Acara 1 Paleontoligi
Acara 1 Paleontoligi
Acara 1 Paleontoligi
PENDAHULUAN
Paleontologi berasal dari kata“Paleo” yang berarti masa lampau / kuno dan
onthos yang berarti kehidupan kehidupan. Paleontologi adalah merupakan suatu ilmu
yang mempelajari sisa-sisa makhluk hidup purba, baik dari fosil - fosilnya maupun
jejak - jejak kehidupan yang telah mengalami proses pembatuan. Sedangkan fosil
adalah sisa-sisa dari kehidupan masa lampau ataupun segalasesuatu yang
menunjukkan kehidupan yang telah membatu dan yang paling muda berumur
pleistosen. (Siburian, 2014)
Paleontologi melibatkan berbagai disiplin ilmu, termasuk paleobotani
(mempelajari fosil tumbuhan), palinologi (mempelajari fosil serbuk sari),
paleontologi invertebrata (mempelajari fosil hewan tanpa tulang belakang),
paleontologi vertebrata (mempelajari fosil hewan bertulang belakang),
paleoantropologi (mempelajari fosil manusia purba), tafonomi (mempelajari proses
pembentukan fosil), ichnologi (mempelajari jejak fosil), dan paleoekologi
(mempelajari hubungan organisme dengan lingkungan di masa lalu) (Andi
Muhammad Iqbal Sep 16, 2019).
Paleontologi menggunakan metode dan teknik seperti penggalian fosil,
preparasi fosil, identifikasi fosil, analisis morfologi dan anatomi fosil, serta
pendekatan modern menggunakan analisis isotop dan pendekatan molekuler. Tujuan
paleontologi adalah untuk memahami sejarah evolusi kehidupan, perubahan
lingkungan, dan asal mula dan perkembangan keanekaragaman hayati di Bumi. (Andi
Muhammad Iqbal Sep 16, 2019).
2.2 Sistem Taksonomi
Sistem taxonomi adalah sebuah sistem yang digunakan untuk mengelompokkan
dan mengklasifikasikan organisme ke dalam kategori-kategori yang berbeda
berdasarkan kesamaan karakteristik mereka. Tujuan dari sistem taxonomi adalah
untuk menggambarkan hubungan kekerabatan antara organisme dan memberikan
nama yang konsisten dan universal untuk setiap kelompok organisme.
Salah satu sistem taxonomi yang paling umum digunakan adalah Sistem
Taxonomi Linnaeus, yang dikembangkan oleh ahli botani Swedia, Carl Linnaeus,
pada abad ke-18. Sistem ini didasarkan pada prinsip hierarki yang meliputi tingkat-
tingkat taksonomi seperti kingdom (kerajaan), phylum (filum), class (kelas), order
(ordo), family (famili), genus (marga), dan species (spesies). Organisme
dikelompokkan berdasarkan kesamaan morfologi, anatomi, perilaku, dan hubungan
evolusioner mereka.
Contoh sistem taksonomi untuk spesies manusia (Homo sapiens) menggunakan
sistem taksonomi Linnaeus:
1. Kingdom (Kerajaan): Animalia (Hewan)
2. Phylum (Filum): Chordata (Kordata)
3. Class (Kelas): Mammalia (Mamalia)
4. Order (Ordo): Primates (Primata)
5. Family (Famili): Hominidae (Hominidae)
6. Genus (Marga): Homo (Homo)
7. Species (Spesies): Homo sapiens (Manusia)
Dalam contoh ini, Homo sapiens adalah nama ilmiah untuk spesies manusia.
Nama ilmiah terdiri dari dua kata, dengan Homo sebagai nama genus dan sapiens
sebagai nama spesies. Manusia termasuk dalam famili Hominidae, yang juga
mencakup orangutan, gorila, dan simpanse. Hominidae merupakan anggota ordo
Primates, yang juga mencakup monyet dan lemur. Primates merupakan anggota kelas
Mammalia, yang merupakan mamalia (hewan menyusui). Selanjutnya, semua
mamalia termasuk dalam filum Chordata, yang termasuk dalam kerajaan Animalia
(hewan).
Sistem taksonomi ini digunakan untuk mengklasifikasikan organisme ke dalam
kelompok-kelompok yang semakin spesifik berdasarkan karakteristik yang dimiliki
oleh setiap kelompok.
2.3 Pengertian Skala Waktu Geologi
Skala waktu geologi adalah suatu sistem yang digunakan dalam paleontologi
dan geologi untuk menggambarkan dan membagi sejarah Bumi menjadi interval-
interval waktu yang berbeda. Skala waktu geologi terdiri dari beberapa unit waktu
yang meliputi eon, era, periode, zaman, dan tahap. Setiap unit waktu ini didasarkan
pada peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah Bumi, seperti perubahan signifikan
dalam kehidupan fosil, peristiwa geologis besar, atau perubahan dalam komposisi
atmosfer dan iklim (Smith, J., & Jones, M. 2019).
Salah satu skala waktu geologi yang umum digunakan adalah Skala Waktu
Geologi Internasional (International Geologic Time Scale, IUGS). Skala ini
dikembangkan oleh International Commission on Stratigraphy (ICS) dan membagi
sejarah Bumi menjadi interval-interval waktu yang disebut dengan nama-nama
seperti Kambrium, Devon, Jura, Kapur, dll. Setiap interval waktu ini memiliki batas
atas dan batas bawah yang ditentukan oleh peristiwa-peristiwa tertentu seperti
kepunahan masal, kemunculan dan punahnya fosil penting, atau perubahan
signifikan dalam rekaman geologis. (International Commission on Stratigraphy.
(2020)).
2.4 Pengertian Fosil
Kata "fosil" berasal dari bahasa Latin "fossilis" yang berarti "ditemukan".
Secara umum, fosil mengacu pada sisa-sisa atau jejak organisme yang hidup di masa
lalu yang telah terkubur dalam lapisan batuan atau sedimen. Fosil dapat berupa sisa-
sisa tubuh organisme, seperti tulang, gigi, atau cangkang, maupun jejak aktivitas
organisme seperti jejak kaki, sarang, atau kotoran yang mengeras menjadi fosil.
Fosil memberikan bukti tentang kehidupan di masa lampau dan
memungkinkan para ilmuwan untuk mempelajari organisme yang telah punah dan
evolusi kehidupan di Bumi. Fosil juga dapat memberikan informasi tentang
lingkungan dan kondisi geologi pada saat fosil tersebut terbentuk. Penelitian fosil
melibatkan penggalian, preparasi, dan analisis fosil menggunakan berbagai teknik
ilmiah. (Li, Z., & Zhang, Z. 2019)
2.5 Bentuk – Bentuk Fosil
Ada berbagai bentuk fosil yang dapat ditemukan dalam rekaman fosil.
Berikut adalah beberapa contoh bentuk fosil menurut Poinar Jr, G. (2019) :
1. Fosil tubuh: Ini adalah fosil yang terbentuk dari sisa-sisa tubuh organisme.
Contoh fosil tubuh termasuk tulang, gigi, cangkang, dan kulit fosil.
2. Fosil jejak: Ini adalah fosil yang terbentuk dari jejak atau bekas aktivitas
organisme. Contoh fosil jejak termasuk jejak kaki dinosaurus, sarang fosil,
dan kotoran fosil (koprolit).
3. Fosil tumbuhan: Ini adalah fosil yang terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan atau
bagian-bagian tumbuhan seperti daun, batang, atau serbuk sari. Fosil
tumbuhan dapat memberikan informasi tentang flora masa lalu.
4. Fosil mikroba: Ini adalah fosil organisme mikroskopis seperti bakteri atau
alga yang terjebak dalam sedimen. Fosil mikroba dapat memberikan
wawasan tentang kehidupan mikroba di masa lalu dan perubahan
lingkungan.
5. Fosil icnitas: Ini adalah fosil yang terbentuk dari jejak atau struktur yang
ditinggalkan oleh organisme, seperti jejak kaki, jejak cakar, atau terowongan
fosil.
6. Fosil resin: Ini adalah fosil yang terbentuk dari getah pohon yang mengeras,
seperti amber. Fosil resin sering mengawetkan organisme kecil seperti
serangga dalam keadaan yang sangat baik.
Bentuk-bentuk fosil yang lebih spesifik sebagai berikut: (1) tabular, yang
menyerupai bentuk tabung, (2) konikal, yang menyerupai bentuk kerucut, (3)
biconvex, yang terdiri dari fentral dan dorsal dari kerang, (4) convex, yang terdiri
dari fentral atau dorsal dari kerang, (5) branching, yang terlihat seperti bercabang
cabang, (6) plate, yang terlihat seperti plat yang datar, (7) diskoidal, yang terlihat
seperti piringan piringan cd(compact disc) yang mempunyai pusat di tengah, (8)
globular, yang menyerupai bentuk bola, (9) byfuring, yang bentuknya berbuku
buku, dan (10) radial, yang bentuknya seperti cangkang kerang yang menyerupai
deret fibonacci.
Gambar 2.1 Bentuk – bentuk fosil secara umum
2.6 Ukuran – Ukuran Fosil
Ukuran fosil dapat bervariasi secara signifikan tergantung pada organisme
yang menjadi sumber fosil tersebut. Berikut adalah beberapa contoh ukuran-ukuran
fosil yang dapat ditemui.
Fosil mikroskopis, beberapa fosil organisme mikroskopis, seperti
foraminifera atau radiolaria, memiliki ukuran sangat kecil, biasanya hanya beberapa
mikrometer hingga beberapa milimeter. Fosil mikroskopis seperti ini sering
ditemukan dalam sedimen laut atau danau. Fosil makroskopis, fosil organisme yang
lebih besar, seperti tulang mamalia purba atau cangkang moluska, bisa memiliki
ukuran yang lebih besar. Ukuran fosil makroskopis dapat berkisar dari beberapa
sentimeter hingga beberapa meter, tergantung pada organisme yang membentuk
fosil tersebut. Fosil tumbuhan, seperti daun atau batang, dapat memiliki ukuran yang
bervariasi. Daun fosil dapat memiliki panjang beberapa milimeter hingga beberapa
meter, tergantung pada jenis tumbuhan dan kondisi fosilisasi.
Fosil gigantisme, beberapa fosil organisme purba menunjukkan adanya
gigantisme, di mana organisme tersebut memiliki ukuran yang jauh lebih besar
daripada kerabat modernnya. Contohnya adalah fosil dinosaurus raksasa seperti
Brachiosaurus atau fosil mammoth raksasa. Fosil mikroba, seperti bakteri fosil,
dapat memiliki ukuran mikroskopis yang sangat kecil, dalam skala mikrometer.
Penting untuk dicatat bahwa ukuran fosil dapat sangat bervariasi tergantung pada
organisme yang menjadi sumber fosil tersebut, serta faktor-faktor geologis dan
proses fosilisasi yang terlibat. (Poinar Jr, G. (2019).
2.7 Proses Pemfosilan
Berdasarkan sifat terubahnya dan bentuk yang terawetkan, maka proses
pemfosilan terbagi menjadi beberapa golongan, yaitu:
2.7.1 Fosil Tak termineralisasi
Golongan ini terbagi lagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
1. Fosil yang tidak mengalami perubahan sepenuhnya contohnya Mammoth
di Siberia yang telah terendapkan di es tersier
2. Fosil yang mengalami perubahan sebagian misalnya ditemukan pada batuan
mesozoikum dan kenozoikum. Contohnya gigi-gigi binatang buas, tulang,
dan rangka Rhinoceros yang tersimpan di museum Rusia serta cangkang
mollusca
3. Amber, yaitu getah dari tumbuhan yang telah mengalami proses penghasilan.
Fosil Amber adalah organisme yang berperangkap dalam getah dari
tumbuhan tersebut
2.7.2 Fosil Termineralisasi
Golongan ini dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
1. Permineralisasi, proses di mana mineral menggantikan materi organik
organisme membuat fosil lebih berat dan tahan terhadap pelapukan
2. Replacement, proses di mana mineral menggantikan materi organik
organisme tanpa mengubah struktur aslinya menjaga bentuk dan struktur asli
organisme
3. Rekristalisasi merujuk pada fosil yang mengalami perubahan struktur kristal
mineralnya ini terjadi ketika mineral-mineral dalam fosil mengalami
rekristalisasi yang merupakan proses di mana struktur kristal mineral
berubah akibat tekanan suhu atau pengaruh larutan yang mengandung
mineral tersebut
4. Distilasi atau Karbonisasi adalah proses dimana gas yang mudah menguap
dalam tumbuhan dan hewan. Hal ini meninggalkan residu karbon (C) berupa
lapisan-lapisan tipis.
2.7.3 Fosil Jejak
Golongan ini dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
1. Impression, jejak organisme dengan relief rendah seperti bekas daun
yang tercetak di lumpur
2. Mold, ceritakan dari bagian keras organisme yang terbentuk ketika
organisme mati menekan sedimen di dasar laut
3. Cast, cetakan dari jejak yang terisi oleh material asing setelah organisme itu
mirip seperti bentuk organisme yang membentuk mold
4. Koprolit, fosil kotoran atau binatang yang terfosilkan biasanya berbentuk
nodul memanjang dengan komposisi fosfat
5. Gastrolit, fosil yang dahulu tertelan oleh hewan tertentu seperti reptil
untuk membantu pencernaan
6. Trail, jejak ekor binatang yang terfosilkan
7. Track, jejak kuku binatang yang terfosilkan
8. Footprint, jejak kaki hewan yang terfosilkan
9. Burrow, Boring, Tubes, lubang-lubang yang terbentuk seperti lubang bor
atau pipa yang merupakan tempat tinggal atau aktivitas organisme yang telah
terfosilkan. Burrow adalah lubang yang digunakan untuk hidup. Boring
adalah lubang yang digunakan untuk menyimpan makanan, sedangkan
Tubes adalah lubang hasil aktivitas organisme yang berbentuk pipa atau
tabung.
2.8 Tahap Fosilisasi
Tahap Fosilisasi terbagi menjadi dua golongan, yaitu:
1. Bioconouse
Organisme yang terkubur cepat (rapid burial) biasanya akan terfosilkan di
tempat dia mati dan dalam posisi awal ketika dia mati. Fosil yang mengalami
rapid burial biasanya terawetkan dengan baik karena tidak mengalami
gangguan paska-mati dan anatominya utuh
2. Thanatoconouse
Organisme yang tidak langsung terkubur, biasanya akan mengalami
proses- proses alamiah seperti hanyut terbawa arus air, busuk karena angin
dan udara, atau dicabik binatang pemakan bangkai sehingga posisinya sudah
berpindah dari tempat dia mati, dan susunan tubuhnya sudah tidak anatomis
lagi.
Pada tahap ini hasil analisis data yang didapatkan akan dibuat
dalam bentuk laporan sesuai format yang telah ditentukan oleh asisten.
3.5 Laporan
Pada tahap ini, akan dibuat total lima bab dalam laporan beserta
daftar pustaka tambahan. Saat menulis laporan ini, saya dibekali asisten
untuk memperbaiki kesalahan dalam penulisan laporan sebelumnya.
Laporan akan dikumpulkan jika sudah sesuai aturan dan standar yang telah
di tetapkan sebelumnya oleh asisten serta telah di ACC oleh asisten
pendamping.
4.1 Hasil
Cysthyphyll
Cysthyphyllumida um
2. Cnidaria Anthozoa Cysthyphyllida
e
Cysthyphyllum
“americanu
m”
Phymatocer
as cf.
3. Mollusca Cephalopoda Ammonitida Phymatocerasidae Phymatoceras
Robustus
HYATT
Heliophyllu
4. Cnidaria Anthozoa Stauriida Heliophyllumidae Heliophyllum
m halli
Goniotheuti
5. Mollusca Cephalopoda Belemnitida Goniotheutisidae Goniotheutis s granulata
quadrata
Haustator
6. Brachiopoda Artikulata Orthida Haustatoridae Haustator imbricateri
us (LAM.)
Globothalame Nummulites
7. Foraminifera
a
Rotaliida Nummulitesidae Nummulites
Millecaput
Echinodermat Cidaris
8. a
Echinoidea Cidaroida Cidarisidae Cidaris
Vesicularis
4.2.3 Peraga 3
4.2.4 Peraga 4
4.2.5 Peraga 5
4.2.6 Peraga 6
4.2.7 Peraga 7
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan berdasarkan data praktikum :
1. Fosil (bahasa latin : fossa yang berarti “menggali keluar dari dalam
tanah”). Untuk menjadi fosil, sisa-sisa hewan atau tanaman ini harus
segera tertutup sedimen. Oleh para pakar dibedakan beberapa macam fosil.
Ada fosil batu biasa, fosil terbentuk dalam batu amber, fosil ter, seperti
yang terbentuk di sumur ter La Brea di California. Hewan atau tumbuhan
yang dikira sudah punah tetapi ternyata masih ada disebut fosil hidup dan
ilmu yang mempelajari fosil adalah paleontologi.
2. Adapun proses pemfosilan yaitu :
a. Biologi, pada faktor ini adalah adanya kehidupan yang menjadi mangsa
organisme lainnya. Kondisi ini mengakibatkan organisme yang dimangsa
tidak dapat terawetkan.
b. Fisika, organisme yang mati bisa terawetkan apabila lingkungannya
mendukung proses pemfosilan. Lingkungan dimana organisme mati
biasanya terjadi proses sedimentasi yang sangat berpengaruh untuk terjadi
atau tidaknya proses pemfosilan. Sedimentasi dari material yang kasar
biasanya akan merusak tubuh organisme, sehingga mencegah terjadinya
proses pemfosilan.
c. Kimiawi, tubuh keras dari organisme biasanya mengandung unsur-unsur
kimia yang mudah larut dalam air. Terlarutkannya unsur-unsur tersebut
kadang ikut merusak bentuk shell-nya, sehingga mencegah terjadinya
proses pemfosilan.
3. Kegunaan fosil pada bidang geologi, dimana untuk menentukan umur
relatif batuan, menentukan korelasi batuan antara tempat yang satu dengan
tempat lain, mengetahui evolusi makhluk hidup dan menentukan
lingkungan pengendapan fosil. Lingkungan pengendapan fosil yang
dipraktikumkan terdapat pada laut dangkal dan terdapat pula pada laut
dalam. Interpretasi lingkungan pengendapan fosil pada laut dangkal
sebagai wilayah yang memiliki kedalaman dimana mineral aragonit mulai
melarut pada kedalaman sekitar 600 meter dan pada kedalaman sekitar
2000 meter merupakan zona dimana aragonit tidak terbentuk lagi atau
dikenal sebagai Aragonite Compensation Depth (ACD). Sedangkan
interpretasi lingkungan pengendapan fosil pada laut dalam pada laut dalam
dimana mineral kalsit mulai melarut pada kedalaman sekitar 3000 meter
dan pada kedalaman sekitar 4200 meter tidak ditemukan lagi mineral
karbonat atau disebut Calcite Compensation Depth (CCD).
Umur fosil sebagai penentu umur batuan, diimana pada sampel yang
dipraktikumkan didapatkan bahwa spesies Minatothyris Concentrica Vad
Turmida (KAYSER) berumur devon tengah, spesies Paludina Diluviana
(KUNTH) berumur plistosen tengah, spesies Neocrassina Obliqua (LAM)
berumur jura tengah, spesies Porpites Purpila L berumur silur tengah
spesies Calymene Blumenbachi BGN berumur silur tengah, spesies
Favosites Saginatus LECOMPTE berumur devon tengah spesies
Dactylotheca Aspera BRGT berumur karbon atas, spesies Goniotheuthhis
Granulata Quadrata STOLLEY berumur kapur atas, spesies
Phymatocheras cf. robostus HYATT berumur jura bawah dan spesies
Cidaris Vesicular GOLDF berumur kapur atas.
5.2 Saran
5.2.1 Saran Untuk Laboratorium
1. Menjaga kebersihan laboratorium
2. Menambah kursi
3. Memperhatikan agar sampel tidak tertukar
5.2.2 Saran Untuk Asisten
1. Pemaparan materi sebaiknya tidak terburu-buru
2. Tetap sabar kepada praktikan
3. Lebih interaktif dengan praktikan
DAFTAR PUSTAKA