Anda di halaman 1dari 14

PENGANTAR EKONOMI MAKRO

KONSEP MULTIPLIER DAN AKSELERATOR

Oleh :
Kelompok 1
D Akutansi Malam

1. Kadek Sinta Dewi (21/2102622010287)


2. Ni Luh Dyah Asmirawati (25/2102622010291)
3. Ni Luh Putu Suniantari (26/2102622010292)
4. Ni Kadek Dwiyani Putri (31/2102622010297)
5. Ni Made Surya Cahyani (32/2102622010298)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
2022
1.4 Pengertian Akselelator Dan Perhitungan Akselelator

Pengertian akselerator adalah alat pemercepat partikal subatomic agar mempunyai


energy yang sangat besar untuk menimbulkan transmutasi inti yang dikehendaki.Alat
pengukurnya disebut akselerometer yang bekerja berdasarkan hokum kedua Newton (F=m.a)
termasuk akselerator antara lain siklotron, betatron, generator van de graff, dan sinkrotron.

Perhitungan keekonomian sangat dibutuhkan pada setiap perusahaan agar dapat


mengetahui proyek yang akan atau sedang dilaksanakan apakah layak secara ekonomis atau
tidak. Demikian juga halnya dengan proyek akselerator elektron, dimana jasa perhitungan
keekonomian terhadap akselerator sangat diperlukan untuk mengetahui kelayakan
ekonominya.Perbandingan biaya iradiasi pada kasus referensi dengan kasus Indonesia serta
analisis sensitivitasnya dapat dipakai untuk mencaripemecahan yang optimal dalam
pengambilan keputusan. Diasumsikan nilai tukar sebesar Rp6500 tiap 1 US dollars, umur
ekonomis 20 tahun dan data referensi yang sudah disesuaikan dengan keadaan
sekarang.Perhitungan dilakukan untuk mendapatkan nilai NPV, IRR dan B/C untuk masing-
masing kasus.Kesimpulan yang dapat diambil bahwa kasus referensi sebaiknya tidak diambil
sebab tidak layak secara ekonomi, karena NPV negatif, B/C kurangdari 1 .Demikian halnya
dengan kasus Indonesia walaupun biaya ¬iradiasi lebih tinggi dari kasus referensi, tetapi untuk
NPV, B/C, maupun IRR sama dengan kasus referensi oleh karena itu tidak layak juga secara
ekonomi. Untuk layak secara ekonomi sebaiknya menggunakan kasus referensi dengan biaya
iradiasi minimal sebesar 'Rp1432/ kg, karena NPV menjadi positif, B/C lebih dari 1. Demikian
juga untuk kasus Indonesia sebaiknya menggunakan biaya iradiasi minimal sebesar Rp 2600/
kg.agar layak secara ekonomi.

1.5 Faktor- faktor Yang Mempengaruhi Akselerator

Faktor akselerator dapat dilihat dari asasnya yaitu menerangkan bagaimana dan berapa
besar tambahan tingkat konsumsi masyarakat akan mendorong tambahan tingkat investasi
masyarakat,melalui proses tambah tingkatan pendapatan masyaraka. Apabila terdapat
tambahan permintaan akan barang-barang konsumsi dalam jumlah yang besar sekali,
sedangkan tidak cukup dilayani dengan persedian yang ada, maka akibatnya timbul dorongan
bagi para pengusaha mengadakan penanaman modal baru dalam pemberian barang-barang
modal atau perluasan pabrik untuk menghasilkan barang-barang konsumsi.

Prinsip akselerator yang menyatakan bahwa investasi merupakan respon terhadap


perubahan-perubahan pada output yang secara tidak langsung menekan kapasitas sebenarnya
sudah lama ada, namun secara formal perkembangannya baru dimulai manakala muncul
kesadaran di kalangan para ekonom bahwa gabungan antara prinsip ini dengan model
multiplier bisa membentuk model-model yang lebih baik tentang perilaku ekonomi siklikal.
J.M. Clark adalah orang pertama yang mengemukakan adanya kemungkinan itu, namun model
formalnya untuk pertama kalinya dikembangkan oleh Lundberg (1937) dan Harrod (1936),
disusul oleh Samuelson (1939a; 1939b), Hicks (1949; 1950), Goodwin (1948), dan sejumlah
ekonom lainnya yang turut berjasa menyempurnakan modelnya. Bertolak belakang dengan
model penggandaan atau multiplier.

Untuk memahami investasi, yakni arus pembelanjaan barang-barang modal (capital


goods), kita perlu mengetahui seberapa cepat para investor menutup setiap kesenjangan yang
terjadi antara stok modal aktual (yang benar-benar ada) dengan stok modal optimal. Jika X kita
tetapkan sebagai koefisien penyesuaian yang menghitung seberapa cepat kesenjangan antara
stok modal aktual dan optimal itu dapat tertutup. Koefisien X dan a bersama-sama mengaitkan
investasi dengan selisih pertama dalam tingkat-tingkat output, dan hal itulah yang disebut
sebagai koefisien pemacu atau akselerator, yang dilambangkan dengan V. Dalam tingkat
analisis elementer ini pun, pengenalan prinsip akselerator menguak sejumlah implikasi penting.
Pertama, investasi netto yang bersumber dari prinsip akselerator akan positif (negatif, atau nol)
jika (Y, – Yt l) positif (negatif atau nol). Kedua, investasi netto itu akan turun kalau tingkat
kenaikan outputnya berkurang.

Adapun juga Faktor apa yang mempengaruhi efek akselerator:


1. Ekspektasi bisnis terhadap permintaan di masa depan. Jika lebih optimis bahwa
permintaan akan tumbuh lebih kuat, perusahaan lebih percaya diri akan
meningkatkan pengeluaran modal. Pengeluaran modal yang lebih signifikan akan
mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dengan meningkatnya output.
2. Investasi modal baru mengharuskan karyawan mengoperasikan mesin. Bisnis akan
merekrut karyawan baru untuk melakukannya. Akibatnya, tingkat pengangguran
turun, dan prospek pendapatan rumah tangga lebih positif, mendorong permintaan
yang lebih tinggi. Permintaan yang lebih besar mendorong peningkatan lebih lanjut
dalam belanja modal dan output agregat.
3. Perubahan tingkat pendapatan dan pengeluaran konsumen. Peningkatan awal dalam
permintaan mempengaruhi jumlah investasi modal oleh bisnis Katakanlah, dalam
kasus di atas, permintaan meningkat menjadi 260 unit (naik 30%). Karena kapasitas
mesin baru adalah 50 unit per tahun, bisnis perlu menambah dua mesin baru.
Dengan mengoperasikan 6 mesin, produksi perusahaan meningkat menjadi
300.Dan, jika perusahaan hanya membeli satu mesin baru, produksinya hanya 250,
tidak cukup untuk memenuhi permintaan.
4. Masa manfaat aset tetap. Jika lebih banyak mesin usang beroperasi, kebutuhan akan
investasi modal akan semakin tinggi.Sekali lagi, dalam contoh di atas, mesin lama
masih memiliki masa operasi yang panjang. Perusahaan merasa tidak perlu
menggantinya dan hanya cukup untuk membeli satu mesin baru. Karena itu,
perusahaan hanya membeli satu mesin, alih-alih dua mesin untuk menggantikan
yang lama.
5. Tingkat pemanfaatan kapasitas. Jika mesin beroperasi pada kapasitas penuh,
kebutuhan untuk berinvestasi dalam barang modal menjadi lebih tinggi.Sebaliknya,
jika beberapa mesin menganggur, perusahaan masih dapat menggunakan kapasitas
yang ada untuk meningkatkan output dan memenuhi permintaan.Katakanlah,
perusahaan mengoperasikan 80% dari kapasitas penuh mesinnya. Pada tingkat
pemanfaatan, perusahaan menghasilkan output 80 unit.Asumsikan, permintaan
pasar meningkat dari 70 menjadi 90 unit. Alih-alih membeli mesin baru, perusahaan
dapat meningkatkan pemanfaatannya hingga 90%.
6. Ketersediaan dana investasi dan biaya modal untuk membeli aset tetap. Jika
perusahaan memiliki banyak uang, membeli barang modal tidak terlalu bermasalah.
Demikian juga, ketika harga mesin rendah, itu berarti biaya investasi rendah,
mendorong perusahaan untuk membeli mesin baru karena kapasitas saat ini tidak
mencukupi.
7. Insentif pemerintah seperti pajak atau subsidi. Pajak yang lebih tinggi
meningkatkan biaya operasi, mengurangi insentif untuk berinvestasi dalam barang
modal. Subsidi produksi bekerja secara terbalik. Memberikan subsidi mengurangi
biaya produksi, yang mendorong perusahaan untuk berinvestasi.
1.6 Studi Kasus Multiplier Effect dan Akselerator
Dalam dunia ekonomi, dikenal istilah multiplier effect atau efek pengganda. Pengertian
dari multiplier effect adalah angka pengganda pada perhitungan ekonomi, sehingga
perubahan pendapatan sosial dapat dihitung. Beberapa Contoh Kasus Multiplier Effect

1. Tiket Air Asia yang Terjangkau


Contoh pertama yang bisa Anda gunakan adalah permisalan tiket Air Asia yang dijual
murah, terutama perjalanan antara Indonesia ke Malaysia. Harga tiket tersebut lebih murah
dibandingkan dengan maskapai lain, mamun dengan pelayanan yang sama.
Dari penurunan harga tiket tersebut, maka banyak orang ingin pergi ke
Malaysia. Multiplier effect adalah ketika suatu peristiwa menimbulkan efek berkelanjutan,
sehingga memberikan dampak pada suatu bidang.
Dengan harga tiket yang murah dan banyaknya orang Indonesia ke Malaysia, maka di
Malaysia ada banyak wisatawan yang berasal dari Indonesia membutuhkan penginapan.
Inilah yang nantinya menyebabkan banyak hotel penuh dan mendapatkan banyak tamu.
Hal yang sama terjadi di aspek bidang pariwisata lain, misalnya tempat makan, tempat
wisata, hingga penjual souvenir kebanjiran pengunjung dan pembeli. Ini juga nantinya
akan membuat rental mobil dan motor marak ditemukan di berbagai sudut.
Jika dilihat dalam jangka waktu pendek, Air Asia memang terlihat rugi. Namun
penginapan, tempat wisata, hingga pengunjung di Malaysia bertambah terus setiap tahun.
Ini nantinya juga akan membuat banyak tempat wisata baru muncul, sarana transportasi
yang baik dan lainnya. Maka, multiplier effect adalah akibat dari hal tersebut.
Meski Airasia nantinya rugi, namun ada banyak pihak yang untung dengan hal tersebut.
Multiplier effect ini memberikan efek yang menguntungkan, meski merugikan beberapa
pihak.

2. utupnya Perusahaan
Tidak semua aktifitas multiplier memberikan efek yang positif untuk orang-orang di
sekitarnya. Ada juga aktivitas yang malah memberikan efek multiplier yang buruk. Buruk
tidaknya multiplier effect adalah efek yang nantinya didapatkan oleh orang yang ada di
sekitarnya.
Untuk efek multiplier yang buruk, terlihat dengan tutupnya suatu perusahaan. Ketika
perusahaan tutup, secara otomatis pekerjanya akan kesulitan mendapatkan pendapatan
bulanan. Ini akan membuat mereka tak punya uang yang cukup untuk bertahan hidup.
Ketika kegiatannya tutup, maka tidak ada lagi pembelian barang barang untuk produksi,
maka pemasok akan kekurangan pelanggan. Jika ini terjadi di banyak tempat, maka ada
gerakan massal yang menyebabkan pengurangan karyawan.
Hal ini jika terus berlanjut akan menimbulkan multiplier effect. Multiplier effect
adalah akibat ketika banyak orang kemudian tak memiliki pekerjaan di kasus ini, sehingga
peredaran uang menjadi macet. Ini juga menyebabkan daya beli menjadi turun.
Apabila pemerintah tidak turun tangan, maka daya konsumsi masyarakat akan menurun.
Sektor lain baik yang bersambungan dengan perusahaan tersebut atau tidak juga akan
berdampak dan mengalami keruntuhan.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.scribd.com/document/405882465/Makalah-Ekonomi-Makro

https://www.academia.edu/33780882/EKONOMI_MAKRO

https://www.jurnal.id/id/blog/multiplier-effect-adalah-sbc/
PENGANTAR EKONOMI MAKRO

KONSEP AKSELERATOR

Dosen : Putu Ayu Diah Widari Putri, SE., MSi

Kelas C Akuntansi Malam

Disusun Oleh : Kelompok 1

1. Ni Made Rista Agustini (10) (2102622010245)


2. Ni Made Ayu Nisa Oktaviani (20) (2102622010255)
3. Ni Made Padmini Asih (21) (2102622010256)
4. Kadek Ayu Silvia Dwipani (29) (2102622010264)
5. Ni Putu Yesa Idayani (33) (2102622010098)

PRODI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR

TAHUN AJARAN 2023


1.1 Pengertian dan Perhitungan Akselerator
Akselerator adalah alat pemercepat partikal subatomic agar mempunyai energy yang
sangat besar untuk menimbulkan transmutasi inti yang dikehendaki. Alat pengukurnya disebut
akselerometer yang bekerja berdasarkan hukum kedua Newton (F = m .a) dimana F adalah
gaya, m adalah massa dan a adalah percepatan. Yang termasuk akselerator antara lain siklotron,
betatron, generator van de graff, dan sinkrotron.
Akselerator atau percepatan juga diartikan sebagai Rasio antara perubahan tingkat
pertumbuhan output dengan perubahan investasi.
Perhitungan keekonomian sangat dibutuhkan pada setiap perusahaan agar dapat
mengetahui proyek yang akan atau sedang dilaksanakan apakah layak secara ekonomis atau
tidak. Demikian juga halnya dengan proyek akselerator elektron, dimana jasa perhitungan
keekonomian terhadap akselerator sangat diperlukan untuk mengetahui kelayakan
ekonominya. Perbandingan biaya iradiasi pada kasus referensi dengan kasus Indonesia serta
analisis sensitivitasnya dapat dipakai untuk mencari pemecahan yang optimal dalam
pengambilan keputusan. Diasumsikan nilai tukar sebesar Rp. 6500 tiap 1 US dollars, umur
ekonomis 20 tahun dan data referensi yang sudah disesuaikan dengan keadaan sekarang.
Perhitungan dilakukan untuk mendapatkan nilai NPV, IRR dan B/C untuk masing-masing
kasus. Kesimpulan yang dapat diambil bahwa kasus referensi sebaiknya tidak diambil sebab
tidak layak secara ekonomi, karena NPV negatif, B/C kurang dari 1. Demikian halnya dengan
kasus Indonesia walaupun biaya iradiasi lebih tinggi dari kasus referensi, tetapi untuk NPV,
B/C, maupun IRR sama dengan kasus referensi oleh karena itu tidak layak juga secara
ekonomi. Untuk layak secara ekonomi sebaiknya menggunakan kasus referensi dengan biaya
iradiasi minimal sebesar Rp1.432/ kg, karena NPV menjadi positif, B/C lebih dari 1. Demikian
juga untuk kasus Indonesia sebaiknya menggunakan biaya iradiasi minimal sebesar Rp
2.600/kg agar layak secara ekonomi.

1.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Akselerator


Faktor akselerator dapat dilihat dari asasnya yaitu akselerator menerengkan bagaimana dan
berapa besar tambahan tingkat konsumsi masyarakat akan mendorong tambahan tingkat
investasi masyarakat, melalui proses tambah tingkatan pendapatan masyarakat. Apabila
terdapat tambahan permintaan akan barang-barang konsumsi dalam jumlah yang besar,
sedangkan tidak cukup dilayani dengan persediaan yang ada, maka akibatnya timbul dorongan
bagi para pengusaha mengadakan penanaman-penanaman baru dalam pembelian barang-
barang modal ataupun perluasan pabrik untuk menghasilkan barang-barang konsumsi.
Prinsip akselerator yang menyatakan bahwa investasi merupakan respon terhadap
perubahan-perubahan pada output yang secara tidak langsung menekan kapasitas sebenarnya
sudah lama ada, namun secara formal perkembangannya baru dimulai dimana muncul
kesadaran di kalangan para ekonom bahwa gabungan antara prinsip ini dengan model
multiplier bisa membentuk model-model yang lebih baik tentang perilaku ekonomi siklikal.
Bertolak belakang dengan model penggandaan atau multiplier (aliran Keynesian) yang

1
menghubungkan output dengan perubahan-perubahan pada investasi, model-model akselerator
menghitung nilai investasi atas dasar perubahan- perubahan pada output.
Untuk memahami investasi, yakni arus pembelanjaan barang-barang modal (capital
goods), kita perlu mengetahui seberapa cepat para investor menutup setiap kesenjangan yang
terjadi antara stok modal aktual (yang benar-benar ada) dengan stok modal optimal. Jika X
ditetapkan sebagai koefisien penyesuaian yang menghitung seberapa cepat kesenjangan antara
stok modal aktual dan optimal itu dapat tertutup. Koefisien X dan a bersama-sama mengaitkan
investasi dengan selisih pertama dalam tingkat-tingkat output, dan hal itulah yang disebut
sebagai koefisien pemacu atau akselerator, yang dilambangkan dengan V.
Dalam tingkat analisis elementer ini pun, pengenalan prinsip akselerator menguak
sejumlah implikasi penting. Pertama, investasi netto yang bersumber dari prinsip akselerator
akan positif (negatif, atau nol) jika (Y, – Yt l) positif (negatif atau nol). Kedua, investasi netto
itu akan turun kalau tingkat kenaikan outputnya berkurang. Di sisi lain, dari tinjauan sederhana
ini pun kita dapat melihat kelemahan mendasar dalam konsep akselerator. Pertama, hasil-hasil
hitungan di atas hanya berlaku jika investasinya memang ditentukan oleh akselerator, yakni
keinginan menambah investasi dalam rangka memperbesar kapasitas output. Itu memang salah
satu motif pokok investasi, namun dalam prakteknya perilaku para investor juga sering
dipengaruhi oleh aneka faktor lainnya. Seperti perubahan perkiraan, adanya teknologi baru.
dan sebagainya. Jadi, konsep akselerator ini hanya menjelaskan sebagian motif investasi yang
tentunya tidak bisa diandalkan untuk memahami total investasi yang tercipta. Sedangkan,
argumen investasi atas dasar kapasitas output seperti ini hanya bertumpu pada model stok
modal optimal. Untuk mengetahui arus atau perkembangan investasinya, kita masih
memerlukan penerapan koefisiensi yang sesungguhnya hanya bisa dibenarkan untuk kasus-
kasus tertentu seperti dalam kajian kondisi penawaran investasi barang industri, atau dalam
kasus perkiraan investasi tertentu. Jadi, prinsip akselerator hanya akan bermanfaat jika
dipadukan dengan konsep penggandaan (multiplier).

1.3 Prinsip Akselerator


Prinsip akselerator (accelerator principle) adalah konsep ekonomi yang menghubungkan
perubahan dalam tingkat pertumbuhan output riil dengan tingkat belanja investasi dalam
perekonomian. Misalnya, Penurunan tingkat pertumbuhan PDB riil akan menyebabkan jumlah
investasi menurun. Ketika pertumbuhan ekonomi positif, permintaan terhadap barang
meningkat. Peningkatan permintaan membuat prospek pendapatan dan keuntungan membaik.
Oleh karena itu, jika permintaan barang meningkat, maka persentase perubahan permintaan
untuk mesin dan investasi lain yang diperlukan untuk membuat barang-barang ini akan lebih
meningkat lagi.
Akibatnya, prinsip akselerasi menyebabkan booming yang berlebihan. Ini karena
perusahaan ingin mengoptimalkan keuntungan mereka ketika permintaan produk tinggi.
Mereka akan membangun pabrik-pabrik baru dan meningkatkan investasi modal untuk
menghasilkan lebih banyak output. Akibatnya, booming ekonomi akan terus berlanjut.

2
Sebaliknya, ketika perekonomian mengalami resesi, permintaan terhadap barang jatuh.
Perusahaan akan mengurangi investasi modal. Penurunan belanja modal ini dapat
memperpanjang resesi karena belanja modal adalah salah satu pendongkrak pertumbuhan
ekonomi.

1.4 Efek Akselerator


Efek akselerator (accelerator effect) adalah efek dalam perekonomian di mana perubahan
kecil dalam produk domestik bruto (PDB) menghasilkan perubahan dalam pengeluaran
investasi agregat yang lebih substansial. Itulah mengapa kita sering melihat lonjakan belanja
modal ketika ekonomi tumbuh kuat.

Bagaimana Efek Akselerator Bekerja ?


Efek akselerator menghubungkan perubahan dalam pendapatan nasional dengan perubahan
dalam investasi modal sektor bisnis. Menurut definisi, GDP mengukur tidak hanya output
agregat tetapi juga mengukur pengeluaran agregat dan pendapatan dalam perekonomian.
Awalnya, ketika ekonomi tumbuh atau pulih, permintaan agregat meningkat. Perusahaan
merespons dengan menggunakan kapasitas yang ada lebih intensif. Atau, mereka juga dapat
menghabiskan stok produk jadi di gudang. Jika permintaan kemudian tumbuh lebih kuat, bisnis
akan meningkatkan belanja modal untuk meningkatkan kapasitas produksi. Ini akan
menghabiskan uang untuk mesin, pabrik, dan teknologi baru. Mereka juga merekrut lebih
banyak pekerja untuk mengoperasikan mesin baru. Jadi, ketika bisnis mengharapkan
permintaan tetap tinggi, mereka merasa perlu untuk menghabiskan lebih banyak modal.
Akibatnya, stok modal bisnis akan lebih tinggi.

Contoh sederhana
Sebuah perusahaan mengoperasikan 4 mesin produksi dengan kapasitas output 50 per
tahun. Jadi, dengan kapasitas penuh, perusahaan melayani 200 unit pembelian. Kemudian,
permintaan meningkat menjadi 210. Dengan kapasitas yang ada, perusahaan tidak dapat
memenuhi permintaan. Oleh karena itu, ia membeli mesin baru (dengan asumsi kapasitas yang
sama 50 unit per tahun). Jadi, persediaan modal meningkat sebesar 25% = (5/4) – 1 x 100%,
sementara permintaan meningkat sebesar 5% = ((210/200) -1 x 100%.
Pertimbangkan, satu mesin sudah usang dan hanya berproduksi untuk dua tahun ke depan.
Mengantisipasi permintaan akan terus tumbuh, perusahaan membeli mesin baru untuk
menggantinya. Jadi, investasi modal perusahaan membeli tidak hanya satu mesin tetapi juga
dua mesin (persediaan modal meningkat 50%).

Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Efek Akselerator


1. Ekspektasi Bisnis Terhadap Permintaan Di Masa Depan

3
Perusahaan lebih percaya diri akan meningkatkan pengeluaran modal, jika optimis bahwa
permintaan akan tumbuh lebih kuat. Pengeluaran modal yang lebih signifikan akan
mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dengan meningkatnya output.
2. Perubahan Tingkat Pendapatan dan Pengeluaran Konsumen
Peningkatan awal dalam permintaan mempengaruhi jumlah investasi modal oleh bisnis.
Seperti kasus sebelumnya, permintaan meningkat menjadi 260 unit. Karena kapasitas
mesin baru adalah 50 unit per tahun, bisnis perlu menambah dua mesin baru. Dengan
mengoperasikan 6 mesin, produksi perusahaan meningkat menjadi 300. Dan, jika
perusahaan hanya membeli satu mesin baru, produksinya hanya 250, tidak cukup untuk
memenuhi permintaan.
3. Masa Manfaat Aset Tetap
Jika lebih banyak mesin usang beroperasi, kebutuhan akan investasi modal akan semakin
tinggi.
4. Tingkat Pemanfaatan Kapasitas
Jika mesin beroperasi pada kapasitas penuh, kebutuhan untuk berinvestasi dalam barang
modal menjadi lebih tinggi. Sebaliknya, jika beberapa mesin menganggur, perusahaan
masih dapat menggunakan kapasitas yang ada untuk meningkatkan output dan memenuhi
permintaan.
5. Ketersediaan Dana Investasi dan Biaya Modal Untuk Membeli Aset Tetap
Jika perusahaan memiliki banyak uang, membeli barang modal tidak terlalu bermasalah.
Demikian juga, ketika harga mesin rendah, itu berarti biaya investasi rendah, mendorong
perusahaan untuk membeli mesin baru karena kapasitas saat ini tidak mencukupi.
6. Insentif Pemerintah Seperti Pajak Atau Subsidi
Pajak yang lebih tinggi meningkatkan biaya operasi, mengurangi insentif untuk
berinvestasi dalam barang modal. Subsidi produksi bekerja secara terbalik. Memberikan
subsidi mengurangi biaya produksi, yang mendorong perusahaan untuk berinvestasi.

1.5 Studi Kasus Akselerator

PERHITUNGAN KEEKONOMIAN AKSELERATOR ELEKTRON

Tujuan penelitian ini adalah untuk menghitung biaya ekonomi dari penggunaan akselerator
dan mencari biaya iradiasi pada penggunaan akselerator yang layak secara ekonomi.
Pendekatan yang dilakukan untuk menghitung hal tersebut adalah dengan menghitung
komponen-komponen, diantaranya adalah biaya investasi, operasi, kapasitas produksi,
pembayaran utang, parameter keuangan. dengan pemecahannya adalah membandingkan biaya
iradiasi pada kasus referensi dengan kasus Indonesia dan dibandingkan dengan analisis
sensitivitas untuk mencari pemecahan yang layak secara ekonomi yang berguna dalam
pengambilan keputusan.

4
A. Asumsi dan Metode Perhitungan
Pendekatan dilakukan dengan menghitung kapasitas produksi serta biaya iradiasi
dengan menggunakan data dan asumsi sebuah akselerator elektron yang sudah beroprasi
secara komersial. Pendekatan dalam menghitung ekonomi akselerator adalah sebagai
berikut:
a. Perhitungan Biaya tetap dan operasi tahunan dihitung berdasarkan metode yang
dikemukakan oleh Cleland dan Pageau, setelah disesuaikan dengan kondisi lokal
seperti harga bangunan, tanah, perizinan dan upah kerja.
b. Untuk menghitung besarnya power berkas Iradiasi dari akselerator elektron setelah
dikonversikan menjadi sinar X dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Px (KW) = E (MeV) x I (mA) x faktor konversi
Dimana:
Px = Power berkas iradiasi sinar X (kW)
PEB = Power berkas iradiasi akselerator (kW)
E = Energi Akselerator (MeV)
I = Arus berkas akselerator (mA)
Untuk E = 3-5 MeV digunakan faktor konversi sebesar 5-8%.
c. Biaya iradiasi per kg produk dapat dihitung dengan mengetahui kapasitas produk yang
diradiasi menurut rumus sebagai berikut :
M (kg) = 3600 x P (KV) x n x T (jam)
D (kGy)
Atau
Q (kg/jam) = 3600 X. P. (KW X n
D (kGy)

Dimana:
M = massa bahan yang diradiasi (kg)
P = power berkas iradiasi (kV)
n = efisiensi iradiasi
T = waktu iradiasi (jam)
Q = kapasitas produksi persatuan waktu (kg/jam).
d. Perhitungan analisis keuangan, dengan menggunakan modal pinjaman komersial luar
negeri, maka pengembalian modal untuk kontrak selama masa operasi 20 tahun
dihitung berdasarkan program spreadsheet Excel dan untuk mengetahui layak dan
tidaknya provek secara ekonomi dapat dilihat dari Net Present Value (NPV), Internal
Refe of Return (IRR), Benefit Cost Analysis (B/C) juga dengan menggunakan
spreadsheet Excel.

5
B. Hasil
1) Hasil dari perhitungan dapat dilihat sebagai berikut. Pada table 2 menunjukan biaya
tetap akselerator electron 5 MeV. 30 mA, dimana biaya investasi total sebesar Rp.
174.020 juta dan yang paling besar adalah biaya sumber Linac, jasa teknis dan peralatan
radiasi.
2) Pada table 3 menujukan biaya operasi tahunan, dan biaya yang paling besar adalah suku
cadang sebesar Rp. 174.345 dan jumlah biaya total operasi tahunan adalah Rp. 259.374.
3) Pada table 4 menunjukan angsuran invetasi akselerator electron dalam 20 tahun,
dengan bunga 4% /semester, jumlah angsuran 2 kali tiap tahun. Total angsuran Rp. 8,9
milyar.
4) Pada table 5 menunjukan perhitungan kapasitas produksi dengan studi kasus referensi,
dimana power berkas radiasi 16 KW, efisiensi iradiasi 60%, kapasitas produksi 34.560
kg/jam, waktu operasi 6.800 jam/tahun, dengan jumlah biaya tahunan Rp. 268,3
Milyar, biaya iradiasi sebesar Rp. 1.142/kg.
5) Pada tabel 6 menunjukkan hasil analisis keuangan untuk kasus referensi dan kasus
Indonesia, dimana NPV negatif, IRR sama yaitu 17,47% dan B/C kurang dari 1, yaitu
0,831 dan biaya iradiasi untuk kasus referensi Rp 1.142/kg sedangkan untuk kasus
Indonesia lebih besar yaitu Rp 2.074/kg.
6) Pada tabel 7 menunjukan perhitungan kapasitas produksi, dimana waktu operasi lebih
pendek yaitu 3.744 jam/tahun dibandingkan dengan waktu operasi kasus referensi
6.800 jam/tahun. Biaya iradiasi akan lebih besar dibandingkan kasus referensi, yaitu
sebesar Rp. 2.074/kg.
7) Pada tabel 8 menunjukkan analisis sensitivitas dari kasus referensi maupun kasus
Indonesia dimana diambil sensitivitasnya dari biaya iradiasinya yaitu Rp 1.432/kg
untuk kasus referensi dan Rp 2.600/kg untuk kasus Indonesia.
8) Pada tabel 9 menunjukkan hasil analisis keuangan dari sensitivitas yang dilakukan
untuk NPV kasus referensi lebih besar dari kasus Indonesia dan keduanya bernilai
positif. Untuk IRR keduanya memiliki nilai yang sama yaitu sebesar 17,76%,
sedangkan untuk B/C untuk keduanya menunjukkan lebih besar dari 1, tetapi untuk
kasus referensi lebih besar sedikit dibandingkan dengan kasus Indonesia. Sedangkan
untuk biaya iradiasi terlihat bahwa untuk kasus referensi (Rp 1.432/kg) lebih kecil dari
pada kasus Indonesia (Rp 2.600/kg).

C. Kesimpulan
Untuk kasus referensi biaya iradiasi sebesar Rp. 1.142/kg tidak layak secara
ekonomi, karena NPV Rp. -402,6 Milyar (negatif), B/C 0.831 (kurang dari 1). Pada kasus
Indonesia biaya iradiasi sebesar Rp. 2.074 / kg, sedangkan untuk NPV, B/C, maupun IRR
sama dengan kasus referensi oleh karena itu tidak layak juga secara ekonomi. Dengan
adanya perbedaan waktu operasi pada akselerator elektron akan menyebabkan perbedaan
dalam biaya iradiasinya, semakin pendek waktu operasinya, maka semakin besar biaya
iradiasinya.

6
Untuk layak secara ekonomi sebaiknya menggunakan biaya iradiasi minimal
sebesar Rp. 1.432/kg, karena NPV Rp. 5,1 Milyar (positif), B/C 1.0005036 (lebih dari 1).
Pada kasus Indonesia biaya iradiasi minimal sebesar Rp. 2.600 / kg, karena NPV Rp. 4,45
Milyar (positif) B/C 1.00024 (lebih dari 1) dan semakin kuat nilai tukar rupiah terhadap
US dollar dari asumsi yang digunakan (Rp. 6.500/US $), maka semakin kecil biaya iradiasi
yang dikeluarkan semakin kuat nilai tukar rupiah terhadap US dollar dari asumsi yang
digunakan (Rp. 6.500/US $) maka semakin kecil biaya iradiasi yang dikeluarkan. Semakin
besar pengaruh E, power berkas radiasi, dan efisiensi iradiasi, maka semakin kecil biaya
iradiasinya, sebaliknya semakin besar biaya tahunannya (biaya operasi dan angsuran) maka
semakin besar biaya iradiasinya.

7
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Jurnal

Nasrullah, M., Arnold. Y. 2000. Perhitungan Keekonomian Akselerator Elektron. Jurnal


Pengembangan Energi Nuklir. 2 (1) : 35-42.

Sumber Website
Nasrudin. A. 2019. Prinsip AkseleratorI. URL : https://cerdasco.com/prinsip-akselerator/ .
Diakses tanggal 3 April 2023.
Nasrudin. A. 2019. Efek Akselerator. URL : https://cerdasco.com/efek-akselerator/ . Diakses
tanggal 3 April 2023.

Pranaya. A. 2017. Angka Pengganda dan Percepatan. URL :


https://www.academia.edu/33780882/EKONOMI_MAKRO . Diakses tanggal 3 April
2023.

Anda mungkin juga menyukai