Anda di halaman 1dari 136

ASWANDY

HERBUDIMAN
IMAM ASCHURI
RULLI RANASTRA IRAWAN
YATI MULYATI

PENILAIAN BEBAN,
PENYELIDIKAN JEMBATAN,
PERENCANAAN PERLETAKAN DAN
SAMBUNGAN LANTAI
PENILAIAN BEBAN,
PENYELIDIKAN JEMBATAN,
PERENCANAAN PERLETAKAN DAN
SAMBUNGAN LANTAI

Penyusun
Aswandi, Herbudiman
Imam Aschuri
Rulli Ranastra Irawan
Yati Mulyati

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN JALAN DAN JEMBATAN


Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Pekerjaan Umum
www.pusjatan.pu.go.id
PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN,
PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI

Aswandy, Herbudiman, Imam Aschuri, Rulli Ranastra Irawan, Yati Mulyati.


Puslitbang Jalan dan Jembatan
Desember 2011

Pusat Litbang Jalan dan Jembatan (Pusjatan) adalah institusi riset


Cetakan Ke-1 2011, 266 halaman
yang dikelola oleh Badan Litbang Kementerian Pekerjaan Umum Republik
© Pemegang Hak Cipta Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan Indonesia. Lembaga ini mendukung Kementerian PU dalam menyelenggara-
kan jalan di Indonesia dengan memastikan keberlanjutan keahlian, pengem-
No. ISBN : 978-602-8256-31-5 bangan inovasi, dan nilai-nilai baru dalam pengembangan infrastruktur.
Kode Kegiatan : 12-PPK2-01-107-11
Kode Publikasi : IRE-TR-008/ST/2011 Pusjatan memfokuskan dukungan kepada penyelenggara jalan di Indo-
Kata kunci : jembatan, penilaian beban, penyelidikan jembatan, perletakan nesia, melalui penyelenggaraan litbang terapan untuk menghasilkan ino-
vasi teknologi bidang jalan dan jembatan yang bermuara pada standar,
Ketua Program Penelitian:
pedoman, dan manual. Selain itu, Pusjatan mengemban misi untuk melaku-
Panji Krisna Wardana, Puslitbang Jalan dan Jembatan)
kan advis teknik, pendampingan teknologi, dan alih teknologi yang memung-
Ketua Sub Tim Teknis: kinkan infrastruktur Indonesia menggunakan teknologi yang tepat guna.
Redrik Irawan, Puslitbang Jalan dan Jembatan)

Naskah ini disusun dengan sumber dana APBN Tahun 2011, pada Paket Kerja KEANGGOTAAN TIM TEKNIS & SUB TIM TEKNIS
Penyusunan Naskah Ilmiah Teknologi Jembatan (Peraturan Jembatan untuk Perletakan dan
Hubungan Lantai untuk Jembatan,Penilaian Beban utk Jembatan dan Panduan Investigasi Tim Teknis
untuk Pembangunan Jembatan).
Prof. (R). DR. Ir. M.Sjahdanulirwan, M.Sc. Ir. Yayan Suryana, M.Sc
Pandangan yang disampaikan di dalam publikasi ini tidak menggambarkan pandangan Ir. Agus Bari Sailendra, MT DR. Ir. Rudy Hermawan, M.Sc
dan kebijakan Kementerian Pekerjaan Umum, unsur pimpinan, maupun institusi
Ir. I Gede Wayan Samsi Gunarta, M.Appl.Sc Ir. Saktyanu, M.Sc
pemerintah lainnya.
DR. Ir. Dadang Mohammad , M.Sc Ir. Herman Darmansyah
Kementerian Pekerjaan Umum tidak menjamin akurasi data yang disampaikan dalam DR. Ir. Poernomosidhi, M.Sc Ir. Rachmat Agus
publikasi ini, dan tanggung jawab atas data dan informasi sepenuhnya dipegang DR. Drs. Max Antameng, MA DR. Ir. Hasroel, APU
oleh penulis. DR. Ir. Hedy Rahadian, M.Sc DR. Ir. Chaidir Amin, M.Sc
Ir. Iwan Zarkasi, M.Eng.Sc
Kementerian Pekerjaan Umum mendorong percetakan dan memperbanyak informasi Prof. (R). Ir. Lanneke Tristanto Sub Tim Teknis
secara eksklusif untuk perorangan dan pemanfaatan nonkomersil dengan pemberitahuan Prof. (R). DR. Ir. Furqon Affandi, M. Sc
yang memadai kepada Kementerian Pekerjaan Umum. Pengguna dibatasi dalam menjual Ir. GJW Fernandez Redrik Irawan, ST., MT.
kembali, mendistribusikan atau pekerjaan kreatif turunan untuk tujuan komersil tanpa izin
Ir. Joko Purnomo, MT Prof. (R). Ir. Lanneke Tristanto
tertulis dari Kementerian Pekerjaan Umum.
Ir. Soedarmanto Darmonegoro DR. Mardiana Oesman
Ir. Lanny Hidayat, M.Si DR. Soemargo
Diterbitkan oleh: Ir. Moch. Tranggono, M.Sc DR. Johanes Adhiyoso
Kementerian Pekerjaan Umum DR. Ir. Djoko Widayat, M.Sc DR. Paulus Kartawijaya
Badan Penelitian dan Pengembangan Redrik Irawan, ST., MT. Herbudiman, ST., MT.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan DR. Ir. Didik Rudjito, M.Sc DR.Aswandy
Jl. A.H. Nasution No. 264 Ujungberung – Bandung 40293 DR. Ir. Triono Jumono, M.Sc DR. Bambang Hari Prabowo
Ir. Palgunadi, M.Eng, Sc Agus Sulistijawan, S.Si
Pemesanan melalui:
DR. Ir. Doni J. Widiantono, M.Eng.Sc DR. Transmissia Semiawan
Perpustakaan Puslitbang Jalan dan Jembatan
info@pusjatan.pu.go.id Ir. Teuku Anshar Ir. Koesno Agus
Ir. Hendro Mulyono Ir.Wahyudiana
Ir. Gandhi Harahap, M.Eng.Sc Ir. Rahadi Sukirman
DR. Ir. Theo. A. Najoan Ir. Roeseno Wirapradja, M.Sc.
iv v

Kata Pengantar

N
askah ini disusun sebagai luaran dari kegiatan penelitian yang dilaksanakan di
Balai Jembatan dan Bangunan Pelengkap Jalan. Substansi yang ingin disampai-
kan oleh penulis dalam naskah ini mencakup 3 (tiga) aspek yang merupakan
bagian kecil dalam Sistem Manajemen Jembatan (BMS) yang sudah terbit sejak tahun
1993, yaitu tentang Penilaian Beban (Load Rating), Penyelidikan Jembatan (Investigation)
untuk keperluan pembangunan jembatan baru dan Perencanaan (Design) Perletakan dan
Sambungan Lantai.
Alasan utama perlunya pembahasan tentang Penilaian Beban adalah bertambahnya
usia jembatan yang berbanding lurus dengan pertumbuhan beban lalu lintas namun
berbanding terbalik dengan kekuatan layan dari jembatan itu sendiri, sehingga dapat
meningkatkan risiko rusak/runtuhnya jembatan akibat beban lalu lintas. Sementara
Penyelidikan Jembatan perlu dibahas karena statistik menunjukkan penyebab mayoritas
runtuhnya jembatan di Indonesia adalah permasalahan pada bangunan bawah akibat
kegiatan penyelidikan tanah dan sebagainya yang kurang diperhatikan. Sama halnya
dengan usia perletakan dan sambungan lantai jembatan yang relatif sangat singkat dan
tidak sesuai dengan usia layan dari jembatan akibat perencanaan yang kurang matang dan
tidak sinkron dengan pelaksanaan dan pengendalian mutunya.
Semoga dengan isi yang dibahas di dalam naskah ini dapat lebih membuka wawasan
para pemangku kepentingan maupun penulis sendiri dalam membantu mewujudkan
infrastruktur transportasi di Indonesia yang lebih handal.

Penyusun
Aswandy, Herbudiman, Imam Aschuri,
Rulli Ranastra Irawan, Yati Mulyati

FOOTER TITLE
vi vii

Daftar Isi Bab 5 Aspek Penyelidikan Tanah terhadap Perencanaan


Jembatan_____________________________________________ 211
5.1 Pendahuluan....................................................................................................................211
5.2 Outline Penyelidikan Tanah.........................................................................................219
Puslitbang Jalan dan Jembatan______________________________ iii 5.3 Daftar Pustaka.................................................................................................................222
Kata Pengantar___________________________________________ v Bab 6 Perletakan___________________________________________ 225
Daftar Isi_________________________________________________ vi 6.1 Jenis Perletakan...............................................................................................................226
Daftar Gambar____________________________________________ vii 6.2 Desain Perletakan...........................................................................................................232
Daftar Tabel______________________________________________ xii 6.3 Daftar Pustaka.................................................................................................................238
Bab 1 Pendahuluan_________________________________________ 17 Bab 7 Expansion Joint (Sambungan Siar Muai)__________________ 241
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................17 7.1 Jenis Sambungan Siar Muai..........................................................................................242
1.2 Maksud dan Tujuan .......................................................................................................18 7.2 Kriteria Umum Pemilihan Sambungan Siar Muai.................................................244
1.3 Ruang Lingkup ...............................................................................................................18 7.3 Pemilihan Sambungan Siar Muai...............................................................................247
1.4 Sistematika Penulisan ...................................................................................................20 7.4 Pemasangan......................................................................................................................261
1.5 Daftar Pustaka.................................................................................................................20 7.5 Daftar Pustaka.................................................................................................................266
Bab 2 Penilaian Beban______________________________________ 23
2.1 Pendahuluan....................................................................................................................23
2.2 Pedoman Penilaian Beban BMS 1992.......................................................................24 Daftar Gambar
2.3 Pedoman Penilaian Beban berdasarkan AASHTO (Manual for Condition
Evaluation and Load and Resistance Factor Rating (LRFR) for Highway Gambar 2.1 - Skema Alur Penilaian Beban...............................................................................25
Bridges) ............................................................................................................................46 Gambar 2.2 - Skema alur perhitungan beban ekivalen..........................................................26
2.4 Daftar Pustaka.................................................................................................................55 Gambar 2.3 - WN untuk bentang pendek.................................................................................27
Bab 3 Aspek Umum dalam Penyelidikan Jembatan______________ 57 Gambar 2.4 - WN untuk bentang sedang dan panjang...........................................................27
3.1 Pendahuluan ...................................................................................................................57 Gambar 2.5 - QS Bina Marga 1970 untuk bentang Pendek...................................................37
3.2 Maksud dan Tujuan .......................................................................................................58 Gambar 2.6 - QS Bina Marga 1970 untuk bentang Sedang Dan Panjang..........................38
3.3 Pemilihan Lokasi Jembatan..........................................................................................58 Gambar 2.7 - Reduksi Penilaian Beban Kelebihan Aspal......................................................40
3.4 Daftar Pustaka.................................................................................................................70 Gambar 2.8 - Panjang Dasar Ekuivalen.....................................................................................43
Bab 4 Aspek Sumber Daya Air terhadap Perencanaan Jembatan__ 73 Gambar 2.9 - Diagram alir untuk penilaian beban.................................................................49
4.1 Umum................................................................................................................................73 Gambar 3.1 - Alinyemen Tegak Lurus Dibandingkan Alinyemen Miring.......................59
4.2 Hidrologi...........................................................................................................................74 Gambar 3.2 - Pertimbangan Jembatan dan Jalan....................................................................60
4.3 Hidraulika.........................................................................................................................77 Gambar 3.3 - Tipe-tipe Jembatan Secara Umum Terhadap Banjir.....................................62
4.4 Peramalan Gerusan........................................................................................................145 Gambar 3.4 - Struktur Di daerah Banjir....................................................................................65
4.5 Perlindungan terhadap Gerusan.................................................................................180 Gambar 3.5 - Jembatan selama Banjir........................................................................................66
4.6 Daftar Pustaka.................................................................................................................203 Gambar 3.6 - Daerah Aliran Air..................................................................................................67
viii ix

Gambar 4.1 - Skema Klasifikasi Sumber Daya.........................................................................72 Gambar 4.3.28 - Kedalaman Tinggi Tekan Air untuk Gorong-gorong Pipa Beton
Gambar 4.3.1 - Karakteristik Aliran Saluran Terbuka...........................................................79 dengan Pengendali Masukan........................................................................129
Gambar 4.3.2 - Sketsa Definisi Tinggi Tekan Spesifik............................................................80 Gambar 4.3.29 - Kedalaman Tinggi Tekan Air untuk Gorong-gorong Pipa Baja
Gambar 4.3.3 - Garis Aliran untuk Pelintasan Normal Tipikal...........................................86 Gelombang dengan Pengendali Masukan.................................................130
Gambar 4.3.4 - Pelintasan Normal - Pangkal dengan Tembok Sayap..............................87 Gambar 4.3.30 - Kedalaman Tinggi Tekan Air untuk Gorong-gorong Persegi Beton
Gambar 4.3.5 - Pelintasan Normal - Pangkal Kolom Terbuka..........................................87 Mengalir Penuh dengan Pengendali Keluaran n = 0.012.......................131
Gambar 4.3.6 - Jenis Aliran yang Tercakup............................................................................89 Gambar 4.3.31 - Kedalaman Tinggi Tekan Air untuk Gorong-gorong Pipa Beton
Gambar 4.3.7 - Perkiraan α2.......................................................................................................94 Mengalir Penuh dengan Pengendali Keluaran n = 0.012.......................132
Gambar 4.3.8 - Kurva Dasar Koefisien Arus Balik (Aliran Subkritis).............................96 Gambar 4.3.32 - Kedalaman Tinggi Tekan Air untuk Gorong-gorong Pipa Baja
Gambar 4.3.9 - Peningkatan Koefisien Arus Balik untuk Pilar.........................................97 Bergelombang Standar Mengalir Penuh dengan Pengendali
Gambar 4.3.10 - Peningkatan Koefisien Arus Balik untuk Eksentrisitas..........................99 Keluaran n = 0.014...........................................................................................133
Gambar 4.3.11 - Pelintasan Miring.............................................................................................99 Gambar 4.3.33 - Kedalaman Tinggi Tekan Air untuk Pelat Struktural Baja
Gambar 4.3.12 - Peningkatan Koefisien Arus Balik untuk Kemiringan...........................100 Gorong-gorong Pipa Baja Bergelombang Mengalir Penuh dengan
Gambar 4.3.13 - Perbandingan Panjang Proyeksi Normal terhadap Jembatan untuk n = 0.0328 sampai 0.0302...............................................................................134
Arus Balik Ekuivalen (Pelintasan Miring).................................................100 Gambar 4.3.34 - Kedalaman Kritis dc – Penampang Persegi................................................135
Gambar 4.3.14 - Pengaruh Penggerusan pada Alur Air di Jembatan.................................102 Gambar 4.3.35 - Kedalaman Kritis dc – Pipa Sirkular............................................................137
Gambar 4.3.15 - Faktor Koreksi untuk Penggerusan Arus Balik........................................102 Gambar 4.3.36 - Koefisien Debit untuk Aliran yang Melewati Timbunan
Gambar 4.3.16 - Kasus 1 - Koefisien Debit untuk Gelagar Sebelah di Udik Badan Jalan........................................................................................................138
pada Aliran........................................................................................................104 Gambar 4.3.37 - Penampang Melintang Pelintasan Banjir Tipikal.....................................142
Gambar 4.3.17 - Kasus 2 - Koefisien Debit untuk Gelagar di Sebelah Udik Gambar 4.3.38 - Kecepatan Melewati Pelintasan Banjir Tipikal.........................................143
pada Aliran........................................................................................................104 Gambar 4.4.1 - Terminologi Gerusan Pada Alur Bukaan Jembatan................................146
Gambar 4.3.18 - Kurva Koefisien Arus Balik Sementara untuk Aliran Jenis ll...............105 Gambar 4.4.2 - Ketentuan Luas Alur Bukaan Jembatan untuk Membatasi
Gambar 4.3.19 - Penampang Melintang Sungai Dilokasi Jembatan Kecepatan Aliran.............................................................................................149
(dilihat dari udik sungai)................................................................................111 Gambar 4.4.3 - Bentuk Umum dari Lubang-lubang Gerusan Lokal pada Pilar...........155
Gambar 4.3.20 - Contoh Perhitungan – Lengkung Debit.....................................................115 Gambar 4.4.4 - Gerusan pada Tanggul Badan Jalan Pendekat..........................................159
Gambar 4.3.21 - Contoh Penampang Melintang di Jembatan.............................................115 Gambar 4.4.5 - Gerusan pada Tanggul badan jalan dan Pilar Terdekat..........................159
Gambar 4.3.22 - Gorong-gorong dengan Pengendali Masukan.........................................117 Gambar 4.4.6 - Formasi Aliran Spiral Tapal Kuda pada Mar Silinder.............................160
Gambar 4.3.23 - Gorong-gorong dengan Pengendali Masukan.........................................119 Gambar 4.4.7 - Hubungan Antara Kedalaman Gerusan dan Kecepatan
Gambar 4.3.24 - Terminologi untuk Kondisi Aliran Penuh.................................................120 Aliran Pendekat................................................................................................160
Gambar 4.3.25 - Muka Air Hilir Diatas Puncak Gorong-gorong.......................................121 Gambar 4.4.8 - Batas Mulai Bergeraknya Partikel Dasar....................................................161
Gambar 4.3.26 -Muka Air Hilir Dibawah Puncak Gorong-gorong...................................122 Gambar 4.4.9 - Pola Aliran pada Pilar Silinder.....................................................................162
Gambar 4.3.27 - Kedalaman Tinggi Tekan Air untuk Gorong-gorong Persegi Gambar 4.4.10 - Hubungan Antara f3 dan Sudut yang Dibentuk oleh Arah Pilar
dengan Pengendali Masukan........................................................................128 dan Arah Aliran Pendekat α..........................................................................166
x xi

Gambar 4.4.11 - Pola Aliran pada Pangkal Jembatan Tipikal..............................................167 Gambar 6.2 - Roller bearing...................................................................................................226
Gambar 4.4.12 - Usulan kecepatan aliran rata-rata untuk menggerakkan butir Gambar 6.3 - Rocker bearing.................................................................................................227
material dasar sungai yang tidak berkohesi dalam kaitannya Gambar 6.4 - Rocker bearing.................................................................................................227
dengan ukuran butir material dan kedalaman aliran.............................174 Gambar 6.5 - Knuckle bearing...............................................................................................227
Gambar 4.4.13 - Berbagai Alternatif Pembagian Ulang Luas Tampang Gambar 6.6 - Leaf bearing.......................................................................................................228
Melintang Alur Bukaan Jembatan Yang Tergerus Secara Grafis..........175 Gambar 6.7 - Leaf bearing.......................................................................................................228
Gambar 4.5.1 - Perlindungan Fundasi Pilar...........................................................................182 Gambar 6.8 - Link bearing......................................................................................................228
Gambar 4.5.2 - Denah Perlindungan Fundasi Pilar ............................................................182 Gambar 6.9 - Sliding bearing..................................................................................................229
Gambar 4.5.3 - Gerusan di Sekitar Tanggul Pengarah.........................................................183 Gambar 6.10 - Leaf bearing.......................................................................................................229
Gambar 4.5.4 - Detail Tanggul Pengarah................................................................................184 Gambar 6.11 - Disc bearing......................................................................................................230
Gambar 4.5.5 - Grafik untuk Menentukan Panjang Tanggul Pengarah..........................185 Gambar 6.12 - Elastomer bearing............................................................................................230
Gambar 4.5.6 - Tanggul Pengarah Tipikal dengan Perlindungan Riprap dan Gambar 6.13 - Concrete hinges................................................................................................231
Lantai Menurun...............................................................................................191 Gambar 6.14 - Sliding bearing geometry...............................................................................233
Gambar 4.5.7 - Metoda Perlindungan Perkuatan Tebing Terhadap Pengikisan...........194 Gambar 6.15 - Sliding bearing geometry, AASTHO LRFD Bridge Design (2003).....235
Gambar 4.5.8 - Pengaturan Krib Tipikal.................................................................................197 Gambar 7.1 - Compression seals...........................................................................................242
Gambar 4.5.9 - Efek dari Tanggul Penutup yang Tidak Tegak Lurus Bantaran.............199 Gambar 7.2 - Strip seals...........................................................................................................243
Gambar 4.5.10 - Penggunaan Tanggul Pengarah Tunggal dan Ganda..............................200 Gambar 7.3 - Modular expansion joint...............................................................................243
Gambar 5.1 - Piechart Cakupan Pedoman Penyelidikan Tanah....................................215 Gambar 7.4 - Asphaltic plug joint.........................................................................................243
Gambar 5.2 - Piechart Pedoman Acuan..............................................................................215 Gambar 7.5 - Kemiringan Siar Muai....................................................................................245
Gambar 5.3 - Piechart Kewenangan.....................................................................................215 Gambar 7.6 - Beban lajur D (TD)..........................................................................................246
Gambar 5.4 - Piechart Klasifikasi Jembatan.......................................................................216 Gambar 7.7 - Contoh Ukuran Detail dan tampak atas dari Compression Seal.........252
Gambar 5.5 - Piechart Klasifikasi Tanah..............................................................................216 Gambar 7.8 - Contoh Ukuran Detail dan tampak samping dari Compression
Gambar 5.6 - Piechart Prioritas Pengujian..........................................................................216 Seal......................................................................................................................253
Gambar 5.7 - Piechart Jumlah Titik Minimum Pengambilan Sampel Gambar 7.9 - Contoh potongan dari Compression Seal.................................................254
Jembatan Sementara.......................................................................................217 Gambar 7.10 - Contoh potongan dari Compression Seal bagian trotoar......................255
Gambar 5.8 - Piechart Jumlah Titik Minimum Pengambilan Sampel Gambar 7.11 - Contoh potongan dari Compression Seal pada bagian trotoar...........255
Jembatan Tetap.................................................................................................217 Gambar 7.12 - Contoh Pelat Penutup Siar Muai..................................................................255
Gambar 5.9 - Piechart Jumlah Titik Minimum Pengambilan Sampel Gambar 7.13 - Contoh ukuran detail design tampak atas dari strip seal.......................256
Jembatan Penting.............................................................................................217 Gambar 7.14 - Contoh potongan dari strip seal...................................................................257
Gambar 5.10 - Kebutuhan Data Tanah..................................................................................218 Gambar 7.15 - Contoh tampak samping dari strip seal.....................................................257
Gambar 5.11 - Piechart Penyelidikan Tanah di Lapangan................................................218 Gambar 7.16 - Contoh ukuran detail design tampak atas dari Modular Joint.............258
Gambar 5.12 - Piechart Penyelidikan Tanah di Laboratorium.........................................218 Gambar 7.17 - Contoh ukuran detail design dan tampak samping dari
Gambar 6.1 - Roller bearing...................................................................................................226 Modular Joint...................................................................................................259
xii xiii

Gambar 7.18 - Contoh potongan Asphaltic Plug Joint..........................................................260 Tabel 4.3.14 Pengaman Batu untuk Pelintasan Banjir ...........................................................145
Gambar 7.19 - Angkur siar muai yang terlepas dari beton...................................................265 Tabel 4.4.1 Perkiraan kecepatan aliran yang dapat mengakibatkan terjadinya
Gambar 7.20 - Putusnya “finger” pada siar muai.....................................................................265 gerusan.......................................................................................................................150
Tabel 4.4.2 Perkiraan Kecepatan Aliran Maksimum Rencana yang Diijinkan.............151
Tabel 4.4.3 Nilai-nilai Silt Factor Lacey...................................................................................153
Daftar Tabel Tabel 4.4.4 Faktor Pengali untuk Kedalaman Gerusan Maksimum................................154
Tabel 4.4.5 Koefisien Gerusan Lokal CL untuk Pilar-pilar pada Tanah Lanau
Tabel 1.1 Identifikasi status revisi buku dalam BMS........................................................19 Yang Tidak Berkohesi dan Pasir yang Diletakkan Sejajar dengan
Tabel 2.1 Beban Biasa Equivalen WN....................................................................................28 Arah Aliran...............................................................................................................157
Tabel 2.2 Beban Luar Biasa Equivalen WE..........................................................................30 Tabel 4.4.6 Koefisien Arah Cs untuk Pilar-Pilar yang Arahnya Miring/Membentuk
Tabel 2.3 Jembatan Beton – Besaran Asumsi Karakteristik............................................44 Sudut θ terhadap Arah Aliran..............................................................................158
Tabel 2.4 Faktor Kondisi Bangunan Atas............................................................................45 Tabel 4.4.7 Perkiraan Gerusan Lokal untuk Pilar-Pilar Berbentuk Silinder pada
Tabel 2.5 Faktor Kondisi Bangunan Lantai.........................................................................45 Tanah yang Tidak Berkohesi.................................................................................163
Tabel 2.6 Batas kekuatan dan faktor beban untuk penilaian beban..............................47 Tabel 4.4.8 Kedalaman Gerusan untuk Pilar pada Tanah Berkohesi...............................164
Tabel 2.7 Kekuatan Tekan minimum...................................................................................54 Tabel 4.4.9 Faktor Bentuk Tampang Pilar, f2...........................................................................165
Tabel 2.8 Tegangan Tarik Minimum Baja Tulangan ........................................................54 Tabel 4.4.10 Faktor Pengali untuk Memperkirakan Kedalaman Gerusan pada
Tabel 2.9 Minimum mechanical properties of structural steel by year Pangkal Jembatan dan Bangunan Pengendali Sungai....................................168
of construction.........................................................................................................54 Tabel 4.4.11 Metoda Kecepatan Aliran Rata-rata untuk Memperkirakan
Tabel 4.2.1 Periode Ulang Banjir Rencana.............................................................................75 Kedalaman Gerusan Kontraksi............................................................................171
Tabel 4.3.1 Koefisien Kekasaran Manning n untuk Sungai Kecil.....................................83 Tabel 4.4.12 Metoda Kecepatan Kompeten untuk Memperkirakan
Tabel 4.3.2 Koefisien Kekasaran Manning n untuk Dataran Banjir.................................84 Kedalaman Gerusan Kontraksi............................................................................172
Tabel 4.3.3 Koefisien Kekasaran Manning n untuk Sungai Besar.....................................84 Tabel 4.4.13 Petunjuk Tentatif Mengenai Kecepatan-Kecepatan Kompeten yang
Tabel 4.3.4 Koefisien Kekasaran Manning n untuk Saluran Buatan................................85 Dapat Mengakibatkan Gerusan pada Material Material
Tabel 4.3.5 Tata Cara Perencanaan Penentuan Alur Air di Jembatan..............................108 Berkohesi...................................................................................................................173
Tabel 4.3.6 Contoh Perhitungan - Detail Pelintasan............................................................110 Tabel 4.5.1 Panjang Bagian Hulu Tanggul Pengairan untuk Sungai dengan
Tabel 4.3.7 Contoh Perhitungan - Tahapan Perencanaan ..................................................111 Satu Bantaran............................................................................................................186
Tabel 4.3.8 Contoh Perhitungan - Besaran Sungai Alami (Untuk Tingkat Tabel 4.5.2 Desain Batu Pelindung Talud...............................................................................188
ketinggian 35.0 m)...................................................................................................116 Tabel 4.5.3 Koefisien Desain Riprap........................................................................................189
Tabel 4.3.9 Tahapan Perencanaan untuk Penentuan Alur Air Gorong- gorong ..........124 Tabel 4.5.4 Faktor Pengali Kecepatan Maksimum................................................................189
Tabel 4.3.10 Koefisien Kehilangan Permulaan untuk Gorong-gorong ............................127 Tabel 4.5.5 Standar Tingkat Batu Pelindung Talud ..............................................................192
Tabel 4.3.11 Tahapan untuk Penentuan Debit pada Pelintasan Banjir..............................139 Tabel 4.5.6 Prosedur Perencanaan Umum untuk Perlindungan Jembatan terhadap
Tabel 4.3.12 Contoh Perhitungan - Pelintasan Banjir dengan Kondisi Aliran Bebas....140 Gerusan......................................................................................................................202
Tabel 4.3.13 Batas Pelayan Lalu Lintas.......................................................................................141 Tabel 5.1 Perbandingan Standar Penyelidikan Tanah .....................................................213
xiv xv

Tabel 5.2 Penyebaran Responden .............................................................................................214


Tabel 6.1 Bearing facilities (Expansion Joint and Bearing, D.J. Lee,1994).......................231
Tabel 6.2 Dimensi PTFE tertanam (Expansion Joint and Bearing, D.J. Lee,1994) .......234
Tabel 6.3 Ketebalan PTFE terekat (Expansion Joint and Bearing, D.J. Lee,1994) .......234
Tabel 6.4 Tegangan tumpu PTFE izin (Expansion Joint and Bearing, D.J. Lee,1994)...234
Tabel 6.5 Properties of elastomer (Expansion Joint and Bearing, D.J. Lee,1994) ..........236
Tabel 6.6 Maximum load and rotation for various throats width with concrete
having a characteristic strength of 45 N/mm2 (E = 32.5 KN/mm2)
(Expansion Joint and Bearing, D.J. Lee,1994).......................................................237
Tabel 6.7 Maximum load and rotation for various throats width with concrete
having a characteristic strength of 52.5 N/mm2 (E = 34.5 KN/mm2)
(Expansion Joint and Bearing, D.J. Lee,1994).......................................................237
Tabel 7.1 Data dan Kemampuan Sambungan Siar Muai *)................................................247
Tabel 7.2 Ilustrasi pemasangan siar muai Asphaltic Plug....................................................261
Tabel 7.3 Ilustrasi pemasangan siar muai Strip Seal.............................................................262
Tabel 7.4 Ilustrasi pemasangan siar muai Compression Joint............................................263
Tabel 7.5 Ilustrasi pemasangan siar muai Strip Seal.............................................................264

FOOTER TITLE
xvi 17

Bab 1

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

B
MS yang ada saat ini ada dan yang telah diberlakukan sejak tahun
1993, di dalamnya meliputi 13 aspek yaitu mengenai Inspeksi
Jembatan, Manual Tata Cara Program Komputer, Prosedur dan
metodologi perencanaan dan pemrograman, Inspeksi Khusus, Pena-
nganan Strategis, Penyelidikan Jembatan, Desain Jembatan, Peraturan
Jembatan dan Penjelasannya, Spesifikasi Standar, Pedoman Penyiapan
Spesifikasi, Sistem Pengalokasian Panjang Bentang Jembatan, Manajemen
Gudang (Komponen Jembatan), Sistem Kontrol Inventaris Gudang,
Pengawasan Konstruksi Jembatan, Teknik Konstruksi Jembatan, dan
Rehabilitasi dan Perawatan Jembatan.
Merujuk pada PSN 01:2007 disebutkan bahwa untuk pemeliharaan
Standar Nasional Indonesia maka dalam kurun waktu 5 (lima) tahun
sekali harus ditinjau kembali. Hal ini dilakukan untuk menjaga kesesuai-
an SNI terhadap kebutuhan pasar dan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi, dalam rangka memelihara dan menilai kelayakan dan

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI PENDAHULUAN
18 19

kekinian SNI. Dari tahun 1993 hingga tuhan sesuai dengan perkembangan saat Tabel 1.1 - Identifikasi status revisi buku dalam BMS
tahun 2011 dapat dipastikan telah terjadi ini, seperti hasil identifikasi isi BMS yang No. Judul Status Revisi
perkembangan IPTEK yang sangat pesat, disajikan pada Tabel 1.1 di halaman berikut. 1 Panduan Prosedur Umum IBMS (BMS1) Belum
terutama dalam bidang teknologi material 2 Panduan Pemeriksaan Jembatan (BMS2) Sedang
3 Panduan Sistem Informasi Manajemen IBMS (BMS3) Belum
dan komputer. Perkembangan kedua bidang
1.2 Maksud dan Tujuan 4 Panduan Rencana dan Program IBMS (BMS4) Belum
ini telah mempengaruhi juga memberikan
5 Panduan Penyelidikan Jembatan (BMS5) Belum
efek keseluruh bidang lainnya. Peralatan- Maksud dari pengkinian BMS ini 6 Panduan Teknik Perencanaan Jembatan (BMS6) Belum
peralatan yang berbasiskan teknologi tinggi adalah melakukan pengkajian ulang terha- 7 Peraturan Teknik Perencanaan Jembatan (BMS7) Sedang
sehingga memungkinkan pengukuran dap faktor-faktor komponen perencanaan Jilid 1
semakin presisi dan pelaksanaan pekerjaan teknis serta prosedur yang ada apakah masih • Bagian 1 Persyaratan Umum Perencanaan Sedang
• Bagian 2 Beban Jembatan Sedang
semakin baik. dapat dipertahankan, atau harus dilakukan
• Bagian 3 Analisis Struktural Belum
Perkembangan standar perencanaan perubahan.
• Bagian 4 Pondasi Sudah
jembatan di negara lain juga memperlihat- Sedangkan tujuan pengkinian BMS • Bagian 5 Perencanaan Kayu Struktural Belum
kan pengkinian yang disesuaikan dengan ini adalah tersedia pedoman perencanaan • Bagian 6 Perencanaan Beton Struktural Sudah
kondisi saat ini, seperti AASHTO misalnya teknik jembatan yang terbaru. • Bagian 7 Perencanaan Baja Struktural Sudah
yang sudah mengeluarkan AASHTO LRFD • Bagian 8 Perletakan dan Hubungan Lantai Belum
• Bagian 9 Penilaian Beban Sedang
Design Bridge Specifications tahun 2010.
1.3 Ruang Lingkup Jilid 2
Demikian juga dengan Australian Standard
• Lampiran A Persyaratan tahan gempa Sedang
sudah mengeluarkan Bridge Design Stan- Ruang Lingkup kerja dari pengkinian • Bagian K1 Persyaratan Umum Perencanaan Sedang
dard tahun 2005. BMS ini adalah sebagai berikut: • Bagian K2 Beban Jembatan Sedang
Dengan demikian cukup beralasan a. Melakukan evaluasi dan mengkinikan • Bagian K6 Perencanaan Beton Struktural Belum

pada saat ini untuk mengkaji kembali Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan • Bagian K7 Perencanaan Baja Struktural Belum
• Bagian K8 Perletakan dan Hubungan Lantai Belum
aspek penting dari BMS 1993, sejauh bagian 8 yaitu tentang Perletakan dan
• Bagian K9 Penilaian Beban Sedang
mana kandungan dan faktor-faktor yang Hubungan Lantai.
8 Spesifikasi Standar Pembangunan Jembatan (BMS8) Sudah
ada masih tetap bisa dipertahankan tanpa b. Melakukan evaluasi dan mengkinikan 9 Panduan Supervisi Pembangunan Jembatan (BMS9) Sedang
diperlukan adanya perubahan untuk Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan 10 Panduan Teknik Pelaksanaan Jembatan (BMS10) Sedang
bagian-bagian tertentu, atau sudah harus bagian 9 yaitu tentang Penilaian Beban. 11 Spesifikasi Standar Rehabilitasi jembatan (BMS….) Sudah

ada perubahan-perubahan yang cukup c. Melakukan evaluasi dan mengkinikan 12 Panduan Pemeliharaan dan Rehabilitasi Jembatan (BMS13) Sedang
13 Pedoman Manajemen Gudang (BMS14). Belum
berarti untuk disesuaikan dengan kebu- Panduan Penyelidikan Jembatan.

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI PENDAHULUAN
20 21

1.4 Sistematika Penulisan 1.5 Daftar Pustaka


Bab 1 : Pendahuluan, berisikan uraian latar 1. PSN 01:2007, “Pengembangan Standar
belakang, maksud dan tujuan, ruang Nasional Indonesia, Badan Standar
lingkup Nasional, 2007
Bab 2 : Penilaian Beban, berisikan studi
terhadap penilaian BMS dan Load
and Resistance Factor Rating (LRFR)
AASHTO
Bab 3 : Aspek Umum dalam Penyelidikan
Jembatan
Bab 4 : Aspek Sumber Daya Air terhadap
Perencanaan Jembatan
Bab 5 : Aspek Penyelidikan Tanah terhadap
Perencanaan jembatan
Bab 6 : Perletakan Jembatan
Bab 7 : Siar Muai Jembatan

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI PENDAHULUAN
22 23

Bab 2

Penilaian Beban

2.1 Pendahuluan

P
enilaian beban merupakan suatu bagian yang penting untuk
menentukan kondisi jembatan baik jembatan yang baru selesai
dibangun maupun jembatan lama. Hasil dari penilaian diharap-
kan dapat memberikan gambaran yang sebenarnya dari kapasitas
jembatan tersebut.
Untuk jembatan yang baru, penilaian beban dapat memberikan
informasi kondisi awal jembatan sekaligus dapat memberikan informasi
bagaimana hasil pelaksanaan dari sebuah perencanaan yang sudah dilaku-
kan. Kondisi awal ini akan menjadi data penting ketika akan dilakukan
penilaian beban setelah jembatan tersebut difungsikan.
Untuk jembatan lama, penilaian akan semakin penting karena
kondisi beban lalulintas pada saat jembatan yang dibangun mungkin
sudah jauh berbeda dengan kondisi yang dinilai. Ditambah lagi dengan
ada perkembangan ukuran kendaraan yang melalui jembatan tersebut.
Kapasistas kendaraan yang ada saat ini cenderung membesar sehingga
beban pada roda juga semakin besar.

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI PENILAIAN BEBAN
24 25

2.2 Pedoman Penilaian Beban untuk menentukan beban maksimum yang


BMS 1992 aman yang dapat dipikul oleh jembatan Jembatan dengan rencana
Penilaian beban = 100%
pada kondisi sesuai peraturan ini

2.2.1 Konsep ❖❖ Lalulintas biasa, dan


❖❖ Lalulintas luar biasa Jembatan dengan rencana sesuai Penilaian beban dari grafik,
Pada BMS 1993 penilaian beban pembebanan Bina Marga 1970 Artikel 2.2.5.2.3
Tujuan dari penilaian adalah untuk PENILAIAN
didefinisikan sebagai ukuran kapasitas daya BEBAN
menentukan besarnya faktor keamanan NOMINAL
pikul jembatan untuk beban standar. Pada Jembatan dengan rencana Faktor beban ekuivalen untuk
umumnya, diperhitungkan dua penilaian yang diizinkan bagi beban kendaraan berat sesuai peraturan lain pembebanan rencana + 1.3

beban untuk tiap jembatan; satu untuk pada jembatan. Kendaraan berat dapat
bangunan atas dan sistem pendukung lantai merupakan suatu rangkaian beban hypo- Jembatan dengan rencana pem- Menganalisis jembatan pada
bebanan yang tidak diketahui pembebanan standar
Q*s, yang lain untuk lantai Q*D. Penilaian tetik yang mewakili semua kendaraan berat PENILAIAN BEBAN
AKHIR
beban yang ketiga mungkin diperlukan pada suatu jaringan jalan, atau merupakan
untuk bangunan bawah, bila terdapat kendaraan aktual tunggal yang bermuatan Gambar 2.1 - Skema Alur Penilaian Beban
kelemahan pada bagian jembatan tersebut. sangat berat. Bila faktor keamanan lebih
Penilaian beban bangunan atas kecil dari satu, jembatan adalah tidak aman b. Jembatan baru dan lama dengan rencana bentang dan lebar jalan dari jembatan –
digunakan untuk menentukan pengaruh untuk memikul kendaraan berat tersebut. sesuai spesifikasi pembebanan Bina lihat Bab 9.7.
kendaraan-kendaraan berat pada bangunan Faktor keamanan diperoleh dari Marga 1970.
atas, dan secara umum akan mengendalikan penilaian beban jembatan dan faktor beban c. Jembatan baru dan lama dengan rencana Definisi dua tipe kendaraan berat :
berat maksimum kendaraan yang izinkan ekuivalen dari kendaraan berat. sesuai tata cara lain yang tidak tercakup ❖❖ Beban lalulintas biasa (Pasal 9.2.2.2),
melewati jembatan. Penilaian beban lantai Penilaian beban digunakan untuk dalam (a) atau (b) di atas yang mewakili kendaraan berat tipikal
digunakan untuk menentukan pengaruh menghitung faktor keamanan yang diper- d. Jembatan lama dengan beban rencana yang menggunakan suatu jaringan jalan
beban-beban gandar tunggal atau susunan, oleh berdasarkan penilaian beban nominal. yang tidak diketahui tanpa pembatasan; dan
dan akan mengendalikan beban gandar atau Penilaian tersebut hanya perlu dihitung satu ❖❖ Beban lalulintas luar biasa (Pasal 9.2.2.3),
susunan gandar maksimum yang diijinkan kali untuk setiap jembatan. 2.2.2 Metode Penilaian yang mewakili kendaraan yang melam-
melewati jembatan. Penilaian Beban Nominal diten- paui batas berat legal dan memerlukan
Penilaian beban pada BMS 1993 tukan untuk kasus-kasus yang berlainan 2.2.2.1 Faktor Beban Ekuivalen izin khusus untuk melewati jembatan.
mempunyai ruang lingkup untuk memper- sebagai berikut:
Faktor beban ekuivalen untuk Untuk setiap tipe kendaraan berat tersebut,
oleh kriteria penilaian beban jembatan baru a. Jembatan baru dengan rencana sesuai
suatu kendaraan berat adalah ukuran diperhitungkan faktor beban ekuivalen
dan lama. Penilaian tersebut digunakan tata cara ini.
pengaruh beban tersebut, yang dibanding- yang berlainan. Skema perhitungan beban
kan dengan pengaruh beban standar. Faktor
Penilaian beban ekivalen ditunjukkan pada Gambar 2.2 di
Faktor Keamanan = beban ekuivalen tergantung pada panjang
Faktor beban Ekivalen halaman berikut.

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI PENILAIAN BEBAN
26 27

Beban standar :
FLN=100%

Beban lalu lintas biasa

FAKTOR
Beban tertentu : BEBAN
Menghitung FLN = 0% EKUIVALEN

Beban lalu lintas luar biasa Menghitung FLE


Gambar 2.3 - WN untuk bentang pendek

Gambar 2.2 - Skema alur perhitungan beban ekivalen

2.2.2.1.1 Rangkaian Beban Gandar Dengan :


FLN = Faktor beban ekuivalen (%) untuk
Faktor beban ekuivalen adalah ukuran
beban lalu lintas biasa.
pengaruh dari satu rangkaian gandar yang
FLE = Faktor beban ekuivalen (%) untuk
dibandingkan terhadap pengaruh beban
beban lalu lintas luar biasa.
standar. Faktor beban ekuivalen dari beban
S = Panjang bentang (m)
standar adalah 100%. Faktor beban ekuiva-
WN = Beban biasa ekuivalen (kN) untuk
len tergantung pada bentang jembatan dan
panjang bentang lantai atau bangu-
lebar jembatan.
nan bentang atas yang sesuai, dan
Faktor beban ekuivalen dari rangkai-
lebar jembatan, lihat Gambar 9.5a
an gandar dapat ditentukan berdasarkan Gambar 2.4 - WN untuk bentang sedang dan panjang
untuk bentang pendek dan Gambar
panjang dasar ekuivalen dan berat total 2.2.2.1.2 Gandar Tunggal
9.5b untuk bentang sedang dan
sebagai berikut :
LE panjang, dan Tabel 9.1a.
Panjang Dasar ekuivalen untuk gandar tunggal adalah nol. Dengan demikian Faktor
WG (1 − ) WE = Beban luar biasa ekuivalen (kN)
FLN = 100 2S % (2.1a) Beban Ekuivalen untuk gandar tunggal adalah :
WN untuk panjang bentang lantai atau
LE bangunan bentang atas, yang sesuai, W W
WG (1 − ) F = 100 G %
LN F = 100 G %
(2.2a) (2.2b)
LE
2S % dan lebar jembatan, lihat Gambar WN WE
FLE = 100 (2.1b)
WE 9.6a untuk bentang pendek dan Dengan:
Gambar 9.6b untuk bentang sedang WG = berat statik dari gandar tunggal (kN)
dan panjang, dan Tabel 9.1b.

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI PENILAIAN BEBAN
28 29

2.2.2.1.3 Roda Tunggal

Faktor Beban Ekuivalen untuk roda tunggal hanya digunakan untuk menentukan Lebar Jembatan
Panjang
faktor keamanan lantai yang telah direncanakan dengan tata cara lain. Bentang
4.5 m 6.0 m 7.0 m 8.5 m 10.0 m 11.25 m

Tabel 2.1 - Beban Biasa Equivalen WN WN(kN)

24 491.5 327.6 341.3 327.6 327.6 327.6


Lebar Jembatan
Panjang
Bentang 25 503.9 330.7 350.0 330.7 330.7 330.7
4.5 m 6.0 m 7.0 m 8.5 m 10.0 m 11.25 m

WN(kN) 26 516.4 333.5 358.6 333.5 333.5 333.5

≤6 266.9 180.2 180.2 180.2 180.2 180.2 27 528.9 337.9 367.3 336.2 336.2 336.2

7 279.4 183.9 183.9 183.9 183.9 183.9 28 541.4 345.9 376.0 338.6 338.6 338.6

8 291.1 202.7 202.7 202.7 202.7 202.7 29 553.8 353.8 384.6 340.9 340.9 340.9

9 304.4 218.0 218.0 218.0 218.0 218.0 30 566.3 361.8 393.3 343.0 343.0 351.3

10 316.8 230.6 230.6 230.6 230.6 230.6


35 597.5 381.8 414.9 351.9 351.9 370.7

11 329.3 241.2 241.2 241.2 241.2 241.2 40 628.7 401.7 436.6 358.5 360.9 390.0

12 341.8 252.0 252.0 252.0 252.0 252.0 45 659.9 421.6 458.2 363.7 378.8 409.4

13 354.3 263.5 263.5 263.5 263.5 263.5 50 691.1 441.5 479.9 367.8 396.7 428.7

14 366.7 273.4 273.4 273.4 273.4 273.4 55 720.5 460.33 500.4 373.6 413.6 447.0

15 379.2 282.0 282.0 282.0 282.0 282.0


60 750.0 479.2 520.8 388.9 430.6 465.3

16 391.7 289.5 289.5 289.5 289.5 289.5 65 779.5 498.0 541.3 404.2 447.5 483.6

17 404.2 296.2 296.2 296.2 296.2 296.2 70 808.9 516.8 561.8 419.4 464.4 501.8

18 416.6 302.2 302.2 302.2 302.2 302.2 75 838.4 535.7 582.2 343.7 481.3 520.1

19 429.1 307.5 307.5 307.5 307.5 307.5 80 867.9 554.5 602.7 450.0 498.2 538.4

20 441.6 312.3 312.3 312.3 312.3 312.3


85 897.3 573.3 623.2 465.3 515.1 556.7

21 454.1 316.7 316.7 316.7 316.7 316.7 90 926.8 592.1 643.6 480.6 532.1 575.0

22 466.5 320.7 324.0 320.7 320.7 320.7 95 958.0 612.1 665.3 496.7 550.0 594.3

23 479.0 324.3 332.6 324.3 324.3 324.3 100 989.2 632.0 686.9 512.9 567.9 613.7

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI PENILAIAN BEBAN
30 31

Tabel 2.2 - Beban Luar Biasa Equivalen WE


Lebar Jembatan
Panjang
Lebar Jembatan Bentang
Panjang 4.5 m 6.0 m 7.0 m 8.5 m 10.0 m 11.25 m
Bentang
4.5 m 6.0 m 7.0 m 8.5 m 10.0 m 11.25 m
WE kN
WE kN
28 639.8 817.5 888.6 1200.5 1200.5 1200.5
≤6 315.5 425.9 425.9 638.8 638.8 638.8 29 654.5 836.4 909.1 1208.6 1208.6 1208.6
7 330.2 434.6 434.6 651.9 651.9 651.9 30 669.3 855.2 929.6 1216.2 1216.2 1245.6
8 345.0 479.1 718.7 718.7 718.7 718.7
9 359.7 515.3 515.3 772.9 772.9 772.9 35 706.1 902.3 980.8 1247.5 1247.5 1314.2
10 374.4 545.1 545.1 817.7 817.7 817.7 40 743.0 949.4 1031.9 1271.0 1279.6 1382.2
45 779.9 996.5 1083.1 1289.4 1343.1 1451.4
11 389.2 570.2 570.2 855.3 855.3 855.3 50 816.7 1043.6 1134.3 1304.1 1406.6 1520.0
12 403.9 595.6 595.6 893.3 893.3 893.3 55 851.5 1088.10 1182.7 1324.6 1466.5 1584.8
13 418.7 622.7 622.7 934.1 934.1 934.1
14 433.4 646.2 646.2 969.2 969.2 969.2 60 886.4 1132.6 1231.1 1378.8 1526.5 1649.6
15 448.2 666.5 666.5 999.8 999.8 999.8 65 921.2 1177.1 1279.4 1433.0 1586.5 1714.4
70 956.0 1221.6 1327.8 1487.1 1646.5 1779.4
16 462.9 684.4 684.4 1026.5 1026.5 1026.5 75 990.8 1266.1 1376.2 1541.3 1706.5 1844.1
17 477.6 700.2 700.2 1050.2 1050.2 1050.2 80 1025.7 1310.6 1424.5 1595.5 1766.4 1908.9
18 492.4 714.2 714.2 1071.4 1071.4 1071.4
19 507.1 726.9 726.9 1090.3 1090.3 1090.3 85 1060.5 1355.1 1472.9 1649.7 1826.4 1973.7
20 521.9 738.2 738.2 1107.4 1107.4 1107.4 90 1095.3 1399.6 1521.3 1703.8 1886.4 2038.5
95 1132.2 1446.7 1572.5 1761.2 1949.9 2107.1
21 536.6 748.6 748.6 1122.8 1122.8 1122.8 100 1169.0 1493.8 1623.7 1818.5 2013.3 2175.7
22 551.4 757.9 765.8 1136.9 1136.9 1136.9
23 566.1 766.5 786.2 1149.8 1149.8 1149.8
2.2.2.2 Faktor Keamanan
24 580.8 774.4 806.7 1161.6 1161.6 1161.6
25 595.6 781.7 827.2 1172.5 1172.5 1172.5 Faktor keamanan untuk suatu kendaraan berat pada jembatan, ditentukan
26 610.3 788.4 847.7 1182.6 1182.6 1182.6 berdasarkan penilaian beban bangunan atas dan lantai jembatan yang dibagi dengan
27 625.1 798.7 868.1 1191.9 1191.9 1191.9 faktor beban ekuivalen dari kendaraan berat (Artikel Artikel 2.2.2.2.1 atau 2.2.2.2.2). Bila
faktor keamanan kurang dari satu, jembatan tidak kuat untuk memikul kendaraan tersebut.

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI PENILAIAN BEBAN
32 33

Bila kendaraan berat tersebut adalah Nilai faktor keamanan sebesar 1.0 atau 2.2.2.3 Perhitungan penilian beban dan jarak antara gandar. Beban pada satu
beban lalulintas luar biasa, maka akan diper- lebih, menunjukkan tingkat beban yang jembatan gandar dianggap berbagi rata pada semua
lukan perkuatan jembatan sebelum ken- aman digunakan untuk jembatan selama roda gandar.
Penilaian beban akhir untuk jembatan
daraan tersebut dapat melewati jembatan, jangka waktu tak terbatas. Kendaraan yang Berat statik gandar maksimum abso-
dihitung dari penilaian beban nominal seba-
atau kendaraan tersebut harus mengguna- mempunyai faktor beban ekuivalen kurang lut pada satu beban lalu lintas, tidak boleh
gai berikut:
kan jalan lain. atau sama dengan FLN dapat menggunakan melebihi beban gandar nominal maksi-
jembatan tanpa batasan. mum dari truk “T” yang ditentukan dalam
Q *F = FKF QF
(2.5a)
Standar pembebanan (tidak termasuk fraksi
2.2.2.2.1 Faktor keamanan untuk
beban lalu lintas biasa 2.2.2.2.2 Faktor keamanan untuk Q S = FKS QS
(2.5b)
* beban dinamik)
beban lalu lintas luar biasa
Faktor keamanan untuk beban lalu Q D = FKDQD
*
(2.5c) 2.2.3.2 Beban Lalu Lintas Biasa
lintas biasa ditentukan sebagai berikut : Faktor keamanan untuk beban lalu
lintas luar biasa ditentukan sebagai berikut :
 Q* Q* Q*  Dengan :
Beban lalu lintas biasa adalah beban
F SN = minimum  F ; S ; D 
 FLN FLN FLN   Q* Q* Q*  Q *F == F
kendaraan yang digunakan untuk mewakili
KF QF
F SE = minimum  F ; S ; D  Penilaian beban akhir bangunan
 FLE FLE FLE 
kendaraan terberat yang biasanya meng-
bawah (%).
(2.3) gunakan suatu jaringan jalan. Bila tidak
Q *S ==FPenilaian
KS QS
beban akhir bangunan
Dengan : (2.4)
 Q*F Q*S Q*D  atas (%).
ditentukan lain oleh yang berwenang,
minimum
F SN ==Faktor ; lalu
 beban
keamanan ; lintas
 Dengan :
 FLN FLN FLN   Q *F Q *S Q *D  Q *D == F beban lalu lintas biasa adalah sama dengan
F S
= minimum ; ;lalu lintas KD QD
Penilaian beban akhir lantai (%).
biasa.  beban
E = Faktor keamanan 
 Q Q S Q D beban nominal
* * *  Q *
Q *
Q *
  FLE FLE F LE  Q F = FKF QF = Penilaian beban nominal (%)
* beban standar.
F SN = minimum  F =; Penilaian
;  F SE = minimum ; biasa.
untuk  Fluar S
; D Bila beban lalu lintas biasa ditentukan
 FLN FLN FLN 
bangunan bawah (%).  FLE FLE FLE  = Faktor beban ekuivalen (%) untuk
bangunan bawah
 Q * Q* Q*D  Q = FKS QS = Penilaian beban nominal (%)
*
S
khusus untuk jembatan tertentu oleh yang
= minimum  F ; S =; Penilaian  beban nominal untuk beban lalu lintas luar biasa, ditentukan
bangunan atas. berwenang, beban tersebut harus mencakup
F F F
 LN LN* bangunanLN  atas (%). dalam Artikel 2.2.2.1. Mengingat faktor
Q *D = FKDQD = Penilaian beban nominal (%) lantai fraksi keamanan agar mewakili beban lebih
 Q *
Q *
Q *
 Q *
Q*D 
F SN = minimum
imum 
F
; S
;

FD
;= S
;
F F beban
Penilaian  lantai (%). tersebut sangat tergantung panjang besar dari batas legal.
F F  F  Q *F = FKF Q=FFaktor kondisi bangunan bawah
 LN LN LN
LN = Faktor beban ekuivalen (%) untuk
LN LN bentang, maka faktor beban ekuivalen
Q *S = FKS Q=S Faktor kondisi bangunan atas
beban lalu lintas biasa, ditentukan dalam yang digunakan untuk Q*D umumnya
Q *D = FKDQ=DFaktor kondisi lantai 2.2.3.3 Beban Lalu Lintas Luar Biasa
Artikel 2.2.2.1. Mengingat faktor terse- akan berlainan dari faktor yang digu-
but sangat tergantung pada panjang nakan untuk Q*S, karena bentang lantai Beban lalu lintas luar biasa adalah satu
bentang, maka faktor beban ekuivalen yang lebih pendek. 2.2.3 Pembebanan kendaraan berat yang melebihi berat dan
yang digunakan untuk Q D umumnya
*
Nilai faktor keamanan sebesar 1.0 dimensi legal.
2.2.3.1 Umum
akan berlainan dengan faktor yang digu- atau lebih, menunjukkan tingkat beban Penilaian jembatan terhadap beban
nakan untuk Q , karena bentang lantai
*
S
yang aman digunakan untuk perlintasan Beban lalu lintas adalah kendaraan lalu lintas luar biasa adalah atas dasar bahwa
yang lebih pendek. kendaraan berat. yang ditentukan oleh berat statik gandar beban tersebut hanya melintasi jembatan

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI PENILAIAN BEBAN
34 35

secara insidental, dengan memperhatikan Seluruh penilaian beban dilaksanakan, bangunan bawah dan bangunan atas adalah ☐☐ Setiap penurunan pilar atau pondasi.
batasan-batasan sebagai berikut: atau diawasi langsung oleh seorang ahli sesuai dengan faktor reduksi beban yang 3. Tidak terjadi tambahan kerusakan pada
1. Setiap beban lalu lintas luar biasa yang teknik perencana yang harus mempunyai dinyatakan dalam nilai persentase. jembatan sejak pemeriksaan terakhir.
akan menggunakan jembatan tertentu kualifikasi dan pengalaman sesuai dengan Jembatan baru yang direncanakan 4. Jembatan akan diperiksa secara berkala
harus memperoleh ijin terlebih dahulu ketentuan dalam Persyaratan Perencanaan. sesuai tata cara lain, harus dinilai sesuai cara dalam waktu mendatang, sesuai tuntu-
dari yang berwenang dan penggunaan dalam Artikel 2.2.5.2.3 atau Artikel 2.2.5.2.4. tan kondisi, sehingga penilaian beban
2.2.4.2 Beban standar
jembatan harus dibawah pengawasan dapat diperbaharui sesuai dengan setiap
2.2.4.4 Jembatan lama
ketat agar semua batasan terpenuhi. Beban standar yang digunakan perubahan kondisi jembatan.
2. Pada saat beban lalu lintas luar biasa dalam penilaian beban adalah beban lajur Penilaian beban untuk jembatan lama Bila beban rencana suatu jembatan
melintasi jembatan, kendaraan lain tidak “D” dan beban truk “T” sesuai ketentuan adalah berdasarkan anggapan-anggapan lama diketahui, maka penilaiaan beban
boleh menggunakan jembatan. Standar pembebanan, termasuk fraksi sebagai berikut: adalah sesuai Artikel 2.2.5.2.3 atau Artikel
3. Kecepatan beban lalu lintas luar biasa beban dinamik. 1. Untuk kasus pada mana analisis 2.2.5.2.4. Selain kasus ini, diperlukan
harus dibatasi sesuai batas yang disetu- Bangunan atas jembatan dan sistem jembatan berdasarkan keterangan analisis jembatan secara lengkap sesuai
jui, untuk mengurangi beban kejut konstruksi pendukung lantai harus dinilai yang diperoleh dari gambar, geoteknik Artikel 2.2.5.2.5
4. Bila letak kendaraan dalam arah lateral berdasarkan pengaruh terburuk dari kedua aktual jembatan, dimensi komponen,
tidak ditentukan oleh yang berwenang, beban standar di atas. Lantai jembatan dan besaran bahan konstruksi adalah
sesuai nilai-nilai relevan yang tercantum
2.2.5 Penilaian beban nominal
beban lalu lintas luar biasa harus boleh dinilai berdasarkan beban truk “T”
melintasi sepanjang sumbu longitu- saja, karena beban ini sudah tentu meng- pada gambar.
2.2.5.1 Penilaian beban nominal
dinal jembatan, atau bila jembatan hasilkan pengaruh yang ekstrim pada 2. Pemeriksaan yang sesuai harus dilak-
untuk bangunan bawah
mempunyai median, sedekat mungkin panjang bentang yang umum digunakan sanakan untuk menentukan tingkat
pada median. untuk lantai. kerusakan jembatan, khususnya : Secara umum terbagai atas dua
☐☐ Perubahan dalam geometrik atau yaitu bangunan bawah yang terpisah dari
5. Pengaturan gandar dan per suspensi 2.2.4.3 Jembatan baru
komponen alinemen, terutama bangunan atas dan bangunan bawah yang
kendaraan harus menjamin bahwa
Jembatan baru yang direncanakan batang tekan. bersatu dengan bangunan atas. Ahli teknik
b eb an ke nd ar a an te rb ag i r at a
sesuai dengan ketentuan tata cara ini, diberi ☐☐ Pengurangan kekuatan atau kerusa- rencana dapat menentukan pelaksanaan
pada jembatan.
penilaian sesuai dengan prosedur rencana. kan komponen, seperti kehilangan pemeriksaan terpisah terhadap kapasitas
Penilaian beban nominal untuk beban bahan akibat korosi atau terkelupas. beban bangunan bawah, bila keamanan
2.2.4 Persyaratan penilaian jembatan tersebut 100% masing-masing ☐☐ Retakan pada lokasi komponen jembatan diragukan akibat dari penurunan
untuk bangunan bawah, bangunan atas, dan detail yang mengakibatkan visual pada pilar atau pangkal jembatan, atau
2.2.4.1 Umum
dan lantai, kecuali jika digunakan reduksi kelelahan. kerusakan atau penggerusan pondasi pada
Cara penilaian beban yang diuraikan pembebanan lalu lintas. Dalam hal telah ☐☐ Ketidakstabilan atau penggerusan pilar atau pangkal jembatan
dalam bagian ini digunakan untuk jembatan digunakan reduksi pembebanan lalu lintas, dasar aliran yang dapat mengurangi Hubungan antara bangunan bawah
jalan baru dan lama. maka penilaian beban nominal untuk kapasitas pondasi jembatan. dan bangunan atas yang terpisah adalah

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI PENILAIAN BEBAN
36 37

sedemikian rupa sehingga tidak terjadi 2.2.5.2 Penilaian beban nominal 2.2.5.2.2 Jembatan yang direncana- 2.2.5.2.3 Jembatan yang
penyaluran momen. Tipe bangunan untuk bangunan atas kan sesuai tata cara BMS direncanakan sesuai pembebanan
bawah yang terpisah, hanya dinilai terha- Bina Marga 1970
2.2.5.2.1 Umum Jembatan yang direncanakan sesuai
dap pengaruh beban aksial berdasarkan Jembatan yang direncanakan sesuai
tata cara BMS, tidak memerlukan perhi-
penilaian beban standar. Pengaruh beban BMS 1993 mengharuskan bangunan 100% pembebanan Bina Marga 1970 akan
tungan penilaian secara tersendiri. Penilai-
lalu lintas pada bangunan bawah yang terpi- atas jembatan dan konstruksi pendukung mempunyai Penilaian Beban Nominal, Qs
an beban nominal untuk bangunan atas
sah, dapat ditransformasi dalam pengaruh lantai dianalisis terhadap pengaruh sesuai Gambar 2.5 untuk jembatan bentang
jembatan tersebut, Qs, adalah 100%, kecuali
ekuivalen akibat beban standar dengan kedua beban penilaian standar. Bila tidak pendek (bentang ≤ 40m) atau Gambar 2.6
menggunakan faktor beban ekuivalen untuk telah digunakan reduksi beban lalu lintas
ada permintaan untuk penilaian lebih di halaman berikut untuk jembatan bentang
beban tersebut. Panjang bentang yang akan dalam rencana.
mendalam, maka jembatan yang diren- sedang dan panjang. Pengaruh beban kejut
digunakan untuk penentuan Faktor Beban Jembatan yang direncanakan dengan (impact) tercakup dalam gambar-gambar
canakan sesuai tatacara tertentu, dapat
Ekuivalen adalah sebagai berikut: reduksi pembebanan lalu lintas akan tersebut. Penilaian jembatan bentang
dinilai sesuai Artikel 2.2.5.2.2, 2.2.5.2.3
• Untuk pangkal jembatan: setengah atau 2.2.5.2.4. mempunyai penilaian beban nominal pendek tergantung pada lebar jembatan
panjang bentang pinggir; atau Analisis terperinci mengenai penilai- untuk bangunan atas, yang dinyatakan dan panjang bentang. Jembatan dengan
• Untuk pilar jembatan: panjang rata-rata an beban jembatan harus berdasarkan dalam persentase sesuai faktor reduksi pada lebar jalan lebih dari 11.25 m akan dinilai
dari dua pilar yang berdekatan keadaan kekuatan batas ultimit dengan pembebanan lalu lintas tersebut. seolah-olah lebar jalan 11.25 m.
Hubungan antara bangunan bawah menggunakan faktor beban dari standar
dengan bangunan atas yang bersatu secara pembebanan dan faktor beban kekuatan
monolitik, adalah cukup kaku sehingga dari Bagian Perencanaan Kayu Struktural,
mengijinkan penyaluran momen lentur. Beton Struktural atau Baja Struktural. Anali-
Tipe bangunan bawah yang bersatu secara sis terperinci harus memenuhi persyaratan
monolitik, dipertimbangkan sebagai bangu- dari Bagian Analisis Struktural. Kombinasi
nan atas jembatan dalam penilaian beban, beban yang digunakan dalam analisis terse-
dan dicakup oleh penilaian beban nominal but harus terdiri dari semua beban tetap
untuk bangunan atas jembatan sesuai Bab yang relevan, yang ditentukan dalam standar
9.5. Bila diperlukan analisis lebih mendalam pembebanan bersama dengan satu atau
untuk penilaian beban jembatan, analisis lebih beban standar.
tersebut harus memperhitungkan pengaruh Penilaian beban harus direduksi
struktur bangunan bawah yang monolitik. sesuai dengan Artikel 2.2.5.2.6 bila terdapat
kelebihan tebal aspal pada lantai atas.
Gambar 2.5 - Qs Bina Marga 1970 untuk bentang Pendek

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI PENILAIAN BEBAN
38 39

Jembatan yang direncanakan sesuai Sebagai alternatif, jembatan terse-


70% Pembebanan Bina Marga 1970 akan but dapat dinilai terhadap beban dengan
mempunyai penilaian beban nominal melaksanakan analisis terperinci sesuai
untuk bangunan atas, sebesar 0.7 kali Artikel 2.2.5.2.5.
nilai yang diperhitungkan dalam ayat-
2.2.5.2.5 Jembatan yang direncana-
ayat sebelumnya. kan dengan pembebanan yang
2.2.5.2.4 Jembatan yang direncana- tidak diketahui
kan sesuai pembebanan di luar
Bila beban rencana dari jembatan tidak
Bina Marga 1970
diketahui, maka harus diadakan penilaian
Jembatan yang direncanakan sesuai beban dengan analisis terperinci.
tata cara lain yang beban rencananya dike- Jembatan harus dianalisis terhadap
tahui, dapat dinilai dengan membandingkan pengaruh beban standar sesuai prosedur
beban rencana tata cara tersebut dengan keadaan batas limit dalam Pedoman Analisis
beban standar sesuai faktor beban ekivalen. Struktural BMS. Penilaian beban nominal,
Penilaian beban nominal, Qs, dihitung Qs, adalah sebagai berikut:
sebagai berikut :
R* − S *p
QS = 100 % (2.7)
F S *s
QS = LN % (2.6)
1.3 Dengan :
Dengan : R* = kekuatan runtuh ultimit jembatan atau
FLN = Faktor beban ekuivalen dari beban komponen jembatan yang dihitung sesuai
rencana (Artikel 9.7.2) Bagian 5, 6 atau 7 dan dikurangi dengan
1.3 = Faktor kompensasi untuk kehilangan faktor reduksi kekuatan yang sesuai.
30% faktor kejut dalam perhitungan WNR − S p = aksi beban tetap pada rencana runtuh
* *

QS = 100 R** − S%*


QS = 100 S s * %
Beban rencana terdiri dari kombinasi ultimit
p sesuai Standar pembebanan.

beban terpusat dan beban terbagi rata yang S s = aksi beban standar (nilai nominal
Gambar 2.6 - QS Bina Marga 1970 untuk bentang Sedang Dan Panjang dikonversi kedalam suatu beban terbagi beban standar dikali dengan faktor beban
rata ekuivalen sesuai Artikel 2.2.2.1 sebe- putus ultimit yang relevan) pada rencana
lum penentuan penilaian beban nominal. runtuh ultimit.
Pengaruh beban kejut (impact), beban lajur
lalu lintas majemuk atau ketentuan serupa
dalam tata cara lain tersebut, harus tercakup.

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI PENILAIAN BEBAN
40 41

a. Lantai didukung langsung oleh gela- sumbu gelagar atau, bila papan lantai
gar-gelagar melintang dan bentangan diletakkan miring-skew terhadap gela-
berada dalam arah sama dengan aliran gar, bentangan adalah jarak miring antar
lalu lintas. Dalam hal ini, lantai dinilai sumbu gelagar.
seolah-olah merupakan bangunan atas 2. Papan lantai yang membentangi lebih
jembatan dengan panjang bentang dari dua gelagar, akan mempunyai
yang sama. Pada jembatan miring skew nilai yang sama untuk momen lentur
dengan tipe lantai, bentang lantai diukur maksimum positif dan negatif akibat
tegak lurus terhadap gelagar melintang. berat sendiri.
b. Lantai didukung langsung oleh gelagar 3. Momen lentur dan gaya lintang akibat
memanjang dan bentangan berada beban roda harus dihitung atas dasar
dalam arah tegak lurus dengan aliran bahwa gelagar pendukung lantai
Gambar 2.7 - Reduksi Penilaian Beban Kelebihan Aspal lalu lintas. Dalam hal ini lantai harus tidak melendut.
dilakukan analisis untuk menentukan 4. Untuk lantai tanpa papan aus arah
kapasitas beban lalu lintasnya. longitudinal, setiap beban roda hanya
2.2.5.2.6 Reduksi penilaian beban Bila tidak terdapat ketentuan lain dalam
Lantai jembatan dengan beban didukung oleh papan-papan lantai yang
untuk kelebihan aspal Bab ini, luas bidang kontak ban dari beban
rencana yang tidak diketahui, harus dilaku- memikul beban tersebut dan tidak ada
roda adalah sesuai dimensi beban truk “T”
Kelebihan tebal aspal pada lantai kan analisis untuk menentukan beban pembagian lateral diluar luas bidang
dalam Standar pembebanan. Beban harus
jembatan ditentukan sebagai perbedaan lalu lintasnya. kontak ban.
diberikan bersama dengan fraksi beban
antara tebal rata-rata terukur aktual dan Bila suatu lantai harus dianalisis, 5. Pengaruh papan aus arah longitudinal
dinamik (impact).
tebal lapis perkerasan rencana. Penila- setiap cara analisis dalam Pedoman Analisis dapat diperkirakan dengan pelipatan
ian beban nominal bangunan atas untuk 2.2.5.3.2 Lantai beton jembatan Struktural BMS boleh digunakan. Penilaian dua kali dimensi luas bidang kontak
jembatan harus direduksi dengan jumlah Beban Nominal untuk lantai tersebut harus ban dalam arah longitudinal dan melak-
Lantai beton jembatan yang direnca-
yang diperlihatkan pada Gambar 2.7 untuk dihitung sesuai dengan Rumus (2.7). sanakan analisis seolah-olah tidak ada
nakan sesuai tata cara ini, akan mempunyai
tiap 10 mm kelebihan tebal aspal. Lantai dengan kelebihan lapis papan aus, seperti diuraikan dalam
Penilaian Beban Nominal sebesar 100%. perkerasan beraspal (lihat Artikel 2.2.5.2.6) ayat sebelumnya.
2.2.5.3 Penilaian beban nominal Lantai beton jembatan yang diren- tidak memerlukan reduksi Penilaian Penilaian beban nominal untuk lantai
untuk Lantai Jembatan canakan sesuai Spesifikasi Bina Marga 1970, Beban Lantai. kayu dihitung sesuai dengan Rumus (2.7).
akan mempunyai Penilaian Beban Nominal
2.2.5.3.1 Beban standar 2.2.5.3.3 Lantai kayu jembatan
sebesar 80%.
Lantai jembatan dianalisis terhadap Lantai beton jembatan yang diren- 2.2.6 Panjang dasar ekivalen untuk
Lantai kayu jembatan harus dianalisis
rangkaian beban gandar
pengaruh beban truk “T” sesuai dengan canakan dengan tata cara lain, dapat mengi- berdasarkan asumsi sebagai berikut:
Standar pembebanan standar pembebanan. kuti penilaian beban sebagai berikut: 1. Bentang papan lantai adalah jarak antara Rangkaian gandar yang membentuk

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI PENILAIAN BEBAN
42 43

seluruh atau sebagian beban kendaraan, Dengan :


dapat ditranformasi dalam beban terbagi Pi = Beban gandar i (kN)
rata ekuivalen (BTRE), yang mempu- Xo = Jarak antara titik berat rangkaian
nyai berat total sama dan menyebabkan gandar dengan gandar terdekat dari lokasi
momen lentur maksimum dan gaya geser titik berat rangkaian gandar (m).
maksimum sama pada bentang sederhana. = |Xi – XG|min
Panjang BTRE tersebut dinamakan panjang Xi = jarak antara gandar i dengan gandar
dasar ekuivalen untuk rangkaian gandar. terdekat dari lokasi titik berat rangkaian
Panjang dasar ekuivalen, LE, dalam gandar (m)
Gambar 2.8, ditentukan sebagai panjang WG = Berat total rangkaian gandar = Σ Pi
pada mana berat total rangkaian gandar (kN)
dapat terbagi rata, sehingga terjadi pengaruh Nt = Jumlah total gandar dalam satu
gaya yang sama dengan pengaruh rangkaian rangkaian.
gandar tersebut. Untuk bentang sederhana bt = Jarak antara gandar pertama dan terak-
dengan panjang bentang lebih dari L E, hir dalam rangkaian (m)
momen lentur dan gaya lintang maksi- Diagram rangkaian terdapat dalam
mum akibat BTRE adalah sama dengan Gambar 2.8. semua gandar antara gandar
momen lentur dan gaya lintang akibat pertama dan terakhir dalam rangkaian
rangkaian gandar. harus dicakup dalam perhitungan.
Kendaraan berat dengan beberapa •• Untuk satu gandar tunggal, LE = 0
gandar akan mempunyai berbagai •• Untuk satu beban terbagi rata BTR,
kombinasi gandar yang masing-masing LE = panjang sebenarnya dari BTR
memiliki LE. •• Untuk kombinasi beban gandar dan
Untuk bentang jembatan tertentu, BTR panjang dasar ekuivalen ditentukan
kombinasi gandar yang menentukan sebagai berikut :
adalah kombinasi yang menghasilkan LE WG LE + WU LU
LC =
terpanjang tetapi lebih kecil dari panjang WG + WU (2.8)
bentang tersebut. Dengan :
Panjang dasar ekuivalen dihitung LC = Panjang dasar ekuivalen untuk beban
sebagai berikut: kombinasi (m)
LE = Panjang dasar ekuivalen untuk
4 ∑ | Pi Xi | 2( N t − 1) 2
LE = − Xo rangkaian gandar (m)
WG bt N t Gambar 2.8 - Panjang Dasar Ekuivalen
WG = Berat total rangkaian gandar (kN)
(2.8) LU = Panjang BTR (m)
WU = Berat total BTR (kN)

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI PENILAIAN BEBAN
44 45

2.2.7 Perhitungan Kapasitas Beban 2. Hasil uji benda uji yang dipotong dari benda uji yang diperoleh dari jembatan. Jembatan yang dibangun :
Jembatan jembatan sesuai cara yang disetujui. Benda uji dipotong dari bagian komponen ☐☐ Sebelum 1936 200 MPa
3. Nilai minimum yang tercantum dimana tegangan yang terjadi diketahui ☐☐ 1936 – 1970 230 MPa
2.2.7.1 Umum pada gambar atau dalam spesifikasi adalah kecil, dan dipilih pada bagian lebih
☐☐ Setelah 1970 250 MPa
konstruksi. tebal dari komponen tersebut. Prosedur
Kekuatan rencana suatu komponen Tegangan leleh besi tuang diambil
Bila sertifikat pengujian, hasil uji pengambilan dan pengujian benda uji
jembatan harus dihitung dengan meng- sebesar 180 MPa.
benda uji atau gambar tidak tersedia, dapat sesuai persyaratan yang ditentukan oleh
gunakan karakterisitk bahan yang diten-
digunakan nilai asumsi yang diberikan yang berwenang. 2.2.8 Evaluasi Kondisi Jembatan
tukan sesuai Artikel 2.2.7.2. Faktor reduksi
dalam artikel ini. Bila tidak terdapat hasil uji atau
kekuatan untuk analisis batas limit dari Untuk jembatan beton, kuat tekan Evaluasi kondisi jembatan diberikan
keterangan lain, nilai-nilai tegangan leleh
komponen-komponen adalah sesuai beton dapat ditentukan berdasarkan hasil minimum baja struktural dianggap : pada Tabel 2.4 dan Tabel 2.5
Pedoman Perencanaan Kayu Struktural, uji bor inti yang mempunyai diameter mini-
Baja Struktural atau Beton Struktural mum 75 mm. Bor inti tidak boleh dilaksana- Tabel 2.4 - Faktor Kondisi Bangunan Atas.

2.2.7.2 Karakteristik Bahan kan pada komponen beton pratekan kecuali Kondisi Komponen FKS
gambar tersedia dan lokasi kabel pretekan Terdapat kerusakan kecil yang dapat diperbaiki dengan pemeliharaan rutin.
Besaran untuk jembatan lama harus dapat ditentukan dengan tepat. Bila tidak Kerusakan tidak mempengaruhi kegunaan dan keamanan jembatan, dan bersifat 1.00
stabil
ditentukan dengan salah satu cara berikut. terdapat nilai hasil uji atau keterangan lain,
1. Karakteristik bahan yang diperoleh nilai-nilai dalam Tabel 2.3 dianggap berlaku. Terdapat kerusakan yang potensial besar tetapi setempat dan terbatas.
Kerusakan tidak mempengaruhi kegunaan dan keamanan jembatan pada waktu 0.90
sebagai hasil uji selama pelaksanaan Untuk jembatan baja, tegangan leleh sekarang, tetapi kondisi akan memburuk bila tidak diadakan perbaikan.
konstruksi berlangsung. baja dapat ditentukan berdasarkan hasil uji
Terdapat kerusakan besar yang mengurangi keamanan jembatan. 0.70

Terdapat kerusakan kritis yang akan menimbulkan keruntuhan, bila tidak diperbaiki
dalam waktu 12 bulan – jembatan dalam kondisi ini seharusnya hanya digunakan 0.30
Tabel 2.3 - Jembatan Beton – Besaran Asumsi Karakteristik untuk lalu lintas darurat.

Beton Bertulang Beton Pratekan


Tabel 2.5 - Faktor Kondisi Bangunan Lantai.
Tahun
Baja Pratekan Kondisi Lantai Jembatan FKD
Pembangunan Tulangan Beton Beton
Tegangan
Jembatan Tegangan leleh Kuat Tekan Kuat Tekan
Putus
(MPa) (MPa) (MPa) Baik : tidak terdapat retak tembus, terkelupas atau korosi tulangan. 1.00
(MPa)

Kurang : terdapat retak tembus dengan jarak antara jauh (> 1.0 m), beberapa
0.70
Sebelum 1970 210 20 Tidak ada Tidak ada terkelupas dan tulangan terbuka/korosi.

Buruk : terdapat retak tembus yang membentuk kotak-kotak tersendiri,


Sesudah 1970 230 22 1725 35 beberapa mengalami gerakan akibat lalu lintas, tulangan terbuka pada lebih dari 0.30
10% luas lantai.

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI PENILAIAN BEBAN
46 47

2.3 Pedoman Penilaian Beban berdasarkan AASHTO (Manual Tabel 2.6 - Batas kekuatan dan faktor beban untuk penilaian beban
for Condition Evaluation and Load and Resistance Factor Rating
Design load
(LRFR) for Highway Bridges) Beban Beban
Legal Permit
Tipe jem- load load
Limit state mati mati Inventory Operating
batan
DC DW
2.3.1 Konsep
LL LL LL LL
AASHTO memberikan persamaan untuk menentukan penilaian beban setiap Steel Kekuatan I 1.25 1.50 1.75 1.35 Tabel 5 -
komponen dan hubungan subjektif untuk efek gaya tunggal (seperti axial force, flexure Kekuatan II 1.25 1.50 - - - Tabel 6
or shear) :
Service II 1.00 1.00 1.30 1.00 1.30 1.00
Fatigue 0.00 0.00 0.75 - - -
C − (γ DC )( DC ) − (γ DW )( DW ) ± (γ p )( P )
RF = (2.9)
(γ L )( LL + IM ) Reinforced
concrete
Strength I 1.25 1.50 1.75 1.35 Tabel 5 -
Strength II 1.25 1.50 - - - Tabel 6
Service I 1.00 1.00 - - - 1.00
Untuk batas kekuatan : IM = nilai beban dinamis
Prestressed Strength I 1.25 1.50 1.75 1.35 Tabel 5 -
C=φc φs φ Rn γDC = faktor beban LRFD untuk concrete
Strength II 1.25 1.50 - - - Tabel 6
dengan batas terendah yang berlaku adalah komponen struktural dan tambahannya
Service III 1.00 1.00 0.80 - 1.00 -
sebagai berikut : γDW = faktor beban LRFD permukaan
Service I 1.00 1.00 - - - 1.00
φc φs≥0.85 yang digunakan dan penggunaannya
Wood Strength I 1.25 1.50 1.75 1.35 Tabel 5 -
dan kondisi batas layan : γp = faktor beban LRFD untuk beban
Strength II 1.25 1.50 - - - Tabel 6
C=fR permanen lainnya selain dari beban mati
Dimana : = 1.0 Notes : yang mempertimbangkan interaksi efek
RF = Rating Factor (Faktor Penilaian) γL = faktor evaluasi beban hidup •• Perbedaan warna pada tabel mengindi- beban. (contoh: axial-bending interaction
C = kapasitas φc = faktor kondisi kasikan pilihan pengecekan or shear bending interaction), seperti yang
fR = regangan yang diijinkan ditentukan φs = faktor sistem •• Service I digunakan untuk mengecek 0.9 disajikan dalam standar ini yang terdapat
dalam LRFD code φ = faktor tahanan LRFD F, stress limit pada tulangan pada ketahanan struktur.
Rn = ketahanan nominal (saat diinspeksi) Penilaian beban harus dilakukan di •• Faktor beban untuk DW pada kekuatan Efek dari prategang bentang menerus
DC = efek beban mati karenan komponen setiap aplikasi batas ketetapan dan beban limit state yang bisa diambil 1.25 dimana dan efek gaya terkunci dari proses konstruksi
struktural dan tambahannya akibat nilai terendah yang menentukan ketebalan telah diukur. sebaiknya dimasukkan sebagai beban
DW = efek beban mati karena permukaan faktor pengendalian penilaian. Batas per- •• Kondisi batas fatik dicek menggunakan permanen lainnya selain beban mati, P.
yang digunakan dan penggunaannya nyataan dan faktor beban untuk penilaian LRFD fatigue truck Asumsi yang dipakai dalam menerap-
P = beban permanen selain beban mati beban harus dipilih dari Tabel 2.6. kan LRFR bahwa penilaian beban jembatan
LL = efek beban hidup Komponen yang dituju untuk efek didasarkan pada kondisi struktural yang
beban kombinasi harus dinilai dari beban ada, sifat material, beban dan kondisi lalu

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI PENILAIAN BEBAN
48 49

lintas di lokasi jembatan. Untuk memperta- Mulai


2.3.2.2 Design Load Rating memberikan kapasitas muatan aman (untuk
hankan kapasitas ini, jembatan diasumsikan (penilaian beban berdasarkan truk) berlaku sesuai AASHTO dan tetapan
untuk menjadi subyek pemeriksaan secara beban desain) muatan yang diizinkan (kendaraan legal).
berkala, tidak melampaui interval maksi- Design Load RF≥1
Penilaian berdasarkan beban rencana Nilai faktor beban hidup dipilih berdasar-
Rating
mum. Perubahan kondisi struktural yang AASHTO adalah penilaian tingkatan kan kondisi lalu lintas truk di lokasi (site).
ada, bahan, beban, atau kondisi lalu lintas RF<1
pertama jembatan pada muatan HL-93 Kekuatan adalah tetapan batasan untuk
lapangan membutuhkan re-evaluasi. - Penempatan RF<1 Legal Load RF≥1 dan standar perencanaan LRFD, meng- penilaian beban; batasan layanan digu-
beban
Rating
- Perkuatan gunakan dimensi dan sifat jembatan pada nakan secara selektif. Hasil dari penilaian
2.3.2 Metoda Evaluasi Jembatan
RF≥1 saat diperiksa. Ini adalah pengukuran beban untuk beban yang diizinkan dapat
Standar ini menyediakan tiga metode digunakan sebagai dasar untuk pembuatan
Permit Load
kinerja jembatan yang telah ada untuk
untuk mengevaluasi kapasitas maksimum Lulus/gagal
Rating
standar desain jembatan LRFD yang keputusan mengenai penempatan beban
beban hidup jembatan yang aman atau berlaku. Berdasarkan pemeriksaan ini, atau kekuatan jembatan.
untuk menilai keselamatan di bawah kondisi jembatan diperiksa terhadap batas kekua-
Tidak diperlukan 2.3.2.4 Permit Load Rating
beban tertentu: tindakan lebih
tan pada tingkat keandalan desain LRFD.
lanjut (penilaian beban berdasarkan
1. Faktor penilaian beban dan ketahanan Evaluasi pada tingkat evaluasi kedua juga beban ijin)
jembatan (LRFR) Gambar 2.9 - Diagram alir untuk penilaian beban merupakan pilihan. Penilaian tersebut juga
2. Penilaian beban berdasarkan pengu- Penilaian berdasarkan beban ijin
mempertimbangkan semua batas kekuatan
jian beban, dan berguna untuk memeriksa keamanan dan
asi terdiri dari beban hidup rencana, beban layanan LRFD.
3. Evaluasi keselamatan menggunakan kemampuan dari jembatan dalam meninjau
yang ditetapkan berdasarkan standar ken- Penilaian beban berdasarkan beban
metode realibiliti struktur untuk kelayakan lewatnya kendaraan di atas batas
daraan tertentu (legal load) dan beban yang rencana menjadi sebagai proses penya-
kasus-kasus khusus. berat yang diizinkan. Ini adalah penilaian
ringan untuk mengidentifikasi jembatan
diijinkan (permit load) . level ke tiga yang dapat diaplikasikan hanya
Hanya metode LRFR yang menjadi yang harus dilakukan penilaian berdasar-
Metodologi untuk faktor penilaian untuk jembatan yang mempunyai kapasitas
yang dibahas dalam bagian ini. Beban kan beban legal. Jembatan yang melewati
beban dan ketahanan jembatan terdiri dari yang cukup untuk beban yang diizinkan
pengujian dan evaluasi keselamatan untuk tahap pengecekan design load (RF≥1) pada
tiga prosedur yang berbeda: AASHTO. Faktor beban yang dikalibrasi
kasus-kasus khusus akan dibahas tersendiri. tahap inventory akan memiliki penilaian
1. penilaian beban desain berdasarkan jenis izin dan kondisi lalu lintas
2.3.2.1 Penilaian Beban beban yang memadai untuk semua beban
2. penilaian beban yang ditetapkan di lokasi adalah khusus untuk memeriksa
yang diizinkan.
Evaluasi jembatan dilakukan untuk berdasarkan standar kendaraan tertentu efek beban yang disebabkan oleh lewatnya
tujuan yang berbeda menggunakan model 3. penilaian beban ijin. 2.3.2.3 Legal Load Rating (penilai- truk yang kelebihan beban muatan. Panduan
an beban berdasarkan beban legal)
beban hidup yang berbeda dan berdasarkan Prosedur penilaian ditunjukkan dalam untuk kriteria kemampuan layanan yang
kriteria evaluasi. Beban hidup yang dievalu- bagan alir pada Gambar 2.9. Tahapan kedua penilaian beban akan diperiksa saat meninjau kelayakan
dilakukan kendaraan tunggal yang juga disediakan.

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI PENILAIAN BEBAN
50 51

dengan menggunakan faktor beban tertentu. 2.3.4 Beban untuk dievaluasi


2.3.3 Komponen yang dievaluasi dilakukan dengan menggunakan kombi-
Kombinasi beban yang digunakan dalam
nasi kekuatan beban dan faktor beban dari
analisis tersebut harus terdiri dari semua 2.3.4.1 Umum
2.3.3.1 Dek AASHTO LRFD Bridge Design Specifica-
beban tetap yang relevan, bersama dengan
tions, termasuk semua beban permanen dan Bagian ini menjelaskan beban yang
Balok yang menerima beban dari satu atau lebih beban standar. Penilai-
beban akibat pengereman dan gaya sentrifu- digunakan dalam menentukan efek beban
lantai beton dan dek metal yang mene- an beban harus direduksi bila terdapat
gal, namun mengabaikan beban sementara dalam persamaan penilaian beban secara
rima beban lalu lintas normal tidak perlu kelebihan tebal aspal pada lantai atas.
lain seperti angin atau suhu. Faktor beban umum. Hanya beban permanen dan muatan
dievaluasi secara rutin. Lantai jembatan
permanen harus diambil dari LRFD Tabel 2.3.3.4 Evaluasi struktur khusus kendaraan dipertimbangkan untuk menjadi
sebaiknya diperiksa secara rutin untuk kesimpulan dalam penilaian beban. Beban
3-2 sehingga menghasilkan faktor efek gaya
memeriksa performa yang baik. Pemerik- Perhitungan daya dukung struktur
maksimum. Dimana stabilitas longitudinal lingkungan seperti angin, es, suhu, aliran
saan metal deck sebaiknya lebih ditekankan yang kompleks, seperti jembatan gantung,
dianggap tidak memadai, struktur dapat sungai dan gempa biasanya tidak diper-
pemeriksaan pada kemungkinan terjadinya jembatan cable stayed, jembatan gelagar dan
ditetapkan untuk kecepatan terbatas. timbangkan dalam penilaian kecuali saat
retakan kelelahan. melengkung, memerlukan metode analisis
Perhatian lebih akan akan diberi- kondisi yang tidak biasa.
Lantai jembatan dari kayu yang dan prosedur khusus. Panduan umum terse-
kan kepada elemen substruktur untuk 2.3.4.2 Beban tetap dan
menunjukkan deformasi atau lendutan dia dalam standar ini dan AASHTO LRFD
membuktikan adanya distress atau faktor beban
yang berlebihan akibat beban lalu lintas Bridge Design Specifications, tetapi prose-
ketidakstabilan yang dapat mempengaruhi
yang normal harus dilakukan evaluasi lebih dur lain harus digunakan untuk penentuan Penilaian beban jembatan harus
kapasitas beban muatan jembatan. Elemen
lanjut dan pengendalian penilaian rutin. aktual dari penilaian beban. mempertimbangkan semua beban
utama dan komponen substruktur yang
Kapasitas papan kayu sering dikendalikan 2.3.3.5 Kualifikasi dan permanen. Beban permanen termasuk
gagal diperkirakan akan menyebabkan
oleh horizontal shear. tanggung jawab beban mati dan efek dari proses konstruksi.
keruntuhan jembatan sehingga sebaiknya
2.3.3.2 Substruktur diidentifikasi pada penekanan khusus
Seorang insinyur profesional berli-
2.3.4.3 Beban mati
selama pemeriksaan.
sensi dengan minimal pengalaman lima Efek beban mati pada struktur harus
Bagian dari substruktur tidak perlu
diperiksa secara rutin untuk kapasitas
2.3.3.3 Superstruktur tahun merancang jembatan dan pengala- dihitung sesuai dengan kondisi eksisting
man inspeksi sebaiknya dibebankan tang- pada saat dianalisis. Beban mati sebaiknya
beban. Elemen substruktur seperti pier dan Bangunan atas jembatan dan
gung jawab keseluruhan untuk evaluasi berdasarkan dimensi yang ditunjukkan pada
kolom sebaiknya diperiksa disaat tenaga konstruksi pendukung lantai harus dianali-
kapasitas jembatan. Keahlian teknik yang rencana dan diverifikasi dengan pengukuran
ahli memiliki alasan untuk yakin bahwa sis terhadap pengaruh kedua beban penilai-
diperlukan untuk mengevaluasi jembatan lapangan, dimana keadaan saat itu, utilities,
kapasitasnya dapat mempengaruhi kapasitas an standar. Bila tidak ada permintaan untuk
bervariasi dengan kompleksitas jembatan. lampiran dan ketebalan permukaan harus
beban dari seluruh jembatan. penilaian lebih mendalam, maka jembatan
Sebuah pendekatan multi disiplin yang diverifikasi pada saat inspeksi. Berat mini-
Dimana dianggap perlu oleh engi- yang direncanakan dengan rencana sesuai
memanfaatkan pengetahuan khusus dan mum unit material yang digunakan dalam
neer, nilai beban elemen struktur dan tatacara tertentu. Analisis terperinci
ketrampilan insinyur lainnya mungkin diper- perhitungan beban mati disesuai dengan
pengecekan stabilitas komponen struktur mengenai penilaian beban jembatan harus
lukan dalam situasi khusus untuk inspeksi LRFD Tabel 3-3, jika tidak ada informasi
seperti abutment, piers dan dinding harus berdasarkan keadaan kekuatan batas ultimit
dan evaluasinya. yang tepat.

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI PENILAIAN BEBAN
52 53

2.3.4.4 Beban tetap selain beban Faktor beban untuk beban hidup ☐☐ Jarak antara garis roda berdekatan dari 2.3.4.6.6 Efek temperatur
mati kendaraan yang digunakan dalam penilaian truk tidak akan kurang dari 4,0 ft.
Efek suhu tidak perlu dipertimbang-
beban adalah seperti yang tertera pada Tabel ☐☐ Jarak antara roda truk harus diambil
Efek sekunder dari prestressing harus kan dalam menghitung penilaian beban
2.6 di halaman 45. Ketetapan beban hanya untuk menjadi 6,0 ft, kecuali disebut-
dianggap sebagai beban permanen. untuk non-segmental komponen jembatan.
memiliki variasi kecil dari beban AASHTO kan lain.
2.3.4.5 Faktor beban yang seharusnya dievaluasi menggunakan 2.3.4.6.7 Beban gempa
2.3.4.6.3 Beban dinamik yang di-
Faktor beban untuk beban permanen prosedur yang sama dan faktor-faktor ijinkan Efek gempa tidak perlu dipertimbang-
diberikan dalam Tabel 2.6. dimana efek tertentu untuk truk AASHTO dalam kan dalam menghitung penilaian beban.
Penyisihan beban dinamis untuk
beban penambahan beban permanen, faktor standar ini.
evaluasi harus seperti yang telah ditentukan. 2.3.4.6.8 Creep dan penyusutan
beban maksimum sebaiknya digunakan. Ketetapan beban secara signifikan
Jika ketebalan permukaan merupakan lebih berat daripada beban AASHTO, harus 2.3.4.6.4 Beban hidup pejalan kaki Efek dari Creep dan penyusutan tidak
pengukuran lapangan γDW maka dapat menjadi beban yang dinilai menggunakan perlu dipertimbangkan dalam menghitung
Beban pejalan kaki di trotoar tidak
diambil 1.25. Faktor beban dari 1.0 (γp=1.0) faktor beban yang ditentukan untuk izin penilaian beban yang ada, baik didistri-
perlu dipertimbangkan bersamaan dengan
digunakan untuk efek sekunder dari rutin dalam standar ini, jika memiliki busikan penguatan untuk mengontrol
beban kendaraan pada saat penilaian beban
post-tensioning. kapasitas bentang yang cukup untuk jembatan kecuali engineer memiliki alasan retak non-segmental dan komponen
beban AASHTO. untuk berharap bahwa beban pejalan kaki non pratekan.
2.3.4.6 Beban Transiens
2.3.4.6.2 Penerapan beban hidup signifikan akan bertepatan dengan beban
2.3.4.6.1 Beban hidup akibat kendaraan maksimum kendaraan. Beban pejalan kaki 2.3.5 Material
kendaraan (beban gravitasi) : LL yang dipertimbangkan bersamaan dengan
Jumlah jalur lalu lintas yang akan Apabila properties dari material
beban kendaraan dalam perhitungan untuk
Beban hidup nominal yang akan dimuat dan penempatan garis transver- yang dipakai tidak diketahui dengan
penilaian beban yang akan menjadi beban
digunakan dalam evaluasi jembatan yang sal roda harus dalam kesesuaian dengan jelas, AASHTO memberikan batas karakte-
maksimum, tetapi dalam kasus ini tidak
dipilih berdasarkan tujuan dan dimak- AASHTO LRFD Bridge Design Specifica- ristik material sesuai dengan tahun pemba-
harus memuat melebihi nilai yang diten-
sudkan menggunakan hasil dari evaluasi. tions seperti berikut ini: ngunan struktur.
tukan dalam LRFD.
Model dari beban hidup untuk penilaian ☐☐ Jalan lebar 18-20 ft, memiliki dua jalur
beban meliputi : lalu lintas, masing-masing sama dengan 2.3.4.6.5 Beban Angin
•• Design load: Beban rencana HL93 setengah lebar jalan. Beban angin tidak dianggap memiliki
•• Legal load : beban legal AASHTO ☐☐ Jalan lebar kurang dari 18 ft sebaiknya perputaran khusus.
(Tipe 3, tipe 3S2, tipe 3-3, beban lajur),
hanya menerima beban lalu lintas satu
beban yang ditetapkan negara bagian.
lajur saja.
•• Permit load : Batasan kendaraan
☐☐ Jarak beban roda tidak lebih dekat 2,0 ft
atau truk yang boleh melewati
dari tepi lajur atau tepi trotoar
jembatan tersebut.

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI PENILAIAN BEBAN
54 55

Tabel 2.7 - Kekuatan Tekan minimum 2.4 Daftar Pustaka


Tahun konstruksi Compressive strength, f’c ksi
1. Manual for Condition Evaluation and Load And Resistance Factor Rating (LRFR) Of
Sebelum 1959 2.5
Highway Bridges, AASHTO, 2003.
1959 dan nanti 3.0 2. Load rating of bridges – current practices and issues, Umarani Gunasekaran, Kanchanadevi
Ashokkumar,Rose Enid Teresa Amaladosson, Department of Civil Engineering, Anna
Tabel 2.8 - Tegangan Tarik Minimum Baja Tulangan
University, Chennai, India
Tipe dari tulangan baja Kekuatan yield, fy ksi 3. Load rating for standar bridge, Lowa Departement of Transportation
Jenis baja tidak diketahui, dibangun sebelum
33.0 4. Load Rating Of Masonry and Concrete Arch Bridges, Thomas E. Boothby, Associate
1954
professor, Dept. of Architectural Engineering,104 Engineering Unit A, Pennsylvania
Structural grade 36.0
State University, University Park, PA 16802
Baja mutu menengah, grade 40 dan jenis 5. Load rating Prosedure For Capacity Assesment Of Bridges For Running Heavy Axle Load
baja tidak diketahui, konstruki selama atau 40.0
setelah 1954 Traffic, Indian Railway Technical Bulletin, R.D.S.O Lucknow, sept. 2009
Rail atau hard grade, grade 50 50.0 6. Load rating of Complex Bridges, Nebraska Departement of Roads (NDOR).
Grade 60 60.0 7. Load rating of Bridges Without Plans, Harry W. Shenton III, Michael J Chajes, J. Huang,
Delaware Center for Trasportation, University of Delaware.
Tabel 2.9 - Minimum mechanical properties of structural steel by year of construction 8. Field Testing and Load Rating Report, Bridge S-4360 Camp Hovey, Soulth Korea, Brett
Tegangan leleh minimum, Tegangan batas mini-
Comander and Jasse Grimson.
Tahun konstruksi
Fy (ksi) mum, Fu (ksi)
Sebelum 1905 26 52
1905 hingga 1936 30 60
Setelah 1936 33 66

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI PENILAIAN BEBAN
56 57

Bab 3

Aspek Umum
dalam Penyelidikan
Jembatan
3.1 Pendahuluan

P
enyelidikan lapangan adalah aktivitas pendahuluan yang pen-
ting sebelum pelaksanaan semua pekerjaan jembatan dengan
maksud yang diuraikan dibawah Panduan Penyelidikan Jembatan
dimaksudkan untuk memberikan tahapan-tahapan yang harus dilakukan
untuk penyelidikan suatu jembatan baru pada lokasi baru atau lama,
dan tahapan untuk pemeriksaan perilaku dari jembatan lama, seperti
memperkirakan kecukupan banjir rencana dan merencanakan peker-
jaan penanggulangan dan pengamanan penggerusan. Ruang lingkup
yang diatur dalam panduan ini mencakup penyelidikan pendahuluan,
peninjauan lapangan, pemilihan jenis jembatan dan lokasi lapangan, dan
penyelidikan sungai dan tanah.

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK UMUM DALAM PENYELIDIKAN JEMBATAN
58 59

dari lapangan dan selanjutnya di analisa di dipertimbangkan yaitu:


3.2 Maksud dan Tujuan 3.3 Pemilihan Lokasi Jembatan kantor. Siklus pekerjaan di lapangan diikuti •• geometri jalan dan as jembatan
dengan pekerjaan di kantor yang mungkin (alinyemen)
Maksud dan tujuan penyelidikan
3.3.1 Pendahuluan saja harus diulang beberapa kali. Oleh •• jenis perlintasan
jembatan adalah :
❖❖ Lingkup karena itu penting sekali bagi perencana •• penyelidikan tentang tanah
•• Kesesuaian
Sub-bagian dari buku panduan ini jembatan yang bekerja di kantor untuk •• biaya
Untuk mendekati kesesuaian umum dari
membahas prinsip dasar dalam pemili- mempunyai daftar mengenai hal-hal dimana Dalam banyak kasus, tidak mungkin
lokasi lapangan dan lingkungan untuk
han lokasi jembatan yang sesuai, sebe- data masih diperlukan untuk perencanaan semua persyaratan dapat dipenuhi, peren-
pekerjaan yang diusulkan.
lum melangkah ke penyelidikan lokasi detail akhir jembatan (lihat Panduan Peren- cana jembatan hanya dapat memilih solusi
•• Rencana
secara rinci. canaan Jembatan). Tentunya juga harus dite- yang terbaik.
Untuk memungkinkan agar diper-
❖❖ Definisi kankan bahwa jika ada orang-orang yang
siapkan rencana memadai dan ekono- 3.3.2 Geometri Jalan dan As Jem-
Kata jembatan akan dijelaskan dalam berbeda penafsiran, antara kedua orang
mis, termasuk perencanaan pekerjaan batan (Alinyemen)
suatu pengertian yang luas termasuk seluruh tersebut harus ada komunikasi yang baik.
sementara.
jenis-jenis perlintasan yang melintas diatas Dalam banyak hal pekerja di kantor harus Prinsip umum yang harus diikuti
•• Pelaksanaan Konstruksi
permukaan air apakah struktur tersebut datang ke lokasi untuk memperoleh penaf- adalah bahwa jembatan harus lurus, itu
Untuk merancang cara terbaik untuk
berupa sebuah jembatan atau sebuah saluran siran pribadi mengenai kondisi lapangan. berarti bahwa as jembatan tegak lurus
pelaksanaan dan untuk memperkira-
air (culvert). Panduan ini akan membahas ❖❖ Pertimbangan terhadap penghalangnya dan haruslah
kan dan menanggulangi kesulitan dan
keterlambatan yang terjadi selama terutama masalah jembatan yang melintas Dalam memilih sebuah lokasi sependek dan sepraktis mungkin. Gambar
pelaksanaan akibat keadaan-keadaan diatas air, tetapi prinsip yang sama berlaku jembatan, sejumlah faktor harus dipertim- 3.1 membandingkan alinyemen tegak
tanah dan setempat yang lain. juga untuk konstruksi pemisah elevasi, bangkan. Faktor-faktor utama yang harus lurus dengan alinyemen miring.
•• Pengaruh Perubahan-perubahan struktur yang melintas diatas atau dibawah
Untuk menentukan perubahan-peruba- (perlintasan tidak sebidang), jalan kereta
han yang dapat terjadi dalam keadaan api, dan sebagainya. Salah satu perbedaan
tanah dan lingkungan, dari alam atau utama dari kedua tipe ini adalah bahwa
sebagai hasil pekerjaan, dan pengaruh untuk tipe struktur yang terakhir tidak perlu
perubahan demikian pada pekerjaan, pertimbangan mengenai aspek hidraulik
pada pekerjaan disekitar, dan lingku- dan ukuran dari struktur ditentukan oleh
ngan pada umumnya. persyaratan ruang bebas minimum.
•• Pemilihan Lokasi ❖❖ Prosedur
Bila terdapat alternatif, untuk menyaran- Harus disadari bahwa proses pemili-
Gambar 3.1 - Alinyemen
kan kesesuaian relatif dari lokasi han sebuah lokasi jembatan yang tepat
Tegak Lurus Dibandingkan
berbeda, atau bagian berbeda dari lokasi adalah dengan prosedur setahap demi seta- Alinyemen Miring
yang sama. hap, dengan informasi yang dikumpulkan

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK UMUM DALAM PENYELIDIKAN JEMBATAN
60 61

Gambar 3.1 menunjukkan bahwa Sebuah lokasi jembatan dapat dite- jembatan. Kedua belah pihak harus berkom- lokasi telah terpecahkan dan jenis jembatan
panjang dan juga biaya dari pemilihan rima apabila jembatan dan pendekatan promi untuk mencapai suatu kesepakatan harus dipilih.
alinyemen miring pada kenyataannya akan sepenuhnya memenuhi persyaratan dari pemilihan solusi yang cepat dan realistis.
3.3.3 Jenis Perlintasan
lebih besar daripada alternatif pilihan yang titik pandang perencanaan jalan. Harus Hal yang terpenting dari penentuan alinye-
tegak lurus. Bagaimanapun juga penilaian ditekankan kembali bahwa penambahan men jalan dan jembatan adalah harus 3.3.3.1 Kesesuaian Perlintasan
tersebut tidaklah semudah itu. Dewasa sejumlah struktur yang ditentukan oleh berdasarkan perbandingan antara biaya
ini yang penting untuk dipertimbangkan persyaratan tipe/kelas jalan akan menge- Kesesuaian setiap alternatif perlintasan
secara keseluruhan dan keuntungan.
adalah bahwa jembatan merupakan bagian sampingkan faktor-faktor lain seperti merupakan suatu kemungkinan lokasi
Dalam banyak kasus kebutuhan akan
dari jalan. Jadi struktur harus memenuhi penampang basah saluran yang diperlukan. jembatan yang dianggap bergantung kepada
volume lalu-lintas dan keamanan menen-
standar geometrik perencanaan jalan untuk Oleh karena itu perencana jalan harus jenis dari perlintasan tersebut termasuk juga
tukan lokasi dan alinyemen struktur. Dalam
fasilitas yang dipikulnya dan juga geometri mengerti prinsip dasar dari lokasi dan karakteristik sungai yang digunakan.
beberapa contoh, alinyemen jalan bisa diru-
dari struktur akan ditentukan oleh fungsi perencanaan jalan. Tentu saja perencana Dimana terdapat cakupan mengenai
bah atas dasar nilai ekonomi jembatan, hal
jalan. Kesimpulan awalnya berarti bahwa jalan juga harus mengetahui persyaratan sebuah perlintasan sungai, maka sangat
ini terutama apabila struktur yang besar
perbandingan sederhana pada Gambar 3.1 perencanaan jembatan. penting pada tahap awal dari penyelidikan
berada di daerah pedesaan.
tidak selalu benar. Misalnya, pada Gambar Dalam banyak kasus, alinyemen untuk membuat sebuah kajian yang mende-
Dalam suatu proses dimana sebuah
3.2, Alternatif B dalam sebagian besar kasus jembatan akan ditentukan melalui diskusi tail mengenai saluran. Kajian ini harus
percobaan pemilihan alinyemen jalan dan
akan lebih baik daripada Alternatif A. antara perencana jalan dan perencana mencakup besaran dan frekwensi banjir,
lokasi jembatan, biasanya dipilih suatu
muka air banjir, kecepatan aliran sungai,
alternatif alinyemen dari perencana jalan
posisi dasar sungai dan perilaku umum
ke perencana jembatan. Masing-masing
hidraulik pada setiap kemungkinan di lokasi
pilihan alinyemen ini memiliki kelayakan
perlintasan. Pada tahap ini sebuah gagasan
apabila ditinjau dari segi standar rencana
mengenai jenis, tinggi dan panjang jembatan
dan ekonomi jalan. Selanjutnya perencana yang disyaratkan harus diperoleh untuk
jembatan akan melihat alternatif alinye- setiap perlintasan yang dipertimbangkan.
men ini dari segi tipe/kelas jembatan dan
3.3.3.2 Jenis Jembatan
membuat sebuah rekomendasi. Beberapa
faktor yang perlu untuk dipertimbangkan Umumnya secara luas jembatan
akan segera didiskusikan. Bagaimanapun tergolong kedalam 4 tipe bergantung kepada
juga perencana tidak perlu untuk melihat hubungan antara muka air banjir (flood level)
faktor-faktor ini secara detail. Penilaian dan muka lantai (deck level) dari konstruksi.
Gambar 3.2 - secara seksama dan menyeluruh akan Ke 4 tipe tersebut adalah sebagai berikut
Pertimbangan
dilakukan setelah masalah umum mengenai (lihat Gambar 3.3 di halaman berikut) :
Jembatan dan
Jalan

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK UMUM DALAM PENYELIDIKAN JEMBATAN
62 63

❖❖ Jembatan Elevasi Tinggi waktu yang lebih besar dari Ford, tetapi
Dimana elevasi lantai struktur dan biasanya lebih mahal.
pendekatan untuk banjir rencana bebas Tipe struktur yang dibangun untuk
dari banjir. Biasanya tipe ini merupakan perlintasan-perlintasan khusus bergantung
struktur yang termahal. pada besarnya biaya yang tersedia dan pen-
❖❖ Jembatan Elevasi Rendah tingnya arus lalu-lintas dimana perlintasan
Dimana elevasi lantai konstruksi diatas ini terletak.Pada umumnya, penghematan
aliran sungai normal, tetapi terendam biaya harus lebih diutamakan ketimbang-
air pada banjir rencana. Tipe struktur kerugian ekonomi yang disebabkan oleh
ini biasanya digunakan karena alasan gangguan arus lalu-lintas.
ekonomi, tipe ini sangat cocok untuk
3.3.3.3 Kondisi Lokasi
daerah kering, dimana banjir besar
jarang terjadi atau di daerah pegunu- Sebagaimana yang diharapkan bahwa
ngan dimana sering terjadi banjir tetapi untuk setiap tipe jembatan tersebut diatas
dalam waktu yang singkat. ada kondisi-kondisi tertentu yang harus
❖❖ Fords diperhatikan didalam pemilihan lokasi-
Fords dapat dalam bentuk sebuah nya. Beberapa kondisi dari setiap tipe
perlintasan yang diperkeras pada dasar tersebut adalah :
sungai yang aman dari gerusan, biasanya Jembatan Elevasi Tinggi
terbuat dari lantai beton. Dalam kea- •• Perlintasan yang sempit, kedalaman
daan aliran normal air mengalir melin- perlintasan sebaiknya menggunakan
tas diatas lantai pada kedalaman yang sebuah jembatan lurus.
sangat dangkal. •• Dasar sungai harus bebas dari peng-
❖❖ Terowongan Air Banjir (Floodway) atau gerusan dan pengendapan.
dam (Causeway) •• Banjir besar yang merata atau aliran yang
Sebuah terowongan air banjir (floodway) bercabang-cabang tidak dikehendaki
atau dam (causeway) biasanya dibangun karena distribusi aliran sulit untuk
sedikit lebih tinggi dari dasar sungai. dihitung dan selalu berubah-ubah dari
Seringkali sejumlah pipa, atau sejenis- banjir yang satu ke banjir lainnya.
nya yang berlubang dipasang dibawah •• Fundasi yang sesuai, seperti batu untuk
causeway untuk mengalirkan aliran kedalaman yang dangkal atau mate-
Gambar 3.3 - Tipe-tipe Jembatan Secara Umum Terhadap Banjir air di musim kering. Sebuah floodway rial yang kuat agar biaya pilar menjadi
dapat diharapkan untuk penggunaan lebih ekonomis.
oleh lalu-lintas dan mempunyai proporsi

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK UMUM DALAM PENYELIDIKAN JEMBATAN
64 65

Jembatan Elevasi Rendah timbunan yang tinggi mungkin lebih


•• Situasi banjir merata yang masih dapat baik menggunakan culvert daripada
diterima. jembatan, asalkan persyaratan aliran
•• Kedalaman saluran yang sempit dan air dipenuhi.
biasanya tidak cocok kecuali kalau •• Berguna untuk pembangunan sebagian
daerah tepian dipotong. Dalam lebar jalan.
banyak hal pengendapan menjadi •• Berguna dimana geometri jembatan
suatu masalah. menjadi terlalu rumit, misalnya
•• Idealnya, dibutuhkan sebuah dasar jalan dengan kurva jari-jari pendek,
sungai yang lebar dan dangkal dengan khususnya dalam kombinasi dengan
kemiringan tepian sungai yang landai. perlintasan miring dan kurva vertikal.
Jembatan jenis ini lebih baik untuk •• Pipa culvert lebih ekonomis di lokasi
mencegah penggerusan dan pengen- yang terpencil.
dapan daripada jembatan dengan •• Tidak dapat digunakan apabila adanya
elevasi tinggi. kemungkinan akan hanyut, dimana
Ford dan Floodway material fundasi lunak, atau diperlukan
•• Diperlukan dasar sungai yang lebar, penggalian dasar sungai secara ekstensif.
dangkal dan hampir datar. •• Air yang tidak berubah di lokasi culvert
•• Dasar sungai harus stabil. juga bisa menjadi suatu masalah.
Seperti telah dikemukakan Floodway
3.3.3.4 Pengaturan Gabungan
dapat digunakan bersama-sama dengan Gambar 3.4 - Struktur Di daerah Banjir
pipa-pipa atau tipe lain dari culvert yang Akhirnya, penting untuk dikemuka-
akan mengalirkan aliran dimusim kering kan bahwa semua tipe jembatan dan culvert atau sebuah jembatan dengan sebuah flood- tungan rencana biaya untuk setiap usulan,
(Gambar 3.3d). dapat digunakan secara gabungan. Dalam
way (Gambar 3.4b) atau sebuah jembatan harus sudah diperoleh panjang jembatan
Gorong-gorong (Culverts) banyak contoh, misalnya gabungan struk-
dengan deretan culvert (Gambar 3.4c). yang akan digunakan, jumlah serta ukuran
Dalam banyak contoh, penggunaan culvert tur mungkin jauh lebih ekonomis daripada
culvert yang diusulkan. Ini memerlukan
biasanya lebih ekonomis daripada jembatan. sebuah jembatan tunggal berelevasi tinggi. 3.3.3.5 Perhitungan Alur Sungai
kajian tentang ilmu hidrologi dan hidraulik
Perencana jembatan harus selalu mengingat Sebuah contoh yang sama, untuk suatu situ-
Pada tahap ini, untuk setiap alter- untuk setiap kemungkinan lokasi. Dalam
hal ini bahwa penggunaan culvert merupa- asi daerah banjir dimana tidak diketahui
kan solusi yang terbaik. Beberapa hal yang secara pasti adanya saluran air dan seluruh natif alinyemen yang diusulkan, rencana banyak kasus, hanya taksiran biaya secara
relevan menyangkut penggunaan culvert daerah akan berpotensi terendam selama terbaik adalah jumlah dan jenis struktur kasar yang dibuat pada tahap ini, penye-
akan dikemukakan seperti berikut ini. banjir rencana. Dalam hal ini dapat diguna- yang diperlukan telah diperoleh. Sepanjang lidikan secara detil ditinggalkan hingga
•• Di daerah curam yang memerlukan kan dua atau lebih jembatan (Gambar 3.4a) berkaitan dengan jembatan, maka perhi- telah dipilih perlintasan yang pasti/jelas.

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK UMUM DALAM PENYELIDIKAN JEMBATAN
66 67

Bagaimanapun juga harus diingat bahwa •• muka banjir rencana


perhitungan aliran air yang menyeluruh •• saluran air yang dibutuhkan
sekarang ini kemungkinan kecil terjadi •• kecepatan aliran yang melalui struktur
perubahan besar dikemudian hari. •• arus (afflux) atau peninggian air yang
Agar mendapat sebuah gagasan dibentuk oleh konstruksi
mengenai dimensi struktur yang akan •• bentuk tampilan dan tipe dari hanyutan
digunakan untuk setiap usulan, pertama serta besarnya ruang bebas atau free-
kali perencana jembatan harus dibekali atau board
menetapkan mengenai besar dan frekwensi •• elevasi muka air normal
banjir rencana. Frekwensi ini biasanya •• ruang bebas navigasi, apabila diperlukan
bergantung pada kepentingan terhadap Bagaimanapun juga adalah perlu
jalan dan ditentukan dalam standar peren- suatu pengertian dasar dan arti dari setiap Gambar 3.6 - Daerah Aliran Air
canaan. Besaran yang berhubungan dengan data aliran tersebut diatas dan bagaimana
banjir sebaiknya harus diperkirakan dengan pengaruhnya terhadap ukuran struktur. Muka banjir rencana untuk periode peninggian permukaan air yang terjadi di
berbagai metode. Penjelasan dari sebagian besar hal-hal dalam ulang tertentu, misalnya untuk struktur hulu perlintasan sebagai konsekuensi dari
Debit banjir rencana memungkinkan daftar tersebut diatas dapat dipahami sepe- utama adalah banjir 50 tahunan, biasanya adanya penyempitan aliran. Hal ini menjadi
perencana mempelajari dan menghitung nuhnya dengan memperhatikan Gambar diambil untuk muka banjir pada saluran sebuah pertimbangan yang penting bila sifat
data-data aliran berikut ini : 3.5. Dianggap menggunakan jembatan terbuka. Ini biasanya dihitung dari debit di hulu jembatan yang mungkin terendam
elevasi tinggi. rencana dan karakteristik lokasi ataupun sebagai akibat dari pembangunan sebuah
dari catatan riwayat. struktur baru. Dalam banyak hal, juga pen-
Luas saluran air yang disediakan ting untuk menentukan pengaruh arus balik
menentukan panjang jembatan, dan pada (backwater) atau peninggian permukaan air
dasarnya ditetapkan sebagai luas dibawah (Gambar 3.5).
muka air banjir pada tempat diusulkannya Dimana sebuah jembatan direncana-
lokasi jembatan (lihat Gambar 3.6). kan untuk dilintasi banjir yang mempunyai
Daerah aliran air harus cukup besar periode ulangtinggi, maka ruang bebas
untuk menjaga kecepatan aliran yang antara tepi bawah struktur dan muka air
melintasi struktur masih dalam batas yang banjir rencana, harus sesuai agar hanyut-
diterima atau masih dalam batas yang ijin an dapat lewat. Ruang bebas ini disebut
sehingga tidak terjadi penggerusan, dan sebagai freeboard. Tinggi freeboard juga
untuk memelihara pengaruh dari backwater menentukan level lantai jembatan, tergan-
atau afflux dalam batas-batas yang masih tung pada kemungkinan adanya pengaruh
ditetapkan. Afflux (Gambar 3.5) adalah dan ukuran dari hanyutan.
Gambar 3.5 - Jembatan selama Banjir

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK UMUM DALAM PENYELIDIKAN JEMBATAN
68 69

Muka air normal dan juga muka air gian besar kasus, untuk struktur jembatan, •• Kebutuhan akan luas tanah serta pembe- satu alinyemen yang bisa memenuhi semua
rendah sangat berguna bagi Perencana dan pilihan akan berkisar antara tiang pancang, basan lahan dan bangunan. persyaratan, perencana jembatan, sebagai
Pelaksana. fundasi tapak atau fundasi tiang cor setem- •• Kebutuhan menjaga arus lalu-lintas langkah awal yang harus dipertimbang-
Pertimbangan masalah hidraulik lain- pat. Pada tahap ini, penyelidikan penda- tetap lancar selama pelaksanaan. kan adalah kemungkinan dibatasi untuk
nya, termasuk beberapa kriteria yang telah huluan fundasi harus mencukupi untuk Umumnya lebih baik untuk memper- menerima sumbu yang lebih dikehendaki
diuraikan diatas, untuk jembatan elevasi memungkinkan mengambil keputusan tahankan sebuah jembatan yang ada oleh perencana jalan. Khususnya dalam
tinggi harus di masukkan kedalam perhi- tentatif mengenai tipe pondasi yang cocok untuk memikul lalu-lintas, daripada hal dimana biaya jalan jauh lebih besar
tungan untuk tipe jembatan yang lain dan dan kemungkinan membuat suatu perban- membongkarnya untuk memung- dari pada biaya jembatan. Juga sangat
juga untuk culvert. Penyelidikan hidraulik dingan perkiraan biaya. kinkan dibangunnya jembatan baru. jarang bahwa sumbu yang lebih dike-
dapat menjadi sangat rumit, khususnya Beberapa metode yang biasa diguna- Pelaksanaan bertahap dengan menggu- hendaki ini sangat jelek bila ditinjau dari
dalam hal dimana beberapa struktur seperti kan adalah : nakan sebagian lebar jembatan biasanya
segi rencana jembatan sehingga konstruk-
sebuah jembatan dan sederatan culvert •• Melakukan pemeriksaan lokasi untuk memakan waktu yang lama dan mahal.
sinya tidak memungkinkan untuk memilih
harus disediakan pada perlintasan yang melihat kondisi tanah secara umum •• Dengan ilmu pengetahuan yang
layout jembatan.
sama. Dulu perhitungan menggunakan misalnya,bentuk batuan, jenis tanah tersedia, kualitas dan biaya material
Dalam banyak kasus, bila tipe dan
metode perkiraan/ pendekatan kasar, tetapi konstruksi, dapat diperoleh. Area yang
dan sebagainya. dimensi struktur tersebut telah ditentukan
saat sekarang ini dengan adanya program cocok dekat dengan lokasi perlintasan,
•• Melihat informasi yang sudah tersedia untuk setiap rute, akan memudahkan untuk
kurva backwater dapat ditetapkan dengan harus diselidiki untuk mendirikan
seperti jembatan yang ada didekat lokasi, melakukan perhitungan biaya keseluruhan
pendekatan yang lebih rasional. sebuah depot atau gudang konstruksi,
dan peta rupa bumi. alternatif ini, serta berkonsultasi dengan
penyimpangan tiang, daerah pengeco-
3.3.4 Penyelidikan Tanah •• Dalam beberapa hal, lubang pengujian perencana jalan untuk membuat sebuah
ran dan sebagainya. Dan penting juga
dapat di bor tetapi waktu dari pemboran rekomendasi. Tipe umum jembatan yang
Pada tahap awal dari penentuan untuk menemukan apakah tersedia
awal biasanya tergantung pada kepenti- digunakan hampir selalu ditentukan
lokasi yang terbaik agar dapat digunakan, jalan masuk yang baik untuk ken-
ngan struktur, dan ini hanya dilaksana- berdasarkan kepentingan terhadap jalan,
penyelidikan pendahuluan fundasi harus daraan pengangkut material jembatan,
kan setelah lokasi fundasi telah dipilih. dan perhitungan awal saluran air akan
dilaksanakan untuk menentukan cocok komponen dan peralatan.
atau tidaknya berbagai lokasi untuk tipe 3.3.5 Biaya dan Pertimbangan lain memberikan satu ide yang baik mengenai
3.3.6 Pemilihan Lokasi Akhir
jembatan yang diinginkan oleh perencana dimensi jembatan. Seringkali digunakan
Berbagai kemungkinan perlintasan
dapat digunakan. Pemilihan lokasi akhir jembatan kondisi tanah dan persyaratan lainnya
pada dasarnya di bandingkan berdasar-
Kondisi fundasi dapat bervariasi dari tidaklah sesulit seperti yang dijelaskan sebe- seperti yang terdapat dalam daftar pada
kan biaya. Oleh karena itu pertimbangan
satu lokasi ke lokasi lainnya, dan ini akan lumnya. Walaupun sangat jarang terdapat Sub-bagian 3.3.5 diatas.
mempengaruhi biaya jembatan secara ekonomi adalah hal yang penting dan

keseluruhan. Namun, akan menjadi sia-sia utama. Faktor tambahan yang harus diper-
apabila menghabiskan banyak waktu dan hatikan untuk setiap alternatif termasuk
biaya pada pengujian tanah. Dalam seba- didalamnya:

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK UMUM DALAM PENYELIDIKAN JEMBATAN
70 71

3.4 Daftar Pustaka


Pustaka-Pustaka Bahasa Inggris
Pustaka Publikasi
3.1 Tin Loi F., Lecture Notes for Indonesian Bridge Engineering Course, University of
New South Wales, School of Civil Engineering, translated to Indonesian by the
Civil Engineering Department, Bandung Institute of Technology, sponsored by
Indonesian Australian Steel Bridge Project, 1985.
3.2 Faraday R.V. & Charlton F.G., Hydraulic Factors in Bridge Design, Published by
Hydraulics Research Station Limited, Wallingford, Oxfordshire, Produced by
Thomas Telford Ltd, London, 1983.
3.3 Neill C.R. (Editor), Guide to Bridge Hydraulics, Published for Roads and Transport
Association of Canada by University of Toronto Press, 1973.
3.4 Raina V.K., Consultancy and Construction Agreements for Bridges, Including Field
Investigations, Tata McGraw-Hill, New Delhi, 1989.
3.5 Bindra S.P., Principles and Practice of Bridge Engineering, Dhanpat Rai & Sons,
Delhi, 4th Revised Edition 1979, 1986 reprint.

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK UMUM DALAM PENYELIDIKAN JEMBATAN
72 73
Bab 4

Aspek
Sumber Daya Air
terhadap
Perencanaan
Jembatan
4.1. Umum

P
enyelidikan Jembatan sangat dipengaruhi oleh aspek sumber
daya air, mengingat posisi jembatan selalu di atas sungai atau
bahkan rawa dan laut. Oleh karena itu perlu dikaji lebih dalam
mengenai sumber daya air.
Sumber daya air termasuk sumber daya fisik yang dalam
pengembangannya tidak terlepas dari sumber daya lainnya. Sumber
daya selamanya tersusun dari berbagai unsur dan sumber daya alam
(termasuk di dalamnya air) merupakan salah satu dari unsur yang
menyusunnya. Potensi sumber daya air di Indonesia sangat berpeluang
untuk dimanfaatkan.
Gambar 4.1 - Skema Klasifikasi Sumber Daya Gambar 4.1 melukiskan bagan yang menunjukan skema yang
(Sudjarwadji, Teknik Sumber Daya Air, 1987/1988, PAU IT) berisi klasifikasi sumber daya. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa
pengembangan sumber daya air menyangkut aspek-aspek sumber
daya yang lain. Air merupakan sumber daya yang dapat diperbaharui,
oleh karena itu air merupakan sumber daya yang harus mendapatkan
perhatian serius.
Dari keterangan diatas, jelas bahwa pengembangan sumber daya air
harus dibantu bidang-bidang ilmu yang terkait seperti berikut :
a. Bidang ilmu hidrologi, yang menyangkut kemampuan untuk mera-
malkan jumlah air yang tersedia, jumlah air yang dibutuhkan, volume
air hujan, dan debit banjir maksimum.

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
74 75

Tabel 4.2.1 - Periode Ulang Banjir Rencana


b. Bidang ilmu pengairan dan bangunan 4.2. Hidrologi
air, yang menyangkut kemampuan Kategori Pekerjaan Jenis Pelintasan Periode Ulang

untuk memperkirakan kuantitas dan 4.2.1 Pendahuluan Pekerjaan Khusus Jembatan besar dan penting 100 tahun

kualitas air yang dibutuhkan, meren- Pekerjaan Biasa Jembatan tetap 50 tahun
Sub-bagian dari Panduan ini mempe-
canakan sistem pembagian dan peng- Gorong-gorong
rinci segi-segi hidrologi dari penyelidikan
aturan air yang efisien, merancang Pekerjaan Sementara Jembatan sementara 20 tahun
lokasi jembatan. Periode ulang banjir
bangunan pembagi, pengontrol dan Pelintasan banjir
rencana yang disyaratkan diberikan untuk
pengatur air. Jalan yang dipergunakan untuk
berbagai jenis jembatan dan tahapan untuk lalu lintas selama konstruksi
c. Bidang ilmu rekayasa sungai, menyang-
perkiraan debit banjir diperinci dalam alur
kut kemampuan untuk mengidentifikasi
sungai untuk jembatan. terlampaui. Kebalikan periode ulang adalah curah hujan. Penggunaan teknik curah
hal-hal yang berkaitan dengan morfologi
kemungkinan terlampauinya banjir dalam hujan adalah cara terbaik kedua terhadap
sungai untuk kepentingan merencana- 4.2.2 Tujuan
satu tahun, yaitu, periode ulang banjir 100 analisis langsung dari data aliran sungai.
kan alur pelayaran, penyelusuran banjir Analisis hidrologi adalah tahap paling tahun adalah banjir yang akan terjadi sekali Sayangnya bahwa di banyak negara
dan angkutan sedimen sungai. penting sebelum perencanaan hidrologi dalam 100 tahun dan akan mempunyai termasuk Indonesia, data curah hujan
d. Bidang ilmu hidraulika, menyangkut dari alur sungai untuk jembatan. Analisis kemungkinan sebesar 0,01 atau 1 persen. lebih mudah diperoleh dibanding data
kemampuan untuk menentukan tipe tersebut diperlukan untuk menentukan Iaju Tabel 4.2.1 menyusun periode ulang aliran sungai dan kebanyakan perkiraan
aliran, tenaga aliran dan cara menga- aliran, limpasan air atau debit yang harus banjir rencana harus berdasarkan data
banjir rencana yang digunakan untuk
tasinya. ditampung oleh alur sungai untuk jembatan. curah hujan, dengan menggunakan ketera-
perencanaan alur sungai untuk jembatan,
e. Bidang ilmu rekayasa lingkungan, Debit rencana adalah beban hidrolik pada gorong-gorong dan perlintasan banjir. ngan riwayat banjir untuk memperbaiki
menyangkut kemampuan untuk alur sungai dan struktur jembatan dan Pemilihan periode ulang yang digu- hasil tersebut.
menentukan merencanakan kualitas, penentuan besarnya serta lamanya adalah nakan dalam memilih banjir rencana Dengan mengabaikan bentuk fisik
kuantitas dan distribusi air minum, segi perencanaan yang sangat penting. umumnya adalah berdasarkan pengkajian dari daerah aliran, debit akan bervariasi
kapan dan berapa besar debit air untuk Tujuan analisis hidrologi, adalah biaya - manfaat, dengan mempertimbang- dengan curah hujan, tumbuh-tumbuhan,
penggelontoran kota, mengatasi polutan, untuk menentukan: kan tingkat pelayanan lalulintas yang diper- jenis tanah dsb. Dengan demikian bahwa
pengendalian kadar garam dan penja- •• debit banjir dalam alur sungai pada lukan dan kerusakan yang dapat disebabkan perlu cara perkiraan debit diperiksa atau di
gaan keseimbangan ekologi. jembatan untuk periode ulang banjir oleh banjir rencana yang terlampaui, yaitu, uji untuk tiap wilayah atau daerah dimana
f. Bidang ilmu ekonomi, menyangkut rencana yang sesuai biaya keterlambatan lalu lintas dan biaya hidrologi relatif sama.
kemampuan membuat analisis ekonomi •• kedalaman aliran air, dan perbaikan kerusakan akibat banjir diim- Cara yang tepat digunakan untuk
untuk menentukan alternatif rencana •• kecepatan air. bangi terhadap pengadaan standar biaya perkiraan aliran banjir rencana dapat dibagi
yang paling optimum dan menentukan yang lebih tinggi sebagai contoh awalnya. dalam dua kelompok sebagai berikut:
4.2.3 Periode Ulang Banjir Rencana
tipe keputusan yang sesuai, termasuk ❖❖ Cara Berdasarkan Aliran Sungai
4.2.4 Perkiraan Banjir Rencana
juga mengenai cara-cara mengeliminasi Periode ulang (atau interval terulang) Untuk daerah aliran sungai yang terukur
masalah yang timbul dari aspek sosial banjir adalah interval waktu rata-rata Perkiraan banjir rencana dapat dengan pencatatan jangka waktu cukup
dan lingkungan. dimana kejadian banjir akan sama atau didasarkan pada aliran sungai atau catatan panjang (umumnya diperlukan paling

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
76 77

sedikit 15 tahun), data dapat dianalisa daerah aliran untuk mendapatkan Unit
dalam sub bagian 4.3, Hidraulika, dari buku saluran, kekasaran dan kelandaian adalah
secara statistik dan dibuat perkiraan Hidrograf Sintetik (SUH) atau prosedur
Panduan ini. tetap, dan sebagai tidak seragam atau beru-
aliran rencana dengan periode ulang limpasan air untuk daerah tersebut.
bah bila besaran saluran bervariasi dari
tertentu. Analisis frekwensi riwayat Hubungan tersebut dapat digunakan 4.2.6 Kebebasan Vertikal Banjir
Rencana potongan ke potongan.
banjir adalah cara yang dapat diandalkan untuk memperoleh model dari daerah
Kedalaman aliran dan kecepatan rata-rata
untuk perkiraan besaran dan frekwensi aliran yang tidak diukur dimana curah Kebebasan vertikal antara titik akan tetap untuk aliran langgeng dalam
banjir akan datang. hujan rencana dapat digunakan untuk terendah dari tepi bawah jembatan dan saluran yang seragam.
Bila terdapat sejumlah daerah aliran memperoleh aliran rencana. tinggi muka air dari banjir rencana harus
dengan pencatatan cukup panjang, Pada daerah dimana aliran sungai setidaknya 1,0 meter. Kebebasan tersebut
b. Aliran Seragam
data dapat dianalisa dan aliran rencana dan data curah hujan yang berhubu- harus dinaikkan bila ada kemungkinan
Dengan kedalaman aliran d yang diketahui
dihubungkan dengan karakterisktik ngan adalah sangat terbatas, hubungan hanyutan berukuran besar.
pada saluran seragam, kecepatan rata-rata
daerah aliran (sebagai contoh luas, antara parameter model dan karakter-
4.3 Hidraulika V (m/det) dapat dihitung dengan meng-
panjang sungai utama dsb).Hubungan istik daerah aliran yang diperoleh diluar
gunakan rumus Manning :
tersebut kemudian dapat digunakan daerah yang ditinjau dapat diuji dengan
4.3.1 Pendahuluan
untuk perkiraan aliran rencana dalam data yang tersedia, dan yang paling
V =
R 2/3S1/2 (4.3.1)
daerah aliran yang tidak terukur. dekat menjadi model daerah aliran Bagian dari buku panduan ini mengu- n
Pendekatan tersebut dikenal sebagai yang digunakan. raikan prinsip-prinsip aliran pada saluran
dimana
cara frekwensi banjir regional. Peramalan debit aliran sungai dapat terbuka sebagai latar belakang dalam
V = kecepatan rata-rata dari aliran (m/
mengacu pada Pustaka 4.2.1 pedoman perencanaan alur air. Desain jembatan
detik)
❖❖ Cara Berdasarkan Curah Hujan nomer Pd.T-06-2004-A. Tahapan rinci dan gorong-gorong dari saluran air ini
R = jari-jari hidraulik = A/P
Untuk daerah aliran terukur yang untuk perhitungan debit banjir di Indonesia termasuk juga akan dijelaskan tentang
A = luas penampang melintang dari aliran
mempunyai pencatatan kurang panjang dengan menggunakan salah satu dari cara cara perhitungan debit alur air, kurva arus
(m2)
untuk melakukan analisis frekwensi di atas untuk periode ulang banjir rencana membalik (backwater) dan perilaku aliran
P = keliling basah dari penampang melin-
banjir, data aliran yang tersedia dan yang disyaratkan terdapat dalam Pustaka untuk susunan geometrik tipikal.
tang aliran (m)
data pluviograf dapat digunakan untuk 4.2.6 SNI 03-2415-1991 Tata Cara Perhitu- 4.3.2 Aliran Saluran Terbuka S - kelandaian (m/m)
memperoleh parameter dari model ngan Debit Banjir atau dalam Pustaka 4.2.7
n - koefisien kekasaran Manning
daerah aliran (yaitu, unit hydrograf atau Banjir Rencana untuk Bangunan Air disusun 4.3.2.1 Jenis Aliran
Debit Q (m3/detik) adalah kemudian :
model limpasan air). Hujan lebat rencana oleh Ir. Joesron Loebis.
a. Umum Q= A V (4.3.2)
kemudian dapat digunakan pada model
4.2.5 Ketinggian Air Banjir Aliran pada saluran terbuka diklasifikasikan Rumus Manning akan memberi harga
yang dihasilkan untuk memberikan
Rencana sebagai aliran langgeng dan aliran tidak ketepatan yang cukup teliti, hanya bila debit,
banjir rencana yang diperlukan.
langgeng. Aliran disebut langgeng bila penampang melintang saluran, kekasaran
Bila terdapat sejumlah daerah aliran Setelah menentukan debit puncak
besarnya debit tidak berubah sesuai waktu. dan kemiringan bernilai tetap sepanjang
dengan cukup data untuk memper- banjir rencana, dapat dihitung ketinggian air
Aliran langgeng kemudian diklasifikasikan jarak yang cukup untuk menetapkan kondisi
oleh parameter model, ini dapat dan kecepatan aliran dalam sungai dengan
sebagai seragam bila penampang melintang aliran seragam. Secara tepat, kondisi aliran
dihubungkan dengan karakteristik menggunakan tahapan yang diperinci

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
78 79

seragam jarang terjadi di alam karena tekan spesifik ditambah ketinggian dasar tekan spesifik mewakili energi spesifik total,
penampang saluran berubah dari titik ke saluran diatas suatu datum terpilih. Sebagai d + V2(2g) pada titik tersebut. Titik terendah
titik. Untuk tujuan praktis, bagaimanapun, contoh, tinggi tekan total boleh digunakan dari kurva mewakili aliran dengan energi
persamaan Manning dapat digunakan dalam rumus energi, yang menyatakan minimum.Kedalaman pada titik ini dikenal
untuk masalah aliran sungai pada umumnya bahwa tinggi tekan total pada satu titik sebagai kedalaman kritis dc dan kecepatan
dengan menetapkan suatu anggapan. Bila dalam saluran yang mengangkut aliran air yang berkaitan adalah kecepatan kritis, Vc.
persyaratan aliran seragam terpenuhi, adalah sama dengan tinggi tekan total pada Dengan aliran seragam, kelandaian saluran
kedalaman d dan kecepatan V disebut tiap titik sebelah hilir ditambah kehilangan di mana terjadi kedalaman kritis dikenal
Gambar 4.3.1 - Karakteristik Aliran
normal dan kelandaian permukaan air dan energi (tinggi tekan) yang terjadi antara dua sebagai kelandaian kritis SQ.
Saluran Terbuka
dasar saluran adalah sejajar. Untuk tujuan titik tersebut. Rumus energi (Bernoulli) Titik-titik sebelah kiri titik rendah
praktis sedikit kurang ratanya dasar sungai umumnya ditulis : aliran saluran terbuka. Sebagai contoh, pada kurva tinggi tekan spesifik (Gambar
atau sedikit penyimpangan dari penampang V2 V2 mempertimbangkan hubungan tinggi
4.3.2) adalah untuk kelandaian saluran yang
d1 + + Z1 = d2 + 2 + Z 2 + hhilang
melintang menengah, dapat diabaikan 2g 2g tekan spesifik, d+ V2(2g) dan kedalaman
lebih curam dari kritis,ini menunjukkan
selama kelandaian menengah dari saluran (4.3.4) kedalaman relatif dangkal dan kecepatan
d dari debit yang diketahui dalam saluran
dapat dianggap garis lurus. Perhatikan bahwa dalam Gambar 4.3.1 tinggi (Gambar 4.3.2b). Aliran demikian
pada berbagai kelandaian. Penggambaran
garis yang diperoleh dengan menggambar disebut aliran superkritis. Jenis aliran ini
nilai tinggi tekan spesifik sebagai ordinat
c. Energi Aliran tinggi tekan kecepatan diatas permukaan dapat terjadi pada sungai didaerah pegu-
dan kedalaman yang berkaitan sebagai
Air yang mengalir mengandung dua bentuk air adalah garis yang sama seperti yang nungan. Pada aliran superkritis, kedalaman
absis akan menghasilkan kurva tinggi
energi yaitu energi potensial dan kinetik. diperoleh dengan menggambar kehilangan aliran pada tiap titik dipengaruhi oleh
Energi potensial (atau laten) pada suatu tekan spesifik seperti ditunjukkan dalam
energi spesifik diatas dasar saluran. Garis ini kendali di sebelah udik, umumnya titik di
titik tertentu diwakili oleh kedalaman air Gambar 4.3.2.
mewakili energi total, potensial dan kinetik mana kedalaman kritis terjadi.
ditambah ketinggian Z dari dasar saluran dari aliran pada saluran dan disebut garis Garis diagonal ditarik lurus melalui
Titik sebelah kanan titik rendah pada
diatas suatu datum tertentu. tinggi tekan atau garis energi total. titik-titik dimana kedalaman dan tinggi
kurva tinggi tekan spesifik (Gambar 4.3.2c)
Energi kinetik (atau gerak), dalam meter Kelandaian S dari garis energi adalah ukuran tekan spesifik adalah sama. Dengan adalah untuk kelandaian kurang dari kritis
diwakili oleh tinggi tekan kecepatan V2/(2g) kelandaian gesekan atau tingkat kehila- demikian garis ini mewakili energi poten- dan menunjukkan kedalaman relatif besar
Pada masalah aliran sungai perlu sering ngan tinggi tekan energi akibat gesekan. sial, dan perbedaan ordinat antara garis dengan kecepatan rendah (Gambar 4.3.2c).
dipertimbangkan jumlah energi terhadap Kehilangan tinggi tekan total pada panjang L tersebut dan kurva tinggi tekan spesifik Aliran demikian disebut aliran subkritis.
dasar saluran.Ini disebut energi spesifik adalah sama dengan S.L. Pada kondisi aliran adalah tinggi tekan kecepatan untuk kedala- Jenis aliran ini terjadi di sungai yang datar
atau tinggi tekan spesifik HE, dan ini sama seragam, garis energi adalah sejajar dengan man tertentu. Perubahan besarnya debit Q dan daerah dengan lembah yang lebar.
dengan kedalaman air d ditambah tinggi permukaan air dan dasar saluran. dalam ukuran atau bentuk saluran akan Pada aliran subkritis, kedalaman pada
tekan kecepatan : mengubah kedudukan kurva, tetapi bentuk tiap titik dipengaruhi oleh kendali di sebelah
V2 d. Aliran Kritis dan lokasi umum diatas dan sebelah kiri hilir, yang merupakan kedalaman kritis atau
HE = d +
2g (4.3.3) Nilai relatif dari energi potensial garis diagonal akan tetap sama. Perhatikan permukaan air di danau atau saluran besar
Pada waktu lain perlu digunakan energi total (kedalaman) dan energi kinetik (tinggi tekan bahwa ordinat pada tiap titik di kurva tinggi di sebelah hilir.
(tinggi tekan total), yang merupakan tinggi kecepatan) sangat penting dalam analisa

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
80 81

V2
F=
Bila F> 1, atau V> gd , aliran adalah permukaan air normal disebelah hulu dan
superkritis. terhadap ketinggian air pada genangan atau
jembatan. Profil permukaan air ini dikenal
e. Aliran Tidak Seragam sebagai kurva arus balik, dengan karakte-
Aliran seragam sepenuhnya jarang ristik sangat panjang.
terjadi dalam saluran alamiah atau buatan, Contoh lain dari pengendali di sebelah
karena perubahan pada penampang saluran, hilir terjadi bila pelebaran saluran yang
kemiringan, atau kekasaran menyebabkan mendadak, seperti pada ujung gorong-
kedalaman dan kecepatan aliran rata-rata gorong menyebabkan penurunan profil
bervariasi dari titik ke titik sepanjang salu- aliran sampai kedalaman kritis. Permukaan
ran, dan permukaan air tidak akan sejajar profil air di sebelah udik, akibat perubahan
Gambar 4.3.2 - Sketsa Definisi Tinggi Tekan Spesifik
dengan dasar saluran. Aliran yang berubah penampang atau pemutusan di kelandaian
Besarnya kedalaman kritis hanya Energi potensial dan kinetik dari aliran pada tinggi dan kecepatan sepanjang saluran saluran akan menjadi asimtotis terhadap
tergantung pada debit dan bentuk saluran, dalam saluran dapat dinyatakan dengan disebut aliran tidak seragam. permukaan air normal sebelah hulu, tetapi
dan tidak tergantung pada kelandaian atau bilangan Froude, ditentukan sebagai : Walaupun aliran pada ruas sungai akan menurun terhadap permukaan air
kekasaran saluran. Dengan demikian, untuk seragam, pada umumnya sebenarnya tidak normal sewaktu mendekati perubahan
V2
tiap ukuran dan bentuk saluran yang diberi- F= (4.3.5) seragam, biasanya dianggap aliran seragam saluran. Dalam contoh ini, aliran tidak
gd
kan, hanya terdapat satu kedalaman kritis karena karakteristik aliran seragam dapat seragam karena perubahan kedalaman
untuk suatu debit tertentu. dengan dihitung langsung, dan nilai perhitungan air yang disebabkan oleh perubahan pada
Kedalaman kritis merupakan nilai V = kecepatan rata-rata dari aliran (m/s) umumnya cukup dekat dengan kenyataan penampang saluran. Perhitungan langsung
penting dalam analisis hidraulik, karena g = percepatan gravitasi (m/detik2) untuk tujuan praktis. untuk aliran saluran terbuka dengan rumus
merupakan kendali dalam jangkauan aliran d = kedalaman hidraulik (m), yang ditentu- Dengan aliran subkritis, perubahan Manning tidak mungkin pada daerah peru-
tidak seragam, bilamanapun aliran berubah kan sebagai luas penampang melintang air dalam bentuk, kelandaian atau kekasa- bahan penampang saluran.
dari subkritis ke superkritis. Keadaan tipikal tegak lurus pada arah aliran dalam saluran ran saluran, mempengaruhi aliran untuk Dengan aliran superkritis, perubahan
dimana aliran kritis terjadi adalah : yang dibagi oleh lebar permukaan bebas. jarak cukup besar disebelah udik, dengan dalam bentuk, kelandaian atau kekasaran
•• Pada penyempitan, seperti gorong- Untuk saluran persegi ini adalah sama demikian aliran tersebut berada dibawah saluran tidak dapat diproyeksikan ke sebelah
gorong pada kelandaian curam atau dengan kedalaman penampang aliran. pengendali sebelah hilir. Bila konstruksi udik, kecuali untuk jarak sangat pendek.
dengan arus membalik (backwater). Bila F = 1 seperti gorong-gorong menyebabkan Bagaimanapun, perubahan dapat mempe-
Vc = gdc
•• Pada puncak bendungan arus, seperti (4.3.6) genangan, atau bentang jembatan ngaruhi kedalaman aliran pada titik sebelah
pelintasan sungai. dan aliran disebut berada dalam keadaan menyebabkan arus balik (backwater), hilir, dengan demikian aliran tersebut
•• Pada saluran keluar gorong-gorong kritis. V 2
penyempitan diatas permukaan air akan berada dibawah pengendali sebelah udik.
F=
dengan debit bebas atau relatif kedalam Bila F< 1, atau V< gd , aliran adalah menjadi kurva asimtotis rata terhadap
saluran lebar. subkritis.

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
82 83

4.3.2.2 Lengkung Debit Sungai untuk tinggi muka air yang lain dan digam- Tabel 4.3.1 - Koefisien Kekasaran Manning n untuk Sungai Kecil
bar lengkung debitnya.
a. Umum Sungai Kecil
Perhatian harus diberikan dalam
Sangat penting bahwa ketinggian Lebar permukaan pada banjir kurang dari 30 m
pengumpulan dan penggunaan data lapa-
normal muka air untuk suatu debit banjir Jenis Saluran Keadaan Saluran n Manning
ngan, untuk menghindari kesalahan dalam
rencana harus ditentukan setepat mungkin Berbagai rumput dan tumbuh-tumbuhan liar,
hasil akhir. 0.030 - 0.035
pada tempat penyeberangan sungai (yaitu sedikit atau tanpa tumbuh-tumbuhan rendah.

jembatan, gorong-gorong atau pelintasan c. Kekasaran Saluran Tumbuh-tumbuhan liar yang rapat, kedalaman
0.035 - 0.050
aliran tebih besar dari tinggi tumbuh-tumbuhan
sungai). Hal ini dapat ditentukan berdasar- Hal utama yang terpenting dalam
Berbagai tumbuh-tumbuhan, tumbuh-tumbuhan
kan pengamatan muka air aliran, dan bila perhitungan luas dan kemiringan adalah Penampang Relatif rendah yang relatif jarang pada tebing
0.035 - 0.050
ini tidak tersedia, berdasarkan pendekatan kemampuan untuk mengevaluasi secara Teratur
Berbagai tumbuh-tumbuhan, tumbuh-tumbuhan
0.050 - 0.070
teoritis seperti metode luas dan kemiringan, tepat kekasaran saluran utama dan dataran rendah yang relatif rapat pada tebing.
menggunakan data banjir maksimum seba- banjir (bantaran sungai), yang keduanya Tingkatkan nilai
Dengan pohon-pohondalam saluran, dimana
gai pengecekan apabila tersedia. bervariasi secara ekstrim akibat tumbuh- diatas dengan
dahan terendam pada air tinggi
0.010-0.020
tumbuhan dan kedalaman aliran. Sebagai
b. Metode Luas Dan Kemiringan pedoman, nilai koefisien kekasaran aliran Tingkatkan nilai
Penampang Tidak Terdapat kedung-kedung, saluran meander
Yang berikut adalah variasi cara luas Manning n, yang umumnya diperoleh dalam Teratur ringan
diatas dengan
0.010 - 0.020
dan kemiringan yang disederhanakan, pelaksanaan, diringkas untuk berbagai
menggunakan penampang melintang keadaan saluran dan dataran banjir dalam Tidak ada tumbuh-tumbuhan dalam saluran, tebing umumnya terjal,
Pohon-pohon dan tumbuh-tumbuhan rendah sepanjang tebing,
tunggal pada ruas sungai yang relatif Tabel 4.3.1 dan 4.3.2 (di halaman 82). terendam pada air tinggi.
lurus, diantara dua tikungan sungai yang Dalam memilih koefisien kekasaran dari Sungai Didaerah Dasar dari kerikil batu bulat dan beberapa
Pegunungan 0.040 - 0.050
relatif stabil. Tabel 4.3.1, perlu diingat bahwa nilai n, batu kali.
Pada sungai dengan penampang untuk aliran dengan kedalaman kecil Dasar dari batu bulat, dengan batu kali
0.050 - 0.070 '
melintang tidak teratur, perlu untuk mem- yang besar.
terutama pada dataran banjir (banta-
bagi luas air pada tinggi muka air tertentu ran sungai) yang diliputi oleh rumput,
kedalam sub penampang yang lebih kecil, tumbuh-tumbuhan liar dan rendah, dapat
agar lebih teratur, dengan memberi angka menjadi jauh lebih besar dibanding dengan
kekasaran yang sesuai pada tiap sub penam- kekasaran aliran dengan kedalaman air
pang dan menghitung debit untuk tiap sub yang lebih besar untuk kondisi yang sama.
penampang secara terpisah, menggunakan Dilain pihak, karena tinggi muka air di
rumus Manning. Debit total kemudian dapat sungai dengan dasar aluvial naik, gelombang
diperoleh dengan penambahan debit dari pasir terbentuk dan dapat mengakibatkan
tiap sub penampang. Ini dapat diulang naiknya nilai n.

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
84 85

Tabel 4.3.2 - Koefisien Kekasaran Manning n untuk Dataran Banjir

DATARAN/BANTARAN BANJIR Tabel 4.3.4 - Koefisien Kekasaran Manning n untuk Saluran Buatan
Jenis Saluran Keadaan Saluran n Manning SALURAN BUATAN

Rumput Rumput pendek 0.030 - 0.035 Jenis Saluran Kondisi Saluran n Manning
tanpa semak2 Rumput tinggi 0.035 - 0.050 Beton, permukaan halus 0.012
Saluran dengan
Tanpa tanaman 0.030 - 0.040 permukaan dilapis
lapisan kedap air Beton aspal 0.013 - 0.016
Daerah Pertanian Baris tanaman 0.035 - 0.045
Lapangan tanaman 0.040 - 0.050 Penampang seragam, rumput pendek 0.022 - 0.027
Sedikit tumbuh-tumbuhan rendah, tumbuh- Penampang relatif seragam, rumput dan
0.050 - 0.070 0.025 - 0.030
tumbuhan liar yang rapat beberapa Tumbuh-tumbuhan liar
Tumbuh-tumbuhan
Tumbuh-tumbuhan rendah yang ringan dan Saluran tanah Penampang relatif seragam, tumbuh-tumbu-
Rendah 0.060 - 0.080 0.030 - 0.035
pohon han liar yang padat, saluran dalam
Tumbuh-tumbuhan sedang sampai padat 0.100 - 0.160 Penampang relatif seragam, dasar berbatu
0.030 - 0.040
Lapangan bebas dengan batang pohon bulat
0.040 - 0.050
tanpa dahan baru Tumbuh-tumbuhan liar setinggi kedalaman
0.080 - 0.120
Lapangan bebas dengan batang pohon, Saluran tidak terpelihara pada air
0.060 - 0.080 dengan tumbuh-tum-
dengan dahan baru yang lebat Dasar bersih, tumbuh-tumbuhan rendah pada
buhan liar dan tumbuh- 0.050 - 0.080
Lapangan padat dengan pohon, beberapa tebing sungai
tumbuhan rendah tidak
Pohon-pohon pohon yang tumbang sedikit tumbuh-tum-
0.100 - 0.120 dipotong Tumbuh-tumbuhan rendah yang rapat, air
buhan rendah, air tinggi berada dibawah 0.100 - 0.140
banjir tinggi
dahan2
Lapangan padat dengan pohon, beberapa
pohon yang tumbang, sedikit tumbuh-tum- 0.120 - 0.160 4.3.3 Perencanaan Jembatan dengan memperhatikan bahwa dengan
buhan rendah, air tinggi mencapai dahan2
Di Sungai melakukan demikian, timbunan badan jalan
pendekat akan menyempitkan aliran sungai
Tabel 4.3.3 - Koefisien Kekasaran Manning n untuk Sungai Besar 4.3.3.1 Karakteristik Aliran
pada waktu banjir. Hal ini dalam pelaksa-
SUNGAI BESAR a. Umum naan kurang dapat diterima. Bila dilaksana-
Lebar Permukaan pada banjir lebih dari 30 m
Adalah menjadi tidak ekonomis kan sampai melewati batas, bagaimanapun
Jenis Saluran Kondisi Saluran n Manning apabila perlu untuk menjembatani seluruh penyempitan aliran dapat menyebabkan
Tanpa batu kali atau tumbuh-tumbuhan rendah lebar sungai seperti yang terjadi pada aliran kerusakan jembatan, biaya pemeliharaan
Penampang Teratur 0.025 - 0.035
rendah banjir. Bila kondisi mengijinkan, timbunan mahal, atau juga menimbulkan kehilang-
Penampang Tidak
Saluran Kasar 0.035 - 0.100 jalan pendekat diperpanjang sampai pada an total dari jembatan atau timbunan
Teratur
dataran banjir untuk mengurangi biaya, jalan pendekat.
n Manning bernilai lebih kecil dari nilai untuk sungai kecil dengan kondisi serupa karena tebing
memberikan tahanan kurang effektif.

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
86 87

Gambar 4.3.4 - Pelintasan


Normal - Pangkal dengan
Tembok Sayap

Gambar 4.3.3 - Garis Aliran untuk Pelintasan Normal Tipikal

Pola aliran pada penyempitan saluran sisi) sampai kondisi biasa dalam sungai
dengan dasar sungai yang dapat menahan pulih kembali.
gerusan dijelaskan dalam Gambar 4.3.3. Penyempitan aliran menghasilkan
Aliran yang dibatasi oleh tiap pasangan kehilangan energi, kehilangan energi yang
garis aliran berdekatan adalah sama (25 besar terjadi didaerah pelebaran disebelah
m3/detik). Perhatikan bahwa penyempitan hilir sungai. Kehilangan energi digambarkan
Gambar 4.3.5 - Pelintasan
saluran rupanya praktis tidak menghasilkan dalam kenaikan permukaan air dan pada
Normal - Pangkal Kolom
perubahan pada bentuk garis aliran dekat as garis energi disebelah hulu jembatan.Hal
Terbuka
saluran.Perubahan garis aliran sangat besar ini dijelaskan paling baik dengan profil
terdapat dekat pangkal, karena momentum sepanjang pusat sungai, seperti dijelaskan
aliran dari bagian saluran yang menyem- dalam Gambar 4.3.4a dan 4.3.5a. Tinggi
pit harus mendorong bagian tengah aliran aliran normal untuk debit tertentu, sebelum
agar dapat masuk kedalam penyempitan. penyempitan saluran, diwakili oleh garis
Setelah meninggalkan penyempitan, aliran putus-putus yang menunjukkan muka air
berangsur-angsur melebar (5° sampai 7° tiap normal (muka air disingkat sebagai WS
dalam gambar).

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
88 89

Aliran Jenis IIB


Kondisi muka air setelah penyempi- dapat melewati aliran Jenis I sampai Jenis
Muka air untuk aliran Jenis IIB,
tan saluran diwakili oleh garis penuh atau IIA, Jenis IIB, sampai Jenis III.
Gambar 4.3.6c, dimulai diatas muka air
disebut muka air aktual. Perhatikan bahwa
normal dan kedalaman kritis di sebelah
muka air mulai naik diatas tingkat normal Aliran Jenis I
udik, melewati kedalaman kritis pada
pada Potongan 1, melewati tingkat normal Menunjuk pada Gambar 4.3.6a, dapat
penyempitan, kemudian turun kebawah
dekat Potongan 2, mencapai kedalaman diamati bahwa muka air normal dimana-
kedalaman kritis disebelah hilir dari
minimum sekitar Potongan 3, dan kemu- pun berada diatas kedalaman kritis. Ini bisa
penyempitan dan kemudian kembali ke
dian kembali ke tingkat normal pada jarak disebut Jenis I atau aliran subkritis, jenis
normal. Pengembalian ke kedalaman
cukup besar disebelah hilir sungai, pada yang umum terjadi dalam praktek.
normal bisa terjadi secara serentak seperti
Potongan 4. Penentuan kenaikan muka air Dengan pengecualian dari Bagian
pada Gambar 4.3.6c, membentuk loncatan
pada Potongan 1, dinyatakan oleh simbol h1 * 4.3.3.5, semua keterangan perencanaan
hidraulik yang kurang baik, mengingat
dan disebut sebagai arus balik dari jembatan, dalam bagian ini dibatasi pada aliran Jenis muka air normal dalam sungai adalah diatas
adalah pokok utama dalam bagian ini.
I (aliran subkritis). Rumus arus balik untuk kedalaman kritis. Rumus arus balik (back-
aliran Jenis I diperoleh dengan menggu- water) yang berlaku untuk kedua Jenis aliran
b. Jenis Aliran yang Tercakup
nakan prinsip kekekalan energi antara IIA dan IIB telah dikembangkan dengan
Terdapat tiga jenis aliran yang dapat
potongan 1 dan 4. menjadikan sama energi total antara Poton-
terjadi pada perencanaan jembatan di
sungai. Ini adalah Jenis I, II dan III pada gan 1 dan titik dimana muka air melewati
Aliran Jenis IIA tingkat kritis dalam penyempitan. Gambar 4.3.6 - Jenis Aliran yang Tercakup
Gambar 4.3.6. Garis terputus panjang yang
Terdapat paling sedikit dua variasi
ditunjukkan pada tiap profil mewakili muka
aliran Jenis II yang akan diuraikan disini Aliran Jenis III c. Definisi Simbol
air normal, atau tinggi air rencana anggapan
sebagai Jenis IIA dan IIB. Untuk aliran Jenis Pada aliran Jenis III, Gambar 4.3.6d, Keseluruhan simbol yang digunakan
sebelum adanya as penyempitan dalam
IIA, Gambar 4.3.6b, muka air normal dalam muka air normal dimanapun yang berada di bagian pembahasan ini umumnya dican-
saluran. Garis utuh mewakili konfigurasi
saluran tidak menyempit berada diatas dibawah kedalaman kritis, maka seluruh tumkan disini sebagai petunjuk. Simbol
muka air pada garis pusat saluran dalam
kedalaman kritis, tetapi muka air melewati alirannya adalah superkritis. Kasus ini yang tidak terdapat disini, ditentukan
tiap kasus, setelah jembatan terpasang. Garis
kedalaman kritis pada penyempitan. Sekali umumnya tidak memerlukan gradien terjal dimana digunakan saat pertama kali.
terputus pendek mewakili kedalaman kritis,
kedalaman kritis dicapai, muka air disebetah tetapi kondisi demikian bisa saja terjadi, A1 = Luas aliran termasuk arus balik pada
atau muka air kritis dalam saluran utama
hulu dari penyempitan, danjuga arus balik khususnya di daerah pegunungan. Secara Potongan 1 (Gambar 4.3.4b dan 4.3.5b)
(y1c dan y4c) dan kedalaman kritis dalam
menjadi tidak tergantung pada kondisi di teoritis arus balik tidak terjadi untuk jenis (m2).
penyempitan, y2c untuk debit rencana dalam
hilir (walaupun muka air kembali ke tingkat ini, karena seluruh aliran adalah super- An1 = Luas aliran dibawah muka air normal
tiap kasus. Karena kedalaman air normal
normal pada Potongan 4).Jadi rumus arus kritis. Yang lebih mungkin terjadi adalah pada Potongan 1 (m2)
diperlihatkan sama dalam empat profil,
ketidakrataan dari muka air disekitar An2 = Luas aliran penuh dalam penyempitan
debit, kekasaran pembatas dan kelandaian balik untuk aliran Jenis I tidak berlaku untuk
penyempitan, bagaimanapun, seperti ditun- dibawah muka air normal pada Poto-
saluran semuanya harus meningkat untuk aliran Jenis II.
jukkan dalam Gambar 4.3.6d. ngan 2 (Gambar 4.3.4c dan 4.3.5c) (m2).

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
90 91

A4 = Luas aliran pada Potongan 4 dimana h3 = Jarak vertikal dari muka air disebelah
muka air normal pulih kembali (Gambar hilir timbunan terhadap muka airnor- n = Koefisien kekasaran Manning (Bagian dibawah jembatan, tingkat normal
4.3.4a) (m2). mal pada Potongan 3 (Gambar 4.3.4c 4.3.3, Tabel 4.3.1 sampai 4.3.4). (Gambar 4.3.5c) (m).
Ap = Luas proyeksi dari pilar tegak lurus dan 4.3.5a) (m). p = Keliling basah subpenampang dari y1c = Kedalaman kritis pada Potongan 1 (m).
pada aliran (antara muka air normal J = Ap/A n2 adalah perbandingan luas saluran (m). y2c = Kedalaman kritis pada penyempitan
dan dasar sungai) (m2). terhalang oleh pilar terhadap luas alur Qb = Aliran pada bagian saluran didalam (m).
As = Luas gerusan diukur dari sebelah hilir airpenuh di jembatan dibawah muka air panjang proyeksi jembatan pada Poton- y4c = Kedalaman kritis pada Potongan 4 (m).
jembatan (m2). normal pada Potongan 2 (Gambar 4.3.9) gan 1 (Gambar 4.3.3) (m /detik).
3
a1 = Koefisien tinggi tekan kecepatan pada
a = Luas aliran pada potongan diantara Kb = Koefisien arus balik dari kurva dasar QaQb = Aliran pada bagian dataran banjir Potongan 1 (Bagian 4.3.3.1.g).
datum saluran pendekat (m2). (Gambar 4.3.8). alami yang terhalang oleh timbunan a2 = Koefisien tinggi tekan kecepatan pada
b = Lebar penyempitan (Gambar 4.3.4c, ΔKp = Kenaikan koefisien arus balik untuk jalan (Gambar 4.3.3) (m /detik):
3
penyempitan.
4.3.5c dan Bagian 4.3.3.1.d) (m). pilar (Gambar 4.3.9). Q = Qa+ Qb + Qc = Total debit (m /detik).
3
o = Faktor pengali untuk pengaruh M pada
bs = Lebar penyempitan pada pelintasan ΔKe = Kenaikan koefisien arus balik untuk r = a/p = Jari-jari hidraulik sub penampang penambahan koefisien arus balik untuk
miring diukur sepanjang garis pusat eksentrisitas (Gambar 4.3.10). dari dataran banjir atau saluran utama pilar (Gambar 4.3.9b).
jalan (Gambar 4.3.11) (m). ΔKs = Kenaikan koefisien arus balik untuk (m). Ψh = h*1 + h*2 = untuk jembatan tunggal.
kemiringan (Gambar 4.3.12). S = Kelandaian dasar saluran atau muka air φ = Sudut kemiringan (° derajat)
h1*s normal. (Gambar 4.3.11).
C= h1* = Faktor koreksi untuk arus K* = Kb + ΔKp + ΔKe + ΔKs = koefisien arus
balik dengan penggerusan. balik total untuk aliransubkritis. V 1 = Q/A 1 = Kecepatan rata-rata pada
Potongan 2 (m/detik). d. Definisi Istilah
Cb = Koefisien arus balik untuk aliran Jenis k = Pengangkutan diantara Potongan dari
V 4 = Q/A 4 = Kecepatan rata-rata pada Penjelasan khusus diberikan dibawah
II. saluran pendekat.
 Qc 
e = Eksentrisitas = Kb = Pengangkutan dari bagian saluran Potongan 4 (m/detik). ini dengan memperhatikan konsep beberapa
 1 − Q  Vn2 = Q/An2 = Kecepatan rata-rata pada istilah dan ungkapan yang sering digunakan
a didalam panjang proyeksi jembatan
penyempitan untuk aliran pada tingkat pada bagian dari buku panduan ini.
dimana Qc< Qa pada Potongan 1 (Gambar 4.3.4b dan
normal (m/detik). ❖❖ Tingkat Normal
4.3.5b dan Bagian 4.3.3.1.e).
atau =1 − Qa 
V2c = Kecepatan kritis pada penyempitan Tingkat normal adalah ketinggian muka
KaKc = Pengangkutan dari bagian data-
 Qc  untuk aliran pada tingkat normal (m/ air normal sungai pada lokasi jembatan,
ran banjir alami yang terhalang oleh
detik). untuk debit tertentu sebelum penyem-
dimana Qc> Qa timbunan jalan (subskrip menunjuk-
We = Lebar pilar tegak lurus pada arah arus pitan sungai (lihat Gambar 4.3.4a dan
g = Percepatan gravitasi = 9.81 m/detik2 kan sisi kiri dan kanan, menghadap hilir)
(Gambar 4.3.9) (m). 4.3.5a). Profil muka air adalah biasanya
h*1 = Arus balik total atau kenaikan diatas (Gambar 4.3.4b dan 4.3.5b dan Bagian
W = Lebar permukaan sungai termasuk sejajar dengan dasar sungai.
tingkat normal pada Potongan 1 4.3.3.1.e).
dataran banjir (Gambar 4.3.3) (m). ❖❖ Pelintasan Normal
(Gambar 4.3.4a dan 4.3.5a) (m). K1 = Pengangkutan total pada Potongan 1
y1 = Kedalaman aliran pada Potongan 1 (m). Pelintasan normal adalah salah satu
h*1s= Arus balik dengan penggerusan (m). (Bagian 4.3.3.1.e).
y4 = Kedalaman aliran pada Potongan 4 (m). alinyemen dengan sudut berkisar 90°
h*b = Arus balik dihitung dari kurva dasar M = Perbandingan bukaan jembatan
y = An2/b = Kedalaman menengah aliran terhadap arah yang umum dari arus
(Gambar 4.3.8) (m). (Bagian 4.3.3.1.f).

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
92 93

selama air tinggi (seperti ditunjukkan Pada sungai dengan penampang melin- yang bersangkutan, dinyatakan sebagai kecepatan rata-rata dihitung sebagai (Q/
dalam Gambar 4.3.3). tang tidak teratur, perlu untuk membagi perbandingan aliran yang dapat melewati An1)2/(2g) untuk sungai pada Potongan 1,
❖❖ Pelintasan Eksentrik luas air kedalam sub penampang lebih hambatan melalui penyempitan jembatan tetapi tidak memberikan ukuran/nilaiyang
Pelintasan eksentrik adalah dimana salu- kecil tetapi lebih teratur, dengan memberi terhadap aliran total sungai. Merujuk pada tepat untuk energi kinetik aliran. Berat nilai
ran utama dan jembatan tidak berada koefisien kekasaran yang sesuai pada tiap Gambar 4.3.3 : rata-rata untuk energi kinetik diperoleh
di tengah-tengah dari dataran banjir penampang dan menghitung debit tiap Q Q dengan mengalikan tinggi tekan kecepa-
(Gambar 4.3.10). sub penampang secara terpisah. Merujuk M = b = b (4.3.10)
Qa + Qb + Qc Q tan rata-rata diatas, dengan koefisien energi
❖❖ Pelintasan Miring pada rumus Manning untuk aliran saluran kinetik α1,ditentukan sebagai :
Pelintasan miring adalah salah satu terbuka, debit pada sub penampang dari atau
∑ (qv 2
)
alinyemen yang bersudut selain dari 90° saluran ini adalah : 210 α =
1 (4.3.12)
terhadap arah umum dari arus selama M= = 0, 6 QV 2n1
350
tingkat banjir (Gambar 4.3.11). ar 2/3S1/2 dengan
q =
n (4.3.8) Penampang melintang tidak teratur
❖❖ Lebar Penyempitan b v = kecepatan rata-rata dalam
Tidak terjadi kesulitan dalam menyata- adalah hal yang umum pada sungai alami,
sub penampang.
kan dimensi ini untuk pangkal jembatan Dengan penyusunan kembali : dan variasi pada kekasaran pembatasan di
q = debit dalam sub penampang sama.
tiap penampang melintang, menghasilkan
dengan permukaan vertikal, mengingat q Q = debit total dalam sungai.
= ar 2/3 = k (4.3.9) variasi kecepatan melintang sungai seperti
b adalah jarak horisontal antara permu- S 1/2
Vn1 = kecepatan rata-rata sungai pada
kaan pangkal.Pada hal yang lebih umum ditunjukkan oleh garis aliran dalam
Potongan 1 atau Q/An1
menyangkut pangkal kolom terbuka, Dengan k adalah daya angkut sub Gambar 4.3.3. Perbandingan bukaan
Cara perhitungan akan lebih dijelas-
dimana penampang melintang pada penampang. Dengan demikian, daya angkut jembatan, M, paling mudah dijelaskan dari
kan pada Bagian 4.3.3.8.
penyempitan tidak teratur, disarankan dapat dinyatakan dalam istilah faktor aliran hubungan daya angkut. Mengingat daya
Koefisien kedua, α2 diperlukan untuk
agar penampang melintang yang tidak atau faktor geometrik. Pada perhitungan angkut sebanding dengan debit, dengan
anggapan semua sub penampang mempu- koreksi tinggi tekan kecepatan untuk distri-
teratur dinyatakan dalam luas teratur alur air, pengangkutan digunakan sebagai
nyai kelandaian sama, M, dapat dinyatakan busi kecepatan tidak seragam dibawah
trapesium atau ekuivalen, seperti ditun- pengertian untuk memperkirakan distribusi
juga sebagai : jembatan :
jukkan dalam Gambar 4.3.5c. Dengan aliran pada saluran sungai alami disebelah
demikian panjang bukaan jembatan hulu jembatan. Caranya akan dijelaskan di
M = b
k K
= b α =

∑ (qv 2
)
(4.3.13)
(4.3.11) 2
dapat dinyatakan sebagai : Bagian 4.3.3.8.Daya angkut total K1 adalah K a + K b + K c K1 QV 22
jumlah dari daya angkut masing-masing
A g. Koefisien Energi Kinetik dimana
b = n2 (4.3.7) (individual) dalam Potongan 1.
y Mengingat distribusi kecepatan pada V2 = kecepatan rata-rata dalam penyempitan
sungai bervariasi dari maksimum pada = Q/A2
e. Daya Angkut f. Perbandingan Bukaan Jembatan
bagian lebih dalam dari saluran, hingga Nilai α 1 dapat dihitung tetapi α 2
Daya angkut adalah ukuran kemam- Perbandingan bukaan jembatan, M,
hampir nol sepanjang tebing, tinggi tekan tidak langsung diketahui untuk jembatan.
puan saluran untuk mengangkut aliran. menentukan tingkat penyempitan sungai

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
94 95

dimana koefisien arus balik untuk jembatan dimana


h1 = arus balik total (m) hanya perbandingan bukaan jembatan, M,
K = koefisien air total yang dipertimbangkan. Ini dikenal sebagai
α1 & α2 = seperti ketentuan dalam Rumus koefisien dasar dari kurva Gambar 4.3.8
(4.3.12) dan (4.3.13) (Bagian 4.3.3.1.g) yang disebut kurva dasar. Nilai koefisien
An2 = luas air penuh dalam penyempitan arus balik keseluruhan, K* tergantung pada
diukur dibawah tingkat normal (m2). nilai M tetapi juga dipengaruhi oleh :
Vn2 = kecepatan rata-rata pada penyempitan •• Jumlah, ukuran, bentuk dan penempa-
atau Q/An2 (m/detik) tan pilar pada penyempitan.
A4 = luas air pada Potongan 4 dimana ting- •• Eksentrisitas atau kedudukan tidak
kat normal dipulihkan kembali (m2) simetris atau sama dari jembatan meng-
A1 = luas air pada Potongan 1 termasuk yang ingat penampang melintang lembah, dan
Gambar 4.3.7 - Perkiraan α2 dihasilkan oleh arus balik (m2) •• Kemiringan (jembatan melintasi sungai
Untuk perkiraan arus balik, perlu pada sudut selain dari 90°).
Gambar 4.3.7 yang menghubungkan α2 disebelah udik jembatan, Potongan 1, dan diperoleh nilai perkiraan h *1, dengan Akan ditunjukkan bahwa K* terdiri
dengan α1 dan perbandingan penyusutan, titik arus balik disebelah hilir jembatan menggunakan bagian pertama dari Rumus dari koefisien dasar kurva, Kb, dimana
M, berdasarkan pengukuran aktual di dimana tingkat normal telah dipulihkan (4.3.14) : ditambahkan peningkatan koefisien untuk
lokasi jembatan dan dapat digunakan untuk kembali Potongan 4 (Gambar 4.3.4a). memperhitungkan pengaruh pilar, eksen-
Rumus berlaku baik apabila saluran di seki- V 2n 2
memperkirakan α2, disarankan perkiraan α2 h1* = K *α 2
(4.3.15) trisitas dan kemiringan. Nilai K* bagaimana-
berada pada nilai yang lebih tinggi. tar jembatan cukup lurus, luas penampang 2g
pun juga terutama bergantung pada tingkat
melintang sungai cukup seragam, gradien Nilai A, dalam bagian kedua Rumus penyempitan aliran di jembatan.
4.3.3.2 Arus Balik
dasar kurang lebih tetap antara Potongan 1 (4.3.1.4) yang tergantung pada h*1, kemu-
a. Perumusan untuk Arus Balik dan 2, aliran bebas menyusut dan melebar, dian dapat ditentukan dan bagian kedua c. Pengaruh M dan Bentuk Pangkal
Bagian ini memberikan cara praktis tidak terdapat penggerusan berarti di dasar rumus dievaluasi : (Kurva Dasar)
untuk perkiraan pengaruh arus balik akibat pada penyempitan dan aliran berada dalam Gambar 4.3.8 di halaman berikut
penyempitan jembatan. tingkat subkritis. 2 2 menunjukkan kurva dasar untuk koefisien
 An 2   An 2   V n2 2
Perumusan untuk arus balik dibuat Rumus perkiraan arus balik disebelah α 1   −   (4.3.16) arus balik, K b, dijelaskan pada gambar
dengan menerapkan prinsip kekekalan hulu jembatan yang mempersempit aliran  A4   A1   2 g berkaitan dengan perbandingan bukaan,
energi antara titik arus balik maksimum adalah sebagai berikut : M, untuk tembok sayap dan pangkal kolom
b. Koefisien Arus Balik terbuka. Perhatikan bahwa koefisien, Kb,
Dua simbol saling bertukar diguna- meningkat dengan penyempitan saluran.
V 2n 2  A  2  A  2  V 2
h = K α2
* *
+ α 1  n 2  −  n 2   n 2 (4.3.14) kan dalam penulisan dan keduanya adalah Kurva bawah berlaku untuk tembok sayap
2g  A4   A1   2 g
1
koefisien arus balik. Simbol K b adalah pangkal dengan sudut 45° dan 60° dan

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
96 97

Gambar 4.3.8 - Kurva Dasar Koefisien Arus Balik (Aliran Subkritis)

semua jenis kolom terbuka. Kurva untuk aliran banjir. Perbandingan luas air yang
tembok sayap pangkal dengan sudut 30° digunakan oleh pilar Ap, terhadap luas air
dan untuk tembok pangkal vertikal dengan penuh pada penyempitan An2, keduanya
sudut 90° untuk jembatan dengan panjang berdasarkan muka air normal, ditetapkan
hingga 60 m. Bentuk ini dapat dilihat dengan huruf J. Dalam menghitung luas air
pada sketsa Gambar 4.3.8. Jarang terdapat penuh An2, terdapatnya pilar pada penyem-
panjang jembatan lebih dari 60 m dengan pitan diabaikan. Peningkatan koefisien
jenis pangkal tersebut. arus balik untuk jenis pilar dan pilar tiang
umumnya dapat diperoleh dari Gambar
d. Pengaruh Pilar (Pelintasan Normal) 4.3.9. Dengan memasukan nilai J yang Gambar 4.3.9 - Peningkatan Koefisien Arus Balik untuk Pilar
Arus balik yang disebabkan oleh tepat dalam Bagan A dan membaca keatas
penempatan pilar pada lokasi penyempitan sampai jenis pilar yang tepat, ΔK dibaca dari harus ditingkatkan bila terdapat lebih dari 5 balik total menjadi :
jembatan direncanakan sebagai peningkatan ordinat. Peroleh faktor koreksi σ dari Bagan tiang pada pilar tiang. Pilar tiang dengan 10 K* = Kb (Gambar 4.3.8) +
koefisien arus balik ΔKp, yang ditambahkan B untuk perbandingan bukaan. tiang harus diberi nilai ΔKp sekitar 20% lebih ΔKp (Gambar.4.3.9) (4.3.18)
pada koefisien kurva dasar Kb bila terda- Peningkatan koefisien arus balik tinggi dari nilai yang tercantum untuk pilar
pat koefisien arus balik ΔKp, tergantung adalah : tiang dengan 5 tiang. Bila terdapat kemung- e. Pengaruh Pilar (Pelintasan Miring)
pada perbandingan yang dipikul luas pilar Kp = σΔ K (4.3.17) kinan bahwa sampah terkumpul pada pilar, Dalam hal pelintasan miring,
terhadap luas penuh bukaan jembatan, Peningkatan koefisien arus balik untuk atau tiang, dianjurkan untuk mengguna- pengaruh pilar direncanakan seperti penje-
jenis pilar (atau susunan tiang dalam hal pilar tiang dapat dipakai, dimaksudkan kan nilai J lebih besar untuk mengimbangi lasan pelintasan normal (Bagian 4.3.3.2.d)
pilar tiang), nilai perbandingan bukaan untuk tujuan praktis, tidak tergantung penghalang tambahan tersebut. Untuk kecuali untuk perhitungan J, An2danM. Luas
jembatan M, dan sudut pilar terhadap arah pada diameter, lebar atau jarak tiang, tetapi pelintasan biasa dengan pilar, koefisien arus pilar untuk pelintasan miring Ap, adalah

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
98 99

jumlah luas pilar individual tegak lurus pada lebih yang kecil dibagi debit yang lebih besar
arah umum aliran, seperti ditunjukkan oleh diluar panjang proyeksi jembatan atau :
sketsa dalam Gambar 4.3.9. Perhatikan
Qc
bagaimana lebar pilar Wp diukur bila pilar e = 1− (4.3.19)
Qa
tidak sejajar dengan arah umum aliran.
Luas penyempitan An2, untuk pelintasan dimana Qc< Qa atau
miring adalah berdasarkan panjang proyeksi Qa
e = 1−
jembatan, bs cos ø (Gambar 4.3.11). Lagi Qc
pula, An2, adalah nilai penuh dan termasuk dimana Qc> Qa atau
luas yang digunakan oleh pilar. Nilai J adalah Sketsa dalam Gambar 4.3.10 akan
luas pilarAp, dibagi oleh luas proyeksi penuh membantu dalam menjelaskan terminologi.
dari penyempitan jembatan. Keduanya Sebagai contoh, bila Qa/Qc = 0.05, eksentrisi-
diukur tegak lurus pada arah umum aliran. tas e = (1 - 0.05) atau 0.95 dan kurva untuk
Perhitungan M untuk pelintasan miring juga e = 0.95 dalam Gambar 4.3.10 digunakan
berdasarkan panjang proyeksi jembatan, untuk memperoteh ΔKe. Pengaruh terbesar
yang akan lebih banyak dijelaskan pada pada koefisien arus balik akibat eksentrisi- Gambar 4.3.10 - Peningkatan Koefisien Arus Balik untuk Eksentrisitas

bagian 4.3.3.2.g. tas akan terjadi bila jembatan berada dekat


tebing vertikal dimana dataran banjir hanya
f. Pengaruh Eksentrisitas terjadi pada satu sisi dan eksentrisitas adalah
Menunjuk pada sketsa dalam Gambar 1.0. Koefisien arus balik keseluruhan untuk
4.3.10 dapat dilihat bahwa simbol Qa dan Qc pelintasan eksentris ekstrim dengan tembok
pada Potongan 1 digunakan untuk mewakili sayap atau pangkal kolom terbuka dan pilar
debit yang dihalangi oleh timbunan jalan akan menjadi seperti pada Gambar 4.3.11.
pendekat. Bila penampang melintang sangat
asimetris sehingga Qa kurang dari 20% Qc g. Pengaruh Kemiringan
atau sebaliknya, koefisien arus balik akan Metode perhitungan untuk pelintasan
menjadi sedikit lebih besar daripada untuk miring berbeda dari pelintasan normal,
M sebanding yang ditunjukkan dalam kurva sebagai berikut :
dasar. Besarnya peningkatan koefisien Perbandingan bukaan jembatan M,
arus balik ΔKe, dengan memperhitungkan dihitung pada panjang proyeksi jembatan
pengaruh eksentrisitas, diperlihatkan dalam sepanjang garis pusat. Panjang diperoleh
Gambar 4.3.10. Eksentrisitas ditentukan dengan memproyeksi bukaan jembatan
sebagai 1 dikurangi perbandingan debit disebelah udik sejajar dengan arah aliran
Gambar 4.3.11 - Pelintasan Miring

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
100 101

utama banjir seperti ditunjukkan dalam Gambar 4.3.13 dipersiapkan dengan


Gambar 4.3.11. Arah aliran utama berarti menggunakan data yang sama seperti
arah banjir yang terjadi sebelum penempa- Gambar 4.3.12. Dengan memasukkan sudut
tan timbunan jalan pada sungai. Panjang kemiringan dan nilai proyeksi M dalam
bukaan penyempitan adalah bs cos φ dan Gambar 4.3.13, perbandingan bs cos φ/b
luas An2 adalah berdasarkan panjang ini. dapat dibaca pada ordinat. Dengan dike-
Tinggi tekan kecepatan yang disubstitusi tahuinya b dan h*1untuk pelintasan normal
pada Rumus (4.3.14) adalah berdasarkan yang sebanding, maka dapat diperoleh bs
luas proyeksi An2. panjang bukaan yang diperlukan untuk
G ambar 4.3.12 menunjuk kan jembatan miring agar menghasilkan jumlah
peningkatan koefisien arus balik ΔKs arus balik yang sama untuk debit rencana.
untuk pengaruh kemiringan, pada tembok Bagan tersebut sangat membantu untuk
sayap dan pangkal jenis kolom terbuka. perkiraan dan pengecekan.
Peningkatan koefisien bervariasi dengan
4.3.3.3 Pengaruh Penggerusan
perbandingan bukaan M, sudut kemiring-
Pada Arus Balik
an jembatan φ, dengan arah umum aliran
banjir, dan alinyemen permukaan pang- a. Umum
Gambar 4.3.12 - Peningkatan Koefisien Arus Balik untuk Kemiringan kal, yang ditunjukkan oleh sketsa dalam Perkiraan arus balik dalam pemba-
Gambar 4.3.12. hasan terdahulu telah dibatasi untuk kasus
Perhatikan bahwa peningkatan dimana tidak terjadi penggerusan. Dalam
koefisien arus balik ΔKs, dapat menjadi keadaan aktual dimana timbunan jalan
negatif atau positif. Nilai negatif dihasil- pendekat aliran menyempit yang menyebab-
kan oleh cara perhitungan dan tidak perlu kan arus balik dan kecepatan lebih tinggi
menunjukkan bahwa arus balik akan melalui bukaan jembatan, penggerusan
berkurang dengan penggunaan pelintasan akan terjadi bila dasar sungai terdiri dari
miring. Peningkatan nilai tersebut dapat material lepas atau lunak (untuk penjela-
ditambahkan secara aljabar pada Kb yang san kejadian penggerusan; lihat Bagian 7,
diperoleh dari kurva dasar. Koefisien arus Prediksi Penggerusan, dan Bagian 8, Penga-
balik total untuk pelintasan miring dengan man Penggerusan). Jumlah penggerusan
permukaan pangkal searah alinyemen aliran akan tergantung pada material dasar sungai
dan pilar akan menjadi (Rumus 4.3.21) : dan kecepatan aliran. Bila banjir bertahan
Gambar 4.3.13 - Perbandingan Panjang Proyeksi Normal terhadap
K*` = Kb (Gambar 4.3.8) + ΔKP (Gambar 4.3.9) + ΔK3 (Gambar 4.3.12a) (4.3.21)
Jembatan untuk Arus Balik Ekuivalen (Pelintasan Miring)

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
102 103

Faktor koreksi untuk arus balik dengan kemudian dikalikan dengan koefisien
penggerusan  h1*s  umum dari Gambar 4.3.14 sebagai berikut :
 C = h1* 
pada gambar sesuai dengan As/An2 dimana h1*s = Ch1* (4.3.23)
istilah dengan subskrip, menunjukkan nilai
dengan penggerusan, yang tanpa subskrip h*3 s = Ch*3 (4.3.24)
mewakili nilai sama yang dihitung dengan
Gambar 4.3.14 - Pengaruh Penggerusan pada Alur Air di Jembatan dasar sungai tetap. Apabila arus balik pada ψ hs = Cψ h (4.3.25)
jembatan tertentu adalah 0,5 m tanpa peng-
dalam jangka waktu cukup lama, kondisi b. Penentuan Arus Balik gerusan, ini akan berkurang sampai 0,26 m
4.3.3.4 Bangunan Atas Terendam
seimbang mungkin dihasilkan oleh pening- Kurva rencana yang diturunkan dari dengan penggerusan untuk memperluas Sebagian
katan luas alur air, resultanta reduksi dalam percobaan model tercakup pada Gambar alur air sampai dengan 50%, atau akan
arus balik dan kecepatan, serta reduksi kapa- 4.3.15. berkurang sampai 0,16 m bila luas alur air a. Umum
menjadi dua kali lipat. Pengurangan yang Timbul kasus dimana diperlukan
sitas aliran yang menyebabkan penggerusan
sama berlaku baik untuk perbandingan untuk menghitung arus balik disebelah udik
lebih lanjut.
jembatan atau debit dibawah jembatan bila
G ambar 4.3.14 menunjuk kan h*3s ψ hs
* dan (4.3.22) aliran berhubungan dengan gelagar. Sekali
pengaruh penggerusan pada arus balik di h3 ψh
aliran bertemu dengan gelagar jembatan
jembatan.
sehingga satu kurva akan cukup untuk di sebelah udik, terjadi rongga aliran
Dalam hal dimana fundasi jembatan
ketiganya. Jadi untuk memperoleh arus balik sehingga debit kemudian bervariasi sebagai
dapat diamankan secara baik (lihat Bagian
dan keterangan yang berkaitan untuk lokasi akar tinggi tekan efektif. Hasilnya adalah
8), dapat disarankan agar membiarkan
jembatan dimana penggerusan dibiarkan peningkatan agak cepat pada debit untuk
terjadi penggerusan,dengan tujuan agar
terjadi, dimana penggerusan tidak dapat kenaikan sedang di tingkat udik sungai.
penggunaan jembatan lebih pendek. Tujuan
dihindari atau dimana alur air diperbe- Lebih besar debit tentunya, kemungkinan
sama dapat diperoleh dengan memperluas
sar selama pelaksanaan, maka terutama penggerusan meningkat dibawah jembatan.
alur air dibawah jembatan dengan peng-
perlu untuk memperkirakan arus balik Terendamnya lantai jembatan merupakan
galian mekanis selama pelaksanaan. Dalam
dan besaran lain yang diminta sesuai cara kondisi yang jarang dalam perencanaan,
hal demikian perlu ditentukan jumlah arus
untuk dasar yang tetap dalam Bagian 4.3.3.2, tetapi sering terjadi pada jembatan lama.
balik yang diharapkan dengan peningkatan Gambar 4.3.15 - Faktor Koreksi
untuk Penggerusan Arus Balik menggunakan penampang melintang asli Dua contoh kasus dibawah sebagai
luas alur air.
dari sungai di lokasi jembatan. Nilai ini perbandingan, pertama dimana hanya

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
104 105

Gambar 4.3.18 - Kurva Koefisien Arus Balik Sementara untuk Aliran Jenis ll

gelagar sebelah udik yang terendam seperti bn = lebar bersih alur air - tidak termasuk
ditunjukkan oleh sketsa dalam Gambar pilar (m)
4.3.16 dan kedua dimana penyempitan Z = jarak vertikal - dasar gelagar sebelah
jembatan beraliran penuh, semua gelagar udik terhadap dasar sungai rata-rata
berada pada aliran, seperti ditunjukkan dibawah jembatan (m)
dalam Gambar 4.3.17. Yu = jarak vertikal - muka air sebelah udik
terhadap dasar sungai rata-rata di
b. Kasus 1 - Gelagar di Sebelah Udik jembatan (m).
pada Aliran Untuk Kasus 1, koefisien debit cd pada
Cara pendekatan paling mudah dan gambar berkaitan dengan parameter yu/Z
masuk akal adalah menganggap kondisi pada Gambar 4.3.18. Kurva atas berlaku
aliran ini sebagai masalah pintu air (kasus untuk koefisien debit dimana hanya gelagar
ekstrim). sebelah udik berada dalam kontak dengan
Menggunakan rumus umum untuk aliran. Dengan substitusi nilai dalam Rumus
aliran pada pintu air : (4.3.26), penyelesaian yang mungkin untuk
Gambar 4.3.16 - Kasus 1 - Koefisien Debit Gambar 4.3.17 - Kasus 2 - Koefisien Debit 1 muka air disebelah udik atau debit dibawah
untuk Gelagar Sebelah di Udik pada Aliran untuk Gelagar di Sebelah Udik pada Aliran   Z V  2 2
cd bn Z  2 g  yu − + α 1  
Q = 1 jembatan, tergantung pada besaran yang
  2 2g   diketahui. Ternyata bahwa kurva koefisien
(4.3.26) (Gambar 4.3.16) mendekati nol apabila yu/Z
dimana bernilai satu. Hal ini tidak terjadi apabila
Q = debit total (m3/detik) nilai batas dari yu/Z untuk Rumus (4.3.26)
Cd = koefisien debit yang berlaku adalah tidak kurang dari 1,1.

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
106 107

Terdapat suatu daerah peralihan antara yu/Z jalan Δh dan luas bersih dibawah jembatan 4.3.3.5 Aliran yang Melewati Ke- V2c = kecepatan kritis pada penyempitan
= 1.0 dan1.1 dimana muka aliran bebas diperlukan. Titik percobaan pada Gambar dalaman Kritis (Jenis II) atau Q/A2c (m/detik)
berubah sehingga membuat rongga aliran 4.3.17 adalah untuk tembok sayap dan V 2c = luas pada penyempitan dibawah
a. Pendahuluan
atau sebaliknya. Jenis aliran dalam batas pangkal kolom terbuka, menunjukkan kedalaman kritis (m)
Perhitungan arus balik untuk sungai
variasi ini tidak dapat diprediksi. Untuk koefisien debit bernilai tetap sebesar 0,80 a2 = koefisien tinggi tekan kecepatan untuk
pada jembatan dengan gradien cukup terjal,
yu/Z = 1.0, aliran tergantung pada kelanda- untuk variasi kondisi percobaan. Rumus penyempitan.
dengan cara yang diuraikan sampai butir ini,
ian alami sungai, sedang faktor ini kurang yang disarankan untuk jembatan dengan Koefisien arus balik telah ditentukan
dapat menghasilkan nilai tidak wajar. Bila
penting setelah rongga aliran ditentukan gelagar beton dengan rata-rata dua sampai dengan simbol cb untuk membedakannya
hal ini terjadi, mungkin suatu tanda bahwa
atau yuZ > 1.1. empat jalur pada Kasus 2 adalah : dari koefisien aliran subkritis.
aliran tersebut adalah termasuk ke dalam
Dalam menghitung kurva umum arus Kurva dari Gambar 4.3.18 memperhi-
balik di sungai yang melintasi jembatan Q = 0, 8bn Z (2 g h )1/2 Jenis II (lihat Gambar 4.3.6) dan analisis
(4.3.27) arus balik untuk tingkat subkritis dibawah tungkan untuk perbandingan kontraksi saja,
yang ditunjukkan dalam Gambar 4.3.16, dengan simbol yang ditentukan sesuai yang merupakan faktor utama.Pengaruh
jembatan, tetapi kembali ke aliran normal
perlu untuk mengetahui ketinggian muka Rumus (4.3.26). Disini lebar bersih alur air pilar, eksentrisitas dan kemiringan tidak
atau subkritis pada jarak tertentu sebelah
air sebelah hilir dan udik dari jembatan. (tidak termasuk lebar pilar) digunakan lagi. dievaluasi karena sifat sementara dari kurva.
hilir sungai. Dalam kasus aliran Jenis IIB,
Kedalaman perkiraan alirannya, dapat Peningkatan koefisien dari Gambar 4.3.9,
Sebaiknya diadakan pengukuran Δh melin- muka air melewati tingkat kritis di bawah
diperoleh dari Gambar 4.3.16 dengan 4.3.10, 4.3.11 untuk pilar, eksentrisitas dan
tang timbunan jalan tepat pada jembatan. jembatan dan kemudian turun ke bawah
memasukkan skala puncak dengan nilai kemiringan tidak berlaku untuk masalah
Jembatan terendam sebagian bersaing tingkat kritis sebelah hilir sungai. Satu-
tepat dari yu/Z dan membaca kebawah aliran Jenis II.
dengan boks gorong-gorong terendam, satunya sumber data untuk aliran Jenis II
sampai kurva atas, kemudian horisontal
tetapi pada skala besar. Perendaman, tentu ini adalah studi model yang hanya meliputi Arus balik untuk aliran Jenis II tanpa
ke kurva bawah, dan akhirnya kebawah
dapat meningkatkan kemungkinan peng- batasan dari perbandingan kontraksi. toleransi untuk pilar, eksentritas dan kemi-
menuju skala yang lebih rendah seperti
gerusan dibawah jembatan. ringan adalah:
ditunjukkan oleh panah. Skala lebih rendah
Untuk membuat kurva umum dari b. Koefisien Arus Balik V 22 c V2
memberikan perbandingan yu/y3.
Rumus untuk koefisien arus balik h1* = α 2 (cb + 1) − α 1 + 1 + y2 c − y
arus balik untuk sungai, perlu diketahui 2g 2g
untuk aliran Jenis II adalah :
c. Kasus 2 - Semua Gelagar dalam Kontak penurunan pada muka air melintang di (4.3.29)
dengan Aliran jembatan yang lama dan juga ketinggian h +y−y
*
α V 
Cb = 2 2 c + 1  1  − 1
1
c. Pengenalan Jenis Aliran
Bila seluruh luas dibawah jembatan muka air aktual diudik atau hilir jembatan. V α 2  V2 c 
α 2 2c Kesulitan utama adalah untuk menen-
digunakan oleh aliran, perhitungan dilaku- Sekali lagi Δh dihitung dari Rumus (4.3.27), 2g
(4.3.28) tukan jenis aliran yang terjadi pada lokasi
kan dengan cara berbeda. Untuk menghi- kedalaman aliran sebelah hulu yu, dapat
dimana jembatan yang diusulkan di lapangan,
tung muka air di udik jembatan, muka air diperoleh dari Bagan B, Gambar 4.3.17
h* + y adalah α  V  dari tingkat
− y2 c kedalaman h1* + y =− kedalaman V1  pada penyempitan
y2 c α 1 normal disamping memulai perhitungan arus balik.
di sebelah hilir dan debit harus diketahui. dimana
Cb = 1 + 1  1  −1 Cb = +  −1
V 2atau  V2 c 
2
An2α
/b2 (m) Jawaban pasti tidak dapat diberikan karena
Atau bila debit diperlukan, penurunan pada normal V 2 c dasarαsungai
2
2  V2 crata-rata
 α2 c
α sampai pada
y2c2=g kedalaman kritis pada penyempitan kebanyakan masalah yang menyangkut alam
2
muka air yang melintasi timbunan badan jembatan dalam 2 g satuan meter.
atau A2c/b (m) hanya akan menjadi sebatas kasus.

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
108 109

Sebagai saran, mulailah mencoba pendekatan Jenis I untuk mengawali menghitung


arus balik. Bila hasilnya ternyata tidak wajar, ulangi perhitungan arus balik dengan meng- Tahap Tata Cara Perencanaan - (Tabel 4.3.5)

gunakan pendekatan Jenis II. Umumnya terdapat perbedaan dalam dua hasil yang cukup Tentukan panjang minimum bukaan jembatan b yang diperlukan untuk melewati
debit rencana dengan asumsi muka air berada pada tingkat ketinggian, seperti
besar sehingga hasil yang salah terlihat. Dengan kata lain, bila arus balik untuk Jenis II ditunjukkan dalam Gambar 4.3.4.c.
menghasilkan nilai lebih kecil dari perhitungan Jenis I, aliran pasti akan menjadi Jenis II.
Dalam hal mencakup pangkal kolom terbuka, dimana penampang melintang
Tahap 5 dari penyempitan adalah tidak teratur, nyatakan penampang tidak teratur ke
dalam trapesium atau luas ekuivalen teratur seperti ditunjukkan pada Gambar
4.3.3.6 Tahapan Perencanaan 4.3.5c.

Tabel 4.3.5 memberikan tahapan prosedur penentuan alur air di jembatan (yaitu, Pilih ketinggian lantai jembatan dan cobalah panjang jembatan berdasarkan
panjang minimum bukaan jembatan dan panjang bentang yang diminta.
panjang jembatan dan ketinggian lantai).
Tentukan jenis aliran (lihat Bagian 4.3.3.1.b) yang dicakup sebagai berikut :
Tabel 4.3.5 - Tata Cara Perencanaan Penentuan Alur Air di Jembatan a. Hitung kecepatan rata-rata dari aliran melalui bukaan jembatan dengan
membagi debit total (debit rencana) dengan luas penampang melintang aliran
(antara pangkal dan dibawah ketinggian muka air normal).
Tahap Tata Cara Perencanaan - (Tabel 4.3.5)
b. Hitung bilangan Froude F dalam penyempitan (lihat Bagian 4.3.2.1.d)
Tentukan besarnya aliran di lokasi untuk periode ulang rencana menggunakan
Tahap 1
Bagian 5, Hidrologi, dari panduan ini. • Bila F kurang dari 1.0 aliran adalah subkritis atau aliran Jenis I dan arus
balik diperkirakan dengan menggunakan cara dalam Bagian 4.3.3.2.a.
Tentukan lengkung debit untuk sungai di lokasi jembatan sebagai berikut :
• Bila F lebih dari 1.0 aliran dalam penyempitan adalah superkritis dan aliran
a. Gambar penampang melintang sungai yang mewakili pada Potongan 1 (lihat dalam saluran utama dari penampang melintang alami harus diperiksa
Gambar 4.3.4 dan 4.3.5). Bila saluran cukup lurus dan penampang melintang dengan menghitung kecepatan rata-rata dan bilangan Froude dalam sun-
cukup seragam sekitar jembatan, penampang melintang alami di lokasi Tahap 6
gai utama.
jembatan dapat digunakan untuk maksud ini.
• Bila bilangan Froude dalam saluran utama juga lebih dari 1.0 aliran adalah
Tahap 2 b. Bagilah penampang melintang sesuai perubahan tertentu pada kedalaman superkritis sepanjang sungai atau aliran Jenis III dan arus balik tidak boleh
aliran dan kekasaran. Tentukan nilai n koefisien kekasaran Manning pada tiap terjadi (lihat Bagian 4.3.2.1.b). Bila bilangan Froude kurang dari 1.0 dalam
sub penampang (lihat Tabel 4.3.1 sampai 4.3.4). sungai utama, tetapi lebih dari 1.0 dalam penyempitan aliran melewati
kritisini adalah termasuk Jenis IIA atau IIB. Bagaimanapun, seperti disebut
c. Hitung debit dalam tiap sub penampang (cara ditunjukkan dalam contoh pada Bagian 4.3.3.5 kebanyakan kondisi aliran Jenis II adalah kasus batas
perhitungan pada Bagian 4.3.3.7) untuk berbagai tingkat ketinggian. Jumlah- dan disarankan agar arus balik dihitung untuk kasus Jenis I dan Jenis II
kan debit dalam sub penampang untuk tiap tingkat ketinggian dan gambar dan nilai yang terkecil diambil.
kurva tingkat debit.
Harus diperhatikan juga bahwa dalam banyak kasus penggerusan akan men-
Tentukan tingkat ketinggian di lokasi jembatan untuk debit rencana dari kurva ingkatkan alur air di jembatan dan mengurangi kecepatan dalam penyempitan,
Tahap 3 tingkat debit diatas. yang akan mengurangi aliran yang melalui penyempitan dari kritis ke subkritis.

Pilih kecepatan aliran melalui bukaan jembatan untuk membatasi penggerusan Hitung arus balik dengan menggunakan cara relevan yang sesuai jenis aliran
Tahap 4 Tahap 7
atau membiarkan penggerusan sesuai permintaan. yang dimaksud.

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
110 111

Tahap Tata Cara Perencanaan - (Tabel 4.3.5)


Tahap 8 Setelah sampai pada tingkat ketinggian dan arus balik untuk debit rencana,dan
panjang percobaan jembatan, periksa asumsi ketinggian lantai.

a. Pada bukaan jembatan, periksa antara muka air (ketinggian air normal
anggapan) dan tepi bawah lantai jembatan. Ini tidak boleh kurang dari 1 m.

b. Sepanjang timbunan jalan dimana ketinggian air adalah jumlah dari tingkat
ketinggian dan arus balik, periksa bahwa terdapat cukup jarak bebas terha-
dap
tepi atas timbunan. Ini tidak boleh kurang dari 1 m.
Gambar 4.3.19 - Penampang Melintang Sungai Dilokasi Jembatan (dilihat dari udik sungai)
Bila terdapat jarak bebas yang kurang dibawah jembatan, naikkan ketinggian
lantai jembatan dan bila perlu hitung kembali arus balik. Bila terdapat jarak
bebas yang kurang terhadap tepi atas timbunan, naikkan ketinggian timbunan b. Tahap Perencanaan
atau kurangi arus balik dengan menggunakan jembatan yang lebih panjang.
Tabel 4.3.7 - Contoh Perhitungan - Tahapan Perencanaan

4.3.3.7 Contoh Perhitungan


Tahap Cara perhitungan - (Tabel 4.3.7)
Contoh perhitungan dalam Tabel 4.3.7 memberikan tahapan perencanaan untuk
pelintasan yang diuraikan pada Tabel 4.3.8. Tahap 1 Debit rencana adalah 220 m3/detik

a. Detail/ Rincian Pelintasan


Tentukan lengkung debit

Tabel 4.3.6 - Contoh Perhitungan - Detail Pelintasan a. Gambar 4.3.19 menunjukkan penampang melintang sungai dilokasi
jembatan.

Detail Deskripsi - Lihat Gambar 4.3.19, 4.3.20 &4.3.21 b. Pembagian penampang melintang dan nilai n Manning juga diberikan pada
Gambar 4.3.19.
Sungai cukup lurus, penampang melintang relatif tetap disekitar jembatan, Tahap 2
Detail 1
pelintasan tegak lurus pada arah normal dari aliran.
c. Untuk kemudahan hanya tingkat ketinggian sebesar 35.0 m yang diselidiki.
Detail 2 Kelandaian rata-rata sungai di sekitar jembatan, s = 0.00042 m/m. Tabel 4.3.8 menunjukkan perhitungan debit untuk tingkat ketinggian sebesar
35.0 m.
Bangunan bawah jembatan dibangun dengan lima tiang berdiameter 500 mm
Detail 3
pada tiap pilar. Debit untuk tingkat ketinggianyang lain dihitung dengan cara serupa dan leng-
kung debit digambar seperti ditunjukkan pada Gambar 4.3.20.
Detail 4 Pangkal jembatan jenis kolom terbuka dengan kelandaian 1.5 : 1

Dari Gambar 4.3.20 dapat dilihat bahwa tingkat ketinggian di lokasi jembatan
Tahap 3
untuk debit rencana sebesar 220 m3/detik adalah 35.0 m.

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
112 113

Tahap Cara perhitungan - (Tabel 4.3.7) Tahap Cara perhitungan - (Tabel 4.3.7)

Asumsi kecepatan rata-rata maksimum melalui bukaan jembatan, Hitung koefisien energi kinetik α1.
Vmaks = 2.2 m/detik a. Hitung kecepatan v dan gv2 pada tiap sub penampang seperti ditunjukkan
dalam Tabel 4.3.8.

Tanpa gerusan, panjang bukaan b minimum jembatan yang diperlukan untuk b. Hitung kecepatan rata-rata Vn1 pada penampang saluran
melewati debit rencana
Q 1 Q 220
b= × Tahap 7 Vn1 = = = 0.84 m/detik
Vmaks y An1 261.4
c. Kemudian
dimana y = kedalaman rata-rata aliran dalam penyempitan = 4.2 m
Tahap 4 220 1 α1 =
∑ (qv 2
)
=
246.2
b= × = 23.8m QV 2
220 × (0.84)2
2.2 4.2 n1

Anggap panjang bukaan jembatan sebesar 25 m yang dipasang seperti ditun- Tahap 8 Hitung perbandingan bukaan jembatan, M (lihat Tabel 4.3.8).
jukkan pada Gambar 4.3.19.

Tentukan koefisien arus balik total K*


Dengan asumsi ketinggian lantai sebesar 38.5 m dan penempatan pangkal
kolom terbuka untuk memelihara luas alur air sama, coba gunakan panjang
a. Tentukan koefisien kurva dasar Kb dari Gambar 4.3.8 dengan
jembatan sebesar 34 m (konfigurasi bentang 10 m - 14 m - 10 m) dengan tinggi
M = 0.5Kb = 1.12
struktural lantai jembatan sebesar 1 m seperti ditunjukkan dalam
Gambar 4.3.21.
b. Tentukan peningkatan koefisien arus balik Kp untuk pengaruh pilar.
Dari Gambar 4.3.21 luas penampang air penuh dari penyempitan
Tentukan jenis aliran. An1 = 98.9
Hitung bilangan Froude F dalam penyempitan :
Untuk 2 pilar yang terdiri dari 5 tiang berdiameter 500 mm, luas penghalang :
V Ap = (0.5 x 3.5) x 2 = 3.5 m2
F= Tahap 9
Tahap 5 gd Dari Gambar 4.3.9a untuk M = 1.0 ΔK = 0.12 dan Gambar 4.3.9b untuk
V = kecepatan rata-rata melalui bukaan jembatan = 2.2 m/detik M = 0.5, σ = 0.68.
d = y = 4.2 m ΔKp= ΔKσ = 0.12 x 0.68 = 0.082

Aliran adalah subkritis atau aliran Jenis I. c. Karena eksentrisitas kurang dari 20% ΔKc = 0.

d. Dengan tanpa kemiringan, ΔKs = 0.


Hitung daya angkut dalam tiap sub penampang untuk debit rencana e. Jadi, koefisien arus balik
Tahap 6
seperti ditunjukkan dalam Tabel 4.3.8. K* = Kb+ ΔKp + ΔKc + ΔKs = 1.12 + 0.082 + 0.0 + 0.0 = 1.202

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
114 115

Tahap 9 f. Hitung arus balik h*1


(lanjutan )
Kecepatan rata-rata dalam penyempitan :
Q 220
Vn 2 = = = 22.2 m/detik
An 2 98.9
Vn 2 2.22 2
= = 0.25
2 g 2 × 9.81
Dari Gambar 4.3.7 untuk
α1 , = 1.59 dan M = 0.5
α2 , = 1.3

Menggunakan Rumus (4.3.15) perkiraan arus balik akan menjadi :


Vn 2
K *α 2 = 1.202 × 1.3 × 0.25 = 0.391 m
2g
Substitusi nilai pada bagian kedua Rumus (4.3.14) dengan

A1 = An1 + + W Gambar 4.3.20 - Contoh Perhitungan – Lengkung Debit


dimana W = lebar aliran (m) ,

Kemudian
 A  2  A  2  V 2
α 1  n 2  −  n 2   n 2
 A4   A1   2 g
 98.9  2  98.9  2 
= 1.59   −    0.25 = 0.056 m
  261.4 302.2 
Kemudian arus balik total yang dihasilkan oleh jembatan :
= 0.391 + 0.056 = 0.447 m

Tahap 10 Periksa asumsi ketinggian lantai sebesar 38.5 m.


a. Pada bukaan jembatan (lihat Gambar 4.3.21)
Tingkat ketinggian 35.0
Tinggi jagaan dibawah lantai jembatan 0.5
Tinggi struktural lantai jembatan 1.0
Ketinggian minimum lantai . 38.50 m

b. Sepanjang timbunan dimana ketinggian air dipengaruhi oleh arus balik


Tingkat ketinggian35.0
Tinggi arus balik 0.45
Tinggi jagaan minimum 0.5 Gambar 4.3.21 - Contoh Penampang Melintang di Jembatan
Ketinggian minimum lantai 35.95 m

Perhitungan pertama (Tahap 10 a) menentukan dan ketinggian lantai jembatan


sebesar 38.5 m memadai.

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
116 117

Tabel 4.3.8 - Contoh Perhitungan - Besaran Sungai Alami (Untuk Tingkat ketinggian 35.0 m) dan kemudian menggunakan nilai yang man tinggi tekan air, HW dan geometri
lebih tinggi untuk menunjukkan jenis gerbang, termasuk bentuk rongga dan
Tahap 2 - Tabel 4.3.8 Tahap 6 Tahap 7 pengendali dan kedalaman tinggi tekan air. luas penampang melintang serta jenis
Metode untuk penentuan jenis pengendali tepi masukan. Sketsa pengendali aliran
Sub Penampang v=
r= q K= ini adalah tepat kecuali untuk berbagai kasus masukan untuk proyeksi gerbang tidak
a p q/a
n a/p r2/3 m3/ q/ qv2
m2 m m/ dimana tinggi tekan air adalah kurang lebih terendam dan terendam ditunjukkan dalam
m det s1/2
det
sama untuk kedua jenis pengendali. Gambar 4.3.22a dan 4.3.22b. Gambar
QA 0-30 0.040 55.3 30.2 1.83 1.50 42.4 2069.2 0.77 25.1
Kedua jenis aliran yaitu pengen- 4.3.22c menunjukkan gerbang aliran
30-39 0.070 27.4 9.0 3.04 2.10 18.8 822:2 0.61 8.2
dali masukan dan keluaran dibahas secara mengecil pada kondisi terendam dengan
QB 39-48.5 0.070 28.2 7.5 3.49 2.30 - 17.7 861.7 0.67 7.9
singkat dalam bagian ini, berikut dengan pengendali masukan.
48.5-56 0.035 47.3 11.0 4.30 2.64 73.2 3573.6 1.55 175.9 Pada pengendali masukan, kekasa-
cara penggunaan nomograf.
56-64 0.079 28.0 8.0 3.50 2.31 18.9 922.1 0.67 8.5 ran dan panjang rongga gorong-gorong
QC 64-75 0.070 33.0 11.0 3.00 2.08 20.1 980.6 0.61 7.5 dan kondisi keluaran (termasuk kedala-
4.3.4.3 Pengendali Masukan
75- 102.5 0.040 44.2 27.7 1.60 1.37 30.9 1508.9 0.70 15.1 man muka air hilir) tidak merupakan
An1 = 261.40 Q = 220.00 Σqv2 = 248.20 Pengendali masukan berarti bahwa faktor penentu kapasitas gorong-gorong.
kapasitas debit gorong-gorong dikendalikan Peningkatan pada kelandaian rongga
4.3.4 Perencanaan Alur Air menghitung kapasitas hidraulik gorong- pada gerbang gorong-gorong oleh kedala- mengurangi tinggi tekan air sampai tingkat
Gorong-Gorong gorong. Pada pengendali masukan, luas
penampang melintang rongga gorong-
4.3.4.1 Lingkup gorong, geometri masukan dan jumlah
Bagian dari buku panduan ini tinggi tekan air atau genangan pada gerbang
mencakup pembahasan singkat mengenai adalah hal yang paling penting. Pengendali
kapasitas hidraulik gorong-gorong konven- keluaran mencakup pertimbangan tamba-
sional dan nomograf untuk memilih ukuran han untuk ketinggian arus dalam saluran
gorong-gorong pada kondisi yang diberikan. keluaran dan kelandaian, kekasaran dan
panjang rongga gorong-gorong.
4.3.4.2 Jenis Aliran
Dengan perhitungan hidraulika dapat
Pengujian laboratorium dan penga- ditentukan jenis aliran yang mungkin terjadi
matan di lapangan menunjukkan dua jenis pada gorong-gorong untuk kondisi yang
aliran gorong-gorong utama : diberikan. Bagaimanapun, keperluan untuk
•• aliran dengan pengendali masukan, dan membuat perhitungan ini dapat dihindari,
•• aliran dengan pengendali keluaran. yaitu dengan menghitung kedalaman tinggi
Untuk tiap jenis pengendali, faktor tekan air dari nomograf yang terdapat disini
dan rumus yang digunakan berbeda untuk untuk pengendali masukan dan keluaran,
Gambar 4.3.22 - Gorong-gorong dengan Pengendali Masukan

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
118 119

terendah dan tiap koreksi kelandaian dapat ruh penampang melintang rongga terisi air
diabaikan untuk gorong-gorong konven- untuk panjang total dari rongga, gorong-
sional atau umum, yang mengalir dengan gorong tersebut berada dalam aliran penuh
pengendali masukan. atau beraliran penuh, Gambar 4.3.23c dan
Untuk semua perencanaan gorong- 4.3.23d. Tahapan yang diberikan dalam
gorong, tinggi tekan air atau kedalaman panduan ini memberikan tata cara untuk
genangan pada gerbang gorong-gorong menentukan secara tepat kedalaman tinggi
adalah faktor penting dalam kapasitas tekan air pada kondisi aliran yang ditunjuk-
gorong-gorong. Kedalaman tinggi tekan kan dalam Gambar 4.3.23a, 4.3.23b dan
air (atau tinggi tekan air HW) adalah jarak 4.3.23c. Cara yang diberikan untuk kondisi
vertikal dari permulaan gorong-gorong aliran penuh, Gambar 4.3.23d, memberikan
pada gerbang terhadap garis energi tinggi ketepatan dalam hasil kedalaman air yang
tekan air kolam (kedalaman + tinggi tekan menurun n, bila tinggi tekan air menurun.
kecepatan). Karena pada umumnya kece- Tinggi tekan H (Gambar 4.3.23a) atau
patan aliran pada mulut kolam rendah energi yang diperlukan untuk melewati
dan kesulitan penentuan tinggi tekan kuantitas air yang melalui gorong-gorong
kecepatan untuk semua aliran, muka air yang mengalir pada pengendali keluaran
dan garis energi pada gerbang dianggap dengan rongga beralir penuh sepanjang
berhimpit, jadi kedalaman tinggi tekan alirannya dibentuk dari tiga bagian utama.
Gambar 4.3.23 - Gorong-gorong dengan Pengendali Masukan
air yang diberikan oleh bagian pengendali Tiga bagian ini umumnya dinyatakan dalam
masukan dapat lebih besar dan akan dibagi meter dan mencakup tinggi air kecepatan
Kehilangan ini dinyatakan sebagai koefisien
kedalam beberapa instalasi. Untuk maksud Hv , kehilangan permulaan He , dan kehila-
ke dikalikan dengan tinggi tekan kecepa-
pengukuran tinggi tekan air, titik bawah ngan gesekan Hf. Energi ini diperoleh dari  19.6 n 2 L  V 2
tan rongga atau He = ke V2/2g. Koefisien Hf =   2g (4.3.31)
 R
gorong-gorong pada gerbang adalah titik genangan air pada gerbang dan dinyatakan 1.33
kehilangan permulaan ke untuk berbagai

rendah dalam bukaan gorong-gorong pada dalam bentuk rumus
H = Hv + Hs + Hf (4.3.30) jenis gerbang pada saat aliran berada pada
permulaan penampang melintang penuh
pengendali keluaran, diberikan dalam dimana :
dari rongga gorong-gorong. Tinggi tekan kecepatan Hv sama
Tabel 4.3.9. n = koefisien kekasaran Manning (lihat
dengan V2/2g dengan V adalah kecepatan
4.3.4.4 Pengendali Keluaran nomograf untuk nilai-nilai)
rata-rata pada rongga gorong-gorong (kece- Kehilangan gesekan Hf , adalah energi
Gorong-gorong yang mengalir dengan patan rata-rata adalah debit Q, dalam m3/ yang diperlukan untuk mengatasi kekasaran L = panjang rongga gorong-gorong (m)
pengendali keluaran, dapat mengalir dengan detik, dibagi oleh luas penampang melin- rongga gorong-gorong. Hf dapat dinyatakan V = kecepatan rata-rata aliran pada rongga
rongga gorong-gorong penuh atau sebagian tang A dalam m2 dari rongga). dalam beberapa cara. Karena kebanyakan gorong-gorong (m/detik)
penuh, untuk sebagian panjang rongga atau Kehilangan permulaan He tergan- perencana jembatan mengenal n Manning, g = percepatan gravitasi, 9,81 (m/detik2)
seluruhnya (lihat Gambar 4.3.23). Bila selu- tung pada geometrik pada tepi masukan. maka digunakan rumus berikut : R = jari-jari hidraulik atau A/WP (m2)

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
120 121

dimana Rumus 4.3.32 dapat diselesaikan untuk menghitung tinggi tekan air (HW) : untuk menghitung ho bila muka air hilir
A = luas aliran untuk penampang melintang secara cepat dengan penggunaan nomograf HW = ho + H – LSo (4.3.33) rendah dan debit tidak mengisi rongga
penuh (m2) aliran penuh, Gambar 4.3.30 sampai 4.3.33. dimana S, adalah kelandaian garis aliran gorong-gorong pada keluaran. Dalam
WP = keliling basah (m) Rumus yang terdapat pada nomograf ini dalam (meter per meter) dan semua istilah fraksi ini dc adalah kedalaman kritis seperti
Substitusi pada Rumus 4.3.30 dan sete- sama dengan Rumus 4.3.32 yang dinya- dalam meter. Penentuan h, dibahas dalam ditentukan dari Gambar 4.3.34 dan 4.3.35
lah disederhanakan,maka akan diperoleh takan dalam bentuk lain. Tiap nomograf, paragraf berikut untuk berbagai kondisi dan D adalah tinggi gorong-gorong. Nilai dc
aliran penuh digambar untuk nilai tunggal n seperti yang aliran pada keluaran. tidak boleh melebihi D, maka dibuat batas
terdapat pada bagan yang bersangkutan. Bila muka air dalam saluran keluaran atas dari fraksi ini bernilai sama dengan D.
 19.6 n 2 L  V 2
H f = 1 + ke (4.3.32) (ketinggian muka air hilir) berada diatas Sketsa dalam Gambar 4.3.26 menunjuk-
R1.33  2 g
Nomograf ini dapat digunakan untuk nilai
 puncak rongga pada keluaran (Gambar kan istilah Rumus 4.3.33 untuk kasus yang
n yang lain dengan modifikasi panjang
Gambar 4.3.24 menunjukkan istilah gorong-gorong. 4.3.23a) penyelesaian untuk HW sangat dibahas diatas.
Rumus 4.3.32, garis energi, garis kelandaian Memperoleh nilai H dari nomo- sederhana. Kedalaman TW adalah sama Dari penyelesaian yang lebih teliti
hidraulik dan kedalaman tinggi tekan air, graf tidak menyelesaikan masalah secara dengan ho dan hubungan HW dengan isti- diperoleh bahwa Rumus 4.3.33 memberikan
HW. Garis energi mewaliki energi total pada keseluruhan untuk jenis aliran pengendali lah lain dalam Rumus 4.3.33 ditunjukkan jawaban yang tepat apabila gorong-gorong
tiap titik sepanjang rongga gorong-gorong. keluaran. Tinggi tekan air harus ditentukan, dalam Gambar 4.3.25. beraliran penuh untuk bagian panjang
Garis kelandaian hidraulik terkadang dan faktor lain seperti kelandaian rongga Bila ketinggian muka air hilir berada rongga seperti ditunjukkan oleh Gambar
disebut garis tekanan, ditentukan oleh keting- gorong-gorongserta kondisi keluaran harus dibawah puncak atau tepi atas gorong- 4.3.28. Kondisi aliran ini akan terjadi bila
gian muka air yang naik pada pipa vertikal disertakan dalam perhitungan ini. gorong pada keluaran, penentuan ho untuk muka air hilir seperti ditentukan oleh
kecil yang dipasang sepanjang dinding Nilai H (meter) harus diukur dari debit dan ukuran gorong-gorong tertentu Rumus 4.3.33 adalah sama atau lebih besar
gorong-gorong. suatu ketinggian pengendali di keluaran. lebih sulit. Gambar 4.3.23 (b, c dan d), dari besaran :
Garis energi dan garis tekanan adalah Ketinggian pengendali tergantung pada laju ho diperoleh dengan membandingkan
V2
sejajar sepanjang rongga, kecuali sekitar debit atau ketinggian muka arus air. Untuk dua nilai : D = (1 + ke ) (4.3.34)
2g
dekat masukan dimana aliran menyempit kemudahan, nilai ho digunakan sebagai jarak •• TW kedalaman di saluran keluaran dan
•• dc +D/2 dan harga ho adalah nilai terbe- dimana V adalah kecepatan rata-rata untuk
dan melebar kembali.Perbedaan ketinggian (meter) dari titik bawah gorong-gorong
sar dari nilai tersebut. penampang melintang penuh dari rongga,
antara dua garis ini adalah tinggi tekan kece- (garis aliran) pada keluaran terhadap keting-
Fraksi dc +D/2 adalah penyederhanaan ke, koefisien kehilangan permulaan, dan
patan, V2/2g. gian pengendali. Rumus berikut digunakan

Gambar 4.3.24 - Terminologi untuk Kondisi Aliran Penuh Gambar 4.3.25 - Muka Air Hilir Diatas Puncak Gorong-gorong

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
122 123

Terdapat keadaan, dimana ketinggian muka Peredam energi untuk aliran di saluran
air di hilir terkendali oleh penghalang khusus pada saluran irigasi telah banyak
sebelah hilir atau arus balik dari sungai dilaksanakan dan diselidiki di laboratorium.
lain. Pemeriksaan lapangan untuk semua Beberapa struktur telah dimodifikasi dan
Iokasi gorong-gorong utama harus dibuat paling sedikit telah dilaksanakan hingga
untuk evaluasi pengendali hilir sungai dan ratusan kali pada keluaran gorong-gorong.
penentuan tinggi air. Semua peredam energi menambah biaya
Gambar 4.3.26 -Muka Air Hilir Dibawah Puncak Gorong-gorong Suatu pendekatan untuk kedalaman pada gorong-gorong dan ahli teknik harus
aliran dalam sungai alami (saluran keluaran) mempertimbangkan agar penggunaannya
D tinggi gorong-gorong. Bila tinggi tekan Walaupun tahapan dalam bagian
dapat dibuat dengan menggunakan rumus hanya bila diperlukan untuk mencegah
air menurun dibawah titik ini, maka muka ini terutama untuk penggunaan dalam
Manning (lihat Bagian 4.3.2) bila saluran terjadinya pendalaman penggerusan atau
air akan bebas sepanjang rongga gorong- pemilihan ukuran gorong-gorong agar bisa
cukup seragam untuk penampang melin- sebagai konstruksi pengaman.
gorong seperti dalam Gambar 4.3.23d dan melewati debit tertentu pada tinggi tekan air
tang, kelandaian dan kekasaran. Pertimbangan ahli teknik yang bekerja
Rumus 4.3.33 memberi jawaban seperti tertentu, pengertian lebih baik mengenai di daerah tertentu, diperlukan untuk
Nilai n untuk sungai alami dalam
dijelaskan dalam paragraf berikut. cara kerja gorong-gorong diperoleh dengan menentukan kebutuhan peredam energi
rumus Manning dapat dicari dalam Bagian
Dalam kasus Gambar 4.3.23d, Rumus menggambar kurva perilaku pada berbagai 4.3.2. Bila muka air dalam saluran keluaran pada keluaran gorong-gorong. Sebagai
4.3.33 digunakan untuk mencari HW bila variasi debit dan kelandaian rongga. Kurva ditentukan pengendali hilir sungai,makacara bantuan dalam mengevaluasi kebutuhan
muka air bebas terdapat sepanjang rongga. demikian dapat juga digunakan untuk lain harus dicari untuk menentukan keting- ini disarankan agar kecepatan keluaran
Perhitungan demikian tidak memberikan membandingkan ukuran dan jenis gorong- gian muka air hilir. Kadang-kadang hal ini dihitung. Kecepatan terhitung tersebut dapat
hasil nilai yang tepat karena satu-satunya gorong yang berbeda. memerlukan kajian dari hubungan tingkat dibandingkan dengan kecepatan keluaran
cara untuk mencari HW dalam hal ini 4.3.4.5 Kedalaman Muka Air Hilir debit sungai lain dengan sungai yang ditinjau dari ukuran dan jenis gorong-gorong lain
adalah dengan perhitungan arus balik mengalir atau memperoleh data ketinggian juga dengan kecepatan saluran alami. Dalam
Kedalaman muka air hilir sangat pen- waduk bila bendungan disertakan. banyak kasus perubahan ukuran gorong-
yang dimulai pada keluaran gorong-
ting untuk penentuan kapasitas hidraulik gorong tidak mengubah kecepatan keluaran
gorong. Bagaimanapun Rumus 4.3.33 akan 4.3.4.6 Kecepatan Aliran
gorong-gorong yang mengalir dengan terlalu besar. Kecepatan keluaran rata-rata
memberikan jawaban cukup teliti untuk
pengendali keluaran. Pada banyak kasus Gorong-gorong, karena karakteristik untuk gorong-gorong yang mengalir dengan
maksud perencanaan bila tinggi tekan air
saluran sebelah hilir mempunyai lebar hidrauliknya, meningkatkan kecepatan pengendali masukan dapat diperkirakan
dibatasi sampai nilai lebih besar dari 0.75D.
cukup besar dan kedalaman air pada salu- aliran diatas nilai rata-rata pada saluran dengan menghitung kecepatan normal
H’ digunakan dalam Gambar 4.3.23d untuk
ran alami kurang dari tinggi air di ujung alami. Kecepatan tinggi adalah hal paling untuk penampang melintang gorong-
menunjukkan bahwa kehilangan kapasitas
keluaran dari rongga gorong-gorong, yang kritis yang berada tepat disebelah hilir dari gorongdengan menggunakan rumus
gorong-gorong dalam Hydraulic Engineering
membuat muka air hilir tidak efektif sebagai keluaran gorong-gorong dan potensial aliran seragam.
Circular No. 10 (Pustaka 4.3.9) memberikan
pengendali, sehingga kedalamannya tidak gerusan dari energi di air adalah keharusan Mengingat kedalaman aliran tidak
penyelesaian lebih teliti dan mudah untuk
perlu dihitung untuk penentuan kapasitas untuk dipertimbangkan dalam perencanaan diketahui, penggunaan tabel atau bagan
kondisi aliran muka air bebas ini.
debit dari tinggi tekan air gorong-gorong. gorong-gorong. disarankan dalam penyelesaian rumus ini.

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
124 125

Kecepatan keluaran untuk pengendali masukan yang dihitung dengan cara ini terhadap Tahap Cara Perencanaan - (Tabel 4.3.9)
tinggi gorong-gorong yang mempunyai perbandingan panjang-tinggi kurang dari 20.
Tahap 3 b. Asumsi Pengendali Keluaran
Gorong-gorong lebih pendek akan mempunyai nilai kecepatan diantara rumus yang (Lanjutan) i. Perkirakan kedalaman muka air hilir TW dalam m diatas titik bawah
pada keluaran untuk perencanaan kondisi banjir pada saluran keluaran.
dihitung oleh aliran seragam dan yang terjadi pada kedalaman kritis.
Pada pengendali keluaran, kecepatan keluaran rata-rata akan sebesar debit dibagi ii. Untuk ketinggian muka air hilir sama atau lebih dari puncak gorong-
gorong pada keluaran (Gambar 4.3.25) ambil ho sama dengan HW
luas penampang melintang aliran pada keluaran. Luas aliran tersebut akan berada diantara dan cari HW dengan rumus berikut :
nilai yang terdapat pada kedalaman kritis dan luas penuh pipa, tergantung pada kondisi HW = H + ho - LSo
H adalah kehilangan tinggi tekan dalam m ditentukan dari nomograf
muka air hilir. sesuai (Gambar 4.3.30 sampai 4.3.33) yang mewakili Rumus 4.3.32

 19.6 n 2 L  V 2
H f = 1 + ke
4.3.4.7 Tahapan Perencanaan
 R1.33  2 g
Tabel 4.3.9 - Tahapan Perencanaan untuk Penentuan Alur Air Gorong- gorong dimana ke = koefisien kehilangan permulaan
n = koefisien kekasaran Manning
R = jari-jari hidrauiik
Tahap Cara Perencanaan - (Tabel 4.3.9) V = kecepatan rata2 dalam rongga.

Tahap 1 Daftar data perencanaan iii. Untuk ketinggian muka air hilir kurang dari puncak gorong-gorong
a. Debit rencana dalam m3/detik dengan frekuensi rencana yang bersang- pada keluaran (Gambar 4.3.26), cari tinggi tekan air HW dengan ru-
kutan, yaitu Q50 ,Q20 dll. mus diatas seperti dalam b.ii diatas kecuali bahwa ho = dc + D/2 atau
b. Panjang perkiraan dari gorong-gorong L, dalam meter. TW yang dimana nilainya lebih besar.
c. Kelandaian gorong-gorong dalam m per m. dc adalah kedalaman kritis aliran yang diperoleh dari Gambar 4.3.34
d. Tinggi tekan air yang diijinkan. dan 4.3.35.
e. Kecepatan banjir rata-rata dan maksimum dalam sungai alami.
f. Jenis gorong-gorong untuk pemilihan percobaan pertama, termasuk ba- c. Bandingkan tinggi tekan air yang diperoleh dalam Tahap 3a dan b. Tinggi
han rongga, bentuk penampang melintang rongga dan jenis gerbang. tekan air lebih tinggi menentukan dan menunjukkan pengendali aliran
yang terjadi pada kondisi yang diberikan untuk pemilihan ukuran perco-
Tahap 2 Tentukan ukuran gorong-gorong percobaan pertama baan.
Mengingat tahapan adalah uji coba, ukuran percobaan pertama dapat diten-
tukan dengan beberapa cara : d. Bila pengendali keluaran menentukan dan tinggi tekan air adalah lebih
a. Dengan pilihan sembarang. tinggi dari yang disetujui, pilih ukuran percobaan lebih besar dan cari HW
b. Dengan menggunakan rumus pendekatan seperti A = Q/V dimana uku- seperti dalam Tahap 3b. Pengendali pemasukan tidak perlu diperiksa,
ran percobaan gorong-gorong ditentukan. karena ukuran lebih kecil telah mencukupi untuk pengendali ini seperti
c. Dengan menggunakan nomograf pengendali pemasukan (Gambar 4.3.27 ditentukan dalam Tahap 3a.
sampai 4.3.29) untuk jenis Gorong-gorong yang dipilih. Bila cara ini digu-
nakan dan HW/D harus diperkirakan, katakan HW/D = 1.5 dan menggu- Tahap 4 Coba jenis atau bentuk lain gorong-gorong dan tentukan ukuran dan HW
nakan Q yang diketahui, ditentukan ukuran percobaan. dengan cara diatas.
Bila tiap ukuran percobaan terlalu besar karena pembatasan tinggi timbunan
atau ukuran yang disediakan, gorong-gorong ganda boleh digunakan den- Tahap 5 Hitung kecepatan keluaran untuk ukuran dan jenis yang dipertimbangkan
gan membagi debit secara sama antara jumlah rongga yang digunakan. pada saat pemilihan dan tentukan keperluan pengaman saluran.
a. Bila pengendali keluaran menentukan dalam Tahap 3c, kecepatan kelu-
Tahap 3 Cari kedalaman tinggi tekan air untuk ukuran percobaan gorong-gorong aran sama dengan Q/Ao dimana Ao adalah luas penampang melintang
a. Asumsi Pengendali Masukan aliran dalam rongga gorong-gorong pada keluaran. Bila dc atau TW adalah
i. Gunakan ukuran percobaan dari Tahap 2, cari kedalaman tinggi tekan kurang dari tinggi rongga gorong-gorong, gunakan Ao sesuai dengan dc
air HW dengan menggunakan nomograf sesuai pengendali masukan. atau kedalaman muka air hilir, yang dimana memberikan luas aliran lebih
Kondisi muka air hilir diabaikan dalam penentuan ini. HW dalam hal ini besar. Ao tidak boleh melebihi luas penampang melintang total A dari
dicari dengan mengalikan HW/D yang diperoleh dari nomograf dengan rongga gorong-gorong.
tinggi gorong-gorong D.

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
126 127
Tabel 4.3.10 - Koefisien Kehilangan Permulaan untuk Gorong-gorong
Tahap Cara Perencanaan - (Tabel 4.3.9) 1. Gorong-gorong Pipa Beton Koefisien ke
Tahap 5 b. Bila pengendali masukan menentukan dalam Tahap 3c, kecepatan kelu- aa. Terproyeksi dari timbunan, ujung soket (ujung sela) 0.2
(lanjutan) aran dapat dianggap sama dengan kecepatan normal dalam aliran saluran
terbuka pada rongga seperti dihitung oleh rumus Manning untuk laju b. Terproyeksi dari timbunan, ujung dipotong persegi 0.5
aliran, ukuran rongga, kekasaran dan kelandaian gorong-gorong yang c. Tembok pangkal atau tembok pangkal dengan tembok sayap :
dipilih.
i. ujung soket dari pipa (ujung sela) 0.2
Tahap 6 Catatan akhir dari pemilihan gorong-gorong
Mencakup sebagai berikut : ii. tepi persegi 0.5
• ukuran gorong-gorong
• jenis gorong-gorong iii. dibulatkan (jari-jari = D/12) 0.2
• tinggi tekan air yang diperlukan d. Dikecilkan agar sesuai kelandaian timbunan 0.2
• kecepatan keluaran
• pertimbangan ekonomis. e. Potongan di ujung sesuai dengan kelandaian timbunan (lihat Catatan 3) 0.5
2. Gorong-gorong Pipa Baja Bergelombang Koefisien ke
a. Terproyeksi dari timbunan (tanpa tembok tinggi tekan) 0.9
b. Tembok pangkal atau tembok pangkal dengan tembok sayap :
i. tepi persegi 0.5
c. Dikecilkan agar sesuai kelandaian timbunan 0.7
d. Potongan di ujung sesuai dengan kelandaian timbunan (lihat Catatan 3). 0.5
3. Gorong-gorong Persegi Beton Bertulang Koefisien ke
a. Tembok pangkal sejajar dengan timbunan (tanpa tembok sayap).
i. tepi persegi pada 3 sisi. 0.5
ii. dibulatkan pada 3 sisi sampai jari-jari sebesar dimensi rongga 0,2
b. Tembok sayap pada 30° sampai 75° terhadap rongga
i. tepi persegi pada puncak 0.4
ii. tepi puncak dibulatkan sampai jari-jari sebesar dimensi rongga. 0.2
c. Tembok sayap pada 10° sampai 25° terhadap rongga
i. tepi persegi pada puncak 0.5
d. Tembok sayap sejajar (diperpanjang pada sisi)
i. tepi persegi pada puncak. 0.7
CATATAN
1. Koefisien ke berlaku pada tinggi tekan kecepatan V2/(2g) untuk penentuan kehilangan
tinggi tekan pada permulaan gorong-gorong yang bekerja penuh atau sebagain penuh
dengan pengendali pada keluaran.
2. Kehilangan tinggi tekan permulaan He = ke V2/(2g).
3. Potongan di ujung sesuai dengan kelandaian timbunan menunjuk pada penampang terse-
dia dari pabrik.

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
128 129

Gambar 4.3.27 - Kedalaman Tinggi Tekan Air untuk Gorong-gorong Persegi Gambar 4.3.28 - Kedalaman Tinggi Tekan Air untuk Gorong-gorong Pipa Beton
dengan Pengendali Masukan dengan Pengendali Masukan

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
130 131

Gambar 4.3.29 - Kedalaman Tinggi Tekan Air untuk Gorong-gorong Pipa Baja Gambar 4.3.30 - Kedalaman Tinggi Tekan Air untuk Gorong-gorong Persegi Beton
Gelombang dengan Pengendali Masukan Mengalir Penuh dengan Pengendali Keluaran n = 0.012

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
132 133

Gambar 4.3.31 - Kedalaman Tinggi Tekan Air untuk Gorong-gorong Pipa Beton Gambar 4.3.32 - Kedalaman Tinggi Tekan Air untuk Gorong-gorong Pipa Baja
Mengalir Penuh dengan Pengendali Keluaran n = 0.012 Bergelombang Standar Mengalir Penuh dengan Pengendali Keluaran n = 0.014

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
134 135

Gambar 4.3.33 - Kedalaman Tinggi Tekan Air untuk Pelat Struktural Baja Gorong-gorong Gambar 4.3.34 - Kedalaman Kritis dc – Penampang Persegi
Pipa Baja Bergelombang Mengalir Penuh dengan n = 0.0328 sampai 0.0302

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
136 137

4.3.5 Perencanaan Alur Air a. perencanaan pelintasan banjir akan


Pelintasan Banjir melewati aliran yang diharapkan pada
standar yang disetujui
4.3.5.1 Lingkup b. perencanaan perkerasan yang menahan
terendamnya pelintasan dan kecepatan
Bagian dari buku panduan ini
aliran
mencakup pembahasan singkat mengenai
c. perencanaan pengaman untuk menja-
hidraulika pelintasan banjir dan tata cara
min stabilitas pelintasan banjir
pengaman penggerusan di hilir sungai
Bagian dari buku panduan ini akan
untuk jenis pelintasan di bawah ini.
menjelaskan perencanaan untuk masalah
4.3.5.2 Pendahuluan a dan c yang diberikan diatas.
Pelintasan banjir dibuat agar aliran 4.3.5.3 Hidraulika
melintasi jalan pada lokasi tertentu, pada
Bila pelintasan banjir dibuat sejajar
kondisi yang ditentukan oleh perencana.
dengan ketinggian tanah dan tidak meng-
Pelintasan banjir dapat dibagi dalam
ganggu aliran, kedalaman aliran dan kece-
dua jenis :
patan dapat dihitung dengan menggunakan
•• Pelintasan Terendam
cara luas dan kemiringan yang terdapat
Pelintasan jalan melalui lapisan air atau
dalam Bagian 4.3.2.
melalui air pasang yang khusus dibuat
Bila pelintasan banjir dibuat diatas
untuk menahan pengaruh terendam.
ketinggian tanah, aliran akan menjadi bebas
•• Pelintasan Banjir
atau terendam pada tahap awal peluapan,
Pelintasan jalan melalui lapisan air
umumnya terdapat kondisi muka air hilir
dangkal yang mengalami banjir
rendah, dan terjadi aliran bebas. Pada
yang khusus dibuat untuk menahan
kondisi tersebut aliran kritis terjadi pada
pengaruh terendam.
puncak jalan dan debit ditentukan oleh
Dari definisi tersebut, pelintasan banjir
tinggi tekan diudik sungai. Pada saat tingkat
adalah kasus khusus untuk pelintasan teren-
muka air hilir lebih tinggi, dimana kedala-
dam dimana kecepatan pendekatan dari Gambar 4.3.35 - Kedalaman Kritis dc – Pipa Sirkular
man aliran diatas pelintasan banjir lebih
aliran dapat diharapkan menjadi rendah.
tinggi dari kedalaman kritis, debit terkendali Pada kondisi pengendali muka air hilir, aliran dijelaskan sebagai terendam. Perali-
Dalam perencanaannya terdapat tiga
oleh kapasitas saluran disebelah hilir dan han dari aliran bebas ke aliran terendam dengan ketinggian muka air hilir yang lebih
masalah utama:
juga oleh tinggi tekan di hulu sungai. tinggi secara tiba-tiba, dan pola aliran yang terjadi sebelum terendam dijelaskan sebagai
mulai terendam.

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
138 139

Aliran bebas lebih lanjut dibagi kedalam aliran terendam dan aliran permukaan. pada kondisi sebelumnya.Pada umumnya loncatan hidraulik terendam menjadi perhatian
Aliran terendam terjadi bila peralihan bentuk aliran yang merata ke arah muka air hilir khusus karena pengaruh penggerusan yang lebih buruk.
dan menghasilkan loncatan hidraulik terendam pada kemiringan hilir sungai. Aliran Debit melewati pelintasan banjir dapat ditentukan dengan menggunakan Gambar
permukaan terjadi bila aliran memisah dari permukaan pelintasan banjir dan melapis di 4.3.36 dan cara yang dijelaskan pada Tabel 4.3.11.
muka air hilir. Peralihan aliran bebas adalah batas variasi ketinggian muka air hilir dimana
debit tertentu dapat menghasilkan aliran terendam atau aliran permukaan tergantung Tabel 4.3.11 - Tahapan untuk Penentuan Debit pada Pelintasan Banjir

Tahap Cara Perhitungan


Tahap 1 Hitung H/I dengan :
H = h + V2/(2g)

h = tinggi tekan air diatas puncak pelintasan banjir (m)


V = kecepatan pendekatan rata-rata (m/detik)
g = 9.81 m/detik2
/ = lebar pelintasan banjir (m)

Tahap 2 Pada Gambar 4.3.36, Kurva B, dengan H/I diperoleh koefisien debit aliran
bebas, Cf. Bila nilai H/I lebih kecil dari 0,15, Cf harus dibaca dari Kurva A.

Tahap 3 Bila terjadi aliran terendam (sebagai contoh, bila D/H >0.7) hitung pre-
sentase aliran terendam, (D/H) x 100, dimana D = kedalaman muka air hilir
(m) dan baca faktor aliran terendam Cs/Cf.

Tahap 4 a. Hitung debit yang melewati pelintasan banjir dengan menggunakan


rumus bendung dengan mercu lebar :
Cs 3
Q=
C f LH 2/3 × m /s (4.3.35)
Cf
b. Ketinggian muka air hilir D (m) dapat diperkirakan dari pengamatan
hanyutan banjir dan data lain dari tanda tinggi air pada tebing sungai atau
untuk Q diketahui, dapat dihitung dengan menggunakan cara luas dan
kemiringan (lihat Bagian 4.3.2).

c. Untuk kondisi aliran bebas, kecepatan kritis dan kedalaman kritis dapat
dihitung untuk potongan pengendali seperti terdapat dalam Bagian 4.3.2
panduan ini. Untuk jalan dengan berbagai potongan melintang, potongan
pengendali akan berada pada titik berikut :
• penampang berpuncak
- pada puncak jalan
• lawan lendut sebelah hilir
- pada tepi perkerasan sebelah udik
• lawan lendut sebelah udik
- pada tepi perkerasan sebelah hilir

Gambar 4.3.36 - Koefisien Debit untuk Aliran yang Melewati Timbunan Badan Jalan

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
140 141

ban mobil pada pembebanan. Pengaruh daya angkatyang paling buruk terjadi pada ban
Tabel 4.3.12 - Contoh Perhitungan - Pelintasan Banjir dengan Kondisi Aliran Bebas belakang, karena tangki bahan bakar, muatan dan bagian badan lain berada dekat dibela-
kang. Akibatnya ban belakang menggelincir, dan mungkin berputar mengakibatkan mobil
Tahap Cara Perhitungan membalik dan menghadap kearah udik sungai. Mobil mungkin kemudian menggelinding
Detail Penampang berpuncak H = 0.30 m l = 7.4 m ke belakang, keluar dari pelintasan banjir menuju air yang lebih dalam.
Tahap 1 H/I = 0.30/7.4 = 0.04 yang< 0.15 Bonham dan Hattersley (Pustaka 4.3.2) menemukan bahwa pada kondisi ideal,
Tahap 2 Pada Gambar 4.3.36, Kurva A, dengan H = 0.30 m, Cf, = 1.68 mobil berjalan aman sampai kedalaman aliran sebesar 365 mm. Bagaimanapun, mereka
q = Cf H3/2 = 1.68 x 0.303/2= 0.276 m3/detik/m panjang puncak mengambil kedalaman sebesar 230 mm sebagai batas pelayanan lalu lintas, karena dalam
Tahap 3 Dari Bagian 4.3.2 kondisi dilapangan terdapat gelombang dan hanyutan pada pelintasan banjir. Kedalaman
aliran dan kecepatan maksimum yang berkaitan dengan pelayanan lalu-lintas oleh Bonham
Vc = gdc
dan Hattersley (Pustaka 4.3.2) terdaftar pada Tabel 4.3.13.
q = Vc dc = g1/2 d c3/2
Tabel 4.3.13 - Batas Pelayan Lalu Lintas
kemudian 2/3 2/3
 q   0.280 
dc =  1/2  = = 0.2 m Kedalaman Kecepatan Aliran
g   9.81 
1/2
(mm) (m/detik)

dan 0.280 300 1.13


Vc = = 1.4 m/detik
0.2 250 7.51
200 1.85
150 2.48
4.3.5.4 Pertimbangan Perencanaan

a. Umum Karena mobil telah menjadi lebih ringan setelah Bonham dan Hattersley melakukan
Pada umumnya, pelintasan banjir dibuat dimana volume Ialu lintas rendah, dan percobaannya (Pustaka 4.3.2). Dianjurkan bahwa diambil 200 mm sebagai batas pelayanan
pada saat keadaan berikut : lalu lintas,dimana pelintasan banjir ditetapkan sebagai terendam. Waktu perendaman
•• bila tidak praktis atau tidak ekonomis untuk membuat jembatan atau gorong-gorong adalah waktu dimana kedalaman aliran melewati pelintasan banjir melebihi 200 mm.
•• bila aliran melalui jalan tidak sering terjadi atau dalam jangka waktu pendek
•• sehubungan dengan jembatan atau gorong-gorong sebagai penampung aliran yang c. Alinyemen Vertikal
melebihi aliran di jembatan yang telah direncanakan. Alinyemen vertikal pelintasan banjir ditentukan oleh kecukupan hidraulik,
stabilitas struktural, keamanan, pengaruh muka air hilir pada penggunaan lahan dan
b. Perencanaan dan Pelayanan Lalu-lintas standar perencanaan.
Percobaan mendalam telah dilaksanakan (Bonham dan Hattersley, Pustaka 4.3.2) Tepi bawah dari pelintasan banjir harus dibuat merata, sehingga pengendara yang
untuk meyakinkan perilaku kendaraan bermotor pada pelintasan terendam banjir. Gaya masuk ke pelintasan apabila air mengalir tidak menghadapi perubahan kedalaman aliran
angkat mengurangi reaksi antara ban dan permukaan pelintasan terendam, dan pada yang tidak terlihat. Pengecualian terhadap ini adalah pelintasan miring pada sungai besar,
waktu bersamaan aliran air menghasilkan tekanan lateral pada sisi mobil. Mobil melaju dimana kelandaian sungai alami harus diperkirakan dan digunakan sebanding dengan
sampai tekanan lateral melebihi tahanan gesek maksimum yang dapat dikembangkan oleh pelintasan terendam.

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
142 143

d. Penampang Melintang 4.3.5.5 Pengaman


Dari studi pola aliran Bonham dan Hattersley (Pustaka 4.3.2) mengambil kesimpulan
a. Umum
bahwa pelintasan terendam dengan lawan lendut sebelah hilir lebih diutamakan, karena
Apabila memungkinkan pelintasan banjir harus ditempatkan agar tingginya diatas
menyebabkan aliran harus stabil bebas dari gelombang. Bagaimanapun, bila pelintasan
dasar tanah sekecil mungkin, jadi pengaman hilir sungai juga dibatasi sekecil mungkin.
terendam mengalami aliran terendam maka loncatan hidraulik dapat terbentuk pada
Gambar 4.3.38 (Pustaka 4.3.3) memberikan gambaran kecepatan aliran untuk pelin-
pelintasan terendam selama tingkat peralihan bila perbedaan antara ketinggian energi udik
tasan banjir tipikal dengan tiga kondisi aliran.
dan hilir kecil.Penampang melintang tipikal yang diusulkan oleh Bonham dan Hattersfey
Gambar 4.3.38 menunjukkan aliran bebas terendam dengan muka air hilir rendah,
ditunjukkan dalam Gambar 4.3.37.
dimana pancaran dengan kecepatan tinggi melewati batas bawah kelandaian hilir dari
pelintasan banjir yang mempercepat sampai kecepatan maksimum pada dasar kelandaian.
Perubahan mendadak dalam arah dan gesekan dasar memperlambat aliran sampai muka
air melalui kedalaman kritis dan terjadi loncatan hidraulik.

Gambar 4.3.37 - Penampang Melintang Pelintasan Banjir Tipikal

e. Drainase Di Bawah Jalan


Bilamana pelintasan banjir dibuat secara terpisah, drainase sebelah udik saluran dan
gorong-gorong dibawah jalan harus dibuat untuk menghentikan air, yang dapat masuk
keperkerasan jalan dan menyebabkan keruntuhan akibat menahan sisi udik sungai dari
pelintasan banjir.
Bilamana pelintasan banjir dibuat berkaitan dengan jembatan atau gorong-gorong,
alur air dibawah jalan harus cukup besar untuk menjamin bahwa muka air hilir cukup Gambar 4.3.38 -
Kecepatan Melewati
meningkat sebelum pelintasan terendam terlewati.
Pelintasan Banjir Tipikal

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
144 145

Karena muka air hilir naik (Gambar •• Pengaman Fleksibel secara fleksibel dalam bentuk batu kosong Bila perlu ditempatkan filter antara
4.3.38b) loncatan hidraulik bergerak ke hulu –– Batu kosong tertanam ditentu- tertanam atau batu kosong terbungkus bahan timbunan dan pengaman batu. Filter
sampai mencapai kelandaian hilir dari pelin- kan sebagai batu bergradasi yang kawat dianjurkan untuk maksud ini. bisa berupa membran plastik permeabel
tasan banjir. Pada tingkat ini, terjadi aliran ditanam dalam kelandaian yang atau filter pasir/kerikil bergradasi.
terendam bebas dengan pancaran kecepatan dipersiapkan. Di kebanyakan daerah, b. Pasangan Batu Kosong Tertanam Umumnya, dimana pelintasan banjir
tinggi yang terendam kedalam badan turbu- batu kosong tertanam adalah jenis Tabel 4.3.14 (Pustaka 4.3.5 dan 4.3.8) direncanakan untuk aliran bebas, lantai batu
lensi air. Kecepatan pancaran mencapai pengaman yang paling murah. memberi detail dari jenis dan tebal batu terhadap gerusan selebar kurang lebih 1.2
maksimum tepat dibawah permukaan muka –– Batu kosong terbungkus kawat yang digunakan sebagai pengaman batu m harus diadakan dihilir dari kelandaian
air hilir dan mempertahankan kecepatan ini (Pustaka 4.3.8 dan 4.3.8) adalah kosong tertanam pada kelandaian sebelah pelintasan banjir.
kebawah kelandaian dan sepanjang dasar penempatan batu dalam kotak hilir dan lantai pelintasan banjir. Jenis dan
sungai. Gesekan dasar dan pusaran kedala- kawat atau dalam lapis terbungkus batu yang dianjurkan berdasarkan pada 50%
4.4 Peramalan Gerusan
man badan muka air hilir secara bertahap kawat. Batu kosong terbungkus berat batu yang lebih besar dari ukuran batu
mengurangi pancaran tersebut. kawat umumnya digunakan di lokasi individual yang diperlukan untuk menahan 4.4.1 Pendahuluan
Dengan kenaikan muka air hilir lebih dimana batu yang tersedia adalah kecepatan aliran dasar rencana.Tabel bersi-
lanjut, terjadi aliran terendam (Gambar terlalu kecil untuk pasangan batu fat sementara dan tergantung pada gradasi Gerusan didefinisikan sebagai
4.3.38c) bila tinggi tekan total turun mele- kosong tertanam. batuan yang baik.Bila gradasi kurang, pindahnya material di dasar atau tebing
wati timbunan diatas 30 mm, pancaran •• Pengaman Kaku dan/atau keruntuhan pengaman batu sungai oleh aliran. Bagian ini mencakup
kecepatan tinggi terangkat dari batas pelin- –– Pasangan batu di grout adalah pasa- dapat menyebabkan pemeliharaan mahal, perkiraan mengenai kedalaman gerusan
tasan banjir dan tinggal pada permukaan ngan batu dimana sela antara terisi harus digunakan ukuran- kelas lebih besar dasar alur sungai di lokasi jembatan.
muka air hilir. Pusaran kebawah kedalam mortar semen portland atau beton untuk batu.
muka air hilir secara bertahap menyerap kurus. Ini umumnya digunakan
energi pancaran dengan cara aman. dilokasi dimana batu dengan ukuran Tabel 4.3.14 - Pengaman Batu untuk Pelintasan Banjir
Bila kondisi 4.3.38c dapat dijamin, memadai untuk bentuk pasangan
hanya diperlukan pengaman kelandaian lain tidak tersedia secara ekonomis. Pengaman Batu untuk Pelintasan Banjir
nornal. Bila kondisi 4.3.38c tidak dapat dija- –– Pasangan beton kurus adalah lantai Kecepatan Jenis Diameter Perkiraan Tebal
min maka akan berlaku kondisi 4.3.38a atau beton polos atau bertulang yang Aliran Batu Maksimum Berat Batuan Penampang
(m/detik) Kosong Batuan (m) (kg) (m)
4.3.38b dan dalam tiap kasus diperlukan dicor atau ditempatkan pada permu-
pengaman pada kelandaian hilir dan dasar kaan yang akan diiindungi.
0.0 - 3.0 A 0.35 65 0.5
sungai. Pasangan batu yang ditempatkan
3.0 - 3.5 B 0.50 155 0.75
Pengaman hilir pada pelintasan banjir dengan tangan kurang baik dibandingkan
3.5 - 4.0 C 0.65 355 1.0
boleh dibuat fleksible atau kaku (Pustaka pasangan batu tertanam (Pustaka 4.3.4) dan
4.0 - 4.5 D 0.80 745 1.25
4.3.7). Contoh tiap jenis adalah sebagai tidak dianjurkan untuk pekerjaan penga-
berikut : man disebelah hilir. Umumnya penggunaan 4.5 - 5.0 E 1.00 1450 1.6

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
146 147

☐☐ Kasus Angkutan Sedimen, terjadi bila •• perubahan perilaku sungai baik secara
lubang gerusan diisi oleh material dari alami maupun akibat ulah manusia
angkutan sedimen dasar secara terus •• tumbuhan di dasar sungai.
menerus. Pada keadaan ini dasar sungai
4.4.3.2 Penyempitan dan/atau
biasanya berada dalam kondisi bergerak.
Perubahan Alinyemen Aliran
Dari hasil percobaan (Pustaka 4.4.3),
diketahui bahwa kedalaman gerusan maksi- Timbunan tanggul pada pelintasan
mum pada air jernih kurang lebih 10% lebih jalan kerapkali akan menimbulkan penyem-
besar daripada kedalaman gerusan maksi- pitan aliran pada saat banjir. Aliran dari
Gambar 4.4.1 - Terminologi Gerusan Pada Alur Bukaan Jembatan
mum untuk kasus dengan angkutan sedi- bantaran banjir akan mengalir secara lateral
men. Namun karena kesalahan yang dapat menuju bukaan jembatan. Lokasi dimana
4.4.2 Jenis Gerusan ☐☐ Degradasi yaitu penurunan dasar alur
sepanjang ruas sungai tertentu yang terjadi dalam memperkirakan kedalaman aliran lateral ini terjadi sangatlah penting.
Gerusan dapat dibagi kedalam empat gerusan biasanya lebih besar dari 10%, maka
berkaitan dengan proses geologi atau Apabila aliran dari bantaran kembali ke alur
jenis yang saling berhubungan, sebagai perbedaan antara kedua kasus tersebut
campur tangan manusia yang mengaki- utamanya mulai dari suatu jarak tertentu di
berikut : diatas untuk perencanaan dapat diabaikan.
batkan terjadinya perubahan perilaku sebelah hulu lokasi jembatan, maka gerusan
☐☐ Gerusan Umum yaitu gerusan yang Faktor-faktor lain yang dapat
pada sungainya. kontraksi mungkin terjadi pada seluruh
dapat terjadi secara alami baik pada alur mempengaruhi kedalaman gerusan di
Gerusan yang terjadi disekitar lebar dasar alur bukaan jembatan. Namun
sungai dengan ataupun tanpa jembatan. sekitar lokasi jembatan adalah :
jembatan dapat ditimbulkan oleh kombinasi apabila aliran lateral terjadi di sepanjang
Gerusan ini terjadi sebagai akibat dari •• kemiringan dan alinyemen alami dari
dari berbagai jenis gerusan tersebut diatas. tanggul, ada kemungkinan gerusan lokal
kondisi aliran yang berkaitan dengan alur sungai
Gambar 4.4.1 mengilustrasikan isti- terjadi disekitar pangkal jembatan dan jang-
karakteristik alur sungainya. Gerusan •• potensi alur sungai untuk bergeser/
lah-istilah umum yang berkaitan dengan kauan gerusannya mungkin dapat mencapai
ini dapat terjadi pada seluruh lebar dasar berpindah tempat
gerusan pada alur bukaan jembatan lokasi disekitar pilar pertama atau kedua.
alur atau hanya terjadi pada belokan- •• jenis dan jumlah material dasar yang
4.4.3 Faktor-Faktor Yang Gerusan kontraksi dapat juga terjadi di
belokan sungai. terangkut
Mempengaruhi Gerusan •• data-data banjir yang pernah terjadi
bagian hilir dan dibawah bangunan. Pola
☐☐ Gerusan Lokal yaitu gerusan yang dapat
•• timbunan sampah aliran dan dampak gerusan pada suatu
terjadi sebagai akibat dari adanya gang-
4.4.3.1 Umum tempat tertentu akan sangat tergantung pada
guan pada pola aliran sungai di sekitar •• penyempitan dan/atau perubahan aliny-
pangkal jembatan (abutment) pilar emen aliran akibat adanya jembatan keadaan topografi setempat, tanaman dan
Gerusan lokal dan gerusan kontraksi
pangkal jembatan. dapat dibagi menjadi dua jenis sebagai •• tata letak, bentuk pilar dan ukuran dari luas bukaan jembatan yang tersedia.
☐☐ Gerusan Kontraksi yaitu gerusan berikut : bangunan pelindung di sungai Aliran akan mencari jalan termudah
yang umumnya dapat terjadi pada ☐☐ Kasus Air Jernih, dimana material dasar •• ukuran dan alinyemen dari pilar dan potensi gerusan hanya dapat diperkira-
alur bukaan jembatan, dimana aliran dipindahkan dari lubang gerusan dan •• jenis dan kondisi material dasar sungai kan dengan terlebih dahulu memperkirakan
dipersempit dengan adanya jembatan. tidak digantikan, •• penempatan batuan atau material penga- pola aliran yang akan terjadi selama masa
man lainnya usia jembatan.

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
148 149

4.4.3.3 Material Dasar Sungai dasar dengan cara berguling, meluncur


dan meloncat.
Material dasar sungai sangat menen-
b. muatan layang (suspended load) yaitu
tukan gerusan yang akan terjadi.
pergerakan pertikel dalam pusaran
Pada material yang tidak berkohesi,
aliran. Kecenderungan pertikel untuk
tahanan terhadap erosi ditentukan oleh
mengendap diimbangi dengan gerak
berat terendam dari partikelnya sendiri serta Gambar 4.4.2 - Ketentuan Luas Alur Bukaan Jembatan untuk Membatasi Kecepatan Aliran
difusif dari aliran turbulen.
distribusi ukuran partikelnya.
Yang dimaksud dengan material dasar
Untuk material yang berkohesi, saat ini belum ada teori umum yang terbukti gerusan yang membahayakan tidak akan
sungai (bed material) adalah muatan dasar
tahanan terhadap erosi ditentukan oleh dapat dipakai untuk memperkirakan terjadi. Metoda ini perlu digunakan sebagai
(bed load) dan muatan layang (suspended
ikatan elektrokimia antara partikelnya. kedalaman gerusan yang mungkin terjadi perkiraan awal luas bukaan alur dibawah
load), karena kedua muatan ini dipenga-
Pengujian standar mekanika tanah dan sifat pada lokasi jembatan dengan tingkat akurasi jembatan.
ruhi oleh pengendapan dan penggerusan
dasar (index properties) tidak memberikan yang tepat. Bab 4.4.5 sampai 4.4.9 menguraikan
dasar sungai.
bukti yang memuaskan untuk dapat dipa- Sebelum menggunakan salah satu metoda-metoda lain yang lebih rumit yang
Dari hasil pengamatan di lapangan dan
kai sebagai kriteria tahanan terhadap erosi dari metoda-metoda yang ada, perlu dapat digunakan untuk memperkirakan
beberapa percobaan telah diketahui bahwa
(Pustaka 4.4.9). dilakukan terlebih dahulu pemeriksaan kedalaman gerusan dasar alur pada lokasi
hubungan antara angkutan sedimen dengan
Untuk batuan lunak, pasir serta kerikil terhadap latar belakang metoda tersebut jembatan.
keadaan aliran adalah tegangan deser dasar
yang ikatannya lemah, sangat penting untuk dan parameter-parameternya. Hal ini perlu
(bed shear stress) yang terdiri dari tegangan
menentukan apakah media perekat akan untuk menentukan apakah metoda tersebut
geser yang diakibatkan oleh kekasaran 4.4.4.2 Metoda Sederhana untuk
terlarut sepanjang usia bangunan sampai dapat diterapkan pada lokasi jembatan yang Perencanaan Gerusan
butir dan oleh bentuk dasar. Berdasarkan
pada suatu keadaan dimana material terse- akan diselidiki. Perlu dicatat bahwa hampir
pengamatan ternyata diketahui bahwa Metoda ini (Pustaka 4.4.15) mencakup
but seolah-olah merupakan material yang semua metoda yang ada hanya berkaitan
proses pengangkutan dan keadaan aliran
dengan material-material yang tidak berko- penggunaan kecepatan aliran yang diizin-
tidak berkohesi. Material yang terlaminasi sangat bergantung pada kekasaran butir,
hesi. kan untuk membatasi kedalaman gerusan di
seperti serpihan keras (hard shales) mung- karena sangat menentukan gerak mula
Disarankan agar dalam memperkira- dasar sungai. Tujuan dari metoda sederhana
kin tampak bertahan terhadap kecepatan pertikel. Sedangkan kekasaran bentuk sama
kan kedalaman gerusan digunakan paling ini adalah untuk membatasi kedalaman
aliran yang tinggi, tetapi dalam prakteknya sekali tidak memberikan andil terhadap
sedikit dua metoda yang ada dan hasilnya gerusan, dengan anggapan bahwa perger-
cenderung sering terkelupas pada saat angkutan sedimen.
dibandingkan. Penerapan dari semua hasil akkan dasar sungai disebabkan oleh kece-
banjir besar.
4.4.4 Metoda-Metoda Untuk Mem- perkiraan dalam gerusan perlu dilakukan patan aliran yang besar, dengan membatasi
4.4.3.4 Mekanisme Angkutan Ma- perkirakan Gerusan besarnya kecepatan aliran untuk suatu debit
dengan hati-hati, dan memerlukan pertim-
terial Dasar Sungai
bangan teknis. tertentu dan ketinggian muka air banjir yang
4.4.4.1 Umum
Berdasarkan mekanisme dari angku- Bab 4.4.4.2 menguraikan suatu metoda melewati suatu luas penampang basah yang
tan dapat dibedakan dua macam angkutan : Meskipun terdapat banyak metoda- yang sederhana dan konservatif untuk memenuhi syarat (lihat Gambar 4.4.2).
a. muatan dasar (bed load) yaitu pergera- metoda (Pustaka 4.4.1, 4.4.7 &4.4.8) untuk merencanakan kedalaman gerusan dengan Untuk suatu debit tertentu Q, luas alur
kan partikel yang berhubungan dengan memperkirakan gerusan, namun hingga membatasi kecepatan aliran sehingga bukaan jembatan yang memenuhi syarat A

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
150 151

diperlukan untuk membatasi besarnya kecepatan aliran V yang melewati bukaan jembatan Tabel 4.4.2 - Perkiraan Kecepatan Aliran Maksimum Rencana yang Diijinkan
yang menyempit : Q
< Vrencana Kecepatan Aliran Maksimum
(4.4.1) A Material Dasar Sungai Jenis Rencana Yang Diijinkan (m/
Luas penampang alur bukaan jembatan A yang tegak lurus terhadap arah aliran banjir detik)

tanpa dikurangi luas proyeksi dari pilar-pilarnya. Lanau, pasir 0.5

Penentuan kecepatan aliran rencana, Vrencana membutuhkan pengetahuan mengenai Kerikil 6 mm 1.5
kecepatan-kecepatan aliran yang akan menyebabkan terbawanya berbagai macam jenis Lempung, (firm loam) - 2.0
material di dasar sungainya. Kerikil 100 mm 2.5
Perkiraan kecepatan-kecepatan aliran yang akan mengakibatkan terbawanya material Batu 150 mm 3.5
di dasar sungai diberikan pada Tabel 4.4.1. Batu Cadas - 4.5

Tabel 4.4.1 - Perkiraan kecepatan aliran yang dapat mengakibatkan terjadinya gerusan
4.4.4.3 Banjir Rencana
Material Dasar Kecepatan Penggerusan
Sungai
Jenis
(m/detik) Gerusan harus diperkirakan untuk kondisi banjir maksimum, dimana jembatan
untuk banjir rencana belum terlimpasi aliran.
Lanau - < 0.3
Pasir halus < 0.3 4.4.4.4 Penyelidikan Lapangan
kasar 0.4 - 0.6
Penyelidikan lapisan tanah dengan cara pengeboran lubang dan pengujian contoh
Kerikil 6 mm 0.6 - 0.9
tanah sangat berguna untuk memperkirakan terjadinya gerusan.
25 mm 1.3 - 1.5 Adanya lapisan dasar batuan cadas memberikan kepastian batas harga kedalaman
100 mm 2.0 - 3.0 gerusan, disamping itu perubahan jenis dan besar butir material di dasar sungai memberikan
Tanah Lempung lunak 0.3 - 0.6 petunjuk kedalaman gerusan yang pernah terjadi sebelumnya.
sedang/kaku 1.0 - 1.25 Petunjuk dari potensi gerusan pada material berkohesi dapat diperoleh dengan
keras 1.5 - 2.0 merendam contoh tanah didalam air dan mengamatinya apakah contoh tanah tersebut
Batu 150 mm 2.5 - 3.0 mengembang atau lepas.
300 mm 4.0 - 5.0 4.4.4.5 Batas Keamanan Terhadap Gerusan

Persamaan-persamaan yang diberikan dalam bab berikutnya dari buku panduan ini
Kecepatan aliran maksimum yang diijinkan untuk digunakan dalam merencanakan
bertujuan untuk mendapatkan perkiraan gerusan yang konservatif. Namun mengingat terda-
alur bukaan jembatan guna membatasi gerusan diberikan pada Tabel 4.4.2.Untuk alasan
pat ketidak pastian dari perkiraan gerusan dan diperlukannya pertimbangan-pertimbangan
ekonomis, besarnya kecepatan ini lebih tinggi dibandingkan pada Tabel 4.4.1.
yang khusus, maka petunjuk khusus mengenai batas keamanan terhadap gerusan tidak
mungkin/sulit untuk diberikan.

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
152 153
K = faktor peubah yaitu perbandingan berdasarkan pada Guide to Bridge Hydrau-
Oleh karena itu beberapa faktor Metoda Perkiraan antara lebar alur bukaan jembatan dan lics yang disusun oleh C.R. Neill (Pustaka
berikut perlu diperhitungkan pada The New Zealand Railways telah aturan (regime) lebar sungai dari Lacey 4.4.2).
analisa akhir : mengembangkan suatu metoda untuk A = luas penampang alur bukaan jembatan Metode Perkiraan
•• Kecenderungan terjadinya agradasi atau memperkirakan gerusan berdasarkan hasil yang tegak lurus terhadap arah aliran, Kedalaman gerusan umum pada
degradasi dalam jangka panjang penyelidikan terhadap sejumlah jembatan sebelum terjadi gerusan, tanpa sungai aluvial yang belum terganggu dapat
•• Keabsahan dari data primer, terutama kereta api yang runtuh akibat gerusan. dikurangi oleh luas proyeksi dari pilar- diperkirakan menggunakan aturan rumus
data hidrologi dan data geoteknik Metoda yang diusulkan oleh P.S. Holmes pilarnya (m2) empiris dari Lacey (Pustaka 4.4.2, 4.4.4 &
•• Probabilitas bahwa banjir besar melam- (Pustaka 4.4.10), mempertimbangkan W = lebar total alur bukaan jembatan (m) 4.4.5). 1/3
 Q
paui batas banjir rencana yang dipakai gerusan umum (diuraikan dalam bagian Q = debit banjir puncak di lokasi jembatan dm = 0.5  7 
dalam perencanaan ini) dan gerusan lokal (lihat Bagian 4.4.6.1). (m3/detik)
•• Seberapa parah dampak dari Kedalaman gerusan lokal diperkirakan C = 1.2 untuk kondisi adanya penyempitan f = 1.76 m (4.4.5)
hancurnya sebagian atau seluruh dengan rumus-rumus berikut : aliran, 1.0 untuk kondisi lainnya. dimana
bangunan pengaman dm = kedalaman gerusan rata-rata (m)
YrVo K 4.4.5.2 Metoda G.2 - Metoda dari
•• Pengalaman dari perencana di lapangan Ds1 = atau
diukur dari muka air pada debit rencana
A /W C.R. Neill
•• Penambahan biaya untuk memberikan Q = debit/aliran di alur utama (m3/debit)
keamanan yang lebih. Yo dipakai yang lebih besar (4.4.2) Dasar-dasar Metoda G.2 f = Silt Factor Lacey (lihat Tabel 4.4.3).
2/3
Q  Yo  Metoda untuk memperkirakan geru- m = ukuran butir material dasar (mm)
Vo = ×C
4.4.5 Gerusan Umum A  A / W  (4.4.3) san umum yang diuraikan dalam bagian ini

W Tabel 4.4.3 - Nilai-nilai Silt Factor Lacey


Gerusan umum didefinisikan sebagai K=
4.83 Q1/2 d50 = diameter median pasir
kedalaman gerusan di dasar alur pada lokasi berdasarkan berat (mm)
Nilai Silt Factor Lacey f
bukaan jembatan diukur dari permukaan dengan syarat x 10 (4.4.4)
0.06 0.4
dasar sungai asli di udiknya. dimana
Ds1 = kedalaman gerusan lokal (m), diukur 0.1 0:6
4.4.5.1 Metoda G.1 - Metoda New 0.2 0.8
dari muka air ke permukaan dasar alur
Zealand Railways
setelah tergerus 0.3 1.0
Dasar-dasar Metoda G.1 Yo = kedalaman air maksimum di daerah 0.5 1.2
Metoda untuk memperkirakan kedala- gerusan dan di udiknya (m) 0.7 1.5
man gerusan umum yang diuraikan dalam Yr = kenaikan muka air tidak jauh di udik 1.0 1.8
bagian ini didasarkan pada Standar Pelak- lokasi jembatan sampai dengan muka air 1.3 2.0
sanaan untuk Perencanaan Alur bukaan banjir, di ukur dari muka air normal (m) CATATAN
Jembatan yang dikeluarkan oleh The New Vo = kecepatan aliran rata-rata pada poto-
1. d50 diperoleh dari hasil analisa ayakan yaitu ukuran butir yang lolos 50% dari berat contoh
Zealand Ministry of Works and Develop- ngan melintang di udik daerah gerusan tanah total.
ment (Pustaka 4.4.11). (m/detik) 2. Kecuali apabila pengalaman di lapangan menunjukkan hal yang berlawanan, maka nilai f
untuk material pasir biasanya diambil 1.0.

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
154 155

Tabel 4.4.4 - Faktor Pengali untuk Kedalaman Gerusan Maksimum


yang runtuh akibat gerusan. Metoda yang yang tegak lurus terhadap arah aliran,
Ruas Sungai Faktor Pengali c
diusulkan oleh P.S. Holmes (Pustaka 4.4.10), sebelum terjadi gerusan, tanpa
Alur lurus 1.25
mempertimbangkan gerusan umum (lihat dikurangi oleh luas proyeksi dari pilar-
Belokan tidak tajam 1.50
Bagian 4.4.5.1) dan gerusan lokal (seperti pilarnya (m2)
Belokan tajam 1.75 diuraikan dalam bagian ini). Kedalaman W = lebar total alur bukaan jembatan (m)
Belokan sangat tajam/menyiku 2.00 gerusan lokal (m) dapat dihitung dengan Q = debit banjir puncak di lokasi jembatan
rumus-rumus berikut : (m3/detik)
Untuk sungai tanpa bantaran banjir dan bentuk tampang alurnya teratur, Q adalah Ds 2 = 0.8 Vob (4.4.7) C = 1.2 untuk kondisi dengan penyempitan
debit rencana total, sedangkan pada sungai dengan bantaran banjir, Q adalah debit di aliran, 1.0 untuk kondisi lainnya.
2/3
alur utamanya. Q Y 

Vo =  o  × C (4.4.8) 4.4.6.2 Metoda L.2 - Metoda dari
Persamaaan (4.4.5) memberikan perkiraan kedalaman gerusan rata-rata pada suatu A  A /W 
C.R. Neill
tampang melintang sungai. Untuk memperkirakan kedalaman gerusan alami maksimum, dimana
dm dikalikan dengan suatu faktor c yang diberikan pada Tabel 4.4.4 . Maka kedalaman Ds2 = kedalaman gerusan lokal (m), yaitu Dasar-dasar dari Metoda G.2
gerusan alami maksimum adalah : kedalaman dari permukaan dasar alur Metoda untuk memperkirakan geru-
dmak = c dm (4.4.6) rata-rata san lokal yang diuraikan dalam bagian ini
dimana c = faktor pengali Vo = kecepatan aliran rata-rata pada poto- berdasarkan pada Guide to Bridge Hydraulics
dm = kedalaman gerusan rata-rata (m) diukur dari muka air pada debit rencana. ngan melintang di udik daerah gerusan yang disusun oleh C.R. Neill (Pustaka 4.4.2).
Perlu dicatat bahwa pada beberapa kedalaman gerusan di sungai yang teramati lebih dalam (m/detik)
dua kali dari yang diperoleh hasil perhitungan.Metoda kecepatan aliran yang kompeten b = lebar efektif proyeksi pilar (m) Metoda Perkiraan
akan diberikan pada Bagian 4.4.7.2.b dan dapat digunakan sebagai pendekatan kasar Yo = kedalaman air banjir maksimum di Penempatan pilar pada alur bukaan
untuk gerusan lokal. daerah gerusan dan di udiknya (m) jembatan cenderung menimbulkan gerusan
4.4.6 Gerusan Lokal A = luas penampang alur bukaan jembatan lokal (Gambar 4.4.3) walaupun pilar-pilar

Gerusan lokal didefinisikan sebagai penurunan dasar alur disekitar bangunan (seperti
pilar, krib dan pangkal jembatan) dibawah permukaan dasar alur akibat gerusan umum.

4.4.6.1 Metoda L.1 - Metoda New Zealand Railways

Dasar-dasar dari Metoda L.1


Metoda untuk memperkirakan gerusan lokal yang diuraikan dalam bagian ini
berdasarkan pada Standar Pelaksanaan untuk Perencanaan Alur Bukaan Jembatan yang
disusun oleh The New Zealand Ministry of Works and Development (Pustaka 4.4.11).

Metoda Perkiraan Gambar 4.4.3 - Bentuk Umum


The New Zealand Railways telah mengembangkan metoda untuk memperkirakan dari Lubang-lubang Gerusan
kedalaman gerusan berdasarkan hasil penyelidikan pada sejumlah jembatan kereta api Lokal pada Pilar

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
156 157

tersebut tidak menimbulkan pengurangan Pengaruh dari Penempatan Pilar yang


yang berarti terhadap lebar bersih alur Arahnya Miring terhadap Arah Aliran
bukaan jembatan. Perkiraan kedalaman Bila pilar dengan bentuk memanjang
gerusan lokal ini harus ditambahkan pada ditempatkan sangat miring terhadap arah
gerusan umum atau gerusan kontraksi yang alirannya, maka gerusan yang akan terjadi
telah diuraikan dalam Bagian 4.4.5.2 dan adalah lebih besar dari yang diberikan pada
4.4.7.2. Tabel 4.4.5. Sudut kemiringan θ yang lebih
Secara umum, pada gerusan lokal besar dari 5° hingga 10° harus dihindarkan
bergantung pada lebar dan panjang pilar, dalam pelaksanaan.
bentuk pilar dan tata letaknya, detail dari Untuk memperkirakan pengaruh
pijakan/poer, kecepatan dan kedalaman dari miringnya arah pilar terhadap arah
aliran, jenis dan ukuran dari butir material aliran pada kedalaman gerusan lokal,
dasar sungainya, besarnya angkutan sedi- Koefisien Gerusan Lokal C L dikalikan
men dasar dan akumulasi endapan sampah. dengan Koefisien Arah CS yang diberikan
pada Tabel 4.4.6. Tabel 4.4.6 berdasarkan
a. Gerusan Lokal pada Pilar pada data yang diberikan oleh Laursen
Pilar Bulat atau Memanjang (Pustaka 4.4.6) dan peneliti-peneliti lain-
Pada gerusan lokal diujung udik pilar, nya dan dimaksudkan untuk memberikan
baik pada pilar bulat maupun pilar meman- perkiraan kenaikkan kedalaman gerusan
jang yang arahnya sejajar dengan arah lokal sehubungan dengan kemiringan
aliran, dibawah elevasi dasar alur sekitarnya dari letak pilar terhadap arah alirannya.
biasanya diambil sama dengan diameter Pemakaian harga-harga dalam Tabel 4.4.6
efektif atau lebar efektif pilar didekat permu- tersebut perlu dilakukan dengan hati-hati,
kaan dasar sungainya dikalikan dengan mengingat adanya perbedaan yang cukup
Koefisien Gerusan Lokal, CL yang diberi- besar diantara hasil dari peneliti-peneliti
kan pada Tabel 4.4.5. Koefisien-koefisien yang berbeda.
tersebut dimaksudkan untuk perencanaan
dalam gerusan lokal pada material yang Pengaruh Endapan Sampah
tidak berkohesi/lepas yang diharapkan akan Akumulasi dari endapan sampah yang
bergerak pada debit rencana, dimana tidak terjadi disekitar pilar akan memperdalam Tabel 4.4.5 - Koefisien Gerusan Lokal CL untuk Pilar-pilar pada Tanah Lanau Yang Tidak
adanya pengaman khusus. Koefisien yang gerusan lokal disekitar pilar tersebut. Dari Berkohesi dan Pasir yang Diletakkan Sejajar dengan Arah Aliran
lebih kecil cocok untuk material-material pengalaman, diketahui bahwa sisi udik pilar,
dasar yang lebih tahan terhadap gerusan. lengkung (dalam arah denah), tegak lurus

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
158 159

terhadap dasar sungai, atau sedikit miring Cs = koefisien arah dari Tabel 4.4.6
kearah hilir adalah arah terbaik untuk w = diameter pilar efektif atau lebar efektif
mencegah terjadinya akumulasi sampah. pilar (m) diukur dekat permukaan dasar
Untuk pilar-pilar yang ramping/pipih, sungai rata-rata
dimana kedalaman gerusan lokal yang
diperkirakan terjadi kecil, pada lokalnya b. Gerusan Lokal pada Pangkal Jembatan
perlu ditambah untuk keamanan apabila Petunjuk yang dapat dipakai untuk
terjadi akumulasi sampah yang akan memperkirakan gerusan lokal di sekitar
memperbesar lebar efektif pilar, w. pangkal jembatan tidak dapat diberi-
Gambar 4.4.4 - Gerusan pada Tanggul Gambar 4.4.5 - Gerusan pada Tanggul badan
kan karena beraneka ragamnya bentuk,
Badan Jalan Pendekat jalan dan Pilar Terdekat
Kedalaman Gerusan Lokal ukuran dan kondisi aliran pendekat yang
Kedalaman gerusan lokal disekitar mungkin terjadi pada saat pelaksanaan dan
pilar pada tanah lanau yang tidak berkohesi juga disebabkan oleh kurangnya data-data tanggul jalan pendekat bagian udik. Dalam 4.4.6.3 Metoda L.3 - Metoda dari
dan pasir dapat dihitung sebagai berikut : hasil percobaan. banyak kasus, ini menghasilkan potensi Faraday & Charlton
ds = CL Cs w (4.4.9) Tanggul badan jalan yang menjorok gerusan yang serius terhadap pangkal
Dasar-dasar dari Metoda L.3
dimana ke sungai diatas bantaran banjir yang jembatannya. Kedua, tanggul badan jalan
Metoda untuk memperkirakan geru-
ds = kedalaman gerusan lokal (m), diukur lebar akan menimbulkan dua jenis geru- mempersempit bukaan jembatan, dengan
san lokal yang diuraikan dalam bagian ini
dari permukaan dasar sungai rata-rata san. Pertama, pola aliran pada saat banjir bertambah besarnya aliran, akan mempen-
CL = koefisien gerusan lokal dari Tabel 4.4.5 menimbulkan terpusatnya aliran di ujung berdasarkan pada Hydraulic Factors in Bridge
garuhi gerusan yang terjadi pada pilar
Design yang disusun oleh R.V. Faraday dan
terdekat dari pangkal jembatan.
Tabel 4.4.6 - Koefisien Arah Cs untuk Pilar-Pilar yang Arahnya Miring/Membentuk Sudut θ
Penelitian dengan menggunakan F.G. Charlton (Pustaka 4.4.12).
terhadap Arah Aliran
model telah memberikan pandangan
Perbandingan antara Panjang dan Lebar Pilar Metoda Perkiraan
Sudut Arah Pilar terhadap tentang gerusan yang disebabkan oleh
Arah Aliran, θ 4 8 12 adanya tanggul badan jalan yang menjorok Metoda untuk memperkirakan geru-
0° 1.0 1.0 1.0 ke sungai. Gambar 4.4.4 menunjukkan san lokal pada pilar, pangkal jembatan
150 1.5 2.0 2.5 konfigurasi gerusan yang mungkin terjadi dan krib/bangunan pengendalian sungai

300 2.0 2.5 3.5 pada tanggul badan jalan yang arahnya tegak diuraikan dalam bagian-bagian selanjutnya.

450 2.5 3.5 4.5 lurus arah aliran utamanya. Gambar 4.4.5 a. Gerusan Lokal pada Pilar Jembatan
menunjukkan pengaruh tanggul badan jalan (i) Mekanisme dari Penggerusan
CATATAN
pada gerusan di pilar terdekatnya. Gambar Gerusan lokal disekitar pilar adalah
1. Tabel diatas dimaksudkan untuk menunjukkan kisaran besarnya nilai Cs.
4.4.4 dan Gambar 4.4.5 hanyalah memberi- akibat dari sistem aliran spiral yang terben-
2. Dalam gerusan rencana untuk pilar-pilar yang arahnya sangat miring terhadap arah aliran
pendekat dan penempatan tersebut tidak dapat dihindarkan, perlu dikaji dengan uji model kan gambaran mengenai pola penggerusan tuk akibat adanya pilar, aliran membelok
khusus.
secara kualitatif. kesamping sekeliling pilar. Sistem aliran

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
160 161

Gambar 4.4.6 - Formasi Aliran Spiral Gambar 4.4.7 - Hubungan Antara Kedalaman
Tapal Kuda pada Mar Silinder Gerusan dan Kecepatan Aliran Pendekat
Gambar 4.4.8 - Batas Mulai Bergeraknya Partikel Dasar
spiral utama yang menghasilkan formasi rial dasar yang bergerak hanya di
lubang gerusan, berasal dari sisi udik sekitar pilar-pilarnya saja. Kedalaman sedimen, yang biasa disebut batas mulai Fungsi pentahapan FE
pilar, dimana aliran membentur pilar gerusan keseimbangan tercapai bila bergeraknya partikel material dasar sungai,
RS
dan berubah arah ke bawah (arah dasar tegangan geser yang terjadi dipermu- dengan kecepatan pendekat sama dengan FE = (4.4.10)
( s − 1) D
sungai) dan kembali berubah arah di dasar kaan lubang gerusan tidak mampu lagi Ue yaitu kecepatan kritis rata-rata untuk
sungai. Karena material dasar terangkut untuk mendorong partikel material memulai terjadinya gerakan sedimen (lihat Untuk saluran-saluran yang lebar, persa-
oleh aliran, timbul lubang gerusan di dasar dasar sungainya. Gambar 4.4.7). maan tersebut diatas pendekatannya adalah
sungai yang mengakibatkan terbentuknya • Gerusan angkutan sedimen terjadi Untuk mengetahui apakah kondisi sebagai berikut
pusaran dalam lubang tersebut dan bergerak apabila seluruh bagian dasar sungai air jernih atau angkutan sedimen yang yS
mengelilingi pilar. Dalam arah denah, sistem berada dalam keadaan gerak. Pada dipakai, lihat Gambar 4.4.8 yang memperli- FE = ( s − 1) D (4.4.11)
aliran spiral yang terjadi mempunyai bentuk kondisi ini, kedalaman gerusan keseim- hatkan hubungan antara fungsi pentahapan
tapal kuda sehingga sering disebut sebagai bangan tercapai apabila jumlah muatan (Entrainment Function) dan bilangan Bilangan Reynolds dari partikel R*, diberi-
aliran spiral tapal kuda (lihat Gambar 4.4.6). sedimen yang masuk kedaiam lubang Reynolds dari partikel. Kondisi-kondisi air kan persamaan :
Lubang gerusan akan membesar pada gerusan persatuan waktu sama dengan jernih di wakili oleh titik-titik yang terletak U* D
R* = (4.4.12)
suatu kedalaman gerusan tertentu yang jumlah muatan sedimen yang keluar dari dibawah garis kurva dan kondisi-kondisi v
disebut gerusan keseimbangan. Kedala- lubang gerusan tersebut. angkutan sedimen diwakili oleh titik-titik
yang terletak diatasnya. Garis kurva dalam Dimana untuk saluran-saluran lebar, persa-
man gerusan keseimbangan tergantung Dengan kondisi keseimbangan
Gambar 4.4.8 merupakan batas dari gerak- maan adalah :
pada kondisi gerusan yang berlaku. Adapun tercapai, maka kedalaman gerusan terbe-

kondisi-kondisi gerusan tersebut adalah : sar terjadi pada peralihan antara kondisi kan partikel material dasar sungai. D gyS
R* = (4.4.13)
• Gerusan air jernih yaitu apabila mate- gerusan air jernih dan gerusan angkutan v

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
162 163
Tabel 4.4.7 – Perkiraan Gerusan Lokal untuk Pilar-Pilar Berbentuk Silinder
pada Tanah yang Tidak Berkohesi

Bilangan
Froude
Dasar Kondisi
Sungai Gerusan U Persamaan
F=
gy
Pasir Air Jernih -
ds = 1.17 U 00.62 b 0.62
Angkutan F < 0.5
Sedimen ds = 1.11 y00.5 b 0.5
F > 0.5 Harga yang lebih besar diambil :

ds = 1.59 U 00.67 b 0.67


atau
ds = 1.11 y00.65 b 0.5
Gambar 4.4.9 - Pola Aliran pada Pilar Silinder
F<3 0.001 <D50< 0.004

Dimana lukan penggunaan metoda empiris atau ds = 1.8 y00.75 b 0.25 − yo


R = jari-jari hidraulis (m) = A/P kombinasi cara analitis dan empiris untuk atau
ds = C yo
S = kemiringan garis energi memenuhi persamaan-persamaan untuk dan
s = berat jenis material dasar sungai peramalan gerusan berdasarkan data hasil
D = ukuran karakteristik partikel dasar (m) percobaan dan data lapangan. Penelitian- yo = 0.38 q00.67 D50− 0.17
A = luas penampang basah (m2) penelitian lebih tertuju pada pengaruh Kerikil Air Jernih - ds = C yo
P = keliling basah (m) gerusan pada material-material yang tidak
yo = 0.23 ( s − 1)−0.43 q00.86 D90− 0.29
y = kedalaman aliran rata-rata (m) berkohesi dan sedikit sekali pedoman yang
Angkutan - ds = C yo
U* = kecepatan geser (m/detik) tersedia untuk memperkirakan kedalaman
Sedimen
v = kekentalan kinematika (m2/detik) gerusan pada material-material berkohesi. yo = 0.47 q00.8 D90− 0.12
= 1.14 x 1-6 m2/detik untuk air pada CATATAN
suhu 15°C Material Tidak Berkohesi Pada kasus-kasus dimana bilangan Froude melampaui 0.8 untuk menentukan pengaruh-
pengaruh dari gerusan, disarankan dilakukan penyeledikan dengan model.
g = percepatan gravitasi (9.81 m/detik2) Tabel 4.4.7 merupakan ringkasan dari
Dimana
persamaan-persamaan untuk memperkira-
ds = kedalaman gerusan diukur dari permukaan dasar sungai di udiknya (m)
(ii) Pilar Silinder kan dalam gerusan disekitar pilar silinder
b = lebar pilar (m)
Interaksi aliran disekeliling pilar pada material-material yang tidak berkohesi.
Uo = kecepatan aliran pendekat (m/detik)
jembatan dan dasar sungai di sekitarnya
yo = kedalaman aliran di udik pilar (m)
sangat rumit. Perkiraan gerusan memer-
qo = debit persatuan lebar di udik pilar (m3/detik)
D50 = diameter median material dasar (m)

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
164 165

D90 = diameter material dasar dimana 90% dari jumlah partikel mempunyai ukuran yang rangi kedalaman gerusan yang terjadi. Kondisi sebaliknya akan terjadi apabila pilar-pilar
lebih kecil (m) direncanakan dengan permukaan udik tumpul. Faktor-faktor penyesuai bentuk untuk
s = berat jenis dari material dasar sungai pilar-pilar yang tidak berbentuk silinder diberikan dalam Tabel 4.4.9 disebut faktor f2.
C = koefisien 0.5 < C < 1.0
Tabel 4.4.9 - Faktor Bentuk Tampang Pilar, f2

Material Berkohesi Perbandingan Panjang dan


Denah Bentuk Pilar f2
Lebar Pilar
Sangat sedikit data mengenai gerusan pada tanah berkohesi atau pengaruh dari
Lingkaran 1 1.00
tingkat konsolidasi pada tahanan terhadap gerusan yang dapat dipakai sebagai referensi.
Lensa Cembung 2 0.97
Oleh karena itu diusulkan penggunaan rumus sederhana yang berdasarkan pada lebar (Lenticular) 3 0.76
pilar yang dapat dilihat dalam Tabel 4.4.8 untuk memperkirakan kedalaman gerusan 4 0.67
7 0.41
pada tanah berkohesi.
Bidang udik & hilir - Parabola - 0.80
Tabel 4.4.8 - Kedalaman Gerusan untuk Pilar pada Tanah Berkohesi Segitiga 60° - 0.75
Denah Bentuk Pilar Kemiringan Permukaan Udik Kedalaman Segitiga 900 - 1.25
dan Hilir Pilar Gerusan
Elips 2 0.91
Lingkaran Tegak 1.5 b 3 0.83

Persegi panjang Tegak 2.0 b Bentuk Ogi (Ogival) 4 0.86

Lensa Cembung (Lenticular) Tegak 1.2 b Persegi panjang 2 1.11


4 1.40
Persegi Panjang dengan per- Tegak 1.5 b 6 1.11
mukaan udik dan hilir berupa
bidang lengkung Dilihat dari atas miring kedalam den- 1.0 b
gan sudut terhadap arah tegak >20°
Kedalaman gerusan untuk pilar-pilar yang tidak berbentuk silinder, bervariasi
Dilihat dari atas miring ke arah luar 2.0 b
dengan sudut terhadap arah tegak tergantung pada arah aliran pendekat atau sudut tabrak (angle of attack) yaitu sudut yang
> 20° dibentuk oleh arah pilar dan arah aliran pendekat.Faktor-faktor penyesuai bagi arah pilar
CATATAN yang tidak sejajar dengan arah alirannya disebut sebagai faktor f3 dan diberikan dalam
dimana b = lebar pilar
Gambar 4.4.10. Maka untuk pilar-pilar dengan bentuk yang lain dari bentuk silinder dan
dengan arah pilar yang tidak sejajar dengan arah alirannya, kedalaman gerusan lokalnya
(iii) Pilar-Pilar Tidak Berbentuk Silinder dapat diperkirakan dari persamaan berikut :
Perkiraan gerusan lokal untuk pilar-pilar yang tidak berbentuk silinder dapat diperoleh
dengan memasukkan faktor-faktor yang sesuai ke persamaan untuk memperkirakan kedalaman gerusan = ds f2 f3 (4.4.14)
gerusan untuk pilar berbentuk silinder yang diberikan dalam Tabel 4.4.7. dimana
Pilar-pilar yang tidak berbentuk silinder perlu direncanakan sedemikian rupa sehingga ds = kedalaman gerusan untuk pilar silinder yang dihitung dengan menggunakan persamaan
permukaan udiknya lebih tajam dari pilar-pilar berbentuk silinder. Ini bermanfaat untuk yang sesuai, yang dapat dipilih dari persamaan-persamaan yang diberikan dalam Tabel
mengurangi kekuatan aliran spiral tapal kuda yang terjadi, dengan demikian juga mengu- 4.4.7

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
166 167

Gambar 4.4.10 - Hubungan Antara f3 dan Sudut yang Dibentuk oleh Arah
Pilar dan Arah Aliran Pendekat α Gambar 4.4.11 - Pola Aliran pada Pangkal Jembatan Tipikal

f2 = faktor untuk memperhitungkan bentuk •• Aliran yang mengarah ke dasar pada b. Gerusan Lokal pada Pangkal Jembatan nyai karakteristik yang sama dengan sungai
pilar bagian udik pilar akan dibelokkan dan Bangunan Pengendali Sungai yang sedang diteliti dan dibuat perencanaan
f3 = faktor untuk memperhitungkan arah kembali ke arah mendatar pada pelat Pangkal jembatan dan bangunan bangunan pengendali sungainya atau dari
pilar yang tidak sejajar dengan arah pengikat tiang-tiang pancangnya, maka pengendali sungai dapat dipengaruhi oleh hasil uji model.
alirannya pembentukkan aliran spiral tapal kuda berbagai keadaan pola aliran pendekat yang Perkiraan kedalaman gerusan
cenderung dapat dicegah. bervariasi tingkat kerumitannya. Keadaan dapat diperoleh dengan pertama-tama
(iv) Kumpulan Tiang Pancang •• Pola aliran yang rumit terbentuk dian- ini mengakibatkan tidak mungkinnya memperkirakan kedalaman gerusan lokal
Pilar jembatan biasanya berdiri tara kumpulan tiang-tiang pancangnya. dibuat suatu pedoman lokal yang dapat yang mungkin terjadi pada permukaan
diatas pondasi kumpulan tiang pancang. dipakai untuk memperkirakan kedalam dasar sungai setelah terjadi gerusan lokal
Pelat pengikat tiang-tiang pancang (pile Pedoman umum untuk memperkira- gerusannya. Untuk itu dalam perencanaan, diambil sebagai permukaan dasar sungai
cap) biasanya berada pada/atau diatas kan kedalaman gerusan disekitar kumpulan sebaiknya kedalaman gerusan diperkirakan yang berkaitan dengan perhitungan permu-
permukaan dasar sungai setelah terjadi tiang pancang tidak ada. Perkiraan yang dari data yang dikumpulkan dari bangunan kaan aliran rata-rata yang diuraikan dalam
gerusan lokal (general scour) dan biasanya aman/konserfatif yang dapat dilakukan pengendali sungai yang serupa yang telah Bagian 4.4.5.Kemudian didapat kedalaman
dalam denah arah ukurannya lebih besar adalah dengan menganggap kumpulan tiang dibangun pada sungai lain yang mempu- maksimum yaitu kedalaman rata-rata dika-
dari pilarnya. Pola aliran untuk keadaan pancang sebagai satu pilar yang penuh dan
ini sangatlah berbeda dengan pola aliran sebagai ukurannya diambil jarak tiang-tiang
pada pilar silinder (lihat Bagian 4.4.6.3.a.i) : terluar dan terjauh.

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
168 169

Tabel 4.4.10 - Faktor Pengali untuk Memperkirakan Kedalaman Gerusan pada Pangkal Contoh 4.4.1 – Perkiraan Kedalaman Gerusan Lokal
Jembatan dan Bangunan Pengendali Sungai
Langkah Prosedur Perkiraan Dalam Gerusan Lokal
Lokasi Faktor Pengali Data Jenis sungai : dasar sungai
Ujung dari krib atau tembok pengiring 2.0-2.75 Kedalaman aliran udik : yo = 3.00 m
Aliran menabrak tebing dalam arah tegak lurus 2.25 Kecepatan aliran pendekat : Uo = 0.87 m/detik
Aliran sejajar dengan tebing 1.5-2.0 Ukuran median partikel : D50 = 0.78 mm
Panjang pilar : L = 8.85 m
likan dengan satu faktor pengali yang dipilih dari Tabel 4.4.10. Faktor pengali tersebut
Lebar pilar : b = 2.44 m
dipakai untuk sungai-sungai dengan dasar pasir, tetapi untuk indikasi perkiraan, harga-
Kecepatan kritis aliran pendekat : Uc = 0.30 mldetik
harga tersebut dapat digunakan pada sungai dengan dasar kerikil dan sungai dengan dasar
terdiri dari material berkohesi. Sudut tabrak : a = 10°

Pada kasus dimana terjadi limpasan pada pangkal jembatan dengan perkuatannya, Langkah Prosedur Perkiraan Dalam Gerusan Lokal
perkiraan permukaan dasar akibat gerusan dapat diperoleh dengan menggunakan faktor Langkah 1 Hitung Bilangan Froude Uo
F= = 0.16
pengali untuk tebing sungai pada perkiraan permukaan dasar alur bukaan jembatan ( gyo )
akibat gerusan lokal.Pada kasus dimana pangkal jembatan menjorok ke sungai, pedoman
Langkah 2 Dari Tabel 4.4.9 (halaman 4-93), faktor bentuk pilar f2 = 1.11
perencanaan untuk memperkirakan kedalaman gerusan tidak dapat diberikan. Pendekatan
konservatif yang aman adalah dengan anggapan bahwa permukaan dasar akibat peng- Langkah 3 Dari Gambar 4.4.10 (halaman 4-96), faktor arah pilar f3= 1.3
gerusan diambil permukaan dasar yang lebih rendah antara perkiraan permukaan dasar
Langkah 4 Hitung fungsi pentahapan FE = yS(s-1)-1 D-1> 0.1
akibat gerusan di sekitar pilar-pilar dan hasil perkiraan permukaan dasar akibat gerusan
lokal yang dikalikan dengan faktor pengali sebesar 2,25, yaitu faktor pengali yang dipakai Langkah 5 Dari Gambar 4.4.8 diketahui bahwa kondisi angkutan sedimen berlaku
pada alur sungai yang letaknya berdekatan dengan dinding.
Langkah 6 Dari Tabel 4.4.7 didapat persamaan yang sesuai untuk memperkirakan dalam
gerusan dan dari hasil perhitungan didapat :
Contoh Perhitungan
Contoh 4.4.1 (halaman 4-96), mengilustrasikan perhitungan tipikal untuk memperkira- = 1.11 y 0.5
kedalaman gerusan
0 b 0.5 f2 f3
kan kedalaman gerusan.
= 1.11 x 1.73 x 1.56 x 1.11 x 1.3
= 4.3 m
Perkiraan dalam gerusan lokal untuk pilar ini adalah 4.3 m

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
170 171

4.4.7 Gerusan Kontraksi Tabel 4.4.11 - Metoda Kecepatan Aliran Rata-rata untuk Memperkirakan Kedalaman
Gerusan Kontraksi
Gerusan kontraksi terjadi bila jembatan dan bangunan pengendali sungai dipersempit
atau merubah alinyemen aliran sungai alaminya sehingga terbentuk alur baru yang tepianya Langkah Prosedur Perkiraan Gerusan
dibatasi oleh tanggul-tanggul badan jalan atau tembok-tembok pengiring. Permasalahan
Langkah 1 a. Dapatkan penampang melintang sungai yang mewakili kemiringan su-
yang kemudian muncul adalah memperkirakan kedalaman gerusan akibat debit rencana ngainya. Dengan pengukuran langsung dilapangan atau dengan meng-
gunakan metoda luas kemiringan seperti yang telah diuraikan dalam
yang melewati alur bukaan jembatan yang ada. Bagian 3.3.2 tentukan hubungan antara debit dan muka air,
b. Hitung kecepatan aliran rata-rata di alur utamanya pada debit rencana.
4.4.7.1 Metoda C.1 - Metoda New Zealand Railways
Langkah 2 a. Ukur luas basah bersih alur bukaan jembatan pada debit rencana, se-
Dasar-dasar dari Metoda C.1 belum terjadi gerusan dan hitung kecepatan aliran rata-ratanya.
Metoda untuk memperkirakan kedalaman gerusan kontraksi yang diuraikan dalam b. Jika hasilnya jauh lebih besar dari kecepatan aliran rata-rata di alur
utamanya yang telah dihitung pada langkah 1, maka akan terjadi geru-
bagian ini berdasarkan pada Standar Pelaksanaan untuk Perencanaan Alur Bukaan Jembatan san kontraksi.
yang dikeluarkan oleh The New Zealand Ministry of Works and Development (Pustaka
4.4.11). Langkah 3 Tentukan dengan cara coba-coba permukaan dasar rata-rata setelah ter-
jadinya gerusan kontraksi dengan anggapan bentuk potongan melintangn-
ya trapesium, sedemikian rupa sehingga kecepatan rata-rata aliran yang
Metoda Perkiraan lewat alur bukaan jembatan sama dengan kecepatan aliran rata-rata pada
alur utamanya pada debit rencana, yang telah dihitung pada langkah 1.
Metoda untuk memperkirakan gerusan kontraksi ini diuraikan dalam Bagian 4.4.5.1
(halaman 4-78) bersamaan dengan gerusan lokal.
Langkah 4 Bagi kembali luas potongan trapesium tersebut sehingga diperoleh ben-
tuk potongan melintang yang akan menghasilkan permukaan dasar akibat
4.4.7.2 Metoda C.2 - Metoda dari C.R. Neill gerusan kontraksi yang terendah, seperti yang dijelaskan dalam Bagian
4.4.7.2.c.
Dasar-dasar dari Metoda C.2
Metoda untuk memperkirakan kedalaman gerusan kontraksi yang diuraikan dalam
bagian ini berdasarkan pada Guide to Bridge Hydraulics yang disusun oleh C.R. Neill b. Metoda Kecepatan Kompeten
(Pustaka 4.4.2). Metoda ini berdasarkan pada hipotesa bahwa gerusan lokal akan terjadi di alur
bukaan jembatan sampai kecepatan aliran rata-ratanya berkurang sampai dengan suatu
Metoda Perkiraan kecepatan tertentu yang hanya mampu menggerakkan material dasar yang berada dalam
Bagian berikutnya menguraikan berbagai metoda untuk memperkirakan kedalaman batas kedalaman gerusan. Kecepatan ini disebut kecepatan kompeten. Pada sungai-sungai
gerusan kontraksi maksimum disekitar lokasi jembatan. yang angkutan sedimen dasarnya cukup besar, metoda ini sangat aman/konservatif, tetapi
masih dapat digunakan terutama untuk memperkirakan batas gerusan maksimumnya.
a. Metoda Kecepatan Rata-rata
Metoda ini menggunakan konsep kecepatan aliran rata-rata dari suatu penampang
melintang sebagai pendekatan kasar terhadap gerusan lokal.

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
172 173
Tabel 4.4.13 - Petunjuk Tentatif Mengenai Kecepatan-Kecepatan Kompeten yang Dapat
Mengakibatkan Gerusan pada Material Material Berkohesi

Tabel 4.4.12 - Metoda Kecepatan Kompeten untuk Memperkirakan Kecepatan Aliran Kompeten Rata-Rata (mldetik)
Kedalaman Gerusan Kontraksi Kemampuan untuk Tergerus
Langkah Prosedur Perkiraan Gerusan Kedalaman Aliran
(m) Tinggi Sedang Rendah
Langkah 1 a. Hitung kecepatan aliran rata-rata yang lewat alur bukaan jembatan, pada lempung sangat lempung cukup lempung sedang
debit rencana dengan anggapan tidak terjadi gerusan. lunak - lunak keras - sedang sangat keras
b. Tentukan kedalaman alirannya dan diameter median (d50) dari material
dasar berdasarkan beratnya. 1.0 0.5 0.9 1.6

Langkah 2 a. Untuk material-material yang tidak berkohesi, bandingkan besarnya kece- 1.5 0.6 1.0 1.8
patan aliran rata-rata hasil perhitungan dengan besarnya kecepatan
3.0 0.65 1.2 2.0
kompeten yang diperoleh dari Gambar 4.4.12 (di halaman 172), pada
kedalaman aliran yang sama dengan memakai diameter median d50. 6.0 0.7 1.3 2.3
15.0 0.8 1.5 2.6
b. Untuk material-material yang berkohesi, bandingkan besar kecepatan
aliran rata-rata hasil perhitungan dengan besar kecepatan kompeten yang CATATAN
diperoleh dari Tabel 4.4.13.
1. Tabel ini hanyalah sebagai petunjuk kasar yang didasarkan pada pengalaman di lapangan,
c. Bila kecepatan aliran rata-rata jauh lebih besar dari kecepatan kompeten- apabila tidak tersedianya data yang memenuhi syarat. Pengaruh dari proses pelapukkan oleh
nya, maka gerusan kontraksi akan terjadi. cuaca (weathering) dan tingkat kejenuhan (saturation), setelah material tersebut diketahui
akibat gerusan perlu diperhitungkan.
Langkah 3 a. Tentukan dengan cara coba-coba perkiraan permukaan akibat gerusan
kontraksi rata-rata, untuk suatu bentuk tampang lintang tertentu yang
2. Tidak dianjurkan untuk menghubungkan usulan harga-harga rendah, sedang dan tinggi
akan menghasilkan kecepatan aliran rata-rata yang melewati alur bukaan
dalam tabel diatas, pada kekuatan geser atau sifat-sifat dasar tanah (index properties) lainnya,
jembatan sama dengan kecepatan kompeten rata-rata dari material dasar
karena pengaruh-pengaruh utama dari proses pelapukan dan kejenuhan pada kemampuan
yang muncul ada di permukaan tersebut, seperti yang diberikan dalam
tergerusnya berbagai jenis material berkohesi.
Gambar 4.4.12 atau Tabel 4.4.13.
3. Tingkat kepadatan tanah (soil consistency) dapat diterapkan dari uji lapangan pada atau
b. Kedalaman aliran rata-rata yang dibutuhkan setelah terjadi gerusan,
mendekati keadaan kandungan air yang dijumpai di alamnya.
harus digunakan dalam menentukan kecepatan aliran kompetennya.
Pada material-material yang merupakan campuran dari berbagai diameter
butir dimana setelah terjadinya gerusan pada permukaannya diharapkan Tingkat Kepadatan Uji Lapangan
terbentuk hamparan dari bermacam ukuran butir material, maka dalam
menentukan kecepatan kompetennya dipakai diameter butir yang lebih
sangat lunak (very soft) mudah ditekan masuk beberapa sentimeter
besar dari d50, dan lebih kecil dari d80.
dengan kepalan tangan
Langkah 4 Pembagian ulang luas tampang melintang trapesium untuk menghasilkan
lunak mudah ditekan masuk beberapa sentimeter
permukaan dasar terendah akibat gerusan kontraksi, seperti yang diuraikan
dengan ibu jari
dalam Bagian 4.4.7.2.c.
cukup keras (firm) perlu tenaga sedang untuk dapat menekan
masuk beberapa cm

sedang (stiff) mudah tergores dengan kuku, tapi perlu


tenaga besar untuk menekan masuk

keras (very stiff) mudah digores dengan kuku

sangat keras (hard) sulit digores dengan kuku

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
174 175

Gambar 4.4.12 - Usulan kecepatan aliran rata-rata untuk menggerakkan butir


material dasar sungai yang tidak berkohesi dalam kaitannya dengan ukuran butir
material dan kedalaman aliran

c. Pembagian Ulang Luas Tampang Melintang


Perkiraan dalam gerusan kontraksi maksimum adalah pendekatan kasar dan prose-
durnya tidak pasti. Pada umumnya pembagian ulang dari luas tampang melintang harus
dilakukan secara grafis seperti yang dapat dilihat pada Gambar 4.4.13, dengan memper-
hatikan beberapa hal berikut :
i. Pada sungai-sungai yang bukan sungai aluvial dengan dasar sungai terdiri dari material
berkohesi atau mendekati/semi berkohesi, gerusan yang diharapkan terjadi akibat
penyempitan aliran, tidak terlalu besar. Hal ini memungkinkan untuk membagi ulang
luas bersih gerusan dibawah dasar sungai aslinya serta tidak perlu didasarkan pada
bentuk segitiga, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 4.4.13a.
ii. Untuk jenis sungai semi/setengah aluvial dengan angkutan sedimen dasar yang terbatas,
luas yang perlu dibagi ulang dapat dinaikan sampai dengan permukaan air rendah atau
lebih tinggi lagi, tergantung pada perkiraan permukaan dasar tertinggi yang mungkin
Gambar 4.4.13 - Berbagai Alternatif Pembagian Ulang Luas Tampang
terjadi akibat pendangkalan (Gambar 4.4.13b).
Melintang Alur Bukaan Jembatan Yang Tergerus Secara Grafis

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
176 177

iii. Untuk sungai-sungai aluvial yang lebar, yang kurang lebih menyerupai bentuk 4.4.8 Degradasi dan Agradasi degradasi atau agradasi dasar sungai, maka
dimana lebar atas alur dan lebar dasar trapesium. Potongan melintang dengan apabila degradasi atau agradasi diperkirakan
Definisi
alur tidak terlalu besar bedanya dan bentuk segitiga atau dengan bentuk mungkin terjadi, saran dari pakar-pakar
Degradasi dan agradasi (Pustaka
dimana pendangkalan serta perubahan- yang tidak teratur akan terbentuk pada dalam bidang ini perlu diperhatikan.
4.4.14) adalah penurunan dan peninggian
perubahan dasar lainnya bisa mencapai sungai-sungai aluvial, ketika gelombang
dasar alur sepanjang ruas sungai tertentu
ketinggian muka air banjirnya, kedala- pasir (sand bars) melewati alur bukaan Penentuan secara Kualitatif
dan dalam jangka waktu yang lama.
man gerusan rata-rata dibawah muka jembatan. Penentuan degradasi dan agradasi
air banjir harus dikalikan dengan suatu vi. Pada belokan sungai, dasar sungai ter- secara kualitatif dapat dilakukan dengan
Perhitungan
faktor yang besarnya 1.4 atau lebih, dalamnya berada dekat dengan tebing berdasarkan pada :
Perhitungan degradasi dan agradasi
seperti yang terlihat pada Gambar tikungan luarnya. Dalam kasus-kasus •• Data Historis
bertujuan untuk memperkirakan kedala-
4.4.13c. lainnya, mungkin perlu diperkirakan Kumpulkan dan bandingkan semua
man gerusan yang diharapkan terjadi,
iv. Pada Gambar 4.4.13 dianggap kemiri- batas gerusan terparah (lihat Gambar data historis yang berkaitan dengan
memerlukan perkiraan pasokan sedimen
ngan tebing-tebing dari lubang geru- 4.4.13a dan b), dengan anggapan bahwa lokasi jembatan.Secara khusus data
atau kapasitas angkutan sedimen dari ruas
san dipertahankan pada posisi yang lokasi dari titik gerusan terdalamnya historis potongan memanjang sungai
udik sungainya.
membentuk sudut dengan suatu bidang dapat bergeser dari sisi yang satu ke yang ada, perlu dipelajari untuk dapat
datar sebesar 1 hingga 1.5 kali sudut sisi lainnya. mendeteksi setiap gejala degradasi atau
Pertimbangan untuk Perencanaan
geser dalam terpenuhi dengan mema- Mengingat kurangnya data yang agradasi yang pernah terjadi. Informasi
Secara alami, dalam kaitannya dengan
sang perkuatan tebing dari batuan cadas tersedia mengenai permasalahan ini, maka yang tidak terlalu detail mungkin juga
proses geologi, proses terjadinya degradasi
bila diperlukan (lihat Bagian 8.3). dapat diberikan sedikit petunjuk berikut bisa diperoleh dari elevasi jembatan-
adalah proses jangka panjang, sehingga pada
v. Bentuk dari potongan melintang sungai ini. Pengalaman lokal yang tercatat dengan
kebanyakan jembatan-jembatan, degradasi jembatan penyeberangan pipa atau
tergantung pada alinyemen aliran tingkat akurasi tinggi, perlu diberi bobot
alami yang mungkin terjadi sepanjang usia jembatan-jembatan jalan raya. Dengan
pendekatnya dan tata letak dari bangu- yang lebih besar.
jembatan menjadi kurang penting. Degra- data elevasi dari bangunan-bangunan
nan pengendali sungainya. Potongan
dasi atau agradasi yang terjadi sebagai akibat tersebut, pengukuran sungai, antara lain
melintang sungai yang terletak pada ruas
proses non alami/ulah manusia yang antara elevasi-elevasi dasar alur, bantaran dan
sungai yang membelok dengan tajam,
lain terdiri dari kenaikan atau penurunan tanggul yang ada menjadi lebih mudah.
akan cenderung mempunyai bentuk
aliran sungainya dan, atau sebagai akibat Lebih lanjut, gambar-gambar situasi
mendekati bentuk segitiga dibawah
dari pengurangan atau peningkatan pasok dari bangunan-bangunan tersebut juga
permukaan pendangkalan tertingginya.
sedimennya, dapat menimbulkan masalah dapat memberikan informasi historis.
Potongan melintang sungai yang terle-
dan perlu dipertimbangkan pada waktu Elevasi-elevasi dari sungainya pada saat
tak pada ruas sungai yang lurus dengan
merencanakan jembatan. Karena tidak pelaksanaan bangunan tersebut biasanya
tebing-tebing pengiring alirannya
adanya metoda yang mudah/sederhana juga dapat diketahui dari gambar
sejajar, cenderung mempunyai bentuk
yang dapat dipakai untuk meramalkan situasi tersebut.

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
178 179

•• Pengamatan di Lapangan gerusan umum, gerusan lokal dan geru- partikel kasar yang terakumulasi cukup dimana
Pengamatan di lapangan perlu dilakukan san kontraksi perlu diperdalam. banyak untuk menutupi/melindungi V = kecepatan aliran rencana (m/detik)
di udik dan di hilir dari lokasi bangu- •• Agradasi (armour) seluruh permukaan dasar sungai. n = koefisien kekasaran Manning
nan. Perhatian khusus perlu diberikan Bila alur sungai mengalami agradasi, Ketika partikel-partikel halus dan lapisan y = kedalaman aliran rencana (m)
terhadap keberadaan lokasi-lokasi peng- tinggi bangunan perkuatan/penga- yang terdapat dibawah permukaan dasar Dengan diketahuinya τ c ukuran
galian material dari badan sungai atau manan perlu ditinjau kembali dan tidak lagi dapat terbilas oleh aliran melalui partikel pembentuk lapisan pelindung
perubahan-perubahan angkutan sedi- ditinggikan. lapisan pelindung yang ada, proses degra- dapat ditentukan dengan menggunakan
men yang masuk dari anak sungainya. dasi dan penggerusan dasar sungai berhenti. Persamaan (4.4.15). Bila ukuran partikel
Sebagai contoh, penggalian kerikil, Potensi untuk terbentuk dan berkem- yang didapat dari perhitungan atau yang
4.4.9 Pertimbangan-pertimbangan
mengakibatkan terjadinya penurunan bangnya lapisan pelindung dapat dihitung lebih besar, tidak terdapat di dasar sungai
Lain
dasar sungai (headcut) yang dapat dengan menggunakan komposisi material dalam jumlah yang memenuhi syarat,
bergerak dan berkembang ke arah udik dasar sungai yang mewakili dan kriteria dari lapisan pelindung tidak akan terbentuk.
4.4.9.1 Pelindung Alami Yang
melewati lokasi bangunan. Contoh lain- Membatasi Gerusan Pada Sungai Shield mengenai mulai bergeraknya partikel Lapisan pelindung akan terbentuk apabila
nya, anak sungai dengan kadar angkutan Dengan Dasar Kerikil dasar sebagai berikut : ukuran partikel hasil perhitungan dengan
sedimen yang tinggi, sebagai akibat dari menggunakan Persamaan (4.4.15) sama
τc
perubahan tata guna lahan di daerah Pelindung alami mungkin akan Dc =
(4.4.15) dengan atau lebih kecil dari D95 material
0.047(Ss − Sw )
pengaliran sungainya, yang masuk ke membatasi kedalaman gerusan pada dasar sungainya.
sungai utama di udik lokasi bangu- sungai-sungai dengan dasar kerikil (Pustaka dimana Dengan diketahuinya proporsi mate-
nan dapat mengakibatkan terjadinya 4.4.13 dan 4.4.14). Proses pembentukan Dc = diameter partikel-partikel sedimen rial dasar yang sama dengan atau lebih besar
agradasi di ruas sungai yang melewati lapisan pelindung diawali dengan pemi- untuk memenuhi kondisi awal pergerakan dari ukuran partikel pembentuk lapisan
lokasi bangunannya. sahan partikel-partikel kasar yang tidak partikel dasar (m) pelindung (Dc), kedalaman gerusan yang
bergerak dari partikel-partikel halus yang τc = tegangan geser batas kritis (Pa) cukup untuk pembentukan lapisan pelin-
Penyesuaian dari Perkiraan-Perkiraan terangkut oleh aliran. Partikel-partikel kasar Ss = massa jenis sedimen (Pa /m3) dung (da) dapat dihitung dari :
Gerusan lambat laun mengendap dan terakumulasi = berat jenis sedimen (kg /m3)
 1 
Hasil penentuan secara kualitatif dapat membentuk suatu lapisan. Partikel dasar x g (m/detik2) da = ya

 P − 1 (4.4.17)
Sw = massa jenis air (Pa/m3) c
digunakan untuk mengadakan penyesuaian yang halus akan terbilas melalui lapisan
batas perkuatan/pengamanan yang diperlu- partikel kasar yang terbentuk dan menam- = berat jenis air (kg /m3) x g (m/detik2) dimana
kan sebagai berikut : bah jumlah material yang terangkut oleh g = percepatan gravitasi (9.81 m/detik2) da = kedalaman gerusan-yang cukup untuk
•• Degradasi aliran. Kesinambungan pengangkutan Untuk menentukan ukuran partikel membentuk lapisan pelindung (m)
Jika terlihat adanya gejala degradasi sedimen dan perkembangan dari gerusan yang membentuk lapisan tertentu, tegangan ya = ketebalan dari lapisan pelindung (m)
jangka panjang, perkiraan kedala- dan degradasi dasar sungai, mengakibatkan geser batas kritis ditentukan dengan : = 2 Dc
man gerusan hasil dari penjumlahan bertambahnya akumulasi dari partikel kasar V 2n2
τc = (4.4.16)
kedalaman-kedalaman gerusan akibat yang tidak bergerak.Akhirnya partikel- y1/3

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
180 181

Contoh 4.4.2 - Perkiraan Kedalaman Lapisan Pelindung terhadap gerusan secara tipikal untuk pilar, maka setiap upaya untuk membuat
fundasi, tembok pangkal, tanggul penutup, bentuk dasar pilar streamline akan banyak
Langkah Prosedur Perkiraan Kedalaman Lapisan Pelindung
dasar jalan air dan pekerjaan-pekerjaan mengurangi masalah-masalah gerusan yang
Data a. Ukuran partikel kritik Dc = 0.038 m.
pengendalian jalan air. potensial. Perlindungan batu di sekitar pilar
b. Kurva gradasi material dasar sungai yang mewakili, menunjukkan bawah
ukuran partikel kritik, Dc adalah ukuran partikel D90. dapat juga mengurangi gerusan.
4.5.2 Pilar
Langkah 1 Hitung kedalaman untuk terbentuknya lapisan pelindung :
4.5.2.3 Tiang Pancang
4.5.2.1 Fundasi Telapak dalam
 i   1  Tiang pancang yang dipancang di
da = ya  − 1 = 2 × 0.038  − 1 = 0.69m Tanah
 Pc   0.1  bawah dasar sungai memberikan suatu
Apabila ada resiko terjadi gerusan di tingkat perlindungan terhadap gerusan.
Langkah 2 Jika perkiraan kedalaman gerusan maksimum melampaui kedalaman untuk
terbentuknya lapisan pelindung 0,69 m, ini memungkinkan lapisan pelind- bawah fundasi telapak pada tanah, fundasi Namun demikian, cara ini tidak dapat
ung untuk terbentuk. dalam seperti tiang pancang atau (caisson) dipastikan keberhasilannya apabila gerusan
harus digunakan. yang akan terjadi dapat mencapai kedala-
Pc = fraksi desimal dari ukuran material yang diseluruh lebar dasar alurnya. Jika lapisan man yang jauh di bawah dasar sungai. Suatu
4.5.2.2 Fundasi pada Batuan yang
lebih kasar/besar dari ukuran partikel pelindung yang seragam tidak terjadi atau sistem struktur tertentu diperlukan untuk
Dapat Tererosi
pembentuk lapisan pelindung Dc jika lapisan pelindung pada kedalaman yang menahan gaya-gaya aliran sungai pada
Dc = ukuran partikel pembentuk lapisan diramalkan tidak terbentuk dalam suatu Masalah-masalah yang serius dan keadaan setelah terjadi gerusan dan untuk
pelindung (m) kondisi debit rencana, maka tanah pondasi kerusakan banyak dijumpai pada pilar-pilar memberikan kestabilan.Tiang pancang
Dalam hal hasil ramalan kedalaman bangunan perkuatan/pengamanannya akan yang diletakkan pada dasar dari batuan yang harus cukup panjang untuk mendukung
gerusan maksimum melampaui kedalaman tergerus oleh aliran. dapat tererosi. Fundasi harus dibuat pada bangunan setelah gerusan terjadi.
lapisan pelindung, ada kemungkinan lapisan Contoh 4.4.2 memberikan gambaran kedalaman yang cukup untuk mencegah
4.5.2.4 Lantai Batu
pelindung untuk berkembang. Perlu untuk mengenai perhitungan tipikal untuk terjadinya pengikisan di bawah fundasi
diketahui, bahwa perkembangan lapisan mendapatkan perkiraan kedalaman dan untuk melindungi sambungan antara Perencana dapat memilih untuk
pelindung tidak akan terjadi secara seragam lapisan pelindung. bangunan dengan fundasinya. Sampai mendesain fundasi jembatan di sungai yang
di seluruh lebar alur sungai, tetapi cende- saat ini belum ada cara yang tepat untuk dapat memberikan daya dukung yang cukup
4.5 Perlindungan terhadap
rung untuk dimulai di sepanjang palung memperkirakan besarnya masalah gerusan pada bagian yang terdapat di bawah gerusan
Gerusan
sungai terdalam (thalweg) dan pada lokasi- pada batuan selain daripada pengalaman yang terdalam, atau mendesain konstruksi
lokasi lain yang tergerus. Perhatian khusus dengan bangunan yang ada di daerah yang perlindungan yang sesuai, seperti lantai batu
4.5.1 Pendahuluan
harus diberikan dalam hal perkuatan/ sama dan diletakkan pada dasar dari mate- yang akan membatasi kedalaman gerusan,
pengamanan terhadap gerusan disepanjang Bagian ini memberikan arahan untuk rial yang sama. Berhubung gerusan menjadi dan konstruksi pendukung yang cukup di
tanggul sungai, krib atau pangkal jembatan perencanaan penanggulangan gerusan, semakin hebat dengan meningkatnya bawah lapisan konstruksi perlindungan.
terbatas sebagai akibat dari anggapan bahwa termasuk tata cara perhitungan parameter kecepatan dan turbulensi aliran di sekitar Contoh dari sebuah fundasi serupa diperli-
lapisan pelindung yang terbentuk seragam geometri, dari pengaturan perlindungan

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
182 183

Gambar 4.5.1 - Perlindungan Fundasi Pilar

hatkan dalam Gambar 4.5.1 dimana sebuah berdasarkan pertimbangan-pertimbangan


lantai batu membatasi kedalaman gerusan teoritis. Neil (Pustaka 4.5.2) menganjurkan
sampai pada batas kedalaman gerusan yang untuk menempatkan lantai lebih rendah
umum, suatu batas kedalaman dimana dari batas kedalaman gerusan yang umum,
Gambar 4.5.3 - Gerusan di Sekitar Tanggul Pengarah
konstruksi perlindungan biasanya dibuat. mengelilingi hidung pilar selebar 1.5 kali
Dalam mendesain lantai batu, penye- tebal pilar dengan ketebalan lantai dua kali
4.5.3 Tembok Pangkal Tanggul pengarah dapat didesain
lidikan hidraulik dengan model dapat D50, ukuran batu (D50 = ukuran butir median
sedemikian rupa sehingga seluruh jalan
menentukan secara tepat ukuran butir batu, dari batu rip-rap). Gales (Pustaka 4.5.13)
4.5.3.1 Tanggul Pengarah air di bawah jembatan dapat dimanfaat-
bentuk dan ukuran lantai. Apabila dalam menganjurkan untuk menyusun batu-batu
kan dan kedalaman gerusan di sekitar
hal penyelidikan hidraulik dengan model dalam bentuk dan ukuran denah lantai Apabila ada tanggul penutup yang
tembok pangkal jembatan dan di dekat pilar
tidak dilakukan, perencanaan dapat didasar- seperti terlihat dalam Gambar 4.5.2. Penye- menyebabkan aliran yang cukup besar
dapat dikurangi.
kan pada pengalaman dari pekerjaan yang lesaian ini lebih konservatif diban-dingkan pada bantaran diarahkan melalui bukaan
Tanggul pengarah berfungsi mendis-
serupa pada kondisi umum yang sama atau dengan usulan Neil, namun nilai ekonomi jembatan, maka sebuah tanggul dengan
tribusikan daerah gerusan, namun tidak
mungkin dapat dicapai dengan mengurangi bentuk dan ukuran yang serasi dapat
berpengaruh terhadap besarnya aliran
jumlah susunan batu pada bagian ekor dari digunakan secara efektif untuk mengu- melalui bukaan jembatan.
pilar dimana kondisi gerusan tidak separah rangi gradien energi dan kecepatan aliran Ada tiga pertimbangan yang mendasar
pada bagian hidung. sepanjang tanggul penutup, karena aliran dalam menyerasikan bentuk dan ukuran
yang membelok masuk ke bukaan jembatan tanggul pengarah, yaitu :
dapat digeser dari dekat tembok pangkal ke • geometri
ujung udik tanggul pengarah seperti terlihat • tinggi
pada Gambar 4.5.3, sehingga pilar-pilar dan • panjang
tembok pangkal jembatan dapat dilindungi a. Geometri
terhadap efek-efek gerusan. Sebuah tanggul pengarah berben-
Gambar 4.5.2 - Denah Perlindungan Fundasi Pilar

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
184 185

Gambar 4.5.4 - Detail Tanggul Pengarah

tuk seperempat elips, dengan perbandi- c. Panjang


ngan antara sumbu panjang dan sumbu Ada dua metode yang dapat diguna-
pendeknya 2.5 : 1, berdasarkan hasil kan untuk memperkirakan panjang tang-
percobaan mempunyai penampilan yang gul pengarah. Kedua metode ini bertujuan Gambar 4.5.5 - Grafik untuk Menentukan Panjang Tanggul Pengarah
sama atau lebih baik dari bentuk lain (lihat untuk mendapatkan aliran yang merata Definisi dari lambang-lambang yang An2 = Luas penampang basah aliran air di
Gambar 4.5.4). Persamaan untuk bentuk melalui bawah jembatan. digunakan adalah sebagai berikut : bawah jembatan pada Muka Air Normal
ini adalah : (i) Metoda 1 Q = Debit total sungai (m /det)
3
(m2).
X 2
Y 2
Metoda ini diberikan dalam Hydrau-
+ = 1 (4.5.1) Qf = Aliran melintang atau aliran pada Qf/Q10 = Perbandingan debit tanggul penga-
L5
2
(
(0.4 Ls )2 ) lics of Bridge Waterways (Pustaka 4.5.1) bantaran (satu sisi) diukur pada Penampang rah.
dimana panjang tanggul pengarah L s 1 (m3/det). Penampang 1 ditunjukkan dalam Ls = Panjang puncak tanggul pengarah
b. Tinggi
Tinggi tanggul ditentukan berdasar- ditentukan berdasarkan perbandingan Bagian 6, Gambar 6.1. (m) diukur seperti ditunjukkan dalam
kan tinggi air banjir yang diharapkan akan Q f/Q 10 yang berkaitan dengan aliran Q10 = Q/b x 10 = debit pada bagian sungai Gambar 4.5.4.
terjadi. Tanggul pengarah harus mempunyai melalui bantaran kiri atau kanan dengan selebar 10 m di sebelah tembok pangkal Gambar 4.5.5 pembacaan grafik
ketinggian yang cukup dan tinggi jagaan sebagian aliran tertentu melalui bawah (m3/det) dengan memasukkan harga Qf/Q10 yang
(freeboard) untuk menghindari limpasan jembatan dan kecepatan rata-rata aliran b = Lebar bukaan jembatan: sesuai pada skala sumbu vertikal, ditarik
(overtopping) dan terlindungi dari gaya- di bawah jembatan. Ls ditentukan dengan Vn2 = Q/An2 = kecepatan rata-rata aliran mendatar menuju lengkung dengan harga
gaya gelombang. Gambar 4.5.5 melalui bukaan jembatan. Vn2 sesuai dengan yang dihitung dan selan-

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
186 187

Tabel 4.5.1 - Panjang Bagian Hulu Tanggul Pengairan untuk Sungai dengan Satu Bantaran
jatuh mengisi bagian pinggir lubang gerusan Vm = kecepatan rata-rata aliran melalui
Q/Qc 1.0-1.2 1.25 1.50 1.75 2.00 2.50
untuk menghindari pengikisan pada tang- bukaan jembatan.
Ls/W 0.00 0.15 0.30 0.45 0.60 0.75
gul pengarah. Ukuran dari konstruksi batu Vi = kecepatan aliran yang menabrak
Definisi dari Lambang-Lambang
Q = debit desain total (m3/s) pelindung yang diperlukan dapat diperoleh tanggul melengkung.
Qc= aliran pada saluran utama (m3/s) dari Bagian 4.4.3.2.
Ls= panjang puncak tanggul pengarah (m)
W = lebar saluran utama (m)
Batu bergradasi seragam, dengan
ukuran minimum sesuai kelas dari batu
4.5.3.2 Batu Pelindung
jutnya ditarik ke bawah untuk mendapatkan •• Untuk sungai dengan hanya satu banta- pelindung yang bersangkutan, dengan

panjang tanggul pengarah dari skala sumbu ran, panjang bagian hulu tanggul penga- a. Umum ukuran lebih berat dua pertiga berat
horizontal. Apabila panjang tanggul penga- rah ditentukan dengan menggunakan Untuk tanggul dimana gerusan minimum untuk batu yang diletakkan
rah yang didapat dari grafik kurang dari 15 Tabel 4.5.1. diharapkan akan terjadi, rip-rap batu di permukaan.
m, maka tanggul pengarah tidak diperlu- •• Apabila ada bantaran pada sisi yang yang didesain secara tepat akan memberi-
kan. Untuk panjang hasil pembacaan grafik lain dari saluran utama, maka panjang kan perlindungan terhadap erosi yang Berat minimum Batu (kg)
antara 15 m sampai 30 m, dianjurkan untuk Ls yang diperoleh dari Tabel 4.5.1 di atas semakin besar. Sebagai alternatif dapat 0.011V 6 SGr
digunakan bronjong batu (Pustaka 4.5.11) W= (4.5.2)
menggunakan tanggul pengarah dengan dibagi untuk kedua tembok pangkal (SGr − 1)3 sin 3 ( p − a )
panjang sekurang-kurangnya 30 m. Panjang jembatan dengan panjang masing- atau untuk daerah dimana batu sulit
didapat, bisa menggunakan beton yang dicor dimana
ini diperlukan untuk mengarahkan aliran masing sesuai dengan perbandingan
debit bantaran Qfl/Qfr dalam karung. SGr = berat jenis batu
melengkung di sekitar ujung tanggul penga-
Dimana p = 70° untuk penempatan butir secara acak
rah, sehingga menjadi satu dengan aliran
Qfl = debit pada bantaran kiri (m3/det) b. Pemilihan ukuran batu dan tebal lapisan a = kemiringan talud
utama sungai dan menghasilkan arah aliran
yang lurus sebelum mencapai tembok pang- Qfr = debit pada bantaran kanan (m3/det) pelindung
kal jembatan. Untuk jembatan yang arahnya •• Lakukan penyesuaian-penyesuaian (i) Metode 1 Tebal batu pelindung (m)
tidak tegak lurus sungai tidak diperlukan dengan kondisi lokal. Metode berikut ini didasarkan pada T = 0.3 sin a 3 Wc (4.5.3)
panjang tambahan dari tanggul pengarah. Disarankan juga oleh Neil (Pustaka publikasi dari Californian Division of dimana
4.5.2) untuk sungai yang tidak stabil tanggul Highways berjudul Bank and Shore Protec- Wc = kelas dari batu pelindung (lihat Tabel
(ii) Metode 2 pengarah diperpanjang ke hilir kira-kira tion (Pustaka 4.5.11). Asumsi dasar dalam 4.5.5) dinyatakan dalam kg
Metode ini diberikan dalam buku sepertiga panjang bagian hulu. menentukan ukuran batu dan tebal lapisan (Wc = 1/4 tonne = 250 kg)
Guide to Bridge Hydraulics (Pustaka 4.5.2) Gambar 4.5.4 di halaman 182 rip-rap adalah sebagai berikut :
oleh Andreev (Pustaka 4.5.11) dengan memperlihatkan detail tanggul pengarah Perbandingan kecepatan Dengan asumsi
langkah-langkah sebagai berikut : termasuk penempatan batu pelindung, yang Vp : Vm : Vi = 2 :3 : 4 (4.5.1) SGr = 2.65 dan a = 1.5h : 1v = 33.7o maka
•• Tentukan perbandingan Q/Qc dimana Q harus diperpanjang sampai jarak tertentu dimana W = 0.032 V6 (4.5.4)
adalah debit desain total dan Qc adalah dari kaki tanggul ke dasar sungai, sehingga Vp = kecepatan aliran sejajar dan sepanjang ukuran batu dan tebal lapisan dapat diten-
aliran pada saluran utama. apabila terjadi gerusan maka batu-batu akan tanggul. tukan dari Tabel 4.5.2 di halaman berikut.

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
188 189

Tabel 4.5.2 - Desain Batu Pelindung Talud Tabel 4.5.3 - Koefisien Desain Riprap

Kemiringan Dasar Faktor Keamanan Koefisien C


Kelas Batu
Kecepatan Tebal Lapisan datar 1.0 0.22
Pelindung
(m/s) T (m)
Wc (ton) datar 1.5 0.25
datar 2.0 0.28
< 2.0 tidak ada -
3h : 1v atau kurang 1.0 0.22
2.0 - 2.6 lapisan permukaan 0.50
3h : 1v atau kurang 1.5 0.25
2.6 - 2.9 Ringan 0.75
3h : 1v atau kurang 2.0 0.28
2.9 - 3.9 ¼ 1.00
2h : 1v 1.0 0.26
3.9 - 4.5 ½ 1.25
2h : 1v 1.5 0.30
4.5 - 5.1 1 1.60
2h : 1v 2.0 0.32
5.1 - 5.7 2 2.00
5.6 - 6.4 4 2.50
Tabel 4.5.4 - Faktor Pengali Kecepatan Maksimum
> 6.4 Khusus •
Lokasi Faktor Pengali

(ii) Metoda 2 Pada ujung/moncong krib dan tanggul pengarah 2.0

Metoda berikut ini berdasarkan Practical Riprap Design oleh Maynord (Pustaka 4.5.14). Pada belokan 1.5
Metoda ini relatif lebih mudah pemakaiannya dengan memasukkan faktor keamanan Pada bagian lurus 1.25
dalam desain. Persamaan dasar untuk desain riprap adalah :
D50
= CF 3 (4.5.5)
Di bawah ini diberikan contoh penggunaan metode ini :
yo Data : yo = 3.0 m
dimana
Uo = 4. 0 m/det
D50 = ukuran median batu riprap (m)
Lokasi : Pada bagian lurus
yo = kedalaman aliran di hulu tanggul (m)
Untuk perlindungan di sekitar pilar jembatan gunakan faktor keamanan 2. Sehingga
Uo dengan menganggap dasar saluran berupa bidang datar, C = 0.28 dan untuk bagian lurus
F = Froude number =
( g yo ) kecepatan rata-rata aliran di saluran dikalikan dengan faktor penggali 1.25.

Uo = kecepatan aliran yg masuk (m/det) Uo 4 × 1.25


F= = = 0.92 (4.5.6)
C = koefisien yang diperoleh dari hasil percobaan di laboratorium, harga yang sesuai dapat ( g yo ) 9.81 × 3.0
dipilih dari Tabel 4.5.3. D50
= C F 3 = 0.28 × 0.92 3 = 0.22 (4.5.7)
Untuk pekerjaan di sungai, kecepatan rata-rata saluran harus dikalikan dengan faktor yo
pengali yang diberikan dalam Tabel 4.5.4.untuk mendapatkan kecepatan maksimum
D50 = 3 × 0.22 = 0.66 m (4.5.8)
aliran yang masuk.

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
190 191

D15 (filter)
Jadi, batu dengan ukuran butir median <5 (4.5.11)
D85 (base)
660 mm diperlukan. Perlindungan pilar
tergantung pada penempatan batu, jumlah Tanggul pengarah dan krib memer-
batu, penyaring (filter), dan lain-lain. lukan perlindungan untuk mencegah
Gradasi butir riprap harus mengikuti pengikisan dan keruntuhan talud. Metode
lengkung distribusi yang baik. Simons yang biasa dipakai untuk melindungi kaki
dan Senturk (Pustaka 4.5.16) menyaran- tanggul adalah dengan menggunakan lantai
kan bahwa perbandingan antara ukuran menurun yang diletakkan mendatar pada
maksimum dan ukuran median D50 sekitar dasar sungai di sebelah kaki tanggul. Apabila
2.0 dan bahwa perbandingan antara D50 gerusan mengikis kaki tanggul, lantai akan
dan D20 juga sekitar 2.0 (Di ukuran batu jatuh dan menutup permukaan dari daerah
Gambar 4.5.6 - Tanggul Pengarah Tipikal dengan Perlindungan
dimana i % dari batu-batu menurut berat yang tergerus. Ukuran batu untuk lantai
Riprap dan Lantai Menurun
mempunyai ukuran yang lebih kecil). Batu harus sama dengan yang digunakan untuk
harus keras, padat dan tahan lama juga perkuatan tebing di sebelahnya. Spring Parit untuk fundasi harus digali pasir/kerikil bergradasi ditekan kuat-kuat di
dapat bertahan terhadap cuaca untuk jangka (Pustaka 4.5.15) menyarankan memakai sepanjang kaki talud seperti diperlihat- belakang bagian lapisan pelindung, sebelum
waktu yang lama. Tebal lapisan riprap harus ketebalan 1.25 kali ukuran batu yang terbe- kan dalam Gambar 4.5.4 di halaman 182. menaikkan tanggul lebih tinggi lagi.
cukup untuk menampung ukuran terbesar sar dan panjang horizontal sedemikian agar Batu-batu harus diletakkan sedemikian Ketidakrataan permukaan daerah
dari batu. dalam posisi menurun (dianggap dengan rupa agar diperoleh ruang kosong yang sekitar pada perlindungan talud tidak boleh
Lapisan penyaring (filter) di bawah kemiringan 2h:1v), lantai menjulur sampai minimum. Batu-batu yang lebih besar lebih besar dari 30 mm diukur tegak lurus
riprap diperlukan apabila material di bawah di bawah garis penggerusan yang diperkira- ditempatkan pada bagian fundasi dan bidang talud.
mempunyai gradasi yang memungkinkan kan. Sebuah tanggul pengarah dengan perlindungan talud ditempatkan pada Contoh :
butir halus terbawa aliran keluar melalui perlindungan lantai menurun serupa permukaan luar. Batu dapat ditempat- Diketahui kemiringan permukaan tembok
rongga-rongga antara riprap. Penyaring diperlihatkan dalam Gambar 4.5.6. Seba- kan dengan menimbun dan kemudian pangkal jembatan 1.5h:1v, berat jenis
(filter) dapat terbuat dari kerikil atau geotex- gai alternatif, ukuran batu yang lebih kecil meratakannya dengan buldozer atau batu berkisar 2.65 dan kecepatan rata-
tile. Disarankan (Pustaka 4.5.16) bahwa dapat digunakan dengan memasukkannya peralatan sejenis. rata aliran melalui jembatan untuk debit
filter kerikil memiliki ketebalan setengah ke dalam bungkus yang terbuat dari jari- Pada saat kain penyaring (filter) (lihat desain 3.5 m/det.
dari tebal lapisan riprap, dan gradasinya ngan kawat atau plastik untuk membentuk Bagian 4.3.3.2.d) ) tidak digunakan, maka 2
harus memenuhi persamaan-persamaan anyaman bronjong batu yang fleksibel. Vp = × 3.5 = 2.33 m / det
hasil yang terbaik akan diperoleh apabila 3
berikut :
D50 (filter)
penimbunan tanggul dilakukan dengan 4
< 40 Vp = × 3.5 = 2.33 m / det
D50 (base)
(4.5.9) d. Metode Penempatan Batu Pelindung lapisan mengarah horizontal. Pada setiap 3
Tebal lapisan batu pelindung ditentu- lapis, batu-batu yang lebih besar didorong Batu pelindung yang diperlukan untuk
D (filter)
5 < 15 < 40 (4.5.10) kan dengan asumsi menggunakan metode ke permukaan tanggul dengan buldozer aliran sejajar adalah kelas batu lapisan
D15 (base)
perletakan seperti di bawah ini: dan apabila diperlukan material filter dari permukaan dengan ketebalan 0.5 m dan

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
192 193

Tabel 4.5.5 - Standar Tingkat Batu Pelindung Talud


dua lapis atau lebih dengan ukuran yang maka perlu dilakukan usaha-usaha untuk
Persentasi Minimum Lebih Besar Dari
lebih besar pada lapisan yang lebih luar. mengendalikan saluran menuju jembatan,
Material
Kelas Apabila perlindungan talud dibuat dari mencegah erosi tebing dan mengalihkan
Filter
Ukuran Batu Lapis batu-batu yang diambil dari bahan galian aliran menyiku yang membahayakan
Batu yang ditimbun di tempat, maka sebagian konstruksi jembatan. Penjelasan umum
4 2 1 ½ ¼ No. No.
Ringan Per-
ton ton ton ton ton 1 2 besar material yang halus secara alamiah
mu- dari metode-metode yang biasa dipakai
kaan akan berada di sebelah bawah dan batu- dalam pekerjaan perlindungan tebing dan
8 ton 0 batu yang besar akan muncul di permukaan, pengendalian jalan air diberikan secara
4 ton 50 0 sehingga dalam hal ini material filter tidak detail di bawah ini.
2 ton − 50 0 diperlukan. Akan tetapi apabila batu-
4.5.4.2 Perkuatan Tebing dan Talud
1 ton 90 − 50 0 batu pada permukaan berukuran hampir
½ ton 90 − 50 0 seragam dan material tanggul dibuat dari a. Tipe-tipe Perkuatan (Revetment)
¼ ton 90 − 50 0 bahan yang mudah tergerus, maka material Dalam memilih tipe perkuatan
100 kg 90 − 50
filter diperlukan. (perlindungan talud) yang paling sesuai
Material tanggul tidak boleh ditempat- perlu dipertimbangkan adalah tingkat
35 kg 90 − 0
kan menutupi lapisan batu pelindung pada perlindungan yang dihasilkan, kesesuaian
2.5 kg 90 50 0
talud sehingga batu-batu menjadi bagian dengan lingkungan, kemudahan pemeli-
Saringan 4.75 mm 90 50 0
dari timbunan. Dengan cara pengerjaan haraan, umur yang diharapkan dan biaya.
Saringan 200 95 90 seperti ini material-material timbunan akan
Beberapa tipe perkuatan yang biasa
tersaring melalui rongga antara batu-batu
digunakan adalah riprap batu, turap baja,
untuk aliran menabrak tanggul kelas 1 ton e. Bahan Penyaring (Filter) besar dan bagian timbunan yang berada di
bronjong, blok-blok beton pracetak dan
atas lapisan atas batuan akan lenyap.
(lihat Tabel 4.5.5) dengan ketebalan 1.6 m. Penyaring (Filter) harus dipasang beton cor di tempat.
Batu pelindung untuk aliran sejajar antara timbunan tanggul dan batu pelin-
dan aliran menabrak tanggul harus dibagi dung pada talud untuk mencegah material 4.5.4 Perlindungan Jalan Air dan b. Pengaturan Perkuatan
Pekerjaan Pengendalian Perlindungan yang sangat kurang
sepanjang tanggul pengarah seperti ditun- tanggul yang halus terbawa aliran melalui
jukkan dalam Gambar 4.5.4. Kedalaman rongga di antara batu-batu pada permukaan. terhadap pengikisan merupakan penyebab
4.5.4.1 Pelindungan Tebing Sungai
kaki lapisan batu pelindung tergantung Filter dapat berupa filter geotextile atau filter yang paling sering terjadi pada keruntu-
Secara ideal perlintasan jembatan han perkuatan. Gambar 4.5.7 di halaman
pada kedalaman gerusan yang akan terjadi. pasir/kerikil bergradasi.
harus ditempatkan pada ruas alur sungai berikut memperlihatkan empat metode
Gradasi dari berbagai kelas atau batu diten- Filter dari pasir/kerikil harus bergra-
yang stabil, namun dalam banyak kasus dasar yang dapat digunakan untuk
tukan sesuai dengan Tabel 4.5.5. Filter harus dasi baik dari berbagai ukuran kerikil (lihat
hal ini tidak praktis dan tidak ekonomis. mencegah pengikisan. Metode-metode
dipasang antara timbunan tanggul dan batu Tabel 4.5.5) yang tidak dapat lolos melalui
Apabila kondisi ideal tidak dimungkinkan tersebut adalah :
pelindung pada talud. rongga antara batu-batu, atau dibuat dalam

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
194 195

•• Penggalian dan meneruskan perkuatan •• Perkeras seluruh dasar sungai di bawah


talud ke bawah sampai pada lapisan jembatan. Metode ini ekonomis hanya
material yang tidak tererosi atau di untuk sungai-sungai yang relatif kecil.
bawah dasar gerusan yang diharapkan. Gerusan cenderung terjadi pada ujung
Metode ini paling permanen, namun hilir perkerasan, kecuali jika bagian ini
menjadi tidak praktis dan tidak ekono- langsung berhubungan dengan formasi
mis jika penggerusannya dalam. batuan yang tidak tererosi atau dibuat
•• Pemotongan lapisan pilar dari turap cekungan (stilling basin). Ukuran
mulai dari kaki perkuatan talud sampai batu untuk riprap dapat diperkirakan
pada lapisan material yang tidak tererosi seperti diuraikan dalam Bagian 4.3.3.2.
atau di bawah dasar gerusan yang Perkuatan dapat digunakan dalam
diharapkan. Dinding semacam ini kasus-kasus dimana lantai menurun
mengandung resiko keruntuhan oleh tidak sesuai karena gerusan yang terjadi
tekanan tanah dari bagian tebing sete- dapat mengakibatkan longsoran tebing.
lah gerusan terjadi pada bagian saluran Ketinggian perkuatan harus ditetapkan
dan cenderung menyebabkan gerusan sebaik mungkin sehingga kecepatan
yang lebih dalam dibandingkan dengan aliran melalui jalan air masih dalarn
perkerasan talud. Resiko keruntuhan batas yang diijinkan.
yang disebabkan oleh gerusan yang
tidak diketahui sebelumnya dapat c. Lantai Menurun
diminimalisir dengan mengikat dinding Material yang digunakan untuk lantai
pancang pada blok penahan atau jangkar menurun mencakup batu riprap, anyaman
yang sejenis. beton bersambung, blok beton, bronjong,
•• Peletakan lantai menurun yang fleksi- dan anyaman bronjong dari jaring kawat
bel secara horisontal pada dasar di kaki berisi batu. Yang paling umu digunakan
perkuatan, sehingga apabila terjadi adalah rip-rap batu.
gerusan, material lantai akan turun dan Pada dasar sungai yang tidak kohesif
menutup sisi lubang gerusan dengan desain lantai batu harus didasarkan pada
kemiringan alami lereng. Metode penurunan batu-batu sampai kemiringan
ini disarankan untuk dasar saluran 2h:1v. Ukuran-ukurann batu harus ditentu-
yang tidak kohesif, dimana gerusan kan seperti diuraikan dalam Bagian 4.3.3.2.
yang dalam diharapkan dapat terjadi, Volume batu harus cukup untuk menutup
Gambar 4.5.7 - Metoda Perlindungan Perkuatan Tebing Terhadap Pengikisan karena pada umumnya merupakan yang kemiringan akhir lubang gerusan sampai
paling ekonomis. ketebalan 11/4 kali ukuran batu yang

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
196 197

terbesar dalam gradasi yang ditetapkan biasanya krib diperlukan untuk mengontrol
(Tabel 4.5.5). peralihan aliran cekungan dan aliran melalui
Pada hidung tanggul pengarah atau bawah jembatan, atau untuk mengendalikan
tonjolan, jumlah batu harus cukup untuk erosi pada tebing sungai.
menutup permukaan akhir yang berbentuk
kerucut dari kemiringan lubang gerusan. Lokasi
Pilar jangan ditempatkan dalam daerah Krib dapat ditempatkan terpusat di
kemiringan lantai menurun kecuali tidak hulu atau di hilir titik yang dilindungi untuk
dapat dihindarkan. menolak atau menarik aliran (lihat Gambar
Lantai menurun tidak memberikan 4.5.8a dan Gambar 4.5.8b). Krib digunakan
hasil yang baik pada dasar saluran yang secara tunggal untuk menolak aliran dan
kohesif dimana gerusan terjadi dalam secara berkelompok untuk menarik aliran.
bentuk sumuran dengan dinding lubang Krib juga dapat digunakan secara berkelom-
yang curam.Dalam kasus-kasus semacam pok untuk membelokan aliran sehingga
ini perkuatan tebing harus diteruskan ke melindungi tebing, tanpa secara langsung
bawah sampai kedalaman gerusan ter- menolak aliran ke tebing di seberangnya.
dalam yang diharapkan, dan lubang galian
diisi kembali. Jarak
Persamaan di bawah ini dapat diguna-
Gambar 4.5.8 - Pengaturan Krib Tipikal
d. Batas-batas Perlindungan kan sebagai pedoman dalam menentukan
Lantai (Aprons) harus menerus dalam jarak antara krib dalam suatu kelompok Faktor-faktor lain
bidang di sekitar hidung tanggul sampai untuk membelokan atau menarik aliran. LS= 4.0 Ps sampai 4.5 Ps (4.5.13) Banyak faktor selain arah aliran
melewati batas-batas gerusan yang diharap- dan sungai yang mempengaruhi fungsi dari
Cy 1.33
LS= 1.0 B sampai 2.0 B (4.5.14)
kan terjadi pada kondisi yang paling jelek. Ls = <5 (4.5.12) suatu kelompok krib. Ini mencakup tinggi
2 gn 2 dimana puncak krib dalam kaitannya dengan tinggi
Batas-batas gerusan, apabila memungkin-
kan, harus ditentukan berdasarkan pengu- dimana Ps = panjang krib (m), diukur tegak lurus alur penuh, apakah tinggi semua krib
jian model atau pengalaman sebelumnya. Ls = jarak antara krib (m) dari tebing sungai sama terhadap permukaan air atau apakah
C = konstanta (berkisar = 0.6) B = lebar saluran rata-rata (m) bertambah atau berkurang sepanjang salu-
4.5.4.3 Krib
y = kedalaman rata-rata aliran (m) ran, dan apakah puncak-puncaknya hori-
Kegunaan n = koefisien kekasaran Manning Jarak yang diperoleh dari Persamaan-persa- zontal atau menurun ke arah hidung krib.
Krib mempunyai beberapa kegunaan g = percepatan gravitasi (9.81 m/det2) maan (4.5.13) dan (4.5.14) diperpanjang Kerumitan ini menjadikan desain yang baik
dalam pekerjaan pengendalian sungai, Rumus-rumus pendekatan yang lain untuk untuk tebing pada sisi dalam tikungan sulit dihasilkan tanpa penyelidikan hidrau-
namun apabila digunakan dalam peker- jarak antara krib sepanjang tebing yang lurus dan diperpendek untuk tebing pada sisi lik dengan model, kecuali untuk kasus-kasus
jaan pengendalian di perlintasan jembatan adalah sebagai berikut : luar tikungan. yang paling sederhana.

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
198 199

Perlindungan Tebing Sungai lak aliran adalah dari jenis konstruksi


Apabila krib digunakan untuk yang kedap air (impermeable) sedangkan
melindungi tebing sungai terhadap erosi, untuk perlindungan tebing dapat dari
krib biasanya dipusatkan di hulu dan jenis konstruksi yang lulus air (permeable)
panjangnya dipilih untuk mendapatkan atau yang kedap air. Krib yang kedap air
suatu sistem yang ekonomis.Krib-krib khususnya berguna untuk sungai-sungai
yang pendek memerlukan jarak antara yang yang membawa lumpur dan cepat mengen-
dekat, namun jumlahnya dapat dikurangi dapkannya, sehingga menstabilkan tebing.
dengan membuat krib-krib menjadi lebih Krib lulus air dapat terdiri dari dua baris
panjang. Semakin panjang sebuah krib, tiang kayu diisi dengan ranting-ranting
semakin dalam dan semakin cepat aliran pohon dan mempunyai keuntungan
pada hidung krib dan semakin mahal konstruksinya murah. Tipe-tipe lain dari Gambar 4.5.9 - Efek dari Tanggul Penutup yang Tidak Tegak Lurus Bantaran

konstruksinya. Karenanya pertimbangan- konstruksi krib adalah dinding tiang baja,


Persyaratan Desain Kasus Tipikal
pertimbangan ekonomi sangat menentukan dinding beton atau tanggul yang diperkuat.
Persyaratan pokok untuk desain Kasus dimana konstruksi tanggul
dalam pemilihan jarak antara dan panjang Krib dari konstruksi tanggul mempu-
tanggul banjir adalah bahwa tanggul harus banjir kadang-kadang diperlukan adalah
krib, namun umumnya krib-krib untuk nyai kemiringan talud bagian samping
kedap air dan cukup tinggi untuk mencegah dalam hal perlintasan jalan yang tidak tegak
perlindungan tebing tidak akan melampaui bervariasi dari 1.25h:1v sampai 3h:1v,
limpasan melalui puncak tanggul. Apabila lurus bantaran sungai. Dalam kasus tipikal
seperempat lebar sungai. tergantung pada material konstruksinya,
memungkinkan tanggul harus ditempatkan seperti ditunjukkan dalam Gambar 4.5.9
dan kemiringan talud bagian kepala dari
jauh dari aliran berkecepatan tinggi, jika konstruksi tanggul banjir diperlukan untuk
Penolakan Aliran 3h:1v sampai 5h:1v. Lebar puncak tanggul
tidak maka diperlukan pekerjaan-pekerjaan melindungi tanah dan bangunan serta ruas
Apabila krib diperlukan untuk meno- bervariasi dari 1 m sampai 6 m tergantung
perkuatan dan krib yang mahal. jalan di bagian tebing kanan dimana muka
lak aliran ke tebing di seberangnya atau pada besarnya konstruksi dan cara pelak-
air banjir lebih tinggi dibandingkan dengan
apabila sederet krib sejenis digunakan pada sanaannya. Kemiringan puncak tanggul
Pengaturan Tipikal di bagian jalan air di jembatan yang diaki-
sisi-sisi saluran secara saling silang untuk dapat sangat bervariasi, namun untuk krib
Secara tipikal, kemiringan talud batkan oleh tinggi tekan yang diperlukan
menghasilkan pola berliku-liku yang stabil, yang didesain dengan puncak lebih tinggi
tanggul banjir antara 2h:1v dan 5h:1v, untuk membalikan aliran.
maka panjangnya secara tipikal adalah dari muka air banjir, tinggi jagaan (free-
lebar puncak antara 2 m sampai 5 m dan
sepertiga lebar saluran. Dalam hal terakhir board) biasanya antara 0.5 m dan 1 m. 4.5.4.5 Tanggul Pengarah
ketinggian puncak antara 1 m dan 2 m di
ini, krib-krib pada sisi yang satu terpisah
4.5.4.4 Tanggul banjir atas muka air banjir. Kegunaan
dengan jarak sepanjang setengah panjang
Tanggul pengarah digunakan untuk
aliran cekungan dengan krib-krib pada sisi Kegunaan
Studi Model melindungi jembatan dan bagian-bagian
yang lain. Tanggul banjir adalah tanggul yang
Penyelidikan hidraulik dengan di dekatnya dengan cara mengarahkan dan
didesain kira-kira sejajar dengan alur utama
menggunakan model biasanya diperlukan membatasi aliran melalui bukaan jembatan.
Tipe konstruksi sungai dan berfungsi melindungi daerah di
dalam menentukan lokasi tanggul yang Dua tanggul pengarah umumnya diperlu-
Krib yang digunakan untuk meno- belakang tanggul dari air banjir.
paling optimal. kan apabila bukaan jembatan ditempatkan

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
200 201

di tengah-tengah bantaran yang lebar. panjang, dan lain-lain. Pemilihan bentuk Jangkauan Tanggul Pengarah panjang bagian hulu dari tanggul. Panjang
Namun dalam hal dimana aliran cekungan denah yang paling sesuai tergantung pada Neil (Pustaka 4.5.2) menyarankan agar bagian hilir tanggul pengarah dibuat
sungai telah dibatasi oleh titik-titik kontrol situasi setempat dan berdasar terutama pada pada sungai beraliran cekungan yang tidak sama dengan kira-kira sepertiga panjang
alam (seperti singkapan material yang tidak pengalaman sebelumnya.Di samping itu, stabil tanggul pengarah harus menjangkau bagian hulu.
tererosi) pada salah satu sisi sungai, tanggul studi model mungkin diperlukan. sepanjang tiga perempat lebar jalan air dari
pengarah tunggal dapat digunakan (lihat jembatan ke hulu dan seperempat lebar Kepala Tanggul Pengarah
Gambar 4.5.10). Panjang Tanggul Pengarah jalan air dari jembatan ke hilir. Lebar jalan Beberapa pedoman mengenai desain
Panjang bagian hulu harus cukup air jembatan didefinisikan sebagai jarak dari kepala tanggul pengaruh pada saluran
Persyaratan Desain untuk mencegah pembentukan belokan bersih antara tembok-tembok pangkal dengan dasar pasir diberikan oleh Spring
Dalam desain tanggul pengarah, aliran cekungan yang akan membahayakan jembatan dikurangi lebar proyeksi pilar- (Pustaka 4.5.15), menunjukkan bahwa jari-
bentuk denah, panjang, potongan melin- tanggul di dekat jembatan, dan cukup untuk pilar jembatan pada bidang tegak lurus arah jari lengkung berkisar antara 150 m sampai
tang dan cara pelaksanaan konstruksi mengarahkan aliran sejajar dengan pilar aliran. Spring (Pustaka 4.5.15), mengacu 250 m dengan putaran sudut antara 120°
harus dipertimbangkan (lihat Bagian jembatan (lihat Gambar 4.5.10). Panjang kepada sungai-sungai aluvial yang beraliran dan 145° cukup baik.
4.3.3.1). Namun demikian, tidak ada cara tanggul dapat ditaksir dengan mempelajari cekungan di daratan India, menganjurkan
pendekatan desain yang dapat diguna- keadaan sungai di hulu jembatan untuk agar tanggul bagian hulu sama atau 10% Potongan Melintang Tipikal
kan secara umum dan banyak informasi menentukan belokan yang paling tajam dari lebih panjang dari lebar jalan air dan tang- Potongan melintang tipikal tanggul
yang diterbitkan hanya dalam bentuk sistem aliran cekungan dan mencocokkan- gul bagian hilir antara sepersepuluh dan pengarah diperlihatkan dalam Gambar
pedoman umum. seperlima lebar jalan air jembatan. Tanggul 4.5.4 dan Gambar 4.5.6. Pada umumnya
nya dengan ujung kepala tanggul pengarah.
Berbagai bentuk denah dapat dipilih pengarah yang jauh lebih pendek disaran- tanggul harus mencapai ketinggian di atas
Selanjutnya panjang tanggul pengarah dapat
untuk tanggul pengarah. Sebagai contoh, kan oleh Adreev (Pustaka 4.5.11 dilaporkan muka air banjir, dengan kelebihan 0.5 m
dipilih agar aliran cekungan tidak memba-
bentuk lurus atau melengkung, sejajar atau oleh Neil, Pustaka 4.5.2) untuk bantaran sampai 1.0 m untuk jagaan (freeboard).
hayakan tanggul di dekat jembatan.
menyempit, sama panjang atau tidak sama sungai dengan alur-alur yang jelas. Saran Dalam menentukan ketinggian puncak
Andreev didasarkan pada perbandingan tanggul pengarah agar memenuhi persyara-
antara debit desain dan debit saluran menu- tan ini, variasi profil permukaan air dalam
rut Tabel 4.5.1. arah memanjang harus dipertimbangkan.
Panjang total bagian hulu tanggul Lebar puncak tanggul pengarah harus cukup
pengarah dibagi secara proporsional antara untuk dilalui mobil. Untuk tanggul yang
tanggul kanan dan tanggul kiri menurut dibuat dari timbunan tanah, perlindungan
perbandingan antara debit-debit pada talud diperlukan dan lantai perlu dibuat
bantaran kanan dan bantaran kiri. Dalam untuk mencegah erosi pada kaki tanggul.
hal dimana hanya ada satu tanggul penga- Desain perlindungan talud dan konstruksi
rah, panjang total yang diperoleh adalah lantai diuraikan dalam Bagian 4.3.4.2.

Gambar 4.5.10 - Penggunaan Tanggul Pengarah Tunggal dan Ganda

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
202 203

4.5.5 Prosedur Perencanaan Umum 4.6 Daftar Pustaka


Tabel 4.5.6 memberikan garis besar secara umum dari prosedur yang di tempuh dalam
merencanakan dan melindungi bangunan jembatan terhadap kerusakan akibat gerusan. 4.2.1 IR. JOESRON LOEBIS (disusun oleh), Banjir Rencana untuk Bangunan Air,
Departemen Pekerjaan Umum, Balai Penyelidikan Hidraulika, Bandung, Indo-
Tabel 4.5.6 – Prosedur Perencanaan Umum untuk Perlindungan Jembatan
nesia, March 1987.
terhadap Gerusan
4.2.2 IR. SUYONO SOSRODARSONO & KENSAKU TAKEDA (editors), Hidrologi
untuk Pengairan, PT Pradnya Paramita, Jakarta, 1987.
Langkah Prosedur Perencanaan
4.2.3 DR. IR SRI HARTO BR., Dip H., Hidrograf - Satuan Sintetik, Gama 1, Jurusan
Langkah 1 Lakukan penyelidikan hidrologi berpedoman kepada Bab 4.2, Hidrologi,
untuk mendapatkan lengkung frekuensi banjir. Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Gajah Mada, Departemen Pekerjaan
Langkah 2 Lakukan penyelidikan hidraulik untuk mendapatkan hubungan tinggi air - Umum, Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Purchased DPU Bookshop 1990.
debit berpedoman kepada Bagian 4.3, Hidraulika. 4.2.4 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM, Direktorat Jenderal Pengairan, Direktorat
Langkah 3 Tentukan jalan air jembatan yang diperlukan berpedoman kepada Bagian Sungai, Cara Menghitung Design Flood, 1989.
4.3, Hidraulika untuk aliran dengan kala ulang seperti didefinisikan daiam
Bagian 4.2, Hidrologi. Tentukan lengkung-lengkung tinggi muka air -
4.2.5 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM, Pedoman Perencanaan Hidrologi dan
backwater dan tinggi air - kecepatan (melalui bukaan jembatan). Hidraulik untuk Bangunan di Sungai, SKBI - 1.3.10. 1987, SNI.No. 1924-1989 - F,
Langkah 4 Tentukan besar aliran yang digunakan untuk memperkirakan kedalaman 1987.
gerusan (lihat Bab 4.4, Peramalan Gerusan).
4.2.6 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM, Pedoman Peramalan debit aliran sungai,
Langkah 5 Tentukan pola aliran air banjir. nomer Pd.T-06-2004-A, Bandung, 2004.
Langkah 6 Lakukan penyelidikan geologi di lokasi jembatan untuk mendapatkan data 4.2.7 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM, Tata Cara Perhitungan Debit Banjir,
gerusan sebelumnya dan untuk menilai potensi gerusan.
SNI 03-2415-1991, Bandung, 1991.
Langkah 7 Tinjau tipe dan deretan pilar-pilar dan perlu tidaknya tanggul pengarah,
perubahan saluran, perlindungan tebing. 4.2.8 DIRECTORATE GENERAL OF WATER RESOURCES DEVELOPMENT,
Langkah 8 Perkirakan kedalaman gerusan akibat penyempitan dan gerusan lokal un-
MINISTRY OF PUBLIC WORKS, REPUBLIC OF INDONESIA, Introduction
tuk pilar dan tembok pangkal yang diusulkan pada kombinasi debit banjir to Flood Design Manual for Java and Sumatra, Guideline PSA-004, prepared by
(Iihat Bagian 4.4, Peramalan Gerusan)
Institute of Hydrology (UK) and Direktorat Penyelidikan Masalah Air (DPMA),
Langkah 9 Tinjau desain keseluruhan secara ekonomi (yaitu alternatif ukuran dan
1981-1983.
tinggi jembatan, tinggi tanggul dan alternatif pekerjaan perlindungan)
terhadap resiko kerusakan, biaya perbaikan atau penggantian dan sele- 4.2.9 DIRECTORATE GENERAL OF WATER RESOURCES DEVELOPMENT,
saikan desain.
MINISTRY OF PUBLIC WORKS, REPUBLIC OF INDONESIA, Flood Design
Manual for Java and Sumatra, prepared by Institute of Hydrology (UK) and
Direktorat Penyelidikan Masalah Air (DPMA), November 1981.
4.2.10 DIRECTORATE GENERAL OF WATER RESOURCES DEVELOPMENT,
MINISTRY OF PUBLIC WORKS, REPUBLIC OF INDONESIA, Guideline for
Design Floods, Guideline PSA-005, Keputusan Direktur Jenderal Pengairan, No.
71/KPTS/A11985, 5 March 1985.

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
204 205

4.2.11 METEOROLOGICAL AND GEOPHYSICAL AGENCY, DEPARTMENT 4.3.2 BONHAM A.J. & HATTERSLEY R.T., Low Level Causeways, Report No. 100,
OF COMMUNICATIONS, REPUBLIC OF INDONESIA, Extreme Rainfall University of N.S.W. Water Research Laboratory, 1967.
Records for Probable Maximum Precipitation and Intensity/Duration/Frequency 4.3.3 CAMERON & McNAMARA, Consulting Engineers, Brisbane and Darwin,
Analysis in Indonesia, Working Paper No. 15, Prepared by S.H. Walker, WMO Report on Model Investigation of Causeway Design for Commonwealth Department
Hydrometeorologist, INS/78/042, & P.W. Schenck, UNESCO Associate Expert of Works, Darwin and Queensland Main Roads Department, Brisbane, 1968.
in Hydrology, United Nations Development Programme, WMO/UNDP Project 4.3.4 MIDDLEBROOKS T.A., Earth Dam Practice in the United States, ASCE, Vol CT,
IN5/78/042, Meteorological Applications to Agriculture, 15 August 1981, Figure 1953, pp712-713.
3, pp 14-16. 4.3.5 PETERKA A.J., Hydraulic Design of Stilling Basins and Energy Dissipators, Engi-
4.2.12 REPUBLIC OF INDONESIA, MINISTRY OF PUBLIC WORKS, DIRECTO- neering Monograph No. 25, United States Department of the Interior, Bureau
RATE GENERAL OF WATER RESOURCES DEVELOPMENT, Irrigation Design of Reclamation, 1978.
Standards, Design Criteria, Irrigation Sustem Design, Volume KP-01, English 4.3.6 RICHMOND A.H., Causeway Design, Queensland Main Roads Department,
Version, Annex 1 - Empirical Flood Formulae, pp 132-144, Annex 3 - Analysis Northern Division Seminar, Hydrology and Hydraulics in a Tropical Environ-
and Evaluation of Hydrometeorological Data, pp 175-185, 1st Edition, December ment, Townsville, 1972.
1986. 4.3.7 SEARCY J.K., Use of Riprap in Bank Protection, Hydraulic Engineering Circular
4.2.13 CHOW V.T., MAIDMENT D.R. & MAYS L.W., Applied Hydrology, McGraw-Hill, No. 11, United States Department of Transportation, Federal Highway Admin-
1988. istration, Bureau of Public Roads, 1967.
4.2.14 WARD R.C. & ROBINSON M., Principles of Hydrology, 3rd Edition, McGraw- 4.3.8 CALIFORNIA DIVISION OF HIGHWAYS, Bank and Shore Protection in
Hill, 1990. California Highway Practice, California, 1960.
4.2.15 LINSLEY R.K., KOHLER M.A. & PAULHUS J.L.H., Hydrology for Engineers, 4.3.9 U.S. DEPARTMENT OF TRANSPORTATION, Federal Highway Administra-
McGraw-Hill Book Company, 2nd Edition, 1975. tion, Capacity Charts for the Design of Highway Culverts, Hydraulic Engineering
4.2.16 THE INSITUTION OF ENGINEERS, AUSTRALIA, Australian Rainfall and Circular No. 10, 1965.
Runoff, A Guide to Flood Estimation, Editor-in-Chief D.H. Pilgrim, Volume 1 & 4.3.10 U.S. DEPARTMENT OF TRANSPORTATION; Federal Highway Administra-
2, 1987. tion, Highways in the River Environment - Hydraulic and Environmental Design
4.2.17 HOGGAN D.H., Computer Assisted Floodplain Hydrology and Hydraulics, Featur- Considerations, Training and Design Manual, Prepared by E.V. Richardson, D.B.
ing the U.S. Army Corps of Engineers’ HEC-1 and HEC-2 Software Systems, Simons, K. Mahmood, M.A. Stevens, May 1975.
McGraw-Hill, 1989. 4.3.11 Main Roads Department, Western Australia, Waterway Analysis for Bridges,
4.2.18 SUBRAMANYA K., Engineering Hydrology, Tata McGraw-Hill, New Delhi, 1984. Culverts and Flood Crossings, and Bridge Protection Works, 1982.
4.2.19 BINDRA S.P., Principles and Practice of Bridge Engineering, Dhanpat Rai & Sons, 4.4.1 U.S. HIGHWAY RESEARCH BOARD, Synthesis of Highway Practice 5, Scour
Delhi, India, Fifth Edition, Reprinted 1986. at Bridge Waterways, National Academy of Sciences, Washington DC, 1970.
4.2.20 PONNUSWAMY S., Bridge Engineering, Tata McGraw-Hill Publishing Company 4.4.2 ROADS and TRANSPORT ASSOCIATION of CANADA, Guide to Bridge
Limited, New Delhi, India, 1986. Hydraulics, edited by C.R. Neill, 1973.
4.3.1 BRADLEY J.N., Hydraulics of Bridge Waterways, Second Edition, Hydraulic Design 4.4.3 CHABERT J. & ENGELDINGER P., Etude des Affouillements Autour de Piles de
Series No. 1, U.S. Department of Transportation, Federal Highway Administra- Ponts, Laboratoire National d’Hydraulique Chaton (s. et o.), France, 1956.
tion, Washington, D.C., Revised March 1978.

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
206 207

4.4.4 INDIAN ROADS CONGRESS, Standard Specifications and Code of Practice for 4.4.18 MAIN ROADS DEPARTMENT, WESTERN AUSTRALIA, Waterway Analysis
Road Bridges, Section 1, New Delhi, India, 1970. for Bridges, Culverts and Flood Crossings, and Bridge Protection Works, 1982
4.4.5 LACEY G., Stable Channels in Alluvium, Minutes of Proceedings, Institute of Civil 4.5.1 U.S. HIGHWAY RESEARCH BOARD, Synthesis of Highway Practice 5, Scour
Engineers, 1930, p 229, pp 259-292. at Bridge Waterways, National Academy of Sciences, Washington DC, 1970.
4.4.6 LAURSEN E.M., Scour at Bridge Crossings, Transactions ASCE, 127, Part 1, 1962, 4.5.2 ROADS and TRANSPORT ASSOCIATION of CANADA, Guide to Bridge
pp 166-180. Hydraulics, edited by C.R. Neill, 1973.
4.4.7 MELVILLE J.B., Scour at Bridge Sites, University of Auckland, New Zealand, 4.5.3 CHABERT J. & ENGELDINGER P., Etude des Affouillements Autour de Piles de
1974. Ponts, Laboratoire National d’Hydraulique Chatou (s. et o.), France, 1956.
4.4.8 NEILL C.R., Riverbed Scour, Technical Publication No. 23, Canadian Good 4.5.4 INDIAN ROADS CONGRESS, Standard Specifications and Code of Practice for
Roads Association, Ottawa, 1964. Road Bridges, Section 1, New Delhi, India, 1970.
4.4.9 PARTHENIADE5 E. & PAASWELL R.E., Erodibility of Channels with Cohesive 4.5.5 LACEY G., Stable Channels in Alluvium, Minutes of Proceedings, Institute of
Boundary, Journal of the Hydraulics Division, ASCE, Vol. 96, Ho. HY3, Proc. Civil Engineers, 1930, p 229, pp 259-292
Paper 7156, 1970, pp 755-771, 4.5.6 LAURSEN E.M., Scour at Bridge Crossings, Transactions ASCE, 127, Part 1, 1962,
4.4.10 HOLMES P.S., Analysis and Prediction of Scour at Railway Bridges in New Zealand, pp 166-180.
New Zealand Engineering, 15 Nov 1974, pp 313-320. 4.5.7 MELVILLE J.B., Scour at Bridge Sites, University of Auckland, New Zealand,
4.4.11 NEW ZEALAND MINISTRY OF WORKS AND DEVELOPMENT, Code of 1974.
Practice for the Design of Bridge Waterways, Civil Division Publication CDP , 4.5.8 NEILL C.R., Riverbed Scour, Technical Publication No. 23, Canadian Good
705/13, June 1976. Roads Association, Ottawa, 1964.
4.4.12 FARRADAY R.V. & GHARLTON F.G., Hydraulic Factors in Bridge Design, 4.5.9 PARTHENIADES E. & PAASWELL R.E., Erodibility of Channels with Cohesive
Hydraulics Research Station Limited, Wallingford, Oxfordshire. Boundary, Journal of the Hydraulics Division, ASCE, Vol. 96, Ho. HY3, Proc.
4.4.13 RAUDKIVI A.J. & SUTHERLAND A.J., Scour at Bridge Crossings, Road Research Paper 7156, 1970, pp 755-771 .
Bulletin No. 54, National Roads Board, Wellington, New Zealand, 1981. 4.5.10 CALIFORNIA DIVISION OF HIGHWAYS, Bank and Shore Protection in
4.4.14 PAPUA NEW GUINEA, DEPARTMENT OF WORKS, River Training Manual, California Highway Practice, Sacramento, California, 1960.
Prepared by The Binnie Group with Lidstone and Anderson, and Ian Drummond 4.5.11 ANDREEV O.V., Design of Bridge Crossings, (in Russian), Ministry of Automobile
and Associates Pty Ltd, 1987. Transport and Highways, Moscow, 1960.
4.4.15 TIN LOI F., MICKLEBOROUGH N.C. & SUMMERSBY V., Indonesian Bridge 4.5.12 BRADLEY J.N., Hydraulics of Bridge Waterways, Hydraulic Design Series.No. 1,
Engineering Course, SMEC/UNSW, School of Civil Engineering, 1985. U.S. Federal Highway Administration, Washington DC, 1978.
4.4.16 CANADIAN MINISTRY OF TRANSPORTATION AND COMMUNICA- 4.5.13 GALES R., The Principles of River-Training for Railway Bridges, and their Applica-
TIONS, HIGHWAY ENGINEERING DIVISION, Ontario Highway Bridge tion to the Case of the Hardinge Bridge over the Lower Ganges at Sara, Journal
Design Code, 1983. instn Civ Engrs, 10, No. 2, Dec 1938, pp 136-224.
4.4.17 U.S. DEPARTMENT OF TRANSPORTATION, Federal Highway Administra- 4.5.14 MAYNORD S.T., Practical Riprap Design, U.S. Army, Waterways Experiment
tion; Highways in the River Environment - Hydraulic and Environmental Design Station, Vicksburg, June 1978.
Considerations, Training and Design Manual, Prepared by E.V. Richardson, D.B. 4.5.15 SPRING F.J.E., River fraining and Control of the Guide Bank System, Railway
Simons, K. Mahmood, M.A. Stevens, May 1975. Borad, Government of India, Technical Paper No. 153, 1903.

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
208 209

4.5.16 SIMONS D.B. & SENTURK F., Sediment Transport Technology, Water Resources
Publications, Fort Collins, Colorado, 1977.
4.5.17 U.S. DEPARTMENT OF TRANSPORTATION, Federal Highway Administra-
tion, Highways in the River Environment - Hydraulic and Environmental Design
Considerations, Training and Design Manual, Prepared by E.V. Richardson, D.B.
Simons, K. Mahmood, M.A. Stevens, May 1975.
4.5.18 MAIN ROADS DEPARTMENT, WESTERN AUSTRALIA, Waterway Analysis
for Bridges, Culverts and Flood Crossings, and Bridge Protection Works, 1982.

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
210 211
Bab 5

Aspek
Penyelidikan Tanah
terhadap
Perencanaan
Jembatan
5.1 Pendahuluan

D
itjen Bina Marga telah mengembangkan Sistem Manajemen
Jembatan untuk memungkinkan merencanakan, melaksanakan
dan memantau semua aktivitas jembatan dalam suatu kebijak-
sanaan secara keseluruhan. Sistim Manajemen Jembatan dikembangkan
hingga kini adalah untuk jembatan-jembatan di jalan-jalan antar wilayah
Nasional dan Propinsi dan disebut Sistim Manajemen Jembatan Antar
Wilayah = SMJAW (Interurban BMS = IBMS).
Tujuan Panduan Prosedur Umum ini untuk menyediakan prosedur
umum yang sederhana bagi untuk pekerjaan Sistim Manajemen Jembatan
(SMJ) di Indonesia. Panduan ini menyediakan suatu peninjauan luas
pekerjaan SMJ dan mengacu kepada semua Panduan SMJ yang lain
untuk prosedur kerja secara rinci.
Sistem manajemen jembatan ini sangat penting bagi pemerintah
khususnya kemetrian PU dalam mengambil keputusan efektif dalam
merencanakan, melaksanakan dan pemantauan pembangunan jembatan
di Indonesia, sedangkan panduan sistem manajemen jembatan yang ada
telah berumur lebih dari 5 tahun. Untuk itu perlu dikaji kembali sesuai
perkembangan jaman dan pengalaman-pengalaman dalam membangun
jembatan khususnya di bagian penyelidikan tanah untuk keperluan
perencanaan jembatan.
Oleh karena itu perlu kajian terhadap panduan sistem manajemen
jembatan yang ada dengan cara melakukan survey kuesioner terha-
dap para pelaku pembangunan jembatan untuk mengetahui tahapan

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK PENYELIDIKAN TANAH TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
212 213

yang diinginkan oleh pelaku dalam tanah sensitif yang mungkin terpengaruh b. BMS Panduan Penyelidikan Jembatan
melakukan penyelidikan geoteknik untuk oleh gangguan pada contoh tanah. c. Norstok Standard G-001 Marine Soil Investigations
perencanaan jermbatan d. Alaska Geotechnical Report Preparation Guidelines
5.1.1.2 Pengujian Laboratorium
e. AED Design Requirements : Geotechnical Investigations
A. Kajian Pustaka
Pengujian laboratorium dilakukan f. Michigan Department of Transportation Construcktion & Technology Support Area
untuk mengetahui sifat fisik dan teknik Geotechnical Services Unit
5.1.1 Penyelidikan Geoteknik
dari tanah.Pertimbangan uji laboratorium
5.1.2 Perbandingan Penyelidikan Tanah pada BMS dan Norstok
Penyelidikan geoteknik disini meru- seperti bilamana, jumlah, dan jenis uji hanya
pakan bagian dari penyelidikan tanah yang dapat ditentukan oleh tenaga ahli geoteknik Pada Tabel 5.1 disajikan perbedaan kajian standar perbandingan penyelidikan tanah
mencakup seluruh penyelidikan lokasi yang berpengalaman. Kriteria minimal yang menggunakan BMS dengan standar penyelidikan tanah dengan menggunakan Norstok.
kegiatan berdasarkan klasifikasi jenis tanah harus dipertimbangkan dalam menentukan
Tabel 5.1 - Perbandingan Standar Penyelidikan Tanah
yang didapat dari hasil tes dengan mengada- lingkup program uji laboratorium adalah
kan peninjauan kembali terhadap semua sebagai berikut : BMS Norstok

data tanah dan material guna menentukan a. jenis proyek/jembatan (sementara, tetap 1. Pendahuluan 1. Scope
2. Program Ekplorasi 2. Normative and Informative References
jenis/ tipe pondasi yang tepat dan penting) 3. Cara Penyelidikan 3. Ters, definition and abbreviations
4. Cara Pengujian Untuk Parameter Tanah 4. General Objectives od Investigations and
5.1.1.1 Pengujian Lapangan b. ukuran proyek/jembatan 5. Cara Ekplorasi Need for Planning
a. Cara Geofisik 5. General Requirements to Execution of
c. beban yang bekerja pada tanah fondasi b. Test Pit Work
Pengujian lapangan harus dilaku- d. jenis beban (misal statik, dinamik, dan c. Lubang Bor 6. Drilling and Logging
6. Pengujian Lapangan 7. Sampling
kan selama eksplorasi tanah dasar untuk lain-lain) a. Test Penetrasi 8. In Situ Testing
memperoleh perkiraan kuantitatif mengenai b. Test Vane a. Cone Penetration Tests
e. toleransi kritis untuk proyek (misal c. Pengukuran Muka Air Tanah b. Seismic Cone Tests
tanah yang ditinjau, keterangan demikian batasan penurunan) d. Tes Beban Lapangan c. Electrical Conductivity Cone
e. Tes Pengukur Lapangan d. Field Vane Tests
dapat sangat menambah nilai dari penyelidi- f. perubahan horisontal dan vertikal dalam f. Tes Tekanan Unconfined Lapangan e. BAT Probe Test/Deep Water Gas
g. Tes Berat Isi Setempat probe (DGP)
kan titik bor dengan sedikit tambahan biaya. profil tanah, seperti ditentukan dari 7. Tes laboratorium f. T-bar Test
Tanpa keterangan demikian perencana pencatatan pengeboran dan identifikasi a. Tes Kotak geser g. Other Insitu Test
b. Tes Triaksial 9. Laboratory Testing
harus mengandalkan deskripsi visual untuk visual jenis tanah dalam laboratorium c. Tes Tekanan Unconfined a. Classification and Index Test
d. Tes konsolidasi Satu Dimensi b. Consolidation Tests
memperkirakan kekuatan dari berbagai g. ditemukan tanah bersifat khusus atau e. Tes Vane Geser Laboratorium c. Triaxial Tests
lapisan tanah (dengan menghasilkan margin f. Tes Pemadatan d. Direct Simple Shear Tests
dicurigai pada lokasi proyek (misal g. Tes Klasifikasi Tanah e. Ring Shear Tests
kesalahan lebih besar dalam anggapan tanah mengembang, tanah kolapsibel, 8. Laporan f. Resonant Column Tests
a. Penyajian data g. Piezoceramic Bender Element Tests
rencana) atau sebagai alternatif ia harus organik dan lain-lain) b. Evaluasi data h. Thixotropy Test
c. Kesimpulan dan saran i. Heat Conductivity Test
melakukan program sangat mendalam h. adanya pengamatan intrusi, cermin j. Contamined Samples
untuk pengujian laboratorium pada contoh sesar, rekahan dan lain-lain secara visual k. Other Relevan Test
l. Geological and Geotechnical Test
tidak terganggu, tetapi walaupun demikian, 10.Evaluation
5.1.1.3 Standar-Standar yang a. Evaluation of Data
hasil pengujian setempat menyediakan
Digunakan b. Reporting of data
korelasi bernilai dengan hasil pengujian
laboratorium, khususnya dalam kasus a. ASTM D420 – 98

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK PENYELIDIKAN TANAH TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
214 215

B. Metodologi 5.1.5 Kuisioner 5.1.7 Cakupan pedoman penyelidi-


kan tanah :
Me mb ag i k an ku i sione r p a d a
5.1.3 Review BMS
responden sebagai bahan kajian mengenai Gambar di samping menunjukkan
Mengkaji standar penyelidikan penyelidikan tanah. bahwa cakupan utama dalam panduan
tanah berdasarkan BMS yang selanjutnya penyelidikan tanah adalah Tahapan peren-
5.1.6 Analisis Data
akan dianalisis kesesuaian tahapan pelak- canaan soil investigation; metoda pengujian
sanaannya. Melakukan analisis dari data hasil di lapangan; metoda pengujian di laborato-
kuisioner yang selajutnya akan dilakukan rium; parameter tanah dan exploarsi tanah.
5.1.4 Review Standar
proses penyimpulan data akhir. Hal ini menunjukkan bahwa hasil survey Gambar 5.1 - Piechart Cakupan Pedoman
Melakukan Kajian dan Perbandingan tidak ada perubahan yang signifikan terha- Penyelidikan Tanah
dengan Standar-standar lain untuk menge- dap cakupan penyelidikan tanah di BMS.
Hasil Analisis Data
tahui tahapan pelaksanaan penyelidikan
tanah yang dilakukan dan sebagai bahan Survey dilakukan dengan membagikan
masukan pada data yang dianggap perlu. kuisioner pada berbagai elemen responden
Pada standar-standar sebelumnya belum yang dianggap berkaitan dengan proses 5.1.8 Pedoman Acuan
ada standar yang mencantumkan jumlah penyelidikan tanah. Tabel 5.2 menampilkan
Pedoman acuan dalam melakukan
minimal sampel penyelidikan tanah jumlah penyebaran kuisioner dari elemen-
penyelidikan tanah adalah yang dominan
berdasarkan jenis jembatan yang digunakan. elemen responden.
SNI, hal ini menunjukkan bahwa panduan
yang dinginkan dan sering digunakan dalam
Tabel 5.2 - Penyebaran Responden
penyelidikan tanah adalah SNI.
Gambar 5.2 - Piechart Pedoman Acuan
Responden Jumlah
Owner 10
Perencana 0 5.1.9 Kewenangan
Pengawas 32 Kewenangan untuk melakukan penye-
Kontraktor 14 lidikan tanah adalah Geotechnical engineer
Produsen/Supplier 0 sehingga perlu di syaratkan untuk person
Dosen/Peneliti 1 yang berwenang seharusnya mempunyai
Lainya 9 sertifikasi.
TOTAL 66

Gambar 5.3 - Piechart Kewenangan

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK PENYELIDIKAN TANAH TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
216 217

5.1.10 Klasifikasi Jembatan 5.1.13 Jumlah Titik Minimum


Pengambilan Sampel Pada Jem-
Pada umumnya responden setuju batan Sementara
bahwa tahapan penyelidikan tanah dibagi
berdasarkan tipe jembatan (Jembatan Pada umumnya responden bera-
Sementara, Jembatan Tetap, Jembatan Pen- dasarkan pengalaman, jumlah titik
ting) seperti di BMS pengambilan sampel minimum antara
2 – 5 titik pada perencanaan pembangunan
jembatan sementara.

Gambar 5.7 - Piechart Jumlah Titik Minimum


Gambar 5.4 - Piechart Klasifikasi Jembatan
Pengambilan Sampel Jembatan Sementara

5.1.11 Klasifikasi Tanah 5.1.14 Jumlah Titik Minimum


Pengambilan Sample Pada Jem-
Pada umumnya responden setuju batan Tetap
bahwat perencanaan cara penyelidikan
Pada umumnya responden beradasar-
tanah dibagi berdasarkan jenis tanah
kan pengalaman, jumlah titik pengambi-
(Batuan, Tanah Tidak Kohesif, Tanah
lan sampel minimum antara 10 titik pada
Kohesif) seperti di BMS
perencanaan pembangunan jembatan tetap.

Gambar 5.8 - Piechart Jumlah Titik Minimum


Gambar 5.5 - Piechart Klasifikasi Tanah
Pengambilan Sampel Jembatan Tetap

5.1.15 Jumlah Titik Minimum


Pengambilan Sample Pada Jem-
5.1.12 Prioritas Pengujian batan Penting
Pada umumnya responden setuju Pada umumnya responden bera-
bahwat penyelidikan tanah di lapangan dan dasarkan pengalaman, jumlah titik
di laboratorium sama-sama diprioritaskan. pengambilan sampel minimum antara
20 titik pada perencanaan pembangunan
jembatan penting.
Gambar 5.9 - Piechart Jumlah Titik Minimum
Gambar 5.6 - Piechart Prioritas Pengujian
Pengambilan Sampel Jembatan Penting

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK PENYELIDIKAN TANAH TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
218 219

5.1.16 Kebutuhan Data Tanah 5.2 Outline Penyelidikan Tanah


Data yang dibutuhkan dalam perenca- Kesimpulan dan Saran diberikan dengan bentuk outline penyelidikan tanah sebagai
naan jembatan pada umumnya responden berikut :
beradasarkan pengalaman menyatakan
bahwa tipe data tanah yang dibutuhkan No. bagian Isi
yaitu data primer primer penyelidikan di 9. CARA EKSPLORASI TANAH
lapangan lebih diprioritaskan dibanding
Sub-bagian ini dari Panduan meliputi cara eksplorasi tanah, daftar param-
data primer penyelidikan dan data sekunder. eter tanah yang diperlukan untuk perencanaan serta cara pengujian sesuai
untuk memperoleh dap parameter dan jumlah titik pengambilan sampel
Gambar 5.10 - Kebutuhan Data Tanah
serta rincian format laporan untuk menyajikan hasil penyelidikan tanah
9.1 PENDAHULUAN
9.2 PROGRAM EKSPLORASI
5.1.17 Penyelidikan Tanah di Lapa- 9.3 CARA PENYELIDIKAN
ngan
9.4 CARA EKSPLORASI
Data yang dibutuhkan dalam perenca- 9.4.1 Cara Geofisik
naan jembatan pada umumnya responden 9.4.2 Tes Pit
beradasarkan pengalaman menyatakan 9.4.3 Lubang Bor
bahwa data tanah hasil penyelidikan di 9.5 LAPORAN PENYELIDIKAN TANAH
lapangan yang sering digunakan adalah 9.6.1 Umum
sondir dan SPT untuk perencanaan fondasi.
9.6.2 Format Bagian 1
Gambar 5.11 - Piechart Penyelidikan Tanah
di Lapangan 9.6.3 Format Bagian 2
9.6.4 Format Bagian 3
9.7 DAFTAR PUSTAKA
5.1.18 Penyelidikan Tanah Di 10. PENGUJIAN LAPANGAN
Laboratorium
Sub-bagian Panduan ini merinci cara pengujian lapangan yang diperlukan
Data yang dibutuhkan dalam perenca- untuk memperoleh pendekatan kuantitatif dari tanah yang ditinjau. Peren-
naan jembatan pada umumnya responden cana tidak diharapkan untuk mampu melaksanakan penyelidikan tersebut
secara sendiri, tetapi mempunyai pengertian dasar mengenai cara-cara
beradasarkan pengalaman menyatakan yang perlu untuk merancang eksplorasi tanah dan program pengujian
lapangan.
bahwa data tanah hasil penyelidikan di
laboratorium yang sering digunakan adalah 10.1 PENDAHULUAN

uji strength dan uji konsolidasi untuk


Gambar 5.12 - Piechart Penyelidikan Tanah perencanaan fondasi.
di Laboratorium

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK PENYELIDIKAN TANAH TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
220 221

No. bagian Isi No. bagian Isi


10.2 TES PENETRASI 11.3.2 Cara Pengujian
10.2.1 Umurn 11.3.3 Keuntungan dan Kerugian
10.2.2 Tes Penetrasi Konis Belanda 11.3.4 Modulus Geser Dinamik
10.2.3 Tes Penetrasi Standar (SPT) 11.3.5 Parameter Lain
10.2.4 Tes Penetrasi Konus Dinamik 11.4 TES TRIAKSIAL
10.2.5 Penentuan Parameter Tanah 11.4.1 Umum
10.3 TES VANE 11.4.2 Cara Pengujian
10.4 MUKA AIR 11.4.3 Keadaan Drainase
10.5 TES BEBAN LAPANGAN 11.4.4 Keuntungan clan Kerugian
10.5.1 Umum 11.5 TES TEKANAN UNCONFINED
10.5.2 Tes Daya Dukung Pelat 11.6 TES KONSOLIDASI SATU DIMENSI
10.5.3 Tes Pembebanan Tiang 11.6.1 Mekanisme Konsolidasi
10.5.4 Tes Lateral Tiang 11.6.2 Cara Pengujian
10.6 TES PENGUKUR TEKANAN 11.6.3 Penggunaan
10.7 TES TEKANAN UNCONFINED
LAPANGAN 11.7 TES VANE GESER LABORATORIUM
10.8 TES BERAT ISI TANAH SETEMPAT 11.8 TES PEMADATAN
10.9 DAFTAR PUSTAKA 11.8.1 Lengkung Pemadatan
11. PENGUJIAN LABORATORIUM 11.8.2 Tes Berat Isi Relatif

Sub-bagian Panduan ini merinci jenis utama dari pengujian laboratorium 11.9 DAFTAR PUSTAKA
yang tersedia unrirk menentukan besaran tanah yang diperlukan untuk 12. PARAMETER RENCANA
perencanaan, dengan khusus meninjau penentuan besaran tanah dinamik
yang diperlukan untuk perencanaan tahan gempa. Perencana tidak di-
Sub-bagian Panduan ini merinci cara penentuan parameterrencana
harapkan untuk mampu melaksanakan pengujian secara tersendiri, tetapi
berdasarkan kepentingan khusus yang diturunkan dari parameter yang
mempunyai pengertian dasar dari cara-cara yang perlu untuk merancang
diperoleh dari pengujian lapangan dan laboratorium.
program pengujian tanah di laboratorium.
12.1 PENDAHULUAN
11.1 PENDAHULUAN
12.2 PARAMETER RENCANA UNTUK GEMPA
11.2 TES KLASlFIKASI TANAH
12.2.1 Akselerasi Tanah Yang Disarankan
11.2.1 Umum
12.2.2 Akselerasi Tanah Rencana Yang Disarankan
11.2.2 Sistim Klasifikasi Tanah Unified
12.3 POTENSIAL LIQUEFACTION
11.3 TES KOTAK GESER (GESER LANGSUNG)
12.3.1 Pendahuluan
11.3.1 Umum

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK PENYELIDIKAN TANAH TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
222 223

No. bagian Isi


12.3.2 Mekanisme Liquefaction
12.3.3 Pemilihan Nilai Akselerasi Tanah Horisontal
12.3.4 Pendekatan Potensial Liquefaction
12.4 POTENSIAL LONGSOR - SLUMP
12.4.1 Mekanisme Longsor
12.4.2 Longsor Dalam Tanah Tidak - Kohesif
12.4.3 Longsor Dalam Tanah Kohesif
12.5 DAFTAR PUSTAKA

5.3 Daftar Pustaka


1. Direktorat Jenderal Bina Marga, Bridge Management System, BMS, 1992.
2. NORSOK STANDAR, G-001, Marine soil investigations, October 2004.
3. Norsk Geoteknisk Forening (1982) Veiledning for symboler og definisjoner i geoteknikk.
Presentasjon av geotekniske undersøkelser. Oslo, mars 1982.
4. Guidance to symbols and definitions in geotechnics. Presentation of geotechnical investiga-
tions. Oslo March 1992

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI ASPEK PENYELIDIKAN TANAH TERHADAP PERENCANAAN JEMBATAN
224 225

Bab 6

Perletakan

P
erletakan jembatan memiliki beberapa funggsi yaitu menyalurkan
beban dari struktur atas ke struktur bawah, memberikan gera-
kan baik translasi dan atau rotasi, dan mengekang gerakan pada
salah satu arah. Kekangan diberikan untuk menaikkan gaya yang dapat
disalurkan pada perletakan ke struktur pendukung.
Untuk mencapai persyaratan tingkat gerakan dan rotasi tertentu,
perlu dibuat kombinasi dari beberapa jenis perletakan, tiap elemen dari
keseluruhan mengizinkan gerakan tertentu dan karakteristik tumpuan
beban tertentu (misalnya perletakan geser sederhana mengizinkan trans-
lasi dengan tekanan pada perletakan pot agar juga menyediakan rotasi).
Jumlah perletakan pada suatu jembatan haruslah seminimal mung-
kin. Perletakan adalah komponen mahal, sulit dipasang, dan memerlukan
pemeliharaan teratur. Bagaimanapun biaya ekonomis total jembatan
sepanjang umurnya harus menjadi faktor utama dalam menentukan
perletakan dan hubungan lantai pada suatu jembatan.

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI PERLETAKAN
226 227

6.1 Jenis Perletakan Berikut perilaku dari rocker bear- 6.1.3 Knuckle Pin Bearings
ing (Expansion Joint and Bearing, D.J.
Knuckle bearing terdiri dari pin baja
6.1.1 Roller Bearings a. Roller bearings pada intinya terdiri dari Lee,1994):
yang dikurung antara dua buah pelat baja.
Diameter roller tidak boleh kurang satu atau lebih silinder diantara baja Pelat sendi dengan hubungan pin sendi
dari 100 mm, penggunaan roller tunggal pararel atas dan bawah. yang membentuk suatu hubungan harus
lebih baik di bandingkan dengan kumpu- b. Beban maksimum pada arah vertical dirancang agar menjaga pembebanan
lan roller. Tidak ada peraturan dalam roller sebesar 16000 kN eksentris pada pin seminimal mungkin dan
majemuk, dimana roller tersendiri memiliki c. Tidak mampu menahan beban arah harus diadakan pelumasan efektif pada pin
Gambar 6.3 - Rocker bearing (Expansion
koefisien gesek lebih tinggi dengan kapasitan longitudinal dalam pelayanan.
Joint and Bearing, D.J. Lee,1994)
beban rencana yang lebih rendah. d. Beban maksimum pada arah transversal
Perletakan roll harus dibungkus dalam sebesar 400 kN
kotak baja yang rapat air, yang dapat dibuka, e. Memungkinkan translasi pada arah
untuk melindunggi roll dari korosi dan longitudinal yang tidak terbatas
menyimpan pelumas. f. Memungkinkan rotasi pada arah longi-
tudinal + 0.05 mm Gambar 6.5 - Knuckle bearing (Expansion
Berikut adalah perilaku dai roller
Joint and Bearing, D.J. Lee,1994)
bearing (Expansion joint and Bearing J.D. g. Lemah terhadap gempa
Rawley): h. Membutuhkan perawatan secara berkala Berikut perilaku dari kuckle bear-
Gambar 6.4 - Rocker bearing (Bridge
ing (Expansion Joint and Bearing, D.J.
Design Code BMS)
Lee,1994):
6.1.2 Rocker Bearings
a. Rocker bearing pada intinya tediri dari a. Knuckle pin bearings terdiri dari sendi
Permukaan dari atas roker dapat silin- baja melengkung yang bertemu dengan baja yang dikurung diantara support atas
dris, cekung, maupun datar, tetapi permu- baja yang datar. dan bawah.
kaan bawah haruslah silindris. Pusat rotasi b. Beban maksimum pada arah vertical b. Beban maksimum pada arah vertical
dari permukaan atas tidak boleh lebih tinggi sebesar 20000 kN sebesar 25kN/mm
Gambar 6.1 - Roller bearing (Expansion
dari permukaan bagian bawah. Bila dua c. Beban maksimum pada arah longitudi- c. Beban maksimum pada arah longitudi-
Joint and Bearing, D.J. Lee,1994)
pusat tidak jatuh bersamaan gaya meman- nal sebesar 1000 kN nal sebesar 2.5kN/mm
jang yang dihasilkan maka harus dimasukan d. Beban maksimum pada arah transversal d. Membutuhkan modifikasi untuk dapat
analisis struktur komponennya. sebesar 1000 kN menahan beban transversal
Roker dan bidang kontak harus e. Tidak Memungkinkan translasi e. Tidak Memungkinkan translasi
direncanakan sgsr mejamin beban terbagi f. Memungkinkan rotasi pada arah longi- f. Memungkinkan rotasi pada arah longi-
rata. Kantilever yang tidak diperkaku agar tudinal + 0.05 mm tudinal + 0.05 mm
Gambar 6.2 - Roller bearing (Bridge
Design Code BMS)
menjamin beban terbagi rata harus diabai- g. Lemah terhadap gempa g. Lemah terhadap gempa
kan dalam perhitungan kekuatan roker. h. Membutuhkan perawatan secara berkala h. Membutuhkan perawatan secara berkala

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI PERLETAKAN
228 229

6.1.4 Leaf Bearings 6.1.6 Sliding Bearings 6.1.7 Pot Bearings

Leaf bearing pada intinya terdiri dari Sliding bearing sangat simpel dan Terdiri dari piston baja yang didukung
pin yang melewati beberapa pelat baja. Leaf murah tetapi mempunyai koefisien gesek elastomer mengakibatkan pot bearing dapat
bearing dapat direncanakan untuk tahan yang sangat besar sehingga mengakibatkan menumpu beban vertical yang besar dan
terhadap uplift. Pemakaian leaf bearing korosi yang cepat. Pemilihan PTFE sebagai sudut rotasi yang besar. Kapasitas rotasi
sudah jarang karena tingginya koefisien bahan sliding bearing sngat tepat karena dapat ditingkatkan dengan menggunakan
Gambar 6.7 - Leaf bearing (Bridge
gesek yang mengakibatkan korosi sehingga Design Code BMS)
memiliki koefisien gesek yang sangat kecil. pot yang lebih dalam, mempertebal elasto-
sulit dalam perawatannya. mer, dan memperbesar area piston.
6.1.5 Link bearings

Link bearing harus mempunyai cukup


panjang antara pin hingga ujung mati.

Gambar 6.10 - Leaf bearing (Expansion


Gambar 6.9 - Sliding bearing (Expansion Joint and Bearing, D.J. Lee,1994)
Gambar 6.6 - Leaf bearing (Expansion
Joint and Bearing, D.J. Lee,1994)
Joint and Bearing, D.J. Lee,1994)
Berikut perilaku sliding bearing
Berikut perilaku dari leaf bearing Berikut perilaku sliding bearing (Expansion Joint and Bearing, D.J. Lee,1994):
(Expansion Joint and Bearing, D.J. Lee,1994): (Expansion Joint and Bearing, D.J. Lee,1994): a. Terdiri dari piston baja yang didukung
a. Terdiri dari sendi yang melewati plat baja a. Terdiri dari dua permukaan yang memi- oleh lempeng elastomer yang tipis.
yang menumpu di atas dan bawah. Gambar 6.8 - Link bearing (Expansion liki material yang sama atau berbeda di b. Beban maksimum pada arah vertical
Joint and Bearing, D.J. Lee,1994) sisi gesernya.
b. Beban maksimum pada arah vertical sebesar 50000 kN
sebesar 12kN/mm b. Beban maksimum pada arah vertical c. Beban maksimum pada arah Longitu-
Berikut perilaku leaf bearing (Expan-
c. Beban maksimum pada arah longitudi- sebesar 3000kN dinal sebesar 2500 kN
sion Joint and Bearing, D.J. Lee,1994):
nal sebesar 12kN/mm c. Membutuhkan modifikasi untuk dapat d. Beban maksimum pada arah transversal
a. Link Bearings terdiri dari plat. Batang,
d. Membutuhkan modifikasi untuk dapat menahan beban longitudinal sebesar 2500 kN
I, atau turbular bagian yang tersambung
menahan beban transversal d. Membutuhkan modifikasi untuk dapat e. Tidak memungkinkan translasi
di ujungnya dengan sendi.
e. Tidak Memungkinkan translasi menahan beban transversal f. Memungkinkan rotasi pada arah longi-
b. Mengizinkan rotasi dan gerakan pada
f. Memungkinkan rotasi pada arah longi- e. Memungkinkan translasi ke segala arah tudinal + 0.01 mm
sumbu vertical.
tudinal + 0.09 mm f. Tidak memungkinkan rotasi g. Baik untuk menahan gempa
c. Gerakannya terbatas yaitu tidak mele-
g. Cukup tahan terhadap gempa g. Baik untuk menahan gempa h. Membutuhkan perawatan minimum
bihi + 2,9°
h. Membutuhkan perawatan secara berkala h. Membutuhkan perawatan minimum
d. Beban horizontal lebih besar 5% dari
beban vertikalnya.
e. Mudah dalam perawatan dan peng-
gantian.

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI PERLETAKAN
230 231

6.1.8 Disc Bearings Sedapat mungkin perletakan elas- 6.1.11 Gaya horizontal dan move-
tomer harus dipilih dari ukuran standar ment
Berikut perilaku sliding bearing
terdaftar dalam penjelasan. Perletakan
(Expansion Joint and Bearing, D.J. Lee,1994): Rumus untuk gaya horizontal dan
harus memiliki tebal selimut minimum
movement dapat diturunkan di bawah ini
6 mm untuk melidungi tepi pelat baja. Gambar 6.13 - Concrete hinges
AASTHO LRFD Bridge Design (2003) :
Perletakan sebaiknya dibuat dari karet (Expansion Joint and Bearing, D.J.
Lee,1994) a. Gaya horizontal
alam dengan tingkat kekerasan IHDR 53 +
Untuk gaya geser yang terfaktor dengan
5 yang memiliki besaran sesuai spesifikasi d. Membutuhkan modifikasi untuk dapat
gesekan :
Gambar 6.11 - Disc bearing (Expansion dari yang berwenang. menahan beban transversal
Joint and Bearing, D.J. Lee,1994) Hu = μ Pu
Berikut perilaku sliding bearing e. Tidak memungkinkan translasi
Untuk gaya geser yang diakibatkan oleh
a. Berbahan polyether urethane disc yang (Expansion Joint and Bearing, D.J. Lee,1994): f. Memungkinkan rotasi pada arah longi-
deformasi elemen elastomer :
menyediakan rotasi antara dua plat baja. a. Terdiri dari satu atau dua elastomer yang tudinal sebesar + 0.09 mm
Hu = G A ( Δu/hn)
b. Beban maksimum pada arah vertical ditempel pada plat baja. g. Lemah menahan gempa
Dimana :
sebesar 45000 kN b. Beban maksimum pada arah vertical h. Membutuhkan perawatan berkala
Hu = beban lateral (kip)
c. Beban maksimum pada arah Longitu- sebesar 5000 kN Pemilihan jenis perletakan didasarkan
μ = koefisien gesek material
dinal sebesar 4500 kN c. Membutuhkan modifikasi untuk dapat pada kebutuhan akan daya dukung dan
P = gaya tekan terfaktor (kip)
d. Beban maksimum pada arah transversal menahan beban longitudinal pergerakan. Pemilihan jenis perletakan
G = modulus geser elastomer (ksi)
sebesar 4500 kN d. Membutuhkan modifikasi untuk dapat dapat mengacu pada Tabel 6.1
e. Tidak memungkinkan translasi menahan beban transversal
Tabel 6.1 - Bearing facilities (Expansion Joint and Bearing, D.J. Lee,1994)
f. Memungkinkan rotasi pada arah longi- e. Translasi maksimum sebesar 50 mm
tudinal dan transversal sebesar + 0.04 f. Memungkinkan rotasi
mm g. Baik untuk menahan gempa
g. Baik untuk menahan gempa h. Tanpa perawatan
h. Membutuhkan perawatan minimum 6.1.10 Concrete Hinges
6.1.9 Elastomeric Bearings Berikut perilaku sliding bearing
(Expansion Joint and Bearing, D.J. Lee,1994):
a. Terbuat dari beton
b. Beban maksimum pada arah vertical
sebesar 6kN/mm
c. Beban maksimum pada arah Longitu-
Gambar 6.12 - Elastomer bearing (Expan- dinal sebesar 3kN/mm
sion Joint and Bearing, D.J. Lee,1994)

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI PERLETAKAN
232 233

A = luas area kontak dari elastomer atau Untuk permukaan silinder : 6.2.2 Sliding Bearing dengan per-
bearing (in2) mukaan cekung
WD1  Fy 2 
Δu = deformasi akibat geser (in) P≤8
D1  E  Menurut AASTHO LRFD Bridge
hn = kedalaman elastomer (in) (1 − )
D2 design (2003) rumus untuk service limit dari
Dan untuk permukaan bulat: sliding bearing dengan permukaan cekung
b. Momen
2 adalah adalah :
Untuk momen pada sliding bearing permu-   a. Tahanan tumpu
 D1   Fy 
2
kaan cekung P ≤ 40  Untuk permukaan silinder :
D1   E 2 
Mu = μ Pu R  1 − 
Untuk momen pada sliding bearing permu- D2  P = φ DW σ ss
kaan datar Dimana :
Untuk Permukaan Bulat :
Mu = 2μ Pu R P = beban maksimum
π D 2σ ss
Untuk momen pada elastomer W = lebar bearing P =φ
D1 = diameter permukaan dari roller atau 4 Gambar 6.14 - Sliding bearing geometry
Mu = 1.6 (0.5 Ec I) θs/hrt Dimana : (Bridge Design Code BMS)
Ec = 6 GS2 rocker bearing
P = compressive resistant (kip)
Dimana : D2 = diameter permukaan pasangan dari
D = diameter permukaan bearing (in)
Mu = momen terfaktor (kip.in) roller atau rocker Ket :
W = panjang silinder (in)
μ = koefisien gesek material • Positif jika memiliki arah yang sama H = Horizontal resistant (in)
Ø = resistan factor (diambil 1)
Pu = gaya tekan terfaktor (kip) • 1 jika permukaan datar L = Panjang permukaan geser (in)
σss = tegangan kontak maksimum material
R = radius lengkung sliding bearing (rad) Fy = Tegangan leleh material R = Radius permukaan geser (in)
(ksi)
I = momen inersia (in4) E = Modulus young material. W = Panjang Silinder (in)
Ec = modulus efektif tekan elastomer (ksi) Untuk diameter hingga 25 inch : b. Tahanan beban lateral θu = sudut rotasi rencana (rad.)
hrt = tebal total elaastomer (in) Untuk permukaan silinder : σss = tegangan kontak maskimum material
fy − 13
S = factor bentuk (dim) p= (0.6 d ) (ksi)
30 H ≤ 2 R W σ ss sin(ψ − β − θ u )sin β
G = modulus geser dari elastomer (ksi) Ψ = sudut antara vertical dengan tepi bidang
Untuk diameter 25 inch – 125 inch : Untuk permukaan bulat : (rad)

6.2 Desain Perletakan fy − 13 H ≤ π R 2σ ss sin 2 (ψ − β − θ u )sin β Β = sudut antara vertical dan resultan gaya
p= (3 d ) (rad.)
30  H
6.2.1 Roller Bearing dan Rocker Dimana : β = tan −1  
Dimana :
 Pd 
Bearing Berikut tabel properties untuk mate-
p = gaya tumpu yang di izinkan (kips/in) Dan  L  rial PTFE pada penggunaan sliding bearing.
ψ = sin −1  
Menurut AASTHO LRFD Bridge d = diameter roller atau rocker (in)  2R  (Tabel 6.2, 6.3 dan 6.4)
design (2003) rumus untuk service limit fy = tegangan leleh (ksi)
dari roller dan rocker bearing adalah :

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI PERLETAKAN
234 235

Tabel 6.2 - Dimensi PTFE tertanam (Expansion Joint and Bearing, D.J. Lee,1994) Tebal minimum dinding pot :
Dpσ s
tw ≥ ≥ 0.75in
Maximum dimensional PTFE (diam- Minimum Thick- Maximum Projection above 1.25 fy
eter or diagonal) ness recess
(mm) (mm) (mm)
Dengan syarat
< 600 4.5 2.0
25 Hu θ u
>600 <1200 5.0 2.5 tw, tb ≥
fy
>1200 < 1500 6.0 3.0
Gambar 6.15 - Sliding bearing geometry,
Dimana :
AASTHO LRFD Bridge Design (2003)
Tabel 6.3 - Ketebalan PTFE terekat (Expansion Joint and Bearing, D.J. Lee,1994) tb : tebal dasar (in)
dimana : tw : tebal dinding (in)
Maximum dimensional PTFE (diameter or Minimum Thickness hr = ketebalan elastomer Dp : Internal diameter dari pot bearing (in)
diagonal) (mm) θu = rotasi desain σs : tekanan rata-rata akibat beban (ksi)
(mm)
Dp = Internal diameter dari pot bearing : rotasi rencana
< 600 1.0 Kedalaman rongga pot bearing dapat dicari Fy : tegangan leleh
>600 <1200 1.5 dengan :

hp1 ≤ (0.5 Dp θ u + hr + hw ) b. Piston


Tabel 6.4 - Tegangan tumpu PTFE izin (Expansion Joint and Bearing, D.J. Lee,1994)
1.5 Hu
dimana hw adalah tinggi dari ealstomer ke hw ≥ ≥ 0.125 in ≥ 0.03 Dp
Maximum average contact pres- Maximum extreme fiber pres-
Dp Fy
piston
sure (N/mm2) sure (N/mm2)
Design load effect Jarak antara pot dan piston dimana :
Terekat Tertanam Terekat Tertanam
Hu : beban lateral dari kombinasi beban
PTFE PTFE PTFE PTFE hp 2 ≤ Ro θ u + 2δ u + 0.125
maksimum.
Permanent design load
20 30 25 37.5 hw : tinggi piston dari tepi atas ke sisi bawah
effect dimana :
All design load effect 30 45 37.5 55 Ro = jarak radial antara tengah pot ke objek piston
Δu = defleksi vertical

6.2.3 Pot bearing 6.2.4 Elastomer bearing


a. Pot
Menurut AASTHO LRFD Bridge Design (2003) rumus untuk dimensi dari pot Tebal minimum dasar untuk beton : Kekakuan dari bearing karet dalam
bearing adalah : compression, ketika dibebani pada permu-
tb ≥ 0.06 Dp ≥ 0.75 in. kaan dicegah dari slipping (tergelincir)
Untuk ketebalan elastomer disc hr dapat dicari dengan rumus :
Tebal minimum dasar untuk baja : tergantung pada shape factor S dimana
hr ≤ 3.33 D pθ u
tb ≥ 0.04 Dp ≥ 0.50in didefinisi sebagai rasio dari salah satu beban
area untuk gaya bebas area pada permukaan
(Bridge design code BMS).

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI PERLETAKAN
236 237

A 6.2.5 Concrete hinges


S=
ket : p .te Untuk perletakan sirkular
Tabel 6.6 - Maximum load and rotation for various throats width with concrete having a
S = Shape factor αd
dc ≥ characteristic strength of 45 N/mm2 (E = 32.5 KN/mm2)
A = luas keseluruhan dari kerangka bearing 4 (Expansion Joint and Bearing, D.J. Lee,1994)
p = keliling elastomer, termasuk lubang. Untuk perletakan strip
Te = ketebalan efektif elastomer dalam αw
dc ≥ Maximum axial compressive
kompresi. Dimana di ambil 1.8 tebal 4 Throat width be load Pmax/ unit length of Maximum permissible value
actual. b. Stabilitas perletakan throat

Ip = 2(a + b ) V 2bGS
≤ (mm) (N/mm) (rad/(N/mm)) x 10 -8
ket : Aeff 3t
50 4200 475
dimana :
a = panjang keseluruhan elastomer t
< 0.25 60.2 5250 305
b = lebar keseluruhan elastomer b 75 6300 210
ket :
Aeff = luas efektif 87.5 7350 155
a. Pembatasan rotasi
G = modulus geser dari elastomer (ksi) 100 8400 120
Untuk perletakan persegi
S = factor bentuk 112.5 9450 90
αa + αb
dc ≥
4
125 10500 75

Tabel 6.7 - Maximum load and rotation for various throats width with concrete having a
Tabel 6.5 - Properties of elastomer (Expansion Joint and Bearing, D.J. Lee,1994)
characteristic strength of 52.5 N/mm2 (E = 34.5 KN/mm2)
(Expansion Joint and Bearing, D.J. Lee,1994)
Hardness Shear Modulus G Bulk Modulus Eb
(IRHD (+2))
(N/mm ) 2
(lb/in2) (N/mm2) (lb/in2)
Maximum axial compressive
35 0.38 55 2000 290000 Throat width be load Pmax/ unit length of Maximum permissible value
40 0.45 65 2000 290000 throat

45 0.53 77 2030 294000 (mm) (N/mm) (rad/(N/mm)) x 10 -8


50 0.63 91 2060 299000 50 5250 440
55 0.75 109 2090 303000 60.2 6650 280
60 0.89 129 2120 307000 75 7900 195
65 1.04 151 2150 312000 87.5 9200 145
70 1.22 177 2180 316000 100 10500 110
75 1.42 206 2210 320000

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI PERLETAKAN
238 239

6.3 Daftar Pustaka


1. LRFD Bridge Design Specification SI Units, AASHTO, 2007.
2. Effect of Lead Rubber Bearing Characteristics on the Response of Seismic-isolated Bridges,
Asf Hameed, Min-se koo, Tahng Dai do, and Jin-Hoon Jeong.
3. Elastrometric Bridge Bearings : Recommended Test Methods, National Cooperative High-
Way Research Program (HCHRP)
4. Steel Bridge Bearing Design and Detailing Guidelines, AASHTHO/NSBA Steel Bridge
Collaboration.

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI PERLETAKAN
240 241

Bab 7

Expansion Joint
(Sambungan
Siar Muai)

S
ambungan siar muai dalam deck jembatan sering diperlukan untuk
mengakomodasi pemuaian dan kontraksi jembatan akibat variasi
suhu. Kriteria umum berikut ini berlaku untuk semua ekspansi
sendi dalam deck jembatan:
1. Masalah pemeliharaan. Banyak masalah pemeliharaan pada jembatan
hasil dari kesalahan sambungan. Oleh karena itu, pemilihan yang
tepat, desain, dan detail sambungan siar muai menjadi isu-isu kritis.
2. Rentang suhu. Perancang jembatan akan menggunakan Prosedur B
artikel LRFD 3.12.2 yang mana berlaku untuk menentukan desain
yang sesuai dengan rentang termal. Untuk jenis jembatan yang tidak
tercakup oleh Prosedur B, Prosedur A harus digunakan.
3. Sambungan siar muai pendukung. Untuk bagian finger dan modular
joint perlu didukung dari atas balok, detail perangkat pendukung
harus dicantumkan dalam rencana.
4. Efek kemiringan. Gerakan termal dari jembatan yang memiliki
kemiringan sedemikian rupa bisa mengakibatkan kerusakan pada

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI EXPANSION JOINT (SAMBUNGAN SIAR MUAI)
242 243

sambungan siar muai. Gerakan ini tidak semata-mata dalam arah longitudinal. Sudut b. Strip Seal
dari kemiringan sebuah jembatan dapat mengakibatkan gerakan parallel yang cenderung
memperluas kontrak dengan sambungan siar muai lebih dari sudut tumpul, hal tersebut
dapat mengakibatkan pergeseran dan patahan pada sambungan.

7.1 Jenis Sambungan Siar Muai


Sendi ekspansi secara luas dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kategori berdasarkan
total pergerakannya, sebagai berikut:
a. Small Movement Joints : Total Movement Range < 4,5 mm. Gambar 7.2 - Strip seals

b. Medium Movement Joints : 4,5 mm. < Total Movement Range < 13 mm.
c. Large Movement Joints : Total Movement Range > 13 mm. c. Modular Expansion
Dalam peraturan AASTHO LRFD BRIDGE DESIGN (2003) pada dasarnya ada tiga
jenis sambungan siar muai yang umum digunakan di lapangan untuk mewakili kategori
pergerakan tersebut, sebagai berikut :
a. Compression Joint : digunakan untuk Small Movement
b. Strip Seal : digunakan untuk Medium Movement
c. Modular Expansion (MBEJ) : digunakan untuk Large Movement
Dalam peraturan juga disebutkan beberapa tipe joint sebagai pelengkap Open Finger
Plate, Asphaltic Plug, dan Silicone Rubber Sealant yang digunakan untuk kondisi atau
keadaan tertentu.
Berikut beberapa gambar yang menunjukan jenis-jenis sambungan siar muai (Gambar
Gambar 7.3 - Modular
didapat dari “WSDOT Bridge Design Manual”)
expansion joint
a. Compression Seal
d. Asphaltic plug

Gambar 7.4 - Asphaltic


Gambar 7.1 - Compression seals plug joint

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI EXPANSION JOINT (SAMBUNGAN SIAR MUAI)
244 245

7.2 Kriteria Umum Pemilihan ΔThermal = α L (TMaxDesign − panas yang terjadi pada pengerasan awal 7.2.3 Pengaruh Kemiringan
Sambungan Siar Muai TMinDesign ) sehingga dimensi beton mengalami sedikit
Untuk keadaan atau kondisi tertentu
dimana : penyusutan.
Sambungan siar muai harus mampu pemasangan sambungan siar muai harus
α = koefisien muai panas, 6 x 10-6 untuk Pengaruh dari penyusutan ini adalah
untuk mengakomodasi gerakan beberapa dibuat dengan kemiringan tertentu, hal
concrete beams and 6.5 x10-6 for steel bila terjadi penyusutan maka akan terjadi
fenomena yang terjadi pada pemasangan itu dilakukan untuk mengikuti profil jalan
girders, in/in/°F pergerakan perpindahan yang menyebab-
jembatan juga perangkat sambungan siar (pemasangan pada belokan). Kemiringan
L = Panjang Sambungan Siar Muai, in kan perbesaran celah (movement) sehingga
muai. Penyusutan Beton, variasi, dan daya pemasangan ini mengakibatkan terjadinya
TMaxDesign = Suhu Tertinggi perlu penyesuaian pada pendesainan
tahan sambungan adalah tiga sumber utama pendistribusian gaya sehingga gaya yang
TMinDesign = Suhu Terendah sambuangan siar muai.
yang paling umum diperhatikan. Perhitu- terjadi bersifat paralel yang dapat menyebab-
Koefisien muai panas digunakan B erdas arkan AASTHO LRFD
ngan gerakan yang terkait dengan masing- kan kerusakan pada sambungan jika tidak
berbeda tergantung dari material bahan BRIDGE DESIGN (2003) artikel 5.4.2.3.3 :
masing fenomena ini harus mencakup diperhitungkan.
jembatan yang digunakan, koefisien
dampak dari jenis panjang suprastruktur, Δshrink = (β) · (μ) · (L) · (1000 mm/m)
diperlukan karena untuk tiap material
pembebanan, kondisi jepit antara supras-
effek pemuain berbeda. Suhu tertinggi dan
truktur dan substruktur, dan fleksibilitas Dimana
terendah perlu disesuaikan dengan kontur
pier (tiang). L = panjang penyusutan ; m
dan juga iklim dari daerah dimana jembatan
akan beroperasi sehingga perlu penyelidikan Β = faktor penyusutan akhir setelah
7.2.1 Effek Panas (Thermal) atau survey untuk mengetahui nilainya. meregang pada saat pemasangan;
Untuk penyesuaian di rumus maka nilainya 0.0002
Effek thermal – Sesuai dengan
perlu dilakukan konversi kedalam satuan μ = faktor yang memperhitungkan efek
namanya suatu sambungan siar muai
yang diperlukan, mengambil contoh indo- tahanan yang diberikan elemen struktur Gambar 7.5 - Kemiringan Siar Muai
memang didesain utamanya adalah untuk
nesia karena satuan yang umum dipakai yang dipasang sebelum pengecoran pelat
menahan effek dari panas baik itu yang Kemiringan disini adalah kemiri-
adalah °C dan m maka perlu dilakukan Δshrink = 0.0 untuk struktur baja, 0.5 untuk
bersifat radiasi, konveksi maupun konduksi. ngan permukaan tampak atas bagian joint
konversi sebagai berikut : balok prategang pracetak, 0.8 untuk box
Semua kondisi itu mesti bisa diterima dari expansion.Kemiringan biasa disebut
a. 1 inc = 0.0254 m girders beton bertulang dan balok-T, 1.0
oleh sambungan siar muai sehingga tidak skew angle (θ). Gaya paralel yang terjadi
b. 1 °F = (1 °C * 1,8) + 32° untuk flat slabs atau secara garis besar
timbul hal-hal yang tidak diinginkan yang terdistribusi secara vertical (Mp) dan hori-
nilai Δshrink bisa diambil 15% dari ΔT
nantinya dapat membuat kerusakan atau zontal (Mn) yang diperhitungkan menurut
(effek thermal) sesuai yang disebut-
bahkan keruntuhan pada jembatan. 7.2.2 Efek Penyusutan (Shrinkage) (Dornsife, R.J. “Expansion Joints.” Bridge
kan dalam AASTHO LRFD BRIDGE
Effek termal dapat dihitung dengan Engineering Handbook.) :
Pada material beton umum terjadi DESIGN (2003) artikel 5.4.2.3.3 :
rumus tertentu sesuai dengan yang tercan- Mp = ΔT x sin θ
penyusutan, penyusutan ini terjadi karena
tum dalam AASTHO LRFD BRIDGE Mn = ΔT x cos θ
kehilangan air pada material beton akibat Δshrink = 15% x ΔT (thermal movement)
DESIGN (2003) 3.12.2.3-1 :

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI EXPANSION JOINT (SAMBUNGAN SIAR MUAI)
246 247

dimana : malkan kepadatan dan beban lalu lintasnya, q = 9.0 *( 0.5 + 15 / L ) kPa untuk L > 30 m 7.3 Pemilihan Sambungan Siar
θ = Skew angle. [kemiringan] sehingga tidak terjadi overweight pada saat BGT mempunyai intensitas, p = 49.0 kN/m Muai
Mn = Pergerakan normal to joint (inches). pemakaian dilapangan. Bila terjadi over- Faktor beban dinamis (Dinamic Load
[movement normal yang akan terjadi] weight besar kemungkinan sambungan siar Allowance) untuk BGT diambil sebagai 7.3.1 Data dan Kemampuan Sam-
Mp = Pergerakan parallel to joint (inches). muai yang kita rancang dapat mengalami berikut : bungan Siar Muai
[movement paralel yang akan terjadi] = kerusakan pada elemen-elemen ter- DLA = 0.4 untuk L ≤ 50 m
Kebanyakan dari jenis sambungan
A = Joint opening normal to joint at the time tentu, biasanya pada nosing juga atau seal DLA = 0.4 - 0.0025*(L - 50) untuk 50 < L
adalah pabrikasi sehingga kemampuan
of deck placement (inches). [movement (penyambung/penutup) sehingga bila hal < 90 m
dari sambungan amat bergantung kekua-
yang dibuat saat pemasangan] itu terjadi maka sambungan siar muai tidak DLA = 0.3 untuk L ≥ 90 m
ΔT = Pergerakan Total. tan bahan dan jenis material yang digu-
akan dapat beroperasi secara maksimal atau Panjang bentang ekivalen dipakai bila
Setelah mendapatkan nilai pergerakan terjadi perbedaan nilai panjang bentang nakan oleh pabrikan. Tetapi secara garis
bahkan mengakibatkan kerusakan pada
paralel (Mp) maka kita dapat menentukan suatu joint yang dirumuskan sebagai beri- besar AASTHO LRFD BRIDGE DESIGN
komponen jembatan.
kebutuhan penutup atau pengikat minimal kut, (2003) menerapkan beberapa ketentuan
Nilai gaya aksial didapat dari perhitu-
yang akan dipesan ke pabrikan yaitu 20 % ngan pembebanan pada jembatan, perhitu- LE = √( Lav * Lmax ) untuk kekuatan dan kemampuan suatu
dari (Mp) : Mp ngan pembebanan ini bisa dihitung dengan Dimana, sambungan siar muai seperti dapat dilihat
20% RSNI T-02-2005 “pembebanan untuk Lav = Panjang rata-rata bentang joint pada Tabel 7.1.
Lebar minimum seal (pengikat) : Lmax = Panjang terpanjang bentang joint
jembatan” seperti dibawah ini :
Bila nilai lebar minimum seal tidak
Beban lajur “D” terdiri dari beban
ada yang memadai (tidak tersedia ukuran
terbagi merata (BTR), BTR dan beban garis Tabel 7.1 - Data dan Kemampuan Sambungan Siar Muai *)
seal) maka dianjurkan menggunakan jenis
(BGT), BGT seperti terlihat pada gambar.
sambungan siar muai lain yang tidak meng-
Movement Durability
Type Reference
gunakan seal, bisa dengan rail atau finger. (m) (kN/m)
Compression Seal
(Elastomeric or Eva- < 0.0889 55* LRFD Article 14.5.6.6
7.2.4 Perhitungan Daya Tahan zote Seal)
Strip Seal < 0.1016 65 LRFD Article 14.5.6.7
Selain memperhatikan pergerakan
LRFD Articles 14.5.6.1 and
(movement) yang akan terjadi perlu juga Open Finger Plate > 0.1016 65
LRFD Articles 14.5.6.3
mempertimbangkan durability (daya tahan) Gambar 7.6 - Beban lajur D (TD)
Modular Expansion > 0.1016 75 LRFD Article 14.5.6.9
dari expansion joint tersebut, daya tahan BTR mempunyai intensitas q (kPa)
Asphaltic Plug < 0.0508 40 LRFD Article 14.5.6.5
disini adalah kemampuan joint dalam yang besarnya tergantung pada panjang
Silicone Rubber
memikul gaya aksial dari beban lalu lintas total bentang joint L yang dibebani dan < 0.0508 30 LRFD Article 14.5.6.5
Sealant
diatasnya. Peruntukan penggunaan jalan dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :
juga memiliki faktor penting untuk mera- q = 9.0 kPa untuk L ≤ 30 m * = tergantung dari nominal dimension seal

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI EXPANSION JOINT (SAMBUNGAN SIAR MUAI)
248 249

Nilai tersebut adalah hasil kesimpulan/ ΔT = (6.5 x 10-6)(250)( 110 ° − 20 °) m. Nilai ini diperlukan untuk menghitung Faktor beban dinamis untuk 50 < LE < 90 m,
summary dari nilai-nilai yang ditentukan Maka, lebar dari suatu sambungan siar muai yang DLA = 0.4 - 0.0025*(LE - 50) = 0.364
oleh AASTHO LRFD BRIDGE DESIGN ΔT = 1,8 in = 0,045 m memakai seal. PTD = ( 1 + DLA ) * p = 64.072 kN/m
(2003) dalam beberapa artikelnya. Lebar kebutuhan sambungan siar muai
Nilai ini berguna untuk sebagai salah Shrink Movement : yang menggunakan seal (jenis penutup atau d. Kesimpulan :
satu acuan dalam pemilihan suatu sambu- Ambil nilai dari faktor Shrinkage dari pengikat) menurut standar adalah 20% Mp Movement akhir yang terjadi pada suatu
ngan siar muai. Dengan membandingkan AASTHO LRFD BRIDGE DESIGN (2003) joint Mn = 0,04481m
Mp
hasil dari kriteria-kriteria umum yang yaitu 15% thermal movement : Lebar minimum seal (pengikat) : Lebar minimum seal (pengikat) = 0,129 m
20%
ada dengan nilai pada tabel ini kita dapat Δshrink + thermal = 115% x ΔT Maka, = 5,07 inc
menentukan jenis sambungan siar muai (thermal movement) Lebar minimum seal (pengikat) : = 0,129 BGT = 46.96 kN/m
yang cocok untuk kita gunakan. Maka, m = 5,07 inc Berdasarkan perbandingan hasil analitis dan
Berikut ini adalah tahapan untuk Δshrink + thermal = 115% x 0,045 “Tabel. Data dan Kemampuan Sambungan
menyelesaikan Pemilihan Jenis Sambungan = 0,05175 m c. Menghitung Daya Tahan (Durabilty): Siar Muai” maka jenis sambungan siar muai
Siar Muai : Maka movement total yang dihasilkan Lebar jalur lalu-lintas, b1 = 6.00 m yang cocok digunakan adalah : Compres-
❖❖ Data: adalah ΔT = Δshrink + thermal = 0,05175 m Jumlah Lajur : 2 lajur (lajur minimum = sion Seal 5x5.
Jenis Jembatan = Steel Girder Bridge with 5,5m)
Concrete Deck b. Effek Kemiringan : Panjang bentang jembatan bagian 7.3.2 Kriteria dan Spesifikasi
L = Panjang bentang joint = 76 m = 250 feet Karena ada pengaruh dari kemiringan tengah, L1 = 76 m
θ = sudut kemiringan = 30° movement terbagi maka perlu dilakukan Panjang bentang jembatan bagian tepi, L2 = Selain dari ketentuan AASTHO LRFD
dilakukan perhitungan masing-masing 35 m BRIDGE DESIGN (2003) yang telah diten-
❖❖ Tahapan menentukan Jenis Sambungan movement : Panjang bentang rata-rata, Lav = 55 m tukan dalam memilih suatu sambungan siar
Siar Muai yang digunakan. Moment Normal : Panjang bentang maksimum, Lmax = 75 m muai juga perlu meninjau faktor-faktor lain
a. Menghitung Movement Mn = ΔT x cos θ Panjang bentang ekivalen, LE = √( Lav * seperti biaya, lingkungan , kemudahan
Thermal Movement : maka, Lmax ) = 64.226 m pemasangan, dan faktor cuaca serta iklim.
ΔT = α L (TMaxDesign − TMinDesign ) Mn = 0,05175 x cos 30 = 0,04481 m Untuk LE > 30 m : q = 9.0 *( 0.5 + 15 / LE ) Maka selain dari kriteria umum dari
Untuk baja superstruktur : Nilai ini menunjukan Movement akhir yang = 6.602 kPa sambungan siar muai perlu juga mengeta-
α = 6.5 x 10−6 in / in/ °F terjadi pada suatu joint Mn = 0,04481. Beban merata (BTR) pada lantai jembatan : hui keuntungan dan kerugian dari suatu
untuk wilayah California : qTD = [ 5.5 * q * 100% + ( b1 - 5.5 ) * q * 50% sambungan siar muai sebagai faktor pertim-
TMaxDesign = 110 °F based upon the Moment Parallel : ] / b1 = 6.327 kN/m2 bangan. Berikut salah satu kelebihan dan
bridge location and LRFD Figure Mp = ΔT x sin θ Beban garis (BGT) pada lantai jembatan : p keuntungan yang dirangkum dari AASTHO
3.12.2.2-3 maka, = 49.00 kN/m LRFD BRIDGE DESIGN (2003) dan
TMinDesign = 20 °F based upon the bridge Mp = 0,05175 x sin 300 = 0,0258 m p = [ 5.5 * p * 100% + ( b1 - 5.5 ) * p * 50% ] David J.Lee “Bridge B earings and
location and LRFD Figure 3.12.2.2-4 Didapat Movement parallel (Mp) = 0,0258 / b1 = 46.96 kN/m Expansion Joints” :

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI EXPANSION JOINT (SAMBUNGAN SIAR MUAI)
250 251

a. Compression Seal Joint Kekurangan: √√ Flexible dalam lokasi pemasangan. Review terhadap Shop Drawings dan
Reference: LRFD Article 14.5.6.6 and David √√ Perlu perawatan lebih karena rentan √√ Biasanya hanya cocok digunakan seba- Perhitungan Desain Struktur
J.Lee “Bridge Bearings and Expansion Joints” terhadap korosi dan vegetasi yang bisa gai rehabilitasi joint saja. Setelah diketahui Sambungan Siar
Kelebihan : tumbuh disekitarnya Kekurangan: Muai yang cocok maka masuk ke proses
√√ Cocok digunakan untuk kemiringan < √√ Cukup bising akibat penggunaan finger √√ Kemampuan dari Asphaltic expansion detail pendesainan sambungan siar muai
30° plate. sangat bergantung dari pekerjaan si detail ini diambil dari D.S. Brown - Bridges
√√ Pengerjaannya mudah dan cepat. √√ Kadang finger plate (penutup) tidak pemasang. (sensitif) - Expansion Joint Systems - Steelflex®
Kekurangan : bisa dipasang pas kembali apabila ada √√ Kurang baik dalam menahan gerakan Modular Expansion Joint Systems dan
√√ Joint ini perlu perawatan lebih. pergerakan bebas. horizontal bid item ARIZONA DEPARTMENT OF
√√ Umur rencananya cepat. TRANSPORTATION-INTERMODAL
√√ Cocoknya digunakan hanya pada pede- d. Modular Expansion Joint f. Silicone Rubber Sealant Joint TRANSPORTATION DIVISION.
saan yang beban lalu-lintasnya kecil. Reference: LRFD Article 14.5.6.9 and David Reference: LRFD Article 14.5.6.5
J.Lee “Bridge Bearings and Expansion Joints” Kelebihan :
b. Strip Seal Joint Kelebihan : √√ Biayanya ekonomis dan pengerjaanya
Reference: LRFD Article 14.5.6.7 and David √√ Tidak terlalu bising karena mengguna- cepat.
J.Lee “Bridge Bearings and Expansion Joints” kan rail yang diberi anti skid Kekurangan :
Kelebihan : √√ Lebih effektif mengakomodir gerakan √√ Joint ini perlu perawatan lebih.
√√ Dapat ditingkatkan kemampuannya horizontal karena menggunakan sliding √√ Umur rencananya cepat.
dengan menambahkan jangkar. bearing sebagai pengaku. √√ Cocoknya digunakan hanya pada pede-
√√ Memiliki drainase yang baik. √√ Sistem drainase lebih baik daripada saan yang beban lalu-lintasnya kecil.
Kekurangan: Open Finger Plate Joint.
√√ Joint ini perlu perawatan lebih. Kekurangan:
√√ Sangat rentan pada bagian sealing √√ Perlu perawatan lebih karena rentan
(penutup)/sambungan karena tidak terhadap korosi dan vegetasi yang bisa
disambung secara mekanik. tumbuh disekitarnya
√√ Proses pengerjaan mahal karena
c. Open Finger Plate Joint membutuhkan alat berat.
Reference: LRFD Articles 14.5.6.1 and
14.5.6.3 and e. Asphaltic Plug Joint
Kelebihan : Reference: LRFD Article 14.5.6.5 and David
√√ Memiliki drainase yang baik. J.Lee “Bridge Bearings and Expansion Joints”
√√ Ekonomis dan mudah pelaksanaanya. Kelebihan :
√√ Bisa menahan beban vertical yang cukup √√ Biayanya ekonomis dan pengerjaanya
besar. cepat.

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI EXPANSION JOINT (SAMBUNGAN SIAR MUAI)
252 253

7.3.3 Compression Seal.

a. Berikut ukuran detail b. Berikut ukuran detail


design tampak atas dari design tampak samping
compression seal : dari compression seal :

Gambar 7.7 - Contoh Ukuran Gambar 7.8 - Contoh Ukuran


Detail dan tampak atas dari Detail dan tampak samping
Compression Seal dari Compression Seal

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI EXPANSION JOINT (SAMBUNGAN SIAR MUAI)
254 255

c. Potongan Section d. Berikut ukuran detail


A-A d ari pl an design tampak atas dari
tampak atas compression seal :

Gambar 7.10 - Contoh


potongan dari Compression
Seal bagian trotoar

e. Berikut ukuran detail design tampak f. Berikut ukuran detail design bagian plat penutup :
samping dari compression seal :
Gambar 7.9 - Contoh potongan dari
Compression Seal

Dengan detail :

Gambar 7.11 - Contoh potongan dari Gambar 7.12 - Contoh Pelat Penutup Siar Muai
Compression Seal pada bagian trotoar

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI EXPANSION JOINT (SAMBUNGAN SIAR MUAI)
256 257

7.3.4 Strip Seal

a. Berikut ukuran detail design tampak atas dari strip seal :

Gambar 7.14 - Contoh potongan dari strip seal.

b. Berikut ukuran detail design tampak samping dari strip seal :

Gambar 7.15 - Contoh tampak samping dari strip seal.


Gambar 7.13 - Contoh ukuran detail design tampak atas dari strip seal.

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI EXPANSION JOINT (SAMBUNGAN SIAR MUAI)
258 259

Berikut ukuran detail design tampak samping dari Modular Joint:

7.3.5 Modular Joint

Berikut ukuran detail


design tampak atas dari
Modular Joint :

Gambar 7.16 - Contoh


ukuran detail design
tampak atas dari
Modular Joint
Gambar 7.17 - Contoh ukuran detail design dan tampak samping dari
Modular Joint

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI EXPANSION JOINT (SAMBUNGAN SIAR MUAI)
260 261

7.4 Pemasangan
7.3.6 Asphaltic Plug
Pemasangan Sambungan Siar Muai :
Gambar didapat dari “DESIGN MANUAL FOR ROADS AND BRIDGES - part 7 - BA
26/94”

7.4.1 Asphaltic Plug :


Tabel 7.2 - Ilustrasi pemasangan siar muai Asphaltic Plug

No Uraian Illustrasi

Celah ditutupi dengan masking


strip (hardboard atau kayu
1
lapis) sesuai dengan lebar dari
joint yang akan digunakan.

Minimum depth is 2”. Minimum width is 20”.


2 Pelapis diletakan diatas joint.

Potong bagian pelapis seuku-


3
ran dengan masking strip.

Bagian pelapis dan masking


strip diambil, kemudian ber-
sihkan dari kotoran dan sisa
4
beton. Bagian sisi pinggiran
sehabis dipotong dilapisi de-
ngan pelapis anti air.

Untuk sistem pengikat (as-


5 phaltic joint) material joint bisa
dipasang sekarang.
Gambar 7.18 - Contoh potongan Asphaltic Plug Joint

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI EXPANSION JOINT (SAMBUNGAN SIAR MUAI)
262 263

7.4.2 Strip Seal 7.4.3 Compression Joint

Tabel 7.3 - Ilustrasi pemasangan siar muai Strip Seal Tabel 7.4 - Ilustrasi pemasangan siar muai Compression Joint

No Uraian Illustrasi No Uraian Illustrasi

Deck Beton dicetak dengan


Celah ditutupi dengan masking
boxed out recesses (cetakan
strip (hardboard atau kayu
1 box untuk menempatkan joint) 1
lapis) sesuai dengan lebar dari
kemudian dipasang pemerkuat
joint yang akan digunakan.
deck.

2 Pelapis diletakan diatas joint.


Profile di las ke jangkar atau
diikatkan ke dalam cetakannya
2
menggunakan beton dengan
agregat kecil

Potong bagian pelapis seuku-


3
ran dengan masking strip.

Waterproofing sistem dan


3 lapisan permukaan serta penu- Bagian pelapis dan mask-
tup joint mulai dipasangkan. ing strip diambil, kemudian
bersihkan dari kotoran dan
4
sisa beton. Bagian sisi ping-
giran sehabis dipotong dilapisi
dengan pelapis anti air.

Pasang Seal kemudian


5 perkaku menggunakan pelat
besi dan baut

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI EXPANSION JOINT (SAMBUNGAN SIAR MUAI)
264 265

7.4.4 Modular Joint 7.4.5 Perawatan (Maintenace)

Gambar diambil dari “Factors to Consider for Preserving Bearing Assemblies and Perawatan yang perlu diperhatikan adalah : Masalah yang khas terlihat pada sistem
Expansion Joint Systems oleh Mark Kaczinski, P.E”. –– Pengecekan komponen struktur finger joint sistem :
maupun pendukungnya –– Kegagalan sistem penjangkaran atau
Tabel 7.5 - Ilustrasi pemasangan siar muai Modular Joint –– Membersihkan dari sampah dan vegetasi beton header
–– Spalling atau delaminasi beton di bagian –– Melonggarnya baut pada finger joint
No Uraian Illustrasi
header joint merupakan masalah yang yang besar
1 Rakit Sambungan Siar Muai
umum –– Kelelahan atau dampak kerusakan
√√ Menjaga penutup dan hati-hati dinger plates
menggabungkan beton.
Penyambungan harus teliti √√ Mempertimbangkan penggunaan
untuk modular joint yang
bentangnya lebih panjang
bahan non-semen.
2
dari panjang rakitan. (panjang –– Masalah terlihat pada Modular Expan-
maksimum rakitan modular
joint +/- 53’) sion Joint terutama pada kelelahan dan
persyaratan daya tahan yang termasuk
dalam AASHTO kode:
√√ Akibat kelelahan mengalami keru-
sakan di bagian sambungan las
√√ Kerusakan elemen elastomer

Pemasangan block-out harus


3 Gambar 7.20 - Putusnya “finger” pada
teliti dan hati-hati.
siar muai

Pastikan Seal tersebut benar


4 terkunci ke baja saluran pada
saat instalasi Gambar 7.19 - Angkur siar muai yang
terlepas dari beton

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI EXPANSION JOINT (SAMBUNGAN SIAR MUAI)
266

7.5 Daftar Pustaka


1. Bridge Deck Joint Performance, National Cooperative HighWay Research Program
(HCHRP).
2. Behavior of Precast Bridge Deck Joints with Small Bend Diameter U-Bar, Cheryl
Elizabeth Chapman University of Tennessee.
3. Evaluation of Various Types of Bridge Deck Joints, Arizona Department of Transportasi.
4. Bridge Deck Joint Replacement Practices, Brian D. Merrill. PE, State Bridge Construction
& Maintenance Engineer, Texas Departement of Transportation.
5. Live-Cycle Cost Model For Evaluating the Sustainability of Bridge Decks,Richard F.
Chandler.
6. Innovative Field Cast UHPC Joints for Precast Bridge Decks –Design, Prototype Testing
and Projects, Vic Perry,FCSCE, MASc, P.Eng, Garry Weiss, MBA, P.Eng.
7. Modified Wheel Loads and Design of Anchorages for Bridge Deck Joints, Greg foster,
Viraf Bhavnagri, Mohamed Anzar, Victor Nechvoglod.
8. Chapter 18 , Bridge Deck Slabs, D.C. Departement of Transportation – Design and
Engineering Manual.
9. Standard for Asphaltic Plug Joint,The Bridge Joint Association.
10. Material Specification For Deck Joint Assemblies, Ontario Provincial Standard Specifica-
tion (OPSS).
11. Technical Assistance Report an Evaluation of Bridge Deck Joint Sealing Systems in
Virginia, James W French ( Engineering Technician), Wallace T. Mckeel, Jr., P.E.

PENILAIAN BEBAN, PENYELIDIKAN JEMBATAN, PERENCANAAN PERLETAKAN DAN SAMBUNGAN LANTAI


PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN JALAN DAN JEMBATAN
Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Pekerjaan Umum
www.pusjatan.pu.go.id

Anda mungkin juga menyukai