Fase selanjutnya ditandai dengan dominasi perdagangan kaum muslim di Asia dan
Afrika. Kaum muslim membentuk jaringan perdagangan yang antara lain meliputi Jepang,
Tiongkok, Vietnam, Indonesia, Malaka, India, Persia, pantai Afrika Timur, Laut Tengah,
Venesia, dan Genoa. Di samping membentuk jaringan dagang, kaum pedagang muslim juga
menyebarkan nilai-nilai agamanya, nama-nama, abjad, arsitek, nilai sosial dan budaya Arab
ke warga dunia.
Fase selanjutnya ditandai dengan eksplorasi dunia secara besar-besaran oleh bangsa
Eropa. Spanyol, Portugis, Inggris, dan Belanda adalah pelopor-pelopor eksplorasi ini. Hal ini
didukung pula dengan terjadinya revolusi industri yang meningkatkan keterkaitan
antarbangsa dunia. berbagai teknologi mulai ditemukan dan menjadi dasar perkembangan
teknologi saat ini, seperti komputer dan internet.
Pada saat itu, berkembang pula kolonialisasi di dunia yang membawa pengaruh besar
terhadap difusi kebudayaan di dunia.
Semakin berkembangnya industri dan kebutuhan akan bahan baku serta pasar juga
memunculkan berbagai perusahaan multinasional di dunia. Di Indinesia misalnya, sejak
politik pintu terbuka, perusahaan-perusahaan Eropa membuka berbagai cabangnya di
Indonesia. Freeport dan Exxon dari Amerika Serikat, Unilever dari Belanda, British
Petroleum dari Inggris adalah beberapa contohnya. Perusahaan multinasional seperti ini tetap
menjadi ikon globalisasi hingga saat ini.
Fase selanjutnya terus berjalan dan mendapat momentumnya ketika perang dingin
berakhir dan komunisme di dunia runtuh. Runtuhnya komunisme seakan memberi
pembenaran bahwa kapitalisme adalah jalan terbaik dalam mewujudkan kesejahteraan dunia.
Implikasinya, negara negara di dunia mulai menyediakan diri sebagai pasar yang bebas. Hal
ini didukung pula dengan perkembangan teknologi komunikasi dan transportasi. Alhasil,
sekat-sekat antarnegara pun mulai kabur.
C. INTRERDEPENDENSI GLOBAL
Ketergantungan pada global tingkat .. Satu negara tergantung pada negara lain untuk
sesuatu dan negara yang mungkin tergantung pada negara lain, yang akhirnya
menciptakan saling ketergantungan global.
Mengimpor dan mengekspor barang dan jasasangat memberikan kontribusi untuk
saling ketergantungan global. Beberapa komoditasseperti minyak telah menciptakan saling
ketergantungan global antara negara-negara yangmenghasilkan komoditi berharga dan
mereka yang menginginkan hal itu.
Sebagai sebuah perspektif analitik yang eksplisit, interdependensi kompleks
(complex interdependence) muncul pada tahun 1970-an untuk menantang asumsi-asumsi
kunci kerangka teoritis saingannya, khususnya realisme klasik.
Pertama, menantang asumsi yang ada bahwa negara bangsa hanya satu-satunya aktor
penting dalam politik dunia. Lalu mereka memperlakukan aktor lain seperti
perusahaan multinasional dan bank-bank transnasional sebagai “penting bukan karena
hanya kegiatannya dalam mengejar kepentingan mereka, namun juga karena mereka
bertindak sabuk transmisi sehingga membuat kebijakan pemerintah di sejumlah negara
lebih sensitif terhadap negara lain (Keohane dan Nye, 1988).
Dalam pengertian ini, interdependensi kompleks sebagai sebuah “holistik”,
konsepsi sistem yang melukiskan politik dunia sebagai jumlah interaksi banyak bagian
dalam “masyarakat global” (Holsti, 1988).
Kedua, intedependen kompleks mempertanyakan apakah isu keamanan nasional
mendominasi agenda keputusan negara bangsa. Berdasarkan kondisiinterdependensi,
agenda politik luar negeri menjadi “semakin luas dan beragam” karena jangkauan luas
kebijakan “pemerintah”, meskipun sebelumnya dipandang sebagai kebijakan domestik.
Ketiga, perspektif yang dipertikaikan dalam konsep populer bahwa kekuatan militer satu-
satunya alat dominan dalam menggunakan pengaruh di politik internasioal, khsusnya
diantara negara industri dan masyarakat demokratis di Eropa dan Amerika Utara.