Anda di halaman 1dari 4

Pergeseran Karakter dalam Novel Student Hidjo

Fatma Eka Safira


Universitas Islam Negeri Jakarta
(11170130000055)

Judul buku : Student Hidjo


Penulis: Mas Marco Kartodikromo
Penerbit : Narasi
Tahun terbit : 2018
Tebal : vi + 186 halaman

Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menunjuk pada
pengertian tempat, hubungan waktu sejarah, dan lingkungan sosial tempat terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams, 1999:284).1 Latar sosial budaya
menunjuk pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial
masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.2
Latar adalah bagian dari unsur intrinsik novel. Latar akan memberikan kesan
yang sangat nyata untuk mengetahui kesan realitas pada jalannya suatu cerita dan
banyak mempengaruhi keadaan tokohnya. Dengan demikian, latar bisa menjadi acuan
untuk meneliti perubahan-perubahan karakter tokoh. Mas Marco Kartodikromo
adalah salah satu penulis produktif menghasilkan “bacaan liar” yang memegang
prinsip pergerakan. Sangatlah beruntung hidup pada masa sekarang bisa membaca
buku ini secara bebas, sebab di tahun 1920-an buku ini termasuk dilarang beredar oleh
pemerintah kolonial. Salah satu karyanya yaitu Student Hidjo diterbitkan tahun 1918.

Mas Marco mengkritik secara pedas kepada Belanda pertama yaitu Hidjo
sebagai tokoh utama yang melanjutkan sekolah ke Belanda dengan mudahnya
menyuruh orang Belanda membawa barang-barangnya yang tidak lain di Hindia
Belanda (Indonesia) orang Belanda dengan berkuasa atas segalanya kepada pribumi,

1
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2015),
h.302
2
Ibid., h. 322
sedangkan perubahan sikap orang Belanda yang menetap di Hindia menjadi sombong
dan berkuasa seolah derajat mereka lebih tinggi padahal di Belanda mereka hanyalah
pegawai rendahan. Kedua, betapa mudahnya Hidjo bersekolah ke Belanda yang
mencontohkan politik etis kolonial Belanda-Hindia yang saling menguntungkan.
Ketiga, secara halus dikatakan dalam novel ini adalah penolakan pribumi tentang
perkawinan Hindia dan Belanda. Keempat, Mas Marco juga menyindir pribumi yang
berstatus priyayi yang terpengaruh budaya Eropa seperti cara berbicara, berpakaian,
dan lebih menyinggung soal pergeseran watak pada tokoh Hidjo yang secara dinamis
terpengaruh oleh arus lingkungan karena tertarik pada gadis Eropa. Ini merupakan
sindiran keras untuk para pelajar Indonesia yang bersekolah di negeri orang untuk
selalu setia pada komitmennya dan bangga akan bangsanya.

Student Hidjo yang menceritakan seorang pelajar HBS yang melanjutkan


studinya ke Belanda. Di tanah Jawa Hidjo dikenal sebagai anak yang berwatak
penurut, dingin tidak seperti anak-anak pada usianya yang suka bermain-main dengan
lawan jenis, tetapi Hidjo lebih asik dengan buku-bukunya. Hidjo sudah bertunangan
dengan Raden Biroe yang masih sanak saudaranya khawatir melepaskan hidjo begitu
juga ibu Hidjo yang awalnya khawatir melepas anakya ke negeri orang karena takut
Hidjo akan tergoda oleh perempuan-perempuan Eropa, akhirnya turut mendukung
kepergian Hidjo untuk menuntut ilmu. Watak Hidjo yang penurut dan pendiam seperti
pada kutipan berikut:

“Kalau kamu pergi di Negeri Belanda sampai nakal seperti anak-anak Jawa
yang
ada di Negeri Belanda lainnya, kamu saya tinggal mati,” kata Raden Nganten.
“Tidak, Bu!” jawab anaknya.3

Ketika sampai ke Belanda, pandangan Hidjo terbuka melihat kenyataan yang


ia tidak bisa bayangkan, bahwa di sana sama seperti di Hinda Belanda. Kedatangan
Hidjo sangat dihormati, sebab orang Belanda berpikir kalau orang baru datang dari
Tanah Hindia pasti banyak uangnya, lebih-lebih dari Tanah Jawa. Pikiran Hidjo
melihat kenyataan ini yaitu pribumi tidak perlu mengagung-agungkan orang Belanda
karena di sana Hidjo dapat memerintah orang Belanda yang mustahil dilakukan di
Hindia Belanda.

3
Mas Marco Kartodikromo, Student Hidjo, (Narasi, 2018), h.8
Hidjo yang tinggal di rumah saudara gurunya sangat diterima oleh tuan rumah
dan anak-anaknya. Lebih-lebih ketika anak tuan rumahnya yang bernama Betje itu
suka menggoda Hidjo, karena harus menunjukan kesopanannya ia harus berkata yang
membuat gadis Eropa itu senang. Perubahan watak Hidjo semakin menjadi-jadi
setelah melihat pertunjukan opera yang dilihatnya dan pengaruh cerita Faust yang
membuat hati Betje semakin senang. Sikap Hidjo yang sering ia lakukan yaitu
membaca, belajar kini agak terhambat seiring semakin akrabnya ia dengan Betje yang
mempengaruhi watak Hidjo yang penurut dan pendiam malah justru
menjerumuskannya ke perbuatan yang melanggar karena godaan-godaan nafsu Betje.
Seperti pada kutipan berikut:

“Dua orang muda-mudi. Seorang perjaka bangsa Jawa dan gadis


Eropa, terus melancong dengan jalan kaki. Dengan memaksakan diri, Betje
menggandeng tangan Hidjo. Wajahnya didekatkan ke telinga Hidjo sambal
berbisik-bisik yang tak bisa didengar orang lain. Demikian pula Hidjo, dengan
keberaniannya ia mau memenuhi permintaan Betje.”4 (Student Hidjo:103).
“Saya harus pulang kembali ke Tanah Jawa!” kata Hidjo dalam hati
sewaktu dia duduk di bawah pohon sambil memandang hamparan laut lepas.
“sebab kalau harus belajar di Negeri Belanda ini, barangkali tidak mustahil
kalau saya akan menjadi orang Belanda, karena tentu saya akan menikah
dengan gadis Belanda, kalau saya sampai melakukan hal itu, saya sama artinya
dengan meninggalkan sanak family dan bangsaku. Bah!....Europeesche
beschaving!”5

Pertentangan batin yang ia alami ini tergambar jelas oleh watak Hidjo yang
penurut, dingin, setia terpengaruh oleh keadaan lingkungan yang dirasakannya. Sikap
Hidjo yang menyesal dan sadar akan aibnya tersebut membuat wataknya menjadi
tidak bertanggung jawab karena ingin meninggalkan dan melupakan Betje dan
kembali ke Tanah Jawa. Dapat dikatakan latar sosial sangat mempengaruhi karakter
tokoh.
Membaca Student Hidjo, maka kita akan sadar pentingnya persamaan hak
bangsa Indonesia kepada bangsa lain. bahwa karya ini lebih mengingatkan kita akan
tanggung jawab sebagai pelajar untuk lebih giat dalam belajar dan tidak mudah
terpengaruh oleh arus lingkungan yang negatif.

4
Ibid., h.103
5
Ibid., h.113
DAFTAR PUSTAKA

Kartodikromo, Mas Marco. Student Hidjo. Narasi. 2018.


Nurgiyantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.
2015.

Anda mungkin juga menyukai