Anda di halaman 1dari 2

Judul: Nasional.is.me Pengarang: Pandji Pragiwaksono Penerbit: Bentang Pustaka Tebal: . . . hlm.

The Land of The Free: The Land of Hope and Dreams Begitulah sebuah kalimat tercetak tebal yang membuka buku ini. Sebuah pernyataan, kenyataan, sekaligus motivasi tentang Indonesia. Dari judulnya kita sudah dapat menebak ke arah mana buku ini akan bercerita. Negara dan nasionalisme. Namun, penulis yang begitu cinta dan optimis kepada Indonesia ini, seolah ingin mengajak kita lebih dulu memahami apa itu nasionalisme, dan mengapa kita harus optimis kepada bangsa ini. Nasionalisme adalah satu paham untuk menciptakan dan mempertahankan kedaulatan negara dengan mewujudkan satu konsep identitas untuk bersama. Di saat begitu banyak cap negatif dan keraguan terhadap bangsa sendiri, Pandji memaparkan begitu banyak fakta yang menyentakkan kita bahwa sesungguhnya negara ini begitu patut dicintai dan dibanggakan. Mulai dari membeberkan fakta mengapa banyak orang bela-belain mengeluarkan banyak uang untuk hijrah ke luar negeri walau harus bekerja sekadarnya di sana dengan anggapan bahwa di sana kehidupan mereka akan lebih terjamin, hingga bagaimana penulis dibesarkan dengan banyak keragaman hingga ia memahami bahwa bangsa ini membutuhkan persatuan di atas berbagai keragaman, bukan sekadar kesatuan yang menganggap hal yang berbeda itu sebagai ancaman. Kemudian, Pandji menceritakan pengalamannya menjelajahi berbagai daerah di NKRI. Melalui kegiatannya bersama badan-badan sosial ia berkeliling ke negeri dengan miliaran keindahan ini. Karena menurut Pandji, kita tidak boleh membenci sesuatu yang tidak kita pahami. Kepada orang-orang yang skeptis kepada Indonesia karena hanya mengenal satu tempat saja, Pandji bercerita. Ia memaparkan keindahan arsitektur, kesenian, hingga kehidupan masyarakat di Indonesia. Bagaimana kadang keindahan itu dirusak oleh tangan kita sendiri, bagaimana di pelosok Timur sana masih banyak anak-anak yang hidupnya lebih tidak layak dari kita, namun mereka mencintai tanah airnya, bagaimana sebuah daerah bisa menceritakan sejarah perjuangan bangsa meraih kemerdekaan dengan mengorbankan banyak nyawa. Itu dulu. Ketika sekarang ditanya kepada para penerus, yaitu kita, mereka, kalian, saya, mungkin akan pesimis dengan menjawab: Saya kan hanya mahasiswa, Saya kan hanya pegawai kantoran, atau Saya kan tidak punya banyak uang untuk melakukan perubahan.

Menurut saya, buku ini memberi banyak sentakan akan bagian dari diri kita yang tertidur. Seolah membuat kita berkata Oh, benar juga, ya. Kenapa harus bersekolah ke negara lain ketika sebuah negara adidaya saja bahkan tidak bisa menjamin keselamatan siswanya dengan melindungi dari banyaknya penembak massal. Kenapa harus menjadi imigran ketika tahu sesungguhanya rasa cinta warga Indonesia terhadap negaranya justru lebih besar dari warga negara lain. Buktinya? Di Amerika sana, juga di negara lain, sering kita dengar Little India atau China Town, tapi apakah ada Little Indonesia atau Indonesia Town? Di poin lain, Pandji mengajak kita tidak hanya berpendapat, namun juga beralasan. Ketika krisis dan kenaikan harga menghantui Indonesia, banyak orang berkata Lebih enak zaman Soeharto. Namun, bisakah Anda beralasan lagi jika dipaparkan apa saja fakta-fakta yang terjadi ketika pemerintahan Soeharto meraja? Mulai dari keterbatasan bersuara hingga korupsi yang ditutupi. Dikatakan bahwa setiap pemerintahan pasti ada kekurangannya, pun dengan pemerintana saat ini. Jadi, menurut saya Pandji tidak pernah memihak satu sisi pun. Semua diiiringi alasan. Hal menarik lainnya adalah bahwa kita sering kali buta terhadap sejarah atau justru dibutakan sejarah. Pandji menuliskan di sini, kita bahkan tidak tahu kebenaran sejarah. Contoh paling mudah adalah tentang sosok Pattimura yang selama ini kita kenal melalui lukisan di dinding kelas. Padahal, tidak pernah ada dokumentasi pasti mengenai Pattimura hingga dibayarlah seorang seniman untuk melukisnya. Belakangan baru diketahui dari sebuah rekam foto di KLTV, di Leiden, Belanda, mengenai sosok Pattimura sebenarnya yang ternyata jauh berbeda dari sosok di lukisan. Inilah kenyataan bahwa sejarah kita telah direkayasa (dibutakan adalah istilah versi saya). Pandji mengajak kita untuk melihat lebih luas akan negara ini, tidak mempersempit pandangan, bahkan nasioanlisme itu sendiri jangan menyempit. Penulis mengtakan bahwa begitu banyak yang bisa kita cintai dari Indonesia, sekaligus mengatakan bahwa kita bisa melakukan banyak hal untuk negara ini, mulai dari menjadi apa saja yang bisa menyuarakan pendapat, bertindak, berkreativitas, bermanfaat bagi lingkungan dan negara. Jangan hanya bergerak ketika terancam atau ketika budaya sudah diakui negara tetangga. Bahkan Pandji berkata, Temukan passion, lo, dan berkaryalah untuk membuat negara lo bangga. Karena Indonesia adalah The Land of The Free: The Land of Hope and Dreams.

Anda mungkin juga menyukai