Student Hidjo
Student Hidjo
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Student_Hidjo
Student Hidjo ditulis dalam bahasa Melayu. Saat novel ini ditulis,
pemerintah kolonial Belanda sedang melakukan standardisasi bahasa
Melayu. Bentuk standar tersebut dianggap terlalu kaku oleh Hendrik Maier,
dosen Universitas Leiden. Akan tetapi, Kartodikromo tidak mau mengikuti
standar tersebut. Menurut Meier, tidak seperti penulis yang memakai
bahasa Melayu standar seperti Armijn Pane dan Haji Abdul Malik Karim
Amrullah dengan nada "sedih", bahasa di Student Hidjo hanya menunjukkan "
kebahagiaan, kesenangan, ketegangan" sang penulis yang "dipenuhi
kemarahan".[8]
Maier menulis bahwa nama-nama tokoh utama Student Hidjo harus dibaca
secara alegoris. Nama Hidjo (hijau), Woengoe (ungu), dan Biroe (biru)
menunjukkan keterkaitan antartokoh. Kartodikromo
menyebutnya simile tambahan.[3]
Student Hidjo pertama diterbitkan tahun 1918 dalam bentuk serial di harian Sinar Hindia yang berpusat
di Semarang;[5] Kartodikromo menjadi editor di sana.[1] Cerita ini kemudian dijadikan buku dan
diterbitkan oleh Masman & Stroink, perusahaan asal Semarang, pada tahun 1919.[5] Saat itu karya-
karya berbau politik diterbitkan oleh penerbit kecil. Karya-karya terbitan Balai Pustaka, penerbit milik
pemerintah Hindia Belanda, cenderung bersifat apolitik.[14]