Budhi Darma
Budhi Darma, seorang pria yang berakar di tanah Jawa Timur, mencatat
namanya sebagai seorang maestro dan penulis terkenal. Dilahirkan pada 25 April 1937
di Rembang, Jawa Timur, ia merupakan anak keempat dari enam bersaudara. Masa
kecil dan remajanya di Jawa Tengah setelah menyelesaikan SMA memberinya
landasan untuk perjalanan hidupnya. Budhi Darma kemudian melanjutkan studi di
jurusan Sastra Inggris, Fakultas Sastra, Universitas Gadjah Mada, dan berhasil
menyelesaikannya pada tahun 1963.
Pendidikan tak berhenti di situ, karena pada tahun 1975, ia meraih gelar Master
of Arts in English Creative Writing dari Universitas Indiana, Bloomington, Amerika
Serikat, dan menyelesaikan gelar tersebut pada tahun 1980. Keberhasilannya
menyelesaikan studi ini membuka jalan seriusnya dalam dunia tulis-menulis.
Budhi Darma memulai kariernya sebagai penulis pada tahun 1969. Karya-
karyanya tidak hanya dalam bahasa Indonesia tetapi juga dalam bahasa Inggris. Cerita
pendeknya dalam bahasa Inggris diterbitkan di berbagai media massa di Indiana,
Bloomington, Amerika Serikat. Di dalam negeri, tulisannya tersebar di berbagai media
massa nasional.
Beberapa karya terkenalnya meliputi novel seperti "Olenka" (1983), "Ny. Talis"
(1996), dan "Rafilus" (1988). Kumpulan cerita pendeknya, "Orang-Orang Bloomington"
(1980), juga mencuri perhatian. Selain itu, ia telah menerbitkan sejumlah karya esai,
seperti "Solilokui" (1983), "Harmonium" (1996), dan "Fofo dan Senggiring" (2005).
Prestasi gemilangnya terlihat dari novel "Olenka" yang meraih hadiah pertama
dalam sayembara mengarang naskah Roman Dewan Kesenian Jakarta tahun 1980.
Novel tersebut juga mendapatkan penghargaan sebagai novel terbaik pada 1983 dari
Dewan Kesenian Jakarta.
Sumber inspirasi Budhi Darma dalam kesenangan membaca diduga berasal dari
ibunya. Orangtuanya, terutama ibunya, memiliki tradisi membaca yang kuat, terutama
dalam cerita wayang dan mitologi Jawa. Ini memberikan dasar kuat bagi minat Budhi
Darma dalam membaca dan menulis. Saat berkuliah di Universitas Gadjah Mada,
tinggal di rumah pamannya, Prof. Mr. Notosusanto, membuka cakrawala keilmuannya
melalui diskusi ilmiah yang sering dilakukan.
Budi Darma juga memberikan kontribusi besar pada kemajuan sastra melalui
partisipasinya dalam Majelis Sastra Asia Tenggara (Mastera). Selain menjadi
pembimbing bagi cerpenis, esais, dan novelis muda dari Brunei Darussalam,
Indonesia, dan Malaysia, ia juga terlibat dalam program penulisan Mastera pada
berbagai tahun. Pengabdiannya tidak hanya terbatas pada itu, karena ia juga ditunjuk
sebagai pakar kesusastraan bandingan dalam keanggotaan pakar Mastera Indonesia.
Terlibat dalam pembimbingan lokakarya dan penataran sastra bagi pegawai
Pusat Bahasa dan dosen muda dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia, yang
diselenggarakan oleh Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional, menunjukkan
dedikasi Budhi Darma dalam berbagi pengetahuan dan pengalaman sastranya.
Sinopsis:
Gito, seorang anak dari Jawa Timur, lahir dan tumbuh dalam kehidupan sederhana
bersama guru dan teman-temannya. Kehidupan mereka minim, dengan hanya satu kali
makan setelah pulang sekolah, pakaian yang luntur, compang-camping, dan tanpa alas
kaki. Meski ada guru yang memakai alas kaki, namun kondisinya juga rusak. Suatu
hari, saat melewati kedai gulai kambing, Gito bertemu dengan Keke Leman yang
memberinya makan dan menceritakan tentang tukang cukur aneh yang muncul di
bawah pohon cemara.
Keesokan harinya, kejutan datang dengan kehadiran guru baru, Daisuk, yang entah
dari mana asalnya. Daisuk bukan hanya menggantikan guru yang absen, tetapi juga
mengajarkan pandangan unik bahwa Rusia adalah negara hebat, bersih, dan warganya
lebih bahagia daripada di Kota Kudus. Namun, Daisuk tiba-tiba menghilang setelah
beberapa minggu.
Beberapa hari kemudian, Kota Kudus diserbu pasukan berbaret merah, yang kembali
membuat Gito terkejut karena melihat tukang cukur di antara mereka. Pasukan ini
berhasil diatasi oleh bantuan dari Jawa Barat. Namun, kemudian Kota Kudus
diguncang oleh kedatangan pasukan Belanda, menciptakan atmosfer mencekam dan
mati. Gito dan keluarganya harus berlindung di ruang bawah tanah tanpa makan
selama dua hari.
Setelah keadaan tenang, Gito dan keluarganya pindah, dan dari saat itu, Ruslan,
teman ayah Gito, menghilang. Gito mulai memulai kehidupannya lagi seperti biasa.
Namun, ketika Gito masuk kelas dua SMP, situasinya berubah kembali. Di daerah
pelacuran, ia menemui sekelompok orang berseragam baret hijau, yang ternyata
adalah tentara NII yang ingin menjadikan Indonesia negara Islam.
Tengah malam, Gito terbangun oleh suara tembakan di bekas gudang rokok dekat
rumahnya. Pagi hari, keadaan sekitar menjadi tenang dan sunyi. Gito mendapat kabar
bahwa pertempuran di gudang rokok telah berakhir, menyisakan tentara NII yang kabur
dan terjebak di dalamnya. Para jenazah dikeluarkan dan dikerumuni orang penasaran,
termasuk Gito yang melihat langsung kejadian tragis tersebut.
Ulasan singkat:
Cerita pendek tentang tukang cukur merupakan karya yang sangat menarik untuk
dinikmati, karena di dalamnya terdapat pelajaran berharga yang dapat diambil. Cerita
ini tidak hanya memaparkan kehidupan seorang anak bernama Gito dan teman-
temannya di Kota Kudus, Indonesia pada masa lalu, tetapi juga menggambarkan
suasana pada waktu itu. Gito, sebagai tokoh utama, menghadapi kehidupan yang
sederhana bersama teman-temannya.
Suatu hari, kejadian tak terduga terjadi yang membuat Gito bingung, yaitu munculnya
seorang tukang cukur dalam berbagai peristiwa. Seiring berjalannya waktu,
kebingungan Gito semakin bertambah karena tukang cukur tersebut terlibat dalam
peristiwa-peristiwa yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Misalnya, tukang
cukur yang awalnya mengenakan baju merah berubah menjadi perampok, dan
kemudian bersama Ruslan, serta menjadi korban dalam pertempuran antara tentara
Indonesia dan NII di gudang rokok.
Cerpen ini sangat menarik, terutama bagi para penggemar genre misteri, karena
menyajikan pengalaman unik Gito dan keterlibatan tukang cukur dalam peristiwa-
peristiwa misterius tersebut.
Keunggulan Cerpen:
Cerpen tukang cukur ini sangat seru bagi orang yang sangat suka akan misteri karena
membutuhkan daya pikir yang kuat agar mengerti cerpen tersebut, selain itu cerpen ini
dapat membawa experience pada para pembaca dengan pengemasan yang bagus.
Kekurangan Cerpen:
Cerpen berjudul tukang cukur ini cukup sulit untuk pahami bagi beberapa orang, karena
alur yang cukup membingungkan dan juga permasalahan dalam cerpen ini kurang
ditunjukan secara tegas dan lugas.
4. Seperti anak lainnya, Gito tidak mempunyai sandal dan Penulis 67 (P2:2)
sepatu
11. Terdapat pabrik bungkil kacang tanah di dekat rumah Penulis 67 (P5:1)
gitu
13. Walaupun begitu dia tahu itu akan menyebabkan Penulis 67 (P5:2)
gondongan, leher bisa membengkak sampai besar
14. Saat beras padi habis, keluarga Gito mencari alternatif Penulis 67 (P6:1)
lain yaitu ketela pohon untuk bahan makanan
15. Suatu hari Gito melewati kedai gulai kambing kakek Penulis 67 (P7:1)
Leman
16. Gito dipanggil kakek Leman, seorang laki laki tua Penulis 67 (P7:1)
yang selalu memakai udeng Jawa di kepalanya
23. Tiba-tiba ada tukang cukur di bawah pohon cemara Penulis 68 (P11:1)
24. Kakek Leman dan langganannya heran tiba-tiba ada Penulis 68 (P11:2)
tukang cukur
25. Tiga dari lima pelanggan tukang cukur itu, kepalanya Penulis 68 (P12:1)
luka
26. Tukang cukur meminta maaf atas kejadian tersebut Penulis 68 (P12:2)
28. Tukang berkata mengenai tukang cukur pekejaan mulia Penulis 68 (P13:1-3)
karena memegang kepala orang lain
29. Keesokan harinya datang guru baru bernama Dasuki ke Penulis 68 (P14:1)
sekolah Gito
31. Jumlah guru di sekolah Gito ada delapan dan saling Penulis 68 (P14:2-3)
bergantian ketika ada yg berhalangan
34. Guru yang kelasnya dimasuki Dasuki harus ikut Penulis 68 (P14:4)
pelajaran Dasuki
35. Dasuki berbicara secara tegas bahwa negara paling Penulis 68 (P14:1)
hebat adalah Russia dengan berbagai kelebihannya
39. Dasuki menunjuk ke jalan Deandles dan berbicara “lihat Penulis 68 (P15:1)
dokar itu”
41. Di Rusia sedah diatur dengan baik sehingga tidak akan Penulis 68 (P16:1-2)
terjadi seperti itu
44. Banyak reaksi dari tanggapan guru-guru terhadap cerita Penulis 68 (P19:2)
Dasuki
45. Ada guru yang kagum Penulis 68 (P18:2)
47. Ada pula guru yang pura pura mendengarkan, tapi Penulis 68 (P18:2)
pikirannya membayangkan makanan
48. Dasuki hanya mengajar beberapa minggu dan pergi Penulis 68 (P20:1)
tidak pernah kembali ke sekolah
49. Suatu hari Gito sengaja melewati jalan yg banyak Penulis 69 (P21:1)
pohon cemara
56. Awalnya tukang cukur ingin mengejar, tapi ia mendekati Penulis 69 (P24:1)
Gito
58. Banyak tentara yang menggunakan duk merah entah Penulis 69 (P24:2)
datang dari mana
63. Semakin hari, semakin banyak tersebar cerita kurang Penulis 69 (P25:2)
jelas
67. Tukang cukur yg ternyata tentara PKI memasuki daerah Penulis 69 (P27:1)
belakang rumah sakit
73. Listrik tidak menyala dan membuat keadaan lebih Penulis 69 (P30:1)
gawat
74. Kadang tembakan terdengar selama dua puluh empat Penulis 69 (P30:2)
jam
77. Orang-orang PKI ditangkap dan para tokohnya dibawa Penulis 69 (P3:1)
ke alun alun
80. Tukang cukur berubah dari PKI menjadi pakaian Penulis 70 (P32:2)
preman
81. Tukang cukur memberi komando dan melilitkan kain ke Penulis 70 (P32:2)
wajah-wajah yg akan dihukum mati
83. Semua orang dapat melihat hukuman tembak mati oleh Penulis 70 (P33:1)
pasukan Siliwangi
84. Gito tau tentara PKI membunuh secara diam diam Penulis 70 (P33:2)
tidak sperti pasukan siliwangi
85. Tukang cukur mondar mandir dengan sikap gagah Penulis 70 (P33:3)
dalam peristiwa hukaman mati
87. Atas tuduhan dia membuat daftar orang yang Penulis 70 (P34:2)
dibencinya untuk dihukum mati, tanpa adanya
bukti
91. Kota Kudus disapu tembakan dahsyat dari tembakan Penulis 70 (P36:3)
pesawat cocor merah
97. Keluarga Rusian memberi barang agar tetap bisa Penulis 70 (P38:1)
tenang
98. Keluarga Ruslan dan Gito berlindung di bawah tanah Penulis 70 (P39:1)
100. Pasuka Belanda memasuki kota Kudus pukul tiga Penulis 70 (P40:1)
101. Kota Kudus dan sekitarnya resmi diduduki Belanda Penulis 70 (P40:2)
107. Gito mulai sekolah seperti biasa saat keadaan telah Penulis 71 (P42:1)
tenang
108. Saat Gito pulang, ada sebuah jeep berjalan perlahan Penulis 71 (P43:1)
117. Tukang cukur dan Ruslan hilang tanpa jejak Penulis 71 (P47:1)
118. Suasana Kudus tegang kembali, saat Gito kelas 2 Penulis 71 (P48:1)
119. Banyak tentara menggunakan duk hijau berkeliaran dan Penulis 71 (P48:2-3)
bergerombol
121. Sekitar jam satu malam, GIto mendengar suara Penulis 71 (P49:1)
tembakan tanpa henti
122. Jam enam pagi suasana menjadi senyap Penulis 71 (P49:2)
124. Sebagian tentara liar terjebak dan sebagian melarikan Penulis 71 (P50:2)
diri
125. Gito baru mengetahui tentara liar adalah tentara Penulis 71 (P50:3)
NII (Negara Islam Indonesia)
127. Ketika Gito ke pabrik bekas rokok sudah banyak Penulis 71 (P51:1)
yang berkerumun disana
128. Semua mayat tentara sudah diangkut dan dibaringkan Penulis 71 (P51:2)
di pinggir jalan