Modul Otologi Patulous Tuba
Modul Otologi Patulous Tuba
OTOLOGI
MODUL I.3
GANGGUAN FUNGSI TUBA
PATULOUS TUBA EUSTACHIUS
EDISI III
KOLEGIUM
ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK
BEDAH KEPALA LEHER
2020
Modul I.3 – Gangguan Fungsi Tuba – Patulous Tuba Eustachius
DAFTAR ISI
1
Modul I.3 – Gangguan Fungsi Tuba – Patulous Tuba Eustachius
A. WAKTU PEMBELAJARAN
B. PERSIAPAN SESI
1. Materi presentasi: Power point.
2. Kasus : Patulous tuba Eustachius.
3. Sarana dan alat bantu latih: (disesuaikan dengan pencapaian
kompetensi)
o Penuntun belajar (learning guide): terlampir.
o Tempat belajar (training setting): instalasi rawat jalan, instalasi
rawat inap, kamar operasi, ruang praktikum.
o Model/manekin telinga atau tulang temporal.
o Komputer/laptop.
o In focus.
C. REFERENSI
1. Watkinson JC, Clarke RW, Scott-Brown’s Otorhinolaryngology Head
and Neck Surgery, Volume 2, CRC Press Taylor & Francis Group,
Florida, 2018, p. 115-154.
2
Modul I.3 – Gangguan Fungsi Tuba – Patulous Tuba Eustachius
2. Flint PW, Haughey BH, Lund VJ, Niparko JK, Robbins KT, Thomas
JR, et al., cummings Otolaryngology Head and Neck Surgery, sixth
edition, Elsevier Saunders, Philadelphia, 2015, p. 2027-2037.
3. Johnson JT, Rosen CA, Bailey’s Head and Neck Surgery-
Otolaryngology, fifth edition, Lippincott Williams & Wilkins,
Baltimore, 2014, p. 1292-1293, 1485-1488, 1497-1500.
4. Bluestone CD, Simons JP, Healy GB, Bluestone and Stool’s Pediatric
Otolaryngology, fifth edition, People’s Medical Publishing House,
Connecticut, 2014, p. 633-657.
5. LaRouere MJ, Babu SC, Bojrab DI, Surgical Techniques in
Otolaryngology Head and Neck Surgery, The Health Sciences
Publisher, Philadelphia, 2015, p. 5-10.
D. KOMPETENSI
1. Pengetahuan
Setelah mengikuti sesi ini peserta didik mampu:
1. Menjelaskan anatomi, histologi, topografi, dan fisiologi tuba
Eustachius.
2. Menjelaskan definisi dan patofisiologi patulous tuba Eustachius.
3. Menjelaskan gambaran klinis patulous tuba Eustachius.
4. Menegakkan diagnosis patulous tuba Eustachius.
5. Menjelaskan penanganan patulous tuba Eustachius dan
komplikasinya sesuai kompetensi.
6. Menjelaskan tindakan bedah pada kasus patulous tuba Eustachius.
7. Menjelaskan work-up penderita patulous tuba Eustachius.
3
Modul I.3 – Gangguan Fungsi Tuba – Patulous Tuba Eustachius
2. Keterampilan
Setelah mengikuti sesi ini peserta didik diharapkan terampil dalam:
1. Melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang pada
patulous tuba Eustachius.
2. Menegakkan diagnosis patulous tuba Eustachius.
3. Melakukan pemasangan pipa ventilasi (sesuai Modul Inflamasi
Telinga Tengah).
Diskusi:
1. Sebutkan diagnosis yang paling mungkin pada pasien.
2. Jelaskan patofisiologi penyakit yang menjadi diagnosis kerja pada
pasien.
3. Sebutkan pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menegakkan
diagnosis tersebut, berserta temuan yang diharapkan.
4. Sebutkan terapi untuk diagnosis tersebut.
Jawaban:
1. Diagnosis kerja: Patulous tuba Eustachius kanan.
2. Patulous tuba Eustachius disebabkan oleh atrofi atau berkurangnya
jaringan lunak penunjang tuba.
4
Modul I.3 – Gangguan Fungsi Tuba – Patulous Tuba Eustachius
F. TUJUAN PEMBELAJARAN
Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti sesi ini peserta didik terampil dalam:
1. Menegakkan diagnosis klinis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang.
2. Memutuskan dan menangani kasus patulous tuba Eustachius sesuai
kompetensi.
5
Modul I.3 – Gangguan Fungsi Tuba – Patulous Tuba Eustachius
G. METODE PEMBELAJARAN
Tujuan 1. Menjelaskan anatomi, histologi, topografi dan fisiologi tuba
Eustachius.
Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran
berikut ini:
• Belajar mandiri.
• Diskusi kelompok.
Harus diketahui:
• Anatomi, histologi, dan topografi tuba Eustachius.
• Fisiologi tuba Eustachius.
6
Modul I.3 – Gangguan Fungsi Tuba – Patulous Tuba Eustachius
7
Modul I.3 – Gangguan Fungsi Tuba – Patulous Tuba Eustachius
•Diskusi kelompok.
•Bedside teaching.
•Latihan keterampilan di ruang praktikum atau mengikuti
workshop/pelatihan.
•Bimbingan operasi dan asistensi.
•Operasi mandiri
Harus diketahui:
• Teknik pemasangan pipa ventilasi pada patulous tuba
Eustachius.
• Komplikasi pemasangan pipa ventilasi pada patulous tuba
Eustachius.
H. EVALUASI
1. Pada awal pertemuan dilaksanakan pretest dalam bentuk tertulis dan lisan
sesuai dengan tingkat masa pendidikan yang bertujuan untuk menilai
kinerja awal yang dimiliki peserta didik dan untuk mengidentifikasi
kekurangan yang ada. Materi pretest terdiri atas:
- Anatomi, histologi, dan fisiologi tuba Eustachius.
- Penegakan diagnosis.
8
Modul I.3 – Gangguan Fungsi Tuba – Patulous Tuba Eustachius
- Teknik operasi.
- Follow up.
2. Selanjutnya dilakukan “small group discussion” bersama dengan fasilitator
untuk membahas kekurangan yang teridentifikasi, membahas isi dan hal-hal
yang berkenaan dengan penuntun belajar, kesempatan yang akan diperoleh
pada saat bedside teaching dan proses penilaian.
3. Setelah mempelajari penuntun belajar ini, peserta didik diwajibkan untuk
mengaplikasikan langkah-langkah yang tertera dalam penuntun belajar
dalam bentuk praktikum pada skills lab dan bedside teaching. Pada saat
tersebut, yang bersangkutan tidak diperkenankan membawa penuntun
belajar, penuntun belajar yang dipegang oleh teman-temannya untuk
melakukan evaluasi (Peer Assisted Evaluation) setelah dianggap memadai,
melalui metode bedside teaching dengan dibawah pengawasan fasilitator,
peserta dididik mengaplikasikan penuntun belajar kepada model anatomi
dan setelah kompetensi tercapai peserta didik akan diberikan kesempatan
untuk melakukannya pada pasien sesungguhnya. Pada saat pelaksanaan,
pembimbing melakukan pengawasan langsung (direct observation) dan
mengisi formulir penilaian sebagai berikut:
- Perlu perbaikan: pelaksanaan belum benar atau sebagian langkah tidak
dilaksanakan.
- Cukup: pelaksanaan sudah benar tetapi tidak efisien, misal pemeriksaan
terdahulu lama atau kurang memberi kenyamanan kepada pasien.
- Baik: pelaksanaan benar dan baik (efisien).
4. Setelah selesai bedside teaching, dilakukan kembali diskusi untuk
mendapatkan penjelasan dari berbagai hal yang tidak memungkinkan
dibicarakan di depan pasien, dan memberi masukan untuk memperbaiki
kekurangan yang ditemukan.
5. Self assesment dan Peer Assisted Evaluation dengan menggunakan
penuntun belajar.
6. Pendidik/fasilitas:
9
Modul I.3 – Gangguan Fungsi Tuba – Patulous Tuba Eustachius
Jawaban:
1. Salah.
10
Modul I.3 – Gangguan Fungsi Tuba – Patulous Tuba Eustachius
2. Benar.
3. Benar.
4. Salah.
5. Benar.
2. Tengah pembelajaran
Soal:
1. Jelaskan anatomi tuba Eustachius.
2. Jelaskan fungsi utama tuba Eustachius.
3. Jelaskan patofisiologi trjadinya patulous tuba Eustachius.
Jawaban:
1. Tuba Eustachius tersusun atas bagian tulang (1/3 proksimal yang
mengarah ke telinga tengah) dan jaringan lunak yang terdiri dari
tulang rawan dan otot (2/3 distal yang mengarah ke nasofaring).
2. Fungsi utama tuba Eustachius adalah:
a. Ventilasi: untuk menyamakan tekanan telinga tengah dengan
udara luar melalui nasofaring.
b. Proteksi telinga tengah dari suara dan refluks isi nasofaring ke
telinga tengah.
c. Drainase sekret telinga tengah ke nasofaring melalui
mucociliary clearance.
3. Patulous tuba Eustachius ditandai dengan tuba Eustachius yang
selalu berada dalam keadaan terbuka. Kelainan ini disebabkan
berkurang atau hilangnya jaringan lunak penunjang tuba, khususnya
jaringan lemak Ostmann.
3. Akhir pembelajaran
Soal:
1. Jelaskan anatomi tuba Eustachius.
11
Modul I.3 – Gangguan Fungsi Tuba – Patulous Tuba Eustachius
Jawaban:
1. Tuba Eustachius tersusun atas bagian tulang (1/3 proksimal yang
mengarah ke telinga tengah) dan jaringan lunak yang terdiri dari tulang
rawan dan otot (2/3 distal yang mengarah ke nasofaring).
2. Fungsi utama tuba Eustachius adalah:
a. Ventilasi: untuk menyamakan tekanan telinga tengah dengan udara
luar melalui nasofaring.
b. Proteksi telinga tengah dari suara dan refluks isi nasofaring ke
telinga tengah.
c. Drainase sekret telinga tengah ke nasofaring melalui mucociliary
clearance.
d. Patulous tuba Eustachius ditandai dengan tuba Eustachius yang
selalu berada dalam keadaan terbuka. Kelainan ini disebabkan
berkurang atau hilangnya jaringan lunak penunjang tuba,
khususnya jaringan lemak Ostmann.
e. Gejala dan tanda klinis terkadang tidak khas. Dari anamnesis
didapatkan riwayat penurunan berat badan, kehamilan dan
kontrasepsi oral, riwayat operasi tonsil dan kelenjar parotis,
penyakit neuromuskuler, dan gangguan sendi temporomandibular.
Pasien juga mengeluhkan suara pernafasan yang terdengar keras di
telinga dan suara pasien yang terdengar kencang apabila pasien
bicara.
f. Tindakan bedah pada patulous tuba Eustachius adalah pemasangan
pipa ventilasi telinga tengah, augmentasi bedah orifisium
nasofaring dengan kartilago autologous, implant alloderm atau
kalsum hidroksiapatit.
12
Modul I.3 – Gangguan Fungsi Tuba – Patulous Tuba Eustachius
Essay/Ujian lisan:
Seorang laki-laki usia 45 tahun datang ke instalasi rawat jalan dengan
keluhan telinga terasa penuh dan pasien dapat mendengar suara napas
dengan jelas pada telinga kiri sejak 4 bulan sebelumnya. Pasien
mengalami penurunan berat badan sebanyak 15 kg selama 6 bulan
terakhir akibat penyakit diabetes yang dideritanya.
Pertanyaan:
1. Sebutkan diagnosis yang paling mungkin pada pasien.
2. Jelaskan patofisiologi penyakit yang menjadi diagnosis kerja pada
pasien.
3. Sebutkan pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menegakkan
diagnosis tersebut, berserta temuan yang diharapkan.
4. Sebutkan terapi untuk diagnosis tersebut.
Jawaban:
1. Diagnosis kerja: Patulous tuba Eustachius kanan.
2. Patulous tuba Eustachius terjadi apabila tuba Eustachius selalu berada
dalam keadaan terbuka. Kelainan ini disebabkan oleh atrofi atau
berkurangnya jaringan lunak penunjang tuba.
3. Pada pemeriksaan membran timpani dengan otoskopi atau
otomikroskopi atau otoendoskopi didapatkan membran timpani yang
tipis dan bergerak ke dalam dan ke luar sesuai gerakan pernapasan.
4. Terapi pada patulous tuba Eustachius terdiri atas non-bedah
(medikamentosa) dan pemasangan pipa ventilasi.
13
Modul I.3 – Gangguan Fungsi Tuba – Patulous Tuba Eustachius
Kinerja setiap langkah dievaluasi dan diberi nilai sesuai skala berikut:
1 Perlu perbaikan: langkah tidak dikerjakan atau tidak sesuai dengan
yang seharusnya atau urutannya tidak sesuai (jika harus berurutan).
2 Mampu: langkah dikerjakan sesuai dengan yang seharusnya dan
urutannya (jika harus berurutan). Instruktur hanya membimbing
untuk sedikit perbaikan atau membantu untuk kondisi di luar normal.
3 Mahir: langkah dikerjakan dengan benar, sesuai urutannya dan
waktu kerja yang efisien.
T/D
Langkah tidak diamati (instruktur menganggap langkah tertentu tidak
perlu diperagakan).
14
Modul I.3 – Gangguan Fungsi Tuba – Patulous Tuba Eustachius
- Forsep alligator.
- Rosen needle.
III. PROSEDUR OPERASI
- Antiseptik liang telinga dengan memasukkan larutan
alkohol 70% dan didiamkan selama 10 – 15 menit di
dalam liang telinga.
- Aspirasi alkohol hingga bersih.
- Cuci sisa alcohol dnegan larutan NaCl 0,9%.
- Melakukan miringotomi (tidak pada kuadran
posterosuperior membrant timpani) dengan
miringotom.
- Pipa ventilasi dipegang dengan forsep alligator dan
diletakkan pada permukaan membrane timpani.
- Pipa ventilasi digerakkan dengan rosen needle
mendekati lubang miringotomi dan bagian ujung
tajamnya diselipkan ke dalam lubang.
- Pipa ventilasi didorong sehingga terselip ke dalam
lubang miringotomi.
- Memastikan tidak ada tepi perforasi membrane
timpani yang terlipat ke dalam dengan menggunakan
rosen needle.
- Liang telinga ditutup dengan tampon steril di bagian
luar dan tidak boleh menyentuh atau mendorong pipa
ventilasi.
K. DAFTAR TILIK
15
Modul I.3 – Gangguan Fungsi Tuba – Patulous Tuba Eustachius
Persiapan alat:
- Miringotom (pisau miringotomi).
- Tip suction liang telinga (diameter 1-3 mm).
16
Modul I.3 – Gangguan Fungsi Tuba – Patulous Tuba Eustachius
- Forsep alligator.
- Rosen needle.
III. PROSEDUR OPERASI
- Antiseptik liang telinga dengan memasukkan larutan
alkohol 70% dan didiamkan selama 10 – 15 menit di
dalam liang telinga.
- Aspirasi alkohol hingga bersih.
- Cuci sisa alcohol dnegan larutan NaCl 0,9%.
- Melakukan miringotomi (tidak pada kuadran
posterosuperior membrant timpani) dengan
miringotom.
- Pipa ventilasi dipegang dengan forsep alligator dan
diletakkan pada permukaan membrane timpani.
- Pipa ventilasi digerakkan dengan rosen needle
mendekati lubang miringotomi dan bagian ujung
tajamnya diselipkan ke dalam lubang.
- Pipa ventilasi didorong sehingga terselip ke dalam
lubang miringotomi.
- Memastikan tidak ada tepi perforasi membrane
timpani yang terlipat ke dalam dengan menggunakan
rosen needle.
- Liang telinga ditutup dengan tampon steril di bagian
luar dan tidak boleh menyentuh atau mendorong pipa
ventilasi.
L. MATERI PRESENTASI
17
Modul I.3 – Gangguan Fungsi Tuba – Patulous Tuba Eustachius
18
Modul I.3 – Gangguan Fungsi Tuba – Patulous Tuba Eustachius
19
Modul I.3 – Gangguan Fungsi Tuba – Patulous Tuba Eustachius
20
Modul I.3 – Gangguan Fungsi Tuba – Patulous Tuba Eustachius
21
Modul I.3 – Gangguan Fungsi Tuba – Patulous Tuba Eustachius
22
Modul I.3 – Gangguan Fungsi Tuba – Patulous Tuba Eustachius
M. MATERI BAKU
Definisi
Patulous tuba Eustachius
adalah kondisi abnormal
dari tuba Eustachius yang selalu terbuka.
Etiologi
Faktor-faktor dibawah ini merupakan etiologi utama yang menyebabkan
patulous tuba Eustachius:
- Perubahan dari lingkungan kompresi tuba (kehilangan Ostmann’s fat
setelah penurunan berat badan)
- Faktor neuromuskular
23
Modul I.3 – Gangguan Fungsi Tuba – Patulous Tuba Eustachius
24
Modul I.3 – Gangguan Fungsi Tuba – Patulous Tuba Eustachius
Patofisiologi
Tuba Eustachius menutup saat beristirahat dan aktif terbuka hanya
dalam kondisi yang terkontrol saat pernapasan di nasofaring. Apabila tuba
Eustachius terubuka lebih dari periode waktu tertentu, maka terdapat sebuah
diskomunikasi antara nasofaring dan kavum timpani. Diskomunikasi ini
dapat menyebabkan perpindahan fluktuasi tekanan dari faring ke telinga
tengah baik secara intermiten maupun konstan. Gejala yang dapat timbul
tidak hanya sensasi penuh di telinga dan autofoni, tapi dapat juga berupa,
gejala gejala pada telinga dalam seperti penurunan pendengaran tipe
sensorineural, tinitus, atau vertigo.
Diagnosis
Gangguan fungsi proteksi pada Tuba Eustachius akan menyebabkan
gejala autofoni yang menggangu dan sensasi penuh pada telinga, dan
kumpulan gejala tadi dapat juga disebut sebagai patulous Eustachian tube.
Kejadian patulous tuba Eustachius sendiri sering disebut sebagai fenomena
gunung es.
Gejala klinis dari patulous tuba Eustachius biasanya tidak jelas. Dalam
banyak kasus, membran timpani dan telinga tengah tampak normal pada
pemeriksaan menggunakan mikroskop telinga. Itulah sebabnya diagnosis
dikonfirmasikan dengan menyelidiki riwayat medis yang tepat. Deskripsi
gejala intermiten dan permanen, riwayat penurunan berat badan, kehamilan
dan kontrasepsi oral di masa lalu harus ditanyakan dengan jelas. Anamnesis
harus mencakup riwayat operasi pada amandel dan kelenjar gondok, penyakit
neuromuskuler dan, terutama, gangguan sendi di temporomandibular.
Beberapa pasien mengeluh timbul gejala setelah kejadian otitis media. Jika
gejala klinis muncul pada pemeriksaan, gejala dapat dihilangkan dengan
25
Modul I.3 – Gangguan Fungsi Tuba – Patulous Tuba Eustachius
Tata Laksana
Secara umum patulous tuba Eustachius tidak menyebabkan perubahan
struktural dalam rongga timpani. Apabila terdapat gangguan pada telinga
tengah maka harus diobati terlebih dahulu. Namun, jika terdapat atrofi pada
membran timpani dan terdapat gejala patulous tuba Eustachius yang nyata,
timpanoplasti dapat dipertimbangkan dan dapat digunakan kartilago untuk
graft.
Dalam kasus patulous tuba Eustachius yang diinduksi estrogen,
penghentian kontrasepsi hormonal dan metode KB lainnya harus
dipertimbangkan. Gangguan-gangguan dari saluran pencernaan bagian atas,
seperti hipotonia arteri serta gastroesofageal refluks harus diperhatikan.
Terapi konservatif
Tatalaksana medis untuk penyakit tuba Eustachius harus berdasarkan
dari penyebab utama. Saat ini, terapi medis yang efisien masih diteliti.
Intervensi farmakologi meliputi steroid hidung, antihistamin, dekongestan
hirup dan sistemik. Pada penelitian random, double-blind, placebo-
controlled trial meneliti mengenai efek dekongestan (xylometazoline
chloride 0,1%) dan placebo (salin 0,9%) diberikan langsung pada bukaan
faringeal dari tuba Eustachius. Penelitian menyimpulkan bahwa dekongestan
topikal meningkatkan fungsi tuba Eustachius tetapi hanya saat tekanan tinggi
tidak fisiologis. Penelitian lain yang menginvestigasi efisiensi aqueous
triamcinolone acetonide intranasal dalam mengobati tanda-tanda
26
Modul I.3 – Gangguan Fungsi Tuba – Patulous Tuba Eustachius
Terapi Injeksi
Terapi yang sering disarankan adalah augmentasi dari nasofaringeal
orifisium tuba Eustachius. Tingkat keberhasilan terapi augmentasi tergantung
pada stabilitas jangka panjang daripada jumlah zat yang disuntikan. Beberapa
peneliti menggunakan pasta polytetrafl uoroethylene (Teflon). Zat ini
disuntikkan ke dalam batas anteroinferior dari tuba Eustachius. Namun
produksi dan penggunaan zat ini telah dihentikan, mengingat komplikasi dan
risiko yang dapat timbul apa bila zat salah disuntikkan ke arteri karotis.
Bahan lain telah digunakan untuk augmentasi dan/atau penyumbatan, seperti
lemak autologous, kolagen dan bahkan silikon, namun belum ada penelitian
jangka panjang yang dapat menilai keberhasilan dan komplikasi penggunaan
zat ini.
Terapi Pembedahan
27
Modul I.3 – Gangguan Fungsi Tuba – Patulous Tuba Eustachius
28
Modul I.3 – Gangguan Fungsi Tuba – Patulous Tuba Eustachius
29
Modul I.3 – Gangguan Fungsi Tuba – Patulous Tuba Eustachius
30
Modul I.3 – Gangguan Fungsi Tuba – Patulous Tuba Eustachius
31