguan menurun,
Risiko paparan Integritas nyeri saat
Hipovolemia organisme Kulit/ bergerak
Nyeri
pathogen Jaringan Akut
Gangguan
Risiko Infeksi Mobilitas
Fisik
5. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS
1) Laboratorium
Jumlah leukosit diatas 10.000 ditemukan pada lebih
dari 90% anak dengan appendicitis akut. Jumlah leukosit
pada penderita appendicitis berkisar antara12.000 -
18.000/mm3. Peningkatan persentase jumlah neutrophil
(shifttotheleft) dengan jumlah normal leukosit menunjang
diagnosis klinis appendicitis. Jumlah leukosit yang normal
jarang ditemukan pada pasien dengan appendicitis.
2) Pemeriksaan Urinalisis
Membantu untuk membedakan appendicitis dengan
pyelonephritis atau batu ginjal. Meskipun demikian,
hematuria ringan dan pyuria dapat terjadi jika inflamasi
appendiks terjadi didekat ureter.
3) UltrasonografiAbdomen(USG)
Ultrasonografi sering dipakai sebagai salah satu
pemeriksaan untuk menunjang diagnosis pada kebanyakan
pasien dengan gejala appendicitis. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa sensitifitas USG lebih dari 85% dan
spesifitasnya lebih dari 90%.
Gambaran USG yang merupakan kriteria diagnosis
appendicitis acuta adalah appendix dengan diameter
anteroposterior 7mm atau lebih, didapatkan suatu
appendicolith, adanya cairan atau massa periappendix. False
positif dapat muncul dikarenakan infeksi sekunder appendix
sebagai hasil dari salphingitis atau inflammatory bowel
disease. False negative juga dapat muncul karena letak
appendix yang retro caecal atau rongga usus yang terisi
banyak udara yang menghalangi appendiks.
4) CT Scan
CT scan merupakan pemeriksaan yang dapat
digunakan untuk mendiagnosis appendicitis akut jika
diagnosisnya tidak jelas. Sensitifitas dan spesifisitasnya kira-
kira 95-98%. Pasien-pasien yang obesitas, presentasi klinis
tidak jelas, dan curiga adanya abscess, maka CT-scan dapat
digunakan sebagai pilihan test diagnostik. Diagnosis
appendicitis dengan CT-scan ditegakkan jika appendix
dilatasi lebih dari 5-7mm pada diameternya. Dinding pada
appendix yang terinfeksi akan mengecil.
6. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pada penatalaksanaan post operasi apendiktomi dibagi menjadi
tiga (Brunner & Suddarth, 2010),yaitu:
1) Sebelum operasi
a. Observasi
Dalam 8-12 jam setelah munculnya keluhan
perlu diobservasi ketat karena tanda dan gejala
apendisitis belum jelas. Pasien diminta tirah baring
dan dipuasakan. Laksatif tidak boleh diberikan bila
dicurigai adanya apendisitis. Diagnosis ditegakkan
dengan lokasi nyeri pada kuadran kanan bawah
setelah timbulnya keluhan.
b. Antibiotik
Apendisitis ganggrenosa atau apenditis
perforasi memerlukan antibiotik, kecuali apendiksitis
tanpa komplikasi tidak memerlukan antibiotik.
Penundaan tindakan bedah sambil memberikan
antibiotik dapat mengakibatkan abses atau preforasi.
2) Operasi
Operasi / pembedahan untuk mengangkat apendiks
yaitu apendiktomi. Apendiktomi harus segera dilakukan
untuk menurunkan resiko perforasi. Apendiktomi dapat
dilakukan dibawah anestesi umum dengan pembedahan
abdomen bawah atau dengan laparoskopi. Laparoskopi
merupakan metode terbaru yang sangat efektif (Brunner &
Suddarth, 2010).Apendiktomi dapat dilakukan dengan
menggunakan dua metode pembedahan, yaitu secara teknik
terbuka (pembedahan konvensional laparatomi) atau dengan
teknik laparoskopi yang merupakan teknik pembedahan
minimal invasive dengan metode terbaru yang sangat efektif
(Brunner & Suddarth, 2010).
a. Laparatomi
Laparatomi adalah prosedur vertical pada
dinding perut ke dalam rongga perut. Prosedur ini
memungkinkan dokter melihat dan merasakan organ
dalam untuk membuat diagnose apa yang salah.
Adanya teknik diagnosa yang tidak invasif,
laparatomi semakin kurang digunakan dibanding
terdahulu. Prosedur ini hanya dilakukan jika semua
prosedur lainnya yang tidak membutuhkan operasi,
seperti laparoskopi yang seminimal mungkin tingkat
invasifnya juga membuat laparatomi tidak sesering
terdahulu. Bila laparatomi dilakukan, begitu organ-
organ dalam dapat dilihat dalam masalah
teridentifikasi, pengobatan bedah harus segera
dilakukan.
Laparatomi dibutuhkan ketika ada
kedaruratan perut. Operasi laparatomi dilakukan bila
terjadi masalah kesehatan yang berat pada area
abdomen, misalnya trauma abdomen. Bila klien
mengeluh nyeri hebat dan gejala-gejala lain dari
masalah internal yang serius dan kemungkinan
penyebabnya tidak terlihat seperti usus buntu, tukak
peptikyang berlubang, atau kondisi ginekologi maka
dilakukan operasi untuk menemukan dan
mengoreksinya sebelum terjadi keparahan lebih.
Laparatomi dapat berkembang menjadi pembedahan
besar diikuti oleh transfusi darah dan perawatan
intensif (David dkk, 2009).
b. Laparoskopi
Laparaskopi berasal dari kata lapara yaitu
bagian dari tubuh mulai dari iga paling bawah samapi
dengan panggul. Teknologi laparoskopi ini bisa
digunakan untuk melakukan pengobatan dan juga
mengetahui penyakit yang belum diketahui
diagnosanya dengan jelas. Keuntungan bedah
laparoskopi:
− Pada laparoskopi, penglihatan diperbesar 20
kali, memudahkan dokter dalam
pembedahan.
− Secara estetika bekas luka berbeda dibanding
dengan luka operasi pasca bedah
konvensional. Luka bedah laparoskopi
berukuran 3 sampai 10 mm akan hilang
kecuali klien mempunyai riwayat keloid.
− Rasa nyeri setelah pembedahan minimal
sehingga penggunaan obat-obatan dapat
diminimalkan, masa pulih setelah
pembedahan lebih cepat sehingga klien dapat
beraktivitas normal lebih cepat.
3) Setelah operasi
Dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk
mengetahui terjadinya perdarahan di dalam, hipertermia,
syok atau gangguan pernafasan. Baringkan klien dalam
posisi semi fowler. Klien dikatakan baik apabila dalam 12
jam tidak terjadi gangguan, selama itu klien dipuasakan
sampai fungsi usus kembali normal. Satu hari setelah
dilakukan operasi klien dianjurkan duduk tegak di temmpat
tidur selama 2 x 30 menit. Hari kedua dapat dianjurkan untuk
duduk di luar kamar. Hari ke tujuh dapat diangkat dan
dibolehkan pulang (Mansjoer, 2010).
7. KLASIFIKASI
a) Apendisitis
Peradangan pada apendiks atau umbai cacing dengan
tanda radang pada daerah sekitar yang bersifat
terlokalisasi, baik disertai rangsangan peritoneum local
maupun tanpa penyerta.
b) Apendisitis
Peradangan pada apendiks karena adanya fibrosis dari
riwayat apendektomi yang sembuh spontan
memunculkan rasa nyeri di perut kanan bawah yang
mendorong perlu dilakukannya apendektomi.
c) Apendisitis kronis
Memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan bawah
lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara
makroskopik dan mikroskopik (fibrosis menyeluruh di
dinding apendiks, sumbatan parsial atau lumen
apendiks, adanya jaringan parut, dan ulkus lama di
mukosa dan infiltrasi sel inflamasi kronik), dan keluhan
hilang setelah apendektomi. Sumber: Hariyanto &
Sulistyowati (2015)

8. KOMPLIKASI
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan
appendisitis.Adapun jenis komplikasi menurut (Sulekale, 2016)
adalah :
1) Abses
Abses merupakan peradangan apendiks yang berisi
pus. Teraba massa lunak di kuadran kanan bawah atau daerah
pelvis. Massa ini mulamula berupa flegmon dan berkembang
menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi
apabila appendisitis gangren atau mikroperforasi ditutupi
oleh omentum. Operasi appendektomi untuk kondisi abses
apendiks dapat dilakukan secara dini (appendektomi dini)
maupun tertunda (appendektomi interval). Appendektomi
dini merupakan appendektomi yang dilakukan segera atau
beberapa hari setelah kedatangan klien di rumah sakit.
Sedangkan appendektomi interval merupakan appendektomi
yang dilakukan setelah terapi konservatif awal, berupa
pemberian antibiotika intravena selama beberapa minggu.
2) Perforasi
Perforasi adalah pecahnya apendiks yang berisi pus
sehingga bakteri menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang
terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi
meningkat tajam sesudah 2 jam.Perforasi dapat diketahui
praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang
timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,5°
C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis
terutama Polymorphonuclear (PMN). Perforasi baik berupa
perforasi bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan
terjadinya peritonitis.
Perforasi memerlukan pertolongan medis segera
untuk membatasi pergerakan lebih lanjut atau kebocoran dari
isi lambung ke rongga perut. Mengatasi peritonitis dapat
dilakukan oprasi untuk memperbaiki perforasi, mengatasi
sumber infeksi, atau dalam beberapa kasus mengangkat
bagian dari organ yang terpengaruh .
3) Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum. Bila
infeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum dapat
menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas
peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus
meregang, dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan
dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oliguria. Peritonitis
disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri
abdomen, demam, dan leukositosis. Penderita peritonitis
akan disarankan untuk menjalani rawat inap di rumah sakit.
Beberapa penanganan bagi penderita peritonitis adalah :
a. Pemberian obat-obatan. Penderita akan diberikan
antibiotik suntik atau obat antijamur bila dicurigai
penyebabnya adalah infeksi jamur, untuk mengobati
serta mencegah infeksi menyebar ke seluruh tubuh.
Jangka waktu pengobatan akan disesuaikan dengan
tingkat keparahan yang dialami klien.
b. Pembedahan. Tindakan pembedahan dilakukan
untuk membuang jaringan yang terinfeksi atau
menutup robekan yang terjadi pada organ dalam.

B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1) Indetitas klien
Biasanya indetitas klien terdiri Nama, umur, jenis kelamin,
status, agama, perkerjaan, pendidikan, alamat , penanggung
jawaban juga terdiri dari nama, umur penanggung jawab ,
hub. keluarga, dan perkerjaan.
2) Alasan masuk
Biasanya klien waktu mau dirawat kerumah sakit denga
keluhan sakit perut di kuadran kanan bawah, biasanya
disertai muntah dan BAB yang sedikit atau tidak samasekali,
kadang – kadang mengalami diare dan juga konstipasi.
3) Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya keluhan yang terasa pada klien yaitu pada
saat post op operasi, merasakan nyeri pada insisi
pembedahan, juga bisanya tersa letih dan tidak bisa
beraktivitas atau imobilisasi sendiri.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya klien memiliki kebiasaan memakan
makanan rendah serat, juga bisa memakan yang
pedas-pedas.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya tidak ada pengaruh ke penyakit keturunan
seperti hipertensi, hepatitis , DM, TBC, dan asma.
4) Pemeriksaan Fisik
Biasanya kesadaran klien normal yaitu composmetis, E :4
V:5 M:6. Tanda-tanda vital klien biasanya tidak normal
karena tubuh klien merasakan nyeri dimulai dari tekanan
darah biasanya tinggi, nadi takikardi dan pernafasan
biasanya sesak ketika klien merasakan nyeri.
a. Kepala
Pada bagian kepala klien bisanya tidak ada masalah
kalau penyakitnya itu apenditis mungkin pada bagian
mata ada yang mendapatkan mata klien seperti mata
panda karena klien tidak bisa tidur menahan sakit.
b. Leher
Pada bagian leher biasanya juga tidak ada terdapat
masalah pada klien yang menderita apedisitis.
c. Thorak
Pada bagian paru-paru biasanya klien tidak
ada masalah atau gangguan bunyi normal paru ketika
di perkusi bunyinya biasanya sonor kedua lapang
paru dan apabila di auskultrasi bunyinya vesikuler.
Pada bagian jantung klien juga tidak ada masalah
bunyi jantung klien regular ketika di auskultrasi,
Bunyi jantung klien regular (lup dup), suara jantung
ketiga disebabkan osilasi darah antara orta dan
vestikular.
Suara jantung terakir (S4) tubelensi injeksi
darah. Suara jantung ketiga dan ke empat disebab kan
oleh pengisian vestrikuler, setelah fase isovolumetrik
dan kontraksi atrial tidak ada kalau ada suara
tambahan seperti murmur (suara gemuruh, berdesir)
(Lehrel 1994).
d. Abdomen
Pada bagian abdomen biasanya nyeri
dibagian region kanan bawah atau pada titik Mc
Bruney. Saat di lakukan inspeksi. Biasanya perut
tidak ditemui gambaran spesifik. Kembung sering
terlihat pada klien dengan komplikasi perforasi.
Benjolan perut kanan bawah dapat dilihat pada massa
atau abses periapedikular. Pada saat di palpasi
biasnya abdomen kanan bawah akan didapatkan
peninggkatan respons nyeri. Nyeri pada palpasi
terbatas pada region iliaka kanan, dapat disertai nyeri
lepas. Kontraksi otot menunjukan adanya rangsangan
periotenium parietale. Pada penekanan perut kiri
bawah akan dirasaka nyeri diperut kanan bawah yang
disebut tanda rofsing. Pada apendisitis restroksekal
atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk
menemukan adanya rasa nyeri.(Sjamsuhidayat
2005).
5) Pola Fungsional Kesehatan
Menurut pola fungsi Gordon 1982, terdapat 11 pengkajian
pola fungsi kesehatan, yaitu :
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Secara umum pola pengkajian ini, perawat akan
mengetahui bagaimana pasien memandang diri
sendiri saat sebelum maupun setelah sakit,
kemampuan dirinya, kemampuan pasien, tanggapan
terhadap sakit yang diderita, sejauh mana pasien
mengetahui tentang penyakitnya. Pola persepsi dan
pemeliharaan kesehatan kerja pasien mengenai:
− Pandangan pasien mengenai sehat-sakit.
− Apakah pasien memahami kesehatan
dirinya?
− Apakah jika sakit pasien akan segera berobat
ke dokter, atau menggunakan obat
tradisional?
− Apakah pasien sudah memeriksakan sebelum
ke rumah sakit?
b. Pola nutrisi
Pada pola nutrisi kaji pasien mengenai :
− Pola makan
• Bagaimana nafsu makan pasien
selama sakit?
• Berapa porsi makanan pasien
persekali makan?
− Pola minum
• Berapa frekuensi minum pasien
selama sakit?
c. Pola eliminasi
Pada pola eliminasi kaji pasien mengenai :
− Buang air besar
• Berapakah frekuensi setiap kali buang
air besar?
• Bagaimana konsistensi pasien dalam
buang air besar?
− Buang air kecil
• Berapakah frekuensi jumlah urine
pasien setiap buang air kecil?
d. Aktivitas dan latihan
Pada pola aktivitas dan latihan kaji pasien mengenai
:
− Kemampuan perawatan diri
− Kebersihan diri
• Berapa kali pasien mandi dan
menggosok gigi per hari selama sakit?
• Berapa kali pasien memotong kuku
dan keramas selama sakit?
− Aktivitas sehari-hari
• Apakah pasien mengikuti
aktivita sehari-hari selama
sakit?
− Rekreasi
• Apakah pasien selama sakit
melakukan rekreasi?
− Olahraga
• Apakah pasien melakukan olahraga
selama sakit?
d. Tidur dan Istirahat
− Pola tidur
• Bagaimana pola tidur pasien selama
sakit? Yang digambarkan dengan
pukul berapa pasien mulai tidur
sampai pukul berapa pasien
terbangun pada malam hari.
− Frekuensi tidur
• Bagaimana frekuensi tidur pasien
selama sakit? Yang digambarkan
dengan berapa lama pasien tidur?
e. Sensori, persepsi, kognitif
Kaji pasien mengenai :
− Bagaimanakah cara pembawaan pasien saat
bicara? Apakah normal, gugup atau bicara
tidak jelas.
− Bagaimanakah tingkat ansietas pada pasien?
f. Konsep diri
− Body image / Gambaran Diri
• Adakah prosedur pengobatan yang
mengubah fungsi alat tubuh?
• Apakah pasien memiliki perubahan
fungsi ukuran tubuh?
• Adakah perubahan fisiologis tumbuh
kembang?
• Apakah pasien menolak berkaca?
• Adakah keluhan karena kondisi
tubuh?
− Role / Peran
• Adakah perubahan peran pasien?
− Identity / Identitas Diri
• Apakah pasien merasakan kurang
percaya diri?
• Mampukah pasien menerima
perubahan?
− Self Esteem / Harga Diri
• Apakah pasien menunda tugas selama
sakit?
• Apakah pasien menyalahgunakan
zat?
− Self Ideal / Ideal Diri
• Apakah pasien tidak ingin berusaha
selama sakit?
− Seksual dan reproduksi
• Kapankah pasien mengalami
menstruasi terakhir?
• Apakah pasien mengalami masalah
menstruasi?
• Apakah pasien melakukan
pemeriksaan payudara dan testis
setiap bulan?
• Apakah pasien mengalami masalah
seksual?
− Pola peran hubungan
Pada pola hubungan kaji pasien mengenai :
• Apakah pekerjaan pasien?
• Bagaimanakah kualitas pekerjaan
pasien?
• Bagaimanakah pasien berhubungan
dengan orang lain?
− Manajemen Koping dan Stress
• Bagaimana pasien menangani stres
yang dimiliki?
• Apakah pasien menggunakan sistem
pendukungan dalam menghadapi
stres?
− Sistem nilai dan keyakinan
Menggambarkan bagaimana pasien
memandang secara spiritual dan keyakinan
masing-masing yang mungkin berpengaruh
terhadap kehidupan. Serta pandangan pasien
mengenai budaya dan kebiasaan masyarakat
sekitar terkait dengan penyakit yang diderita
pasien.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologi
(mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma), agen pencedera fisik
(mis. Abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat
berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)
dibuktikan dengan dengan mengeluh nyeri, tampak
meringis, bersikap protektif (mis. Waspada, posisi
menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit
tidur, tekanan darah meningkat, pola napas berubah, nafsu
makan berubah, proses berpikir terganggu, menarik diri,
berfokus pada diri sendiri, diaphoresis.
2) Risiko hipovolemia dibuktikan dengan faktor risiko
kehilangan cairan secara aktif.
3) Risiko infeksi dibuktikan dengan fktor risiko peningkatan
paparan organisme patogen lingkungan.
4) Gangguan integritas kulit/ jaringan berhubungan dengan
factor mekanis (mis. penekanan, gesekan) atau factor elektris
(elektrodiatermi, energy listrik betegangan tinggi)
dibuktikan dengan kerusakan jaringan dan/ atau lapisan
kulit, nyeri perdarahan, kemerahan, hematoma.
5) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
dibuktikan dengan mengeluh sulit menggerakkan
ekstremitas, kekuatan otot menurun, rentang gerak (ROM)
menurun, nyeri saat bergerak, enggan melakukan
pergerakan, merasa cemas saat bergerak, sendi kaku, gerakan
tidak terkoordinasi, gerakan terbatas, fisik lemah.

3. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI
KEPERAWATAN KRITERIA HASIL
1 LABEL SDKI Luaran Utama Intervensi Utama
(D.0077) Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri
Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan (I.08238)
berhubungan dengan keperawatan ... x ... jam Observasi
agen pencedera diharapkan tingkat nyeri • Identifikasi lokasi,
fisiologi (mis. menurun dengan kriteria karakteristik,
Inflamasi, iskemia, hasil: durasi, frekuensi,
neoplasma), agen • Kemampuan kualitas, intensitas
pencedera fisik (mis. menuntaskan nyeri
Abses, amputasi, aktivtas meningkat • Identifikasi skala
terbakar, terpotong, • Keluhan nyeri nyeri
mengangkat berat, menurun • Identifikasi respon
prosedur operasi, • Meringis menurun nyeri non verbal
trauma, latihan fisik • Sikap protektif • Identifikasi faktor
berlebihan) dibuktikan menurun yang memperberat
dengan dengan • Gelisah menurun dan memperingan
mengeluh nyeri, • Kesulitan tidur nyeri
tampak meringis, menurun • Identifikasi
bersikap protektif
• Menarik diri pengetahuan dan
(mis. Waspada, posisi keyakinan tentang
menurun
menghindari nyeri),
• Berfokus pada diri nyeri
gelisah, frekuensi nadi • Identifikasi
sendiri menurun
meningkat, sulit tidur,
• Diaforesis menurun pengaruh budaya
tekanan darah
• Perasaan depresi terhadap repson
meningkat, pola napas nyeri
(tertekan) menurun
berubah, nafsu makan
• Perasaan takut • Identifikasi
berubah, proses
mengalami cedera pengaruh nyeri
berpikir terganggu,
berulang menurun terhadap kualitas
menarik diri, berfokus
• Anoreksia menurun hidup
pada diri sendiri, • Perineum terasa • Monitor
diaphoresis. tertekan menurun keberhasilan terapi
• Uterus teraba komplementer yang
membulat menurun sudah diberikan
• Ketegangan otot • Monitor efek
menurun samping
• Pupil dilatasi penggunaan
menurun analgetik
• Muntah menurun Terapeutik

• Mual menurun • Berikan teknik non

• Frekuensi nadi farmakologis untuk

membaik mengurangi rasa

• Pola napas membaik nyeri (mis : TENS,

• Tekanan darah hypnosis,

membaik akupresure, terapi


music,
• Proses berpikir
biofeedback, terapi
membaik
pijat, aromaterapi,
• Fokus membaik
teknik imajinasi
• Fungsi berkemih
terbimbing,
membaik
kompres hangat
• Perilaku membaik
atau dingin, terapi
• Nafsu makan
bermain)
membaik
• Kontrol lingkungn
• Pola tidur membaik
yang memperberat
rasa nyeri (mis :
Luaran tambahan:
suhu ruangan,
Kontrol Nyeri (L.08063)
pencahayaan,
Setelah dilakukan tindakan
kebisingan)
keperawatan ... x ... jam
• Fasilitasi istirahat
diharapkan control nyeri
dan tidur
meningkat dengan kriteria • Pertimbangkan
hasil: jenis dan sumber
• Melaporkan nyeri nyeri dalam
terkontrol meningkat pemeliharaan
• Kemampuan strategi meredakan
mengenali onset nyeri
nyeri meningkat Edukasi
• Kemampuan • Jelaskan penyebab,
mengenali penyebab periode, dan
nyeri meningkat pemicu nyeri
• Kemampuan • Jelaskan strategi
menggunakan teknik meredakan nyeri
nonfarmakologis • Anjurkan
meningkat memonitor nyeri
• Dukungan orang secara mandiri
terdekat meningkat • Anjurkan
• Keluhan nyeri menggunakan
menurun analgetik secara
• Penggunaan tepat
analgesic menurun • Ajarkan teknik
nonfarmakaologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi
• Memberikan
analgetik jika perlu

Pemberian Analgetik
(I.08243)
Observasi
• Identifikasi
karakteristik nyeri (
mis: pencetus,
Pereda, kualitas,
lokasi, intensitas,
frekuensi, durasi)
• Identifikasi riwayat
alergi obat
• Identifikasi
kesesuaian jenis
analgetik (mis:
narkotika, non
narkotik atau
NSAID) dengan
tingkat keparahan
nyeri
• Monitor tanda-
tanda vital sebelum
dan sesudah
pemberian
analgetik
• Monitor efektivitas
analgetik
Terapeutik
• Diskusikan jenis
analgetik yang
disukai untuk
mencapai
analgesial optimal,
jika perlu
• Pertimbangkan
penggunaan infus
continue, atau bolus
oploid untuk
mempertahankan
kadar dalam serum
• Tetapkan target
efektifitas analgetik
untuk
mengoptimalakan
respon pasien
• Dokumentasikan
respon terhadap
efek analgetik dan
efek yang tidak
diinginkan
Edukasi
• Jelaskan efek terapi
dan efek samping
obat
Kolaborasi
• Kolaborasi
pemberian dosis
dan analgetik,
sesuai indikasi
2 LABEL SDKI Luaran Utama Intervensi Utama
(D.0034) Status Cairan (L.03028) Manajemen Hipovolemia
Risiko hipovolemia Setelah dilakukan tindakan (I.03116)
dibuktikan dengan keperawatan ..x..jam Observasi
faktor risiko diharapkan Status Cairan • Periksa tanda dan
kehilangan cairan membaik dengan kriteria gejala
secara aktif. hasil: hypervolemia (mis.
• Kekuatan nadi ortopnea, dyspnea,
meningkat edema, JVP/CVP
• Turgor kulit meningkat, reflex
meningkat hepatojugular
• Output urin positif, suara napas
meningkat tambahan
• Pengisian vena • Identifikasi
meningkat penyebab
• Ortopnea menurun hypervolemia
• Dispnea menurun • Monitor status
• Paroxymal noctural hemodinamik (mis.
dyspnea (PND) frekuensi jantung,
menurun tekanan darah,

• Edema anasarka MAP, CVP, PAP,

menurun PCWP, CO, CI),

• Edem aperifer jika tersedia

menurun • Monitor intake dan

• Berat badan menurun output cairan

• Distensi vena • Monitor tanda

jogularis menurun hemokonsentrasi

• Suara napas (mis. kadar

tambahan menurun natrium, BUN,


hematocrit, berat
• Kongesti paru
jenis urine)
menurun
• Monitor tanda
• Perasaan lemanh
peningkatan
menurun
tekanan onkotik
• Keluhanh aus
plasma (mis. kadar
menurun
proteindan albumin
• Konsentrasi
meningkat)
menurun
• Monitor kecepatan
• Frekuensi nadi
infus secara ketat
membaik
• Monitor efek
• Tekanna darah
samping diuretic
membaik
(mis. hipotensi
ortortostatik,
• Tekanan nadi hipovolemia,
membaik hypokalemia,
• Membran mukosa hiponatremia)
membaik Terapeutik
• Jugular venous • Timbang berat
presure (JVP) badan setiap hari
membaik pada waktu yang
• Kadar Hb membaik sama

• Kadar Ht membaik • Batasi asupan

• Central venous cairan dan garam

pressure membaik • Tinggikan kepala

• Refuks tempat tidur 30-

hepatojugular 40○

membaik Edukasi:

• Berat badan • Anjurkan melapor

membaik jika haluaran urin

• Hepatomegalli <0,5 mL/kg/jam

membaik dalam 6 jam

• Oliguria membaik • Anjurkan melapor

• Intake cairan jika BB bertambah

membaik >1 kg dalam sehari

• Status mental • Ajarkan cara

membaik mengukur dan


mencatat asupan
• Suhu tubuh membaik
dan haluaran cairan

Luaran Tambahan • Ajarkan cara

Keseimbangan Cairan membatasi cairan

(L.05020) Kolaborasi:

Setelah dilakukan tindakan • Kolaborasi

keperawatan ..x.. jam pemberian diuretic

diharapkan Keseimbangan • Kolaborasi


penggantian
Cairan meningkat dengan kehilangan kalium
kriteria hasil: akibat diuretic
• Asupan cairan • Kolaborasi
meningkat pemberian
• Keluaran urin Continuous renal
meningkat replacement
• Kelembabab therapy (CRRT),
membrane mukosa jika perlu
meningkat
• Asupan makanan Pemantauan Cairan
meningkat (L.03121)

• Edema menurun Observasi

• Dehidrasi menurun • Monitor frekuensi

• Asites menurun dan kekuatan nadi

• Konfusi menurun • Montior frekuensi

• Tekanan darah napas

membaik • Monitor takanan

• Denyut nadi darah

radial membaik • Monitor berat

• Tekanan arteri badan

rata- rata membaik • Monitor waktu

• Membran mukosa pengisian kapiler

membaik • Monitor elastisitas

• Mata cekung atau turgor kulit

membaik • Montor jumblah,


warna dan berat
jenis urine
• Monitor kadar
albumin dan
protein total
• Monitor hasil
pemeriksaan serum
(mis hematokrit
serum. Hematokit,
natrium, kolium
BUN)
• Monitor intake dan
output cairan
• Identifkasi tanda-
tanda hipovolermia
(mis frekuensi nadi
meningkat, nadi
teraba lemah,
tekanan darah
menurun, tekanan
nadi menyenpit,
turgor kulit
menurun, membran
mukosa kering,
volume urin
menurun,
hematocrit
meningkat. haus
lemah, konsentras
urine meningkat
berat badan
menurun dalam
waktu singkat)
• Identifikasi tanda-
tanda hipervolemia
(mis dispnea edema
perifer edema
anasarka. JVP
meningkat. CVP
meningkat refeks
hepatojugular
positif, berat
badan menurun
dalam waktu
singkat)
• Identifikasi faktor
resiko
ketidakseimbangan
cairan( mis
prosedur
pembedahan
mayor,
trauma/pendarahan
,luka bakar,
afreksia obstruksi,
peradangan
pancreas, penyakit
gagal/ginjal,
disfungsi,
infestinal)
Terapetik
• Atur interval
pemantauan sesuai
dengan kondisi
pasien
• Dokumentasi hasil
pemantauan
Edukasi :
• Jelasakan tujuan
dan prosedur
pemantauan
• Informasikan hasil
pemantaun jika
perlu
3 LABEL SDKI Luaran Utama Intervensi Utama
(D.0142) Tingkat Infeksi (L.14137) Pencegahan Infeksi
Risiko infeksi Setelah dilakukan tindakan (I.14539)
dibuktikan dengan keperawatan … x 24 jam Observasi
fktor risiko diharapkan tingkat infeksi • Monitor tanda dan
peningkatan paparan menurun dengan kriteria gejala infeksi lokal
organisme patogen hasil : dan sistemik
lingkungan. • Kebersihan tangan Terapeutik
meningkat • Batasi jumlah
• Kebersihan badan pengunjung
meningkat • Berikan perawatan
• Nafsu makan kulit pada area
meningkat edema
• Demam menurun • Cuci tangan
• Kemerahan menurun sebelum dan
• Nyeri menurun sesudah kontak
• Bengkak menurun dengan pasien dan

• Vesikal menurun lingkungan pasien

• Cairan berbau busuk • Pertahankan teknik

menurun aseptik pada pasien

• Sputum berwarna berisiko tinggi

hijau menurun Edukasi

• Drainase purulen • Jelaskan tanda dan

menurun gejala infeksi

• Piuria menurun
• Periode menurun • Ajarkan cara
• Periode menggigil mencuci tangan
menurun dengan benar
• Letargi menurun • Ajarkan etika batuk
• Gangguan kognitif • Ajarkan cara
menurun memeriksa kondisi
• Kadar sel darah putih luka atau luka
membaik operasi
• Kultur darah • Anjurkan
membaik meingkatkan
• Kultur urine asupan nutrisi
membaik • Anjurkan
• Kultur sputum meningkatkan
membaik asupan cairan

• Kultur area luka Kolaborasi


membaik • Kolaborasi

• Kultur feses pemberian

membaik imunisasi, jika pelu

4 LABEL SDKI Luaran Utama Intervensi Utama


(D.0129) Integritas Kulit dan Perawatan Integritas
Gangguan integritas Jringan (L.14125) Kulit (I11353)
kulit/ jaringan Setelah diberikan asuhan Observasi
berhubungan dengan keperawatan selama …x… • Identifikasi
factor mekanis (mis. jam diharapkan integritas penyebab gangguan
penekanan, gesekan) kulit dan jringan meningkat, integritas kulit
atau factor elektris dengan kriteria hasil : (mis. Perubahan
(elektrodiatermi, • Elastisitas meningkat sirkulasi,
energy listrik • Hidrasi meningkat perubahan status
betegangan tinggi) • Perfusi jaringan nutrisi, peneurunan
dibuktikan dengan meningkat kelembaban, suhu
kerusakan jaringan lingkungan
dan/ atau lapisan kulit, • Kerusakan jaringan ekstrem, penurunan
nyeri perdarahan, menurun mobilitas)
kemerahan, • Kerusakan lapisan Terapeutik
hematoma. kulir menurun • Ubah posisi setiap 2
• Nyeri menurun jam jika tirah
• Pedarahan menurun baring

• Kemerahan menurun • Lakukan pemijatan

• Hematoma menurun pada area

• Pigmentasi abnormal penonjolan tulang,

menurun jika perlu

• Jaringan parut • Bersihkan perineal

menurun dengan air hangat,

• Nekrosis menurun terutama selama


periode diare
• Abrasi kornea
menurun • Gunakan produk
berbahan petrolium
• Suhu kulit membaik
atau minyak pada
• Sensasi membaik
kulit kering
• Tekstur membaik
• Gunakan produk
• Pertumbuhan rambut
berbahan
membaik
ringan/alami dan
hipoalergik pada
kulit sensitive
• Hindari produk
berbahan dasar
alkohol pada kulit
kering
Edukasi
• Anjurkan
menggunakan
pelembab (mis.
Lotin, serum)
• Anjurkan minum
air yang cukup
• Anjurkan
meningkatkan
asupan nutrisi
• Anjurkan
meningkat asupan
buah dan sayur
• Anjurkan
menghindari
terpapar suhu
ektrim
• Anjurkan
menggunakan tabir
surya SPF minimal
30 saat berada
diluar rumah
5 LABEL SDKI Luaran Utama Intervensi Utama
(D.0054) Mobilitas Fisik (L.05042) Dukungan Ambulasi
Gangguan mobilitas Setelah diberikan asuhan (I.16171)
fisik berhubungan keperawatan selama … x … Observasi
dengan nyeri jam, diharapkan mobilitas • Identifikasi adanya
dibuktikan dengan fisik meningkat dengan nyeri atau keluhan
mengeluh sulit kriteria hasil: fisik lainnya
menggerakkan • Pergerakan • Identifikasi
ekstremitas, kekuatan ekstremitas toleransi fisik
otot menurun, rentang meningkat melakukan
gerak (ROM) • Kekuatan otot ambulasi
menurun, nyeri saat meningkat • Monitor frekuensi
bergerak, enggan • Rentang gerak jantung dan
melakukan (ROM) meningkat tekanan darah
pergerakan, merasa • Nyeri menurun
cemas saat bergerak, • Kecemasan menurun sebelum memulai
sendi kaku, gerakan • Gerakan tidak ambulasi
tidak terkoordinasi, terkoordinasi • Monitor kondisi
gerakan terbatas, fisik menurun umum selama
lemah. • Gerakan terbatas melakukan
menurun ambulasi
• Kelemahan fisik Terapeutik
menurun • Fasilitasi aktivitas
ambulasi dengan
alat bantu (mis,
tongkat, kruk)
• Fasilitasi
melakukan
mobilisasi fisik,
jika perlu
• Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
ambulasi
Edukasi
• Jelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi
• Anjurkan
melakukan
ambulasi dini
• Ajarkan ambulasi
sederhana yang
harus dilakukan
(mis, berjalan dari
tempat tidur ke
kursi roda, berjalan
dari tempat tidur ke
kamar mandi,
berjalan sesuai
toleransi)

Dukungan Mobilisasi
(I.05173)
Observasi
• Identifikasi adanya
nyeri atau keluhan
fisik lainnya
• Identifikasi
toleransi fiisk
melakukan
pergerakan
• Monitor frekuensi
jantung dan
tekanna darah
sebelum memulai
mobilisasi
• Monitor kondisi
umum selama
melakukan
mobilisasi
Terapeutik
• Fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan
alat bantu (mis,
pagar tempat tidur)
• Fasilitasi
melakukan
pergerakan, jika
perlu
• Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
pergerakan
Edukasi
• Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
• Anjurkan
melakukan
mobilisasi dini
• Ajarkan mobilisasi
sederhana yang
harus dilakukan
(mis, duduk di
tempat tidur, duduk
di sisi tempat tidur,
pindah dari tempat
tidur ke kursi)

4. IMPLEMENTASI
Implementasi merupakan pengolahan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Fokus dari
intervensi keperawatan antara lain adalah :
a. Mempertahankan daya tahan tubuh
b. Mencegah komplikasi
c. Menemukan perubahan sistem tubuh
d. Menetapkan klien dengan lingkungan
e. Implementasi pesan dokter (Setiadi, 2012)
Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga
meliputi pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien
selama dan sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru
(Nikmatur, 2012).

5. EVALUASI
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnosa
keperawatan, rencana intervensi, dan implementasinya (Nursalam,
2008).
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan
keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil
yang dibuat pada tahap perencanaan (Nikmatur, 2012).
Untuk memudahkan perawat mengevaluasi atau memantau
perkembangan klien, digunakan komponen SOAP/SOAPIE/SOAPIER.
Pengertian SOAP adalah sebagai berikut :

a. S : Data Subjektif.
Perawat menuliskan keluhan pasien yang masih
dirasakan setelah dilakukan tindakan keperawatan.
b. O : Data Objektif.
Data objektif adalah data berdasarkan hasil pengukuran
atau observasi perawat secara langsung kepada pasien,
dan yang dirasakan pasien setelah dilakukan tindakan
keperawatan.
c. A : Analisis.
Interpretasi dari data subjektif atau objektif. Analisis
merupakan suatu masalah atau diagnosa keperawatan
yang masih terjadi atau juga dapat dituliskan
masalah/diagnosis baru yang terjadi akibat perubahan
status kesehatan klien yang telah teridentifikasi datanya
dalam data subjektif dan data objektif.
d. P : Planning.
Perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan,
dihentikan, dimodifikasi, atau ditambahkan dari rencana
tindakan keperawatan yang telah ditemukan
sebelumnya.
e. I : Implementasi.
Implementasi adalah tindakan keperawatan yang
dilakukan sesuai dengan instruksi yang telah
teridentifikasi dalam komponen P (Perencanaan).
Tuliskan tanggal dan jam pelaksanaan
f. E : Evaluasi.
Evaluasi adalah respon klien setelah dilakukan tindakan
keperawatan.
g. R : Reassesment.
Reassesment adalah pengkajian ulang yang dilakukan
terhadap perencanaan setelah diketahui hasil evaluasi,
apakah dari rencana tindakan perlu dilanjutkan,
dimodifikasi, atau dihentikan.
DATAR PUSTAKA

Asnawi. (2018). ASUHAN KEPERAWATAN POST OPERASI


APENDIKTOMI PADA NY. P DI RUANG MAWAR BLUD RUMAH
SAKIT KONAWE SELATAN TAHUN 2018 KARYA TULIS ILMIAH.
Diakses pada 3 Maret 2021, dari epository.poltekkes-kdi.ac.id:
http://repository.poltekkes-kdi.ac.id/523/1/KTI%20ASNAWI.pdf

Elma, RA. (2018). BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Diakses pada 3 Maret


2021, dari eprints.poltekkesjogja.ac.id:
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1410/4/BAB%20II.pdf

Fransisca, Cathleya, dkk. (2019). KARAKTERISTIK PASIEN DENGAN


GAMBARAN HISTOPATOLOGI APENDISITIS DI RSUP
SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015 - 2017. JURNAL MEDIKA
UDAYANA, VOL. 8 NO.7 JULI 2019. Diakses pada 3 Maret 2021,
dari ojs.unud.ac.id:
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/cite/51783/ApaCitation
Plugin

Hidayat, Erwin. (2020). KARYA TULIS ILMIAH ASUHAN KEPERAWATAN


PADA KLIEN DENGAN APPENDICITIS YANG DI RAWAT DI
RUMAH SAKIT. Diakses pada 3 Maret 2021, dari
repository.poltekkes-kaltim.ac.id:
http://repository.poltekkes-
kaltim.ac.id/1053/1/KTI%20ERWIN%20HIDAYAT.pdf

KHUSNA , Asmaul. ( 2017). LAPORAN PENDAHULUAN


APENDISITIS. Diakses pada 3 Maret 2021, dari academia.edu:
https://www.academia.edu/43272082/LAPORAN_PENDAHULU
AN_APENDISITIS

Luthfiana, R. (2018). BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Diakses pada 3


Maret 2021, dari eprints.poltekkesjogja.ac.id:
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1368/4/4.%20BAB%20II.pdf
Oktaviani, Srirahayu. (2018). KARYA TULIS ILMIAH LAPORAN STUDI
KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Ny.R DENGAN
POST OPERASI LAPARATOMI ATAS INDIKASI APENDISITIS
DIRUANGAN RAWAT INAP BENDAH LANTAI 2 AMBUN SURI
RSUD Dr.ACHMAD MOCHTAR BUKITINGGI. Diakses pada 3
Maret 2021, dari repo.stikesperintis.ac.id:
http://repo.stikesperintis.ac.id/148/1/26%20SRI%20RAHAYU%20
OKTAVIANI.pdf

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta Selatan:
Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Intervensi Keperawatan


Indoneisa: Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta Selatan:
Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Luaran Keperawatan


Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta
Selatan: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Anda mungkin juga menyukai