Anda di halaman 1dari 13

JOURNAL READING

“Penyakit Ginjal Diabetes pada Pasien Dengan Diabetes Melitus Tipe 2 : Studi cross
sectional”

(Diabetic kidney disease in patients with type 2 diabetes mellitus: a cross-sectional study)

Disusun Oleh :

NURUL HIDAYAH, S. Ked

201570036

Pembimbing :

dr. Yerome Kurube, Sp. PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT Dr. JOHN PIET WANANE KABUPATEN SORONG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PAPUA

2021
LEMBAR PENGESAHAN

Makalah Journal Reading diajukan oleh :

Nama : Nurul Hidayah

NIM : 201570036

Universitas : Universitas Papua

Fakultas : Kedokteran

Jurusan : Program Profesi Pendidikan Dokter

Bidang Kepaniteraan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Judul Journal Reading

“Penyakit Ginjal Diabetes pada Pasien Dengan Diabetes Melitus Tipe 2 : Studi cross
sectional”

(Diabetic kidney disease in patients with type 2 diabetes mellitus: a cross-sectional study)

Telah dipresentasikan dan disahkan pada tanggal : …………………………….

Mengetahui,

Pembimbing

dr. Yerome Kurube, Sp. PD


“Penyakit Ginjal Diabetes pada Pasien Dengan Diabetes Melitus Tipe 2 : Studi cross
sectional”

(Diabetic kidney disease in patients with type 2 diabetes mellitus: a cross-sectional study)

A. Identitas Jurnal
Diabetic kidney disease in patients with type 2 diabetes mellitus: a cross-sectional study
merupakan jurnal yang ditulis oleh Randa I. Farah, Mohammed Q. Al-Sabbagh, Munther
S. Momani, Asma Albtoosh, Majd Arabiat, Ahmad M. Abdulraheem, Husam Aljabiri,
dan Mohammad Abufaraj. Jurnal ini dipublikasikan secara online pada tanggal 16 Juni
2021 oleh BMC Nephrology.

B. Ringkasan Jurnal
B.1. Latar Belakang dan Tujuan Jurnal

Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu penyakit yang menjadi tantangan
kesehatan di seluruh dunia. Kasus DM tipe 2 mengalami peningkatan > 90% kasus
diabetes di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Diabetic kidney disease
(DKD) menjadi salah satu komplikasi jangka panjang dari DM tipe 2 dan menjadi
penyebab utama dari chronic kidney diasese (CKD) dan end stage kidney disease
(ESKD).

Untuk mendiagnosis nefropati diabetik diperlukan biopsi ginjal, sebagai


pemeriksaan penunjang baku emas. Tetapi pemeriksaan ini bersifat invasif sehingga
penegakkan diagnosisnya dinilai berdasarkan riwayat klinis dan evaluasi
laboratorium. Di Yordania prevalensi DM tipe 2 mengalami peningkatan, namun
prevalensi faktor risiko DKD pada pasien DM tipe 2 belum dijelaskan dengan baik.
Oleh karena itu, jurnal ini bertujuan untuk mengevaluasi prevalensi, karakteristik,
dan faktor risiko DKD pada pasien dengan DM tipe 2 di Yordania.

B.2. Metode
B.2.1. Populasi Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional. Kriteria inklusi
pada penelitian ini yaitu :
1. Pasien berusia ≥ 18 tahun yang terdiagnosa DM tipe 2 dan sedang konsul
medis di University of Jordan Hospital, klinik endokrinologi bulan Maret
hingga September 2019.
2. Telah menyetujui lembar informed consent.
Sedangkan kriteria eksklusinya yaitu :
1. Pasien yang datanya hilang (tidak memiliki minimal 2 pembacaan
kreatinin serum atau protein albumin urin dalam 6 bulan kunjungan
klinik),
2. ESKD pada dialisis,
3. Kemungkinan penyebab CKD atau proteiunuria lainnya seperti infeksi
saluran kemih yang menunjukkan sampel urin yang positif leukosit dan
nitrit, serta kadar eritrosit atau Hb ≥ 5 hitungan/μL yang menunjukkan
hematuria yang signifikan (positif palsu).
Penelitian ini juga telah disetujui oleh Dewan Peninjau Kelembagaan
Universitas Yordania serta mengikuti standar etika institusional dan/atau
Komite Penelitian Nasional dan prinsip Deklarasi Asosiasi Medis Dunia
Helsinki.
B.2.2. Pengumpulan dan Evaluasi Data
Pengumpulan data pasien yang terdiagnosa DM tipe 2 dilakukan berdasarkan
anamnesis dan hasil pemeriksaan laboratorium selama kunjungan klinik oleh
asisten peneliti yang terlatih. Anamnesisnya dengan menanyakan riwayat
medis termasuk hipertensi, infark miokard, penyakit arteri koroner, gagal
jantung, stroke, dan terkait diabetes mulai dari kapan timbulnya, status
diabetes sekarang, adakah komplikasi seperti retinopati, neuropati perifer,
dan penyakit kardiovaskular. Selain itu, juga menanyakan status merokok,
penggunaan obat saat ini seperti anti diabetes, anti hipertensi, anti
dislipidemia, dan obat-obatan lain.
Untuk memastikan pasien hipertensi, dalam penelitian ini petugas mengukur
tekanan darah pasien dalam posisi duduk sebanyak 2 kali berturut-turut
selang 3-4 menit guna menentukan rerata tekanan darahnya. Dianggap
hipertensi bila tekanan darah pasien > 140/90 mmHg, Petugas juga
mengumpulkan data terkait tinggi badan, berat badan, lingkar pinggang,
HbA1C, glukosa darah puasa, profil lipid puasa (jika tersedia), kadar
albumin serum hingga 3-6 bulan kunjungan klinik menggunakan hasil tes
darah terbaru bila tersedia. Pemeriksaan kreatinin serum dan pengukuran
ekskresi albumin urin juga dilakukan pada dua kesempatan dengan jarak
minimal 3 bulan guna menilai fungsi ginjal.
Penentuan laju filtrasi glomerulus (eGFR) menggunakan tingkat kreatinin
serum standar dan rumus Kolaborasi Epidemiologi Penyakit Ginjal Kronis.
Apabila terjadi peningkatan ekskresi albumin dapat didiagnosis sebagai :
1. Mikroalbuminuria, jika rasio albumin terhadap kreatinin urin ≥ 30 dan ≤
300 mg/g atau rasio protein terhadap kreatinin > 0,150 dan < 0,500 g/g
2. Makroalbuminuria, jika rasio albumin terhadap kreatinin urin ≥ 300 mg/g
atau rasio protein terhadap kreatinin > 0,500 g/g
3. Albuminuria jika pasien dengan mikro atau makroalbuminuria.
DKD ditandai dengan adanya penurunan eGFR < 60 ml/min/1,73 m2,
dan/atau peningkatan rasio albumin terhadap kreatinin urin ≥ 30mg/g yang
bertahan selama ≥ 3 bulan dan disertai dengan adanya diabetes melitus yang
sudah berlangsung lama.
B.2.3. Analisis Statistik
Analisis statistik pada penelitian ini menggunakan STATA (perangkat lunak
statistik Stata: Rilis 16. College Station, Tx, Stata-Corp LLC). Untuk menilai
perbedaan karakteristik sosiodemografi, riwayat penyakit sebelumnya,
komorbiditas, dan obat-obatan antara pasien dengan dan atau tanpa DKD
pada variabel kategori menggunakan uji chi square dan disajikan dalam
bentuk persentase. Sedangkan untuk variabel kontinu menggunakan uji t dan
disajikan dalam bentuk mean ± standar deviasi.
Ada 3 regresi (hubungan sebab-akibat) dalam penelitian ini antara lain
analisis regresi logistik biner multivariat untuk faktor-faktor yang berkaitan
dengan DKD, analisis regresi logistik ordinal multivariabel untuk evaluasi
korelasi CKD tahap lanjut, dan analisis regresi logistik ordinal multivariabel
untuk evaluasi korelasi albuminuria. Hasil statistik yang signifikan
menunjukkan interval kepercayaan pada 95% dan nilai p ≤ 0,05.
B.3. Hasil
Dari 1652 pasien diperoleh 1398 pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan
didapatkan 573 laki-laki dan 825 perempuan. Usia ≥ 60 tahun lebih banyak
dibandingkan < 60 tahun yaitu 752. Durasi mengalami DM > 10 tahun lebih banyak
dibandingkan durasi DM < 5 tahun dan 5-10 tahun yaitu sebanyak 701. Persentase
HbA1C yang terbanyak yaitu pada kadar ≥ 7,0 sebanyak 851. Persentase BMI > 30
lebih banyak dibandingkan < 25 dan 25-29 yaitu sebanyak 920. Persentase riwayat
penyakit sebelumnya yang terbanyak yaitu pada hipertensi sebanyak 970. Pada tabel
1 juga dijelaskan bahwa pasien DKD lebih banyak ditemukan dengan usia ≥ 60
tahun, durasi DM yang lama (> 10 tahun), HbA1c ≥ 7, memiliki riwayat hipertensi
dan memiliki komplikasi retinopati dan neuropati dibandingkan dengan pasien yang
tidak memiliki DKD dengan nilai p < 0,01.
Tabel 1. Karakteristik pasien menurut status DKD

Pada penelitian ini juga menemukan bahwa pasien yang memiliki DKD sebanyak
701, yang memiliki albuminuria sebanyak 625, dan yang memiliki CKD dengan
eGFR < 60 m/min/1,73 m2 sebanyak 268. Sedangkan pasien yang memiliki DKD
tanpa albuminuria sebanyak 76 pasien (perhatikan gambar 1).
Gambar 1. Pengkategorian pasien berdasarkan nilai eGFR dan albuminuria
Pasien DKD dengan penurunan eGFR < 60 m/min/1,73 m2 lebih sering dijumpai
pada pasien dengan usia > 60 tahun (perhatikan gambar 2).

Gambar 2. Proporsi pasien dengan eGFR < 60 m/min/1,73 m2 atau albuminuria


berdasarkan kelompok usia.
Pada tabel 2 terlihat bahwa hubungan beberapa faktor risiko terkait dengan DKD.
Faktor usia > 60 tahun memiliki odds ratio (OR) 1,02; confidence interval (CI) 95%
yaitu 1,01-1,03 dan nilai p 0,02. Hipertensi memiliki OR 1,4; 95% CI 1,1-1,8 dan
nilai p 0,03. Retinopati memiliki OR 1,3; 95% CI 1,01-1,7 dan nilai p < 0,05.
Neuropati memiliki OR 1,24; 95% CI 1,01-1,6 dan nilai p < 0,06. Kadar trigliserida
memiliki OR 1,1; 95% CI 1,01-1,2 dan nilai p < 0,01. Kadar HDL memiliki OR
0,98; 95% CI 0,97-0,99 dan nilai p < 0,01.
Metformin berkolerasi negatif dimana memiliki OR 0,42; 95% CI 0,33-0,55 dan
nilai p < 0,01. Insulin memiliki OR 1,38; 95% CI 1,1-1,7 dan nilai p 0,01. Beta
bloker memiliki OR 1,3; 95% CI 1,01-1,7 dan nilai p 0,02. Diuretik memiliki OR
1,4; 95% CI 1,1-1,8 dan nilai p 0,01. Calcium channel blocker (CCB) memiliki OR
1,4; 95% CI 1,1-1,9 dan nilai p < 0,01.
Tabel 2. Analisis regresi logistik biner multivariat untuk faktor-faktor terkait DKD

CKD tahap lanjut berkaitan dengan usia yang lebih tua, durasi DM, dan penggunaan
beta bloker, diuretik dan CCB dengan nilai koefisien berturut-turut yaitu 0,06 nilai p
< 0,01; 0,02 nilai p 0,04; 0,35 nilai p < 0,01; 0,6 nilai p < 0,01; dan 0,7 nilai p <
0,01. Sedangkan penggunaan metformin dan ACEIs/RRBs berkolerasi negatif
dengan CKD tahap lanjut dengan nilai koefisien berturut-turut yaitu -1,34 nilai p <
0,01; dan -0,31 nilai p < 0,01 (perhatikan tabel 3).
Tabel 3. Analisis regresi logistik ordinal multivariabel untuk evaluasi korelasi CKD

Kadar albuminuria yang tinggi berkaitan dengan penggunaan insulin dan CCB serta
hipertensi dan kadar trigliserida yang tinggi. Dimana nilai koefisiennya berturut-
turut yaitu 0,36 nilai p < 0,01; 0,49 nilai p < 0,01; 0,33 nilai p 0,03; dan 0,02 nilai p
< 0,01. Sedangkan penggunaan metformin dan ACEIs/ARBs berkolerasi negatif
dengan kadar albuminuria dengan nilai koefisiennya berturut-turut yaitu -0,62 nilai p
< 0,01; dan -0,33 nilai p 0,01 (perhatikan tabel 4).
Tabel 4. Analisis regresi logistik ordinal multivariabel evaluasi korelasi albuminuria

B.4. Diskusi
Pada penelitian ini ditemukan bahwa setengah dari sampel memiliki DKD.
Prevalensi DKD berkaitan dengan usia > 60 tahun, komplikasi mikrovaskular dan
makrovaskular DM dan dislipidemia. Hasil ini sejalan dengan prevalensi DKD di
Timur Tengah (33-54%), Amerika Serikat (54%) yang meningkat seiring
bertambahnya usia karena terjadi pernurunan fungsi ginjal. Akibatnya eGFR
menurun dan protein seperti albumin dapat melewati membran filtrasi glomerulus
sehingga dapat ditemukan albumin di urin (albuminuria).
Pada penelitian ini juga didapatkan bahwa pasien yang mengonsumsi metformin dan
ACEIs/ARB memiliki risiko yang lebih rendah mengalami DKD dan albuminuria.
Hal ini sejalan dengan beberapa studi observasional yang melaporkan bahwa
konsumsi obat metformin oleh pasien DM tipe 2 dengan DKD dapat menurunkan
perkembangan menjadi ESKD. Tetapi alasannya belum diketahui secara pasti.
Beberapa studi hewan juga menunjukkan bahwa metformin memiliki efek
penghambatan yang menonjol pada fibrosis tubulointerstisial pada model diabetes
dan non-diabetes.
Untuk mencapai manfaat maksimal pada metformin, dapat diberikan kombinasi
dengan obat inhibitor SGLT2 (sodium glucose co transporter 2). Namun pemberian
terapi ini harus dihentikan pada pasien dengan kasus CKD tahap lanjut. Pada studi
Angiotensin Antagonis Losartan dan Nefropati Diabetik Irbesartan Melaporkan
bahwa ARB efektif dalam memperlambat perkembangan DM menjadi nefropati
diabetik. Studi lain juga melaporkan bahwa ACEIs dan ARB berperan sebagai
neuroproteksi karena memiliki efek dalam menurunkan tekanan darah.

Pada penelitian ini melaporkan bahwa ACEIs/ARB memiliki hubungan negatif


dengan tingkat albuminuria yang rendah dan stadium CKD lanjut. Hal ini serupa
dengan beberapa penelitian lain yang melaporkan bahwa pada pasien DM dengan
hipertensi penggunaan ACEIs/ARB memiliki efek nefroprotektor karena berperan
dalam menurunkan tekanan darah. Selain itu, juga berperan dalam menghambat
perkembangan nefropati diabetik. National Kidney Foundation merekomendasikan
pada pasien DM terlepas adanya hipertensi untuk menggunakan ACEIs/ARB.

Albuminuria dianggap sebagai gejala klinis pertama pada pasien dengan DKD dan
secara tradisional gejala ini digunakan sebagai tes skrining untuk DKD. Tetapi
semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa sebagian besar pasien DM dengan
eGFR yang rendah disertai dengan normoalbuminuria. American Diabetes
Association merekomendasikan untuk melakukan skrining albuminuria dan eGFR
pada pasien dengan DKD guna menghindari kasus yang hilang. Pada penelitian ini
ditemukan 5,4% pasien memiliki eGFR < 60 ml/menit/1,73 m² tanpa bukti
albuminuria.

Mekanisme antara hipertensi dan albuminuria berkaitan disfungsi endotel sehingga


menyebabkan peningkatan risiko kardiovaskular dan menyebbakan manifestasi
ginjal. Pada penelitian ini melaporkan bahwa sekitar 70-80% pasien DM tipe 2
disertai dengan hipertensi dapat memperburuk nefropati diabetik. Selain itu,
penelitian ini juga melaporkan bahwa hipertensi berhubungan erat dengan tingkat
albuminuria dan DKD yang lebih tinggi pada pasien dengan DM tipe 2.

Pada analisis Posthoc studi intervensi besar, pasien DM disertai DKD berisiko tinggi
memiliki kadar trigliserida yang tinggi dan konsentrasi HDL. Pada studi ADVANCE
melaporkan bahwa kadar HDL yang rendah menjadi prediktor DKD yang signifikan
dan independen. Pada studi FELD melaporkan bahwa pasien DM tipe 2 yang
mengonsumsi obat hipotrigliseridemia fenofibrate dapat memperlambat penurunan
fungsi ginjal dan menurunkan derajat albuminuria. Hal ini serupa dengan penelitian
ini yang melaporkan bahwa kadar HDL yang rendah dan kadar trigliserida yang
tinggi berkaitan dengan DKD.

Kekurangan dalam penelitian ini antara lain

 Metode desain penelitian cross sectional sehingga dapat menimbulkan adanya


bias ingatan terhadap faktor risiko penyakit. Akibatnya tidak dapat
menyimpulkan hubungan sebab-akibat. Tetapi pada penelitian ini datanya
diperoleh dari autoanamnesis dan mengacu pada grafik medis guna
meminimalkan adanya bias ingatan.

 Penelitian ini dilakukan di pusat medis tersier sehingga tidak dapat


mencerminkan prevalensi DM secara menyeluruh di Yordania. Meskipun begitu
pasien DM yang berobat ke pusat tersier ini merupakan pasien dengan latar
belakang sosial ekonomi yang berbeda di seluruh Yordania.

 Sampel pada penelitian ini jumlahnya sedikit untuk penyakit umum dan tidak
memeriksa onset serta perjalanan DKD karena hasil awal pemeriksaan
albuminuria dan eGFR pada saat diagnosis tidak diperiksa.

C. Telaah Kritis Jurnal


A. Validitas
 Apakah pasien direkrut pada periode tertentu penyakitnya ?
Jawab : Tidak. Penelitian ini menggunakan metode cross sectional, dimana tidak
merekrut seluruh pasien pada periode penyakit yang sama. Beberapa pasien DM
tipe 2 sudah memiliki komplikasi DKD sedangkan yang lainnya tidak.
 Apakah follow-up pasien dilakukan cukup lama dan lengkap ?
Jawab : Tidak. Durasi penelitian yang hanya 6 bulan tidak cukup untuk memberi
gambaran perjalanan penyakit serta hubungan sebab-akibat dari berbagai faktor
prognostik.
 Apakah kriteria outcome diterapkan secara tersamar ?
Jawab : Tidak. Pada penelitian ini kriteria outcome dipilih berdasarkan hasil
anamnesis dan pemeriksaan tekanan darah serta laboratorium yang dilakukan oleh
asisten peneliti. Hasil tersebut dicatat di rekam medis pasien dan dipantau selama
masa follow up.
 Bila dilakukan analisis sub-grup apakah disesuaikan dengan faktor prognosis ?
Jawab : Ya. Pada penelitian ini dilakukan analisis sub-grup yang disesuaikan
dengan faktor prognosis DKD antara lain usia, jenis kelamin, durasi DM, kadar
HbA1c, penggunaan obat-obatan, BMI, merokok, dan riwayat penyakit.
 Apakah dilakukan validasi pada kelompok pasien yang lain ?
Jawab : Tidak. Pada penelitian ini tidak dijelaskan adanya validasi pada kelompok
pasien yang lain.
B. Importance
 Bagaimana kecenderungan outcome pasien dengan berjalannya waktu ?
Jawab : Seiring dilakukannya follow up ± 6 bulan, kejadian DKD pada pasien DM
tipe 2 sangat berkaitan erat dengan pertambahan usia, durasi lamanya DM, adanya
riwayat hipertensi dan faktor risiko lainnya. Outcome yang dinilai berupa adanya
eGFR < 60 ml/min/1,73 m2, dan/atau peningkatan rasio albumin terhadap kreatinin
urin ≥ 30mg/g yang dilakukan minimal 2 pembacaan hasil selama waktu follow up.
 Berapa persis perkiraan prognosis ?
Jawab : Beberapa faktor risiko pada pasien DM tipe 2 yakni usia ≥ 60 tahun, durasi
lama DM, HbA1c ≥ 7, riwayat hipertensi, dan kadar trigliserida tinggi memiliki
risiko lebih besar mengalami DKD dengan nilai OR rerata 1. Sedangkan untuk
penggunaan metformin dan ACEIs/ARB memiliki risiko rendah mengalami DKD
dengan nilai OR 0,42 dan 0,8.
C. Relevan
 Apakah pasien yang diteliti mirip dengan pasien kita ?
Jawab : Ya. Karakteristik sampel pada penelitian ini mirip dengan pasien DM di
Indonesia. Dimana DM yang disertai komplikasi nefropati diabetik sering terjadi
pada usia tua, memiliki durasi DM yang lama, adanya riwayat hipertensi, dan lain-
lain.
 Apakah evidence tentang prognosis ini mempunyai dampak yang berarti dalam
keputusan kita untuk menawarkan atau memberikan informasi pada pasien ?
Jawab : Ya. Berdasarkan penelitian ini dapat kita simpulkan bahwa kejadian DKD
pada pasien DM tipe 2 cukup tinggi, sehingga kita dapat menginformasikan kepada
pasien agar rutin melakukan kunjungan ke dokter. Kunjungan ini bertujuan untuk
mengevaluasi komplikasi DM terutama nefropati diabetik dengan memantau fungsi
ginjal (eGFR) dan rasio albumin terhadap kreatinin urin. Penggunaan terapi
metformin dan ACEIs/ARB yang rutin dinilai dapat mengurangi risiko DKD.
D. Kesimpulan
DKD atau nefropati diabetik merupakan salah satu komplikasi dari DM tipe 2 yang
menjadi penyebab utama dari CKD dan ESKD. Pada penelitian ini dijelaskan bahwa
kejadian DKD sangat berkaitan dengan beberapa faktor risiko antara lain pertambahan
usia tua, durasi lama menderita DM, BMI > 30, kadar HbA1c ≥ 7, memiliki riwayat
hipertensi, penggunaan obat, dan kadar trigliserida serta HDL. Pemantauan fungsi ginjal
(eGFR) dan rasio albumin terhadap kreatinin urin digunakan sebagai biomarker dalam
menilai kejadian DKD pada pasien DM tipe 2. Selain itu, penggunaan obat metformin
and ACEIs/ARB pada pasien DM tipe 2 dengan atau tanpa hipertensi dinilai dapat
mengurangi risiko DKD.
E. Referensi
Farah RI, Al-Sabbagh MQ, Momani MS, Albtoosh A, Arabiat M, Abdulraheem AM, et
al. Diabetic kodney diasese in patients with type 2 diabetes mellitus: a cross-sectional
study. BMC Nephrology [internet]. 2021 June 16; 22:223.
https://bmcnephrol.biomedcentral.com/track/pdf/10.1186/s12882-021-02429-4.pdf.

Anda mungkin juga menyukai