Anda di halaman 1dari 3

Nama : Rezki Pratama

NIM : 23323087
Mata Kuliah : Pendidikan Kewarganegaraan
Semester : 1 (Ganjil)
Minggu Ke : 12
Tugas Ke : 11

1.Konsep dan Urgensi Wawasan Nusantara


Wawasan Nusantara bisa kita bedakan dalam dua pengertian yakni pengertian
etiomologis dan pengertian terminologi. Secara etimologi, kata Wawasan Nusantara berasal
dari dua kata wawasan dan nusantara. Wawasan dari kata wawas (bahasa Jawa) yang artinya
pandangan. Sementara kata “nusantara” merupakan gabungan kata nusa yang artinya pulau dan
antara. Kata ”nusa” dalam bahasa Sanskerta berarti pulau atau kepulauan.
Berdasar pengertian terminologis, wawasan nusantara merupakan pandangan bangsa
Indonesia terhadap lingkungan tempat berada termasuk diri bangsa Indonesia itu sendiri. Ciri
yang dimiliki suatu daerah dapat digunakan sebagai pandangan atau sebutan orang terhadap
wilayah tersebut. Misal, daerah Pacitan yang banyak goa-goanya dikenal sebagai kota Seribu
Goa, dan Bogor dikenal sebagai kota Hujan.
Untuk membangun semangat kebangsaan dan cinta tanah air, meskipun tampak bahwa
wilayah Indonesia itu terdiri dari banyak pulau dengan lautan yang luas, wilayah Indonesia itu
tetap merupakan satu kesatuan, sebagai satu wilayah. Meskipun juga tampak bahwa bangsa
Indonesia itu terdiri dari beragam suku dengan latar belakang yang berbeda, bangsa Indonesia
itu tetap merupakan satu kesatuan, sebagai satu bangsa. Jadi, bangsa Indonesia memandang
wilayah dan bangsa yang ada di dalamnya sebagai satu kesatuan. Itulah esensi atau hakikat dari
wawasan nusantara. Hakikat atau esensi wawasan nusantara adalah “persatuan bangsa dan
kesatuan wilayah”. Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia
mengenai diri dan lingkungannya, dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta
kesatuan wilayah dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

2. Alasan Perlunya Wawasan Nusantara


Konsep Wawasan Nusantara memegang peranan yang sangat penting bagi Indonesia,
negara kepulauan yang kaya akan keberagaman suku, budaya, dan tradisi. Pertama, konsep ini
menekankan pada kesatuan dan keutuhan nasional dan daerah, sehingga memperkuat semangat
solidaritas antar kelompok dan daerah di Indonesia. Hal ini penting karena sejarah kolonialisme
telah mencoba memecah belah Indonesia.
Konsep Wawasan Nusantara juga menjadi alat untuk menjawab tantangan sejarah,
dimana dalam kebijakan tersebut digunakan kebijakan memecah belah dan menguasai
nusantara. Melalui rancangan ini, bangsa Indonesia dapat mengatasi tantangan tersebut dan
membangun landasan solidaritas yang lebih kuat. Lebih lanjut, pengakuan internasional
terhadap konsep Wawasan Nusantara melalui forum regional dan internasional, termasuk
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), memberikan legitimasi dan dukungan global terhadap visi
Indonesia tentang kesatuan wilayah dan identitas nasional.
Tanpa konsep Wawasan Nusantara, Indonesia berisiko mengalami perpecahan internal
yang akan melemahkan negara. Identitas nasional juga bisa terkikis sehingga berujung pada
hilangnya rasa memiliki terhadap negara. Selain itu, ancaman eksternal dapat menjadi lebih
nyata karena kurangnya kesatuan dalam menghadapi potensi ancaman militer, ekonomi, dan
budaya.

3. Sumber Historis, Sosiologis, dan Politis tentang Wawasan Nusantara


1. Latar Belakang Historis Wawasan Nusantara
Pada tanggal 13 Desember 1957, Perdana Menteri Ir. H. Djuanda Kartawidjaja
mengeluarkan Deklarasi Djuanda, yang mengubah paradigma mengenai wilayah laut
Indonesia. Deklarasi ini menetapkan bahwa perairan di sekitar, di antara, dan yang
menghubungkan pulau-pulau Indonesia adalah bagian wajar dari wilayah daratan negara ini,
dengan lebar laut teritorial sejauh 12 mil diukur dari garis yang menghubungkan titik-titik
terluar pulau-pulau. Hal ini menjadikan laut di antara pulau bukan lagi sebagai pemisah, tetapi
sebagai penghubung, memperkuat kesatuan wilayah Indonesia.
Sebelumnya, wilayah Indonesia diatur oleh Territoriale Zee en Maritieme Kringen
Ordonantie 1939 (TZMKO 1939) atau Ordonansi 1939 yang dikeluarkan oleh pemerintah
Hindia Belanda. Ordonansi ini menentukan lebar laut 3 mil laut di sekitar setiap pulau, dan laut
di luar batas tersebut dianggap sebagai lautan bebas yang dapat dilayari oleh kapal asing.
Dengan demikian, perairan menjadi pemisah antar-pulau di Indonesia. Namun, setelah
Deklarasi Djuanda, konsep ini berubah, dan laut dianggap sebagai bagian integral dari wilayah
Indonesia.
Konsep Wawasan Nusantara semakin diperkuat dengan dimasukkannya Pasal 25A ke
dalam UUD NRI 1945, yang menyatakan bahwa Indonesia adalah negara kepulauan dengan
batas-batas dan hak-haknya yang ditetapkan melalui undang-undang. Undang-undang No. 4
Prp Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia dan berbagai peraturan perundangan lainnya
dibentuk untuk memperkuat kedaulatan atas wilayah ini.
Dalam upaya mendapatkan pengakuan internasional, Indonesia memperjuangkan
konsepsi Wawasan Nusantara di forum internasional. Puncaknya terjadi pada Konferensi PBB
tanggal 30 April 1982 yang menghasilkan "The United Nation Convention on the Law of the
Sea" (UNCLOS). Melalui UNCLOS 1982, Indonesia diakui sebagai negara kepulauan dan
memiliki wilayah laut yang luas, termasuk perairan teritorial dan zona ekonomi eksklusif.
Konvensi ini kemudian diratifikasi oleh Undang-Undang No. 17 tahun 1985, mengukuhkan
wilayah laut Indonesia mencapai 5,9 juta km2, termasuk zona ekonomi eksklusif yang
mencapai 2,7 juta km2.
2. Latar Belakang Sosiologis Wawasan Nusantara
Sejarah konsepsi Wawasan Nusantara di Indonesia dapat ditelusuri dari wawasan
kewilayahan yang muncul dari Deklarasi Djuanda pada tahun 1957.Perubahan ini menjadi
langkah penting dalam mewujudkan wilayah Indonesia sebagai satu kesatuan, mengatasi
pembagian-pembagian yang sebelumnya ada.
Pada awalnya, konsep ini berkaitan erat dengan pandangan akan kesatuan wilayah, di
mana laut di antara pulau dianggap sebagai penghubung, bukan pemisah. Namun, seiring
dengan tuntutan dan perkembangan zaman, konsepsi Wawasan Nusantara mulai mencakup
lebih dari sekadar pandangan kewilayahan. Melibatkan aspek politik, ekonomi, sosial budaya,
serta pertahanan keamanan, konsep ini menjadi representasi pandangan persatuan sebagai satu
bangsa.
Rumusan GBHN 1998 menggambarkan bahwa Wawasan Nusantara adalah pandangan
dan sikap masyarakat Indonesia terhadap diri sendiri dan lingkungannya, yang menempatkan
persatuan dan kesatuan bangsa sebagai prioritas utama dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
Berdasarkan kondisi sosiologis masyarakat Indonesia yang sebelumnya terpecah belah
oleh penjajah Belanda dan mudah diadu domba melalui kebijakan memecah belah, maka
konsep Wawasan Nusantara berkembang dari visi awal yang mengedepankan “persatuan atau
keutuhan wilayah” dalam visi yang lebih luas, yaitu “persatuan nasional”. Setelah memperoleh
kemerdekaan, Bangsa Indonesia memelopori nasionalisme melalui kebangkitan nasional,
keterlibatan pemuda dan deklarasi kemerdekaan pada tahun 1945.
3. Latar Belakang Politis Wawasan Nusantara
Dari konteks sejarah dan kondisi sosiologi Indonesia, dapat dipahami bahwa Wawasan
Nusantara memegang peranan penting bagi negara ini. Secara politis, Wawasan Nusantara
tidak hanya mencerminkan kepentingan nasional dalam mengembangkan, melestarikan, dan
melindungi suatu kawasan secara utuh, namun juga mencerminkan implementasi cita-cita,
tujuan, dan visi nasional Indonesia.
Wawasan Nusantara yang dimulai dari Deklarasi Djuanda Tahun 1957 diintegrasikan ke
dalam konsepsi politik negara yang dituangkan dalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN)
dan setelah berakhirnya GBHN dimasukkan dalam Pasal 25A UUD 1945. Visi geografis dan
regional merupakan visi yang mencakup bidang politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan
dan keamanan, yang mencerminkan geopolitik bangsa Indonesia.
Geopolitik, studi tentang pengaruh faktor geografis terhadap tindakan politik, diperlukan
untuk memahami bagaimana kebijakan negara dipengaruhi oleh kondisi geografis dan strategi
regional. Banyak teori geopolitik yang ada, seperti teori Halford Mackinder dan Alfred Thayer
Mahan, menawarkan perspektif berbeda mengenai hubungan antara faktor geografis, strategis,
dan politik suatu negara. Pandangan geopolitik bangsa Indonesia tercermin dalam pembukaan
UUD 1945 yang menegaskan bahwa kemerdekaan adalah hak semua bangsa dan penjajahan
harus dihapuskan.
Indonesia memproklamirkan kemerdekaan untuk membentuk pemerintahan negara yang
melindungi seluruh bangsa dan pertumpahan darah, serta memajukan kesejahteraan umum.
Perspektif ini menekankan pada prinsip keadilan sosial dan perdamaian abadi yang
berimplikasi pada partisipasi Indonesia dalam tatanan dunia.

Anda mungkin juga menyukai