Anda di halaman 1dari 136

PENGARUH PENAMBAHAN ABU CANGKANG SAWIT

TERHADAP DAYA DUKUNG DAN KUAT TEKAN PADA


TANAH LEMPUNG DITINJAU DARI UJI UCT DAN CBR
LABOARATORIUM

TESIS

Oleh

DEBBY ENDRIANI
097 016 013/TS

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2012

Universitas Sumatera Utara


PENGARUH PENAMBAHAN ABU CANGKANG SAWIT
TERHADAP DAYA DUKUNG DAN KUAT TEKAN PADA
TANAH LEMPUNG DITINJAU DARI UJI UCT DAN CBR
LABOARATORIUM

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik


dalam Program Studi Teknik Sipil
pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

Oleh

DEBBY ENDRIANI
097 016 013/TS

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2012

Universitas Sumatera Utara


Telah diuji pada
Tanggal 11 Februari 2012

PANITIA PENGUJI TESIS


KETUA : Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE.
ANGGOTA : Dr. Ir. M. Sofian Asmirza Silalahi, M.Sc.
Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan
Dr. Ir. A. Perwira Mulia Tarigan, M.Sc.
Ir. Rudi Iskandar, M.T.

Universitas Sumatera Utara


PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ” Pengaruh Penambahan Abu Cangkang

Sawit Terhadap Daya Dukung Dan Kuat Tekan Pada Tanah Lempung Ditinjau

Dari Uji UCT Dan CBR Laboaratorium” adalah karya saya dan belum pernah

diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi

yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam tesis ini dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

Medan, Februari 2012

Debby Endriani
NIM. 097 016 013

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Stabilisasi tanah lempung sampai saat ini selalu diupayakan baik menyangkut bahan
stabilisator maupun teknologi perbaikan tanah tersebut. Bahan-bahan untuk stabilisasi
tanah lempung yang saat ini sering digunakan antara lain: GEOSTA yang masih
diimpor dan harganya relatif mahal, kapur, abu terbang, yang dahulu merupakan
limbah saat ini dimanfaatkan untuk pozzolan pada adukan beton maupun stabilisasi
tanah, sehingga nilai ekonomisnya menjadi tinggi.
Dalam penelitian ini akan dicari bahan alternatif untuk stabilisasi tanah yaitu
pemanfaatan abu cangkang sawit yang berasal dari limbah padat Pabrik Pengolahan
Kelapa Sawit yang jumlahnya terus meningkatdan belum termanfaatkan dengan baik.
Pengujian yang dilakukan adalah : batas-batas konsistensi tanah lempung sebelum
dan setelah dicampur dengan abu cangkang sawit. Pengujian pemadatan tanah asli
dan tanah yang sudah distabilisasi, serta pengujian kuat tekan bebas tanah asli dan
tanah yang sudah distabilisasi dengan abu cangkang sawit, juga pengujian kuat
dukung tanah lempung yang diuji dengan pengujian CBR Unsoaked dan Soaked.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa : penambahan abu cangkang sawit pada tanah
lempung menurunkan tekanan dan potensi pengembangan. Potensi pengembangan
turun dari 2% pada tanah asli menjadi 0,89% pada tanah dengan kadar abu cangkang
sawit 6%. Dengan bertambahnya kadar abu cangkang sawit, kepadatan maksimum
meningkat dan dicapai nilai maksimum pada kadar abu cangknag sawit 6%. Dengan
naiknya kadar abu cangkang sawit, kuat tekan bebas naik sampai dengan kadar 6%
dengan nilai 0,43 kg/cm2 menjadi 0,87 kg/cm2 kemudian menurun pada kadar abu
yang lebih tinggi 9% yaitu dengan nilai 0,49 kg/cm2 . Begitu juga dengan pengujian
CBR, nilai CBR mengalami kenaikan dengan bertambahnya kadar abu cangkang
sawit pada 6% dengan nilai 4,77% dari nilai CBR tanah asli sebesar 2,27% dan
kembali mengalami penurunan pada kadar abu cangkang sawit yang lebih tinggi pada
9% nilai CBR turun menjadi 4,20%.
Kata kunci : UCT, CBR, Tanah Lempung , Abu Cangkang Sawit.

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

Clay stabilization process either the material of its stabilisator or the technology for
its improvement is up to now always implemented. The materials for clay
stabilization currently used are, among other things, GEOSTA which is still imported
and its price is relatively expensive, and flying ashes which used to be a waste is
currently used for pozolan in concrete mixture and soil stabilization that its economic
value becomes higher.

This study looked for an alternative material for soil stabilization through the ashes
of oil-palm shells from the solid waste of palm oil mills. The tests done were the
consistency limits of clay before and after being mixed with the ashes of oil-palm
shells. The tests on the compaction of native soil and stabilized soil and the free
pressed power of native soil and the soil stabilized with ashes of oil-palm shells as
well as the carrying capacity of clay tested using Unsoaked and soaked CBR.

The result of this study showed that the mixture of the ashes of oil-palm shells
into the clay decreased the pressure and potential of development. The potential of
development decreased from 2% in native soil to 0.89% in the soil with the content of
ashes of oil-palm shells 6%. With the increase of the content of ashes of oil-palm
shells, the maximum density increased and the maximum value of oil-palm shell ashes
content of 6% was achieved, the free pressed power increased up to the content of 6%
from the value of 0.43 kg/cm2 to 0.87 kg/cm2, then at the content of ashes higher than
9% decreased with the value of 0.49 kg/cm2. The result of CBR test showed that the
value of CBR increased in line with the increase of the content of ashes of oil-palm
shell at 6% with the value of 4.77% from the value of CBR of native soil for 2.27%
and then at the content of ashes higher than 9%, the value of CBR decreased to
4.20%.

Keywords: UCS, CBR, Clay, Ashes of Oil-Palm Shell

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim. Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT,


karena berkat rahmat dan karunia-Nya yang telah memberikan segala petunjuk,
kesehatan, kemampuan dan keterampilan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis
ini. Tesis ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk tercapainya penyelesaian
pendidikan pada Program Studi Magister Teknik Sipil, Konsentrasi Bidang
Geoteknik di Universitas Sumatera Utara.
Tesis ini bejudul “Pengaruh Penambahan Abu Cangkang Sawit Terhadap
Daya Dukung dan Kuat Tekan Pada Tanah Lempung Ditinjau Dan Uji UCT
Dan CBR Laboratorium.” Tesis ini membahas tentang pemanfaatan limbah padat
dari Pabrik Kelapa Sawit berupa abu cangkang sawit sebagai bahan alternatif
pengganti additive yang akan digunakan sebagai stabilisasi jalan yang rusak akibat
tanah dasar yang tidak baik dan dilakukan uji daya dukung menggunakan CBR
(Caljfornia Bearing Ratio) dan uji kuat tekan dengan menggunakan UCT
(Unconfined Compression Test).
Dalam proses penelitian serta penyusunan tesis ini penulis banyak
mendapatkan bantuan dan berbagai pihak dan pada kesempatan ini, dengan segala
kerendahan hati saya mengucapakan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
Bapak Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE, sebagai Ketua Program Studi Magister
Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara dan juga dosen
pembimbing I serta Bapak Dr. Ir. Sofian A. Silalahi, M.Sc, sebagai dosen
pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan serta masukan kepada
penulis dalam penyelesaian tesis ini.
Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, Bapak Dr. Ir. A. Perwira Mulia
Tarigan, M.Sc, Bapak Ir. Rudi Iskandar, MT sebagai Dosen Pembanding dan Penguji
yang telah memberi masukan dan saran demi perbaikan tesis ini, serta seluruh dosen-
dosen di Magister Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.
Almarhum Papa Saya, khusus buat Mama yang penuh kasih sayang, serta
suami dan anak-anakku tercinta yang selama proses belajar di Magister Teknik Sipil
selalu memberikan dorongan dan motivasi kepada saya.
Teman-teman seperjuangan di Magister Teknik Sipil USU bidang Geoteknik
angkatan 2008 dan 2009, khususnya buat Rasdinanta, Bang Semangat, Azka dan
Nova yang banyak memberikan masukan, diskusi dan tukar pikiran selama ini.
Rekan-rekan mahasiswa di Magister Teknik Sipil USU serta Pak Yun sebagai
pegawai administrasi Magister Teknik Sipil USU yang telah banyak membantu
kelancaran administrasi selama penulis menempuh pendidikan hingga selesai.
Ir. Surta Ria N Panjaitan, MT, Kepala Laboratorium Mekanika Tanah institut
Teknologi Medan dan Aazoki Waruwu, ST, MT Staf Pengajar Bidang Geoteknik di
Institut Teknologi Medan, yang telah memberikan kesempatan melakukan penelitian
di laboratorium mekanika tanah Institut Teknologi Medan dan sebagai teman diskusi
dalam penyelesaian tesis ini. Asisten laboratorium mekanika tanah Teknik Sipil
Institut Teknologi Medan.

Universitas Sumatera Utara


Terimakasih disampaikan juga kepada Departemen Pendidikan Tinggi atas
bantuan Beasiswa Pendidikan Pasca Sarjana (BPPS) yang diterima selama
pendidikan Program Magister ini.
Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah
mendukung hingga terselesaikan penulisan tesis ini.
Mudah-mudahan Allah SWT dapat memberikan keridhoan-Nya dan akan
membalas segala budi baik mereka. Harapan Saya, tesis ini dapat dijadikan sebagai
bahan referensi kepada pada peneliti lanjutan, sehingga diperoleh hasil yang dapat
dijadikan referensi pada stabilisasi tanah dengan material alternatif seperti abu
cangkang sawit dan bahan adittif lainnya.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih banyak kekurangan, namun
penulis juga berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat untuk penulis dan bagi
pembaca yang mendalami bidang Teknik Sipil, khususnya bidang Geoteknik. Kritik
dan saran mengenai tulisan ini akan diterima dengan ikhlas dan tangan terbuka. Akhir
kata semoga tesis ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu geoteknik.

Medan, Februari 2012

Penulis

Debby Endriani
097 016 013

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

ABSTRAK .......................................................................................................... i
ABSTRACT......................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ iii
PERNYATAAN................................................................................................... v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................................... vi
DAFTAR ISI ....................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR........................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xiv
DAFTAR NOTASI.............................................................................................. xvi

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Umum .............................................................................................. 1
1.2 Latar Belakang.................................................................................. 3
1.3 Perumusan Masalah.......................................................................... 5
1.4 Tujuan Penelitian.............................................................................. 6
1.5 Batasan Masalah ............................................................................... 7
1.6 Lokasi Penelitian ............................................................................. 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Tanah Lempung ................................................................................ 9
2.2 Sistem Klasifikasi Tanah .................................................................. 11
2.2.1 Sistem Klasifikasi Tanah USCS........................................... 12
2.2.2 Sistem Klasifikasi Tanah AASHTO...................................... 14
2.3 Karakteristik Fisik Tanah Lempung ................................................. 16
2.3.1 Identifikasi Tanah Lempung ................................................ 19
2.3.1.1 Specivic Gravity (Gs)............................................. 20
2.3.1.2 Batas Konsistensi (Atterberg)................................ 22
2.4 Struktur Komposisi Mineral Dalam Tanah Lempung ..................... 27
2.5 Interaksi Air Dan Mineral Dalam Tanah Lempung ......................... 32
2.6 Stabilisasi Tanah Lempung............................................................... 34
2.6.1 Modifikasi Tanah ................................................................. 34
2.6.2 Stabilisasi Tanah Lempung ................................................. 34
2.7 Limbang Pengolahan Kepala Sawit.................................................. 36
2.7.1 Pemanfaatan Abu Cangkang Sawit ..................................... 39
2.7.2 Material Alternatif Abu Cangkang Sawit ............................ 40
2.8 Stabilisasi Tanah Lempung dengan Abu Cangkang Sawit............... 44
2.8.1 Proses Kimia Pada Stabilisasi Tanah .................................. 45
2.9 Pengujian Pemadatan Tanah (Proctor Standard) .............................. 49
2.9.1 Penentuan Kadar Air Optimum............................................ 52
2.10 CBR Laboratorium ......................................................................... 53

Universitas Sumatera Utara


2.11 Uji Tekan Bebas (UCT).................................................................. 56

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


3.1 Kegiatan Penelitian .......................................................................... 59
3.2 Pelaksanaan Penelitian ..................................................................... 59
3.3 Tahapan Persiapan ........................................................................... 60
3.4 Prosedur Test dan Variasi Campuran............................................... 61
3.4.1 Prosedur Test........................................................................ 61
3.4.2 Variasi Campuran dan pembuatan Benda Uji...................... 61
3.5 Pengujian Identifikasi Tanah Lempung ........................................... 64
3.6 Pengujian Utama .............................................................................. 70
3.7 Diagram Alir Penelitian ................................................................... 74

BAB IV HASIL PENELITIAN


4.1 Identifikasi Tanah Lempung dan Uji Indeks Tanah......................... 82
4.1.1 Uji Mineral Lempung........................................................... 75
4.1.2 Uji Indeks Tanah.................................................................. 76
4.1.2.1 Menurut USCS......................................................... 77
4.1.2.2 Menurut AASHTO .................................................. 78
4.2 Hasil Pengujian Atterberg ................................................................ 80
4.3 Hasil Pengujian Analisa Saringan .................................................... 81
4.4 Hasil Pengujian Specific Gravity ..................................................... 83
4.5 Hasil Pengujian Pemadatan Tanah ................................................... 84
4.6 Hasil Pengujian Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression
Test) ............................................................................................... 85
4.7 Hasil Pengujian CBR ....................................................................... 86

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN


5.1 Analisa Mineralogi ........................................................................... 89
5.1.A Analisa Minerologi dan Kimia Tanah Lempung............... 89
5.1.B Analisa Hasil SEM ............................................................ 95
5.1.C Analisa Unsur Kimia ......................................................... 99
5.2 Klasifikasi Tanah .............................................................................. 99
5.2.1 Klasifikasi Tanah Pulau Sicanang........................................ 99
5.2 Pengaruh Abu Cangkang Sawit Terhadap Batas Konsistensi .......... 102
5.3 Pengaruh Abu Cangkang Sawit Terhadap Specific Gravity............. 105
5.4 Pengaruh Abu Cangkang Sawit Terhadap Gradasi Butiran.............. 106
5.5 Pengaruh Abu Cangkang Sawit Terhadap Compaction ................... 106
5.6 Pengaruh Abu Cangkang Sawit Terhadap Kuat Tekan .................... 107
5.7 Pengaruh Abu Cangkang Sawit Terhadap CBR Unsoaked dan
Soaked .............................................................................................. 108
5.8 Pelaksanaan Stabilisasi Tanah Dilapangan....................................... 109
5.8.1 Pencampuran Tanah dan Abu Cangkang Sawit................... 110
5.8.2 Cara Pelaksanaan di Lapangan ............................................ 111

Universitas Sumatera Utara


BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.2 Kesimpulan ...................................................................................... 114
6.3 Saran................................................................................................. 116

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

No Judul Gambar Halaman


2.1 Grafik Plastisitas Untuk Klasifikasi USCS ............................................... 13
2.2 Grafik Plastisitas Untuk Klasifikasi Sistem AASHTO .............................. 15
2.3 Gambar Uji Batas Cair ............................................................................... 23
2.4 Batas Kurva Pada Penentuan Batas Cair Tanah Lempung ......................... 23
2.4 Batas Kurva Pada Penentuan Batas Cair Tanah Lempung ......................... 23
2.5 Variasi Volme dan Kadar Air Pada Kedudukan Batas Cair, Batas Plastis,
Batas Susut ................................................................................................. 26
2.6 Mineral-mineral Lempung ......................................................................... 28
2.7 Diagram skematik struktur Kaolinite ........................................................ 28
2.8 Diagram skematik struktur Montmorrilonite .............................................. 30
2.9 Diagram Skematik Struktur Illite .............................................................. 31
2.10 Data luas area kelapa sawit dan produksi CPO Indonesia dari Dirjenbun. 36
2.11 Pengolahan Kelapa Sawit ........................................................................... 37
2.12 Penggunaan cangkang dan fiber sawit sebagai Boiler ................................ 38
2.13 Abu Cangkang sawit.................................................................................... 39
2.14 Kurva hubungan kadar air dengan berat volume kering ............................. 53
2.15 Skema uji tekan bebas ................................................................................ 57
3.1 Pengujian Batas Konsistensi ....................................................................... 67
3.2 Plastis Limit. ............................................................................................... 67
3.3 Batas Susut.. ............................................................................................... 67
3.4 Analisa Saringan ........................................................................................ 68
3.5 X-ray Difrraction ........................................................................................ 69
3.6 X-ray Diffraction ......................................................................................... 69
3.7 FotoSEM...................................................................................................... 70
3.8 Unconfined Compression Test.. ................................................................. 73
3.9 Bagan Alir Kegiatan Penelitian .................................................................. 74
4.1 Klasifikasi Tanah berdasarkan USCS ......................................................... 77
4.2 Klasifikasi Tanah berdasarkan AASHTO .................................................. 79
4.3 Grafik Hubungan Batas Atterberg dan Persentase Abu Cangkang Sawit . 81
4.4 Hubungan Persentase Abu Cangkang Sawit dengan Persentase Lolos
No. 200 ....................................................................................................... 82
4.5 Grafik Hubungan Persentase ACS dengan Berat Jenis .............................. 83
4.6 Grafik Hubungan Persentase ACS dengan Kadar Air Optimum ............... 84
4.7 Grafik Hubungan Persentase ACS dengan Berat Isi kering ....................... 85
4.8 Grafik Hasil Pengujian Kuat Tekan Bebas ................................................. 86
4.9 Grafik hasil Pengujian CBR Tidak Terendam ........................................... 87
4.10 Grafik hasil Pengujian CBR Terendam ..................................................... 87
4.11 GrafikPengembanganuntuk4hariPerendaman ............................................ 88
4.12 Grafik Pengujian CBR Tidak terendam dan Terendam terhadap abu cangkang
sawit ........................................................................................................... 88

Universitas Sumatera Utara


5.1 Grafik parameter hasil uji Difraksi sinar X untuk tanah lempung ............ 90
5.2 Grafik parameter hasil uji Difraksi sinar X untuk tanah lempung
dan ACS ...................................................................................................... 91
5.3. aFoto SEM Untuk Tanah Lempung Tanpa campuran ................................ 96
5.3. bFotoSEMUntuk Tanah Lempung + ACS. ................................................ 97

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

No Judul Tabel Halaman

2.1 Nilai-nilai dari khas aktivitas ................................................................... 17


2.2 Specific Gravity mineral-mineral penting pada tanah............................... 21
2.3 Specific Gravity Tanah............................................................................. 21
2.4 Nilai Indeks plastisitas dan macam tanah ................................................. 24
2.5 Harga-harga batasan atterberg untuk mineral lempung ............................ 25
2.6 Kisaran Kapasitas Tukar Kation (Chen, 1975) ......................................... 32
2.7 Komposisi Unsur Kimia pada Tanah Lempung........................................ 36
2.8 Komposisi Unsur Kimia Abu Cangkang Sawit ........................................ 40
2.9 Data Pemakaian Fiber dan Cangkang ....................................................... 41
2.10 Jumlah Pabrik dan kapasitas PKS di Indonesia ........................................ 42
2.11 Produksi TBS Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia ............................. 42
2.12 Produksi TBS Kelapa Sawit di Sumatera Utara........................................ 43
2.13 Komposisi Unsur Kimia Tanah Lempung dan Abu Cangkang sawit ....... 45
2.14 Hubungan Kuat Tekan Bebas dengan Konsistensinya.............................. 57
3.1. Sampel Pengujian Untuk Tanah Asli ........................................................ 62
3.2 Sampel Pengujian Untuk Campuran Tanah Asli + Abu Cangkan Sawit .. 63
4.1 Hasil Uji Mineral pada Tanah Lempung................................................... 75
4.2 Hasil Uji Mineral pada Tanah Lempung + Abu Cangkang Sawit ............ 75
4.3 Hasil Uji Komposisi Kimia Abu Cangkang Sawit.................................... 75
4.4 Hasil Uji Komposisi Kimia Tanah Lempung Pulau Sicanang.................. 76
4.5 Klasifikasi Tanah menurut USCS ............................................................. 77
4.6 Klasifikasi Tanah USCS Pada Variasi Campuran..................................... 78
4.7 Klasifikasi Tanah menurut AASHTO ....................................................... 79
4.8 Klasifikasi Tanah AASHTO Pada Variasi Campuran .............................. 80
4.9 Hasil Uji Atterberg Terhadap Penambahan Abu Cangkang Sawit ........... 81
4.10 Hasil Uji Analisa Saringan Terhadap Penambahan Abu Cangkang Sawit 82
4.11 Hasil Uji Specivic Gravity Terhadap Penambahan Abu Cangkang Sawit 83
4.12 Hasil Uji Pemadatan Terhadap Penambahan Abu Cangkang Sawit ......... 84
4.13 Hasil Pengujian Kuat tekan tanah lempung .............................................. 85
4.14 Nilai CBR Unsoaked dan Soaked ............................................................. 86
4.15 Nilai Swelling untuk perendaman 4 hari................................................... 87

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Hasil uji Atterberg Tanah Asli


Lampiran Hasil uji Atterberg Tanah Asli + 3% Abu Cangkang Sawit
Lampiran Hasil uji Atterberg Tanah Asli + 6% Abu Cangkang Sawit
Lampiran Hasil uji Atterberg Tanah Asli + 9% Abu Cangkang Sawit
Lampiran Hasil uji Atterberg Tanah Asli + 12% Abu Cangkang Sawit
Lampiran Hasil uji Atterberg Tanah Asli + 15% Abu Cangkang Sawit
Lampiran Hasil uji Specific Gravity Tanah Asli
Lampiran Hasil uji Specific Gravity Tanah Asli + 3% Abu Cangkang Sawit
Lampiran Hasil uji Specific Gravity Tanah Asli + 6% Abu Cangkang Sawit
Lampiran Hasil uji Specific Gravity Tanah Asli + 9% Abu Cangkang Sawit
Lampiran Hasil uji Specific Gravity Tanah Asli + 12% Abu Cangkang Sawit
Lampiran Hasil uji Specific Gravity Tanah Asli +15% Abu Cangkang Sawit
Lampiran Hasil uji Pemadatan Tanah Asli
Lampiran Hasil uji Pemadatan Tanah Asli + 3% Abu Cangkang Sawit
Lampiran Hasil uji Pemadatan Tanah Asli + 6% Abu Cangkang Sawit
Lampiran Hasil uji Pemadatan Tanah Asli + 9% Abu Cangkang Sawit
Lampiran Hasil uji Pemadatan Tanah Asli + 12% Abu Cangkang Sawit
Lampiran Hasil uji Pemadatan Tanah Asli + 15% Abu Cangkang Sawit
Lampiran Hasil uji Kuatan Tekan Tanah Asli
Lampiran Hasil uji Kuatan Tekan Tanah Asli + 6% Abu Cangkang Sawit
Lampiran Hasil uji Kuatan Tekan Tanah Asli + 9% Abu Cangkang Sawit
Lampiran Hasil uji CBR Langsung Tanah Asli
Lampiran Hasil uji CBR Langsung Tanah Asli + 6% Abu Cangkang Sawit
Lampiran Hasil uji CBR Langsung Tanah Asli + 9% Abu Cangkang Sawit
Lampiran Hasil uji CBR Terendam Tanah Asli
Lampiran Hasil uji CBR Terendam Tanah Asli + 6% Abu Cangkang Sawit
Lampiran Hasil uji CBR Terendam Tanah Asli + 9% Abu Cangkang Sawit
Lampiran Hasil uji XRD Tanah Lempung
Lampiran Grafik Pengujian XRD Tanah Lempung
Lampiran Foto Scanning Electron Microskopic Tanah Lempung
Lampiran Hasil uji XRD Tanah Lempung + 9% Abu Cangkang Sawit
Lampiran Grafik Pengujian XRD Tanah Lempung + 9% Abu Cangkang Sawi
Lampiran Foto Scanning Electron Microskopic Tanah Lempung + 9% Abu
Cangkang Sawit
Lampiran Hasil Analisa Unsur Kimia Tanah Lempung dan Abu Cangkang Sawit
Lampiran 27 Hasil Pemakaian Fibre dan Cangkang

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR NOTASI

Gs = specific gravity pada temperatur 4° C


Ws = berat butiran padat (gr)
Vs = volume butir padat (cm3)
3
YS - = berat volume butiran padat (gr/cm )
PI = Plastisitas Index (%)
LL = Liquid Limit ( % )
PL = PlastisLimit (%)
SL = Shrinkage Limit
W = berat total butiran tanah (gr)
V = volume total butiran tanah (cm3)
Yd = berat volume kering (gr/cm3)
Yb = berat volume basah (gr/cm3)
w = kadar air (%)
CBR = California Bearing Ratio (%)
UCT = Unconfmed Compression Test (kg/cm2)
XRD = X Ray Difraction
SEM = Scan Electron Microscopy

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Stabilisasi tanah lempung sampai saat ini selalu diupayakan baik menyangkut bahan
stabilisator maupun teknologi perbaikan tanah tersebut. Bahan-bahan untuk stabilisasi
tanah lempung yang saat ini sering digunakan antara lain: GEOSTA yang masih
diimpor dan harganya relatif mahal, kapur, abu terbang, yang dahulu merupakan
limbah saat ini dimanfaatkan untuk pozzolan pada adukan beton maupun stabilisasi
tanah, sehingga nilai ekonomisnya menjadi tinggi.
Dalam penelitian ini akan dicari bahan alternatif untuk stabilisasi tanah yaitu
pemanfaatan abu cangkang sawit yang berasal dari limbah padat Pabrik Pengolahan
Kelapa Sawit yang jumlahnya terus meningkatdan belum termanfaatkan dengan baik.
Pengujian yang dilakukan adalah : batas-batas konsistensi tanah lempung sebelum
dan setelah dicampur dengan abu cangkang sawit. Pengujian pemadatan tanah asli
dan tanah yang sudah distabilisasi, serta pengujian kuat tekan bebas tanah asli dan
tanah yang sudah distabilisasi dengan abu cangkang sawit, juga pengujian kuat
dukung tanah lempung yang diuji dengan pengujian CBR Unsoaked dan Soaked.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa : penambahan abu cangkang sawit pada tanah
lempung menurunkan tekanan dan potensi pengembangan. Potensi pengembangan
turun dari 2% pada tanah asli menjadi 0,89% pada tanah dengan kadar abu cangkang
sawit 6%. Dengan bertambahnya kadar abu cangkang sawit, kepadatan maksimum
meningkat dan dicapai nilai maksimum pada kadar abu cangknag sawit 6%. Dengan
naiknya kadar abu cangkang sawit, kuat tekan bebas naik sampai dengan kadar 6%
dengan nilai 0,43 kg/cm2 menjadi 0,87 kg/cm2 kemudian menurun pada kadar abu
yang lebih tinggi 9% yaitu dengan nilai 0,49 kg/cm2 . Begitu juga dengan pengujian
CBR, nilai CBR mengalami kenaikan dengan bertambahnya kadar abu cangkang
sawit pada 6% dengan nilai 4,77% dari nilai CBR tanah asli sebesar 2,27% dan
kembali mengalami penurunan pada kadar abu cangkang sawit yang lebih tinggi pada
9% nilai CBR turun menjadi 4,20%.
Kata kunci : UCT, CBR, Tanah Lempung , Abu Cangkang Sawit.

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

Clay stabilization process either the material of its stabilisator or the technology for
its improvement is up to now always implemented. The materials for clay
stabilization currently used are, among other things, GEOSTA which is still imported
and its price is relatively expensive, and flying ashes which used to be a waste is
currently used for pozolan in concrete mixture and soil stabilization that its economic
value becomes higher.

This study looked for an alternative material for soil stabilization through the ashes
of oil-palm shells from the solid waste of palm oil mills. The tests done were the
consistency limits of clay before and after being mixed with the ashes of oil-palm
shells. The tests on the compaction of native soil and stabilized soil and the free
pressed power of native soil and the soil stabilized with ashes of oil-palm shells as
well as the carrying capacity of clay tested using Unsoaked and soaked CBR.

The result of this study showed that the mixture of the ashes of oil-palm shells
into the clay decreased the pressure and potential of development. The potential of
development decreased from 2% in native soil to 0.89% in the soil with the content of
ashes of oil-palm shells 6%. With the increase of the content of ashes of oil-palm
shells, the maximum density increased and the maximum value of oil-palm shell ashes
content of 6% was achieved, the free pressed power increased up to the content of 6%
from the value of 0.43 kg/cm2 to 0.87 kg/cm2, then at the content of ashes higher than
9% decreased with the value of 0.49 kg/cm2. The result of CBR test showed that the
value of CBR increased in line with the increase of the content of ashes of oil-palm
shell at 6% with the value of 4.77% from the value of CBR of native soil for 2.27%
and then at the content of ashes higher than 9%, the value of CBR decreased to
4.20%.

Keywords: UCS, CBR, Clay, Ashes of Oil-Palm Shell

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Umum

Dalam membangun suatu jalan, tanah dasar merupakan bagian yang sangat

penting, karena tanah dasar akan mendukung seluruh beban lalulintas atau beban

konstruksi diatasnya. Jika tanah dasar yang ada berupa tanah lempung yang

mempunyai daya dukung rendah, maka bangunan yang ada sering mengalami

kerusakan yang diakibatkan oleh kondisi tanah. Salah satu penyebabnya adalah

kembang susut yang tinggi dan kurang baik kemampuan daya dukungnya. Tanah

dengan nilai kembang susut yang tinggi, air sangat berpengaruh sekali terhadap

perilaku fisis dan mekanis tanah (Das, 1994). Secara fisis dalam pengertian teknik

adalah sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral yang tidak

tersedimentasi (terikat secara kimia) satu sama lain. Tanah berguna sebagai bahan

bangunan pada berbagai macam pekerjaan teknik sipil, disamping itu tanah berfungsi

juga sebagai pendukung pondasi dan bangunan. Umumnya sebagian besar wilayah

Indonesia ini diliputi oleh tanah lempung dengan pengembangan yang cukup besar

(plastisitas tinggi), Sifat inilah yang menyebabkan kerusakan-kerusakan pada

konstruksi, khususnya pada bagian pondasi yang merupakan konstruksi pada

bangunan yang menghubungkan bangunan dengan tanah.

Kondisi tanah yang sering dijumpai sangat bervariasi dan segi kemampuan

daya dukungnya. Ada jenis tanah yang tidak memenuhi syarat yaitu tanah lunak. Sifat

Universitas Sumatera Utara


tanah dasar lunak adalah gaya gesernya yang kecil, kemampatan yang besar dan

koefisien permeabilitasnya kecil. Bilamana pembebanan konstruksi melampaui daya

dukung kritis maka akan terjadi kerusakan tanah, khususnya tanah pondasi.

Salah satu cara yang terbaik adalah mengganti tanah dasar tersebut dengan

tanah yang cukup baik, tetapi hal ini biasanya membutuhkan biaya yang cukup besar.

Para ahli geoteknik mencoba mengatasi dengan cara merubah sifat-sifat fisik

tanahnya untuk menekan biaya. Perbaikan sifat-sifat fisik dan tanah kurang baik

menjadi tanah yang baik dibidang rekayasa Teknik Sipil disebut sebagai

STABILISASI TANAH.

Studi penelitian mengenai stabilisasi pada tanah lempung telah banyak

dilakukan sebelumnya sebagai upaya untuk melakukan perbaikan pada tanah.

Campuran bahan yang digunakan pun bermacam-macam antara lain: kapur, semen,

flay ash, bubuk batu merah, abu ampas tebu, abu sekam padi, dan bahan kimia

lainnya. Hasilnya menunjukkan perbaikan pada kondisi tanah lempung baik sifat fisis

maupun sifat mekanisnya.

Pada penelitian Tesis ini dicoba untuk menggunakan abu cangkang sawit

sebagai alternatjf lain bahan pencampur guna menstabilkan tanah lempung yang

diharapkan mampu meningkatkan mutu tanah.

Dalam penelitian ini digunakan tanah lempung dari Pulau Sicanang yang

terletak di Daerah Belawan, kondisi tanah di Pulau Sicanang Belawan sebagian besar

tanah lempung dengan sifat kembang susut yang tinggi, indeks konsistensi tinggi,

kuat dukung rendah sehingga bangunan didaerah tersebut banyak yang rusak seperti

Universitas Sumatera Utara


dinding retak, jalan retak-retak dan berlubang. Untuk itu tanah didaerah Pulau

Sicanang harus distabilisasi sebelum digunakan untuk mendirikan konstruksi

bangunan diatasnya. Sedangkan abu cangkang sawit diperoleh dan Pabrik Pengolahan

Minyak Sawit Bakrie Plantations yang terletak di daerah Kisaran.

Penelitian ini akan mencari jawaban dan masalah-masalah yang dihadapi pada

stabilisasi tanah lempung, terhadap parameter kuat geser tanah, kadar air optimum,

mencari daya dukung tanah, batas konsitensi dan kadar abu cangkang sawit optimum

untuk memperoleh kuat tekan bebas (UCT) dan CBR laboratorium. Dan hasil

penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu dalam rekayasa

geoteknik.

1.2 Latar Belakang

Tanah berbutir halus pada umumnya mempunyai kekuatan geser lebih rendah

dari tanah berbutir kasar. Kondisi seperti ini sangat tidak menguntungkan bila tanah

lempung digunakan sebagai pendukung pondasi dan bangunan. Banyak kerugian-

kerugian yang akan ditimbulkan antara lain kerusakan pada tanah maupun konstruksi

bangunan itu sendiri. Meskipun kerusakan yang diakibatkan tidak bersifat mendadak

dan langsung namun kerugian secara materi yang diakibatkan akan cukup besar, oleh

karena itu perlu diadakannya perbaikan tanah ataupun stabilisasi.

Stabilisasi tanah umumnya berkaitan dengan bahan campunan yang digunakan.

Dalam penelitian yang akan dilakukan ini dicoba menggunakan stabilisasi

dengan material alternatif pengganti additive dan abu cangkang sawit hasil limbah

Universitas Sumatera Utara


padat pabrik pengolahan kelapa sawit yang kurang termanfaatkan. Seiring dengan

tersebut, sektor agribisnis kelapa sawit di Indonesia tercatat memiliki perkembangan

yang sangat pesat. Hal ini terlihat dan luas areal kelapa sawit dan produksi minyak

sawit mentah (Crude Palm Oil) yang terus mengalami peningkatan sejak tahun 1968

sampai tahun 1997. Pada periode 1968-1997 tersebut, luas areal kelapa sawit

meningkat hampir 21 kali lipat, yaitu dan 120.000 Ha pada tahun 1968 menjadi 2,5

juta Ha pada tahun 1997. Pertumbuhan luas areal yang pesat kembali terjadi pada

lima tahun terakhir, yakni pada tahun 2006 berkembang menjadi 5,97 juta Ha

setidaknya merupakan gambaran keberhasilan kebijakan pemerintah dalam

percepatan pembangunan kelapa sawit di Indonesia. Oil World memproyeksikan

bahwa produksi CPO Indonesia menyamai Malaysia pada tahun 2007 dan selanjutnya

Indonesia akan menjadi produsen nomor satu dunia.

Perkembangan industri sawit yang terus meningkat berdampak pada limbah

padat yang dihasilkan dan pengolahan tandan buah segar (TBS). Limbah ini adalah

sisa produksi sawit kasar tandan kosong, sabut dan cangkang (batok) sawit. Limbah

padat berupa cangkang digunakan sebagai bahan bakar ketel (boiler) untuk

menghasilkan energi mekanik dan panas. Masalah yang kemudian timbul adalah dan

sisa pembakaran pada ketel (boiler) berupa abu cangkang dengan jumlah yang terus

meningkat sepanjang tahun yang sampai sekarang masih kurang termanfaatkan.

Perlu adanya upaya dalam memanfaatkan limbah tersebut dengan cara

melakukan penelitian di laboratorium. Penelitian yang dilakukan adalah metode

stabilisasi.

Universitas Sumatera Utara


Pada penelitian ini bahan yang digunakan adalah abu cangkang sawit dengan

variasi 3%, 6%, 9%, 12% dan 15%, terhadap berat sampel tanah dan menggunakan

pemeraman 1 hari.

1.3 Perumusan Masalah

Permasalahan tanah yang digunakan sebagai pondasi suatu konstruksi

bangunan dan jalan di Desa Pulau Sicanang, Belawan, Deli Serdang, Sumatera Utara

adanya kerusakan pada bangunan di Pulau Sicanang seperti dinding retak, jalan retak

retak dan berlubang. Kerusakan permukaan aspal, lendutan dan gesemya badan jalan

umumnya terjadi pada musim hujan, sedang kerusakan retak memanjang terjadi pada

musim kemarau.

Penanganan yang telah dilakukan antara lain memperbaiki saluran drainase,

mengganti dan memperbaiki material base dan sub base, hal ini ternyata tidak

bertahan lama.

Berdasarkan permasalahan tersebut diatas, maka untuk mengatasinya dapat

dirumuskan sebagai berikut:

1. Diperlukan penelitian yang lebih mendalam tentang sifat-sifat fisik dan mekanis

tanah di Pulau Sicanang guna mencari solusi perbaikannya.

2. Diperlukan penelitian tentang stabilisasi tanah dengan cara memperbaiki daya

dukung dan kuat tekan, yaitu dengan mencampur tanah asli dengan bahan

alternatif material pengganti dalam hal ini pemanfaat limbah abu cangkang sawit

sebagai bahan stabilisasi.

Universitas Sumatera Utara


3. Adakah perubahan yang dialami oleh tanah lempungterhadap nilai batas-batas

konsistensi, berat jenis tanah asli maupun yang distabilisasi, nilai kuat dukung

tanah ash maupun yang telah distabilisasi, dan kuat tekan tanah ash dan yang

telah distabilisasi dengan abu cangkang sawit.

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Untuk mengetahui jenis tanah yang berasal dan Pulau Sicanang, Belawan.

2. Mengetahui mineral lempung tanah dan unsur-unsur kimia yang

terkandung didalam lempung dan abu cangkang sawit, diharapkan dapat

diketahui bagaimana senyawa kimia yang terdapat didalam tanah lempung

bereaksi dengan senyawa yang terdapat pada abu cangkang sawit sebingga

dapat mengurangi kadar air didalam tanah lempung sehingga tanah yang

lunak bisa menjadi baik.

3. Mencari kadar persentase yang efektif dengan penambahan abu cangkang

sawit terhadap daya dukung dan kuat tekan tanah.

4. Untuk mengetahui daya dukung tanah dengan pengujian CBR

laboratorium sebelum dan setelah distabilisasi dengan abu cangkang

sawit, serta kuat tekan tanah asli dan setelah distabilisasi diharapkan akan

menaikkan nilai kuat tekan tanah yang tidak baik.

Universitas Sumatera Utara


1.5 Batasan Masalah

Masalah yang akan dibahas yaitu penelitian laboratorium, untuk melihat

kondisi tanah berbutir halus bila dicampur abu cangkang sawit dengan menggunakan

interval 3% untuk 0% ,3%, 6%, 9%, 12% dan 15% dalam hal pengujian sifat fisis

tanah lempung. Sedangkan untuk pengujian mekanis digunakan persentase abu

cangkang sawit yang paling optimum dari hasil uji pemadatan tanah pada setiap

persentase abu cangkang sawit (0% ,3%, 6%, 9%, 12% dan 15%) yang digunakan

dengan waktu pemeraman 1 hari. Untuk uji CBR yang diharapkan dapat diketahui

daya dukung dari tanah lempung, sedangkan untuk mengetahui kuat geser tanah diuji

dengan kuat tekan tanah lempung (UCT). Sampel tidak terganggu (undisturbed)

diambil untuk uji kuat tekan tanah asli, sedangkan sampel tanah terganggu

(disturbed) diambil untuk uji indeks properties tanah, dan daya dukung tanah asli dan

tanah yang telah dicampur abu cangkang sawit. Pengujian dilakukan adalah sebagai

beñkut:

1. Pengujian pada tanah asli:

a. Uji kadar air, specific gravity, batas-batas konsistensi (batas cair, batas plastis

dan batas susut), distribusi ukuran partikel.

b. Uji kepadatan tanah (proctor standard).

c. Uji ketahanan tanali (CBR) laboratorium.

d. Uji kuat tekan bebas (Unconfined Compression Test).

Universitas Sumatera Utara


2. Pengujian pada tanah yang telah distabilisasi:

a. Uji specific gravity masing-masing variasi campuran, distribusi ukuran


partikel.
b. Uji batas konsistensi (batas cair, batas plastis dan batas susut).
c. Uji pemadatan dengan penambahan variasi abu cangkang sawit sehingga
didapat persentase optimum yang akan digunakan untuk pengujian mekanis
lanjutan.
d. Uji ketahanan tanah (CBR) laboratorium meliputi CBR tidak terendam dan
CBR terendam.
e. Uji kuat tekan bebas (Unconfined Compression Test)

3. Pengujian pendahuluan terhadap komposisi unsur kimia yang terdapat pada


material yang akan digunakan sebagai bahan penelitian dalam hal ini penelitian
terhadap tanah lempung dan abu cangkang sawit. Pengujian mineralogi tanah
lempung ash dan tanah lempung ditambah abu cangkang sawit.

1.6 Lokasi penelitian

Lokasi pengambilan sampel tanah untuk penelitian adalah di daerah Pulau

Sicanang, Belawan, Deli Serdang, Sumatera Utara. Dan lokasi pengambilan sampel

abu cangkang sawit di Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit PT. Bakrie Plantations, Tbk.

Kisaran Sumatera Utara. Sedangkan lokasi pengujian unsur kimia dan sampel

dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik FMIPA Universitas Sumatera Utara, dan

uji mineralogi sampel dilakukan di Laboratorium Pusat Survey Geologi Bandung.

Dan untuk uji sifat fisis dan mekanis dan sampel dilakukan di Laboratorium

Mekanika Tanah Institut Teknologi Medan.

Universitas Sumatera Utara


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanah Lempung

Tanah lempung dan mineral lempung adalah tanah yang memiliki partikel-

partikel mineral tertentu yang “menghasilkan sifat-sifat plastis pada tanah bila

dicampur dengna air” (Grim, 1953). Partikel-partikel tanah berukuran yang lebih

kecil dari 2 mikron (=2µ), atau <5 mikron menurut sistem klasifikasi yang lain,

disebut saja sebagai partikel berukuran lempung daripada disebut lempung saja.

Partikel-partikel dari mineral lempung umumnya berukuran koloid (<1µ) dan ukuran

2µ merupakan batas atas (paling besar) dari ukuran partikel mineral lempung.

Untuk menentukan jenis lempung tidak cukup hanya dilihat dari ukuran

butirannya saja tetapi perlu diketahui mineral yang terkandung didalamnya. ASTM

D-653 memberikan batasan bahwa secara fisik ukuran lempung adalah partikel yang

berukuran antara 0,002 mm samapi 0,005 mm.

Sifat-sifat yang dimiliki tanah lempung (Hardiyatmo, 1999) adalah sebagai

berikut:

1. Ukuran butir halus, kurang dari 0,002 mm


2. Permeabilitas rendah
3. Kenaikan air kapiler tinggi
4. Bersifat sangat kohesif
5. Kadar kembang susut yang tinggi
6. Proses konsolidasi lambat.

Universitas Sumatera Utara


Kebanyakan jenis tanah terdiri dari banyak campuran atau lebih dari satu

macam ukuran partikel. Tanah lempung belum tentu terdiri dari partikel lempung

saja, akan tetapi dapat bercampur butir-butiran ukuran lanau maupun pasir dan

mungkin juga terdapat campuran bahan organik.

Guna menunjang pengkajian dan penelitian terhadap ”Pengaruh Penambahan

Abu Caangkang sawit Terhadap Daya Dukung dan Kuat Tekan Pada Tanah Lempung

Ditinjau Dari Uji UCT dan CBR Laboratorium“, maka dibutuhkan pengetahuan serta

pemahaman yang baik tentang sifat-sifat tanah berdasarkan teori yang ada terdiri dari

sifat fisik (Index Properties) dan sifat keteknikan (Enginering Properties),

pemahaman kedua sifat ini sangatlah penting untuk diketahui sebagai dasar dalam

mengambil suatu keputusan yang berkaitan dengan perekayasaan pondasi (jalan,

jembatan, bendungan dan lainnya).

Sifat fisik dan sifat keteknikan tanah, lebih ditentukan oleh jenis dari

klasifikasi tanah itu sendiri. Pengklasifikasian tanah dimaksudkan untuk

mempermudah pengelompokkan berbagai jenis tanah ke dalam kelompok tanah yang

sesuai dengan sifat teknik dan karakteristiknya. Pengelompokkan tanah menempatkan

tanah dalam 3 kelompok, tanah berbutir kasar, tanah berbutir halus dan tanah organis.

Berdasarkan USCS tanah berbutir kasar adalah yang mempunyai

persentase lolos saringan nomor 200<50%, dan tanah berbutir halus (lanau/lempung)

jika lebih dari 50% lolos saringan nomor 200. Tanah ini dibagi dalam 2 kelompok

yaitu kelompok kerikil dan tanah kerikil serta pasir dan tanah kepasiran.

Universitas Sumatera Utara


Tanah berbutir halus dibagi dalam Lanau (M), Lempung (C) yang didasarkan

pada batas cair dan indeks plastisitasnya. Tanah Organis juga termasuk dalam

kelompok tanah berbutir halus.

Konsistensi dari tanah lempung dan tanah kohesif lainnya sangat dipengaruhi

oleh kadar air. Indeks plastisitas dan batas cair dapat digunakan untuk menentukan

karateristik pengembangan. Karakteristik pengembangan hanya dapat diperkirakan

dengan menggunakan indeks plastisitas, ( Holtz dan Gibbs, 1962 ).

Dikarenakan sifat plastis dari suatu tanah adalah disebabkan oleh air yang

terserap disekeliling permukaan partikel lempung, maka dapat diharapkan bahwa tipe

dan jumlah mineral lempung yang dikandung didalam suatu tanah akan

mempengaruhi batas plastis dan batas cair tanah yang bersangkutan.

2.2 Sistem Klasifikasi Tanah

Sistem klasifikasi tanah dibuat pada dasarnya untuk memberikan informasi

tentang karakteristik dan sifat-sifat fisis tanah. Karena variasi sifat dan perilaku tanah

yang begitu beragam, sistem klasifikasi secara umum mengelompokan tanah ke

dalam kategori yang umum dimana tanah memiliki kesamaan sifat fisis. Sistem

klasifikasi bukan merupakan sistem identifikasi untuk menentukan sifat-sifat mekanis

dan geoteknis tanah. Karenanya, klasifikasi tanah bukanlah satu-satunya cara yang

digunakan sebagai dasar untuk perencanaan dan perancangan konstruksi. Pada

awalnya, metode klasfikasi yang banyak digunakan adalah pengamatan secara kasat-

mata (visual identification) melalui pengamatan tekstur tanah. Selanjutnya, ukuran

Universitas Sumatera Utara


butiran tanah dan plastisitas digunakan untuk identifikasi jenis tanah. Karakteristik

tersebut digunakan untuk menentukan kelompok klasifikasinya. Sistem klasifikasi

tanah yang umum digunakan untuk mengelompokan tanah adalah Unfied Soil

Clasification System (USCS). Sistem ini didasarkan pada sifat-sifat indek tanah yang

sederhana seperti distribusi ukuran butiran, batas cair dan indek plastisitasnya.

Disamping itu, terdapat sistem lainnya yang juga dapat digunakan dalam identifikasi

tanah seperti yang dibuat oleh American Association of State Highway and

Transportation Officials Classfication (AASHTO), British Soil Classification System

(BSCS), dan United State Department of Agriculture (USDA). Dalam penelitian ini

digunakan klasifikasi tanah berdasarkan USCS dan AASHTO.

2.2.1 Sistem Klasifikasi Tanah Menurut USCS

Klasifikasi tanah sistem ini diajukan pertama kali oleh Casagrande dan

selanjutnya dikembangkan oleh United State Bureau of Reclamation (USBR) dan

United State Army Corps of Engineer (USACE). Kemudian American Society for

Testing and Materials (ASTM) telah memakai USCS sebagai metode standar guna

mengklasifikasikan tanah. Dalam bentuk yang sekarang, sistem ini banyak digunakan

dalam berbagai pekerjaan geoteknik. Dalam USCS seperti pada Gambar 2.1 suatu

tanah diklasifikasikan ke dalam dua kategori utama yaitu:

1. Tanah berbutir kasar (coarse-grained soils) yang terdiri atas kerikil dan pasir

yang mana kurang dari 50% tanah yang lolos saringan No. 200 (F200 < 50).

Simbol kelompok diawali dengan G untuk kerikil (gravel) atau tanah

Universitas Sumatera Utara


berkerikil (gravelly soil) atau S untuk pasir (sand) atau tanah berpasir (sandy

soil).

2. Tanah berbutir halus (fine-grained soils) yang mana lebih dari 50% tanah

lolos saringan No. 200 (F200 ≥ 50). Simbol kelompok diawali dengan M

untuk lanau anorganik (anorganic silt), atau C untuk lempung anorganik

(anorganic clay), atau O untuk lanau dan lempung organik. Simbol Pt

digunakan untuk gambut (peat), dan tanah dengan kandungan organik tinggi

.Simbol lain yang digunakan untuk klasifikasi adalah W untuk gradasi baik

(well graded), P gradasi buruk (poorly graded), L plastisitas rendah (low

plasticity) dan H plastisitas tinggi (high plasticity).

60
- A
50 aris
G
CH
INDEKS PLASTIS

40

30
CL
20
MH & OH
10 CL - ML
ML & OL
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
BATAS CAIR

Gambar.2.1 Grafik plastisitas untuk klasifikasi USCS (Das,194)

Lanau adalah tanah berbutir halus yang mempunyai batas cair dan indeks

plastisitas terletak dibawah garis A dan lempung berada diatas garis A. Lempung

organis adalah pengecualian dari peraturan diatas karena batas cair dan indeks

Universitas Sumatera Utara


plastisitasnnya berada dibawah garis A. Lanau, lempung dan tanah organis dibagi lagi

menjadi batas cair yang rendah (L) dan tinggi (H). Garis pembagi antara batas cair

yang rendah dan tinggi ditentukan pada angka 50 seperti:

1. Kelompok ML dan MH adalah tanah yang diklasifikasikan sebagai lanau pasir,

lanau lempung atau lanau organis dengan plastisitas relatif rendah. Juga

termasuk tanah jenis butiran lepas, tanah yang mengandung mika juga beberapa

jenis lempung kaolinite dan illite.

2. Kelompok CH dan CL terutama adalah lempung organik. Kelompok CH adalah

lempung dengan plastisitas sedang sampai tinggi mencakup lempung gemuk.

Lempung dengan plastisitas rendah yang dikalsifikasikan CL biasanya adalah

lempung kurus, lempung kepasiran atau lempung lanau.

3. Kelompok OL dan OH adalah tanah yang ditunjukkan sifat-sifatnya dengan

adanya bahan organik. Lempung dan lanau organik termasuk dalam kelompok

ini dan mereka mempunyai plastisitas pada kelompok ML dan MH.

2.2.2 Sistem Klasifikasi Tanah AASHTO

Sistem klasifikasi AASHTO berguna untuk menentukan kualitas tanah guna

pekerjaan jalan yaitu lapis dasar (subbase) dan tanah dasar (subgrade). Karena sistem

ini ditujukan untuk pekerjaan jalan tersebut, maka penggunaan sistem ini dalam

prakteknya harus dipertimbangkan terhadap maksud aslinya. Sistem ini membagi

tanah ke dalam 7 kelompok utama yaitu A-1 sampai dengan A-7. Tanah yang

terklasifikasikan dalam kelompok A-1, A-2, dan A-3 merupakan tanah granuler yang

Universitas Sumatera Utara


memiliki partikel yang lolos saringan No. 200 kurang dari 35%. Tanah yang lolos

saringan No. 200 lebih dari 35% diklasifikasikan dalam kelompok A-4, A-5, A-6, dan

A-7. Tanah-tanah dalam kelompok ini biasanya merupakan jenis tanah lanau dan

lempung. Sistem klasifikasi menurut AASHTO disajikan yang mana didasarkan pada

kriteria sebagai berikut:

1. Ukuran partikel

a. Kerikil: fraksi yang lolos saringan ukuran 75 mm (3 in) dan tertahan pada
saringan No. 10.
b. Pasir: fraksi yang lolos saringan No. 10 (2 mm) dan tertahan pada saringan No.
200 (0,075 mm).
c. Lanau dan lempung: fraksi yang lolos saringan No. 200.

2. Plastisitas: tanah berbutir halus digolongkan lanau bila memiliki indek plastisitas,

PI ≤ 10 dan dikategorikan sebagai lempung bila mempunyai indek plastisitas, PI

≥ 11 Gambar 2.2 memberikan grafik plastisitas untuk klasifikasi tanah kelompok

A-2, A-4, A-5, A-6, dan A-7.

Gambar 2.2 Grafik plastisitas untuk klasifikasi tanah sistem AASHTO (Das,1994)

Universitas Sumatera Utara


2.3 Karakteristik Fisik Tanah Lempung Lunak

Menurut Bowles (1989), mineral-mineral pada tanah lempung umumnya

memiliki sifat-sifat:

1. Hidrasi.

Partikel mineral lempung biasanya bermuatan negatif sehingga partikel

lempung hampir selalu mengalami hidrasi, yaitu dikelilingi oleh lapisan-

lapisan molekul air yang disebut sebagai air teradsorbsi. Lapisan ini pada

umumnya mempunyai tebal dua molekul karena itu disebut sebagai lapisan

difusi ganda atau lapisan ganda. Lapisan difusi ganda adalah lapisan yang

dapat menarik molekul air atau kation disekitarnya. Lapisan ini akan hilang

pada temperatur yang lebih tinggi dari 600 sampai 1000C dan akan

mengurangi plasitisitas alamiah, tetapi sebagian air juga dapat menghilang

cukup dengan pengeringan udara saja.

2. Aktivitas.

Hasil pengujian index properties dapat digunakan untuk mengidentifikasi

tanah ekspansif. Hardiyatmo (2006) merujuk pada Skempton (1953)

mendefinisikan aktivitas tanah lempung sebagai perbandingan antara Indeks

Plastisitas (IP) dengan prosentase butiran yang lebih kecil dari 0,002 mm

yang dinotasikan dengan huruf C, disederhanakan dalam persamaan:

(2.1)

Universitas Sumatera Utara


Untuk nilai A>1,25 digolongkan aktif dan sifatnya ekspansif. Nilai A

1,25<A<A<0,75 digolongkan normal sedangkan nilai A<0,75 digolongkan

tidak aktif. Aktivitas juga berhubungan dengan kadar air potensial relatif. Nilai-

nilai khas dari aktivitas dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Aktivitas tanah lempung (Skempton, 1953)

Minerologi tanah lempung Nilai Aktivitas

Kaolinite 0,4 – 0,5

Illite 0,5 – 1,0

montmorillonite 1,0 – 7,0

3. Flokulasi dan Dispersi.

Apabila mineral lempung terkontaminasi dengan substansi yang tidak

mempunyai bentuk tertentu atau tidak berkristal maka daya negatif netto,

ion- ion H+ dari air gaya Van der Waals dan partikel berukuran kecil akan

bersama-sama tertarik dan bersinggungan atau bertabrakan di dalam larutan

tanah dan air. Beberapa partikel yang tertarik akan membentuk flok (flock)

yang berorientasi secara acak atau struktur yang berukuran lebih besar akan

turun dari larutan itu dengan cepatnya membentuk sedimen yang lepas.

Flokulasi adalah peristiwa penggumpalan partikel lempung di dalam larutan

air akibat mineral lempung umumnya mempunyai pH>7. Flokulasi larutan

dapat dinetralisir dengan menambahkan bahan-bahan yang mengandung asam

(ion H+), sedangkan penambahan bahan-bahan alkali akan mempercepat

Universitas Sumatera Utara


flokulasi. Untuk menghindari flokulasi larutan air dapat ditambahkan zat

asam.

4. Pengaruh Zat cair

Fase air yang berada di dalam struktur tanah lempung adalah air yang tidak

murni secara kimiawi. Pada pengujian di laboratorium untuk batas Atterberg,

ASTM menentukan bahwa air suling ditambahkan sesuai dengan keperluan.

Pemakaian air suling yang relatif bebas ion dapat membuat hasil yang cukup

berbeda dari apa yang didapatkan dari tanah di lapangan dengan air yang telah

terkontaminasi.

Air yang berfungsi sebagai penentu sifat plastisitas dari lempung. Satu

molekul air memiliki muatan positif dan muatan negative pada ujung yang

berbeda (dipolar). Fenomena hanya terjadi pada air yang molekulnya dipolar

dan tidak terjadi pada cairan yang tidak dipolar seperti karbon tetrakolrida

(Ccl4) yang jika dicampur lempung tidak akan terjadi apapun.

5. Sifat kembang susut (swelling potensial)

Plastisitas yang tinggi terjadi akibat adanya perubahan syistem tanah dengan

air yang mengakibatkan terganggunya keseimbangan gaya-gaya didalam

struktur tanah. Gaya tarik yang bekerja pada partikel yang berdekatan yang

terdiri dari gaya elektrostatis yang bergantung pada komposisi mineral, serta

gaya van der Walls yang bergantung pada jarak antar permukaan partikel.

Partikel lempung pada umumnya berbentuk pelat pipih dengan permukaan

bermuatan likstik negatif dan ujung-ujungnya bermuatan posistif. Muatan

Universitas Sumatera Utara


negatif ini diseimbangkan oleh kation air tanah yang terikat pada permukaan pelat

oleh suatu gaya listrik. Sistem gaya internal kimia-listrik ini harus dalam keadaan

seimbang antara gaya luar dan hisapan matrik. Apabila susunan kimia air tanah

berubah sebagai akibat adanya perubahan komposisi maupun keluar masuknya air

tanah, keseimbangan gaya–gaya dan jarak antar partikel akan membentuk

keseimbangna baru. Perubahan jarak antar partikel ini disebut sebagai proses

kembang susut.

Tanah-tanah yang banyak mengandung lempung mengalami perubahan

volume ketika kadar air berubah. Perubahan itulah yang membahayakan bagunan.

Tingkat pengembangan secara umum bergantung pada beberapa faktor yaitu:

1. Tipe dan jumlah mineral yang ada di dalam tanah.


2. Kadar air.
3. Susunan tanah.
4. Konsentrasi garam dalam air pori.
5. Sementasi.
6. Adanya bahan organik, dll.

2.3.1 Identifikasi Tanah Lempung Lunak

Menurut Chen (1975), cara-cara yang bisa digunakan untuk mengidentifikasi

tanah ekspansif dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu:

1. Identifikasi mineralogi

2. Cara tidak langsung (indeks tunggal)

Universitas Sumatera Utara


1. Identifikasi minerallogi

Analisa Minerologi sangat berguna untuk mengidentifikasi potensi kembang

susut suatu tanah lempung. Identifikasi dilakukan dengan cara:

- Difraksi sinar X (X-Ray Diffraction).

- Difraksi sinar X (X-Ray Fluorescence)

- Analisi Kimia (Chemical Analysis)

- Mikroskop Elektron (Scanning Electron Microscope).

2. Cara tidak langsung (single index method)

Hasil uji sejumlah indeks dasar tanah dapat digunakan untuk evaluasi berpotensi

ekspansif atau tidak pada suatu contoh tanah. Uji indeks dasar adalah uji batas-

batas Atterberg, linear shrinkage test (uji susut linear), uji mengembang bebas.

Untuk melengkapi data dari contoh tanah yang digunakan dalam penelitian

ini, dilakukan beberapa pengujian pendahuluan. Pengujian tersebut meliputi uji sifat-

sifat fisis tanah.

2.3.1.1 Specific Gravity ( Gs )

Harga secific gravity (Gs) dari butiran tanah sangat berperan penting dalam

bermacam-macam keperluan perhitungan mekanika tanah. Harga-harga itu dapat

ditentukan secara akurat dilaboraturium. Tabel 2.4 menunjukan harga-harga specific

gravity beberapa mineral yang umum terdapat pada tanah.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.2 Specific gravity mineral-mineral penting pada tanah (Das, 1994)
Mineral Specific gravity
Quarts (kwarsa) 2.65
Kaolinite 2.60
Illite 2.80
Montmorillonite - 2.80
Halloysite - 2.55
Potassium feldspar 2.57
Sodium and calcium feldspar 2.62 – 2.76
Chlorite 2.60 – 2.90
Biorite 2.80 – 3.20
Muscovite 2.76 – 3.10
Horn blende 3.00 – 3.47
Limonite 3.60 – 4.00
Olivine 3.27 – 3.37

Sebagian dari mineral – mineral tersebut mempunyai specific gravity berkisar

antara 2,6 sampai dengan 2,9. Specific gravity dari bagian padat tanah pasir yang

berwarna terang, umumnya sebagian besar terdiri dari quartz, dapat diperkirakan

sebesar 2,65 untuk tanah lempung atau berlanau, harga tersebut berkisar antara 2,6 –

2,9 dengan persamaan seperti dibawah ini:

Gs = (2.2)

Nilai-nilai specific grafity untuk berbagai jenis tanah dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Specific gravity tanah (Hardiyatmo, 2006)


Macam tanah Specific Gravity
Kerikil 2,65 – 2,68
Pasir 2,65 – 2,68
Lanau anorganik 2,62 – 2,68
Lanau organik 2,58 – 2,65
Lempung anorganik 2,68 – 2,75
Humus 1,37
Gambut 1,25 – 1,80

Universitas Sumatera Utara


Berat isi dalam tanah didefenisikan sebagai rasio antara berat jenis zat pada

partikel tanah dengan berat isi air seperti yang ditunjukkan pada persamaan:

Gs= (2.3)
Dimana Gs = specific gravity

s = berat volume air pada temperatur 40C (gr/cm3)

w = berat volume butiran padat (gr/cm3)


Wiqoyah (2006), telah melakukan penelitian tentang pengaruh kadar kapur,

waktu perawatan dan perendaman terhadap kuat dukung tanah lempung. Hasil uji

specific gravity (Gs) dengan penambahan 2,5% , 5% dan 7,5% kapur menunjukkan

adanya kecenderungan penurunan nilai specific gravity seiring dengan bertambah

besarnya persentase kapur. Besarnya penurunan maksimum adalah 0,03%.

2.3.1.2 Batas Konsistensi (Atterberg)

Kedudukan fisik tanah berbutir halus pada kadar air tertentu disebut

konsistensi. Menurut Atterberg batas-batas konsistensi tanah berbutir halus

tersebut adalah batas cair, batas plastis, batas susut. Batas konsistensi tanah ini

didasarkan kepada kadar air yaitu:

a. Batas Cair (Liquid Limit)

Batas cair adalah kadar air tanah pada batas antara keadaan cair dan keadaan

plastis. Alat uji batas cair dapat dilihat pada Gambar 2.3 dan kurva penentuan

batas cair dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Atterberg (1990), telah meneliti sifat konsistensi mineral lempung pada

Universitas Sumatera Utara


kadar air yang bervariasi yang dinyatakan dalam batas cair, batas plastis, dan batas
susut.

Gambar 2.4 Skema uji batas cair

Gambar 2.4 Kurva pada penentuan batas cair tanah lempung

Universitas Sumatera Utara


b. Batas Plastis ( Plastic Limit )

Pengertian batas plastisitas adalah sifat tanah dalam keadaan konsistensi, yaitu

cair, plastis, semi padat, atau padat bergantung pada kadar airnya. Kebanyakan dari

tanah lempung atau tanah berbutir halus yang ada dialam dalam keadaan plastis.

Secara umum semakin besar plastisitas tanah, yaitu semakin besar rentang kadar air

daerah plastis maka tanah tersebut akan semakin berkurang kekuatan dan mempunyai

kembang susut yang semakin besar.

Indeks plastisitas adalah selisih batas cair dan batas plastis ( Interval kadar air

pada kondisi tanah masih bersifat plastis ), karena itu menunjukkan sifat keplastisan

tanah.

PI = LL – PL (2.4)

Dimana

PI = Plastis Indeks ( % )

LL = Liquid Limit ( % )

PL = Plastis Limit ( % )

Batasan mengenai indeks plastisitas, sifat, macam tanah, dapat dilihat pada Tabel 2.4

Tabel 2.4 Nilai indeks plastisitas dan macam tanah (Chen, 1975)

PI Sifat Macam tanah


0 Non Plastis Pasir
<7 Plastisitas rendah Lanau
7– 17 Plastisitas sedang Lempung berlanau
>17 Plastisitas tinggi Lempung

Universitas Sumatera Utara


c. Batas Susut (Shrinkage Limit)

Suatu tanah akan mengalami penyusutan bila kadar air secara perlahan–lahan

hilang dari dalam tanah. Dengan hilangnya air terus menerus akan mencapai suatu

tingkat keseimbangan, dimana penambahan kehilangan air tidak akan menyebabkan

perubahan volume tanah.

Batas susut dapat dinyatakan dalam persamaan:

éæ Berat Air ö æ Volume Air öù


SL = êçç ÷÷ - çç ÷÷ú x100% (2.5)
ëè Berat Tanah Kering ø è Berat Tanah Kering øû

Kandungan mineral montmorillonite mempengaruhi nilai batas konsistensi.

Semakin besar kandungan mineral montmorillonite semakin besar batas cair dan

indeks plastisitas serta semakin kecil nilai batas susut dan batas plastisnya

(Hardiyatmo, 2006).

Angka-angka batasan Atterberg untuk bermacam-macam mineral lempung

menurut Mitchell (1976) dapat dilihat pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5 Harga-harga batasan atterberg untuk mineral lempung (Mitchell, 1976)

Mineral Batas Cair Batas Plastis Batas Susut


Monmorrillonite 100 – 900 50 – 100 8,5 – 15
Montronite 37 – 72 19 – 72 -
Illite 60 – 120 35 – 60 15 – 17
Kaolinite 30 – 110 25 – 40 25 – 29
Halloysite 50 – 70 47 – 60 -
Terhidrasi 35 – 55 30 – 45 -
Holloysite 160 – 230 100 – 120 -
Attapulgite 44 – 47 36 – 40 -
Chlorite 200 - 250 130 – 140 -
Allophane

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.5 Variasi volume dan kadar air pada kedudukan batas cair,
batas plastis, dan batas susut

Kadar air dapat mempengaruhi perubahan volume tanah seperti yang terlihat

dalam Gambar 2.5 diatas. Hal tersebut juga dapat mempengaruhi jenis tanahnya

seperti tanah kohesif ataupun non kohesif. Kesimpulan adalah tanah kohesif seperti

lempung memiliki perbedaan dengan tanah non kohesif seperti pasir. Perbedaan

tersebut adalah:

1. Tahanan friksi tanah kohesif < tanah non kohesif.

2. Kohesi Lempung > tanah granular.

3. Permeability lempung < tanah berpasir.

4. Pengaliran air pada lempung lebih lambat dibandingkan pada tanah berpasir.

5. Perubahan volum pada lempung lebih lambat dibandingkan pada tanah

granular.

Universitas Sumatera Utara


2.4 Struktur Komposisi Mineral Lempung

Mineral lempung merupakan pelapukan akibat reaksi kimia yang

menghasilkan susunan kelompok partikel berukuran koloid dengan diameter butiran

lebih kecil dari 0,002 mm. Menurut Holtz & Kovacs (1981) satuan struktur dasar

dari mineral lempung terdiri dari Silica Tetrahedron dan Alumina Oktahedron.

Satuan-satuan dasar tersebut bersatu membentuk struktur lembaran . Jenis-jenis

mineral lempung tergantung dari kombinasi susunan satuan struktur dasar atau

tumpukan lembaran serta macam ikatan antara masing-masing lembaran.

Susunan pada kebanyakan tanah lempung terdiri dari silika tetrahedra dan

alumunium okthedra (Gambar 2-7). Silika Tetrahedron pada dasarnya merupakan

kombinasi dari satuan Silika Tetrahedron yang terdiri dari satu atom silicon yang

dikelilingi pada sudutnya oleh empat buah atom Oksigen. Sedangkan Aluminium

Oktahedron merupakan kombinasi dari satuan yang terdiri dari satu atom Alumina

yang dikelilingi oleh atom Hidroksil pada keenam sisinya.

Silika dan aluminium secara parsial dapat digantikan oleh elemen yang lain

dalam kesatuannya, keadaan ini dikenal sebagai substansi isomorf. Kombinasi dari

susunan kesatuan dalam bentuk susunan lempeng terbentuk oleh kombinasi

tumpukan dari susunan lempeng dasarnya dengan bentuk yang berbeda-beda.

Kaolinite merupakan mineral dari kelompok kaolin, terdiri dari susunan

satu lembaran silika tetrahedra dengan lembaran aluminium oktahedra, dengan satuan

susunan setebal 7,2 Å (Gambar 2-7a). Kedua lembaran terikat bersama-sama,

sedemikian rupa sehingga ujung dari lembaran silika dan satu dari lepisan lembaran

Universitas Sumatera Utara


oktahedra membentuk sebuah lapisan tunggal. Dalam kombinasi lembaran silika dan

aluminium, keduanya terikat oleh ikatan hidrogen (Gambar 2-7b). Pada keadaan

tertentu, partikel kaolinite mungkin lebih dari seratus tumpukan yang sukar

dipisahkan. Karena itu, mineral ini stabil dan air tidak dapat masuk di antara

lempengannya untuk menghasilkan pengembangan atau penyusutan pada sel

satuannya.

lembaran alumnium

silika tetrahedra
aluminium oktahedra

lembaran silika
silikon alumninium
oksigen hidroksil
(a) (b)

Gambar 2.6 Mineral - mineral lempung

silika OH OH OH
OH OH
aluminium
silika
aluminium
7,2 A
silika oksigen
aluminium
OH OH hidroksil
silika
aluminium aluminium
silikon
OH OH OH
OH OH
(a) (b)

Gambar 2.7 (a) Diagram skematik struktur kaolinite (Lambe, 1953)

(b) Struktur atom kaolinite (Grim, 1959)

Universitas Sumatera Utara


Halloysite, hampir sama dengan kaolinite, tetapi kesatuan yang berturutan

lebih acak ikatannya dan dapat dipisahkan oleh lapisan tunggal molekul air. Jika

lapisan tunggal air menghilang oleh karena proses penguapan, mineral ini akan

berkelakuan lain. Maka, sifat tanah berbutir halus yang mengandung halloysite akan

berubah secara tajam jika tanah dipanasi sampai menghilangkan lapisan tunggal

molekul airnya. Sifat khusus lainnya adalah bahwa bentuk partikelnya menyerupai

silinder-silinder memanjang, tidak seperti kaolinite yang berbentuk pelat-pelat.

Montmorillonite, disebut juga dengan smectit, adalah mineral yang dibentuk

oleh dua buah lembaran silika dan satu lembaran aluminium (gibbsite) (Gambar

2.8a). lembaran oktahedra terletak di antara dua lembaran silika dengan ujung

tetrahedra tercampur dengan hidroksil dari lembaran oktahedra untuk membentuk

satu lapisan tunggal (Gambar 2.8b). Dalam lembaran oktahedra terdapat substitusi

parsial aluminium oleh magnesium. Karena adanya gaya ikatan van der Waals yang

lemah di antara ujung lembaran silica dan terdapat kekurangan muatan negatif dalam

lembaran oktahedra, air dan ion-ion yang berpindah-pindah dapat masuk dan

memisahkan lapisannya. Jadi, kristal montmorillonite sangat kecil, tapi pada waktu

tertentu mempunyai gaya tarik yang kuat terhadap air. Tanah-tanah yang

mengandung montmorillonite sangat mudah mengembang oleh tambahan kadar air,

yang selanjutnya tekanan pengembangannya dapat merusak struktur ringan dan

perkerasan jalan raya.

Universitas Sumatera Utara


silika

silika OH

aluminium
silika

OH
silika OH

aluminium
oksigen
OH hidroksil
silika
Lapisan-lapisan nH2O dan kation-kation yang dapat bertukar aluminium, besi
aluminium magnesium
silika
silika. kadang-kadang
aluminium
silika

(a) (b)

Gambar 2.8 (a) Diagram skematik struktur montmorrilonite (Lambe, 1953)


(b) Struktur atom montmorrilonite (Grim, 1959)

Illite adalah bentuk mineral lempung yang terdiri dari mineral-mineral

kelompok illite. Bentuk susunan dasarnya terdiri dari sebuah lembaran

aluminium oktahedra yang terikat di antara dua lembaran silika tetrahedra.

Dalam lembaran oktahedra, terdapat substitusi parsial aluminium oleh

magnesium dan besi, dan dalam lembaran tetrahedra terdapat pula substitusi

silikon oleh aluminium (Gambar 2-9). Lembaran-lembaran terikat besama-

sama oleh ikatan lemah ion-ion kalium yang terdapat di antara lembaran-

lembarannya. Ikatan-ikatan dengan ion kalium (K+) lebih lemah daripada

ikatan hidrogen yang mengikat satuan kristal kaolinite, tapi sangat lebih kuat

daripada ikatan ionik yang membentuk kristal montmorillonite. Susunan Illite

tidak mengembang oleh gerakan air di antara lembaran-lembarannya.

Universitas Sumatera Utara


silika
K
silika
aluminium
silika
K ion kalium
silika
o
10 A aluminium

K
silika
aluminium
silika
K
silika

Gambar 2.9 Diagram skematik struktur illite (Lambe, 1953).

Air biasanya tidak banyak mempengaruhi kelakuan tanah nonkohesif.

Sebagai contoh, kuat geser tanah pasir mendekati sama pada kondisi kering

maupun jenuh air. Tetapi, jika air berada pada lapisan pasir yang tidak padat,

beban dinamis seperti gempa bumi dan getaran lainnya sangat mempengaruhi

kuat gesernya. Sebaliknya, tanah butiran halus khususnya tanah lempung akan

banyak dipengaruhi oleh air. Karena pada tanah berbutir halus, luas

permukaan spesifik menjadi lebih besar, variasi kadar air akan mempengaruhi

plastisitas tanahnya. Distribusi ukuran butiran jarang-jarang sebagai faktor

yang mempengaruhi kelakuan tanah butiran halus. Batas-batas Atterberg

digunakan untuk keperluan identifikasi tanah ini.

Universitas Sumatera Utara


2.5 Interaksi Air dan Mineral Dalam Fenomena Tanah Lempung

Permukaan mineral lempung tanah biasanya mengandung muatan elektro

negatif yang memungkinkan terjadinya reaksi pertukaran kation, muatan ini

merupakan hasil satu atau beberapa lebih dari reaksi yang berbeda.

Tabel 2.6 Kisaran kapasitas tukar kation (Chen, 1975)


Kaolinite Illite Montmorillonite
Particle thickness (0,-52) µm (0,003-0,1) µm >9,5 A0
Particle diameter (0,5-4) µm (0,5-10) µm (0,05-10) µm
Specific surface (sq. m/gram) 10-20 65-180 50-840
Cation exchange capacity
(millequivalents per 100 g) 3-15 10-40 70-80
Keterangan : 1 A0 (Angstrom) = 1 x 10-10m=0,1 µm

Pada mineral lempung kering, muatan negatif pada permukaan akan

dinegralkan oleh kation-kation lain yang mengelilingi partikel tersebut secara

exchange able cation akibat adanya perbedaan kekuatan muatan dan gaya tarik-

menarik elektrostatik Van der Waals. Karenanya perbedaan kekuatan muatan

dimungkinkan antar yang ada di sekeliling partikel lempung bisa saling mendesak

posisi atau bertukar.

Kemampuan mendesak dari kation-kation dapat dilihat dari besarnya potensi

mendesak sesuai urutan berikut:

Al3+>Ca2+>Mg2+≥NH4+>K+>H+>Na+Li+

Kation Li+ tidak dapat mendesak kation lain yang berada dikirinya (Kim. H. Tan,

1982).

Universitas Sumatera Utara


Molekul air merupakan molekul dipolar karena atom Hidrogen tidak tersusun

simetris disekitar atom oksigen, melainkan membentuk sudut ikatan 105o akibatnya

molekul-molekul air berperilaku seperti batang-batang kecil yang mempunyai muatan

positif disatu sisi dan muatan negatif disisi lain.

Interaksi antara molekul-molekul air dengan partikel lempung dapat melalui

tiga proses. Pertama, kutub positif molekul dipolar air akan saling menarik dengan

muatan negatif permukaan partikel lempung. Kedua, molekul air diikat oleh partikel

lempung melalui ikatan Hidrogen (Hidrogen air ditarik oksigen atau hidroksil lain

yang ada pada permukaan partikel lempung). Proses ketiga, penarikan molekul air

oleh muatan negatif permukaan lempung secara berantai melalui kation yang

mengapung dalam larutan air. Faktor paling dominan adalah proses ikatan hidrogen.

Menurut Mitchell (1976) molekul air dekat permukaan akan memiliki sifat

kelistrikan dan termodinamika yang berbeda dengan molekul air bebas yang sangat

jauh dari daerah ikatan. Jumlah molekul air yang berinteraksi dengan permukaan

lempung akan sangat dipengaruhi oleh jenis mineral yang ada yaitu pada nilai luasan

permukaan spesifiknya (specific surface). Luas permukaan lempung merupakan

faktor utama yang mempengaruhi besarnya molekul air yang ditarik untuk

membentuk lapisan Rangkap (Diffuse Double Layer). Fenomena ini

mengidentifikasikan kemampuan mineral lempung menarik molekul air atau

menunjukkan kapasitas perilaku plastis tanah lempung.

Universitas Sumatera Utara


2.6 Stabilisasi Tanah

2.6.1 Modifikasi Tanah

Istilah modifikasi digunakan untuk menggambarkan suatu proses stabilisasi

yang hanya ditujukan untuk perbaikan sifat-sifat tanah, tapi tidak ditujukan untuk

menambah kekuatan maupun keawetan tanah. Tujuan dilakukan modifikasi tanah

dasar adalah untuk menciptakan landasan kerja bagi alat berat, dengan tanpa

memperhatikan pengaruh modifikasi tanah tersebut terhadap hitungan perancangan

perkerasan. Walaupun sebenarnya modifikasi tanah juga menunjukkan proses

stabilisasi, namun tujuan utamanya lebih mengarah untuk perbaikan sifat-sifat teknis

tanah, misalnya mereduksi plastisitas, mempertinggi kemudahan dikerjakan dan

mengurangi potensi pengembangan.

2.6.2 Stabilisasi Tanah Lempung

Maksud dari stabilisasi tanah adalah untuk menambah kapasitas dukung tanah

dan kenaikan kekuatan yang akan diperhitungkan pada proses perancangan tebal

perkerasan. Karena itu, stabilisasi tanah membutuhkan metode perancangan dan

pelaksanaan yang lebih teliti dibandingkan dengan modifikasi tanah.

Banyak material tanah di lapangan tidak dapat digunakan sebagai bahan dasar

dalam pengerjaan konstruksi. Kondisi material tanah yang tidak memenuhi syarat ini

dapat diperbaiki sifat teknisnya sehingga kekuatannya meningkat. Memperbaiki sifat-

sifat tanah dapat dilakukan dengan cara, yaitu cara pemadatan (secara teknis),

Universitas Sumatera Utara


mencampur dengan tanah lain, mencampur dengan semen, kapur atau belerang

(secara kimiawi), pemanasan dengan temperatur tinggi, dan lain sebagainya.

Usaha-usaha stabilisasi tanah telah lama dilakukan penelitian dan pelaksanaan

baik secara tradisional maupun dengan beberapa teknologi. Stabilisasi tanah biasanya

dilakukan untuk perbaikan lapisan tanah lantai kerja, badan jalan, bendungan,

konstruksi timbunan dan sebagainya.

Prinsip usaha stabilisasi tanah ialah menambah kekuatan lapisan tanah

sehingga bahaya keruntuhan diperkecil. Peningkatan kekuatan ini dikaji dari

perubahan tegangan. Menurut Ingels dan Metcalf (1972), sifat-sifat tanah yang

diperbaiki dengan stabilisasi dapat meliputi : kestabilan volume, kekuatan/daya

dukung, permeabilitas, dan kekekalan/keawetan. Dan menurut Ingles dan Metcalf

(1972) stabilisasi kapur dapat mengubah tanah menjadi gumpalan-gumpalan partikel.

Banyaknya kapur yang digunakan berkisar antara 5-10%, yang menghasilkan

konsentrasi ion kalsium lebih besar dari yang diperlukan sebenarnya.

Sedangkan pada penelitian ini pada abu cangkang sawit terdapat unsur CaO

yang kadar kapurnya sebesar 1,54%, sedangkan pencampuran lempung dan abu

cangkang sawit memiliki kadar CaO sebesar 1,74% ini menunjukkan kenaikan yang

hanya sedikit sekitar 20%.

Metode atau cara memperbaiki sifat-sifat tanah ini juga sangat bergantung

pada lama waktu pemeraman, hal ini disebabkan karena didalam proses perbaikan

sifat-sifat tanah terjadi proses kimia yang dimana memerlukan waktu untuk zat kimia

yang ada didalam aditif untuk bereaksi. Pada penelitian ini peneliti mencoba

Universitas Sumatera Utara


melakukan stabilisasi tanah dengan menggunakan bahan aditif yaitu abu cangkang

sawit dimana komposisi kimia yang terkandung dalam abu cangkang sawit salah

satunya silika (SiO2) yang merupakan unsure pembentuk utama dalam pembuatan

semen. Hasil penelitian unsur kimia yang terdapat didalam tanah lempung dapat

dilihat pada Tabel 2.7.

Tabel 2.7 Komposisi unsur kimia pada tanah lempung


(Lab kimia FMIPA USU,2011)

Unsur/senyawa Lempung (%)


Silica (SiO2) 75,40
Kalsium Oksida (CaO) 0,70
Magnesium Oksida (MgO) 0,71
Besi Oksida (Fe2O3) 0,01
Aluminium Karbonat (Al2O3) 14,10

2.7 Limbah Pengolahan Kelapa Sawit

Luas area kelapa sawit dan produksi minyak sawit mentah CPO (Crude Palm

Oil), di Indonesia berkembang dengan sangat pesat. Data luas area kelapa sawit dan

produksi CPO di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 2.10.

Gambar 2.10 Data luas area kepala sawit dan produksi CPO Indonesia dari
Dirjenbun.

Universitas Sumatera Utara


Pohon kelapa sawit menghasilkan buah sawit yang terkumpul di dalam satu

tandan, oleh karena itu sering disebut dengan istilah TBS (Tandan Buah Segar). Sawit

yang sudah berproduksi optimal dapat menghasilkan TBS dengan berat antara 15-30

kg/tandan. Tandan-tandan inilah yang kemudian diangkut ke pabrik untuk diolah

lebih lanjut menghasilkan minyak sawit. Produksi utama pabrik sawit adalah CPO

dan minyak inti sawit. CPO diekstrak dari sabutnya (fiber), yaitu bagian antara kulit

dengan cangkangnya. Sedangkan dari daging buahnya akan menghasilkan minyak

inti sawit. Varietas sawit dengan kulit tebal banyak dicari orang, karena buah sawit

seperti ini yang rendaman minyaknya tinggi. Gambar pengolahan sawit di pabrik

kelapa sawit kurang lebih seperti pada Gambar 2.11.

Gambar 2.11 Pengolahan kelapa sawit

Neraca pengolahan sawit di pabrik kelapa sawit kurang lebih seperti gambar

neraca massa di bawah ini. Dari setiap ton TBS yang diolah dapat menghasilkan

140 – 200 kg CPO. Selain CPO pengolahan ini juga menghasilkan limbah/produk

Universitas Sumatera Utara


samping, antara lain : limbah cair (POME = Palm Oil Mill Effluent), cangkang sawit,

fiber/serat, dan tandan kosong kelapa sawit.

Perkembangan industri sawit yang terus meningkat akan berdampak pada

limbah padat yang dihasilkan dari pengolahan tandan buah segar (TBS). Limbah ini

adalah sisa produksi minyak sawit kasar berupa tandan kosong, sabut/serat dan

cangkang sawit. Limbah padat berupa cangkang dan serat digunakan sebagai bahan

bakar ketel (boiler) untuk menghasilkan energy mekanik dan panas. Uap dari boiler

dimanfaatkan untuk menghasilkan energy listrik dan untuk merebus TBS sebelum

diolah di dalam pabrik, seperti yang terlihat pada Gambar 2.12.

Gambar 2.12 Penggunaan cangkang dan fiber sawit sebagai bahan bakar pada boiler

Masalah yang kemudian timbul adalah sisa dari pembakaran pada ketel (boiler)

berupa abu dengan jumlah yang terus meningkat sepanjang tahun yang sampai

sekarang masih belum termanfaatkan. Ternyata limbah abu cangkang sawit banyak

mengandung unsur silika (SiO2) yang merupakan bahan pozzolanic.

(http://isroi.wordpress.com/2009/06/19/limbah-pabrik -kelapa-sawit/ , diakses pada

16/12/2010)

Universitas Sumatera Utara


2.7.1. Pemanfaatan Abu Cangkang Sawit

Abu cangkang sawit merupakan bahan pozzolanic, yaitu material utama

pembentuk semen, yang mengandung senyawa silika oksida (SiO2) aktif yang

apabila bereaksi dengan kapur bebas atau kalsium hidroksida (Ca(OH2) dan air akan

membentuk material semen yaitu kalsium silikat hidrat (C – S – H).

Gambar 2.13 Abu cangkang sawit yang menggunung di pabrik kelapa sawit sisa dari
pembakaran cangkang dan serat kelapa sawit di dalam dapur atau
tungku pembakaran (boiler).

Selain itu, abu cangkang sawit tersebut juga mengandung kation anorganik

seperti kalium, natrium. Berdasarkan pengamatan secara visual, abu cangkang sawit

memiliki berbagai karakteristik diantaranya, bentuk partikel abu-abu tidak beraturan,

ada yang memiliki butiran bulat panjang dan bersegi dengan ukuran butiran 0 – 2,3

mm serta memiliki warna abu-abu kehitaman seperti yang terlihat pada Gambar 2.13

diatas.

Universitas Sumatera Utara


(http://sipilholic.blogspot.com/abu%20sawit/abu-sawit-perekat-alternatif-dalam.html

diakses pada 16/12/2010)

Aplikasi dalam ilmu teknik, abu cangkang sawit dimanfaatkan sebagai bahan

tambahan pengeras semen dalam desain beton mutu tinggi, bahan pengisaph dalam

lapisan perkerasan jalan raya, bahan stabilisator campuran tanah lempung dan tanah

dasar pada lapisan jalan raya.

Hasil penelitian unsur kimia yang terdapat didalam abu cangkang sawit pada

penelitian yang dilakukan di FMIPA Kimia USU dapat dilihat pada Tabel 2.8.

Tabel 2.8 Komposisi unsur kimia abu cangkang sawit


(Labkimia FMIPA USU, 2011)

Unsur/Senyawa Abu Cangkang Sawit (%)


Silica (SiO2) 67,40
Kalsium Oksida (CaO) 1,54
Magnesium Oksida (MgO) 3,02
Besi Oksida (Fe2O3) 0,01
Aluminium Karbonat (Al2O3) 10,01

2.7.2 Material Alternatif Abu Cangkang Sawit

Pabrik pengolahan minyak sawit Bakrie Plantations yang terletak didaerah

Kisaran dengan kapasitas produksi sebesar 42 Ton/jam atau 504 Ton/hari dengan

jumlah jam kerja pabrik 12 jam, maka pabrik kelapa sawit memproduksi 500 ton

TBS/hari menghasilkan 30.000 kg cangkang kelapa sawit dan 60.000 kg fiber/sabut

kelapa sawit.

Universitas Sumatera Utara


Pada penelitian ini stabilitator menggunakan abu cangkang sawit yang terdiri

dari cangkang dan fiber yang digunakan sebagai bahan bakar ketel, sebagai limbah

yang dihasilkannya berupa abu cangkang sawit, dapat kita lihat pada Tabel 2.9.

Tabel 2.9 Data pemakaian fiber dan cangkang (Kisaran Palm Oil Mill, 2010)

TBS diolah Cangkang dan fiber yang Cangkang dan fiber setelah
dihasilkan pembakaran
TBS (Kg) Cangkang Fiber Total Total
500400 (Kg) (Kg) (Kg) (Kg)
30.000 60.000 90.000 4.500

Dari jumlah total cangkang dan fiber yang dihasilkan dari produksi TBS dapat

diketahui jumlah abu cangkang sawit setelah pembakaran yaitu:

% ACS = x 100% = 5%

Tabel diatas adalah hasil survey 1 Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit yang ada di

Sumatera Utara tepatnya, pada Pabrik Pengolahan Kepala Sawit Bakrie Plantation

yang terletak di Kisaran Sumatera Utara, ketersedian abu cangkang sawit sebagai

berikut:

Untuk 1 hari produksi, dari 504 ton/hari dapat menghasilkan abu cangkang

sawit ± 4.500 kg/hari atau 5% ACS dari 504 Ton TBS.

Untuk 30 hari ± 4.500 kg x 30 = 135.000 kg abu cangkang sawit/bulan atau

135 Ton/bulan.

Hal ini bisa diakumulasi dari jumlah pabrik pengolahan kelapa sawit yang ada di

seluruh Indonesia khususnya area Sumatera Utara. Tabel 2.10 menunjukkan jumlah

Pabrik dan Kapasitas Pengolahan Kelapa Sawit di Indonesia pada Tahun 1998.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.10 Jumlah pabrik dan kapasitas PKS di Indonesia pada Tahun 1998

No Propinsi Jumlah Pabrik Kapasitas TON TBS/jam


1 D.I Aceh 13 380
2 Sumatera Utara 80 3071
3 Sumatera Barat 7 295
4 Riau 44 2017
5 Jambi 9 375
6 Sumatera Selatan 13 501
7 Bengkulu 7 230
8 Lampung 4 125
9 Jawa Barat 2 60
10 Kalimantan Barat 10 430
11 Kalimantan Tengah 3 90
12 Kalimantan Selatan 3 110
13 Kalimantan Timur 3 130
14 Sulawesi Tengah 1 30
15 Sulawesi Selatan 4 150
16 Irian Jaya 2 80
INDONESIA 205 8074
Sumber : Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2004

Berikut adalah tabulasi mengenai produksi TBS perkebunan kelapa sawit di

Indonesia berdasarkan pengusahaannya pada kurun waktu 1998-2006 seperti pada

Tabel 2.11.

Tabel 2.11 Produksi TBS perkebunan kelapa sawit di Indonesia.

Produksi TBS (Ton)


Tahun Perkebunan Perkebunan Perkebunan Total Nasional
Rakyat Besar Negara Besar Swasta
1998 1.344.569 1.501.747 3.084.099 5.930.415
1999 1.547.881 1.468.949 3.438.830 6.455.660
2000 1.905.653 1.460.954 3.633.901 7.000.508
2001 2.798.032 1.519.289 4.079.151 8.396.472
2002 3.426.739 1.607.734 4.587.871 93922.344
2003 3.517.324 1.750.651 5.172.859 10.440.824
2004 3.745.264 2.031.130 6.466.132 12.224.526
2005 3.873.677 2.158.684 7.079.579 13.111.940
2006 4.189.000 2.343.000 7.668.000 14.200.000
Sumber : Balai Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 2007

Universitas Sumatera Utara


Sumatera Utara merupakan salah satu pusat perkebunan kelapa sawit di

Indonesia. Luas perkebunan kelapa sawit rakyat di Sumatera Utara pada tahun 2007

sebesar 372.153 Ha dengan produksi 4.8951.830 ton TBS kelapa sawit. Kabupaten

Labuhan Batu merupakan pusat perkebunan kelapa sawit rakyat di Sumatera Utara.

Didaerah ini terdapat 132.670 Ha kebun sawit rakyat atau 35,65% dari seluruh

perkebunan kelapa sawit rakyat di Sumatera Utara seperti disajikan dalam Tabel 2.12.

Tabel 2.12 Produksi TBS perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara 2004-2007

No Propinsi Luas Tanaman(Ha) ProduksiTBS(Ton)

1 Nias - -
2 Mandailing Natal 14.075 176.353
3 Tapanuli Selatan 67.572 827.320
4 Tapanuli Tengah 2.259 24.140
5 Tapanuli Utara 38 4
6 Toba Samosir 769 11.243
7 Labuhan Batu 132.670 1.703.156
8 Asahan 60.997 797.129
9 Simalungun 25.748 490.304
10 Dairi 133 739
11 Karo 1.197 16.661
12 Deli Serdang 13.860 177.267
13 Langkat 41.424 534.762
14 Nias Selatan - -
15 Humbang Hasundutan 396 325
16 Pakpak Barat 1.508 12.648
17 Samosir 9.505 123.774
18 Serdang Bedagai - -
19 Batubara - -
20 Padang Lawas Utara - -

Total 2007 372.153 4.895.830


2006 363.095 4.486.478
2005 314.213 4.167.262
2004 243.100 3.132.124
Sumber : Balai Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 2007.

Universitas Sumatera Utara


Dari data perkebunan dan pabrik pengolahan kelapa sawit dapat dilihat jumlah

tandan buah segar (TBS) yang begitu besar maka dapat ditentukan pula jumlah abu

cangkang sawit yang tersedia dari jumlah TBS yang diproduksi dimulai dari jumlah

TBS yang akan diolah kemudian jumlah cangkang dan fiber hasil pengolahan TBS

lalu dapat dilihat jumlah abu cangkang sawit hasil pembakaran cangkang dan fiber

sebagai bahan bakar ketel perebusan tandan buah segar (TBS).

Ketersediaan material alternatif sebagai bahan stabilisasi yang ada saat ini

dirasa cukup karena didalam penggunaannya juga akan dicampur dengan tanah

lempung yang rusak, penggunaannya juga berdasarkan persentase berat tanah yang

akan distabilisasi.

2.8 Stabilisasi Tanah Lempung Dengan Abu Cangkang Sawit

Stabilisasi tanah terhadap kuat geser maupun kuat tekan adalah suatu usaha

yang selalu dilakukan untuk meningkatkan ketahanan tanah terhadap tegangan tekan

maupun tegangan geser. Sehingga, sampai saat ini stabilisasi tanah merupakan kajian

yang menarik untuk diteliti baik metodenya mapun bahan-bahan yang dipakai untuk

stabilisasi tanah tersebut. Bahan-bahan yang digunakan selama ini antara lain :

GEOSTA yang masih diimpor dan harganya relatif mahal, abu terbang, yang dahulu

merupakan limbah saat ini dimanfaatkan untuk pozzolan pada adukan beton maupun

untuk stabilisasi tanah, sehingga nilai ekonomisnya menjadi tinggi. Dan masih

banyak contoh lain yang pada umumnya harganya sudah cukup mahal. Dalam

penelitian ini akan dicari bahan alternatif untuk stabilisasi tanah dengan limbah

Universitas Sumatera Utara


kelapa sawit tidak terpakai berupa abu cangkang sawit. Ketersediaan abu cangkang

sawit memungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai material konstruksi bangunan.

Pada prinsipnya yang dimaksudkan dengan stabilisasi cangkang sawit adalah

mencampurkan secara langsung antara abu cangkang sawit dan tanah yang telah

dihancurkan, kemudian menambahkannya dengan air dan kemudian dipadatkan. Dari

hasil campuran tersebut diharapkan dapat menghasilkan tanah yang memiliki sifat

atau karakteristik teknis yang lebih baik dibandingkan sebelumnya.

Hasil penelitian unsur kimia yang terdapat didalam tanah lempung dicampur

dengan abu cangkang sawit dapat dilihat pada Tabel 2.13.

Tabel 2.13 Komposisi unsur kimia tanah lempung dicampur dengan abu
cangkang sawit (Labkimia FMIPA USU, 2011)

Unsur/Senyawa Abu Cangkang Sawit (%)

Silica (SiO2) 87,60


Kalsium Oksida (CaO) 1,75
Magnesium Oksida (MgO) 3,14
Besi Oksida (Fe2O3) 0,02
Aluminium Karbonat (Al2O3) 17,10

2.8.1 Proses Kimia Pada Stabilisasi Tanah

Menurut Bowless (1984), dalam bukunya Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis

(Mekanika Tanah) stabilisasi tanah dalam realisasinya terdiri dari salah satu atau

gabungan pekerjaan-pekerjaan sebagai berikut:

1. Mekanis, stabilisasi dengan berbagai macam alat mekanisme seperti mesin

gilas, benda-benda berat yang dijatuhkan (pounder), peledakan dengan alat

peledak, tekanan statis, pembekuan, pemanasan, dll.

Universitas Sumatera Utara


2. Bahan pencampur/tambahan (aditif) seperti: kerikil untuk kohesif (lempung),

lempung untuk tanah berbutir kasar, pencampur kimiawi (semen portland,

gamping/kapur, abu batu bara, semen aspal, dll).

Reaksi kimia yang terjadi pada stabilisasi tanah dengan abu cangkang sawit adalah:

a. Absorbsi Air dan reaksi pertukaran ion

b. Reaksi pembentukan silikat

c. Reaksi pozzolan.

a. Absorbsi air, reaksi eksotermis dan reaksi ekspansif.

1. Silika (SiO2).

Tahapan proses kimia pada stabilisasi tanah menggunakan Abu Cangkang sawit

yang banyak mengandung silika adalah sebagai berikut:

SiO2 + H2O Adsorbsi

Reaksi antara SiO2 bukan merupakan reaksi kimia, SiO2 terhadap air

menyebabkan adsorpsi fisika dimana molekul air akan terperangkap pada pori-

pori SiO2. Dimana setelah molekul air terperangkap di dalam pori-pori SiO2,

pori-pori SiO2 akan tertutup rapat dan molekul air akan terikat didalamnya, hal

ini mengakibatkankan tanah lempung akan menjadi kering dan keras.

2. Alumunium Oksida (Al2O3).

Tahapan proses kimia pada stabilisasi tanah menggunakan abu cangkang sawit

yang terdapat senyawa alumunium oksida didalam kandungan abu cangkang

sawit dan tanah lempung adalah sama dengan proses kimia yang terjadi pada

Universitas Sumatera Utara


unsur silika bahwa alumunium (Al2O3) tidak dapat bereaksi dengan air secara

kimia karena tidak ada reaksi atau senyawa baru yang dihasilkan akibat

alummunium bereaksi dengan air.

Al2O3 + H2O tidak ada reaksi Kimia

3. Besi (Fe2O3).

Tahapan proses kimia pada stabilisasi tanah menggunakan besi adalah sebagai

berikut:

Bila Besi dicampurkan pada tanah yang ada kandungan airnya akan terjadi

reaksi sebagai berikut:

Fe2O3 + H2O 2Fe(OH)3

Bereaksinya antara besi dan air akan terjadi pengendapan berupa karat besi dan

larutan tersebut berwarna coklat kemerahan. Adanya karat besi didalam tanah

akan mengakibatkankan rongga udara didalam tanah akan semakin kecil dan

pori-pori didalam tanah lempung semakin padat sehingga kekuatan tanah akan

meningkat.

4. Calsium Oksida (CaO)

Tahapan proses kimia pada stabilisasi tanah menggunakan besi adalah sebagai

berikut:

Bila CaO dicampurkan pada tanah yang ada kandungan airnya akan terjadi

reaksi sebagai berikut:

CaO + H2O Ca(OH)2 + Panas

Universitas Sumatera Utara


Bereaksinya antara air dengan kapur akan menimbulkan panas dan pada saat

yang bersamaan, volume kapur menjadi lebih besar dari pada volume asalnya

sehingga menyebabkan turunnya kandungan air didalam tanah.

5. Magnesium Oksida (MgO)

Tahapan proses kimia pada stabilisasi tanah menggunakan besi adalah sebagai

berikut:

Bila Magnesium dicampurkan pada tanah yang ada kandungan airnya, akan

terjadi reaksi sebagai berikut:

MgO + H2O Mg(OH)2 + Panas

Bereaksinya antara air dengan Magnesium akan menimbulkan panas dan pada

saat yang bersamaan, volume kapur menjadi lebih besar dari pada volume

asalnya sehingga menyebabkan turunnya kandungan air didalam tanah.

b. Reaksi pertukaran ion

Butiran lempung dalam kandungan yang berbentuk halus dan bermuatan

negatif. Ion positif seperti ion hydrogen (H+), ion sodium (Na+), dan ion kalium

(K+), serta air yang berpolarisasi, semuanya melekat pada permukaan butiran

lempung. Jika unsur kimia seperti Fe2O3, CaO dan MgO ditambahkan pada

tanah dengan kondisi seperti diatas, maka pertukaran ion segera terjadi, dan ion

yang berasal dari larutan Fe2O3, CaO dan MgO diserap oleh permukaan butiran

lempung. Jadi, permukaan butiran lempung tadi kehilangan kekuatan tolaknya

Universitas Sumatera Utara


(repulsion force), dan terjadilah kohesi pada butiran itu sehingga berakibat

kenaikan kekuatan konsistensi tanah tersebut.

c. Reaksi Pozzolan

Apabila kapur dengan mineral lempung atau dengan mineral halus lainnya atau

dengan komponen pozzolan seperti silika hidrat (hydrous silica) bereaksi, maka

akan membentuk suatu gel yang kuat dan keras yaitu kalsium silikat yang

mengikat butir-butir atau partikel tanah (Diamond & Kinter, 1965 dalam Ingles

dan Metcalf, 1972). Gel silica bereaksi dengan segera melapisi dan mengikat

partikel lempung dan menutup pori-pori tanah. Mekanisme reaksi yang terjadi

Na2O.Al2O3(SiO2)4H2O+CaO.H2O Na2O.H2O+CaO.Al2O3(SiO2)4H2 (2.6)

Na2OH2O+CaOAl2O3(SiO2)4H2O Na2O(SiO2)+2SiO2H2O+CaOAl2O3(2.7)

Reaksi pozzolanisasi menghasilkan kristal Ca(SiO3) yang bersifat mengikat

butiran lempung dengan butiran lempung serta butiran lempung dengan

Ca(SiO3). Untuk mencapai kekuatan penuh proses pozzolanisasi dapat terjadi

dalam beberapa tahun. Reaksi pozzolanisasi (Wijaya, 1994 dalam Sujatmaka

1998) sebagai:

SiO2 + CaOH2+ H2O → Ca(SiO3) + 2 H2O (2.8)

2.8 Pengujian Pemadatan Tanah (Proctor Standar) ASTM D 689

Menurut Bowles (1989) keuntungan yang diperoleh dengan melakukan

pemadatan tanah yaitu:

Universitas Sumatera Utara


a. Berkurangnya penurunan permukaan tanah (subsidence), yaitu gerakan

vertikal di dalam massa tanah itu sendiri akibat berkurangnya angka pori.

b. Bertambahnya kekuatan tanah.

c. Berkurangnya volume akibat berkurangnya kadar air pada saat pengeringan.

Pada umumnya pemadatan tanah yang dilakukan di laboratorium terdiri dari 2

macam, yakni Standard Proctor AASHTO T 99 (ASTM D 689) dan Modified Proctor

AASHTO T 180 (ASTM D 1557). Kedua cara pemadatan tersebut yaitu:

1. Pemadatan standart, menggunakan alat penumbuk 2,5 kg, tinggi jatuh 30

cm, dan jumlah lapisan 3 lapis dengan energy pemadatan sebesar 593

kJ/m3.

2. Pemadatan modified, dengan alat penumbuk 5,5 kg, tinggi jatuh 45,7 cm

dan jumlah lapisan 5 lapis dengan energy pemadatan sebesar 2694 kJ/m3.

Aplikasi
· Pemadatan standart digunakan untuk memeriksa kepadatan lapisan tanah
dasar dan timbunan.
· Pemadatan modified digunakan untuk memeriksa kepadatan lapisan pondasi
suatu jalan.
Spesifikasi alat:
Keterangan Standart Modified
Berat penumbuk 5,5 lb =2,5 kg 10 lb= 5,5 kg
Tinggi jatuh 12 inch=30,48 cm 18 inch=45,72 cm
Diameter cetakan 4 inch=10,16 cm 4 inch=10,16 cm
Jumlah tumbukan 25 kali 25 kali
Volume 1/30 ft³=9,44 cm³ 1/30 ft³=9,44 cm³
Jumlah lapisan 3 lapisan 5 lapisan

Universitas Sumatera Utara


Pada penelitian ini digunakan Standard Proctor untuk mendapatkan kadar air dan

kepadatan kering optimum yang akan digunakan dalam pengujian CBR.

Pemadatan merupakan usaha untuk mempertinggi kerapatan tanah yaitu dengan

mengeluarkan udara pada pori-pori tanah yang biasanya mengunakan energi mekanis.

Di lapangan, usaha pemadatan dihubungkan dengan jumlah gilasan dari mesin gilas,

atau hal lain yang prinsipnya sama untuk suatu volume tanah tertentu. Di

laboratorium menggunakan pengujian standar yang disebut uji proctor, dengan cara

suatu palu dijatuhkan dari ketinggian tertentu beberapa lapis tanah di dalam sebuah

mold. Dengan dilakukan pengujian pemadatan tanah ini maka akan menghasilkan

hubungan antara kadar air dengan berat volume.. Tujuan pemadatan adalah

memperkecil rongga-rongga udara, karena dalam tanah terdiri atas tiga bagian yaitu :

butiran tanah, air dan udara. Compaction (pemadatan) juga bertujuan untuk

mendapatkan kadar air optimum.

Tingkat kepadatan tanah diukur dari nilai berat volume keringnya (γd). Berat volume

kering tidak berubah oleh adanya kenaikan kadar air. Dengan demikian, tanah yang

telah selesai dipadatkan di lapangan, dan kemudian berubah kadar airnya (misalnya

oleh hujan), maka berat volume kering tetap tidak berubah, sepanjang volume total

tanah tetap. Hal ini, karena kepadatan atau berat volume kering dinyatakan oleh γd =

Ws / V, bila berat butiran (Ws) dan volume total (V) tetap, maka juga γd tetap.

Derajat kepadatan tanah diukur dari berat volume keringnya, hubungan berat volume

kering (γd), berat volume basah (γb) dan kadar air (w) dinyatakan dengan persamaan

Universitas Sumatera Utara


(2.7)

Peristiwa bertambahnya berat volume kering oleh beban dinamis disebut

pemadatan. Oleh akibat beban dinamis, butir-butir tanah merapat satu sama lain

sebagai akibat berkurangnya rongga udara.

Tanah lempung yang dipadatkan dengan cara yang benar akan dapat

memberikan kuat geser tinggi. Stabilitas terhadap sifat kembang- susut tergantung

dari jenis kandungan mineralnya. Sebagai contoh, lempung montmorillonite akan

mempunyai kecendurangan yang lebih besar terhadap perubahan volume dibanding

dengan lempung kaolinite. Lempung padat mempunyai permeabilitas yang rendah

dan tanah ini tidak dapat dipadatkan dengan baik pada waktu sangat basah (jenuh).

Bekerja dengan tanah lempung yang sangat basah akan mengalami banyak kesulitan,

karena pada saat lempung dipadatkan, air sulit mengalir ke luar dari rongga pori

lempung. Air yang tidak mau ke luar dari rongga pori tanah ini menyebabkan butiran

sulit merapat satu sama lain saat dipadatkan.

2.9.1 Penentuan Kadar Air Optimum

Tujuan pemadatan diantaranya untuk memadatkan tanah dalam keadaan kadar

air optimum, sehingga udara dalam pori-pori tanah akan keluar. Untuk mengetahui

kadar air yang optimum pada tanah, maka dilakukan pengujian pemadatan proktor

standar, pengujian tersebut dilakukan dengan pemadatan sampel tanah basah (pada

kadar air terkontrol) dalam suatu cetakan dengan jumlah 3 lapisan. Setiap lapisan

Universitas Sumatera Utara


dipadatkan dengan 25 tumbukan yang ditentukan dengan penumbuk dengan massa

2,5 kg dan tinggi jatuh 30 cm. Energi pemadatan sebesar 592,57 kilo Joule/m3.

Kadar air yang memberikan berat kering yang maksimal disebut kadar air

optimum. Untuk tanah berbutir halus dalam mendapatkan kadar air optimum

digunakan batas plastisnya. Buat kurva hubungan antara kadar air (w) sebagai absis

dan berat volume tanah kering sebagai ordinat, puncak kurva sebagai nilai (γd maks),

kurva yang digunakan adalah kurva dari uji pemadatan tanah (proctor standart). Dari

titik puncak ditarik garis vertikal memotong absis, pada titik ini adalah kadar air

optimum seperti yang terlihat pada Gambar 2.14.

Gambar 2.14 Kurva hubungan kadar air dengan berat volume kering (Das, 1994)

2.10 CBR Laboratorium

Cara CBR dikembangkan oleh California State Highway Departement sebagai

cara untuk menilai kekuatan tanah dasar jalan (subgrade). CBR menunjukkan nilai

relatif kekuatan tanah, semakin tinggi kepadatan tanah maka nilai CBR akan semakin

Universitas Sumatera Utara


tinggi. Walaupun demikian, tidak berarti bahwa sebaiknya tanah dasar dipadatkan

dengan kadar air rendah supaya mendapat nilai CBR yang tinggi, karena kadar air

kemungkinan tidak akan konstan pada kondisi ini.

Pemeriksaan CBR bertujuan untuk menentukan harga CBR tanah yang

dipadatkan di laboratorium pada kadar air tertentu. Disamping itu, pemeriksaan ini

juga dimaksudkan untuk menentukan hubungan antara kadar air dan kepadatan

tanah.Pemeriksaan CBR Laboratorium mengacu pada AASHTO T-193-74 dan

ASTM-1883-73.

Untuk perencanaan jalan baru, tebal perkerasan biasanya ditentukan dari nilai

CBR dari tanah dasar yang dipadatkan. Nilai CBR yang digunakan untuk

perencanaan ini disebut “design CBR“.

Cara yang dipakai untuk mendapat “design CBR“ ini ditentukan dengan

perhitungan dua faktor (Wesley, 1977) yaitu:

a. Kadar air tanah serta berat isi kering pada waktu dipadatkan.

b. Perubahan pada kadar air yang mungkin akan terjadi setelah perkerasan

selesai dibuat.

Nilai CBR sangat bergantung kepada proses pemadatan. Jadi, CBR digunakan

selain untuk menilai kekuatan tanah dasar atau bahan lain yang hendak dipakai CBR

juga dipakai sebagai dasar untuk menentukan tebal lapisan dari suatu perkerasan.

Untuk menilai subgrade yang dipadatkan hingga mencapai kepadatan kering

maksimum, dan membentuk profil sesuai yang direncanakan.

Universitas Sumatera Utara


Faktor –faktor yang mempengaruhi kepadatan material subgrade adalah:

1. Karekteristik material tanah dasar.

2. Kadar air material tanah dasar.

3. Jenis alat pemadat yang digunakan.

4. Berat alat pemadat yang tergantung pada lebar roda dan pelat dasarnya.

5. Ketebalan lapisan material yang dipadatkan.

6). Jumlah lintasan alat pemadat yang diperlukan.

Kekuatan tanah dasar tentu banyak bergantung pada kadar airnya. Makin

tinggi kadar airnya makin kecl kekuatan nilai CBR dari tanah tersebut. Walaupun

demikian, hal itu tidak berarti bahwa sebaiknya tanah dipadatkan dengan kadar air

rendah untuk mendapatkan nilai CBR yang tinggi, karena kadar air tidak tahan

konstan pada nilai rendah itu. Setelah pembuatan jalan maka air akan meresap ke

dalam tanah dasar, sehingga kekuatan dan CBR turun sampai kadar air mencapai

nilai yang konstan. Kadar air konstan inilah yang disebut kadar air keseimbangan.

Batas-batas kadar air dan berat isi kering dapat ditentukan dari hasil percobaan

laboratorium yaitu percobaan pemadatan dan CBR.

Pemeriksaan CBR laboratorium dapat dilakukan dengan 2 cara:

a. Percobaan terendam (soaked)

b. Percobaan tidak terendam (unsoaked)

Universitas Sumatera Utara


Dalam penelitian ini yang digunakan adalah CBR unsoaked dan CBR Soaked

karena penelitian ini hanya bertujuan untuk mendapatkan kuat dukung tanah

lempung.

Untuk pengujian Swelling rendaman diperoleh persamaan:

(2.10)

Dimana S = Potensi Pengembangan (%)

A = pembacaan Dial (mm)

H = Tinggi Benda Uji (mm)

2.10 Uji Tekan Bebas (Unconfined Compression Test)

Yang dimaksud dengan kekuatan tekan bebas adalah besarnya beban aksial

persatuan luas pada saat benda uji mengalami keruntuhan atau pada saat renggangan

aksial mencapai 20%. Percobaan ini dimaksudkan untuk menentukan besarnya

kekuatan tekan bebas contoh tanah dan batuan yang bersifat kohesif dalam keadaan

asli maupun buatan (remoulded).

Bila maksud pengujian adalah untuk menentukan parameter kuat geser tanah,

pengujian ini hanya cocok untuk jenis tanah lempung jenuh, dimana pada

pembebanan cepat, air tidak sempat mengalir ke luar dari benda uji. Pada lempung

jenuh, tekanan air pori dalam benda uji pada awal pengujian negatif (tegangan

kapiler).

Universitas Sumatera Utara


Gambar skematik dari prinsip pembebanan dalam percobaan ini dapat dilihat

pada Gambar 2.15.

s1

s3 = 0 Contoh
tanah s3 = 0

s1

Gambar 2.15 Skema uji tekan bebas

Tegangan aksial yang diterapkan di atas benda uji berangsur-angsur ditambah

sampai benda uji mengalami keruntuhan. Sedangkan untuk hubungan konsistensi

dengan kuat tekan bebas tanah lempung diperlihatkan dalam Tabel 2.14.

Tabel 2.14 Hubungan kuat tekan bebas (qu) tanah lempung dengan konsistensinya
(Holtz and Kovacs, 1981)

Konsistensi qu (kN/m2)
Lempung keras > 400
Lempung sangat kaku 200 – 400
Lempung kaku 100 – 200
Lempung sedang 50 – 100
Lempung lunak 25 – 50
Lempung sangat lunak < 25

Ada beberapa hal yang harus dipenuhi, untuk memperoleh hasil uji tekan

bebas (Holtz and Kovacs, 1981) adalah:

Universitas Sumatera Utara


1. Benda uji harus 100% jebuh, kalau tidak, akan terjadi desakan udara di dalam

ruang pori yang menyebabkan angka pori (e) berkurang sehingga kekuatan benda

uji bertambah.

2. Benda uji tidak boleh mengandung retakan atau kerusakan yang lain. Dengan kata

lain benda uji harus utuh dan merupakan lempung homogen. Dalam praktek,

sangat jarang lempung overconsolidated dalam keadaan utuh, dan bahkan sering

terjadi pula lempung normally consolidated mempunyai retakan-retakan.

3. Proses pengujian harus berlangsung dengan cepat sampai contoh tanah mencapai

keruntuhan. Pengujian ini merupakan uji tegangan total dan kondisinya harus

tanpa drainase selama pengujian berlangsung. Jika waktu yang dibutuhkan dalam

pengujian terlalu lama, penguapan dan pengeringan benda uji akan menambah

tegangan kekang dan dapat menghasilkan kuat geser yang lebih tinggi. Waktu

yang cocok biasanya sekitar 5 sampai 15 menit.

Universitas Sumatera Utara


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Kegiatan Penelitian.

Pada penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode eksperimen.

Semua prosedur pelaksanaan baik dalam pembuatan contoh tanah (benda uji) maupun

pengujian contoh tanah mengikuti prosedur test yang dikeluarkan oleh AASHTO dan

ASTM.

Metode dan prosedur penelitian dibagi menjadi tiga tahap, yaitu penelitian

awal untuk menentukan unsur kimia abu cangkang sawit dan unsur kimia tanah

lempung untuk menentukan adakah unsur kimia yang terkandung didalam abu

cangkang sawit dan tanah lempung yang dapat saling mengikat sehingga dapat

mengurangi kadar air dalam tanah dan diharapkan tanah lunak yang distabilisasi

dapat menjadi lebih baik lagi.

3.2 Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian tahap awal dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik

FMIPA Universitas Sumatera Utara dari Tanggal 18 Februari sampai 18 Maret 201,

untuk meneliti unsur-unsur kimia yang terkandung didalam sample.

Penelitian tahap kedua dilakukan di Laborataorium Pusat Survey Geologi

Bandung dari tanggal 9 sampai 26 Mei 2011, untuk meneliti Mineralogi sample dan

foto SEM (Scanning Electron Microscope) dari sampel.

Universitas Sumatera Utara


Pelaksanaan penelitian tahap ketiga dilakukan di Laboratorium Mekanika

Tanah Institut Teknologi Medan. Adapun tahapan pelaksanaan penelitian ini

meliputi:

a. Tahapan persiapan.
b. Tahapan pengujian pendahuluan.
c. Tahapan pengujian utama.

3.3 Tahapan Persiapan

Pada tahapan ini dilakukan persiapan contoh tanah yang akan digunakan

seperti penentuan lokasi terpilih, prosedur tanah dilapangan, serta pembuatan benda

uji di laboratorium.

1. Lokasi Pengambilan Contoh.

Contoh tanah Lempung yang digunakan dalam penelitian ini yaitu contoh

tanah lempung yang berasal dari Pulau Sicanang, Belawan Deli Serdang.

Contoh Abu cangkang sawit yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Abu

cangkang sawit yang berasal dari PT. BAKRIE SUMATRA PLANTATION. Tbk Jln,

Ir. Juanda No. 1 Kabupaten Kisaran. Pengambilan Abu cangkang sawit ini diambil

sebanyak 20 Kg dengan menggunakan sekop yang kemudian dimasukkan kedalam

karung untuk diangkut.

2. Prosedur Pengambilan Contoh Tanah.

Tanah yang diambil merupakan contoh tanah tidak terganggu (Undisturbed

sample) dan terganggu (disturbed sample) dari hasil borrow-pits pada kedalaman 1 m

dari muka tanah setempat. Pengambilan tanah lempung ini diambil sebanyak 120 Kg

Universitas Sumatera Utara


dari titik tanah Undisturb dengan menggunakan tangan dan dibantu dengan sekop

yang kemudian dimasukkan kedalam karung untuk diangkut.. Sample tanah

selanjutnya dikeringkan dengan proses kering udara dan matahari untuk persiapan

pekerjaan berikutnya.

3.4 Prosedur Test dan Variasi Campuran

3.4.1 Prosedur Test

Semua test yang dilakukan mengacu pada prosedur test standard dari ASTM

(American Society for Testing Materials). Sedangkan untuk test mineral tanah

diselidiki di Laboratorium Pusat Survey Geologi Bandung dan unsur kimia tanah

diselidiki oleh Laboratorium Kimia Analitik FMIPA Universitas Sumatera Utara.

3.4.2. Variasi campuran dan Pembuatan benda uji

Material uji yang digunakan dalam penelitian ini merupakan campuran tanah

lempung Pulau Sicanang dengan Abu Cangkang sawit. Dalam Penelitian ini dibuat

enam jenis variasi campuran dengan persentase 0%, 3%, 6%, 9%, 12% dan 15%

· Variasi campuran I terdiri dari lempung + 0% abu cangkang sawit

· Variasi campuran II terdiri dari lempung + 3% abu cangkang sawit

· Variasi campuran III terdiri dari lempung + 6% abu cangkang sawit

· Variasi campuran IV terdiri dari lempung + 9% abu cangkang sawit

· Variasi campuran V terdiri dari lempung + 12% abu cangkang sawit

· Variasi campuran VI terdiri dari lempung + 15% abu cangkang sawit

Universitas Sumatera Utara


Tabel 3.1. Sampel pengujian untuk tanah asli

No Pengujian Jumlah Benda Uji


1 Pengujian kadar air tanah asli 2 sampel
2 Pengujian berat jenis 2 sampel
3 Pengujian analisis granuler :
- Analisa saringan 1 sampel
- Hydrometer 1 sampel
4 Penggujian Batas-batas konsistensi :
- Pengujian Batas Cair 4 sampel
- Pengujian Batas Plastis 4 sampel
- Pengujian Batas Susut 4 sampel
5 PengujianStandard Proctor 5 sampel
6 Pengujian CBR Laboratorium :
- CBR Unsoaked 2 sampel
- CBR Soaked
7 Pengujian UCT 3 sampel
Jumlah 28 Sampel

Pencampuran dilakukan pada kadar air optimum (OMC) Standard Proctor (ASTM-

D-689-91) yang diperoleh dari contoh lempung disturbed. Dalam penelitian ini

sampel uji terdiri dari masing-masing material tanah asli dan campuran yang dibuat

berdasarkan variasi penambahan abu cangkang sawit sebagai bahan aditifnya seperti

yang terlihat pada Tabel 3.1 yang jumlah penambahannya berdasarkan prosentase

perbandingan berat butir abu cangkang sawit dengan lempung, lama waktu

pemeraman ditentukan yaitu 1 hari dan lama waktu perendaman 4 hari dibuat masing-

masing sampel 3 benda uji. Untuk sampel pengujian Mekanis diperoleh dari variasi

campuran yang optimum. Sampel uji yang akan dibuat untuk masing-masing kategori

secara detail seperti pada Tabel 3.2.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 3.2 Sampel pengujian untuk campuran tanah asli + abu cangkang sawit

No Pengujian Variasi(0% ,3%, 6%, Jumlah Benda Uji


9%, 12%, 15%)
1 Pengujian kadar air campuran 5x2 10 Sampel
2 Pengujian berat jenis 5x2 10 sampel
3 Pengujian Analisa Granuler :
- Analisa saringan 5x1 5 sampel
4 Penggujian Batas-batas konsistensi :
- Pengujian Batas Cair 5x4 20 sampel
- Pengujian Batas Plastis 5x4 20 sampel
- Pengujian Batas Susut 5x4 20 sampel
5 PengujianStandard Proctor 5x6 30 sampel
6 Pengujian CBR Laboratorium :
- CBR Unsoaked 3x2 6 sampel
- CBR Soaked
7 Pengujian UCT 3x3 12 sampel
Jumlah 142 sampel

Pada penelitian tanah asli akan dicampur dengna abu cangkang sawit. Campuran

tanah dengan abu cangkang sawit akan dicampur dengan beberapa komposisi jumlah

abu cangkang sawit yang berbeda-beda. Perhitungan komposisi campuran tanah

dengan abu cangkang sawit dapat dilihat di bawah ini.

Apabila tanah yang akan digunakan untuk sampel percobaan seberat 1000 gram,

maka jumlah abu cangkang sawit yang harus ditambahkan:

- Untuk campuran 3 % Abu Cangkang Sawit

Berat Abu Cangkang sawit = 3% x 1000 gr = 30 gr

Pengujian sampel

Dalam penelitian ini pengujian mekanis dilakukan di laboratorium Mekanika

Tanah FTSP – Teknik Sipil Institut Teknologi Medan, pengujian yang dilakukan

Universitas Sumatera Utara


dibagi menjadi 2 bagian pengujian yaitu pengujian untuk tanah asli dan tanah yang

telah distabilisasi. Untuk tanah asli pengujian yang dilakukan pengujian kadar air,

analisa saring dan hydrometer, batas-batas konsistensi, uji proctor standard, uji CBR

soaked dan unsoaked, serta pengujian UCT sedangkan untuk tanah yang telah

distabilisasi untuk tiap variasi campuran dilakukan pengujian kadar air, analisa

saringan, berat jenis, batas-batas konsistensi, standard proctor, pengujian CBR soaked

dan unsoaked, dan UCT.

3.5 Pengujian Indeks dan Identifikasi Tanah Lempung

Pengujian pendahuluan untuk identifikasi tanah lempung adalah:

- Kadar Air (w) ASTM-D-2216-92

Kadar air dipakai sebagai penunjang dalam percobaan Atterberg limit,

Compaction, Unconfined Comppression Strength.

- Uji kepadatan tanah (gd) ASTM-D-698-78

Dengan mengetahui kadar air dapat pula ditentukan berat isi kering (gd).

- Specific gravity ( Gs ) ASTM-D-8554-58

Pengujian Specific gravity untuk butiran tanah lebih halus dari saringan

nomor 4 menyesuaikan pada ASTM-D-8554-58 dengan bantuan alat

yang dipakai adalah Picnometer. Tujuan pengujian ini adalah untuk

mendapatkan nilai Gs terhadap tanah asli dan Abu Cangkang sawit yang

dicampur dengan tanah asli.

Universitas Sumatera Utara


Rumus berat jenis tanah (Gs) adalah:

Gs = (3.1)

Keterangan W1 = Berat Piknometer (gram)

W2 = Berat Piknometer + tanah kering (gram)

W3 = Berat Piknometer + tanah + air (gram)

W4 = Berat Piknometer + air (gram)

- Batas Konsistensi (Atterberg Limit) ASTM-D-423-66, ASTM-D-424-59,

ASTM-D-427-61

Alat yang dipakai adalah Grooving Tool Cassagrande. Tujuan pengujian

ini adalah untuk mendapatkan Liquid Limit, Plastis Limit dan juga

Shrinkage Limit terhadap tanah asli dan Abu Cangkang Sawit yang

dicampur dengan tanah asli.

Batas cair ditentukan dengan melakukan percobaan pada sampel yang

ditebarkan pada mangkuk perunggu dan dibagi dua dengan Grooving tool

(alat pencelah). Sampel kemudian dibiarkan jatuh bersama dari

goncangan yang disebabkan jatuhnya mangkuk berulangkali pada

peralatan standard. Pengujian dilakukan sebanyak 4 kali untuk masing-

masing variasi.

Batas Plastis ditentukan dengan menekan dan menggulung suatu porsi

kecil tanah plastis sedemikian menyerupai benang dengan Ө3mm.

Contoh tanah yang tepat pada Ө3mm mulai menunjukkan tanah dalam

Universitas Sumatera Utara


keadaan batas plastis. Kemudian contoh tanah tersebut diperiksa kadar

airnya. Jika batangan belum mencapai Ө 3mm sudah menunjukkan retak

maka tanah tersebut terlalu kering dan percobaan harus diulang dengan

menambah kadar airnya dan sebaliknya jika batangan sudah mencapai Ө

3mm dan belum menunjukkan retak maka tanah terlalu basah. Indeks

Plastisitas (PI) dihitung dengan selisih anatar batas cair (LL) dan batas

plastis (PL) seperti yang terlihat pada Gambar 3.1 dan 3.2.

Rumus batas plastis (PL):

Batas Plastis = (3.2)

Keterangan a = berat cawan kosong

b = berat cawan + batangan sampel tanah

c = berat cawan + batangan sampel tanah kering

Batas susut seperti yang terlihat pada Gambar 3.3 dapat didefinisikan

sebagai kadar air terkecil dimana tanah dapat menjadi jenuh sempurna.

Adapun rumus untuk batas susut:

Batas Susut = w - x 100 % (3.3)

Keterangan

w = kadar air tanah basah

V1 = volume tanah basah

V2 = volume tanah kering

W = berat tanah kering

Universitas Sumatera Utara


Gambar 3.1 Pengujian Batas Konsistensi (Liquid Limit)

Gambar 3.2 Plastis Limit

Gambar 3.3 Batas Susut

Universitas Sumatera Utara


- Analisa Saringan ( Sieve Analysis ) ASTM-D-421-58

Alat yang dipakai adalah Saringan seperti yang terlihat pada Gambar 3.4.

Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui ukuran butir dan susunan butir

(gradasi) tanah yang tertahan saringan No. 200. Pengujian ini dilakukan juga

terhadap tanah asli dan abu cangkang sawit yang dicampur dengan tanah asli.

Gambar. 3.4 Analisa Saringan

- Uji X-Ray Diffraction (XRD)

Salah satu metode penentuan mineral lempung secara kualitatif dan

kuantitatif berdasarkan sifat fisik adalah dengan sinar X seperti pada Gambar

3.5 dan 3.6. Dalam penelitian untuk menentukan jarak antar partikel lempung

dapat dilakukan dengan analisa SEM (scanning electron microscopy) seperti

pada Gambar 3.7 dan juga digunakan untuk mengetahui morfologi

permukaan lempung.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 3.5 X-Ray Diffraction

Gambar 3.6 X-Ray Diffraction

Universitas Sumatera Utara


Gambar 3.7 Foto SEM (Scanning Electron Microscopy)

3.6 Pengujian Utama

Ada 3 jenis penggujian Utama/Mekanis:

a. Untuk Pengujian Pemadatan ASTM D 698

Pengujian ini dilakukan untuk menentukan hubungan antara kadar air dan

kepadatan tanah dengan cara memadatkan sampel dalam cetakan silinder.

Tanah dan abu cangkang sawit yang telah lolos saringan No.4 dicampurkan

dengan penambahan air yang bervariasi misal 2%, 4%, 6% dan 8% sampai

mendekati kadar air tanah asli kemudian diperam dalam kantong plastik

selama 24 jam agar pori-pori tanah berisi dengan air. Pemadatan dilakukan

dengan alat standard proktor pengujian dalam 3 lapis dan setiap lapis

ditumbuk 25 kali dengan alat penumbuk 4,55 kg dan tinggi jatuh 45,77 cm.

Universitas Sumatera Utara


silinder sambungan dilepas, tanah dipotong dan diratakan dengan pisau perata.

Ditimbang dan diperiksa kadar airnya.

Perhitungan untuk tes pemadatan

Berat isi basah (γ) = (3.4)

Keterangan

B1 = Berat Mold

B2 = Berat Mold + tanah

V = Volume Mold

Berat Isi kering (γd) = (3.5)

Keterangan

γ = Berat tanah basah

w = kadar air setelah pengujian

Dari pengujian pemadatan tanah diperoleh kadar persentase abu cangkang

sawit yang paling optimum yaitu 6% yang akan digunakan untuk pengujian

mekanis CBR dan UCT

b. Untuk Pengujian CBR Labrotorium ASTM D 1883-7

Pemeriksaan CBR (Claifornia Bearing Ratio) dimaksudkan untuk

menentukan nilai CBR tanah yang dipadatkan dilaboratorium pada kadar air

tertentu. CBR ialah perbandingan antara beban penetrasi suatu bahan

Universitas Sumatera Utara


standard dengan kedalaman dengan kecepatan penetrasi tertentu. Untuk

mengetahui pengaruh kenaikan nilai CBR akibat penambahan abu cangkang

sawit maka dilakukan sebanyak 3x tumbukan pada 1 sampel dengan setiap

pemadatan dilakukan dengan alat proctor dengan pukulan sebanyak 56x.

c. Unconfined Compression Test ASTM D 2216.

Uji kuat tekan bebas ini adalah untuk mengetahui kuat tekan sampel tanah

berbentuk silinder yang bebas bagian sampingnya menggunakan aplikasi

strain controlled suatu beban axial seperti yang terlihat pada Gambar 3.8.

Pengujian kuat tekan ini dilakukan pada tanah asli dan pada campuran abu

cangkang sawit. Pemadatan benda uji dilakukan dengan material pemadatan

tiga lapisan ke dalam suatu cetakan berpenampang lingkaran dan dipadatkan

sebanyak 25 kali dengan 3 lapisan. Sebelum pemadatan tambahkan air ke

benda uji untuk mendapatkan kadar air yang diinginkan. Setelah

pencampuran, simpan material tersebut di dalam kantong plastik yang

tertutup paling sedikit 24 jam sebelum pemadatan. Gemburkan puncak tiap

lapisan terlebih dahulu sebelum penambahan material untuk lapisan yang

berikutnya. Pembacaan tegangan pada pengujian kuat tekan bebas ini

dibatasi sampai regangan 20%.

Perhitungan untuk uji kuat tekan bebas:

Tampang benda uji saat runtuh (As):

Universitas Sumatera Utara


As = (3.6)

Regangan saat runtuh (e):

DL
e= x 100% (3.7)
L

Kuat tekan bebas (qu):

qu = (3.8)

Keterangan

ε = regangan axial

ΔL = perubahan panjang

Lo = Panjang contoh awal.

Gambar 3.8 Unconfined Compression Test

Selanjutnya diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.9.

Universitas Sumatera Utara


3.7 Diagram Alir Penelitian

Studi Literatur

Kegiatan Penelitian

Tahapan Persiapan
(Penelitian Kimia Tanah, Persiapan contoh tanah,
Instalasi alat)

Contoh tanah Tanah lempung terganggu+


lempung Abu cangkang sawit
terganggu (3%, 6%, 9%, 12%, 15%)

Uji sifat fisis


(Atterberg, Berat jenis, Kadar
Air, Analisa Saringan)

Uji pemadatan
γd, Woptimum

Kuat
Tekan Uji CBR

Analisa hasil uji

Pembahasan

Kesimpulan

Gambar 3.9 Bagan alir kegiatan penlitian

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Identifikasi Tanah Lempung dan Uji Indeks Tanah

4.1.A Uji Mineral Lempung

Pada pengujian mineral lempung melalui X-Ray Difraction diperoleh

kandungan mineral lempung sebagaimana terlihat dalam Tabel 4.1, 4.2 dan 4.3. Hasil

komposisi kimia tanah lempung dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.1 Hasil uji mineral pada tanah lempung


(Lab Pusat Survey Geologi, 2011)
Komposisi Mineral % Kandungan
Illite 54
Kaolinite 26
Magnesioriebeckite 20

Tabel 4.2 Hasil uji mineral pada tanah lempung + abu cangkang sawit 9%
(Lab Pusat Survey Geologi, 2011)
Komposisi Mineral % Kandungan
Illite 51
Kaolinite 13
Magnesioriebeckite 36

Tabel 4.3 Hasil uji komposisi kimia abu cangkang sawit


(Labkimia FMIPA USU, 2011)
Unsur/Senyawa Abu Cangkang Sawit (%)
Silika (SiO2) 67,4
Kalsium Oksida (CaO) 1,5422
Magnesium Oksida (MgO) 3,024
Besi Oksida (Fe2O3) 0,0014
Alumunium Karbonat (Al2O3) 10,9985

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.4 Hasil uji komposisi kimia tanah lempung Pulau Sicanang
(Labkimia FMIPA USU, 2011)

Unsur/Senyawa Lempung (%)


Silika (SiO2) 75,4
Kalsium Oksida (CaO) 0,701
Magnesium Oksida (MgO) 0,7056
Besi Oksida (Fe2O3) 0,0015
Alumunium Karbonat (Al2O3) 14,9986

Hasil selengkapnya mengenai pengujian mineral dan analisa kimia lempung

dapat dilihat pada lampiran. Ditemukan adanya mineral illite dan kaolinite

kandungan yang cukup tersebut memberi keyakinan bahwa contoh tanah yang diuji

adalah termasuk dalam kategori tanah lempung.

4.1.2 Uji Indeks Tanah

Dari hasil yang dilakukan terhadap tanah lempung, didapat hasil pengujian

awal terhadap sifat fisik tanah lempung adalah:

1. Batas Konsistensi Tanah

A. Nilai Liquid Limit (LL) = 41,98%

B. Nilai Plastis Limit (PL) = 22,66%

C. Nilai Shrinkage Limit (SL) = 41,19%

D. Nilai Plastis Indeks (PI) = 19,32%

2. Berat Jenis = 2,65

3. Kadar Air Remoulded Tanah Asli = 6.82%

4. Klasifikasi Tanah

Universitas Sumatera Utara


A. Menurut standard USCS tanah tersebut termasuk tanah CL (lempung dengan

plastisitas rendah), yaitu lempung anorganik dengan plastisitas rendah sampai

sedang , lempung kurus. Seperti terlihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Klasifikasi tanah asli menurut USCS


No LL PL PI SL USCS Keterangan
Lempung anorganik
dengan plastisitas
1 40,11 22,45 17,66 36,71 CL rendah sampai sedang,
lempung kurus
Lempung anorganik
dengan plastisitas
2 41,69 22,69 19,00 35,.57 CL rendah sampai sedang,
lempung kurus
Lempung anorganik
dengan plastisitas
3 41,80 22,71 19,09 35,23 CL rendah sampai sedang,
lempung kurus
Lempung anorganik
dengan plastisitas
4 44,33 22,77 21,56 38,50 CL rendah sampai sedang,
lempung kurus
Lempung anorganik
Rata- dengan plastisitas
41,98 22,66 19,32 36,50 CL rendah sampai sedang,
rata
lempung

Gambar 4.1 Klasifikasi tanah berdasarkan USCS

Universitas Sumatera Utara


berdasarkan klasifikasi tanah USCS setelah dilakukan stabilisasi dengan variasi 3%,

6%, 9%, 12% dan 15% abu cangkang sawit klasifikasi tanah mengalami perubahan,

perubahan ini diakibatkan karena nilai batas cair dan indeks plastisitasnya mengalami

penurunan dan dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6. Klasifikasi tanah USCS pada variasi campuran

No % ACS LL % PI % USCS Keterangan


Lempung anorganik
dengan plastisitas
1 Tanah + 3% ACS 41.68 16.15 CL rendah sampai sedang,
lempung kurus
Lempung anorganik
dengan plastisitas
2 Tanah + 6% ACS 39.63 12.05 CL rendah sampai sedang,
lempung kurus
Lanau anorganic dan
lempung berlanau
3 Tanah + 9% ACS 35.13 6.61 ML organic dengan
plastisitas rendah
Lanau organic dan
lempung berlanau
4 Tanah + 12% ACS 37.62 5.15 ML organic dengan
plastisitas rendah
Lanau organic dan
lempung berlanau
5 Tanah + 15% ACS 39.83 6.72 ML organic dengan
plastisitas rendah

B. Menurut Standar AASHTO tanah ini termasuk tanah A-7-6 dengan nilai PI ≤

LL - 30

Berdasarkan persentase lolos saringan No.200 adalah 92,50% lebih dari 35%

dan batas cair 41,98% diperoleh Indeks Plastisitas 19,32% seperti yang terlihat pada

Gambar 4.2 maka dapat disimpulkan bahwa tanah asli tersebut termasuk dalam

kelompok A-7-6, merupakan jenis tanah berlempung yang tidak baik, jika digunakan

sebagai bahan dasar pondasi.

Universitas Sumatera Utara


PI = 19.32 dan LL = 41.98

Gambar 4.2. Klasifikasi tanah berdasarkan AASHTO

Tabel 4.7 Klasifikasi tanah asli menurut AASHTO

No LL PL PI SL AASHTO Keterangan
Lempung anorganik
dengan plastisitas
1 40,11 22,45 17,66 36,71 A-7-6 rendah sampai
sedang, lempung
kurus
Lempung anorganik
dengan plastisitas
2 41,69 22,69 19,00 35,.57 A-7-6 rendah sampai
sedang, lempung
kurus
Lempung anorganik
dengan plastisitas
3 41,80 22,71 19,09 35,23 A-7-6 rendah sampai
sedang, lempung
kurus
Lempung anorganik
dengan plastisitas
4 44,33 22,77 21,56 38,50 A-7-6 rendah sampai
sedang, lempung
kurus
Lempung anorganik
Rata- dengan plastisitas
41,98 22,66 19,32 36,50 A-7-6
rata rendah sampai
sedang, lempung

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan klasifikasi tanah AASHTO setelah dilakukan stabilisasi dengan

variasi 3%, 6%, 9%, 12% dan 15% abu cangkang sawit klasifikasi tanah mengalami

perubahan dapat dilihat pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8. Klasifikasi tanah AASHTO pada variasi campuran

No ACS % LL % PI % AASHTO Keterangan


Tanah berlempung
1 Tanah + 3% ACS 41.68 16.15 A-7-6 yang tidak baik
sebagai tanah dasar
Tanah berlempung
2 Tanah + 6% ACS 39.63 12.05 A-7-6 yang tidak baik
sebagai tanah dasar
Tanah berlempung
3 Tanah + 9% ACS 35.13 6.61 A-6 yang tidak baik
sebagai tanah dasar
Tanah berlempung
4 Tanah + 12% ACS 37.62 5.15 A-6 yang tidak baik
sebagai tanah dasar
Tanah berlempung
5 Tanah + 15% ACS 39.83 6.72 A-6 yang tidak baik
sebagai tanah dasar

4.2 Hasil Pengujian Plastisitas Tanah Lempung Sebelum dan Sesudah


Distabilisasi dengan Abu Cangkang Sawit

Dari hasil pengujian yang dilakukan, terlihat bahwa nilai Indeks Plastisitas

(PI) tanah yang distabilisasi mengalami penurunan sampai pada kadar abu cangkang

sawit tertentu. Hasil uji batas Atterberg untuk nilai batas cair terhadap penambahan

abu cangkang sawit dapat dilihat pada Tabel 4.9 dan grafik hubungan batas atterberg

dan persentase abu cangkang sawit dapat dilihat pada Gambar 4.3 yang menunjukkan

nilai batas cair, indeks plastisitas dan shringkage limit terjadi penurunan sedangkan

nilai plastis limit semakin naik.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.9 Hasil uji Attreberg terhadap penambahan abu cangkang sawit
NO (%) ACS LL (%) PL (%) SL (%) PI (%)
1 0 41,98 22,66 41,19 19,32
2 3 41,68 25,53 40,92 16,15
3 6 39,63 27,59 38,97 12,05
4 9 35,29 28,52 38,26 6,77
5 12 37,62 32,47 39,43 5,15
6 15 39,83 33,11 40,22 6,72

Gambar 4.3 Grafik hubungan batas Atterberg dan persentase abu cangkang sawit

4.3 Hasil Pengujian Pembagian Butiran Tanah Lempung Sebelum dan


Sesudah Distabilisasi dengan Abu Cangkang Sawit.

Metode umum yang dipakai untuk menentukan pembagian butiran tanah di

laboratorium adalah analisa ayakan. Analisa ini biasanya digunakan untuk tanah yang

berbutiran diameter lebih dari 0,075.

Pemeriksaan gradasi butiran menunjukkan bahwa akibat penambahan abu

cangkang sawit menyebabkan penurunan persentase lolos saringan No. 200, lihat

pada Tabel 4.10 dan Gambar 4.4.

Tabel 4.10 Hasil analisa saringan terhadap penambahan abu cangkang sawit

Universitas Sumatera Utara


NO Abu Cangkang Sawit Fraksi Halus Fraksi kasar
(%) (ukuran<0,0075mm) (ukuran>0,0075mm)(%)
(%)
1 0 92,5 7,5
2 3 92,16 7,84
3 6 91,97 8,03
4 9 89,55 10,45
5 12 88,24 11,76
6 15 86,63 13,37

Gambar 4.4 Hubungan persentase ACS dengan persen lolos saring No.200

Dari hasil pengujian analisa saringan, pengujian hydrometer dan batas-batas

atterberg, maka dapat dihitung nilai aktivitaas tanahnya. Untuk menghitung besarnya

nilai aktivitas menurut Skempton (1953) diperoleh:

C = persentase fraksi lempung < 0,002

= = 0,429

Jadi nilai aktivitas tanah asli sebesar 0,429.

Universitas Sumatera Utara


Hal ini mengacu pada Tabel 2.1 nilai khas aktivitas tanah tergolong mineral lempung

illite dan kalonite ini sesuai dengan hasil difraksi sinar X untuk tanah lempung yang

digunakan dalam penelitian ini termasuk dalam kategori kelompok lempung tidak

mengembang.

4.4. Hasil Berat Jenis Tanah Lempung Sebelum dan Sesudah Distabilisasi
dengan Abu Cangkang Sawit.

Hasil uji berat jenis terhadap penambahan abu cangkang sawit dapat dilihat

pada Tabel 4.11 dan grafik hubungan berat jenis dengan persentase abu cangkang

sawit dapat dilihat pada Gambar 4.5.

Tabel 4.11. Hasil uji spesific gravity terhadap penambahan abu cangkang sawit

NO Abu cangkang sawit (%) Berat Jenis


1 0 2.65
2 3 2.62
3 6 2.61
4 9 2.56
5 12 2.47
6 15 2.44

Gambar 4.5 Grafik hubungan persentase abu cangkang sawit dengan specific gravity

Universitas Sumatera Utara


4.5. Hasil Pengujian Pemadatan Tanah Lempung Sebelum dan Sesudah
Distabilisasi dengan Abu Cangkang Sawit Menggunakan Standard
Proctor.

Berdasarakan hasil pengujian pemadatan terhadap abu cangkang sawit dapat

di lihat pada Tabel 4.12 yang menunjukkan besarnya kadar air optimum dan berat isi

kering terhadap penambahan abu cangkang sawit. Hubungan antara penambahan abu

cangkang sawit terhadap Woptimum dan berat isi kering (γDmaks) terhadap abu cangkang

sawit dapat ditunjukkan pada Gambar 4.6 dan 4.7.

Tabel 4.12 Hasil Uji Pemadatan Terhadap Penambahan Abu Cangkang Sawit
NO Abu Cangkang Sawit (%) Woptimum (%) γDmaks (gr/cm3)
1 0 29.88 1.36
2 3 29.60 1.38
3 6 29.17 1.41
4 9 28.90 1.44
5 12 30.1 1.43
6 15 30.5 1.39

Gambar 4.6 Grafik hubungan persentase ACS dengan kadar air optimum

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.7. Grafik hubungan persentase ACS dengan berat isi kering

4.6. Hasil Pengujian Kuat Tekan Tanah Lempung Sebelum dan Sesudah
Distabilisasi dengan Abu Cangkang Sawit.

Pada pengujian Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Strength)

terhadap tanah asli undisturb adalah 0.608 kg/cm2, pada tanah asli remoulded adalah

sebesar 0.444 kg/cm2 , sedangkan untuk 6% abu cangkang sawit nilai qu = 0.869

kg/cm2 untuk abu cangkang sawit 9% niali qu = 0.481 kg/cm2 seperti terlihat pada

Tabel 4.13 dan Gambar 4.8.

Tabel 4.13. Hasil pengujian kuat tekan tanah lempung


No Tanah Lempung Nilai Kuat Tekan (kg/cm2)
1 Tanah asli Undisturb 0.615
2 Tanah asli remoulded 0.428
3 Tanah asli + 6% Abu cangkang sawit 0.869
4 Tanah asli + 9% abu cangkang sawit 0.481

Dapat dilihat dari tabel diatas harga UCS mengalami kenaikan dari 0.428 kg/cm2

menjadi 0.869 kg/cm2

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.8. Grafik hasil pengujian kuat tekan bebas

Berdasarkan nilai kuat tekan bebas (qu) remoulded , maka tanah ini di kategorikan
sebagai lempung lunak untuk qu = 0.25 – 0.50 kg/cm2.

4.7 Hasil Pengujian CBR Unsoked dan Soked pada Tanah Lempung Sebelum
dan Sesudah Distabilisasi dengan Abu Cangkang Sawit.

Harga CBR naik dengan bertambahnya abu cangkang sawit dari 2.77 %

menjadi 4.77 % sedangkan untuk swelling mengalami penurunan dari 2% menjadi

0.89 % untuk kondisi perendaman 1 hari. Hasil pengujian kondisi CBR langsung

(unsoaked) dapat dilihat pada Tabel 4.14 dan Gambar 4.9 dan kondisi terendam

(soaked) dapat dilihat pada Tabel 4.15 dan Gambar 4.10 dan 4.11 sedangkan untuk

kondisi CBR langsung dan CBR terendam dapat dilihat pada Gambar 4.12.

Tabel 4.14. Nilai CBR Unsoaked dan Soaked

NO % Abu cangkang sawit CBR Unsoaked (%) CBR Soaked (%)


1 0 2.27 2.00
2 6 4.77 2.40
3 9 4.20 2.20

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.9 Grafik hasil pengujian CBR tidak terendam

Gambar 4.10 Grafik hasil Pengujian CBR terendam

Tabel 4.15 Nilai swelling untuk perendaman 4 hari

NO % Abu Cangkang sawit NILAI SWELLING


1 hari 2 hari 3 hari 4 hari
1 0 2 3,41 6,34 8,22
2 6 0,89 1,89 2,36 4,17
3 9 0,83 2,23 5,18 7

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.11 Grafik pengembangan untuk 4 hari perendaman

Gambar 4.12 Grafik pengujian CBR tidak terendam dan terendam terhadap abu
cangkang sawit

Universitas Sumatera Utara


BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Analisa Mineralogi

5.1.A Analisa Mineralogi dan Kimia Tanah Lempung Pulau Sicanang

Hasil pengujian komposisi tanah menunjukkan bahwa unsur – unsur utama

pembentuk tanah adalah silikat (SiO2), aluminat (Al2O3), ferrit (Fe2O3) dan hilang

pijar, hasil tersebut menunjukkan bahwa perbandingan antara silikat dengan

aluminat sekitar1 : 1.

Analisis XRD pada penelitian ini digunakan untuk mengkarakterisasi jenis

mineral yang ada pada sampel tanah lempung tanpa pencampuran maupun setelah

adanya pencampuran tanah lempung dan abu cangkang sawit. Prinsip kerja X-RD

adalah sebagai berikut, pembangkit sinar-x menghasilkan radiasi ektromagnetik.

Spektroskopi XRD digunakan untuk mengidentifikasi fasa kristalin dalam

material dengan cara menentukan parameter structural mineral lempung serta untuk

mendapatkan jarak partikel lempung. Tiap puncak yang muncul pada pola XRD

mewakili suatu bidang kristal yang memiliki orientasi tertentu dan grafik puncak

difraksi yang didapat kemudian dianalisis, terdiri atas mineral lempung apa saja

dan komposisi utamanya.

Untuk hasil uji dari tanah lempung dapat teramati pada difraktogram seperti

yang terlihat pada Gambar 5.1 sedangkan untuk tanah lempung yang sudah dicampur

dengan abu cangkang sawit dapat dilihat pada Gambar 5.2.

Universitas Sumatera Utara


Counts

12.473 [ °] ; 7.09107 [ Å] ; Nacrit e-1\ I TMd\ RG


Tanah Lempung

10.573 [ °] ; 8.36019 [ Å] ; Magnesioriebeckit e


8.952 [ °] ; 9.87089 [ Å] ; Muscovit e-2\ I TM\ RG# 1

17.843 [°] ; 4.96700 [ Å] ; Muscovit e-2\ I TM\ RG# 1


400

100

0
5 10 15

Position [°2Theta]

Gambar 5.1 Grafik parameter hasil uji Difraksi sinar X untuk tanah lempung

Dari hasil uji difraksi sinar x untuk tanah lempung tanpa campuran diperoleh hasil:

1. Illite, Posisi puncak difraksi sebesar 8,9520 , jarak antar partikel sebesar

9,87089 A0, dan posisi atom pada puncak difraksi sebesar 20 (Theta).

2. Magnesioriebeckite, Posisi puncak difraksi sebesar 10,5730 , jarak antar

partikel sebesar 8,36019 A0, dan posisi atom pada puncak difraksi sebesar 20

(Theta).

Universitas Sumatera Utara


3. Kaolinite, Posisi puncak difraksi sebesar 12,4730 , jarak antar partikel sebesar

7,09107 A0, dan posisi atom pada puncak difraksi sebesar 20 (Theta).

Counts
Tanah Asli+cangkang 9%

8.922 [ °] ; 9.90351 [ Å]; Muscovit e-2\ITM\RG# 1

12.408 [°]; 7.12787 [Å] ; Kaolinite # 1\ ITA\RG


3.036 [°] ; 29.08122 [Å]

10.528 [°]; 8.39583 [ Å]; Riebeckite


400

100

0
5 10 15
Position [°2Theta]

Gambar 5.2 Grafik parameter hasil uji Difraksi sinar X untuk tanah
lempung dan abu cangkang sawit

Dari Gambar diatas setelah adanya pencampuran tanah lempung dan abu

cangkang sawit diperoleh:

1. Illite, Posisi puncak difraksi sebesar 8,930 , jarak antar partikel sebesar 9,911 A0,

dan posisi atom pada puncak difraksi sebesar 20 (Theta).

2. Riebeckite, Posisi puncak difraksi sebesar 10,530 , jarak antar partikel sebesar

8,40 A0, dan posisi atom pada puncak difraksi sebesar 20 (Theta).

3. Kaolinite, Posisi puncak difraksi sebesar 12,410 , jarak antar partikel sebesar 7,13

A0, dan posisi atom pada puncak difraksi sebesar 20 (Theta).

Universitas Sumatera Utara


Dari hasil difraksi sinar X menunjukkan bahwa mineralogi tanah lempung yang

dijadikan sampel penelitian ini yang terdiri dari kaolinite dan illite dikategorikan

kelompok tanah lempung tidak mengembang hal ini sesuai dengan pengujian

batas-batas Atterberg yang menunjukkan tanah lempung Pulau Sicanang memiliki

plastisitas sedang.

Kaolinite merupakan mineral lempung yang terdiri dari susunan satu lembaran

silica tetrahedral dengan lembaran alumunium oktahedra. Dalam kombinasi lembaran

silika dan alumunium, keduanya terikat oleh ikatan hidrogen karena itu, mineral ini

stabil dan air tidak dapat masuk diantara lempengannya untuk menghasilkan

pengembangan atau penyusutan pada sel satuannya. Sifat dari kaolinite adalah tidak

dapat mengadsorbsi air, kaolinite tidak dapat mengembang pada saat kontak dengan

air.

Illite merupakan mineral lempung yang terdiri dari sebuah lembaran

alumunium oktahedra yang terikat diantara dua lembaran silika tetrahedra. Susunan

illite tidak mengembang oleh gerakan air diantara lembaran-lembarannya. Butiran

lempung dalam kandungan yang berbentuk halus dan bermuatan negatif yang

cenderung menarik ion positif yang terdapat disekeliling partikel lempung seperti ion

hidrogen (H+), ion sodium (Na+), dan ion kalium (K+), serta air yang berpolarisasi,

semuanya melekat pada permukaan butiran lempung.

Lembaran-lembaran terikat bersama oleh ikatan lemah ion-ion kalium yang

terdapat diantara lembarannya. Ikatan-ikatan dengan ion kalium (K+) lebih lemah

Universitas Sumatera Utara


daripada ikatan hidrogen yang mengikat satuan kristal kaolinite. Pada rangkaian

kristal alumunium oktahedra terdiri dari satu atom Al yang bermuatan positif

mengikat senyawa OH yang bermuatan negatif. Sedangkan rangkain kristal silika

tetrahedra terdiri dari satu atom Si yang bermuatan positif mengikat empat atom O

yang bermuatan negatif. Sehingga dari susunan senyawa ini terjadi kelebihan muatan

negatif. Muatan-muatan negatif yang ada pada tanah lempung ini berada pada

permukaan partikel lempung. Untuk mengimbangi muatan negatif yang berlebih

tersebut, partikel-partikel lempung menarik ion muatan positif (kation) dari garam

yang ada didalam air pori. Hal ini disebut pertukaran ion-ion atau exchangeble

cations.

Illite yang memiliki rumus kimia K Al2 (Si3 Al) O10 (O H F)2 sebesar 54% dan

Kaolinite yang juga memiliki rumus kimia Al2 Si2 O5 (O H)4 sebesar 26% sedangkan

unsur mineral lempung magnesioriebeckite dengan rumus kimia Na2 Mg3 Fe2 Si8 O22

(OH)2 sebesar 20%.

Setelah adanya penambahan abu cangkang sawit terjadi perubahan komposisi

mineral lempung yang semula illite memiliki unsur 54% setelah pencampuran

menjadi berkurang sebesar 51%, untuk kaolinite dari 26% menjadi 13% , hal ini

disebabkan karena adanya penggumpalan dari partikel mineral lempung/flokulasi

akibat reaksi semen hidrasi yang dapat mempengaruhi komposisi dari mineral

lempung ditambah abu cangkang sawit.

Jika unsur kimia seperti Fe2O3, Cao dan MgO yang terdapat didalam abu

cangkang sawit ditambahkan pada tanah dengan kondisi seperti diatas, maka

Universitas Sumatera Utara


pertukaran ion segera terjadi, dan ion yang berasal dari larutan Fe2O3, Cao dan MgO

diserap oleh permukaan butiran lempung. Jadi, permukaan butiran lempung tadi

kehilangan kekuatan tolaknya (repulsion force), dan terjadilah kohesi pada butiran itu

sehingga berakibat kenaikan kekuatan konsistensi tanah tersebut.

Bereaksinya H2O dengan CaO akan menimbulkan panas dan pada saat yang

bersamaan, volume kapur menjadi lebih besar daripada volume asalnya sehingga

menyebabkan turunnya kandungan air didalam tanah.

Bereaksinya H2O dengan Mg akan menimbulkan panas dan pada saat yang

bersamaan, volumenya menjadi lebih besar daripada volume asalnya sehingga

menyebabkan turunnya kandungan air didalam tanah. Apabila CaO dengan mineral

lempung atau dengan mineral halus lainnya atau dengan komponen pozzolan seperti

SiO2 (hydrous silica) bereaksi, maka akan membentuk suatu gel yang kuat dan keras

yaitu kalsium silikat yang mengikat butir-butir atau partikel tanah (Diamond &

Kinter, 1965 dalam Ingels dan Metchalf, 1972). Gel silica bereaksi dengan segera

melapisi dan megikat partikel lempung dan menutup pori-pori tanah.

Dimana setelah molekul air terperangkap didalam pori-pori SiO2, pori-pori

SiO2 akan tertutup rapat dan molekul air akan terikat didalamnya, hal ini

mengakibatkan tanah lempung akan menjadi kering dan keras.

Dengan diserapnya hidrogen pada tanah lempung oleh senyawa kimia yang

terdapat didalam abu cangkang sawit seperti Al2O3, CaO, MgO, dan Fe2O3 maka

dapat disimpulkan bahwa senyawa kimia yang terdapat didalam abu cangkang sawit

tersebut dapat menggeser H2O dari partkel lempung.

Universitas Sumatera Utara


5.1.B Analisa Hasil SEM (Scanning Electron Microscope)

SEM (Scanning Electron Microscope) atau adalah sebuah mikroskop yang

mampu melakukan pembesaran objek sampai 2 juta kali, yang menggunakan

elektrostatik dan elektromagnetik untuk mengontrol pencahayaan dan tampilan

gambar serta memiliki kemampuan pembesaran objek serta resolusi yang jauh lebih

bagus daripada mikroskop cahaya. Mikroskop electron ini menggunakan jauh lebih

banyak energy dan radiasi elektromagnetik yang lebih pendek dibandingkan

mikroskop cahaya. Prinsip dasar dari Electron Microscope ini yaitu memfokuskan

sinar electron (Elektron Beam) dipermukaan obyek dan mengambil gambarnya

dengan mendektesi morfologi permukaan lempung.

Lempung tanah asli Pulau Sicanang, Belawan, Deli Serdang, Sumatera Utara

berwarna coklat mendekati abu-abu dan lebih terang. Sednagkan pada pengamatan

dengan SEM untuk tanah yang telah distabilisasi berwarna hitam dan lebih gelap dari

tanah asli.

Analisa hasil SEM (Scanning Electron Microscope) untuk tanah lempung asli

tanpa campuran dapat dilihat pada Gambar 5.3a sedangkan untuk hasil SEM

(Scanning Electron Microscope ) yang telah distabilisasi dapat dilihat pada Gambar

5.3b.

Universitas Sumatera Utara


Hasil observasi SEM (Scanning Electron Microscope) untuk sampel tanah

lempung tanpa campuran abu cangkang sawit adalah:

1. Terdapat celah besar di antara partikel yang ukurannya beragam.

2. Warnanya kelihatan lebih terang.

3. Partikel tanah yang ukurannya kecil dan tersebar lepas antar partikel

butiran.

4. Jarak Partikel lempung Illite sebesar 9,88A0.

5. Jarak Partikel lempung Kaolinite sebesar 7,10A0.

6. Jarak Partikel lempung Magnesioriebeckite sebesar 8,37A0.

a. Perbesaran 1000x b. Perbesaran 2500x

Gambar 5.3a Hasil foto SEM (Scanning Electron Microscope) untuk


tanah asli

Universitas Sumatera Utara


Hasil observasi SEM (Scanning Electron Microscope) sampel tanah lempung

yang telah distabilisasi dengan abu cangkang sawit adalah:

1. Terlihatnya gel CSH akibat hidrasi pasta semen sebagai pengikat antar

partikel.

2. Celah porositas antar partikel yang ukurannya lebar pada tanah lempung

terlihat semakin mengecil setelah dicampur abu cangkang sawit.

3. Partikel tanah yang semakin menghitam dan membesar akibat

penggumpalan (flokulasi) dan terlihat juga ukuran partikelnya semakin

homogen akibat flokulasi tersebut.

4. Jarak Partikel lempung Illite setelah pencampuran sebesar 9,91A0

5. Jarak Partikel lempung Kaolinite setelah pencampuran sebesar 7,130

6. Jarak Partikel lempung Riebeckite setelah pencampuran sebesar 8,39A0

Gel CSH

Gambar 5.3b Hasil foto SEM (Scanning Electron Microscope) untuk


tanah yang telah distabilisasi dengan abu cangkang sawit

Universitas Sumatera Utara


Pada gambar 5.3.b dapat dilihat gel CSH (Calsium-Silikat-Hidrat) yang juga

merupakan hasil hidrasi pasta semen dengan air. Gel tersebut yang berperan penting

dalam pengikatan partikel tanah lempung ditambah abu cangkang sawit.

Diharapkan, Unsur Si dan Al pada tanah lempung jika direaksikan dengan

kapur aktif (CAO) yang terdapat didalam unsur kimia abu cangkang sawit, dalam

jangka waktu tertentu akan terjadi reaksi pozzolanic dan membentuk suatu gel yang

kuat dan keras yaitu Calsium Silikat Hidrat (C-S-H) atau Calsium Aluminta Hidrat

(C-A-H) atau bahkan dapat membentuk Calsium Silikat Aluminat Hidrat (C-S-A-H)

yang mengikat butir-butir atau partikel tanah. Gel silikat bereaksi dengan segera

melapisi dan mengikat partikel lempung dan menutup pori-pori tanah. Tingginya

kadar silikat pada tanah tersebut disebabkan oleh tingginya mineral alpha kuarsa

didalam tanah.

Penambahan abu cangkang sawit kedalam tanah dapat memberi ion-ion positif

yang terdapat didalam unsur abu cangkang sawit terutama Si, Ca dan Al ion-ion ini

cenderung menggantikan kation-kation pada umumnya, seperti (Na)++ atau (K+) atau

hidrogen yang terdapat didalam partikel lempung. Proses cation exchangeable ini

akan mereduksi indeks plastisitas partikel lempung secara signifikan hal inilah yang

menyebabkan nilai plastisitas index berkurang setelah penambahan abu cangkang

sawit dan menyebabkan ukuran partikelnya semakin homogen. Dari hasil observasi

mikroskopik dapat dilihat dengan adanya penambahan abu cangkang sawit maka

semakin rapat celah porositas antar partikel tanah akibat pencampuran tanah

lempung dan abu cangkang sawit. Dan dapat dilihat pula

Universitas Sumatera Utara


perubahan jarak partikel lempung dari tanah lempung asli yang semakin merapat dan

memiliki jarak partikel lebih kecil setelah penambahan abu cangkamg sawit. Hal

tersebut disebabkan pembentukan gumpalan partikel tanah / flokulasi akibat reaksi

semen hidrasi yang menyebabkan subtitusi ion positif pada butiran permukaan tanah

oleh ion Ca++. Hal tersebut dapat dilihat pada perbesaran 2500x dan 1000x dimana

partikel tanah terlihat membesar dan semakin menghitam seiring dengan

pencampuran tanah lempung dan abu cangkang sawit tersebut.

5.1.C Analisa Unsur Kimia Abu Cangkang Sawit

Pengujian komposisi kimia abu cangkang sawit dilakukan di

Laboratorium Kimia Analitik FMIPA Universitas Sumatera Utara. Unsur-unsur kimia

yang diperoleh dari hasil penelitian adalah Al2O3, Fe2O3, CaO, dan MGO. Hasil

pengujian dapat dilihat pada Tabel 4.3. Unsur abu cangkang sawit didominasi oleh

silikat (SiO2), Aluminat (Al2O3) dan kadar kapur aktif, atau quick lime (CaO). Kadar

silikat tersebut akan menambah prosentase yang cukup besar pada tanah lempung.

5.2 Klasifikasi Tanah

Pada penelitian ini system klasifikasi tanah yang digunakan terdiri dari 2

sistem yaitu:

1. Sistem Klasifikasi USCS (Unified Soil Classification System)

2. Sistem Klasifikasi AASHTO (American Association of State Highway and

Transportation Officials)

Universitas Sumatera Utara


5.2.1 Klasifikasi Tanah Berbutir Halus Yang Berasal Dari Pulau Sicanang,
Belawan, Sumatera Utara.

1. Sistem Klasifikasi USCS

Sistem klasifikasi ini paling banyak diaplikasikan pada pengujian tanah.

System klasifikasi USCS merupakan system pengelompokkan berbasis hasil-hasil

percobaan Laboratorium. Adapun hasil dari pengujian Laboratorium menunjukkan

data properties tanah yang diperoleh adalah:

a. Tanah yang lolos saringan No. 200 = 92.5 %

b. Batas cair (LL) = 41, 98 %

c. Indeks Plastisitas (PI) = 19,32 %

d. Plastis Limit (PL) = 22.66 %

Dari data properties tanah yang diperoleh diatas maka dapat disimpulkan

beberapa hal yaitu:

1. Berdasarkan nilai persentase lolos saringan No. 200 tanah lempung diatas,

persentase tersebut lebih besar dari 50% maka berdasarkan tabel klasifikasi

USCS tanah ini secara umum dikategorikan golongan tanah berbutir halus.

2. Dari tabel sistem klasifikasi USCS untuk data batas cair dan indeks plastisitas

diplotkan pada diagram plastisitas sehingga didapatkan identifikasi tanah yang

lebih spesifik.

Dapat dilihat pada Gambar 4.1 bahwa hasil pengeplotan menunjukkan satu

titik pertemuan pengeplotan dibawah garis A, yang mana titik temu ini menjelaskan

Universitas Sumatera Utara


jenis tanah yang diuji. Dengan merujuk pada hasil diatas maka tanah Pulau Sicanang

berbutir halus yang diuji termasuk Kelompok CL yaitu lempung anorganik dengan

plastisitas rendah sampai sedang, lempung kurus, lempung berlanau dengan nilai

Indeks Plastisitas sebesar 19,32%.

Tabel 4.8 menunjukkan bahwa dengan penambahan abu cangkang sawit 3%,

6%, 9%, 12% dan 15% menyebabkan perubahan komposisi fraksi, yaitu

bertambahnya fraksi tertahan saringan No.200 besarnya penambahan yang terjadi

dibandingkan dengan tanah asli sebesar 5,87%. Perubahan ini menyebabkan

gradasinya beragam sehingga kelompok kalsifikasi untuk 6%, 9%, 12% dan 15% abu

cangkang sawit mengalami perubahan menjadi kelompok ML sedangkan untuk tanah

asli dan 3% abu cangkang sawit termasuk kelompok CL. Tetapi perubahan komposisi

fraksi ini dari CL ke ML masih masuk dalam divisi utama lanau dan lempung batas

cair 50% atau kurang.

Perubahan komposisi fraksi halus salah satu penyebabnya adalah terjadinya

penggumpalan akibat proses sementasi, sebagaian partikel berubah ukuran menjadi

lebih besar. Perubahan gradasi akan berpengaruh pada karakteristik tanah misalnya

plastisitasnya, kepadatannya maupun kuat tekan dan daya dukungnya.

2. Sistem Klasifikasi AASHTO

Berdasarkan pada tabel klasifikasi AASHTO persentase lolos saringan No. 200

lebih besar dari 35%, secara umum masuk kelompok tanah lanau-lempung. Degan

diketahuinya nilai nilai batas cair (LL) lebih besar dari 41%, dengan harga PI lebih

Universitas Sumatera Utara


besar dari 11% dan harga Plastis Limit (PL) lebih kecil dari 30% pada penelitian ini

diperoleh nilai PI = 19,32% , LL = 41,98% dan PL = 22,66% maka tanah yang

digunakan sebagai sample penelitian ini termasuk golongan A-7-6.

Hasil penelitian uji Batas Atterberg dapat di plot pada grafik Batas-batas

atterberg untuk sub kelompok A-4, A-5, A-6 dan A-7 . Kelompok tanah AASHTO

yang diperoleh dari hasil penelitian di laboratorium A-7-6 sebanding dengan

kelompok tanah sistem Unified CL yang masih termasuk kategori sangat mungkin

berdasarkan Perbandingan sistem AASHTO dengan sistem Unified (Liu,1967).

Dengan bertambahnya persentase abu cangkang sawit maka kelompok

klasifikasi tanah mengalami perubahan berdasarkan batas cair dan plastis indeksnya

yang mengalami perubahan, abu cangkang sawit 6%, 9%, 12%dan 15% mengalami

perubahan kelompok tanah menjadi kelompok A-6 dari abu cangkang sawit 0% dan

3% yang termasuk kedalam kelompok A-7-6.

Tetapi hal ini masih termasuk didalam kelompok tanah yang sangat mungkin

CL untuk Unified dan A-6, A-7-6 berdasarkan kelompok tanah yang sebanding

dengan sistem AASHTO.

5.3 Pengaruh Abu Cangkang Sawit Terhadap Batas-batas Konsistensi Tanah

Dari hasil uji Laboratorium untuk parameter batas-batas konsistensi yang

terdiri dari 4 parameter yaitu batas susut (SL), batas cair (LL), batas plastis (PL) dan

indeks plastisitas (PI) yang hasilnya sudah terlihat pada Tabel 4.9 dan Gambar 4.3.

Universitas Sumatera Utara


Dari grafik tersebut dapat dilihat adanya perubahan nilai pada 4 parameter

batas-batas konsistensi tanah sebelum dan sesudah distabilisasi dengan abu cangkang

sawit. Dapat disimpulkan, seiring dengan naiknya prosentase penambahan abu

cangkang sawit maka bertambah besar pula perubahan nilai batas-batas konsistensi.

a. Pengujian Batas Cair

Untuk batas cair (LL), ternyata menunjukkan adanya penurunan seiring

dengan besarnya penambahan persentase abu cangkang sawit. Nilai batas cair untuk

tanah asli sebesar 41,98% penuranan terjadi pada penambahan abu cangkang sawit

3% sebesar 41,68% , 6% sebesar 39,63% dan 9% sebesar 36,74% namun untuk

penambahan abu cangkang sawit selanjutnya terjadi kenaikan nilai batas cair untuk

12% sebesar 37,62% dan 15% sebesar 39,83% hal ini disebabkan pada pengujian

batas cair untuk menutup alur dengan pukulan 25 kali diperlukan kadar air yang lebih

banyak sehingga batas cair meningkat. Dan ini juga berarti penggunaan abu cangkang

sawit untuk 12% dan 15% sudah tidak efektif lagi.

b. Pengujian Batas Plastis (PL)

Untuk batas plastis (PL), dengan penambahan abu cangkang sawit dapat

menaikkan nilai batas plastis yang semula nilai batas plastis tanah lempung (0% abu

cangkang sawit) sebesar 22,66% beranjak naik seiring penambahan persentase abu

cangkang sawit untuk 3% sebesar 25,53%, untuk 6% sebesar 27,59%, untuk 9%

sebesar 28,52%, untuk 12% sebesar 32,47% dan 15% sebesar 33,11%. Kenaikan

yang terjadi tidak begitu signifikan hal ini disebabkan didalam pengujian batas plastis

Universitas Sumatera Utara


dimana untuk membentuk partikel tanah menjadi batangan yang diameter 4mm

diperlukan kadar air yang lebih banyak sehingga akan menaikkan batas plastis.

c. Pengujian Batas Susut (SL)

Untuk batas susut (SL), penambahan persentase abu cangkang sawit akan

menyebabkan penurunan nilai batas susut. Hal ini terjadi pada variasi persentase

campuran abu cangkang sawit yang dimulai dari 41,19% untuk tanah asli mengalami

penurunan untuk variasi 3% sebesar 40,09%, untuk 6% sebesar 38,97% untuk 9%

sebesar 38,26% hal ini disebabkan flokulasi yang menyertai proses pertukaran ion-

ion. Peristiwa ini akan menghasilkan butiran tanah baru dengan ukuran yang lebih

besar, sehingga akan memperkecil luas permukaan spesifik. Permukaan spesifik yang

kecil akan menggurangi kepekaan tanah terhadap pengaruh air .keadaan ini

menyebabkan tanah sulit berubah volumenya akibat pengaruh air walaupun dengan

kadar air yang tinggi. Namun untuk variasi campuran abu cangkang sawit 12% dan

15% kembali mengalami kenaikan sebesar 39,43% dan 40,22% dikarenakan

penambahan abu cangkang sawit sudah tidak efektif lagi untuk kadar abu cangkang

sawit yang lebih besar.

d. Plastisitas Index (PI)

Indeks Plastisitas (PI) adalah batas cair dikurangi batas plastis (PI = LL – PL).

Hubungan tersebut memperlihatkan bahwa nilai PI sangat tergantung oleh nilai batas

cair dan batas lastis.penambahan persentase abu cangkang sawit dapat menurunkan

Universitas Sumatera Utara


batas cair dan menaikkan batas plastis, maka indeks plastisnya akan menurun. Nilai

indeks plastis (PI) sangat menentukan klasifikasi potensi pengembangan tanah.

Semakin besar nilai indeks plastisitas campuran tanah dan abu cangkang sawit,

semakin besar pula potensi pengembangan tanah tersebut. Semakin menurun nilai

indeks plastisitas (PI) campuran tanah dan abu cangkangs awit maka potensi

pengembangan semakin berkurang.

5.4 Pengaruh Abu Cangkang sawit Terhadap Specific Gravity

Hasil uji berat jenis dengan penambahan abu cangkang sawit sebesar 3%,

6%, 9%, 12% dan 15% sebagaimana tercantum padaTabel 4.11 menunjukkan adanya

kecenderungan penurunan nilai specific gravity seiring dengan bertambah besarnya

persentase abu cangkang sawit. Hal ini disebabkan antara lain karena bercampurnya

dua bahan dengan specific gravity yang berbeda. Nilai specific gravity abu cangkang

sawit sebesar 1,91 memang lebih rendah bila dibandingkan dengan specific gravity

tanah asli sebesar 2,65, sehingga penurunan specific gravity terjadi. Selain itu, proses

sementasi pada tanah dan abu cangkang sawit, menyebabkan terjadinyna

penggumpalan yang merekatkan antar partikel, rongga-rongga pori yang telah ada

sebagian akan dikelilingi bahan sementasi pada tanah dan abu cangkang sawit yang

agak kaku dan sulit ditembus air. Rongga pori yang terisolasi oleh lapisan sementasi

kedap air akan terukur sebagai volume butiran dan selanjutnya menurunkan nilai

specific gravity.

Universitas Sumatera Utara


5.5 Pengaruh Abu Cangkang Sawit Terhadap Gradasi Butiran Campuran
Tanah

Tabel 4.8 menunjukkan bahwa dengan penambahan abu cangkang sawit 3%,

6%, 9%, 12% dan 15% menyebabkan perubahan komposisi fraksi, yaitu

bertambahnya fraksi tertahan saringan No.200 (Gambar 4.4) serta berkurangnya

fraksi lolos saringan No.200. Besarnya penambahan yang terjadi dibandingkan tanah

asli sebesar 5,87 % dimulai dari fraksi lolos saringan No.200 tanah asli (0%) sebesar

92,56%, untuk variasi campuran dari 3%, 6%, 9% ,12% dan 15% terus mengalami

penurunan fraksi lolos saringan No.200.

Perubahan ini menyebabkan gradasinya beragam. Salah satu penyebabnya

adalah terjadinya penggumpalan akibat proses sementasi, sebagian partikel berubah

ukuran menjadi lebih besar. Perubahan gradasi akan berpengaruh terhadap

karakteristik tanah misalnya plastisitasnya, kepadatannya maupun kuat tekan dan kuat

dukung tanah tersebut.

Kandungan fraksi berbutir halus sangat mempengaruhi sifat pengembangan

tanah. Semakin rendah jumlah kandungan fraksi halus (butiran 0,075mm) suatu

tanah, semakin kurang derajat aktivitas dan potensi pengembangan.

5.6 Pengaruh Abu Cnagkang Sawit Terhadap Compaction

Pengujian compaction dilakukan untuk melihat kepadatan tanah maksimum

dan kadar air maksimum yang akan digunakan pada uji CBR, dari hasil uji

compaction dapat dilihat pada Tabel 4.12 bahwa dengan penambahan abu cangkang

Universitas Sumatera Utara


kepadatan tanah kering mengalami peningkatan dari 1,36 gr/cm3 menjadi 1,44 gr/cm3.

Sedangkan untuk kadar air mengalami penurunan dari 29,88 % menjadi 28,90 %.

5.6 Pengaruh Abu Cangkang Sawit Terhadap Kuat Tekan

Pengujian tekan bebas tanah asli dilakukan sebanyak dua kali, pertama tanah

asli undisturbed yang memiliki nilai kuat tekan sebesar 0,62 kg/cm2, sedangkan untuk

yang remoulded tanah asli nilai kuat tekan sebesar 0,43 kg/cm2, penurunan nilai kuat

tekan dari Undisturb ke remoulded ini disebabkan pada tanah Undisturb partikel-

partikel butiran tanah masih utuh sebagaimana kondisi tanah lapangan hal ini berbeda

dengan remoulded dikarenakan pada tanah remoulded kemungkinan partikel-partikel

butiran ada yang terpecah. Nilai kuat tekan ini masih termasuk kelompok lempung

lunak yaitu antara 0,25 – 0,5 kg/cm2.

Setelah dilakukan penambahan abu cangkang sawit sebesar 6% maka nilai

kuat tekan mengalami kenaikan sebesar 0,87 kg/cm2, tetapi pada abu cangkang sawit

9 % mengalami penurunan 0,491 kg/cm2, tetapi masih diatas tanah asli remoulded.

Kenaikan nilai kuat tekan bebas tersebut disebabkan terjadinya pertukaran

ion-ion positif (kation) yang ada didalam tanah lempung (Na+ dan K+) oleh ion-ion

positif yang ada didalam abu cangkangs awit (Ca++ dan Mg++). Reaksi pertukaran ion

–ion positif initerjadi dalam waktu yang relatif singkat dan akan menyebabkan proses

terjadinya butiran-butiran yang cukup besar (flokulasi). Oleh karena membesarnya

butiran-butiran tanah lempung sehingga ini akan menaaikkan niali kuat tekan bebas.

Universitas Sumatera Utara


Dari hasil penelitian terlihat bahwa pada kadar abu cangkang sawit 6% terjadi

kenaikan yang signifikan dibanding kadar abu cangkang sawit 9% hal ini disebabkan

dengan kadar abu cangkang sawit yang lebih tinggi tidak mampu mengikat silikat dan

aluminat yang ada di dalam tanah lempung. Lagipula proporsi CaO dan SiO2, dan

Al2O3 terdapat pada kadar abu cangkang sawit 6%.

5.8 Pengaruh Abu Cangkang sawit Terhadap CBR Unsoaked dan Soaked

Untuk pengujian unsoaked (tidak terendam) dan soaked (terendam) Nilai

CBR mengalami kenaikan seperti yang terlihat pada Tabel 4.14, nilai CBR tanah asli

pada kondisi tidak terendam sebesar 2,27%, setelah adanya pemeraman 1 x 24 jam

kemudian dilakukan pengujian CBR maka untuk 6% abu cangkang sawit nilai CBR

tidak terendam meningkat sebesar 4,77%, terjadinya peningkatan nilai ini disebabkan

reaksi pengikatan partikel-partikel tanah yang dapat menyebabkan penggumpalan

(flokulasi) yang dapat meningkatkan daya ikat butiran, maka akan meningkatkan

kemampuan saling mengunci antar butiran. Peningkatan nilai CBR paling efektif di

6% abu cangkang sawit. Hal ini tidak terjadi pada penambahan persentase abu

cangkang sawit 9% nilai CBR yang diperoleh sebesar 4,20% mengalami penurunan

dari kondisi 6% abu cangkang sawit.

Nilai CBR soaked semuanya lebih rendah daripada kondisi unsoaked hal ini

dikarenakan kondisinya terendam air maka dapat mengikat partikel – partikel yang

telah tergumpal bisa pecah kembali sehingga nilai CBR nya pun jadi lebih kecil dan

peningkatan nilai CBR dari variasi campuran juga berbeda. Prosedur pengujian yang

Universitas Sumatera Utara


dilakukan di laboratorium sama dengan pengujian CBR tak terendam, yang

membedakannya adalah perlakuan terhadap sample sebelum diuji.

Potensi pengembangan tanah dipengaruhi oleh indeks plastisitas dan

kandungan fraksi lempung (<2 µm) semakin besar nilai indeks plastisitas dan

persentase fraksi lempung, maka semakin besar pula potensi pengembangannya.

Pada pengujian ini data yang diperoleh adalah nilai swelling yang dilakukan

dengan durasi 4 hari perendaman, seperti yang terlihat pada Tabel 4.15 dan Gambar

4.11 menunjukkan bahwa penambahan abu cangkang sawit mengakibatkan nilai

potensi pengembangan campuran tanah semakin berkurang. Hal ini disebabkan

berkurangnya nilai indeks plastisitas dan jumlah fraksi lempung campuran tanah

akibat penambahan abu cangkang sawit sebagaimana dijelaskan diatas. Selain itu,

penambahan abu cangkang sawit mengakibatkan rongga yang ada pada butiran tanah

akan tertutup oleh abu cangkang sawit, sehingga rongga-rongga butiran menjadi lebih

padat dan kompak.

Berikut ini dapat kita lihat swelling dari variasi campuran abu cangkang sawit

yaitu 0%, 6% dan 9%. Untuk abu cangkang sawit 0% pengembangan pada 1 hari

sebesar 2% semakin lama perendaman maka pengembangannnya semakin meningkat

pula yaitu sebesar 8,22% pada hari keempat. Penambahan abu cangkang sawit 6%

adalah paling efektif untuk menurunkan potensi swelling pada tanah.

Universitas Sumatera Utara


5.9 Pelaksanaan Stabilisasi tanah Dilapangan

5.9.1 Pencampuran Tanah dan Abu Cangkang Sawit

Seperti halnya stabilisasi tanah dengna bahan lain, dalam stabilisasi tanah

dnegna abu cangkang sawit diambil tata cara pelaksanaannya seperti pelaksanaan abu

terbang (fly ash) dilapangan hal ini karena unsure kimia utama yang terdapat didalam

abu terbang (fly ash) seperti SiO2, Al2O3, Fe2O3 dan CaO (Openshaw et al.,1992)

sama dengan yang terdapat didalam abu cangkang sawit yang dipakai sebagai

material pada penelitian ini.

Abu cangkang sawit harus tercampur secara seragam dengan bahan yang

distabilisasi. Umumnya terdapat dua cara pencampuran:

1. Pencampuran di tempat.

2. Pencampuran diluar lokasi proyek dengan menggunakan mesin pencampur.

Pencampuran ditempat digunakan bila tanah yang digunakan sebagai bahan

yang distabilisasi diperoleh dari tanah setempat yang kondisinya buruk, sedangkan

pencampuran diluar lokasi proyek dilakukan bila tanah yang digunakan sebagai

bahan yang distabilisasi digunakan tanah dari lokasi lain.

Cara kedua lebih menguntungkan, karena menghasilkan pencampuran yang

lebih merata dan komposisi campuran dapat dikontrol sesuai dengan yang diinginkan.

Terdapat perbedaan menonjol antara aksi sementasi pada stabilisasi abu cangkang

sawit dan semen Portland. Seperti diketahui semen yang dipakai untuk stabilisasi

tanah mengeras secara cepat, dan tanpa ketergantungan terhadap temperature. Juga

untuk tanah granuler semakin banyak semen, maka kekuatannya semakin besar.

Universitas Sumatera Utara


Namun, tidak demikian dengna stabilisasi abu cangkang sawit proses reaksi pada abu

cangkang sawit dan tanah lempung terjadi secara lambat dan bertahap pada

temperatur tertentu, dan bila menggunakan abu cangkang sawit yang lebih banyak

dapat membuat tanah yang distabilisasi akan menjadi jelek dan sehingga pelaksanaan

terbaik adalah dimusim panas untuk memperoleh kekuatan ultimit campuran yang

terbaik. Maka dari itu stabilisasi tanah-abu cangkang sawit sangat cocok digunakan

daerah yang beriklim tropis, hal ini sering dilakukan di daerah pabrik yang banyak

kebun sawitnya, mereka menggunakan abu cangkang sawit yang banyak pada jalan-

jalan lintasan truk-truk besar, hasil yang diperoleh jalan cenderung keras bila musim

panas namun bila hujan jalan akan becek dan berair.

5.9.2. Cara Pelaksanaan Dilapangan

Sebelum penghamparan abu cangkang sawit, area harus diratakan guna

memberikan penyebaran abu cangkang sawit yang seragam. Abu cangkang ssawit

dapat diangkut kelokasi proyek dengan menggunakan truk (dump truck) dan harus

diangkut sedemikian hingga tidak ada material hilang selama proses pengangkutan.

Sebelum melakukan penghamparan abu cangkang sawit terlebih dahulu harus

disiapkan tanah yang akan distabilisasi dengan menggemburkan tanah yang akan

distabilisasi, abu cangkang sawit dihamparkan dengan merata kemudian tanah dan

abu cangkang sawit diaduk dnegna rata, proses pemberian air kedalam campuran

merupakan hal yang penting. Banyaknya air yang digunakan harus mengacu pada

kadar air optimum yang didasrkan pada hasil pemadatan campuran guna mencapai

Universitas Sumatera Utara


Kepadatan yang memuaskan saat dilakukan pemadatan. Di antara waktu

penghamparan abu cangkang sawit dan proses pencampuran awal, stabilisasi tanah

dan abu cangkang sawit dapat dilakukan dengan cara bertahap dikarenakan reaksi

tanah dan abu cangkangs awit yang relatif lambat.

Pencampuran abu cangkang sawit dengan tanah menghasilkan kekuatan tanah

yang lebih tinggi, pengurangan potensi pengembangan dan dapat menaikkan daya

dukung tanah. Untuk maksud ini, maka campuran harus dipadatkan dan diberikan

waktu untuk terjadinya reaksi kimia yang menghasilkan bahan campuran dengan

sementasi tinggi. Pemadatan dilakukan dengan menggunakan pemadat roda karet dan

sejenisnya. Pemadatan dilakukan seperti prosedur pemadatan dilapangan yang sudah

sering dilakukan. Setelah selesai pemadatan dapat diperiksa kepadatan tanah

campuran, dan juga dapat dilakukan pengendalian mutu atau kontrol kualitas selama

pekerjaan berlangsung. Pengamatan kelembaban dilakukan guna menentukan

efektifitas cara perawatan yang digunakan.

Hal ini disebabkan penggunaan stabilisasi tanah dan abu cangkang sawit tetap

memerlukan perawatan sebagaimana perawatan jalan aspal beton dan sebagainya.

Perawatan ini bertujuan untuk keseragaman pencampuran, kadar abu cangkang sawit,

rangkaian waktu pelaksanaan, dan pemadatan. Bila diperlukan permukaan material

yang telah distabilisasi ditutup dengan aspal emulsi atau aspal cutback.

Dalam operasi dilapangan stabilisasi tanah dan abu cangkangs aiwt dapat

dilakukan dnegna cara bertahap dikarenakan reaksi tanah dan abu cangkang saiwt

relatif lambat, maka campuran tanah dan abu cangkang sawit dapat dibiarkan satu

Universitas Sumatera Utara


atau dua hari sesudah pencampuran awal, yaitu untuk mengijinkan adanya penyatuan

dan penggumpalan material stabililisasi lebih besar.

Penambahan air dapat dilakukan setelah abu cangkang sawit dicampur dengan

tanah. Ferguson dan Laverson (1999) melaporkan bahw ametode yang lebih efektif

untuk mengontrol air dalam campuran adalah dengan cara menambahkan air ke

dalam drum pencampur dari mesin pencampur/penghancur (pulvamixer) yang

dilengkapi dengan penyemprot air didalam drum pencampurnya.

BAB VI

PENUTUP

Universitas Sumatera Utara


6.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat diambil kesimpulan sebagai

berikut:

1. Sample tanah yang diambil dari Pulau Sicanang, Belawan, Deli Serdang,

Sumatera Utara bahwa tanah tergolong tanah berbutir halus (kadar lempung

45%). Nilai aktivitas tanah Ac = 0,43<0,75 berdasarkan sistem USCS adalah

kelompok CL dan berdasarkan AASHTO termasuk kelompok A-7-6 yang

mempunyai nilai CBR 2,27% dan nilai UCS sebesar 0,43 kg/cm2.

2. Dengan bertambahnya persentase abu cangkang sawit maka klasifikasi tanah

mengalami perubahan dimulai ari kadar abu cangkang sawit 6% yaitu

berdasarkan USCS tanah termasuk kelompok ML dan berdasarkan AASHTO

termasuk kelompok A-6.

3. Antara tanah dengan abu cangkang sawit, mempunyai kandungan kimia yang

hampir sama, diantaranya adalah unsur SiO2 (tanah 75,40% dan abu

cangkang sawit 67,40%) dan Al2O3 (tanah 14,10% dan abu cangkang sawit

10,10%). Oleh karena itu tambahan campuran abu cangkang sawit terhadap

tanah mengalami perubahan yang tidak signifikan, dari hasil pengujian bahwa

abu cangkang sawit lebih banyak memperngaruhi campuran terhadap

perubahan fisik tanah dari pada mekanisnya.

4. Campuran tanah dengan penambahan abu cangkang sawit yang divariasikan

mengalami perubahan untuk sifat fisik (index properties) untuk kadar abu

Universitas Sumatera Utara


cangkang sawit 6%, specific grafity dari 2,65 menhadi 2,61, LL fari 41,98%

menjadi 39,36%, SL dari 41,19% menjadi 12,05% dan PI dari 19,32%

menjadi 12,05%.

5. Penambahan abu cangkang sawit juga mempengruhi perubahan mekanisnya

(engineering properties) potensi pengembangna dari 2% menjadi 0,89% nilai

UCS dari 0,43 kg/cm2 , nilai CBR dari 2,27% m3njadi 4,77% dan berat isi

kering dari 1,38 gr/cm3 menjadi 1,44 gr/cm3.

6. Hasil uji CBR unsoaked dan soaked 4 hari menunjukkan peningkatan nilai

CBR seiring penambahan abu cangkang sawit. Peningkatan maksimum 1 hari

pemeraman maupun perendaman 4 hari terjadi pada penambahan 6% abu

cangkang sawit. Besarnya peningkatan masing-masinguntuk uji CBR

langsung sebesar: 4,77% dari tanah asli yang memiliki nilai CBR 2,27%,

kenaikan ini memnah kuran signifikan dan nilai CBR untuk terendam terjadi

penurunan nilai CBR dari kondisi langsung untuk 6% abu cangkang sawit

penurunan terjadi dari 4,77% menjadi 2,40% hal ini dikarenakan diasumsikan

kondisi terendam air.

6.2. SARAN

1. Perlu dilakukan pemeraman lebih lama untuk pengujian Unconfined dan

CBR agar reaksi pertukaran ion-ion positif yang terdapat didalam abu

Universitas Sumatera Utara


cangkang sawit dan tanah lempung dapat lebih bereaksi dalam kurun

waktu yang lebih lama disbanding dengan pemeraman 1 hari.

2. Terjadinya reaksi pozzolanic, hidrat-hidrat berbentuk gel dapat mengeras

dengan kurun waktu tertentu dan akan dapat menaikkan kuat tekan dan

CBR lebih signifikan dengna waktu pemeraman lebih lama.

3. Perlu adanya pengujian lanjutan untuk pengujian UCT dan CBR dengan

waktu pemeraman yang lebih divariasikan sehingga sehingga dapat

diketahui pemeraman berapa hari yang lebih mampu meningkatkan kuat

tekan dan daya dukung.

4. Perlu adanya pengujian kuat dukung dan kuat tekan dengna penambahan

bahan additive lain seperti abu cangkang sawit+ kapur dan abu cangkang

sawit+spent catalyst yang kemudian hasilnya ini akan dibandingkan

mana yang paling efektif sebagai bahan alternatif pengganti material

stabilisasi, yang pasti harus memiliki nilai ekonomis yang rendah dengan

hasil yang maksimal.

DAFTAR PUSTAKA

AASHTO, 1978, “Method of Sampling and Testing”, Part II.

Universitas Sumatera Utara


ASTM, 1992, “ASTM Stabilization With Admixture, American Society For Testing
and materials, Second Edition.
Anastasia, S.L., 1991,” Stabilisasi Tanah Menggunakan Semen dan Bahan Kimia
padaTanah Lempung Bandung, Master Tesis ITB.
Bowles, J.E., 1984, “Physical and Geotechnical Properties of Soils”. Mc.Graw-Hill
Book Company, USA.
Chen, F.H., 1975, “Foundations on Expansive soil”, Elsevier Science Publishing
Company, New York.
Das, B.M., 1994. “Principles of Geotechnical Engineering” , Mc.Graw-Hill Third
edition, New York.
Endang W.H., 2004, “Stabilisasi tanah Ekspansif Dengan Semen dan Fly Ash untuk
Konstruksi Badan Jalan “, Tesis Program Pasca Sarjana Magister Teknik
Sipil Universitas Diponegoro Semarang.
Ferguson, G. dan Laverson, S.M., 1999,” Soil and Pavement Base Stabilization With
Self-Cementing Coal Fly Ash”, American Coal ash Association, Alexandria,
VA.
FHWA, 1979, “Soil Stabilization In Pavement Structures”, FHWA-IP.80-2. Vol.2.
Mixture Design Consideration, FHA, Office of Development
Implementation Divition.
Grim, R.E., 1992, ‘Applied Clay Mineralogi”. Mc Graw Hill Book Company, New
York.
Holtz, R.D. and Kovacs, W.D., 1981, “An Introduction to Geptechnical
Engineering”. Prentice-hall, Inc., Englewood Cliffs, New Jersey.
Hardiyatmo, H.C., 1999, “ Mekanika Tanah I” Edisi 3, PT. Gramedia Pustaka Umum,
Jakarta.
Haspro, STU, 1996, “Stabilisasi tanah Lempung dengan Abu Terbang dan
GEOSTA”, Media Teknik Edisi Desember, Semarang 1996.
Hatmoko, J.T., 2003, “Pemanfaatan Abu Ampas Tebu Untuk stabilisasi Tanah
Lempung Ekspansif “, Laporan Penelitian Dosen Muda DIRJEN. DIKTI,
Jakarta.

Hatmoko. J.T., 2007. Jurnal Teknik Sipil. Volume 8 No 1, Oktober 2007 “UCS
Tanah Lempung Expansive yang Distabilisasi dengan Abu Ampas Tebu dan
Kapur “. Staf Pengajar Geoteknik Teknik Sipil Universitas Atma Jaya
Yogyakarta.
Ingles, O.G. and Metcalf, J.B., 1972 “Soil Stabilization Principles and Practice”,
Buterworths, Sidney.

Universitas Sumatera Utara


Idrus, 1991, “Satabilisasi Pada Lempung Losari Dengan Kapur dan Semen”, Master
Tesis, Institut Teknologi Bandung.
Ilyas S., 2006, Jurnal Teknik Sipil.Volume 14 No 1, Januari 2007 “Studi Penurunan
Kuat Geser Tanah Lempung Indramayu Akibat Pupuk Kimia “. Staf
Pengajar Geoteknik Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung.
Lambe, T.W., and Withman, R.V., 1969, “Soil Mechanics”, Jhon Wiley and Son,
Inc., New York.
Lusmeilia A., 2006,. “Abu Sawit Sebagai Perekat Alternatif dalam Pembuatan
Beton”, Tesis Program Pasca Sarjana Magister Teknik Sipil Universitas
Lampung.
Lusmeilia A., 2008, “Usaha-usaha Perbaikan Tanah”, Diktat Ajar, LMS Civ.Eng,
Universitas Riau.
Mitcbell,J.K., 1976, “Fundamentals of Soil Behavior” University Berkeley,
California.
SNI 03-3440-1994, “Tata Cara Pelaksanaan Stabilisasi Tanah Dengan Semen
Portland Untuk Jalan, Departemen Pekerjaan Umum.
SNI 03-3437-1994, “Tata Cara Pembuatan Rencana Stabilisasi Tanah Dengan kapur
Untuk Jalan, Departemen Pekerjaaan Umum, Direktorat Bina Marga.
Skempton, A.W. 1953, “The Colloidal Activity Of Clay” Proceedings of the Third
International Conference on Soil Mechanics and Foundation Engineering,
Vol.1 , London.
Wiqoyah,Q., 2006, Jurnal Teknik Sipil, Volume 6, Nomor 1 Januari 2006, “Pengaruh
Kapur Terhadap Kuat Dukung Tanah Lempung”, Staf Pengajar Teknik Sipil,
Universitas Muhamadiyah Surakarta.
Wibowo, F.X.N, & Hatmoko, J.T., 2001, “Pemanfaatan Abu Ampas Tebu sebagai
Bahan Tambahan Beton Mutu Tinggi, laporan Penelitian DCRG, DIRJEN
DIKTI 2001.
(http://isroi.wordpress.com/2009/06/19/limbah-pabrik-kelapa-sawit/, diakses pada
16/12/2010).
(http://sipilholic.blogspot.com/abu%20sawit/abu-sawit-perekat-alternatif-dalam.html,
diakses pada 16/12/2010).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai