Anda di halaman 1dari 15

FILSAFAT ILMU

DRAFT BAB 1 TESIS


“EFEKTIVITAS PELATIHAN EMPATI UNTUK MENINGKATKAN
KEPERCAYAAN DALAM MENJALANI HUBUNGAN PERNIKAHAN JARAK
JAUH PADA DEWASA AWAL”

Disusun oleh :
Cyntia Marcellyna / 154117511

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SURABAYA
2018
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Masa dewasa awal adalah salah satu tahap perkembangan dimana individu

berada pada rentang usia 18-40 tahun (Hurlock, 1980). Pada masa dewasa awal,

individu akan memfokuskan relasi interpersonal mereka pada hubungan yang

lebih intim dengan lawan jenis (Duvall dalam Amanah, 2015). Selain itu,

berdasarkan teori psikososial yang dikemukakan oleh Erik Erikson yaitu

keintiman sangatlah penting dan individu dewasa muda diharapkan sudah

mampu membangun hubungan yang dekat dan siap berkomitmen dengan lawan

jenis (Papalia dkk, dalam Naibaho & Virlia, 2016). Masa dewasa awal ini memiliki

beberapa tugas perkembangan, diantaranya adalah mencari pasangan hidup

(Havighurst dalam Monks, 2001). Dikatakan juga bahwa kebanyakan individu

pada dewasa awal akan menikah dan menjadi orangtua (Papalia, Olds, &

Feldman, 2001; Santrok, 2002). Havighurst (dalam Supatmi & Masykur, 2018)

juga mengatakan bahwa tugas perkembangan masa dewasa awal yaitu mulai

bekerja, memilih pasangan, belajar hidup dengan tunangan, mulai membina

keluarga, mengasuh anak, dan mengelola rumah tangga.

Pernikahan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1/1974,

Bab I, pasal I adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita

sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Walgito dalam Yulianti, 2015). Olson &
Defrain (dalam Jannah, 2013) juga mendefinisikan pernikahan sebagai komitmen

yang legal antara dua orang untuk berbagi kedekatan fisik dan emosional,

berbagai macam tugas, serta sumber perekonomian. Dalam suatu pernikahan,

pasangan suami istri akan berusaha untuk mengelola rumah tangganya seperti

menyesuaikan diri dan bekerja sama dengan pasangan hidup masing-masing

(Havighurst dalam Ramadhini & Hendriani, 2015). Selain itu cinta, rasa hormat,

kepercayaan, dan komunikasi juga adalah hal yang sangat penting bagi

kehidupan berkeluarga (Erus & Canel, 2016).

Seiring dengan meningkatnya kebutuhan hidup berkeluarga, tingginya

persaingan dalam meniti karir, serta pendidikan yang sedang dijalani membuat

pasangan suami istri seringkali harus tinggal terpisah (Magnuson & Norem dalam

Ramadhini & Hendriani, 2015). Sebuah pernikahan dimana pasangan suami istri

tidak dapat tinggal bersama dan terpisah secara fisik karena berbagai faktor

disebut dengan long distance marriage (pernikahan jarak jauh) (Ramadhini &

Hendriani, 2015). Holmes (dalam Ramadhini & Hendriani, 2015) juga menyatakan

bahwa long distance marriage merupakan ikatan pernikahan dimana pasangan

suami istri dipisahkan oleh jarak fisik yang tidak memungkinkan adanya

kedekatan secara fisik untuk periode waktu tertentu. Data dari Long Distance

Relationship menyebutkan bahwa sekitar 1/3 dari pasangan menikah di kota-

kota besar di seluruh dunia hidup terpisah dikarenakan komitmen pekerjaan,

studi, dan militer.

Menurut Gerstel dan Gross (dalam Ponzetti, 2003) terdapat beberapa


karakteristik yang membedakan pasangan pernikahan jarak jauh dengan

pasangan pernikahan pada umumnya, yaitu (1) lama pasangan suami istri yang

tinggal terpisah, mulai dari tiga bulan hingga 14 tahun; (2) jarak perpisahan yang

dijalani pasangan pernikahan jarak jauh yaitu antara 40 - 270 mil; (3) bentuk

perpisahan yang dijalani yaitu salah satu pasangan tinggal di rumah utama dan

pasangan lainnya tinggal di tempat yang berbeda; serta (4) kembali pada

pasangan paling sering setiap akhir pekan dan paling jarang hanya sekitar

beberapa hari dalam satu bulan. Selain itu terdapat dua tipe pasangan yang

menjalani pernikahan jarak jauh, yaitu (1) pasangan adjusting adalah pasangan

suami istri dengan usia perniakahan cenderung lebih muda serta menjalani

pernikahan jarak jauh di awal pernikahan dan memiliki sedikit atau bahkan tidak

memiliki anak; (2) pasangan established adalah pasangan suami istri yang usia

pernikahan lebih tua yang telah lama bersama dalam kehidupan pernikahan dan

memiliki anak yang sudah dewasa bahkan telah keluar dari rumah. Menurut

pendapat Gerstel & Gross (dalam Ponzetti, 2003) pasangan established

cenderung lebih sedikit mengalami tekanan dan stres dalam kehidupan

pernikahan jarak jauhnya jika dibandingkan dengan pasangan adjusting karena

lebih dahulu tinggal bersama dalam waktu yang lama sehingga kepercayaan

pasangan cenderung lebih besar. Pasangan adjusting juga akan memiliki masalah

utama yaitu kepercayaan karena mereka mengalami pernikahan jarak jauh di

awal pernikahan sehingga kedua pasangan belum memiliki keyakinan dan

kepercayaan yang kuat.


Beberapa tantangan yang umumnya terjadi pada pasangan pernikahan

jarak jauh (Walker, 2016), yaitu (1) mempertahankan komitmen antara kedua

pasangan; (2) menunjukkan hubungan atau pasangan pada orang lain; (3)

pengaturan pemenuhan kebutuhan masing-masing pasangan; (4) pengaturan

zona keintiman fisik pada pasangan; (5) membagi waktu dan perhatian antara

pekerjaan dan pasangan; (6) mempertimbangkan kehadiran anak; serta (7)

menjaga kelekatan antara orangtua dan anak.

Pasangan yang menjalani hubungan pernikahan jarak jauh akan kehilangan

rutinitas intimacy mereka atau daily intimacy yang mendorong munculnya

masalah-masalah yang terkait dengan hubungan pernikahan (Amanah, 2015).

Stenberg (dalam Jayanti, 2014) mengatakan bahwa ada beberapa komponen

intimacy diantaranya adalah rasa saling percaya (trust) seperti mampu

mengandalkan pasangan saat dibutuhkan serta bersedia memberikan dan

mengorbankan dirinya dan waktunya pada pasangan. Stafford (dalam Pistole &

Roberts, 2011) juga mengatakan bahwa pasangan suami istri yang tidak tinggal

bersama menyebabkan individu mengalami berbagai kondisi psikologi yang

dirasakan seperti stres, merasa kesepian, cemas, emosi yang kurang stabil, dan

ragu terhadap pasangan. Selain itu, pada pasangan suami istri yang menjalani

hubungan pernikahan jarak jauh cenderung memiliki tingkat kecurigaan dan

kecemburuan yang lebih tinggi (Dewi & Basti, 2008). Kurangnya rasa percaya

sebagai resiko dari pernikahan jarak jauh tersebut mengarahkan pada adanya

persoalan trust pada pasangan yang menjalaninya (Ramadhini & Hendriani,


2015).

Trust adalah kepercayaan pada pasangan untuk bersedia mengambil resiko

terhadap akibat yang baik ataupun buruk, harapan seseorang bahwa

pasangannya akan memperlakukannya dengan baik, dan menerima kepercayaan

pasangan (Winayanti & Widiasavitri, 2016). Selain itu, kepercayaan merupakan

suatu harapan positif, asumsi atau keyakinan yang dipegang seseorang yang

ditujukan pada pasangannya (Yulianti, 2015). Trust mengacu pada tingkat

kepercayaan kita bahwa orang lain akan bertindak sesuai dengan cara yang akan

memenuhi harapan kita (Ponzetti, 2003). Selain itu menurut Itryah (2009)

kepercayaan adalah perasaan saling percaya tanpa menaruh kecurigaan yang

akan membantu tercapainya tujuan komunikasi, penyataan, pendapat serta

komitmen antar pasangan. Sedangkan Jenis-jenis kepercayaan menurut Feldman

(dalam Arida, 2010) yaitu (1) realibility trust adalah rasa percaya yang didasari

pada harapan bahwa pasangan akan melakukan apa yang telah pasangannya

katakan dan (2) emotional trust adalah rasa percaya yang terbentuk karena

adanya ikatan emosional.

Menurut Morrow (2010), trust adalah hal yang penting dalam suatu

hubungan, terutama dalam mempertahankan hubungan jarak jauh. Apabila tidak

terdapat trust, akan sulit membangun hubungan yang benar-benar intim dan

bahagia. Hasil studi juga menemukan bahwa konflik dalam hubungan jarak jauh

dapat muncul karena trust yang rendah. Jika dalam hubungan pernikahan tidak

terdapat rasa saling percaya, maka akan sering terjadi konflik. Trust dianggap
sebagai salah satu komponen yang paling penting dari hubungan cinta (Regan

dkk dalam Ramadhini & Hendriani, 2015). Faktor kecemburuan yang

merepresentasikan kurangnya trust dicatat sebagai salah satu penyebab yang

mendominasi perceraian (Noprizal dalam Ramadhini & Hendriani, 2015).

Menurut Johnson dan Johnson (dalam Naibaho & Virlia, 2016) dalam

perkawinan jarak jauh, rasa percaya menjadi masalah bagi pasangan suami istri

karena kurangnya intensitas bertemu, komunikasi, dan tidak saling mengetahui

apa yang dilakukan oleh pasangannya di tempat yang berjauhan atau berbeda.

Selain itu, Johnson & Johnson (dalam Suryani dan Nurwidawati, 2016)

mengatakan bahwa trust merupakan aspek dalam suatu hubungan dan secara

terus-menerus berubah serta bervariasi yang dibangun melalui rangkaian

tindakan trusting dan trustworthy. Trusting adalah kemauan untuk mengambil

resiko terhadap akibat yang baik ataupun buruk, sedangkan trustworthy adalah

perilaku yang melibatkan penerimaan terhadap kepercayaan orang lain. Elemen

kepercayaan yang paling penting adalah keterbukaan dan saling berbagi.

Tiga komponen utama dalam kepercayaan pada pasangan menurut Rempel

dkk (1985) yaitu ketergantungan (dependability) yang mengacu pada

kepercayaan dalam diri seseorang bahwa pasangan peduli dan memberikan

respon terhadap kebutuhan, tujuan, dan keinginannya. Komponen lainnya

adalah keadaan yang dapat diprediksi (predictability) yaitu keyakinan seseorang

bahwa pasangan akan berperilaku konsisten dan sesuai dengan yang telah

diprediksi. Komponen ini menunjukkan bahwa pasangan akan belajar untuk


memahami perilaku yang lain selama menjalin hubungan bersama. Komponen

ketiga adalah keyakinan (faith) yaitu keyakinan seseornag bahwa pasangan akan

menjaga komitmen dan kesetiaan, dapat dipercaya pada janji yang telah

diberikan serta berani mengambil resiko atau keputusan terkait dengan masa

depan. Sedangkan faktor-faktor yang memengaruhi kepercayaan pada pasangan

menurut Rakhmat (dalam Arida, 2010) yaitu karakteristik serta maksud dari

orang lain, hubungan kekuasaan, sifat dan kualitas komunikasi, sikap menerima,

empati, serta kejujuran.

Baron dan Byrne menyatakan bahwa empati merupakan kemampuan

untuk merasakan keadaan emosional orang lain, merasa simpatik dan mencoba

menyelesaikan masalah dan mengambil perspektif orang lain. Sari (dalam

Fitryani, 2015) juga mengatakan bahwa empati adalah kemampuan individu

untuk menempatkan diri dalam memahami kondisi atau keadaan pikiran, sifat

serta perasaan orang lain, mampu merasakan dan memahami keadaan

emosional orang lain sehingga timbul perasaan toleransi, menghargai perasaan

orang lain, mengendalikan diri, ramah, dan humanis. Myers (dalam Sarwono

2002) juga menyatakan empati adalah hasrat untuk mendorong orang lain tanpa

memikirkan kepentingan sendiri. Selain itu, empati adalah kemampuan

mengidentifikasi status emosional dari orang lain manakala orang tersebut tidak

mampu mengaktualisasikannya dengan perasaan yang sama dan merupakan

prasyarat bagi kekuatan pasangan dalam menjalin komunikasi satu sama lain

(Ridzal, 2017). Empati tidak hanya bermuatan afek, namun juga bermuatan
kognisi, yaitu kesadaran akan perbedaan diri dan orang lain (Ridzal, 2017).

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat diketahui bahwa dalam

hubungan pernikahan jarak jauh akan sangat penting adanya kepercayaan antar

pasangan. Hal tersebut akan meminimalisir terjadinya konflik dalam hubungan

pernikahan jarak jauh tersebut. Hubungan jarak jauh akan memiliki waktu

komunikasi tatap muka secara langsung yang sangat minim, maka sangat penting

adanya empati untuk membangun kepercayaan tersebut. Sehingga peneliti

tertarik untuk memberikan pelatihan empati untuk meningkatkan kepercayaan

dalam menjalani hubungan pernikahan jarak jauh pada dewasa awal.

1.2 Batasan Masalah

Batasan masalah pada penelitian ini yaitu “Meningkatkan Kepercayaan

dalam Menjalani Hubungan Pernikahan Jarak Jauh”. Bentuk intervensi yang akan

digunakan adalah dengan memberikan “Pelatihan Empati”. Subjek pada

penelitian ini adalah pasangan suami istri yang berada pada usia dewasa awal

(18-40 tahun) dengan usia pernikahan dibawah 5 tahun dan belum memiliki

anak. Pernikahan yang dipilih adalah pernikahan dengan hubungan jarak jauh

atau pasangan suami-istri yang tinggal berbeda kota dan hanya bertemu minimal

1 kali dalam 1 bulan.

1.3 Rumusan Masalah

1) Bagaimanakah gambaran dan tingkat kepercayaan pada individu

dewasa awal yang menjalani hubungan pernikahan jarak jauh ?


2) Bagaimanakah efektivitas pelatihan empati terhadap tingkat

kepercayaan pada individu yang menjalani hubungan pernikahan jarak

jauh ?

1.4 Tujuan Penelitian

1) Untuk mendapatkan data bagaimana gambaran dan tingkat

kepercayaan pada individu dewasa awal yang menjalani hubungan

pernikahan jarak jauh.

2) Untuk melihat bagaimana keefektifan pelatihan empati untuk

meningkatkan kepercayaan pada individu yang menjalani hubungan

pernikahan jarak jauh.

1.5 Manfaat Penelitian

1) Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan atau

rujukan bagi peneliti selanjutnya yang memusatkan perhatian terhadap

permasalahan yang sama. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat

menambah pengetahuan tentang efektivitas pelatihan empati untuk

meningkatkan kepercayaan dalam menjalani hubungan pernikahan jarak

jauh pada dewasa awal, sesuai dengan topik permasalahan pada penelitian

ini.
2) Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini dapat bermanfaat diantaranya :

a. Bagi pasangan suami-istri yang menjalani hubungan pernikahan

jarak jauh : sebagai bahan pertimbangan bagi pasangan suami istri

agar dapat melatih empati dalam meningkatkan kepercayaan

dalam menjalani hubungan pernikahan jarak jauh.

b. Bagi konselor pernikahan : sebagai panduan bagi para konselor

pernikahan dalam memberikan pelatihan empati untuk dapat

membantu pasangan suami istri yang menjalani pernikahan jarak

jauh.

c. Bagi peneliti selanjutnya : pengembangan panduan pelatihan

empati ini dapat dilanjutkan untuk meningkatkan kepercayaan

pada dewasa awal yang menjalani hubungan pernikahan jarak

jauh.
PUSTAKA ACUAN

Amanah, Mutiara. (2015). Gambaran Trust Pada Pasangan Suami-Istri yang


Menjalani Commuter Marriage Tipe Adjusting dengan Usia Pernikahan 0-5
Tahun. Diunduh dari http://repository.unpad.ac.id/20869/1/Jurnal-
Mutiara-Amanah-190110110094.pdf

Baron, R. A. & Byrne, D. (2005). Psikologi sosial (10th ed.). Jakarta : Erlangga.

Chairy, Liche Seniati. Psikologi Perkawinan. Diunduh dari


http://staff.ui.ac.id/system/files/users/liche/material/psikologiperkawinan-
liche.pdf

Dewi, Eva Meizara Puspita dan Basti. (2008). Konflik Perkawinan dan Model
Penyelesaian Konflik Pada Pasangan Suami Istri. Jurnal Psikologi (2)1.

ERUS, Arş. Gör. Seher Merve & CANEL, Yrd. Doç. Dr. Azize Nilgün. (2016).
Perceived Problem Solving Skills of Married Couples Predicting Self-Efficacy
Beliefs Towards Their Marriages. Kalem Eğitim ve İnsan Bilimleri Dergisi, 6
(1), 129-159.

Han, Guo Hong & Harms, Peter D. (2010). Team Identification, Trust & Conflict : A
Mediation Model. University of Nebraska.

Hurlock, E.B. (1980). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang


Rentang Kehidupan (ed 5th). Jakarta: Erlangga.

Itryah. (2009). Hubungan Antara Kepercayaan Antar Pasangan Dan Lamanya Usia
Perkawinan Dengan Penyesuaian Perkawinan. Jurnal Ilmiah PSYCHE, 3 (1),
35.
Jannah, Devi Khairatul. (2013). Faktor Penyebab dan Dampak Perselingkuhan
Dalam Pernikahan Jarak Jauh. Diunduh dari
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=123334&val=5545

Jayanti, Indah Sundari. (2014). Studi Deskriptif Mengenai Cinta (Intimacy,


Passion, dan Commitment) Pada Pasangan Suami-Istri Yang
Menjalani Commuter Marriage Tipe Adjusting Couple. Diunduh dari
http://repository.unpad.ac.id/19284/1/Studi-Deskriptif-Mengenai-Cinta-
Intimacy-Passion-Dan-Commitment.pdf

Monks, F.J., Knoers, A.M.P dan Hardianto S.R. (2001). Psikologi Perkembangan :
Pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press.

Naibaho, Saira Lastiar dan Virlia, Stefani. (2016). Rasa Percaya Pada Pasutri
Perkawinan Jarak Jauh. Jurnal Psikologi Ulayat (3)1, Juni.

Papalia, D.E., Olds, S.W., & Fieldman, R.D. (2009). Human Development (ed
10th). Jakarta : Salemba Humanika.

Pistole, M. Carole & Roberts, Amber. (2011). Measuring Long-Distance Romantic


Relationships : A Validity Study. Diunduh dari
https://scholarworks.gvsu.edu/cgi/viewcontent.cgi?
article=1001&context=counseling_articles

Ponzetti, James.J. (2003). International Encyclopedia of Marriage and Family (ed


2nd). United State of America : Macmillan Reference.

Ramadhini, Safitri dan Hendriani, Wiwin. (2015). Gambaran Trust pada Wanita
Dewasa Awal yang Sedang Menjalani Long Distance Marriage. Jurnal
Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental 4(1) April.
Rempel, J.K; Holmes, J. G; & Zanna, M. P. (1985). Trust in close relationships.
Journal of Personality and Social Psychology, 49, 95-112.

Ridzal, Anna Rozana Syamsoul. (2017). Rancangan Pelatihan Empati Terhadap


Kemampuan Berkomunikasi Intim Pada Pasangan Suami Istri. Journal of
Psychological Research, 69-78.

Santrock, J.W. (2002). A Topical approach to life-span development. Boston :


McGraw Hill.

Sarwono, S. W. (2002). Psikologi Sosial, Individu dan Teori-Teori Psikologi Sosial.


Jakarta: Balai Pustaka.

Supatmi, Inggit dan Masykur, Achmad Mujab. (2018). “Ketika Berjauhan Adalah
Sebuah Pilihan” Studi Fenomenologi Pengalaman Istri Pelaut yang
Menjalani Pernikahan Jarak Jauh (Long Distance Marriage). Jurnal Empati
(7)1, hal 288-294.

Suryani, Ana dan Nurwidawati, Desi. (2016). Self Disclosure dan Trust Pada
Pasangan Dewasa Muda yang Menikah dan Menjalani Hubungan Jarak
Jauh. Jurnal Psikologi Teori dan Terapan (7)1, hal. 9-15.

The Center for Study of Long Distance Relationships. (2015). Do LDRs work? Do
Long Distance Relationships work? Diunduh dari
http://www.longdistancerelationships.net.htm#Do_LDRs_work_Dolong_di
stance_relationship_work

Winayanti, Ratna Devy & Widiasavitri, Putu Nugrahaeni. (2016). Hubungan


Antara Trust dengan Konflik Interpersonal Pada Dewasa Awal yang
Menjalani Hubungan Pacaran Jarak Jauh. Jurnal Psikologi Udayana, 3(1),
10-19.
Yulianti, Alma. (2015). Emosional Distress dan Kepercayaan Terhadap Pasangan
yang Menjalani Commuter Marriage. Diunduh dari
http://mpsi.umm.ac.id/files/file/21-25%20Alma%20Yulianti.pdf

Anda mungkin juga menyukai