Askep Gadar Trauma Mata Kelompok 10
Askep Gadar Trauma Mata Kelompok 10
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat dan Manajemen Bencana
Dosen Pengampu : Hirza Ainin Nur,S Kep, Ns, M.kep
Disusun oleh
1. Annisa Inayati (20191451)
2. Ardyhana Irawati (20191456)
3. Erlina Kusumawati (20191474)
Kelas : 3A D3 Keperawatan
Puji syukur, Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
taufik serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ASUHAN
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA TRAUMA MATA” tanpa ada halangan suatu apapun.
Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas dalam mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat
yang mana materi dalam makalah ini digunakan sebagai acuan persentase yang dilakukan pada hari yang
bersangkutan.
Ucapan terimakasih , kami sampaikan kepada dosen mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat yang
telah membimbing dan mengarahkan kami sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Ucapan
terimakasih juga kami sampaikan kepada rekan-rekan yang telah memberikan sumbangsihnya kepada kami
baik moril maupun materil.
Di dalam penulisan makalah ini masih terdapat bagian-bagian yang belum sempurna dan banyak
kekurangan untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi perbaikan
makalah ini dimasa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis
khususnya dan para pembaca pada umumnya.
Akhirnya, kami berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada yang telah
memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai amal ibadah.Amiin.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
COVER SAMPUL.............................................................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................................................................4
A. Latar Belakang.......................................................................................................................................................4
B. Rumusan masalah..................................................................................................................................................5
C. Tujuan....................................................................................................................................................................5
BAB II LANDASAN TEORI............................................................................................................................................6
A. Definisi Trauma mata............................................................................................................................................6
B. Epidemologi...........................................................................................................................................................7
C. Etiologi..................................................................................................................................................................7
D. Tanda dan Gejala...................................................................................................................................................8
E. Patofisiologi...........................................................................................................................................................8
F. Pathway..................................................................................................................................................................9
G. Komplikasi.............................................................................................................................................................9
H. Pemeriksaan Penunjang.........................................................................................................................................9
I. Manifestasi klinik................................................................................................................................................10
J. Konsep Asuhan Keperawatan..............................................................................................................................12
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN...........................................................................................................................28
BAB IV............................................................................................................................................................................44
PENUTUP.......................................................................................................................................................................44
A. Kesimpulan..........................................................................................................................................................44
B. Saran....................................................................................................................................................................44
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................................................45
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mata merupakan salah satu indra dari panca indra yang sangat penting untuk
kehidupan manusia. Terlebih-lebih dengan majunya teknologi, indra penglihatan yang
baik merupakan kebutuhan yang tidak dapat diabaikan. Mata merupakan bagian yang
sangat peka. Walaupun mata mempunyai sistem pelindung yang cukup baik seperti
rongga orbita, kelopak, dan jaringan lemak retrobulbar selain terdapatnya refleks
memejam atau mengedip, mata masih sering mendapat trauma dari dunia luar.
Trauma dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata dan kelopak, saraf mata dan
rongga orbita. Kerusakan mata akan dapat mengakibatkan atau memberikan penyulit
sehingga mengganggu fungsi penglihatan. Trauma pada mata memerlukan perawatan
yang tepat untuk mencegah terjadinya penyulit yang lebih berat yang akan
mengakibatkan kebutaan.
Kemajuan mekanisasi dan teknik terlebih-lebih dengan bertambah banyaknya
kawasan industri, kecelakaan akibat pekerjaan bertambah banyak pula, juga dengan
bertambah ramainya lalu lintas, kecelakaan di jalan raya bertambah pula, belum
terhitung kecelakaan akibat perkelahian, yang juga dapat mengenai mata. Pada anak-
anak kecelakaan mata biasanya terjadi akibat kecelakaan terhadap alat dari permainan
yang biasa dimainkan seperti panahan, ketapel, senapan angin, tusukan dari gagang
mainan dan sebagainya.
Trauma okular adalah penyebab kebutaan yang cukup signifikan, terutama
pada golongan sosioekonomi rendah dan di negara-negara berkembang. Kejadian
trauma okular dialami oleh pria 3 sampai 5 kali lebih banyak daripada wanita. Trauma
pada mata dapat mengenai jaringan di bawah ini secara terpisah atau menjadi
gabungan trauma jaringan mata. Trauma dapat mengenai jaringan mata: palpebrae,
konjungtiva, cornea, uvea, lensa, retina, papil saraf optik, dan orbita. Trauma mata
merupakan keadaan gawat darurat pada mata.
Bentuk kelainan pada mata yang terkena trauma (trauma oculi) bisa hanya
berupa kelainan ringan saja sampai kebutaan. Trauma oculi dapat dibedakan atas
trauma tumpul, trauma akibat benda tajam/trauma tembus, ataukah trauma fisis.
Kelainan yang diakibatkan oleh trauma mata sesuai dengan berat ringannya serta jenis
trauma itu sendiri yang dapat menyerang semua organ struktural mata sehingga
menyebabkan gangguan fisiologis yang reversibel ataupun nonireversibel. Trauma
4
oculi dapat menyebabkan perdarahan, adanya laserasi, perforasi, masuknya benda
asing ke dalam bola mata, kelumpuhan saraf, ataukah atrofi dari struktur jaringan bola
mata.
Anamnesis dan pemeriksaan fisis oftamologi yang dilakukan secara teliti
untuk mengetahui penyebab, jenis trauma yang terjadi, serta kelainan yang disebabkan
yang akan menuntun kita ke arah diagnosis dan penentuan langkah selanjutnya. Selain
itu dapat pula dilakukan pemeriksaan penunjang, seperti: slit lamp, oftalmoskopi direk
maun indirek, tes fluoresensi, tonometri, USG, maupun CT-scan. Penatalaksanaan
pada trauma mata bergantung pada berat ringannya trauma ataupun jenis trauma itu
sendiri.
B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan trauma mata?
2. Apa saja epidemologi trauma mata?
3. Apa saja etilogi pada trauma mata?
4. Apa saja tanda dan gejala trauma mata?
5. Apa patofisiologi pada trauma mata?
6. Bagaimana pathway dari trauma mata?
7. Apa saja komplikasi dari trauma mata?
8. Apa saja pemeriksaan penunjang pada trauma mata?
9. Bagaimana manifestasi klinik pada trauma mata?
10. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada trauma pada mata?
C. Tujuan
1. Tujuan umum
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan trauma mata
2. Untuk mengetahui apa saja epidemologi trauma mata
3. Untuk mengetahui apa saja etilogi pada trauma mata
4. Untuk mengetahui apa saja tanda dan gejala trauma mata
5. Untuk mengetahui apa patofisiologi pada trauma mata
6. Untuk mengetahui bagaimana pathway dari trauma mata
7. Untuk mengetahui apa saja komplikasi dari trauma mata
8. Untuk mengetahui apa saja pemeriksaan penunjang pada trauma mata
9. Untuk mengetahui bagaimana manifestasi klinik pada trauma mata
10. Untuk mengetahui bagaimana konsep asuhan keperawatan pada trauma pada
mata
2. Tujuan khusus
Memenuhi tugas Mata kuliah Keperawatan Gadar & Manajemen Bencana
5
BAB II
LANDASAN TEORI
6
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan
perlukaan mata. Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata, dan dapat juga
sebagai kasus polisi. Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau
menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata. Alat rumah tangga sering
menimbulkan perlukaan atau trauma mata.
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak disengaja yang
menimbulkan perlukaan mata. Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata.
Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan
bahkan kehilangan mata.Trauma asam merupakan salah satu jenis trauma kimia mata
dan termasuk kegawatdaruratan mata yang disebabkan zat kimia basa dengan pH>7
Trauma mata dibagi menjadi beberapa macam yaitu
A. Fisik atau Mekanik
a) Trauma Tumpul, misalnya terpukul, kena bola tenis, atau shutlecock, membuka tutup
botol tidak dengan alat, ketapel.
b) Trauma Tajam, misalnya pisau dapur, gunting, garpu, bahkan peralatan pertukangan. c)
Trauma Peluru, merupakan kombinasi antara trauma tumpul dan trauma tajam,
terkadang peluru masih tertinggal didalam bola mata. Misalnya peluru senapan angin,
dan peluru karet.
B. Khemis
a) Trauma Khemis basa, misalnya sabun cuci, sampo, bahan pembersih lantai, kapur, lem
(perekat).
b) cuka, bahan asam-asam dilaboratorium, gas airmata.
C. Fisis
a) Trauma termal, misalnya panas api, listrik, sinar las, sinar matahari.
b) Trauma bahan radioaktif, misalnya sinar radiasi bagi pekerja radiologi
B. Epidemologi
Trauma okular, terutama yang berat dan mengakibatkan penurunan
penglihatan bahkan kehilangan penglihatan. Trauma okular adalah penyebab kebutaan
yang cukup signifikan, terutama pada golongan sosioekonomi rendah dan di negara-
negara berkembang. Kejadian trauma okular dialami oleh pria 3 sampai 5 kali lebih
banyak daripada wanita. Dari data WHO tahun 1998 trauma okular berakibat
kebutaan unilateral sebanyak 19 juta orang, 2,3 juta mengalami penurunan visus
bilateral, dan 1,6 juta mengalami kebutaan bilateral akibat cedera mata. Menurut
7
United States Eye Injury Registry (USEIR), frekuensi di Amerika Serikat mencapai
16 % dan meningkat di lokasi kerja dibandingkan dengan di rumah. Lebih banyak
pada laki-laki (93 %) dengan umur rata-rata 31 tahun.
C. Etiologi
Gejala yang ditimbulkan tergantung jenis trauma serta berat dan ringannya trauma
a) Trauma tajam selain menimbulkan perlukaan dapat juga disertai tertinggalnya
benda asing didalam mata. Benda asing yang tertinggal dapat bersifat tidak
beracun dan beracun. Benda beracun contohnya logam besi, tembaga serta bahan
dari tumbuhan misalnya potongan kayu. Bahan tidak beracun seperti pasir, kaca.
Bahan tidak beracun dapat pula menimbulkan infeksi jika tercemar oleh kuman.
b) Trauma tumpul dapat menimbulkan perlukaan ringan yaitu penurunan penglihatan
sementara sampai berat, yaitu perdarahan didalam bola mata, terlepasnya selaput
jala (retina) atau sampai terputusnya saraf penglihatan sehingga menimbulkan
kebutaan menetap.
c) Trauma Khemis asam umumnya memperlihatkan gejala lebih berat daripada
trauma khemis basa. Mata nampak merah, bengkak, keluar airmata berlebihan dan
penderita nampak sangat kesakitan, tetapi trauma basa akan berakibat fatal karena
dapat menghancurkan jaringan mata/ kornea secara perlahan-lahan.
d) Trauma Mekanik
a. Gangguan molekuler. Dengan adanya perubahan patologi akan menyebabkan
kromatolisis sel.
b. Reaksi Pembuluh darah. Reaksi pembuluh darah ini berupa vasoparalisa
sehingga aliran darah menjadi lambat, sel endotel rusak, cairan keluar dari
pembuluh darah maka terjadi edema.
c. Reaksi Jaringan. Reaksi Jaringan ini biasanya berupa robekan pada cornea,
sclera dan sebagainya.
8
E. Patofisiologi
Trauma pada mata dapat mengenai organ mata dari yang terdepan sampai yang
terdalam. Trauma tembus bola mata bisa mengenai :
a) Palpebra
Mengenai sebagian atau seluruhnya jika mengenai levator apaneurosis dapat
menyebabkan suatu ptosis yang permanent
b) Saluran Lakrimalis
Dapat merusak sistem pengaliran air mata dai pungtum lakrimalis sampai ke
rongga hidung. Hal ini dapat menyeabkan kekurangan air mata.
c) Congjungtiva
Dapat merusak dan ruptur pembuluh darah menyebabkan perdarahan sub
konjungtiva
d) Sklera
Bila ada luka tembus pada sklera dapat menyebabkan penurunan tekana bola mata
dan kamera okuli jadi dangkal (obliteni), luka sklera yang lebar dapat disertai
prolap jaringan bola mata, bola mata menjadi injury.
e) Kornea
Bila ada tembus kornea dapat mengganggu fungsi penglihatan karena fungsi
kornea sebagai media refraksi. Bisa juga trauma tembus kornea menyebabkan
iris prolaps, korpusvitreum dan korpus ciliaris prolaps, hal ini dapat
menurunkan visus
f) Lensa
Bila ada trauma akan mengganggu daya fokus sinar pada retina sehingga
menurunkan daya refraksi dan sefris sebagai penglihatan menurun karena daya
akomodasi tisak adekuat.
g) Iris
Bila ada trauma akan robekan pada akar iris (iridodialisis), sehingga pupil agak
kepinggir letaknya, pada pemeriksaan biasa teerdapat warna gelap selain pada
pupil, tetapi juga pada dasar iris tempat iridodialisis.
h) Pupil
Bila ada trauma akan menyebabkan melemahnya otot-otot sfinter pupil sehingga
pupil menjadi midriasis
i) Retina
Dapat menyebabkan perdarahan retina yang dapat menumpuk pada rongga badan
kaca, hal ini dapat muncul fotopsia dan ada benda melayang dalam badan kaca
bisa juga teri oblaina retina.
9
F. Pathway
G. Komplikasi
a) Galukoma sekunder, di sebabkan oleh adanya penyumbatan oleh darah pada
sudutkamera okuli anterior.
b) Imhibisi kornea, yaitu masuknya darah yang terurai ke dalam lamel-lamel
kornea,sehingga kornea menjadi berwarna kuning tengguli dan visus sangat
menurun.
H. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiology pada trauma mata sangat membantu dalam
menegakkan diagnosa, terutama bila ada benda asing .Pemeriksaan ultra
sonographi untuk menentukan letaknya, dengan pemeriksaan ini dapat
diketahui benda tersebut pada bilik mata depan, lensa, retina.
Pemeriksaan “Computed Tomography” (CT)
Suatu tomogram dengan menggunakan komputer dan dapat dibuat “scanning”
dari organ tersebut.
b. Pengukuran tekanan IOL dengan tonography: mengkaji nilai normal
tekanan bola mata (normal 12-25 mmHg).
Pengkajian dengan menggunakan optalmoskop: mengkaji struktur internal dari
okuler, papiledema, retina hemoragi.
10
c. Pemeriksaan Laboratorium, seperti :. SDP, leukosit , kemungkinan adanya
infeksi sekunder.
d. Pemeriksaan kultur. Untuk mengetahui jenis kumannya.
e. Kalau perlu pemeriksaan tonometri Schiotz, perimetri, gonioskopi, dan
tonografi, maupun funduskopi (Ilyas, S., 2000)
I. Manifestasi klinik
1) Hematoma palpebra
Adanya hematoma pada satu mata merupakan keadaan yang ringan, tetapi bila
terjadi pada kedua mata , hati-hati kemungkinan adanya fraktur basis
kranii. Penanganan: Kompres dingin 3 kali sehari.
2) Ruptura kornea
Kornea pecah, bila daerah yang pecah besar dapat terjadi prolapsus iris,
merupakan suatu keadaan yang gawat dan memerlukan operasi segera.
3) Ruptura membran descement
Di tandai dengan adanya garis kekeruhan yang berkelok-kelok pada kornea,
yang sebenarnya adalah lipatan membran descement, visus sangat
menurun dan kornea sulit menjadi jernih kembali.
Penanganan: Pemberian obat-obatan yang membantu menghentikan
perdarahan dan tetes mata kortisol D.
4) Hifema Perdarahan dalam kamera okuli anterior, yang berasal dari
pembuluh darah iris atau korpus siliaris, biasanya di sertai odema kornea
dan endapan di bawah kornea, hal ini merupakan suatu keadaan yang
serius.
Pembagian hifema:
a. Hifema primer, timbul segera oleh karena adanya trauma.
b. Hifema sekunder, timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadi trauma.
c. Hifema ringan tidak mengganggu visus, tetapi apabila sangat hebat akan
mempengaruhi visus karena adanya peningkatan tekanan intra okuler.
Penanganan: Istirahat, dan apabila karena peningkatan tekanan intra okuli yang
di sertai dengan glaukoma maka perlu adanya operasi segera dengan di
lakukannya parasintesis yaitu membuat insisi pada kornea dekat limbus,
kemudian di beri salep mata antibiotik dan di tutup dengan verband.
5) Iridoparese-iridoplegia
Adalah adanya kelumpuhan pada otot pupil sehingga terjadi midriasis.
Penanganan: Berikan pilokarpin, apabila dengan pemberian yang sampai
berbulan-bulan tetap midriasis maka telah terjadi iridoplegia yang
iriversibel.
11
6) Iridodialisis Ialah iris yang pada suatu tempat lepas dari pangkalnya, pupil
menjadi tdak bula dan di sebut dengan pseudopupil.
Penanganan: Bila tidak ada keluhan tidak perlu di lakukan apa-apa, tetapi jika
ada maka perlu adanya operasi untuk memfixasi iris yang lepas.
7) Irideremia
Ialah keadaan di mana iris lepas secara keseluruhan.
Penanganan secara konservatif adalah dengan memberikan kacamata untuk
mengurangi silau.
8) Subluksasio lentis- luksasio lentis
Luksasio lentis yang terjadi bisa ke depan atau ke belakang. Jika ke depan akan
menimbulkan glaukoma dan jika ke belakang akan menimbulkan afakia.
Bila terjadi gaukoma maka perlu operasi untuk ekstraksi lensa dan jika
terjadi afakia pengobatan di lakukan secara konservatif.
9) Hemoragia pada korpus vitreum
Perdarahan yang terjadi berasal dari korpus siliare, karena bnayak terdapat
eritrosit pada korpus siliare, visus akan sangat menurun.
10) Glaukoma
Di sebabkan oleh karena robekan trabekulum pada sudut kamera okuli anterior,
yang di sebut “traumatic angle” yang menyebabkan gangguan aliran
akquos humour. Penanganan di lakukan secara operatif.
11) Ruptura sclera
Menimbulkan penurunan teknan intra okuler. Perlu adanya tindakan operatif
segera.
12) Ruptura retina
Menyebabkan timbulnya ablasio retina sehingga menyebabkan kebutaan, harus
di lakukan operasi.
c. Pengkajian Circulation
Shock didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi
jaringan. Hipovolemia adalah penyebab syok paling umum pada trauma. Diagnosis
shock didasarkan pada temuan klinis: hipotensi, takikardia, takipnea, hipotermia,
pucat, ekstremitas dingin, penurunan capillary refill, dan penurunan produksi urin.
13
Oleh karena itu, dengan adanya tanda-tanda hipotensi merupakan salah satu alasan
yang cukup aman untuk mengasumsikan telah terjadi perdarahan dan langsung
mengarahkan tim untuk melakukan upaya menghentikan pendarahan.
Penyebab lain yang mungkin membutuhkan perhatian segera adalah: tension
pneumothorax, cardiac tamponade, cardiac, spinal shock dan anaphylaxis. Semua
perdarahan eksternal yang nyata harus diidentifikasi melalui paparan pada pasien
secara memadai dan dikelola dengan baik (Wilkinson & Skinner, 2014).
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi pasien, antara lain :
(a) Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
(b) CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan.
(c) Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan pemberian
penekanan secara langsung.
(d) Palpasi nadi radial jika diperlukan: menentukan ada atau tidaknya, menilai
kualitas secara umum (kuat/lemah), identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
(e) Regularity : kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau
hipoksia (capillary refill), lakukan treatment terhadap hipoperfusi.
A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi perintah yang
diberikan.
V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak bias
dimengerti .
P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika
ekstremitas awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk merespon).
U-unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus nyeri maupun
stimulus verbal.
e. Expose, Examine dan Evaluate
Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera pada pasien. Jika pasien
diduga memiliki cedera leher atau tulang belakang, imobilisasi in- line penting untuk
dilakukan. Lakukan log roll ketika melakukan pemeriksaan pada punggung pasien.
Yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan pada pasien adalah
mengekspos pasien hanya selama pemeriksaan eksternal. Setelah semua pemeriksaan
telah selesai dilakukan, tutup pasien dengan selimut hangat dan jaga privasi pasien,
kecuali jika diperlukan pemeriksaan ulang (Thygerson, 2012).
Kuantitas dengan GCS
14
Mata (eye)
a) Selalu menutup mata dengan rangsangan nyeri 1
b) Membuka mata dengan rangsangan nyeri 2
c) Membuka mata dengan perintah 3
d) Membuka mata spontan 4
Motorik (M)
a) Tidak berespon dengan rangsangan nyeri 1
b) Eksitensi dengan rangangan nyeri 2
c) Fleksi lengan atas dengan rangsangan nyeri 3
d) Fleksi siku dengan rangsangan nyeri 4
e) Dapat bereaksi dengan rangsangan nyeri 5
f) Bergerak sesuai perintah 6
Verbal (V)
a) Tidak ada suara 1
b) Merintih 2
c) Dapat diajak bicara tapi tidak mengerti 3
d) Dapat diajak bicara tapi kacau 4
e) Dapat berbicara, orientasi baik 5
Secundary Survey
16
Suhu 36,5-37,5 Dapat di ukur melalui oral, aksila, dan
rectal. Untuk mengukur suhu inti
menggunakan kateter arteri
pulmonal, kateter urin, esophageal
probe, atau monitor tekanan
intracranial dengan pengukur suhu.
Suhu dipengaruhi oleh aktivitas,
pengaruh lingkungan, kondisi
penyakit, infeksi dan injury.
18
d. Hidung : periksa adanya perdarahan, perasaan nyeri, penyumbatan penciuman, apabila
ada deformitas (pembengkokan) lakukan palpasi akan kemungkinan krepitasi dari
suatu fraktur.
e. Telinga : periksa adanya nyeri, tinitus, pembengkakan, penurunan atau hilangnya
pendengaran, periksa dengan senter mengenai keutuhan membrane timpani atau
adanya hemotimpanum.
f. Mulut dan faring : inspeksi pada bagian mucosa terhadap tekstur, warna,
kelembaban, dan adanya lesi; amati lidah tekstur, warna, kelembaban, lesi, apakah
tosil meradang, pegang dan tekan daerah pipi kemudian rasakan apa ada massa/
tumor, pembengkakkan dan nyeri, inspeksi amati adanya tonsil meradang atau tidak
(tonsillitis/amandel). Palpasi adanya respon nyeri .
g. Vertebra servikalis dan leher
Pada saat memeriksa leher, periksa adanya deformitas tulang atau krepitasi, edema, ruam,
lesi, dan massa , kaji adanya keluhan disfagia (kesulitan menelan) dan suara serak
harus diperhatikan, cedera tumpul atau tajam, deviasi trakea, dan pemakaian otot
tambahan. Palpasi akan adanya nyeri, deformitas, pembekakan, emfisema subkutan,
deviasi trakea, kekakuan pada leher dan simetris pulsasi. Tetap jaga imobilisasi
segaris dan proteksi servikal. Jaga airway, pernafasan, dan oksigenasi. Kontrol
perdarahan, cegah kerusakan otak sekunder.
h. Toraks
Inspeksi : Inspeksi dinding dada bagian depan, samping dan belakang untuk adanya
trauma tumpul/tajam,luka, lecet, memar, ruam , ekimosiss, bekas luka, frekuensi dan
kedalaman pernafsan, kesimetrisan expansi dinding dada, penggunaan otot pernafasan
tambahan dan ekspansi toraks bilateral, apakah terpasang pace maker, frekuensi dan
irama denyut jantung, (lombardo, 2013). Palpasi : seluruh dinding dada untuk adanya
trauma tajam/tumpul, emfisema subkutan, nyeri tekan dan krepitasi.
Perkusi : untuk mengetahui kemungkinan hipersonor dan keredupan.
Auskultasi : suara nafas tambahan (apakah ada ronki, wheezing, rales) dan bunyi jantung
(murmur, gallop, friction rub).
i. Abdomen
Cedera intra-abdomen kadang-kadang luput terdiagnosis, misalnya pada keadaan cedera
kepala dengan penurunan kesadaran, fraktur vertebra dengan kelumpuhan (penderita
tidak sadar akan nyeri perutnya dan gejala defans otot dan nyeri tekan/lepas tidak
ada). Inspeksi abdomen bagian depan dan belakang, untuk adanya trauma tajam,
19
tumpul dan adanya perdarahan internal, adakah distensi abdomen, asites, luka, lecet,
memar, ruam, massa, denyutan, benda tertusuk, ecchymosis, bekas luka , dan stoma.
Auskultasi bising usus, perkusi abdomen, untuk mendapatkan, nyeri lepas (ringan).
Palpasi abdomen untuk mengetahui adakah kekakuan atau nyeri tekan,
hepatomegali,splenomegali,defans muskuler,, nyeri lepas yang jelas atau uterus yang
hamil. Bila ragu akan adanya perdarahan intra abdominal, dapat dilakukan
pemeriksaan DPL (Diagnostic peritoneal lavage, ataupun USG (Ultra Sonography).
Pada perforasi organ berlumen misalnya usus halus gejala mungkin tidak akan
nampak dengan segera karena itu memerlukan re- evaluasi berulang kali.
Pengelolaannya dengan transfer penderita ke ruang operasi bila diperlukan (Tim
YAGD 118, 2012).
j. Pelvis (perineum/rectum/vagina)
k. Cedera pada pelvis yang berat akan nampak pada pemeriksaan fisik (pelvis menjadi
stabil), pada cedera berat ini kemungkinan penderita akan masuk dalam keadaan syok,
yang harus segera diatasi. Bila ada indikasi pasang PASG/ gurita untuk mengontrol
perdarahan dari fraktur pelvis (Tim YAGD 118, 2012).
l. Ektremitas
Pemeriksaan dilakukan dengan look-feel-move. Pada saat inspeksi, jangan lupa untuk
memriksa adanya luka dekat daerah fraktur (fraktur terbuak), pada saat pelapasi
jangan lupa untuk memeriksa denyut nadi distal dari fraktur pada saat menggerakan,
jangan dipaksakan bila jelas fraktur. Sindroma kompartemen (tekanan intra
kompartemen dalam ekstremitas meninggi sehingga membahayakan aliran darah),
mungkin luput terdiagnosis pada penderita dengan penurunan kesadaran atau
kelumpuhan (Tim YAGD 118, 2012). Inspeksi pula adanya kemerahan, edema, ruam,
lesi, gerakan, dan sensasi harus diperhatikan, paralisis, atropi/hipertropi otot,
kontraktur, sedangkan pada jari-jari periksa adanya clubbing finger serta catat adanya
nyeri tekan, dan hitung berapa detik kapiler refill (pada pasien hypoxia lambat s/d 5-
15 detik.
m. Neurologis
Pemeriksaan neurologis yang diteliti meliputi pemeriksaan tingkat kesadaran, ukuran dan
reaksi pupil, oemeriksaan motorik dan sendorik. Peubahan dalam status neirologis
dapat dikenal dengan pemakaian GCS. Adanya paralisis dapat disebabakan oleh
kerusakan kolumna vertebralis atau saraf perifer. Imobilisasi penderita dengan short
atau long spine board, kolar servikal, dan alat imobilisasi dilakukan samapai terbukti
tidak ada fraktur servikal. Kesalahan yang sering dilakukan adalah untuk melakukan
fiksasai terbatas kepada kepala dan leher saja, sehingga penderita masih dapat
20
bergerak dengan leher sebagai sumbu. Jelsalah bahwa seluruh tubuh penderita
memerlukan imobilisasi. Bila ada trauma kepala, diperlukan konsultasi neurologis.
Harus dipantau tingkat kesadaran penderita, karena merupakan gambaran perlukaan
intra cranial. Bila terjadi penurunan kesadaran akibat gangguan neurologis, harus
diteliti ulang perfusi oksigenasi, dan ventilasi.
Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan lanjutan hanya dilakukan setelah ventilasi dan hemodinamika penderita
dalam keadaan stabil (Diklat RSUP Dr. M.Djamil, 2014). Dalam melakukan
secondary survey, mungkin akan dilakukan pemeriksaan diagnostik yang lebih
spesifik seperti :
a. Endoskopi
Pemeriksaan penunjang endoskopi bisa dilakukan pada pasien dengan perdarahan dalam.
Dengan melakukan pemeriksaan endoskopi kita bisa mngethaui perdarahan yang
terjadi organ dalam. Pemeriksaan endoskopi dapat mendeteksi lebih dari 95% pasien
dengan hemetemesis, melena atau hematemesis melena dapat ditentukan lokasi
perdarahan dan penyebab perdarahannya (Djumhana, 2014).
b. Bronkoskopi
Bronkoskopi adalah tindakan yang dilakukan untuk melihat keadaan intra bronkus dengan
menggunakan alat bronkoskop. Prosedur diagnostik dengan bronkoskop ini dapat
menilai lebih baik pada mukosa saluran napas normal, hiperemis atau lesi infiltrat
yang memperlihatkan mukosa yang compang-camping. Teknik ini juga dapat menilai
penyempitan atau obstruksi akibat kompresi dari luar atau massa intrabronkial, tumor
intra bronkus. Prosedur ini juga dapat menilai ada tidaknya pembesaran kelenjar getah
bening, yaitu dengan menilai karina yang terlihat tumpul akibat pembesaran kelenjar
getah bening subkarina atau intra bronkus (Parhusip, 2014).
c. CT Scan
CT-scan merupakan alat pencitraan yang di pakai pada kasus-kasus emergensi seperti
emboli paru, diseksi aorta, akut abdomen, semua jenis trauma dan menentukan
tingkatan dalam stroke. Pada kasus stroke, CT-scan dapat menentukan dan
memisahkan antara jaringan otak yang infark dan daerah penumbra. Selain itu, alat ini
bagus juga untuk menilai kalsifikasi jaringan. Berdasarkan beberapa studi terakhir,
CT-scan dapat mendeteksi lebih dari 90 % kasus stroke iskemik, dan menjadi baku
emas dalam diagnosis stroke (Widjaya, 2015). Pemeriksaaan CT. scan juga dapat
mendeteksi kelainan-kelainan seerti perdarahan diotak, tumor otak, kelainan-kelainan
tulang dan kelainan dirongga dada dan rongga perur dan khususnya kelainan
21
pembuluh darah, jantung (koroner), dan pembuluh darah umumnya (seperti
penyempitan darah dan ginjal (ishak, 2013).
d. USG
Ultrasonografi (USG) adalah alat diagnostik non invasif menggunakan gelombang suara
dengan frekuensi tinggi diatas 20.000 hertz (>20 kilohertz) untuk menghasilkan
gambaran struktur organ di dalam tubuh. Manusia dapat mendengar gelombang suara
20-20.000 hertz .Gelombang suara antara 2,5 sampai dengan 14 kilohertz digunakan
untuk diagnostik. Gelombang suara dikirim melalui suatu alat yang disebut transducer
atau probe. Obyek didalam tubuh akan memantulkan kembali gelombang suara yang
kemudian akan ditangkap oleh suatu sensor, gelombang pantul tersebut akan direkam,
dianalisis dan ditayangkan di layar. Daerah yang tercakup tergantung dari rancangan
alatnya. Ultrasonografi yang terbaru dapat menayangkan suatu obyek dengan
gambaran tiga dimensi, empat dimensi dan berwarna. USG bisa dilakukan pada
abdomen, thorak (Lyandra, Antariksa, Syaharudin, 2012).
e. Radiologi
Radiologi merupakan salah satu pemeriksaan penunjang yang dilakukan di ruang gawat
darurat. Radiologi merupakan bagian dari spectrum elektromagnetik yang
dipancarkan akibat pengeboman anoda wolfram oleh electron-elektron bebas dari
suatu katoda. Film polos dihasilkan oleh pergerakan electron-elektron tersebut
melintasi pasien dan menampilkan film radiologi. Tulang dapat menyerap sebagian
besar radiasi menyebabkan pajanan pada film paling sedikit, sehingga film yang
dihasilkan tampak berwarna putih. Udara paling sedikit menyerap radiasi,
meyebabakan pejanan pada film maksimal sehingga film nampak berwarna hitam.
Diantara kedua keadaan ekstrem ini, penyerapan jaringan sangat berbeda-beda
menghasilkan citra dalam skala abu-abu. Radiologi bermanfaat untuk dada, abdoment,
sistem tulang: trauma, tulang belakang, sendi penyakit degenerative, metabolic dan
metastatik (tumor). Pemeriksaan radiologi penggunaannya dalam membantu diagnosis
meningkat. Sebagian kegiatan seharian di departemen radiologi adalah pemeriksaan
foto toraks. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya pemeriksaan ini. Ini karena
pemeriksaan ini relatif lebih cepat, lebih murah dan mudah dilakukan berbanding
pemeriksaan lain yang lebih canggih dan akurat (Ishak, 2012).
f. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Secara umum lebih sensitive dibandingkan CT Scan. MRI juga dapat digunakan pada
kompresi spinal. Kelemahan alat ini adalah tidak dapat mendeteksi adanya emboli
paru, udara bebas dalam peritoneum dan faktor. Kelemahan lainnya adalah prosedur
pemeriksaan yang lebih rumit dan lebih lama, hanya sedikit sekali rumah sakit yang
22
memiliki, harga pemeriksaan yang sangat mahal serta tidak dapat diapaki pada pasien
yang memakai alat pacemaker jantung dan alat bantu pendengaran (Widjaya,2012).
23
Subjektif : perubahan sensasi
24
Intervensi
26
Implementasi
Tindakan keperawatan (implementasi) adalah diskripsi untuk perilaku yang
diharapkan dari klien atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat sesuai dengan apa
yang direncanakan (Merilynn E. Doenges, 2014). Implementasi pada klien Cedera Kepala
sedang meliputi pencapaian perfusi jaringan serebral adekuat, status nutrisi adekuat,
pencegahan cedera, penigkatan fungsi kognitif, koping keluarga efektif, peningkatan
pengetahuan tentang proses rehabilitasi dan pencegahan komplikasi (Merilynn E. Doenges,
2014).
Evaluasi
Evaluasi adalah hasil yang didapatkan dengan menyebutkan item-item atau perilaku
yang diamati dan dipantau, untuk menentukan pencapaian hasil dalam jangka waktu yang
telah ditentukan (Merilynn E. doenges, 2014). Evaluasi bertujuan untuk menilai hasil akhir
dari seluruh intervensi keperawatan yang telah dilakukan, dengan cara yang
berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya, dituliskan dalam
catatan perkembangan yang berfungsi untuk mendokumentasian keadaan klien, baik berupa
keberhasilan maupun ketidakberhasilan berdasarkan masalah yang ada.
Evaluasi ini dapat bersifat formatif yaitu evaluasi yang dilakukan secara terus
menerus, untuk menilai hasil tindakan yang dilakukan, yang juga disebut tujuan jangka
pendek. Dan dapat pula bersifat sumatif yaitu evaluasi yang dilakukan sekaligus pada akhir
dari semua tindakan keperawatan, yang disebut dengan mengevaluasi pencapaian tujuan
jangka panjang. Hasil yang diharapkan dari tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien
dengan cedera kepala sedang adalah tidak ada tanda-tanda peningkatan intra kranial seperti
tekanan darah meningkat, denyut nadi lambat, pernapasan dalam dan lambat, pupil melebar,
reflek terhadap cahaya negatif, kesadaran memburuk.
Yang diharapkan adalah pasien mampu dan pulih setelah pasca akut dalam
mempertahankan fungsi gerak, tidak terjadi dekubitus, mampu melaksanakan aktivitas
sedang, tidak terdapat tanda-tanda infeksi seperti rubor, dolor, kalor, tumor. Klien tampak
tenang dan nyeri hilang, klien dapat beristirahat dengan tenang.
27
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Tanggal Pengkajian : 19 September 2021
Jam : 08.00
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Umur : 45 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/ Bangsa : Jawa /Indonesia
Agama : Islam
Status : Kawin
Pekerjaan : Ibu Rumah tangga
Pendidikan : SD
Bahasa yang digunakan : Jawa
Alamat : Batur rt 2 rw 3 Banjarnegara
Tanggal MRS : 18 September 2021
Cara masuk : BPJS
Diagnosa Medis : Hifema
Alasan dirawat : Nyeri pada kedua matanya
PENGKAJIAN PRIMER
Airway (jalan nafas)
Jalan napas paten, tidak ada sumbatan
Breathing (pernafasan)
Gerakan dada simetris, tidak merasakan sesak, frekuensi 20x/menit, irama teratur, tidak ada reflek
batuk, tidak ada sputum, suara napas wheezing, SpO2 99%
Circulation (Sirkulasi)
Nadi 75x/menit, irama teratur, denyut kuat, TD 110/70MmHg, ekstermitas hangat, warna kulit
kemerahan, terdapat nyeri dada, tidak ada perdarahan, capillary refiil < 2 detik, tidak ada edema
28
Disability
GCS : E4M5V6
Eksposure/Environment/Even
Tidak terdapat luka dan tidak ada jejas, suhu pasien 37o C
RIWAYAT KEPERAWATAN
Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan Nyeri pada kedua matanya.
P : nyeri pada kedua matanya
Q : seperti ditekan
R : di kedua mata
S :5
T : hilang timbul
Riwayat Kesehatan sekarang
Selama kurang lebih 3 hari sebelum masuk rumah sakit, Pasien merasa nyeri pada kedua matanya,
Kemudian suami klien memberi obat tetes tetapi tidak ada efeknya juga. Sehingga suami pasien
memutuskan untuk membawa klien kerumah sakit pada tanggal 18 September 2021 jam 11.00 WIB
melalui IGD. Kemudian pasien dibawa ke IGD RSUD Assuyutiyah dengan hasil TTV : Suhu :37o C
Nadi :75 x/menit, RR:20 x menit, Tekanan darah:110/70 mmHg.
Riwayat kesehatan dahulu
Pasien mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit menular
Riwayat Kesehatan Keluarg
Pasien mengatakan keluarganya tidak ada yang mempunyai penyakit menurun/ menular seperti DM,
HIV,AIDS, HEPATITIS
Keadaaan kesehatan lingkungan
Pasien mengatakan lingkungan disekitar bersih
Genogram
29
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : Tampak lemah
2. Kesadaran : Composmentis. GCS : 15 E : 4 , M : 6 , V : 5
3. Tanda – tanda Vital
Suhu :37o C
Nadi :75 x/menit
RR :20 x menit
Tekanan darah :110/70 mmHg
4. BB : 54 Kg TB : 160 cm IMT: 54(1.60 x 160) = 13.8
5. Kepala : Simetris, bentuk kepala mesochepal, tidak ada lesi, distribusi rambut merata, tidak ada
nyeri tekan, warna rambut hitam,.
Mata : Bola mata simestris, konjungtiva tidak anemis, sclera putih ,
Hidung : Simetris , tidak ada poolip, tidak ada nyeri tekan, tidak menggunakan alat bantu O2
Mulut : Mukosa kering dan pecah-pecah, tidak berbau, dan tidak Caries
Telinga : Simestris anatara kanan dan kiri , tidak ada serumen ,tidak ada serumen,tidak ada lesi,
tidak menggunakan alat bantu pendengaran, tidak ada nyeri tekan.
6. Leher : Tidak ada pembesaran tyroid, tidak ada pembesaran kelenjar limfe , tidak ada lesi, tidak
ada nyeri tekan.
7. Dada
Paru – paru :
I : Simetris , tidak ada lesi, tidak ada jaringan parut, frekuensi pernapasan 20 x/menit
Pa : Terdapat nyeri tekan , focal fremitus antar lapung paru kanan dan kiri normal
Pe : Resonan
A : Terdengar suara vesikuler diseluruh lapang paru
Jantung
I : Iktus cardis tidak terlihat
Pa : Iktus kardis teraba pada intercposta ke 5 kiri
Pe : Sonor, pada intercosta ke 4,5 ,dan 6
A : S1 dan S2 terdengar murni
8. Abdomen
I : Simetris tidak ada lesi
30
A : Perislaltis usus 12 x/menit
Pa : Tidak ada nyeri tekan
Pe : Timpani
9. Ektremitas
Atas : Tangan kiri dan kanan dapat bergerak dengan normal, tidak ada edema
Bawah : Tidak edema, tidak ada lesi , kaki kanan dan kiri dapat bergerak dengan normal
5 5
5 5
ANALISA DATA
Nama : Ny. S No. CM : 807xxx
Umur : 45Tahun ruang : Bougenville III
33
PROBLEM LIST
Nama : Ny. S No. CM : 807xxx
Umur :45Tahun Ruang : Bougenville III
34
NURSING CARE PLAN
Nama : Ny. S No. CM : 807xxx
Umur : 45Tahun ruang : Bougenville III
35
NURSING NOTE
36
12.15 iii 1. Periksa status metal, S : Pasien mengatakan
status sensori, dan nyeri pada mata
tingkat kenyamanan O : klien tampak meringis
37
PROGRESS NOTE
Nama : Ny. S No. CM : 807xxx
Umur : 45Tahun ruang : Bougenville III
38
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan perlukaan
mata. Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan
bahkan kehilangan mata. Trauma mata dibagi menjadi beberapa macam yaitu: 1. Fisik atau
Mekanik a. Trauma Tumpul b. Trauma Tajam c. Trauma Peluru 2. Khemis a. Trauma basa b.
Trauma asam 3.Trauma Radiasi Elektromagnetik Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan
pada trauma mata yaitu pemeriksaan radiologi, pemeriksaan “Computed Tomography” (CT),
pengukuran tekanan iol dengan tonography, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
kultur.
Trauma mata dapat dicegah dan diperlukan penerangan kepada masyarakat untuk
menghindarkan terjadinya trauma pada mata, seperti : 1. Trauma tumpul akibat kecelakaan
tidak dapat dicegah, kecuali trauma tumpul perkelahian. 2. Diperlukan perlindungan pekerja
untuk menghindarkan terjadinya trauma tajam. 3. Setiap pekerja yang sering berhubungan
dengan bahan kimia sebaiknya mengerti bahan apa yang ada ditempat kerjanya. 4. Pada
pekerja las sebaiknya menghindarkan diri terhadap sinar dan percikan bahan las dengan
memakai kaca mata. 5. Awasi anak yang sedang beramain yang mungkin berbahaya untuk
matanya.
B. Saran
Diharapkan perawat mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat dan benar
sehingga klien dengan trauma mata bisa segera ditangani dan diberikan perawatan yang
tepat. Perawat juga diharuskan bekerja secara profesional sehingga meningkatkan pelayanan
untuk membantu kilen dengan trauma mata.
39
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J. (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2. Jakarta : EGC
Doengoes, Marylin E., 1989, Nursing Care Plans, USA Philadelphia: F.A Davis Company.
Darling, V.H. & Thorpe, M.R. (1996). Perawatan Mata. Yogyakarta : Yayasan Essentia
Media.
Ilyas, Sidarta. (2000). Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : FKUI Jakarta.
Wijana, Nana. (1983). Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : FKUI Jakarta
http:///www.rusdi .blogspot.com
https://wssww.academia.edu/37335656/MAKALAH_TRAUMA
40