Anda di halaman 1dari 11

ABORSI TERHADAP ANAK HASIL PEMERKOSAAN DILIHAT DARI

KACAMATA HAM

NAMA UNIVERSITAS

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Dengan berkembangnya peradaban manusia maka berkembang pula permasalahan-


F F F F F F F

permasalahan dalam masyarakat. Masalah-masalah baru tetap bermunculan seiring dengan


F F F F F F F

dinamisme manusia di dalam kehidupannya. Hidup sebagai nikmat yang diberikan oleh
F F F F F F F F F F

Tuhan harus dijaga dan disyukuri. Memelihara jiwa dan melindunginya dari berbagai
F F F F F F F F F F

ancaman berarti memelihara eksistensi kehidupan manusia.


F F F F F

Seperti yang diketahui, hak untuk hidup merupakan suatu Non-Derogable Rights
F F F F F F F F F

yaitu suatu hak yang tidak dapat dicabut dengan alasan dan dalam situasi maupun kondisi
F F F F F F F F F F F F F F

apapun. Hak-hak manusia perlu dilindungi dengan peraturan hukum. Menurut Deklarasi F F F F F F F F

Universal HAM yang dikukuhkan PBB terdapat lima jenis hak asasi yang dimiliki oleh
F F F F F F F F F F F F F

setiap individu yaitu hak personal (hak jaminan kebutuhan pribadi), hak legal (hak jaminan
F F F F F F F F F F F

perlindungan hukum), hak sipil dan politik, hak subsistensi (hak jaminan adanya sumber
F F F F F F F F F

daya untuk menunjang kehidupan), dan hak ekonomi, sosial, budaya.1


F F F F F

Menyadari hal tersebut, Indonesia memberikan jawaban atas Pasal 3 DUHAM yang F F F F F F

dituangkan dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Pasal 28A yang
F F F F F F F F

berbunyi: “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan F F F F F F F F F

kehidupannya”. Kehidupan yang dimaksud disini tentu saja bukan hanya hidup sebagaimana F F F F F F F F F F

adanya melainkan hidup sebagaimana mestinya. Hidup akan lebih bermakna jika dijalani
F F F F F F F F F

sesuai dengan kaidah-kaidah dan normanorma yang berlaku dan hidup di masyarakat.
F F F F F F F F F F

Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain. Tentu saja, hidup dapat
F F F F F F F F F F F

dijalankan apabila dalam keadaan sehat. Artinya, kesehatan sebagai kebutuhan dasar
F F F F F F F F

manusia merupakan hak bagi setiap warga negara. Kesehatan adalah hal yang sangat
F F F F F F F F F F F

penting yang dibutuhkan oleh setiap manusia dan merupakan kebutuhan pokok selain
F F F F F F F F F F F

sandang, pangan, dan papan. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, F F F F F

1
A. Ubaedillah & Abdul Rozak, 2014, Pancasila, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani, Kencana, Jakarta,
Hlm. 151
spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk produktif secara sosial dan F F a F F F F F F F F F

ekonomis.

Upaya peningkatan kualitas hidup manusia di bidang kesehatan merupakan suatu


F F F F F F F F F F

usaha yang sangat luas dan menyeluruh, usaha tersebut meliputi peningkatan kesehatan
F F F F F F F F F F

masyarakat baik fisik maupun non fisik. Di dalam Sistem Kesehatan Nasional disebutkan
F F F F F F F F F F F

bahwa kesehatan menyangkut semua segi kehidupan yang ruang lingkup dan jangkauannya
F F F F F F F F F F F

sangat luas dan kompleks. Dari pengertian diatas, dapat dipahami bahwa pada dasarnya
F F F F F F F F F F

masalah kesehatan menyangkut semua segi kehidupan manusia.2


F F F F F F

Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang ditujukan untuk meningkatkan F F F F F F F F F

kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka F F F F F F F F F

mewujudkan derajat kesehatan yang optimal secara menyeluruh dan terpadu sebagai salah
F F F F F F F F F F F

satu unsur kesejahteraan umum sebagaimana dimaksud dalam pembukaan Undang-Undang


F F F F F F F F

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.3

Indonesia sebagai negara hukum yang menganut aliran hukum positif mengatur
F F F F F F F F F F

mengenai pengguguran dan pembunuhan kandungan (doodslag op een ongeborn vrucht)


F F F F F

dalam pasal 346, 347, 348, dan 349 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Secara eksplisit,
F F

dapat ditarik kesimpulan bahwa pengguguran dan pembunuhan kandungan itu mutlak
F F F F F F F F F F

dilarang dan diancam pidana apabila dilakukan.


F F F F F

Mengenal tindakan aborsi ini, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang F F F F

Kesehatan yang menggantikan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan


F F F

pada prinsipnya sejalan dengan ketentuan pidana yang ada, yaitu melarang setiap orang
F F F F F F F F F F F

untuk melakukan aborsi. Namun, dalam tataran bahwa negara harus melindungi warganya
F F F F F F F F F

dalam hal ini perempuan yang melakukan aborsi berdasarkan indikasi kedaruratan medis
F F F F F F F F F F F

dan akibat perkosaan, serta melindungi tenaga medis yang melakukannya, Undang-undang
F F F F F F F

Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan membuka pengecualian untuk aborsi berdasarkan F F F F F F

indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan.


F F F F F F

Dalam Pasal 75 ayat 2 UU No. 36 Tahun 2009 disebutkan bahwa aborsi dapat F F

dilakukan dalam kondisi tertentu yautu indikasi kedaruratan medis dan perkosaan. Pada ayat
F F F F F F F F F F

4 UU tersebut menyatakan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan F F F F F F

medis dan perkosaan sebagai syarat pengecualian dilakukannya aborsi diatur lebih lanjut
F F F F F F F F F F

2
Bahder Johan Nasution, 2005. Hukum Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta, Hlm. 1
3
Lihat Konsideran menimbang Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran
dengan Peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah yang dimaksud yaitu PP Nomor 61
F F F F F F F

Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi. Dijelaskan bahwa dengan alasan korban
F F F F F F F

perkosaan maka seseorang dapat dengan legal melakukan aborsi.


F F F F F F F

B. PERMASALAHAN

Dari Latar Belakang di atas dapat di tentukan rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana definisi dari aborsi dan jenis jenis dari aborsi ?

2. Bagaimana definisi dari pemekrosaan ?

3. Jelaskan bagaiman sudut pandang aborsi berdasarkan Hak Asasi Manusia ?

4. Bagaimana pengaturan aborsi dalam kitab undang undang Hukum Pidana KUHP ?

C. PEMBAHASAN

1. Aborsi

A. Definisi Aborsi

Abortus yaitu keluarnya hasil pembuahan (janin) yang belum waktunya dari
F F F F F F F F

kandungan ibu dan belum dapat hidup di luar kandungan.4 Secara medis, aborsi adalah
F F F F F F F F F F

berakhirnya atau gugurnya kehamilan sebelum kandungan mencapai usia 20 minggu atau
F F F F F F F F F F

berat bayi kurang dari 500 g, yaitu sebelum janin dapat hidup diluar kandungan secara
F F F F F F F F F F F F

mandiri. Abortus adalah kehamilan yang berhenti prosesnya pada umur kehamilan dibawah
F F F F F F F F F F

20 minggu, atau berat fetus yang lahir 500 gram atau kurang. Aborsi berarti terhentinya
F

kehamilan yang terjadi di antara saat tertanamnya sel telur yang sudah (blastosit) dirahim
sampai kehamilan 28 minggu. Abortus adalah keluarnya janin sebelum mencapai viabilitas,
dimana masa gestasi belum mencapai 22 minggu dan beratnya kurang dari 500 gram. 5 WHO
merekomendasikan viabilitas apabila masa gestasi telah mencapai 22 minggu atau lebih dan
berat janin 500 gram atau lebih.\

Menurut Fact Abortion, Info Kit on Women’s Health oleh Institute For Social, Studies
and Action, Maret 1991, dalam istilah kesehatan aborsi didefinisikan sebagai penghentian
kehamilan setelah tertanamnya telur (ovum) yang telah dibuahi rahim (uterus), sebelum janin

4
R. Atang Ranoemihardja, 1991, Ilmu Kedokteran Kehakiman (Forensic Science), Tarsito, Bandung, Hlm. 50
5
Cecep Triwibowo, 2014, Etika dan Hukum Kesehatan, Nuha Medika, Yogyakarta, Hlm. 166
(fetus) mencapai 20 minggu.6 Aborsi dalam kamus Inggris Indonesia diterjemahkan dengan F F F F F F F

pengguguran kandungan. Dalam Black’s Law Dictionary kata abortion diterjemahkan


F F F F F F F

menjadi aborsi dalam bahasa Indonesia mengandung arti keguguran dengan keluarnya
F F F F F F F F F F

embrio atau fetus tidak semata-mata karena terjadi secara alamiah, akan tetapi juga
F F F F F F F F F F F

disengaja atau terjadi karena adanya campur tangan (provokasi) manusia.


F F F F F F F

B. Jenis dan Klasifikasi Aborsi

Secara garis besar, abortus terbagi menjadi dua macam, yaitu abortus spontan dan
F F F F F F F F F F

abortus buatan. Abortus spontan adalah merupakan mekanisme alamiah yang menyebabkan
F F F F F F F F F

terhentinya proses kehamilan sebelum berumur 28 minggu. Sedangkan abortus buatan,


F F F F F F F

abortus dengan jenis ini merupakan suatu upaya yang disengaja untuk menghentikan proses
F F F F F F F F F F F F

kehamilan sebelum berumur 28 minggu, dimana janin (hasil konsepsi) yang dikeluarkan
F F F F F F F

tidak dapat bertahan hidup di dunia luar.


F F F F F F

Ada beberapa istilah untuk menyebut keluarnya konsepsi atau pembuahan sebelum F F F F F F F F F

usia kehamilan 20 minggu yang biasa disebut aborsi (abortion), diantaranya: Abortion
F F F F F F F

criminalis, yaitu pengguguran kandungan secara bertentangan denngan hukum; Abortion


Eugenic, yaitu pengguguran kandungan untuk mendapat keturunan yang baik; Abortion
Induced/ provoked/ provocatus, yaitu pengguguran kandungan karena disengaja; Abortion
Natural, yaitu pengguguran kandungan secara alamiah; Abortion Spontaneous, yaitu
pengguguran kandungan secara tidak sengaja; dan Abortion Therapeutic, yaitu pengguguran
kandungan dengan tujuan untuk menjaga kesehatan sang ibu.

1. Abortus Spontan F F

Abortus spontan adalah setiap kehamilan yang berakhir secara spontan sebelum
F F F F F F F F F F

janin dapat bertahan. Abortus spontaneous, adalah aborsi yang terjadi dengan tidak
F F F F F F F F F

didahului faktor-faktor mekanis ataupun medicinalis semata - mata disebabkan oleh faktor
F F F F F F F F

alamiah. Abortus spontan dikategorikan sesuai dengan cara pengeluaran janin. Berikut ini, F F F F F F F F

kalsifikasi abortus spontan yaitu : F F F

a. Abortus imminiens, Adalah terjadinya perdarahan uterus pada kehamilan sebelum usia
F F F F F F F F F

kehamilan 20 minggu, janin masih dalam uterus, tanpa adanya dilatasi serviks. Diagnosisnya
F F F F F F F

terjadi perdarahan melalui ostium uteri eksternum disertai mual, uterus membesar sebesar
F F F F F F F F F F

tuanya kehamilan, serviks belum membuka dan tes kehamilan positif. Pada abortus
F F F F F F F F F

6
Cecep Triwibowo, loc. cit
imminiens, keluarnya fetus masih dapat dicegah dengan memberikan obat-obat hormonal F F F F F F F F F

dan anti pasmodica. Penanganannya :


F F

1) Berbaring, cara ini menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan sehingga F F F F F F F F F F

rangsang mekanik berkurang. F F

2) Pemberian hormon progesteron. F F

3) Pemeriksaan USG F F

b. Abortus insipiens adalah peristiwa peradangan uterus pada kehamilan sebelum usia
F F F F F F F F F F

kehamilan 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks, diagnosisnya rasa mulas menjadi lebih
F F F F F F F F F F

sering dan kuat, perdarahan bertambah. Pengeluaran janin dengan kuret vakum atau cunam
F F F F F F F F F F

ovum, disusul dengan kerokan. Pada kehamilan lebih dari 12 minggu bahaya peforasi pada
F F F F F F F F

kerokan lebih besar, maka sebaiknya proses abortus dipercepat dengan pemberian infuse
F F F F F F F F F F

oksitosin. Sebaliknya secara digital dan kerokan bila sisa plasenta tertinggal bahaya F F F F F F F F F

perforasinya kecil.

c. Abortus inkompletus, adalah pengeluaran sebagian janin pada kehamilan sebelum 20


F F F F F F F

minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Abortus inkompletus atau dengan
F F F F F F F F F F F

kata lain keguguran bersisa artinya hanya ada sebagian dari hasil konsepsi yang dikeluarkan
F F F F F F F F F F F F F

yang tersisa adalah deci dua dan plasenta. Pada pemeriksaan vaginal, servikalis terbuka dan
F F F F F F F F F F

jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau kadang-kadang sudah menonjol ostium uteri
F F F F F F F F F F F

eksternum. Perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa janin dikelurkan, dapat F F F F F F F F

menyebabkan syok. Penanganannya, diberikan infuse cairan NaCI fisiologik dan transfusi,
F F F F F F

setelah syok diatasi dilakukan kerokan. Saat tindakan disuntikkan intramuskulus ergometrin
F F F F F F F F

untuk mempertahankan kontraksi otot uterus.


F F F F

d. Abortus kompletus atau keguguran lengkap artinya seluruh hasil konsepsi dikeluarkan
F F F F F F F F F F

sehingga rongga rahim kosong. Pada abortus kompletus ditemukan perdarahan sedikit,
F F F F F F F F

osteum uteri telah menutup, uterus sudah mengecil dan tidak memerlukan pengobatan
F F F F F F F F F

khusus, apabila menderita anemia perlu diberi sulfas ferrosus atau transfuse. F F F F F F F

2. Pemerkosaan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dikatakan bahwa kata pemerkosaan berasal
F F F F F F F F F

dari kata dasar perkosa yang berarti paksa, kekerasan, gagah, kuat, perkasa. Memperkosa
F F F F F F F

berarti menundukkan dengan kekerasan, memaksa dengan kekerasan, meggagahi.7 Dalam


F F F F F F

kamus lain kata perkosaan diartikan dengan gagah, kuat, paksa, kekerasan, dengan paksa,
F F F F F F

dengan kekerasan, menggagahi, memaksa dengan kekerasan. Sedang kata perkosaan berarti F F F F

perbuatan memperkosa, penggagahan, paksaan, pelanggaran dengan kekerasan. Perkosaan


F

merupakan kejahatan yang serius dan bukti pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). F F F F F

Tindakan perkosaan menyebabkan trauma psikologis yang serius pada korban serta F F F F F F F F F

keluarga. Kejahatan perkosaan (verkrachting) dimuat dalam Pasal 285 yang rumusannya F F F F F F

adalah berikut:
F

Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang F F F F F F F F

perempuan bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan


F F F F F F F F F

perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.


F F F F F F F F

Apabila rumusan perkosaan diatas dirinci, maka unsurunsurnya antara lain:


F F F F F F

- Pebuatannya memaksa F F

- Caranya dengan kekerasan/ancaman kekerasan


F F F F

- Objeknya seorang perempuan bukan istrinya


F F F F F

- Bersetubuh dengan dia. F F

Berdasarkan rumusan Pasal diatas, dapat diambil kesimpulan antara lain :


F F F F F F F

- Korban perkosaan harus seorang wanita bukan istrinya, tanpa batasan umur.
F F F F F F F F

- Korban harus mengalami kekerasan atau ancaman kekerasan. Hal ini berarti tidak ada
F F F F F F F F F F F

persetujuan dari pihak korban mengenai niat dan tindakan pelaku. Persetubuhan diluar
F F F F F F F F F F

perkawinan adalah tujuan yang ingin dicapai dengan melakukan kekerasan atau ancaman
F F F F F F F F F F F

kekerasan terhadap wanita tersebut.


F F F

3. Aborsi Berdasarkan Hak Asasi Manusia

7
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Bahasa, 1989, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta,
hlm. 673
Hak Asasi Manusia (HAM) pada umumnya berasal dari sejarah panjang berlatar
F F F F F F F F F F

belakang budaya barat, yang muaranya pada Universal Declaration Of Human Rights, yang
F F F F F F

ditanda tangani PBB pada 10 Desember 1948. Menjadi sejarah perjuangan HAM yang
F F F F F

diakui dan harus dilindungi oleh Negara-Negara anggota PBB. HAM menjadikan kepatuhan
F F F F F F F

bagi negara untuk melindungi semua hak asasi rakyatnya. Hal ini menampakkan pada tata
F F F F F F F F F F

interaksi antar bangsa, HAM berposisi sebagai isu global, dimana keberadaan suatu bangsa
F F

atau negara diukur dari jaminan HAM terhadap warganya.8

Di dalam Piagam HAM PBB dalam hal ini menyatakan: “Respect For Human Rights
F F F F F F F F

and Human Dignity Is Pondation Of Freedom, Justice, and Peace In The World”. Dimana F

dalam deklarasi ini yang penting mendasari HAM pada umumnya adalah pernyataan bahwa
F F F F F F F F F F

“Semua orang lahir dengan kebebasan dan mempunyai martabat dan hak bagi siapapun
F F F F F F F F F F F F

tanpa pengecualian, baik berdasarkan jenis kelamin, bangsa, warna kulit, agama, suku dan
F F F F

ras”.9

Deklarasi Hak Asasi Manusia (HAM) atau Universal Declaration of Human Right
F F F F F F

terdiri dari 30 pasal. Salah satunya, yakni pasal 25 menyebutkan bahwa:

1) Setiap orang berhak atas tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan
F F F F F F F F F F F F

dirinya dan keluarganya, termasuk hak atas pangan, pakaian, perumahan dan perawatan
F F F F F F F F

kesehatan serta pelayanan sosial yang diperlukan, dan berhak atas jaminan pada saat
F F F F F F F F F F

menganggur, menderita sakit, cacat, menjadi janda/duda, mencapai usia lanjut atau keadaan F F F F F

lainnya yang mengakibatkan kekurangan nafkah, yang berada diluar kekuasaannya.


F F F F F F

2) Ibu dan anak-anak berhak mendapat perawatan dan bantuan istimewa. Semua anak-anak,
F F F F F F F F F

baik yang dilahirkan didalam maupun diluar perkawinan, harus mendapat perlindungan
F F F F F F

sosial yang sama.

Masalah kekerasan seksual (pemerkosaan) merupakan salah satu bentuk kejahatan


yang melecehkan dan menodai harkat manusia, dan dikategorikan sebagai kejahatan F F F F F F F F

melawan kemanusiaan (crime againts humanity). Menurut berkas aborsi yang masuk
F F F F F F F

dipengadilan negeri kota Ambon, dari tahun 2009 sampai tahun 2011 mencatat 90 kasus
F F F F F F

seksual yang dialami oleh anak dan kasus perkosaan yang ada mencapai 18 orang. Hal ini
F F F F F F F F F F F F F

menunjukkan banyaknya perempuan yang menjadi korban perkosaan.10 F F F F F F

8
Guwandi, J, 1995, Persetujuan Tindak Medik ( Informed Consent ), Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta.hal 62
9
Ibid, hal 82
10
Kusmaryanto, SCJ, CB, 2002, Kontraversi Aborsi, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.hal 30
Kasus kehamilan akibat pemerkosaan, memang merugikan korban, sebab akan
F F F F F F F

memberi luka batin yang lebih parah ketimbang tidak terjadinya kehamilan. Oleh karena itu
F F F F F F F F F F F F

tidak heran bila muncul kecenderungan melaksanakan pengguguran kandungan, tindakan


F F F F F F F

seperti ini minimal dianggap sebagai salah satu upaya terapi terhadap korban. Perlu
F F F F F F F F F F F

dipertanyakan, apakah F tindakan F pengguguran F kandungan F itu F akan F memecahkan F

persoalannya dan merupakan tindakan yang tepat serta dapat dipertanggunng jawabkan
F F F F F F F F F F

secara moral.
F

Dari sisi moral sulit untuk membiarkan seorang ibu harus merawat kehamilan yang
F F F F F F F F F F F F

tidak diinginkan terutama karena hasil perkosaan, maupun yang mengetahui bahwa janin
F F F F F F F F F F

yang dikandungnya mempunyai cacat fisik yang berat. Di sisi lain, dari segi ajaran agama,
F F F F F F F F F

agama manapun tidak akan memperbolehkan manusia melakukan tindakan penghentian


F F F F F F F F

kehamilan dengan alasan apapun. F F F

Hukum formal yang mengatur masalah aborsi menyatakan bahwa pemerintah


F F F F F F F F F

Indonesia menolak aborsi. Pengecualian diberikan jika ada indikasi medis sebagaimana
F F F F F F F F F

tercantum dalam Undang-Undang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992 Pasal 15 dan Pasal 80.
F F

Selain itu, masalah aborsi juga terkait dengan sumpah Dokter Indonesia yang antara lain
F F F F F F F F F F F

menyatakan bahwa dokter akan menghormati setiap kehidupan.

4. Pengaturan Aborsi Dalam Kitab Besar Undang – Undang Hukum Pidana ( KUHP )

Perdebatan mengenai aborsi di Indonesia akhir-akhir ini semakin ramai, karena dipicu
oleh berbagai peristiwa yang mengguncang sendi-sendi kehidupan manusia. Kehidupan yang
dberikan kepada setiap manusia merupakan Hak asasi Manusia yang hanya boleh dicabut
oleh pemberi kehidupan tersebut. Berbicara mengenai aborsi tentunya kita berbicara tentang
kehidupan manusia karena aborsi erat kaitannya dengan wanita dan janin yang ada dalam
kandungan wanita.

Pengguguran kandungan (aborsi) selalu menjadi perbincangan, baik dalam forum


resmi maupun tidak resmi yang menyangkut bidang kedokteran, hukum maupun disiplin ilmu
lain. Aborsi merupakan fenomena sosial yang semakin hari semakin memprihatinkan.
Keprihatinan itu bukan tanpa alasan, karna sejauh ini prilaku pengguguran kandungan banyak
menimbulkan efek negatif baik untuk diri pelaku maupun pada masyarakat luas. Hal ini
disebabkan karena aborsi menyangkut norma moral serta hukum suatu kehidupan bangsa.
Selain dalam Undang-Undang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun
2014 tentang Kesehatan Reproduksi, pengaturan tentang aborsi juga terdapat dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berlaku sebagai hukum pidana umum (Lex
Generalie), regulasi tentang pengguguran kandungan yang disengaja (abortus provocatus)
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) diatur dalam buku kedua Bab XIV
tentang Kejahatan Kesusilaan khususnya Pasal 299, Bab XIX Pasal 346 sampai dengan Pasal
349, dan digolongkan ke dalam kejahatan terhadap nyawa.

Dalam KUHP tersebut dengan jelas tidak memperbolehkan suatu aborsi di Indonesia.
KUHP tidak melegalkan tanpa kecuali. Bahkan abortus provocatus medicalis atau abortus
provocatus therapeuticus pun dilarang termasuk didalamnya adalah abortus provocatus yang
dilakukan oleh perempuan korban perkosaan. Perbedaan pada pasal diatas dengan Pasal 341
dan Pasal 342 KUHP adalah terletak pada tenggang waktu dilakukan suatu aborsi. Sehingga
dalam pasal tersebut apabila dilakukan bukan merupakan suatu aborsi melainkan suatu
pembunuhan terahadap anak.

Adanya legalitas aborsi bagi perempuan korban perkosaan dengan KUHP


berimplikasi pada tidak berlakunya pertanggungjawaban pidana pada perempuan korban
perkosaan yang melakukan aborsi sebab terdapat unsur pemaaf dan unsur pembenar baginya
dalam melakukan perbuatan tersebut. Pertanggungjawaban pidana hanya menuntut adanya
kemampuan bertanggungjawab pelaku. Pada prinsipnya pertanggungjawaban pidana
berbicara mengenai kesalahan (culpabilitas) yang merupakan asas fundamental dalam hukum
pidana, yang mendalilkan bahwa tidak ada pidana jika tanpa kesalahan.

Dekriminalisasi adalah suatu proses penghapusan sama sekali sifat dapat dipidananya
suatu perbuatan yang semula merupakan tindak pidana dan juga penghapusan sanksinya
berupa pidana. Masalah dekriminalisasi atas suatu perbuatan haruslah sesuai dengan politik
kriminal yang dianut oleh bangsa Indonesia, yaitu sejumlah mana perbuatan tersebut
bertentangan atau tidak bertentangan dengan nilainilai fundamental yang berlaku dalam
masyarakat dan oleh masyarakat dianggap patut atau tidak patut dihukum dalam
menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat.

D. PENUTUP

1. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat di simpulkan bahwa terhadap korban pemerkosaan
F F F F F F F F F F F

yang F mengakibatkan F kehamilan F mendapat F pengecualian F untuk F menggugurkan F

kandungannya. Hal ini karena peristiwa hukum yang terjadi bukanlah perbuatan hukum
F F F F F F F F F F

yang dikehendaki dalam hal ini kehamilan yang tidak diinginkan. Korban perkosaan
F F F F F F F F F F

mendapatkan legalitas untuk melaksanakan aborsi apabila tidak menghendaki kelanjutan


F F F F F F F F F

kehamilan yang dialami. Pembenaran aborsi bagi korban pemerkosaan didasarkan pada
F F F F F F F F F

Pasal 75 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Pasal 31 Peraturan
Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi. Pertimbangannya korban F F

pemerkosaan dapat membahayakan kesehatan fisik dan kesehatan psikis dirinya. Terlebih
F F F F F F F F

lagi apabila dari pemerkosaan itu menghasilkan kehamilan bagi korbannya.


F F F F F F F F

2. Saran

Perlunya lembaga konseling yang dibentuk untuk memberikan konsultasi terkait


F F F F F F F F F

masalah yang dihadapi oleh korban pemerkosaan sehingga aborsi bukan jalan satu-satunya
F F F F F F F F F F

yang diambil oleh korban pemerkosaan. Hal ini mengingat telah dikeluarkannya Putusan
F F F F F F F F F

Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 tentang Pengujian Pencatatan Perkawinan


dan Status Hukum Anak Yang Dilahirkan dari Perkawinan Yang Tidak Tercatat
UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang pada intinya berisi bahwa
anak yang dilahirkan tanpa status menikah yang diakui oleh negara tetap memiliki hubungan
perdata dengan bapak dan keluarga bapaknya.

DAFTAR PUSTAKA
A. Ubaedillah & Abdul Rozak, 2014, Pancasila , Demokrasi , HAM , dan Masyarakat Madani,
F F F F F F F

Kencana , Jakarta
F F

Abdullah Marlang , 2011, Pengantar Hukum Indonesia, ASPublishing , Makassar


F F F F F F

Cecep Triwibowo , 2014, Etika & Hukum Kesehatan , Nuha Medika , Yogyakarta
F F F F F F F F

Marwan Effendy , 2014, Teori Hukum dari Perspektif Kebijakan, Perbandingan dan
F F F F F F F F

Harmonisasi Hukum Pidana , Referensi , Ciputat


F F F F F

Sri Siswati, 2013, Etika dan Hukum Kesehatan dalam Perspektif UndangUndang Kesehatan,
F F F F F F F

Rajagrafindo Persada , Jakarta


F F F

Anda mungkin juga menyukai