DAN POLISITEMIA)
MAKALAH
LOGO UNIV
DI SUSUN OLEH :
OKTOBER 2022
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang.
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “ Pemeriksaan
Laboratorium Pada Penyakit Darah ( Anemia dan Polistemia “ Ini tepat Pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini guna untuk memenuhi tugas yang telah
di berikan. Selain itu makalah ini juga berfungsi untuk menambah wawasan tentang “
Pemeriksaan Laboratorium ” bagi para pembaca juga penulis.
Saya juga mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
membagi Sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah
ini. Saya menyadari bahwa makalah yang saya tulis ini jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.
06 Oktober 2022
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Hemoglobin (hb) terdiri dari protein yang mengandung zat besi didalam sel darah
merah yang merupakan pengangkut oksigen (O2) dari paru keseluruh jaringan tubuh,
yang terdapat pada mamalia dan hewan lainnya. Hemoglobin juga merupakan pembawa
karbondioksida (CO2) dari jaringan tubuh menuju paru untuk dikeluarkan ke atmosfir
atau dunia luar. Hemoglobin terdiri dari globin, apoprotein, dan empat gugus heme, yaitu
molekul organic dengan satu atom besi. Mutasi pada gen protein hemoglobin dapat
mengakibatkan suatu golongan penyakit yang disebut hemoglobinopati, yang paling
sering ditemui dilapangan adalah anemia sel sabit dan talasemia (Hoffrand and Moss,
2013).
Menurunnya kadar hemoglobin dalam sel darah merah menjadi penyebab utama
anemia (kurang darah). Menurunya hemoglobin menunjukkan rendahnya tingkat oksigen
yang ada dalam darah sering menyebabkan sesak nafas. Kekurangan oksigen dalam darah
akan memperberat daya kerja jantung. Dapat menimbulkan gejala seperti jantung
berdebar dan nyeri dada. Apabila oksigen tidak alirkan keseluruh bagian tubuh maka
fungsi tubuh akan terhambat sehingga, sel tidak mendapatkan asupan oksigen yang cukup
untuk melakukan aktivitasnya. Gejala yang sering dirasakan oleh penderita adalah mudah
lelah (Price and Wilson, 2012).
2. Apa saja faktor faktor yang melandasi Penyebab Anemia dan sebutkan serta definisikan
jenis jenis dari Anemia ?
2. Untuk Mengetahui faktor faktor yang melandasi Penyebab Anemia serta definisi jenis
jenis dari Anemia.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Eritrosit
Sel darah merah atau eritrosit adalah merupakan bentuk cakram bikonkaf yang
tidak berinti, cekung pada kedua sisinya dan berdiameter kira- kira 7,8 mikrometer dan
dengan ketebalan pada bagian yang paling tebal 2,5 mikrometer dan pada bagian tengah
1 mikrometer atau kurang. Fungsi utama dari sel-sel darah merah adalah mengangkut
hemoglobin, dan mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan (Putra et al., 2017).
Jumlah sel darah merah kira-kira 5 juta per milimeter kubik darah pada ratarata
orang dewasa dan berumur 120 hari. Keseimbangan tetap dipertahankan antara
kehilangan dan penggantian sel darah tiap hari. Pembentukan sel darah merah dirangsang
oleh hormon glikoprotein, eritroprotein, yang dianggap berasal dari ginjal. Pembentukan
eritroprotein dipengaruhi oleh hipoksia jaringan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor
seperti perubahan O2, berkurangnya kadar O2 darah arteri, dan berkurangnya konsentrasi
hemoglobin. Eritropoetin merangsang sel induk untuk memulai proliferasi dan
pematangan sel-sel darah merah. Selanjutnya, pematangan tergantung pada jumlah zat-
zat makanan yang cukup.
Pigmen merah yang membawa oksigen dalam sel darah adalah hemoglobin yang
terdapat sekitar 300 molekul hemoglobin dalam darah merah. Hemoglobin memiliki daya
gabung terhadap oksigen dan membentuk oxihemoglobin didalam sel darah merah
selanjutnya dibawa dari paru-paru ke jaringan.
Perubahan sel darah merah menimbulkan dua keadaan yang berbeda. Jika jumlah
sel daram merah kurang maka akan timbul anemi. Sebaliknya keadaan dimana sel darah
merah terlalu banyak disebut polisitemia.
Bentuk eritrosit dapat berubah - ubah sel berjalan melewati kapiler. sel normal
mempunyai membran yang sangat kuat untuk menampung banyak bahan material
didalamnya maka perubahan bentuk tadi tidak akan merenggangkan membran secara
hebat berbagai tahap yaitu mula-mula besar dan berisi nukleus tetapi tidak ada Hb dan
akhirnya kehilangan dan sebagai akibatnya tidak akan memecah sel seperti yang akan
terjadi pada sel lainnya (Wahyuni S, 2021).
Eritrosit berasal dari sel yang dikenal sebagai hemositoblast. Hemositoblast yang
baru secara kontinyu dibentuk dari sel induk. Hemositoblast mula-mula membentuk
eritoblast basofil yang mulai mensintesis hemoglobin. Eritoblast kemudian menjadi
eritoblast polikromatofilik karena mengandung zat basofilik dan hemoglobin merah.
Hemoglobin dibentuk dalam jumlah yang lebih banyak dan menjadi normoblast. Setelah
sitoplasma normoblast telah terisi dengan hemoglobin, inti menjadi kecil dan dibuang.
Pada waktu yang sama retikulum endoplasma diabsorbsi. Sel dalam stadium ini
dinamakan retikulosit, setelah dari retikulosit lalu sel akan menjadi eritrosit matang .
Sel darah merah dibentuk didalam sumsum tulang, terutama dari tulang pendek,
pipih dan tidak beraturan. Sel darah merah (eritrosit) didalam tubuh juga dibuat didalam
limpa dan hati yang kemudian akan beredar didalam tubuh selama 14 – 15 hari setelah
itu akan mati. Hemoglobin yang keluar dari eritrosit yang mati akan terurai menjadi 2 zat
yaitu hematin yang mengandung Fe yang berguna untuk pembuatan eritrosit baru dan
hemoglobin yaitu suatu zat yang terdapat didalam eritrosit yang berguna untuk mengikat
oksigen dan karbondioksida.
Komponen utama sel darah merah adalah protein Hb. Pembentukan Hb terjadi
dalam sumsum tulang melalui semua pematangan. Perkembangan sel darah merah
diedarkan kedalam sirkulasi darah yang sebagian kecil dari sumsum tulang. Hemoglobin
masih dihasilkan selama ½ hari. Retikulum kemudian larut dan menjadi sel darah merah
yang matang (Jiwintarum et al., 2020).
2.2 Anemia
Anemia atau kekurangan sel darah merah yaitu suatu kondisi dimana jumlah sel
darah merah atau hemoglobin (protein yang membawa oksigen) dalam sel darah merah
berada di bawah normal.Sel darah merah itu sendiri mengandung hemoglobin yang
berperan untuk mengangkut oksigen dari paru – paru dan mengantarkan ke seluruh bagian
tubuh (Widoyoko & Septianto, 2020).
a. Anemia Ringan Berdasarkan WHO, anemia ringan merupakan kondisi dimana kadar
Hb dalamdarah diantara Hb 8 g/dl – 9,9 g/dl. Sedangkan berdasarkan Depkes RI, anemia
ringan yaitu ketika kadar Hb diantara Hb 8 g/dl - <11 g/dl. Jumlah sel darah yang rendah
dapat menyebabkan berkurangnya pengiriman oksigen ke setiap jaringan seluruh tubuh
sehingga muncul tanda dan gejala serta dapat memperburuk kondisi medis lainnya. Pada
anemia ringan umumnya tidak menimbulkan gejala karena anemia berlanjut terus-
menerus secara perlahan sehingga tubuh beradaptasi dan mengimbangi perubahan. Gejala
akan muncul bila anemia berlanjut menjadi lebih berat. Gejala anemia yang mungkin
muncul :
1) Kelelahan
2) Penurunan energi
3) Kelemahan
5) Palpitasi
6) Tampak pucat
b. Anemia Berat Menurut WHO anemia berat merupakan kondisi dimana kadar Hb dalam
darah dibawah < 6 g/dl. Sedangkan berdasarkan Depkes RI, anemia berat yaitu ketika
kadar Hb dibawah < 5 g/dl. Beberapa tanda yang mungkin muncul pada penderita anemia
berat yaitu:
1) Perubahan warna tinja, termasuk tinja hitam dan tinja lengket dan berbau busuk,
berwarna merah marun, atau tampak berdarah jika anemia karena kehilangan darah
melalui saluran pencernaan.
6) Kulit kuning disebut jaundice jika anemia karena kerusakan sel darah merah
7) Murmur jantung
b. Anemia megaloblastik
Anemia yang terjadi karena kelainan proses pembentukan DNA sel darah merah
yang disebabkan kekurangan (defisiensi) vitamin B12 dan asam folat.
c. Anemia hipoplastik
Anemia yang terjadi karena kelainan sumsung tulang yang kurang mampu
membuat sel-sel darah baru.
d. Anemia Aplastik
a Metode cyanmethemoglobin.
b. Metode Sahli
Metode Sahli sudah tidak dianjurkan belakangan ini disebabkan karena memiliki
rasio kesalahan yang cukup besar, metode Sahli adalah hemoglobin diubah menjadi
hematin asam, kemudian warna yang terjadi dibandingkan secara visual dengan standar
dalam hemometer dan dibaca pada tabung sahli. Cara ini juga kurang baik karena tidak
semua macam hemoglobin dapat diubah menjadi hematin asam.
c. Metode mikrokuvet
Hemoglobin adalah suatu protein yang kompleks, tersusun dari protein globin,
protofirin dan besi.Protofirin dibentuk disekitar mitokondria, globin itu sendiri dibentuk
di sekitar ribosom dan besi berasal dari transferrin.
Penyebab umum dari anemia antara lain : kekurangan zat besi, pendarahan,
genetik, kekurangan asam folat, gangguan sumsum tulang. Secara garis besar, anemia
dapat disebabkan karena :
Penyebab anemia dapat di bagi menjadi dua yaitu penyebab secara langsung
maupun tidak langsung :
a Menstruasi pada remaja putri Menstruasi yang dialami oleh remaja putri setiapbulannya
merupakan sala satu penyebab dari anemia. Keluarnya darah dari tubuh remaja pada saat
menstruasi mengakibatkan hemoglobin yang terkandung dalam sel darah merah juga ikut
terbuang, sehingga cadangan zat besi dalam tubuh juga akan berkurang dan itu akan
menyebabkan terjadinya anemia.
b Intake makanan yang tidak cukup bagi tubuh. Faktor ini berkaitan dengan asupan
makanan yang masuk ke dalam tubuh.Seperti anemia defiensi besi yaitu kekurangan
asupan besi pada saat makan atau kehilangan darah secara lambat atau kronis.Zat besi
adalah komponen esensial hemoglobin yang menutupi sebagaian besar sel darah
merah.Tidak cukupnya suplai zat besi dalam tubuh yang mengakibatkan hemoglobinnya
menurun. Kekurangan asam folat dalam tubuh dapat ditandai dengan adanya peningkatan
ukuran eritrosit yang disebabkan oleh abnormalitas pada proses hematopoeisis.
c. Gaya hidup seperti sarapan pagi. Sarapan pagi sangatlah penting bagi seorang remaja
karena dengan sarapan tenaga dan pola berfikir seorang remaja menjadi tidak
terganggu.Ketidak seimbangan antara gizi dan aktifitas yang dilakukan. Remaja dengan
status gizi yang baik bila beraktifitas berat tidak akan ada keluhan, dan bila status gizi
seorang remaja itu kurang dan selalu melakukan aktifitas berat maka akan menyebabkan
seorang remaja itu lemah, pucat, pusing kepala, karena asupan gizi yang di makan tidak
seimbang dengan aktifitasnya.
2. Penyebab tidak langsung Penyebab tidak langsung ini merupakan faktor-faktor yang
tidak langsung mempengaruhi kadar hemoglobin pada seseorangmeliputi :
2.3 Polisitemia
Polisitemia adalah keadaan kadar hemoglobin lebih dari 16,5 g/dL atau
hematokrit lebih dari 49% pada lakilaki, sementara pada wanita yaitu kadar hemogloblin
lebih dari 16,0 g/dL atau hematorkrit lebih dari 48%.Pada kasus angka hematokrit
melebihi 60% pada laki-laki atau 56% pada wanita, maka dapat diasumsikan mengalami
polisitemia absolut.
Peningkatan hematokrit atau sel darah merah dapat disebabkan oleh penurunan
volume plasma atau peningkatan jumlah sel darah merah. Terkadang sulit bagi klinisi
dengan hanya mengandalkan nilai hematokrit darah vena. Pada kasus polisitemia akibat
hipoksia atau peningkatan jumlah eritropoietin akan terjadi peningkatan sel darah merah,
akan tetapi volume plasma juga dapat mengalami penurunan akibat upaya tubuh menjaga
volume darah agar tetapi sama. Hal tersebut menyulitkan kita untuk memastikan
terjadinya polisitemia absolut atau relatif. Pada polisitemia vera, peningkatan sel darah
merah dapat diikuti oleh peningkatan volume plasma. Hal tersebut yang mendasari untuk
dipertimbangkannya pemeriksaan ulang dalam kurun waktu 2-4 minggu. Berdasarkan hal
tersebut, maka polisitemia dibagi menjadi polisitemia relatif dan polisitemia absolut.
Pada pasien dengan polisitemia, evaluasi pertama kali adalah dengan menanyakan
riwayat penyakit secara lengkap. Hal penting yang harus diketahui adalah penyakit
penyerta, obat-obat yang rutin digunakan, kebiasaan, dan riwayat keluarga. Pasien
umumnya datang asimptomatik atau dirujuk saat pemeriksaan kesehatan rutin. Keluhan
awal yang dirasakan oleh pasien umumnya nonspesifik seperti lemas, serta pusing akibat
hiperviskositas darah. Pada kondisi tertentu, pasien dapat mengeluhkan gejala yang
mengganggu seperti nyeri dada atau nyeri perut. Berbagai gejala dan tanda terkait
hiperviskositas. Pasien juga kadang mengeluhkan urtikaria, terutama pada polisitemia
vera. Pada riwayat penyakit juga harus diketahui penyakit jantung atau paru yang dapat
mengakibatkan hipoksemia. Gangguan tidur di malam hari serta kebiasaan mengorok
mengarahkan kepada OSAS (obstructive sleep apnoea syndrome).
Pada riwayat penyakit dahulu yang perlu ditanyakan yaitu mengenai riwayat
trombosis, terutama pada lokasi yang tidak lazim seperti di pembuluh darah abdomen,
dapat dijumpai pada polisitemia vera. Beberapa obatobatan seperti diuretik, sunitinib,
atau sorafenib terkait dengan polisitemia sekunder. Injeksi eritropoietin atau hormon
steroid anabolik juga dapat menyebabkan polisitemia sekunder.
Riwayat keluarga juga harus ditanyakan seperti adanya kerabat yang menderita
polisitemia vera atau neoplasia mieloproliferatif menjadi salah satu risiko memiliki
polisitemia vera.
Bentuk rongga dada abnormal seperti dada berbentuk tong (barrel chest) disertai
dengan terdengar murmur dan bunyi jantung tambahan menandakan kelainan jantung
akibat pintas kanan ke kiri. Pemeriksaan abdomen dapat ditemukan adanya splenomegali,
yang ditemukan pada lebih dari separuh kasus polisitemia vera. Pembesaran limpa terjadi
akibat peningkatan jumlah sel darah merah serta proses hematopoiesis ekstrameduler.
Pemeriksaan abdomen juga harus melihat adanya pembesaran massa atau tumor yang
dapat menjadi penyebab polisitemia sekunder akibat sindrom paraneoplastik.
Feritin dan saturasi transferin dilakukan untuk menilai status besi yang dapat
menyamarkan kejadian polisitemia, terutama bila gambaran darah tepi menunjukkan
mikrositik hipokrom. Pada polisitemia vera kadar feritin umumnya juga rendah.
Pemeriksaan fungsi ginjal dan hati juga dikerjakan untuk melihat penyakit penyerta ginjal
dan hati terkait dengan polisitemia sekunder. Urinalisis juga dikerjakan untuk mengetahui
adanya penyakit ginjal yang mendasari (Riswan et al., 2020).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Sel darah merah atau eritrosit adalah merupakan bentuk cakram bikonkaf yang
tidak berinti, cekung pada kedua sisinya dan berdiameter kira- kira 7,8
mikrometer dan dengan ketebalan pada bagian yang paling tebal 2,5 mikrometer
dan pada bagian tengah 1 mikrometer atau kurang. Bentuk eritrosit dapat berubah
- ubah sel berjalan melewati kapiler. sel normal mempunyai membran yang sangat
kuat untuk menampung banyak bahan material didalamnya.
2. Anemia adalah menurunnya massa eritrosit yang menyebabkan
ketidakmampuannya untuk memenuhi kebutuhan oksigen ke jaringanperifer.
Secara klinis, anemia dapat diukur dengan penurunan kadar hemoglobin,
hematokrit, atau hitung eritrosit, namun yang paling sering digunakan adalah
pengujian kadar hemoglobin. Hemoglobin adalah suatu protein yang kompleks,
tersusun dari protein globin, protofirin dan besi.
3. Polisitemia adalah keadaan kadar hemoglobin lebih dari 16,5 g/dL atau
hematokrit lebih dari 49% pada lakilaki, sementara pada wanita yaitu kadar
hemogloblin lebih dari 16,0 g/dL atau hematorkrit lebih dari 48%.Pada kasus
angka hematokrit melebihi 60% pada laki-laki atau 56% pada wanita, maka dapat
diasumsikan mengalami polisitemia absolut.
DAFTAR PUSTAKA
Cahyanur, R., & Rinaldi, I. (2019). Pendekatan Klinis Polisitemia. Jurnal Penyakit
Dalam Indonesia, 6(3), 156. https://doi.org/10.7454/jpdi.v6i3.349
Firdaus, M., & Wahid, I. (2020). Trombosis Berulang pada Pasien dengan Polisitemia
Vera dan Penyakit Ginjal Kronis. Jurnal Kesehatan Andalas, 9(1S), 204–209.
https://doi.org/10.25077/jka.v9i1s.1174
Fitriany, J., & Saputri, A. I. (2018). Anemia Defisiensi Besi. Jurnal. Kesehatan
Masyarakat, 4(1202005126), 1–30.
Jiwintarum, Y., Srigede, L., & Asyhaer, R. K. (2020). Hematocrite Values With High
Measurement Of Eritrosit After Centrifugation On Serum Making. Jurnal Analis
Medika Biosains (JAMBS), 7(2), 112. https://doi.org/10.32807/jambs.v7i2.193
Kadriyan, H., Sulaksana, M. A., Lestarini, I. A., Susilawati, N. K., Punagi, A. Q., Pieter,
N. A. L., & Gaffar, M. (2019). Incidence and characteristics of anemia among
patients with nasopharyngeal carcinoma in Lombok, Indonesia. AIP Conference
Proceedings, 2199(December). https://doi.org/10.1063/1.5141329
Leny. (2019). 1035325 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Anemia Pada
Ibu Hamil. Jurnal Kebidanan : Jurnal Medical Science Ilmu Kesehatan Akademi
Kebidanan Budi Mulia Palembang, 9(2), 161–167.
https://doi.org/10.35325/kebidanan.v9i2.195
Putra, K. P., Al Ardha, M. A., Kinasih, A., & Aji, R. S. (2017). Korelasi perubahan nilai
VO2max, eritrosit, hemoglobin dan hematokrit setelah latihan high intensity interval
training. Jurnal Keolahragaan, 5(2), 161. https://doi.org/10.21831/jk.v5i2.14875
Riswan, M., Oetama, R. A., & Muhsin, M. (2020). Polisitemia vera; aspek klinis dan
tatalaksana terbaru. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala, 20(2), 121–130.
https://doi.org/10.24815/jks.v20i2.18507
Wahyuni S. (2021). Pengaruh Suplementasi Fe dan Vitamin C terhadap Hemoglobin dan
Indeks Eritrosit Remaja Putri The Effect of Iron and Vitamin C Supplementation on
Hemoglobin and Erythrocyte Index in Teenager. Jurnal Kesehatan, 12(2), 162–172.
http://ejurnal.poltekkes-tjk.ac.id/index.php/JK
Widoyoko, A. P. H., & Septianto, R. (2020). Pengaruh Anemia terhadap Kematian
Maternal. Jurnal Penelitian Perawat Profesional, 2(1), 1–6.
https://doi.org/10.37287/jppp.v2i1.36