Anda di halaman 1dari 124

KAJIAN KOROSI PADA PIPA TRANSPORTASI CRUDE OIL

PIPELINE A (SP 01 – SP 02) DI KECAMATAN BALONGAN


KABUPATEN INDRAMAYU, PROVINSI JAWA BARAT

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik


pada Program Studi Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik
Universitas Islam Bandung

Oleh :

Raihan Umeda
100.701.16.044

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
1441 H / 2020 M
LEMBAR PENGESAHAN

Judul : KAJIAN KOROSI PADA PIPA TRANSPORTASI CRUDE OIL


PIPELINE A (SP 01 – SP 02) DI KECAMATAN BALONGAN
KABUPATEN INDRAMAYU, PROVINSI JAWA BARAT
Nama : Raihan Umeda
NPM : 100.701.16.044

Bandung, Agustus 2020


Menyetujui,

Elfida Moralista, S.Si., M.T. Ir. Zaenal, M.T.


Pembimbing Co-Pembimbing

Mengetahui,

Dr. Ir. Yunus Ashari, M.T.


Ketua Program Studi Teknik Pertambangan
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya

yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana disuatu Perguruan Tinggi

dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang

ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah

ini dan disebutkan daftar pustaka.

Bandung, Agustus 2020

Raihan Umeda
100.701.16.044

iii
MOTTO HIDUP

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan,

kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira

kepada orang-orang yang sabar.” QS. Al-Baqarah: 155

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan

kesanggupannya”  QS. Al-Baqarah: 286

“Menuntut ilmu adalah Taqwa, menyampaikan ilmu adalah Ibadah, mengulangi

ilmu adalah Dzikir, mencari ilmu adalah Jihad”. –Imam Al-Ghazali-

iv
PERSEMBAHAN

Penulis Persembahkan skripsi Ini Kepada :

1. Keluarga Tercinta

Teruntuk kedua Orangtua, Sukamto Umeda dan Ai Yulaeha, terima kasih telah

mendidik dan memberi materi. Terima kasih juga untuk Marsha Delviana

Umeda, Tokuo Umeda, Laras Bayu Dita, dan Muhammad Kurniawan Umeda

yang telah memberi materi dan motivasi kepada penulis. Teruntuk Keluarga di

Depok, Medan, dan Jepang terima kasih telah memberi dukungan moril dan

materil juga doa yang terbaik kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan

skripsi ini.

2. Keluarga Laboratorium Tambang Tercinta

Teruntuk Bu Elfida Moralista dan Pak Zaenal yang telah memberikan ilmu,

motivasi dan pengalamannya. Terima kasih kepada Aang, Andes, April, Adit,

Astian, Muny, Rahmat, Tengku dan Arin dan abang, kaka atas motivasi dan

dukungan moril setiap harinya.

3. Abang dan adik Tingkat Tercinta

Skripsi ini juga penulis persembahkan untuk abang senior yang telah membantu

dan memberikan ilmunya kepada penulis yaitu kepada Dwi Cahyo Ananda, S.T,

Deriansa Hamdani, S.T, Griya Perkasayuda, S.T serta Rama Adijaya yang telah

banyak membantu selama pengerjaan skripsi penulis.

4. Teman Terdekat

Skripsi ini penulis persembahkan kepada Coconut Team yaitu Jamet, Babang,

Cimeng, Mo, Babeh, Oray dan support dari Ibu Kantin yang telah memberikan

semangat dan canda tawa selama kuliah. Terima kasih juga kepada Dul Army

v
yaitu Agung, Fayzal, Frimbon, Jek serta teman-teman basket Bule yaitu Yoso,

Imam, Selo, Firhan, Danu, Mikeh pada jaman perkuliahan.

5. Teman-teman Pejuang Korosi

Terima kasih atas doa, motivasi, ilmu dan semangat selama bimbingan, dan

mengerjakan skripsi bersama kepada Adit, April, Muny, Astian, Fayzal, Fadly,

Azka, Hilman, Indra, Rijal, Bang Amidy, Bang Antasari dan Ivan.

6. Teknik Pertambangan 2016

Terima kasih atas doa, motivasi, canda tawa dan semangat selama perkuliahan,

khususnya kalian yang telah mendukung dan selalu memberikan support

kepada penulis.

vi
KAJIAN KOROSI PADA PIPA TRANSPORTASI CRUDE OIL
PIPELINE A (SP 01 – SP 02) DI KECAMATAN BALONGAN
KABUPATEN INDRAMAYU, PROVINSI JAWA BARAT

SARI

Kegiatan transportasi crude oil pada umumnya menggunakan jalur-jalur


pipa. Pipa-pipa yang digunakan tersebut berbahan dasar logam. Pipa logam
digunakan karena memiliki ketahanan yang baik terhadap temperatur dan tekanan
yang tinggi. Pipa logam dapat mengalami penurunan kualitas yang diakibatkan oleh
korosi karena kontak langsung dengan lingkungan eksternal dan internal. Kerugian
yang ditimbulkan oleh korosi pada pipa ialah terjadinya pengurangan ketebalan pipa
yang dapat menyebabkan pipa tersebut mengalami kebocoran dan sisa umur pakai
pipa menjadi rendah. Oleh karena itu, diperlukan monitoring salah satunya ialah
kajian mengenai korosi pada pipa transportasi crude oil agar kegiatan transportasi
crude oil tidak terganggu.
Penelitian ini dilakukan terhadap pipa transportasi crude oil sepanjang 2.500 meter
yang berada di atas dan di bawah permukaan tanah. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi laju korosi dan sisa umur pakai
pipa, jenis korosi, metoda pengendalian korosi yang diaplikasikan, laju korosi (Corrosion
Rate/CR) dan sisa umur pakai (Remaining Service Life/RSL) pipa.
Kondisi lingkungan pada lokasi penelitian yaitu pH tanah 5,6 – 6,2 termasuk asam,
suhu lingkungan 28°C – 33°C dan resistivitas tanah 2.577 – 3.467 ohm.cm termasuk ke
tingkat korosivitas sangat korosif sampai korosif. Metodologi penelitian ini adalah
pengukuran pengurangan ketebalan pipa untuk menentukan laju korosi (Corrosion
Rate/CR) dan sisa umur pakai (Remaining Service Life/RSL) pipa berdasarkan API 570.
Pengukuran ketebalan pipa dilakukan dengan menggunakan alat Ultrasonic Thickness
Gauge Panametrics MG 2 DL pada 14 test point.
Jenis korosi yang terjadi pada pipa transportasi crude oil yaitu korosi merata
(uniform corrosion) dan korosi erosi (erosion corrosion). Metoda pengendalian korosi yang
diaplikasikan secara eksternal adalah dengan metoda coating dengan Rust-Oleum Stops
Rust Enamel Brush, metoda wrapping dengan Polyken The Berry Plastics CPG System
942/955 EN dan metoda proteksi katodik sistem Anoda Korban (SACP) menggunakan
Magnesium (Mg) sebagai anoda korbannya. Kemudian metoda pengendalian korosi yang
diaplikasikan secara internal menggunakan inhibitor korosi yaitu UOP TM UNICOR TM C.
Faktor-faktor lingkungan internal yang mempengaruhi laju korosi dan sisa umur pakai pipa
adalah kandungan sulfur, air, garam, dan jenis crude oilnya yaitu heavy crude. Sedangkan
faktor lingkungan eksternal pipa yaitu pH dan resistivitas tanah tidak berpengaruh
signifikan. Persentase faktor-faktor lingkungan penyebab korosi yaitu 90% lingkungan
internal dan 10% lingkungan eksternal. Laju korosi pipa yang terjadi adalah 0,1362
mm/tahun sampai 0,2133 mm/tahun dan termasuk ke dalam kategori good berdasarkan

vii
ketahanan korosi relatifnya. Sisa umur pakai pipa adalah 19,48 tahun sampai 42,41 tahun
dengan demikian pipa masih dapat digunakan melebihi umur desain pipa yaitu 20 tahun.

Kata kunci : Pipa Baja Karbon, Crude Oil, Jenis Korosi, Pengendalian Korosi, Laju Korosi, Sisa
Umur Pakai

viii
CORROSION STUDY ON CRUDE OIL PIPELINE A
(SP 01 - SP 02) TRANSPORTATION PIPES IN
BALONGAN DISTRIC INDRAMAYU DISTRICT
WEST JAVA PROVINCE

ABSTRACT

Crude oil transportation activities generally use pipelines. The pipes used are
metal based. Metal pipes are used because they have good resistance to
temperature and high pressure. Metal pipes can experience a decrease in quality
caused by corrosion due to direct contact with external and internal environments.
The disadvantage caused by corrosion in pipes is the occurrence of pipe thickness
reduction that can cause the pipe to leak and the remaining life of the pipe becomes
low. Therefore, monitoring is required one of them is a study on the corrosion of
crude oil transportation pipeline so that the activities of crude oil transportation is not
disturbed.
This research was conducted against crude oil transportation pipeline of
2,500 meters which is above the surface and underground. This research aims to
determine the environmental factors that affect the corrosion rate and remaining
service life of the pipe, the type of corrosion, the method of corrosion control
applied, the corrosion rate (Corrosion Rate/CR) and the remaining life span
(Remaining Service Life/RSL) pipe.
Environmental conditions at the research site are soil pH 5.6-6.2 including
acids, environmental temperature 28°C - 33°C and Soil resistivity 2,577 – 3,467
ohm.cm which are included into the level of corrosivity highly corrosive to corrosive.
This research methodology is the measurement of pipe thickness reduction to
determine the corrosion rate (Corrosion Rate/CR) and the remaining life span
(Remaining Service Life/RSL) pipe based on API 570. Thickness measurements of
pipes are carried out using a tool Ultrasonic Thickness Gauge Panametrics MG 2
DL at 14 test points.
The type of corrosion occurring in crude oil transportation pipeline is a type
of uniform corrosion and erosion corrosion. The method of corrosion control applied
externally is by coating method of Rust-Oleum Stops rust Enamel Brush, the
wrapping method in The form of Polyken The Berry Plastics CPG system 942/955
EN and cathodic method of anode system victim Protection (SACP) using
magnesium (Mg) as the victim anode. Then the method of corrosion control applied
internally by using a corrosion inhibitor of UOPTM UNICORTM C. Internal
environmental factors that influence the rate of corrosion and the remaining life of
the pipe are sulfur, water, salt, and crude oil types, namely heavy crude. While the
external environmental factors of the pipe namely pH and soil resistivity have no
significant effect. The percentage of environmental factors causing corrosion are
90% internal environment and 10% external environment The corrosion rate of pipe
occurring is 0.1362 mm/year to 0.2133 mm/year belongs to the good category
based on its relative corrosion resistance. The remaining life of the pipe 19.48 years
to 42.41 years thus the pipe can still be used exceeding the pipe design life of 20
years.

ix
Keywords : Carbon Steel Pipe, Crude Oil, Corrosion Type, Corrosion Control, Corrosion Rate,
Remaining Service Life

x
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan

rahmat serta hidayah-Nya sehingga pada kesempatan ini penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kajian Korosi pada Pipa Transportasi

Crude Oil Pipeline A (SP 01 – SP 02) di Kecamatan Balongan, Kabupaten

Indramayu, Provinsi Jawa Barat” dapat terselesaikan dengan baik.

Penelitian dalam skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada

seluruh pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan serta pembuatan

skripsi, sehingga skripsi yang dibuat dapat terselesaikan dengan baik. Oleh sebab

itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Yunus Ashari, M.T. selaku Ketua Program Studi Teknik

Pertambangan, Fakultas Teknik, Universitas Islam Bandung.

2. Bapak Noor Fauzi Isniarno S.Si., S.Pd., M.T. selaku Sekretaris Program Studi

Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik, Universitas Islam Bandung dan

dosen wali yang telah memberikan dukungan moril kepada penulis.

3. Bapak Ir. Zaenal, M.T., selaku Koordinator Skripsi dan Co-pembimbing yang

telah membantu dan memberikan arahan dalam penyusunan skripsi selama

kegiatan skripsi berlangsung.

4. Ibu Elfida Moralista, S.Si., M.T., selaku dosen pembimbing skripsi, yang telah

membimbing dan memberikan arahan dalam penyusunan skripsi sehingga

dapat terselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kata

sempurna, sehingga penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca,

sehingga dalam pembuatan penulisan selanjutnya akan lebih baik lagi. Semoga

ix
skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan dan dapat digunakan sebagai

mana seharusnya.

Bandung, Agustus 2020

Raihan Umeda
100.701.16.044

x
DAFTAR ISI

SARI ..........................................................................................................vii
ABSTRACT...................................................................................................viii
KATA PENGANTAR.......................................................................................ix
DAFTAR ISI....................................................................................................xi
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................xiii
DAFTAR TABEL...........................................................................................xiv
DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................xv
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah....................................................................1
1.2 Perumusan Masalah..........................................................................1
1.2.1 Identifikasi Masalah...................................................................1
1.2.2 Batasan Masalah.......................................................................2
1.2.3 Masalah Penelitian....................................................................2
1.3 Tujuan Penelitian...............................................................................3
1.4 Anggapan Dasar................................................................................3
1.5 Metodologi Penelitian.........................................................................3
1.5.1 Teknik Pengambilan Data.........................................................3
1.5.2 Teknik Pengolahan Data...........................................................4
1.5.3 Teknik Analisis Data..................................................................4
1.6 Sistematika Penulisan........................................................................5
BAB II TINJAUAN UMUM...............................................................................8
2.1 Keadaan Umum.................................................................................8
2.2 Keadaan Lingkungan.........................................................................8
2.2.1 Iklim dan Curah Hujan...............................................................8
2.2.2 Keadaan Geologi.....................................................................10
2.2.3 Jenis Tanah.............................................................................10
BAB III TEORI DASAR..................................................................................13
3.1 Minyak Mentah (Crude Oil)..............................................................13
3.1.1 Jenis Crude Oil........................................................................13
3.1.2 Jenis Aliran Fluida...................................................................14
3.2 Material Logam................................................................................15
3.2.1 Baja Karbon (Carbon Steel)....................................................15
3.2.2 Baja Tahan Karat (Stainless Steel)..........................................16
3.3 Korosi...............................................................................................17
3.3.1 Jenis-Jenis Korosi...................................................................19
3.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Korosi.......................24
3.3.3 Inspeksi dan Pengawasan (Monitoring) Korosi..........................25
3.3.4 Pengendalian Korosi................................................................26
3.3.5 Ketahanan Korosi Relatif..........................................................32
3.4 American Petroleum Institute (API) 570...........................................32

xi
3.4.1 Perhitungan Thickness Required.............................................33
3.4.2 Perhitungan Maximum Allowable Working Pressure...............33
3.4.3 Perhitungan Corrosion Rate....................................................34
3.4.4 Perhitungan Remaining Service Life.......................................34
BAB IV PROSEDUR DAN HASIL PENELITIAN..........................................36
4.1 Komposisi dan Karakteristik Fluida..................................................36
4.2 Material Pipa....................................................................................36
4.3 Data Lingkungan..............................................................................38
4.3.1 Temperatur dan Curah Hujan..................................................38
4.3.2 Jenis Tanah.............................................................................38
4.3.3 pH Tanah................................................................................38
4.3.4 Resistivitas Tanah...................................................................40
4.4 Jenis Korosi dan Metoda Pengendaliannya.....................................41
4.4.1 Metoda Coating.......................................................................41
4.4.2 Metoda Wrapping....................................................................42
4.4.3 Metoda Proteksi Katodik..........................................................42
4.4.4 Metoda Inhibitor.......................................................................43
4.5 Tebal Aktual Pipa.............................................................................43
4.6 Perhitungan Thickness Required, Maximum Allowable Working
Pressure, Laju Korosi (Corrosion Rate) Pipa dan Sisa Umur Pakai
(Remaining Service Life) Pipa Berdasarkan API 570.......................45
4.7 Laju Korosi (Corrosion Rate) dan Sisa Umur Pakai (Remaining
Service Life) Pipa.............................................................................46
BAB V PEMBAHASAN.................................................................................48
5.1 Jenis Korosi dan Metoda Pengendaliannya.....................................48
5.2 Laju Korosi.......................................................................................49
5.3 Sisa Umur Pakai (Remaining Service Life) Pipa..............................54
5.4 Faktor-Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Laju Korosi dan Sisa
Umur Pakai Pipa..............................................................................56
5.4.1 Lingkungan Eksternal..............................................................56
5.4.2 Lingkungan Internal.................................................................63
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN............................................................64
6.1 Kesimpulan......................................................................................64
6.2 Saran...............................................................................................65
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................66
LAMPIRAN.....................................................................................................68

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. 1 Diagram Alir Penelitian....................................................................................7Y
2. 1 Peta Administrasi Daerah Penelitian.................................................................9
2. 2 Peta Geologi....................................................................................................11
2. 3 Peta Jenis Tanah............................................................................................12
3. 1 Jenis-Jenis Aliran Fluida..................................................................................19
3. 2 Korosi Merata (Uniform Corrosion)..................................................................19
3. 3 Korosi Erosi (Erosion Corrosion).....................................................................20
3. 4 Korosi Sumuran (Pitting Corrosion).................................................................21
3. 5 Korosi Celah (Crevice Corrosion)....................................................................21
3. 6 Korosi Galvanik (Galvanic Corrosion)..............................................................22
3. 7 Korosi Tegangan (Stress Corrosion Cracking)................................................23
3. 8 Proteksi Katodik Sistem Anoda Korban (SACP)..............................................30
3. 9 Proteksi Katodik Arus yang Dipaksakan (ICCP)..............................................31
4. 1 pH Meter Soil Tester........................................................................................39
4. 2 Resistivity Soil Meter Tinker and Rasor SR-2..................................................40
4. 3 Rust-Oleum Stops Rust Enamel Brush............................................................42
4. 4 Polyken The Berry Plastics CPG System 942/955 EN....................................42
4. 5 Ultrasonic Thickness Gauge Panametrics MG2 DL.........................................43
4. 6 Posisi Pengukuran Ketebalan Pipa.................................................................44
5. 1 Grafik Pengurangan Ketebalan Pipa pada tiap Test Point...............................51
5. 2 Grafik Laju Korosi Pipa pada tiap Test Point...................................................52
5. 3 Grafik Hubungan antara Laju Korosi Pipa terhadap Pengurangan Ketebalan
Pipa......................................................................................................................... 53
5. 4 Grafik Sisa Umur Pakai Pipa (RSL) pada tiap Test Point................................55
5. 5 Grafik Hubungan antara Resistivitas Tanah terhadap Laju Korosi Pipa..........58
5. 6 Grafik Hubungan antara Resistivitas Tanah terhadap Sisa Umur Pakai Pipa..61
5. 7 Grafik Hubungan antara pH Tanah terhadap Laju Korosi Pipa........................61
5. 8 Grafik Hubungan antara pH Tanah terhadap Sisa Umur Pakai (RSL) Pipa.....62

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
2. 1 Curah Hujan Kecamatan Balongan.................................................................10

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
A. Komposisi Kimia Material Pipa..........................................................................69
B. Pipe Scheduling.................................................................................................71
C. Tabulation of Examples of Allowable Stresses..................................................73
D. Skema Pipa Transportasi Crude Oil...................................................................75
E. Perhitungan Thickness Required, Maximum Allowable Working Pressure,
Corrosion Rate, dan Remaining Service Life.....................................................77
F. Spesifikasi Coating............................................................................................92
G. Spesifikasi Wrapping.........................................................................................95
H. Spesifikasi Inhibitor............................................................................................98

xv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam kegiatan transportasi minyak dan gas menggunakan peralatan yang

berbahan dasar logam, diantaranya adalah pipa. Pipa logam dapat mengalami

korosi pada saat berinteraksi dengan lingkungan. Lingkungan tersebut dapat

berupa air, udara, gas, larutan asam yang dapat mengoksidasi logam.

Penggunaan pipa logam pada transportasi minyak dan gas digunakan

karena logam memiliki karakteristik kuat, tahan temperatur dan tekanan yang tinggi.

Logam banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam bidang

teknologi dan industri seperti jalur pipa transportasi minyak dan gas. Namun dibalik

kemampuan serta perannya tersebut, banyak faktor yang mampu membuat

menurunnya kualitas dari fungsi logam tersebut, yaitu terjadinya korosi pada pipa

logam.

Korosi dan resiko pada produksi dan transportasi minyak dan gas yaitu

pengurangan ketebalan pipa akibat terjadinya korosi. Pengurangan ketebalan pipa

dapat mengakibatkan kebocoran pipa dan sisa umur pakai (Remaining Service

Life/RSL) pipa menjadi rendah. Oleh karena itu , diperlukan adanya kajian korosi

pada pipa untuk monitoring laju korosi sehingga sisa umur pakai (Remaining

Service Life/RSL) pipa mencapai umur desain pipa.

1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :
2

1.2.1 Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Pada beberapa bagian permukaan pipa terjadi korosi.

2. Lapisan coating dan wrapping pada bagian pipa yang terletak di atas

permukaan tanah mengalami kerusakan.

3. Lingkungan eksternal dan internal pipa yang bersifat korosif.

4. Pipa beresiko tidak dapat mencapai umur desainnya.

1.2.2 Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka penulis membatasi masalah

pada kegiatan penelitian ini, sebagai berikut :

1. Penentuan jenis korosi berdasarkan hasil pengukuran pengurangan ketebalan

pipa transportasi crude oil.

2. Pengamatan dilakukan terhadap metoda pengendalian korosi yang

diaplikasikan secara eksternal dan internal pada pipa transportasi crude oil.

3. Pengukuran pH dan resistivitas tanah untuk mengetahui faktor lingkungan

eksternal pipa yang mempengaruhi laju korosi dan sisa umur pakai pipa.

4. Perhitungan laju korosi dan sisa umur pakai pipa pada 14 test point dilakukan

dengan menggunakan data pengurangan ketebalan pipa dan berdasarkan API

570.

1.2.3 Masalah Penelitian

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka penulis merumuskan masalah

pada kegiatan penelitian ini, sebagai berikut :

1. Apa jenis korosi yang terjadi pada pipa transportasi crude oil?

2. Apa saja metoda pengendalian korosi yang diaplikasikan pada pipa transportasi

crude oil?
3

3. Faktor-faktor lingkungan apa saja yang mempengaruhi laju korosi dan sisa umur

pakai pipa transportasi crude oil?

4. Berapa laju korosi dan sisa umur pakai pipa transportasi crude oil?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini, yaitu:

1. Mengetahui jenis korosi yang terjadi pada pipa transportasi crude oil.

2. Mengetahui metoda pengendalian korosi yang diaplikasikan pada pipa

transportasi crude oil.

3. Mengetahui faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi laju korosi dan sisa

umur pakai pipa.

4. Mengetahui laju korosi dan sisa umur pakai pipa transportasi crude oil.

1.4 Anggapan Dasar

Adapun anggapan dasar pada penelitian ini, yaitu:

1. Laju korosi yang tinggi menyebabkan terjadinya pengurangan ketebalan pipa

sehingga dapat terjadi kebocoran pada pipa dan sisa umur pakai (Remaining

Service Life/RSL) pipa menjadi rendah.

2. Korosi yang terjadi pada pipa transportasi crude oil dipengaruhi oleh faktor

internal dan faktor eksternal.

3. Metoda pengendalian korosi yang diaplikasikan dapat menurunkan laju korosi

(Corrosion Rate/CR) dan meningkatkan sisa umur pakai (Remaining Service

Life/RSL) pipa.

1.5 Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :
4

1.5.1 Teknik Pengambilan Data

Pengambilan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Data primer terdiri dari pH tanah, resistivitas tanah, tebal aktual pipa, umur

desain, dan umur pakai pipa.

2. Data sekunder meliputi :

a. Spesifikasi material pipa, merupakan data yang diperoleh dari American

Society of Mechanical Engineers (ASME) dan ISO 3183:2012 yang

menjelaskan komposisi material, outside diameter, tebal nominal, weld joint

factor, specified minimum yield strength, corrosion allowance, allowable

stress value, design pressure, design factor pipa.

b. Spesifikasi crude oil, meliputi komposisi, temperatur, tekanan, ºAPI gravity,

dan specific gravity crude oil.

c. Lingkungan, merupakan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistika

(BPS) menjelaskan curah hujan, temperatur udara, dan kelembapan relatif,

dari Badan Indonesia Geospasial (BIG) meliputi jenis tanah.

d. Metoda pengendalian korosi, merupakan data yang menjelaskan spesifikasi

coating, wrapping, inhibitor, dan logam yang digunakan sebagai proteksi

katodik sistem anoda korban.

1.5.2 Teknik Pengolahan Data

Pengolahan data yang dilakukan berdasarkan American Petroleum Institute

(API) 570. Pengolahan data dilakukan untuk menghitung Thickness Required (Tr),

Maximum Allowable Working Pressure (MAWP), laju korosi (Corrosion Rate/CR)

dan sisa umur pakai (Remaining Service Life/RSL) pipa. Data yang digunakan pada

pengolahan data adalah data tebal aktual, umur pakai, tebal nominal, diameter luar

pipa.
5

1.5.3 Teknik Analisis Data

Analisis data dilakukan secara komparatif antara resistivitas tanah terhadap

tingkat korosivitas. Selanjutnya dilakukan analisis secara komparatif antara laju

korosi (Corrosion Rate/CR) terhadap ketahanan korosi relatif. Selanjutnya dianalisis

secara komparatif antara sisa umur pakai (Remaining Service Life/RSL) pipa

terhadap umur desain pipa yaitu 20 tahun. Analisis juga dilakukan terhadap faktor-

faktor lingkungan yang diindikasi mempengaruhi laju korosi dan sisa umur pakai

pipa.

Untuk diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.1.

1.6 Sistematika Penulisan

Dalam pembuatan skripsi ini terbagi menjadi beberapa bagian bab-bab.

Berikut adalah beberapa bagian bab yang digunakan dalam sistematika penulisan

skripsi ini:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian, anggapan dasar penelitian yang dilakukan,

metodologi penelitian yang digunakan, serta sistematika penulisan yang

digunakan dalam penulisan skripsi.

BAB II TINJAUAN UMUM

Pada bab ini menjelaskan tentang gambaran secara umum mengenai

lokasi penelitian serta berisikan beberapa hal yang berkaitan dengan

kondisi lingkungan sekitar pada daerah penelitian, yaitu diantaranya : (a)

Lokasi dan Batasan Administrasi; (b) Kondisi Lingkungan.

BAB III LANDASAN TEORI


6

Pada bab ini menjelaskan tentang teori dasar, yang merupakan teori

penunjang dari pembuatan laporan akhir kegiatan penelitian pada skripsi,

maka dari itu dalam bab ini akan berisikan teori-teori yang terkait dengan

material logam, korosi, seperti definisi korosi, jenis korosi, pengendalian

korosi, ketahanan korosi relatif, serta beberapa rumus yang digunakan

dalam pengolahan data yang ada untuk menghitung thickness required,

maximum allowable working pressure, laju korosi, serta sisa umur pakai

(Remaining Service Life/RSL) pipa yang berdasarkan standard API 570.

BAB IV PROSEDUR DAN HASIL PENELITIAN

Pada bab ini menjelaskan tentang prosedur dalam pengambilan data serta

berisi mengenai hasil dari penelitian yang dilakukan, seperti spesifikasi

pipa, komposisi pipa, komposisi dan karakteristik fluida. Kemudian dalam

bab ini juga memuat beberapa contoh perhitungan atau pengolahan data

yang telah dilakukan sehingga diperoleh hasil perhitungan seperti

thickness required, maximum allowable working pressure, laju korosi dan

sisa umur pakai (Remaining Service Life/RSL) pipa.

BAB V PEMBAHASAN

Pada bab ini menjelaskan tentang pembahasan dari data yang sudah

diolah sebelumnya pada bab prosedur dan hasil penelitian. Sebagian data

yang telah diolah tersebut dibahas dalam bentuk gambar grafik yang

kemudian dianalisis pada variabel yang saling terkait. Sedangkan

sebagian data dianalisis dengan mengkorelasikan dengan beberapa data

lainnya, sehingga diperoleh suatu hubungan pengaruh dari hasil korelasi

tersebut serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi laju korosi

dan sisa umur pakai pipa.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN


7

Pada bab ini menjelaskan tentang hasil akhir dari kegiatan penelitian

skripsi yang telah dilakukan, serta memuat saran yang diberikan agar

dapat mengevaluasi dari hasil penelitian yang telah dilakukan sehingga

dapat memberikan kemajuan serta perkembangan pada pihak terkait agar

dapat lebih baik lagi pada penanganan permasalahan yang akan terjadi.
7

Gambar 1. 1
Diagram Alir Penelitian
BAB II
TINJAUAN UMUM

2.1 Keadaan Umum

Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Indramayu nomor 1 tahun 2012,

bahwa wilayah Kabupaten Indramayu terbagi menjadi 31 kecamatan yang dibagi

lagi menjadi 317 desa dengan pusat pemerintahan yang berada di Kecamatan

Indramayu. Lokasi penelitian berada di Kecamatan Balongan, Kabupaten

Indramayu, Secara administrasi, Kecamatan Balongan memiliki batasan-batasan

wilayah dengan kecamatan lain, diantaranya adalah:

1. Bagian Utara : Laut Jawa

2. Bagian Selatan : Kecamatan Sliyeg

3. Bagian Barat : Kecamatan Indramayu

4. Bagian Timur : Kecamatan Juntinyuat dan Laut Jawa

Untuk batasan administrasi dapat dilihat pada Gambar 2.1.

2.2 Keadaan Lingkungan

2.2.1 Iklim dan Curah Hujan

Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kecamatan

Balongan, Kabupaten Indramayu didapat temperatur udara rata-rata 28 - 33 0C

dengan kelembapan relatif 80%. Data curah hujan pada 10 tahun terakhir, curah

hujan tertinggi terjadi pada tahun 2014 dengan jumlah hari hujan 94 hari dan

intensitas curah hujan yaitu 2.571 mm. Sedangkan intensitas curah hujan terendah

pada tahun 2015 dengan jumlah hari hujan 76 hari dan intensitas curah hujan 731

mm. Untuk lebih detailnya dapat dilihat pada Tabel 2.1.

8
Gambar 2. 1 9
Peta Administrasi Daerah Penelitian
10

Tabel 2. 1
Curah Hujan Kecamatan Balongan

Hari Hujan dan Curah Hujan


Tahun
Hari Hujan (hari) Curah Hujan (mm)
2010 131 1.674
2011 89 1.323
2012 71 1.218
2013 148 1.500
2014 94 2.571
2015 76 731
2016 152 2.241
2017 137 1.357
2018 89 1.165
2019 71 1.101
Sumber: BPS Kabupaten Indramayu

2.2.2 Keadaan Geologi

Keadaan geologi daerah penelitian terletak pada formasi batuan Qaf yang

merupakan formasi endapan dataran banjir yang tersusun atas batuan lempung

pasiran-humusan, pasir lempungan, sebagian tufaan dan lempung lanauan

berwarna abu-abu kecoklatan hingga kehitaman yang dapat dilihat pada Gambar

2.2.

2.2.3 Jenis Tanah

Lokasi daerah penelitian terletak pada daerah jenis tanah endoaquepts yang

termasuk ke jenis tanah gleisol. Tanah jenis gleisol ini memiliki ciri hidromorfik

sampai kedalaman 50 cm dari permukaan tanah. Jenis tanah ini mempunyai warna

kelabu hingga kekuningan, solum tanah sedang, tekstur geluh hingga lempung, dan

bersifat asam. Tanah gleisol biasanya penyebarannya di daerah humid hingga sub

humid dengan curah hujan rata-rata lebih dari 1.500 mm/tahun. Untuk peta jenis

tanah dapat dilihat pada Gambar 2.3.


11
Gambar 2. 2
Peta Geologi
Gambar 2. 3
12
Peta Jenis Tanah
13

BAB III
TEORI DASAR

3.1 Minyak Mentah (Crude Oil)

Minyak mentah (crude oil) merupakan cairan kental, berwarna coklat pekat

sampai gelap atau kehijauan yang mudah terbakar, yang berada di lapisan atas dari

beberapa area di kerak bumi. Minyak mentah (crude oil) merupakan senyawa

hidrokarbon (C, H, O, N, S) yang terbentuk dalam kondisi tekanan dan temperatur

atmosfer berupa fasa cair atau padat, seperti aspal, lilin mineral, dan bitumen dari

hasil penambangan. Minyak mentah (crude oil) merupakan campuran kompleks

dengan komponen utama alkana dan sebagian kecil alkena, alkuna, siklo-alkana,

aromatik dan senyawa anorganik[15].

Minyak mentah (crude oil) merupakan hasil dekomposisi tumbuhan dan

hewan di daerah yang subsidence secara perlahan. Daerah tersebut biasanya

berupa laut, batas lagoon (danau), sepanjang pantai atau rawa. Hampir 50 – 90%

dari zat yang terkandung dalam crude oil merupakan hidrokarbon.

3.2.1 Jenis Crude Oil

Minyak mentah (crude oil) merupakan minyak bumi yang telah terpisah

dengan gas alam. Beberapa jenis minyak mentah adalah sebagai berikut :

1. Minyak mentah ringan (light crude oil), mengandung kadar logam dan belerang

yang rendah, berwarna terang dan memiliki viskositas yang rendah.

2. Minyak mentah berat (heavy crude oil), mengandung kadar logam dan belerang

yang tinggi, memiliki viskositas tinggi sehingga perlu dipanaskan agar meleleh.

Klasifikasi crude oil berdasarkan nilai oAPI gravity didapat dari persamaan

berikut:

13
14

141,5
o
API¿ -131,5……………………………….(3.1)
Specific Gravity

Klasifikasi crude oil dapat dilihat pada Tabel 3.1

Tabel 3. 1
Klasifikasi Crude Oil
o
N API Klasifikasi Crude Oil
o
1 > 45 Extra Light Crude
2 35 - 45 Light Crude
3 25 - 35 Medium Crude
4 15 - 25 Heavy Crude
5 < 15 Extra Heavy Crude
Sumber: Energy Insights, Mckinsey

3.2.2 Jenis Aliran Fluida

Aliran fluida (crude oil) di dalam sebuah pipa dibagi menjadi dua, yaitu[15] :

1. Aliran Laminar

Aliran laminar terjadi pada partikel-partikel fluida bergerak dalam lintasan yang

sangat tidak teratur, yang mengakibatkan pertukaran momentum dari satu

bagian ke bagian lainnya. Hal tersebut ditunjukkan oleh percobaan Osborne

Reynold. Pada laju aliran rendah, aliran laminar tergambar sebagai filamen

panjang yang mengalir sepanjang aliran. Aliran ini mempunyai bilangan Reynold

≤2.000.

2. Aliran Turbulen

Aliran turbulen merupakan aliran fluida yang partikelnya bergerak secara acak

dan tidak stabil dengan kecepatan fluktuasi yang saling interaksi. Akibat dari hal

tersebut garis alir antar partikel fluidanya saling berpotongan. Oleh Osborne

Reynold digambarkan sebagai bentuk yang tidak stabil yang bercampur dalam

waktu yang cepat. Aliran turbulen mempunyai bilangan Reynold ≥4.000.

Faktor yang mempengaruhi aliran laminar dan turbulen dapat dihitung

menggunakan bilangan Reynold, dengan rumus :


15

Re¿ V d ρ = V d =
Vq
μ v ΠμD ……………………………….(3.2)

Keterangan :

V = Kecepatan rata-rata (m/s)

d = diameter dalam pipa (m)

v = viskositas kinematik fluida (m2/s)

ρ = densitas fluida (kg/m3)

μ = viskositas dinamik fluida (kg/m.s)

q = Debit (m3/s)

Ilustrasi jenis aliran fluida dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Sumber : Yudi, Karyono, 2008


Gambar 3. 1
Jenis-Jenis Aliran Fluida

3.2 Material Logam

3.2.1 Baja Karbon (Carbon Steel)

Baja karbon merupakan material yang terbentuk dari campuran Fe (besi)

dan C (karbon). Baja karbon memiliki kandungan karbon kurang dari 2,14%. Baja

karbon dibagi menjadi tiga, yaitu [12]:

1. Baja Karbon Rendah (Low Carbon Steel)

Baja karbon rendah merupakan baja karbon yang mempunyai kandungan

karbon < 0,3%. Baja karbon ini mempunyai karakter relatif lunak, tidak responsif
16

terhadap panas, dan struktur mikronya terdiri dari ferit dan perlit. Aplikasi dari

baja karbon rendah ini yaitu untuk pipa saluran dan body mobil.

2. Baja Karbon Medium (Medium Carbon Steel)

Baja karbon medium merupakan baja karbon yang mempunyai kandungan

karbon 0,3% - 0,6%. Baja ini dapat ditingkatkan sifat mekaniknya melalui

perlakuan panas sehingga struktur mikronya martensit dan lebih kuat dari baja

karbon rendah. Aplikasi dari baja karbon medium ini yaitu sebagai poros, roda

gigi, dan crankshaft.

3. Baja Karbon Tinggi (High Carbon Steel)

Baja karbon tinggi merupakan baja karbon yang mempunyai kandungan karbon

sebesar > 0,6%. Baja karbon ini adalah baja yang paling keras, paling kuat, dan

paling getas di antara baja karbon lainnya serta tahan terhadap aus. Aplikasi

baja karbon tinggi ini yaitu untuk pegas, kawat dengan kekuatan tinggi, dan

perkakas potong.

3.2.2 Baja Tahan Karat (Stainless Steel)

Stainless steel merupakan paduan besi yang mengandung minimal 12% Cr

(Kromium) untuk ketahanan korosi. Selain itu juga paduan besi dapat dicampur

dengan unsur lainnya seperti unsur Nikel (Ni), unsur Molibdenum (Mo), dan unsur

Titanium (Ti). Berikut ini adalah macam-macam baja tahan karat (stainless steel),

yaitu [12]:

1. Straight Grades

Straight Grades merupakan stainless steel yang mengandung 0,08% karbon

yang dibagi menjadi beberapa tipe dalam pembagian straight grades ini, antara

lain:

a. Type 304, mengandung 18% Cr dan 8% Ni.

b. Type 316, mengandung 16% - 18% Cr dan 11% - 14% Ni.


17

c. Type 317, mengandung 3% moly.

d. Type 317LM, mengandung 4% Mo.

2. Grade Martensit

Grade Martensit merupakan paduan stainless steel yang tahan korosi dan

tahan panas yang dibagi menjadi beberapa grade dalam kandungannya, antara

lain:

a. Grade 414, ditambah 2% Ni.

b. Grade 410, ditambah paduan terendah baja tahan karat (304, 430, 410).

c. Grade 416, ditambah Fosfor (P) dan Sulfur (S).

3. Grade Feritik

Grade Feritik merupakan paduan stainless steel yang tahan terhadap korosi

dan oksidasi yang dibagi menjadi beberapa type dalam kandungannya, antara

lain:

a. Type 430, Basic tipe feritik.

b. Type 405, mengandung Krominum (Cr) rendah dan menambah Aluminium

(Al).

c. Type 434, ditambah Molibdenum (Mo).

4. Grade Duplex

Grade Duplex merupakan kombinasi dari austenitic dan feritik material yang

mempunyai kekuatan yang tinggi dan ketahanan terhadap corrosion cracking.

Contoh bahan ini adalah jenis 2205.

3.3 Korosi

Korosi dapat diartikan sebagai penurunan mutu logam akibat reaksi

elektrokimia dengan lingkungannya (Trethewey, K.R. dan J. Chamberlain,1991).

Korosi merupakan suatu peristiwa kerusakan atau penurunan kualitas suatu bahan
18

material (logam) yang disebabkan oleh terjadinya reaksi terhadap lingkungan.

Korosi berlaku juga untuk material non logam, seperti keramik, plastik, karet dan

lain-lain. (AR Hakim, 2012). Lingkungan tersebut dapat berupa air, udara, gas,

larutan asam, dan lain- lain (Rini Riastuti dan Andi Rustandi, 2008) [5].

Korosi memiliki arti proses perusakan atau degradasi material logam akibat

terjadinya reaksi kimia antara paduan logam dengan lingkungannya. Proses

perusakan material logam tersebut tentu sangat merugikan, karena dapat

mengakibatkan penurunan sifat fisik mekanik material logam terhadap lingkungan

kerja logam. Korosi atau karat juga dapat terjadi dikarenakan adanya lingkungan

yang korosif pada logam, yaitu suatu lingkungan yang dapat mempercepat proses

korosi yang terjadi pada logam seperti faktor internal dan faktor eksternal.

Lingkungan korosif dapat tercipta jika tersedianya senyawa-senyawa korosif

pada kandungan air maupun uap air yang berada di tempat material tersebut

berada di tempat material tersebut berada. Selain faktor suhu dan tekanan yang

tinggi juga dapat mengakibatkan terjadinya peristiwa korosif pada logam. Oleh

karena itu hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan masa umur pakai logam

adalah dengan melakukan penerapan sistem Pengendalian korosi maupun sistem

perawatan korosi terhadap material logam tersebut maupun lingkungan tempat

material logam tersebut berada sehingga usia pakai material logam tersebut dapat

bertahan dengan jangka waktu yang cukup lama.

Reaksi korosi yang terjadi pada pipa, yaitu:

1. Reaksi Oksidasi

Fe Fe2+ + 2e-

2. Reaksi Reduksi

a. Dalam kondisi lingkungan asam (pH < 7)

O2 + 4H+ +4e- 2H2O


19

b. Dalam kondisi lingkungan netral dan basa (pH ≥ 7)

O2 + 2H2O + 4e- 4OH-

Bereaksi dengan lingkungan: 2 Fe2+ +4OH- 2Fe(OH)2

2Fe(OH)2 + ½ O2 + H2O 2 Fe(OH)3 (produk korosi)

3.3.1 Jenis-Jenis Korosi

1. Korosi Merata (Uniform Corrosion)

Korosi merata (uniform corrosion) merupakan korosi yang terjadi pada

permukaan logam yang disebabkan oleh reaksi kimia karena keadaan pH air

yang rendah dan udara yang lembap. Korosi merata terjadi pada logam yang

homogen. Korosi ini dapat dicegah dengan memberikan pelapis lindung yang

mengandung inhibitor. Korosi merata dapat menyebabkan kehilangan material

dalam jumlah yang cukup banyak pada permukaan logam. Logam yang

mengalami korosi merata akan menampakkan perubahan kondisi logam yang

sangat signifikan dengan ditandai perubahan warna yang menyebar secara

luas dan merata. Jenis korosi ini dapat diketahui dengan mudah karena

tampilannya secara menyeluruh dan seragam pada semua permukaan logam.

Korosi merata dapat terjadi jika lingkungan korosif mempunyai akses yang

sama ke seluruh bagian permukaan logam [15].

Sumber : Zaki, Ahmad, 2006


Gambar 3. 2
Korosi Merata (Uniform Corrosion)
20

2. Erosion Corrosion and Cavitation Damage

Cavitation corrosion merupakan bentuk korosi yang dikombinasikan dengan

kerusakan mekanis, terjadi dalam cairan yang bergerak dengan cepat dan

mengambil bentuk area atau tambalan permukaan yang diperkeras. Kerusakan

kavitasi ini adalah degradasi benda padat yang disebabkan oleh kavitasi

sehingga memunculkan dalam bentuk kehilangan material, perubahan bentuk,

dan deformasi permukaan. Hal tersebut terjadi ketika kecepatan menjadi tinggi

sehingga tekanan statisnya lebih rendah daripada tekanan uap cairan. Erosi

kavitasi ini merupakan kehilangan material yang terus menerus akibat dampak

kavitasi di bawah pengaruh erosi yang termasuk ke dalam korosi serta

kerusakan mekanis [15].

Sumber : Zaki, Ahmad, 2006


Gambar 3. 3
Korosi Erosi (Erosion Corrosion)

3. Korosi Sumuran (Pitting Corrosion)

Korosi sumuran merupakan korosi lokal yang terjadi pada permukaan yang

terbuka akibat terjadinya perusakan lapisan pasif. Proses terjadinya korosi

sumuran ini diawali dengan pembentukan suatu deposit di atas Permukaan

bahan antara permukaan lapisan pasif dan elektrolit, sehingga terjadi

penurunan pH atau tingkat keasaman logam tersebut, dan mengakibatkan

terjadinya pelarutan lapisan pasif tersebut menjadi pecah dan terjadi korosi
21

sumuran. Jenis korosi sumuran atau pitting corrosion ini sangat berbahaya

karena lokasi terjadinya tidak mudah diketahui dan sangat kecil tetapi sangat

dalam, pada operasi dengan tekanan operasi tinggi dapat mengakibatkan

terjadinya kondisi pipa patah atau meledak karena terjadinya lubang pada pipa
[15]
.

Sumber : Zaki, Ahmad, 2006


Gambar 3. 4
Korosi Sumuran (Pitting Corrosion)

4. Korosi Celah (Crevice Corrosion)

Korosi celah (crevice corrosion) merupakan korosi yang terjadi pada celah

antara dua bagian komponen logam. Proses terjadi korosi celah ini secara

merata di seluruh bagian luar dan dalam pipa, sehingga terjadi peristiwa

oksidasi logam dan proses reduksi oksigen. Apabila oksigen yang berada di

dalam celah telah habis sedangkan oksigen yang berada pada bagian luar

celah masih banyak, maka akan mengakibatkan permukaan logam yang

berhubungan dengan bagian luar pipa akan menjadi katoda dan permukaan

logam dalam celah pipa menjadi anoda, sehingga akan terjadi korosi di dalam

celah tersebut. Jenis korosi ini tidak tampak dari luar pipa dan sangat merusak

pada pipa. Jenis korosi ini sering didapati pada sambungan pipa yang kurang

kedap. Salah satu penyebabnya adalah dikarenakan adanya lubang yang bocor

yang berada pada gasket, lap joint, serta endapan-endapan yang berada di

dalam pipa [15].


22

Sumber : Zaki, Ahmad, 2006


Gambar 3. 5
Korosi Celah (Crevice Corrosion)
5. Korosi Galvanik (Galvanic Corrosion)

Korosi galvanik akan terjadi apabila terdapat dua logam yang berbeda yang

dihubungkan dan berada di lingkungan yang korosif. Korosi ini terjadi karena

dua logam yang memiliki perbedaan potensial antara logam yang satu dengan

logam yang lainnya, sehingga akan menimbulkan aliran electron di antara

kedua logam tersebut, sehingga akan menimbulkan salah satu dari logam yang

memiliki beda potensial yang lebih rendah atau kurang mulia akan mengalami

korosi, sedangkan logam lainnya yang memiliki beda potensial lebih tinggi atau

mulia akan terlindungi dari serangan korosi. Logam-logam dalam deret galvanik

terpisah cukup jauh tidak boleh dipasangkan atau dikombinasikan akan

menghasilkan korosi galvanik[15].

Sumber : Zaki, Ahmad, 2006


Gambar 3. 6
Korosi Galvanik (Galvanic Corrosion)

6. Korosi Temperatur Tinggi (High temperature Corrosion)

Korosi jenis ini terjadi karena logam berada dalam suatu keadaan lingkungan

dengan temperatur yang tinggi yang dapat mengakibatkan reaksi oksidasi dan
23

reduksi antara logam dengan oksigen berlangsung dengan cepat dan

mengakibatkan terjadi perubahan susunan kimiawi awal pada logam sehingga

mengakibatkan logam terkorosi. Korosi jenis ini banyak terjadi pada pipa-pipa

baja karbon karena pada paduannya banyak dipakai unsur besi (Fe) dan

karbon (C). Pipa jenis ini bila diberikan perlakuan panas pada suhu 500ºC-

1.000ºC akan mengakibatkan timbulnya krom karbida pada lapisan luar dan

dalam pipa [15].

7. Stress Corrosion Cracking and Hydrogen Damage

Stress corrosion atau korosi tegangan merupakan kegagalan logam yang

diakibatkan oleh aksi konjungsi dari tegangan dan chemical attacks. Peristiwa

ini terjadi karena kombinasi dari tensile stresses statis, lingkungan, dan kondisi

metalurgi yang mengarah pada kegagalan komponennya. Hal ini disebabkan

oleh inisiasi dan penyebaran rasio yang tinggi retak. Ditandai dengan retakan

halus yang menyebabkan kegagalan komponen yang berpotensi menjadi

struktur yang bersangkutan. Stress corrosion cracking atau disingkat SCC

sering terjadi secara tiba-tiba dan tidak dapat diprediksi yang mungkin terjadi

setelah hanya beberapa bulan atau tahun sebelumnya memuaskan [15].

Sumber : Zaki, Ahmad, 2006


Gambar 3. 7
Korosi Tegangan (Stress Corrosion Cracking)

8. Corrosion Fatigue
24

Corrosion fatigue merupakan suatu proses yang dimana logam mengalami

pengikatan secara tidak langsung pada kondisi korosi simultan dan pemuatan

siklik yang berulang pada tingkat tekanan yang lebih rendah daripada yang

seharusnya diperlukan jika tidak ada lingkungan yang korosif. Logam dan

paduannya akan retak jika tidak ada korosi jika mengalami tekanan siklik yang

tinggi untuk beberapa siklus. Jumlah siklus untuk kegagalan akan berkurang

apabila tegangan meningkat. Di bawah tekanan tertentu, logam akan bertahan

tanpa batas, hal ini berada pada level terendah dari batas daya dari material[15].

3.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Korosi

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi laju korosi suatu pipa, suatu pipa

logam yang sama belum tentu mengalami kasus korosi yang sama pada lingkungan

yang berbeda. Begitu juga dengan pipa logam pada kondisi lingkungan yang sama

tetapi jenis material pipa tersebut berbeda, belum tentu material pipa tersebut

mengalami peristiwa korosi yag sama. Maka, hal tersebut dapat disimpulkan, bahwa

terdapat dua faktor utama yang sangat mempengaruhi laju korosi pada suatu pipa

logam, yaitu faktor metalurgi dan faktor lingkungan[6].

1. Faktor Metalurgi

Faktor ini merupakan faktor komposisi paduan logam yang berada dalam pipa

tersebut dikarenakan setiap bahan logam dan paduan logam memiliki sifat dan

karakteristik baik secara kimia maupun fisika yang berbeda dalam kondisi

lingkungan kerja tertentu. Faktor metalurgi adalah jenis logam dan paduannya

yang digunakan dalam pipa pada lingkungan tertentu dimana suatu pipa logam

dapat bertahan terhadap korosi. Contoh, pipa alumunium yang dapat

membentuk suatu lapisan pasif pada lingkungan tanah dan air biasa.

Sedangkan pipa dengan komposisi logam Fe, Zn dapat dengan mudah terkena

korosi pada lingkungan tersebut.


25

2. Faktor Lingkungan

Faktor ini sangat mempengaruhi laju korosi, dimana faktor lingkungan ini

dimana suatu lingkungan dapat digolongkan lingkungan yang baik dalam arti

lingkungan dengan laju korosi yang lambat maupun lingkungan yang korosif

dimana suatu keadaan lingkungan yang korosif itu dengan laju korosi yang

sangat tinggi. Adapun beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi laju

korosi ini, yaitu:

a. Faktor lingkungan air dengan material pipa komposisi ion-ion tertentu yang

terlarut dalam air, seperti air laut dan air tanah dapat mengakibatkan jenis

korosi yang berbeda beda. Pada lingkungan air laut, material pipa dapat

dengan mudah korosif, dikarenakan dalam lingkungan air laut mengandung

ion klor yang sangat reaktif, sehingga mengakibatkan tingginya laju korosi,

dan berbeda dengan lingkungan air tanah yang tahan terhadap korosi. Air

tanah juga akan berpengaruh terhadap nilai resistivitas tanah yang

berpengaruh ke tingkat korosivitas. Tingkat korosivitas berdasarkan nilai

resistivitas tanah dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3. 2
Corrosivity Ratings Based on Soil Resistivity
No Soil Resistivity (Ω.cm) Corrosivity Rating
1 ≥20,000 Essentially Noncorrosive
2 10,000 to 20,000 Midly Corrosive
3 5,000 to 10,000 Moderately Corrosive
4 3,000 to 5,000 Corrosive
5 1,000 to 3,000 Highly Corrosive
6 <1,000 Extremely Corrosive
Sumber: Corrosion Engineering Principles & Practice, 1991 [12]

b. Jenis crude oil yang dialirkan mengandung sulfida, maka korosi akan

mudah terjadi, karena sulfida bersifat korosif.

3.3.3 Inspeksi dan Pengawasan (Monitoring) Korosi

Terdapat beberapa metoda inspeksi dan pengawasan (monitoring) korosi yang

sering digunakan adalah sebagai berikut:


26

1. Metoda pengukuran pengurangan ketebalan

Metoda pengukuran pengurangan ketebalan ini dilakukan dengan mengukur

ketebalan pipa menggunakan alat ukur ultrasonic thickness gauge yang bekerja

berdasarkan gelombang ultrasonik. Alat ini sangat praktis dalam

pengaplikasiannya. Prinsip alat ukur ini yaitu memantulkan gelombang ultrasonik

yang selanjutnya diinterpretasikan dalam sebuah grafik dari alat tersebut. Hasil dari

pengukuran ini juga akan mengetahui anomali yang dapat menandakan adanya
[12]
produk korosi yang terjadi pada permukaan pipa . Hasil dari pengukuran

pengurangan ketebalan tersebut dapat dihitung laju korosi (Corrosion Rate/CR) dan

sisa umur pakai (Remaining Service Life/RSL) pipa berdasarkan American

Petroleum Institute (API) 570 [3].

2. Metoda kehilangan berat

Metoda kehilangan berat merupakan perhitungan laju korosi dengan mengukur

kekurangan berat yang disebabkan oleh korosi. Metoda ini dilakukan dengan

jangka waktu yang lama dan dapat dijadikan sebagai acuan terhadap kondisi

daerah yang diletakkan benda uji. Metoda ini dilakukan dengan mengukur kembali

berat awal dari benda uji, sehingga selisih berat awal dan berat akhir benda uji

menjadi kekurangan berat. Untuk mendapatkan jumlah kehilangan berat dapat

menggunakan rumus sebagai berikut [12]:

534W
CR = ……………………………………(3.3)
DAT

Keterangan :

CR = Corrosion Rate (Mpy)

W = Weight Loss (g)

D = Density of Specimen (g/cm3)

A = Area of Specimen (cm2)


27

T = Exposure Time (jam)

3. Metoda elektrokimia

Metoda elektrokimia merupakan cara monitoring korosi yang hanya bisa dicapai

apabila lingkungan yang diukur merupakan lingkungan yang dapat menghantarkan

arus listrik. Metoda ini dapat dilakukan dengan cara mengukur beda potensial objek

hingga didapatkan laju korosi yang terjadi.

3.3.4 Pengendalian Korosi

Pengendalian korosi terdapat beberapa cara, yaitu:

1. Seleksi Material dan Desain

Daya tahan material logam terhadap korosi dapat ditingkatkan dengan

merekayasa komposisi logam, struktur mikronnya atau dengan membuat

kondisi tegangan dan permukaannya. Berikut sifat dari seleksi material, yaitu
[12]
:

a. Pasif, dapat dilakukan dengan menambahkan unsur Krom (Cr), Nikel (Ni),

dan Molybdenum (Mo) dalam baja tahan karat dan dalam paduan material

lainnya.

b. Katodik, dapat mendorong proses pasivasi misalnya penambahan unsur

Tembaga (Cu), Perak (Ag), Paladium (Pd), atau Platina (Pt) dalam baja

tahan asam.

c. Penetral, contohnya unsur Titanium (Ti), Niobium (Nb), Tantalum (Ta),

sebagai pembentuk karbida dalam austenitic stainless steel, seperti Ti dan

Cu untuk menetralkan unsur S dalam baja, kemudian Mg dan Mn untuk

menetralkan Fe dan Si dalam Aluminium.

d. Pembentuk oksida, seperti unsur Cr, Al, dan Si dalam baja tahan panas,

Al, Be, dan Mg dalam tembaga.


28

e. Inhibiting, misalnya As atau Sb dalam kuningan untuk mencegah

hilangnya Zn.

2. Coating

Coating merupakan lapisan penutup yang diberikan pada permukaan logam

dengan tujuan untuk melindungi logam tersebut agar tidak kontak langsung

dengan lingkungan. Coating dapat diaplikasikan untuk struktur bawah tanah,

transisi pipa yang keluar dari tanah menuju permukaan tanah, dan untuk struktur

pipa di atas permukaan tanah. Coating merupakan perlindungan pertama dari

korosi pada sebuah pipa. Pengendalian korosi dengan coating memiliki beberapa

metode sebagai berikut:

a. Organic Coating (Painting), merupakan pelapisan yang dilakukan dengan

melapisi logam dasar menggunakan cairan yang mengandung komponen

organik pigment additive dan solvent. Komponen tersebut nantinya akan

membatasi logam dengan lingkungan sekitar.

b. Inorganic Coating (Wrapping), merupakan suatu metode proteksi logam

dengan cara pelapisan menggunakan vitreous enamel yang tahan terhadap

alkali (yang tidak terlalu kuat) dan asam (kecuali asam hydroflour).

c. Hot Dipping, merupakan metode yang dilakukan dengan pencelupan logam

dasar yang diproteksi ke dalam cairan logam pelapis dengan suhu yang tinggi.

d. Pelapisan difusi, merupakan metode yang dilakukan dengan menggunakan

konsep pembentukan lapisan paduan logam berdasarkan prinsip difusi antar

logam dengan memanfaatkan lapisan yang terbentuk antar logam tersebut

yang membuat logam dasar terproteksi dengan baik.

e. Cladding, merupakan pelapisan suatu logam yang memiliki ketahanan korosi

yang rendah dengan logam yang memiliki ketahanan korosi yang tinggi.

Metode ini sering diaplikasikan pada logam yang mudah untuk dibentuk.
29

3. Proteksi Katodik

Teknik pengendalian korosi dengan jalan memperlakukan struktur yang diproteksi

sebagai katoda dalam suatu sel elektrokimia (NACE 0169-92). Teknik

pengendalian korosi dengan jalan membanjiri struktur dalam elektrolit dengan

elektron (Sulaiman). Proteksi katodik dibagi menjadi dua kriteria, untuk di dalam

tanah -850 mV dengan menggunakan elektroda CSE dan untuk di air laut yaitu

-800 mV menggunakan elektroda Ag/AgCl. Alat yang digunakan untuk monitoring

sistem proteksi katodik yaitu menggunakan alat multimeter (voltmeter) yang harus

mempunyai akurasi ±5 mV (ISO 15589-1 2003) dan half-cell Cu/CuSO4 atau half-

cell Ag/AgCl. Terdapat dua metode proteksi katodik yang bergantung pada deret

volta, yaitu [12]:

a. Anoda korban (SACP)

Proteksi katodik dengan anoda korban (Sacrificial Anode Cathodic Protection)

yaitu pada suatu material dipasang konduktor logam yang kurang mulia dari

unsur Fe – C seperti Magnesium (Mg) untuk air tanah, Zinc (Zn) untuk air

tawar, dan Aluminium (Al) untuk air laut. Prinsip dasar dari sistem anoda

korban yaitu menciptakan sel elektrokimia galvanik antara dua logam berbeda

yang dihubungkan secara elektris dan ditanam dalam tanah atau air. Dalam

sel elektrolisis tersebut, logam yang lebih aktif akan menjadi anodic terhadap

logam yang lebih mulia dan terkonsumsi selama reaksi elektrokimia. Logam

yang mulia menerima proteksi katodik pada permukaannya karena aliran arus

melalui elektrolit dari logam yang anodik seperti logam Magnesium, Zinc, dan

Aluminium. Sistem anoda korban secara umum digunakan untuk melindungi

struktur lapisan material pipa yang kebutuhan arus proteksinya kecil dan

resistivitasnya rendah. Sistem proteksi katodik anoda korban ini dapat

memproteksi struktur dimana sumber listrik tidak tersedia. Prinsip proteksi


30

katodik anoda korban ini adalah menciptakan sel galvanis yaitu sel

elektrokimia antara dua logam yang berbeda dan dihubungkan secara elektrik.

Sedangkan elektrolit yang digunakan dalam sistem galvanis ini adalah

elektrolit dari tanah atau air sebagai elektrolitnya. Dalam perancangan sistem

proteksi katodik anoda korban (Sacrificial Anode Cathodic Protection) terdapat

empat kriteria yang ditetapkan oleh Standard NACE 0169 yaitu:

1. -850 mV terhadap proteksi katodik yang diaplikasikan.

2. -850 mV potensial polarisasi terhadap elektroda CSE.

3. -800 mV untuk elektroda Ag/AgCl.

4. Sisa polarisasi dari katodik minimum -100 mV.

Untuk ilustrasinya dapat dilihat pada Gambar 3.8.

Sumber: Jones, Denny A, 1996


Gambar 3. 8
Proteksi Katodik Sistem Anoda Korban (SACP)

b. Arus yang dipaksakan (ICCP)

Proteksi katodik dengan arus yang dipaksakan (Impressed Current Cathodic

Protection) akan terus-menerus menyuplai elektron pada unsur yang lebih


31

mulia. Sumber arus pada sistem arus yang dipaksakan berasal dari DC dan

AC yang dilengkapi dengan penyearah arus (rectifier). Arus yang mengalir dari

anoda melalui elektrolit ke permukaan struktur kemudian kembali ke rectifier

melalui konduktor elektris. Karena struktur menerima arus dari elektrolit, maka

struktur menjadi terproteksi. Dengan cara ini arus mengalir dari anoda melalui

elektrolit (dalam tanah) ke logam lain sebagai katoda dan elektron akan

mengalir dari anoda ke katoda melalui kawat penghantar listrik (konduktor)

sehingga pipa terproteksi dari korosi. Dalam sistem arus yang dipaksakan,

arus listrik dari sumber listrik tersebut dialirkan melalui kabel lalu ke anoda

yang dikubur atau direndam dalam elektrolit. Untuk ilustrasinya dapat dilihat

pada Gambar 3.9.

Sumber: Jones, Denny A, 1996


Gambar 3. 9
Proteksi Katodik Arus yang Dipaksakan (ICCP)

4. Inhibitor Korosi

Inhibitor korosi merupakan zat organik atau anorganik yang apabila

ditambahkan ke dalam lingkungan yang korosif dapat menurunkan laju korosi.

Inhibitor digunakan untuk melindungi bagian dalam struktur serangan korosi

yang disebabkan mengalirnya fluida atau tersimpan dalam struktur. Lingkungan

yang membutuhkan inhibitor yaitu lingkungan aqueous yang bersifat asam, air
32

alam, industri minyak, dan lingkungan atmosferik yang korosif. Dalam

aplikasinya, terdapat beberapa macam jenis inhibitor adalah sebagai berikut [12]:

a. Inhibitor katodik, berfungsi untuk menurunkan laju korosi dengan cara

menghambat reaksi reduksi karena molekul organik yang bersifat netral

akan mengalami adsorpsi di permukaan logam yang mengakibatkan celah

untuk ion hidrogen menuju permukaan elektroda akan berkurang, sehingga

hydrogen overvoltage akan meningkat serta laju korosi akan menurun.

Oxygen scavenger dan inhibitor presipitasi katodik merupakan inhibitor yang

masuk ke dalam jenis ini.

b. Inhibitor anodik, berfungsi untuk menghambat reaksi oksidasi dengan cara

mengadsorpsi molekul organik yang terdapat pada permukaan logam,

sehingga katalis FeOHad dapat berkurang serta laju korosi akan semakin

menurun. Kromat, Borat, Fosfat, Nintran, dan Molibdat merupakan inhibitor

yang masuk ke dalam jenis ini.

c. Inhibitor campuran, merupakan kombinasi dari inhibitor anodik dengan

inhibitor katodik. Kombinasi dari inhibitor anodik dengan inhibitor katodik ini

biasanya digunakan pada kondisi tertentu untuk memperoleh fungsi dari

masing-masing inhibitor tersebut.

3.3.5 Ketahanan Korosi Relatif

Ketahanan korosi relatif merupakan suatu ketahanan material logam

terhadap terjadinya korosi. Ketahanan korosi relatif pada material logam memiliki

nilai yang berbeda-beda. Oleh karena itu, ketahanan korosi relatif suatu logam

dapat digolongkan menjadi enam kategori. Penggolongan tersebut berdasarkan dari

nilai laju korosi yang ada. Penggolongan ketahanan korosi relatif untuk baja dapat

dilihat pada Tabel 3.3.


33

Tabel 3. 3
Corrosion of MPY with Equivalent Metric-Rate Expression
Relative Corrosion
Mpy mm/yr µm/yr Nm/h Pm/s
Resistance
Outstanding <1 <0.02 <25 <2 <1
Excellent 1–5 0.02 – 0.1 25 – 100 2 – 10 1–5
Good 5 – 20 0.1 – 0.5 100 – 500 10 – 50 20 – 50
Fair 20 – 50 0.5 – 1 500 – 1,000 50 – 150 20 – 50
Poor 50 – 200 1–5 1,000 – 5,000 150 – 500 50 – 200
Unacceptable 200+ 5+ 5,000+ 500+ 200+
Sumber: MG Fontana,Rekayasa Korosi, McGraw-Hill, 3rd ed, hal 172, 1996 Dicetak Ulang Dengan
Izin, McGraw-Hill Book Co [12].

3.4 American Petroleum Institute (API) 570

API (American Petroleum Institute) merupakan lembaga yang terakreditasi

untuk pengembangan yang menghasilkan standar, praktek-praktek yang dianjurkan,

spesifikasi, kode, dan publikasi teknis, laporan dan studi yang mencakup setiap

segmen industri. API 570 tentang Piping Inspection Code – Inspection, Repair,
[1]
Alteration, and Revating of Inservice Piping Systems . Untuk perhitungan

Corrosion Rate, Thickness Required, Maximum Allowable Working Pressure, dan

Remaining Service Life ini mengacu pada standar API 570, dimana standar ini

digunakan untuk menentukan sisa umur pakai (Remaining Service Life) pipa

tersebut.

3.4.1 Perhitungan Thickness Required

Perhitungan Thickness Required diperlukan untuk menentukan tebal minimal

dari pipa, agar pipa dapat beroperasi dengan aman. Perhitungan ini sangat

diperlukan untuk menentukan sisa umur pakai (Remaining Service Life) pada pipa

tersebut. Persamaan yang digunakan dalam menentukan Thickness required ini

adalah [3]:

PxD
Tr = + CA……………..…………………….(3.4)
2xSxE

Ket: Tr = Thickness Required (mm)


34

P = Internal Design Pressure (psi)

D = Diameter Pipa (mm)

S = Specification Minimum Yield Strength (psi)

E = Joint Factor

3.4.2 Perhitungan Maximum Allowable Working Pressure

MAWP (Maximum Allowable Working Pressure) adalah tegangan izin dari

material yang digunakan merupakan parameter penting dalam analisis tegangan

sistem perpipaan. Tegangan kerja dalam sistem perpipaan tidak boleh melebihi

tegangan yang diizinkan berdasarkan kode dan standar material tersebut. Dalam

sistem perpipaan, rasio stress umumnya digunakan. Stress ratio adalah

perbandingan antara tekanan kerja yang sebenarnya dalam sistem perpipaan dan

stress yang diizinkan berdasarkan kode dan standar. Rumus yang dipakai dalam

perhitungan MAWP ini adalah [3]:

2 x S x E x t actual
MAWP = ……………………………….(3.5)
D

Keterangan: MAWP = Maximum Allowable Working Pressure (psi)


S = Specification Minimum Yield Strength (psi)
E = Joint Factor
tactual = Tebal pipa pada saat inspeksi (mm)
D = Diameter Pipa (mm)
3.4.3 Perhitungan Corrosion Rate

Perhitungan corrosion rate (laju korosi) adalah suatu perhitungan yang

digunakan untuk mengukur tingginya laju korosi pada pipa. Dalam standar API 570

rumus yang digunakan untuk menghitung laju korosi ini adalah [3]:

tnominal - t actual
CR ¿ ……………………………………(3.6)
umur pakai pipa

Dimana : CR = corrosion rate (laju korosi) (mm/tahun)


tnominal = tebal pipa pada saat awal pemasangan (mm)

tactual = tebal pipa pada saat inspeksi (mm)


35

Umur pakai pipa = selisih waktu antara saat inspeksi terhadap

pemasangan awal pipa (tahun)

3.4.4 Perhitungan Remaining Service Life

Sisa umur pakai/Remaining Service Life (RSL) adalah perhitungan yang

digunakan untuk menentukan sisa umur pakai pipa agar pipa dapat beroperasi

dengan aman berdasarkan tebal pipa minimal yang diperbolehkan (Tr). Rumus yang

digunakan dalam perhitungan sisa umur pakai (RSL) pipa ini adalah [3]:

t actual - t required
RSL = ……………………………….(3.7)
CR

Keterangan: RSL = Sisa umur pakai pipa (tahun)


tactual = Tebal pipa pada saat inspeksi (mm)
trequired = Thickness Required (mm)
CR = Corrosion Rate (mm/tahun)
BAB IV
PROSEDUR DAN HASIL PENELITIAN

4.1 Komposisi dan Karakteristik Fluida

Fluida yang ditransportasikan berupa crude oil, berikut pada Tabel 4.1

adalah komposisi dan karakteristik crude oil.

Tabel 4. 1
Komposisi dan Karakteristik Crude Oil
Komposisi dan
Satuan Hasil Metode
Karakteristik Crude Oil
Specific Gravity - 0,927
ASTM D 1298
°API Gravity - 21,1
Viskositas
30°C cSt 591 ASTM D 2270
40°C 274,4
Kandungan Air % Vol 0,3 ASTM D 4006
Kadar Garam ppm 13,133 ASTM D 3230
Titik Tuang °C 24 ASTM D 5856
Kadar Sulfur %-b 0,21 ASTM D 4294

Berdasarkan klasifikasi crude oil pada Tabel 3.1, crude oil ini mempunyai
o
API gravity sebesar 21,1 yang masuk ke dalam klasifikasi Heavy Crude Oil.

4.2 Material Pipa

Pada pipa transportasi crude oil pipeline A (SP 01 – SP 02), material pipa

yang digunakan adalah API 5L Grade B yang memiliki kandungan karbon sebesar

0,28%. Berdasarkan komposisi karbon tersebut, maka material pipa termasuk ke

dalam jenis low carbon steel. Untuk lebih detailnya, komposisi material pipa

transportasi crude oil pipeline A (SP 01 – SP 02) menggunakan API 5L Grade B

berdasarkan ISO 3183:2012 dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan LAMPIRAN A.

Tabel 4. 2
Komposisi Kimia Material Pipa API 5L Grade B ISO 3183:2012
API 5L Grade B 10" (Low Carbon Steel)

36
37

Fe, % 96,66
Carbon, max % 0,28
Manganese, max % 1,20
Chrome, max % 0,50
Copper, max % 0,50
Nickel, max % 0,50
Titanium, max % 0,09
Phosphorus, max % 0,03
Sulfur, max % 0,03
Niobium, max % 0,03
Vanadium, max % 0,03
Molybdenum, max % 0,15
Sumber: ISO 3183:2012

Berdasarkan American Society of Mechanical Engineers (ASME) B31.4,

material pipa transportasi crude oil pipeline A (SP 01 – SP 02) menggunakan API 5L

Grade B schedule 60 dengan ukuran pipa sebesar 10” mempunyai spesifikasi untuk

tebal nominal 12,70 mm dan outside diameter 273,1 mm. Spesifikasi pipa

transportasi crude oil pipeline A (SP 01 – SP 02) menggunakan API 5L Grade B

dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4. 3
Spesifikasi Pipa PIPELINE DATA
Design Code ASME B 31.4
Description 10" schedule 60
Location of Installation Balongan - Indramayu
Service Crude Oil
Year Installed 1999
Year Inspection 2020
Nominal Thickness (mm) 12.70 (ASME)
Dimension Outside Diameter (mm) 273.1
Length (m) 2,500
Type Supported - Aboveground & Underground
Design Pressure (psi) 750
Operating Pressure (psi) 450
Design Temperature (°C) 60
Operating Temperature (°C) 32 - 35
Line Pipe API - 5L Grade B
Weld Joint Factor (E) 1
Specified Minimum Yield Strength (SMYS) (psi) 35,000
Design Factor 0.72
Allowable Stress Value (S= 0,72 x SMYS) (psi) 25,200

Sumber : ASME B 31.4

4.3 Data Lingkungan


38

Data lingkungan merupakan data pendukung yang digunakan sebagai data

penunjang tambahan dalam pembahasan dan analisis pada penelitian ini. Pada

data lingkungan ini sebelumnya dilakukan pengkajian terlebih dahulu agar data

yang digunakan mampu membantu dalam proses pembahasan serta analisis korosi

yang terjadi pada pipa transportasi crude oil pipeline A (SP 01 – SP 02).

4.3.1 Temperatur dan Curah Hujan

Kecamatan Balongan secara umum berada pada daerah morfologi yang

terdiri dari dataran rendah dan memiliki temperatur udara rata-rata 28 - 33 0C

dengan kelembapan relatif 80%. Curah Hujan tahunan berkisar antara 731 – 2.571

mm/tahun. Tingginya kelembapan relatif menyebabkan lingkungan menjadi lembap.

4.3.2 Jenis Tanah

Pada Kecamatan Balongan mempunyai jenis tanah gleisol, tanah ini

biasanya berwarna kelabu hingga kekuningan, solum tanah sedang, tekstur geluh

hingga lempung dan bersifat asam. Secara umum tanah ini merupakan tanah yang

tergolong dalam kategori endoaquepts (Gambar 2.3) karena di dalamnya

terkandung horizon sulfuric. Jenis tanah mempengaruhi pH tanah yang menjadi

rendah dan bersifat asam yaitu ≤ 6,5. Persebaran tanah jenis ini tersebar luas pada

daerah sekitaran sungai, delta, muara dan tepi pantai. Rendahnya nilai pH pada

tanah ini menyebabkan suasana lingkungan yang cukup asam sehingga mampu

mempengaruhi kondisi pipa yang di bawah permukaan tanah sedalam 1,5 m serta

tingkat korosivitas pipa yang berada pada lingkungan tersebut.

4.3.3 pH Tanah

pH tanah diperoleh dari pengukuran yang dilakukan di sekitar area pipa

transportasi crude oil sebanyak 12 test point. Pengukuran pH tanah dilakukan

dengan alat berupa Soil Tester pH Meter (Gambar 4.1) dan mendapatkan nilai pH

berdasarkan tingkat asam/basa/netral. Untuk tanah yang bersifat asam mempunyai


39

tingkat korosivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan pH tanah yang netral dan

tergantung dari jenis tanahnya.

Prosedur pengukuran untuk mengetahui nilai pH tanah pada daerah

penelitian dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut:

1. Tancapkan alat Soil Tester pH Meter secara vertikal hingga seluruh bagian

elektroda tertutupi oleh sampel tanah.

2. Diamkan alat pengukur hingga jarum pengukur pada angka yang konstan.

3. Catat nilai hasil pengukuran yang bernilai konstan pada jarum tersebut.

Sumber: pronova.de
Gambar 4. 1
pH Meter Soil Tester

Hasil pengukuran pH tanah pada 12 test point dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4. 4
pH Tanah
Test Point Jarak (m) Letak Pipa Identitas Area pH Tanah
1 30 Atas Permukaan Pipa Lurus -
2 200 Bawah Permukaan Pipa Belokan 6,2
3 400 Bawah Permukaan Pipa Lurus 6,1
4 600 Bawah Permukaan Pipa Lurus 6
5 800 Bawah Permukaan Pipa Lurus 5,9
6 1.000 Bawah Permukaan Pipa Lurus 5,9
7 1.200 Bawah Permukaan Pipa Belokan 5,6
8 1.400 Bawah Permukaan Pipa Lurus 5,6
9 1.600 Bawah Permukaan Pipa Lurus 5,7
10 1.800 Bawah Permukaan Pipa Lurus 5,8
11 2.000 Bawah Permukaan Pipa Lurus 6
12 2.200 Bawah Permukaan Pipa Lurus 6,1
13 2.400 Bawah Permukaan Pipa Belokan 6,2
14 2.500 Atas Permukaan Pipa Lurus -
40

Berdasarkan hasil pengukuran pada 12 test point, didapat pH tanah sebesar

5,6 – 6,2 yang masuk ke dalam kategori asam.

4.3.4 Resistivitas Tanah

Pengukuran resistivitas tanah dilakukan dengan menggunakan alat Soil

Resistivity Meter Tinker dan Rasor SR-2 seperti pada Gambar 4.2 dengan metoda

Wenner Four Pin Method. Jarak pemasangan pin elektroda adalah 200 meter,

sehingga dengan demikian didapat nilai interpretasi dari resistivitas tanah tersebut.

Berikut adalah prosedur dalam melakukan pengukuran resistivitas tanah:

1. Pasang empat pin elektroda ke dalam tanah dengan jarak yang telah

ditetapkan.

2. Bentangkan kabel dan sambung bentangan kabel tersebut pada empat pin

elektroda yang telah terpasang di tanah dan sambungkan dengan alat soil

resistivity meter.

3. Nyalakan alat soil resistivity meter.

4. Lakukan penetralan angka ukur pada alat soil resistivity meter sebelum

melakukan penginjeksian arus listrik ke dalam tanah.

5. Selanjutnya lakukan proses pengukuran dengan menekan tombol “start” untuk

menginjeksi listrik dan tahan tombol tersebut hingga pada layar digital

menunjukkan angka konstan.

6. Baca dan catat data hasil pengukuran yang telah dilakukan.


41

Sumber: ktagage.com
Gambar 4. 2
Resistivity Soil Meter Tinker and Rasor SR-2
Hasil pengukuran resistivitas tanah pada 12 test point dapat dilihat pada

Tabel 4.5 di bawah ini.

Tabel 4. 5
Resistivitas Tanah dan Tingkat Korosivitas
Test
Jara Identitas Resistivitas Tanah Tingkat
Poin Letak Pipa
k (m) Area (ohm.cm) Korosivitas
t
1 30 Atas Permukaan Pipa Lurus - -
2 200 Bawah Permukaan Pipa Belokan 3.467 Korosif
3 400 Bawah Permukaan Pipa Lurus 3.392 Korosif
4 600 Bawah Permukaan Pipa Lurus 3.245 Korosif
5 800 Bawah Permukaan Pipa Lurus 2.983 Sangat Korosif
6 1.000 Bawah Permukaan Pipa Lurus 2.978 Sangat Korosif
7 1.200 Bawah Permukaan Pipa Belokan 2.595 Sangat Korosif
8 1.400 Bawah Permukaan Pipa Lurus 2.577 Sangat Korosif
9 1.600 Bawah Permukaan Pipa Lurus 2.982 Sangat Korosif
10 1.800 Bawah Permukaan Pipa Lurus 3.243 Korosif
11 2.000 Bawah Permukaan Pipa Lurus 3.215 Korosif
12 2.200 Bawah Permukaan Pipa Lurus 3.112 Korosif
13 2.400 Bawah Permukaan Pipa Belokan 3.254 Korosif
14 2.500 Atas Permukaan Pipa Lurus - -

Berdasarkan pengukuran resistivitas tanah pada 12 test point sebesar 2.577

– 3.467 Ω.cm. Dari hasil pengukuran resistivitas tanah tersebut berdasarkan Tabel

3.2 masuk ke dalam kategori sangat korosif sampai korosif.

4.4 Jenis Korosi dan Metoda Pengendaliannya

Berdasarkan hasil pengukuran ketebalan pipa transportasi crude oil (Tabel

4.6) diketahui bahwa jenis korosi yang terjadi adalah korosi merata (Uniform
42

Corrosion), yang ditandai dengan terjadinya pengurangan ketebalan permukaan

pipa secara merata. Selain itu, pengurangan ketebalan pipa juga terjadi pada

internal pipa yang diakibatkan oleh korosi erosi (Erosion Corrosion). Metoda

pengendalian korosi yang diaplikasikan penjelasannya dapat dilihat di bawah ini.

4.4.1 Metoda Coating

Metoda pengendalian korosi pipa secara eksternal dengan metoda coating

dengan Rust-Oleum Stops Rust Enamel Brush (Gambar 4.3). Jenis coating ini

termasuk organic coating (painting). Untuk spesifikasi coating dapat dilihat pada

LAMPIRAN F.

Sumber: amazon.com
Gambar 4. 3
Rust-Oleum Stops Rust Enamel Brush

4.4.2 Metoda Wrapping

Metoda pengendalian korosi pipa secara eksternal dengan inorganic coating

(wrapping) dengan Polyken The Berry Plastics CPG System 942/955 EN (Gambar

4.4). Jenis wrapping ini mempunyai maximum operating temperature yaitu 650C.

Untuk spesifikasi wrapping dapat dilihat pada LAMPIRAN G.

Sumber: gaskindo.com
Gambar 4. 4
Polyken The Berry Plastics CPG System 942/955 EN
43

4.4.3 Metoda Proteksi Katodik

Metoda pengendalian korosi secara eksternal menggunakan proteksi katodik

sistem anoda korban (SACP) dengan Magnesium sebagai anoda korbannya untuk

memproteksi pipa transportasi crude oil pipeline A (SP 01 – SP 02). Magnesium

mempunyai kapasitas 1.200 AH/kg dan potensial ionisasi 7,646 volt. Sehingga

cocok digunakan untuk lingkungan tanah dengan resistivitas tanah 1.000 – 5.000

ohm.cm. Akibat resistivitas tanah pada daerah penelitian berkisar 2.577 – 3.467

ohm.cm sehingga penggunaan Magnesium sebagai anoda korban merupakan

pilihan yang tepat.

4.4.4 Metoda Inhibitor

Metoda pengendalian korosi pada pipa transportasi crude oil pipeline A (SP

01 – SP 02) secara internal yaitu dengan UOPTM UNICORTM C Corrosion Inhibitor.

Komposisi inhibitor ini adalah Aromatic Hydrocarbons (75% - 85%), Alkyl Dimer

Amine (15% - 25%), Trimethylbenzene (< 9%), dan Naphthalene (< 6%). Untuk

spesifikasi corrosion Inhibitor dapat dilihat pada LAMPIRAN H.

4.5 Tebal Aktual Pipa

Pengambilan data ketebalan pipa pada 14 test point pipa transportasi crude

oil pipeline A (SP 01 – SP 02) sepanjang 2.500 m. Untuk lebih jelasnya skema jalur

pipa terdapat pada LAMPIRAN D. Pengukuran ketebalan pipa menggunakan alat

Ultrasonic Thickness Gauge Panametrics MG2 DL pada Gambar 4.5. Pengukuran

ketebalan pipa dapat dilakukan sebagai berikut:

1. Kalibrasi terlebih dahulu alat Ultrasonic Thickness Gauge Panametrics MG2

DL.
44

Sumber: ebay.com
Gambar 4. 5
Ultrasonic Thickness Gauge Panametrics MG2 DL

2. Lapisi ujung pengukur (probe) dengan menggunakan gel.

3. Tempelkan alat pada dinding pipa yang ingin dilakukan pengukuran ketebalan.

4. Lakukan pengukuran ketebalan pipa sesuai dengan ketentuan, yaitu dilakukan

pengukuran pada 4 (empat) posisi yaitu 0˚, 90˚, 180˚ dan 270˚ searah jarum

jam, seperti pada Gambar 4.6 di bawah ini dan catat hasil pengukuran.

Gambar 4. 6
Posisi Pengukuran Ketebalan Pipa

Berdasarkan hasil pengukuran ketebalan pipa tersebut, nilai yang diambil

adalah nilai ketebalan terendah sebagai nilai tebal aktual. Data tersebut akan diolah

dengan menggunakan persamaan rumus yang merujuk pada API 570 untuk

memperoleh laju korosi dan sisa umur pakai pipa. Hasil pengukuran ketebalan pipa

dapat dilihat pada Tabel 4.6 sebagai berikut:

Tabel 4. 6
Tebal Aktual Pipa
Tebal
Ketebalan Pipa Pada
Test Jarak Letak Pipa Aktual
Identitas Area Posisi Pengukuran (mm)
Point (m) (mm)
0° 90° 180° 270°
1 30 Pipa Lurus Atas Permukaan 9,84 9,85 9,88 9,86 9,84
2 200 Pipa Belokan Bawah Permukaan 8,46 8,43 8,47 8,44 8,43
3 400 Pipa Lurus Bawah Permukaan 9,24 9,29 9,27 9,28 9,24
4 600 Pipa Lurus Bawah Permukaan 9,45 9,46 9,47 9,50 9,45
5 800 Pipa Lurus Bawah Permukaan 9,56 9,54 9,57 9,52 9,52
45

6 1.000 Pipa Lurus Bawah Permukaan 9,41 9,39 9,40 9,38 9,38
7 1.200 Pipa Belokan Bawah Permukaan 8,25 8,22 8,29 8,27 8,22
8 1.400 Pipa Lurus Bawah Permukaan 8,59 8,57 8,59 8,58 8,57
9 1.600 Pipa Lurus Bawah Permukaan 9,27 9,26 9,28 9,23 9,23
10 1.800 Pipa Lurus Bawah Permukaan 9,39 9,40 9,43 9,41 9,39
11 2.000 Pipa Lurus Bawah Permukaan 9,58 9,60 9,59 9,57 9,57
12 2.200 Pipa Lurus Bawah Permukaan 9,78 9,75 9,73 9,77 9,73
13 2.400 Pipa Belokan Bawah Permukaan 8,84 8,79 8,81 8,83 8,79
14 2.500 Pipa Lurus Atas Permukaan 9,44 9,59 9,46 9,47 9,44

Keterangan:

: Ketebalan pipa minimal pada setiap test point (tebal aktual)

: Tebal aktual pipa tertinggi

: Tebal aktual pipa terendah

4.6 Perhitungan Thickness Required, Maximum Allowable Working


Pressure, Laju Korosi (Corrosion Rate) Pipa dan Sisa Umur Pakai
(Remaining Service Life) Pipa Berdasarkan API 570

Untuk memperoleh nilai Thickness Required, Maximum Allowable Working

Pressure, laju korosi pipa serta sisa umur pakai (Remaining Service Life) pipa

dilakukan dengan perhitungan berdasarkan Standard API 570. Untuk mendapatkan

nilai tersebut dibutuhkan beberapa parameter data perhitungan. Berikut adalah

contoh parameter perhitungan pada test point 1 yang dapat dilihat pada Tabel 4.7.

Untuk perhitungan seluruh test point dapat dilihat pada LAMPIRAN E.

Tabel 4. 7
Contoh Parameter Perhitungan pada Test Point 1
No Parameter Nilai
1 Umur Pakai Pipa (tahun) 21
2 Design Pressure (P) (psi) 750
3 Design Factor 0,72
4 Weld Joint Factor (E) 1
5 Minimum Yield Strength (psi) 35.000
6 Allowable Stress Value (S) (psi) 25.200
7 Corrosion Allowance (CA) (mm) 0
8 Tebal Nominal (mm) 12,7
9 Tebal Aktual (mm) 9,84
10 Outside Diameter (D) (mm) 273,1
Sumber: ASME B 31.4
1. Thickness Required (tr)
46

PxD
Thickness Required (tr) = + CA
2xSxE

750 p si x 273,1 m m
= +0
2 x 25. 200 p si x 1

= 4,06 mm

2. Perhitungan Maximum Allowance Working Pressure

2 x S x E x t ebal aktual
MAWP =
D

2 x 25 .200 p si x 1 x 9,84 mm
=
273,1 mm

= 1.815,95 psi

3. Perhitungan Laju korosi (Corrosion Rate)

tebal nominal - tebal aktual


Laju Korosi =
umur pakai pipa

12,70 mm - 9,84 mm
=
21 tahun

= 0,1362 mm/tahun

4. Perhitungan Remaining Service Life (Sisa Umur Pakai)

tebal aktual - Thickness Required


RSL =
CR

9,84 mm - 4,06 mm
=
0 ,1362 mm/tahun

= 42,41 tahun

4.7 Laju Korosi (Corrosion Rate) dan Sisa Umur Pakai (Remaining
Service Life) Pipa

Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan, diperoleh laju korosi

(Corrosion Rate/CR) dan sisa umur pakai (Remaining Service Life/RSL) pipa.

Berdasarkan hasil tersebut diketahui nilai laju korosi tertinggi adalah pada test point
47

7 sebesar 0,2133 mm/tahun dan nilai laju korosi terendah pada test point 1 sebesar

0,1362 mm/tahun. Nilai laju korosi yang didapat termasuk ke dalam kategori good

berdasarkan ketahanan korosi relatifnya yang dapat dilihat pada Tabel 3.3.

Sedangkan untuk sisa umur pakai (Remaining Service Life/RSL) pipa

berdasarkan laju korosi (Corrosion Rate/CR) dapat diketahui nilai sisa umur pakai

(Remaining Service Life/RSL) pipa terendah pada test point 7 sebesar 19,48 tahun

dan sisa umur pakai (Remaining Service Life/RSL) pipa tertinggi pada test point 1

sebesar 42,41 tahun. Hasil perhitungan laju korosi dan sisa umur pakai (Remaining

Service Life/RSL) pipa dapat dilihat pada Tabel 4.8 sebagai berikut.
Tabel 4. 8
Laju Korosi dan Sisa Umur Pakai Pipa
Pengurangan Sisa
Tebal Tebal Thickness
Test Jarak Ketebalan Laju Korosi Umur
Letak Pipa Identitas Area Nominal Aktual Required
Point (m) Pipa (mm/tahun) Pakai
(mm) Pipa (mm) (mm)
(mm) (Tahun)
1 30 Atas Permukaan Pipa Lurus 12,70 9,84 2,86 4,06 0,1362 42,41
2 200 Bawah Permukaan Pipa Belokan 12,70 8,43 4,27 4,06 0,2033 21,47
3 400 Bawah Permukaan Pipa Lurus 12,70 9,24 3,46 4,06 0,1648 31,42
4 600 Bawah Permukaan Pipa Lurus 12,70 9,45 3,25 4,06 0,1548 34,80
5 800 Bawah Permukaan Pipa Lurus 12,70 9,52 3,18 4,06 0,1514 36,03
6 1.000 Bawah Permukaan Pipa Lurus 12,70 9,38 3,32 4,06 0,1581 33,63
7 1.200 Bawah Permukaan Pipa Belokan 12,70 8,22 4,48 4,06 0,2133 19,48
8 1.400 Bawah Permukaan Pipa Lurus 12,70 8,57 4,13 4,06 0,1967 22,91
9 1.600 Bawah Permukaan Pipa Lurus 12,70 9,23 3,47 4,06 0,1652 31,26
10 1.800 Bawah Permukaan Pipa Lurus 12,70 9,39 3,31 4,06 0,1576 33,79
11 2.000 Bawah Permukaan Pipa Lurus 12,70 9,57 3,13 4,06 0,1490 36,94
12 2.200 Bawah Permukaan Pipa Lurus 12,70 9,73 2,97 4,06 0,1414 40,06
13 2.400 Bawah Permukaan Pipa Belokan 12,70 8,79 3,91 4,06 0,1862 25,38
14 2.500 Atas Permukaan Pipa Lurus 12,70 9,44 3,26 4,06 0,1552 34,63

Keterangan:

: Test Point dengan Laju korosi (CR) terendah dan sisa umur pakai (RSL) pipa tertinggi

: Test Point dengan Laju korosi (CR) tertinggi dan sisa umur pakai (RSL) pipa terendah
47
BAB V
PEMBAHASAN

5.1 Jenis Korosi dan Metoda Pengendaliannya

Berdasarkan Tabel 4.8 dan Gambar 5.1 terjadi pengurangan ketebalan pipa

yang cukup signifikan yang terjadi secara hampir merata pada seluruh test point.

Dari data pengurangan ketebalan pipa tersebut dapat diidentifikasi bahwa jenis

korosi yang terjadi adalah korosi merata (uniform corrosion) dan korosi erosi

(erosion corrosion). Korosi jenis ini terjadi akibat adanya kontak permukaan pipa

dengan lingkungan atmosferik dan lingkungan tanah yang berlangsung secara

terus-menerus. Sedangkan jenis korosi erosi pada internal pipa dikarenakan adanya

pengikisan oleh aliran fluida baik laminar maupun turbulensi. Selain itu akibat dari

komposisi fluida yang mengandung air, garam, dan sulfur dapat membentuk

senyawa H2S yang sangat korosif. Dampak dari korosi jenis ini adalah terjadi

pengurangan ketebalan pipa yang cukup signifikan yang beresiko terjadinya

kebocoran pipa.

Metoda pengendalian korosi pada pipa transportasi crude oil pipeline A (SP

01 – SP 02) secara internal yaitu inhibitor dengan UOPTM UNICORTM C Corrosion

Inhibitor. Penggunaan inhibitor ini dilakukan dengan cara menginjeksikan ke dalam

crude oil. Mekanisme proteksi dari inhibitor tersebut dengan cara menaikkan pH

fluida dan membentuk lapisan presipitasi untuk memproteksi permukaan internal

pipa, sehingga mampu menurunkan laju korosi yang terjadi pada lingkungan internal

pipa. Sedangkan metoda pengendalian korosi pipa secara eksternal dengan metoda

coating menggunakan Rust-Oleum Stops Rust Enamel Brush dan wrapping

menggunakan Polyken The Berry Plastics CPG System 942/955 EN. Selain coating

48
49

dan wrapping, metoda pengendalian korosi secara eksternal menggunakan proteksi

katodik sistem anoda korban (SACP) dengan Magnesium sebagai anoda korbannya

untuk memproteksi pipa transportasi crude oil pipeline A (SP 01 – SP 02).

5.2 Laju Korosi

Berdasarkan hasil pengukuran tebal aktual yang telah dilakukan pada pipa

transportasi crude oil pipeline A (SP 01 – SP 02) ini diketahui bahwa terjadi

pengurangan ketebalan pipa akibat korosi. Hal ini ditunjukkan oleh hasil pengukuran

tebal aktual pipa yang memiliki nilai lebih rendah dibandingkan dengan tebal

nominal pipa.

Laju korosi terendah terjadi pada test point 1, dimana pengurangan

ketebalan pipa yang terjadi hanya sebesar 2,86 mm. Hal ini dapat terjadi karena

kondisi pipa terdapat di atas permukaan tanah dan identitas pipa merupakan pipa

lurus serta berada di test point awal. Kondisi yang terdapat di atas permukaan tanah

menurunkan tingkat korosivitas dibandingkan dengan pipa yang berada di bawah

permukaan tanah karena dipengaruhi oleh air tanah dan pH tanah yang bersifat

asam.

Berdasarkan Gambar 5.2 dapat diketahui bahwa nilai laju korosi tertinggi

pada test point 7 dengan nilai laju korosi sebesar 0,2133 mm/tahun. Posisi test

point 7 berada di bawah permukaan tanah dan identitas area yaitu pipa belokan

serta pH tanah sebesar 5,6 dan nilai resistivitas tanah sebesar 2.595 Ω.cm.

Tingginya laju korosi yang terjadi pada test point 7 karena nilai resistivitas tanah

yang termasuk ke dalam kategori sangat korosif dan pH tanah yang paling rendah

membuat laju korosi yang terjadi pada test point 7 paling tinggi. Tingginya laju korosi

pada test point 7 ini juga dipengaruhi oleh identitas pipa yaitu pipa belokan yang

membuat perubahan arah, pola aliran fluida menjadi turbulensi dan komposisi fluida
50

yang mengandung air, garam, dan sulfur akan mengakibatkan korosi erosi (erosion

corrosion) pada internal pipa. Sedangkan laju korosi test point 8 juga tinggi sebesar

0,1967 mm/tahun karena nilai resistivitas tanah sebesar 2.577 Ω.cm yang termasuk

ke dalam kategori sangat korosif dengan pH tanah 5,6 yang menandakan asam

walaupun identitas area pipanya lurus.

Berdasarkan hasil perhitungan laju korosi yang telah dilakukan, diketahui

tingkat korosivitas terhadap ketahanan korosi relatifnya berdasarkan tabel

ketahanan korosi relatif (Tabel 3.3), masuk ke dalam kategori good dengan nilai laju

korosinya berkisar 0,1362 mm/tahun sampai dengan 0,2133 mm/tahun.

Pada Gambar 5.1 dan Gambar 5.2 dapat diketahui bahwa hubungan antara

pengurangan ketebalan pipa dengan laju korosi berbanding lurus. Artinya yaitu

semakin besar pengurangan ketebalan pipa maka semakin tinggi nilai laju korosi

pipa terjadi. Sedangkan semakin kecil pengurangan ketebalan pipa maka semakin

rendah laju korosi pipa yang terjadi.

Hubungan antara laju korosi dengan pengurangan ketebalan pipa

tergambarkan dalam Gambar 5.3 berupa nilai koefisien korelasi (R). Nilai koefisien

korelasi yang diperoleh dari penarikan garis linier pada data. Pada korelasi antara

laju korosi pipa dengan pengurangan ketebalan pipa memiliki nilai koefisien korelasi

sebesar 0,9976. Hal tersebut menyatakan bahwa besarnya laju korosi sangat

dipengaruhi oleh pengurangan ketebalan pipa yang membuktikan bahwa

keterkaitan antara kedua variabel tersebut sangat tinggi.


Gambar 5. 1
Grafik Pengurangan Ketebalan Pipa pada tiap Test Point 51
Laju Korosi Pipa = 0,1362 – 0,2133 mm/tahun
Kategori = Good

Gambar 5. 2 52
Grafik Laju Korosi Pipa pada tiap Test Point
Gambar 5. 3 53
Grafik Hubungan antara Laju Korosi Pipa terhadap Pengurangan Ketebalan Pipa
54

5.3 Sisa Umur Pakai (Remaining Service Life) Pipa

Sisa umur pakai (Remaining Service Life) pipa sangat dipengaruhi oleh laju

korosi. Tingginya laju korosi akan menyebabkan pengurangan ketebalan pipa dari

tebal nominal semakin besar. Tingginya laju korosi tersebut akan mengakibatkan

sisa umur pakai pipa tersebut akan berkurang.

Dari hasil perhitungan sisa umur pakai pipa yang dilakukan memiliki hasil

sisa umur pakai yang berbeda-beda. Hal tersebut dapat terjadi karena tiap test point

yang ada memiliki laju korosi yang berbeda-beda juga. Pada Gambar 5.4, dapat

dilihat sisa umur pakai pipa terendah terjadi pada test point 7 dengan nilai 19,48

tahun. Test point 7 merupakan bagian belokan pipa yang berada di bawah

permukaan tanah. Rendahnya sisa umur pakai pipa ini disebabkan oleh perubahan

arah dan laju alir fluida secara signifikan dan pH tanah yang asam sebesar 5,6 serta

nilai resistivitas tanah sebesar 2.595 Ω.cm termasuk ke dalam kategori sangat

korosif sehingga tingkat korosivitas semakin tinggi. Pada beberapa titik belokan

seperti test point 2 juga rendah sisa umur pakainya yaitu 21,47 tahun. Pada test

point 8 juga memiliki sisa umur pakai yang rendah walaupun identitas area pipanya

lurus, hal ini dikarenakan pada test point 8 mempunyai pH yang paling rendah yaitu

5,6 dan mempunyai nilai resistivitas tanah sebesar 2.577 Ω.cm termasuk ke dalam

kategori sangat korosif sehingga tingkat korosivitas tinggi maka sisa umur pakai

pipa pada test point 8 sebesar 22,91 tahun. Sedangkan sisa umur pakai pipa

tertinggi adalah pada test point 1 yaitu 42,41 tahun. Tingginya sisa umur pakai pipa

pada test point 1 karena kondisi pipa berada di atas permukaan tanah dan identitas

pipanya yaitu pipa lurus.


55
Gambar 5. 4 55
Grafik Sisa Umur Pakai Pipa (RSL) pada tiap Test Point
56

5.4 Faktor-Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Laju Korosi dan


Sisa Umur Pakai Pipa

5.4.1 Lingkungan Eksternal

Lingkungan eksternal merupakan lingkungan yang berasal dari luar

permukaan pipa. Lingkungan yang memberikan pengaruh terhadap tinggi atau

rendahnya laju korosi dan sisa umur pakai (Remaining Service Life) pipa. Berikut

adalah lingkungan eksternal yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Temperatur Udara dan Curah Hujan

Temperatur udara dan curah hujan merupakan lingkungan eksternal yang

berpengaruh secara signifikan terhadap laju korosi pada pipa. Kedua lingkungan

eksternal ini sangat mempengaruhi kondisi di sekitar pipa transportasi crude oil

pipeline A (SP 01 – SP 02). Temperatur rata-rata daerah penelitian yaitu 28°C -

33°C dengan data curah hujan pada 10 tahun terakhir, curah hujan tertinggi

terjadi pada tahun 2014 dengan jumlah hari hujan 94 hari dan intensitas curah

hujan yaitu 2.571 mm. Sedangkan intensitas curah hujan terendah pada tahun

2015 dengan jumlah hari hujan 76 hari dan intensitas curah hujan 731 mm..

Tingginya curah hujan akan menyebabkan lingkungan menjadi lembap sehingga

kondisi tersebut akan meningkatkan laju korosi karena reaksi korosi pada logam

jauh lebih cepat apabila dalam kondisi lembap. Kelembapan relatif sebesar 80%

yang menyebabkan kondisi menjadi lembap dan dapat meningkatkan laju korosi

dan mengurangi sisa umur pakai pipa.

2. Resistivitas Tanah

Berdasarkan Tabel 4.5 dapat dilihat nilai resistivitas tanah yang dapat

mempengaruhi korosi yang terjadi pada pipa transportasi crude oil pipeline A

(SP 01 – SP 02). Berdasarkan hasil pengukuran resistivitas tanah yang


57

dilakukan di sekitar area pipa ini diketahui tingkat korosif daerah tersebut sangat

korosif.

Mengacu pada Tabel 3.2 maka tingkat korosivitas pipa tersebut tergolong

kategori sangat korosif sampai korosif. Berdasarkan tingkat korosivitas pipa

tersebut menandakan bahwa daerah sekitar pipa transportasi crude oil pipeline

A (SP 01 – SP 02) memiliki kondisi lingkungan yang dapat menyebabkan

terjadinya korosi pada pipa transportasi crude oil pipeline A (SP 01 – SP 02) ini.

Berdasarkan Gambar 5.5 diketahui bahwa hubungan resistivitas tanah dengan

laju korosi berbanding terbalik. Apabila semakin rendah nilai resistivitas tanah

maka semakin tinggi laju korosinya. Karena rendahnya nilai resistivitas tanah

menunjukkan tanah tersebut memiliki banyak air, sehingga memiliki tingkat

korosivitas yang semakin tinggi. Hal tersebut dapat dilihat dari test point 7 dan 8

yang memiliki tingkat korosivitas yang tinggi karena mempunyai resistivitas

tanah yang paling rendah serta mempunyai laju korosi sebesar 0,2133

mm/tahun dan 0,1967 mm/tahun.

Berdasarkan Tabel 3.2 dapat diketahui bahwa resistivitas tanah mampu

mempengaruhi tingkat korosivitas. Seperti diketahui resistivitas tanah yang

rendah menandakan tingkat korosivitas tinggi, akibat korosivitas yang tinggi

tersebut maka laju korosi juga semakin besar yang terjadi pada pipa. Dengan

besarnya laju korosi yang terjadi pada pipa tersebut maka sisa umur pakai

(Remaining Service Life) pipa akan semakin berkurang. Sehingga resistivitas

tanah akan sangat mempengaruhi laju korosi dan sisa umur pakai pipa yang

mengacu pada Tabel 3.2 tentang tingkat korosivitas terhadap resistivitas tanah.

Berdasarkan Gambar 5.6 diketahui bahwa hubungan resistivitas tanah dengan

sisa umur pakai pipa berbanding terbalik. Apabila semakin rendah nilai

resistivitas tanah maka sisa umur pakai pipa juga semakin rendah. Akan tetapi
58

pada Gambar 5.6 dapat dilihat pada identitas area pipa belokan terdapat

resistivitas tanah yang tinggi tetapi mempunyai sisa umur pakai pipa yang

rendah.
59

Resistivitas Tanah = 2.577 – 3.467 ohm.cm


Kategori = Sangat korosif - Korosif

Gambar 5. 5
Grafik Hubungan antara Resistivitas Tanah terhadap Laju Korosi Pipa 58
60

Resistivitas Tanah = 2.577 – 3.467 ohm.cm


Kategori = Sangat korosif - Korosif

Gambar 5. 6 59
Grafik Hubungan antara Resistivitas Tanah terhadap Sisa Umur Pakai Pipa
61

Nilai koefisien korelasi (R) antara resistivitas tanah dengan laju korosi pipa

berdasarkan data yang telah dilakukan pengolahan adalah sebesar 0,1188.

Sedangkan nilai koefisien korelasi antara resistivitas tanah dengan sisa umur

pakai pipa 0,1007. Dari nilai tersebut diketahui bahwa resistivitas tanah tidak

memberikan pengaruh yang signifikan terhadap laju korosi pipa dan sisa umur

pakai pipa. Resistivitas tanah yang rendah mempunyai laju korosi yang tinggi

karena semakin rendah resistivitas tanah maka semakin banyak kandungan air

dalam tanah, tetapi faktor eksternal tidak terlalu berpengaruh karena sistem

proteksi pipa secara eksternal dengan coating, wrapping, dan sistem proteksi

katodik dengan anoda korban Mg (SACP) dapat memproteksi dengan baik.

3. pH Tanah

Berdasarkan hasil pengukuran pH tanah, diketahui bahwa pH tanah pada

daerah sekitar pipa sebesar 5,6 – 6,2. pH tersebut menandakan bahwa daerah

tersebut asam yang dapat dilihat pada Gambar 5.7. Rendahnya pH tanah juga

didukung dari jenis tanah pada daerah penelitian yaitu tanah gleisol. Jenis tanah

ini memiliki kandungan sulfur yang tinggi dan memiliki kondisi yang basah.

Kondisi lingkungan tanah yang memiliki pH rendah atau asam akan

mempengaruhi tingkat laju korosi pipa yang terjadi. pH semakin rendah maka

kondisi tanah semakin asam sehingga reaksi korosi yang terjadi pada pipa juga

akan semakin tinggi.

Pada Gambar 5.7 dan Gambar 5.8, bahwa nilai koefisien korelasi yang didapat

yaitu 0,067 dan 0,0648. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara pH tanah

dengan laju korosi pipa dan sisa umur pakai pipa tidak terlalu berpengaruh

terhadap pengurangan ketebalan pipa. pH yang asam mempunyai laju korosi

yang tinggi tetapi faktor eksternal tidak terlalu berpengaruh karena sistem
62

proteksi pipa secara eksternal dengan coating, wrapping, dan sistem proteksi

katodik dengan anoda korban Mg (SACP) dapat memproteksi dengan baik.


pH Tanah = 5,6 – 6,2
Kategori = Asam

Gambar 5. 7
Grafik Hubungan antara pH Tanah terhadap Laju Korosi Pipa 61
pH Tanah = 5,6 – 6,2
Kategori = Asam

Gambar 5. 8
Grafik Hubungan antara pH Tanah terhadap Sisa Umur Pakai (RSL) Pipa 62
65

5.4.2 Lingkungan Internal

Lingkungan internal mempengaruhi laju korosi dan sisa umur pakai

(Remaining Service Life) pipa. Lingkungan internal merupakan lingkungan yang

berasal dari dalam pipa. Lingkungan internal yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Komposisi crude oil

Komposisi crude oil mempunyai nilai specific gravity 0,927 dan nilai oAPI gravity

21,1 yang masuk ke dalam klasifikasi Heavy Crude berdasarkan Tabel 3.1,

kandungan air 0,3% berat, kandungan garam 13,133 ppm, dan kadar sulfur 0,21

%-b. Kandungan sulfur pada komposisi crude oil membuat laju korosi pipa

semakin tinggi. Hal ini dikarenakan sulfur, garam, dan air dapat membentuk

senyawa H2S yang mempunyai sifat sangat korosif dan dapat mengakibatkan

pengurangan ketebalan pipa pada internal pipa.

2. Tekanan crude oil

Tekanan crude oil yang dialirkan pada pipa transportasi crude oil pipeline A (SP

01 – SP 02) ini adalah 450 psi. Tekanan tersebut masih lebih rendah dari

tekanan desain pipa yaitu 750 psi. Sehingga besarnya tekanan tersebut masih

dalam kondisi yang aman untuk mengalirkan crude oil.

3. Temperatur crude oil

Temperatur operasional pada pipa transportasi crude oil ini adalah 32°C - 35°C

dan mempunyai nilai titik tuang 24°C. Temperatur ini masih lebih rendah dari

design temperature pipa API 5L Grade B sebesar 60°C. Sehingga pipa

transportasi ini masih dalam kondisi aman pada temperatur operasional ini.

4. Laju alir crude oil

Laju alir crude oil pada pipa transportasi ini yaitu laju alir laminar dan turbulen.

Laju alir turbulen membuat korosi erosi karena gesekan antara permukaan

dalam pipa dengan crude oil semakin besar pada bagian internal pipa.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Jenis korosi yang terjadi pada pipa transportasi crude oil ini adalah korosi

merata (uniform corrosion) dan korosi erosi (erosion corrosion).

2. Metoda pengendalian korosi yang diaplikasikan secara eksternal dengan

coating menggunakan Rust-Oleum Stops Rust Enamel Brush, wrapping

menggunakan Polyken The Berry Plastics CPG System 942/955 EN dan

proteksi katodik sistem anoda korban dengan Magnesium sebagai anoda

korbannya. Sedangkan metoda pengendalian korosi yang diaplikasikan secara

internal adalah menggunakan inhibitor korosi yaitu UOPTM UNICORTM C.

3. Faktor-faktor lingkungan internal yang mempengaruhi laju korosi dan sisa umur

pakai pipa adalah kandungan sulfur, air, garam, dan jenis crude oilnya yaitu

heavy crude. Sedangkan faktor lingkungan eksternal pipa yaitu pH dan

resistivitas tanah tidak berpengaruh signifikan. Persentase faktor-faktor

lingkungan penyebab korosi yaitu 90% lingkungan internal dan 10% lingkungan

eksternal.

4. Laju korosi pipa sebesar 0,1362 mm/tahun sampai dengan 0,2133 mm/tahun

dan berdasarkan ketahanan korosi relatif, laju korosi tersebut tergolong dalam

kategori good. Sedangkan sisa umur pakai atau Remaining Service Life (RSL)

pipa sebesar 19,48 tahun sampai dengan 42,41 tahun. Dengan demikian, pipa

ini masih dapat digunakan melebihi umur desainnya yaitu 20 tahun.

64
65

6.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, penulis dapat memberi saran sebagai

berikut:

1. Perlu dilakukan inspeksi yang lebih intensif pada test point pipa belokan dan

yang tingkat korosivitasnya tinggi.

2. Melakukan evaluasi terhadap jenis dan konsentrasi inhibitor yang digunakan.

3. Untuk penelitian selanjutnya dapat dikembangkan dengan memperhatikan faktor

kecepatan aliran fluida terhadap laju korosi pipa.


DAFTAR PUSTAKA

1. Ananda, Dwi Cahyo, Moralista, Elfida, Yuliadi, 2019, “Penentuan Laju Korosi
Dan Sisa Umur Pakai Pipa pada Jalur Pipa Produksi Naphtha
Oil Dari Oxygen Stripper Receiver 31-V-101 Ke Oxygen Stripper
Overhead Pump 31-P-102 A/B Di PT Pertamina (Persero)
Refinery Unit (RU) VI Balongan Kabupaten Indramayu, Provinsi
Jawa Barat”, Prosiding Spesia Teknik Pertambangan (Februari
2020), ISSN : 2460-6499 ; P 133-140, Universitas Islam Bandung,
Bandung.

2. Anonim, 2012, “Pipeline Transportation System for Liquids and Slurries


(ASME 31.4)”, American Society of Mechanical Engineers, New
York.

3. Anonim, 2015, “Inspector’s Examination, Pressure Piping Inspector (API


570)”, American Petroleum Institute, Washington DC.

4. Anonim, 2015, “Welded and Seamless Wrought Steel Pipe (ASME 36.1)”,
American Society of Mechanical Engineers, New York.

5. Fauzan, Muhammad Djamal, Moralista, Elfida, Noor, Fauzi, 2019,


“Penentuan Laju Korosi dan Sisa Umur Pakai (Remaining
Service Life / RSL) Pada Jalur Pipa Transportasi Gas SP
Subang – SP Citarik Di PT Pertamina EP Asset 3 Subang Field,
Kecamatan Subang, Kabupaten Subang Provinsi Jawa Barat”,
Prosiding Spesia Teknik Pertambangan (Agustus 2019), ISSN :
2460-6499 ; P 433-439, Universitas Islam Bandung, Bandung.

6. Gapsari, Femiana, 2017, “Pengantar Korosi”, Universitas Brawijaya, UB


Press, Malang.

7. Jones, A. Denny, 1996, “Principles and Prevention of Corrosion”, Prentice


Hall, New Jersey.

8. Moralista, Elfida, 2005, “Studi Efektivitas Inhibisi Kalsium Nitrit dan


Natrium Dikromat pada Korosi Baja Tulangan Galvanis dalam
Larutan Pori Beton Artifisial dengan Electrochemical
Impedance Spectroscopy”, Institut Teknologi Bandung, Bandung.

9. Moralista, Elfida, Zaenal, dan Chamid, Chusharini, 2005, “Studi Upaya


Peningkatan Umur Pakai Kontruksi Bangunan melalui
Penghambatan Korosi Baja Tulangan Beton dengan
Menggunakan Inhibitor Korosi”, Jurnal Penelitian dan Pengabdian
Volume III No. 2 (Juli – Desember 2005), ISSN : 1693-699X ; P 104-
112, Universitas Islam Bandung, Bandung.

66
67

10. Prayudha,Dony, Moralista, Elfida, Ashari, Yunus, 2018, “Penentuan Laju


Korosi dan Sisa Umur Pakai (Remaining Service Life / RSL)
pada Jalur Pipa Transportasi Crude Oil Dari SPU-A Mundu ke
Terminal Balongan di PT Pertamina Ep Jatibarang Field,
Kabupaten Indramayu Provinsi Jawa Barat”, Prosiding Spesia
Teknik Pertambangan (Februari 2018), ISSN : 2460-6499 ; P 433-
439, Universitas Islam Bandung, Bandung.

11. Tjakasana,Nanda Adi, Moralista, Elfida, Nasrudin, Dudi, 2019, “Penentuan


Laju Korosi Dan Sisa Umur Pakai (Remaining Service Life /
RSL) Pada Jalur Pipa Transportasi Crude Oil Dari Tangki – A1
Ke Crude Destilation Unit IV Di PT Pertamina (Persero) RU V,
Kecamatan Balikpapan Tengah, Kota Balikpapan, Provinsi
Kalimantan Timur”. Prosiding Spesia Teknik Pertambangan
(Agustus 2019), ISSN : 2460-6499. P 433-439, Universitas Islam
Bandung, Bandung.

12. Roberge, Pierre, 2008, “Corrosion Engineering: Principles and Practice”,


New York, Mc Grawhil.

13. Smith, William F, 1996, “Principles of Materials Science and Engineering


Third Edition”, New York, Mc Grawhil.

14. Widharto,S. 2001, “Karat dan Pencegahannya”, P.T. Pradnya Paramita,


Jakarta.

15. Zaki, Ahmad, 2006, “Principles of Corrosion Engineering and Corrosion


Control”, Butterworth-Heinemann, Jordan Hill, UK.
LAMPIRAN

68
LAMPIRAN A
KOMPOSISI KIMIA MATERIAL
PIPA

69
70
LAMPIRAN B
PIPE SCHEDULING

71
72
*For our complete range of structural tubulars, please refer to our stock program: www.arcelormittal.com/oilandgas/stockprogram
Africa China India South East Asia
projects.africa@arcelormittal.com projects.china@arcelormittal.com projects.india@arcelormittal.com projects.asia@arcelormittal.com

Caspian Europe North America UAE


projects.caspian@arcelormittal.com projects.europe@arcelormittal.com projects.northamerica@arcelormittal.com dstc.sales@arcelormittal.com

73
LAMPIRAN C
TABULATION of EXAMPLES
of ALLOWABLE STRESSES

73
12
LAMPIRAN D
SKEMA PIPA TRANSPORTASI
CRUDE OIL

75
Test Point Jarak (m) Identitas Area Letak Pipa Jenis Aliran Fluida
1 30 Pipa Lurus Atas Permukaan Laminar
2 200 Pipa Belokan Bawah Permukaan Turbulen
3 400 Pipa Lurus Bawah Permukaan Laminar
4 600 Pipa Lurus Bawah Permukaan Laminar
5 800 Pipa Lurus Bawah Permukaan Laminar
6 1.000 Pipa Lurus Bawah Permukaan Laminar
7 1.200 Pipa Belokan Bawah Permukaan Turbulen
8 1.400 Pipa Lurus Bawah Permukaan Laminar
9 1.600 Pipa Lurus Bawah Permukaan Laminar
10 1.800 Pipa Lurus Bawah Permukaan Laminar
11 2.000 Pipa Lurus Bawah Permukaan Laminar
12 2.200 Pipa Lurus Bawah Permukaan Laminar
13 2.400 Pipa Belokan Bawah Permukaan Turbulen
14 2.500 Pipa Lurus Atas Permukaan Laminar
LAMPIRAN E
PERHITUNGAN THICKNESS
REQUIRED, MAXIMUM
ALLOWABLE WORKING
PRESSURE, CORROSION
RATE, DAN REMAINING
SERVICE LIFE

77
TEST POINT 1
1. Thickness Required (tr)

PxD
Thickness Required (tr) = + CA
2xSxE

750 p si x 273,1 m m
= +0
2 x 25. 200 p si x 1

= 4,06 mm

2. Perhitungan Maximum Allowance Working Pressure

2 x S x E x t ebal aktual
MAWP =
D

2 x 25 .200 p si x 1 x 9,84 mm
=
273,1 mm

= 1.815,95 psi

3. Perhitungan Laju korosi (Corrosion Rate)

tebal nominal - tebal aktual


Laju Korosi =
umur pakai pipa

12,70 mm - 9,84 mm
=
21 tahun

= 0,1362 mm/tahun

4. Perhitungan Remaining Service Life (Sisa Umur Pakai)

tebal aktual - Thickness Required


RSL =
CR

9,84 mm - 4,06 mm
=
0 ,1362 mm/tahun

= 42,41 tahun

TEST POINT 2

78
1. Thickness Required (tr)

PxD
Thickness Required (tr) = + CA
2xSxE

750 p si x 273,1 m m
= +0
2 x 25. 200 p si x 1

= 4,06 mm

2. Perhitungan Maximum Allowance Working Pressure

2 x S x E x t ebal aktual
MAWP =
D

2 x 25 .200 p si x 1 x 8,43 mm
=
273,1 mm

= 1.555,73 psi

3. Perhitungan Laju korosi (Corrosion Rate)

tebal nominal - tebal aktual


Laju Korosi =
umur pakai pipa

12,70 mm - 8,43 mm
=
21 tahun

= 0,2033 mm/tahun

4. Perhitungan Remaining Service Life (Sisa Umur Pakai)

tebal aktual - Thickness Required


RSL =
CR

8,43 mm - 4,06 mm
=
0 ,2033 mm/tahun

= 21,47 tahun

79
TEST POINT 3
1. Thickness Required (tr)

PxD
Thickness Required (tr) = + CA
2xSxE

750 p si x 273,1 m m
= +0
2 x 25. 200 p si x 1

= 4,06 mm

2. Perhitungan Maximum Allowance Working Pressure

2 x S x E x t ebal aktual
MAWP =
D

2 x 25 .200 p si x 1 x 9,24 mm
=
273,1 mm

= 1.705,22 psi

3. Perhitungan Laju korosi (Corrosion Rate)

tebal nominal - tebal aktual


Laju Korosi =
umur pakai pipa

12,70 mm - 9,24 mm
=
21 tahun

= 0,1648 mm/tahun

4. Perhitungan Remaining Service Life (Sisa Umur Pakai)

tebal aktual - Thickness Required


RSL =
CR

9,24 mm - 4,06 mm
=
0 ,1648 mm/tahun

= 31,42 tahun

TEST POINT 4

80
1. Thickness Required (tr)

PxD
Thickness Required (tr) = + CA
2xSxE

750 p si x 273,1 m m
= +0
2 x 25. 200 p si x 1

= 4,06 mm

2. Perhitungan Maximum Allowance Working Pressure

2 x S x E x t ebal aktual
MAWP =
D

2 x 25 .200 p si x 1 x 9,45 mm
=
273,1 mm

= 1.743,97 psi

3. Perhitungan Laju korosi (Corrosion Rate)

tebal nominal - tebal aktual


Laju Korosi =
umur pakai pipa

12,70 mm - 9,45 mm
=
21 tahun

= 0,1548 mm/tahun

4. Perhitungan Remaining Service Life (Sisa Umur Pakai)

tebal aktual - Thickness Required


RSL =
CR

9,45 mm - 4,06 mm
=
0 ,1548 mm/tahun

= 34,80 tahun

TEST POINT 5
1. Thickness Required (tr)

81
PxD
Thickness Required (tr) = + CA
2xSxE

750 p si x 273,1 m m
= +0
2 x 25. 200 p si x 1

= 4,06 mm

2. Perhitungan Maximum Allowance Working Pressure

2 x S x E x t ebal aktual
MAWP =
D

2 x 25 .200 p si x 1 x 9,52 mm
=
273,1 mm

= 1.756,89 psi

3. Perhitungan Laju korosi (Corrosion Rate)

tebal nominal - tebal aktual


Laju Korosi =
umur pakai pipa

12,70 mm - 9,52 mm
=
21 tahun

= 0,1514 mm/tahun

4. Perhitungan Remaining Service Life (Sisa Umur Pakai)

tebal aktual - Thickness Required


RSL =
CR

9,52 mm - 4,06 mm
=
0 ,1514 mm/tahun

= 36,03 tahun

TEST POINT 6
1. Thickness Required (tr)

82
PxD
Thickness Required (tr) = + CA
2xSxE

750 p si x 273,1 m m
= +0
2 x 25. 200 p si x 1

= 4,06 mm

2. Perhitungan Maximum Allowance Working Pressure

2 x S x E x t ebal aktual
MAWP =
D

2 x 25 .200 p si x 1 x 9,38 mm
=
273,1 mm

= 1.731,05 psi

3. Perhitungan Laju korosi (Corrosion Rate)

tebal nominal - tebal aktual


Laju Korosi =
umur pakai pipa

12,70 mm - 9,38 mm
=
21 tahun

= 0,1581 mm/tahun

4. Perhitungan Remaining Service Life (Sisa Umur Pakai)

tebal aktual - Thickness Required


RSL =
CR

9,38 mm - 4,06 mm
=
0 ,1581 mm/tahun

= 33,63 tahun

TEST POINT 7
1. Thickness Required (tr)

83
PxD
Thickness Required (tr) = + CA
2xSxE

750 p si x 273,1 m m
= +0
2 x 25. 200 p si x 1

= 4,06 mm

2. Perhitungan Maximum Allowance Working Pressure

2 x S x E x t ebal aktual
MAWP =
D

2 x 25 .200 p si x 1 x 8,22 mm
=
273,1 mm

= 1.516,98 psi

3. Perhitungan Laju korosi (Corrosion Rate)

tebal nominal - tebal aktual


Laju Korosi =
umur pakai pipa

12,70 mm - 8,22 mm
=
21 tahun

= 0,2133 mm/tahun

4. Perhitungan Remaining Service Life (Sisa Umur Pakai)

tebal aktual - Thickness Required


RSL =
CR

8,22 mm - 4,06 mm
=
0 ,2133 mm/tahun

= 19,48 tahun

TEST POINT 8
1. Thickness Required (tr)

84
PxD
Thickness Required (tr) = + CA
2xSxE

750 p si x 273,1 m m
= +0
2 x 25. 200 p si x 1

= 4,06 mm

2. Perhitungan Maximum Allowance Working Pressure

2 x S x E x t ebal aktual
MAWP =
D

2 x 25 .200 p si x 1 x 8,57 mm
=
273,1 mm

= 1.581,57 psi

3. Perhitungan Laju korosi (Corrosion Rate)

tebal nominal - tebal aktual


Laju Korosi =
umur pakai pipa

12,70 mm - 8,57 mm
=
21 tahun

= 0,1967 mm/tahun

4. Perhitungan Remaining Service Life (Sisa Umur Pakai)

tebal aktual - Thickness Required


RSL =
CR

8,57 mm - 4,06 mm
=
0 ,1967 mm/tahun

= 22,91 tahun

85
TEST POINT 9
1. Thickness Required (tr)

PxD
Thickness Required (tr) = + CA
2xSxE

750 p si x 273,1 m m
= +0
2 x 25. 200 p si x 1

= 4,06 mm

2. Perhitungan Maximum Allowance Working Pressure

2 x S x E x t ebal aktual
MAWP =
D

2 x 25 .200 p si x 1 x 9,23 mm
=
273,1 mm

= 1.703,37 psi

3. Perhitungan Laju korosi (Corrosion Rate)

tebal nominal - tebal aktual


Laju Korosi =
umur pakai pipa

12,70 mm - 9,23 mm
=
21 tahun

= 0,1652 mm/tahun

4. Perhitungan Remaining Service Life (Sisa Umur Pakai)

tebal aktual - Thickness Required


RSL =
CR

9,23 mm - 4,06 mm
=
0 ,1652 mm/tahun

= 31,26 tahun

86
TEST POINT 10
1. Thickness Required (tr)

PxD
Thickness Required (tr) = + CA
2xSxE

750 p si x 273,1 m m
= +0
2 x 25. 200 p si x 1

= 4,06 mm

2. Perhitungan Maximum Allowance Working Pressure

2 x S x E x t ebal aktual
MAWP =
D

2 x 25 .200 p si x 1 x 9,39 mm
=
273,1 mm

= 1.732,90 psi

3. Perhitungan Laju korosi (Corrosion Rate)

tebal nominal - tebal aktual


Laju Korosi =
umur pakai pipa

12,70 mm - 9,39 mm
=
21 tahun

= 0,1576 mm/tahun

4. Perhitungan Remaining Service Life (Sisa Umur Pakai)

tebal aktual - Thickness Required


RSL =
CR

9,39 mm - 4,06 mm
=
0 ,1576 mm/tahun

= 33,79 tahun

87
TEST POINT 11
1. Thickness Required (tr)

PxD
Thickness Required (tr) = + CA
2xSxE

750 p si x 273,1 m m
= +0
2 x 25. 200 p si x 1

= 4,06 mm

2. Perhitungan Maximum Allowance Working Pressure

2 x S x E x t ebal aktual
MAWP =
D

2 x 25 .200 p si x 1 x 9,57 mm
=
273,1 mm

= 1.766,12 psi

3. Perhitungan Laju korosi (Corrosion Rate)

tebal nominal - tebal aktual


Laju Korosi =
umur pakai pipa

12,70 mm - 9,57 mm
=
21 tahun

= 0,1490 mm/tahun

4. Perhitungan Remaining Service Life (Sisa Umur Pakai)

tebal aktual - Thickness Required


RSL =
CR

9,57 mm - 4,06 mm
=
0 ,1490 mm/tahun

= 36,94 tahun

88
TEST POINT 12
1. Thickness Required (tr)

PxD
Thickness Required (tr) = + CA
2xSxE

750 p si x 273,1 m m
= +0
2 x 25. 200 p si x 1

= 4,06 mm

2. Perhitungan Maximum Allowance Working Pressure

2 x S x E x t ebal aktual
MAWP =
D

2 x 25 .200 p si x 1 x 9,73 mm
=
273,1 mm

= 1.795,64 psi

3. Perhitungan Laju korosi (Corrosion Rate)

tebal nominal - tebal aktual


Laju Korosi =
umur pakai pipa

12,70 mm - 9,73 mm
=
21 tahun

= 0,1414 mm/tahun

4. Perhitungan Remaining Service Life (Sisa Umur Pakai)

tebal aktual - Thickness Required


RSL =
CR

9,73 mm - 4,06 mm
=
0 ,1414 mm/tahun

= 40,06 tahun

89
TEST POINT 13
1. Thickness Required (tr)

PxD
Thickness Required (tr) = + CA
2xSxE

750 p si x 273,1 m m
= +0
2 x 25. 200 p si x 1

= 4,06 mm

2. Perhitungan Maximum Allowance Working Pressure

2 x S x E x t ebal aktual
MAWP =
D

2 x 25 .200 p si x 1 x 8,79 mm
=
273,1 mm

= 1.622,17 psi

3. Perhitungan Laju korosi (Corrosion Rate)

tebal nominal - tebal aktual


Laju Korosi =
umur pakai pipa

12,70 mm - 8,79 mm
=
21 tahun

= 0,1862 mm/tahun

4. Perhitungan Remaining Service Life (Sisa Umur Pakai)

tebal aktual - Thickness Required


RSL =
CR

8,79 mm - 4,06 mm
=
0 ,1862 mm/tahun

= 25,38 tahun

90
TEST POINT 14
1. Thickness Required (tr)

PxD
Thickness Required (tr) = + CA
2xSxE

750 p si x 273,1 m m
= +0
2 x 25. 200 p si x 1

= 4,06 mm

2. Perhitungan Maximum Allowance Working Pressure

2 x S x E x t ebal aktual
MAWP =
D

2 x 25 .200 p si x 1 x 9,44 mm
=
273,1 mm

= 1.742,13 psi

3. Perhitungan Laju korosi (Corrosion Rate)

tebal nominal - tebal aktual


Laju Korosi =
umur pakai pipa

12,70 mm - 9,44 mm
=
21 tahun

= 0,1552 mm/tahun

4. Perhitungan Remaining Service Life (Sisa Umur Pakai)

tebal aktual - Thickness Required


RSL =
CR

9,44 mm - 4,06 mm
=
0 ,1552 mm/tahun

= 34,63 tahun

91
LAMPIRAN F
SPESIFIKASI COATING

92
93
94
LAMPIRAN G
SPESIFIKASI WRAPPING

95
96
97
LAMPIRAN H
SPESIFIKASI INHIBITOR

98
MSDS
Product :
UNICORC

MATERIAL SAFETY DATA SHEET


Section 1. PRODUCT IDENTIFICATION

ProductName : UOPTM UNICORTM C Corrosion Inhibitor

Section 2. COMPOSITION

Ingredient CAS No. Wt% EU Symbol EU Risk Phrase


Aromatic Hydrocarbons 64742-94-5 75 – 85 Xn R-22
Alkyl dimer amine 68201-29-6 15 – 25 ---- ----
1,2,4-Trimethylbenzene 95-63-6 <9 Xn R-10,20,36/37/38
Naphthalene 91-20-3 <6 Xn R-22,36/37,40

Section 3. HAZARD IDENTIFICATION

Emergency Overview : This clear yellow to amber liquid may cause severe skin irritation. Repeated or prolonged exposure may irritate
eyes and the respiratory tract. The product is combustible and toxic vapors may be given off in a fire.

Potential Health Effects :


Primary Routes of Exposure : Contact with skin, eyes and product vapor inhalation. Product ingestion is unlikely to occur if proper
safety/hygiene procedures are followed.
Skin Contact : May severely irritate the skin.
Eye Contact : Repeated or prolonged exposure may cause irritation to some individuals.
Ingestion : This product is considered to have a low order of oral toxicity.
Inhalation : Inhalation of product vapors or mist may cause irritation of the respiratory tract. Inhalation of high vapor concentrations may
cause headaches, nausea, dizziness and central nervous system depression.
Target Organ : May cause central nervous system disorder (e.g. narcosis involving a loss of co-ordination, weakness, fatigue, mental
confusion, and blurred vision) and/or damage. Overexposure may cause lung damage. Overexposure may cause kidney damage.

Section 4. FIRST AID INFORMATION

Skin Contact : REMOVE FROM SKIN EMERGENCY. Apply a generous amount of waterless and hand cleaner (such as GOOP ,
GoJo, or similar product) to the affected area. Rub briskly on the skin, on and around the affected area. Remove the mixture of cleaner-
product with paper towels or clean dry rags. Repeat the entire procedure, then wash the skin with a mild soap, rinsing with warm water. If
irritation develops, obtain medical attention.
Eye contact : Flush with water for at least 15 minutes. If irritation occurs, obtain medical attention.
Ingestion : Do not induce vomiting. Obtain immediate medical attention.
Inhalation : Remove affected area to fresh air. If respiratory problems develop, obtain medical attention.
Notes to physician : Toxicity of amount of material ingested should be weighed against the risk of chemical pneumonia when emptying
the stomach is considered.

Section 5. FIRE FIGHTING MEASURES

Flash Point : > 620C PMCC


Extinguishing Media: Use water fog, foam dry chemical or CO2
Fire and Explosion Hazards: Toxic vapors may be given off in a fire (See section 10). Wear protective clothing and self-contained
breathing apparatus.

99
MSDS
Product :
UNICORC

Section 6. ACCIDENTAL RELEASE MEASURES

Large Spill : Standard hydrocarbon spill procedures apply to this product. Remove all sources of ignition. Isolate the affected areas.
Confine entry into the affected area to those persons properly protected. Stop leak at the source. Cut off and redirect surface runoff by
trenching or diking. Spills should be contained through the use of commercial oil adsorbent, but other materials such earth, sand or
sawdust may be more expedient to limit the extent of the spill. Prevent the release of this product into the waterway or sewer. To prevent
further losses, reposition, plug or place the leaking container into an oversized recovery drum/container.
Small Spill: Wear protective equipment. Absorb spilled product using a commercial oil absorbent soaking up as much product as
possible. Product should be disposed of in accordance with all applicable government regulations.

Section 7. HANDLING AND STORAGE

Store in tightly closed, properly labeled containers in a cool, well ventilated area away from all ignition sources. Store out of direct
sunlight. Wear appropriate personal protective equipment. Avoid inhalation of product vapors or mist. Never use a welding or cutting
torch on or near a drum (even empty) because vapors from the material (even residue) can ignite explosively. Follow all MSDS/label
precautions even after container is emptied because it may retain product residue.

Section 8. EXPOSURE CONTROLS AND PERSONAL PROTECTION

Respiratory Protection : Where natural ventilation is inadequate, use mechanical ventilation, other engineering controls, or an organic
absorption respirator (in USA – NIOSH/ MSHA approved) to prevent inhalation of product vapor.
Skin protection : Gloves, footwear, coveralls and/or apron as necessary to prevent repeated or prolonged skin contact. Any clothing,
which becomes wet with product should be removed immediately and laundered before reuse.
Eye Protection :
Chemical goggles or face shield as necessary to prevent eye contact.

Exposure Limits
Ingredient MAK OEL-TWA(EH40/98) ACGIHTLV-TWA(1997)
Aromatic Hydrocarbons N/E 150mg/m3 N/E
Alkyldimmeramine N/E N/E N/E
1,2,4-trimethylbenzene N/E 125mg/m3,25ppm 123mg/m3, 25 ppm
Naphthalene 10ppm,50mg/m3 10 ppm,50mg/m3 10ppm,52mg/m3
STEL 15ppm, 79mg/m3

Section 9. PHYSICAL AND CHEMICAL PROPERTIES

These data do not represent technical or sales specifications.

Appearance : Clear yellow to Amber Liquid


Sp.Gr. : 0.86 - 0.95 @ 15.60C
Odor : Hydrocarbon Apparent Bulk Density : NA
pH : NA Solubility in water : Insoluble
%Volatile : > 75 @16 0C Boiling Point : 300 0F (149 0C)
Pour Point : ≤ - 12 0C Freezing Point : NA
K. V.@380C : 2 -6 cSt Melting Point : NA
Vapor Density : > 1 (Air = 1) Vapor Pressure : < 10 mmHg @ 60 0F

Section 10. STABILITY

Stability : Stable.
Condition to avoid : Thermal decomposition. Exposure to heat, light sparks and open flame.
Hazardous Decomposition Products : The product itself does not readily decompose unless subject to extreme temperature or
chemical conditions. CO, CO2, NOX may be generated in the event of incomplete burning.
Hazardous Polymerization : Will not occur.
Incompatible Materials : Reactive with mineral acids and bases.

100
Section 11. TOXICOLOGICAL INFORMATION

Acute Oral Toxicity :


Mixture of approximately 20% Alkyl dimer amine and 80% Aromatic hydrocarbon: Oral LD 50> 5 g/kg (rat)
Aromatic Solvent: Oral LD50 of 11.97 g/kg (rat) (includes 1,2,4-trimethylbenzene and naphthalene)
Trimethylbenzene : Acute Oral LD50 : 8970 mg/kg (rat)
Naphthalene : Oral LD50 : 490 mg/kg (rat)

Acute Dermal Toxicity :


Mixture of approximately 20% Alkyl dimer amine and 80% Aromatic hydrocarbon : Dermal LD 50> 2 g/kg (rabbit)
Aromatic Solvent: Dermal LD50 4.5 g/kg (rabbit) (includes 1,2,4-trimethylbenzene and naphthalene)

Acute Inhalation Toxicity :


An inhalation LC50 is not available for this product.
Aromatic Solvent : Inhalation LC50> 580 ppm/4H (rat) (includes 1,2,4-trimethylbenzene and naphthalene)
1,2,4-trimethylbenzene : Inhalation LC50 : 18/m3/4H (rat)
Irritation :
Skin: Mixture of approximately 20% Alkyl dimer amine and 80% Aromatic hydrocarbon had a primary irritation index = 3.5/8 maximum
(rabbit). Material is a primary skin irritant but is not corrosive. Moderate irritation persisted longer than 72 hours.
Eye : Mixture of approximately 20% Alkyl dimer amine and 80% Aromatic hydrocarbon had a maximum draize score of 15/110 (rabbit).
Mild conjunctivitis with complete clearing within 7 days. Not a primary eye irritant.

Additional Toxicological Information : No other data shown.

Section 12. ECOLOGICAL INFORMATION

No data is available for the product.

Section 13. DISPOSAL INFORMATION

Waste material, including liquids, contaminated absorbent and material from spill clean-up procedures, must be handled in accordance
with all applicable government regulations. It is up-to the user of this product to determine the hazards associated with any waste
material generated. Recommended disposal methods include incineration for contaminated liquids and solids.

Section 14. TRANSPORTATION INFORMATION

ADR / RID : Not Regulated.

International Maritime Organization (IMO) : Not regulated.

Section 15. REGULATORY INFORMATION

Council of European Communities Directive on Classification, Packing and Labeling of Dangerous Substances/Preparation (67/548/EEC
& 88/379/EEC) :

R38 Irritating to skin.


S28After contact with skin, wash immediately with plenty of waterless hand cleaner. S36/37/39 Wear suitable protective
clothing, gloves and eye/face protection.
Xi : Irritant

European Inventory of existing Commercial Chemical Substances :


All components of this preparation are included in EINECS/ELINCS.

101
Section 16. OTHER INFORMATION

N.A. - Not applicable.


N.D. - Not determined.
N/E - None established.
MAK - Maximale Arbeitsplatzkonzentrationen,
Germanexposurelimits. OEL - Occupational Exposure
Limits EH40,U.K.
G - Total dust.
F - Fine dust.
ACGIH - American Conference of Governmental Industrial
Hygienists. TLV - Threshold Limit Value.

For additional information concerning this product, contact the following:

PRODUCT EMERGENCIES

102

Anda mungkin juga menyukai