Anda di halaman 1dari 59

1

TEKNOLOGI FERMENTASI DALAM


PEMBUATAN MINYAK KELAPA
Edisi Pertama
ISBN

Penulis:
Dr. Jasman Radu, S.Pd.,M.Si.
Editor:
Dr.Netti Herawati,S.Pd.,M.Si.
Dr.Muhammad Rakib Sanusi,S.Pd.,M.Si.
Dr.Muhammad Syahrir Gassa,S.Pd.,M.Si.

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk
apapun, baik secara elektronis maupun mekanis, termasuk tidak terbatas
pada memfotocopi, merekam, atau dengan menggunakan sistem
penyimpanan lainnya, tanpa izin tertulis dari Penerbit

PENERBIT:
MULTI GLOBAL MAKASSAR
3

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat


Allah Swt oleh karena hanya dengan perkenaanNya-lah
buku ini dapat diselesaikan dengan baik.
Buku ini berjudul “Teknologi Fermentasi dalam
Pembuatan Minyak Kelapa” merupakan wujud
kepedulian penulis terhadap pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi di masyarakat, khususnya
teknologi pembuatan minyak kelapa. Penulis berharap,
apa yang disajikan di dalam buku ini dapat diterapkan
oleh masyarakat terutama petani atau pengusaha serta
pihak industri untuk menghasilkan produk minyak
kelapa yang lebih bermutu/berkualitas.
Penulis terbuka terhadap kritik dan saran
membangun dari para pembaca sekalian.
Semoga bermanfaat.
Kupang, Mei 2015

Penulis
4

DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar ................................................ ii
Daftar Isi .......................................................... iii
Bab 1. Pendahuluan ......................................... 1
1.1Tanaman kelapa dan manfaatnya ....... 1
1.2 Kelemahan pembuatan minyak
kelapa secara tradisional dan
fermentasi biasa ............................... 2
Bab 2. Minyak Kelapa ..................................... 7
2.1 Struktur dan komposisi kimia
Minyak kelapa ................................. 7
2.2 Perubahan komponen kimia di da-
lam minyak kelapa selama pengo-
lahan................................................. 9
2.3 Proses kerusakan minyak kelapa....... 11
2.4 Beberapa cara pembuatan minyak
Kelapa ............................................. 14
Bab 3. Mutu Minyak Kelapa .......................... 19
3.1 Parameter fisika .............................. 19
3.1.1 Titik cair................................. 19
3.1.2 Kadar air ................................ 20

iii
5

3.1.3 Warna dan bau ....................... 20


3.1.4 Indeks bias ............................ 21
3.2 Parameter kimia ............................... 21
3.2.1 Bilangan asam ....................... 21
3.2.2 Bilangan penyabunan ........... 22
3.2.3 Bilangan peroksida ............... 22
3.2.4 Bilangan Iod
Bab 4. Pembuatan minyak kelapa fermentasi
menggunakan sel S. cerevisiae amobil
sebagai katalis padat............................. 24
4.1 Sel amobil ........................................ 24
4.2 Penggunaan sel S. cerevisiae amo-
bil pada pembuatan minyak kelapa 27
4.3 Prosedur pembuatan minyak kela-
pa menggunakan sel S. cerevisiae
amobil ............................................. 29
4.3.1 Alat ban bahan ...................... 29
4.3.2 Pembuatan media pertum-
buhan S. Cerevisiae................ 30
4.3.3 Amobilisasi Sel Saccharo-
myces cerevisiae dan pembuat-
an katalis padat ...................... 32
6

4.3.4 Aktivasi sel amobil untuk


pembuatan minyak kelapa.... 34
4.3.5 Fermentasi minyak kelapa
dengan sel S. cerevisiae
amobil .................................... 35
Bab 5. Contoh hasil penelitian pembuatan
minyak kelapa fermentasi menggu-
nakan S. cerevisiae amobil .................. 38
5.1 Volume, warna dan bau minyak
yang dihasilkan ............................... 38
5.2 Kualitas minyak kelapa yang
dihasilkan ......................................... 41
5.2.1 Kadar air ................................ 41
5.2.2 Bilangan Iod ........................... 42
5.2.3 Bilangan asam ........................ 42
5.2.4 Bilangan peroksida ................ 43
Bab 6. Penutup ................................................ 44
Daftar Pustaka ................................................. 46
7

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Tanaman Kelapa dan Manfaatnya


Kelapa (Cocos nucifera) merupakan salah satu
tanaman yang mempunyai nilai ekonomis tinggi karena
hampir semua bagiannya dapat dimanfaatkan dalam
kehidupan manusia. Penggunaannya antara lain adalah
batangnya untuk bahan bangunan, daunnya untuk atap
rumah dan barang kerajinan berupa anyaman, daun
mudahnya untuk membuat ketupat dan hiasan bagi
masyarakat Jawa dan Bali, akarnya untuk obat, dan yang
paling utama adalah buahnya untuk bahan makanan
berupa parutan kelapa, air kelapa, dan minyak kelapa.
Produk yang paling utama dari kelapa adalah minyak
kelapa atau minyak goreng yang dapat dijumpai dalam
bermacam-macam merek sesuai dengan perusahaan
yang memproduksinya dan metode yang digunakan
untuk membuatnya.
Tanaman kelapa diperkirakan berasal dari pesisir
Samudra Hindia, tetapi kini telah menyebar ke seluruh
pantai tropis di dunia, termasuk Indonesia. Meskipun
8

tanaman ini tumbuh terutama di daerah pantai, iajuga


dapat tumbuh pada daerah yang relatif tinggi hingga
mencapai 1000 m dari permukaan laut
(id.wikipedia.org/wiki/kelapa). Indonesia sebagai salah
satu negara penghasil kelapa dalam jumlah besar,

Gambar 1.1 Pohon kelapa dengan buah (Lestari, 2014)

berkepentingan untuk menemukan cara yang paling baik


untuk pembuatan miyak kelapa.

1.2 Kelemahan Pembuatan Minyak Kelapa dengan


Cara Tradisional dan Fermentasi biasa
Pembuatan minyak kelapa secara garis besar
dibedakan menjadi dua cara, yaitu cara kering dan cara
9

basah. Cara kering menyangkut pengepresan dan cara


basah meliputi penguapan (tradisional), pengasaman,
dan peragian.Metode kering memiliki kelemahan, yaitu
yieldrendah dan memerlukan tambahan pekerjaan untuk
pemurnian minyak. Pada metode tradisional, minyak
yang dihasilkan rentan mengalami kerusakan serta
memerlukan bahan bakar yang banyak. Metode
pengasaman memiliki tingkat keberhasilan yang rendah
(memerlukan ketepatan campuran asama dan santan).
Metode fermentasi lebih mudah dilakukan, lebih hemat,
dan minyak yang dihasilkan lebih berkualitas.

Pembuatan minyak kelapa secara fermentasi


dilakukan dengan cara menambahkan mikroba pada
skim yang diperoleh dari santan kelapa kemudian
diinkubasi selam 24 jam sehingga minyak, blondo, dan
air terpisah satu sama lain. Salah satu kelemahan dari
cara ini adalah mikroba atau ragi yang digunakan hanya
sekali pakai karena ia dicampurkan langsung ke dalam
krim (santan) kelapa dan tidak bisa diambil untuk
digunakan kembali. Kelemahan ini dapat diatasi dengan
cara menggunakan sel amobil. Sel-sel ragi diamobilisasi
10

membentuk katalis padat lalu dibentuk menjadi butiran


(granul) kemudian ditempatkan di dalam sebuah
fermentor. Santan kelapa kemudian dimasukkan ke
dalam fermentor tersebutsehingga terjadi kontak antara
partikel-partikel santan dengan sel-sel ragi pada
permukaan butiran katalis padat. Setelah jangka waktu
tertentu (sekitar 24 jam), minyak akan terpisah dari
blondo dan air. Campuran akan terpisah menjadi tiga
lapisan, yakni lapisan blondo,minyak, dan air.

Penggunaan enzim terlarut dengan cara


mencampurkannya ke dalam larutan substrat yang akan
diproses dapat menyebabkan enzim tersebut terpapar
oleh kondisi-kondisi tidak optimum yang akan
menyebabkan kerusakan enzim tersebut. Kondisi yang
dimaksud antara lain adalah pH, suhu,kondisi substrat,
dan pelarut-pelarut organik tertentu. Selain itu, bila
enzim dilarutkan langsung ke dalam substrat yang akan
diproses maka enzim itu sangat sukar diambil dan
digunakan kembali. Ia akan terikut ke dalam produk,
mengalami denaturasi dan kehilangan aktivitas
(Godfrey, 1983).
11

Untuk mengatasi hal di atas maka sejak beberapa


tahun silam telah dikembangkan penggunaan enzim
amobil (enzim teramobilisasi). Enzim amobil adalah
enzim yang secara fisik terikat atau terlokalisasi pada
suatu tempat atau area tertentu dan tetap
mempertahankan aktivitas katalitiknya dan dapat
digunkan secara berulang-ulang dan terus-menerus
(Chibata, 1978). Karena enzim tersebut terikat secara
fisik maka tidak mungkin ikut terbawa ke dalam produk.
Ia dapat diambil digunakan kembali, dengan kata lain
dapat digunakan secara berulang-ulang untuk reaksi
yang sama. Hal ini tentu saja merupakan salah satu
penghematan yang sangat menguntungkan.

Enzim diproduksi oleh makhluk hidup


(organisme) untuk keperluannya sendiri. Oleh karena
itu, untuk mendapatkan enzim kita harus
mengekstraknya dari makhluk hidup. Sekarang ini,
enzim dari mikroba sudah digunakan dalam industri
untuk berbagai tujuan. Enzim dari mikroba ada dua
jenis, yakni enzim ekstraselular dan enzim intraselular.
Ekstraksi enzim intraselular sering bermasalah karena
12

enzim tidak stabil. Oleh karena itu, bila sel-sel mikroba


dapat diamobilisasi secara langsung tanpa harus terlebih
dahulu mengekstrak enzimnya maka sel-sel tersebut
dapat digunakan sebagai suatu katalis padat. Selain itu,
bila sel mikroba yang diamobilisasi mengandung sistem
multi enzim maka dapat digunakan untuk menggatikan
metode-metode fermentasi yang melibatkan reaksi-
reaksi multi enzim dengan reaksi-reaksi enzim yang
kontinu (Chibata, 1978).
13

BAB 2

MINYAK KELAPA

2.1 Struktur dan Komposisi Kimia Minyak Kelapa


Minyak kelapa adalah salah satu produk olahan
buah kelapa yang secara kimia terjadi dari gliserol dan
asam lemak. Reaksi kimia pembentukan minyak kelapa
(trilaurin) dapat dilihat pada Gambar 2.1

CH2OH

CHOH + 3C11H23COOH

CH2OH
gliserol asam laurat

O
H2C O C C11H23

O
HC O C C11H23 + 3H2O
O
H2C O C C11H23

trilaurin air

Gambar 2.1 Reaksi kimia pembentukan minyak kelapa


(trilaurin)
14

Asam lemak yang terdapat pada minyak kelapa terdiri


atas asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh.
Komposisi asam lemak pada minyak kelapa dapat dilihat
dalam Tabel 2.1.

Minyak kelapa terutama digunakan sebagai


minyak goreng yang berfungsi untuk mengantar panas
serta menambah rasa gurih dan nilai kalori bahan
makanan yang digoreng (Winarno, 1995).

Tabel 2.1. Komposisi Asam Lemak dalam Minyak


Kelapa

Kadar (%)
Rumus Ikatan
Asam Lemak FAO Qazuini
Kimia rangkap
(1968) (1975)
C6H12O2 Asam kaproat 0 – 0,8 0
C8H16O2 As. Kaprilat 7,8 – 9,5 7,6
C10H20O2 As. Kaprat 4,5 – 9,7 6,6
C12H24O2 As. Laurat 44,5 – 51,3 48,8
C14H28O2 As. Miristat 13,1 – 18,5 18,7
C16H32O2 As. Palmitat 7,5 – 10,5 8,3
C18H36O2 As. Sterarat 1,0 – 3,2 2,1
C18H34O2 As. Oleat 5,0 – 8,3 6,4 1
C18H32O2 As. Linoleat 1,0 – 2,6 1,3 2

(Qazuini, 1993)
15

Selain itu, terutama di pedesaan, minyak kelapa


dalam jumlah sedikit kadang-kadang juga digunakan
sebagai minyak urut atau dicampur dengan minyak-
minyak lain lalu digunakan untuk mengurut. Minyak
kelapa, baik dikonsumsi sebagai suplemen maupun
digunakan untuk memasak atau dioleskan pada kulit,
terbukti dapat menurunkan berat badan, melindungi
tubuh dari penyakit jantung, kanker, diabetes, arthritis,
mencegah penuaan dini pada kulit, memperkuat sistem
kekebalan tubuh, dan memperbaiki pencernaan (Fife B,
2005).

2.2 Perubahan komponen kimia di dalam minyak


kelapa selama pengolahan
Selama pembuatan minyak kelapa, dapat terjadi
perubahan kimiawi terhadap beberapa komponen yang
ada di dalam minyak kelapa sehingga menimbulkan bau
dan warna tertentu. Perubahan-perubahan tersebut
terjadi antara lain karena terjadinya reaksi karamelisasi,
Maillard, hidrolisis, dan oksidasi.

Secara alamiah, minyak kelapa tampak jernih


seperti air, tetapi perubahan kimia yang terjadi
16

menyebabkan timbunya senyawa yang berwarna


kekuningan hingga coklat. Senyawa tersebut juga dapat
menghasilkan bau tertentu yang kurang sedap. Sebagai
contoh, warna coklat berasal dari senyawa karamel yang
terbentuk dari reaksi karamelisasi pada gula dan
senyawa hasil reaksi antara gula reduksi dengan protein
(Qazuini, 1993).

Reaksi gula reduksi dengan protein disebut reaksi


Maillard yang melibatkan gugus aldehida pada gula
reduksi dan gugus amino pada protein. Asam amino di
dalam protein terikat satu dengan yang lain melalui
ikatan peptida. Oleh karena itu protein yang mengalami
reaksi Maillard adalah yang memiliki gugus amino
bebas, yaitu protein yang mengandung asam amino yang
memiliki dua gugus amino (Birosel, 1968). Kecepatan
reaksi Maillard makin tinggi seiring kenaikan suhu
(Eskin dan Henderson, 1973). Oleh karena itu
pembuatan minyak kelapa dengan pemanasan pada suhu
tinggi akan menghasilkan minyak yang berwarna
kecoklatan.
17

2.3 Proses kerusakan minyak

Meskipun minyak kelapa terdiri atas asam-asam


lemak jenuh, minyak tersebut aman untuk dikonsumsi
karena asam lemak tersebut tergolong asam lemak rantai
sedang (MCFA = medium chain fatty acid). Lemak yang
menimbulkan banyak resiko penyakit jantung serta
penyakit lain yang berkaitan adalah lemak dengan rantai
panjang yang justru banyak terdapat pada daging dan
minyak sayur (Fife B, 2005). Oleh karena minyak
kelapa terdiri atas 92% lemak jenuh maka minyak
tersebut tahan terhadap oksidasi dan tidak mudah
menghasilkan radikal bebas. Hal ini berbeda dengan
minyak nabati lainnya seperti minyak kanola, minyak
bunga matahari, dan minyak jagung yang jauh lebih
banyak mengandung lemak tak jenuh. Lemak tak jenuh
sangat mudah teroksidasi dan menghasilkan radikal
bebas serta senyawa aldehida dan alkohol rantai pendek
yang menimbulkan bau dan rasa tengik (Winarno FG,
1995). Contoh proses oksidasi minyak (metil oleat)
dapat dilihat pada Gambar 2.2
18

Tahap I: Inisiasi

H2 H H2
H3C (CH2)6 C HC C C (CH2)6 COOCH3

-H

tahap I, terbentuk 4 radikal C mesomerik


H H H H2
H2 H H H
C C C C
C C C C

atau

H H H H2
H2 H H
C C C C
C HC C C

Tahap II: Propagasi

H H H H2 H H H H2
C C C C + O2 C C C C

O O
peroksida aktif

H H H H2 H2 H H -H
C C C C + C C C

O O
19

H H H H2 H H H
C C C C + C C C

O OH
hidroperoksida radikal baru

Tahap III: Terminasi

Hidroperoksida terurai menjadi senyawa karbonil


(keton, asam karboksilat, dan aldehida) serta alkohol.

a. pembentukan aldehida

CH3(CH2)6 - CH - CH = CH - (CH2)7COOCH3
O OH

CH3(CH2)6 - CHO + OCH - (CH2)8COOCH3

b. pembentukan aldehida, keton, dan alkohol


20

- H2O
CH3(CH2)6 - CH - CH = CH - CH - (CH2)6COOCH3 keton
O OH

CH3(CH2)6 - CH - CH = CH - CHO + HO(CH2)6COOCH3


aldehida alkohol

Gambar 2.2 Reaksi oksidasi metil oleat

2.4 Beberapa cara pembuatan minyak kelapa


Minyak kelapa dapat dibuat dari daging buah
kelapa segar atau dari kopra. Pembuatan minyak kelapa
dari daging buah kelapa segar disebut proses basah (wet
process) karena pada proses tersebut diperlukan air
untuk membuat santan kelapa. Sedangkan pembuatan
minyak kelapa dari bahan baku kopra (daging buah
kelapa yang dikeringkan) disebut proses kering (dry
process).

Cara yang paling sederhana untuk membuat


minyak kelapa adalah dengan membungkus kopra dalam
kain lalu menumbuknya hingga hancur kemudian
dimasukkan ke dalam air mendidih. Minyak kelapa akan
diperoleh mengapung di atas permukaan air. Sekarang
21

ini, pembuatan minyak kelapa dengan cara kering sudah


menggunakan mesin-mesin pengepres yang cukup
canggih sehingga persentase minyak yang diperoleh
lebih besar.

Pembuatan minyak kelapa dengan cara basah


menggunakan air untuk mendapatkan santan. Cara ini
dapat dibedakan menjadi cara pemanasan (tradisional),
pengasaman, dan fermentasi. Cara basah yang banyak
dilakukan oleh masyarakat di pedesaan (cara tradisional)
terdiri atas tahap-tahap pemarutan daging buah kelapa,
pembuatan santan, dan pemanasan santan hingga semua
air menguap dan yang tinggal adalah minyak dan
endapan yang disebut blondo. Selanjutnya, minyak
dipisahkan secara dekantasi atau penyaringan, kemudian
blondo diperas untuk mengeluarkan minyak yang
terserap di dalamnya. Cara tradisional ini melibatkan
pemanasan pada suhu tinggi sehingga dapat mengubah
struktur kimia minyak serta menimbulkan warna yang
kurang baik (Rochintaniwati, 2014). Selain itu, metode
ini juga memerlukan bahan bakar yang banyak
(Suhadijono dan Syamsiah, 1987).
22

Cara basah yang lain adalah cara fermentasi atau


peragian di mana santan yang telah dibuat ditambah
dengan ragi (yeast) lalu difermentasi selama 24-36 jam
hingga menghasilkan minyak. Perlu diketahui bahwa
santan merupakan emulsi minyak dalam air dengan
lapisan protein sebagai lapisan pembungkusnya. Protein
membungkus butir-butir (globula) cairan minyak dengan
satu lapisan tipis sehingga butir-butir minyak tidak dapat
bergabung menjadi satu lapisan yang kontinu. Pada
pembuatan minyak kelapa secara fermentasi ,
mikroorganisme yang terdapat di dalam ragi
menghasilkan enzim-enzim yang dapat memecah
molekul-molekul protein pada globula-globula yang
membungkus butiran-butiran minyak. Dengan rusaknya
molekul protein maka butiran-butiran minyak keluar
dari globula-globula yang membungkusnya. Minyak
yang keluar itu bergabung satu sama lain membentuk
lapisan yang kontinu. Pendapat lain (Rochintaniwati,
2014) menyatakan bahwa di dalam endosperm biji
kelapa, minyak umumnya terikat dengan karbohidrat
dan protein. Saccharomyces spdalam ragi menghasilkan
enzim yang dapat merusak karbohidrat yang berikatan
23

dengan protein sehingga molekul-molekul minyak dapat


terlepas dari ikatan dengan protein dan bergabung
dengan molekul-molekul minyak yang lain membentuk
satu fase tersendiri. Penjelasan yang lain menyatakan
bahwa hasil hidrolisis pati oleh enzim amilase yang
diubah menjadi asam-asam organik serta hasil hidrolisis
protein oleh enzim protease berupa asam-asam amino
menyebabkan pH santan turun dan pada pH tertentu
mencapai titik isoelektrik. Pada titik isoelektrik tersebut
protein pembungkus emulsi minyak menggumpal
sehingga terpisah dari minyak (Suhadijono dan
Syamsiah,1987 dan Anonim, 2006). Enzim amilase
maupun protease dan proteinase yang terlibat dalam
proses tersebut dihasilkan oleh mikroorganisme yang
terkandung di dalam ragi (Suhadijono dan
Syamsiah,1987).

Cara basah juga dapat dikerjakan dengan


pengasaman. Prinsip kerja cara ini adalah kondisi asam
(pH ekstrim rendah) menyebabkan molekul protein pada
globula pembungkus minyak mengalami denaturasi
sehingga protein tersebut mengendap dan butiran-
24

butiran minyak dapat keluar, bergabung satu sama lain


membentuk fasa minyak.

Pembuatan minyak kelapa secara fermentasi


memiliki banyak keuntungan, antara lain rendemen yang
lebih tinggi. Caratradisonal memberikan rendemen
berkisar antara 15,6-17%, sedangkan cara fermentasi
memberikan rendemen antara 22-24%. Cara fermentasi
lebih hemat bahan bakar dan menghasilkan minyak yang
jernih.
25

BAB 3

MUTU MINYAK KELAPA

Kualitas lemak dan minyak ditentukan oleh


beberapa parameter yang dapat dibagi menjadi
parameter fisika dan parameter kimia.
3.1 Parameter Fisika
3.1.1Titik cair
Lemak atau minyak hewani dan nabati
merupakan campuran dari gliserida dan komponen
lainnya, sehingga tidak mempunyai titik cair yang tepat,
melainkan mencair pada suatu kisaran suhu tertentu.
Titik cair suatu lemak atau minyak dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu ikatan antar molekul asam lemak,
panjang rantai atom karbon, dan banyaknya ikatan
rangkap. Makin kuat ikatan antar molekul-molekul asam
lemak, makin tinggi titik cair lemak atau minyak
tersebut. Selanjutnya makin panjang rantai atom karbon
pada asam-asam leak pembentuknya, makin tinggi juga
titik cairnya. Sebaliknya, makin banyak ikatan rangkap
di dalam rantai molekul asam lemak, makin rendah titik
26

cairnya. Kombinasi ketiga faktor tersebut menentukan


titik cair dari suatu lemak atau minyak.
3.1.2 Kadar Air

Kadar air dalam minyak juga menentukan mutu


minyak karena semakin tinggi kadar air maka
kemungkinan terjadinya hidrolisa minyak menjadi
gliserol dan asam lemak juga semakin tinggi. Minyak
yang memliki kadar air tinggi akans emakin mudah
tengik dan titik asapnya makin rendah sehingga bahan
makanan yang digoreng menjadi coklat dan banyak
menyerap minyak.

3.1.3 Warna dan Bau

Warna dan bau turut menentuka kualitas minyak


karena mempengaruhi selera konsumen. Warna minyak
yang agak kuning jernih dan tidak berbau akan menarik
konsumen untuk mengkonsumsinya. Warna minyak
dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu zat pewarna
alami dan zat hasil reaksi kimia dalam bahan minyak itu
sendiri. Zat pewarna alami yang ada di dalam bahan
seperti  dan  karoten, xanthofil, klorofil, dan
27

antosianin. Secara berturut-turut zat-zat warna ini


menyebabkan minyak berwarna kuning, kuning
kecoklatan, kehijau-hijauan, dan kemerah-merahan. Zat
warna hasil rekasi kimia dalam bahan disebabkan oleh
oksidasi dan degradasi komponen kimia yang terdapat di
dalam minyak. Bau pada minyak khususnya minyak dari
tumbuhan lebih banyak disebabkan oleh proses yang
terjadi di dalam minyak itu sendiri. Misalnya, jika
minyak mengalami hidrolisis dan oksidasi maka minyak
berbau tengik.

3.1.4 Indeks Bias

Indeks bias adalah parameter untuk menentukan


tingkat kemurnian minyak. Nilai indeks bias akan
meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah zat
pengotor, ketidakjenuhan minyak, dan berat molekul
minyak.

3.2 Parameter Kimia

3.2.1 Bilangan Asam

Bilangan asam adalah ukuran dari jumlah asam


lemak bebas yang terdapat di dalam minyak. Makin
28

tinggi bilangan asam, minyak makin mudah rusak dan


mutunya makin rendah. Bilangan asam dinyatakan
dengan milligram KOH yang digunakan untuk
menetralkan 1 gram minyakatau lemak.

3.2.2 Bilangan Penyabunan

Bilangan penyabunan menyatakan jumlah


milligram KOH yang diperlukan untuk menyabunkan 1
gram minyak atau lemak. Besarnya bilangan
penyabunan bergantung pada berat molekul lemak.
Lemak yang berat molekulnya rendah mempunyai
bilangan penyabunan yang tinggi.

3.2.3 Bilangan Peroksida

Angka peroksida merupkan parameter yang


paling penting dalam menilai derajat kerusakan minyak.
Asam lemak tak jenuh dapat mengikaty oksigen pada
ikatan rangkapnya membentuk peroksida. Peroksida ini
akan berubah menjadi senyawa-senyawa karbon berantai
pendek seperti asam-asam lemak rantai pendek, aldehid,
dan keton yang bersifat volatil dan menyebabkan bau
tengik.
29

3.2.4 Bilangan Iod

Bilangan iod dapat menyatakan derajat


ketidakjenuhan minyak. Bilangan iod dapat digunakan
untuk menggolongkan minyak sebagai minyak
pengering (drying oil) dan bukan minyak pengering (non
drying oil). Minyak pengering mempunyai bilangan iod
di atas 130 sedangkan minyak bukan pengering,
bilangan iodnya antara 8,0 – 10,0.
30

BAB 4

PEMBUATANMINYAK KELAPA FERMENTASI


MENGGUNAKAN SEL S. cerevisiae AMOBIL

4.1 Sel Mikroba Amobil

Ide pembuatan sel mikroba amobil muncul dari


keberhasilan pembuatan enzim amobil. Enzim amobil
yaitu enzim yang secara fisik terikat atau terlokalisasi
pada suatu tempat atau ruang tertentu dengan tetap
mempertahankan aktivitas katalitiknya dan dapat
digunakan berulang-ulang dan terus-menerus. Dengan
demikian, sel mikroba amobil didefinisikan sama
dengan definisi enzim amobil hanya dengan mengganti
enzim menjadi sel mikroba. Sel-sel amobil ini bisa
dalam keadaan sedang tumbuh atau sedang istirahat.
Dalam beberapa kasus, sel mikroba amobil mati, tetapi
enzim yang dihasilkannya tetap aktif (Chibata, 1978).
Prinsip dasar penerapan sel amobil adalah sel-sel
mikroba tersebut tetap dapat menghasilkan enzim yang
tetap aktif dan berfungsi mengkatalisis reaksi-reaksi atau
31

transformasi yang diinginkan meskipun sel tersebut


terikat atau terjebak pada suatu matriks tertentu.

Enzim-enzim dari mikroba dapat dibedakan


menjadi dua jenis, yaitu enzim ekstraseluler dan enzim
intraseluler. Enzim ekstraseluler diekskresikan keluar
dari sel-sel mikroba selama pembiakan, sedangkan
enzim intraseluler tetap tinggal di dalam sel. Untuk
memperoleh enzim intraseluler, harus dilakukan
ekstraksi dan kadang-kadang perlu pemurnian. Bila
enzim yang diinginkan merupakan enzim ekstraseluler
maka mikroba penghasilnya dapat diamobilisasi secara
langsung dan bentuk sel amobil tersebut dapat
digunakan sebagai katalis padat.

Selain itu, bila sel-sel mikroba yang


diamobilisasi memiliki sistem multi enzim dan dapat
digunakan sebagai katalis padat, sel-sel amobil tersebut
dapat digunakan untuk melangsungkan fermentasi yang
melibatkan reaksi multi enzim secara kontinu. Meskipun
demikian, sel-sel amobil tersebut harus memenuhi
beberapa syarat, yaitu: 1) mikroba tidak menghasilkan
enzim yang mengkatalisis reaksi samping; 2) bila ada
32

enzim pengganggu, dapat dinonaktifkan dengan mudah,


misalnya dengan pemanasan atau perlakuan pH; 3)
substrat dan produk harus dapat melewati membran sel
mikroba dengan mudah.

Ada tiga cara yang umum digunakan untuk


membuat sel mikroba amobil, pengikatan, pengikatan
bersilang, dan penjebakan. Pada metode pengikatan, sel-
sel mikroba diikatkan secara langsung pada suatu bahan
tak larut air, misalnya Azobacter agile diikat pada
Dowex-1, sel amobil yang diterapkan pada oksidasi
glukosa dan suksinat. Pada metode pengikatan silang,
sutau sel diikat secara bersilang di antara se-sel lainnya
dengan bahan-bahan yang memiliki dua atau beberapa
gugus fungsi, misalnya sel-sel Eschericia coli diikat
secara bersilang satu sama lain menggunakan bahan
glutaraldehida. Sel ini memiliki aktivitas enzim
aspartase. Pad metode penjebakan, sel-sel mikroba
dijebak secara langsung di antara matriks polimer.
Contohnya, Saccharomyces pastorianus yang memiliki
aktivitas enzim invertase dijebak pada matriks agar dan
diterapkan pada pembuatan gula invert.
33

4.2 Penggunaan Sel S. cerevisiae Amobil Sebagai


Katalis Padatdalam Pembuatan Minyak
Kelapa
Seperti telah dijelaskan bahwa pada pembuatan
minyak kelapa secara fermentasi, ragi berfungsi untuk
menghasilkan enzim yang akan mengkatalisis
pemecahan molekul protein dan karbohidrat yang
membungkus butiran-butiran minyak sehingga molekul-
molekul minyak keluar dan bergabung satu sama lain
membentuk lapisan yang kontinu. Pada cara fermentasi
seperti ini, ragi dicampurkan langsung dengan santan
kelapa lalu diinkubasi dalam jangka waktu tertentu.
Dengan demikian, ragi yang telah digunakan itu tidak
dapat diambil untuk digunakan kembali. Dengan teknik
ini, kita harus menyediakan kembali biakan ragi yang
baru bila akan melakukan fermentasi berikutnya.Oleh
karena itu, cara ini boros dalam pemakaian ragi. Selain
itu, biakan ragi yang baru memerlukan waktu beberapa
jam untuk dapat mencapai aktivitas maksimum selama
pelaksanaan fermentasi. Oleh karena itu, bila santan
yang akan difermentasi cukup banyak dan kapasitas
34

fermentor yang digunakan terbatas, diperlukan waktu


yang cukup lama untuk menyelesaikan fermentasi
semua bahan yang ada.

Untuk mengatasi kelemahan di atas, dapat


dilakukan dengan cara menggunakan sel S. cerevisiae
(ragi) amobil. Sel amobil ini berupa sel-sel ragi yang
dijebak atau diperangkap di dalam gel padat dari agar-
agar. Karena wujudnya yang padat maka dapat diambil
dan digunakan kembali. Bahkan dengan menggunakan
sel amobil ini, dimungkinkan untuk merancang
fermentor dimana proses pembuatan minyak kelapa dari
santan dapat berlangsung secara kontinu. Pada saat
minyak sudah terbentuk di dalam fermentor, campuran
minyak, blondo, dan air tersebut dapat dialirkan keluar
dari fermentor untuk dilakukan pemisahan pada wadah
yang lain. Setelah itu, fermentor dapat diisi kembali
dengan santan yang baru untuk proses pembuatan
minyak berikutnya. Sambil menunggu pembentukan
minyak yang baru, kita dapat melakukan pemisahan
campuran minyak, blondo, dan air yang diperoleh
sebelumnya. Proses ini dapat diulangi beberapa kali
35

selama aktivitas sel amobil tersebut masih cukup tinggi.


Berdasarkan pengalaman penulis, dapat digunakan
sampai 5 kali, bergantung pada kualitas sel amobil yang
digunakan tersebut.

Dengan demikian maka pembuatan minyak


kelapa dalam jumlah banyak dapat diselesaikan dalam
waktu yang lebih singkat dengan menggunakan sel S.
cerevisiae amobil bila dibandingkan dengan cara
fermentasi biasa. Selain itu, dengan teknik sel amobil ini
ragi yang dibutuhkan lebih sedikit.

4.3 Prosedurpembuatan minyak kelapa fermentasi


dengan sel Saccharomyces amobil

4.3.1 Alat dan Bahan


Alat yang diperlukan:

- Parang - Parut kelapa - Kain penyaring


- Autoklaf - Baskom plastik - Gelas kimia 1 L
- Corong pisah - Pemanas listrik
- Labu takar - Erlenmeyer - Pipet tetes
- Timbangan - Gelas Ukur - Buret
Bahan yang diperlukan:
36

- Buah kelapa tua - Agar-agar


- Biakan S. cerevisiae - Aquades
- Indikator pp 1% - Kloroform
- Larutan I2 - Larutan KI 15% - Na2S2O3 0,1 N

4.3.2 Pembuatan media pertumbuhan Saccharomyces


cerevisiae

Satu gram gula, 5 gram toge halus dan 0,2 gram


agar-agar dilarutkan di dalam aquades hingga volume
100 ml. Setelah itu, campuran dimasukkan ke dalam
gelas kimia lalu dipanaskan hingga suhu 85oC selama 20
menit kemudian dituang ke dalam erlenmeyer.
Selanjutnya campuran tadi dimasukkan ke dalam
autoklaf lalu disterilkan pada suhu 121oC dan 1 atm
selama 15 menit. Setelah dingin,ragi ikut dimasukkan ke
dalam campuran tersebut lalu autoklaf ditutup dan
didiamkan tanpa pemanasan Setelah 10 jam, mikroba
(S.cerevisiae) siap digunakan.

Bagan alir pembuatan media pertumbuhan


S.cerevisiae dapat dilihat pada gambar 4.1
37

0,1 gram agar-agar


1 gram gula
5 gram toge halus
100 ml aquades

Dicampur

Campuran media
pertumbuhan

Dipanaskan 85oC
selama 20 menit

Media
pertumbuhan

Disterilisasi di autoklaf
(121oC, 1 atm, 15 menit)

Media
pertumbuhan steril
(panas)
Didinginkan hingga suhu
kamar

Media
pertumbuhan steril
(dingin)
Diinokulasi dengan S.
cereviceae

Campuran S. Biakan S.
cerevisia dan media cerevisiae siap
pertumbuhan Didiamkan 10 jam digunakan
pada suhu 30oC

Gambar 4.1 Bagan alir persiapan biakan S. cerevisiae


38

4.3.3 Amobilisasi Sel Saccharomyces cerevisiae dan


Pembuatan Katalis Padat
Amobilisasi dilakukan dengan terlebih dahulu membuat
media penjebak berupa gel agar-agar. Gel ini dibuat
dengan cara melarutkan 11 gram tepung agar-agar ke
dalam 50 mlaquades kemudian ditambahkan gula 2,5
gram lalu dipanaskan pada suhu 1000C selama 20 menit.

Setelah itu larutan didinginkan sampai suhu 38 0C


kemudian 1 gram biakan mikroba yang telah
diremajakan dimasukkan ke dalamnya lalu diaduk
merata lalu didinginkan sampai suhu kamar hingga
terbentuk gel padat. Gel yang telah berisi sel-sel ragi ini
kemudian dipotong-potong dengan ukuran 0,5x0,5 cm
dan dicuci dengan aquades. Potongan-potongan gel
padat inilah yang akan digunakan sebagai katalis padat.
Bagan alir prosedur amobilisasi S. cerevisiae dapat
dilihat pada gambar 4.2
39

11 gram agar-agar +
2,5 gram gula

Ditambah 50 ml
aquades &

Suspensi agar-agar &


gula
Dipanaskan
pada 100oC, 20
Gel agar-agar &
gula (panas)

Dibiarkan
dingin hingga
suhu 38oC
Gel agar-agar
hangat masih cair
cair (38oC)

Ditambahkan
biakan S.
Campuran Sel S.
cerevisiae dan gel agar

Diaduk
hingga

Campuran Sel S.
cerevisiae dan gel agar

Didinginka
n
Sel amobil siap
Sel S cerevisiae amobil
Dipotong-potong pakai

Gambar 4.2 Bagan alir amobilisasi sel S. cerevisiae


40

4.3.4 Aktivasisel amobil untuk pembuatan minyak


kelapa

Supaya sel-sel amobil yang ada segera aktif dan


siap digunakan dalam fermentasi, sebelumnya perlu
disesuaikan kondisinya dengan lingkungan yang akan
ditempatinya selama proses pembuatan minyak kelapa.
Untuk persiapan ini, dilakukan sebagai berikut: 25 ml
skim kelapa, 0,5 gram gula, dan 2,5 gram toge halus
dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml kemudian
ditutup dan dipanaskan dengan suhu 650 C selama 5
menit. Sesudah itu, didinginkan sampai suhu kamar lalu
sel amobil dimasukkan ke dalamnya dan ditutup selam 2
jam. Sesudah itu, sel-sel amobil siap digunakan sebagai
katalis padat.

Skim kelapa Starter


(25 ml) siap
digunaka
Ditambah
Diamkan
0,5 g gula
Dinginkan 2 jam
& 2,5 g Dipanaska
toge halus n 5 menit (38oC) + sel
Campur amobil Campur
Campur an an
an starterp starter &

Gambar 4.3 Bagan alir aktivasi sel-sel S. Cerevisiae


amobil
41

Bagan alir proses aktivasi ini dapat dilihat pada gambar


4.3

4.3.5 Fermentasi minyak kelapa dengan sel S.


cerevisiae amobil

Kelapa tua dikupas, dikeluarkan airnya lalu


diparut halus kemudian ditambahkan air hangat,
diremas-remas hingga santannya keluar kemudian
disaring. Santan yang diperoleh didiamkan selama 2 jam
sampai terjadi pemisahan antara lapisan santan kental
(krim) dengan lapisan yang lebih encer (skim). Kedua
lapisan ini dipisahkan dengan menggunakan corong
pisah. Selanjutnya krim dimasukkan ke dalam kolom
yang telah berisi katalis padat, ditambahkan buffer fosfat
pH 7, diaduk selama 5 menit, lalu didiamkan selama 24
jam hingga terbentuk minyak. Campuran minyak, air,
dan blondo yang dihasilkan dialirkan keluar melalui
kran di ujung bawah kolom. Kemudian santan
berikutnya diasukkan ke dalam kolom untuk produksi
selanjutnya. Proses ini dilakukan berulang-ulang secara
terus menerus selama katalis padat masih aktif. Bila
perlu, setelah selesai satu proses, katalis padat dicuci
42

dengan mengalirkan air melalui kolom. Bagan alir


proses pembutan minyak kelapa dapat dilihat pada
gambar 4.4 dan disain alat fermentor, seperti tampak
pada gambar 4.5.
Daging buah
kelapa

Diparut

Parutan kelapa

 Ditambah air hangat,


 Diremas-remas
 Diperas

Santan Ampas

Didiamka
n 2 jam Sel S. Digunakan kembali
cerevisiae
amobil
Lapisan
krim  Dimasukkan ke
fermentor
 Ditambah buffer fosfat
Lapisan
pH 7
skim  Diaduk 5 menit
 Diinkubasi 24 jam, 30 oC

Minyak Sel S.
Air Blondo
kelapa cerevisiae
amobil

Gambar 4.4 Bagan alir proses pembuatan minyak kelapa


dengan sel S. cerevisiae amobil.
43

Krim kelapa
masuk

Tabung
fermentor




 Sel S. cerevisiae
 amobil (katalis
 padat)




 Kran saluran
 hasil fermentasi


Campuran minyak,
blondo & air keluar

Gambar 4.5 Disain fermentor untuk pembuatan minyak


kelapa dengan sel S. cerevisiae amobil
44

BAB 5
CONTOH HASIL PENELITIAN PEMBUATAN
MINYAK KELAPA FERMENTASI
MENGGUNAKAN S. cerevisiae AMOBIL

5.1 Volume, warna dan bau minyak yang dihasilkan


Volume (ml), warna serta bau minyak yang
dihasilkan melalui fermentasi di dalam kolom
menggunakan S. cerevisiae amobil sebagai katalis padat
dapat dilihat pada tabel 2. Dari tabel 2 dapat dilihat
bahwa volume minyak yang dihasilkan makin
meningkat dengan bertambahnya waktu fermentasi.
Tabel 2. Volume, warna dan bauh minyak yang
dihasilkan per 750 ml santan
Ferment Lama Fermentasi (jam)
Warna Bau
asi ke- 12 24 36
1 200 230 300 Bening Harum
2 180 200 280 Bening Harum
3 180 200 250 Bening Harum
4 95 100 150 Agak kuning Harum
5 73 100 145 Agak kuning Harum

(Jasman dan Widya., 2007)


45

Hal ini terjadi karena dengan bertambahnya waktu


fermentasi, kesempatan interaksi antara molekul-
molekul enzim yang dihasilkan ragi dengan molekul-
molekul pembungkus lemak juga makin bertambah.
Waktu interaksi yang lebih banyak berarti jumlah
molekul yang bereaksi juga akan lebih banyak sehingga
hasil reaksi akan lebih banyak pula. Sebaliknya,
bertambahnya frekuensi penggunaan katalis padat
menyebabkan makin kurangnya minyak yang
dihasilkan. Kejadian ini dapat diamati dari Tabel 2
dimana makin ke bawah dalam satu kolom, volume
minyak yang dihasilkan makin sedikit. Pengurangan
produksi minyak mungkin disebabkan oleh
berkurangnya aktivitas sel amobil sebagai katalis
(Utami, 2008). Selanjutnya pengurangan aktivitas sel
amobil kemungkinan disebabkan oleh kematian
sebagian sel-sel S. cerevisiae akibat berkurangnya
nutrisi di dalam medium fermentasi seiring dengan
bertambahnya umur biakan hingga melewati fase
stasioner dan memasuki fase kematian (Hidayat dkk.,
2006). Alasan ini paling masuk akal karena santan yang
46

difermentasi tidak diberi gula tambahan dan nutrisi lain


yang diperlukan untuk pertumbuhan ragi S. cerevisiae.
Seiring dengan bertambahnya frekuensi
penggunaan katalis padat, warna minyak juga mulai
berubah, dari yang bening pada fermentasi awalnya
menjadi agak kuning pada akhirnya. Warna minyak
dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu zat pewarna
alami dan zat hasil reaksi kimia dalam bahan minyak itu
sendiri. Zat pewarna alami yang ada di dalam bahan
seperti  dan  karoten, xanthofil, klorofil, dan
antosianin. Secara berturut-turut zat-zat warna ini
menyebabkan minyak berwarna kuning, kuning
kecoklatan, kehijau-hijauan, dan kemerah-merahan. Zat
warna dalam minyak disebabkan oleh oksidasi dan
degradasi komponen kimia yang terdapat di dalam
bahan (Qazuini, 1995). Adanya warna agak kuning pada
dua kali fermentasi terakhir dalam penelitian inimungkin
disebabkan oleh pengotor berupa hasil oksidasi
komponen kimia dalam santan yang menempel pada
dinding bagian dalamfermentor serta permukaan katalis
padat pada sesi fermentasi sebelumnya.
47

Bau minyak yang dihasilkan dari setiap kali


fermentasi masih tetap harum dalam rentang frekuensi
fermentasi yang dilakukan. Artinya, faktor bau tidak
terlalu banyak dipengaruhi oleh makin seringnya katalis
digunakan.
5.2 Kualitas minyak kelapa yang dihasilkan
5.2.1 Kadar air
Data mengenai kadar air dari minyak yang
dihasilkan dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Kualitas minyak kelapa yang dihasilkan dari
setiap kali fermentasi
Fermen Kadar air Angka Angka Angka
tasi ke- (%) iodium asam (%) peroksida
1 0,44 3,15 0,29 1,60
2 0,05 3,30 0,30 2,24
3 0,03 3,65 0,25 1,12
4 0,03 3,91 0,31 1,60
5 0,32 3,91 0,27 1,60
Rata-
0,17 3,58 0,28 1,63
rata

(Jasman dan Widya., 2007)

Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa kadar air


minyak yang dihasilkan bervariasi namun tidak
48

mempunyai pola tertentu yang dapat dikaitkan dengan


frekuensi penggunaan katalis. Oleh karena itu, variasi
tersebut nampaknya semata-mata disebabkan oleh faktor
teknis.
5.2.2 Bilangan iod
Data yang diperoleh pada penentuan bilangan
iod dapat dilihat pada tabel 3. Dari tabel tersebut dapat
dilihat bahwa bilangan iodium minyak yang dihasilkan
sangat rendah, yaitu rata-rata hanya 3,58, bila
dibandingkan dengan harga bilangan iodium untuk
minyak bukan pengering (bilangan iodium antara 8 –
10). Rendahnya angka iodium ini menunjukkan bahwa
minyak kelapa yang dihasilkan sebagian besar terdiri
atas asam lemak jenuh. Hal ini sejalan dengan data pada
Tabel 1 yang menunjukkan bahwa minyak kelapa terdiri
atas kira-kira 92% asam lemak jenuh, terutama asam
laurat.
5.2.3 Bilangan Asam
Data bilangan asam dari minyak yang diperoleh
dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3 menunjukkan bahwa
bilangan asam dari minyak hasil fermentasi dengan
katalis padat lebih kecil bila dibandingkan dengan angka
49

maksimum yang ditetapkan Standar Industri Indonesia


(SII) yaitu 5,0%. Ini berarti bahwa minyak yang
diperoleh mempunyai kualitas yang baik
5.2.4 Bilangan Peroksida
Data pada tabel 3 menunjukkan bahwa minyak
yang dihasilkan mempunyai bilangan peroksida rata-rata
1,63. Nilai ini menunjukkan bahwa minyak kelapa yang
dihasilkan dalam penelitian tersebut mempunyai kualitas
yang baik bila dibandingkan dengan minyakkelapa
murni (VCO = virgin coconut oil) di pasaran maupun
minyak kelapa biasa. Bilangan peroksida minyak kelapa
murni di pasaran rata-rata sebesar 5,84 (Cristianti dan
Prakosa, 2009) dan minyak kelapa biasa dapat memiliki
bilangan peroksida sampai 10 (Rindengan dan Hengki,
2004)
Berdasarkan hasil pengukuran parameter-
parameter di atas, dapat disimpulkan bahwa kualitas
minyak kelapa yang dihasilkan melalui metode
fermentasi menggunakan Saccharomyces cerevisiae
amobil sebagai katalis padat sangat baik. Oleh karena
itu, metode ini dapat dikembangkan untuk membuat
minyak kelapa yang lebih bermutu.
50

BAB 6
PENUTUP

Minyak kelapa dapat diproduksi dengan


menggunakan metode fermentasi menggunakan S.
cerevisiae amobil sebagai katalis padat. Dengan
menggunakan metode ini, ragi dapat dipergunakan
berulang-ulang sehingga menghemat penggunaan ragi.
Di samping itu, minyak yang dihasilkan tidak banyak
bercampur dengan sel-sel ragi, sehingga proses
penjernihan lebih mudah.
Kualitas minyak yang dihasilkan melalui teknik
fermentasi menggunakan katalis padat ini jauh lebih
baik daripada kualitas minyak yang dihasilkan dengan
metode tradisional. Selain itu,metode fermentasi ini
lebih ramah lingkungan karena tidak memerlukan
pemanasan yang mengancam kelestarian hutan dan tidak
menimbulkan emisi gas CO2 (gas rumah kaca) akibat
pemakaian kayu bakar.
Teknik pembuatan minyak kelapa fermentasi
menggunakan S. cerevisiae sebagai katalis padat cukup
sederhana. Dengan demikian maka teknik ini dapat
51

diterapkan dalam industri rumah tangga (home industry)


maupun industri besar.
52

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, Kelapa, id.wikipedia.org/wiki/kelapa (internet)


diakses tanggal 18 Desember 2014.

Birosel, D. M., 1955. High quality water white coconut


oil of the physicochemical process, U. S. Patent
of fice Serial No. 540588.

Chibata, I., 1978, Immobilized enzymes, Kodansha Ltd.,


Tokyo, Japan.

Cristianti, L. dan Prakosa, A.H., 2009, Pembuatan


minyak kelapa murni (virgin coconut oil )
menggunakan fermentasi ragi tempe, Tugas
akhir teknik kimia, Fakultas teknik, Universitas
sebelas maret, Surakarta.

Eskin, N. A, M. dan Henderson, H. M., 1973,


Biochemistry of Food, Academic Press, New
York.

Fife, B., 2005, Coconut oil miracle, PT. Bhuana Ilmu


Populer, Jakarta.

Godfrey, T. dan Reichet, J., 1983, Industrial


Enzimology, Stockton Press, New York.

Hidayat, N., Padaga, M.C., dan Suhartini, S., 2006,


Mikrobiologi Industri, Andi, Yogyakarta.
53

Jasman dan Widya, A., 2007, Studi penggunaan


Saccharomyces cereviceae amobil sebagai
katalis padat pada pembuatan minyak kelapa,
Laporan penelitian dosen muda, FKIP
Universitas Nusa Cendana, Kupang.

Rochintaniawati, D., Pembuatan minyak kelapa secara


fermentasi,
http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PE
ND._BIOLOGI/ (internet), diakse tanggal 16
Desember 2014.

Lestari, F. A., 2014, Manfaat kelapa bagi kehidupan,


http://ayugfe100993.blogspot.com/ (internet)
diakses tanggal 28 Februari 2015.

Qazuini, M., 1993, Proses pembentukan bau pada


minyak kelapa, lombok, Liberty, Yogyakarta.

Rindengan, B., dan Hengky, N., 2004, Pembuatan &


pemanfaatan Minyak Kelapa Murni, Penebar
Swadaya, Jakarta.

Suhadijono dan Syamsiah, S., 1987, Pembuatan minyak


kelapa dengan cara fermentasi, Makalah
Teknologi Fermentasi, Lanjuran Simposium
Bioproses dalam Industri Pangan, PAU pangan
dan gizi UGM dan Penerbit Liberty,
Yogyakarta.

Utami, 2008, Pengambilan minyak kelapa dengan proses


fermentasi menggunakan scharomyces
54

cerevicerae amobil, Jurnal Penelitian Ilmu


Teknik No.2 Desember 2008 : 86-95.

Winarno, F.G., 1995. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia


Pustaka Utama. Jakarta.
55

Tentang Penulis
Penulis menyelesaikan pendidikan S1 pada
Jurusan Pendidikan Kimia IKIP Ujung Pandang pada
tahun 1993. Selanjutnya, pendidikan S2 pada Program
Studi Ilmu Kimia Universitas Hasanuddin diselesaikan
pada tahun 2002 dan pendidikan S3 dalam bidang
bioteknologi diselesaikan di Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta pada tahun 2014.

Penulis adalah salah satu staf pengajar pada


Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas
Nusa Cendana Kupang sejak tahun 1994 sampai saat ini.
Selama bertugas sebagai dosen. Sejak tahun 2003
sampai 2012 produktif dalam melakukan penelitian dan
pengabdian masyarakat dengan judul penelitian dan
pengabdian yang relevan dengan buku ini dan sering
pula melibatkan mahasiswa sebagai penelitian Skripsi.
Pengalaman lainnya Penulis banyak mengikuti kegiatan
seminar baik nasional maupun internasional serta
banyak menulis pada jurnal baik terakreditasi maupun
tidak terakreditasi Nasional.
56

Tentang Editor (Netti Herawati)

Editor (Netti Herawati) menyelesaikan


pendidikan S1 pada Jurusan Pendidikan Kimia IKIP
Ujung Pandang pada tahun 1997. Selanjutnya,
pendidikan S2 pada Program Studi Ilmu Kimia
Universitas Hasanuddin diselesaikan pada tahun 2000
dan pendidikan S3 dalam bidang Kimia Organik
diselesaikan di Universitas Hasanuddin pada tahun
2010.

Penulis adalah salah satu staf pengajar pada


Jurusan Kimia FMIPA UNM sejak tahun 2005 sampai
saat ini. Selama bertugas sebagai dosen, sejak tahun
2014 sampai 2015 produktif dalam melakukan
penelitian dan pengabdian masyarakat dengan judul
penelitian dan pengabdian yang relevan dengan buku ini
dan sering pula melibatkan mahasiswa dalam
pengabdian kepada masyarakat dalam bentuk KKN-
PPM DP2M Dikti. Pengalaman lainnya Penulis banyak
mengikuti kegiatan seminar baik nasional maupun
internasional serta banyak menulis pada jurnal baik
terakreditasi maupun tidak terakreditasi Nasional.
57

Tentang Editor (Muhammad Rakib Sanusi)

Editor (Muhammad Rakib Sanusi)


menyelesaikan pendidikan S1 pada Jurusan Pendidikan
Ekonomi IKIP Ujung Pandang pada tahun 1997.
Selanjutnya, pendidikan S2 pada Program Studi
Komunikasi Pembangunan Universitas Hasanuddin
diselesaikan pada tahun 2002 dan pendidikan S3 dalam
bidang Pendidikan Ekonomi diselesaikan di Universitas
Negeri Malang pada tahun 2009.

Penulis adalah salah satu staf pengajar pada


Jurusan Ekonomi FE UNM sejak tahun 2000 sampai
saat ini. Penulis memegang jabatan sebagai Ketua Pusat
KKN LPM UNM sampai sekarang. Selain itu juga
bertugas sebagai dosen, penulis telah beberapa kali
terlibat dalam pengabdian masyarakat yang berkaitan
dengan pembuatan minyak kelapa baik sebagai anggota
dan ketua pada IbM, KKN-PPM DP2M Dikti.
Pengalaman lainnya Penulis banyak mengikuti kegiatan
seminar baik nasional maupun internasional serta
banyak menulis pada jurnal baik terakreditasi maupun
tidak terakreditasi Nasional.
58

Tentang Editor (Muhammad Syahrir Gassa)


Editor (Muhammad Syahrir Gassa) menyelesaikan
pendidikan S1 pada Jurusan Pendidikan Kimia IKIP Ujung
Pandang pada tahun 1999. Selanjutnya, pendidikan S2 pada
Program Studi Ilmu Kimia Universitas Hasanuddin
diselesaikan pada tahun 2001 dan pendidikan S3 dalam
bidang Ilmu Kimia konsentrasi Kimia Lingkungan
diselesaikan di Universitas Gadjah Mada pada tahun 2015.

Penulis adalah salah satu staf pengajar pada Jurusan


Kimia FMIPA UNM sejak tahun 2005 sampai saat ini.
Selama bertugas sebagai dosen, sejak tahun 2013 sampai
2015 produktif dalam melakukan penelitian dan pengabdian
masyarakat dengan judul penelitian dan pengabdian yang
relevan dengan buku ini dan sering pula melibatkan
mahasiswa dalam pengabdian kepada masyarakat dalam
bentuk IbM dan KKN-PPM DP2M Dikti. Pengalaman
lainnya Penulis banyak mengikuti kegiatan seminar baik
nasional maupun internasional serta banyak menulis pada
jurnal baik terakreditasi maupun tidak terakreditasi Nasional.
Penulis banyak pula menulis buku-buku SLTA dan SD serta
menulis Kimia Dasar dengan judul “ATOM Kimia untuk
Universitas Jilid 1 dan 2 yang diterbitkan oleh CV Telaga
Zamzam Makassar. Selain tugas utama mengajar pada
Jurusan Kimia FMIPA UNM, juga pernah mengabdi pada
SMK YPLP PGRI Balang Boddong Makassar, SMA/SMK
Tut Wuri Handayani, SMU Gunung Sari Makassar, STIPI
YAPI Pinrang cabang Pangkep, AAK Yapika Makassar,
STIKPER Gunung Sari Makassar, Prodi Pendidikan Fisika
59

FKIP UNISMUH Makassar, serta STIKES Panakukang


Makassar.

Anda mungkin juga menyukai