Anda di halaman 1dari 4

Asal Mula Danau Toba

Kisah bermula ketika zaman dahulu hidup seorang pemuda bernama Toba yang
merupakan yatim piatu. Sehari ia bekerja sebagai petani dan sesekali mencari ikan di
sungai yang berada tak jauh dari gubugnya.

Hasil tangkapan ikan itu yang biasanya ia jadikan sebagai lauk untuk makan sehari-
hari dan sisanya dijual ke pasar.

Pada suatu hari, saat Toba memancing ke sungai, ia sangat berharap mendapat ikan
besar agar bisa segera dimasak dan dijadikan lauk. Harapan Toba akhirnya
terpenuhi, karena tak lama setelah melemparkan pancingnya ke sungai, mata kailnya
disambar ikan.
ADVERTISEMENT

Melihat hal itu, Toba sangat gembira dan langsung menarik tali pancingnya,
kemudian mendapati seekor ikan besar tersangkut di mata pancingnya. Sejenak,
Toba memperhatikan ikan besar yang berhasil dipancingnya itu.

"Ikan yang aneh," gumam Toba.

Ya, Toba merasa ikan itu aneh, karena seumur hidupnya belum pernah melihat ikan
yang memiliki warna kekuningan dengan sisik berwarna kuning keemasan. Sisik-
sisik di ikan itu juga terlihat berkilauan ketika terkena sinar matahari.

Ketika Toba melepaskan mata kail dari mulut ikan tersebut, sebuah keajaiban
mendadak terjadi. Ikan itu menjelma menjadi seorang perempuan dengan paras
cantik jelita.

Melihat hal tersebut, Toba terheran-heran dan berdiri dengan mata membulat, serta
mulut melongo.

"Tuan. Aku adalah kutukan dewa karena telah melanggar larangan besarnya. Telah
ditakdirkan kepadaku bahwa aku akan berubah bentuk menyerupai makhluk apa
saja yang memegang atau menyentuhku. Karena tuan telah memegangku, maka aku
pun berubah menjadi manusia seperti tuan," kata perempuan jelmaan ikan itu.
ADVERTISEMENT

Akhirnya, Toba memperkenalkan namanya. Begitu juga dengan perempuan tersebut


yang memperkenalkan namanya sebagai Putri.

Terpesona dengan kecantikan Putri, Toba akhirnya menjelaskan keinginannya untuk


menikahi perempuan tersebut.

"Bersediakah kau menikah denganku," tanya Toba.

"Baiklah, aku bersedia tuan. Selama tuan bersedia pula memenuhi satu syarat yang
aku ajukan," jawab Putri.
"Syarat apa yang kau kehendaki? Sebutkan. Niscaya aku akan memenuhinya?," kata
Toba.

"Permintaanku hanya satu, hendaklah tuan menutup rapat-rapat rahasiaku. Jangan


sekali-kali tuan menyebutkan jika aku berasal dari ikan. Jika tuan menyatakan
kesediaan tuan untuk menjaga rahasia ini, aku bersedia menjadi istri Tuan," Putri
meminta.

Danau Toba di Sumatera Utara. Foto: Dok. KBRI Paris

"Baiklah. Aku akan menutup rapat-rapat rahasia ini. Rahasia ini hanya kita ketahui
berdua saja," ujar Toba.
ADVERTISEMENT

Setelah memenuhi permintaan tersebut, Toba dan Putri akhirnya menikah.


Keduanya hidup berbahagia meskipun dalam kesederhanaan. Kehidupan mereka
semakin lengkap dengan kelahiran anak lelaki mereka yang diberi nama Samosir.

Samosir tumbuh menjadi anak yang sehat dan kuat. Namun, sayangnya ia agak nakal
dan pemalas. Kerjaannya hanya tiduran saja.
Ia juga tidak peduli atau ingin membantu ayahnya yang sibuk bekerja di ladang.
Bahkan, untuk sekadar mengantar makanan dan minuman untuk ayahnya pun,
Samosir kerap menolak.

Tak hanya itu, Samosir juga memiliki nafsu makan yang besar. Jatah makanan
keluarganya untuk sehari bisa ia habiskan dalam sekali makan. Toba merasa harus
bekerja lebih keras lagi untuk memenuhi keinginan makan anak laki-lakinya.

Hingga akhirnya pada suatu hari, Samosir diminta ibunya untuk mengantarkan
makanan kepada ayahnya. Meskipun awalnya Samosir malas untuk mengantarkan
makanan tersebut, ia akhirnya mau melakukannya setelah ibunya memaksa,
meskipun dengan wajah tersungut-sungut.
ADVERTISEMENT

Samosir akhirnya membawa makanan dan minuman itu menuju ladang. Di tengah
perjalanan, Samosir merasa lapar. Ia kemudian menghentikan langkahnya dan
memakan makanan yang seharusnya untuk ayahnya, dan hanya disisakan sedikit.

Dengan makanan dan minuman yang tersisa sedikit, Samosir melanjutkan


perjalanan menuju ladang. Setibanya di ladang, Samosir memberikan makanan dan
minuman itu kepada ayahnya.

Toba yang merasa sangat lapar karena bekerja sejak pagi langsung membuka bekal
tersebut. Namun, ia terperanjat melihat makanan untuknya tinggal sedikit.

"Mengapa jatah makanan dan minumanku tinggal sedikit," tanya Toba dengan raut
wajah kesal.

"Tadi di jalan aku sangat lapar, Ayah. Oleh karena itu, jatah makanan dan minuman
Ayah telah kumakan sebagian. Tapi, tidak semua kuhabiskan, bukan? Masih tersedia
sedikit makanan dan minuman untuk Ayah," jawab Samosir dengan wajah polos.
ADVERTISEMENT

"Anak tidak tahu diuntung," maki Toba kepada anaknya.

Kemarahan Toba kian meninggi dan akhirnya tidak tahan untuk menahan
kesabaran.

"Dasar kau anak keturunan ikan," umpat Toba.

Mendengar umpatan tersebut, Samosir sangat terkejut dan langsung berlari ke


rumah. Pada saat bertemu ibunya, Samosir langsung menceritakan umpatan dan
cacian ayahnya yang menyebutkan dirinya keturunan ikan.

Mendengar pengaduan anaknya, ibu Samosir sangat sedih. Tidak disangka jika
suaminya melanggar sumpah untuk tidak menyebutkannya berasal dari ikan.

Kemudian, Samosir dan ibunya saling berpegangan. Dalam hitungan sekejap,


keduanya menghilang.
Lalu, keajaiban pun terjadi. Dibekas pijakan kaki Samosir dan ibunya, menyembur
air yang sangat deras.

Dari dalam tanah, air disemburkan seolah tiada henti. Semakin lama, semburan itu
semakin besar. Dalam waktu cepat, permukaan tanah tergenang.
ADVERTISEMENT

Permukaan air terus meninggi dan tak berapa lama kemudian, lembah tempat
tinggal Toba telah tergenang air. Kemudian, terbentuk sebuah danau yang sangat
luas di tempat itu.

Penduduk kemudian menamakan danau itu sebagai Danau Toba. Adapun pulau kecil
yang berada di tengah-tengah Danau Toba disebut Pulau Samosir untuk
mengingatkan kepada anak lelaki Toba.

Anda mungkin juga menyukai