Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menunjuk pada
pengertian tempat, hubungan waktu sejarah, dan lingkungan sosial tempat terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams, 1999:284).1 Latar sosial budaya
menunjuk pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial
masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.2
Latar adalah bagian dari unsur intrinsik novel. Latar akan memberikan kesan
yang sangat nyata untuk mengetahui kesan realitas pada jalannya suatu cerita dan
banyak mempengaruhi keadaan tokohnya. Dengan demikian, latar bisa menjadi acuan
untuk meneliti perubahan-perubahan karakter tokoh. Mas Marco Kartodikromo
adalah salah satu penulis produktif menghasilkan “bacaan liar” yang memegang
prinsip pergerakan. Sangatlah beruntung hidup pada masa sekarang bisa membaca
buku ini secara bebas, sebab di tahun 1920-an buku ini termasuk dilarang beredar oleh
pemerintah kolonial. Salah satu karyanya yaitu Student Hidjo diterbitkan tahun 1918.
Mas Marco mengkritik secara pedas kepada Belanda pertama yaitu Hidjo
sebagai tokoh utama yang melanjutkan sekolah ke Belanda dengan mudahnya
menyuruh orang Belanda membawa barang-barangnya yang tidak lain di Hindia
Belanda (Indonesia) orang Belanda dengan berkuasa atas segalanya kepada pribumi,
1
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2015),
h.302
2
Ibid., h. 322
sedangkan perubahan sikap orang Belanda yang menetap di Hindia menjadi sombong
dan berkuasa seolah derajat mereka lebih tinggi padahal di Belanda mereka hanyalah
pegawai rendahan. Kedua, betapa mudahnya Hidjo bersekolah ke Belanda yang
mencontohkan politik etis kolonial Belanda-Hindia yang saling menguntungkan.
Ketiga, secara halus dikatakan dalam novel ini adalah penolakan pribumi tentang
perkawinan Hindia dan Belanda. Keempat, Mas Marco juga menyindir pribumi yang
berstatus priyayi yang terpengaruh budaya Eropa seperti cara berbicara, berpakaian,
dan lebih menyinggung soal pergeseran watak pada tokoh Hidjo yang secara dinamis
terpengaruh oleh arus lingkungan karena tertarik pada gadis Eropa. Ini merupakan
sindiran keras untuk para pelajar Indonesia yang bersekolah di negeri orang untuk
selalu setia pada komitmennya dan bangga akan bangsanya.
“Kalau kamu pergi di Negeri Belanda sampai nakal seperti anak-anak Jawa
yang
ada di Negeri Belanda lainnya, kamu saya tinggal mati,” kata Raden Nganten.
“Tidak, Bu!” jawab anaknya.3
3
Mas Marco Kartodikromo, Student Hidjo, (Narasi, 2018), h.8
Hidjo yang tinggal di rumah saudara gurunya sangat diterima oleh tuan rumah
dan anak-anaknya. Lebih-lebih ketika anak tuan rumahnya yang bernama Betje itu
suka menggoda Hidjo, karena harus menunjukan kesopanannya ia harus berkata yang
membuat gadis Eropa itu senang. Perubahan watak Hidjo semakin menjadi-jadi
setelah melihat pertunjukan opera yang dilihatnya dan pengaruh cerita Faust yang
membuat hati Betje semakin senang. Sikap Hidjo yang sering ia lakukan yaitu
membaca, belajar kini agak terhambat seiring semakin akrabnya ia dengan Betje yang
mempengaruhi watak Hidjo yang penurut dan pendiam malah justru
menjerumuskannya ke perbuatan yang melanggar karena godaan-godaan nafsu Betje.
Seperti pada kutipan berikut:
Pertentangan batin yang ia alami ini tergambar jelas oleh watak Hidjo yang
penurut, dingin, setia terpengaruh oleh keadaan lingkungan yang dirasakannya. Sikap
Hidjo yang menyesal dan sadar akan aibnya tersebut membuat wataknya menjadi
tidak bertanggung jawab karena ingin meninggalkan dan melupakan Betje dan
kembali ke Tanah Jawa. Dapat dikatakan latar sosial sangat mempengaruhi karakter
tokoh.
Membaca Student Hidjo, maka kita akan sadar pentingnya persamaan hak
bangsa Indonesia kepada bangsa lain. bahwa karya ini lebih mengingatkan kita akan
tanggung jawab sebagai pelajar untuk lebih giat dalam belajar dan tidak mudah
terpengaruh oleh arus lingkungan yang negatif.
4
Ibid., h.103
5
Ibid., h.113
DAFTAR PUSTAKA