Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Fosil merupakan alat terbaik dalam mempelajari, mengkaji, dan menguji

teori evolusi. Paleontologi adalah cabang ilmu geologi yang mempelajari fosil.

Seluk-beluk fosil dipelajari oleh seorang paleontologist. Fosil sendiri adalah jejak

kehidupan masa lalu. Banyak yang mengira bahwa fosil Dinosaurus berupa tulang

yang utuh, namun sebenarnya yang sering ditemukan hanyalah bagian dari tulang

atau tulang-tulang yang berserakan. Dahulu teori evolusi diuji dengan melihat fosil-

fosil yang merupakan peninggalan makhluk hidup pada masa lalu. Perkembangan

teori evolusi saat ini sudah menggunakan berbagai metode mutakhir, tetapi jelas

tidak hanya ke arah masa kini dengan memanfaatkan DNA saja.

Dalam ilmu geologi, tujuan mempelajari fosil adalah untuk mempelajari

perkembangan kehidupan yang pernah ada di muka bumi sepanjang sejarah bumi,

mengetahui kondisi geografi dan iklim pada zaman saat makhluk hidup tersebut

ada, menentukan umur relatif batuan yang terdapat di alam berdasarkan kandungan

fosilnya, untuk menentukan lingkungan pengendapan batuan didasarkan pada sifat

dan ekologi kehidupan fosil yang dikandung dalam batuan tersebut, untuk korelas

antar batuan batuan yang terdapat di alam (biostratigrafi) yaitu dengan dasar

kandungan fosil yang sejenis atau seumur.

1.2 Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dilakukannya praktikum ini adalah untuk dapat

mengidentiikasi peraga fosil yang diberikan. Adapun tujuan dilakukannya

praktikum ini adalah:


1. Untuk dapat mengidentifikasi bentuk-bentuk fosil dari peraga yang

diberikan,

2. Untuk dapat mengetahui daerah lingkungan pengendapan fosil dari peraga

yang diberikan, dan

3. Untuk dapat mengetahui kegunaan fosil dari peraga yang diberikan.

1.3 Manfaat Praktikum


Adapun manfaat dilakukannya praktikum ini adalah:

1. Praktikum ini membuat praktikan untuk mengembangkan pemahaman yang

lebih dalam tentang konsep-konsep dasar dalam bidang paleontologi

melalui pengalaman langsung di laboratorium,

2. Praktikum ini juga memberikan kesempatan bagi praktikan untuk

meningkatkan keterampilan praktis, seperti pengamatan, identifikasi, dan

analisis fosil, dan

3. Praktikum ini dapat memberikan pengalaman dan memperkaya ilmu, karena

praktikan dapat menyaksikan fosil-fosil yang jarang ditemui secara

langsung.

1.4 Batasan Masalah


Adapun batasan masalah dilakukannya praktikum ini adalah pada

praktikum ini dilakukan pengambilan data sebanyak 8 sampel dan metode yang

digunakan dalam praktikum ini adalah dengan mengumpulkan dan menganalisis

peraga fosil yang diberikan dengan mengklasifikasi sistem taksonominya hingga

lingkungan pengendapannya.

1.5 Alat dan Bahan


Adapun alat dan bahan yang digunakan selama praktikum yakni :
1. Lembar kerja praktikum

2. ATK

3. Hekter

4. Penggaris

5. Kertas HVS

6. Clipboard

7. HCL

8. Jas Lab

9. Lap kasar dan lab halus

10. Buku Penuntun Praktikum

11. 8 jenis fosil


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Fosil


Fosil merupakan sisa-sisa organisme yang telah mati dan terkubur di dalam

lapisan bumi selama jutaan tahun. Proses pembentukan fosil melibatkan

penggantian material organik dengan mineral dari lingkungan sekitarnya,

membentuk tiruan keras dan tahan lama dari organisme aslinya. Fosil

memberikan informasi berharga tentang kehidupan masa lampau, evolusi

spesies, dan kondisi lingkungan pada masa itu (Li,Z. & Zhang Z., 2019).

Fosil dapat ditemukan dalam berbagai bentuk, seperti tulang, kerangka, dan

organ lainnya. Proses pembentukan fosil melalui tahap penggantian material

organik dengan mineral, pengendapan, dan pengkristalan. Fosil memberikan

gambaran evolusi spesies dengan perubahan bentuk, ukuran, dan fungsi

organisme dari masa ke masa. Selain itu, fosil juga memberikan informasi

tentang kondisi lingkungan pada masa itu, seperti iklim, kondisi laut, dan tanah

(Smith, J. & Jones M, 2019).

2.2 Syarat Terbentuknya Fosil


Fosil dapat dikatakan berdasarkan beberapa syarat berikut:

1. Fosil harus memiliki bentuk yang keras dan tahan lama, seperti tulang,

kerangka, atau organ yang lainnya.

2. Fosil harus terbentuk dari material organik yang dengan cara alami, seperti

penggantian material organik dengan mineral, pengendapan dan

pengkristalan
3. Fosil harus memiliki usia yang sangat lama, seperti jutaan tahun, untuk

membuktikan bahwa organisme tersebut telah mati dan terkubur dalam

lapisan bumi.

4. Fosil harus ditemukan di lokasi yang sesuai dengan periode geologi yang

ditemukannya, seperti batuan yang berumur jutaan tahun.

5. Fosil harus memiliki informasi tentang kondisi linkungan pada masa itu,

seperti iklim, kondisi laut, dan kondisi tanah (Brown, A.L, 2019).

2.3 Proses Pemfosilan


Proses pemfosilan adalah proses alami di mana sisa-sisa organisme mati

tertimbun dalam lapisan sedimen selama jutaan tahun, kemudian mengalami

transformasi menjadi fosil. Proses ini dimulai ketika organisme mati jatuh ke dasar

laut atau danau dan tertimbun oleh sedimen seperti lumpur atau pasir. Saat terkubur,

organisme tersebut mengalami dekomposisi yang lambat karena terisolasi dari

oksigen dan bakteri pengurai. Secara bertahap, mineral-mineral dari air dan

sedimen meresap ke dalam sisa-sisa organisme, menggantikan jaringan organik

dengan mineral, membentuk tiruan batuan organik yang disebut fosil. Proses ini

membutuhkan waktu yang sangat lama, biasanya berlangsung jutaan tahun, dan

melibatkan tekanan dan panas yang bertahap dari lapisan sedimentasi di atasnya

(Briggs, D.E.G & Bottjer D. J, 2020).

Terdapat beberapa jenis proses pemfosilan diantaranya:

1. Replacement
Proses di mana materi organik digantikan oleh mineral. Contohnya adalah

ketika tulang digantikan oleh mineral seperti kalsium karbonat atau silika. (Wahyu

Firdaus Mauliddan, 2021).


2. Rekristalisasi
Proses di mana mineral-mineral yang terdapat dalam organisme berubah

menjadi kristal yang lebih besar dan lebih terorganisir (Wahyu Firdaus Mauliddan,

2021).

3. Permineralisasi
Proses di mana ruang pori dalam organisme diisi dengan mineral,

membentuk replika mineral organisme tersebut (Wahyu Firdaus Mauliddan, 2021).

4. Mold dan Cast


Mold terbentuk ketika organisme membusuk dan meninggalkan rongga di

batuan. Cast terbentuk ketika rongga tersebut kemudian diisi oleh mineral atau

bahan lain, membentuk replika organisme (Wahyu Firdaus Mauliddan, 2021).

5. Compression Fossil
Proses di mana organisme tertanam dalam lapisan sedimen yang tebal,

menyebabkan kompresi dan pembentukan fosil yang pipih (Wahyu Firdaus

Mauliddan, 2021).

6. Bioimmuration
Proses di mana organisme lain tumbuh di atas atau di sekitar organisme

mati, meninggalkan jejak atau rekaman fosil. Contohnya adalah ketika cangkang

organisme laut tertanam di bawah organisme lain yang mati (Wahyu Firdaus

Mauliddan, 2021).

7. Karbonisasi
Karbonisasi adalah proses di mana kandungan gas-gas atau zat lain yang

mudah menguap dari organisme mati menguap, meninggalkan residu karbon.

Proses ini merupakan bagian dari proses pemfosilan yang penting dalam

pembentukan fosil (Li,Z. & Zhang Z., 2019).


2.4 Syarat Terjadinya Fosilisasi
Untuk menjadi fosil, maka organisme harus mengalami beberapa persyatan

antara lain:

1. Organisme yang mati tidak menjadi mangsa organisme lainnya.

2. Memiliki bagian tubuh atau rangka yang keras (tahan).

3. Rongga-rongga pada bagian yang dimasuki zat kerisik sehingga mengubah

struktur kimiawi tanpa mengubah struktur fisik.

4. Diawetkan oleh lapisan es, misal fosil mammouth.

5. Kejatuhan atau terlingkupi oleh getah.

6. Organisme jatuh pada lingkungan anaerob (Juan Febrian, 2020).

2.5 Tahapan Fosilisasi


Fosilisasi merupakan proses penimbunan sisa-sisa hewan atau tumbuhan

yang terakumulasi dalam sedimen atau endapan-endapan baik yang mengalami

pengawetan secara menyeluruh, sebagian ataupun jejaknya saja. Tahapan

pemfosilan dapat dibagi menjadi beberapa fase utama, diantaranya:

1. Penimbunan
Organisme mati terkubur di dalam lapisan sedimen seperti lumpur, pasir,

atau tanah. Proses ini dapat melindungi organisme dari dekomposisi dan kerusakan

oleh aktivitas biologis. (Allwood, A.C,dkk, 2020)

2. Dekomposisi dan Pergantian Material Organik


Proses dekomposisi organisme dimulai oleh bakteri, jamur, dan organisme

lain yang menguraikan materi organik. Seiring waktu, material organik digantikan

oleh mineral dari air dan larutan yang meresap ke dalam jaringan organisme. Proses
ini dikenal sebagai mineralisasi atau penggantian mineral. (Allwood, A.C,dkk,

2020).

3. Penguatan
Mineralisasi menguatkan struktur organisme, yang kemudian membentuk

fosil. Proses ini dapat memakan waktu ribuan hingga jutaan tahun tergantung pada

kondisi lingkungan tempat fosil terpendam (Allwood, A.C,dkk, 2020).

4. Ekspose
Fosil dapat terbentuk di dalam batuan, dan proses erosi atau aktivitas

geologis kemudian dapat mengungkapkan fosil tersebut di permukaan tanah

(Allwood, A.C,dkk, 2020).

2.6 Jenis-Jenis Fosil


Terdapat bermacam-macam jenis fosil, tetapi secara umum hanya ada tiga

macam fosil yang perlu diketahui, yaitu:

1. Fosil Berupa Organisme Itu Sendiri

Fosil berupa organisme itu sendiri adalah hasil dari proses mineralisasi di

mana jaringan organisme tertanam dalam batuan dan digantikan oleh mineral.

Proses ini menghasilkan tiruan yang mempertahankan bentuk asli organisme

tersebut, memberikan pandangan yang berharga tentang morfologi dan struktur

tubuhnya. Sebagai contoh, fosil tulang dinosaurus yang telah diidentifikasi dan

dipelajari secara ekstensif oleh para ahli paleontologi (Briggs, D.E.G & Bottjer D.

J, 2020).

2. Fosil Berupa Sisa Aktivitas Makhluk Hidup


Fosil berupa sisa aktivitas makhluk hidup mencakup jejak, sarang, atau

bekas gigitan yang ditinggalkan oleh makhluk hidup di permukaan tanah atau dalam
lapisan batuan. Jejak fosil dapat memberikan wawasan tentang perilaku, habitat,

dan pola migrasi makhluk hidup masa lampau (Briggs, D.E.G & Bottjer D. J, 2020).

3. Fosil Hidup
Fosil hidup, atau juga dikenal sebagai fosil yang belum matang, mengacu

pada organisme yang ada hari ini dan memiliki ciri-ciri khas yang menyerupai fosil

organisme yang telah mati. Contoh fosil hidup termasuk coelacanth, ikan primitif

yang sebelumnya dianggap punah tetapi kemudian ditemukan hidup di perairan

sekitar Afrika dan Indonesia (Briggs, D.E.G & Bottjer D. J, 2020).

2.7 Ukuran Fosil


Berdasarkan ukurannya fosil terbagi menjadi 3 jenis, yaitu:

1. Fosil makro (macrofossil), berukuran besar dan dapat dilihat tanpa

menggunakan mikroskop (Choiriah, dkk, 2022).

2. Fosil mikro (microfossil), berukuran kecil dan dilihat dengan menggunakan

mikroskop (Choiriah, dkk, 2022).

3. Fosil nano (nannofossil), berukuran sangat halus dengan skala nano meter

sehingga hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop elektron atau

SEM (Scanning Electron Microscope) (Choiriah, dkk, 2022).

2.8 Bentuk Bentuk Fosil


Adapun bentuk-bentuk fosil, diantaranya:
1. Tabular, merupakan bentuk fosil yang menyerupai bentuk tabung.

2. Plate, merupakan entuk fosil yang menyerupai bentuk seperti piring yang

dimana ukurannya tipis.

3. Conical, merupakan bentuk fosil yang menyerupai kerucut, yang dimana

semakin kecil diameter fosil dari atas kebawah atau sebaliknya.


4. Branching, merupakan bentuk fosil yang bercabang.

5. Discoidal, merupakan bentuk fosil yang menyerupai cincin. Dimana

bentuknya yang memusar pada satu titik.

6. Conveks, merupakan bentuk fosil yang terdiri dari 1 sisi.

7. Biconveks, merupakan bentuk fosil yang terdiri atas 2 sisi.

8. Globular, merupakan bentuk fosil yang menyerupai rupa membundar.

9. Radial, merupakan bentuk fosil yang melingkar (Tim Asisten, 2024).

2.9 Taksonomi Dalam Ilmu Paleontologi


Taksonomi adalah pengelompokan organisme berdasarkan kesamaan ciri

fisik tertentu. Dalam penyebutan organisme sering dipergunakan istilah taksa

apabila tingkatan taksonominya belum diketahui. Unit terkecil dalam taksonomi

adalah spesies, sedangkan unit tertinggi adalah kingdom. Diantara unit-unit baku

dapat ditambahkan super jika terletak di atas unit baku, contoh: super kingdom,

merupakan unit yang lebih tinggi dari kingdom. Jika ditambahkan sub terletak di

bawah unit baku, contoh: sub filum, terdapat di bawah unit filum. (Dr. Akmaluddin,

dkk, 2019)

Deskriptif, Pemberian nama di dasarkan pada ciri fisik, dapat berupa:

1. Bentuk tubuh: Turritella angulata, memperlihatkan bentuk tubuh turreted

(meninggi) dan menyudut pada kamarnya.

2. Struktur: Tubipora musica, memperlihatkan struktur tubuh berpipa (tube)

dan terangkai seperti alat musik (musica).

3. Geografis: Pemberian nama yang didasarkan pada lokasi dimana fosil

tersebut pertama kali diketemukan. Contoh: Fussulina sumatrensis,

Fussulina yang diketemukan di sumatera.


4. Personal: Mencantumkan nama penemunya. Contoh: Discoater martinii,

Martini adalah penemu fosil tersebut (Dr. Akmaluddin, dkk, 2019).

2. 10 Manfaat Fosil
Fosil merupakan sisa-sisa makhluk hidup yang telah terawetkan secara

alami dalam jangka waktu yang cukup lama. Terdapat beberapa kegunaan

mempelajari fosil, yaitu:

1. Fosil sebagai indikator lingkungan pengendapan. Fosil dapat dikatakan

sebagai indikator dari lingkungan pengendapan itu sendiri karena lingkungan

pengendapan merupakan suatu lingkungan tempat terkumpulnya material sedimen

yang terpengaruhi oleh aspek fisik, kimia dan biologi yang dapat mempengaruhi

karakteristik dari sedimen itu sendiri (Choiriah, dkk, 2022).

2. Fosil sebagai Indikator Umur Geologi Dalam lapisan batuan terdapat

peristiwa-peritiwa yang terjadi di bumi, hal ini pastinya memiliki sebuah umur atau

yang sering disebut sebagai umur geologinya. Setiap umur tersebut dapat diketahui

dengan beberapa cara, salah satunya adalah dengan mempelajari fosil yang terdapat

pada lapisan atau batuan tersebut dan secara tidak langsung kita akan dapat

mengetahui umur dari batuan tersebut (Choiriah, dkk, 2022).

3. Fosil sebagai Indikator Tektonik Fosil yang telah didapat sebelumnya akan

mengalami transpotasi yang pada akhirnya akan mencari kedudukan yang stabil.

Dalam suatu lapisan batuan, fosil yang telah tertransportasi akan memperlihatkan

orientasi ke satu arah. Dari orientasi dan kedudukanya, maka dapat direkontruksi

kembali lapisan-lapisan yang telah mengalami gaya tektonik sekaligus mengetahui

bagian atas dan bawah dari suatu lapisan (Choiriah, dkk, 2022).
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Studi Pendahuluan


Tahap ini merupakan tahap pendahuluan sebelum melakukan praktikum di

laboratorium, meliputi studi tentang fosil. Studi pendahuluan ini juga termasuk

studi literatur yaitu untuk mempelajari karakteristik dari setiap fosil sehingga

mempermudah dalam kegiatan praktikum. Studi pendahuluan ini mencakup tugas

pendahuluan, membaca jurnal referensi materi dari praktikum yang akan dilakukan,

dan membaca buku penuntun.

3.2 Tahapan Praktikum


Praktikum Paleontologi Acara I “Pengenalan Fosil” dilaksanakan pada hari

kamis, 26 Februari 2024, pukul 15.00 – 17.00 WITA di Laboratorium Paleontologi,

Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin. Pada tahap

ini, praktikan akan melakukan pengecekan alat terlebih dahulu sebelum melakukan

praktikum. Selanjutnya, praktikan melakukan pendeskripsian sampel dan

penggambaran sampel yang telah disediakan, adapun pendeskripsian yang

dilakukan oleh praktikan yaitu dengan menentukan taksonomi, bentuk, proses

pemfosilan, umur, dan juga lingkungan pengendapan.

3.3 Analisis Data


Pada tahap ini, ada tahapan ini akan dilakukan analisis data deskripsi yang

telah diambil saat praktikum dan untuk menunjang analisis data, pada saat tahapan

ini, praktikan dibimbing oleh asisten.


3.4 Penyusunan Laporan
Pada tahapan ini, hasil dari analisis data tersebut akan dibuat dalam bentuk

laporan sesuai dengan format yang diberikan oleh asisten

3.5 Laporan
Pada tahap ini, laporan yang diibuat berjumlah total 5 bab dengan tambahan

daftar pustaka. Pada saat menyusus laporan praktikum ini, dilakukan asistensi

bersama asisten untuk mengkoreksi kesalahan kesalahan pada laporan ini. Ketika

laporan ini telah mendapatkan asistensi dan telah ACC, laporan ini dapat

dikumpulkan.

Gambar 3.1 Diagram Alir


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Adapun hasil yang didapatkan pada praktikum kali ini adalah sebagai

berikut:

Tabel 4.1 Sistem Taksonomi (klasifikasi) Peraga

No. Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies


Homotelus
Arthropo Trilobit Homotelusi Homotelu
170 Asaphida bromidensis
da a dea s
ESKER
Cysthyphyllu
m
Anthozo Cysthyph Cysthyphyll Cysthyph
807 Cnidaria “americanu
a yllida umidae yllum
m” EDW. &
H.
Phymatocera
Cephal Ammoniti Phymatocer Phymatoc s cf.
1542 Mollusca
opoda da asidae eras Robustus
HYATT
Heliophyllu
Anthozo Heliophyllu Heliophyl
841 Cnidaria Stauriida m halli
a midae lum
EDW. & H.
Goniotheutis
Cephal Belemniti Goniotheuti Goniothe granulata
1722 Mollusca
opoda da sidae utis quadrata
(STOLLEY)
Haustator
Brachiop Artikula Haustatorid
1838 Orthida Haustator imbricaterius
oda ta ae
(LAM.)
Nummulites
Foramini Globoth Nummulitesi Nummulit
1964 Rotaliida Millecaput
fera alamea dae es
BOUBEE
Cidaris
Echinode Echinoi
805 Cidaroida Cidarisidae Cidaris Vesicularis
rmata dea
GOLDF
4.2 Pembahasan
4.2.1 Peraga 1

Gambar 4.1 Homotelus bromidensis ESKER

Fosil dengan nomor peraga 170 mempunyai sistem taksonomi yang berasal

dari filum Arthropoda dengan kelas Trilobita dan ordo Asaphida. Fosil ini termasuk

famili Homothelusidea dan genus Homotelus, sehingga fosil ini digolongkan ke

dalam spesies Homotelus bromidensis ESKER.

Sampel ini mengalami proses pemfosilan dengan golongan fosil yang

termineralisasi berupa permineralisasi dikarenakan masih didapatkannya struktur

asli tubuh organisme fosil yang diamati walaupun didapatkan beberapa mineral

dalam skala kecil yang sudah mengantikan material dari organisme fosil yang di

amati. Sampel ini memiliki bentuk seperti ruas-ruas yang banyak yang disebut

dengan byfuring dan juga sampel ini bersifat karbonatan dikarenakan ketika

diteteskan dengan HCL terdapat reaksi yang terjadi dalam artian fosil ini memiliki

komposisi kimia yang mengandung karbonatan, Hal ini dikarenakan lingkungan

pengendapan fosil ini yaitu laut dangkal yang kaya akan unsur penyusun

karbonatan. Sampel fosil ini berdasarkan skala waktu geologi memiliki umur ± 500-

450 juta tahun yang lalu atau setara dengan Ordovisium Tengah.Fosil ini berasal
dari laut dangkal dikarenakan bereaksi terhadap HCl pada saat diteteskan, pada saat

organisme ini telah mati, ia langsung segera tertutupi oleh material-material

sedimen berbutir halus dan segera terendapkan selama kira kira 500-450 juta tahun

lamanya (ordovisum tengah). Kemudian karena adanya aktifitas tektonik fosil ini

kemudian terangkat naik ke permukaan sehingga tersingkap dan ditemukan oleh

peneliti.

Fosil ini berperan sangat besar dalam perbaikan kesuburan tanah. Proses

dekomposisi tanah tidak akan mampu berjalan dengan cepat bila tidak ditunjang

oleh kegiatan makrofauna tanah. Fosil ini mempunyai peranan penting dalam

proses dekomposisi bahan organik tanah dalam penyediaan unsur hara. Fosil ini

akan merombak substansi nabati yang matik, kemudian bahan tersebut akan

dikeluarkan dalam bentuk kotoran.

4.2.2 Peraga 2

Gambar 4.2 Cysthyphyllum “americanum”EDW. & H.

Fosil dengan nomor peraga 807 mempunyai sistem taksonomi yang berasal

dari filum Cnidaria dengan kelas Anthozoa dan ordo Cystyphyllida. Fosil ini

termasuk famili Cysthyphyllumidae dan genus Cysthyphyllum, sehingga fosil ini

digolongkan ke dalam spesies Cysthyphyllum “americanum” EDW. & H.


Sampel ini mengalami proses pemfosilan dengan golongan fosil yang

termineralisasi berupa permineralisasi dikarenakan masih didapatkannya struktur

asli tubuh organisme fosil yang diamati walaupun didapatkan beberapa mineral

dalam skala kecil yang sudah mengantikan material dari organisme fosil yang di

amati. Sampel ini memiliki bentuk seperti tabung yang memanjang yang disebut

dengan tabular dan juga sampel ini bersifat non-karbonatan dikarenakan tidak

adanya reaksi ketika diteteskan dengan HCL dalam artian fosil ini tidak memiliki

komposisi kimia yang mengandung karbonatan, Hal ini dikarenakan lingkungan

pengendapan fosil ini yaitu laut dalam yang minim akan unsur penyusun

karbonatan. Sampel fosil ini berdasarkan skala waktu geologi memiliki umur ± 370-

360 juta tahun yang lalu atau setara dengan Devon tengah.

Fosil ini terbentuk di lingkungan pengendapan laut dalam, dikarenakan fosil

ini tidak bereaksi dengan HCl. Berdasarkan pengmatan, fosil ini diduga berasal dari

koral laut dalam yang terfosilkan. Setelah koral ini mati, ia kemudian tertutupi oleh

material material sedimen berbutir halus sehingga terhindar dari segala yang

berkemungkinan menghancurkan fosil ini dalam proses pemfosilannya. Kemudian

setelah kira kira 370 juta tahun lamanya (devon tengah), fosil ini kembali tersingkap

di permukaan yang kemudian diambil oleh peneliti untuk diteliti.

Fosil ini digunakan sebagai menentukan lingkungan kondisi lautan pada

masa lampau dan juga untuk eksplorasi minyak dan gas dengan karena fosil ini

berasal dari daerah lingkungan pengendapan laut dalam.


4.2.3 Peraga 3

Gambar 4.3 Phymatoceras cf. Robustus HYATT.

Fosil dengan nomor peraga 1542 mempunyai sistem taksonomi yang berasal

dari filum Mollusca dengan kelas Cephalopoda dan ordo Ammonitida. Fosi ini

termasuk famili Phymatocerasidae dan genus Phymatoceras, sehingga

digolongkan ke dalam spesies Phymatoceras cf. Robustus HYATT.

Sampel ini mengalami proses pemfosilan dengan golongan fosil yang

termineralisasi berupa replacement dikarenakan pada sampel yang diamati terlihat

bahwa fosil tersebut sudah tergantikan oleh mineral sehingga tidak ada lagi

ditemukannya jaringan tubuh fosil yang ditemukan. Sampel ini memiliki bentuk

seperti obat nyamuk yang disebut dengan radial dan juga sampel ini bersifat

karbonatan dikarenakan ketika diteteskan dengan HCL terdapat reaksi yang terjadi

dalam artian fosil ini memiliki komposisi kimia yang mengandung karbonatan, Hal

ini dikarenakan lingkungan pengendapan fosil ini yaitu laut dangkal yang kaya

akan unsur penyusun karbonatan. Sampel fosil ini berdasarkan skala waktu geologi

memiliki umur ± 195-176 juta tahun yang lalu atau setara dengan Jura bawah.

Fosil ini terbentuk di daerah lingkungan pengendapan laut dangkal karena

bagian tubuh fosil tersebut dapat bereaksi saat ditetesi oleh HCl. Setelah
organisme ini mati, ia kemudian tertutupi oleh material material sedimen berbutir

halus sehingga terhindar dari segala yang berkemungkinan menghancurkan fosil

ini dalam proses pemfosilannya. Kemudian setelah kira kira 195 juta tahun

lamanya (jura bawah) , fosil ini kembali tersingkap di permukaan yang kemudian

diambil oleh peneliti untuk diteliti.

Beberapa kegunaan dari fosil ini yakni fosil ini sangat memainkan peran

kunci dalam mempelajari evolusi spesies. Mereka membantu dalam

mengidentifikasi hubungan kekerabatan antara organisme yang telah punah dan

yang masih hidup, serta dalam memahami perubahan dalam struktur tubuh,

morfologi, dan adaptasi selama rentang waktu yang panjang (Allwood, A. C.dkk,

2019).

4.2.4 Peraga 4

Gambar 4.4 Heliophyllum halli. EDW. & H.

Fosil dengan nomor peraga 841 mempunyai sistem taksonomi yang berasal

dari filum Cnidaria dengan kelas Anthozoa dan ordo Staurida. Fosil ini termasuk

famili Heliophyllumidae dan genus PhymaHeliophyllum, sehingga digolongkan ke

dalam spesies Heliophyllum halli. EDW. & H.


Sampel ini mengalami proses pemfosilan dengan golongan fosil yang

termineralisasi berupa permineralisasi dikarenakan masih didapatkannya struktur

asli tubuh organisme fosil yang diamati walaupun didapatkan beberapa mineral

dalam skala kecil yang sudah mengantikan material dari organisme fosil yang di

amati. Sampel ini memiliki bentuk seperti kerucut yang disebut dengan konikal dan

juga sampel ini bersifat karbonatan dikarenakan ketika diteteskan dengan HCL

terdapat reaksi yang terjadi dalam artian fosil ini memiliki komposisi kimia yang

mengandung karbonatan, Hal ini dikarenakan lingkungan pengendapan fosil ini

yaitu laut dangkal yang kaya akan unsur penyusun karbonatan. Sampel fosil ini

berdasarkan skala waktu geologi memiliki umur ± 370-360 juta tahun yang lalu

atau setara dengan Devon tengah.

Adapun proses pemfosilan yang terjadi pada fosil ini adalah permineralisasi.

Fosil ini berbentuk konikal. Bereaksi ketika ditetesi HCl yang menandakan bahwa

fosil ini memiliki komposisi kimia berupa karbonatan (CaCO 3), sehingga dapat

diketahui bahwa lingkungan pengendapan dari fosil ini adalah laut dangkal, serta

berdasarkan skala waktu geologi fosil ini berumur ± 370-395 juta tahun lalu (Devon

Tengah).

Kegunaan fosil ini dalam geologi yakni memiliki kegunaan sebagai sumber

data penting bagi para paleontologis untuk mempelajari kehidupan laut pada masa

Paleozoikum. Fosil ini memberikan informasi tentang morfologi, struktur, dan

ekologi karang tabulasi prasejarah serta hubungannya dengan lingkungan

sekitarnya. Distribusi fosil Heliophyllum halli EDW. & H. dapat memberikan

petunjuk tentang paleogeografi, yaitu kondisi geografis dan geologi Bumi pada
masa lampau. Informasi ini membantu memahami perubahan bentuk benua, lokasi

lautan, dan iklim global selama periode Paleozoikum.

4.2.5 Peraga 5

Gambar 4.5 Goniothenetusidae Granulata Quadrata STOLLEY.

Fosil dengan nomor peraga 1722 mempunyai sistem taksonomi yang berasal

dari filum Mollusca dengan kelas Cepholopoda dan ordo Belemnitida. Fosil ini

termasuk famili Goniothenetusidae dan genus Goniothenetusidae, sehingga

digolongkan ke dalam spesies Goniothenetusidae granulata quadrata STOLLEY.

Sampel ini mengalami proses pemfosilan dengan golongan fosil yang

termineralisasi berupa rekristalisasi dikarenakan masih didapatkannya struktur asli

tubuh organisme fosil yang diamati walaupun didapatkan beberapa kristal dalam

skala cukup besar yang sudah mengantikan material dari organisme fosil yang di

amati. Sampel ini memiliki bentuk seperti kerucut yang disebut dengan konikal dan

juga sampel ini bersifat karbonatan dikarenakan ketika diteteskan dengan HCL

terdapat reaksi yang terjadi dalam artian fosil ini memiliki komposisi kimia yang

mengandung karbonatan, Hal ini dikarenakan lingkungan pengendapan fosil ini

yaitu laut dangkal yang kaya akan unsur penyusun karbonatan. Sampel fosil ini

berdasarkan skala waktu geologi memiliki umur ± 141-100 juta tahun yang lalu

atau setara dengan Kapur atas Fosil ini terbentuk di daerah lingkungan pengendapan
laut dangkal karena bagian tubuh fosil tersebut dapat bereaksi saat ditetesi oleh HCl.

Setelah organisme ini mati, ia kemudian tertutupi oleh material material sedimen

berbutir halus sehingga terhindar dari segala yang berkemungkinan menghancurkan

fosil ini dalam proses pemfosilannya. Kemudian setelah kira kira 100 juta tahun

lamanya (kapur atas), fosil ini kembali tersingkap di permukaan yang kemudian

diambil oleh peneliti untuk diteliti.

Fosil ini digunakan dalam studi paleontologi karena membantu ilmuwan

memahami evolusi dan distribusi organisme laut pada masa lampau. Fosil ini juga

memberikan informasi tentang lingkungan dan ekologi laut di masa lalu, serta dapat

digunakan untuk mempelajari perubahan iklim dan faktor-faktor lingkungan

lainnya yang memengaruhi kehidupan laut pada periode tertentu. Studi tentang fosil

ini juga dapat memberikan wawasan tentang peristiwa kepunahan masa lalu dan

faktor-faktor yang mempengaruhinya.

4.2.6 Peraga 6

Gambar 4.6 Haustator imbricanus (LAM).

Fosil dengan nomor peraga 1838 mempunyai sistem taksonomi yang berasal

filum Brachiopoda dengan kelas Artikulata dan ordo Orthida. Fosil ini termasuk
famili Haustatoridae dalam genus Haustator, sehingga digolongkan ke dalam

spesies Haustator imbricanus (LAM).

Sampel ini mengalami proses pemfosilan dengan golongan fosil yang

termineralisasi berupa permineralisasi dikarenakan masih didapatkannya struktur

asli tubuh organisme fosil yang diamati walaupun didapatkan beberapa mineral

dalam skala kecil yang sudah mengantikan material dari organisme fosil yang di

amati. Sampel ini memiliki bentuk seperti kerang dengan keterdapatan kedua sisi

kerang tersebut yang disebut dengan biconvex dan juga sampel ini bersifat

karbonatan dikarenakan ketika diteteskan dengan HCL terdapat reaksi yang terjadi

dalam artian fosil ini memiliki komposisi kimia yang mengandung karbonatan, Hal

ini dikarenakan lingkungan pengendapan fosil ini yaitu laut dangkal yang kaya akan

unsur penyusun karbonatan. Sampel fosil ini berdasarkan skala waktu geologi

memiliki umur ± 55-50 juta tahun yang lalu atau setara dengan Eosen bawah.Fosil

ini terbentuk di daerah lingkungan pengendapan laut dangkal karena bagian tubuh

fosil tersebut dapat bereaksi saat ditetesi oleh HCl. Setelah organisme ini mati, ia

kemudian tertutupi oleh material material sedimen berbutir halus sehingga terhindar

dari segala yang berkemungkinan menghancurkan fosil ini dalam proses

pemfosilannya. Kemudian setelah kira kira 55 juta tahun lamanya (eosen bawah),

fosil ini kembali tersingkap di permukaan yang kemudian diambil oleh peneliti

untuk diteliti.

Fosil Haustator imbricanus (LAM) memiliki kegunaan sebagai penentu

umur relatif dari suatu lapisan geologi. Ketika organisme ini mati, fosil Haustator

imbricanus (LAM) dapat memberikan informasi penting dalam menentukan


urutan relatif dari lapisan-lapisan geologi. Selain itu, fosil ini juga membantu

dalam studi paleontologi untuk memahami sejarah kehidupan pada masa lampau.

Dengan menggunakan fosil Haustator imbricanus (LAM), para ilmuwan dapat

melacak dan mempelajari evolusi organisme tersebut serta lingkungan di mana

mereka hidup dan fosil ini digunakan juga untuk memberikan kontribusi yang

signifikan dalam pemahaman tentang evolusi dan distribusi organisme laut pada

masa lalu, khususnya selama periode geologis tertentu di Bumi. Melalui studi

fosil ini, para ilmuwan dapat melacak perubahan dalam morfologi, distribusi, dan

ekologi spesies ini seiring waktu, memberikan wawasan yang berharga tentang

bagaimana kehidupan laut berevolusi dan beradaptasi dalam lingkungan yang

berubah. (Briggs, D. E. G., & McMahon, S, 2020).

4.2.7 Peraga 7

Gambar 4.7 Nummulites Millecaput BOUBEE.

Fosil dengan nomor peraga 1964 mempunyai sistem taksonomi yang berasal

dari filum Foraminifera dengan kelas Globothalamea dan ordo Rotaliida. Fosil ini

termasuk famili Nummulitesidae dan genus Nummulites, sehingga digolongkan ke

dalam spesies Nummulites Millecaput BOUBEE.


Sampel ini mengalami proses pemfosilan dengan golongan fosil yang

termineralisasi berupa permineralisasi dikarenakan masih didapatkannya struktur

asli tubuh organisme fosil yang diamati walaupun didapatkan beberapa mineral

dalam skala kecil yang sudah mengantikan material dari organisme fosil yang di

amati. Sampel ini memiliki bentuk seperti benda datar yang disebut dengan plate

dan juga sampel ini bersifat karbonatan dikarenakan ketika diteteskan dengan HCL

terdapat reaksi yang terjadi dalam artian fosil ini memiliki komposisi kimia yang

mengandung karbonatan, Hal ini dikarenakan lingkungan pengendapan fosil ini

yaitu laut dangkal yang kaya akan unsur penyusun karbonatan. Sampel fosil ini

berdasarkan skala waktu geologi memiliki umur ± 50-44 juta tahun yang lalu atau

setara dengan Eosen tengah.

Fosil ini terbentuk di daerah lingkungan pengendapan laut dalam karena

bagian tubuh fosil tersebut tidak dapat bereaksi saat ditetesi oleh HCl. Setelah

organisme ini mati, ia kemudian tertutupi oleh material material sedimen berbutir

halus sehingga terhindar dari segala yang berkemungkinan menghancurkan fosil ini

dalam proses pemfosilannya. Kemudian setelah kira kira 50 juta tahun lamanya

(eosen tengah), fosil ini kembali tersingkap di permukaan dan kemudian diambil

oleh peneliti untuk diteliti.

Fosil ini digunakan memberikan wawasan yang penting dalam beberapa

aspek. Pertama-tama, sebagai organisme yang sangat melimpah pada masa lampau,

fosil ini membantu paleontolog dan geolog memahami sejarah kehidupan laut dan

lingkungan di mana mereka hidup. Studi tentang fosil ini dapat memberikan
informasi tentang iklim, kedalaman laut, dan kondisi lingkungan lainnya pada masa

itu.

4.2.8 Peraga 8

Gambar 4.8 Cidaris Vesicularis GOLDF.

Fosil dengan peraga 805 mempunyai sistem taksonomi yang berasal dari

filum Echinodermata dengan kelas Echinoidea dan ordo Cidaroida. Fosil ini

termasuk famili Cidarisidae dan genus Cidaris, sehingga digolongkan ke dalam

spesies Cidaris Vesicularis GOLDF.

Sampel ini mengalami proses pemfosilan dengan golongan fosil yang

termineralisasi berupa permineralisasi dikarenakan masih didapatkannya struktur

asli tubuh organisme fosil yang diamati walaupun didapatkan beberapa mineral

dalam skala kecil yang sudah mengantikan material dari organisme fosil yang di

amati. Sampel ini memiliki bentuk seperti bola atau membulat yang disebut dengan

grobular dan juga sampel ini bersifat karbonatan dikarenakan ketika diteteskan

dengan HCL terdapat reaksi yang terjadi dalam artian fosil ini memiliki komposisi

kimia yang mengandung karbonatan, Hal ini dikarenakan lingkungan pengendapan

fosil ini yaitu laut dangkal yang kaya akan unsur penyusun karbonatan. Sampel fosil
ini berdasarkan skala waktu geologi memiliki umur ± 100-65 juta tahun yang lalu

atau setara dengan kapur atas.

Fosil ini terbentuk di daerah lingkungan pengendapan laut dangkal karena

bagian tubuh fosil tersebut dapat bereaksi saat ditetesi oleh HCl. Setelah organisme

ini mati, ia kemudian tertutupi oleh material material sedimen berbutir halus

sehingga terhindar dari segala yang berkemungkinan menghancurkan fosil ini

dalam proses pemfosilannya. Kemudian setelah kira kira 100 juta tahun lamanya

(kapur atas), fosil ini kembali tersingkap di permukaan yang kemudian diambil oleh

peneliti untuk diteliti.

Fosil ini digunakan untuk memberikan kontribusi penting dalam

pemahaman kita tentang sejarah kehidupan laut. Melalui analisis fosil ini, para

ilmuwan dapat melacak evolusi dan diversifikasi urchin laut selama periode

geologis tertentu, serta merekonstruksi lingkungan laut pada masa lalu berdasarkan

distribusi fosil ini di berbagai lapisan batuan. Selain itu, fosil Cidaris vesicularis

juga digunakan sebagai penanda stratigrafi untuk mengidentifikasi formasi geologi

dan menentukan usia relatif batuan. Studi tentang fosil ini membantu memperkaya

pemahaman kita tentang komunitas biologis laut pada masa lampau dan peran

urchin dalam ekosistem laut.


BAB V
Penutup

5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapatkan pada praktikum ini adalah

1. Bentuk-bentuk fosil dari peraga yang diberikan adalah Byfuring, Tabular,

Radial, Konikal, Biconvex, Plate, dan Globular,

2. Daerah pengendapan fosil dari peraga yang diberikan adalah di daerah laut

dangkal dan laut dalam.

3. Kegunaan mempelajari fosil adalah untuk menentukan umur relatif dari

suatu batuan tertentu, menentukan iklim pada saat terjadi pemfosilan, dan

menentukan urutan batuan berdasarkan fosil yang dikandungnya.

5.2 Saran
5.2.1 Saran Untuk Laboratorium
1. Lebih memerhatikan kebersihan sample.

2. Lebih memperhatikan letak sampel dengan kotaknya agar tidak tertukar.

3. Menjaga kebersihan laboratorium

5.2.2 Saran Untuk Asisten


1. Pemaparan materi lebih dioptimalkan, jangan terburu-buru.

2. Sebaiknya asisten lebih interaktif lagi dengan praktikan.

3. Saya harap asisten tetap semangat dan sabar dalam membimbing

praktikan.
DAFTAR PUSTAKA

Akmaluddin, dkk.2019. Buku Panduan Praktikum Paleontologi Departemen

Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada.

Allwood, A. C., dkk. 2020. Stromatolite reef from the Early Archaean era of

Australia. Nature.

Briggs, D. E. G., & Bottjer, D. J. 2020. Understanding the controls on preservation

of fossil biotas. Paleobiology.

Briggs, D. E. G., & McMahon, S. 2019. The role of experiments in investigating the

taphonomy of exceptional preservation. Palaeontology.

Brown, A. L. 2019. "Defining Fossils: A Review of Recent Studies." Geological

Review.

Choiriah, Siti Umiyatun,dkk. 2022."MengenalFosil Jejak Dalam Tiga Dimensi."

Febrian, Juan. 2020. Definisi Fosil.

Li, Z., & Zhang, Z. 2019. Fosil: Pengertian, Proses Pembentukan, dan Manfaatnya

dalam Ilmu Pengetahuan. Jurnal Paleontologi Modern.

Mauliddan, Wahyu Firdaus. 2021. Proses Pemfosilan. Universitas Gadjah Mada.

Smith, J., & Jones, M. 2019. Fosil: Pengertian, Proses Pembentukan, dan

Manfaatnya dalam Ilmu Pengetahuan. Jurnal Paleontologi Modern.

Tim Asisten. 2024. Buku Penuntun Praktikum Paleontologi. Gowa : Universitas

Hasanuddin.

Anda mungkin juga menyukai