Anda di halaman 1dari 27

-24-

Grafik Penemuan Kasus TBC Kab. Blitar


Tahun 2015 -2018
2500 - r - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - ,2=-=2=g=5- - - -

■ Target Penemuan

■ Semua Kasus

BTA(+)

2015 2016 2017 2018

Grafik diatas menunjukkan capaian penemuan kasus TBC dari tahun


2015 - 2018 dengan perbandingan target dan capaian. Jika dibandingkan
dengan target, capaian penemuan kasus masih jauh dari target sehingga
perlu dilakukan akselerasi penemuan kasus yang tentunya harus
didukung oleh semua pihak yang terkait baik secara lembaga maupun
dari segi logistic.

Grafik Capaian Penemuan Kasus Tbc Tahun 2018


Berdasarkan Perkiraan Kasus

180 --
160
i..;1

~ ... -, •~n
-~·
151
·--
iJ
•~n
...
140 - 1 ni; nn 1n"> ___
120 ~1 ~ u

~-
0~ JU llil Q/1 RI> QI;:
100 73 ,u /;j !I
80 ., "'
. 3-,.~,,' "I
-- JU ~j
60 41! II --4
40 - II I ■ " ti " " . ' I
■ CAPAIAN
20
0
1
■ -
l

.,
_J I
1 1
~
91 91
.,11 . .
l
■ •
l
I!
11
d i I
1~
f' I
-I I
I I
-
I
I
t ~' I
I
I
I
I .• 14
I
TARGET
'
o ro
>=
::I ::I
rn <t:
5
"O
::I
bl)
z

Jika dilihat dari masing-masing wilayah di Kabupaten Blitar, capaian


penemuan kasus TBC di Kabupaten Blitar dibandingkan dengan target
masih sangat rendah, padahal di tiap wilayah kecamatan masih
diperkirakan banyak kasus TBC yang belum ditemukan. Jika perkiraan
kasus yang ada di masing masing wilayah kecamatan ini tidak segera
ditemukan, kemungkinan penyearan penyakit TBC akan meningkat
-25-

Grafik Keberhasilan Pengobatan (%)


Kab.Blitar Tahun 2014 - 201 7
200 90 87
180 ,-.-S~ I I

160
140
120
100 ~-
~~

s: ~o 9Q_ _ - capaian

80 - Target
60
40
20
0
2014 2015 2016 2017

Angka Keberhasilan Pengobatan merupakan angka yang menunjukkan


jumlah pasien TBC yang sembuh dan pengobatan lengkap, semakin tinggi
angka keberhasilan pengobatan, maka penularan penyakit TBC yang telah
ditemukan bisa ditekan

Grafik TBC berdasarkan gender dan kelompok usia

Jenis Kelamin
Kelompok Usia
Jumlah penderita
(tahun)
0-4 8
5-14 19
15-24
~

25-34
35-44
45-54
55-64
>65 111

• Perempuan • Laki lakl

Sumber: SITTtahun 2016

Dari diagram diatas, terlihat bahwa dominasi penderita TBC di Kabupaten


Blitar terjadi pada kelompok usia produktif dan lebih banyak pada jenis
kelamin Laki laki.
-26-

Grafik TBC Anak


Kab.Blitar Tahun 2016 -2018

250 +--------------
200 +--------------
■ Target

■ Capaian
100

50

0
2016 2017 2018

Kasus TBC Anak di Kabupaten Blitar juga masih sangat rendah jika
dibandingkan dengan target. Perlu dilakukan upaya lebih untuk
menemukan kasus TBC anak di Kabupaten Blitar

Grafik Proporsi TBC Anak diantara semua kasus TBC Tahun 2018

~ TBC Anak
/ 5%

TBC Dewasa
95%

Kasus TBC anak dibandingkan TBC dewasa seharusnya sebesar 12%


namun di Kabupaten Blitar masih 5 % di tahun 2018
-27-

Grafik Pengobatan Pencegahan INH pada Anak

180
160
160

14-0

120
116

100

80

60

40
s 40

20

0
2016 2017
• TARGET CAPAIAN

Pemberian INH pada anak kontak TBC sangatlah penting, karena dengan
pemberian INH pada anak kontak TBC akan mencegah penularan TBC ke
anak. Di Kabupaten Blitar pemberian INH masih 25 %

Grafik Penemuan Kasus TBC RO Kab. Blitar


Tahun 2011 -2018

14
13
12
10
8
6
3 3 4
4
1 2 2 2
2
0
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018*

■ 2011 ■ 2012 2013 ■ 2014 a 2015 2016 ■ 2017 ■ 2018*

Grafik diatas menunjukkan angka penemuan kasus TBC Resisten Obat di


Kabupaten Blitar mulai Tahun 2011 sampai tahun 2018. Terlihat pada
tahun 2017 angka penemuan kasus TBC Resisten Obat meningkat karena
pada tahun 2017 di Kabupaten Blitar sudah mulai beroperasi alat Tes
Cepat Molekuler (TCM)
-28-

Grafik Cakupan Penemuan Kasus TBC RO


2015- 2017

- - - ~20.g;___ - - +_ _ _2_0 16_ _--+-_ _ _._?0;_1 ---t


I perkiraan lrasus me ROj 22 23 25
■ Kasus TBC RO 2 3 13

perkiraan kasus TBC RO ■ Kasus TBC RO

Cakupan penemuan kasus TBC RO mulai meningkat di Tahun 2017, hal


ini dikarenakan terdapat 3 alat Tes Cepat Molekuler yang ada di wilayah
Kabupaten Blitar yaitu berada di RSUD Ngudi Waluyo, Puskesmas Srengat
dan Puskesmas Sutojayan. Jika di semua wilayah puskesmas terdapat
alat TCM kemungkinan penemuan TBC RO akan meningkat

Grafik Lab yang berpartisipasi PME


(uji silang) Kab. Blitar
Tahun 2017

25

20

15

10

0
lWl lWZ TW3 TW4

Jumlah Lab lkut PME ■ Kinerja Baik

Grafik diatas, menunjukkan jumlah laboratorium mikroskopis yang


menjadi tolak ukur penemuan kasus TBC di Kabupaten Blitar
-29-

Berdasarkan beberapa grafik diatas ada Sekitar 46,26% pasien TBC


adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15-55
tahun). Diperkirakan seorang pasien TBC dewasa, akan kehilangan rata-
rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada
kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%.Jika ia
meninggal akibat TBC, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15
tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TBC juga memberikan dampak
buruk lainnya secara sosial, seperti stigma bahkan dikucilkan oleh
masyarakat.
Penyebab utama meningkatnya beban masalah TBC antara lain adalah:
1) kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat.
2) pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi dengan disparitas yang terlalu
lebar, sehingga masyarakat masih mengalami masalah dengan kondisi
sanitasi, papan, sandang dan pangan yang buruk.
3) beban determinan sosial yang masih berat seperti angka pengangguran,
tingkat pengetahuan yang masih rendah, pendapatan per kapita yang
masih rendah yang berakibat pada kerentanan masyarakat terhadap
TBC.
4) kegagalan program TBC selama ini.
5) kolaborasi TBC HIV dan munculnya morbiditas TBC DM.
6) tidak memadainya organisasi pelayanan TBC (kurang terakses oleh
masyarakat, penemuan kasus /diagnosis yang tidak standar, obat
tidak terjamin penyediaannya, tidak dilakukan pemantauan,
pencatatan dan pelaporan yang standar, dan sebagainya).
7) tidak memadainya tatalaksana kasus (diagnosis dan paduan obat yang
tidak standar, gagal menyembuhkan kasus yang telah didiagnosis).
8) salah persepsi terhadap manfaat dan efektifitas BCG.
9) komitmen fasilitas kesehatan yang belum maksimalpada strategi DOTS
10) belum adanya sistem jaminan kesehatan yang bisa mencakup
masyarakat luas secara merata.
11) besarnya masalah kesehatan lain yang bisa mempengaruhi tetap
tingginya beban TBC seperti gizi buruk, merokok, diabetes.
12) dampak pandemi HIV. Pandemi HIV/ AIDS di dunia akan menambah
permasalahan TBC. Koinfeksi dengan HIV akan meningkatkan risiko
kejadian TBC secara signifikan.
13) kekebalan ganda kuman TBC terhadap obat anti TBC yang disebut
sebagai TB-MDR semakin menjadi masalah akibat kasus yang tidak
berhasil disembuhkan. Keadaan tersebut pada akhirnya akan
menyebabkan terjadinya epidemi TBC yang sulit ditangani.
-30-

f. Dampak Sosial Ekonomi


Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Blitar
Kabupaten Blitar terdiri dari 22 Kecamatan dan 248 desa atau kelurahan
dengan jumlah penduduk l .153.803jiwa. Berdasarkan estimasi prevalensi
Provinsi Jawa Timur sebesar 316 per 100.000 penduduk, maka estimasi
jumlah penderita TB di Kabupaten Blitar sebanyak 3.415kasus TBC (all
case semua golongan umur). Jika dari estimasi (prevalensi) jumlah
penderita TBC tersebut diatas ditemukan semua (100%) dan kesemuanya
diobati dengan strategi DOTS maka akan terselamatkan 2. 7 4 7jiwa dari
penyakit TBC (target kesembuhan 90% darijumlah kasus).
Upaya menyembuhkan penderita TBC sebanyak 3.415-668 =2.747 jiwa
tersebut membutuhkan investasi sebesar 2.747 x Rp.2.900.000,-=
Rp.7.966.300.000,-dimana Rp. 3.501.600.000,- sudah ditanggung APBN
melalui obat dan bahan habis pakai dan sisanya sebesar
Rp.3.058.200.000,- seharusnya ditanggung Pemerintah Daerah dan
menjadi beban Pemerintah Daerah, namun selama ini dibiayai Lembaga
Mitra Internasional.
Pada pasien TBC dan keluarganya.
Setiap penderita TBCsensitif obat (reguler) membutuhkan waktu
pengobatan minimal 3 bulan agar dapat melakukan aktifitas pekerjaannya
kembali. Selama masa pengobatan tersebut pasien TBC akan kehilangan
potensi kerja penuh waktu selama 3 bulan, maka potensi kehilangan
pendapatan selama 3 bulan dapat diasumsikan menjadi 3 x
Rp.1.520.912,- (UMK Blitar) = Rp. 4.562.736,-
Catatan: biaya pengobatan 1 (satu) orang penderita TBC reguler (6 bulan)
membutuhkan biaya sebesar Rp.2.900.000,-.
Jika penemuan kasus dapat tercapai 100 % dan kesembuhan pengobatan
tercapai 90% maka 3.074 jiwa sembuh dari TBC dan potensi pendapatan
penduduk yang terselamatkan sebesar 3.074 x 240 bulan x
Rp.1.520.912,- = Rp. l.122.068.000.000,- (atau sekitar 1, 12 T).
Keterangan: asumsi meninggal pada usia 40 tahun dimana usia produktif
sampai dengan usia 60 tahun (hilang 20 tahun x 12 bulan = 240 bulan).
Hal ini belum termasuk jika penderita TB tergolong TB resistan obat (TB-
MDR), maka akan menelan biaya yang lebih banyak, untuk lebih jelas dan
rincinya dapat dilihat pada Tabel 2.3.
-31-

Tabel 2.3 Estimasi Biaya Pengobatan TB


TB Reguler TBMDR
No Rata-rata per Pasien
(6 bulan) (24 bulan)
1 Biaya pengobatan Rp. 2.900.000,- Rp. 130.000.000,-
2 Biaya Rumah Tangga Rp. 176.500,- Rp. 5.300.000,-
3 Potensi kehilangan
Rp. 4.562.736,- Rp. 36.501.888,-
pendapatan krn sakit
4 Potensi kehilangan
pendapatan akibat Rp. 336.000.000,- Rp. 336.000.000,-
kematian dini sakit( l
5

Keterangan:
a. angka 1 kolom 2 : biaya ditanggung Pemerintah
b. angka 2 kolom 2 : biaya yang dikeluarkan pasien dan keluarga diluar
pengobatan
C. angka 3 kolom 2 : estimasi tidak dapat bekerja penuh waktu (3 bulan)
karena sakit
d. angka 3 kolom 3 UMK (Upah Minimum Kabupaten Blitar 2017
(Rp.1.520.912)
e. angksa 4 kolom 2: asumsi meninggal di Usia 40 Th dan usia produktif
sampai 60 tahun
Dengan mencermati uraian dan tabel tersebut diatas, maka akan
menyelamatkan usia harapan hidup, menyelamatkan potensi kehilangan
pendapatan selama sakit dan kehilangan potensi pendapatan karena
kematian dini akhirnya akan meningkatkan pendapatan Daerah Bruto
(PDP) dan Indeks Pembangunan Manusia.

2.1 Pengendalian TDC dan Kebijakan Pembangunan Daerah


a. Program Pengendalian TB dalam RPJMD
Berdasarkan kondisi saat ini dan isu-isu strategis pada 5 tahun
mendatang, serta penggalian aspirasi dan persepsi masyarakat yang telah
dilakukan, maka Visi Pemerintah Kabupaten Blitar pada Tahun 2016-
2021 adalah:"Menuju Kabupaten Blitar Lebih Sejahtera, Maju dan
Berdaya Saing".
Pada hakekatnya Visi ini menggambarkan Kabupaten Blitar dalam
mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya akan dicapai melalui
peningkatan sumberdaya manusia yang profesional yang berpegang teguh
pada iman dan taqwa.
Dalam rangka mewujudkan visi maka perlu disusun misi yang merupakan
rumusan umum mengenai upaya-upaya yang akan dilaksanakan untuk
mewujudkan keinginan kondisi tentang masa depan. Sesuai dengan visi di
atas maka dirumuskan Misi Pemerintah Kabupaten Blitar untuk periode
2016 - 2021, sebagai berikut:
1) Meningkatkan taraf kehidupan masyarakat melalui akselerasi program
pengentasan kemiskinan, optimalisasi dan pengembangan program
pembangunan dan kemasyarakatan yang tepat sasaran;
-32-

2) Memantapkan kehidupan masyarakat berlandaskan nilai-nilai


keagamaan (religius), kearifan lokal dan hukum melalui optimalisasi
kehidupan beragama dan kehidupan sosial, serta penerapan
peraturan perundang-undangan;
3) Meningkatkan kualitas sumber daya manusia(SDM) masyarakat
melalui peningkatan mutu bidang pendidikan(termasuk di dalamnya
adalah wawasan kebangsaan, budi pekerti, praktek keagamaan) dan
kesehatan serta kemudahan akses memperoleh pendidikan dan
pelayanan kesehatan yang memadai;
4) Meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik melalui reformasi
birokrasi, serta pelayanan publik berbasis teknologi informasi;
5) Meningkatkan keberdayaan masyarakat dan usaha ekonomi
masyarakat yang memiliki daya saing melalui peningkatan
keterampilan dan keahlian, pengembangan ekonomi kerakyatan
berbasis koperasi dan UMKM, ekonomi kreatif, jiwa kewirausahaan,
potensi lokal daerah dan penguatan sektor pariwisata serta
pemanfaatan sumber daya alam dengan memperhatikan kelestarian
lingkungan hidup;
6) Meningkatkan pembangunan berbasis desa dan kawasan pedesaan
melalui optimalisasi penyelenggaraan pemerintah desa,
pembangunan, pembinaan masyarakat dan pemberdayaan
masyarakat desa.
Strategi pokok dalam peningkatan pelayanan di bidang kesehatan yang
murah dan berkualitas ini ditujukan untuk mewujudkan peningkatan
pelayanan kesehatan yang murah dan berkualitas sehingga terjangkau
oleh seluruh masyarakat. Adapun strategi tersebut meliputi:
1) peningkatan penyediaan kualitas dan kuantitas fasilitas kesehatan dan
fasilitas umum pada sektor kesehatan;
2) perluasan akses dan cakupan pada layanan kesehatan;
3) peningkatan manajemen mutu pelayanan kesehatan secara merata dan
terjangkau serta peningkatan kesadaran masyarakat untuk
berperilaku hidup bersih dan sehat;
4) peningkatan Angka Harapan Hidup (AHH) Masyarakat;
5) peningkatan, pengadaan, dan perbaikan sarana dan prasarana rumah
sakit, puskesmas dan jaringannya;
6) peningkatan kualitas pelayanan kesehatan anak dan balita;
7) peningkatan kualitas pelayanan kesehatan ibu melahirkan;
8) peningkatan pelayanan Keluarga Berencana (KB)
Sedangkanarah kebijakan yang diambil meliputi:
1) peningkatan kesehatan masyarakat dan pengembangan pelayanan
kesehatan;
2) pemerataan akses masyarakat kurang mampu pada layanan kesehatan;
-33-

3) peningkatan kualitas dan cakupan pelayanan kesehatan;


4) meningkatkan perlindungan dan pelayanan kesehatan melalui upaya
promotif, preventif, curatif, rehabilitatif dan pengembangan regulasi
bidang kesehatan;
5) meningkatnya usia harapan hidup;
6) menurunkan angka bayi gizi buruk;
7) pengadaan peralatan dan perbekalan kesehatan seta peningkatan
kalibrasi alat kesehatan;
8) peningkatan pelayanan kesehatan bagi balita;
9) peningkatan pelayanan kesehatan bagi ibu melahirkan;
10) jaminan pelayanan kesehatan bagi ibu melahirkan;
11) pengembangan pelayanan pada peserta akseptor KB dan pasangan
usia subur;
12) peningkatan mutu petugas penyuluh Keluarga Berencana {KB).
Kebijakan pada urusan kesehatan secara umum diarahkan pada upaya
peningkatan kesehatan masyarakat dan pengembangan layanan
kesehatan, pemerataan akses untuk masyarakat kurang mampu,
peningkatan kualitas dan cakupan pelayanan kesehatan, dan peningkatan
perlindungan dan pelayanan kesehatan dan pengembangan regulasi
bidang kesehatan, meningkatnya usia harapan hidup, menurunkan angka
bayi gizi buruk, pengadaan peralatan dan perbekalan kesehatan dan
peningkatan pelayanan kesehatan bagi balita dan ibu melahirkan. Untuk
melaksanakan kebijakan tersebut, dijabarkan dalam beberapa program
prioritas yang bersifat strategis sebagai berikut:
1) Program Standardisasi Pelayanan Kesehatan;
2) Program Pelayanan Kesehatan Penduduk Miskin;
3) Program Upaya Kesehatan Masyarakat;
4) Program Promosi Kesehatan Dan Pemberdayaan Masyarakat;
5) Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular;
6) Program Peningkatan Keselamatan Ibu Melahirkan Dan Anak;
7) Program Peningkatan Pelayanan Kesehatan Anak Balita;
8) Program Perbaikan Gizi Masyarakat;
9) Program Pengadaan, Peningkatan dan Perbaikan Sarana dan Prasarana
Puskesmas/Puskesmas Pembantu dan Jaringannya;
10) Program Pengadaan, Peningkatan Sarana dan Prasarana Rumah
Sakit/Rumah Sakit Jiwa/Rumah Sakit Paru-paru/Rumah Sakit Mata;
11) Program Peningkatan Kualitas Pelayanan;
12) Program Pengadaan Obat dan Perbekalan Kesehatan.
-34-

Dalam penjabaran butir ke 5 dari kebijakan yang diterapkan sangat jelas


menyebutkan bahwa Program Pencegahan dan Penganggulangan Penyakit
Menular (termasuk TBC) mendapatkan prioritas yang tinggi, sehingga
upaya untuk mengendalikan penyakit TBC ini dilakukan dengan cara
Meningkatkan perlindungan dan pelayanan kesehatan melalui upaya
promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif dan pengembangan regulasi
bidang kesehatan (kebijakan ke 4).
Promosi kesehatanmerupakan program utama untuk memberikan
wawasan dan pengetahuan kepada masyarakat tentang bahaya penyakit
TBC. Agar penyebaran penyakit TBC dapat dikendalikan, dilakukan upaya
pencegahan oleh fasilitas pelayanan kesehatan mulai tingkat desa hingga
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD). Penanganan dan pengobatan pasien
TBC secara intensif dilaksanakan sebagai upaya kuratif serta
merehabilitasi pasien TBC yang hampir dinyata kan sembuh agar dapat
beraktifitas normal dan diterima di masyarakat.
Adapun 8 strategi pokok dalam RPJMD merupakan pendekatan untuk
dapat mewujudkan Misi RPJMD yang berpihak pada masyarakat.
Khususnya misi kedua yang berbunyi "Peningkatan pelayanan di bidang
kesehatan yang murah dan berkualitas", bertujuan untuk memberikan
layanan kesehatan yang tidak memberatkan masyarakat sehingga biaya
kesehatan di Kabupaten Blitar tidak lagi menjadi kendala dalam upaya
kesehatan masyarakat.
Tentunya seluruh rangkaian kegiatan dan upaya yang disusun
sedemikian terpadu dan berkesinambungan dari tingkat paling dasar di
desa atau kelurahan hingga tingkat kabupaten ini menjadi satu ikatan
benang merah untuk mewujudkan Visi Daerah dalam RPJMD yaitu:
"Menuju Kabupaten Blitar Lebih Sejahtera, Maju dan Berdaya Saing".

b. Program Pengendalian TB dalam Rencana Strategis Dinas Kesehatan


Dinas Kesehatan selaku ujung tombak dalam menyelenggarakan program
kesehatan daerah menterjemahkan Visi dan Misi Bupati terkait
bidangkesehatan melalui rumusan Rencana Strategis Dinas Kesehatan
agar menjadi semakin operasional dan konkrit serta dapat dilaksanakan
secara realistis dan rasional.
Untuk mewujudkan visi Rencana Strategis Dinas Kesehatan maka
dirumuskan misi Rencana Strategis Dinas Kesehatan sebagai berikut:
1) meningkatkan akses dan mutu upaya kesehatan;
2) memberdayakan masyarakat dan lingkungannya;
3) memantapkan manajemen kesehatan yang dinamis dan akuntabel.
Dinas Kesehatan dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan di
Kabupaten Blitar melaksanakan tugas dan fungsinya berdasarkan pada
kebijakan sebagai berikut :
1) penguatan dan revitalisasi pelayanan kesehatan dasar;
-35-

2) penerapan standar mutu pelayanan kesehatan;


3) pemenuhan ketersediaan dan pengendalian obat, perbekalan kesehatan
dan makanan minuman;
4) pemberian suplemen makanan (makanan tambahan), diversifikasi
makanan dan peningkatan keluarga sadar gizi;
5) peningkatan pencegahan, surveilans, deteksi dini penyakit menular,
penyakit tidak menular dan penyakit potensial KLB atau wabah;
6) peningkatan upaya promosi kesehatan dalam mencapai perubahan
perilaku dan kemandirian masyarakat untuk hidup sehat.

Dalam pelaksanaan Renstra Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar setiap


tahunnya diwajibkan menyusun LAKIP yang merupakan realisasi rencana
kerja tahunan Dinas Kesehatan. Dalam Renstra Dinas Kesehatan
indikator sasaran Eselon II (kepala dinas kesehatan) diukur dengan IKU
sedangkan untuk Eselon III dan IV diukur dengan IKI. Untuk mencapai
IKU dibantu dengan IKI Eselon III (kepala bidang pencegahan dan
pengendalian penyakit) dan IKI eselon IV (kepala seksi pecegahan dan
pengendalian penyakit menular).
Dalam program penanggulangan TBC, IKU dan IKI dimaksud dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1) IKU Eselon II (kepala dinas kesehatan): cakupan pencegahan dan
pengendalian penyakit.
2) IKI Eselon III (kepala bidang pencegahan dan pengendalian penyakit):
cakupan penanganan penyakit menular dan tidak menular.
3) IKI Eselon IV (kepala seksi pencegahan dan pengendalian penyakit
menular): Cakupan penemuan dan penanganan TBC.
Kegiatan pengendalian TBC dilaksanakan menggunakan anggaran APBD,
BOK, JKN, BLUD, Lembaga Mitra atau Donor, dan dana lain yang sah dan
tidak mengikat.

Rincian kegiatanya antara lain :


1) supervisi Program P2 TBC;
2) bimbingan teknis program P2 TBC;
3) On the Job Training (OJT) TBC MDR
4) Kecamatan peduli TBC
5) Workshop TBC anak
6) Pembentukan forum koordinasi TBC
7) Pemeriksaan kontak intensif penderita TBC
8) Refreshing kader TBC
9) Pertemuan kader TBC
-36-

Dalam rangka mencapai visi dan misi kepala daerah dan wakil kepala
daerah terpilih terdapat beberapa faktor penghambat dan pendorong yang
perlu diatur untuk pencapain visi dan misi dimaksud. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.6.
Tabel 2.6 Faktor Penghambat dan Pendorong Pelayanan Dinas Kesehatan
terhadap Pencapaian Visi, Misi dan Program Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah
No Sasaran Permasalahan Sebagai Faktor
Jangka SKPD Penghambat Pendorong
Menengah
Renstra K/L
[11 [21 [3) [41 [51
1 Renstra
Kementerian 1. Lemahnya 1. Belum 1.Anggaran
Kesehatan sinkronisasi sinkronnya kesehatan dari
R.l perencanaan dan menu program APBDyang
penganggaran pusat dengan terbatas
pusat dan daerah daerah 2.Ada
dalam hal 2. Penerbitan e- anggaran dari
keterkaitan katalog dan alat Pusat untuk
program dan kesehatan dari daerah
pendanaan LKPP tidak 3. uu 14/2008
2. Efektifitas dan tepatwaktu danPP
efisiensi 3. Belum 61/2010
pemanfaatan optimalnya tentang
anggaran yang implementasi keterbukaan
seringkali tidak perencanaan informasi
tepatwaktu melalui e- public
3. planning dan e- mendorong
Pedoman/juknis renggar transparansi
pelaksanaan 4. Regulasi yang dan
kegiatan yang diterbitkan akuntabilitas
terlambat Kemenkes kinerja
4. Kebijakan yang terkadang pelayanan
berubah ditengah belum kesehatan
pelaksanaan mengakomodir
kegiatan kebutuhan di
5. SOM Tenaga daerah
Kesehatan di 5. Kebijakan
daerahyang Monatorium
kurang rekruitmen
CPNS
Setelah membandingkan sasaran jangka menengah Renstra
KementerianKesehatan dengan permasalahan pelayanan Dinas
Kesehatan, maka diperoleh faktor-faktor, baik yang bersifat menghambat
maupun yang bersifat mendorong penanganan permasalahan yang telah
diidentifikasi, sebagaimana tercantum dalam tabel berikut.
-37-

Tabel 2.7 Permasalahan Pelayanan Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar


berdasarkan Sasaran Renstra Kementerian Kesehatan beserta
FaktorPenghambat dan Pendorong Keberhasilan
Penanganannya

Sasaran Jangka Permasalahan Sebagai Faktor


No Menengah Renstra Pelayanan Dinkes
Kemenkes Kab. Blitar Penghambat Pendorong
(1) (2) (3) (4) (5)
5. Persentase Kasus Rendahnya 1. Prosedur 1. Ketersediaan
baru TB Paru (BTA cakupan pemeriksaan fasyankes yang
positif) yang penemuan dan BTA dapat memeriksa
ditemukan sebesar penanganan membutuhkan TB cukup dan
90% penderita penyakit waktu yang merata
TB BTA positif panjang dan (puskesmas
karena kurangnya kompleks (SPS) rujukan TB)
sosialisasi, 2. Anggapan TBC 2. Kemauan
rendahnya merupakan petugas tinggi
kesadaran dan penyakit yang B. Logistik untuk
partisipasi "tabu" program TB
masyarakat untuk B. Belum semua cukup
periksa ke fasyankes
fasyankes DOTS swasta iku t TB
DOTS
7. Persentase Kasus Rendahnya 1. TBC 1. Tersedianya
baru TB Paru (BTA kesembuhan merupakan jejaring
positif) yang penderita TBC BTA penyakit kronik penanganan TB
disembuhkan positif karena 2. Adanya MDR- 2. Adanya bantuan
sebesar 88% kurangnya TB LSM
kepatuhan 3. Stigma pada 3. Logistik cukup
penderita (Drop penderita TB (obat dan reagen
out dan PMO) 4. Co-infeksi TB pemeriksaan)
HIV
5. Jangka waktu
pengobatan
yang lama

c. Program Pengendalian TBC dalam Rencana Kerja Tahun Berjalan


Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar merupakan unsur pelaksana otonomi
daerah yang mempunyai tugas melaksanakan urusan Pemerintahan
Daerah di bidang kesehatan berdasarkan Asas Otonomi dan Tugas
Pembantuan sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Blitar Nomor 20
Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah.
Dalam melaksanakan tugas tersebut, Dinas Kesehatan Kabupaten
Blitarmenyelenggarakan fungsi perumusan kebijakan teknis di bidang
Kesehatan, penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum
di bidang kesehatan, pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang
kesehatan serta pelaksanaan tugas lain yang diberikan bupati. Tujuan
dan sasaran Rencana Kerja Dinas Kesehatan di Tahun 2017 adalah
se bagai beriku t:
1) meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan di fasilitas
pelayanan kesehatan secara komprehensif;
2) meningkatkan kesadaran gizi keluarga dalam upaya meningkatkan
status gizi masyarakat;
-38-

3) mencegah, menurunkan dan mengendalikan penyakit menular dan


tidak menular serta masalah kesehatan lainnya;
4) memberdayakan masyarakat agar mampu menumbuhkan perilaku
hidup bersih dan sehat serta mengembangkan sistem kesehatan
lingkungan kewilayahan;
Sedangkan sasaran yang harus dicapai dinas kesehatan dalam kurun
waktu lima tahun ke depan adalah:
1) meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar, rujukan
dan penunjang di fasilitas pelayanan kesehatan;
2) meningkatnya pengelolaan dan kualitas obat, perbekalan kesehatan
dan makanan minuman;
3) meningkatnya Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) dan perbaikan g1z1
masyarakat;
4) menurunnya angka kesakitan dan kematian penyakit menular, tidak
menular dan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi serta
pengamatan penyakit dalam rangka sistem kewaspadaan dini dan
penanggulangan KLB atau wabah, ancaman epidemi serta bencana;
5) meningkatnya pengetahuan dan kesadaran untuk berperilaku hidup
bersih dan sehat serta pemberdayaan masyarakat ke arah
kemandirian.
6) meningkatnya kualitas air bersih, sanitasi dasar, higiene sanitasi
makanan minuman, kualitas kesehatan lingkungan dan pengendalian
faktor risiko dampak pencemaran lingkungan di masyarakat.
Upaya kegiatan penanggulangan TBC melalui upaya promotif melalui :
1) penyuluhan dengan melibatkan lembaga mitra lokal daerah LKNUyang
berkomitmen terhadap pengendalian TB;
2) media cetak (leaflet, lembar balik, poster) dan lain lain menjadi bahan
yang di berikan lintuk layanan kesehatan baik pemerintah maupun
swasta.
Upaya preventif dengan memberdayakan masyarakat melalui:
1) pelatihan kader kesehatan.
2) gentengisasi pada rumah penderita.
3) pendampingan pasien oleh kader dan petugas terlatih yang dilakukan
puskesmas dan jaringannya singga dapat dapat mencegah penularan
maupun mengendalikan rantai penularan yang ada di masyarakat.
Kegiatan kuratif meliputi :
1) layanan pemerintah yang penuh dilaksanakan satu rumah sakit
pemerintah (RSUD Ngudi Waluyo) di dukung dua rumah sakit swasta
lainya yang menggunakan pengobatan TBC dengan standar program.
2) Puskesmas dan jejaringnya.
-39-

d. Kebijakan Anggaran Program Pengendalian TBC


Kegiatan pengendalian TBC di Kabupaten Blitar jika dilihat dari anggaran
yang dialokasikan pada Seksi P2PM terlihat relatif kecil dibandingkan
dengan anggaran pengendalian TBC secara menyeluruh. Anggaran seksi
yang relatif kecil ini merupakan anggaran manajemen program TBC dan
bukan anggaran operasional penanggulangan TBC. Sedangkan kegiatan
teknis operasional penanggulangan TBC di tingkat pelayanan kesehatan
dialokasikan dalam BOK di setiap puskesmas.
Hal ini merupakan masalah yang perlu segera diintegrasikan dengan
program lintas program dan lintas sektor, sehingga pemangku jabatan
yang terkait dapat mendukung upaya pengendalian TBC melalui sumber
daya dan sumber dana yang terkoordinasi dalam perencanaan dan
penggunaanya.
-40-

BAB III
ISU STRATEGIS
3.1 Analisa Kesenjangan
IR Kabupaten Blitar Tahun 2017 adalah 296/ 100.000 penduduk,
berdasarkan kondisi ini diperkirakan ada 3.415 kasus TB yang harus
ditemukan di Kabupaten Blitar. Target All Case penemuan kasus TBC tahun
2017 adalah sebesar 964 kasus, sedangkan realisasi penemuannya mencapai
668kasus, sehingga diperlukan upaya akselerasi oleh pemerintah kabupaten
untuk mengeliminasi TBC hingga tahun 2035.
Tabel 3.1 Indikator Capaian TBC Kabupaten Blitar Tahun 2015 sampai dengan
2017

Capaian Tahun Base Target


No INDIKATOR Gap
2015 2016 2017 line 2019

A. Penemuan Kasus

1 Cakupan pengobatan 17,35% 18,95% 19,56% 28% 73% 45%


semua kasus TB yang
diobati (case detection
rate/CDR}

2 Angka notifikasi semua 56,57 60,02 57,90 83 197 114


kasus TB yang diobati
(case notification
rate/CNR) per 100.000
*penduduk

3 Jumlah semua kasus TB 648 690 668 3.112


yang ditemukan dan
diobati

4 Angka penemuan kasus 2 3 13 9 54 45


TB Resisten Obat

5 Cakupan penemuan 3,5% 2,1% 8-12%


kasus TB anak

6 Persentase anak < 5 tahun 0% 0% 0% 0% 55% 50%


yang mendapat
pengobatan pencegahan
dibandingkan estimasi
anak < 5 tahun yang
memenuhi syarat
diberikan pengobatan
pencegahan

7 Persentase kasus TB yang N/A 1% 6% 6% 20% 14%


ditemukan dan dirujuk
-41-

Capaian Tahun Base Target


No INDIKATOR Gap
2015 2016 2017 line 2019
oleh masyarakat atau
organisasi
kemasyarakatan (active
case finding)
2013-2014:

N / A ➔ tidak bisa dikethui


karena di sistem RR
belum ada perincian
"dirujuk oleh"

B. Keberhasilan Pengobatan Sensitif dan Resisten Obat


1 Angka ke berhasilan 82,1% 76,81% 90,57% 88% 90% 2%
pengobatan pasien TB
semua kasus
2 Angka keberhasilan 0% 0% 0% 0% 90% 90%
pengobatan pasien TB
resistan obat
2013: 0% ➔ S kasus
(2 DO; 3 meninggal)
2014: 0% ➔1 kasus (DO)
2015: 0% ➔ 1 kasus (DO)
C. TB Resisten Obat
1 Persentase kasus N/A N/A N/A N/A 100% 100%
pengo batan ulang TB
yang diperiksa uji
kepekaan obat dengan tes
cepat molukuler atau
metode konvensional
2 Persentase kasus TB 0% 0% 0% 0% 100% 0%
resistan obat yang
memulai pengobatan lini
kedua
D. TB-HN

1 Persentase pasien TB 2,8% 1,4% 1,2% 43% 8% 47%


yang mengetahui status
HIV

2 Persentase Pasien TB-HN 0% 14% 15% 15% 90% 75%


yang mendapatkan ARV
selama pengobatan TB
-42-

Capaian Tahun Base Target


No INDIKATOR Gap
2015 2016 2017 line 2019

D. Laboratorium
1 Persentase laboratorium 100% 100% 100% 100% 100% 0%
mikroskopik yang
mengikuti uji silang

2 Persentase laboratorium 78% 100% 100% 100% 100% 0%


mikroskopis yang
mengikuti-
uji silang dengan hasil
baik

3 .2 Isu Strategls
Berdasarkan identifikasi masalah di lapangan dapat dilihat kesenjangan
antara realisasi dengan target. Kesenjangan tersebut merupakan status
kondisi yang harus diselesaikan agar tercapai kondisi ideal. Diperlukan
analisa masalahnya, ditemukan penyebabnya, seberapa besar capaiannya,
faktor penghambat dan pendukungnya. Dari analisa masalah tersebut dapat
ditarik kesimpulan untuk perumusan Isu Strategis. Isu strategis
penanggulangan TBC di Kabupaten Blitar diklasifikasikan mengacu pada
Strategi Nasional Penanggulangan TBC dan Rencana Aksi Nasional (RAN)
Penanggulangan TBC di Indonesia. Isu strategis dijabarkan dalam Tabel 3.2
)

-43-

Tabel 3.2 Isu Strat, ·


No INDIKATOR ANALISA MASALAH ISU STRATEGIS
A. Perencanaan dan Pengae:2:aran Program TB
1 Kepemimpinan Program TB • Belum ada panduan perencanaan dan penganggaran • TBC belum menjadi
program TBC (RAD Penanggulangan TBC) program prioritas
• Alokasi anggaran program TBC belum memadai, DPA • Program Penanggulangan
Dinas Kesehatan Tahun 2016 (.... %) dan 2017 (.... %) TB belum dilaksanakan
• Belum ada regulasi / kebijakan tentang TBC lin tas sektor dalam
• Program TBC masih menjadi perhatian Dinas Kesehatan lingku p pemerin tah
saja dan belum teradvokasi kepada Pimpinan Daerah / daerah.
Pengambil Kebijakan serta belum tersosialisasi kepada
OPD Lintas Sektor terkait.
B. Penemuan Kasus TBC (Baseline Data Tahun 2016)
1 Angka cakupan pengobatan • Capaian = 19% • Jejaring eksternal TBC
semua kasus TB (case • Penemuan kasus TB secara bakteriologis cukup masih rendah
detection rate/CDR) yang berimbang dengan kasus klinis, di mana ada 349 kasus • Kapasitas/SDM petugas
diobati konfirmasi bakteriologis dan 341 kasus konfirmasi klinis kesehatan masih kurang
• Dari keseluruhan kasus TB tahun 2016, sebesar 4% di • Angka penemuan kasus
usia anak, 80% di usia produktif dan 16 % di usia lanjut masih rendah
• Penemuan kasus TB ini hanya berasal dari Puskesmas
dan RS pemerintah sedangkan RS swasta baru 2 dari 7
RS Swasta, DPM dan klinik lainnya belum terlibat
• Ada sebagian penemuan kasus TB tercatat
(mendapatkan pelayanan TB) di Kota Blitar
• Pemahaman/pengetahuan tentang TB pada petugas
kesehatan dan masyarakat masih rendah
2 Angka notifikasi semua kasus • Capaian = 60 dari target 60 di tahun 2016, namun • Angka penemuan kasus
TB (case notification capaian CNR di tahun 2017 hanya sebesar 58 dari masih rendah
-44-

No INDIKATOR ANALISA MASALAH ISU STRATEGIS


rate/CNR) yang diobati per target 83 • Jejaring internal &
100.000 penduduk • Alat TCM sebanyak 3 buah belum digunakan secara eksternal Puskesmas
optimal, utilisasi berkisar 9-35%, pengunaan TCM untuk belum optimal
semua kasus TB masih dibatasi di faskes TCM saja
• Kolaborasi TB-DM belum dilakukan
• Pelibatan kader dalam menemukan terduga TB telah
dilakukan namun perlu dievaluasi apakah telah
menjangkau sasaran investigasi kontak penderita TB
• Belum pernah dilakukan skrining TB pada tempat-
tempat populasi risiko tinggi TB misalnya pesantren,
asrama
• Belum ada mekanisme pelaporan kasus TB yang
ditemukan oleh DPM ataupun lingkungan kerja
3 Jumlah semua kasus TB yang • Capaian = 690, masih ada 2.943 kasus yang belum • Angka penemuan kasus
ditemukan dan diobati ditemukan dengan insidens rate Jawa Timur sebesar masih rendah
361/100.000 penduduk maka diperkirakan ada 3.633 • Jejaring internal &
kasus TB di tahun 2016 eksternal Puskesmas
• Belum terbentukjejaring antara puskesmas dengan DPM belum optimal
ataupun klinik di wilayah kerjanya (Public Private Mix
belum berjalan)
• Petugas kesehatan yang ada di fasilitas kes.pemerintah
telah dilatih TB DOTS, namun karena ada mutasi saat
ini ada 6 puskesmas yang pengelola TB nya belum
terlatih. Baru 2 RS swasta telah dilatih dari total 7 RS
swasta, sedangkan klinik belum ada yang terlatih
4 Cakupan penemuan kasus • Capaian = 13%, belum seluruh kasus pengobatan ulang • Utilisasi TCM belum
resisten obat. dilakukan pem. TCMnamun di tahun 201 7 karena TCM optimal
telah tersedia di kab.Blitar seluruh kasus pengobatan • Kapasitas/SDM petugas
ulang telah diperiksa TCM. kesehatan masih kurang
• Investigasi kontak serumah penderita TB RO telah
)
-45-

No INDIKATOR ANALISA MASALAH ISU STRATEGIS


dilakukan, namun pada kontak erat TB RO belum
dilakukan
• Pemahaman tentang kriteria terduga TB RO belum
merata pada tenaga kesehatan
• Sampai dengan pertengahan tahun 2018 belum ada
kelompok pendukung sebaya/kelompok pasien yang
mendampingi pasien TB RO
5 Cakupan penemuan kasus TB • Capaian = 7% (27 /410), cakupan penemuan kasus pada • Kerjasama lintas sektoral
anak. TB anak ini sangat kecil & lintas program masih
• Tenaga kesehatan di puskesmas merasa kurang percaya rendah
diri untuk melakukan penegakan diagnosa TB Anak • Kapasitas/ SDM petugas
• Cukup banyak kasus di DPM, RS Swasta non DOTS kesehatan dan
maupun klinik non DOTS namun tidak temotifikasi pengetahuan
• Sebagian kasus mungkin menjalani pengobatan di Kota masyarakatmasih kurang
Blitar, namun tidak diketahui dengan pasti apakah telah
ternotifikasi di SITT
• Upaya investigasi kontak pada kasus TB dewasa pada
anggota serumah terutama yang memiliki anak perlu
dioptimalkan
• Peran lintas sektor dalam penemuan kasus TB anak
belum ada misalnya UKS di lembaga pendidikan
C. Keberhasilan Pengobatan Sensitif dan Resisten Obat
1 Angka keberhasilan • Angka keberhasilan pengobatan di tahun 2015 hanya • Kepatuhan petugas,
pengobatan pasien TB semua sebesar 76%, namun di tahun 2016 meningkat menjadi pasien dan PMO dalam
kasus 90% melakukan pemeriksaan
• Meskipun angka keberhasilan pengobatan cukup dahak "follow up" di
memuaskan namun angka kesembuhan belum mencapai akhir pengobatan masih
target, karena pemeriksaan follow up di akhir rendah
pengobatan belum rutin dilakukan pada semua kasus
TB yang diobati baik di puskesmas maupun di RS
)

-46-

No INDJKATOR ANALISA MASALAH ISU STRATEGIS


• Keberhasilan ini didukung oleh komitmen fasyankes TB
DOTS dalam hal rujukan kasus, baik rujukan pindah
pengobatan maupun mekanisme pelacakan pelaporan
kasus mangkir.
2 Angka keberhasilan • Capaian = N/ A • Angka putus berobat
pengobatan pasien TB • Angka putus berobat cukup tinggi, di tahun 2017 dari 13 cuku p tinggi
resistan obat kasus diobati telah didapati 5 kasus putus berobat dan 2 • Dukungan psikososial
2011 = 100% (1/ 1) kasus meninggal sehingga kasus keberhasilan hanya terutama dari keluarga
2012 = 0% (2 LFU lalu meninggal)
20 13 = 100% (2/2)
bisa mencapai 46% jika semua yang sedang diobati masih kurang
20 14 = 33% ( 1 LFU, 1 men in ggal) berhasil menjalani dan menyelesaikan pengobatannya.
2015 = 50% (1 LFU) • Angka keberhasilan pengobatan TB RO masih rendah
2016 = 100% (1 sembuh, 2 masih ,dari total 27 kasus yang ditemukan sejak tahun 2011,
pengobatan) ada 2 penderita menolak pengobatan, 6 di antaranya
meninggal dunia, dan 5 putus berobat (48% dari total
diobati)
• Dukungan lain yang dibutuhkan adalah dukungan
transportasi serta nutrisi
• Alasan putus berobat biasanya karena kurangnya
dukungan keluarga dan efek samping obat
D. TB Resistan Obat
1 Persentase kasus pengobatan • Capaian = 55% (11/20) hanya 11 tercatat di etb • Belum ada mekanisme
u lang TB yang diperiksa uji dibanding 20 kasus pengobatan ulang rujukan spesimen/ contoh
kepekaan obat dengan tes • Belum semua kasus pengobatan ulang (yang uji dahak
cepat molekuler atau metode mendapatkan kat.2) telah diperiksa TCM sebelumnya,
konvensional namun sejak tahun 2017 semua kasus pengobatan
ulang telah diperiksa dengan TCM
• Rujukan pemeriksaan TCM masih berupa rujukan
pasien yang memungkinkan penularan kasus TB di
masyarakat lebih tinggi
2 Persentase kasus TB resistan • Caoaian = 15% (3/23) • Kapasitas/SDM oetugas
) )
-47-

No INDIKATOR ANALISA MASALAH ISU STRATEGIS


obat yang terkonfirmasi • Belum semua terduga TB RO diperiksakan kesehatan dan
• Investigasi kontak serumah penderita TB RO telah pengetahuan
dilakukan, namun pada kontak erat TB RO belum keluargamasih kurang
dilakukan
• Pemahaman tentang kriteria terduga TB RO belum
merata pada tenaga kesehatan
3 Persentase kasus TB resisten • Capaian = 3 (100%) dari 3 kasus terkonfirmasi, • Dukungan psikososial
obat yang memulai semuanya menjalani pengobatan terutama dari keluarga
pengobatan lini kedua • Namun di tahun tahun sebelumnya juga ada kasus masih kurang
penolakan pengobatan.
E. TB - HIV
1 Persentase Pasien TB yang • Capaian = 57% (390/690), kolaborasi belum optimal di • Komitmen petugas TB
mengetahui status HIV tahun 2016, sedangkan di tahun 2017 terlihat dalam memotivasi tes HIV
peningkatan menjadi 86% (572/668) belum optimal
• Kurangnya reagen pemeriksaan HIV di tahun 2016, • Kemauan pasien untuk
namun di tahun 2017 sudah mencukup kebutuhan mengiku ti tes HIV masih
• Kemampuan petugas TB dalam memotivasi penderita TB rendah
untuk diperiksa HIV masih kurang, meskipun
laboratorium puskesmas telah mampu melakukan
pemeriksaan HIV
2 Persen tase Pasien TB-HIV • Capaian = 92% (12/ 13) dan meningkat menjadi 100% di
mendapatkan PPK selama tahun 2017
oernwbatan TB
3 Persen tase Pasien TB-HIV • Capaian = 92% (12/ 13) dan meningkat menjadi 100% di
yang mendapatkan ARV tahun 2017
selama pengobatan TB • Keberlangsungan pengobatan ARV belum optimal
F. Laboratorium
1 Cakupan laboratorium • Jumlah PPM ada 20, jumlah PRM 2 danjumlah PS ada 2 • Kualitas laboratorium
mikroskopik yang • Di tahun 2016, ada 23 laborat yang melaksanakan uji dalam pemeriksaan TB
berpartisipasi dalam uji silang tidak konsisten
) )
-48-

No INDIKATOR ANALISA MASALAH ISU STRATEGIS


minimal 3 kali dalam 1 tah un silang dan hasilnya baik, (data hanya 1 TW yang
2 Persentase laboratorium diperiksa oleh RUS)
mikroskopis yang mengiku ti • Sedangkan di tahun 2017, keikutsertaan lab tetap baik
uji silang dengan hasil baik namun kinerja dengan hasil baik menurun karena
kinerja pembuatan dengan hasil baik rata-rata hanya
25%, sedangkan kinerja pembacaan dengan hasil baik
rata-rata 83%
• Kinerja pembuatan dan pembacaan sangat berfluktuasi
di setiap triwulan
G. Pen2endalian Faktor Resiko
1 Persentase anak < 5 tahun • Capaian = 14% (16/ 116), baru dimulai pada tahun 2016, • Mekanisme pencatatan
yang mendapat pengobatan belum menjadi prioritas pada saat itu dan pelaporan belum
pencegahan dibandingkan • Pencatatan & pelaporan belum terintegrasi dengan SITT optimal
estimasi anak < 5 tahun yang sehingga ada kemungkinan kasus yang telah diberikan • Kurangnya pemahaman
memenuhi syarat diberikan PP INH tidak tercatat masyarakatterutama
pengobatan pencegahan. • Pemahaman tentang fungsi PP INH belum tersampaikan pasien TB yang memiliki
dengan baik balita tentang pentingnya
pemberian PP INH
H. Peningkatan Kemandirian Masyarakan dalam Pengendalian TBC
1 Persentase kasus TB yang • Keterlibatan masyarakat/LSM sudah ada namun baru • Pemahaman dan
ditemukan dan dirujuk oleh mencakup 11 kecamatan pelibatan masyarakat
masyarakat atau organisasi • Belum melibatkan organisasi Dharma Wanita, PKK dalam penanggulangan
kemasyarakatan (active case • Pengetahuan masyarakat terkait TB masih rendah TB masih terbatas
finding). • Persentase kasus yang dirujuk oleh masyarakat/LSM
masih sangat rendah
-49-

3.2.1 Komitmen Kabupaten Blitar dalam Program Penanggulangan TBC


Sejauh ini perencanaan dan implementasi program penanggulangan TBC di
Kabupaten Blitar masih dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan saja.
Berdasarkan IKU dan IK yang dilaksanakan sebagai tugas dan fungsi dinas
Kesehatan yang dalam penanggulangan dan pengendalian penyakit menular
termasuk TBC, kinerja capaian program yang ditunjukkan secara kuantitatif
dan kualitatif pada Sub Bab 3.1 adalah murni dilaksanakan oleh dinas
kesehatan.
Pada sisi lain kegiatan non teknis juga dilaksanakan oleh lembaga mitra/non
pemerintah (LKNU, KPA dan lain-lain), dukungan yang diberikan adalah
pemberdayaan masyarakat untuk lebih mengenal penyakit TBC dan
antisipasinya. Akan tetapi intervensi dukungannya masih relatif kecil dan
sangat memungkinkan dikembangkan lebih luas lagi.
Sementara itu perangkat daerah lain yang terkait dengan tata kelola
pelayanan kesehatan bagi penderita TBC dan masyarakat masih belum
merancang perencanaan dan penganggaran kegiatan penanggulangan TBC.
Sumber pendanaan lain yang memungkinkan dapat diarahkan untuk
mendukung program penanggulangan TBC antar lain dari Dana Desa dan
lembaga donor.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa isu strategis tentang komitmen
kabupaten adalah program penangggulangan TBC belum dilaksanakan
secara menyeluruh lintas program dan lintas sektor.
Lebih dari pada itu Kabupaten Blitar belum memiliki regulasi sebagai
pedoman untuk penyelenggaraan tata kelola dan tata laksana
penanggulangan dan pengendalian TBC yang standar dan terpadu termasuk
perencanaan dan penganggaran programnya.
3.2.2 Penemuan Kasus TBC
Penatalaksanaan pasien TBC menggunakan strategi DOTS meliputi upaya
penemuan dan pengobatan. Penemuan pasien merupakan kegiatan awal dan
utama dalam program penanggulangan TBC, dengan menemukan semua
pasien TBC paru BTA positif (menular), dengan tetap memperhatikan
penemuan pasien TBC lainnya. Kegiatan penemuan pasien terdiri dari
penjaringan terduga, menetapkan diagnosis TBC dan menentukan klasifikasi
penyakit serta tipe pasien TBC. Penemuan dan penyembuhan pasien TBC
menular akan berdampak secara bermakna dalam menurunkan angka
kesakitan dan kematian akibat TBC dan merupakan upaya memutuskan
rantai penularan TBC yang paling efektif di masyarakat.
Isu strategis penemuan kasus yang dirumuskan dari analisa masalah di
lapang adalah angka penemuan kasus TBC masih rendah. Penemuan kasus
TBC ditinjau dari beberapa aspek yaitu:
1. Aspek Fasyankes yang terdiri dari
a. puskesmas;
b. rumah sakit pemerintah;
c. rumah sakit swasta;
-50-

Memiliki kendala sebagai berikut:


1) Penjaringan terduga TBC yang dilakukan provider masih ketat
sehingga jumlah terduga diperiksa rendah, hal ini berpengaruh pada
penemuan kasus TBC.
2) Suspek penderita TBC dengan basil pemeriksaan BTA Negatif akan
memerlukan pemeriksaan penunjang penegakan diagnosa dengan foto
toraks paru atau rontgen yang akan dibaca dan dipakai sebagai
penunjang diagnose TBC, hal ini dipadukan dengan klinis medis
pasien terduga TBC. Ada beberapa permasalahan penegakan diagnosa
tuberkulosis dengan foto toraks paru/rontgen diantaranya:
a. semua pasien yang memerlukan foto thorak paru/rontgen yang
tidak mempunyai BPJS Kesehatan akan memerlukan tambahan
biaya sehingga menjadi beban tambahan pasien, dari
permasalahan ini maka akan banyak terduga TBC yang putus
berobat tidak melanjutkan pemeriksaan TBC;
b. pemanfaatan fungsi mesin TCMbelum optimal, sementara ini
masih digunakan untuk menegakkan diagnosa TBC pada ODHA
dan 9 Kriteria pasien TBC RO dan belum digunakan untuk
menegakkan diagnosa TBC Baru BTA Negatif. Regionalisasi
pemanfaatan mesin TCM belum berjalan maksimal.
2. Aspek masyarakat yang terdiri dari penderita, keluarga penderita maupun
warga masyarakat umum masih memiliki kendala sebagai berikut:
1) masih adanya stigma bahwa penyakit TBC merupakan penyakit
keturunan/kutukan sehingga masyarakat enggan dan malu bila
dinyatakan sebagai penderita TBC.
2) pengetahuan masyarakat masih rendah tentang informasi tanda dan
gejala tuberkulosis sehingga masyarakat bila bergejala TBC masih
mengakses obat secara mandiri ke toko obat, apotek atau ke layanan
DPM yang belum melaksanakan strategi DOTS.
3) akses OAT secara bebas tanpa standar DOTS di Apotek memudahkan
masyarakat dalam terapi yang tidak terstandart sehingga pencatatan
dan penemuan tidak dapat terekam dengan benar dan baik melalui
TB07 di layanan kesehatan, bahkan dapat menimbulkan resistensi
obat.
3. Aspek Organisasi masyarakat pendukung antara lain:
a. Aisyiyah
b. LKNU
C. KPA
d. Panther
dalam penemuan kasus TB belum memiliki peran maksimal meskipun
beberapaOrganisasi masyarakat telah melatih kader TBC. Kesempatan
pada masing-masing Organisasi masyarakat kurang dimanfaatkan secara
maksimal sehingga desiminasi informasi tentang TBC masih rendah.

Anda mungkin juga menyukai