Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH HADIST AHKAM

PERNIKAHAN

DOSEN PENGAMPU:

DINA ARIANI M.Ag

DISUSUN OLEH:

WELLY APRILIA (23041020006)

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN RADEN FATAH PALEMBANG
TAHUN 2024
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dengan hati yang tulus dan pikiran yang jernih ke hadirat Allah SWT.
Karena dengan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyusun makalah ini
sehinga dapat hadir di hadapan pembaca sekalian.

Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhamad SAW Beserta keluarga
dan para Sahabatnya sekalian, yang dengan penuh kesetiaan dan telah mengorbankan jiwa raga
maupun hartanya demi tegaknya syiar Islam yang pengaruh dan manfaatnya masih dapat kita
rasakan pada saat sekarang ini.

Makalah yang berada di hadapan kita pembaca ini membahas tentang "Hadits Ahkam
Tentang Pernikahan". Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat dan dapat menambah
wawasan bagi kita semua.

Kepada para pembaca yang membahasa makalah ini kami sampaikan terima kasih.
Saran dan keritik dari para pembaca sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini
dan demi bertambahnya wawasan kami sebagai Mahasiswa.

Akhinya semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua Amin ya Rabbal aalamiin.

Palembang, 26 April 2024

Welly Aprilia

ii
DAFTAR ISI

MAKALAH HADIST AHKAM ....................................................................................................................... i

PERNIKAHAN ............................................................................................................................................1

KATA PENGANTAR ................................................................................................................................... ii

DAFTAR ISI................................................................................................................................................3

BAB I .........................................................................................................................................................4

PENDAHULUAN ........................................................................................................................................4

A.LATAR BELAKANG .............................................................................................................................4

B.RUMUSAN MASALAH .......................................................................................................................4

C.TUJUAN MASALAH ............................................................................................................................4

BAB II ........................................................................................................................................................5

PEMBAHASAN ..........................................................................................................................................5

A.HADIST DAN TERJEMAHANNYA........................................................................................................5

B.PENGERTIAN NIKAH ..........................................................................................................................7

C.PENJELASAN HADIST DARI ANAS BIN MALIK RA(837) ......................................................................9

D.PENJELASAN HADIST DARI ABDULLAH BIN MAS’UD RA (836) .......................................................10

E. PENJELASAN HADIST DARI ANAS BIN MALIK RA (838) ..................................................................12

F.PENJELASAN HADIST DARI ABU HURAIRAH RA (839) .....................................................................14

BAB III .....................................................................................................................................................18

PENUTUP ................................................................................................................................................18

A.KESIMPULAN...................................................................................................................................18

B. PENUTUP........................................................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................................19

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG
Pernikahan merupakan sunah nabi yang sangat dianjurkan pelaksanaannya bagi umat
islam. Pernikahan adalah suatu peristiwa yang fitrah, dan sarana paling agung dalam
memelihara keturunan dan memperkuat antar hubungan antar sesama manusia yang menjadi
sebab terjaminnya ketenangan cinta dan kasih saying. Bahkan Nabi pernah melarang sahabat
yang berniat untuk meninggalkan nikah agar bisa mempergunakan seluruh waktunya untuk
beribadah kepada Allah karena hidup membujang tidak disyariatkan dalam agama oleh karena
itu, manusia disyariatkan untuk menikah.

Dibalik anjuran Nabi kepada umatnya untuk menikah, pastilah ada hikmah yang bisa
diambil. Diantaranya yaitu agar bisa menghalangi mata dari melihat hal-hal yang tidak di
ijinkan syara' dan menjaga kehormatan diri dari jatuh pada kerusakan seksual.Islam sangat
Memberikan perhatian terhadap pembentukan keluarga hingga tercapai sakinah, mawaddah,
dan warahmah dalam pernikahan. Dalam makalah ini, pemakalah akan membahas tentang
pernikahan baik dari segi pengertian, hukum, rukun, syarat, dan lain-lainnya berdasarkan hadits
Nabi.

B.RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja hadist mengenai pernikahan?

2. Apa pengertian nikah?

3. Apa saja penjelasan dari hadist tersebut?

C.TUJUAN MASALAH
1. Untuk mengetahui apa saja hadist dalam bab pernikahan.

2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan nikah.

3. Untuk mengetahui maksud dari hadist-hadist tersebut.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A.HADIST DAN TERJEMAHANNYA


ُ‫ْن أَن َِّس‬
ُِّ ‫ي َمالِّكُ ب‬
َُ ‫ض‬ َ - ُ‫ي أَنه‬
ُُ‫ع ْنهُ ه‬
ِّ ‫َّللا َر‬ ُ‫صلهى النهبِّ ه‬ َ ‫ َحمِّ دَُ َو َسله َُم‬،‫َّللا‬
ُُ‫علَ ْي ُِّه ه‬
َ ‫َّللا‬ ِّ ‫ َوأَثْنَى ه‬،ِّ‫علَ ْيه‬ َ َ‫ أ‬،‫صو ُمُ َوأَنَا ُم‬
َُ ‫ َوقَا‬:‫ لَكِّنِّي‬،‫صلِّي‬
َ ‫ل‬ ُ َ‫َوأ‬
ُْ ‫ع‬
‫ن‬ َ ‫َو‬

.‫ج َوأَ ْفطِّ ُُر‬


ُُ ‫ َوأَتَزَ هو‬،‫ن النِّ َسا َء‬
ُْ ‫ِّب فَ َم‬ ُْ ‫ع‬
َُ ‫ن َرغ‬ َ ‫سنهتِّي‬ َُ ‫مِّ نِّي فَلَي‬.ُ‫علَ ْي ِّه ُمتهفَق‬
ُ ‫ْس‬ َ ،

837. Dari Anas bin Malik RA: Bahwa Nabi SAW memuji Allah dan bersabda, "Tetapi
sesungguhnya aku melakukan shalat dan tidur, aku berpuasa dan berbuka dan aku menikahi
para wanita. Siapa yang tidak menyukai sunnahku maka ia bukan termasuk umatku." (HR.
Muttafaq 'Alaih)

Kosakata Hadits

Lakinnii: Pembetulan atas keterangan sebelumya yang dibuang oleh penyususn Bulughul
Maram dengan maksud meringkas.

Fa Man Raghiba: Berpaling dari suatu hal. Maksudnya di sini adalah siapa yang meninggalkan
caraku dan mengambil cara lain ia bukan termasuk (umat)ku. Dalam hal Rasulullah SAW
menyinggung mereka yang menggunakan cara kependetaan yang dibuat-buatnya sendiri untuk
memperketat cara hidup (dengan cara tidak menikah).

ُ‫ع ْن‬
َ ‫ع ْب ُِّد‬ ُِّ‫ْن ه‬
َ ‫َّللا‬ ُِّ ‫ َم ْسعُودُ ب‬- ‫ي‬ ِّ ‫ع ْنهُ للاُُ َر‬
َُ ‫ض‬ َُ ‫ل لَنَا قَا‬
َ -‫ل‬ ُِّ‫علَ ْي ُِّه للاُُ صلهى ه‬
ُُ ‫َّللا َرس ُْو‬ َ ‫ َو َسله َُم‬: ‫ب َم ْعش ََُر يَا‬
ُِّ ‫ن ال هشبَا‬ َ َ‫مِّ ْنكُ ُمُ ا ْست‬
ُِّ ‫طاعَُ َم‬

. َ‫ ْالبَا َءُة‬،‫ أَغَضُ فَإِّنههُ ف َْليَتَزَ هوج‬،‫ص ِّر‬


َ َ‫صنُُ ل ِّْلب‬ ِّ ْ‫ن ل ِّْلفَر‬
َ ْ‫ َوأَح‬،‫ج‬ ُْ ‫ فَعَلَ ْي ُِّه يَ ْستَطِّ ُْع لَ ُْم َو َم‬،‫ص ْو ِّم‬
‫ ِّو َجاء لَهُ فَإِّنههُ بال ه‬. ُ‫علَ ْي ُِّه ُمتهفَق‬
َ

836. Dari Abdullah bin Mas'ud RA, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda kepada kami,
"Wahai kaum muda. Siapa di antara kalian yang mempunyai biaya penikahan maka
menikahlah. Sesungguhnya pernikahan lebih bisa menjaga pandangan, lebih memelihara
kemaluan. Siapa yang tidak memilikinya (tidak mampu) maka hendaklah ia berpuasa.
Sesungguhnya puasa merupakan perisai baginya." (HR. Muttafaq 'Alaih) 1.

Kosakata Hadits

1 Bukhari (1905) dan Muslim (1400)

5
Ma'syar: Sekelompok orang yang dikumpulkan dalam satu kriteria. Seperti sekelompok
pemuda atau orang tua. Kata ini merupakan bentuk jamak tanpa bentuk tunggalnya. Ia dapat
dijamakkan lagi menjadi, ma'aasyir.

Asy-Syabaab: Jamak dari kata syaab. Bentuk jamaknya yang lain adalah syubbaan. Al Azhari
berkata, "Tidak ada kata yang bentuknya mengikuti kata faa il(syaabb) yang dijamakkan
mengikuti bentuk fu'laan (syubbaan) kecuali kata ini. Kata syaab diungkapkan untuk orang
dengan rentang usia sejak baligh hingga usia empat puluh tahun. Arahan menikah diungkapkan
secara khsus untuk kelompok syabaab (pemuda) karena dorongan seksual yang cukup kuat
pada seusia mereka. Bebrbeda dengan halnya dengan mereka yang berusia lanjut."

Man Istathaa'a: Al Qurthubi mengatakan, maksud "mampu" (istithaa 'ah) di sini adalah mampu
menyediakan apa yang diperlukan untuk suatu pemikahan, bukan kemampuan berhubungan
badan.

ُ‫ع ْن‬ ُ ِّ ‫ْن أَن‬


َ ‫َس َو‬ ُِّ ‫ي َمالِّك ب‬ ِّ ‫ع ْنهُ للاُُ َر‬
َُ ‫ض‬ َُ ‫)قَا‬: َُ‫ل كَان‬
َ ‫ل‬ ُِّ‫صلهى ه‬
ُُ ‫َّللا َرس ُْو‬ َ ‫َّللا‬ َ ‫ يَأْ ُم ُرنَا َو َسله َُم‬،ِّ‫ن َويَ ْن َهى بِّ ْالبَا َءة‬
ُُ‫علَ ْي ُِّه ه‬ ُِّ ‫ع‬ ُِّ ُ ‫ نَ ْهيَا الته ْبت‬،‫َشدِّيدًا‬
َ ‫ل‬

ُ‫ َو َيقُ ْو ُل‬: ‫ ْال َولُ ْو َُد تَزَ هوجُوا‬،َ‫ ْال ِّق َيا َم ُِّة َي ْو َُم األ َ ْن ِّب َيا َُء ِّبكُ ُُم ُمكَاث ُِّر فَإِّنِّي ْال َود ُْود‬.(‫ َر َوا ُُه‬،ُ‫ص هح َحهُ أَحْ َمد‬
َ ‫ ابْنُُ َو‬،َ‫أَ ِّبي ِّع ْن َُد شَاهِّدُ َولَهُ حِّ بهان‬

.َُ‫والنه َسائِّي د َُاود‬، ُِّ ‫ حِّ بهانَُ َواب‬،‫مِّن أَ ْيضًا‬


َ ‫ْن‬ ُْ ‫ل َحدِّيث‬
ُِّ ‫ْن َم ْع ِّق‬
ُِّ ‫ار ب‬
ُ ‫يَ َس‬- ‫ي‬
َُ ‫ض‬ ُُ‫ع ْنهُ ه‬
ِّ ‫َّللا َر‬ َ ،

838. Dari Anas bin Malik RA, dia berkata: Rasulullah SAW memerintahkan kami agar
menikah dan melarang kami membujang (tabattul) secara keras. Beliau SAW. bersabda,
"Menikahlah kalian dengan wanita yang (berpotensi) banyak anak, yang penuh kasih sayang.
Sesunggunya aku bangga diahadapan para nabi sebab (banyaknya) jumlah kalian di hari
Kiamat." (HR. Ahmad) dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban2. Hadits ini didukung oleh riwayat
lain yang ada pada Abu Daud, An-Nasa 'i dan Ibnu Hibban dari Ma'qil bin Yasar RA3.

Kosakata Hadits

At-Tabattul: Artinya yang asal adalah putus. Sementara yang dimaksud disini adalah putus dari
pernikahan atau tidak menikah dan putus dari apa saja yang baik yang diperbolehkan oleh Allah
SWT dengan maksud beribadah dan taat.

Al Waluud: Adalah wanita yang (berpotensi) memiliki banyak anak. Jika sebelumnya ia tidak
menikah maka hal itu dapat diketahui dari kerabat perempuannya. Baik ibu, nenek, bibi dan
saudara perempuannya.

Mukaatsir: Bangga karena pengikutnya yang amat banyak.

2 Ahmad (3/158) Ibnu Hibban (1228)

3 Abu Daud (2050), An-Nasa’i (6/65) dan Ibnu Hibban (1229)

6
‫ي ه َُري َْرُةَ أَ ِّبي‬ ِّ ‫ع ْنهُ للاُُ َر‬
َُ ‫ض‬ َ ‫ن‬
ُِّ ‫ع‬ ُ ‫صلهى النه ِّب‬
َ ِّ ‫ي‬ َ ‫َّللا‬ َ ‫ل َو َسله َُم‬
ُُ‫علَ ْي ِّهُ ه‬ ُُ ‫ ِّألَرْ َب ُِّع ْال َمرْ أَُة ُ ت ُ ْن َك‬:،‫ ِّل َما ِّل َها‬،‫ َو ِّل َح َس ِّب َها‬،‫ َو َج َما ِّل َها‬،‫َو ِّلدِّينِّ َها‬
َُ ‫قَا‬:‫ح‬
ُْ ‫ع‬
‫ن‬ َ ‫َو‬
ْ ‫ِّين بذات ف‬
ُْ‫َاظفَر‬ ُِّ ‫يَدَاكَُ تَربَتُْ الد‬.ُ‫علَ ْي ُِّه ُمتهفَق‬
َ ‫ال هس ْبعَة بَ ِّقيه ُِّة َم َُع‬

839. Dari Abu Hurairah RA: Bahwa Nabi SAW bersabda, "Seorang wanita dinikahi karena
empat perkara: (1) karena hartanya, (2) karena keturunannya, (3) karena kecantikannya, (4)
karena agamanya. Karena itu nikahilah (wanita) karena agamanya, niscaya engkau
berbahagia." (HR. Muttafaq 'Alaih dan tujuh imam lainnya) 4.

Kosakata Hadits

Al Tunkahu Mar'atu: Mabni majhul, dibaca dhammah dengan ta' mudhari', maksudnya
berkehendak menikahi seorang wanita.

Tunkahu: Nakaha, makna asalnya adalah berkumpul dan bercampur. Tapi ahli bahasa
berselisih pendapat mengenai hal ini: sebagian mengatakan, "Nikah adalah hakikat dalam akad,
majaz dalam hubungan intim." Sebagian lain berpendapat sebaliknya; dan sebagian yang
lainnya mengatakan berpedapat nikah merupakan hakikat dalam akad dan hubungan intim,
demikian yang dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.

B.PENGERTIAN NIKAH
An-Nikaah secara bahasa/etimologi berarti mengumpulkan atau menggabungkan.
Makna hakiki kata an-nikaah adalah bersetubuh. Namun secara majaz sering diungkapakn
dengan arti akad perkawinan. Penyebutan ini termasuk penyebutan al-musabbab (hubungan
intim) narnun yang dimaksud adalah as-sabab (akad penikahan).

Pernikahan berasal dari kata nikah yang menurut bahasa artinya mengumpulkan, saling
memasukkan dan digunakan untuk arti bersetubuh (wathi). Kata "nikah" sendiri sering
dipergunakan untuk arti persetubuhan (coitus), juga untuk arti akad nikah.

Menurut istilah hukum islam, pernikahan menurut syara' yaitu akad yang ditetapkan
syara' untuk membolehkan bersenang-senang antara laki-laki dengan perempuan dan
menghalalkan bersenang-senangnya perempuan dengan laki-laki. Abu yahya zakariya Al-
Anshary mendefinisikan, nikah menurut istilah syara ialah akad yang mengandung ketentuan
hukum kebolehan hubungan seksual dengan lafadz nikah atau dengan kata-kata yang semakna
dengannya.

4 Bukhari (5090), Muslim (1466), Abu Daud (2047), An-Nasa’i (6/68), Ibnu Majah (1858), Ahmad (2/428), dan
At-Tirmidzi tidak meriwayatkan hadist ini.

7
Menurut Zakiah Daradjat, nikah yaitu akad yang mengandung ketentuan hukum
kebolehan hubungan seksual dengan lafadz nikah atau tazwij atau semakna dengan keduanya.
Muhammad Abu Israh memberikan pengertian yang lebih luas, yang juga dikutip oleh Zakiah
Daradjat yang mendefinisikan nikah merupakan akad yang memberikan faedah hukum
kebolehan mengadakan hubungan keluarga (suami istri) antara pria dan wanita dan
mengadakan tolong menolong dan memberi batas hak bagi pemiliknya serta pemenuhan
kewajiban masing-masing.

Dari pengertian diatas, pernikahan mengandung aspek akibat hukum, melangsungkan


pernikahan ialah saling mendapat hak dan kewajian serta bertujuan mengadakan hubungan
pergaulan yang dilandasi tolong menolong. Karena pemikahan terkandung adanya
tujuan/maksud mengharap keridhaan Allah SWT.

Dalil delegasi pernikahan adalah Al-qur’an, sunnahُdanُijma’

• Al-qur’an, yaitu firman Allah SWT, " maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu
senangi " (Qs. An-Nisaa ' [4]' 3) dan firman-firmanNya yang lain.
• Sedangkan dalil Sunnah teramat banyak. Baik Sunnah qauliyyah, fi'liyyah maupun
taqriiriyyah.
• Para ulama secara ijma' menyatakan pemberlakukan nikah. Allah SWT dan Rasulullah
SAW sangat mendorongnya, mengingat manfaatnya yang besar dan dapat mencegah
dari perbuatan yang merusak. Allah SWT berfirman , " Dan nikahkanlah orang-orang
yang sendirian (belum beristri atau belum bersuami) di antara kalian," (Qs. An-Nuur
[24]:[32] dan " maka janganlah kalian (para wali) menghalangi mereka menikah lagi
dengan bakal suaminya..." (Qs- Al Baqarah [2]: 232).

Menikah mengandung manfaat yang banyak. Dimana manfaat itu kembali kepada pasangan
suami isti, anak-anak, masyarakat dan agama. Di antaranya adalah:

• Menjaga kernaluan.
• Membatasi pandangan kepada ternan dekat laki-laki atau perempuan.
• Memperbaryak jumlah umat Islam sehingga peyernbah Allah semakin banyak.
• Mengikuti Sunnah Rasulullah SAW dan merealisasikan kebanggaanya
• Memelihara hubungan nasab sebagai akibat dari saling kenal dan menyayangi serta
kerjasama. Tanpa pernikahan tentu keturunan akan hilang dan kehidupan menjadi
sebuah bencana, tidak ada ahli waris, tidak ada orang tua dan tidak ada keturunan yang
sah.
• Kasih sayang antara suami istri. Setiap rnanusia harus merniliki teman hidup untuk
berbagi rasa, suka dan duka.
• Terdapat rahasia rabbani dimana dalam pernikahan terdapat kasih sayang yang bukan
seperti kasih sayang dua orang teman sebagai akibat hubungan yang cukup lama. Untuk
itu Allah SWT menyinggung dalam Al Qur'an, " Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-

8
Nya ialah Dia menciptakan untuk kalian istri-istri dari jenis kalian sendii, supaya
kalian cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antan kalian
rasa kasih dan sayang. Sesunguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir." (Qs. tu-Ruum [30]: 21).
• Sistem rumah tangga terbentuk dengan baik. Hal ini pada akhirnya akan menjadikan
masyarakat lebih baik. Suami bekerja susah payah untuk menghasilkan nafkah
keluarga. Sementara isti mengatur rumah dan mendidik anak-anak. Dari sini dapat
diketahui bahwa di rumahnya, wanita mempunyai tanggungjawab yang amat besar
yang tidak kalah beratnya dengan tanggungjawab suami. Jika istri dapat
melaksanakannya dengan baik maka ia telah berbuat banyak untuk masyarakatnya.
Mereka yang berusaha mengeluarkan wanita dari rumahnya agar dapat setara bekerja
dengan laki-laki telah keliru memandang maslahat agama dan dunia. Bahkan mereka
menyesatkan.

C.PENJELASAN HADIST DARI ANAS BIN MALIK RA(837)


1. Hadits ini secara lengkap, sebagaimana dituturkan oleh Bukhari dalam Shahih-nya, Ada
tiga orang datang ke rumah istri-istri Nabi SAW untuk bertanya mengenai ibadah beliau
SAW. Ketika mereka diberitahu, mereka bertanya-tanya sendiri, di mana posisi mereka
dibanding dengan Nabi SAW. Sedangkan Rasulullah SAW telah diampuni baik
dosanya di masa lalu rnaupun di masa mendatang. Salah satu dari mereka bertanya,
"Aku akan melakukan shalat malam selama-lamanya." Yang safu lagi berkata, 'Aku
akan berpuasa setahun penuh dan tidak akan berbuka." Sementara yang ketiga berkata,
"Aku akan menjauhi wanita, dan aku tidak menikah selama- lamanya." Setelah
mendengar hal itu sernua, Rasulullah SAW bersabda kepada mereka bertiga, “Kalian
yang mengatakan begini- begini? Sungguh aku -demi Allah adalah orang paling takut
kepada Allah SWT di antara kalian, yang paling bertakwa di antara kalian, namun aku
berpuasa dan berbuka "

2. Syariat Islam didirikan di atas konsep toleransi atas kemampuan manusia, kemudahan,
sesuai dengan keinginan jiwa terhadap hal-hal yang baik. Syariat Islam tidak menyukai
keketatan hidup dan tidak menghalangi jiwa manusia untuk menyukai apa yang
diperbolehkan oleh Allah SWT.

3. Bahwa kebaikan dan keberkahan hanya terdapat dengan cara mengikuti Rasulullah
SAW Inihh yang dirnaksud dengan keseimbangan.

4. Mewajibkan sesuatu yang mempersulit diri bukan bagian dari agama Islam itu sendiri.
sebaliknya itu adalah perilaku para pelaku bid'ah yang menentang Sunnah Rasulullah
SAW

5. Meninggalkan sanna sekali kenikmatan duniawi lang diizinkan adalah keluar dari
sunnah suci dan bukan merupakan langkah orang-orang yang beriman.

9
6. Hadits ini menerangkan bahwa agama Ishm bukan agama rahbaniyyahh (kependetaan).
Ia adalah agama yang datang untuk memperbaiki kehidupan dunia dan akhirat. Ia
adalah agama yang menempatkan segala sesuatunya pada tempatnya. Ada hak Allah
untuk disembah dan ada hak badan untuk menikmati kenikmatan-kenikmatan duniawi
yang diizinkan. Begitu juga jiwa punyn hak untuk beristirahat.

7. Sungsuh agung hikmah yang dibalik hukum Allah SWT yang berusaha mengisi
kebutuhan-kebutuhan naluri manusiawi dengan hal-hal yang diperbolehkan. Ia tidak
melarangnya menikmati apa yang sudah menjadi watak jiwa manusia. Dengan
mernberi kelonggaran dalam hal ini malah semua masalah yang dihadapi manusia
menjadi lebih baik.

8. As-Sunnah adalah cara (thariiqah). orang yang tidak menyukai sunnahnya tidak
kemudian dianggap keluar dari agama Islam. Hal ini untuk mereka yang meninggalkan
Sunnah-nya dengan didasarkan pada takwil di mana pelakunya dapat
dimaklumi,/dimaafkan.

9. Tidak suka terhadap sesuatu artinya berpaling darinya. Yang dilarang adalah
meninggalkan Sunnah untuk bisa lebih serius beribadah dan dengan keyakinan
mengharamkan apayang Allah SWT halalkan.

10. Syaikhul Islam berkata, "Berpaling dari keluarga, istri dan anak adalah perilaku yang
tidak disukai oleh Allah SWT dan Rasul-Nya. Itu bukan cara beragama para nabi dan
rasul. Allah SWT berfirman, 'Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul
sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka istri-istri dan keturunan.'(Qs. Ar-
Ra'd [13]: 38)."

11. AI Wazir berkata, "Para ulama sepakat bahwa orang yang tidak kuat menghadapi
dorongan seksualnya dan khawatir dirinnya melakukan zina maka alasan menikah
baginya menjadi lebih kuat. Dalam kondisi seperti ini, menikah bagi4ra lebih baik
daripada haji, shalat, puasa dan perbuatan Sunnah lainnya."

Syaiktr Taqiyyudin berkata, "Menikah menjadi wajib bagi orang yang khawatir dirinya
melakukan perzinaan menurut para ahli fikih secara umum. Jika ia mampu memberikan mahar”

D.PENJELASAN HADIST DARI ABDULLAH BIN MAS’UD RA (836)


1. Menjauhkan diri dari segala yang tidak baik adalah wajib- Sebaliknya adalah haram.
Hal yang tidak baik yang dimaksud di sini diakibatkan oleh dorongan nafsu seksual dan
rendahnya keimanan. Dorongan ini pada mereka yang masih muda lebih kuat daripada
mereka gang sudah berusia lanjut. Untuk itu, Rasulullah SAW memberi petunjuk
bagaimana seharusnya menjaga diri dari keburukan semacam itu. Bagi mereka yang
memiliki biaya dan nafkah maka ia harus menikah. Sedangkan mereka yang tidak
mempunyai biaya dan tidak mampu memberi nafkah istri maka berpuasa. Berpuasa di
10
samping menghasilkan pahala juga dapat menjaganya dari perbuatan maksiat karena
berpuasa dapat menekan dorongan seksual akibat mengurangi makan dan minum.
Dengan begitu puasa dapat menjadi penghancur dorongan seksual.

2. SyaikhulُIslamُberkata,ُ“Kemampuan menikah yrang dimaksud dalam hadits adalah


kemampuan dalam hal biaya dan nafkah, bukan kernampuan dalam berhubungan
badan. Aniuran meniloh dalam hadits jelas dihrukan untuk orang lang mampu
melakukan hubr.rrgan badan. Hal ini terbukti dengan kalimat, " Siapa yang tidak
memilikinya (tidak mampu,) maka hendaklah ia berpuasa. Sesungguhnya Puasa
merupakan perisai baginya."

3. Anjuran ini ditujukan kepada mereka yang masih muda mengingat dorongan
berhubungan badan pada mereka begitu kuat.

4. Alasan bahwa menikah lebih bisa menjaga pandangan dan lebih memelihara kemaluan.
Merupakan dalil bahwa memejamkan mata dari melihat sesuatu yang tidak boleh dilihat
dan menjaga kemaluan adalah wajib. Hal ini disepakati oleh para ulama secara ijma'.
Allah SWT berfirman, "Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah
mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu
adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang
mereka perbuat." (Qs. An-Nuur [24]: 30) dan " Dan orang-orang yang menjaga
kemaluannya" (Qs.Al Mu'minuun [23], 5)

5. Syaikhul Islam berkata, 'Apakah mereka yang tidak memiliki biaya disunahkan
berutang (untuk menikah)? Terdapat perbedaan pendapat dalam madzhab Ahmad dan
lainnya dalam menjawab pertanyaan ini. Allah SWT. berfirman, 'Dan orang-orang
yang tidak mampu menikah hendaklah menjaga kesucian (diri)nya hingga allah
memberikan kepada mereka dangan karunia-Nya.' (Qs. An-Nuur [24]:33)."

6. Syaikh Abdurrahman As-Sa'di berkata, "Menikah adalah salah satu karunia Allah SWT
untuk para hambaNya. Ia merupakan sarana mencapai kemasalahatan yang tidak dapat
dihitung. Sebagai konsekuensinya, banyak hukum dan hak serta kewajiban, baik
internal maupun eksternal ynng diterapkan. Ia merupakan perilaku para nabi gang
diutus."

7. Ustadz Thabarah berkata, "Penikahan dalam Islam berbeda dengan pernikahan dalam
konvensional yang kosong dari sisi keagamaan. Islam mernandang penikahan sebagai
permasalahan agama. Maksudnya, hukunr-hukumnyra diambil langsung dari teks-teks
keagarnaan. Bukan maksudnya harus dihadiri oleh tokoh-tokoh agarna dan diisi dengan
upacar-upacara religi. Ia adalah suatu akad perjanjian antara seorang lelaki dan wanita
melalui ijab qabul dan diperkuat dengan kehadiran dua orang saksi serta perayaan
sehingga berbeda dengan zina.

8. Seorang pemberi nasihat atau mubaligh selayaknya memberikan pesan yang


bermanfaat kepada para pendengarnya yang sesuai dengan kebutuhan mereka saat itu.

11
9. Kasih sayang Allah SWT dan kepedulian-Nya untuk menjauhkan manusia dari
perbuatan buruk. Ketika Dia melanggar sesuatu maka ia memberikan alternatif lain
yang halal yang dapat menggantikannya.

10. Perintah meninggalkan hal yang buruk semampu mungkin dengan cara-cara yang
memungkinkan. Beliau menganjurkan penikahan kepada umatnya. Namun bagi mereka
yang tidak mampu beliau memberikan petunjuk lain.

11. Hadits ini juga memberi petunjuk mengenai kewajiban mahar dan nafkah atas suami
untuk istrinya dan anak-anaknya.

12. Kewajiban meninggalkan segala sesuatu yang berbahaya dan berusaha menutup jalan
dari mana ia datang. Kerusakan dikhawatirkan terjadi pada mereka yang masih berusia
muda mengingat dorongan dorongan emosi mereka yang begitu kuat. Untuk itu, Nabi
SAW amat memperhatikan sisi ini. Setiap orang yang ingin memperbaki keadaan harus
menjauhi resiko bahaya dimana ia sendiri khawatir jatuh ke dalamnya.

13. Perintah menikah bagi mereka yang mampu ini adalah sunnah menurut mayoritas
ulama. Dasamya adalah firman Allah SWI, "Dan jika kalian takut tidak akan dapat
berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kalian menikahinya),
maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kalian senangi: dua, tiga atau empt.
Kemudian jika kalian takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang
saja, atau budak-budak yang kalian miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat
kepada tidak berbuat aniaya;' (Qs. An-Nisaa' [4]: 3). Jika menikah wajib tentu Allah
SWT tidak memberikan pilihan antara menikah dan memiliki budak.

E. PENJELASAN HADIST DARI ANAS BIN MALIK RA (838)


Hadits ini shahih. la diriwayatkan oleh ibnu Hibban, Ahmad, Ath-Thabrani, sa'id bin
Manshur, Al Baihaqi dari jalur Khalaf bin Khalifah dari Hafsh dari Anas bin Malik. Dia
berkata, bahwa Rasulullah SAW memerintahkan kami menikah dan melarang kami tidak
menikah dengan larangan keras. Hadits ini didukung oleh banyak riwayat lain. Dukungan ini
membuatnya dinilai sebagai hadits shahih. Demikian yang dinyatakan oleh Al Albani.
Sementara Al Haitsami menilainya sebagai hadits hasan.

Di antara hadits yang mendukungnya adalah hadits Ma'qil bin Yasar yang dinilai shahih
oleh AlHakim. Penilaian shahih ini disetujui oleh Adz-Zhahabi. Juga hadits Ibnu Umar yang
ada pada Al khatib dalam kitab Tarikh. Sanadnya baik (jayyid) dan dinilai shahih oleh As-
Suytrthi dalam Al Jami' Al Kabir.

1. Syariat Islam memerintahkan umatnya agar menikah karena dalam penikahan terdapat
banyak manfaat. Perintah berkonotasi wajib. Hanya saja para ulama berpendapat, jika
dirinya khawatir melakukan zina maka menikah menjadi wajib sehingga dapat
memelihara kemaluan dan pandangan matanya. Sementara jika ia tidak khawatir
12
dengan tidak menikah dirinnya tidak akan jatuh ke dalam perbuatan zina maka menikah
baginya adalah sunah. Bahkan itu adalah sunah yang terbaik karena dengan menikah
lebih banyak manfaat dan kebaikan yang dapat diwujudkan.

2. Menjahui diri dari wanita dan pernikahan untuk tujuan ibadah adalah dilarang. Suatu
larangan berkonotasi haram. Apalagi dalam hal ini larangannya amat keras. Karena
menjauhi diri dari pernikahan bertentangan dengan sunnah para rasul. Allah SWT
berfirnan, " Dan sesungguhnya kami telah mengutus beberapa rasul sebelum kamu dan
Kami memberikan kepda mereka istri-istri dan keturunan." (Qs. Ar-Ra'd [13]' 38) Di
samping itu, tidak menikah identik dengan melawan kehendak Allah SWT, yaitu
meramaikan alam(al kaun).

3. Agama Islam adalah agama toleran dengan kebutuhan naluri manusia dan memberikan
kemudahan untuk itu. Itu sebabnya Islam membenci keketatan dalam cara hidup. Islam
memerintahkan keseimbangan agar manusia dapat melaksanakan apa yang menjadi
tuntutannya sebaik-baiknya. Tidak menikah adalah syariat Nasrani yang dilarang dalam
syariat Nabi SAW. Larangan itu bertujuan agar anak keturunan (muslim) semakin
bertambah sehingga umat muslim menjadi mayoritas dan jihad berdakwah dapat terus
berlangsung.

4. Allah SWT menegur orang-orang Nasrani yang berlebihan dalam beragama. Dia
berfirman, "... Dan mereka mengada-adakan rahbaniyyah padahal kami tidak
mewajibkanya kepada mereka tetapi (mereka sendirilah yang mengada-adakannya)
untuk mencari keridhaan Allah, lalu mereka tidak memeliharanya dengan pemeliharaan
yang semestinya. Maka kami berikan kepada orang-orang yang beriman di antara
mereka pahalanya dan banimk di antara mereka orang-orang fasik.' (Qs. Al Hadiid
(571:27) Mereka telah mengada-ada dalam hal cara beribadah, padahal Allah SWT
tidak memberlakukannya dan apalagi memerintahkannya. Mereka melakukan itu hanya
karena ingin meningkatkan ibadah mereka. Mereka membebani diri mereka sendiri
dengan cara menghindari sesuatu yang telah dihalalkan. Mereka tidak minum, tidak
mau makan dan tidak mau menikah.

5. Anjuran menikahi wanita yang berpotensi memiliki banyak anak agar jumlah umat
Islam semakin banyak, menjadi mayoritas dan mampu menghadapi musush-musuh
Allah SWT. Mereka diharapkan dapat meramaikan bumi dengan segala kebaikan dan
merealisasikan kehendak Allah SWT.

6. Di antara manfaat banyak keturunan adalah merealisasikan kebanggan Rasulullah


SAW atas umat-umat lain di hari Kiamat. Ini adalah kebanggan yang agung. Allah SWT
telah memberikan keberhasilan kepada risalahnya dan menampakkan agama Islam di
antara agama agama lain. Sehingga umatnya menjadi umat terbanyak, umat terbaik dan
pengikut terbaik. Allah SWT berfirman, " Kalian adalah umat yang terbaik yang
dilahirkan untuk manusia menyuruh kepada yang ma' ruf, dan mencegah dari yang
mungkar dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih
baik bagi mereka di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah
13
orang-orang yang fasik." (Qs. Aali 'lmraan [3]: 110) dan Allah SWT juga berfirman, "
Dan demikian (pula) kami telah menjadikan kalian (umat Islam), umat yang idil dan
pilihan agar kalian menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul
(Muhammad) menjadi aksi atas (perbuatan) kalian....." (Qs. Al Baqarah [2]: 143)

7. Agama Islam adalah agama kerja. Ia bukan agama yang mengajarkan umatnya
mengucil dari kancah kehidupan dengan syarat tidak melakukan amal akhirat untuk
kepentingan duniawi dan amal dunia dilakukan dengan tujuan meningkatkan nama baik
Islam dan keagungannyra. Islam adalah agama dan negara. Ia tidak terbatas pada hal-
hal ibadah saja. Lagi pula amal-amal duniawi jika dilakukan dengan niat islaah
(perbaikan) dan mempunyai manfaat maka ia juga merupakan ibadah.

8. Hadits ini dalil bahwa berlomba melakukan kebaikan tidak dianggap sebagai riya'
selama tujuannya adalah mencari ridha Allah SWT.

9. Hadits ini dalil agar mendahulukan diri sendiri dalam melakukan kebaikan dan
berlomba mengalahkan yang lain. Allah SWT berfirman, "Berlomba-lombalah kalian
untuk (mendaptkan) ampunan dari Tuhan kalian dan surya yang luasnya seluas langit
dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-
rasulnya. ltulah karunia Allah, diberikannya kepada siapa yang dikehendakiNya. Dan
Allah mempunyai karunia yang besar:" (Qs- AI Hadiid [57]:21)

10. Hadits ini mendorong para ulama dan da'i agar berusaha menarik orang sebanyak-
banyaknya untuk mengambil manfaat dari mereka, baik keilmuan maupun dakwah.
Rasulullah SAW bersabda, "Allah memberi hidayah kepada satu orang melaluimu
adalah lebih baik bagimu dari pada mendapatkan onta merah (harta baharga)."

F.PENJELASAN HADIST DARI ABU HURAIRAH RA (839)


1. Nabi SAW mengabarkan bahwa hal-hal yang mendorong seorang pria memilih seorang
wanita sebagai pendamping hidupnya adalah empat perkara berikut ini:

a. Sebagian pria menyukai seorang wanita atas dasar keturunan, Faktor keturunan
merupakan hal yang baik bagi seorang pria dan keturunannya.

b. Sebagian pria menyukai seorang wanita atas dasar harta dan kekayaannya.
Dalam hal ini pandangan pria tersebut hanyalah sebatas materi belaka.

c. Sebagian pria memilih seorang wanita hanya dilihat dari sudut kecantikannya
saja. Ia hanya mementingkan kecantikan zhahir wanita, dan tidak melihat selain
dari hal tersebut.

d. Sebagian pria memilih wanita sebagai istrinya melalui kacamata agama dan
ketakwaan. Faktor inilah yang menjadi tujuan penikahannya. Sifat yang terakhir
ini adalah sifat yang dianjurkan Nabi SAW dalam hadits di atas dengan sabda "
14
Karna itu nikahilah (wanita) karena agamanya, nisaya engkau berbahagia."
Kalimat ini berfungsi sebagai anjuran dan supaya tidak diabaikan begitu saja.
Seorang pria yang berkesatriaan dan memiliki pandangan perbaikan,
menjadikan agama sebagai objek ambisinya dalam bertindak dan berperilaku,
terutama dengan perkara yang berkaitan dengan waktu yang lama dan tanggung
jawab akan perkara tersebut. Itulah sebabnya mengapa Nabi SAW memilih
kalimat " Karena itu nikahilah (wanita) karena agamanya, niscaya engkau
berbahagia," dengan bentuk penegasan dan gamblang.

2. Hadist ini menunjukkan anjuran mendampingi dan mengetahui betul siapa orang yang
akan menjadi pilihannya itu. Hal ini bertujuan untuk mengambil pelajaran dari
keutamaannya, keteladanannya, moralnya, dan untuk menjauhi keburukannya dan
keburukan keluarganya'. Allah SWT berfirman mengenai hikayat Musa AS yang
artinya, " Musa berkata kepada Khidhr 'Bolehkah Aku mengikutimu supaya kamu
mangajarkan kepaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajaran
kepadamu?:" (Qs' Al Kahfi [18]: 66) dan firman-Nya lagi, " Dan bersabarlah kamu
bersama-sama dangan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari
dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari
mereka (karena) mngharapkaan perhiasan dunia ini" (Qs' Al Kahfi [18]: 28)' Dalam
Ash-shahihain Abu Musa meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya
perumpamaan teman yang shahih dan teman yang jahat sepati penjual misk (minyak
wangi) dan pandai besi. Penjual misk, adakalanya engkau mengikuti jejaknya, atau
membelinya, atau terkena baunya yang harum, sementara pandai besi, adakalanya
bajumu terbakar atau terkena baunya yang tidak sedap'" Nash-nash tadi menyuratkan
makna yang jelas dan beragam.

3. An-Nawawi berkata, "Makna hadits ini menyatakan bahwa laki-laki pada umumnya
menyukai wanita karena empat perkara tersebut. Karenanya, pilihlah wanita untuk
dijadikan istri oleh kalian atas dasar agamanya."

4. Ar-Rafi'i berkata di dalam Al Amani, "Nikah dianjurkan untuk mendapatkan


kebahagiaan duniawi dan ukhrawi. Salah satu faktor terkuat dalam nikah adalah
kecantikan wanita. Namun Nabi SAW melarang umatnya menikahi wanita cantik.
Dalam hal ini bukan berarti melarang mernelihara kecantikan secam mutlak. Bukankah
Nabi SAW memerintahkan (seorang pria) untuk melihat wanita yang dipinangnya?
Larangan ini maksudnya manakala tujuan dari menikahi seorang wanita hanya karena
kecantikannya saja."

5. Salah satu faktor yang paling menonjol dalam menikahi wanita adalah karena harta dan
kekayaan. Padahal harta dan kekayaan merupakan sesuatu yang mudah datang dan
pergi, dengan demikian ikatan pernikahan tidak bisa dijamin dengan faktor ini, apalagi
bila hartanya tenyata sedikit. Berkaitan dengan hal ini ada sebuah ungkapan, "Dia
memuliakanmu ketika engkau kaya, dan dia meremehkanmu ketika engkau jatuh
miskin."
15
6. Tapi jika agama yang dijadikan sebagai faktor penentu sebuah penikahan, ia adalah tali
yang kokoh, tidak mudah putus; akadnya abadi dan efeknya mulia.

7. Makna hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Al-Bazzar dan Al Baihaqi dari hadits
Abdullah bin Amru bin Ash menyatakan bahwa Nabi SAW bersabda, “Janganlah
kalian menikahi wanita karena kecantikannya, karena bisa jadi kecantikan bakal
membuatnya hancur, dan janganlah menikahinya karena harta, sebab bisa jadi
hartanya akan membuatnya menjadi penindas, tapi nikahilah wanita karena
agamanya. Seorang budak hitam yang kuping dan telinganya cacat yang beragama
adalah lebih baik (untuk dinikahi)." Ibnu Katsir berkata,ُHadistُdiatasُdianggapُdha’ifُ
karena ada Al-Ifriqi. Tapi Syaikh Ahmad syakir berkata, 'sanad hadits tadi adalah
shahih,Al Ifriqi juga termasuk orang tepercaya. sungguh keliru orang yang menganggap
hadits tadi dha'if. Allah SWT berfirman, " Dan janganlah kamu menikahi wanita-
wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesunguhnya wanita budak yang mukmin
lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu Dan janganlah kamu
manikahkan orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka
beriman.Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun
dia menarik di hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mangajak ke
surga dan ampunan dengan izin-Nya.dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-
perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran (Qs. Al-Baqarah
[2]:221). Pemahaman terbalik pada ayat ini bermaksud menerangkan keutamaan wanita
yarg beragama dan bermoral.

8. Hadits di atas menunjukkan bahwa seserong tidak sepantasnya menjadikan manusia


dengan segala perilaku mereka sebagai teladan dan sandarannya. Dalam hadits tersebut
Nabi SAW mengingatkan bahwa tiga kelompok manusia keliru dalam memilih
pasangan hidup, sementara hanya satu kelompok saja ynng dianggap benar dalam
menentukan wanita pilihan.

9. Hadits di atas menunjukkan bahwa sepantasnya seorang insan memandang segala


urusannya demi masa yang akan datang, bukan demi masa kini. Dengan demikian,
seorang istri shalihah senantiasa menjaga agamanya dalam dirinya, rumahnya, dan
hartanya. Ia merupakan figur seorang pendamping hidup yang baik dan amanah.

10. Hadits di atas tidak mengharamkan seorang pria yang memilih seorang wanita sebagai
istrinya atas dasar keturunan, kecantikan, harta, dan agama. Tapi faktor agama yang
menjadi sifat terpenting bagi seorang calon istri tidak boleh diacuhkan begitu saja,
karena bakal menuai konsekuensi negatif.

11. Nabi SAW memberitahukan perbuatan yang dilakukan kebanyakan manusia yang
hanya menginginkan keempat perkara tersebut dengan mengakhirkan perkara agama.
Dengan demikian, Beliau SAW memerintahkan agar perkara agama dijadikan perkara
yang utama dengan ucapannya, " Pilihlah wanita yang taat agama, niscaya engkau
akan berbahagia." Alkisah, seorang laki-laki menemui Hasan Al Bashri lalu berkata,
"Aku mempunyai seorang saudari yang amat kusayangi, dan banyak sekali orang yang
16
ingin meminangnya. Bagaimana menurut Anda, siapakah yang mesti kupilih sebagai
calon suami saudariku?" Hasan Al Bashri menjawab, "Nikahkanlah saudarimu itu
dengan seorang pria yang takut kepada Allah SWT. Sebab jika pria tersebut mencintai
saudarimu, ia akan memuliakannya; dan jika pria tersebut membenci saudarimu, ia
tidak menzhaliminya."

12. Menyebutkan kalimat yang secara zhahirnya adalah doa atau menunjukkan celaan, di
mana kalimat tersebut biasa diucapkan oleh lisan orang Arab atau kebanyakan manusia,
tidaklah berdosa menyebutkannya manakala tidak bermaksud pada hakikatnya. Namun
menyebutkannya bertujuan sebagaimana orang-orang menyebutkan, seperti “maka
kamu akan berbahagia."

17
BAB III

PENUTUP
A.KESIMPULAN
Melangsungkan pernikahan merupakan saling mendapat kewajiban serta bertujuan
mendapatkan keturunan, karena pernikahan termasuk pelaksanaan agama, maka di
dalamnya terkandung adanya tujuan/maksud mengharap keridhaan Allah SWT. Rasulullah
sendiri menganjurkan menikah bagi kita yang sudah mampu untuk berkeluarga karena
menikah merupakan sunnah beliau dan nikah menjaga pandangan serta kemaluan kita.
Adapun beberapa kriteria dalam memilih jodoh yaitu: berdasarkan agamanya,
keturunannya, kekayaannya dan kecantikannya.

B. PENUTUP
Demikian makalah yang dapat penulis sajikan, kritik dan saran yang konstruktif
sangatlah penulis harapkan demi tercapainya suatu makalh yang baik. Semoga makalah ini
dapat berguna bagi kita semua dan dapat memperkaya khazanah intelektual kita.

18
DAFTAR PUSTAKA

Abu Daud (2050), An-Nasa’i (6/65) dan Ibnu Hibban (1229)

Ahmad (3/158) Ibnu Hibban (1228)

Bukhari (1905) dan Muslim (1400)

Bukhari (5090), Muslim (1466), Abu Daud (2047), An-Nasa’i (6/68), Ibnu Majah (1858), Ahmad
(2/428), dan At-Tirmidzi tidak meriwayatkan hadist ini.

Syarah Bulughul Maram

19

Anda mungkin juga menyukai