Centul Centul BIASA
Centul Centul BIASA
Disusun Oleh :
TAHUN 2022
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun Oleh :
1. KUSMALINDA WAHYU APRILIA
(201907022)
2. OKTAVIA EKA WULANDARI (201907030)
3. SITI NURKHAMIDAH (201907038)
4. VIVI ANDILA KUSUMAWATI (201907040)
Mengetahui,
Pembimbing institusi Pembimbing lahan praktik/CI
Menyetujui,
Kepala Program Studi
DIII Perekam Medis dan Informasi Kesehatan
IRMAWATI MATHAR, S.KM., M.Kes
NIP.20160132
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat, limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Lapangan Semester V yang berjudul
“PENGOLAHAN REKAM MEDIS DI RSUD DR. HARJONO S. Analisis
Keterlambatan Pengembalian Rekam Medis Dari Ruang Rawat Inap Ke Ruang
Rekam Medis”.
Adapun maksud dan tujuan kami disini dalam menyusun laporan ini ialah
sebagai bukti tertulis dari hasil pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan kami yang
telah kami laksanakan pada tanggal 20 September – 16 Oktober 2021 bertempat di
Puskesmas Mlarak. Pada kesempatan ini tidak lupa kami mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Yunus Mahatma, Sp. PD selaku direktur rumah sakit RSUD dr.
Harjono S Ponorogo
2. Bapak M. Davin Askarudin, SKM. M.P.H selaku ketua
Sub. Bag Rekam Medis
3. Ibu anike selaku CI di RSUD dr. Harjono S Ponorogo
4. Seluruh karyawan dan staf RSUD dr. Harjono S Ponorogo yang juga ikut
membantu dan membimbing penulis dalam melaksanakan praktik
lapangan
5. Bapak Zaenal Abidin, S,KM., M.Kes (Epid), selaku Ketua STIKES Bhakti
Husada Mulia Madiun.
6. Ibu Irmawati Mathar, S.KM., M.Kes, selaku Ketua Prodi D3 Perekam
Medis dan Informasi Kesehatan STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun.
7. Bapak Heru Widianto, S.ST., M.Kom selaku Dosen Pembimbing
Akademik.
8. Keluarga dan teman-teman penulis yang telah memberikan motivasi,
dukungan, serta membantu memberikan masukan dalam pembuatan
laporan ini,
9. Semua pihak yang telah berkontribusi dalam membantu pembuatan
laporan ini yang tidak dapat penulis sebutkan datu persatu.
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
C - CEPAT
E - EFFISIEN
R - RAMAH
I - INDAH
A - AMAN
RSUD Dr. Harjono adalah sebagai salah satu rumah sakit rujukan
bagi sektor pelayanan kesehatan baik dari pemerintah maupun swasta
yang memberikan pelayanan kepada masyarakat yang terdiri dari :
a Medical Bedah
b Ponek
a Poliklinik Gigi
b Poliklinik Bedah Saraf
c Poliklinik Kandungan
d Poliklinik Kulit & Kelamin
e Poliklinik Anak
f Poliklinik Penyakit Dalam
g Poliklinik Tumbuh Kembang
h Poliklinik Urologi
i Poliklinik Geriatri
j Poliklinik Mata
k Poliklinik THT
l Poliklinik Jantung
m Poliklinik Bedah
n Poliklinik Paru
o Poliklinik Orthopedi
p Poliklinik Syaraf
q Pelayanan Fisio Tefrapi / Rehabilitasi Medis
r Poliklinik VCT
s Poliklinik Jiwa
t Poliklinik Umum
u Poliklinik Urologi
v Poliklinik Estetika
w Poliklinik Psikologi
Saat ini RSUD Dr. Harjono Ponorogo memiliki 5 kamar operasi yang
terletak di lantai 4 gedung terpadu dengan 24 jam pelayanan.
NO PENDIDIKAN PNS
1 D3 Analis Kesehatan 13
2 D3 dan S1 Asisten Apoteker 11
3 D3 dan D4 Rehab Medis 10
4 D1, D3, D4, dan S1 Gizi 14
5 D3 Kebidanan 26
6 S1 Kebidanan 7
7 S1, D4, D3 Keperawatan/Anestesi dan SPK 119
8 S1 Keperawatan Ners 77
9 D3 Kesehatan Gigi 7
10 D3 dan S1 Sanitarian 8
11 Administrasi 76
12 D3 Teknik Elektromedik 6
13 D3 dan D4 Radiologi 7
14 D3 Rekam Medis 2
15 D3 Teknik Informatika 1
16 D3 Refaksi Optisi 1
17 D3 Teknik Komputer
18 S1 Kedokteran Gigi 4
19 S1 Kedokteran Umum 6
20 S1 Teknik Bangunan
21 S1 Teknik Elektro
22 S1 Teknik Informatika
23 S1 Teknik Kimia 1
24 S1 Teknik Mesin
25 S1 Teknik Sipil 1
26 S1 Sistem Informasi Komputer
27 S2 Magister Ekonomi Pembangunan 1
28 S2 Magister Kesehatan 4
29 S2 Magister Manajemen 5
30 S2 Magister Manajemen RS 1
31 S2 Magister Sains 2
32 S2 Psikologi
33 dr. Sp. Bedah Syaraf
34 dr. Sp. Patologi Anatomi
35 dr. Sp. Anak 3
2.5 PENANGANAN KELUHAN
1. omor hand phone pengaduan : 081 234 19 39 39
KOMPLAIN
PASIEN / KELUARGA
Tidak Puas
HUMAS DAN Puas
CASE MANAGER
Selesai
Selesai
DIREKTUR
DAN TIM
ALUR KOMPLAIN LANGSUNG (TATAP MUKA)
PASIEN / KELUARGA
KOMPLAIN
HUMAS
I. RAWAT JALAN
ALUR 1 :
ALUR 2 :
I. RAWAT JALAN
ALUR 1 :
1. Pasien dengan membawa persyaratan ke pendaftaran (SEP)
2. Pasien menuju Poliklinik dilakukan pemeriksaan
3. Ke Penunjang Medis ( Laboratorium, radiologi dsb) bila diperlukan
4. Kembali ke Poliklinik
5. Ke Farmasi mengambil obat
6. Pulang
7. Atau di rujuk ke RS yang lebih tinggi
ALUR 2 :
1. Pasien dengan membawa persyaratan ke pendaftaran (SEP)
2. Pasien menuju Poliklinik dilakukan pemeriksaan
3. Ke Farmasi mengambil obat
4. Pulang
5. Atau di rujuk ke RS yang lebih tinggi
1. Pasien bisa UMUM, KIS- JKN tanpa mendaftar ke TPP Rawat Jalan
Pendaftaran
Pemeriksaan Dokter
Pemeriksaan Penunjang
Pengambilan Obat
Pulang
4. Atau dirujuk ke RS yang lebih tinggi
ALUR PASEN KHUSUS POLIKLINIK ESTETIKA
Pendaftaran
Pemeriksaan Dokter
Pemeriksaan Penunjang
Pengambilan Obat
Pulang
ALUR PASIEN UMUM IGD
ALUR PASIEN UMUM IGD
I. RAWAT JALAN
1. Pasien menuju IGD
2. Keluarga pasien menuju pendaftaran Pasien / TPP IGD
3. Di IGD dilakukan pemeriksaan,tindakan ,penunjang bila diperlukan
4. Setelah selesai Tindakan di IGD pasien di tentukan : pulang
5. Ke Farmasi untuk mengambil obat
6. Ke kasir Pembayaran
7. Pulang
II. PASIEN RUJUK
III.RAWAT INAP
I. RAWAT JALAN
PASIEN RUJUK
III.1.3
III.1.4 Mampu Melakukan Kegiatan Penyimpanan, Pengambilan
Kembali, Dan Penjajaran Rekam Medis
III.1.5 Mampu Mengidentifikasi Tata Cara Retensi Atau Penyusutan
Dan Pemusnahan Rekam Medis
a. Pengertian Penyusutan
Menurut BPPRM tahun 2006, retensi memiliki pengertian yaitu
suatu kegiatan memisahkan atau memindahkan antara dokumen
rekam medis inaktif dengan dokumen rekam medis yang masih aktif
di ruang penyimpanan(filing). Selain itu retensi dapat diartikan juga
sebagai pengurangan jumlah formulir yang terdapat di dalam berkas
RM dengan cara memilah nilai guna dari tiap-tiap formulir. Sesuai
dengan BPPRM tahun 2006, pemusnahan rekam medis adalah
kegiatan menghilangkan menghapus/ menghancurkan secara fisik
dokumen rekam medis yang telah mencapai 5 tahun sejak terakhir
berobat di rumah sakit.
b. Tujuan Retensi
Sesuai dengan yang tertulis pada BPPRM tahun 2006, kegiatan
retensi dan pemusnahan dokumen rekam medis ini memiliki
beberapa tujuan, diantaranya:
1) Menjaga kerapihan penyusunan berkas RM aktif
2) Memudahkan dalam retrieval berkas RM aktif
3) Menjaga informasi medis yang masih aktif (yang masih
mengandung nilai guna)
4) Mengurangi beban kerja petugas dalam penanganan berkas Aktif
dan In-aktif
c. Dasar Hukum Retensi
1) SK Dirjen Yan Medik no.78/YanMed/RS Umdik/YMU/1/91
tentang penyelenggaraan Rekam Medis di Rumah Sakit (Bab III
D-E)
2) Surat Edaran DIRJEN Yanmed no.HK.00.05.1.5.01160 tahun
1995 : Petunjuk Teknis Pengadaan Formulir RM dasar dan
Pemusnahan arsip RM di rumah sakit
3) Undang-undang No.29 thn 2004 tentang Praktik Kedokteran
(paragraf 3 pasal 46 sampai dengan 47)
4) Manual Rekam Medis (Konsil kedokteran Indonesia, bab V. item
C,2006
5) PERMENKES No. 269/MenKes/Per/III/2008: tentang REKAM
MEDIS. (pasal 8 sampai dengan 9)
d. Tata Cara Retensi Dokumen Rekam Medis
1) Penyisiran dokumen rekam medis
Penyisiran dokumen rekam medis yaitu suatu kegiatan
pengawasan rutin terhadap kemungkinan kesalahan letak
dokumen rekam medis dan mengembalikannya pada letaknya
sesuai dengan sistem penjajaran yang digunakan. Ketika kegiatan
ini dilakukan, bersama itu pula dilakukan pencatatan dokumen
rekam medis yang sudah saatnya diretensi
2) Retensi dokumen rekam medis.
Retensi atau penyusutan dokumen rekam medis yaitu suatu
kegiatan memisahkan antara dokumen rekam medis yang masih
aktif dan yang non aktif atau in-aktif. Tujuannya adalah
mengurangi beban penyimpanan dokumen rekam medis dan
menyiapkan kegiatan penilaian nilai guna rekam medis untuk
kemudian diabadikan atau dimusnahkan. Kegiatan retensi
dilakukan oleh petugas penyimpanan (filing) secara periodik. Dan
dokumen yang sudah diretensi harus disimpan pada ruang terpisah
dari dokumen rekam medis aktif dengan mengurutkan sesuai
tanggal terakhir berobat. Untuk dokumen rekam medis anak-anak
rumah sakit atau sarana pelayanan kesehatan lain dapat membuat
ketentuan tersendiri. Selain itu, sesuai dengan kebutuhan rumah
sakit atau sarana pelayanan kesehatan yang bersangkutan dapat
pula membuat ketentuan lain untuk kepentingan:
a) Riset dan edukasi
b) Kasus-kasus terlibat hukum minimal 23 tahun setelah ada
c) ketetapan hukum
d) Perkosaan
e) HIV
f) Penyesuaian kelamin
g) Pasien orang asing
h) Kasus adopsi
i) Bayi tabung
j) Cangkok organ
k) Plastik rekontruksi
3) Penilaian nilai guna rekam medis
Penilaian nilai guna rekam medis yaitu suatu kegiatan penilaian
terhadap formulir-formulir rekam medis yang masih perlu
diabadikan atau sudah boleh dimusnahkan. Penilaian nilai guna ini
dilakukan oleh tim pemusnah dokumen rekam medis yang
ditetapkan oleh direktur rumah sakit atau pimpinan sarana
pelayanan kesehatan. Tim pemusnah mempunyai tugas membantu
direktur rumah sakit dalam penyelenggaraan pemusnahan rekam
medis dengan memperhatikan nilai guna sesuai dengan peraturan
yang berlaku. Tim tersebut terdiri dari:
a) Komite rekam medis sebagai ketua
b) Petugas rekam medis senior sebagai sekretaris
c) Anggotanya seperti unsur tata-usaha, perawat senior, dan
tenaga lain yang terkait
4) Pengabadian dan pemusnahan rekam medis
Setelah dilakukan penilaian terhadap nilai guna rekam medis dari
dokumen rekam medis in-aktif, Tim pemusnah kemudian
mengabadikan formulir rekam medis yang harus diabadikan
sesuai dengan nilai gunanya.Setelah dilakukan pengabadian nilai
guna, dokumen rekam medis kemudian dimusnahkan.
Pemusnahan dapat dilakukan dengan cara pembakaran, dicacah
atau diserahkan pada pihak ketiga.
e. Tata Cara Penilaian Nilai Guna Rekam Medis
1) Memisahkan formulir rekam medis yang harus diabadikan yaitu:
a) Ringkasan masuk dan keluar
b) Resume penyakit
c) Lembar operasi (termasuk laporan persalinan)
d) Identifikasi bayi lahir
e) Lembar persetujuan tindakan medis (informed consent)
f) Lembar kematian (laporan sebab kematian, biasanya sudah
menyatu pada formulir ringkasan masuk keluar)
Menilai formulir rekam medis sesuai dengan Indikator nilai
gunanya.
2) Indikator nilai guna rekam medis dibagi menjadi dua bagian, yaitu
Indikator nilai guna primer dan indikator nilai guna sekunder.
3) Mengumpulkan formulir-formulir rekam medis sisanya termasuk
rekam medis rusak tidak terbaca disiapkan untuk dimusnahkan
f. Tata Cara Pengabadian Rekam Medis
1) Membuat daftar penelaahan yaitu suatu daftar telaah nilai guna
rekam medis dengan mengelompokan dokumen rekam medis
berdasarkan jenis penyakit (diagnosis) dan kepentingan khusus
(tertentu) sesuai dengan kasusnya dan kebijakan rumah sakit.
2) Membuat acara pemusnahan rekam medis yang ditandatangani
ketua dan sekretaris dan diketahui direktur rumah sakit. Berita
acara pemusnahan rekam medis yang asli disimpan di rumah
sakit, lembar keduanya dikirim kepada pemilik rumah sakit.
3) Melaksanakan pemusnahan dengan cara: dibakar, dicacah, dibuat
bubur. Bila dilaksanakan oleh pihak ke-3 harus disaksikan Tim
pemusnah dengan membuat berita acara tersendiri.
4) Khusus untuk formulir rekam medis yang sudah rusak atau sudah
tidak terbaca dapat langsung dimusnahkan dengan terlebih dahulu
membuat pernyataan diatas kertas segel oleh direktur rumah sakit.
g. Tata Cara Dalam Pemusnahan Rekam Medis
1) Pembuatan Tim Pemusnah yang terdiri dari komite medis
sebagai ketua, kepala rekam medis sebagai sekretaris, dengan
beranggotakan petugas filing dan tenaga lainnya yang terkait
berdasarkan Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit.
2) Tim Pemusnah membuat daftar pertelaan dokumen rekam
medis in aktif yang akan dimusnahkan. Daftar pertelaan berisi
tentang Nomor rekam medis, tahun terakhir kunjungan, jangka
waktu penyimpanan, diagnosis terakhir.
3) Cara pemusnahan dokumen rekam medis dapat dilakukan
dengan cara antara lain:
a) Dibakar dengan menggunakan incenerator atau dibakar
biasa.
b) Dicacah, dibuat bubur.
c) Dilakukan oleh pihak ketiga dengan disaksikan oleh tim
pemusnah.
4) Tim Pemusnah membuat berita acara pemusnahan pada saat
pemusnahan berlangsung yang ditandatangani oleh Ketua tim
Pemusnah, Sekretaris tim pemusnah dan diketahui oleh
Direktur rumah sakit.
5) Khusus untuk dokumen rekam medis yang sudah rusak/tidak
terbaca dapat langsung dimusnahkan dengan terelebih dahulu
membuat pernyataan diatas kertas bersegel yang
ditandatangani oleh direktur yang isinya menyatakan bahwa
dokumen rekam medis sudah tidak dapat dibaca sama sekali
sehingga dapat dimusnahkan.
h. Pengertian Pemusnahan
Pemusnahan adalah suatu kegiatan menghancurkan secara fisik
dokumen rekam medis yang sudah berakhir masa fungsi dan tidak
memiliki nilai guna, rusak, tidak terbaca dan tidak dapat dikenali
baik isi maupun bentuknya. Penghancuran tersebut harus dilakukan
secara total yaitu dengan cara membakar habis, mencacah atau
mendaur ulang sehingga tidak dapat dikenali baik isi maupun
bentuknya.
i. Tujuan Pemusnahan
1) Mengurangi beban penyimpanan dokumen rekam medis.
2) Mengabadikan formulir-formulir rekam medis yang memiliki
nilai guna.
j. Syarat Dari Pemusnahan
Rekam medis yang sudah memenuhi syarat untuk dimusnahkan
dilaporkan kepada direktur rumah sakit.
1) Direktur rumah sakit membuat surat keputusan tentang
pemusnahan rekam medis dan menunjuk Tim Pemusnah Rekam
Medis.
2) Tim Pemusnah rekam medis melaksanakan pemusnahan dan
membuat Berita Acara Pemusnahan yang disahkan Direktur
Rumah Sakit.
3) Berita acara dikirim kepada Pemilik Rumah Sakit dengan
tembusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik.
k. Tata Pemusnahan Berkas Rekam Medis
Tata cara/prosedur pemusnahan dokumen rekam medis adalah
suatu proses atau aturan urutan kegiatan berdasarkan metode
tertentu yang ditetapkan oleh rumah sakit dalam melaksanakan
pemusnahan dokumen rekam medis yang telah berakhir fungsinya
dan tidak memiliki nilai guna dengan kegiatan yang terdiri dari
pembuatan tim pemusnah, pembuatan daftar pertelaan, cara
pemusnahan, pelaporan hasil pemusnahan. Tata cara dalam
pemusnahan dokumen rekam medis antara lain:
1) Pembuatan Tim Pemusnah yang terdiri dari komite medis
sebagai ketua, kepala rekam medis sebagai sekretaris, dengan
beranggotakan petugas filing dan tenaga lainnya yang terkait
berdasarkan Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit.
2) Tim Pemusnah membuat daftar pertelaan dokumen rekam medis
in aktif yang akan dimusnahkan. Daftar pertelaan berisi tentang
Nomor rekam medis, tahun terakhir kunjungan, jangka waktu
penyimpanan, diagnosis terakhir.
3) Cara pemusnahan dokumen rekam medis dapat dilakukan
dengan cara antara lain:
a) Dibakar dengan menggunakan incenerator atau dibakar biasa.
b) Dicacah, dibuat bubur.
c) Dilakukan oleh pihak ketiga dengan disaksikan oleh tim
pemusnah.
4) Tim Pemusnah membuat berita acara pemusnahan pada saat
pemusnahan berlangsung yang ditandatangani oleh Ketua tim
Pemusnah, Sekretaris tim pemusnah dan diketahui oleh Direktur
rumah sakit.
5) Khusus untuk dokumen rekam medis yang sudah rusak/tidak
terbaca dapat langsung dimusnahkan dengan terelebih dahulu
membuat pernyataan diatas kertas bersegel yang ditandatangani
oleh direktur yang isinya menyatakan bahwa dokumen rekam
medis sudah tidak dapat dibaca sama sekali sehingga dapat
dimusnahkan.
III.1.6 Mampu Menentukan Kode Penyakit Dan Permasalahan
Kesehatan Serta Kode Tindakan Sesuai Dengan Pedoman Yang
Berlaku Di Indonesia
a. Koding Dalam Pelayanan Kesehatan
Data asuhan kesehatan dapat direpresentasikan dalam bentuk kode
atau sistem numerik. Kode tersebut mewakili suatu deskripsi naratif
yang mungkin mempunyai arti yang berbeda bagi masing-masing
orang. Sistem koding dapat digunakan untuk mendeskripsikan
penyakit, prosedur, jasa layanan, operasi, cedera, masalah, alasan
kunjungan, derajat keparahan suatu penyakit, obat-obatan,
pemeriksaan laboratorium, spesimen patologi, kondisi obstetrik,
kondisi mental, sebab-sebab kecelakaan dan cedera, outcomes
pasien, dan aspek lain dari asuhan kesehatan. Kode berkomunikasi
dengan cara yang predictable, consistent dan reproducible.
Disamping itu juga memudahkan komunikasi yang reliable tentang
asuhan kesehatan antara para partisipan yang ada dalam industri
kesehatan.Koding klinis atau koding medis adalah suatu kegiatan
yang mentransformasikan diagnosis penyakit, prosedur medis dan
masalah kesehatan lainnya dari kata-kata menjadi suatu bentuk
kode, baik numerik atau alfanumerik, untuk memudahkan
penyimpanan, retrieval dan analisis data.
b. Tujuan
Koding merupakan fungsi yang cukup penting dalam jasa pelayanan
informasi kesehatan. Data klinis yang terkode dibutuhkan untuk me-
retrieve informasi guna kepentingan asuhan pasien, penelitian,
peningkatan performansi pelayanan, perencanaan dan manajemen
sumber daya, serta untuk mendapatkan reimbursement (pembayaran
kembali) yang sesuai bagi jasa pelayanan kesehatan yang diberikan.
Sistem pembayaran yang ada saat ini sangat bergantung pada data
kode untuk menentukan jumlah pembayaran kembali, dan juga
memastikan medical necessity dari suatu pelayanan kesehatan.
c. Tahapan Koding
Secara umum, tahapan proses koding mencakup dua aktivitas
tersebut di bawah ini:
1) Analisis lembar-lembar dokumen rekam medis
2) Alokasi /penentuan kode dengan tepat.
Analisis lembar-lembar dokumen rekam medis sangat penting
dilakukan sebelum seorang koder mencari kode yang tepat. Tujuan
dilakukannya analisis ini adalah untuk mendapatkan gambaran yang
komprehensif dan detail tentang kondisi pasien dan juga untuk
merangkum semua keterangan kondisi dan pelayanan kesehatan
yang telah diberikan, sehingga koder akan dapat menentukan kode
yang paling tepat bagi diagnosis dan prosedur medis. Kode yang
tepat akan menggambarkan keseluruhan perjalanan klinis pasien
sejak mulai dirawat hingga keluar. Terkadang dalam penulisan
diagnosis yang perlu di-kode (misalnya pada lembar RM1) tenaga
medis terkait mencantumkan kondisi utamanya saja, tanpa rincian
yang cukup untuk penentuan kode yang presisi. Hal ini dapat diatasi
oleh seorang koder yang handal dengan cara mencari keterangan
tambahan yang mungkin dicantumkan dalam lembar-lembar lain.
Sebagai contoh, penulisan diagnosis “Tumor Paru” yang tidak
disertai keterangan perilaku menyebabkan kode terpilih menjadi
tidak akurat. Sedangkan untuk menentukan kode perilaku dapat
diketahui dari kode morfologi. Tetapi kode morfologi hanya dapat
ditentukan dengan mengetahui jenis sel tumor tersebut. Oleh karena
itu koder mungkin harus merujuk terlebih dulu ke lembar hasil
pemeriksaan Patologi Anatomi untuk menemukan diagnosis
morfologi tumor, baru akhirnya dapat menentukan kode perilaku.
Hal ini penting mengingat antara Tumor Ganas, Jinak dan Tumor
yang tidak diketahui perilakunya berada pada kelompok klasifikasi
yang berbeda.
1) Dalam Learning Packages yang diterbitkan IHFRO
(Watson,1986) disebutkan bahwa dalam proses koding,
umumnya lembar-lembar rekam medis yang perlu dianalisis
minimal adalah: Lembar Muka / Keluar-Masuk (Admission-
Discharge), Lembar Resume (Discharge
Summary), Laporan Operasi, Laporan PA / Histopatologi dari
jaringan yang diambil. Adapun lembar lain yang mungkin
berguna untuk memilih kode yang tepat antara lain:
a) Laporan Patologi Klinik, misalnya untuk mengidentifikasi
bakteri atau virus yang menyebabkan infeksi, pneumonia atau
GE.
b) Laporan radiologi (x-ray photo) misalnya untuk merinci letak
fraktur.
c) Catatan kemajuan (Progress Note) misalnya untuk
memastikan diagnosis utama bila keterangan dalam lembar
muka atau lembar resume masih belum jelas.
d) Rawat inap (admission) sebelumnya untuk memeriksa apakah
riwayat penyakit terdahulu telah lengkap.
Cassidy (2012) dalam seri AHIMA “Defining The Core Clinical
Documentation Set for Coding Compliance” menyebutkan bahwa
rekam medis harus dianalisis dan kode yang terpilih hanya yang
disertai dokumentasi yang tepat dan lengkap oleh dokter. Kode
tidak diberikan tanpa dokumentasi pendukung dari pemberi layanan
(dokter). Oleh karena itu rekam medis harus ditelaah secara
menyeluruh untuk menentukan alasan utama pasien datang dan
kondisi apa yang dirawat.Untuk dapat dianalisis dengan baik, maka
dokumentasi klinis harus memenuhi standar atau disebut Core
Clinical Documentation Set. Berikut adalah beberapa Set Data yang
direkomendasikan oleh AHIMA dalam karya Cassidy tersebut di
atas.
1) Untuk Koding Pasien Rawat Inap:
a) Lembar Keluar Masuk (RM 1)
b) Catatan Kemajuan (Progress Notes)
c) Riwayat Penyakit (Anamnesis) dan Pemeriksaan Fisik
d) Ringkasan Keluar (Resume)
e) Lembar Konsultasi
f) Laporan Operasi
g) Laporan Patologi
h) Pemeriksaan Laboratorium
i) Radiologi
j) Perintah Dokter
k) Assessment Nutrisi
2) Untuk Koding Rawat Jalan
a) Perintah dokter yang otentik untuk jasa pelayanan
b) Catatan Kunjungan (Visite) Klinisi
c) Diagnosis atau Alasan pemberian jasa layanan
d) Hasil-hasil pemeriksaan
e) Terapi
f) Daftar Masalah
g) Daftar Obat (medikasi)
3) Koding Untuk Pasien Unit Gawat Darurat (UGD)
a) Laporan UGD
b) Dokumentasi awal dari dokter
c) Intervensi Diagnostik
d) Intervensi Terapetik
e) Catatan Keperawatan
f) Perintah Dokter
g) Catatan Kemajuan untuk Diagnosis Utama
Setelah koder mendapatkan informasi yang cukup untuk
menentukan diagnosis secara akurat dan presisi, barulah
mengalokasikan kode yang sesuai. Tata cara penetapan kode
ditentukan oleh perangkat koding yang digunakan. Di Indonesia,
khususnya untuk kepentingan reimbursement digunakan ICD-10
versi th. 2010 untuk kode diagnosis penyakit sedangkan untuk
koding prosedur medis menggunakan ICD-9-CM versi th 2010
(Permenkes No.76 th 2016).
d. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Akurasi Koding
Proses koding dipengaruhi oleh beberapa faktor penting yang
terkait, sebagaimana digambarkan berikut ini:
1) Tenaga Medis
Tenaga medis (dokter) sebagai pemberi pelayanan utama pada
seorang pasien bertanggung jawab atas kelengkapan dan
kebenaran data dokumentasi, khususnya data klinik, yang
tercantum dalam dokumen rekam medis. Data klinik berupa
riwayat penyakit, hasil pemeriksaan, diagnosis, perintah
pengobatan, laporan operasi atau prosedur lain merupakan input
yang akan di-koding oleh petugas koding di bagian rekam medis.
2) Petugas Koding
Kunci utama dalam pelaksanaan koding adalah koder atau
petugas koding. Akurasi koding (penentuan kode) merupakan
tanggung jawab tenaga rekam medis, khususnya tenaga koding.
Kurangnya tenaga pelaksana rekam mediskhususnya tenaga
koding baik dari segi kualitas maupun kuantitas merupakan
faktor terbesar dari penyelenggaraan rekam medis di RS di
Indonesia. Kualitas petugas koding di URM di RS dapat dilihat
dari latar belakang pendidikan, pengalaman kerja dan pelatihan
terkait yang pernah diikuti.
3) Kelengkapan Dokumen Rekam Medis
Ketidaklengkapan dalam pengisian rekam medis akan sangat
mempengaruhi mutu rekam medis, yang mencerminkan pula
mutu pelayanan di rumah sakit. Petugas rekam medis
bertanggung jawab untuk mengevaluasi kualitas rekam medis
guna menjamin konsistensi dan kelengkapan isinya.
4) Kebijakan
Tujuan rekam medis adalah menunjang tercapainya tertib
administrasi dalam rangka upaya peningkatan pelayanan
kesehatan di Rumah Sakit. Isi rekam medis merupakan dokumen
resmi mencatat seluruh proses pelayanan medis di rumah sakit,
dan sangat bermanfaat antara lain bagi aspek administrasi, medis,
hukum, keuangan, penelitian, pendidikan, dokumentasi,
perencanaan serta pemanfaatan sumber daya. Agar dapat tercipta
keseragaman dan persamaan pengertian rekam medis di rumah
sakit yang sesuai dengan Permenkes No
269/Menkes/Per/III/2008, maka perlu adanya suatu pedoman
pengelolaan rekam medis di rumah sakit yang dituangkan dalam
suatu kebijakan rumah sakit. Kebijakan rumah sakit yang
dituangkan dalam bentuk SK Direktur, Protap (Prosedur Tetap)
atau SOP (Standard Operating Procedures) akan mengikat dan
mewajibkan semua petugas di rumah sakit yang terlibat dalam
pengisian lembar-lembar rekam medis untuk melaksanakannya
sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku.
5) Sarana/Prasarana
Sesuai dengan standar pelayanan rekam medis, maka fasilitas dan
peralatan yang cukup harus disediakan guna tercapainya
pelayanan yang efisien. Dalam Pedoman Pengelolaan Rekam
Medis Rumah Sakit di Indonesia (1997), yang termasuk sarana
dan prasarana adalah peraturan, ATK, Komputer & Printer,
Daftar Tabulasi Dasar (DTD), Formulir Rekam Medis (RL),
Buku ICD
e. Pengenalan ICD-10
ICD-10 adalah singkatan dari The International Statistical
Classification of Diseases and Related Health Problems-10th
Revision.
f. Tujuan & Pemanfaatan ICD-10
1) Tujuan
Tujuan penyusunan ICD-10 adalah untuk mempermudah
perekaman yang sistematis, untuk keperluan analisis,
interpretasi dan komparasi data morbiditas maupun mortalitas
yang dikumpulkan dari berbagai daerah pada saat yang
berlainan dan untuk menerjemahkan diagnosis penyakit dan
masalah kesehatan lainnya dari kata-kata menjadi kode
alfanumerik, yang memudahkan penyimpanan, retrieval dan
analisis data.
2) Pemanfaatan
Dalam lingkungan RS, data tentang penyakit dan operasi
digunakan oleh profesional Rekam Medis untuk memenuhi
kebutuhan penelitian medis. Untuk kepentingan ini dibutuhkan
suatu sistem klasifikasi yang sangat rinci, karena bila terlalu
banyak penyakit yang dikelompokkan dalam satu nomor kode,
maka proses alokasi dokumen yang ingin diteliti menjadi lebih
sulit. Di lain pihak, perencana kebijakan kesehatan seperti
departemen kesehatan dan World Health Organization (WHO)
menggunakan data klasifikasi penyakit untuk studi
epidemiologik, demografi dan statistik. Untuk keperluan ini
tidak memerlukan penggolongan yang terlalu rinci karena akan
menjadi terlalu banyak kasus untuk dianalisis secara statistik.
g. Struktur & Isi
1) Volume Dalam ICD-10
ICD-10 terdiri atas 3 volume: volume 1 berisikan klasifikasi
utama; volume 2 merupakan pedoman bagi para pengguna ICD;
dan volume 3 adalah indeks alfabetik bagi klasifikasi.
a) Struktur dan Penggunaan Volume 1
Bagian terbesar volume 1 memuat klasifikasi utama, terdiri
dari kategori tiga-karakter dan daftar tabulasi dari
“inclusions” dan subkategori empat karakter. Klasifikasi
“dasar” –daftar dari kategori tiga-karakter- merupakan
tingkat mandatory untuk pelaporan kepada basis data
kematian WHO (WHO mortality database) dan untuk
komparasi internasional. Volume 1 juga berisikan hal-hal
berikut ini: Morfologi neoplasma. Klasifikasi dari morfologi
neoplasma ini dapat digunakan, bila perlu, sebagai kode
tambahan untuk mengklasifikasi tipe morfologis neoplasma,
daftar tabulasi khusus (special tabulation lists), definisi dari
volume 1 telah diadopsi oleh The World Health Assembly
dan disertakan untuk memfasilitasi komparabilitas data
internasional, Regulasi nomenklatur (nomenclature
regulations). Regulasi yang diadopsi oleh The World Health
Assembly menetapkan tanggung jawab formal dari negara-
negara anggota WHO mengenai klasifikasi penyakit dan
sebab kematian, serta kompilasi dan publikasi statistik.
b) Struktur dan Penggunaan Volume 2
Volume 2 berisikan deskripsi tentang sejarah ICD berikut
struktur dan prinsip klasifikasi; aturan-aturan yang berkaitan
dengan koding morbiditas dan mortalitas; presentasi statistik
serta petunjuk praktis bagi pengguna ICD agar dapat
memanfaatkan klasifikasi yang ada sebaik-baiknya.
Pengetahuan dan pemahaman tentang tujuan dan struktur
ICD sangat penting artinya bagi statistisi dan analis
informasi kesehatan, serta petugas koding (koder).
c) Struktur dan Penggunaan Volume 3.
Pendahuluan dalam Volume 3 berisikan instruksi tentang
penggunaan volume tersebut yang merupakan indeks
alfabetik dari ICD-10. Instruksi ini harus dimengerti dengan
baik sebelum mulai meng-kode. Berikut deskripsi tentang
struktur dan cara penggunaan Volume 3.
h. Pengenalan ICD-9-CM
ICD 9 diterbitkan oleh WHO pada tahun 1975, terdiri dari 2
volume; Volume 1 berisi daftar tabulasi disertai supplemen kode V
dan E ( yang kemudian menjadi bab XXI dan bab XX pada revisi
tahun 2010) , sedangkan Volume 2 berisi indeks alfabetik.
Bersamaan dengan publikasi ICD-9, WHO juga mengeluarkan
ICPM (The International Classification of Procedures in Medicine)
yang dimaksudkan sebagai supplemen terpisah dari ICD-9 berisikan
kode-kode prosedur laboratorium, radiologi, operasi (pembedahan),
terapi dan pemeriksaan diagnostik lain. ICPM terdiri dari 2 volume
dan 9 bab.ICD 9 – CM (The International Classification of
Diseases, 9th Revision – Clinical Modification) merupakan bentuk
adaptasi khusus dari ICD Revisi ke-9 WHO, yang dibuat oleh U.S.
National Center for Health Statistics (NCHS) dan khusus digunakan
di Amerika Serikat sejak tahun 1978, bersamaan dengan
dipublikasikannya ICD-9 dan ICPM oleh WHO.
1) Struktur & Isi ICD-9-CM
ICD-9-CM Terdiri dari 3 volume:
a) Volume 1 – Diseases : Tabular list
b) Volume 2 – Diseases : Alphabetical list
c) Volume 3 – Procedures : Tabular & Alphabetical Index
Sebagaimana versi aslinya dari WHO, ICD-9-CM hanya berisi kode
numerik, yang berbasis struktur 2-digit dengan 2 digit desimal bila
perlu (ekspansi dari 3 digit pada ICD-9 menjadi 4 digit pada ICD -
9-CM).
i. Implementasi di Indonesia
The International Classification of Diseases and Related-health
Problems, 10th Revision(ICD-10) merupakan edisi revisi dari ICD-
9 yang terbit sebelumnya. WHO dalam sidang World Health
Assembly ke-43 telah menetapkan ICD-10 sebagai pedoman
klasifikasi internasional tentang penyakit edisi terbaru yang harus
dipakai oleh seluruh negara anggotanya. Untuk mendukung
himbauan WHO tersebut, di Indonesia telah ditetapkan berlakunya
ICD-10 untuk pedoman klasifikasi penyakit melalui Keputusan
Menteri Kesehatan RI No. 50/MENKES/SK/I/1998 tentang
Pemberlakuan Klasifikasi Statistik Internasional Mengenai Penyakit
Revisi ke-Sepuluh tertanggal 13 Januari 1998. Keputusan tersebut
menggantikan Klasifikasi Penyakit Revisi ke-9 yang telah
diberlakukan sejak th. 1979. Jadi sejak dikeluarkannya SK Menkes
tersebut, ICD-10 resmi dipergunakan di seluruh Indonesia.
III.1.7 Memahami Aturan Dan Tata Cara Koding Penyakit Dan
Tindakan
Pada Cedera, Penyebab Luar Dan Keracunan Tata cara kodefikasi
penyakit dan tindakan pada cidera, penyebab luar dan keracunan
Pelaksanaan pengodean diagnosis kasus cidera, penyebab luar dan
keracunan dilakukan dengan cara petugas melihat diagnosis pada
lembar rekam medis ringkasan masuk keluar (RM 01) dan lembar
resume medis (RM 02 ) , lalu petugas melihat pada laporan penunjang
untuk memastikan kebenaran diagnosis, setelah itu petugas mentukan
lead term, kemudian diagnosis dikode menggunakan buku ICD-10
revisi tahun 2010 volume 3, setelah itu petugas akan menginputkan
kode kedalam aplikasi SIMRS dan menuliskan kode pada lembar rawat
inap. Sedangkan untuk pemberian kode tindakan yakni menggunakan
buku ICD-9. Di RSUD dr. Harjono S Ponorogo untuk kasus penyebab
luar tidak menggunakan activite code dan untuk kasus keracunan
menggunakan tabel obat.
3.2 Pembahasan
PENUTUP
Daftar pustaka
Agustin, R. U., Erawantini, F., & Roziqin, M. C. (2020). Faktor Keterlambatan Berkas
Rekam Medis Rawat Inap Di Rsup Kariadi Semarang. J-Remi: Jurnal Rekam
Medik Dan Informasi Kesehatan, 1(3), 141-147.
Garmelia, E., & Kresnowati, L. Klasifikasi Kodifikasi Penyakit dan Masalah Terkait I:
Anatomi, Fisiologi, patologi, Terminologi, medis dan tindakan pada sistem
Kardiovaskular, Respirasi, dan Muskuloskeletal: Bahan Ajar Rekam Medis dan
Informasi Kesehatan.
Endang, T., & Imelda Retna, W. Manajemen Informasi Kesehatan III Desain Formulir.
https://www.hakayuci.com/2019/03/standar-pelayanan-minimal-spm-rekam-
medis-KEPMENKES-Nomor-129-Menkes-SK-II-2008-SPM-rumah-sakit.html?
m=1 diakses pada 10/03/2022 22:36
lampiran