Makalah Fiqh Munakahat. - Removed
Makalah Fiqh Munakahat. - Removed
Nama Kelompok :
Riza muzakki (23021020003)
Amelia Salsabila (23021020003)
Lintan Putri Agustina (23041020005)
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PEMBUKAAN
Dalam Islam, pernikahan merupakan suatu ikatan yang amat sakral (mitsaqan
ghalidha). Tak heran bila syariat mengatur dengan begitu jelas dan apik hal ihwal pernikahan,
mulai dari hal-hal yang bersifat teknis hingga yang bersifat praksis. 1
Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI), peminangan adalah kegiatan upaya ke arah
terjadinya hubungan perjodohan antara seorang pria dengan seorang wanita. Dalam
kitab Hasyiyah Rad al-Mukhtar (3/8), Imam Ibnu Abidin, ulama hanafiyah, menyebutkan
bahwa khitbah adalah sebuah permintaan untuk menikah. Menurut Imam asy-Syaribini (1958),
ulama syafi’iyah, khitbah adalah permintaan seorang laki-laki untuk menikahi perempuan yang
akan dipinang.
Pada realitanya, dalam Islam sendiri tidak ada larangan perempuan yang mengajukan
pinangan terlebih dahulu. Bahkan, bisa jadi sangat dianjurkan bila pria yang hendak dipinang
adalah orang yang saleh, seperti dalam Surah al-Qashsh: 27 yang menceritakan seorang ayah
yang meminang Nabi Musa as. untuk menikahi salah satu putrinya. Yang galib di masyarakat
adalah pihak pria yang meminang terlebih dahulu bukan Wanita.2
2
Krismono, Fiqh peminangan antara syari’ah dan tradisi,( Yogyakarta, 2010)
4
BAB II
PEMBAHASAN
1. Akad Khutbah:
Akad khutbah merupakan akad perjanjian antara laki-laki dan perempuan yang bertujuan untuk
saling mengenal dan mempertimbangkan kelanjutan hubungan ke jenjang pernikahan. Akad ini
tidak wajib, namun dianjurkan dalam Islam.
2. Persetujuan Wali:
Persetujuan wali nikah perempuan sangatlah penting dalam proses peminangan. Wali nikah
yang sah adalah ayah, kakek dari pihak ayah, dan seterusnya berdasarkan garis keturunan laki-
laki.
3. Mahar:
Mahar adalah pemberian wajib dari laki-laki kepada perempuan sebagai tanda penghormatan
dan penghargaan. Mahar dapat berupa benda berharga, uang, atau jasa.
4. Masa Iddah:
Masa iddah adalah masa tunggu bagi perempuan yang telah dicerai atau ditinggal mati
suaminya sebelum menikah kembali. Masa iddah ini bertujuan untuk memastikan perempuan
tidak hamil dari pernikahan sebelumnya.
5.Tidak Memaksakan Kehendak:
Baik laki-laki maupun perempuan tidak boleh dipaksa untuk menikah. Pernikahan harus
didasari atas kerelaan dan keikhlasan kedua belah pihak.
6. Ikhtiyar:
Peminangan dilakukan atas dasar pilihan dan kerelaan kedua belah pihak, baik laki-laki
maupun perempuan.
7. Kesetaraan:
Perempuan memiliki hak untuk menerima atau menolak pinangan laki-laki.
8. Kejujuran:
Calon suami dan istri wajib menyampaikan informasi yang benar tentang diri mereka kepada
satu sama lain.
9. Kesadaran:
Masing-masing pihak harus memahami hak dan kewajibannya dalam pernikahan.
10. Etika dan Moral:
5
Peminangan harus dilakukan dengan menjunjung tinggi etika dan moral Islam. Hal ini
termasuk menjaga kesopanan dan menghindari perbuatan yang tidak senonoh. 3
Secara umum proses peminangan dalam perkawinan Islam dapat dibagi menjadi beberapa
tahap berikut:
1. Taaruf
Tahap ini merupakan tahap perkenalan antara laki-laki dan perempuan. Pada tahap ini, kedua
belah pihak dapat saling mengenal diri dan keluarganya masing-masing.
2. Khutbah
Khutbah adalah prosesi resmi penawaran pernikahan dari laki-laki kepada perempuan.
Biasanya, khutbah dilakukan di hadapan keluarga dan kerabat dekat kedua belah pihak.
3. Mahar
Mahar adalah pemberian wajib dari laki-laki kepada perempuan sebagai tanda penghormatan
dan penghargaan. Mahar dapat berupa uang, benda, atau jasa.
4. Akad Nikah
Akad nikah merupakan prosesi ijab kabul pernikahan yang diucapkan oleh laki-laki dan
perempuan di hadapan wali dan dua orang saksi.
5. Resepsi Pernikahan
Resepsi pernikahan merupakan acara perayaan pernikahan yang biasanya dihadiri oleh
keluarga dan kerabat dekat kedua belah pihak.
Perlu diingat bahwa proses peminangan dan pernikahan di setiap daerah mungkin
berbeda-beda, tergantung pada adat dan kebiasaan setempat. Namun, kaidah-kaidah yang
disebutkan di atas harus tetap dipegang teguh agar proses peminangan dan pernikahan berjalan
dengan lancar dan sesuai dengan syariat Islam. 4
6
B. METODE PEMINANGAN DALAM ISLAM
Ada dua metode dalam peminangan, yaitu dengan ungkapan yang terus terang. Seperti,
“Saya ingin menikahi kamu”. Dan dengan sendiran. Misalnya, “Aku mencari calon istri yang
seperti dirimu”.
Kedua metode di atas sama-sama dapat digunakan terhadap perempuan yang masih
belum pernah menikah dan tidak sedang dalam menjalani masa idah bila pernah menikah. Jika
dalam keadaan masa idah maka ada pengklasifikasian. Bila dalam masa idah wafat (suaminya
meninggal) maka peminangan dengan metode pertama tidak boleh dan boleh dengan metode
kedua. Jika dalam masa idah talak (diceraikan) maka bila berupa talak raj’i (talak satu atau
dua), tidak boleh meminangnya sama sekali, baik dengan ungkapan terus terang maupun
dengan sendiran. Namun, jika berupa talak ba’in (talak tiga), menurut mayoritas ulama, boleh
meminangnya, baik dengan ungkapan terus terang maupun dengan sendiran.
Peminangan juga tidak boleh (haram) dilakukan kepada perempuan yang sudah
menerima pinangan orang lain, baik dengan cara terus terang maupun melalui sindiran. Boleh
meminangnya bila peminangan dengan sebelumnya sudah dibatalkan. 5
Legislasi peminangan dalam Islam diekstrak pada dalil al-Qur’an, as-Sunnah, dan
Ijmak. Dalam al-Qur’an, Allah Swt. menegaskan:
‘Dan tidak ada dosa bagimu meminang perempuan-perempuan itu dengan sindiran atau kamu
sembunyikan (keinginanmu) dalam hati. ” (QS al-Baqarah [2]: 235)
اذا خطب أحدكم المرأة فإن استطاع أن ينظر إلى ما يدعوه إلى نكاحها
“Jika kalian meminang seorang perempuan, jika mampu melihat sesuatu yang dapat membuat
termotivasi menikahinya maka lakukanlah.”(HR Abu Dawud)
5 Ibid
7
ulama syafi’iyah, hukum peminangan adalah mubah (Imam Nawawi, Raudhah al-Thalibin:
6/24). Menurut pendapat ketiga, hukum peminangan mengikuti hukum pernikahan. Dalam arti,
ketika pernikahannya berhukum wajib maka peminangan hukumnya wajib; jika pernikahannya
sunah, peminagannya juga sunah; dan seterusnya.(Al-Bujairami ala al-Khathib: 4/155).6
Dari ketiga pendapat di atas, menurut Nayib Mahmud al-Rajub (2008), pendapat yang
kuat adalah pendapat yang mengatakan bahwa hukum peminangan adalah sunah. Hal itu karena
dua alasan berikut. Pertama, karena Rasulullah Saw. sendiri melakukannya dan dilestarikan
oleh para generasi salaf yang saleh di mana mereka selalu melakukan peminangan sebelum
melaksanakan pernikahan. Kedua, karena peminangan mengandung banyak kegunaan dan
hikmah, sebagaimana akan dijelaskan di bawah ini.
Pertama, memberi kesempatan kepada pihak mempelai laki-laki dan perempuan untuk
saling mengenal satu sama lain. Dengan begitu, nantinya kedua belah pihak dapat menentukan
pilihan terbaik, baik melanjutkan ke jenjang pernikahan maupun membatalkannya. Sebab,
pernikahan merupakan ikatan sakral dan mempunyai pengaruh yang amat besar. Oleh sebab
itu, pernikahan harus dibangun di atas pondasi cinta dan keridaan. Hal itu, di antaranya, bisa
didapat melalui khitbah. Pada saat itu, laki-laki dan perempuan diperbolehkan saling
memandang dalam rangka taaruf. Mengenal pasangan sebelum menikah adalah amat penting.
Tersebab, ketika ikatan pernikahan telah terjadi maka ada hal-hal yang tidak dapat kita ubah
dengan mudah. Terlebih pernikahan tidak hanya berhubungan dengan para mempelai saja,
tetapi juga dengan keluarga besar mereka. Di samping itu, perceraian bukanlah suatu yang
dapat dengan mudah diputuskan dan dilakukan, apalagi sudah memiliki anak. Karena itulah,
dalam hadis riwayat Imam Tirmidzi, Rasulullah menekankan untuk mengenal calon pasangan
agar hubungan bisa langgeng dan membahagiakan.
Ketiga, pada galibnya, setelah menikah seorang perempuan akan mengikuti dan tinggal
bersama suaminya. Nah, hal tersebut merupakan suatu yang amat sulit dan tidak mudah
dilakukan oleh semua perempuan, apalagi secara tiba-tiba. Karena itu, dengan adanya syariat
peminangan maka perempuan mempunyai waktu cukup untuk mempersiapkan diri, baik secara
fisik maupun mental.
6
Abdul Ghofur Ansori Hukum Perkawinan Islam (perspektif fikih dan hukum positif,uii press).
(Yogyakarta : 2011)
8
BAB III
PENUTUPAN
3.1 KESIMPULAN
Dalam Islam, pernikahan merupakan suatu ikatan yang amat sakral (mitsaqan
ghalidha) dan peminangan adalah kegiatan upaya ke arah terjadinya hubungan perjodohan
antara seorang pria dengan seorang wanita. khitbah adalah permintaan seorang laki-laki untuk
menikahi perempuan yang akan dipinang. Namun dalam Islam sendiri tidak ada larangan
perempuan yang mengajukan pinangan terlebih dahulu.
proses peminangan dalam perkawinan Islam dapat dibagi menjadi beberapa tahap
seperti Taaruf, Khutbah, Mahar, Akad Nikah dan Resepsi Pernikahan. Peminangan juga tidak boleh
(haram) dilakukan kepada perempuan yang sudah menerima pinangan orang lain,
Terdapat dua metode dalam peminangan, yaitu dengan ungkapan yang terus terang.
Seperti, “Saya ingin menikahi kamu”. Dan dengan sindiran. Misalnya, “Aku mencari calon
istri yang seperti dirimu”. Peminangan juga tidak boleh (haram) dilakukan kepada perempuan
yang sudah menerima pinangan orang lain, Menurut Mazhab Maliki, hukum peminangan
adalah sunah (sangat dianjurkan) sedangkan menurut sebagian ulama syafi’iyah, hukum
peminangan adalah mubah.
9
DAFTAR PUSTAKA
Prof.Dr.H Abdul Rahman Ghazaly M.A. Fiqh Munakahat Jakarta : prenamedia group
2019
Abdul Ghofur Ansori Hukum Perkawinan Islam (perspektif fikih dan hukum positif,uii
press). Yogyakarta : 2011
Dr. Abudllah Nashih ‘Ulwan Tata cara meminang dalam islam, Solo : pustaka mantiq
11