Anda di halaman 1dari 17

PERJALANAN MENUJU BAITULLAH

Indahnya perjalanan ini adalah pengalamannya, dan


tidak dapat dideksripsikan dengan kata kata. Barangkali,
mengunjungi tanah suci, bersujud langsung di depan
Ka’bah adalah impian bagi setiap muslim. Dan ketika
kesempatan itu dapat kita rasakan, niscaya menjadi
pengalaman yang seumur hidup tak akan terlupakan.

8 Agustus 2023

Hari itu tiba. Keberangkatan kami menuju Tanah Suci,


tempat penuh keberkahan yang selalu mengundang hati
setiap muslim. Kami, keluarga kecil yang terdiri dari
ayah, ibu, dan adik perempuan saya yang bernama
Rizka, bersiap-siap untuk memulai perjalanan spiritual
yang luar biasa ini. Tanggal 8 Agustus 2023 menjadi titik
awal dari perjalanan kami menuju baitullah, rumah suci
umat Islam.
Sayangnya, kebahagiaan ini agak tergores oleh
ketidakhadiran kakak saya. Kakak saya baru saja
menjadi seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan belum
bisa mengambil cuti. Kehadirannya dalam perjalanan ini
sangat dinantikan, namun takdir berkata lain.
Kebersamaan kami sekeluarga tidak lengkap, tetapi kami
yakin bahwa setiap perjalanan memiliki hikmah dan
takdirnya masing-masing.

Namun, Allah selalu memberikan jalan keluar. Ayah saya


mencoba mengajak sepupu saya, Rizka, untuk ikut
bersama kami. Alhamdulillah, beliau bersedia, dan kami
pun memiliki teman seperjalanan baru. Ternyata, ada
wasiat dari almarhum ayah Rizka yang baru saja
meninggal, yang menginginkan agar Rizka dapat
melaksanakan umrah. Keberuntungan memang selalu
datang dari jalan yang tidak terduga. Saya merasa
bersyukur karena memiliki teman seperjalanan seperti
Rizka, yang hanya berjarak tiga tahun lebih tua dari saya.

22 Juli 2023
Persiapan perjalanan dimulai. Kami, bersama dengan
jamaah umrah lainnya, melakukan manasik umrah di
hotel Movenpick Surabaya. Manasik umrah ini
merupakan persiapan untuk memahami tata cara
pelaksanaan umrah secara lebih mendalam, baik dari
segi mental maupun spiritual. Travel yang mengorganisir
perjalanan kami, Persada Indonesia, dengan baik
menjelaskan seluruh rangkaian kegiatan yang akan kami
lakukan di Tanah Suci nantinya.

Saat itulah kami merasa semakin dekat dengan


keberangkatan. Tanggal 8 Agustus 2023 menjadi momen
yang luar biasa. Pukul 08.00, kami berangkat menuju
Bandara Juanda Surabaya. Di bandara, suasana haru
campur bahagia menyelimuti keluarga kami. Pamitan
dengan keluarga yang setia mengantar kami, dan kami
pun masuk ke dalam ruang tunggu bandara.

Setelah menerima paspor, tiket, dan bonus peralatan


mandi dari pihak travel, kami diarahkan menuju lounge
yang telah disiapkan. Di sana, sambil menunggu
pesawat, kami menjalani ritual makan siang dan sholat
Dhuhr bersama. Pemilik travel memberikan arahan dan
semangat kepada kami, yang semakin membulatkan
tekad untuk menjalani perjalanan spiritual ini.

Pesawat lepas landas sekitar pukul 15.00. Dalam


perjalanan selama sekitar 10 jam, saya duduk bersama
Rizka dan ayah saya, sedangkan ibu saya duduk bersama
jamaah umrah lainnya. Menu makanan yang disajikan di
pesawat sangat lezat, dengan nasi Hainan, roti, dan teh
hangat untuk makan siang. Sambil menikmati hidangan,
saya juga menonton film-film yang tersedia di pesawat.

Perjalanan panjang membuat tubuh lelah, dan saya


memutuskan untuk tidur sejenak. Saat terbangun, kami
disajikan dengan makan malam, dengan menu ayam kari,
roti, dan es jeruk. Perasaan campur aduk menyelimuti
hati saya karena kesadaran bahwa kami semakin
mendekati Tanah Suci.

Akhirnya, kami mendarat di Bandara Abdul Aziz


Madinah. Naik bus, kami menuju hotel untuk bersiap-
siap. Sesampai di hotel, kami membersihkan diri dan
segera melangkah ke arah yang tak terlupakan, Masjid
Nabawi. Hanya berjarak 5 menit dari hotel, kami
berjalan kaki menuju masjid suci itu untuk
melaksanakan sholat malam pertama kami di sana. Satu
sholat di Masjid Nabawi dianggap setara dengan seribu
sholat di tempat lain. Rasanya, aku tak mampu berkata-
kata ketika melihat keindahan Masjid Nabawi untuk
pertama kalinya.

9 Agustus 2023

Pagi-pagi buta, kami bersiap-siap untuk mengunjungi


Raudhah, suatu tempat yang sangat istimewa di dalam
area Masjid Nabawi. Tempat ini terletak di antara rumah
Rasulullah SAW dan mimbar tempat beliau berdakwah.
Raudhah dianggap sebagai taman surga, dan tempat ini
dipercaya sebagai area yang mustajab untuk berdoa.

Namun, akses ke Raudhah tidaklah mudah. Kami harus


bersabar, bergantian dengan jamaah lain karena
antusiasme untuk masuk sangat tinggi. Saat akhirnya
giliran saya untuk masuk, tak ada kata yang bisa
menggambarkan keindahan yang terpampang di hadapan
mata. Sambil merasakan kelembutan karpet hijau, saya
meresapi momen suci ini dengan penuh rasa syukur.

Sholat di dalam Raudhah adalah pengalaman yang sulit


dijelaskan dengan kata-kata. Setelah selesai, kami keluar
dari Raudhah dengan hati penuh syukur dan berdoa
semoga segala keinginan yang kami sampaikan di sana
dikabulkan oleh Allah SWT.

Menunggu waktu Dhuhr, kami kembali ke dalam Masjid


Nabawi. Suasana di dalam maupun di luar masjid
dipenuhi dengan air zam-zam yang dapat kita minum
sepuasnya. Setelah itu, kembali ke hotel untuk istirahat
sejenak dan makan siang.

Sholat Ashar tiba, dan kami menuju Masjid Nabawi


untuk melaksanakan sholat. Setelah selesai, kembali ke
hotel untuk mandi dan bersiap-siap untuk sholat Maghrib
dan Isya di Masjid Nabawi. Setelah menyelesaikan
sholat Isya, kami
mencari makan malam dan kembali ke hotel untuk
istirahat.

10 Agustus 2023

Waktu telah tiba untuk meninggalkan Madinah menuju


Makkah. Meskipun awalnya kami berencana naik speed
train, namun kursi yang tersedia tidak memungkinkan
keluarga kami duduk bersama. Sebagai solusi, kami
memilih untuk naik bus, yang ternyata datang lebih awal
karena ada hambatan badai gurun yang menghentikan
operasional speed train.

Perjalanan darat selama enam jam membawa kami ke


Makkah. Sampai di hotel, kami langsung bersiap untuk
melaksanakan umrah pertama. Dari hotel ke Masjidil
Haram, perjalanan sekitar 700 meter harus ditempuh
dengan berjalan kaki.

Ustad Syaiful menjadi pemandu dalam setiap rangkaian


umrah. Kami, jamaah Persada, menggunakan mikrofon
yang telah disediakan, mengikuti setiap arahan yang
diberikan oleh ustad. Sambil saling berpegangan tangan
agar tidak terpisah, kami memulai tawaf di sekitar
Ka'bah. Suasana begitu padat, dengan jamaah lain yang
berusaha mendekatkan diri ke Ka'bah untuk
menciumnya.

Saat tawaf kita saling berpegangan tangan dengan


jamaah persada agar tidak tertinggal. Karena di ka’bah
ini sangat padat karena jamaah lain ingin lebih mendekat
ke ka’bah dan menciumnya. Nah, pada saat sa’i ada
salah satu jamaah persada yang jatuh dan sudah tidak
kuat untuk melanjutkan sa’i nya itu, Jadi kita berhenti
dulu untuk menolong ibu ini dan ternyata beliau
badannya kurang fit dan mempunyai asma. Jadi beliau di
dorong menggunakan kursi roda oleh orang yang bekerja
dibagian ini. Setelah itu kita melanjutkan sampai
rangkaian umrah selesai.

Tetapi, dalam perjalanan sa'i, satu peristiwa menarik


perhatian kami. Salah satu jamaah Persada jatuh dan
tidak mampu melanjutkan sa'i. Tanpa ragu, kami berhenti
sejenak untuk memberikan pertolongan. Wanita tersebut
ternyata kurang fit dan mengidap asma. Dengan bantuan
kursi roda, dia diantar oleh petugas ke tempat istirahat.
Setelah memastikan bahwa dia dalam keadaan baik,
kami melanjutkan perjalanan hingga selesainya
rangkaian umrah pertama.

Untuk umrah kali ini, kami sebenarnya memiliki jatah


empat kali umrah. Namun, karena kelelahan fisik, saya
dan Rizka hanya mengikuti tiga kali umrah. Rangkaian
umrah membutuhkan tenaga yang cukup, dan keputusan
kami untuk beristirahat setelah umrah ketiga tampaknya
sangat bijaksana. Perasaan syukur dan haru melingkupi
hati kami, menyadari bahwa setiap langkah yang kami
tempuh di Tanah Suci adalah bagian dari takdir yang
telah dituliskan oleh Allah SWT.

Pagi yang cerah di Kota Madinah, saat sinar matahari


mulai memancar di ufuk timur. Kami bersiap-siap untuk
mengunjungi salah satu tempat paling istimewa di
Masjid Nabawi, yaitu Raudhah. Raudhah adalah
sebidang tanah yang terletak di antara rumah Rasulullah
SAW dan mimbar tempat beliau berdakwah. Di
dalamnya, terletak makam Rasulullah SAW. Konon,
Raudhah diibaratkan sebagai taman surga dan dianggap
sebagai tempat yang sangat mustajab untuk berdoa.

Namun, akses ke Raudhah tidaklah mudah. Antusiasme


jamaah umrah untuk menginjakkan kaki di tempat yang
penuh berkah ini membuat antrian panjang. Kami
diberitahu bahwa hanya beberapa jamaah yang dapat
masuk sekaligus, dan kami harus bersabar menunggu
giliran. Kesabaran adalah kunci di sini, dan itulah yang
kami lakukan.

Akhirnya, giliran saya untuk masuk ke dalam Raudhah.


Langkah saya diiringi oleh getaran hati yang tak
terlukiskan. Begitu pintu terbuka, keindahan yang
menakjubkan langsung memenuhi pandangan mata.
Karpet hijau yang lembut membentang di sepanjang
Raudhah, dan suasana damai terasa begitu kental.
Makam Rasulullah SAW yang terletak di tengah-tengah
Raudhah menjadi pusat perhatian, mengundang doa dan
penghormatan dari setiap jamaah yang hadir.
Saya dan jamaah lainnya langsung bergegas untuk
melakukan sholat di dalam Raudhah. MasyaAllah,
betapa sakralnya momen ini. Dalam sholat kami, hati
dan jiwa merasakan kehadiran langsung di tempat-
tempat yang pernah disentuh oleh Rasulullah SAW.
Setelah selesai sholat, kita diberikan waktu yang singkat
untuk berdoa pribadi. Momen ini, ketika kita berdiri di
dekat makam Rasulullah SAW, adalah saat yang paling
berharga dalam perjalanan spiritual kami.

Namun, waktu berlalu begitu cepat, dan kita harus


meninggalkan Raudhah. Dengan langkah hati-hati, kami
meninggalkan area tersebut dengan perasaan syukur
yang mendalam. Meski waktu yang diberikan terbatas,
kesan yang diukir oleh keindahan dan ketenangan
Raudhah akan selalu membekas dalam ingatan kami.

Setelah meninggalkan Raudhah, kami menuju masjid


untuk menunaikan sholat Dhuhr. Namun, perjalanan
menuju masjid di Madinah tidak semudah yang
dibayangkan. Meskipun masjid berjarak dekat, hambatan
lain muncul. Masjid Nabawi selalu ramai dengan jamaah
dari seluruh dunia dan juga warga lokal. Dengan penuh
tekad, kami berusaha untuk masuk ke dalam masjid
sebelum waktu Dhuhr tiba.

Namun, masuk ke dalam masjid tidaklah mudah. Ruang


di dalamnya telah dipenuhi oleh jamaah yang
berbondong-bondong ingin menunaikan sholat. Mencari
tempat yang cukup untuk sholat di dalam masjid menjadi
tugas yang menantang. Banyak jamaah yang terpaksa
harus sholat di luar masjid karena ruangan di dalam
sudah penuh.

Kami memutuskan untuk tetap berusaha masuk ke


dalam, meskipun cuaca yang sangat panas di Madinah
mencapai 43 derajat Celsius. Menyusuri lorong-lorong
yang ramai, kami akhirnya berhasil masuk dan
menemukan tempat untuk sholat. Ketika sujud di dalam
Masjid Nabawi, rasanya seakan-akan mendapatkan
sentuhan langsung dari rahmat Allah SWT.

Walaupun lelah dan kepanasan, setiap langkah di Tanah


Suci ini menjadi berharga. Begitu banyak pengorbanan
yang kami lakukan, namun setiap detik yang dihabiskan
di tempat-tempat suci ini memberikan kebahagiaan dan
ketenangan yang tak terhingga. Perjalanan spiritual ini
terus membawa kami ke pengalaman yang tak
terlupakan, memperkaya hati dan jiwa dengan kehadiran-
Nya yang begitu nyata. Dan inilah perjalanan kami,
menuju Baitullah, diiringi oleh cahaya petunjuk-Nya.

Di dalam masjid nabawi maupun diluar masjid terdapat


air zam-zam yang bisa kita minum sepuasnya. Setelah
itu kita kembali ke hotel untuk istirahat sejenak dan
makan siang. Sholat ashar tiba kita langsung menuju ke
masjid nabawi untuk sholat ashar. Setelah itu kita
kembali ke hotel untuk mandi dan bersiap untuk sholat
magrib di masjid nabawi sekalian menunggu sholat isya
disana. Setelah sholat isya selesai kita mencari makan
malam, dan kembali ke hotel untuk istirahat.

Pada saatnya, dengan hati yang penuh haru dan rindu,


kami harus rela meninggalkan tanah suci ini, meskipun
keinginan untuk tinggal lebih lama begitu besar. Setiap
langkah meninggalkan Makkah dan Madinah terasa
seperti meninggalkan bagian dari diri kami yang
tertinggal di sana. Meski masih ada rasa hampa karena
perpisahan, kami tahu bahwa kembali ke tanah air adalah
bagian dari takdir yang harus dijalani.

Keberangkatan pulang bukanlah akhir dari perjalanan


spiritual ini. Kami menyimpan setiap momen, setiap doa,
dan setiap pengalaman di hati kami. Tanah suci telah
memberikan kenangan yang tak terlupakan, dan kita
merasa bersyukur telah diberi kesempatan untuk
merasakannya.

Kembali ke tanah air, kehidupan sehari-hari menanti


dengan segala rutinitas dan tugas yang harus dijalani.
Meskipun begitu, kita mencoba membawa semangat dan
keberkahan dari tanah suci ke dalam setiap aktivitas dan
tanggung jawab yang harus kita lakukan. Perjalanan
spiritual ini tidak hanya tentang momen di Makkah dan
Madinah, tetapi juga bagaimana kita menerapkan nilai-
nilai kehidupan Islami dalam kehidupan sehari-hari.
Setelah kembali, kita merindukan jamaah-jamaah umrah
lainnya, saudara-saudara seiman yang menjadi teman
setiap sholat dan sa’i. Kebersamaan di Tanah Suci telah
menciptakan ikatan yang kuat di antara kita, dan kita
berdoa agar bisa bertemu lagi di Baitullah suatu saat
nanti.

Di tengah kesibukan keseharian, hati selalu teringat akan


Ka'bah, Raudhah, dan setiap sudut suci yang pernah kita
injak. Doa-doa yang diucapkan di sana masih terdengar
dalam hati, dan kita berharap agar Allah melindungi dan
mengabulkan setiap doa yang kita panjatkan di tanah
suci. Saat menjalani rutinitas sehari-hari, kita terus
berdoa agar bisa kembali ke Baitullah, merasakan lagi
ketenangan dan keberkahan di tempat yang penuh
dengan rahmat-Nya.

Aamiin. Doa itu selalu mengiringi setiap langkah kita.


Doa agar Allah memberikan kesempatan untuk kembali,
doa agar kita bisa menjadi hamba yang lebih baik, dan
doa agar kita tetap istiqomah menjalani ajaran-Nya.
Setiap sujud, setiap dzikir, dan setiap bacaan Al-Qur'an
mengingatkan kita pada momen-momen suci di Tanah
Suci.

Keinginan untuk kembali ke Baitullah terus membara


dalam hati. Masing-masing dari kami membayangkan
saat-saat indah di hadapan Ka'bah, berdoa di Raudhah,
dan melaksanakan tawaf di sekitar Masjidil Haram.
Keberkahan yang terasa begitu nyata di sana, menjadi
semangat dan motivasi untuk terus berusaha menjalani
kehidupan yang lebih baik di tanah air.

Mungkin, takdir akan membawa kita kembali ke


Baitullah suatu hari nanti. Namun, hingga saat itu tiba,
kita terus menjaga api semangat dan kecintaan terhadap
Tanah Suci dalam hati. Perjalanan spiritual ini bukanlah
akhir, melainkan awal dari transformasi diri yang terus
kita raih dalam kehidupan sehari-hari. Semoga setiap
langkah yang kita ambil selalu di bimbing oleh petunjuk-
Nya, dan semoga kita bisa kembali ke Baitullah dengan
hati yang lebih bersih dan tulus.
Begitulah, perjalanan spiritual menuju Baitullah bukan
hanya tentang fisik yang berada di tempat yang suci,
tetapi juga tentang perjalanan batin yang terus berlanjut
setelah kita pulang ke tanah air. Semoga keberkahan dan
kedamaian yang kita rasakan di Tanah Suci senantiasa
menyertai setiap langkah dan kehidupan kita, hingga kita
dipertemukan kembali dengan Baitullah. Aamiin.

Anda mungkin juga menyukai