Anda di halaman 1dari 2

Nama : M Fikri Aswandi

NPM : 201010572
Mata kuliah : Ilmu Negara

Hubungan Nama Jabatan Daerah


Nama Calon
kekerabatan petahana petahana pemilihan
Gibran putra sulung Joko Widodo Presiden wali kota Solo
Rakabuming
Bobby Nasution Menantu Joko Widodo Presiden wali kota
Medan
Siti Nur Azizah Putri Ma'ruf Amin Wakil wali kota
Presiden Tangerang
Selatan
Saraswati Keponakan Prabowo Menteri wakil wali
Djojohadikusumo Subianto Pertahanan kota
Tangerang
Selatan
Hanindito Putra Pramono Sekretaris Bupati Kediri
Himawan Anung Kabinet
Pramono

Analisis
Praktik politik dinasti dan kekerabatan di Indonesia sendiri bisa dibilang masih kurang
berkualitas karena kandidat yang biasanya diajukan untuk menduduki sebuah kursi
dalam panggung politik dan pemerintahan merupakan orang yang tidak memiliki
kapabilitas maupun pengalaman yang mumpuni untuk bisa mengampu jabatan publik
tersebut. Mereka yang diajukan dalam pertarungan pilkada biasanya merupakan pihak
yang menumpang dan berlindung pada nama besar dan jabatan yang dimiliki oleh
kerabatnya karena dirinya sendiri belum memiliki hal yang bisa ditawarkan kepada
publik untuk bisa membantunya memenangkan pertarungan jika dilihat secara politik.
Implementasi yang hadir dari dampak terpilihnya para kepala daerah yang berasal dari
dinasti politik adalah adanya “pemimpin boneka” yang langkah dan keputusannya
dikontrol oleh pihak-pihak yang berada di belakang layar. Pihak-pihak tersebut biasanya
merupakan kerabatnya yang memiliki jabatan yang lebih tinggi atau golongan elit partai
yang mengajukannya dalam pilkada. Selain itu, para pemangku jabatan politik dan
pemerintahan yang berasal dari dinasti politik seringkali terjerat berbagai kasus dan
skandal, terutama praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Kasus dan skandal
tersebut juga biasanya menjerat anggota lain dari dinasti politik tersebut,dan bahkan
mungkin kasus dan skandal yang terjadi merupakan kasus dan skandal milikdinasti
politik, bukan hanya milik salah satu atau beberapa anggotanya saja.
Praktik politik dinasti dan kekerabatan dapat menurunkan kualitas dari keterwakilan
sebagai akibat dari mekanisme akuntabilitas yang lemah dan memberikan halangan bagi
munculnya kandidat lain yang lebih berkualitas. Proses kontestasi politik tidak dapat
menjalankan fungsi sebagai mekanisme akuntabilitas untuk mengganti incumbent yang
berkinerja buruk ketika penyebaran kepemimpinan politik dilakukan kepada kerabat.
Keberadaan dinasti politik seringkali tidak menyediakan pilihan kandidat alternatif
untuk pemilih, karena proses rekrutmen kandidat yang seringkali tidak adil dan
memberikan privilege kepada kerabat incumbent. Jika kita bicara mengenai demokrasi,
pemilu yang kompetitif sebenarnya juga merupakan salah satu prinsip pemilu yang
demokratis.
Praktik politik dinasti bahwasanya akan menjadi hambatan dalam pelaksanaan
demokrasi di Indonesia. Sebab, dalam hal ini pemerintahan cenderung akan bersifat
oligarki dan berpotensi menimbulkan tindakan sewenang-wenang atau penyalahgunaan
kekuasaan. Semakin mudah seseorang mendapat kekuasaan dan memiliki kekuasaan
mutlak, maka cenderung semakin tinggi potensi penyalahgunaan kekuasaan (abuse of
power). Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Lord Action bahwa: “power tends to
corrupt and absolute power corruptsabsolutely” (kekuasaan cenderung korup dan
kekuasaan mutlak korup secara mutlak). Praktik politik dinasti juga dapat dikatakan
sebagai pemusatan kekuasaan. Hal ini tentu saja bertentangan diametral dengan
demokrasi yang justru berpijak pada desentralisasi kekuasaan, baik secara vertikal
maupun horizontal. Kekuasaan yang terpusat inilah cenderung dekat dengan kekuasaan
absolut. Kekuasaan absolut cenderung korup secara absolut pula. Inilah alasan
fundamental mengapa dinasti politik dicurigai berjalin berkelindan dengan korupsi.

Anda mungkin juga menyukai