Anda di halaman 1dari 7

Rukma Kawentar (NPM.

1506701584)
Fitra Mandela (NPM. 1506701514)

Perbandingan Culture Shock di dalam Cerpen Fagrimoloek


Karya Kader Abdolah dan Keadaan Yang Berbenturan Karya
Ellen Ombre
Pendahuluan
Karya sastra merupakan ekspresi jiwa pengarang yang dipengaruhi oleh latar
belakang pengarang itu sendiri. Sehingga dapat diartikan juga bahwa karya sastra
tersebut merupakan produk budaya yang diciptakan oleh pengarang. Budaya itu
sendiri memiliki pengaruh yang sangat besar dalam membentuk pola pikir pengarang,
maka dari itu akan sangat menarik jika kita mengkaji bagaimana latar belakang
seorang penulis dapat mempengaruhi karyanya. Dalam kajian ini akan meneliti
tentang bagaimana cara pandang pengarang Belanda yang bukan merupakan orang
asli keturunan Belanda dalam menceritakan perbedaan budaya antara negeri Belanda
dengan tempat asal pengarang tersebut. Karya yang akan dikaji adalah cerita pendek
berjudul Fagrimoloek karya Kader Abdolah dan Keadaan Yang Berbenturan
karya Ellen Ombre.
Hal yang akan dikaji dari kedua cerpen tersebut adalah tentang bagaimana
perbedaan budaya mempengaruhi identitas dari tokoh utama di dalam kedua cerpen
tersebut. Perbedaan budaya ini sangat terlihat jelas di dalam cerita, dimana sang tokoh
utama mengalami apa yang dinamakan sebagai culture shock saat mereka
mengunjungi Negara lain yang budayanya sangat berbeda dengan Negara asal
mereka. Menurut situs Merriam Webster Keterkejutan Budaya atau yang lebih dikenal
dengan Culture Shock dapat diartikan secara sederhana sebagai berikut a sense of
confusion and uncertainty sometimes with feelings of anxiety that may affect people
exposed to an alien culture or environment without adequate preparation.
Ini bisa dilihat sebagai sebuah keadaan yang menunujukan keheranan,
ketidakyakinan, ketidaknyamanan, kebingungan ketika berada dilingkungan baru
lengkap dengan kebudayaan jauh berbeda atau berada di tengah-tengah orang-orang
dengan kebiasaan berbeda. Hal ini bisa disebabkan oleh kurangnya persiapan dalam
menghadapi budaya baru yang akan dijalani.

Analisis Culture Shock Pada Cerita Pendek Fagrimoloek karya Kader


Abdolah
Fagrimoloek merupakan cerita pendek karya Kader Abdolah yang terdapat
didalam buku kumpulan cerpen yang berjudul Alle Verhalen. Cerpen ini menceritakan
tentang Fagrimoloek yang menceritakan pengalamannya selama berada di Belanda
untuk bertemu dengan anaknya kepada sahabatnya Zanit. Anak perempuan Fagri yang
bernama Mahboeb merupakan seorang pelarian yang sudah enam tahun tinggal di
negeri Belanda. Selama dua bulan tinggal di Belanda Fagri mengalami beberapa
perubahan dalam hidupnya terutama tentang cara pandangnya tentang kehidupan. Hal
tersebut disebabkan karena adanya perbedaan budaya yang sangat kuat antara
kehidupan di Irak dan di Belanda yang kemudian menyebabkan adanya culture
shock di dalam diri Fagri.
Melalui perbicangan Fagri dengan Zanit dapat dilihat bagaimana Fagri
mengalami pengalaman tentang perbedaan budaya yang sangat kuat. Perbedaan
budaya ini bukan merupakan sesuatu yang mengherankan mengingat letak geografis
kedua Negara ini yaitu Irak dan Belanda. Irak sebagai Negara di Timur Tengah tentu
sangat kuat akan adat ke-timuran-nya sementara Belanda yang terletak di Eropa lebih
banyak mengadopsi pola piker Negara Barat yang terbuka. Di awal perbincangan
Fagri dengan Zenit sudah tersirat bagaimana perbedaan budaya antara kedua Negara
ini mempengaruhi Fagri. Dari perkataannya pada hari-hari pertama menyenangkan,
tetapi lama-lama dia akan menjadi beban terlihat bahwa Fagri tidak ingin untuk
tinggal lebih lama lagi di Belanda. Hal seperti ini sering terjadi dengan orang yang
pergi menetap di Negara lain dimana mereka akan merasa penuh gairah dan ingin tahu
terhadap suatu hal yang baru yang, belum pernah ditemuinya, namun jika orang
tersebut gagal beradaptasi dengan budaya baru yang asing baginya tersebut maka
orang itu akan merasa tidak nyaman saat tinggal di negeri orang itu. Perbedaan
budaya tersebut sangat dirasakan oleh Fagri selama ia tinggal di Belanda. Hal ini
dapat dibuktikan melalui kutipan berikut.
Aku tidak tahu harus darimana memulainya. Disana jauh berbeda
Zinat. Cara hidupnya lain, makanannya lain. Menjadi tua disana juga
berbeda. Mati pun lain. Perempuan muda hidupnya lain dan
mataharijuga terbit dan tenggelam di tempat yang berbeda.
Dari kutipan diatas terlihat bahwa Fagri mengalami apa yang dinamakan

dengan culture shock dimana sesuai dengan definisinya, Fagri mengalami


kebingungan serta keragu-raguan di dalam menghadapi masalah-masalah perbedaan
budaya yang dialaminya selama ia tinggal di Belanda. Culture shock yang dialami
oleh Fagri ini sendiri diperparah dengan kandala bahasa yang menjadi hambatan bagi
Fagri dalam kesehariannya di Belanda. Seperti yang kita ketahui bahasa memegang
peran penting dalam hal berkomunikasi sedangkan untuk mempelajari budaya asing
tidak cukup hanya dengan pengetahuan yang didapat dari membaca saja tetapi juga
harus dipahami sengan cara berinteraksi langsung dengan orang lokal yang mengerti
buadaya tersebut.
Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa perbedaan budaya yang
ditemukan oleh Fagri ini telah mengubah cara pandangnya tentang kehidupan. Seperti
yang diketahui bahwa kehidupan di Irak sangat keras dimana sering terjadi perang di
Negara tersebut, hal ini membuat orang-orang di Irak sangat sensitif terhadap
keselamatan diri mereka dan tentu saja hal tersebut juga ada didalam sifat Fagri yang
mrupakan orang Irak. Namun setelah kunjungannya ke negeri Belanda Fagri berubah
dalam mengartikan hidup. Hal ini terlihat melalui kegelisahannya saat tahu kucingnya
belum kembali ke rumah. Hal tersebut dapat dilihat melalui kutipan berikut Di
negeri ini tak seorangpun mengkhawatirkan nasib orang dan kamu mencemaskan
seekor

kucing?

Kenapa

denganmu?.

Kutipan

perkataan

Zinat

tersebut

memperlihatkan perubahan sikap Fagri dalam memandang kehidupannya sebagai


seorang warga Negara Irak yang telah berubah menjadi lebih terbuka setelah
berkunjung ke Negara Belanda.
Analisis Culture Shock Pada Cerita Pendek Keadaan Yang Berbenturan
karya Ellen Ombre
Bercerita tentang seorang perempuan Suriname yang hidup merantau ke
Belanda. Dia meninggalkan anaknya yang baru berumur 2 tahun yang masih belum
berhenti menyusu. Perempuan yang namanya tidak dijelaskan ini ingin pergi ke
Belanda untuk memperbaiki kehidupan. Berharap mendapatkan hidup yang lebih
baik. Keinginannya dimulai dari ketakjubannya melihat para turis yang datang ke
Suriname hidup dengan mewah dan berbeda. Dia merasa kalau apa yang diperlihatkan
oleh para turis Belanda itu di negerinya merupakan hal yang lebih baik dibanding
dengan penduduk Suriname. Untuk dapat menetap di Belanda, warga asing seperti
dirinya harus mempunyai kerabat yang dikenal dan sejumlah uang jaminan.

Beruntung baginya ada tante dan suaminya orang Belanda yang lumpuh akan tetapi
hidup berkecukupan bersedia bertanggung jawab untuk menjamin kehidupan awalnya
disana. Kehidupan di Belanda hingga keinginan untuk kembali pulang adalah garis
besar dari cerita ini. Sementara tulisan ini akan mencoba sedikit menjelaskan hal-hal
apa saja yang dialaminya ketika masa awal mengadu nasib di Belanda terkhusus
keterkejutan budaya atau Culture Shock yang dialaminya selama disana. Yang
ternyata terbukti mengubah secara total pandangannya mengenai Belanda.
Karakter utama perempuan dalam cerita ini diceritakan cukup terkejut dengan
keadaan alam negeri yang sama sekali baru bagi dirinya. Dia merasa perputaran hari
lebih cepat disini. Perubahan musim dari musim panas ke musim dingin selalu
ditandai dengan perubahan cara berpakaian. Dimana cara berpakaian kemudian
menjadi perhatian utama dirinya bahkan sebelum dia datang ke

Belanda. Hal ini

sama sekali baru bagi dirinya. Cara dia beradaptasi dengan perubahan seperti ini
menunjukan dia terlalu berlebihan dalam berpakaian, dibanding memperlihatkan
fungsi pakaian dia lebih cenderung untuk memperhatikan gaya berpakaian. Kalau
ada orang yang melakukan hal itu, bisa ditebak dia belum terbiasa hidup di Eropa.
Dia terlalu gugup dan merasa risih apabila tidak berpakaian yang dalam pikiranya
tidak semestinya atu tidak etis.
Kegagapan karena pengaruh kebudayaan yang ia dapatkan selama di hidup di
Belanda membuat dia menjadi orang yang melupakan identitas aslinya. Dia
menganggap kalau cara hidup segelintir orang Belanda yang ia temui lebih baik dari
gaya hidupnya yang lama. Bahkan dia merasa takut kalau dia harus kembali hidup
dengan cara yang lama. Ini adalah bentuk lain dari kebingungan yang dia rasakan. Dia
merasakan ketidaknyamanan apabila harus berhadapan dengan kehidupan lamanya
yang dianggap lebih inferior dibanding kehidupan yang didapatnya selama di
Belanda.
Caranya untuk mengatasi atau untuk dapat hidup berbaur dengan orang
Belanda menjadikan dia orang yang terlalu berlebihan. Apa yang ia ketahui hanyalah
sekedar pandangan imaginatif tentang beberapa orang Belanda yang datang ke
negerinya untuk berlibur. Dia tidak mengetahui kalau sebenarnya Belanda adalah
negeri yang sangat beragam budayanya. Ketakutanya kalau dia tidak akan bisa
berbaur dan menjadi orang Belanda yang dalam kriterianya adalah mereka yang
berpakaian modis adalah bentuk pelarian kalau dan jalan keluar karena dia mendapati
dirinya berada didalam pengaruh keterkejutan budaya. Apa yang ia ketahui tentang

masyarakat Belanda dan menjadi pandangan imaginatifnya akan negeri Belanda yang
tempati di waktu mengadu nasib ternyata sangat berbeda. Dia ingin menutupi
kenyataan kalau dia sebenarnya sedang mengalami Culture Shock, dengan cara
terlihat seperti orang Belanda dari cara berpakaian. Tidak hanya dari cara berpakaian
yang menjadi prioritas utamanya ketika pertama kali datang ke Belanda, hal-hal lain
yang berhubungan dengan penampilan juga sangat diperhatikannya
Selain itu dapat juga dilihat hal-hal lain yang juga membuat dirinya terkejut.
Negeri yang ia datangi ternyata tidak seperti yang dibayangkannya. Negeri Belanda
yang ia datangi ternyata dilihat dari keadaan alamnya tidak lebih baik dari negerinya.
Seperti yang ia sebutkan dalam kutipan berikut. Negeri ini kecil, tandus, dan
dingin.Keadaan sisi lain dari negeri Belanda seperti yang ditunjukan melalui kota
kecil pinggiran Medemblik yang merupakan tempat pertamanya ketika sampai di
Belanda

memberikan

keterkejutan

budaya

dalam

bentuk

kebosanan

dan

ketidaknyamanan luar biasa. Baru dua minggu lamanya aku meninggalkan rumah,
tetapi sudah seperti bertahun-tahun. Dia sama sekali tidak merasa senang ataupun
antusias agak sedikit berbeda ketika dia berkunjung ke Amsterdam. Disini dia
menemukan hal-hal yang baru yang sebenarnya juga belum pernah ditemui
sebelumnya di Suriname. Dijelaskan dia juga bingung dengan keadaan kota yang
berbanding terbalik dari Mendemblik. Dia tidak yakin harus bersemangat dan senang
ketika pertama kali sampai di Belanda. Satu hal yang pasti walaupun Amsterdam
adalah kota yang jauh lebih ceria dibanding Medemblik hanya sedikit yang bisa
diingatnya dari kota ini.
Setelah keadaan alam yang pada kenyataanya tidak terlalu bersahabat
selanjutnya ia juga menemukan kalau orang-orang Belanda yang dalam bayangannya
adalah mereka dengan bentuk fisik yang lebih baik ternyata tidak sepenuhnya tepat.
Suami dari tantenya di Belanda yang menjadi pihak yang mau menjamin
keberadaanya selama di Belanda adalah laki-laki yang menurut deskripsinya adalah
laki-laki yang buruk rupa, bahkan mendekati bentuk dari suatu monster. Tidak hanya
jauh dari bayangannya mengenai laki-laki Belanda, Jacobus nama pria itu juga tidak
bisa dikategorikan sebagai manusia normal menurut pandangannya. Lelaki itu sama
sekali tidak normal, dia seperti mosnter.
Kehidupan awal-awal di Belanda bagi karakter utama ternyata sangat berat.
Jelas-jelas keadaan yang harus dijalaninya tidak seperti yang diharapkan. Pada masa
adaptasi ini dia masih sangat merindukan semua hal yang ditinggalkannya dikampung

halaman di Suriname. Hal yang paling dirindukannya pada masa awal-awal ini adalah
anak lelakinya, Humbert. Setelah bertahun-tahun pun ketika kehidupan Belanda sudah
tidak terlalu membingungkannya dan mulai bisa beradaptasi dan ketika dia tidak lagi
merindukan kampung halamannya. Bahkan ketika dia tidak lagi menganggap budaya
dan orang-orang dikampungnya. Humbert tetap menjadi alasan dia ingin pulang,
terlepas kalau dia juga mempunyai anak perempuan bernama Zanusi yang dia
dapatkan ketika berhubungan dengan pria Belanda. Di minggu-minggu pertama aku
sering sekali menangis. Seperti yang dijelaskan dalam sebuah jurnal yang berjudul
International Students and Culture Shock Keterkejutan budaya juga bisa
disebabkan karena seseorang yang bepergian tidak bisa berkomunikasi atau
bercengkrama lagi secara langsung dengan orang-orang terdekat seperti keluarga,
ataupun teman sejawat.
Cerita pendek ini menjelaskan kehidupan awal hingga kehidupan setelah
beberapa tahun dari tokoh utama selama di Belanda. Pada masa awal keterkejutan
yang dialami terlihat dengan jelas. Setelah beberapa tahun ternyata masih ada hal-hal
yang tidak dia mengerti sepenuhnya mengenai Belanda. Filosofi hidup masyarakat
yang tidak sepenuhnya dia mengerti. Kita tidak bisa mengetahui dengan jelas apakah
dia bisa sepenuhnya beradaptasi dengan semua hal ini. Apakah kemudian setelah
beberapa tahun yang dilaluinya telah merubah sepenuhnya anggapanya mengenai
Belanda yang dulu sangat dikaguminya. Tempat yang dahulu ia percaya diisi dengan
orang-orang yang lebih baik, tempat dimana ia percaya sebagai tempat untuk bisa
mengubah keadaan finansialnya menjadi lebih baik. Satu hal yang pasti setelah
kurang lebih empat tahun dia ingin segera pulang, menemui anak laki-lakinya
Humbert. Dapat dilihat negeri Belanda bukannya tidak berhasil ia taklukan,
melainkan ini lebih seperti ia merasa dibohongi. Butuh beberapa tahun baginya untuk
menyadari kalau negeri Belanda sama sekali seperti yang dibayangkan. Hidup disini
tidak mudah. Mentalitas Holland itu keras
Kesimpulan
Dari analisis kedua cerpen di atas dapat dilihat bahwa tokoh utama di kedua
cerpen tersebut sama-sama mengalami apa yang dinamakan dengan culture shock.
Kedua tokoh tersebut pada awalnya merasa bersemangat dan memiliki keingintahuan
yang besar terhadap negeri Belanda, namun perbedaan budaya telah membuat mereka
tidak nyaman berada di negeri kincir angin tersebut. Perbedaan yang ada dari

pengaruh budaya tersebut terdapat pada bagaimana cara mereka beradaptasi dengan
budaya negeri Belanda. Seperti yang sudah dijelaskan di atas Fagri gagal dalam
beradaptasi dengan budaya Negara Belanda dan memilih untuk pulang ke Negaranya,
sementara tokoh perempuan di cerpen karya Ellen Ombre dipaksa untuk beradaptasi
dengan budaya negeri Belanda walau dirinya merasa tidak cocok dengan budaya
tersebut. Penyebab dari Culture shock kedua tokoh ini sendiri berbeda dimana
Fagri penyebab utamanya adalah karena dia tidak mengerti bahasa Belanda sehingga
menyebabkan dirinya tidak bisa berkomunikasi dengan orang Belanda saat tinggal di
negeri tersebut. Sementara tokoh perempuan di cerpen Keadaan yang Berbenturan
dikatakan bahwa dirinya merasa kesepian dan rindu dengan orang-orang yang ia
sayangi di negeri asalnya.

Daftar Bacaan
International Students and Culture Shock, London, 2007, The Council of
International Education. UKCSOA Note for Students
<http://www.merriam-webster.com/dictionary/culture%20shock diakses 30 Maret
2014>
Ombre, Ellen. Keadaan yang Berbenturan terjemahan Christina Turut
Suprihatin.
Abdolah, Kader. Fagrimoloek. Terjemahan Christina Turut Suprihatin.

Anda mungkin juga menyukai