Anda di halaman 1dari 54

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR TEMPERING

TERHADAP NILAI KETANGGUHAN DAN JENIS PATAHAN


PADA BAJA AISI 1045 YANG DIQUENCHING DALAM
MEDIA PENDINGIN AIR TERSIRKULASI
(Skripsi)

Oleh:
ARI ANDILA
1415021016

PROGRAM SARJANA TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2021
ABSTRAK

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR TEMPERING TERHADAP NILAI


KETANGGUHAN DAN JENIS PATAHAN PADA BAJA AISI 1045 YANG
DIQUENCHING DALAM MEDIA PENDINGIN AIR TERSIRKULASI
OLEH

ARI ANDILA

Tujuan pada penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh temperatur tempering

terhadap perubahan nilai ketangguhan pada baja AISI 1045 yang dipanaskan pada

temperatur 850oC ditahan selama 60 menit, lalu diquenching dengan temperatur

rendah menggunakan media pendingin (air) yang tersirkulasi dan jenis patahan

pada baja AISI 1045 setelah proses uji impak. Proses tempering dapat

meningkatkan nilai ketangguhan pada baja AISI 1045. Nilai rata-rata ketangguhan

yang didapat pada tempering temperatur 350°C yaitu 32 J. Kemudian pada

temperatur 450°C meningkat yaitu sebesar 103,25 J, setelah itu meningkat kembali

pada temperatur 550°C yaitu sebesar 142,5 J, nilai bertambah tinggi di temperatur

tempering 650°C sebesar 167,25 J. Pada pengamatan jenis patahan menunjukkan

bahwa semakin meningkatnya temperatur semakin ulet, ini dapat terlihat dari hasil

permukaan yang tidak rata dan berserat. Hal ini membuktikan bahwa variasi

temperatur tempering mempengaruhi nilai impak. Nilai ketangguhan akan

meningkat ketika temperatur tempering dinaikkan.

Kata kunci : Baja AISI 1045, Quenching, Tempering, dan Jenis Patahan.

i
ABSTRACT

THE EFFECT OF TEMPERING TEMPERATURE VARIATIONS ON


TOUGHNESS AND FRACTURE ON AISI 1045 STEEL QUENCHING IN
CIRCULATED WATER COOLING MEDIA

BY

ARI ANDILA

The purpose of this study was to determine the effect of tempering temperature on

changes in the toughness value of AISI 1045 steel which is heated at a temperature

of 850°C held for 60 minutes, then quenched at low temperature using circulating

cooling media (water) and the type of fracture in AISI 1045 steel after processing

impact test. The tempering process can increase the toughness value of AISI 1045

steel. The average value of toughness obtained at a tempering temperature of 350°C

is 32 J. Then at a temperature of 450°C it increases by 103.25 J, after that it increases

again at a temperature of 550° C that is equal to 142.5 J, the value increases at a

tempering temperature of 650°C by 167.25 J. Observation of the type of fracture

shows that the higher the temperature the more ductile it can be, seen from the

results of an uneven and fibrous surface. This proves that variations in tempering

temperature affect the impact value. The toughness value will increase when the

tempering temperature is increased.

Keywords: AISI 1045 Steel, Quenching, Tempering, Type of fractures.

ii
PENGARUH VARIASI TEMPERATUR TEMPERING
TERHADAP NILAI KETANGGUHAN DAN JENIS PATAHAN
PADA BAJA AISI 1045 YANG DIQUENCHING DALAM
MEDIA PENDINGIN AIR TERSIRKULASI
Oleh
ARI ANDILA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
SARJANA TEKNIK
Pada
PROGRAM STUDI S1 TEKNIK MESIN
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG

PROGRAM SARJANA TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2021
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjung Tirto Lampung Timur pada


tanggal 29 Mei 1995. Penulis merupakan anak ketiga dari
lima bersaudara dari Bapak Darhim. Penulis telah
menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak di Taman
kanak-kanak (TK) Aisiyah Bungur pada Tahun 2002,
pendidikan Sekolah Dasar di Madrasah Ibtidaiyah
Muhammadiyah (MIM) Bungur pada tahun 2008,
pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1
Purbolinggo pada tahun 2011, kemudian melanjutkan pendidikan Sekolah
Menengah Atas Negeri 1 Kota Metro pada tahun 2014. Penulis diterima di Jurusan
Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Lampung pada tahun 2014 melalui jalur
Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Semasa kuliah di
Universitas Lampung, penulis pernah aktif sebagai anggota bidang Kreatifitas pada
organisasi HIMATEM periode 2014/2015 dan magang pada Unit Kegiatan
Mahasiswa Teknokra periode 2015/2016. Pada tahun 2017, penulis melaksanakan
Kerja Praktik di Pembangkit Listrik Tenaga Diesel dan Gas (PLTDG) Tarahan.
Pada tahun 2018 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) sebagai
Koordinator Kecamatan Gunung Pelindung selama 31 hari di Desa Way Mili
Lampung Timur. Selanjutnya pada tahun 2020 penulis menulis skripsi dengan judul
“Pengaruh Variasi Temperatur Tempering Terhadap Nilai Ketangguhan dan Jenis
Patahan Pada Baja Aisi 1045 Yang Diquenching Dalam Media Pendingin Air
Tersirkulasi” dengan bimbingan Bpk. Harnowo Supriadi, S.T., M.T. dan Bpk.
Zulhanif, S.T., M.T.
MOTTO

“Happines isn’t what you find at the end of the road


It’s right here. right now”
Bismillahirrohmanirrohim

Kuniatkan karyaku ini karena :

Allah SWT

Aku persembahkan karyaku ini untuk :


Bapak Darhim, Alm Ibu Marfuah, Ibu Siti Zubaidah
yang telah mendoakanku serta menyemangatiku sepanjang waktu.

Dosenku Harnowo Supriadi, S.T., M.T. , Zulhanif, S.T., M.T. , Prof., Dr.
Sugiyanto M.T. yang telah membimbing dan memberi semangat.

Sahabat dan teman-teman teknik mesin 2014.

Almamater tercinta :

Universitas Lampung
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT karena berkat rahmat, hidayah dan

pertolongan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh

Variasi Temperatur Tempering Terhadap Nilai Ketangguhan dan Jenis Patahan

pada Baja Aisi 1045 Yang Diquenching Dalam Media Pendingin Air Tersirkulasi”.

Tujuan penulisan skripsi adalah untuk persyaratan menyelesaikan pendidikan strata

1 dan melatih mahasiswa berfikir secara kreativ, inovativ serta ilmiah dalam

menulis sebuah karya ilmiah.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan.

Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhir

kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, 22 Nov 2021

Penulis,

Ari Andila
SANWACANA

Bissmillahirohmanirrohim
Alhamdulillahirobbil’alamin `Puji syukur kehadirat ALLAH SWT karena berkat
rahmat, hidayah dan pertolongan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Pengaruh Variasi Temperatur Tempering Terhadap Nilai
Ketangguhan dan Jenis Patahan pada Baja Aisi 1045 yang Diquenching dalam
Media Pendingin Air Tersirkulasi” ini dengan baik. Banyaknya pihak yang
memberikan sumbangsih dukungan, bimbingan, nasihat serta doa ,sehingga skripsi
ini dapat terselesaikan. Oleh sebab itu dengan segala hormat, penulis mengucapkan
terimakasih yang tak terhingga kepada :

1. Keluargaku tercinta Bapak Darhim, Alm Ibu Marfuah, Ibu Siti Zubaidah,
Mba Eri Rahmawati, Mas Dedi Hermawan, Dik Maulana Bintang dan Dik
Zian yang senantiasa memberikan doa, bantuan, semangat dan motivasi
kepada penulis agar dapat menyelesaikan pendidikan S1 di Teknik Mesin
Universitas Lampung dan tercapainya gelar Sarjana Teknik bagi penulis.
2. Bapak Dr Amrul, S.T., M.T. sebagai ketua jurusan Teknik Mesin
Universitas Lampung.
3. Bapak Harnowo Supriadi, S.T., M.T. dan Bapak Zulhanif, S.T., M.T.
sebagai dosen pembimbing yang telah bimbingan, saran, pengarahan,
motivasi, kritik dan nasihat kepada penulis.
4. Bapak Prof.Dr. Sugiyanto, M.T. sebagai dosen pembahas skripsi penulis,
yang telah memberikan saran, arahan, kritik dan masukan untuk perbaikan
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan dengan sebaik mungkin.
5. Teman-teman yang selalu memberikan support bantuan dan motivasi Mas
Destoprani dan Kak Nadia, Ummi Sumaiya sahabat jauhku, Abbid teman
seperjuanganku dan seluruh rekan Teknik Mesin dan yang lainnya yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan doa,
semangat dan dukungan.
6. Kepada Apriska Parancana Putri yang telah memberikan bantuan, semangat
dan motivasi.

Semoga Allah SWT memberikan balasan yang terbaik atas segala dukungan,
bimbingan, nasihat serta doa. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak
terlepas dari kesalahan, Semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat.
Aamiin.

Bandar Lampung, Desember 2021


Penulis,

Ari Andila

xii
DAFTAR ISI

Halaman
COVER
ABSTRAK …………………………………………………………………… i
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………..… iii
LEMBAR PERSETUJUAN ……………………………………………..… iv
LEMBAR PENGESAHAN ………………………………………………… v
PERNYATAAN SKRIPSI MAHASISWA …………………..…………… vi
RIWAYAT HIDUP …………..…………………………………………… vii
MOTTO …...………………………………………………………………. viii
PERSEMBAHAN ………………………………………………………..… ix
KATA PENGANTAR …………………………………………………….… x
SANWACANA ………………….………...………………………………... xi
DAFTAR ISI …..………………………………………………...………… xii
DAFTAR TABEL ………………………………...…….……….………... xiii
DAFTAR GAMBAR ……………………………………...………………. xiv

I. PENDAHULUAN ……………………………………………………... 1
A. Latar Belakang ……………………………………………………… 1
B. Tujuan Penelitian ……………………………………………………. 3
C. Batasan Masalah …………………………………………………….. 3
D. Sistematika Penulisan ……………………………………………….. 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………….. 5


A. Baja …………...……………………………………………………. 5
B. Baja Karbon …….………………………………………………...… 6

xii
1. Baja karbon rendah …………………………………………....... 7
2. Baja karbon sedang ……………………………………………... 7
3. Baja karbon tinggi ……………………………………………..... 7
C. Struktur Mikro Baja …………………………..………………....….. 7
1. Ferit ………………………..………………………….……….... 7
2. Perlit ……………………………………………………..…….... 8
3. Bainit ………………………………..………………………….. 8
4. Martensit …………………………………………….………..… 8
5. Austenit ………………………………………………….…….... 9
6. Sementit ………………………………………………………… 9
D. Baja AISI 1045 …………………..…………………………..……... 9
E. Sifat Mekanik Baja ………………………………………...……… 10
1. Kekuatan (strength) ………………………………………….... 10
2. Kekerasan (hardness) ……………………………………..…… 10
3. Kekenyalan (elasticity) ………………………………………... 10
4. Kekakuan (stiffness) …………………………………………... 11
5. Plastisitas (plasticity) ………………………………………..… 11
6. Ketangguhan (toughness) ……………………………………… 11
7. Kelelahan (fatigue) …………………………………………….. 11
8. Keretakan (creep) ………………………………………...……. 11
F. Perlakuan Panas (Heat Treatment)…………………………………. 12
G. Quenching ……………………………………………………….… 15
H. Tempering …………………………………………………………. 16
1. Tempering suhu rendah ……………………………………..…. 16
2. Tempering suhu menengah ……..…………………………..…. 16
3. Tempering suhu tinggi ……………….……………………..…. 16
I. Ketangguhan Baja Karbon (Impact Test) ……………………..…… 17
1. Metode Charpy ……………………………………………...… 18
2. Metode Izod ……………………………………………...……. 18
J. Sistem Quenching Tersirkulasi ……………………………...…….. 20
K. Perubahan Fasa Austenit ke Martensit …………………...…..…… 21

xiii
III. METODOLOGI PENELITIAN …………………………………….. 22
A. Tempat dan Waktu ………………………………………………… 22
B. Alat dan Bahan …………………………………………………….. 22
C. Prosedur Penelitian ……………………………………………….... 29
D. Alur Penelitian ………………………………………………….... 32

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………………. 33


A. Hasil ……………………………………………………………….. 33
1. Nilai Hasil Uji Komposisi …………………………………..…. 33
2. Hasil Pengujian Ketangguhan dengan Metode Charpy ……..…. 34
3. Hasil Pengamatan Struktur Makro …………………………..… 36
B. Pembahasan ………………………………...……………………... 55

V. SIMPULAN DAN SARAN ……………………………………...……. 48


A. Simpulan …...…………………………………………………..…... 48
B. Saran ………………………………………………………………. 48

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xiv
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Diagram Fasa Fe –Fe3C ............................................................... 14

Gambar 2. Skema pendinginan Quenching .................................................... 15

Gambar 3. Diagram suhu-waktu proses Tempering . ...................................... 17

Gambar 4. Spesimen Uji Impact Metode Charpy .......................................... 18

Gambar 5. Spesimen Berdasarkan Metode Izod ............................................ 19

Gambar 6. Diagram instalasi Quenching dengan agitasi ............................... 20

Gambar 7. Baja AISI 1045 ............................................................................. 22

Gambar 8. Dimensi Spesimen ........................................................................ 23

Gambar 9. Alat mensirkulasikan media pendinginan Quenching ................. 23

Gambar 10. Gerinda Potong ............................................................................. 25

Gambar 11. Tungku Pemanas (Furnace) ......................................................... 26

Gambar 12. Jangka Sorong .............................................................................. 27

Gambar 13. Universal Impact Testing Machine .............................................. 27

Gambar 14. Diagram Alir ................................................................................. 32

Gambar 15. Pengamatan Makro RAW ............................................................. 36

Gambar 16. Pengamatan Quenching 850℃ ..................................................... 37

Gambar 17. Pengamatan Tempering 350℃....................................................... 37

Gambar 18. Pengamatan Tempering 450℃ ..................................................... 38

Gambar 19. Pengamatan Tempering 550℃ ...................................................... 38

Gambar 20. Pengamatan Tempering 650℃ ..................................................... 39

xiv
Gambar 21. Grafik Hasil Uji impak Baja AISI 1045 ....................................... 42

Gambar 22. Grafik Pengaruh Variasi Temperature Tempering ...................... 42

Gambar 23. Pengamatan Makro Raw Material ................................................ 44

Gambar 24. Pengamatan Makro Quenching 850℃ ......................................... 44

Gambar 25. Pengamatan Makro Tempering 350℃ .......................................... 45

Gambar 26. Pengamatan Makro Tempering 450℃ ........................................... 45

Gambar 27. Pengamatan Makro Tempering 550℃ .......................................... 46

Gambar 28. Pengamatan Makro Tempering 650℃ ......................................... 46

xv
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Komposisi kimia baja AISI 1045 .................................................... 9

Tabel 2. Jenis baja dan waktu tahan ............................................................ 14

Tabel 3. Spesifikasi alat sirkulasi ................................................................ 24

Tabel 4. Spesifikasi Mesin Furnace ............................................................ 26

Tabel 5. Spesifikasi Impact Testing Machine .............................................. 28

Tabel 6. Data Pengujian Ketangguhan ........................................................ 31

Tabel 7. Unsur Kandungan Baja AISI 1045 ................................................ 33

Tabel 8. Hasil pengujian Impak Raw Material ........................................... 34

Tabel 9. Hasil pengujian Impak perlakuan Quenching 850℃ .................... 34

Tabel 10. Hasil pengujian Impak perlakuan Tempering 350℃ ................... 35

Tabel 11. Hasil pengujian Impak perlakuan Tempering 450℃ .................... 35

Tabel 12. Hasil pengujian Impak perlakuan Tempering 550℃ .................... 35

Tabel 13. Hasil pengujian Impak perlakuan Tempering 650℃ .................... 36


1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Baja karbon AISI 1045 adalah salah satu baja paduan karbon sedang dengan
komposisi karbon berkisar 0,43-0,50%. Baja AISI 1045 banyak digunakan
sebagai material pada komponen mesin, seperti pada poros, gear dan batang
penghubung piston, tabung hidrolik, pin, roll dan spindel yang pada
penggunaannya sering terjadi gesekan maupun tekanan maka sifat ketahanan
terhadap aus maupun kekerasan sangat diperlukan . Baja dengan kualifikasi baja
karbon sedang dapat dengan mudah dibentuk dan dimodifikasi wujudnya,
dikarenakan baja dengan karbon sedang memiliki sifat ductile (ulet) dan tough
(tangguh) (Pramono, 2011).

Untuk meningkatkan kekerasan pada material Baja AISI 1045 dapat dilakukan
perlakuan panas (heat treatment). Heat treatment adalah suatu proses
gabungan antara pemanasan dan pendinginan material dengan objektif
mendapatkan suatu sifat pada material tersebut. Quenching merupakan suatu
proses perlakuan panas material dengan cara memanaskan material pada
temperatur austenite lalu dilakukan pendinginan yang cepat, tujuannya
mendapatkan struktur martensite. Proses quenching dapat menghasilkan sifat
mekanik yang lebih tangguh dikarenakan perubahan struktur austenite ke
martensite, yang mana struktur martensite memiliki sifat kekerasan yang
tinggi. Dari proses quenching seringkali terjadi cracking, distorsi dan ketidak-
seragaman kekerasan dikarenakan tidak seragamnya temperatur pada media
pendingin, kekurangan lainnya adalah material yang telah mengalami proses
2

pengerasan akan kehilangan keuletan dan ketangguhannya sehingga mudah


timbul retak ketika mendapat pembebanan.

Tempering merupakan proses pemanasan kembali (untuk waktu tertentu)


material baja yang telah mengalami proses pengerasan. Tujuan proses ini yaitu
untuk mengembalikan sebagian keuletan dan ketangguhan material yang hilang
selama proses pengerasan, serta menghilangkan tegangan sisa yang timbul
selama proses pengerasan. Pada proses tempering biasanya kekerasan akan
berkurang seiring naiknya keuletan dan ketangguhan material. Proses tempering
pada pemanasan sampai temperatur yang ditentukan (temperatur kritis) dan
dilakukan pendinginan secara lambat. Pemanasan dilakukan sampai dengan
temperatur yang diperlukan, umumnya sekitar 200-600ºC tergantung pada
keperluan. Makin tinggi temperatur pemanasan, makin besar penurunan
kekerasan sedangkan keuletannya bertambah (Iman, 2018).

Penelitian sebelumnya oleh Iman yang berjudul Pengaruh Proses Quenching


Dan Tempering Terhadap Sifat Mekanik Dan Struktur Mikro Baja Karbon
Rendah Dengan Paduan Laterit. Dengan material dasar yang berbeda yaitu
dengan baja laterit, proses tempering dengan variasi suhu yang berbeda dengan
data 100 oC nilai kekerasannya 459,7 HV, dan suhu 200 oC dan 300 oC masing
masing nilai kekerasannya adalah 441,3 HV dan 425,3 HV.

Berdasarkan penelitian sebelumnya dan referensi yang diperoleh, penelitian


pada skripsi ini akan melakukan proses quenching material Baja AISI 1045
pada temperatur 800 oC dengan waktu penahanan 15 menit. Kemudian
dilakukan pendinginan dengan variasi media pendingin yaitu air yang
tersirkulasi artinya proses pendinginannya tidak dalam media statis. Lalu
diberikan perlakuan tempering dengan variasi temperatur yang digunakan yaitu
350, 450, 550, dan 650 oC lalu kembali ditahan selama 15 menit. Penelitian ini
akan melakukan pengujian kekerasan dan struktur mikro pada material.
Sehingga penelitian ini mengambil judul “Pengaruh Variasi Temperatur
Tempering Terhadap Nilai Ketangguhan dan Jenis Patahan Pada Baja AISI
1045 yang Diquenching Dalam Media Pendingin Tersirkulasi”.
3

B. Tujuan

Adapun tujuan yang hendak diperoleh dari penelitian ini, adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui pengaruh temperatur Tempering terhadap perubahan
nilai ketangguhan pada baja AISI 1045 yang diquenching dengan media
pendingin (air) yang tersirkulasi.
2. Untuk mengetahui pengaruh temperatur Tempering terhadap jenis patahan
pada baja AISI 1045 yang diquenching dengan media pendingin (air) yang
tersirkulasi.

C. Batasan Masalah

Adapun batasan masalah dalam penelitian ini yaitu:


1. Spesimen yang digunakan adalah baja AISI 1045
2. Media pendinginan Quenching yang digunakan adalah air.
3. Metode Quenching dilakukan dengan media pendingin tersirkulasi.
4. Pengujian yang dilakukan yaitu uji ketangguhan menggunakan metode
Impact, dan melihat struktur mikro yang terbentuk pada material.
5. Proses tempering dilakukan dengan variasi temperatur pada 350 oC, 450 ºC,
550 ºC, 650 ºC.

D. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian adalah


1. BAB I. PENDAHULUAN
Bab I berisi tentang latar belakang, tujuan, batasan masalah dan sistematika
penulisan yang digunakan.

2. BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


Bab II berisi tentang landasan teori dan penelitian pendukung yang
berhubungan dengan penelitian yang dilakukan
4

3. BAB III. METODOLOGI PENELITIAN


Bab III berisi tentang metode yang digunakan dalam penelitian,
pengambilan data, alat dan bahan apa saja yang digunakan serta diagram
alur penelitian.

4. BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


Bab IV berisi hasil yang didapatkan setelah pengambilan data dan
pembahasannya, lalu dilakukan analisa hasil tersebut.

5. BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN


Bab V berisi kesimpulan dari penelitian yang dilakukan dan memberikan
saran dan masukan untuk penelitian ini agar lebih baik lagi jika dilanjutkan.

6. DAFTAR PUSTAKA
Berisikan sumber-sumber yang menjadi rujukan penulis dalam menyusun
laporan penelitian tugas akhir.

7. LAMPIRAN
Berisikan data-data yang terkait dengan materi yang dibahas
sebagai.pelengkap.laporan.penelitian.tugas.akhir.
5

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Baja

Baja adalah paduan yang paling banyak digunakan manusia, jenis dan bentuk
baja sangat beragam. Dikarenakan penggunaanya yang amat luas maka
berbagai instansi/badan sering membuat klasifikasi menurut keperluan masing-
maslng. Adapun cara-cara mengklasifikasikan baja, sebagai berikut:
a. Menurut cara pembuatannya: baja Bessemer, baja Siemens-Martin (Open
hearth), baja Listrik, dan lainnya.
b. Menurut penggunaanya: baja konstruksi, baja mesin, baja pegas, baja ketel,
baja. perkakas, dan lainnya.
c. Menurut kekuatannya: baja kekuatan Iunak, baja kekuatan tinggi
d. Menurut strukturmikronya: baja eutektoid, baja hypoeutektoid, baja
hypereutektoid, baja austenitik, baja ferritik, baja martensitik dan lainnya.
e. Menurut komposisi kimianya: baja karbon, baja paduan rendah,baja paduan
tinggi, dan lainnya.

Biasanya pengklasifikasian baja yang sering digunakan tidak hanya mengacu


pada salah satu cara saja namun merupakan gabungan dari beberapa cara
tersebut di atas. Untuk mengetahui baja sebagai objek pembahasan pada Ilmu
Logam, lebih mudah bila baja diklasifikasikan menurut komposisi kimianya
dan/atau struktur mikronya.

Baja dibagi menjadi dua kelompok utama, baja karbon (baja non-paduan, baja
karbon non-paduan) dan baja paduan, tergantung pada komposisi kimianya.
Baja karbon bukan berarti produk baja yang tidak mengandung unsur selain besi
dan karbon. Baja karbon mengandung banyak elemen lain, tetapi kekuatannya
berada dalam kisaran tertentu, sehingga tidak secara signifikan mempengaruhi
6

sifat-sifatnya. Unsur-unsur ini biasanya merupakan produk sampingan dari


proses pembuatan baja seperti mangan dan silikon, dan beberapa pengotor
seperti belerang, fosfor, oksigen, dan nitrogen biasanya dikurangi hingga
jumlah yang sangat kecil. Baja dengan kandungan mangan1kurang1dari 0,8%,
silikon1kurang1dari 0,5%, dan1elemen1lain yang sangat rendah dapat
dianggap sebagai baja karbon. Mangan dan silikon sengaja ditambahkan
sebagai deoxidizers untuk pembuatan baja untuk mengurangi efek berbahaya
dari beberapa polutan. Baja paduan mengandung unsur paduan yang sengaja
ditambahkan untuk memperoleh sifat tertentu (Suarsana, 2017).

Walaupun material baja lebih sering digunakan, namun1baja1mempunyai


kelemahan,1yaitu1ketahanan11terhadap11korosinya rendah. Baja dapat (dua
unsur atau lebih digabung sehingga dihasilkan sifat lain) menghasilkan
pemaduan, yaitu larutan padat/solid solufion (dapat memperbaiki sifat fisika/
kimia) dan senyawa (lebih keras dari larutan padat, dapat memperbaiki sifat
mekanik) (Stifler, et al., 2017).

B. Baja Karbon

Baja karbon adalah jenis baja paduan yang terdiri dari besi (Fe) dan karbon (C).
Besi (Fe) adalah elemen dasar dan karbon (C) adalah elemen paduan utama.
Dalam proses pembuatan baja, kita juga melihat penambahan unsur kimia lain
seperti belerang (S), fosfor (P), silikon (Si) dan mangan (Mn), serta unsur kimia
lainnya tergantung dari sifat baja tersebut. Baja karbon umumnya memiliki
kandungan karbon 0,2% hingga 2,14% pada besi, dan kandungan karbon
tersebut berfungsi sebagai elemen pengerasan struktur baja (Fadilah, 2018).

Dalam pengaplikasiannya, baja karbon banyak digunakan sebagai bahan baku


dalam pembuatan perkakas, suku cadang mesin, struktur bangunan, dan lain
sebagainya. Menurut definisi ASM Handbook Vol.1:148 (1993) [6], baja
karbon diklasifikasikan berdasarkan jumlah persentase komposisi karbon dalam
baja, yang mana sebagai berikut..
7

1. Baja1karbon1rendah (low carbon steel) Baja1karbon1rendah0adalah0baja


dengan0kandungan0unsur0karbon0kurang00dari 0,3% C pada01struktur
bajanya. Baja karbon rendah ini memiliki ketangguhan dan keuletan yang
tinggi, tetapi kekerasan dan ketahanan aus yang buruk. Baja jenis ini biasa
digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan bagian struktur bangunan,
konstruksi pipa, jembatan, bodi mobil, dll.

2. Baja karbon sedang (Medium carbon steel) Baja karbon sedang adalah baja
karbon dengan kandungan karbon besi 0,3% C sampai 0,59% C. Baja
karbon ini memiliki keunggulan dibandingkan baja karbon rendah, dan baja
karbon sedang memiliki sifat sebagai berikut: Kekerasan lebih tinggi
daripada baja karbon rendah. Karena kandungan karbon yang tinggi dari
besi, baja dapat dikeraskan dengan perlakuan panas yang tepat. Baja karbon
sedang umumnya digunakan dalam pembuatan poros, rel kereta api, roda
gigi, baut, roda gigi, pegas, dan bagian mesin lainnya.

3. Baja karbon tinggi (high carbon steel) Baja karbon tinggi adalah baja
karbon dengan kandungan karbon 0,6% C sampai 1,4% C. Baja karbon
tinggi memiliki ketahanan panas, kekerasan dan kekuatan tarik yang sangat
tinggi, namun keuletannya yang rendah membuatnya lebih getas. Baja
karbon tinggi ini memiliki proporsi martensit yang cukup tinggi, yang tidak
memberikan hasil pengerasan permukaan yang optimal, dan sulit untuk
dipanaskan untuk meningkatkan kekerasannya. Dalam aplikasi tersebut,
baja karbon banyak digunakan dalam pembuatan alat-alat seperti palu,
gergaji, kikir dan pisau cukur (Nugroho et al., 2019).

C. Struktur Mikro Baja

Adapun beberapa fasa yang dapat ditemukan dalam struktur mikro baja, adalah
sebagai berikut:
1. Ferit
Fase ferit disebut besi alpha (α) dan merupakan larutan padat interstisial
yang mengandung sel kristal berbentuk BCC (Body Centered Cubic).
8

Karena jarak antar atom yang sempit, kelarutan karbon sangat rendah. Pada
suhu kamar kandungan karbonnya hanya 0,008%, sehingga dapat dikatakan
besi murni. Kandungan besi alfa maksimum adalah 0,02% pada suhu A1
atau 7270 ° C. Ferromagnetik bersifat feromagnetik dan ulet hingga suhu
7680 ° C.

2. Perlit
Fasa ini merupakan campuran dari dua bentuk lapisan ferit dan sementit
yang berselang-seling. Perlit merupakan hasil reaksi eutektoid bila
didinginkan di bawah 7270 ° C. Reaksi kimianya adalah sebagai berikut:
(0,8% C) (0,02% C) + Fe3C (6,7% C). Semakin cepat laju pendinginan,
semakin halus butiran dari perlit kasar, dan semakin baik sifat mekanik baja.

3. Bainit
Fasa ini merupakan campuran dari dua fasa. Artinya, itu adalah sementit
ferit dan sementit yang berbentuk seperti jarum-jarum, dan celah ferit
memiliki orientasi acak. Fasa ini juga terbentuk dari fasa austenit, namun
memiliki laju pendinginan yang relatif lebih cepat dibandingkan perlit.
Keadaan ini berarti bahwa fasa bainit tidak tampak pada diagram fasa
kesetimbangan. Fase ini lebih keras dari ferit, austenit dan perlit. Untuk
mendapatkan fasa 100 inci, tergantung pada jenis baja, perlu dilakukan
pendinginan isotermal pada suhu tertentu.

4. Martensit
Fasa ini merupakan larutan padat interstisial yang mengandung sel kristal
berupa BCT (Body Centered Tetragonal) dan bersifat lewat jenuh. Hal ini
dikarenakan ketika fasa austenit mendingin dengan cepat, maka akan
terbentuk martensit dan tidak terjadi proses difusi. Martensit merupakan
fasa metastabil yang keras, padat, tetapi rapuh karena dapat berubah menjadi
ferit dan sementit jika dipanaskan cukup lama melalui proses difusi karbon.
Hal ini karena kekerasan martensit meningkat dengan meningkatnya
karbon.
9

5. Austenit
Fasa ini disebut besi gamma (γ) dan merupakan larutan padat interstisial
yang mengandung sel kristal berbentuk FCC (Face Centered Cubic). Ruang
interatomik lebih besar dari ferit, dan fase ini stabil pada suhu tinggi 9100 °
C hingga 14000 ° C dalam besi murni. Kandungan karbon maksimum besi
gamma adalah 2,06% pada suhu 11470 ° C. Karena baja umumnya memiliki
kandungan karbon kurang dari 2%, proses austenisasi melarutkan semua
karbon sebagai larutan padat. Pada suhu yang stabil, austenit bersifat
magnetis dalam segala kondisi. Austenit merupakan fase penting sebagai
dasar pembentukan fase lain dalam proses perlakuan panas.

6. Sementit
Fasa ini disebut besi karbida, yang merupakan senyawa invasif dengan
rumus kimia Fe3C. Perbandingan atom Fe dan C dalam kristal adalah 3 : 1.
Sebuah sel kristal mengandung 12 atom Fe dan 4 atom C per satuan sel.
Sementit memiliki kandungan karbon sebesar 6,67% dan senyawa ini
bersifat keras namun rapuh. Untuk baja, tahap ini meningkatkan kekuatan,
kekerasan dan ketahanan aus (Kirono et al., 2014).

D. Baja AISI 1045

Baja AISI 1045 adalah produk baja karbon yang memiliki kandungan karbon
sekitar 0,43% - 0,50%, dan merupakan baja karbon menengah. Komposisi
kimia baja AISI 1045 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. komposisi kimia baja AISI 1045 (Chitty, 1999)


Kode C% Si % Mn % Mo % P% S%
AISI 0,4-0,45 0,1-0,3 0,6-0,9 0,025 0,04 0,05
1045 max max

Baja AISI 1045 adalah produk baja karbon menengah yang telah memenuhi
standar internasional, yaitu baja seri 10xx, berdasarkan skema penamaan yang
10

dikeluarkan oleh AISI (American Institute for Steel And Iron) dan SAE (Society
of Automotive Engineers). adalah. Angka pertama 10 adalah kode bahan karbon
murni dan kode xxx setelah angka 10 adalah komposisi karbon. Oleh karena itu,
baja AISI 1045 berarti baja karbon atau baja karbon murni dengan komposisi
karbon 0,45%. Tergantung pada fungsinya, baja dengan spesifikasi ini harus
tahan terhadap keausan yang terjadi ketika bagian tersebut bergesekan dengan
rantai, sehingga digunakan sebagai baja dengan ketahanan aus yang sangat baik.
Ketahanan keausan didefinisikan sebagai ketahanan abrasi atau ketahanan
terhadap fenomena pengurangan dimensi akibat gesekan antar komponen.
Secara umum, ketahanan aus berbanding lurus dengan kekerasan. SAE / AISI
1045, baja karbon sedang, banyak digunakan dalam berbagai elemen konstruksi
dan mekanik. Kerusakan dapat terjadi bila menggunakan baja AISI 1045. B.
Karena munculnya retakan material akibat proses pengecoran, manufaktur, dan
perlakuan panas (Ibrahim, 2015).

E. Sifat Mekanik Baja

Sifat mekanik suatu bahan adalah kemampuan bahan untuk menahan beban
yang dikenakan padanya. Beban ini dapat berupa beban tarik, tekan, bengkok,
geser, torsional, atau gabungan. Sifat mekanik yang paling penting meliputi:
1. Kekuatan (strength) adalah kemampuan suatu bahan untuk dibebani tanpa
merusaknya. Ada banyak jenis kekuatan ini, tergantung pada beban kerja.
Beban kerja tersebut dapat dilihat antara lain dari kekuatan tarik, geser,
tekan, puntir, dan lentur.

2. Kekerasan (hardness) dapat didefinisikan sebagai kemampuan suatu bahan


untuk menahan goresan, keausan, dan penetrasi. Sifat ini berkaitan erat
dengan ketahanan aus (wear resistance). Kekerasan ini juga berkorelasi
dengan kekuatan.

3. Kekenyalan (elasticity) menunjukkan kemampuan suatu material untuk


menyerap tegangan setelah dihilangkan tanpa menyebabkan deformasi
11

permanen. Elastisitas juga menunjukkan seberapa besar deformasi


permanen yang akan terjadi. Dengan kata lain, elastisitas menunjukkan
kemampuan suatu bahan untuk kembali ke bentuk dan ukuran semula
setelah menerima beban yang menyebabkan deformasi.

4. Kekakuan (stiffness) menunjukkan kemampuan suatu bahan untuk


menyerap tegangan/beban tanpa menimbulkan deformasi atau defleksi.
Dalam beberapa kasus, kekakuan lebih penting daripada kekuatan.

5. Plastisitas (plasticity) adalah kemampuan suatu material untuk mengalami


serangkaian deformasi plastis permanen tanpa kerusakan. Properti ini
sangat penting untuk bahan yang diproses menggunakan berbagai proses
pembentukan seperti penempaan, penggulungan dan ekstrusi. Sifat ini
sering disebut sebagai daktilitas.

6. Ketangguhan (toughness) merupakan kemampuan suatu bahan untuk


menyerap sejumlah energi tertentu tanpa menyebabkan kerusakan. Ini juga
dapat diberikan sebagai ukuran jumlah energi yang dibutuhkan untuk
menghancurkan benda kerja dalam kondisi tertentu. Sulit untuk mengukur
karakteristik ini karena banyak faktor yang mempengaruhi karakteristik ini.

7. Kelelahan (fatigue) adalah kecenderungan logam untuk putus karena


tegangan berulang (repeated stresss), dan ukurannya masih jauh di bawah
batas kekuatan elastis. Sebagian besar kerusakan komponen mesin
disebabkan oleh kelelahan. Oleh karena itu, kelelahan merupakan sifat
yang sangat penting, tetapi juga sulit diukur karena begitu banyak faktor
yang mempengaruhinya.

8. Keretakan (creep) adalah kecenderungan logam untuk mengalami


deformasi plastis ketika dikenai beban yang relatif konstan yang besarnya
merupakan fungsi waktu (Haryadi, 2018).
12

F. Perlakuan Panas (Heat Treatment)

Perlakuan panas merupakan kombinasi operasi pemanasan pada logam di


bawah temperatur lebur logam dan pendinginan terhadap logam atau paduan
dalam keadaan padat dengan waktu tertentu. Hal ini dimaksudkan untuk
memperoleh sifat yang diinginkan dengan merubah struktur mikronya. Struktur
yang terjadi pada akhir proses perlakuan panas ditentukan tidak hanya oleh
komposisi kimia bahan dan proses perlakuan panas, tetapi juga oleh struktur
awal bahan.

Paduan dengan komposisi kimia yang sama dan proses perlakuan panas yang
sama dapat menghasilkan struktur mikro dan sifat yang berbeda dengan struktur
awal material yang berbeda. Struktur awal ini sangat ditentukan oleh
pengalaman sebelumnya dan perlakuan panas. Selain itu, dasar dari semua
proses perpindahan panas adalah transformasi dan dekomposisi austenit.
Langkah pertama dalam proses perlakuan panas untuk baja adalah memanaskan
material di atas suhu atau suhu tertentu di daerah kritis untuk membentuk fase
austenit. Selanjutnya tentukan waktu retensi agar austenit lebih homogen,
kemudian jalankan proses pendinginan. Proses pendinginan dilakukan secara
hati-hati untuk mencegah terjadinya retak pada benda kerja setelah proses ini.

Perubahan jenis proses perlakuan panas di atas adalah sama. Karena seluruh
proses perlakuan panas hanya berisi satu proses pemanasan, suhu pemanasan
dan laju pendinginan berbeda. Proses pemanasan dan laju pendinginan memiliki
pengaruh yang besar terhadap hasil akhir dari proses perlakuan panas. Metode
ini membantu meningkatkan kekerasan baja tanpa mengubah komposisi kimia
secara keseluruhan. Dalam proses ini, dipanaskan untuk austenitisasi dan
kemudian didinginkan pada laju tertentu untuk mendapatkan sifat yang
diinginkan. Suhu yang dipilih tergantung pada jenis baja yang diproses. Untuk
baja subeutektik, suhu pemanasan 50-100 ° C lebih tinggi dari garis A3.

Proses pendinginan tergantung pada laju pendinginan dan media pendinginan


yang diinginkan. Pendinginan cepat memberikan sifat logam yang keras dan
13

rapuh, sedangkan pendinginan lambat memberikan sifat lunak dan ulet. Untuk
baja sub-eutektik dengan suhu di atas garis Ac3, struktur baja seluruhnya terdiri
dari partikel austenit dan membentuk martensit saat dipadamkan. Memadamkan
baja subeutektoid pada suhu di atas suhu optimum dapat menyebabkan panas
berlebih. Fenomena panas berlebih selama proses curing menghasilkan butiran
martensit yang kasar dan rapuh. Waktu pemanasan ini tergantung pada dimensi
dan konduktivitas termal benda kerja. Waktu retensi yang lama dapat
menyebabkan partikel tumbuh dan mengurangi kekuatan material. Martensit
merupakan mikrokomponen yang terbentuk tanpa proses difusi. Komponen-
komponen ini terjadi ketika austenit mendingin dengan sangat cepat. Misalnya,
ini disebabkan oleh proses pendinginan pada media berair. Konversinya sangat
cepat sehingga mendekati kecepatan suara, membuat difusi karbon menjadi
tidak mungkin. Transformasi martensit diklasifikasikan sebagai transformasi
bebas waktu tanpa difusi.

Distorsi kisi yang disebabkan oleh konversi pada proses quenching berbanding
lurus dengan jumlah atom karbon terlarut. Waktu retensi mencapai kekerasan
material yang maksimal pada proses curing dengan cara menjaga material pada
temperatur curing untuk memanaskan struktur austenit secara merata sehingga
menjadi seragam atau karbida berubah menjadi austenit dan berdifusi. Akan
dieksekusi ke. Ini melarutkan karbon dan elemen paduannya.

Jika waktu penahanan yang diberikan tidak tepat atau terlalu cepat, konversi
yang terjadi tidak sempurna dan seragam, dan jika waktu penahanan terlalu
pendek maka kekerasannya akan rendah, sehingga waktu penahanan akan
berpengaruh signifikan terhadap konversi. . Ini karena jumlah karbida yang
terlarut dalam larutan tidak mencukupi. Jika waktu penahanan yang dijelaskan
terlalu lama, dapat terjadi konversi yang diikuti dengan pertumbuhan butir dan
penurunan ketangguhan (Pramono, 2011).
14

Tabel 2 jenis baja dan waktu tahan yang diperlukan pada proses laku panas
(Hassen.et.al, 1999)

Jenis Baja Holding Time (menit)


Baja karbon dan baja karbon rendah 5 - 15
Baja karbon sedang 15 - 25
Low alloy tool steel 10 - 30
High alloy chrome steel 10 - 60
Hot work tool steel 15 - 30

Perlakuan panas merupakan proses dari proses pemanasan dan juga proses
pendinginan dari suatu logam dalam keadaan padat untuk mendapatkan sifat
tertentu.

Diagram Fe-Fe3C yaitu diagram yang menampilkan hubungan antara


temperatur dan kandungan karbon (%C) selama pemanasan lambat. Diagram
fase pada ruang tekanan-temperatur menunjukkan garis kesetimbangan atau
sempadan fase antara tiga fase padat, cair, dan gas ( Hassen, 1996).

Gambar 1. Diagram Fasa Fe –Fe3C (Hassen, 1996)


15

G. Quenching

Proses perlakuan panas quenching merupakan proses berpindahnya panas pada


material dengan laju yang sangat cepat. Pada proses quenching terjadi fenomena
percepatan laju pendinginan dari temperatur akhir perlakuan, sehingga
terjadinya perubahan fasa austenite menjadi maretensite dan sebagian bainite.
Dengan berubahnya fasa material ke martensite diikuti naiknya kekerasan pada
material. Kualitas pengerasan dalam metode quenching amat bergantung pada
konsentrasi karbon dan kecepatan pendingini yang sama atau lebih tinggi dari
kecepatan pendinginan kritis untuk material tersebut.

Media pendinginan yang umum digunakan dalam proses quenching meliputi:


air, air garam, oli, air-polymer, dan dapat pula ditemui pemanfaatan inert gas.
Gambar 1 di bawah menampilkan laju pendinginan panas dari material sebagai
fungsi dari temperatur permukaan logam. Pada awal pencelupan (tahap A),
logam terselimuti dengan selubung uap, kemudian selubung tersebut pecah
seiring mendinginnya material. Proses pindahnya panas pada tahap ini buruk,
dan logam mendingin dengan laju yang lambat. Stabilitas dan lamanya proses
pendinginan di[engaruhi agitasi, umumnya waktu pendinginan berkurang
seiring meningkatnya agitasi.

Gambar 2. Skema pendinginan quenching (Haryadi, 2006)


16

Tahap B dari skema disebut tahap didih nukleat, pada tahap inilah logam
bersentuhan langsung dengan air dan menghasilkan laju pendinginan yang
cepat. Pada tahap ini air akan mendapatkan panas dari material sehingga muncul
fenomena mendidihnya air. Kecepatan terbentuknya uap air menunjukkan
sangat tingginya laju perpindahan panad. Kemudian perpindahan panad pada
tahap ini dapat dinaikkan seiring peningkatan agitasi (Totten, 1995).

H. Tempering

Tempering adalah proses memanaskan kembali baja yang telah dikeraskan


melalui perlakuan panas untuk menghilangkan tegangan sisa dalam dan
mengurangi kekerasannya. Secara prinsip proses tempering yaitu memanaskan
kembali material berkisar pada suhu 150—650oC dan didinginkan secara
perlahan-lahan tergantung sifat akhir baja tersebut.
Adapaun proses Tempering dibagi dalam:
1. Tempering pada sahu rendah (150—300oC). Tujuannya adalah untuk
mengurangi ketegangan dan kerapuhan kerutan baja. Cara ini digunakan
untuk peralatan kerja yang tidak terkena beban tinggi, seperti : Alat potong,
bor kaca, dll.
2. Tempering pada suhu menengah (300—500oC). Tujuannya adalah untuk
meningkatkan keuletan dan mengurangi kekerasan. Metode ini digunakan
untuk peralatan kerja beban berat seperti palu, pahat dan pegas.
3. Tempering pada suhu tinggi (500—650oC). Tujuannya untuk memberikan
daya keuletan yang besar dan sekaligus kekerasan menjadi agak rendah.
Proses ini digunakan pada; roda gigi, poros, batang penggerak dan lain-lain
(Purwanto, et al., 2016).
17

T (°C)

Holding
Time

Quenching

Waktu

Pemanasa Tempering Pendinginan


n
udara

Menit

Gambar 3. Diagram suhu-waktu proses tempering (Haryadi, 2006)

I. Ketangguhan Baja Karbon (Impact Test)

Selama Perang Dunia, banyak struktur (kapal, jembatan, tangki, pipa, dll.)
terbuat dari logam seperti baja, yang biasanya dikenal sangat ulet. Itu rusak dan
menunjukkan pola patah getas. Dapat dilihat bahwa ada tiga faktor utama yang
menyebabkan kecenderungan patah getas: (1) tegangan triaksial, (2) temperatur
rendah, dan (3) laju regangan tinggi (tegangan tinggi). Tegangan triaksial dapat
terjadi pada takik. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan peneliti untuk
menguji kecenderungan patah getas, salah satunya adalah seringnya pengujian
mengenai takik.

Sebuah tes, yaitu, uji impak, dapat dilakukan untuk menentukan sifat patah,
daktilitas dan kerapuhan logam. Batang berlekuk biasanya digunakan dalam
pengujian dampak. Pengujian ini mengungkapkan perbedaan sifat benda yang
tidak diamati dalam uji tarik atau tarik. Prinsip uji impak ini adalah menghitung
18

energi yang diberikan oleh beban (pendulum) dan energi yang diserap oleh
sampel. Ketika beban naik ke ketinggian tertentu, energi potensial beban
dimaksimalkan, dan ketika menyentuh sampel, energi kinetik dimaksimalkan.
Energi kinetik maksimum diserap sebagian oleh sampel sampai putus. Dengan
menggunakan patah getas, logam menggunakan berbagai variasi atau bentuk
benda, atau kekuatan impak, dalam pengujian ini. Secara umum butir soal
dibagi menjadi dua kelompok. Diketahui bahwa ada dua metode eksperimen
untuk mengelompokkan dua kelompok, yaitu:
1. Metode Charpy
Pada spesimen uji charpy memiliki luas penampang persegi panjang (10 mm
x 10 mm) dengan takik V-45º, radius alas 2,5 milimeter (mm), dan kedalaman
2 milimeter (mm). Tempatkan benda uji pada alas horizontal dan terapkan
ayunan pendulum ke area yang belum dipotong (kecepatan tumbukan kira-
kira 16 kaki / detik). Benda uji akan membengkok atau patah pada laju
regangan yang cukup tinggi dengan kisaran rata-rata 10³ detik.

Gambar 4. Spesimen Uji Impact Metode Charpy


(ASTM Handbook, 2019).

2. Metode Izod
Metode Izod adalah suatu metode untuk melakukan uji impak dimana posisi
dan arah beban benda uji pada alas ditempatkan searah dengan takik. Benda
uji Izod memiliki penampang persegi panjang atau lingkaran dengan takik V
di dekat ujungnya dijepit sesuai dengan standar uji ASTM E23.
19

Gambar 5. Spesimen Berdasarkan Metode Izod


(ASTM Handbook, 2019).

Dalam upaya yang dibutuhkan pendulum waktu menghantam spesimen atau


energi yang diserap oleh spesimen sampai mengalami patah, maka
didapatkan persamaan yaitu:
𝐴 = 𝑎. 𝑏..................................................(2.1)

Keterangan:
A = Luas penampang (mm²)
𝑎 = Lebar spesimen (mm)
𝑏 = Tinggi spesimen dibawah takik (mm)

Setelah mendapatkan persamaan luas penampang dan nilai energi impak


melalui pengujian, kemudian mencari nilai harga impak dengan persamaan
berikut ini.
𝐸
𝐻𝐼 = 𝐴 ...............................................(2.2)
Keterangan:
HI = Harga Impak (joule/mm2)
E = Energi Impak (joule)
A = Luas Penampang (mm2)
20

J. Sistem Quenching Tersirkulasi

Pembuatan Instalasi alat quenching agitasi sudah sangat banyak dan bahkan
telah dijual juga dipasaran. Ada banyak jenis instalasi yang masing-masing
disesuaikan dengan jenis media yang digunakan dan juga desain yang
mencegah terbentuknya selubung uap pada saat spesimen dicelup.

Gambar 6. Diagram instalasi quenching dengan agitasi


(Nugroho, 2005).

Instalasi bak penampung media pendingin terdapat dibagian atas dan pompa
diletakkan pada bagian bawahnya. Air yang disemburkan langsung mengenai
spesimen uji yang tercelup pada bak penampung. Kecepatan semburan air yang
nantinya akan mempengaruhi kecepatan pendinginan memiliki hubungan
dengan debit aliran yang mampu dialirkan oleh pompa, yang dimana pada
sistem agitasi jenis ini menggunakan katup by pass untuk mengatur laju
alirannya (Nugroho, 2005).
21

K. Perubahan Fasa Austenit ke Martensit

Peralihan fasa austenit ke fasa martensit disebabkan oleh proses pendinginan


yang sangat cepat dari suhu austenit ke suhu kamar. Konversi pembentukan
martensit ini berakhir pada suhu di bawah 0 derajat Celcius, meninggalkan
residu bahkan ketika baja didinginkan dengan cepat ke suhu kamar. Austenit.
Akibatnya, pengerasan baja tidak optimal. Austenit dan tegangan sisa termasuk
dalam kandungan karbon. Semakin tinggi kandungan karbon, semakin besar
kemungkinan austenit akan dipertahankan.

Untuk menghilangkan austenite sisa yang muncul ini, maka dilakukan


perlakuan subzero treatment yaitu pendinginan lanjut dibawah nol celcius.
Dengan perlakuan ini semua austenit sisa dapat bertransformasi menjadi
marensit. Cara lain adalah tempering dengan perlakuan panas atau tempering.
Selama pendinginan yang cepat, karbon tidak memiliki cukup waktu untuk
berdifusi dari larutan padat austenit, sehingga konversi menggeser atom dari
kisi kubik berpusat sisi, kubik berpusat muka, FCT ke kristal kubik jenuh.
Disebabkan oleh. Kristal tetragonal. SM. Transformasi geser atom ini
menyebabkan distorsi kisi kristal. Dua dimensi sel unit BCT berukuran sama,
tetapi dimensi ketiga lebih besar. Selama pergeseran, atom karbon yang tidak
sempat berdifusi terkurung pada posisi oktahedral, sehingga konstanta kisi c
lebih besar dari pada kisi a.

Austenite berubah menjadi martensit pada suhu yang lebih rendah dari suhu
kritis Martensit Star. Suhu MS dipengaruhi oleh kandungan paduan dalam baja.
Ada dua bentuk struktur martensit dalam paduan besi-karbon: martensit lath dan
pelat martensit. Struktur rangka martensit dibentuk dari baja dengan kandungan
karbon rendah hingga sedang atau baja dengan kandungan karbon kurang dari
0,6%. Lembaran logam martensit, di sisi lain, terbuat dari baja karbon tinggi
atau baja dengan kandungan karbon lebih besar dari 0,6%. Gambar di bawah
menunjukkan perbedaan struktur martensit yang diamati dengan mikroskop
optik (Nugraheni,2015).
22

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat Dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Material Teknik Mesin, Fakultas


Teknik Universitas Lampung. Penelitian ini dilakukan dari bulan November
sampai Desember 2020 dan maret 2021.

B. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah seperti
dibawah ini :
1. Baja AISI 1045

Gambar 7. Baja AISI 1045

Baja AISI 1045 adalah baja yang digunakan untuk bahan penelitian yang
dilakukan, baja AISI 1045 termasuk kedalam baja karbon sedang. Adapun
dimensi dari spesimen yang digunakan penelitian adalah sebagai berikut :
Panjang = 55 mm
Lebar = 10 mm
Tebal = 10 mm
23

Gambar 8. Dimensi Spesimen

(ASTM Handbook, 2019)

2. Alat mensirkulasikan media pendinginan Quenching dan Air

Gambar 9. Alat mensirkulasikan media pendinginan Quenching

Alat tersebut merupakan alat yang menjadi wadah dari media pendinginan
dalam proses Quenching untuk dapat tersirkulasi selama proses
mendinginkan spesimen dan air sebanyak 5 Liter.
24

Tabel 3. Spesifikasi alat sirkulasi

Volume Max 20 liter

Diameter pipa ¾ inch

Debit Max 18 LPM

Spesifikasi Pompa Air SHIMIZU PS-135 E

Daya Listrik 125 Watt

Daya Hisap 9 Meter

Daya Dorong 33 Meter

Kapasitas 10-28 liter/menit

Rumus menentukan perhitungan laju kecepatan air pada alat instalasi


adalah sebagai berikut:

Rumus debit yang dihasilkan oleh flow meter water


Q= AxV...................................................................................................(2)
Keterangan:
Q: debit Air (m3/s)
A: Luas penampang (m2)
V: kecepatan aliran (m⁄s)
Mencari nilai luas penampang (A) pipa dengan diameter ¾ in.
A=πr^2……………………………………………………………..……(3)
Keterangan :
A: luas penampang (m2)
r : jari-jari (m)

Maka :
D= ¾ inch x 0,0254 m = 0,01905 m
r = 0,0095 m
25

A= 3,14 x 0,0095 = 0,00028 m2


mencari nilai kecepatan aliran pada bukaan katup penuh dengan debit 18
LPM maka Q= 0,0003 m3/s
V=Q/A…………………………………………………………………..(4)
Maka :
V=(0,0003 m 3⁄s)/(0,00028〖 m〗^2 )
V=1,07143 m⁄s

3. Gerinda Potong

Gambar 10. Gerinda Potong

Gerinda potong digunakan sebagai alat pemotong spesimen agar


dimensinya sesuai dengan dimensi yang telah ditentukan pada saat
pengujian.
26

4. Tungku Pemanas (Furnace)

Gambar 11. Tungku Pemanas (Furnace)

Tabel 4. Spesifikasi mesin Furnace (Lab Material Teknik, 2020)

Model L64/14
Tahun 2000
Frekuensi 50 Hz
Temperatur Max 1400°C
Daya 13,0 kW
Arus 16/16/28 A

Tungku pemanas (furnace) adalah alat yang digunakan untuk memanaskan


baja AISI 1045 hingga ke temperatur austenitnya.
27

5. Jangka Sorong

Gambar 12. Jangka Sorong

Digunakan sebagai alat pengukur untuk spesimen bekas patahan, untuk


mengetahui tingkat keuletan.

6. Universal Impact Testing Machine

Gambar 13. Universal Impact Testing Machine

Impact Testing Machine adalah alat pengujian yang digunakan. Pada


pengujian impak ini dilakukan dengan metode charpy yang mana dengan
membuat takikan persis di tengah spesimen.
28

Tabel 5. Spesifikasi Impact Testing Machine (Lab Material Teknik, 2020)

Model RMU Testing Equipment

300 J Charpy - Div. 1 J


Pendulum energy 150 J Charpy - Div.0.5 J
165 J Izod – Div 2.5 J

Rising angle 160°

Distance between centers


of
380mm
pendulum and spesimen

0.5J PL=0.258Nm

1J PL=0.516Nm

Pendulum moment 2J PL=1.031Nm

4J PL=2.062Nm

5J PL=2.578Nm

0-0.5J minimum scale: 0.005J


0-1J minimum scale: 0.01J
Dial scale 0-2J minimum scale: 0.02J

0-4J minimum scale: 0.04J

0-5J minimum scale: 0.05J

Corner dimension of 30 degree


striking edge
Round angle radius of R=2mm
striking edge
Spesimen conform to ISO180
29

C. Prosedur Penelitian

Adapun prosedur dalam penelitian ini terbagi menjadi 4 tahap yaitu tahap
persiapan spesimen atau benda uji, tahap perlakuan panas, tahap pengujian,
serta tahap pengambilan data.
1. Persiapan Bahan Uji yaitu Baja AISI 1045
Persiapan bahan uji adalah dengan melakukan penyesuaian dimensi baja
AISI 1045 dari bentuk plat ke bentuk yang sesuai. Dengan cara dilakukan
pemotongan dengan menggunakan gerinda potong sesuai dengan dimensi
yang telah ditentukan, yaitu panjang 55 mm, lebar 10 mm dan dengan tebal
10 mm.
2. Perlakuan Panas
Perlakuan panas (Quenching) yang dilakukan pada baja AISI 1045
dilakukan dengan beberapa tahap yaitu sebagai berikut :
a. Baja AISI 1045 yang telah sesuai dimensi dimasukan kedalam tungku
pemanas untuk dipanaskan ke temperatur austenitnya. Untuk baja AISI
1045 jika dilihat dari diagram fasa Fe3C adalah sebesar 840oC.
b. Setelah temperatur baja AISI 1045 telah mencapai temperatur
austenitnya dilakukan penahanan selama 60 menit pada temperatur
tersebut agar terjadi keseragaman fasa.
c. Menyiapkan alat sirkulasi untuk mendinginkan baja AISI 1045 yang
telah dipanaskan hingga suhu 850°C.
d. Mendinginkan Baja AISI 1045 dengan cara dimasukan kedalam tangki
media pendingin air yang tersirkulasi.
e. Setelah bahan uji bertemperatur ruangan, bahan uji kemudian
dikeringkan dan dilakuakan pengamplasan untuk membersihkannya.
3. Perlakuan Tempering Terhadap Spesimen Baja AISI 1045
Adapun proses tempering yang dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Dilakukan pada temperatur temper 350 ºC, 450 ºC, 550 ºC, dan 650 ºC
dengan holding time 60 menit.
b. Kemudian setelah kering, baja AISI 1045 di lakukan proses
penghalusan permukaan dengan cara diamplas dengan menggunakan
amplas (80, 400, 500, 1000 dan 1500).
30

4. Pengujian
Adapun prosedur pengujian yang dilakukan pada baja AISI 1045 yaitu
pengujian ketangguhan dan pengamatan jenis patahan. Tahapan kedua
pengujian tersebut adalah sebagai berikut :
a. Pengujian impak dengan menggunakan metode charpy dengan universal
impact tester. Adapun tahapan dari pengujian impak ini adalah :
1) Melakukan kalibrasi pada alat pengujian impak untuk meminimalisir
kesalahan perhitungan.
2) Meletakan spesimen pada meja uji.
3) Mengangkat pendulum pada mesin uji impak.
4) Melepaskan tuas pada mesin uji impak.
5) Melakukan pengereman setelah pendulum mencapai ketinggian
maksimum.
6) Menetukan jenis perpatahan yang terjadi.
7) Melakukan analisis pada perpatahan.
8) Menghitung energi impak yang terjadi.
b. Setelah dilakukan pengujian impak, dilanjutkan dengan Pengamatan
Struktur Makro Bekas Patahan untuk mengetahui jenis patahan yang
terjadi.
5. Pengambilan Data
Pengambilan data yang didapat dalam proses pengujian yang dilakukan
pada baja AISI 1045 adalah sebagai berikut :
31

Tabel 6. Data Pengujian Kekerasan

Harga
Energi E Rata- Standar
Perlakuan Spesimen Impak
(Joule) rata Deviasi
(J/mm²)

RM 1

RM 2
RAW
RM 3

RM 4

2
350°C
3

2
450°C
3

2
550°C
3

2
650°C
3

4
32

D. Alur Penelitian
Adapun alur penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut :

Mulai

Studi
Literatur

Tanpa Perlakuan Persiapan spesimen baja AISI


Panas 1045

Quenching dengan media


air tersirkulasi

Tempering. 350 °C, 450 °C, 550 °C, 650 °C

Pengujian Pengamatan
Impak Makro

Analisis
Data

Simpulan

Selesai

Gambar 14. Diagram Alir


48

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Adapun kesimpulan yang didapat dari penelitian Pengaruh Variasi Temperatur


Tempering Terhadap Nilai Ketangguhan dan Jenis Patahan Pada Baja AISI 1045
yang Diquenching Dalam Media Pendingin Tersirkulasi adalah sebagai berikut:

1. Proses perlakuan panas yang diberikan terhadap baja karbon sedang AISI
1045 dapat merubah nilai ketangguhan baja tersebut. Untuk proses
quenching dengan temperatur 850℃ menggunakan media pendingin air
tersirkulasi nilai ketangguhan menurun, yaitu 0.100J/mm2 jika dibandingkan
dengan nilai ketangguhan RAW Material yaitu 0.45J/mm2. Sedangkan
proses perlakuan panas tempering dapat meningkatkan nilai ketangguhan
baja tersebut, nilai ketangguhan tertinggi ada pada spesimen dengan
perlakuan tempering 650℃ memiliki nilai ketangguhan sebesar 2.091J/mm2.
2. Jenis patahan yang terjadi pada baja baja karbon sedang AISI 1045 semakin
tinggi temperature tempering maka semakin ulet patahan yang dihasilkan.

B. Saran

Adapun saran yang dapat diberkan penulis untuk mendukung penelitian


selanjutnya, adalah sebagai berikut:

1. Saat pembelian material pastikan bahwa material yang akan dibeli sudah
sesuai dengan yang akan dipakai.
2. Saat pemotongan material pastikan agar dimensi sudah sesuai dengan standar
ASTM E-23.
3. Membuat timeline pengujian.
50

DAFTAR PUSTAKA

ASTM Standart Handbook. 2019. USA: ASM International.


Fadilah, Irfan. 2018. Analisis Struktur Mikro (Metalografi). Program Studi Teknik
Metalurgi, Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan, Institut
Teknologi Bandung, Jl. Ganeca 10 Bandung 40132, Indonesia
Haryadi Dwi, 2006. Pengaruh Suhu Tempering Terhadap Kekerasan, Kekuatan
Tarik Dan Struktur Mikro Pada Baja K-460. Volume 8, no 2 april 2006 hal:
1-8
Hassen, Peter. 1996. Physical Metallurgy, Cambridge; Cambridge University
Iman Saefuloh, Haryadi, 2018. Pengaruh Proses Quenching Dan Tempering
Terhadap Sifat Mekanik Dan Struktur Mikro Baja Karbon Rendah Dengan
Paduan Laterit1 Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Banten, Indonesia
Ibrahim, Akhyar dan Sayuti, M. 2015. Effect of Heat Treatment on Hardness and
Microstructures of AISI 1045. Department of Mechanical Engineering,
Lhokseumawe State Polytechnics , Aceh, Indonesia 24301
Kirono, Sasi., Diniardi, Eri dan Prasetyo, Isgihardi. Analisa Perubahan Dimensi
Baja Aisi 1045 Setelah Proses Perlakuan Panas (Heat Treatment). Universitas
Muhamadiyah Jakarta. Jakarta
Mustofa, Hanif. 2020. Pengaruh Temperatur Tempering Terhadap Kekerasan Dan
Struktur Mikro Baja AISI 1045 Yang Diquencing Dalam Media Pendingin
Tersirkulasi. Teknik Mesin Universitas Lampung. Lampung
Nugroho, Sri dan Haryadi, Gunawan Dwi. 2005. Pengaruh media Quenching Air
Tersirkulasi (Circulated Water) Terhadap Struktur Mikro Dan Kekerasan
Pada Baja AISI 1045. Jurnal Rotasi Volume 7 Nomor 1.

Nugroho, Eko., Sulis Dri Handono, Asroni dan Wahidin. 2019. Pengaruh
Temperatur dan Media Pendingin pada Proses Heat Treatment Baja AISI
1045 terhadap Kekerasan dan Laju Korosi. Jurusan Teknik Mesin, Fakultas
Teknik, Universitas Muhammadiyah Metro. Lampung
Pramono, Agus. 2011. Jurnal Ilmiah Teknik Mesin CakraM. Vol. 5. No. 1. April
2011. Hal 32–38. Banten.
51

R. Edy Purwanto, Subagiyo, Anggit Murdani dan Listiono. 2016. Perlakuan Bahan.
Politeknik Negeri Malang (Polinema) Gedung AU ground floor Jalan
Soekarno Hatta No. 9, Malang PO BOX Malang
Stifler, Lim Richie., Sobron Y.L. dan Erwin Siahaan. 2017. Karakteristik Sifat
Mekanis Dan Struktur Mikro Proses Austemper Pada Baja Karbon S 45 C
Dan S 60 C. Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas
Tarumanagara.
Suarsana, KT. 2017. Ilmu Material Teknik. Teknik Mesin Universitas Udayana.
Denpasar
Totten, G.E., C.E. Bates dan N.A. Clinton. 1995. Handbook of Quenchants and
Quenching Technology. United States of America: ASM International.

Anda mungkin juga menyukai