TESIS
Oleh
DEBBY ENDRIANI
097 016 013/TS
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2012
TESIS
Oleh
DEBBY ENDRIANI
097 016 013/TS
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2012
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ” Pengaruh Penambahan Abu Cangkang
Sawit Terhadap Daya Dukung Dan Kuat Tekan Pada Tanah Lempung Ditinjau
Dari Uji UCT Dan CBR Laboaratorium” adalah karya saya dan belum pernah
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi
yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam tesis ini dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
Debby Endriani
NIM. 097 016 013
Stabilisasi tanah lempung sampai saat ini selalu diupayakan baik menyangkut bahan
stabilisator maupun teknologi perbaikan tanah tersebut. Bahan-bahan untuk stabilisasi
tanah lempung yang saat ini sering digunakan antara lain: GEOSTA yang masih
diimpor dan harganya relatif mahal, kapur, abu terbang, yang dahulu merupakan
limbah saat ini dimanfaatkan untuk pozzolan pada adukan beton maupun stabilisasi
tanah, sehingga nilai ekonomisnya menjadi tinggi.
Dalam penelitian ini akan dicari bahan alternatif untuk stabilisasi tanah yaitu
pemanfaatan abu cangkang sawit yang berasal dari limbah padat Pabrik Pengolahan
Kelapa Sawit yang jumlahnya terus meningkatdan belum termanfaatkan dengan baik.
Pengujian yang dilakukan adalah : batas-batas konsistensi tanah lempung sebelum
dan setelah dicampur dengan abu cangkang sawit. Pengujian pemadatan tanah asli
dan tanah yang sudah distabilisasi, serta pengujian kuat tekan bebas tanah asli dan
tanah yang sudah distabilisasi dengan abu cangkang sawit, juga pengujian kuat
dukung tanah lempung yang diuji dengan pengujian CBR Unsoaked dan Soaked.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa : penambahan abu cangkang sawit pada tanah
lempung menurunkan tekanan dan potensi pengembangan. Potensi pengembangan
turun dari 2% pada tanah asli menjadi 0,89% pada tanah dengan kadar abu cangkang
sawit 6%. Dengan bertambahnya kadar abu cangkang sawit, kepadatan maksimum
meningkat dan dicapai nilai maksimum pada kadar abu cangknag sawit 6%. Dengan
naiknya kadar abu cangkang sawit, kuat tekan bebas naik sampai dengan kadar 6%
dengan nilai 0,43 kg/cm2 menjadi 0,87 kg/cm2 kemudian menurun pada kadar abu
yang lebih tinggi 9% yaitu dengan nilai 0,49 kg/cm2 . Begitu juga dengan pengujian
CBR, nilai CBR mengalami kenaikan dengan bertambahnya kadar abu cangkang
sawit pada 6% dengan nilai 4,77% dari nilai CBR tanah asli sebesar 2,27% dan
kembali mengalami penurunan pada kadar abu cangkang sawit yang lebih tinggi pada
9% nilai CBR turun menjadi 4,20%.
Kata kunci : UCT, CBR, Tanah Lempung , Abu Cangkang Sawit.
Clay stabilization process either the material of its stabilisator or the technology for
its improvement is up to now always implemented. The materials for clay
stabilization currently used are, among other things, GEOSTA which is still imported
and its price is relatively expensive, and flying ashes which used to be a waste is
currently used for pozolan in concrete mixture and soil stabilization that its economic
value becomes higher.
This study looked for an alternative material for soil stabilization through the ashes
of oil-palm shells from the solid waste of palm oil mills. The tests done were the
consistency limits of clay before and after being mixed with the ashes of oil-palm
shells. The tests on the compaction of native soil and stabilized soil and the free
pressed power of native soil and the soil stabilized with ashes of oil-palm shells as
well as the carrying capacity of clay tested using Unsoaked and soaked CBR.
The result of this study showed that the mixture of the ashes of oil-palm shells
into the clay decreased the pressure and potential of development. The potential of
development decreased from 2% in native soil to 0.89% in the soil with the content of
ashes of oil-palm shells 6%. With the increase of the content of ashes of oil-palm
shells, the maximum density increased and the maximum value of oil-palm shell ashes
content of 6% was achieved, the free pressed power increased up to the content of 6%
from the value of 0.43 kg/cm2 to 0.87 kg/cm2, then at the content of ashes higher than
9% decreased with the value of 0.49 kg/cm2. The result of CBR test showed that the
value of CBR increased in line with the increase of the content of ashes of oil-palm
shell at 6% with the value of 4.77% from the value of CBR of native soil for 2.27%
and then at the content of ashes higher than 9%, the value of CBR decreased to
4.20%.
Penulis
Debby Endriani
097 016 013
ABSTRAK .......................................................................................................... i
ABSTRACT......................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ iii
PERNYATAAN................................................................................................... v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................................... vi
DAFTAR ISI ....................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR........................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xiv
DAFTAR NOTASI.............................................................................................. xvi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Umum .............................................................................................. 1
1.2 Latar Belakang.................................................................................. 3
1.3 Perumusan Masalah.......................................................................... 5
1.4 Tujuan Penelitian.............................................................................. 6
1.5 Batasan Masalah ............................................................................... 7
1.6 Lokasi Penelitian ............................................................................. 8
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Stabilisasi tanah lempung sampai saat ini selalu diupayakan baik menyangkut bahan
stabilisator maupun teknologi perbaikan tanah tersebut. Bahan-bahan untuk stabilisasi
tanah lempung yang saat ini sering digunakan antara lain: GEOSTA yang masih
diimpor dan harganya relatif mahal, kapur, abu terbang, yang dahulu merupakan
limbah saat ini dimanfaatkan untuk pozzolan pada adukan beton maupun stabilisasi
tanah, sehingga nilai ekonomisnya menjadi tinggi.
Dalam penelitian ini akan dicari bahan alternatif untuk stabilisasi tanah yaitu
pemanfaatan abu cangkang sawit yang berasal dari limbah padat Pabrik Pengolahan
Kelapa Sawit yang jumlahnya terus meningkatdan belum termanfaatkan dengan baik.
Pengujian yang dilakukan adalah : batas-batas konsistensi tanah lempung sebelum
dan setelah dicampur dengan abu cangkang sawit. Pengujian pemadatan tanah asli
dan tanah yang sudah distabilisasi, serta pengujian kuat tekan bebas tanah asli dan
tanah yang sudah distabilisasi dengan abu cangkang sawit, juga pengujian kuat
dukung tanah lempung yang diuji dengan pengujian CBR Unsoaked dan Soaked.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa : penambahan abu cangkang sawit pada tanah
lempung menurunkan tekanan dan potensi pengembangan. Potensi pengembangan
turun dari 2% pada tanah asli menjadi 0,89% pada tanah dengan kadar abu cangkang
sawit 6%. Dengan bertambahnya kadar abu cangkang sawit, kepadatan maksimum
meningkat dan dicapai nilai maksimum pada kadar abu cangknag sawit 6%. Dengan
naiknya kadar abu cangkang sawit, kuat tekan bebas naik sampai dengan kadar 6%
dengan nilai 0,43 kg/cm2 menjadi 0,87 kg/cm2 kemudian menurun pada kadar abu
yang lebih tinggi 9% yaitu dengan nilai 0,49 kg/cm2 . Begitu juga dengan pengujian
CBR, nilai CBR mengalami kenaikan dengan bertambahnya kadar abu cangkang
sawit pada 6% dengan nilai 4,77% dari nilai CBR tanah asli sebesar 2,27% dan
kembali mengalami penurunan pada kadar abu cangkang sawit yang lebih tinggi pada
9% nilai CBR turun menjadi 4,20%.
Kata kunci : UCT, CBR, Tanah Lempung , Abu Cangkang Sawit.
Clay stabilization process either the material of its stabilisator or the technology for
its improvement is up to now always implemented. The materials for clay
stabilization currently used are, among other things, GEOSTA which is still imported
and its price is relatively expensive, and flying ashes which used to be a waste is
currently used for pozolan in concrete mixture and soil stabilization that its economic
value becomes higher.
This study looked for an alternative material for soil stabilization through the ashes
of oil-palm shells from the solid waste of palm oil mills. The tests done were the
consistency limits of clay before and after being mixed with the ashes of oil-palm
shells. The tests on the compaction of native soil and stabilized soil and the free
pressed power of native soil and the soil stabilized with ashes of oil-palm shells as
well as the carrying capacity of clay tested using Unsoaked and soaked CBR.
The result of this study showed that the mixture of the ashes of oil-palm shells
into the clay decreased the pressure and potential of development. The potential of
development decreased from 2% in native soil to 0.89% in the soil with the content of
ashes of oil-palm shells 6%. With the increase of the content of ashes of oil-palm
shells, the maximum density increased and the maximum value of oil-palm shell ashes
content of 6% was achieved, the free pressed power increased up to the content of 6%
from the value of 0.43 kg/cm2 to 0.87 kg/cm2, then at the content of ashes higher than
9% decreased with the value of 0.49 kg/cm2. The result of CBR test showed that the
value of CBR increased in line with the increase of the content of ashes of oil-palm
shell at 6% with the value of 4.77% from the value of CBR of native soil for 2.27%
and then at the content of ashes higher than 9%, the value of CBR decreased to
4.20%.
PENDAHULUAN
1.1 Umum
Dalam membangun suatu jalan, tanah dasar merupakan bagian yang sangat
penting, karena tanah dasar akan mendukung seluruh beban lalulintas atau beban
konstruksi diatasnya. Jika tanah dasar yang ada berupa tanah lempung yang
mempunyai daya dukung rendah, maka bangunan yang ada sering mengalami
kerusakan yang diakibatkan oleh kondisi tanah. Salah satu penyebabnya adalah
kembang susut yang tinggi dan kurang baik kemampuan daya dukungnya. Tanah
dengan nilai kembang susut yang tinggi, air sangat berpengaruh sekali terhadap
perilaku fisis dan mekanis tanah (Das, 1994). Secara fisis dalam pengertian teknik
adalah sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral yang tidak
tersedimentasi (terikat secara kimia) satu sama lain. Tanah berguna sebagai bahan
bangunan pada berbagai macam pekerjaan teknik sipil, disamping itu tanah berfungsi
juga sebagai pendukung pondasi dan bangunan. Umumnya sebagian besar wilayah
Indonesia ini diliputi oleh tanah lempung dengan pengembangan yang cukup besar
Kondisi tanah yang sering dijumpai sangat bervariasi dan segi kemampuan
daya dukungnya. Ada jenis tanah yang tidak memenuhi syarat yaitu tanah lunak. Sifat
dukung kritis maka akan terjadi kerusakan tanah, khususnya tanah pondasi.
Salah satu cara yang terbaik adalah mengganti tanah dasar tersebut dengan
tanah yang cukup baik, tetapi hal ini biasanya membutuhkan biaya yang cukup besar.
Para ahli geoteknik mencoba mengatasi dengan cara merubah sifat-sifat fisik
tanahnya untuk menekan biaya. Perbaikan sifat-sifat fisik dan tanah kurang baik
menjadi tanah yang baik dibidang rekayasa Teknik Sipil disebut sebagai
STABILISASI TANAH.
Campuran bahan yang digunakan pun bermacam-macam antara lain: kapur, semen,
flay ash, bubuk batu merah, abu ampas tebu, abu sekam padi, dan bahan kimia
lainnya. Hasilnya menunjukkan perbaikan pada kondisi tanah lempung baik sifat fisis
Pada penelitian Tesis ini dicoba untuk menggunakan abu cangkang sawit
sebagai alternatjf lain bahan pencampur guna menstabilkan tanah lempung yang
Dalam penelitian ini digunakan tanah lempung dari Pulau Sicanang yang
terletak di Daerah Belawan, kondisi tanah di Pulau Sicanang Belawan sebagian besar
tanah lempung dengan sifat kembang susut yang tinggi, indeks konsistensi tinggi,
kuat dukung rendah sehingga bangunan didaerah tersebut banyak yang rusak seperti
bangunan diatasnya. Sedangkan abu cangkang sawit diperoleh dan Pabrik Pengolahan
Penelitian ini akan mencari jawaban dan masalah-masalah yang dihadapi pada
stabilisasi tanah lempung, terhadap parameter kuat geser tanah, kadar air optimum,
mencari daya dukung tanah, batas konsitensi dan kadar abu cangkang sawit optimum
untuk memperoleh kuat tekan bebas (UCT) dan CBR laboratorium. Dan hasil
penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu dalam rekayasa
geoteknik.
Tanah berbutir halus pada umumnya mempunyai kekuatan geser lebih rendah
dari tanah berbutir kasar. Kondisi seperti ini sangat tidak menguntungkan bila tanah
kerugian yang akan ditimbulkan antara lain kerusakan pada tanah maupun konstruksi
bangunan itu sendiri. Meskipun kerusakan yang diakibatkan tidak bersifat mendadak
dan langsung namun kerugian secara materi yang diakibatkan akan cukup besar, oleh
dengan material alternatif pengganti additive dan abu cangkang sawit hasil limbah
yang sangat pesat. Hal ini terlihat dan luas areal kelapa sawit dan produksi minyak
sawit mentah (Crude Palm Oil) yang terus mengalami peningkatan sejak tahun 1968
sampai tahun 1997. Pada periode 1968-1997 tersebut, luas areal kelapa sawit
meningkat hampir 21 kali lipat, yaitu dan 120.000 Ha pada tahun 1968 menjadi 2,5
juta Ha pada tahun 1997. Pertumbuhan luas areal yang pesat kembali terjadi pada
lima tahun terakhir, yakni pada tahun 2006 berkembang menjadi 5,97 juta Ha
bahwa produksi CPO Indonesia menyamai Malaysia pada tahun 2007 dan selanjutnya
padat yang dihasilkan dan pengolahan tandan buah segar (TBS). Limbah ini adalah
sisa produksi sawit kasar tandan kosong, sabut dan cangkang (batok) sawit. Limbah
padat berupa cangkang digunakan sebagai bahan bakar ketel (boiler) untuk
menghasilkan energi mekanik dan panas. Masalah yang kemudian timbul adalah dan
sisa pembakaran pada ketel (boiler) berupa abu cangkang dengan jumlah yang terus
stabilisasi.
variasi 3%, 6%, 9%, 12% dan 15%, terhadap berat sampel tanah dan menggunakan
pemeraman 1 hari.
bangunan dan jalan di Desa Pulau Sicanang, Belawan, Deli Serdang, Sumatera Utara
adanya kerusakan pada bangunan di Pulau Sicanang seperti dinding retak, jalan retak
retak dan berlubang. Kerusakan permukaan aspal, lendutan dan gesemya badan jalan
umumnya terjadi pada musim hujan, sedang kerusakan retak memanjang terjadi pada
musim kemarau.
mengganti dan memperbaiki material base dan sub base, hal ini ternyata tidak
bertahan lama.
1. Diperlukan penelitian yang lebih mendalam tentang sifat-sifat fisik dan mekanis
dukung dan kuat tekan, yaitu dengan mencampur tanah asli dengan bahan
alternatif material pengganti dalam hal ini pemanfaat limbah abu cangkang sawit
konsistensi, berat jenis tanah asli maupun yang distabilisasi, nilai kuat dukung
tanah ash maupun yang telah distabilisasi, dan kuat tekan tanah ash dan yang
1. Untuk mengetahui jenis tanah yang berasal dan Pulau Sicanang, Belawan.
bereaksi dengan senyawa yang terdapat pada abu cangkang sawit sebingga
dapat mengurangi kadar air didalam tanah lempung sehingga tanah yang
sawit, serta kuat tekan tanah asli dan setelah distabilisasi diharapkan akan
kondisi tanah berbutir halus bila dicampur abu cangkang sawit dengan menggunakan
interval 3% untuk 0% ,3%, 6%, 9%, 12% dan 15% dalam hal pengujian sifat fisis
cangkang sawit yang paling optimum dari hasil uji pemadatan tanah pada setiap
persentase abu cangkang sawit (0% ,3%, 6%, 9%, 12% dan 15%) yang digunakan
dengan waktu pemeraman 1 hari. Untuk uji CBR yang diharapkan dapat diketahui
daya dukung dari tanah lempung, sedangkan untuk mengetahui kuat geser tanah diuji
dengan kuat tekan tanah lempung (UCT). Sampel tidak terganggu (undisturbed)
diambil untuk uji kuat tekan tanah asli, sedangkan sampel tanah terganggu
(disturbed) diambil untuk uji indeks properties tanah, dan daya dukung tanah asli dan
tanah yang telah dicampur abu cangkang sawit. Pengujian dilakukan adalah sebagai
beñkut:
a. Uji kadar air, specific gravity, batas-batas konsistensi (batas cair, batas plastis
Sicanang, Belawan, Deli Serdang, Sumatera Utara. Dan lokasi pengambilan sampel
abu cangkang sawit di Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit PT. Bakrie Plantations, Tbk.
Kisaran Sumatera Utara. Sedangkan lokasi pengujian unsur kimia dan sampel
Dan untuk uji sifat fisis dan mekanis dan sampel dilakukan di Laboratorium
TINJAUAN PUSTAKA
Tanah lempung dan mineral lempung adalah tanah yang memiliki partikel-
partikel mineral tertentu yang “menghasilkan sifat-sifat plastis pada tanah bila
dicampur dengna air” (Grim, 1953). Partikel-partikel tanah berukuran yang lebih
kecil dari 2 mikron (=2µ), atau <5 mikron menurut sistem klasifikasi yang lain,
disebut saja sebagai partikel berukuran lempung daripada disebut lempung saja.
Partikel-partikel dari mineral lempung umumnya berukuran koloid (<1µ) dan ukuran
2µ merupakan batas atas (paling besar) dari ukuran partikel mineral lempung.
Untuk menentukan jenis lempung tidak cukup hanya dilihat dari ukuran
butirannya saja tetapi perlu diketahui mineral yang terkandung didalamnya. ASTM
D-653 memberikan batasan bahwa secara fisik ukuran lempung adalah partikel yang
berikut:
macam ukuran partikel. Tanah lempung belum tentu terdiri dari partikel lempung
saja, akan tetapi dapat bercampur butir-butiran ukuran lanau maupun pasir dan
Abu Caangkang sawit Terhadap Daya Dukung dan Kuat Tekan Pada Tanah Lempung
Ditinjau Dari Uji UCT dan CBR Laboratorium“, maka dibutuhkan pengetahuan serta
pemahaman yang baik tentang sifat-sifat tanah berdasarkan teori yang ada terdiri dari
pemahaman kedua sifat ini sangatlah penting untuk diketahui sebagai dasar dalam
Sifat fisik dan sifat keteknikan tanah, lebih ditentukan oleh jenis dari
tanah dalam 3 kelompok, tanah berbutir kasar, tanah berbutir halus dan tanah organis.
persentase lolos saringan nomor 200<50%, dan tanah berbutir halus (lanau/lempung)
jika lebih dari 50% lolos saringan nomor 200. Tanah ini dibagi dalam 2 kelompok
yaitu kelompok kerikil dan tanah kerikil serta pasir dan tanah kepasiran.
pada batas cair dan indeks plastisitasnya. Tanah Organis juga termasuk dalam
Konsistensi dari tanah lempung dan tanah kohesif lainnya sangat dipengaruhi
oleh kadar air. Indeks plastisitas dan batas cair dapat digunakan untuk menentukan
Dikarenakan sifat plastis dari suatu tanah adalah disebabkan oleh air yang
terserap disekeliling permukaan partikel lempung, maka dapat diharapkan bahwa tipe
dan jumlah mineral lempung yang dikandung didalam suatu tanah akan
tentang karakteristik dan sifat-sifat fisis tanah. Karena variasi sifat dan perilaku tanah
dalam kategori yang umum dimana tanah memiliki kesamaan sifat fisis. Sistem
dan geoteknis tanah. Karenanya, klasifikasi tanah bukanlah satu-satunya cara yang
awalnya, metode klasfikasi yang banyak digunakan adalah pengamatan secara kasat-
tanah yang umum digunakan untuk mengelompokan tanah adalah Unfied Soil
Clasification System (USCS). Sistem ini didasarkan pada sifat-sifat indek tanah yang
sederhana seperti distribusi ukuran butiran, batas cair dan indek plastisitasnya.
Disamping itu, terdapat sistem lainnya yang juga dapat digunakan dalam identifikasi
tanah seperti yang dibuat oleh American Association of State Highway and
(BSCS), dan United State Department of Agriculture (USDA). Dalam penelitian ini
Klasifikasi tanah sistem ini diajukan pertama kali oleh Casagrande dan
United State Army Corps of Engineer (USACE). Kemudian American Society for
Testing and Materials (ASTM) telah memakai USCS sebagai metode standar guna
mengklasifikasikan tanah. Dalam bentuk yang sekarang, sistem ini banyak digunakan
dalam berbagai pekerjaan geoteknik. Dalam USCS seperti pada Gambar 2.1 suatu
1. Tanah berbutir kasar (coarse-grained soils) yang terdiri atas kerikil dan pasir
yang mana kurang dari 50% tanah yang lolos saringan No. 200 (F200 < 50).
soil).
2. Tanah berbutir halus (fine-grained soils) yang mana lebih dari 50% tanah
lolos saringan No. 200 (F200 ≥ 50). Simbol kelompok diawali dengan M
digunakan untuk gambut (peat), dan tanah dengan kandungan organik tinggi
.Simbol lain yang digunakan untuk klasifikasi adalah W untuk gradasi baik
60
- A
50 aris
G
CH
INDEKS PLASTIS
40
30
CL
20
MH & OH
10 CL - ML
ML & OL
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
BATAS CAIR
Lanau adalah tanah berbutir halus yang mempunyai batas cair dan indeks
plastisitas terletak dibawah garis A dan lempung berada diatas garis A. Lempung
organis adalah pengecualian dari peraturan diatas karena batas cair dan indeks
menjadi batas cair yang rendah (L) dan tinggi (H). Garis pembagi antara batas cair
lanau lempung atau lanau organis dengan plastisitas relatif rendah. Juga
termasuk tanah jenis butiran lepas, tanah yang mengandung mika juga beberapa
adanya bahan organik. Lempung dan lanau organik termasuk dalam kelompok
pekerjaan jalan yaitu lapis dasar (subbase) dan tanah dasar (subgrade). Karena sistem
ini ditujukan untuk pekerjaan jalan tersebut, maka penggunaan sistem ini dalam
tanah ke dalam 7 kelompok utama yaitu A-1 sampai dengan A-7. Tanah yang
terklasifikasikan dalam kelompok A-1, A-2, dan A-3 merupakan tanah granuler yang
saringan No. 200 lebih dari 35% diklasifikasikan dalam kelompok A-4, A-5, A-6, dan
A-7. Tanah-tanah dalam kelompok ini biasanya merupakan jenis tanah lanau dan
lempung. Sistem klasifikasi menurut AASHTO disajikan yang mana didasarkan pada
1. Ukuran partikel
a. Kerikil: fraksi yang lolos saringan ukuran 75 mm (3 in) dan tertahan pada
saringan No. 10.
b. Pasir: fraksi yang lolos saringan No. 10 (2 mm) dan tertahan pada saringan No.
200 (0,075 mm).
c. Lanau dan lempung: fraksi yang lolos saringan No. 200.
2. Plastisitas: tanah berbutir halus digolongkan lanau bila memiliki indek plastisitas,
Gambar 2.2 Grafik plastisitas untuk klasifikasi tanah sistem AASHTO (Das,1994)
memiliki sifat-sifat:
1. Hidrasi.
lapisan molekul air yang disebut sebagai air teradsorbsi. Lapisan ini pada
umumnya mempunyai tebal dua molekul karena itu disebut sebagai lapisan
difusi ganda atau lapisan ganda. Lapisan difusi ganda adalah lapisan yang
dapat menarik molekul air atau kation disekitarnya. Lapisan ini akan hilang
pada temperatur yang lebih tinggi dari 600 sampai 1000C dan akan
2. Aktivitas.
Plastisitas (IP) dengan prosentase butiran yang lebih kecil dari 0,002 mm
(2.1)
tidak aktif. Aktivitas juga berhubungan dengan kadar air potensial relatif. Nilai-
mempunyai bentuk tertentu atau tidak berkristal maka daya negatif netto,
ion- ion H+ dari air gaya Van der Waals dan partikel berukuran kecil akan
tanah dan air. Beberapa partikel yang tertarik akan membentuk flok (flock)
yang berorientasi secara acak atau struktur yang berukuran lebih besar akan
turun dari larutan itu dengan cepatnya membentuk sedimen yang lepas.
asam.
Fase air yang berada di dalam struktur tanah lempung adalah air yang tidak
Pemakaian air suling yang relatif bebas ion dapat membuat hasil yang cukup
berbeda dari apa yang didapatkan dari tanah di lapangan dengan air yang telah
terkontaminasi.
Air yang berfungsi sebagai penentu sifat plastisitas dari lempung. Satu
molekul air memiliki muatan positif dan muatan negative pada ujung yang
berbeda (dipolar). Fenomena hanya terjadi pada air yang molekulnya dipolar
dan tidak terjadi pada cairan yang tidak dipolar seperti karbon tetrakolrida
Plastisitas yang tinggi terjadi akibat adanya perubahan syistem tanah dengan
struktur tanah. Gaya tarik yang bekerja pada partikel yang berdekatan yang
terdiri dari gaya elektrostatis yang bergantung pada komposisi mineral, serta
gaya van der Walls yang bergantung pada jarak antar permukaan partikel.
oleh suatu gaya listrik. Sistem gaya internal kimia-listrik ini harus dalam keadaan
seimbang antara gaya luar dan hisapan matrik. Apabila susunan kimia air tanah
berubah sebagai akibat adanya perubahan komposisi maupun keluar masuknya air
keseimbangna baru. Perubahan jarak antar partikel ini disebut sebagai proses
kembang susut.
volume ketika kadar air berubah. Perubahan itulah yang membahayakan bagunan.
1. Identifikasi mineralogi
Hasil uji sejumlah indeks dasar tanah dapat digunakan untuk evaluasi berpotensi
ekspansif atau tidak pada suatu contoh tanah. Uji indeks dasar adalah uji batas-
batas Atterberg, linear shrinkage test (uji susut linear), uji mengembang bebas.
Untuk melengkapi data dari contoh tanah yang digunakan dalam penelitian
ini, dilakukan beberapa pengujian pendahuluan. Pengujian tersebut meliputi uji sifat-
Harga secific gravity (Gs) dari butiran tanah sangat berperan penting dalam
antara 2,6 sampai dengan 2,9. Specific gravity dari bagian padat tanah pasir yang
berwarna terang, umumnya sebagian besar terdiri dari quartz, dapat diperkirakan
sebesar 2,65 untuk tanah lempung atau berlanau, harga tersebut berkisar antara 2,6 –
Gs = (2.2)
Nilai-nilai specific grafity untuk berbagai jenis tanah dapat dilihat pada Tabel 2.3.
partikel tanah dengan berat isi air seperti yang ditunjukkan pada persamaan:
Gs= (2.3)
Dimana Gs = specific gravity
waktu perawatan dan perendaman terhadap kuat dukung tanah lempung. Hasil uji
specific gravity (Gs) dengan penambahan 2,5% , 5% dan 7,5% kapur menunjukkan
Kedudukan fisik tanah berbutir halus pada kadar air tertentu disebut
tersebut adalah batas cair, batas plastis, batas susut. Batas konsistensi tanah ini
Batas cair adalah kadar air tanah pada batas antara keadaan cair dan keadaan
plastis. Alat uji batas cair dapat dilihat pada Gambar 2.3 dan kurva penentuan
Pengertian batas plastisitas adalah sifat tanah dalam keadaan konsistensi, yaitu
cair, plastis, semi padat, atau padat bergantung pada kadar airnya. Kebanyakan dari
tanah lempung atau tanah berbutir halus yang ada dialam dalam keadaan plastis.
Secara umum semakin besar plastisitas tanah, yaitu semakin besar rentang kadar air
daerah plastis maka tanah tersebut akan semakin berkurang kekuatan dan mempunyai
Indeks plastisitas adalah selisih batas cair dan batas plastis ( Interval kadar air
pada kondisi tanah masih bersifat plastis ), karena itu menunjukkan sifat keplastisan
tanah.
PI = LL – PL (2.4)
Dimana
PI = Plastis Indeks ( % )
LL = Liquid Limit ( % )
PL = Plastis Limit ( % )
Batasan mengenai indeks plastisitas, sifat, macam tanah, dapat dilihat pada Tabel 2.4
Tabel 2.4 Nilai indeks plastisitas dan macam tanah (Chen, 1975)
Suatu tanah akan mengalami penyusutan bila kadar air secara perlahan–lahan
hilang dari dalam tanah. Dengan hilangnya air terus menerus akan mencapai suatu
Semakin besar kandungan mineral montmorillonite semakin besar batas cair dan
indeks plastisitas serta semakin kecil nilai batas susut dan batas plastisnya
(Hardiyatmo, 2006).
Tabel 2.5 Harga-harga batasan atterberg untuk mineral lempung (Mitchell, 1976)
Kadar air dapat mempengaruhi perubahan volume tanah seperti yang terlihat
dalam Gambar 2.5 diatas. Hal tersebut juga dapat mempengaruhi jenis tanahnya
seperti tanah kohesif ataupun non kohesif. Kesimpulan adalah tanah kohesif seperti
lempung memiliki perbedaan dengan tanah non kohesif seperti pasir. Perbedaan
tersebut adalah:
4. Pengaliran air pada lempung lebih lambat dibandingkan pada tanah berpasir.
granular.
lebih kecil dari 0,002 mm. Menurut Holtz & Kovacs (1981) satuan struktur dasar
dari mineral lempung terdiri dari Silica Tetrahedron dan Alumina Oktahedron.
mineral lempung tergantung dari kombinasi susunan satuan struktur dasar atau
Susunan pada kebanyakan tanah lempung terdiri dari silika tetrahedra dan
kombinasi dari satuan Silika Tetrahedron yang terdiri dari satu atom silicon yang
dikelilingi pada sudutnya oleh empat buah atom Oksigen. Sedangkan Aluminium
Oktahedron merupakan kombinasi dari satuan yang terdiri dari satu atom Alumina
Silika dan aluminium secara parsial dapat digantikan oleh elemen yang lain
dalam kesatuannya, keadaan ini dikenal sebagai substansi isomorf. Kombinasi dari
satu lembaran silika tetrahedra dengan lembaran aluminium oktahedra, dengan satuan
sedemikian rupa sehingga ujung dari lembaran silika dan satu dari lepisan lembaran
aluminium, keduanya terikat oleh ikatan hidrogen (Gambar 2-7b). Pada keadaan
tertentu, partikel kaolinite mungkin lebih dari seratus tumpukan yang sukar
dipisahkan. Karena itu, mineral ini stabil dan air tidak dapat masuk di antara
satuannya.
lembaran alumnium
silika tetrahedra
aluminium oktahedra
lembaran silika
silikon alumninium
oksigen hidroksil
(a) (b)
silika OH OH OH
OH OH
aluminium
silika
aluminium
7,2 A
silika oksigen
aluminium
OH OH hidroksil
silika
aluminium aluminium
silikon
OH OH OH
OH OH
(a) (b)
lebih acak ikatannya dan dapat dipisahkan oleh lapisan tunggal molekul air. Jika
lapisan tunggal air menghilang oleh karena proses penguapan, mineral ini akan
berkelakuan lain. Maka, sifat tanah berbutir halus yang mengandung halloysite akan
berubah secara tajam jika tanah dipanasi sampai menghilangkan lapisan tunggal
molekul airnya. Sifat khusus lainnya adalah bahwa bentuk partikelnya menyerupai
oleh dua buah lembaran silika dan satu lembaran aluminium (gibbsite) (Gambar
2.8a). lembaran oktahedra terletak di antara dua lembaran silika dengan ujung
satu lapisan tunggal (Gambar 2.8b). Dalam lembaran oktahedra terdapat substitusi
parsial aluminium oleh magnesium. Karena adanya gaya ikatan van der Waals yang
lemah di antara ujung lembaran silica dan terdapat kekurangan muatan negatif dalam
lembaran oktahedra, air dan ion-ion yang berpindah-pindah dapat masuk dan
memisahkan lapisannya. Jadi, kristal montmorillonite sangat kecil, tapi pada waktu
tertentu mempunyai gaya tarik yang kuat terhadap air. Tanah-tanah yang
silika OH
aluminium
silika
OH
silika OH
aluminium
oksigen
OH hidroksil
silika
Lapisan-lapisan nH2O dan kation-kation yang dapat bertukar aluminium, besi
aluminium magnesium
silika
silika. kadang-kadang
aluminium
silika
(a) (b)
magnesium dan besi, dan dalam lembaran tetrahedra terdapat pula substitusi
sama oleh ikatan lemah ion-ion kalium yang terdapat di antara lembaran-
ikatan hidrogen yang mengikat satuan kristal kaolinite, tapi sangat lebih kuat
K
silika
aluminium
silika
K
silika
Sebagai contoh, kuat geser tanah pasir mendekati sama pada kondisi kering
maupun jenuh air. Tetapi, jika air berada pada lapisan pasir yang tidak padat,
beban dinamis seperti gempa bumi dan getaran lainnya sangat mempengaruhi
kuat gesernya. Sebaliknya, tanah butiran halus khususnya tanah lempung akan
banyak dipengaruhi oleh air. Karena pada tanah berbutir halus, luas
permukaan spesifik menjadi lebih besar, variasi kadar air akan mempengaruhi
merupakan hasil satu atau beberapa lebih dari reaksi yang berbeda.
exchange able cation akibat adanya perbedaan kekuatan muatan dan gaya tarik-
dimungkinkan antar yang ada di sekeliling partikel lempung bisa saling mendesak
Al3+>Ca2+>Mg2+≥NH4+>K+>H+>Na+Li+
Kation Li+ tidak dapat mendesak kation lain yang berada dikirinya (Kim. H. Tan,
1982).
simetris disekitar atom oksigen, melainkan membentuk sudut ikatan 105o akibatnya
tiga proses. Pertama, kutub positif molekul dipolar air akan saling menarik dengan
muatan negatif permukaan partikel lempung. Kedua, molekul air diikat oleh partikel
lempung melalui ikatan Hidrogen (Hidrogen air ditarik oksigen atau hidroksil lain
yang ada pada permukaan partikel lempung). Proses ketiga, penarikan molekul air
oleh muatan negatif permukaan lempung secara berantai melalui kation yang
mengapung dalam larutan air. Faktor paling dominan adalah proses ikatan hidrogen.
Menurut Mitchell (1976) molekul air dekat permukaan akan memiliki sifat
kelistrikan dan termodinamika yang berbeda dengan molekul air bebas yang sangat
jauh dari daerah ikatan. Jumlah molekul air yang berinteraksi dengan permukaan
lempung akan sangat dipengaruhi oleh jenis mineral yang ada yaitu pada nilai luasan
faktor utama yang mempengaruhi besarnya molekul air yang ditarik untuk
yang hanya ditujukan untuk perbaikan sifat-sifat tanah, tapi tidak ditujukan untuk
dasar adalah untuk menciptakan landasan kerja bagi alat berat, dengan tanpa
stabilisasi, namun tujuan utamanya lebih mengarah untuk perbaikan sifat-sifat teknis
Maksud dari stabilisasi tanah adalah untuk menambah kapasitas dukung tanah
dan kenaikan kekuatan yang akan diperhitungkan pada proses perancangan tebal
Banyak material tanah di lapangan tidak dapat digunakan sebagai bahan dasar
dalam pengerjaan konstruksi. Kondisi material tanah yang tidak memenuhi syarat ini
sifat tanah dapat dilakukan dengan cara, yaitu cara pemadatan (secara teknis),
baik secara tradisional maupun dengan beberapa teknologi. Stabilisasi tanah biasanya
dilakukan untuk perbaikan lapisan tanah lantai kerja, badan jalan, bendungan,
perubahan tegangan. Menurut Ingels dan Metcalf (1972), sifat-sifat tanah yang
Sedangkan pada penelitian ini pada abu cangkang sawit terdapat unsur CaO
yang kadar kapurnya sebesar 1,54%, sedangkan pencampuran lempung dan abu
cangkang sawit memiliki kadar CaO sebesar 1,74% ini menunjukkan kenaikan yang
Metode atau cara memperbaiki sifat-sifat tanah ini juga sangat bergantung
pada lama waktu pemeraman, hal ini disebabkan karena didalam proses perbaikan
sifat-sifat tanah terjadi proses kimia yang dimana memerlukan waktu untuk zat kimia
yang ada didalam aditif untuk bereaksi. Pada penelitian ini peneliti mencoba
sawit dimana komposisi kimia yang terkandung dalam abu cangkang sawit salah
satunya silika (SiO2) yang merupakan unsure pembentuk utama dalam pembuatan
semen. Hasil penelitian unsur kimia yang terdapat didalam tanah lempung dapat
Luas area kelapa sawit dan produksi minyak sawit mentah CPO (Crude Palm
Oil), di Indonesia berkembang dengan sangat pesat. Data luas area kelapa sawit dan
Gambar 2.10 Data luas area kepala sawit dan produksi CPO Indonesia dari
Dirjenbun.
tandan, oleh karena itu sering disebut dengan istilah TBS (Tandan Buah Segar). Sawit
yang sudah berproduksi optimal dapat menghasilkan TBS dengan berat antara 15-30
lebih lanjut menghasilkan minyak sawit. Produksi utama pabrik sawit adalah CPO
dan minyak inti sawit. CPO diekstrak dari sabutnya (fiber), yaitu bagian antara kulit
inti sawit. Varietas sawit dengan kulit tebal banyak dicari orang, karena buah sawit
seperti ini yang rendaman minyaknya tinggi. Gambar pengolahan sawit di pabrik
Neraca pengolahan sawit di pabrik kelapa sawit kurang lebih seperti gambar
neraca massa di bawah ini. Dari setiap ton TBS yang diolah dapat menghasilkan
140 – 200 kg CPO. Selain CPO pengolahan ini juga menghasilkan limbah/produk
limbah padat yang dihasilkan dari pengolahan tandan buah segar (TBS). Limbah ini
adalah sisa produksi minyak sawit kasar berupa tandan kosong, sabut/serat dan
cangkang sawit. Limbah padat berupa cangkang dan serat digunakan sebagai bahan
bakar ketel (boiler) untuk menghasilkan energy mekanik dan panas. Uap dari boiler
dimanfaatkan untuk menghasilkan energy listrik dan untuk merebus TBS sebelum
Gambar 2.12 Penggunaan cangkang dan fiber sawit sebagai bahan bakar pada boiler
Masalah yang kemudian timbul adalah sisa dari pembakaran pada ketel (boiler)
berupa abu dengan jumlah yang terus meningkat sepanjang tahun yang sampai
sekarang masih belum termanfaatkan. Ternyata limbah abu cangkang sawit banyak
16/12/2010)
pembentuk semen, yang mengandung senyawa silika oksida (SiO2) aktif yang
apabila bereaksi dengan kapur bebas atau kalsium hidroksida (Ca(OH2) dan air akan
Gambar 2.13 Abu cangkang sawit yang menggunung di pabrik kelapa sawit sisa dari
pembakaran cangkang dan serat kelapa sawit di dalam dapur atau
tungku pembakaran (boiler).
Selain itu, abu cangkang sawit tersebut juga mengandung kation anorganik
seperti kalium, natrium. Berdasarkan pengamatan secara visual, abu cangkang sawit
ada yang memiliki butiran bulat panjang dan bersegi dengan ukuran butiran 0 – 2,3
mm serta memiliki warna abu-abu kehitaman seperti yang terlihat pada Gambar 2.13
diatas.
Aplikasi dalam ilmu teknik, abu cangkang sawit dimanfaatkan sebagai bahan
tambahan pengeras semen dalam desain beton mutu tinggi, bahan pengisaph dalam
lapisan perkerasan jalan raya, bahan stabilisator campuran tanah lempung dan tanah
Hasil penelitian unsur kimia yang terdapat didalam abu cangkang sawit pada
penelitian yang dilakukan di FMIPA Kimia USU dapat dilihat pada Tabel 2.8.
Kisaran dengan kapasitas produksi sebesar 42 Ton/jam atau 504 Ton/hari dengan
jumlah jam kerja pabrik 12 jam, maka pabrik kelapa sawit memproduksi 500 ton
kelapa sawit.
dari cangkang dan fiber yang digunakan sebagai bahan bakar ketel, sebagai limbah
yang dihasilkannya berupa abu cangkang sawit, dapat kita lihat pada Tabel 2.9.
Tabel 2.9 Data pemakaian fiber dan cangkang (Kisaran Palm Oil Mill, 2010)
TBS diolah Cangkang dan fiber yang Cangkang dan fiber setelah
dihasilkan pembakaran
TBS (Kg) Cangkang Fiber Total Total
500400 (Kg) (Kg) (Kg) (Kg)
30.000 60.000 90.000 4.500
Dari jumlah total cangkang dan fiber yang dihasilkan dari produksi TBS dapat
% ACS = x 100% = 5%
Tabel diatas adalah hasil survey 1 Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit yang ada di
Sumatera Utara tepatnya, pada Pabrik Pengolahan Kepala Sawit Bakrie Plantation
yang terletak di Kisaran Sumatera Utara, ketersedian abu cangkang sawit sebagai
berikut:
Untuk 1 hari produksi, dari 504 ton/hari dapat menghasilkan abu cangkang
135 Ton/bulan.
Hal ini bisa diakumulasi dari jumlah pabrik pengolahan kelapa sawit yang ada di
seluruh Indonesia khususnya area Sumatera Utara. Tabel 2.10 menunjukkan jumlah
Pabrik dan Kapasitas Pengolahan Kelapa Sawit di Indonesia pada Tahun 1998.
Tabel 2.11.
Indonesia. Luas perkebunan kelapa sawit rakyat di Sumatera Utara pada tahun 2007
sebesar 372.153 Ha dengan produksi 4.8951.830 ton TBS kelapa sawit. Kabupaten
Labuhan Batu merupakan pusat perkebunan kelapa sawit rakyat di Sumatera Utara.
Didaerah ini terdapat 132.670 Ha kebun sawit rakyat atau 35,65% dari seluruh
perkebunan kelapa sawit rakyat di Sumatera Utara seperti disajikan dalam Tabel 2.12.
Tabel 2.12 Produksi TBS perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara 2004-2007
1 Nias - -
2 Mandailing Natal 14.075 176.353
3 Tapanuli Selatan 67.572 827.320
4 Tapanuli Tengah 2.259 24.140
5 Tapanuli Utara 38 4
6 Toba Samosir 769 11.243
7 Labuhan Batu 132.670 1.703.156
8 Asahan 60.997 797.129
9 Simalungun 25.748 490.304
10 Dairi 133 739
11 Karo 1.197 16.661
12 Deli Serdang 13.860 177.267
13 Langkat 41.424 534.762
14 Nias Selatan - -
15 Humbang Hasundutan 396 325
16 Pakpak Barat 1.508 12.648
17 Samosir 9.505 123.774
18 Serdang Bedagai - -
19 Batubara - -
20 Padang Lawas Utara - -
tandan buah segar (TBS) yang begitu besar maka dapat ditentukan pula jumlah abu
cangkang sawit yang tersedia dari jumlah TBS yang diproduksi dimulai dari jumlah
TBS yang akan diolah kemudian jumlah cangkang dan fiber hasil pengolahan TBS
lalu dapat dilihat jumlah abu cangkang sawit hasil pembakaran cangkang dan fiber
Ketersediaan material alternatif sebagai bahan stabilisasi yang ada saat ini
dirasa cukup karena didalam penggunaannya juga akan dicampur dengan tanah
lempung yang rusak, penggunaannya juga berdasarkan persentase berat tanah yang
akan distabilisasi.
Stabilisasi tanah terhadap kuat geser maupun kuat tekan adalah suatu usaha
yang selalu dilakukan untuk meningkatkan ketahanan tanah terhadap tegangan tekan
maupun tegangan geser. Sehingga, sampai saat ini stabilisasi tanah merupakan kajian
yang menarik untuk diteliti baik metodenya mapun bahan-bahan yang dipakai untuk
stabilisasi tanah tersebut. Bahan-bahan yang digunakan selama ini antara lain :
GEOSTA yang masih diimpor dan harganya relatif mahal, abu terbang, yang dahulu
merupakan limbah saat ini dimanfaatkan untuk pozzolan pada adukan beton maupun
untuk stabilisasi tanah, sehingga nilai ekonomisnya menjadi tinggi. Dan masih
banyak contoh lain yang pada umumnya harganya sudah cukup mahal. Dalam
penelitian ini akan dicari bahan alternatif untuk stabilisasi tanah dengan limbah
mencampurkan secara langsung antara abu cangkang sawit dan tanah yang telah
hasil campuran tersebut diharapkan dapat menghasilkan tanah yang memiliki sifat
Hasil penelitian unsur kimia yang terdapat didalam tanah lempung dicampur
Tabel 2.13 Komposisi unsur kimia tanah lempung dicampur dengan abu
cangkang sawit (Labkimia FMIPA USU, 2011)
(Mekanika Tanah) stabilisasi tanah dalam realisasinya terdiri dari salah satu atau
Reaksi kimia yang terjadi pada stabilisasi tanah dengan abu cangkang sawit adalah:
c. Reaksi pozzolan.
1. Silika (SiO2).
Tahapan proses kimia pada stabilisasi tanah menggunakan Abu Cangkang sawit
Reaksi antara SiO2 bukan merupakan reaksi kimia, SiO2 terhadap air
menyebabkan adsorpsi fisika dimana molekul air akan terperangkap pada pori-
pori SiO2. Dimana setelah molekul air terperangkap di dalam pori-pori SiO2,
pori-pori SiO2 akan tertutup rapat dan molekul air akan terikat didalamnya, hal
Tahapan proses kimia pada stabilisasi tanah menggunakan abu cangkang sawit
sawit dan tanah lempung adalah sama dengan proses kimia yang terjadi pada
kimia karena tidak ada reaksi atau senyawa baru yang dihasilkan akibat
3. Besi (Fe2O3).
Tahapan proses kimia pada stabilisasi tanah menggunakan besi adalah sebagai
berikut:
Bila Besi dicampurkan pada tanah yang ada kandungan airnya akan terjadi
Bereaksinya antara besi dan air akan terjadi pengendapan berupa karat besi dan
larutan tersebut berwarna coklat kemerahan. Adanya karat besi didalam tanah
akan mengakibatkankan rongga udara didalam tanah akan semakin kecil dan
pori-pori didalam tanah lempung semakin padat sehingga kekuatan tanah akan
meningkat.
Tahapan proses kimia pada stabilisasi tanah menggunakan besi adalah sebagai
berikut:
Bila CaO dicampurkan pada tanah yang ada kandungan airnya akan terjadi
yang bersamaan, volume kapur menjadi lebih besar dari pada volume asalnya
Tahapan proses kimia pada stabilisasi tanah menggunakan besi adalah sebagai
berikut:
Bila Magnesium dicampurkan pada tanah yang ada kandungan airnya, akan
Bereaksinya antara air dengan Magnesium akan menimbulkan panas dan pada
saat yang bersamaan, volume kapur menjadi lebih besar dari pada volume
negatif. Ion positif seperti ion hydrogen (H+), ion sodium (Na+), dan ion kalium
(K+), serta air yang berpolarisasi, semuanya melekat pada permukaan butiran
lempung. Jika unsur kimia seperti Fe2O3, CaO dan MgO ditambahkan pada
tanah dengan kondisi seperti diatas, maka pertukaran ion segera terjadi, dan ion
yang berasal dari larutan Fe2O3, CaO dan MgO diserap oleh permukaan butiran
c. Reaksi Pozzolan
Apabila kapur dengan mineral lempung atau dengan mineral halus lainnya atau
dengan komponen pozzolan seperti silika hidrat (hydrous silica) bereaksi, maka
akan membentuk suatu gel yang kuat dan keras yaitu kalsium silikat yang
mengikat butir-butir atau partikel tanah (Diamond & Kinter, 1965 dalam Ingles
dan Metcalf, 1972). Gel silica bereaksi dengan segera melapisi dan mengikat
partikel lempung dan menutup pori-pori tanah. Mekanisme reaksi yang terjadi
Na2OH2O+CaOAl2O3(SiO2)4H2O Na2O(SiO2)+2SiO2H2O+CaOAl2O3(2.7)
1998) sebagai:
vertikal di dalam massa tanah itu sendiri akibat berkurangnya angka pori.
macam, yakni Standard Proctor AASHTO T 99 (ASTM D 689) dan Modified Proctor
cm, dan jumlah lapisan 3 lapis dengan energy pemadatan sebesar 593
kJ/m3.
2. Pemadatan modified, dengan alat penumbuk 5,5 kg, tinggi jatuh 45,7 cm
dan jumlah lapisan 5 lapis dengan energy pemadatan sebesar 2694 kJ/m3.
Aplikasi
· Pemadatan standart digunakan untuk memeriksa kepadatan lapisan tanah
dasar dan timbunan.
· Pemadatan modified digunakan untuk memeriksa kepadatan lapisan pondasi
suatu jalan.
Spesifikasi alat:
Keterangan Standart Modified
Berat penumbuk 5,5 lb =2,5 kg 10 lb= 5,5 kg
Tinggi jatuh 12 inch=30,48 cm 18 inch=45,72 cm
Diameter cetakan 4 inch=10,16 cm 4 inch=10,16 cm
Jumlah tumbukan 25 kali 25 kali
Volume 1/30 ft³=9,44 cm³ 1/30 ft³=9,44 cm³
Jumlah lapisan 3 lapisan 5 lapisan
mengeluarkan udara pada pori-pori tanah yang biasanya mengunakan energi mekanis.
Di lapangan, usaha pemadatan dihubungkan dengan jumlah gilasan dari mesin gilas,
atau hal lain yang prinsipnya sama untuk suatu volume tanah tertentu. Di
laboratorium menggunakan pengujian standar yang disebut uji proctor, dengan cara
suatu palu dijatuhkan dari ketinggian tertentu beberapa lapis tanah di dalam sebuah
mold. Dengan dilakukan pengujian pemadatan tanah ini maka akan menghasilkan
hubungan antara kadar air dengan berat volume.. Tujuan pemadatan adalah
memperkecil rongga-rongga udara, karena dalam tanah terdiri atas tiga bagian yaitu :
butiran tanah, air dan udara. Compaction (pemadatan) juga bertujuan untuk
Tingkat kepadatan tanah diukur dari nilai berat volume keringnya (γd). Berat volume
kering tidak berubah oleh adanya kenaikan kadar air. Dengan demikian, tanah yang
telah selesai dipadatkan di lapangan, dan kemudian berubah kadar airnya (misalnya
oleh hujan), maka berat volume kering tetap tidak berubah, sepanjang volume total
tanah tetap. Hal ini, karena kepadatan atau berat volume kering dinyatakan oleh γd =
Ws / V, bila berat butiran (Ws) dan volume total (V) tetap, maka juga γd tetap.
Derajat kepadatan tanah diukur dari berat volume keringnya, hubungan berat volume
kering (γd), berat volume basah (γb) dan kadar air (w) dinyatakan dengan persamaan
pemadatan. Oleh akibat beban dinamis, butir-butir tanah merapat satu sama lain
Tanah lempung yang dipadatkan dengan cara yang benar akan dapat
memberikan kuat geser tinggi. Stabilitas terhadap sifat kembang- susut tergantung
dan tanah ini tidak dapat dipadatkan dengan baik pada waktu sangat basah (jenuh).
Bekerja dengan tanah lempung yang sangat basah akan mengalami banyak kesulitan,
karena pada saat lempung dipadatkan, air sulit mengalir ke luar dari rongga pori
lempung. Air yang tidak mau ke luar dari rongga pori tanah ini menyebabkan butiran
air optimum, sehingga udara dalam pori-pori tanah akan keluar. Untuk mengetahui
kadar air yang optimum pada tanah, maka dilakukan pengujian pemadatan proktor
standar, pengujian tersebut dilakukan dengan pemadatan sampel tanah basah (pada
kadar air terkontrol) dalam suatu cetakan dengan jumlah 3 lapisan. Setiap lapisan
2,5 kg dan tinggi jatuh 30 cm. Energi pemadatan sebesar 592,57 kilo Joule/m3.
Kadar air yang memberikan berat kering yang maksimal disebut kadar air
optimum. Untuk tanah berbutir halus dalam mendapatkan kadar air optimum
digunakan batas plastisnya. Buat kurva hubungan antara kadar air (w) sebagai absis
dan berat volume tanah kering sebagai ordinat, puncak kurva sebagai nilai (γd maks),
kurva yang digunakan adalah kurva dari uji pemadatan tanah (proctor standart). Dari
titik puncak ditarik garis vertikal memotong absis, pada titik ini adalah kadar air
Gambar 2.14 Kurva hubungan kadar air dengan berat volume kering (Das, 1994)
cara untuk menilai kekuatan tanah dasar jalan (subgrade). CBR menunjukkan nilai
relatif kekuatan tanah, semakin tinggi kepadatan tanah maka nilai CBR akan semakin
dengan kadar air rendah supaya mendapat nilai CBR yang tinggi, karena kadar air
dipadatkan di laboratorium pada kadar air tertentu. Disamping itu, pemeriksaan ini
juga dimaksudkan untuk menentukan hubungan antara kadar air dan kepadatan
ASTM-1883-73.
Untuk perencanaan jalan baru, tebal perkerasan biasanya ditentukan dari nilai
CBR dari tanah dasar yang dipadatkan. Nilai CBR yang digunakan untuk
Cara yang dipakai untuk mendapat “design CBR“ ini ditentukan dengan
a. Kadar air tanah serta berat isi kering pada waktu dipadatkan.
b. Perubahan pada kadar air yang mungkin akan terjadi setelah perkerasan
selesai dibuat.
Nilai CBR sangat bergantung kepada proses pemadatan. Jadi, CBR digunakan
selain untuk menilai kekuatan tanah dasar atau bahan lain yang hendak dipakai CBR
juga dipakai sebagai dasar untuk menentukan tebal lapisan dari suatu perkerasan.
4. Berat alat pemadat yang tergantung pada lebar roda dan pelat dasarnya.
Kekuatan tanah dasar tentu banyak bergantung pada kadar airnya. Makin
tinggi kadar airnya makin kecl kekuatan nilai CBR dari tanah tersebut. Walaupun
demikian, hal itu tidak berarti bahwa sebaiknya tanah dipadatkan dengan kadar air
rendah untuk mendapatkan nilai CBR yang tinggi, karena kadar air tidak tahan
konstan pada nilai rendah itu. Setelah pembuatan jalan maka air akan meresap ke
dalam tanah dasar, sehingga kekuatan dan CBR turun sampai kadar air mencapai
nilai yang konstan. Kadar air konstan inilah yang disebut kadar air keseimbangan.
Batas-batas kadar air dan berat isi kering dapat ditentukan dari hasil percobaan
karena penelitian ini hanya bertujuan untuk mendapatkan kuat dukung tanah
lempung.
(2.10)
Yang dimaksud dengan kekuatan tekan bebas adalah besarnya beban aksial
persatuan luas pada saat benda uji mengalami keruntuhan atau pada saat renggangan
kekuatan tekan bebas contoh tanah dan batuan yang bersifat kohesif dalam keadaan
Bila maksud pengujian adalah untuk menentukan parameter kuat geser tanah,
pengujian ini hanya cocok untuk jenis tanah lempung jenuh, dimana pada
pembebanan cepat, air tidak sempat mengalir ke luar dari benda uji. Pada lempung
jenuh, tekanan air pori dalam benda uji pada awal pengujian negatif (tegangan
kapiler).
s1
s3 = 0 Contoh
tanah s3 = 0
s1
dengan kuat tekan bebas tanah lempung diperlihatkan dalam Tabel 2.14.
Tabel 2.14 Hubungan kuat tekan bebas (qu) tanah lempung dengan konsistensinya
(Holtz and Kovacs, 1981)
Konsistensi qu (kN/m2)
Lempung keras > 400
Lempung sangat kaku 200 – 400
Lempung kaku 100 – 200
Lempung sedang 50 – 100
Lempung lunak 25 – 50
Lempung sangat lunak < 25
Ada beberapa hal yang harus dipenuhi, untuk memperoleh hasil uji tekan
ruang pori yang menyebabkan angka pori (e) berkurang sehingga kekuatan benda
uji bertambah.
2. Benda uji tidak boleh mengandung retakan atau kerusakan yang lain. Dengan kata
lain benda uji harus utuh dan merupakan lempung homogen. Dalam praktek,
sangat jarang lempung overconsolidated dalam keadaan utuh, dan bahkan sering
3. Proses pengujian harus berlangsung dengan cepat sampai contoh tanah mencapai
keruntuhan. Pengujian ini merupakan uji tegangan total dan kondisinya harus
tanpa drainase selama pengujian berlangsung. Jika waktu yang dibutuhkan dalam
pengujian terlalu lama, penguapan dan pengeringan benda uji akan menambah
tegangan kekang dan dapat menghasilkan kuat geser yang lebih tinggi. Waktu
METODE PENELITIAN
Semua prosedur pelaksanaan baik dalam pembuatan contoh tanah (benda uji) maupun
pengujian contoh tanah mengikuti prosedur test yang dikeluarkan oleh AASHTO dan
ASTM.
Metode dan prosedur penelitian dibagi menjadi tiga tahap, yaitu penelitian
awal untuk menentukan unsur kimia abu cangkang sawit dan unsur kimia tanah
lempung untuk menentukan adakah unsur kimia yang terkandung didalam abu
cangkang sawit dan tanah lempung yang dapat saling mengikat sehingga dapat
mengurangi kadar air dalam tanah dan diharapkan tanah lunak yang distabilisasi
FMIPA Universitas Sumatera Utara dari Tanggal 18 Februari sampai 18 Maret 201,
Bandung dari tanggal 9 sampai 26 Mei 2011, untuk meneliti Mineralogi sample dan
meliputi:
a. Tahapan persiapan.
b. Tahapan pengujian pendahuluan.
c. Tahapan pengujian utama.
Pada tahapan ini dilakukan persiapan contoh tanah yang akan digunakan
seperti penentuan lokasi terpilih, prosedur tanah dilapangan, serta pembuatan benda
uji di laboratorium.
Contoh tanah Lempung yang digunakan dalam penelitian ini yaitu contoh
tanah lempung yang berasal dari Pulau Sicanang, Belawan Deli Serdang.
Contoh Abu cangkang sawit yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Abu
cangkang sawit yang berasal dari PT. BAKRIE SUMATRA PLANTATION. Tbk Jln,
Ir. Juanda No. 1 Kabupaten Kisaran. Pengambilan Abu cangkang sawit ini diambil
sample) dan terganggu (disturbed sample) dari hasil borrow-pits pada kedalaman 1 m
dari muka tanah setempat. Pengambilan tanah lempung ini diambil sebanyak 120 Kg
selanjutnya dikeringkan dengan proses kering udara dan matahari untuk persiapan
pekerjaan berikutnya.
Semua test yang dilakukan mengacu pada prosedur test standard dari ASTM
(American Society for Testing Materials). Sedangkan untuk test mineral tanah
diselidiki di Laboratorium Pusat Survey Geologi Bandung dan unsur kimia tanah
Material uji yang digunakan dalam penelitian ini merupakan campuran tanah
lempung Pulau Sicanang dengan Abu Cangkang sawit. Dalam Penelitian ini dibuat
enam jenis variasi campuran dengan persentase 0%, 3%, 6%, 9%, 12% dan 15%
Pencampuran dilakukan pada kadar air optimum (OMC) Standard Proctor (ASTM-
D-689-91) yang diperoleh dari contoh lempung disturbed. Dalam penelitian ini
sampel uji terdiri dari masing-masing material tanah asli dan campuran yang dibuat
berdasarkan variasi penambahan abu cangkang sawit sebagai bahan aditifnya seperti
yang terlihat pada Tabel 3.1 yang jumlah penambahannya berdasarkan prosentase
perbandingan berat butir abu cangkang sawit dengan lempung, lama waktu
pemeraman ditentukan yaitu 1 hari dan lama waktu perendaman 4 hari dibuat masing-
masing sampel 3 benda uji. Untuk sampel pengujian Mekanis diperoleh dari variasi
campuran yang optimum. Sampel uji yang akan dibuat untuk masing-masing kategori
Pada penelitian tanah asli akan dicampur dengna abu cangkang sawit. Campuran
tanah dengan abu cangkang sawit akan dicampur dengan beberapa komposisi jumlah
Apabila tanah yang akan digunakan untuk sampel percobaan seberat 1000 gram,
Pengujian sampel
Tanah FTSP – Teknik Sipil Institut Teknologi Medan, pengujian yang dilakukan
telah distabilisasi. Untuk tanah asli pengujian yang dilakukan pengujian kadar air,
analisa saring dan hydrometer, batas-batas konsistensi, uji proctor standard, uji CBR
soaked dan unsoaked, serta pengujian UCT sedangkan untuk tanah yang telah
distabilisasi untuk tiap variasi campuran dilakukan pengujian kadar air, analisa
saringan, berat jenis, batas-batas konsistensi, standard proctor, pengujian CBR soaked
Dengan mengetahui kadar air dapat pula ditentukan berat isi kering (gd).
Pengujian Specific gravity untuk butiran tanah lebih halus dari saringan
mendapatkan nilai Gs terhadap tanah asli dan Abu Cangkang sawit yang
Gs = (3.1)
ASTM-D-427-61
ini adalah untuk mendapatkan Liquid Limit, Plastis Limit dan juga
Shrinkage Limit terhadap tanah asli dan Abu Cangkang Sawit yang
ditebarkan pada mangkuk perunggu dan dibagi dua dengan Grooving tool
masing variasi.
Contoh tanah yang tepat pada Ө3mm mulai menunjukkan tanah dalam
maka tanah tersebut terlalu kering dan percobaan harus diulang dengan
3mm dan belum menunjukkan retak maka tanah terlalu basah. Indeks
Plastisitas (PI) dihitung dengan selisih anatar batas cair (LL) dan batas
plastis (PL) seperti yang terlihat pada Gambar 3.1 dan 3.2.
Batas susut seperti yang terlihat pada Gambar 3.3 dapat didefinisikan
sebagai kadar air terkecil dimana tanah dapat menjadi jenuh sempurna.
Keterangan
Alat yang dipakai adalah Saringan seperti yang terlihat pada Gambar 3.4.
Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui ukuran butir dan susunan butir
(gradasi) tanah yang tertahan saringan No. 200. Pengujian ini dilakukan juga
terhadap tanah asli dan abu cangkang sawit yang dicampur dengan tanah asli.
kuantitatif berdasarkan sifat fisik adalah dengan sinar X seperti pada Gambar
3.5 dan 3.6. Dalam penelitian untuk menentukan jarak antar partikel lempung
permukaan lempung.
Pengujian ini dilakukan untuk menentukan hubungan antara kadar air dan
Tanah dan abu cangkang sawit yang telah lolos saringan No.4 dicampurkan
dengan penambahan air yang bervariasi misal 2%, 4%, 6% dan 8% sampai
mendekati kadar air tanah asli kemudian diperam dalam kantong plastik
selama 24 jam agar pori-pori tanah berisi dengan air. Pemadatan dilakukan
dengan alat standard proktor pengujian dalam 3 lapis dan setiap lapis
ditumbuk 25 kali dengan alat penumbuk 4,55 kg dan tinggi jatuh 45,77 cm.
Keterangan
B1 = Berat Mold
V = Volume Mold
Keterangan
sawit yang paling optimum yaitu 6% yang akan digunakan untuk pengujian
menentukan nilai CBR tanah yang dipadatkan dilaboratorium pada kadar air
Uji kuat tekan bebas ini adalah untuk mengetahui kuat tekan sampel tanah
strain controlled suatu beban axial seperti yang terlihat pada Gambar 3.8.
Pengujian kuat tekan ini dilakukan pada tanah asli dan pada campuran abu
DL
e= x 100% (3.7)
L
qu = (3.8)
Keterangan
ε = regangan axial
ΔL = perubahan panjang
Studi Literatur
Kegiatan Penelitian
Tahapan Persiapan
(Penelitian Kimia Tanah, Persiapan contoh tanah,
Instalasi alat)
Uji pemadatan
γd, Woptimum
Kuat
Tekan Uji CBR
Pembahasan
Kesimpulan
kandungan mineral lempung sebagaimana terlihat dalam Tabel 4.1, 4.2 dan 4.3. Hasil
Tabel 4.2 Hasil uji mineral pada tanah lempung + abu cangkang sawit 9%
(Lab Pusat Survey Geologi, 2011)
Komposisi Mineral % Kandungan
Illite 51
Kaolinite 13
Magnesioriebeckite 36
dapat dilihat pada lampiran. Ditemukan adanya mineral illite dan kaolinite
kandungan yang cukup tersebut memberi keyakinan bahwa contoh tanah yang diuji
Dari hasil yang dilakukan terhadap tanah lempung, didapat hasil pengujian
4. Klasifikasi Tanah
6%, 9%, 12% dan 15% abu cangkang sawit klasifikasi tanah mengalami perubahan,
perubahan ini diakibatkan karena nilai batas cair dan indeks plastisitasnya mengalami
B. Menurut Standar AASHTO tanah ini termasuk tanah A-7-6 dengan nilai PI ≤
LL - 30
Berdasarkan persentase lolos saringan No.200 adalah 92,50% lebih dari 35%
dan batas cair 41,98% diperoleh Indeks Plastisitas 19,32% seperti yang terlihat pada
Gambar 4.2 maka dapat disimpulkan bahwa tanah asli tersebut termasuk dalam
kelompok A-7-6, merupakan jenis tanah berlempung yang tidak baik, jika digunakan
No LL PL PI SL AASHTO Keterangan
Lempung anorganik
dengan plastisitas
1 40,11 22,45 17,66 36,71 A-7-6 rendah sampai
sedang, lempung
kurus
Lempung anorganik
dengan plastisitas
2 41,69 22,69 19,00 35,.57 A-7-6 rendah sampai
sedang, lempung
kurus
Lempung anorganik
dengan plastisitas
3 41,80 22,71 19,09 35,23 A-7-6 rendah sampai
sedang, lempung
kurus
Lempung anorganik
dengan plastisitas
4 44,33 22,77 21,56 38,50 A-7-6 rendah sampai
sedang, lempung
kurus
Lempung anorganik
Rata- dengan plastisitas
41,98 22,66 19,32 36,50 A-7-6
rata rendah sampai
sedang, lempung
variasi 3%, 6%, 9%, 12% dan 15% abu cangkang sawit klasifikasi tanah mengalami
Dari hasil pengujian yang dilakukan, terlihat bahwa nilai Indeks Plastisitas
(PI) tanah yang distabilisasi mengalami penurunan sampai pada kadar abu cangkang
sawit tertentu. Hasil uji batas Atterberg untuk nilai batas cair terhadap penambahan
abu cangkang sawit dapat dilihat pada Tabel 4.9 dan grafik hubungan batas atterberg
dan persentase abu cangkang sawit dapat dilihat pada Gambar 4.3 yang menunjukkan
nilai batas cair, indeks plastisitas dan shringkage limit terjadi penurunan sedangkan
Gambar 4.3 Grafik hubungan batas Atterberg dan persentase abu cangkang sawit
laboratorium adalah analisa ayakan. Analisa ini biasanya digunakan untuk tanah yang
cangkang sawit menyebabkan penurunan persentase lolos saringan No. 200, lihat
Tabel 4.10 Hasil analisa saringan terhadap penambahan abu cangkang sawit
Gambar 4.4 Hubungan persentase ACS dengan persen lolos saring No.200
atterberg, maka dapat dihitung nilai aktivitaas tanahnya. Untuk menghitung besarnya
= = 0,429
illite dan kalonite ini sesuai dengan hasil difraksi sinar X untuk tanah lempung yang
digunakan dalam penelitian ini termasuk dalam kategori kelompok lempung tidak
mengembang.
4.4. Hasil Berat Jenis Tanah Lempung Sebelum dan Sesudah Distabilisasi
dengan Abu Cangkang Sawit.
Hasil uji berat jenis terhadap penambahan abu cangkang sawit dapat dilihat
pada Tabel 4.11 dan grafik hubungan berat jenis dengan persentase abu cangkang
Tabel 4.11. Hasil uji spesific gravity terhadap penambahan abu cangkang sawit
Gambar 4.5 Grafik hubungan persentase abu cangkang sawit dengan specific gravity
di lihat pada Tabel 4.12 yang menunjukkan besarnya kadar air optimum dan berat isi
kering terhadap penambahan abu cangkang sawit. Hubungan antara penambahan abu
cangkang sawit terhadap Woptimum dan berat isi kering (γDmaks) terhadap abu cangkang
Tabel 4.12 Hasil Uji Pemadatan Terhadap Penambahan Abu Cangkang Sawit
NO Abu Cangkang Sawit (%) Woptimum (%) γDmaks (gr/cm3)
1 0 29.88 1.36
2 3 29.60 1.38
3 6 29.17 1.41
4 9 28.90 1.44
5 12 30.1 1.43
6 15 30.5 1.39
Gambar 4.6 Grafik hubungan persentase ACS dengan kadar air optimum
4.6. Hasil Pengujian Kuat Tekan Tanah Lempung Sebelum dan Sesudah
Distabilisasi dengan Abu Cangkang Sawit.
terhadap tanah asli undisturb adalah 0.608 kg/cm2, pada tanah asli remoulded adalah
sebesar 0.444 kg/cm2 , sedangkan untuk 6% abu cangkang sawit nilai qu = 0.869
kg/cm2 untuk abu cangkang sawit 9% niali qu = 0.481 kg/cm2 seperti terlihat pada
Dapat dilihat dari tabel diatas harga UCS mengalami kenaikan dari 0.428 kg/cm2
Berdasarkan nilai kuat tekan bebas (qu) remoulded , maka tanah ini di kategorikan
sebagai lempung lunak untuk qu = 0.25 – 0.50 kg/cm2.
4.7 Hasil Pengujian CBR Unsoked dan Soked pada Tanah Lempung Sebelum
dan Sesudah Distabilisasi dengan Abu Cangkang Sawit.
Harga CBR naik dengan bertambahnya abu cangkang sawit dari 2.77 %
0.89 % untuk kondisi perendaman 1 hari. Hasil pengujian kondisi CBR langsung
(unsoaked) dapat dilihat pada Tabel 4.14 dan Gambar 4.9 dan kondisi terendam
(soaked) dapat dilihat pada Tabel 4.15 dan Gambar 4.10 dan 4.11 sedangkan untuk
kondisi CBR langsung dan CBR terendam dapat dilihat pada Gambar 4.12.
Gambar 4.12 Grafik pengujian CBR tidak terendam dan terendam terhadap abu
cangkang sawit
PEMBAHASAN
pembentuk tanah adalah silikat (SiO2), aluminat (Al2O3), ferrit (Fe2O3) dan hilang
aluminat sekitar1 : 1.
mineral yang ada pada sampel tanah lempung tanpa pencampuran maupun setelah
adanya pencampuran tanah lempung dan abu cangkang sawit. Prinsip kerja X-RD
material dengan cara menentukan parameter structural mineral lempung serta untuk
mendapatkan jarak partikel lempung. Tiap puncak yang muncul pada pola XRD
mewakili suatu bidang kristal yang memiliki orientasi tertentu dan grafik puncak
difraksi yang didapat kemudian dianalisis, terdiri atas mineral lempung apa saja
Untuk hasil uji dari tanah lempung dapat teramati pada difraktogram seperti
yang terlihat pada Gambar 5.1 sedangkan untuk tanah lempung yang sudah dicampur
100
0
5 10 15
Position [°2Theta]
Gambar 5.1 Grafik parameter hasil uji Difraksi sinar X untuk tanah lempung
Dari hasil uji difraksi sinar x untuk tanah lempung tanpa campuran diperoleh hasil:
1. Illite, Posisi puncak difraksi sebesar 8,9520 , jarak antar partikel sebesar
9,87089 A0, dan posisi atom pada puncak difraksi sebesar 20 (Theta).
partikel sebesar 8,36019 A0, dan posisi atom pada puncak difraksi sebesar 20
(Theta).
7,09107 A0, dan posisi atom pada puncak difraksi sebesar 20 (Theta).
Counts
Tanah Asli+cangkang 9%
100
0
5 10 15
Position [°2Theta]
Gambar 5.2 Grafik parameter hasil uji Difraksi sinar X untuk tanah
lempung dan abu cangkang sawit
Dari Gambar diatas setelah adanya pencampuran tanah lempung dan abu
1. Illite, Posisi puncak difraksi sebesar 8,930 , jarak antar partikel sebesar 9,911 A0,
2. Riebeckite, Posisi puncak difraksi sebesar 10,530 , jarak antar partikel sebesar
8,40 A0, dan posisi atom pada puncak difraksi sebesar 20 (Theta).
3. Kaolinite, Posisi puncak difraksi sebesar 12,410 , jarak antar partikel sebesar 7,13
dijadikan sampel penelitian ini yang terdiri dari kaolinite dan illite dikategorikan
kelompok tanah lempung tidak mengembang hal ini sesuai dengan pengujian
plastisitas sedang.
Kaolinite merupakan mineral lempung yang terdiri dari susunan satu lembaran
silika dan alumunium, keduanya terikat oleh ikatan hidrogen karena itu, mineral ini
stabil dan air tidak dapat masuk diantara lempengannya untuk menghasilkan
pengembangan atau penyusutan pada sel satuannya. Sifat dari kaolinite adalah tidak
dapat mengadsorbsi air, kaolinite tidak dapat mengembang pada saat kontak dengan
air.
alumunium oktahedra yang terikat diantara dua lembaran silika tetrahedra. Susunan
lempung dalam kandungan yang berbentuk halus dan bermuatan negatif yang
cenderung menarik ion positif yang terdapat disekeliling partikel lempung seperti ion
hidrogen (H+), ion sodium (Na+), dan ion kalium (K+), serta air yang berpolarisasi,
terdapat diantara lembarannya. Ikatan-ikatan dengan ion kalium (K+) lebih lemah
kristal alumunium oktahedra terdiri dari satu atom Al yang bermuatan positif
tetrahedra terdiri dari satu atom Si yang bermuatan positif mengikat empat atom O
yang bermuatan negatif. Sehingga dari susunan senyawa ini terjadi kelebihan muatan
negatif. Muatan-muatan negatif yang ada pada tanah lempung ini berada pada
tersebut, partikel-partikel lempung menarik ion muatan positif (kation) dari garam
yang ada didalam air pori. Hal ini disebut pertukaran ion-ion atau exchangeble
cations.
Illite yang memiliki rumus kimia K Al2 (Si3 Al) O10 (O H F)2 sebesar 54% dan
Kaolinite yang juga memiliki rumus kimia Al2 Si2 O5 (O H)4 sebesar 26% sedangkan
unsur mineral lempung magnesioriebeckite dengan rumus kimia Na2 Mg3 Fe2 Si8 O22
mineral lempung yang semula illite memiliki unsur 54% setelah pencampuran
menjadi berkurang sebesar 51%, untuk kaolinite dari 26% menjadi 13% , hal ini
akibat reaksi semen hidrasi yang dapat mempengaruhi komposisi dari mineral
Jika unsur kimia seperti Fe2O3, Cao dan MgO yang terdapat didalam abu
cangkang sawit ditambahkan pada tanah dengan kondisi seperti diatas, maka
diserap oleh permukaan butiran lempung. Jadi, permukaan butiran lempung tadi
kehilangan kekuatan tolaknya (repulsion force), dan terjadilah kohesi pada butiran itu
Bereaksinya H2O dengan CaO akan menimbulkan panas dan pada saat yang
bersamaan, volume kapur menjadi lebih besar daripada volume asalnya sehingga
Bereaksinya H2O dengan Mg akan menimbulkan panas dan pada saat yang
menyebabkan turunnya kandungan air didalam tanah. Apabila CaO dengan mineral
lempung atau dengan mineral halus lainnya atau dengan komponen pozzolan seperti
SiO2 (hydrous silica) bereaksi, maka akan membentuk suatu gel yang kuat dan keras
yaitu kalsium silikat yang mengikat butir-butir atau partikel tanah (Diamond &
Kinter, 1965 dalam Ingels dan Metchalf, 1972). Gel silica bereaksi dengan segera
SiO2 akan tertutup rapat dan molekul air akan terikat didalamnya, hal ini
Dengan diserapnya hidrogen pada tanah lempung oleh senyawa kimia yang
terdapat didalam abu cangkang sawit seperti Al2O3, CaO, MgO, dan Fe2O3 maka
dapat disimpulkan bahwa senyawa kimia yang terdapat didalam abu cangkang sawit
gambar serta memiliki kemampuan pembesaran objek serta resolusi yang jauh lebih
bagus daripada mikroskop cahaya. Mikroskop electron ini menggunakan jauh lebih
mikroskop cahaya. Prinsip dasar dari Electron Microscope ini yaitu memfokuskan
Lempung tanah asli Pulau Sicanang, Belawan, Deli Serdang, Sumatera Utara
berwarna coklat mendekati abu-abu dan lebih terang. Sednagkan pada pengamatan
dengan SEM untuk tanah yang telah distabilisasi berwarna hitam dan lebih gelap dari
tanah asli.
Analisa hasil SEM (Scanning Electron Microscope) untuk tanah lempung asli
tanpa campuran dapat dilihat pada Gambar 5.3a sedangkan untuk hasil SEM
(Scanning Electron Microscope ) yang telah distabilisasi dapat dilihat pada Gambar
5.3b.
3. Partikel tanah yang ukurannya kecil dan tersebar lepas antar partikel
butiran.
1. Terlihatnya gel CSH akibat hidrasi pasta semen sebagai pengikat antar
partikel.
2. Celah porositas antar partikel yang ukurannya lebar pada tanah lempung
Gel CSH
merupakan hasil hidrasi pasta semen dengan air. Gel tersebut yang berperan penting
kapur aktif (CAO) yang terdapat didalam unsur kimia abu cangkang sawit, dalam
jangka waktu tertentu akan terjadi reaksi pozzolanic dan membentuk suatu gel yang
kuat dan keras yaitu Calsium Silikat Hidrat (C-S-H) atau Calsium Aluminta Hidrat
(C-A-H) atau bahkan dapat membentuk Calsium Silikat Aluminat Hidrat (C-S-A-H)
yang mengikat butir-butir atau partikel tanah. Gel silikat bereaksi dengan segera
melapisi dan mengikat partikel lempung dan menutup pori-pori tanah. Tingginya
kadar silikat pada tanah tersebut disebabkan oleh tingginya mineral alpha kuarsa
didalam tanah.
Penambahan abu cangkang sawit kedalam tanah dapat memberi ion-ion positif
yang terdapat didalam unsur abu cangkang sawit terutama Si, Ca dan Al ion-ion ini
cenderung menggantikan kation-kation pada umumnya, seperti (Na)++ atau (K+) atau
hidrogen yang terdapat didalam partikel lempung. Proses cation exchangeable ini
akan mereduksi indeks plastisitas partikel lempung secara signifikan hal inilah yang
sawit dan menyebabkan ukuran partikelnya semakin homogen. Dari hasil observasi
mikroskopik dapat dilihat dengan adanya penambahan abu cangkang sawit maka
semakin rapat celah porositas antar partikel tanah akibat pencampuran tanah
memiliki jarak partikel lebih kecil setelah penambahan abu cangkamg sawit. Hal
semen hidrasi yang menyebabkan subtitusi ion positif pada butiran permukaan tanah
oleh ion Ca++. Hal tersebut dapat dilihat pada perbesaran 2500x dan 1000x dimana
yang diperoleh dari hasil penelitian adalah Al2O3, Fe2O3, CaO, dan MGO. Hasil
pengujian dapat dilihat pada Tabel 4.3. Unsur abu cangkang sawit didominasi oleh
silikat (SiO2), Aluminat (Al2O3) dan kadar kapur aktif, atau quick lime (CaO). Kadar
silikat tersebut akan menambah prosentase yang cukup besar pada tanah lempung.
Pada penelitian ini system klasifikasi tanah yang digunakan terdiri dari 2
sistem yaitu:
Transportation Officials)
Dari data properties tanah yang diperoleh diatas maka dapat disimpulkan
1. Berdasarkan nilai persentase lolos saringan No. 200 tanah lempung diatas,
persentase tersebut lebih besar dari 50% maka berdasarkan tabel klasifikasi
USCS tanah ini secara umum dikategorikan golongan tanah berbutir halus.
2. Dari tabel sistem klasifikasi USCS untuk data batas cair dan indeks plastisitas
lebih spesifik.
Dapat dilihat pada Gambar 4.1 bahwa hasil pengeplotan menunjukkan satu
titik pertemuan pengeplotan dibawah garis A, yang mana titik temu ini menjelaskan
berbutir halus yang diuji termasuk Kelompok CL yaitu lempung anorganik dengan
plastisitas rendah sampai sedang, lempung kurus, lempung berlanau dengan nilai
Tabel 4.8 menunjukkan bahwa dengan penambahan abu cangkang sawit 3%,
6%, 9%, 12% dan 15% menyebabkan perubahan komposisi fraksi, yaitu
gradasinya beragam sehingga kelompok kalsifikasi untuk 6%, 9%, 12% dan 15% abu
asli dan 3% abu cangkang sawit termasuk kelompok CL. Tetapi perubahan komposisi
fraksi ini dari CL ke ML masih masuk dalam divisi utama lanau dan lempung batas
lebih besar. Perubahan gradasi akan berpengaruh pada karakteristik tanah misalnya
Berdasarkan pada tabel klasifikasi AASHTO persentase lolos saringan No. 200
lebih besar dari 35%, secara umum masuk kelompok tanah lanau-lempung. Degan
diketahuinya nilai nilai batas cair (LL) lebih besar dari 41%, dengan harga PI lebih
Hasil penelitian uji Batas Atterberg dapat di plot pada grafik Batas-batas
atterberg untuk sub kelompok A-4, A-5, A-6 dan A-7 . Kelompok tanah AASHTO
kelompok tanah sistem Unified CL yang masih termasuk kategori sangat mungkin
klasifikasi tanah mengalami perubahan berdasarkan batas cair dan plastis indeksnya
yang mengalami perubahan, abu cangkang sawit 6%, 9%, 12%dan 15% mengalami
perubahan kelompok tanah menjadi kelompok A-6 dari abu cangkang sawit 0% dan
Tetapi hal ini masih termasuk didalam kelompok tanah yang sangat mungkin
CL untuk Unified dan A-6, A-7-6 berdasarkan kelompok tanah yang sebanding
terdiri dari 4 parameter yaitu batas susut (SL), batas cair (LL), batas plastis (PL) dan
indeks plastisitas (PI) yang hasilnya sudah terlihat pada Tabel 4.9 dan Gambar 4.3.
batas-batas konsistensi tanah sebelum dan sesudah distabilisasi dengan abu cangkang
cangkang sawit maka bertambah besar pula perubahan nilai batas-batas konsistensi.
dengan besarnya penambahan persentase abu cangkang sawit. Nilai batas cair untuk
tanah asli sebesar 41,98% penuranan terjadi pada penambahan abu cangkang sawit
penambahan abu cangkang sawit selanjutnya terjadi kenaikan nilai batas cair untuk
12% sebesar 37,62% dan 15% sebesar 39,83% hal ini disebabkan pada pengujian
batas cair untuk menutup alur dengan pukulan 25 kali diperlukan kadar air yang lebih
banyak sehingga batas cair meningkat. Dan ini juga berarti penggunaan abu cangkang
Untuk batas plastis (PL), dengan penambahan abu cangkang sawit dapat
menaikkan nilai batas plastis yang semula nilai batas plastis tanah lempung (0% abu
cangkang sawit) sebesar 22,66% beranjak naik seiring penambahan persentase abu
sebesar 28,52%, untuk 12% sebesar 32,47% dan 15% sebesar 33,11%. Kenaikan
yang terjadi tidak begitu signifikan hal ini disebabkan didalam pengujian batas plastis
diperlukan kadar air yang lebih banyak sehingga akan menaikkan batas plastis.
Untuk batas susut (SL), penambahan persentase abu cangkang sawit akan
menyebabkan penurunan nilai batas susut. Hal ini terjadi pada variasi persentase
campuran abu cangkang sawit yang dimulai dari 41,19% untuk tanah asli mengalami
sebesar 38,26% hal ini disebabkan flokulasi yang menyertai proses pertukaran ion-
ion. Peristiwa ini akan menghasilkan butiran tanah baru dengan ukuran yang lebih
besar, sehingga akan memperkecil luas permukaan spesifik. Permukaan spesifik yang
kecil akan menggurangi kepekaan tanah terhadap pengaruh air .keadaan ini
menyebabkan tanah sulit berubah volumenya akibat pengaruh air walaupun dengan
kadar air yang tinggi. Namun untuk variasi campuran abu cangkang sawit 12% dan
penambahan abu cangkang sawit sudah tidak efektif lagi untuk kadar abu cangkang
Indeks Plastisitas (PI) adalah batas cair dikurangi batas plastis (PI = LL – PL).
Hubungan tersebut memperlihatkan bahwa nilai PI sangat tergantung oleh nilai batas
cair dan batas lastis.penambahan persentase abu cangkang sawit dapat menurunkan
Semakin besar nilai indeks plastisitas campuran tanah dan abu cangkang sawit,
semakin besar pula potensi pengembangan tanah tersebut. Semakin menurun nilai
indeks plastisitas (PI) campuran tanah dan abu cangkangs awit maka potensi
Hasil uji berat jenis dengan penambahan abu cangkang sawit sebesar 3%,
6%, 9%, 12% dan 15% sebagaimana tercantum padaTabel 4.11 menunjukkan adanya
persentase abu cangkang sawit. Hal ini disebabkan antara lain karena bercampurnya
dua bahan dengan specific gravity yang berbeda. Nilai specific gravity abu cangkang
sawit sebesar 1,91 memang lebih rendah bila dibandingkan dengan specific gravity
tanah asli sebesar 2,65, sehingga penurunan specific gravity terjadi. Selain itu, proses
penggumpalan yang merekatkan antar partikel, rongga-rongga pori yang telah ada
sebagian akan dikelilingi bahan sementasi pada tanah dan abu cangkang sawit yang
agak kaku dan sulit ditembus air. Rongga pori yang terisolasi oleh lapisan sementasi
kedap air akan terukur sebagai volume butiran dan selanjutnya menurunkan nilai
specific gravity.
Tabel 4.8 menunjukkan bahwa dengan penambahan abu cangkang sawit 3%,
6%, 9%, 12% dan 15% menyebabkan perubahan komposisi fraksi, yaitu
fraksi lolos saringan No.200. Besarnya penambahan yang terjadi dibandingkan tanah
asli sebesar 5,87 % dimulai dari fraksi lolos saringan No.200 tanah asli (0%) sebesar
92,56%, untuk variasi campuran dari 3%, 6%, 9% ,12% dan 15% terus mengalami
karakteristik tanah misalnya plastisitasnya, kepadatannya maupun kuat tekan dan kuat
tanah. Semakin rendah jumlah kandungan fraksi halus (butiran 0,075mm) suatu
dan kadar air maksimum yang akan digunakan pada uji CBR, dari hasil uji
compaction dapat dilihat pada Tabel 4.12 bahwa dengan penambahan abu cangkang
Sedangkan untuk kadar air mengalami penurunan dari 29,88 % menjadi 28,90 %.
Pengujian tekan bebas tanah asli dilakukan sebanyak dua kali, pertama tanah
asli undisturbed yang memiliki nilai kuat tekan sebesar 0,62 kg/cm2, sedangkan untuk
yang remoulded tanah asli nilai kuat tekan sebesar 0,43 kg/cm2, penurunan nilai kuat
tekan dari Undisturb ke remoulded ini disebabkan pada tanah Undisturb partikel-
partikel butiran tanah masih utuh sebagaimana kondisi tanah lapangan hal ini berbeda
butiran ada yang terpecah. Nilai kuat tekan ini masih termasuk kelompok lempung
kuat tekan mengalami kenaikan sebesar 0,87 kg/cm2, tetapi pada abu cangkang sawit
9 % mengalami penurunan 0,491 kg/cm2, tetapi masih diatas tanah asli remoulded.
ion-ion positif (kation) yang ada didalam tanah lempung (Na+ dan K+) oleh ion-ion
positif yang ada didalam abu cangkangs awit (Ca++ dan Mg++). Reaksi pertukaran ion
–ion positif initerjadi dalam waktu yang relatif singkat dan akan menyebabkan proses
butiran-butiran tanah lempung sehingga ini akan menaaikkan niali kuat tekan bebas.
kenaikan yang signifikan dibanding kadar abu cangkang sawit 9% hal ini disebabkan
dengan kadar abu cangkang sawit yang lebih tinggi tidak mampu mengikat silikat dan
aluminat yang ada di dalam tanah lempung. Lagipula proporsi CaO dan SiO2, dan
5.8 Pengaruh Abu Cangkang sawit Terhadap CBR Unsoaked dan Soaked
CBR mengalami kenaikan seperti yang terlihat pada Tabel 4.14, nilai CBR tanah asli
pada kondisi tidak terendam sebesar 2,27%, setelah adanya pemeraman 1 x 24 jam
kemudian dilakukan pengujian CBR maka untuk 6% abu cangkang sawit nilai CBR
tidak terendam meningkat sebesar 4,77%, terjadinya peningkatan nilai ini disebabkan
(flokulasi) yang dapat meningkatkan daya ikat butiran, maka akan meningkatkan
kemampuan saling mengunci antar butiran. Peningkatan nilai CBR paling efektif di
6% abu cangkang sawit. Hal ini tidak terjadi pada penambahan persentase abu
cangkang sawit 9% nilai CBR yang diperoleh sebesar 4,20% mengalami penurunan
Nilai CBR soaked semuanya lebih rendah daripada kondisi unsoaked hal ini
dikarenakan kondisinya terendam air maka dapat mengikat partikel – partikel yang
telah tergumpal bisa pecah kembali sehingga nilai CBR nya pun jadi lebih kecil dan
peningkatan nilai CBR dari variasi campuran juga berbeda. Prosedur pengujian yang
kandungan fraksi lempung (<2 µm) semakin besar nilai indeks plastisitas dan
Pada pengujian ini data yang diperoleh adalah nilai swelling yang dilakukan
dengan durasi 4 hari perendaman, seperti yang terlihat pada Tabel 4.15 dan Gambar
berkurangnya nilai indeks plastisitas dan jumlah fraksi lempung campuran tanah
akibat penambahan abu cangkang sawit sebagaimana dijelaskan diatas. Selain itu,
penambahan abu cangkang sawit mengakibatkan rongga yang ada pada butiran tanah
akan tertutup oleh abu cangkang sawit, sehingga rongga-rongga butiran menjadi lebih
Berikut ini dapat kita lihat swelling dari variasi campuran abu cangkang sawit
yaitu 0%, 6% dan 9%. Untuk abu cangkang sawit 0% pengembangan pada 1 hari
pula yaitu sebesar 8,22% pada hari keempat. Penambahan abu cangkang sawit 6%
Seperti halnya stabilisasi tanah dengna bahan lain, dalam stabilisasi tanah
dnegna abu cangkang sawit diambil tata cara pelaksanaannya seperti pelaksanaan abu
terbang (fly ash) dilapangan hal ini karena unsure kimia utama yang terdapat didalam
abu terbang (fly ash) seperti SiO2, Al2O3, Fe2O3 dan CaO (Openshaw et al.,1992)
sama dengan yang terdapat didalam abu cangkang sawit yang dipakai sebagai
Abu cangkang sawit harus tercampur secara seragam dengan bahan yang
1. Pencampuran di tempat.
yang distabilisasi diperoleh dari tanah setempat yang kondisinya buruk, sedangkan
pencampuran diluar lokasi proyek dilakukan bila tanah yang digunakan sebagai
lebih merata dan komposisi campuran dapat dikontrol sesuai dengan yang diinginkan.
Terdapat perbedaan menonjol antara aksi sementasi pada stabilisasi abu cangkang
sawit dan semen Portland. Seperti diketahui semen yang dipakai untuk stabilisasi
tanah mengeras secara cepat, dan tanpa ketergantungan terhadap temperature. Juga
untuk tanah granuler semakin banyak semen, maka kekuatannya semakin besar.
cangkang sawit dan tanah lempung terjadi secara lambat dan bertahap pada
temperatur tertentu, dan bila menggunakan abu cangkang sawit yang lebih banyak
dapat membuat tanah yang distabilisasi akan menjadi jelek dan sehingga pelaksanaan
terbaik adalah dimusim panas untuk memperoleh kekuatan ultimit campuran yang
terbaik. Maka dari itu stabilisasi tanah-abu cangkang sawit sangat cocok digunakan
daerah yang beriklim tropis, hal ini sering dilakukan di daerah pabrik yang banyak
kebun sawitnya, mereka menggunakan abu cangkang sawit yang banyak pada jalan-
jalan lintasan truk-truk besar, hasil yang diperoleh jalan cenderung keras bila musim
memberikan penyebaran abu cangkang sawit yang seragam. Abu cangkang ssawit
dapat diangkut kelokasi proyek dengan menggunakan truk (dump truck) dan harus
diangkut sedemikian hingga tidak ada material hilang selama proses pengangkutan.
disiapkan tanah yang akan distabilisasi dengan menggemburkan tanah yang akan
distabilisasi, abu cangkang sawit dihamparkan dengan merata kemudian tanah dan
abu cangkang sawit diaduk dnegna rata, proses pemberian air kedalam campuran
merupakan hal yang penting. Banyaknya air yang digunakan harus mengacu pada
kadar air optimum yang didasrkan pada hasil pemadatan campuran guna mencapai
penghamparan abu cangkang sawit dan proses pencampuran awal, stabilisasi tanah
dan abu cangkang sawit dapat dilakukan dengan cara bertahap dikarenakan reaksi
yang lebih tinggi, pengurangan potensi pengembangan dan dapat menaikkan daya
dukung tanah. Untuk maksud ini, maka campuran harus dipadatkan dan diberikan
waktu untuk terjadinya reaksi kimia yang menghasilkan bahan campuran dengan
sementasi tinggi. Pemadatan dilakukan dengan menggunakan pemadat roda karet dan
campuran, dan juga dapat dilakukan pengendalian mutu atau kontrol kualitas selama
Hal ini disebabkan penggunaan stabilisasi tanah dan abu cangkang sawit tetap
Perawatan ini bertujuan untuk keseragaman pencampuran, kadar abu cangkang sawit,
yang telah distabilisasi ditutup dengan aspal emulsi atau aspal cutback.
Dalam operasi dilapangan stabilisasi tanah dan abu cangkangs aiwt dapat
dilakukan dnegna cara bertahap dikarenakan reaksi tanah dan abu cangkang saiwt
relatif lambat, maka campuran tanah dan abu cangkang sawit dapat dibiarkan satu
Penambahan air dapat dilakukan setelah abu cangkang sawit dicampur dengan
tanah. Ferguson dan Laverson (1999) melaporkan bahw ametode yang lebih efektif
untuk mengontrol air dalam campuran adalah dengan cara menambahkan air ke
BAB VI
PENUTUP
berikut:
1. Sample tanah yang diambil dari Pulau Sicanang, Belawan, Deli Serdang,
Sumatera Utara bahwa tanah tergolong tanah berbutir halus (kadar lempung
mempunyai nilai CBR 2,27% dan nilai UCS sebesar 0,43 kg/cm2.
3. Antara tanah dengan abu cangkang sawit, mempunyai kandungan kimia yang
hampir sama, diantaranya adalah unsur SiO2 (tanah 75,40% dan abu
cangkang sawit 67,40%) dan Al2O3 (tanah 14,10% dan abu cangkang sawit
10,10%). Oleh karena itu tambahan campuran abu cangkang sawit terhadap
tanah mengalami perubahan yang tidak signifikan, dari hasil pengujian bahwa
mengalami perubahan untuk sifat fisik (index properties) untuk kadar abu
menjadi 12,05%.
UCS dari 0,43 kg/cm2 , nilai CBR dari 2,27% m3njadi 4,77% dan berat isi
6. Hasil uji CBR unsoaked dan soaked 4 hari menunjukkan peningkatan nilai
langsung sebesar: 4,77% dari tanah asli yang memiliki nilai CBR 2,27%,
kenaikan ini memnah kuran signifikan dan nilai CBR untuk terendam terjadi
penurunan nilai CBR dari kondisi langsung untuk 6% abu cangkang sawit
penurunan terjadi dari 4,77% menjadi 2,40% hal ini dikarenakan diasumsikan
6.2. SARAN
CBR agar reaksi pertukaran ion-ion positif yang terdapat didalam abu
dengan kurun waktu tertentu dan akan dapat menaikkan kuat tekan dan
3. Perlu adanya pengujian lanjutan untuk pengujian UCT dan CBR dengan
4. Perlu adanya pengujian kuat dukung dan kuat tekan dengna penambahan
bahan additive lain seperti abu cangkang sawit+ kapur dan abu cangkang
stabilisasi, yang pasti harus memiliki nilai ekonomis yang rendah dengan
DAFTAR PUSTAKA
Hatmoko. J.T., 2007. Jurnal Teknik Sipil. Volume 8 No 1, Oktober 2007 “UCS
Tanah Lempung Expansive yang Distabilisasi dengan Abu Ampas Tebu dan
Kapur “. Staf Pengajar Geoteknik Teknik Sipil Universitas Atma Jaya
Yogyakarta.
Ingles, O.G. and Metcalf, J.B., 1972 “Soil Stabilization Principles and Practice”,
Buterworths, Sidney.