Anda di halaman 1dari 3

Nama : Rezki Pratama

NIM : 23323087
Mata Kuliah : Pendidikan Kewarganegaraan
Semester : 1 (Ganjil)
Minggu Ke : 14
Tugas Ke : 14

4. Membangun Argumen tentang Dinamika dan Tantangan Ketahanan Nasional dan Bela
Negara
Pengalaman sejarah bangsa Indonesia telah membuktikan pada kita pada, konsep
ketahanan nasional kita terbukti mampu menangkal berbagai bentuk ancaman sehingga tidak
berujung pada kehancuran bangsa atau berakhirnya NKRI. Setidaknya ini terbukti pada saat
bangsa Indonesia menghadapai ancaman komunisme tahun 1965 dan yang lebih aktual
menghadapi krisis ekonomi dan politik pada tahun 1997-1998. Sampai saat ini kita masih
kuat bertahan dalam wujud NKRI. Bandingkan dengan pengalaman Yugoslavia ketika
menghadapi ancaman perpecahan tahun 1990-an.
Namun demikian, seperti halnya kehidupan individual yang terus berkembang,
kehidupan berbangsa juga mengalami perubahan, perkembangan, dan dinamika yang terus
menerus. Ketahanan nasional Indonesia akan selalu menghadapi aneka tantangan dan
ancaman yang terus berubah.
Ketahanan nasional sebagai kondisi, salah satu wajah Tannas, akan selalu
menunjukkan dinamika sejalan dengan keadaan atau obyektif yang ada di masyarakat kita.
Sebagai kondisi, gambaran Tannas bisa berubah-ubah, kadang tinggi, kadang rendah. Kondisi
Tannas kita, konsepsi ketahanan nasional sebagai kondisi, dianggap rapuh berdasarkan hasil
pengkajian pengukuran Tannas. Ukuran yang digunakan adalah ajaran asta gatra yang
mencakup delapan aspek/ unsur.

5. Mendeskripsikan Esensi dan Urgansi Ketahanan Nasional dan Bela Negara


1. Esensi dan Urgensi Ketahanan Nasional
Esensi dan urgensi ketahanan nasional bagi suatu bangsa dapat diartikan sebagai
kemampuan yang dimiliki oleh negara dan masyarakatnya untuk menghadapi dan mengatasi
berbagai ancaman yang semakin luas dan kompleks. Dalam konteks Indonesia, konsepsi
ketahanan nasional disajikan melalui Asta Gatra, yang terdiri dari tiga gatra alamiah (Tri Gatra)
dan lima gatra sosial (Panca Gatra). Pemikiran ini mencerminkan pandangan bahwa kekuatan
nasional dipengaruhi oleh faktor geografi, sumber daya alam, kemampuan penduduk, ideologi,
politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan.
Beberapa ahli, seperti Morgenthau dan Alfred Thayer Mahan, menekankan faktor-
faktor yang memengaruhi kekuatan nasional, termasuk geografi, sumber daya alam,
kemampuan industri, militer, demografi, karakter nasional, moral nasional, kualitas diplomasi,
dan kualitas pemerintahan. Perspektif ini menggarisbawahi kompleksitas dan
multidimensionalitas ketahanan nasional.
Selain Asta Gatra, para ahli lain, seperti James Lee Ray, Palmer & Perkins, dan
Parakhas Chandra, memberikan kontribusi dengan melihat unsur-unsur lain yang
mempengaruhi ketahanan nasional. Pendekatan ini mencakup potensi demografi, kemampuan
militer, kemampuan ekonomi, strategi nasional, dan kemauan nasional. Sebagian besar faktor
ini dapat diukur dan dipersepsikan oleh negara lain, membentuk gambaran sejauh mana suatu
negara dianggap sebagai kekuatan.
Pentingnya ketahanan nasional dalam konteks Indonesia tercermin dalam pemahaman
terhadap delapan unsur Asta Gatra. Unsur-unsur tersebut mencakup letak geografi, keadaan
dan kekayaan alam, keadaan dan kemampuan penduduk, ideologi, politik, ekonomi, sosial
budaya, serta pertahanan dan keamanan negara. Melalui model ini, ketahanan nasional diukur
secara holistik, mencakup berbagai aspek kehidupan dan budaya yang melibatkan sumber daya
alam, manusia, nilai-nilai, dan sistem pemerintahan.
Dalam mengukur kondisi ketahanan nasional, rumusan kuantitatif dapat digunakan
dengan mempertimbangkan kondisi geografi, demografi, kekayaan alam, sistem ideologi,
sistem politik, sistem ekonomi, sistem sosial budaya, dan sistem pertahanan keamanan.
Namun, perlu diakui bahwa mengukur ketahanan nasional secara holistik adalah tugas yang
kompleks dan memerlukan analisis mendalam terhadap setiap unsur dan aspeknya.
Sebagai contoh, dalam konteks ekonomi, ketahanan ekonomi diukur melalui
kemampuan pulih cepat, kemampuan menahan guncangan, dan kemampuan menghindari
guncangan. Faktor-faktor ini mencerminkan fleksibilitas ekonomi, peredam guncangan, dan
perisai terdepan dari kerentanan ekonomi suatu bangsa.
2. Esensi dan Urgensi Bela Negara
Esensi dan urgensi bela negara menjadi wujud konkret partisipasi warga negara dalam
mempertahankan dan meningkatkan ketahanan nasional Indonesia. Pembelaan negara dapat
diartikan sebagai keterlibatan aktif baik secara fisik maupun nonfisik dalam menghadapi
ancaman dan tantangan terhadap keutuhan dan kedaulatan bangsa. Secara fisik, bela negara
melibatkan partisipasi dalam militer, seperti menjadi anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI)
melalui program Rakyat Terlatih (Ratih), yang mencakup Resimen Mahasiswa (Menwa),
Perlawanan Rakyat (Wanra), Pertahanan Sipil (Hansip), dan lainnya.
Bela negara secara fisik juga mencakup pelatihan dasar kemiliteran yang dapat
dilakukan melalui berbagai organisasi yang terlibat dalam pertahanan dan keamanan. Dalam
situasi darurat perang, elemen Rakyat Terlatih dapat dimobilisasi untuk tugas tempur maupun
teritorial sebagai bentuk dukungan tempur. Meskipun penggunaan wajib militer belum
diterapkan secara luas, konsep cadangan Tentara Nasional Indonesia dengan masa dinas
tertentu telah diakomodasi dalam model ini, di mana rekrutmen dilakukan secara selektif dan
berkesinambungan.
Namun, bela negara tidak hanya terbatas pada aspek fisik. Secara nonfisik, bela negara
melibatkan partisipasi dalam pendidikan kewarganegaraan, pengabdian sesuai dengan profesi,
dan sikap mental spiritual yang memperkuat nilai-nilai kebangsaan. Dalam upaya ini,
pendidikan kewarganegaraan menjadi sarana utama untuk menanamkan semangat kebangsaan
dan cinta tanah air, baik melalui jalur formal di sekolah dan perguruan tinggi maupun jalur
nonformal melalui kegiatan sosial kemasyarakatan.
Bela negara secara nonfisik juga tercermin dalam kehidupan demokratis, di mana menghargai
perbedaan pendapat, tidak memaksakan kehendak dalam memecahkan masalah bersama, dan
berperan aktif dalam kegiatan kemanusiaan menjadi bagian integral dari partisipasi warga
negara. Menyadari kewajiban membayar pajak sebagai sumber pembiayaan negara juga
dianggap sebagai bentuk bela negara nonfisik, terutama dalam mendukung ketahanan nasional
bidang ekonomi.

6. Contoh Bentuk Praktik Kewarganegaraan dalam Rangka Usaha Meningkatkan Ketahanan


Nasional dan Bela Negara Sebagai Mahasiswa dan Bagian dari Masyarakat Sipil
-Mahasiswa dan anggota masyarakat sipil berperan aktif dalam praktik
kewarganegaraan sebagai upaya meningkatkan ketahanan nasional dan bela negara. Salah satu
bentuknya adalah melalui partisipasi dalam pendidikan kewarganegaraan, yang bertujuan
menanamkan nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan semangat
nasionalisme. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui kurikulum formal di sekolah atau
perguruan tinggi, serta melalui kegiatan ekstrakurikuler seperti pramuka, PMR, dan Paskibra.
Selain itu, praktik kewarganegaraan lainnya melibatkan pelatihan dasar kemiliteran,
pengabdian sebagai anggota TNI/Polri, pengabdian sesuai profesi, keamanan lingkungan yang
digerakkan secara swadaya, dan upaya melestarikan budaya melalui pawai baju daerah. Semua
bentuk praktik ini mengajarkan sikap bertanggung jawab, toleran, demokratis, dan partisipatif,
memperkuat peran mahasiswa dan masyarakat sipil dalam membangun dan memajukan bangsa
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai