Anda di halaman 1dari 32

MODUL UTAMA

OTOLOGI

MODUL I.3
GANGGUAN FUNGSI TUBA
PATULOUS TUBA EUSTACHIUS

EDISI III

KOLEGIUM
ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK
BEDAH KEPALA LEHER
2020
Modul I.3 – Gangguan Fungsi Tuba – Patulous Tuba Eustachius

DAFTAR ISI

A. WAKTU PEMBELAJARAN ………………………………………………..2


B. PERSIAPAN SESI ………………………………………………………….. 2
C. REFERENSI ………………………………………………………………… 2
D. KOMPETENSI ……………………………………………………………… 3
E. CONTOH KASUS DAN DISKUSI ………………………………………… 4
F. TUJUAN PEMBELAJARAN ………………………………………………. 5
G. METODE PEMBELAJARAN ……………………………………………… 6
H. EVALUASI …………………………………………………………………. 8
I. INSTRUMEN PENILAIAN KOGNITIF ……………………………………10
J. INSTRUMEN PENILAIAN PSIKOMOTOR ……………………………….14
K. DAFTAR TILIK ……………………………………………………………..16
L. MATERI PRESENTASI ……………………………………………………. 18
M.MATERI BAKU ……………………………………………………………. 24

1
Modul I.3 – Gangguan Fungsi Tuba – Patulous Tuba Eustachius

A. WAKTU PEMBELAJARAN

Proses pengembangan kompetensi Alokasi waktu


Sesi dalam kelas 1 x 60 menit (classroom session)
Sesi dengan fasilitas pembimbing 1 x 60 menit (coaching session)
Sesi praktik dan pencapaian 1 x 60 menit (facilitation and
kompetensi assessment)

B. PERSIAPAN SESI
1. Materi presentasi: Power point.
2. Kasus : Patulous tuba Eustachius.
3. Sarana dan alat bantu latih: (disesuaikan dengan pencapaian
kompetensi)
o Penuntun belajar (learning guide): terlampir.
o Tempat belajar (training setting): instalasi rawat jalan, instalasi
rawat inap, kamar operasi, ruang praktikum.
o Model/manekin telinga atau tulang temporal.
o Komputer/laptop.
o In focus.

C. REFERENSI
1. Watkinson JC, Clarke RW, Scott-Brown’s Otorhinolaryngology Head
and Neck Surgery, Volume 2, CRC Press Taylor & Francis Group,
Florida, 2018, p. 115-154.

2
Modul I.3 – Gangguan Fungsi Tuba – Patulous Tuba Eustachius

2. Flint PW, Haughey BH, Lund VJ, Niparko JK, Robbins KT, Thomas
JR, et al., cummings Otolaryngology Head and Neck Surgery, sixth
edition, Elsevier Saunders, Philadelphia, 2015, p. 2027-2037.
3. Johnson JT, Rosen CA, Bailey’s Head and Neck Surgery-
Otolaryngology, fifth edition, Lippincott Williams & Wilkins,
Baltimore, 2014, p. 1292-1293, 1485-1488, 1497-1500.
4. Bluestone CD, Simons JP, Healy GB, Bluestone and Stool’s Pediatric
Otolaryngology, fifth edition, People’s Medical Publishing House,
Connecticut, 2014, p. 633-657.
5. LaRouere MJ, Babu SC, Bojrab DI, Surgical Techniques in
Otolaryngology Head and Neck Surgery, The Health Sciences
Publisher, Philadelphia, 2015, p. 5-10.

D. KOMPETENSI
1. Pengetahuan
Setelah mengikuti sesi ini peserta didik mampu:
1. Menjelaskan anatomi, histologi, topografi, dan fisiologi tuba
Eustachius.
2. Menjelaskan definisi dan patofisiologi patulous tuba Eustachius.
3. Menjelaskan gambaran klinis patulous tuba Eustachius.
4. Menegakkan diagnosis patulous tuba Eustachius.
5. Menjelaskan penanganan patulous tuba Eustachius dan
komplikasinya sesuai kompetensi.
6. Menjelaskan tindakan bedah pada kasus patulous tuba Eustachius.
7. Menjelaskan work-up penderita patulous tuba Eustachius.

3
Modul I.3 – Gangguan Fungsi Tuba – Patulous Tuba Eustachius

2. Keterampilan
Setelah mengikuti sesi ini peserta didik diharapkan terampil dalam:
1. Melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang pada
patulous tuba Eustachius.
2. Menegakkan diagnosis patulous tuba Eustachius.
3. Melakukan pemasangan pipa ventilasi (sesuai Modul Inflamasi
Telinga Tengah).

E. CONTOH KASUS DAN DISKUSI


Seorang laki-laki usia 45 tahun datang ke instalasi rawat jalan dengan
keluhan telinga terasa penuh dan pasien dapat mendengar suara napas
dengan jelas pada telinga kiri sejak 4 bulan sebelumnya. Pasien mengalami
penurunan berat badan sebanyak 15 kg selama 6 bulan terakhir akibat
penyakit diabetes yang diderita.

Diskusi:
1. Sebutkan diagnosis yang paling mungkin pada pasien.
2. Jelaskan patofisiologi penyakit yang menjadi diagnosis kerja pada
pasien.
3. Sebutkan pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menegakkan
diagnosis tersebut, berserta temuan yang diharapkan.
4. Sebutkan terapi untuk diagnosis tersebut.

Jawaban:
1. Diagnosis kerja: Patulous tuba Eustachius kanan.
2. Patulous tuba Eustachius disebabkan oleh atrofi atau berkurangnya
jaringan lunak penunjang tuba.

4
Modul I.3 – Gangguan Fungsi Tuba – Patulous Tuba Eustachius

3. Pada pemeriksaan membran timpani dengan otoskopi atau


otomikroskopi atau otoendoskopi didapatkan membran timpani yang
tipis dan bergerak ke dalam dan ke luar sesuai gerakan pernapasan.
4. Terapi pada patulous tuba Eustachius terdiri atas nonbedah
(medikamentosa) dan bedah.

F. TUJUAN PEMBELAJARAN
Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti sesi ini peserta didik terampil dalam:
1. Menegakkan diagnosis klinis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang.
2. Memutuskan dan menangani kasus patulous tuba Eustachius sesuai
kompetensi.

Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah mengikuti sesi ini peserta didik akan memiliki kemampuan untuk:
1. Menjelaskan anatomi, histologi, topografi dan fisiologi tuba Eustachius.
2. Menjelaskan definisi dan patofisiologi patulous tuba Eustachius.
3. Menjelaskan gambaran klinis patulous tuba Eustachius.
4. Menegakkan diagnosis patulous tuba Eustachius.
5. Melakukan penanganan nonbedah pada patulous tuba Eustachius dan
komplikasinya sesuai kompetensi.
6. Melakukan tindakan pemasangan pipa ventilasi.
7. Melakukan work-up penderita patulous tuba Eustachius.

5
Modul I.3 – Gangguan Fungsi Tuba – Patulous Tuba Eustachius

G. METODE PEMBELAJARAN
Tujuan 1. Menjelaskan anatomi, histologi, topografi dan fisiologi tuba
Eustachius.
Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran
berikut ini:
• Belajar mandiri.
• Diskusi kelompok.
Harus diketahui:
• Anatomi, histologi, dan topografi tuba Eustachius.
• Fisiologi tuba Eustachius.

Tujuan 2. Menjelaskan definisi dan patofisiologi patulous tuba


Eustachius.
Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran
berikut ini:
• Belajar mandiri.
• Diskusi kelompok.
Harus diketahui:
• Definisi patulous tuba Eustachius.
• Patofisiologi terjadinya patulous tuba Eustachius.

Tujuan 3. Menjelaskan gambaran klinis patulous tuba Eustachius.


Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran
berikut ini:
• Belajar mandiri.
• Kuliah.
• Diskusi kelompok.
Harus diketahui:
• Gambaran klinis (gejala dan tanda) patulous tuba Eustachius.

6
Modul I.3 – Gangguan Fungsi Tuba – Patulous Tuba Eustachius

Tujuan 4. Menegakkan diagnosis patulous tuba Eustachius.


Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran
berikut ini:
• Belajar mandiri.
• Kuliah.
• Diskusi kelompok.
• Bedside teaching.
• Praktik pada pasien.
Harus diketahui:
• Tanda dan gejala klinis patulous tuba Eustachius.

Tujuan 5. Melakukan penanganan nonbedah pada patulous tuba


Eustachius dan komplikasinya sesuai kompetensi.
Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran
berikut ini:
• Belajar mandiri.
• Kuliah.
• Diskusi kelompok.
• Bedside teaching.
• Praktik pada pasien.
Harus diketahui:
• Terapi nonbedah pada patulous tuba Eustachius.
• Komplikasi patulous tuba Eustachius.

Tujuan 6. Melakukan pemasangan pipa ventilasi pada patulous tuba


Eustachius dan komplikasinya sesuai kompetensi.
Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran
berikut ini:
•Belajar mandiri.
•Kuliah.

7
Modul I.3 – Gangguan Fungsi Tuba – Patulous Tuba Eustachius

•Diskusi kelompok.
•Bedside teaching.
•Latihan keterampilan di ruang praktikum atau mengikuti
workshop/pelatihan.
•Bimbingan operasi dan asistensi.
•Operasi mandiri
Harus diketahui:
• Teknik pemasangan pipa ventilasi pada patulous tuba
Eustachius.
• Komplikasi pemasangan pipa ventilasi pada patulous tuba
Eustachius.

Tujuan 7. Melakukan work-up penderita patulous tuba Eustachius.


Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran
berikut ini:
• Belajar mandiri.
• Kuliah.
• Diskusi kelompok.
Harus diketahui:
• Hal-hal yang harus diawasi dan dijelaskan kepada pasien saat
menjalani terapi dan setelah terapi patulous tuba Eustachius.

H. EVALUASI
1. Pada awal pertemuan dilaksanakan pretest dalam bentuk tertulis dan lisan
sesuai dengan tingkat masa pendidikan yang bertujuan untuk menilai
kinerja awal yang dimiliki peserta didik dan untuk mengidentifikasi
kekurangan yang ada. Materi pretest terdiri atas:
- Anatomi, histologi, dan fisiologi tuba Eustachius.
- Penegakan diagnosis.

8
Modul I.3 – Gangguan Fungsi Tuba – Patulous Tuba Eustachius

- Teknik operasi.
- Follow up.
2. Selanjutnya dilakukan “small group discussion” bersama dengan fasilitator
untuk membahas kekurangan yang teridentifikasi, membahas isi dan hal-hal
yang berkenaan dengan penuntun belajar, kesempatan yang akan diperoleh
pada saat bedside teaching dan proses penilaian.
3. Setelah mempelajari penuntun belajar ini, peserta didik diwajibkan untuk
mengaplikasikan langkah-langkah yang tertera dalam penuntun belajar
dalam bentuk praktikum pada skills lab dan bedside teaching. Pada saat
tersebut, yang bersangkutan tidak diperkenankan membawa penuntun
belajar, penuntun belajar yang dipegang oleh teman-temannya untuk
melakukan evaluasi (Peer Assisted Evaluation) setelah dianggap memadai,
melalui metode bedside teaching dengan dibawah pengawasan fasilitator,
peserta dididik mengaplikasikan penuntun belajar kepada model anatomi
dan setelah kompetensi tercapai peserta didik akan diberikan kesempatan
untuk melakukannya pada pasien sesungguhnya. Pada saat pelaksanaan,
pembimbing melakukan pengawasan langsung (direct observation) dan
mengisi formulir penilaian sebagai berikut:
- Perlu perbaikan: pelaksanaan belum benar atau sebagian langkah tidak
dilaksanakan.
- Cukup: pelaksanaan sudah benar tetapi tidak efisien, misal pemeriksaan
terdahulu lama atau kurang memberi kenyamanan kepada pasien.
- Baik: pelaksanaan benar dan baik (efisien).
4. Setelah selesai bedside teaching, dilakukan kembali diskusi untuk
mendapatkan penjelasan dari berbagai hal yang tidak memungkinkan
dibicarakan di depan pasien, dan memberi masukan untuk memperbaiki
kekurangan yang ditemukan.
5. Self assesment dan Peer Assisted Evaluation dengan menggunakan
penuntun belajar.
6. Pendidik/fasilitas:

9
Modul I.3 – Gangguan Fungsi Tuba – Patulous Tuba Eustachius

a. Pengamatan langsung dengan memakai evaluation checklist penilaian


(terlampir).
b. Penjelasan lisan dari peserta didik atau diskusi.
c. Kriteria penilaian keseluruhan: cakap/tidak cakap/lalai.
7. Pada akhir penilaian peserta didik diberi masukan dan bila diperlukan diberi
tugas yang dapat memperbaiki kinerja (task-based medical education).
8. Pencapaian pembelajaran:
a. Ujian akhir stase, setiap divisi/unit kerja oleh masing-masing
sentra pendidikan.
b. Ujian akhir pendidikan, dilakukan pada akhir tahapan lanjut oleh
kolegium ilmu THT-KL.

I. INSTRUMEN PENILAIAN KOGNITIF


Kuesioner:
1. Sebelum pembelajaran
Soal:
1. Tuba Eustachius tersusun dari tulang pada bagian 2/3 proksimal dan
otot pada bagian 1/3 distal. (Benar/Salah)
2. Fungsi utama tuba Eustachius adalah ventilasi, proteksi, dan drainase.
(Benar/Salah)
3. Pada keadaan normal, tuba Eustachius tertutup dan terbuka bila ada
kontraksi otot levator velli palatini. (Benar/Salah)
4. Patulous tuba adalah keadaan tuba Eustachius yang selalu tertutup
karena kekakuan otot levator velli palatini. (Benar/Salah)
5. Pada patulous tuba terdapat jaringan lunak penunjang, khususnya
jaringan lemak Ostmann yang berkurang atau hilang. (Benar/Salah)

Jawaban:
1. Salah.

10
Modul I.3 – Gangguan Fungsi Tuba – Patulous Tuba Eustachius

2. Benar.
3. Benar.
4. Salah.
5. Benar.

2. Tengah pembelajaran
Soal:
1. Jelaskan anatomi tuba Eustachius.
2. Jelaskan fungsi utama tuba Eustachius.
3. Jelaskan patofisiologi trjadinya patulous tuba Eustachius.

Jawaban:
1. Tuba Eustachius tersusun atas bagian tulang (1/3 proksimal yang
mengarah ke telinga tengah) dan jaringan lunak yang terdiri dari
tulang rawan dan otot (2/3 distal yang mengarah ke nasofaring).
2. Fungsi utama tuba Eustachius adalah:
a. Ventilasi: untuk menyamakan tekanan telinga tengah dengan
udara luar melalui nasofaring.
b. Proteksi telinga tengah dari suara dan refluks isi nasofaring ke
telinga tengah.
c. Drainase sekret telinga tengah ke nasofaring melalui
mucociliary clearance.
3. Patulous tuba Eustachius ditandai dengan tuba Eustachius yang
selalu berada dalam keadaan terbuka. Kelainan ini disebabkan
berkurang atau hilangnya jaringan lunak penunjang tuba, khususnya
jaringan lemak Ostmann.

3. Akhir pembelajaran
Soal:
1. Jelaskan anatomi tuba Eustachius.

11
Modul I.3 – Gangguan Fungsi Tuba – Patulous Tuba Eustachius

2. Jelaskan fungsi utama tuba Eustachius.


3. Jelaskan patofisiologi trjadinya patulous tuba Eustachius.
4. Jelaskan gejala dan tanda klinis patulous tuba Eustachius.
5. Jelaskan tindakan bedah pada patulous tuba Eustachius.

Jawaban:
1. Tuba Eustachius tersusun atas bagian tulang (1/3 proksimal yang
mengarah ke telinga tengah) dan jaringan lunak yang terdiri dari tulang
rawan dan otot (2/3 distal yang mengarah ke nasofaring).
2. Fungsi utama tuba Eustachius adalah:
a. Ventilasi: untuk menyamakan tekanan telinga tengah dengan udara
luar melalui nasofaring.
b. Proteksi telinga tengah dari suara dan refluks isi nasofaring ke
telinga tengah.
c. Drainase sekret telinga tengah ke nasofaring melalui mucociliary
clearance.
d. Patulous tuba Eustachius ditandai dengan tuba Eustachius yang
selalu berada dalam keadaan terbuka. Kelainan ini disebabkan
berkurang atau hilangnya jaringan lunak penunjang tuba,
khususnya jaringan lemak Ostmann.
e. Gejala dan tanda klinis terkadang tidak khas. Dari anamnesis
didapatkan riwayat penurunan berat badan, kehamilan dan
kontrasepsi oral, riwayat operasi tonsil dan kelenjar parotis,
penyakit neuromuskuler, dan gangguan sendi temporomandibular.
Pasien juga mengeluhkan suara pernafasan yang terdengar keras di
telinga dan suara pasien yang terdengar kencang apabila pasien
bicara.
f. Tindakan bedah pada patulous tuba Eustachius adalah pemasangan
pipa ventilasi telinga tengah, augmentasi bedah orifisium
nasofaring dengan kartilago autologous, implant alloderm atau
kalsum hidroksiapatit.

12
Modul I.3 – Gangguan Fungsi Tuba – Patulous Tuba Eustachius

Essay/Ujian lisan:
Seorang laki-laki usia 45 tahun datang ke instalasi rawat jalan dengan
keluhan telinga terasa penuh dan pasien dapat mendengar suara napas
dengan jelas pada telinga kiri sejak 4 bulan sebelumnya. Pasien
mengalami penurunan berat badan sebanyak 15 kg selama 6 bulan
terakhir akibat penyakit diabetes yang dideritanya.

Pertanyaan:
1. Sebutkan diagnosis yang paling mungkin pada pasien.
2. Jelaskan patofisiologi penyakit yang menjadi diagnosis kerja pada
pasien.
3. Sebutkan pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menegakkan
diagnosis tersebut, berserta temuan yang diharapkan.
4. Sebutkan terapi untuk diagnosis tersebut.

Jawaban:
1. Diagnosis kerja: Patulous tuba Eustachius kanan.
2. Patulous tuba Eustachius terjadi apabila tuba Eustachius selalu berada
dalam keadaan terbuka. Kelainan ini disebabkan oleh atrofi atau
berkurangnya jaringan lunak penunjang tuba.
3. Pada pemeriksaan membran timpani dengan otoskopi atau
otomikroskopi atau otoendoskopi didapatkan membran timpani yang
tipis dan bergerak ke dalam dan ke luar sesuai gerakan pernapasan.
4. Terapi pada patulous tuba Eustachius terdiri atas non-bedah
(medikamentosa) dan pemasangan pipa ventilasi.

J. INSTRUMEN PENILAIAN KOMPETENSI PSIKOMOTOR

PROSEDUR PEMASANGAN PIPA VENTILASI

13
Modul I.3 – Gangguan Fungsi Tuba – Patulous Tuba Eustachius

Kinerja setiap langkah dievaluasi dan diberi nilai sesuai skala berikut:
1 Perlu perbaikan: langkah tidak dikerjakan atau tidak sesuai dengan
yang seharusnya atau urutannya tidak sesuai (jika harus berurutan).
2 Mampu: langkah dikerjakan sesuai dengan yang seharusnya dan
urutannya (jika harus berurutan). Instruktur hanya membimbing
untuk sedikit perbaikan atau membantu untuk kondisi di luar normal.
3 Mahir: langkah dikerjakan dengan benar, sesuai urutannya dan
waktu kerja yang efisien.
T/D
Langkah tidak diamati (instruktur menganggap langkah tertentu tidak
perlu diperagakan).

NAMA PESERTA: ……………………… TANGGAL: ……………….


KEGIATAN KASUS
I. KAJI ULANG DIAGNOSIS & PROSEDUR
OPERATIF
• Nama.
• Diagnosis.
• Informed choise & informed consent.
• Rencana tindakan.
• Persiapan sebelum tindakan.
II. PERSIAPAN
Persiapan bahan habis pakai:
- Pipa ventilasi telinga tengah (Sheppard atau pipa T).
- Spuit 3 cc.
- Alkohol 70%.
- NaCl 0,9%.
- Tampon liang telinga steril.
Persiapan alat:
- Miringotom (pisau miringotomi).
- Tip suction liang telinga (diameter 1-3 mm).

14
Modul I.3 – Gangguan Fungsi Tuba – Patulous Tuba Eustachius

- Forsep alligator.
- Rosen needle.
III. PROSEDUR OPERASI
- Antiseptik liang telinga dengan memasukkan larutan
alkohol 70% dan didiamkan selama 10 – 15 menit di
dalam liang telinga.
- Aspirasi alkohol hingga bersih.
- Cuci sisa alcohol dnegan larutan NaCl 0,9%.
- Melakukan miringotomi (tidak pada kuadran
posterosuperior membrant timpani) dengan
miringotom.
- Pipa ventilasi dipegang dengan forsep alligator dan
diletakkan pada permukaan membrane timpani.
- Pipa ventilasi digerakkan dengan rosen needle
mendekati lubang miringotomi dan bagian ujung
tajamnya diselipkan ke dalam lubang.
- Pipa ventilasi didorong sehingga terselip ke dalam
lubang miringotomi.
- Memastikan tidak ada tepi perforasi membrane
timpani yang terlipat ke dalam dengan menggunakan
rosen needle.
- Liang telinga ditutup dengan tampon steril di bagian
luar dan tidak boleh menyentuh atau mendorong pipa
ventilasi.

K. DAFTAR TILIK

PROSEDUR PEMASANGAN PIPA VENTILASI


Berikan penilaian tentang kinerja psikomotorik atau keterampilan yang

15
Modul I.3 – Gangguan Fungsi Tuba – Patulous Tuba Eustachius

diperagakan oleh peserta pada saat melaksanakan statu kegiatan atau


prosedur, dengan ketentuan seperti yang diuraikan dibawah ini:
M Memuaskan: langkah atau kegiatan diperagakan sesuai dengan
prosedur atau panduan standar.
TM Tidak memuaskan: langkah atau kegiatan tidak dapat
ditampilkan sesuai dengan prosedur atau panduan standar.
TD Tidak ditampilkan: langkah, kegiatan atau keterampilan tidak
diperagakan oleh peserta selama proses evaluasi oleh instruktur.

NAMA PESERTA: ……………………… TANGGAL: ……………….


KEGIATAN NILAI
I. KAJI ULANG DIAGNOSIS & PROSEDUR
OPERATIF
• Nama.
• Diagnosis.
• Informed choice & informed consent.
• Rencana tindakan.
• Persiapan sebelum tindakan.
II. PERSIAPAN
Persiapan bahan habis pakai:
- Pipa ventilasi telinga tengah (Sheppard atau pipa T).
- Spuit 3 cc.
- Alkohol 70%.
- NaCl 0,9%.
- Tampon liang telinga steril.

Persiapan alat:
- Miringotom (pisau miringotomi).
- Tip suction liang telinga (diameter 1-3 mm).

16
Modul I.3 – Gangguan Fungsi Tuba – Patulous Tuba Eustachius

- Forsep alligator.
- Rosen needle.
III. PROSEDUR OPERASI
- Antiseptik liang telinga dengan memasukkan larutan
alkohol 70% dan didiamkan selama 10 – 15 menit di
dalam liang telinga.
- Aspirasi alkohol hingga bersih.
- Cuci sisa alcohol dnegan larutan NaCl 0,9%.
- Melakukan miringotomi (tidak pada kuadran
posterosuperior membrant timpani) dengan
miringotom.
- Pipa ventilasi dipegang dengan forsep alligator dan
diletakkan pada permukaan membrane timpani.
- Pipa ventilasi digerakkan dengan rosen needle
mendekati lubang miringotomi dan bagian ujung
tajamnya diselipkan ke dalam lubang.
- Pipa ventilasi didorong sehingga terselip ke dalam
lubang miringotomi.
- Memastikan tidak ada tepi perforasi membrane
timpani yang terlipat ke dalam dengan menggunakan
rosen needle.
- Liang telinga ditutup dengan tampon steril di bagian
luar dan tidak boleh menyentuh atau mendorong pipa
ventilasi.

L. MATERI PRESENTASI

17
Modul I.3 – Gangguan Fungsi Tuba – Patulous Tuba Eustachius

18
Modul I.3 – Gangguan Fungsi Tuba – Patulous Tuba Eustachius

19
Modul I.3 – Gangguan Fungsi Tuba – Patulous Tuba Eustachius

20
Modul I.3 – Gangguan Fungsi Tuba – Patulous Tuba Eustachius

21
Modul I.3 – Gangguan Fungsi Tuba – Patulous Tuba Eustachius

22
Modul I.3 – Gangguan Fungsi Tuba – Patulous Tuba Eustachius

M. MATERI BAKU
Definisi
Patulous tuba Eustachius
adalah kondisi abnormal
dari tuba Eustachius yang selalu terbuka.

Etiologi
Faktor-faktor dibawah ini merupakan etiologi utama yang menyebabkan
patulous tuba Eustachius:
- Perubahan dari lingkungan kompresi tuba (kehilangan Ostmann’s fat
setelah penurunan berat badan)
- Faktor neuromuskular

23
Modul I.3 – Gangguan Fungsi Tuba – Patulous Tuba Eustachius

- Kehilangan elastisitas kartilago pada proses penuaan


- Jaringan parut pada daerah nasofaring dan orofaring setelah operasi dan
radiasi.
- Faktor hormonal (estrogen).
Pengurangan bantalan lemak Ostmann selama prosses penurunan berat
badan dianggap sebagai salah satu faktor utama yang menyebabkan gejala
patulous tuba Eustachius. Pada beberapa penelitian yang mengamati patulous
tuba Eustachius pada pasien dengan karsinoma orofaring memperlihatkan
bahwa terdapat kejadian penguranan bantalan lemak Ostmann selama fase
rekurensi dan kakeksia. Otopsi menunjukkan bahwa apabila terjadi
kehilangan lemak total dapat mengakibatkan kontak langsung antara otot
tensor veli palatini dan lumen tuba Eustachius.
Modifikasi anatomi nasofaring melalui prosedur bedah, seperti
adenoidektomi atau tonsilektomi yang disertai jaringan parut pascaoperasi,
dapat juga menjadi penyebab. Demikian juga jaringan parut setelah iradiasi
kranium juga dapat menyebabkan kegagalan penutupan tuba Eustachius, Para
penulis berpendapat bahwa ini disebabkan oleh hilangnya turgor dan
elastisitas jaringan tuba dan perubahan tegangan pada permukaan mukosa
tuba pada inflamasi telinga tengah.
Komplians tuba Eustachius dapat dipengaruhi oleh estrogen. Beberapa
penelitian mendokumentasikan 17 pasien wanita dalam 12 tahun yang selama
kehamilan menunjukkan gejala patulous tuba Eustachius. Level estrogen
pada wanita hamil berdampak pada viskositas lendir intratubal serta
komplians dari kartilago tuba. Selain itu, peningkatan estrogen menyebabkan
peningkatan metabolisme lemak yang mengarah ke pengurangan kadar
bantalan lemak Ostmann.
Salah satu faktor neuromuskuler adalah gangguan pembukaan tuba
selama pernapasan di nasofaring yang menyebabkan proses penutupan tuba
menjadi relatif telambat. Selain itu perubahan patologis dari pusat dan sistem

24
Modul I.3 – Gangguan Fungsi Tuba – Patulous Tuba Eustachius

saraf perifer harus dipertimbangkan, seperti trauma atau penyakit sistem


neurologis, seperti multiple sclerosis, penyakit Parkinson atau poliomyelitis.

Patofisiologi
Tuba Eustachius menutup saat beristirahat dan aktif terbuka hanya
dalam kondisi yang terkontrol saat pernapasan di nasofaring. Apabila tuba
Eustachius terubuka lebih dari periode waktu tertentu, maka terdapat sebuah
diskomunikasi antara nasofaring dan kavum timpani. Diskomunikasi ini
dapat menyebabkan perpindahan fluktuasi tekanan dari faring ke telinga
tengah baik secara intermiten maupun konstan. Gejala yang dapat timbul
tidak hanya sensasi penuh di telinga dan autofoni, tapi dapat juga berupa,
gejala gejala pada telinga dalam seperti penurunan pendengaran tipe
sensorineural, tinitus, atau vertigo.

Diagnosis
Gangguan fungsi proteksi pada Tuba Eustachius akan menyebabkan
gejala autofoni yang menggangu dan sensasi penuh pada telinga, dan
kumpulan gejala tadi dapat juga disebut sebagai patulous Eustachian tube.
Kejadian patulous tuba Eustachius sendiri sering disebut sebagai fenomena
gunung es.
Gejala klinis dari patulous tuba Eustachius biasanya tidak jelas. Dalam
banyak kasus, membran timpani dan telinga tengah tampak normal pada
pemeriksaan menggunakan mikroskop telinga. Itulah sebabnya diagnosis
dikonfirmasikan dengan menyelidiki riwayat medis yang tepat. Deskripsi
gejala intermiten dan permanen, riwayat penurunan berat badan, kehamilan
dan kontrasepsi oral di masa lalu harus ditanyakan dengan jelas. Anamnesis
harus mencakup riwayat operasi pada amandel dan kelenjar gondok, penyakit
neuromuskuler dan, terutama, gangguan sendi di temporomandibular.
Beberapa pasien mengeluh timbul gejala setelah kejadian otitis media. Jika
gejala klinis muncul pada pemeriksaan, gejala dapat dihilangkan dengan

25
Modul I.3 – Gangguan Fungsi Tuba – Patulous Tuba Eustachius

kompresi vena jugularis. Kadang-kadang gerakan medial dan lateral dari


membran timpani terlihat dan dapat dikonfirmasi saat menggunakan
tympanometry.
MRI atau CT dapat membantu mengkonfirmasi perubahan morfologis
struktur paratubal tetapi tidak menggantikan pengamatan klinis yang
menyeluruh.

Tata Laksana
Secara umum patulous tuba Eustachius tidak menyebabkan perubahan
struktural dalam rongga timpani. Apabila terdapat gangguan pada telinga
tengah maka harus diobati terlebih dahulu. Namun, jika terdapat atrofi pada
membran timpani dan terdapat gejala patulous tuba Eustachius yang nyata,
timpanoplasti dapat dipertimbangkan dan dapat digunakan kartilago untuk
graft.
Dalam kasus patulous tuba Eustachius yang diinduksi estrogen,
penghentian kontrasepsi hormonal dan metode KB lainnya harus
dipertimbangkan. Gangguan-gangguan dari saluran pencernaan bagian atas,
seperti hipotonia arteri serta gastroesofageal refluks harus diperhatikan.

Terapi konservatif
Tatalaksana medis untuk penyakit tuba Eustachius harus berdasarkan
dari penyebab utama. Saat ini, terapi medis yang efisien masih diteliti.
Intervensi farmakologi meliputi steroid hidung, antihistamin, dekongestan
hirup dan sistemik. Pada penelitian random, double-blind, placebo-
controlled trial meneliti mengenai efek dekongestan (xylometazoline
chloride 0,1%) dan placebo (salin 0,9%) diberikan langsung pada bukaan
faringeal dari tuba Eustachius. Penelitian menyimpulkan bahwa dekongestan
topikal meningkatkan fungsi tuba Eustachius tetapi hanya saat tekanan tinggi
tidak fisiologis. Penelitian lain yang menginvestigasi efisiensi aqueous
triamcinolone acetonide intranasal dalam mengobati tanda-tanda

26
Modul I.3 – Gangguan Fungsi Tuba – Patulous Tuba Eustachius

timpanometrik dan gejala penyakit tuba Eustachius. Temuan tersebut tidak


mendukung penggunaan steroid spray intranasal untuk mengobati
manifestasi penyakit tuba Eustachius.
Kebanyakan penanganan nonbedah untuk patulous tuba Eustachius
bertujuan untuk mengatasi obstruksi pada orifisium faring. Induksi lokal
mukosa edema dapat dilakukan dengan pemberian secara transnasal
menggunakan asam borat bubuk, asam salisilat, asam trikloroasetat, asam
nitrat, fenol atau perak nitrat. Keberhasilan sementara dilaporkan untuk
perawatan intranasal dengan asam klorida encer, benzyl alkohol dan
klorobutanol, dengan estrogen terkonyugasi, dengan atropin dan dengan
aplikasi oral larutan kalium iodida walaupun mekanisme kerjanya belum
dapat dijelaskan.
Rekomendasi pada pasien yang mengalami penurunan berat badan
dalam waktu singkat adalah untuk meningkatkan berat badan terlebih dahulu.

Terapi Injeksi
Terapi yang sering disarankan adalah augmentasi dari nasofaringeal
orifisium tuba Eustachius. Tingkat keberhasilan terapi augmentasi tergantung
pada stabilitas jangka panjang daripada jumlah zat yang disuntikan. Beberapa
peneliti menggunakan pasta polytetrafl uoroethylene (Teflon). Zat ini
disuntikkan ke dalam batas anteroinferior dari tuba Eustachius. Namun
produksi dan penggunaan zat ini telah dihentikan, mengingat komplikasi dan
risiko yang dapat timbul apa bila zat salah disuntikkan ke arteri karotis.
Bahan lain telah digunakan untuk augmentasi dan/atau penyumbatan, seperti
lemak autologous, kolagen dan bahkan silikon, namun belum ada penelitian
jangka panjang yang dapat menilai keberhasilan dan komplikasi penggunaan
zat ini.

Terapi Pembedahan

27
Modul I.3 – Gangguan Fungsi Tuba – Patulous Tuba Eustachius

Pemasangan pipa ventilasi ke dalam membran timpani adalah prosedur


yang paling sering disarankan untuk patulous tuba Eustachius. Tingkat
keberhasilan hingga 50% atau lebih tinggi. Pemasangan pipa ventilasi tidak
memiliki efek yang signifikan pada gejala autofoni berat. Shunt ventilasi
timpani hanya mampu menyerap perubahan tekanan di rongga timpani, yang
disebabkan oleh menelan dan bernapas. Transmisi suara transtubal yang
disebabkan oleh gangguan fungsi perlindungan tidak terpengaruh. Efek pipa
ventilasi yang tidak pasti dan tidak lengkap juga dibatasi oleh efek samping
lokal dari tabung timpanostomi, seperti otorea.
Penanganan Obstruksi bedah pada tuba Eustachius dapat dilakukan di
nasofaring atau orifisium timpani, dengan menggunakan probe diatermi
urologis. Prosedur lain yang dapat dilakukan adalah penggunaan metode
augmentasi bedah orifisium nasofaring menggunakan kartilago autologus,
implan alloderm atau kalsium hidroksiapatit, dengan menggunakan
pendekatan transnasal/transoral dan memasukkan graft di bawah kontrol
endoskopi anterolateral ke lumen tuba.
Dalam kasus patulous tuba Eustachius persisten setelah terapi
konservatif, beberapa ahli menggunakan kartilago septum untuk augmentasi
lubang nasofaring. Septum nasal dipanen dalam ukuran sekitar 2,5 × 1 cm
dan ditanamkan di antara otot tensor veli palatini dan tuba Eustachius dengan
anestesi umum. Untuk implantasi, pendekatan transpalatinal digunakan, yang
dikendalikan oleh endoskopi hidung. Sistem navigasi dapat membantu
menghindari salah penempatan. Setelah alas untuk tulang rawan dibentuk
oleh gunting, belat didorong ke atas sejauh mungkin.
Ada banyak keuntungan dari metode ini:
- Tulang rawan septum hidung adalah bahan yang stabil yang mudah
dipanen.
- Pendekatan implantasi transpalatinal langsung dapat dengan mudah
dikendalikan oleh teleskop.
- Otot tensor veli palatini penanda yang aman untuk penempatan kartilago.

28
Modul I.3 – Gangguan Fungsi Tuba – Patulous Tuba Eustachius

- Prosedurnya bersifat reversibel.


- Penggunaan metode ini dapat menghilangkan autofoni dan sensasi penuh
pada telinga.

29
Modul I.3 – Gangguan Fungsi Tuba – Patulous Tuba Eustachius

30
Modul I.3 – Gangguan Fungsi Tuba – Patulous Tuba Eustachius

31

Anda mungkin juga menyukai