TESIS
Oleh:
SURYANTI SURAJA PULUNGAN
107016002/TS
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2012
TESIS
Oleh:
SURYANTI SURAJA PULUNGAN
107016002/TS
FAKULTAS TEKNIK
Menyetujui,
Komisi Pembimbing:
(Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE) (Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME)
Borepile foundation is a foundation which is built by, first, boring the soil and then
it is filled with reinforcement and casted. The method is used to analyze the axial
foundation bearing capacity of single bored pile based on the loading test and to compare
the maximum Pultimate load and settlement by using the analysis of single bored pile
based on the result of loading test, using Davisson and Mazurkiewics methods with the
element method so that soft-soil model can use Finite Element (FEM) Program Plaxis.
The aim of the research was to compare the result of bearing capacity of the single
bored pile with the result of loading test with the element method based on the soft soil
model, using Finite Element. The result of the research showed that the ultimate bearing
capacity based on the loading test was 830 tons, while the result of the calculation based
on Davisson method was 780 tons, based on Mazurkiewics method it was 820 tons, and
based on Finite Element method it was 765 tons.
For the loading test at 100% of loading or 415 tons, the down buckling of the
loading test was 5.69 mm, while from the calculation of Finite Element it was 3.81 mm; for
the loading test at 150% of loading or 622.5 tons, the down buckling of the loading test
was 10.43 mm, while from the calculation of Finite Element it was 8.55 mm; for the
loading test at 200% of loading or 830 tons, the down buckling of the loading test was
24.62 mm, while from the calculation of Finite Element it was 22.82 mm. The time needed
to achieve 100% of loading or 415 tons from the calculation of Finite Element was six
hours, for 150% of loading or 622.5 tons from the calculation of loading test was 12 hours,
and for 200% of loading or 830 tons from the loading test was 18 hours.
Soft soil model is usually used for NC (Normal Consolidated) loam, while soft soil
creep model is usually used for peat in which its consolidation depends highly on the time
(not only primary consolidation, but also secondary and tertiary consolidations which are
dominant). Hardening soil model is usually used for sand, gravel, or OC (Over
Consolidated) loam. This soft soil model is generally appropriate to be used for analyzing
lowering and consolidation, such as reclamation work.
Bismillahirrohmanirrohim…..
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan rahmad, hidayah, kesehatan, keselamatan, dan kemudahan sehingga penulis
dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Penulisan tesis ini bertujuan memenuhi syarat
untuk memperoleh gelar Magister Teknik (MT). Adapun judul tesis ini adalah” Analisis
Perbandingan Daya Dukung Hasil Loadingtest pada Borepile Diameter I Meter Tunggal
dengan Metode Elemenhingga Memakai Model Soft Soil Pada Proyek Crystal Square
Medan”.
Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan
disebabkan kemampuan pengalaman dan ilmu pengetahuan yang terbatas. Penyusunan tesis
ini tidak akan terwujud tanpa adanya bimbingan dan dukungan dari pihak yang telah begitu
banyak membantu, untuk itu penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada:
Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM. & H. M.Sc. (C.T.M), Sp.A(K), selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara dan Bapak Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME, selaku
dekan Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Bapak Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE
selaku Ketua Program Studi Magister Teknik Sipil dan Dosen Pengajar serta Komisi
Pembimbing Tesis dan Bapak Ir. Rudi Iskandar.MT. selaku Sekretaris Program Studi
Magister Teknik Sipil dan Dosen Pembimbing penulisan tesis ini.
Bapak Prof. Dr. Ir. Bachrian Lubis, M.Sc. Pembanding I, Bapak Prof. Dr. Ir. Johanes
Tarigan Pembanding II. Bapak Dr. Ir. A. Perwira Mulia Tarigan, M.Sc. Selaku
Pembanding III, dan kepada Bapak Dr. Ir. Hotma Panggabean sebagai Pembanding IV
yang telah memberi masukan dan bimbingan pada kami sehingga penulisan tesis ini dapat
saya selesaikan dan Bapak Yun Ardi yang telah banyak membantu kami,dukungan juga
memberi arahan dalam mencapai S2 ini.
Kepada yang tercinta Suamiku Samsuddin Harahap, Kedua Orang Tuaku Ayahanda
H. Marasati Pulungan dan ibunda Hj. Masdalifah Harahap yang telah memberikan kasih
sayang yang melimpah kepada penulis serta Do’a dan dukungan baik secara moril maupun
materil.
Kepada Seluruh Keluarga besarku, Abanganda Peltu M. Agus Irian Pulungan, Ayub
Sulaiman Pulungan SH. Ahmad Rivai Pulungan, Kak Dra.Netty Mei Derwati Pulungan,
Ir.Sri Arjuna Pulungan, Adikku Sartika Nur pulungan Spd. Abang Ipar dan kakak ipar
Adik iparku Hariman Harahap, Masdaria Harahap Spd. Baitolib Harahap dan seluruh
keponakanku. Terimakasih atas Do’a dan dukungannya, Keluarga Oppung H. Panangaran
Siregar.
Kepada Rektor Universitas Graha Nusantara Prof. Dr. Ir. Erwin Marul Harahap. MSi,
yang telah merekomendasikan BPPSnya, Dekan Teknik Ir, Marzuki Harahap. ME, Ir.
Arfan Harapan Siregar, MT, Sahrul Harahap, Ir. Armasyah Siregar. Ir.Abadi Siregar MT,
Kepada seluruh sivitas akademik UGN yang telah mendukung dan mendo’akan penulis
khusus Ira, Fitri, Elli, Yusniar, kak sri, kak yus, kak Mahrani, Emirza, kak Ati, 2 Lina,
Erni, Dini dan semua teman2 seperjuangan di UGN yang tidak dapat disebutkan satu
persatu.
Teman seperjuangan S2 yang telah bekerjasama selama kuliah khususnya Reni, Dodi,
Mabrur, Tika, Boby, Bang Imanuel, Bang Albert Simbolon, kak Diana, Irwansyah,
Wassalam
Penulis
ABSTRAK .................................................................................................................. i
ABSTRACT................................................................................................................ ii
KATA PENGANTAR ............................................................................................... iii
PERNYATAAN ......................................................................................................... v
RIWAYAT HIDUP .................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ............................................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR.................................................................................................. xiii
DAFTAR TABEL ...................................................................................................... xvi
DAFTAR NOTASI .................................................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................... 1
1.2 Permasalahan ......................................................................................................... 4
1.3 Pembatasan Masalah .............................................................................................. 5
1.4 Maksud dan Tujuan ............................................................................................... 5
1.5 Sistematika Penulisan ............................................................................................ 6
ketersediaan lahan yang cukup banyak untuk pembangunan prasarana tempat tinggal
penduduk tersebut sehingga dengan semakin sempitnya lahan yang ada akan
mengakibatkan harga jual tanah menjadi semakin mahal, sehingga untuk efisiensi
satunya adalah proyek pembangunan Gedung Crystal Square yang berlokasi di Jl. Imam
Bonjol No. 6 Medan, bangunan ini difungsikan untuk hotel dan perkantoran.
Untuk meneruskan beban dari bagian struktur atas (super structures) ke lapisan
tanah di bawahnya hingga mencapai daya dukung yang diinginkan, maka diperlukan suatu
bagian konstruksi bangunan bawah (sub structures) yang disebut dengan pondasi. Pondasi,
merupakan bagian dari struktur bawah (sub structure), mempunyai peranan yang sangat
penting dalam memikul beban struktur atas sebagai akibat dari adanya gaya-gaya yang
terjadi pada struktur atas (upper structure) seperti berat struktur itu sendiri, gaya angin,
gaya gempa dan lain-lain. Pondasi pada struktur bawah biasanya terdiri dari 2 tipe pondasi
yaitu pondasi dangkal dan pondasi dalam. Pondasi dangkal pada umumnya dapat
digunakan untuk konstruksi dengan beban ringan serta lapisan tanah yang cukup baik,
bor dapat dilakukan langsung di lokasi proyek dan umumnya disebut sebagai pondasi bore
pile.
Pondasi bore pile adalah suatu pondasi yang dibangun dengan cara mengebor tanah
terlebih dahulu, kemudian diisi dengan tulangan dan dicor. Bored pile dipakai apabila tanah
dasar yang kokoh yang mempunyai daya dukung besar terletak sangat dalam, yaitu kurang
lebih 15 m serta keadaan tanah sekitar bangunan sudah banyak berdiri bangunan–bangunan
dikhawatirkan dapat menimbulkan retak–retak pada bangunan yang sudah ada akibat
pancang.
Daya dukung bore pile diperoleh dari daya dukung ujung (end bearing capacity)
yang diperoleh dari tekanan ujung tiang dan daya dukung geser atau selimut, dengan
demikian pondasi ini sangat sesuai digunakan pada tanah lunak dimana lapisan tanah keras
terletak cukup jauh dari permukaan tanah. Untuk mengetahui daya dukung dari masing-masing
pondasi tiang pada waktu pembangunan, maka dilakukan pengujian beban tiang statis terhadap
gaya aksial (Loading Test). Dengan pengujian ini akan dapat diperkirakan besarnya beban
maksimum atau Pultimate dan penurunan (settlement) dari masing-masing tiang tunggal
sehingga daya dukung pondasi tersebut dapat direncanakan mendekati kenyataan yang
sebenarnya. Daya dukung tiang tunggal sangat dipengaruhi oleh keseragaman sifat tanah,
oleh sebab itu nilai daya dukung tiang dapat sangat bervariasi meskipun terletak pada
Pengujian daya dukung tiang bor dengan uji beban statik merupakan uji beban
standard yang harus dilakukan pada setiap bangunan, yaitu melakukan pembebanan
(Working Load) tiang. Uji beban sebesar 200% lebih ditujukan untuk test pembuktian,
sedangkan uji beban sebesar 300% ditujukan untuk mengetahui daya dukung batas dari
tiang. Perlu diperhatikan pada pengujian tiang bor adalah pengujian dilakukan setelah 14
hari sampai dengan 30 hari, hal ini penting agar beton dapat mencapai kekuatan yang
diinginkan dan keadaan tanah yang terganggu dapat kembali seperti keadaan semula.
dengan menumpuk blok-blok beton (Gambar 1.1) atau material lain sesuai yang
dibutuhkan. Cara lainnya dengan menggunakan reaction pile (Anchor System) yaitu
menggunakan tiang bor lain atau ground anchor yang akan berfungsi sebagai tiang tarik
(Gambar 1.2) Pemberian beban pada kepala tiang dilakukan dengan dongkrak hidrolik.
Pelaksanaan sistem pembebanan di atas memerlukan waktu yang lama dan tempat
yang luas serta biaya besar. Selama pembebanan semua kegiatan di sekitar area pekerjaan
harus berhenti karena dapat mengganggu ketelitian dari hasil pengujian. Data yang
dihasilkan dari pengujian ini adalah diperolehnya grafik hubungan antara penurunan tiang
(settlement) vs. beban (load). Dari graphik ini, dengan menggunakan berbagai metoda,
seperti Metoda CHIN, Metoda Davission, Metoda Log P vs. Log S dan Mazurkiewich
1.2 Permasalahan
Metode yang telah dipergunakan untuk desain perbaikan tanah seperti metode
empiris dan juga metode elemen hingga. Analisa elemen hingga menampilkan desain yang
lebih akurat dan realistis. Metode ini sebagai analisa besarnya daya dukung aksial pondasi
tiang bor tunggal berdasarkan loading test dan membandingkan besarnya beban maksimum
Pultimate dan penurunan (settlement) menggunakan analisa tiang bor tunggal berdasarkan
Jl. Imam Bonjol No. 6 Medan, terdapat banyak permasalahan yang dapat dibahas, maka
didalam penulisan laporan ini perlu dibuat suatu pembatasan masalah. Pembatasan masalah
ini bertujuan agar dapat menghindari penyimpangan dari masalah yang akan dibahas
sehingga tujuan dari penulisan dapat tercapai, tetapi hal ini tidak berarti memperkecil arti
dari pokok-pokok masalah yang dibahas disini. Adapun pembatasan dibuat sebagai berikut:
1. Analisa dilakukan untuk menghitung daya dukung aksial pondasi tiang bor tunggal.
Mazurkiewicz.
5. Untuk perhitungan dengan metode elemen hingga dilakukan secara numerik dengan
Membandingkan hasil daya dukung bored pile tunggal dari hasil loading test
dengan metode elemen hingga berdasarkan model tanah lunak (soft-soil model)
pengambilan sampel tanah di lapangan, klasifikasi teknis tanah dan jenis pondasi serta daya
berdasarkan loading test dan membandingkan besarnya beban maksimum Pultimate dan
penurunan (Settlement) menggunakan analisa tiang bor tunggal berdasarkan hasil loading
Bab ini membahas tentang analisa besarnya daya dukung aksial pondasi tiang bor tunggal
berdasarkan loading test dan membandingkan besarnya beban maksimum Pultimate dan
penurunan (Settlement) menggunakan analisa tiang bor tunggal berdasarkan hasil loading
test dengan metode Davisson dan Mazurkiewicz dengan pemodelan elemen hingga
2.1 Pendahuluan
Pondasi tiang adalah suatu konstruksi pondasi yang mampu menahan gaya
orthogonal ke sumbu tiang dengan cara menyerap lenturan. Pondasi tiang dibuat menjadi
satu kesatuan yang monolit dengan menyatukan pangkal tiang yang terdapat di bawah
yaitu penggunaan pondasi bore pile dianggap lebih efesien karena pemasangannya tidak
begitu banyak menimbulkan kerusakan pada gedung disekitarnya, sedangkan pondasi tiang
pancang dipasang dengan menggunakan hammer yang dapat menyebabkan getaran pada
Daya dukung pondasi bore pile lebih kecil akibat perlawanan ujung, tetapi tahanan
selimut yang diakibatkan gesekan tanah dengan pondasi tiang akan berbeda. Hal ini
disebabkan gaya yang bekerja pada tanah disekitar dinding tiang, dimana pada pondasi
tiang pancang yang bekerja adalah tekanan tanah pasif (K p ) sementara pada pondasi tiang
bor yang bekerja adalah tekanan tanah aktif (K a ). Fungsi pondasi tiang bor pada umumnya
dipengaruhi oleh bobot dan fungsi bangunan yang hendak didukung dan jenis tanah
2. Menahan daya desak ke atas maupun guling yang terjadi akibat kombinasi beban
3. Memampatkan tanah, terutama pada lapisan tanah yang lepas (non kohesif).
4. Mengontrol penurunan yang terjadi pada bangunan terutama pada bangunan yang berada
digunakan sebagai pendukung pondasi antara lain: ukuran butiran tanah, berat jenis tanah,
kadar air tanah, kerapatan butiran, angka pori, sudut geser tanah, dan lain-lain. Berbagai hal
tersebut di atas dapat diketahui dengan melakukan penelitian tanah baik di lapangan
daya dukung yang dapat dihasilkan oleh sebuah pondasi terhadap bangunan di atasnya.
Pada kenyataannya di lapangan, tanah mempunyai sifat kemampatan yang sangat besar
jika dibandingkan dengan bahan konstruksi lain seperti baja, beton, kayu dan lain-lain.
Hal ini disebabkan karena tanah mempunyai rongga atau pori yang besar, jika
pondasi dibebani maka akan terjadi perubahan struktur tanah (deformasi) yang bisa
mengakibatkan terjadinya penurunan pada pondasi. Jika terjadi penurunan pondasi dalam
ambang batas dan seragam maka hal ini tidak terlalu membahayakan pada konstruksi
bangunan di atasnya, tetapi yang sangat berbahaya adalah penurunan yang tidak seragam
dan di luar batas penurunan yang di ijinkan, hal ini dapat berakibat fatal pada bangunan
konstruksi di atasnya.
mengalirkan air (permeabilitas tanah). Karena kemampatan butiran tanah atau air keluar
secara teknis sangat kecil, maka proses deformasi tanah akibat beban luar dapat ditinjau
sebagai suatu gejala akibat dari penyusutan pori. Hal ini disebabkan oleh beban yang
bekerja pada struktur tersebut, jika beban yang bekerja kecil maka deformasi yang terjadi
tanpa pergeseran pada titik sentuh antara butiran tanah. Deformasi pemampatan tanah yang
Daya dukung tanah dipengaruhi oleh nilai kuat geser tanah, dalam hal ini
dipengaruhi oleh nilai kohesi dan sudut geser tanah. Jika gaya geser yang bekerja pada
suatu massa tanah maka secara bersamaan tegangan normal (σ) akan bekerja, maka harga
tegangan geser (τ) akan bertambah besar akibat deformasi mencapai ambang batas. Jika
harga ambang batas itu dihubungkan dengan tegangan normal (σ) yang berbeda-beda maka
akan diperoleh suatu garis lurus dimana kohesi (c) sebagai konstanta dan tegangan normal
(σ) sebagai variabel, dan kemiringan garis ditentukan oleh sudut geser tanah. Sehingga
τ = c + σ tan Ø (2.1)
Dari persamaan di atas nilai kohesi (c) diperoleh dari besarnya gaya tarik menarik antara
butiran tanah, sedangkan daya tahan terhadap pergeseran antar partikel tanah disebut sudut
geser tanah (Ø), hal ini dapat ditentukan dari percobaan atas sampel tanah di laboratorium.
Penurunan kepala tiang dapat diukur dari penurunannya terhadap titik referensi
yang tetap dari arloji pengukur yang dihubungkan dengan tiang. Arloji pengukur dipasang
pada sebuah gelagar yang didukung oleh dua angker fondasi yang kokoh, yang tidak
dipengaruhi oleh penurunan tiang dapat dilakukan dengan menggunakan Arloji Pengukur
Pengujian tiang yang sering dilakukan adalah pengujian dengan beban desak, walaupun
pengujian beban tarik dan beban lateral juga dapat dilaksanakan dengan 4 macam metode
pengujian, yaitu:
Metode ini sebagaimana direkomendasikan oleh ASTM D1143-83 (1989), terdiri dari
b. Setiap penambahan beban harus mempertahankan laju penurunan harus lebih kecil 0,01
d. Setelah waktu yang dibutuhkan didapat, lepaskan beban dengan pengurangan sebesar
e. Setelah beban diberikan dan dilepas keatas, bebani tiang kembali untuk pengujian beban
dengan penambahan 50% dari beban desain, menyediakan waktu 20 menit untuk
penambahan beban.
f. Kemudian tambahkan beban dengan penambahan 10% beban desain. Metode ini
dianggap sebagai metode uji standart ASTM dan umumnya digunakan untuk penelitian
serikat, pengelola jalan raya dan ASTM D1143-81 (opsional), terdiri dari beberapa langkah
berikut :
a. Bebani tiang dalam penambahan 20 kali hingga 300% dari beban desain (masing-masing
b. Pertahankan setiap beban selama 5 menit dengan bacaan diambil setiap 2,5 menit
pengurangan dengan jarak diantara pengurangan 5 menit metode ini lebih cepat dan
ekonomis. Waktu uji dengan metode ini adalah 3-5 jam. Metode ini lebih mendekati
suatu kondisi. Metode ini tidak dapat digunakn untuk estimasi penurunan karena metode
cepat.
Metode ini disarankan oleh komisi pile Swedia, Departemen perhubungan Amerika
Serikat, dan ASTMD1143-81 (opsional). Juga terdiri dari beberapa langkah utama:
a. Kepala tiang didorong untuk turun pada 0,05 inchi/menit (1,25 mm/menit).
Keuntungan utama dari metode ini adalah lebih cepat (2-3) jam dan ekonomis.
Metode ini dianjurkan oleh komisi pile swedia terdiri beberapa langkah berikut:
c. Peningkatan beban dengan sebesar 50% dengan langkah (a) dan pengulangan
seperti langkah (b). d. Lanjutkan hingga keruntuhan tercapai. Metode ini adalah
membutuhkan waktu dan siklus perubahan perilaku tiang sehingga tiang berbeda
dengan yang aslinya. Ini hanya direkomendasikan atas proyek khusus dimana
Didalam Metode Davisson (1972) Metode batas offset mungkin yang terbaik yang
dikenal secara luas. Metoda ini telah diusulkan oleh Davisson sebagai beban yang sesuai
dengan pergerakan dimana melebihi tekanan elastis (yang diasumsikan sebagai kolom yang
berdiri bebas) dengan suatu nilai 0,15 inchi dan suatu faktor sepadan dengan ukuran
sebuah deformasi yang sama pada penyajian akhir dari tekanan tiang elastis dan sebuah
deformasi yang sejajar dari pencerminan tekanan tiang elastis untuk prosentase diameter
Hubungan beban dengan penurunan dalam Metode Davisson Seperti yang terlihat pada
Gambar 2.2 bahwa garis tekanan elastis pada tiang dapat diperoleh dari persamaan
deformasi elastis dari suatu tiang, yang mana diperoleh dari persamaan elastis:
Δ = QxL / AxE (2.4)
Dimana:
S f : penurunan pada kondisi kegagalan
D : diameter tiang
Q : beban yang diterapkan
L : panjang tiang
E : modulus elastisitas dari tiang
A : luas dari tiang
didapatkan dari beban yang berpotongan, diantaranya beban yang searah sumbu tiang
untuk dihubungkan beban dengan titik-titik dari posisi garis terhadap sudut 45o pada beban
sumbu yang berbatasan dengan beban (Prakash dan Sharma, 1990). Hubungan beban
Gambar 2.3.
Gambar 2.3. Hubungan beban dengan penurunan metode Mazurkiewicz. (Prakas dan
Sharma, 1990)
Pembebanan static atau yang disebut juga dengan loading test. Merupakan cara
yang paling tepat untuk menguji daya dukung tanah. Uji pembebanan statik merupakan
bagian yang cukup penting untuk mengetahui respon tiang pada selimut dan ujungnya serta
besar daya dukung ultimit. Berbagai metode untuk medapatkan hasil daya dukung ultimit
Dalam rekayasa pondasi untuk mendapatkan hasil uji beban statik, dapat dilihat
kegagalan yang disebabkan oleh bahan tiang dan sebagainya. Dalam pengujian hingga
200% dari beban kerja sering dilakukan pada tahap verifikasi daya dukung, tetapi untuk
alasan optimasi dan kontrol beban ultimit pada gempa, sering kali diperlukan pengujian
Di dalam pengujian beban statik adalah pemberian beban statik dan pengukuran
pergerakan tiang. Beban diberikan secara bertahap dan penurunan harus diamati. Definisi
keruntuhan yang diterima dan dicatat untuk interpretasi lebih lanjut adalah bila di bawah
suatu beban yang konstan dimana tiang yang turun terus menerus. Pada umumnya beban
runtuh tidak dicapai saat pengujian. Oleh karena itu daya dukung ultimit dari tiang hanya
Pada dasarnya tiang dapat diuji setelah 28 hari beton dicor, untuk memungkinkan
tanah yang telah terganggu kembali kekeadaan semula, dan tekanan air pori akses yang
test) adalah 1-2% dari jumlah titik tiang bor yang dilakukan pada lapangan, namun pada
pembangunan gedung Crystal Square ini hanya 0,94% jumlah titik yang di loading dari
jumlah titik tiang bor. Struktur tidak boleh memperlihatkan tanda–tanda keruntuhan seperti
terjadinya retak–retak yang berlebihan atau terjadi lendutan yang melebihi persyaratan
Uji beban vertikal digunakan untuk mengetahui besar daya dukung ultimit tiang
untuk menerima gaya aksial. Ciri khusus penurunan beban pada uji pembebanan vertikal
dapat dilihat seperti pada Gambar 2.4 menunjukkan jenis kurva penurunan beban yang
Gambar 2.4 Ciri Khusus beban-penurunan pada uji pembebanan vertikal (Tomlinson,
1997)
Ciri khusus penurunan beban pada uji pembebanan vertikal pada:
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada waktu pelaksanaan percobaan pembebanan
- Selang waktu pemasangan tiang dengan pengujian untuk hal ini belum ada peraturan yang
- Untuk tiang beton “cast in place” tentu saja percobaan dapat dilakukan setelah beton
- untuk tiang pancang (pre cast) ada beberapa pendapat mengenai kapan tiang dapat di test,
menurut Terzaghi, tiang yang diletakkan diatas lapisan yang permeable misalya berpasir,
maka percobaan dapat dilakukan 3 (tiga) hari setelah pemancangan, pada tiang – tiang
yang dimasukkan dalam lapisan lanau dan lempung, maka percobaan ini hendaknya
- Hal lain yang perlu diperhatikan adalah berapa panjang tiang tersisa dipermukaan tanah,
kemungkinan terjadinya tekuk, untuk loading test yang dilakukan didarat, maka sisa
tiang tidak boleh lebih dari 1 m, sedangkan pada lokasi berair siatas dasar sungai (muka
tanah) dapat lebih dari 1 m dengan catatan harus ada kontrol tekuk.
ditarik ke atas sesuai dengan pengujian beban aksial. Uji beban tarik digunakan untuk
mengetahui daya dukung ultimit pondasi tiang menahan tarik, seperti beban gempa,
Interpretasi untuk menentukan keruntuhan beban pada uji tarik bisa bervariasi,
tergantung pada besarnya gerakan yang bisa ditolerir, tetapi lebih mudah dilakukan
dibandingkan dengan uji tekan karena komponen perlawanan tidak bercampur dengan
tahanan ujung. Cara untuk menentukan daya dukung ultimit untuk tarik dicapai pada
Uji beban lateral (horisontal) digunakan untuk mengetahui kekakuan defleksi tiang
pada waktu beban telah bekerja. Beban lateral yang diijinkan dapat ditentukan dari nilai
beban pada defleksi tiang tertentu (0,25 inchi atau 0,00635 m) yang dibagi dengan faktor
yang dialami pondasi akibat variasi pembebanan lateral. Pengujian dilakukan sampai
Uji pembebanan lateral dilakukan dengan cara menekan satu atau sepasang kepala
dengan dongkrak hidrolik yang disandarkan pada suatu sistem reaksi yang berupa blok
Pada saat pembebanan, pergerakan kepala tiang dapat diukur dengan dial gauge.
Cara pengujian beban lateral dapat bervariasi, akan tetapi umumnya dilakukan
tertentu. Alideth dan Davidson (1970) menunggu sampai 1 jam untuk tiap penambahan
beban atau setelah gerakan kepala tiang kurang dari 0,01 inch per jam.
Pembebanan (loading) American Standard for Testing Material (ASTM D1143-81. Metode
atas pondasi pondasi tiang yang disusun sedemikian rupa dengan total berat yang lebih
Bahan yang digunakan sebagai beban adalah balok beton ukuran 60cmx60cmx120cm
Balok beton disusun di atas sebuah platform yang terbuat dari susunan profil baja
(lihat Gambar diatas) yang terdiri dari: Main Beam WF800x300x18x50 panjang 6 m
sebanyak 2 batang yang disatukan dengan pengelasan. Total berat Main beam ini 4 btg x
6m' x 0,2168 ton/m' = 5,2032 ton. Sub Beam WF700x300x18x34 panjang 8 m sebanyak 11
batang = 254 x 11 x 8= 22.352 ton Total berat beam 5,2032 ton + 22.352 ton = 27.5552
ton. Beban test diberikan dari Hydraulic Jack, dimana besar beban ini dapat dikontrol pada
manometer (pressure gauge) yang dipasang pada pompa (Hydraulic Pump). Pompa ini
berfungsi memberikan tekanan (press) kepada Hydraulic Jack. Hydraulik Jack ditumpukan
pada 2 buah plat tebal 10 cm yang diatas kepala pondasi tiang ( di bawah Hydraulic Jack )
dan di kepala Hydraulic Jack (di bawah main beam). Plat lebal 10 cm ini berguna untuk
Penurunan (Settlement) pondasi tiang yang diuji diukur dengan 4 dial gauge yang
dipasang secara diagonal dan jarum dial gauge dihubungkan dengan magnetic stand
dimana magnetic stand dilelakkan diatas plat 50 mm atau 100 mm dari kepala tiang. Jarum
dial gauge ditumpukan pada reference beam yang dibuat dari profil baja L 50x50x5 mm
penurunan/settlement dengan menggunakan main beam dan sub beam dari platform dapat
dilihat pada Gambar 2.7 dan untuk pekerjaan pembebanan vertikal dapat dilihat pada
Gambar 2.7 Gambar main beam dan sub beam dari platform. (Data Proyek Crystal Square,
2005).
BALOK
berdasarkan pada American Standard for Testing Materials “ Standard Method of Testing
Percobaan pembebanan vertikal (Compressive Loading Test) 830 ton dengan 4 cycle.
Schedule pembebanan vertikal secara mendetail seperti ditunjukkan dalam tabel dan grafik
berikut :
Cycle I : 0% - 25% - 50% - 25% - 0%
Cycle II : 0% - 50% - 75% - 100% - 75% - 50% - 0%
Cycle III : 0% - 50% - 75% - 100% - 125% - 150% - 125% - 100% - 50% - 50% -
0%
Cycle IV : 0% - 50% - 75% - 100% - 150% - 150% - 175% - 200% - 175% -
150% - 100% - 75% - 50% - 0%.
Consolidated), untuk itu perlu dijelaskan terlebih dahulu pengertian tanah lempung dan
Tanah lempung merupakan tanah yang bersifat multi component yang terdiri dari
tiga fase yaitu padat, cair dan udara. Bagian yang padat merupakan polyamorphous terdiri
substansi kristal yang sangat tipis yang pembentukan utamanya berasal dari perubahan
kimia pada pembentukan mineral-mineral batuan dasar. Semua lapisan lempung sangat
tipis kelompok-kelompok partikel kristalnya berukuran koloid (<0,002 mm) dan hanya
batasan bahwa yang dimaksud dengan ukuran butir lempung adalah partikel tanah yang
berukuran lebih kecil dari 0,002 mm, sedangkan mineral lempung adalah kelompok-
kelompok partikel kristal berukuran koloid (< 0,002 mm) yang terjadi akibat proses
pelapukan dan batuan ditambah dengan sifatnya yang dijelaskan lebih lanjut. Sedangkan
menurut Craig (1987), tanah lempung adalah mineral tanah sebagai kelompok-kelompok
pertikel kristal koloid berukuran kurang dari 0,002 mm, yang terjadi akibat proses
pelapukan kimia pada batuan yang salah satu penyebabnya adalah air yang mengandung
Lapisan lunak umumnya terdiri dari butiran-butiran yang sangat kecil seperti
lempung atau lanau. Pada lapisan lunak, semakin muda umur akumulasinya, semakin tinggi
letak muka airnya. Lapisan muda ini juga kurang mengalami pembebanan sehingga sifat
Sifat lapisan tanah lunak adalah gaya gesernya yang kecil, kemampatan yang besar,
dan koefisien permeabilitas yang kecil. Jadi, bilamana pembebanan konstruksi melampaui
daya dukung kritisnya maka dalam jangka waktu yang lama besarnya penurunan akan
sebagian terbesar terdiri dari butir-butir yang sangat kecil seperti lempung atau lanau.
Sifat lapisan tanah lempung lunak adalah gaya gesernya yang kecil, kemampatan
yang besar, koefisien permeabilitas yang kecil dan mempunyai daya dukung rendah
dibandingkan tanah lempung lainnya. Tanah lempung lunak secara umum mempunyai
Compresibility, C Classification
0 – 0,05 Very slightly compressible
0,05 – 0,1 Slightly compressible
0,1 – 0,2 Moderately compressible
0,2 – 0,35 Highly compressible
> 0,35 Very highly compressible
konstan.
Menurut Terzaghi (1967) tanah lempung kohesif diklasifikasikan sebagai tanah lempung
lunak apabila mempunyai daya dukung ultimit lebih kecil dari 0,5 kg/cm2 dan nilai
standard penetrasi tes lebih kecil dari 4 (N-value < 4). Hasil uji lapangan, lempung lunak
secara fisik dapat diremas dengan mudah oleh jari-jari tangan Toha (1989) menguraikan
Menurut Bowles (1989), mineral-mineral pada tanah lempung umumnya memiliki sifat-
1. Hidrasi.
sebagai air terabsorbsi. Lapisan ini pada umumnya mempunyai tebal dua molekul
karena itu disebut sebagai lapisan difusi ganda atau lapisan ganda.
2. Aktivitas.
terjadinya usaha untuk menyeimbangkan muatan ini dengan tarikan kation. Tarikan ini
dimana persentasi lempung diambil dari fraksi tanah yang < 2 μm. Aktivitas juga
berhubungan dengan kadar air potensial relatif. Nilai-nilai khas dari aktivitas dapat
Flokulasi adalah peristiwa penggumpalan partikel lempung di dalam larutan air akibat
mineral lempung umumnya mempunyai pH > 7 dan bersifat alkali tertarik oleh ion- ion
H+ dari air, gaya Van Der Waal. Untuk menghindari flokulasi larutan air dapat
ditambahkan zat asam. Tiang pancang yang dipancang ke dalam lempung lunak yang
jenuh akan membentuk kembali struktur tanah di dalam suatu zona di sekitar tiang
tersebut. Kapasitas beban awal biasanya sangat rendah, tetapi sesudah 30 hari atau lebih,
beban desain dapat terbentuk akibat adanya adhesi antara lempung dan tiang.
4. Pengaruh air.
Air pada mineral–mineral lempung mempengaruhi flokulasi dan disperse yang terjadi
pada partikel lempung. Untuk meninjau karakteristik tanah lempung maka perlu
diketahui sifat fisik atau Index Properties dari tanah lempung tersebut, yaitu:
yang dinyatakan dalam batas cair, batas plastis, dan batas susut. Ada tiga jenis mineral
lempung yang diteliti, yaitu montmorillonite, illite, dan caolinite. Hasil penelitian Batas
– batas Atterbeg untuk mineral lempung tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.4.
Batas-batas Atterberg untuk mineral lempung Tabel 2.4 maka tanah lempung lunak
unified. Dalam sistem Unified, yang dikembangkan di Amerika Serikat oleh Casagrande
(1948) simbol kelompok terdiri dari huruf-huruf deskriptif primer dan sekunder.
Tanah yang menunjukkan karakteristik dari dua kelompok harus diberi klasifikasi
pembatas yang ditandai oleh simbol yang dipisahkan oleh tanda hubung. Plastisitas, sistem
b. Berat Jenis (S G ).
Nilai Specific Gravity yang didasarkan pada tiap-tiap mineral pada tanah lempung lunak
Tabel 2.5 Nilai specific gravity untuk tiap mineral tanah lempung (Mitchell, 1976)
Struktur tanah, konsistensi ion, dan ketebalan lapisan air yang menempel pada butiran
d. Komposisi Tanah.
Angka pori, kadar air, dan berat volume kering pada beberapa tipe tanah lempung dapat
Tabel 2.6 Nilai angka pori, kadar air, dan berat volume kering pada tanah lempung
(Mitchell, 1976)
- Pengaliran air pada lempung lebih lambat dibandingkan pada tanah berpasir.
- Perubahan volume pada lempung lebih lambat dibandingkan pada tanah granular.
Agar dapat melakukan proses perhitungan antara korelasi beban vertikal batas
(ultimate) dengan displacement yang terjadi pada suatu pondasi tiang bor beton dengan
elemen hingga dimana metode numerik dapat digunakan dengan bantuan finite element.
prosedur input data yang sederhana, mampu menciptakan perhitungan elemen hingga yang
kompleks dan menyediakan fasilitas output tampilan secara detail berupa hasil perhitungan.
Perhitungan program ini hasilnya didapat secara otomatis berdasarkan prinsip penulisan
angka yang benar. Konsep ini dapat dipelajari dalam waktu yang relatif singkat setelah
tanah yang didapat dari hasil penyelidikan tanah dalam hal ini tanah yang akan dianalisa
Pada versi sebelumnya model material dalam finite element telah terdiri dari model
Mohr-Coulomb, model Soft Soil dan model Hard Soil. Namun dalam perkembangan untuk
versi selanjutnya ide penggunaan model yang terpisah untuk tanah lunak dan tanah keras
telah ditinggalkan. Sebagai gantinya, model Hard-Soil telah dikembangkan lebih jauh
hingga menjadi model Hardening Soil. Pada saat yang sama model Soft Soil Creep juga
dikembangkan untuk memodelkan beberapa sifat utama dari tanah lunak. Hasilnya, model
Soft Soil dapat digantikan oleh model Hardening Soil yang baru atau model Soft Soil
Creep. Walaupun demikian, agar pengguna tetap dapat menggunakan model yang telah
dikenal dengan baik, maka diputuskan bahwa model Soft Soil tetap ada dalam finite
• Tekanan prakonsolidasi.
Dalam model Soft Soil, diasumsikan bahwa hubungan antara regangan volumetrik, ε v dan
tegangan efektif rata-rata, p′, berupa hubungan logaritmik yang dapat diformulasikan
sebagai berikut:
Pers. (2.5) tetap berlaku, nilai p′ minimum diatur sebesar satu dimensi tegangan.
material dalam pembebanan primer. Perhatikan bahwa λ* berbeda dari indeks λ yang
volumetrik dan bukan angka pori. Penggambaran persamaan (2.5) akan menghasilkan
Gambar 2.10 Hubungan logaritmik antara regangan volumetrik dan tegangan rata-rata
(Plaxis 8,2)
Nilai p′ minimum diatur sebesar satu dimensi tegangan. Parameter κ* adalah indeks muai
Burland. Walaupun demikian, rasio λ*/κ* adalah sama dengan rasio λ/κ.
elastis dan dinotasikan dengan notasi atas εe v dalam persamaan (2.5). Perilaku elastis
(2.7)
bahwa digunakan parameter efektif dan bukan sifat tanah yang tak terdrainase. Modulus
dibentuk dalam hubungan logaritmik antara volumetric dan tegangan rata – rata dapat
dilihat pada Gambar 2.10 dimana tiap kurva menyatakan nilai tekanan prakonsolidasi
isotropis p p tertentu, yaitu tegangan tertinggi yang pernah dialami oleh tanah. Selama
sesuai dengan tingkat tegangan yang bekerja, dan menyebabkan regangan volumetrik
secara umum. Namun demikian, agar lebih jelas maka dalam bab ini diambil batasan pada
kondisi pembebanan triaksial dengan σ′2 = σ′3. Untuk kondisi tegangan seperti itu fungsi
Dimana, (2.8)
adalah fungsi dari kondisi tegangan (p′, q) dan tekanan prakonsolidasi, p p , adalah fungsi
dari regangan plastis sehingga :
(2.9)
(2.10)
Fungsi leleh f mendeskripsikan sebuah elips dalam bidang p′-q, seperti ditunjukkan
bidang leleh dari model Soft Soil dalam bidang p’- q dapat dilahat pada Gambar 2.11.
Parameter M dalam persamaan (2.9) menentukan tinggi dari elips. Tinggi dari elips akan
menentukan rasio dari tegangan horisontal terhadap tegangan vertikal dalam kompresi
primer satu dimensi. Kemudian parameter M akan banyak menentukan nilai koefisien
tekanan tanah lateral, K0NC. Dari sudut pandang ini, nilai M dapat dipilih sedemikian rupa
sehingga nilai K0NC yang telah diketahui dapat sesuai dengan kompresi primer satu
dimensi. Interpretasi dan penggunaan M semacam ini berbeda dengan ide dasar dari garis
critical state, tetapi hal ini menjamin nilai K0NC yang sesuai.
Titik-titik puncak dari seluruh elips berada pada garis dengan kemiringan M dalam
bidang p′-q. Pada model Modified Cam-Clay Burland (1965, 1967) garis M disebut sebagai
garis critical state dan menyatakan kondisi tegangan setelah puncak keruntuhan
demikian, dalam model Soft Soil, keruntuhan tidak harus berkaitan dengan kondisi kritis
atau critical state. Kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb adalah fungsi dari parameter
Gambar 2.11 Bidang leleh dari model Soft Soil dalam bidang p′- q (Plaxis 8,2)
p′. Selama pembebanan, elips dalam jumlah tak terhingga dapat terbentuk Gambar 2.11
dimana tiap elips berkaitan dengan nilai p p tertentu. Dalam kondisi tegangan tarik (p′ < 0),
elips akan berkembang hingga mencapai c.cot φ persamaan. 2.9 dan Gambar 2.11. Untuk
memastikan agar bagian kanan dari elips (yaitu "cap") tetap berada dalam daerah
"kompresi" (p′ > 0) maka digunakan nilai minimum dari p p sebesar c.cot φ. Untuk c = 0,
nilai minimum p p diambil sebesar satu dimensi tegangan. Karena itu, terdapat suatu elips
yang bersifat hardening, persamaan (2.10). Persamaan ini mencerminkan prinsip bahwa
plastis volumetrik (pemampatan). p p 0 dapat dianggap sebagai nilai awal dari tekanan
Gambar 2.12 Ilustrasi dari seluruh kontur bidang leleh dari model Soft Soil
dalam ruang tegangan utama (Plaxis 8,2)
Fungsi leleh merupakan sebuah garis lurus dalam bidang p′- q seperti ditunjukkan
dalam Gambar 2.12. Kemiringan garis keruntuhan akan lebih kecil dibandingkan
kemiringan garis M. Seluruh bidang leleh, seperti ditunjukkan oleh garis tebal dalam
Gambar 2.12, merupakan batas dari daerah tegangan elastis. Garis keruntuhan mempunyai
lokasi tetap, tetapi "cap" dapat meningkat secara primer. Lintasan tegangan di dalam batas
ini hanya akan menghasilkan peningkatan regangan elastis, dimana lintasan tegangan yang
cenderung memotong batas umumnya akan menghasilkan peningkatan regangan elastis dan
plastis. Untuk kondisi tegangan secara umum, perilaku plastis dari model Soft Soil
didefinisikan oleh enam buah fungsi leleh, tiga buah fungsi leleh kompresi dan tiga buah
fungsi leleh Mohr-Coulomb. Seluruh kontur bidang leleh dalam ruang tegangan utama
yang dihasilkan oleh keenam fungsi leleh ini ditunjukkan dalam Gambar 2.12.
Model Soft Soil tidak melibatkan waktu, maka indeks rangkak termodifikasi μ* tidak
Parameter dasar:
λ* : Indeks kompresi termodifikasi [-]
c : Kohesi [kN/m2]
Gambar Lampiran 2 menunjukkan jendela finite element untuk memasukkan nilai-nilai dari
parameter model. M dihitung secara otomatis dari koefisien tekanan tanah lateral, K0NC,
dengan menggunakan Persamaan. (2.18). Perhatikan bahwa dalam model ini, secara fisik
pengurangan beban secara isotropis. Saat menggambarkan logaritma dari tegangan rata -
rata sebagai fungsi dari regangan volumetrik untuk material yang bersifat seperti lempung,
hasil penggambaran dapat didekati dengan dua buah garis lurus Gambar 2.11. Kemiringan
dari garis pengurangan beban (atau muai) akan memberikan indeks muai termodifikasi.
terhadap parameter-parameter κ dan λ dari model asli Cam-Clay, yang didefinisikan dalam
Dari uji kompresi isotropis, parameter κ* dan λ* dapat diperoleh dari uji kompresi
satu dimensi. Disini terdapat suatu hubungan dengan parameter-parameter yang telah
dikenal secara luas untuk kompresi satu dimensi dan pembebanan kembali, yaitu C c dan
C r . Hubungan yang lain adalah terhadap parameter dalam peraturan di Belanda untuk
𝑛𝑥𝜆
λ∗ = (2.11)
1+𝑒
𝐾
𝐾∗ = (2.12)
1+𝑒
2
K∗ = (2.14)
𝐴𝑝
𝟐.𝑪𝒓
K∗ = (2.16)
𝟐,𝟑.(𝟏+𝒆)
berubah selama uji kompresi, hal ini hanya akan menghasilkan nilai yang relatif kecil
pada angka pori. Untuk nilai e dapat digunakan angka pori rata-rata selama uji atau pun
• Dalam hubungan 2.14 dan 2.16 tidak terdapat hubungan eksak antara κ* dan indeks muai
satu dimensi, karena rasio dari tegangan horisontal terhadap tegangan vertikal berubah
selama pengurangan beban satu dimensi. Diasumsikan bahwa kondisi tegangan rata-rata
selama pengurangan beban adalah isotropis, yaitu tegangan horisontal adalah sama
• Faktor persamaan 2.13 dan 2.14 dalam hubungan persamaan 2.15 dapat diperoleh dari
rasio antara logaritma dengan bilangan dasar 10 terhadap nilai logaritma (ln).
b. Kohesi
Setiap nilai kohesi efektif dapat digunakan, termasuk kohesi sebesar nol. Saat
nilai kohesi akan menghasilkan daerah elastis yang sebagian berada di daerah "tegangan
tarik".
Bagian kiri dari elips akan memotong sumbu p′ pada nilai -c⋅cot φ. Untuk menjaga
agar bagian kanan dari elips (yaitu "cap") tetap berada dalam daerah "tegangan kompresif"
dari ruang tegangan, maka tekanan prakonsolidasi isotropis, p p , harus mempunyai nilai
minimum sebesar c⋅cot φ. Hal ini berarti bahwa dengan memasukkan kohesi yang lebih
besar dari nol dapat mengakibatkan kondisi Over Konsolidasi, tergantung dari besarnya
nilai kohesi dan kondisi tegangan awal. Hal ini mengakibatkan perilaku yang lebih kaku
efektifnya.
c. Sudut geser
Sudut geser efektif merupakan peningkatan kuat geser terhadap tingkat tegangan
efektif, dinyatakan dalam derajat. Sudut geser nol tidak diperbolehkan. Sebaliknya, dalam
menggunakan sudut geser yang tinggi disarankan untuk menggunakan φ cv , yaitu sudut
geser critical state, dan bukan nilai yang lebih tinggi, berdasarkan regangan kecil.
d. Sudut dilatansi
Untuk jenis material, yang dapat dideskripsikan oleh model Soft Soil, sudut dilatansi
umumnya dapat diabaikan. Sudut dilatansi sebesar nol derajat digunakan dalam pengaturan
e. Angka Poisson
Dalam model Soft Soil, angka poisson murni merupakan konstanta elastisitas dan
angka poisson umumnya berkisar antara 0,1 dan 0,2. Jika dipilih pengaturan standar untuk
parameter model Soft Soil, maka ν ur = 0,15 akan digunakan secara otomatis. Untuk
pembebanan material yang terkonsolidasi secara normal, angka poisson hanya memegang
peranan yang kecil, tetapi akan menjadi penting dalam masalah pengurangan beban.
Sebagai contoh, untuk pengurangan beban dalam uji kompresi satu dimensi (oedometer),
angka Poisson yang relatif kecil akan menghasilkan penurunan tegangan lateral yang kecil
dibandingkan dengan penurunan tegangan vertikal. Hal ini akan menyebabkan peningkatan
rasio tegangan horisontal terhadap tegangan vertikal, yang merupakan suatu fenomena
yang telah dikenal dengan baik pada material yang terkonsolidasi secara berlebih. Karena
itu, angka poisson seharusnya tidak didasarkanpada nilai K0NC pada kondisi yang
terhadap peningkatan tegangan vertikal dalam pengurangan dan pembebanan kembali pada
(2.17)
f. Parameter K0NC
Parameter M secara otomatis ditentukan berdasarkan koefisien tekanan tanah lateral
dalam kondisi terkonsolidasi normal, K0NC, seperti yang dimasukkan oleh pengguna.
(2.18)
Nilai M ditunjukkan dalam jendela masukan. Seperti dapat terlihat dari Persamaan.
(2.15), nilai M juga dipengaruhi oleh angka Poisson ν ur dan oleh rasio λ*/κ*. Namun
(2.19)
Pemahaman parameter tanah yang akan digunakan sebagai input pada finite element
harus dimengerti oleh pengguna program. Kesalahan di dalam penentuan parameter tanah
akan memberikan output yang keliru, sehingga hasil yang didapat tidak mencerminkan
respon yang sesungguhnya. Parameter tanah yang diperlukan disesuaikan dengan model
yang dipilih, model Linier elastic, Mohr-Coulumb, Advanced Mohr-Coulumb, Soft Soil
masing memerlukan parameter tanah tersendiri, meskipun ada beberapa parameter tanah
yang sesuai. Parameter ini didapatkan dari laporan akhir hasil penelitian tanah (Soil
Investigation) dan data loading test oleh PT Perintis Pondasi Teknotama, hasil pengujian
berdasarkan buku referensi. Pada penelitian ini model tanah yang digunakan adalah Soft
Soil (Cap).
plaxis dengan pendekatan perhitungan yang mengacu kepada model Soft Soil (Cap) adalah:
Bore pile dipasang ke dalam tanah dengan cara mengebor tanah terlebih dahulu,
baru kemudian diisi tulangan dan dicor beton. Tiang ini biasanya, dipakai pada tanah yang
stabil dan kaku, sehingga memungkinkan untuk membentuk lubang yang stabil dengan alat
bor. Jika tanah mengandung air, pipa besi dibutuhkan untuk menahan dinding lubang dan
pipa ini ditarik ke atas pada waktu pengecoran beton. Pada tanah yang keras atau batuan
2.13).
1. Metode Kering.
Rangkaian pembuatannya seperti pada Gambar 2.14. Pertama sumuran digali (dan
dasarnya dibentuk lonceng jika perlu). Kemudian sumuran diisi sebagian dengan beton
dan kerangka tulangan dipasang dan setelah itu sumuran telah selesai dikerjakan. Harap
diingat bahwa kerangka tulangan tidak boleh dimasukkan sampai mencapai dasar
sumuran karena diperlukan pelindung beton minimum, tetapi kerangka tulangan boleh
kira setengahnya saja. Metode ini membutuhkan tanah (kohesif) dan permukaan air di
bawah dasar sumuran permeabilitasnya yang cukup rendah, sehingga sumuran bisa
digali (mungkin juga dipompa) dan ini dapat mempengaruhi kekuatan beton.
Metode kering konstruksi pondasi yang dibor dapat dilihat pada Gambar 2.14.
2. Metode Acuan.
Pada metode Acuan ini, acuan dipakai pada konstruksi proyek yang mengalami lekukan
atau deformasi lateral yang belebihan terhadap rongga sumur (sharf cavity). Metode ini
juga dipakai sebagai sambungan (seal) lubang terhadap masuknya air tanah tetapi hal ini
membutuhkan lapisan tanah yang tak bisa ditembus air di bawah daerah lekukan tempat
acuan dipasang. Perlu kita ingat bahwa sebelum casing dimasukkan, suatu adonan spesi
adonan dikeluarkan dan sumur diperdalam hingga pada kedalaman yang diperlukan
dalam keadaan kering. Bila proyek, sumuran di bawah acuan akan dikurangi paling
tidak sampai ID acuan mencapai 25 sampai 50 mm untuk jarak ruang bor tanah (auger)
jika dibiarkan ditempat, maka ruangan melingkar antara OD acuan dan tanah (yang diisi
dengan adonan atau lumpur hasil pengeboran) diganti dengan adukan encer (grout)
maka adonan akan dipindahkan keatas puncak sehingga rongga tersebut diisi dengan
adukan encer. Pelaksanaan metode acuan konstrusi ponadi yang dibor dapat dilihat pada
Gambar 2.15.
Gambar 2.15 Metode acuan konstruksi pondasi yang dibor (Bowles, 1998)
3. Metode Adonan.
Metode ini bisa diterapkan pada umumnya menggunakan acuan. Hal ini diperlukan jika
tidak mungkin mendapatkan penahan air (water seal) yang sesuai dengan acuan untuk
menjaga agar air tidak masuk ke dalam rongga sumuran (shaft cavity). Langkah-
langkah metode adonan konsrtuksi pondasi ini diuraikan dalam Gambar 2.16
a. Jangan membiarkan adonan terlalu lama dalam sumuran sehingga terbentuk lapisan
penyaring yang terlalu tebal pada dinding sumuran karena lapisan yang tebal sukar
b. Memompa adonan keluar dan partikel-partikel yang lebih besar dalam suspensi
c. Hati-hati sewaktu menggali lempung melalui adonan, sehingga penarikan kepingan yang
besar tidak menyebabkan tekanan atau pengisapan pori negatif yang bisa meruntuhkan
sebagian dari sumuran. Setelah sumuran selesai digali, tulangan kerangka dimasukkan
ke dalam sumuran dan corong pipa-cor (treme) dipasang (urutan ini perlu diperhatikan
sehingga corong pipa-cor tidak perlu ditarik sewaktu akan memasang kerangka (cage)
dan lalu dipasang kembali yang pasti akan mengakibatkan terputusnya pembentukan
lapisan adonan dalam sumuran). Beton dipompa dengan hati-hati sehingga corong pipa-
cor selalu terendam dalam beton sehingga hanya ada sedikit daerah permukaan yang
penahan longsoran dinding galian dan larutan tertentu, dengan maksud yang sama untuk
melindungi dinding galian tersebut. Gangguan kepadatan tanah, terjadi saat tabung
pelindung ditarik keatas saat pengecoran. Bore pile berada di dalam tanah pasir,
Tomlinson (1997) menyarankan untuk menggunakan sudut gesek dalam ( φ ) ultimit dari
contoh terganggu, kecuali jika tiang diletakkan pada kerikil padat dimana dinding
lubang yang bergelombang tidak terjadi. Jika pemadatan dilakukan pada beton yang
berada di dasar tiang, maka gangguan kepadatan tanah dapat dieliminasi sehingga sudut
geser dalam ( φ ) pada kondisi padat dapat digunakan. Akan tetapi, pemadatan tersebut
Pengaruh pekerjaan pemasangan bore pile pada kondisi tanah yang basah dengan
dinding tiang terhadap tanah sekitarnya, menunjukkan bahwa nilai adhesi lebih kecil
dari pada nilai kohesi tak terdrainase (undrained cohesion) tanah sebelum pemasangan
tiang. Hal ini, diakibat tanah lunak lempung disekitar dinding lubang. Tanah lunak
tersebut akibat pengaruh bertambahnya kadar air lempung oleh pengaruh-pengaruh air
pada pengecoran beton, pengaliran air tanah ke zone yang bertekanan yang lebih rendah
disekitar lubang bor, dan air yang dipakai untuk pelaksanaan pembuatan lubang bor.
Pelunakan pada tanah lempung dapat dikurangi jika pengeboran dan pengecoran
dilaksanakan dalam waktu 1 atau 2 jam (Palmerd dan Holland, 1966). Pelaksanaan
pengeboran juga mempengaruhi kondisi dasar lubang yang dibuat. Hal ini,
mengakibatkan pelunakan dan gangguan tanah lempung di dasar lubang tiang, yang
berakibat bertambah besarnya penurunan. Pengaruh gangguan ini sangat besar terutama
ujung tiang. Gangguan yang lain dapat pula terjadi akibat pemasangan tiang yang tidak
baik, seperti: pengeboran yang melengkung, pemisahan campuran beton saat pengecoran
dan pelengkungan tulangan beton saat pemasangan. Hal-hal tersebut, perlu diperhatikan
saat pemasangan.
Pondasi yang di bor bisa dipakai pada hampir semua kasus yang memerlukan
pondasi tiang pancang. Jika proyek memerlukan pemakaian pondasi dalam, seseorang perlu
mengadakan analisis perbandingan untuk menentukan mana yang lebih ekonomis antara
tiang–tiang pancang atau pondasi–pondasi yang di bor. Tiang yang dibor mempunyai
dipasang dalam beton basah diperlukan meskipun pusat pilar agak tidak
6. Meniadakan cukup banyak getaran (vibrasi) dan suara gaduh yang biasanya
untuk penggalian dengan tangan dan penghancuran bebatuan yang lebih besar.
10. Penulangan tidak diperngaruhi oleh tegangan pada waktu pengangkutan dan
pemancangan.
atau kerikil.
2.17 Metode Pelaksanaan Pondasi Bore Pile dengan Metode Kerja Kellybar
aplikasi teknologi ini banyak diterapkan dalam metode pelaksanaan pekerjaan konstruksi.
Penggunaan metode yang tepat, praktis, cepat dan aman, sangat membantu dalam
Sehingga target waktu, biaya dan mutu sebagaimana ditetapkan dapat tercapai.
tiang bor. Koordinat-koordinat tiang bor yang direncanakan mengacu pada BM (Bench
2. Dilaksanakan stripping, cut and fill pada lokasi pembuatan tiang bor, agar kinerja
3. Dipersiapkan akses yang akan dilalui truk–truk mixer dari batching plant ke lokasi
2. Service Crane.
3. Vibro Hammer.
4. Peralatan Las.
6. Temporary Casing.
7. Perlengkapan Bor (soil auger, bucket, rock auger, core barrel, chisel).
1. Mesin bor yang digunakan dilengkapi dengan kelly bar dan soil auger. Mesin ini
meter.
kemudian meletakan soil auger tetap dititik tersebut dan setting Kelly bar pada posisi
vertical.
3. Pengeboran dapat dimulai pada pengeboran awal, maka segera dipasang preliminary
casing panjang 3–6 meter pada lubang bagian atas. Pemasangan casing ini membantu
juga dalam proses pengeboran pondasi tiang bor, karena dianggap sebagai leading
4. Setelah pegeboran menemukan air tanah, soil auger akan kesulitan mendapatkan tanah,
6. Setelah kedalaman tiang bor rencana sudah tercapai, maka dilaksnakan pembersihan
lubang dengan cleaning bucket. Lubang sudah dianggap bersih jika bahan yang
terangkat dalam cleaning bucket berupa ait. Praktis dasar lubang dinyatakan
1. Keranjang besi tiang bor di pabrikasi di area yang tidak jauh dari lokasi pengecoran dan
dibuat per section sesuai dengan tinggi angkat maksimum service crane. Sehingga akan
dengan menggunakan service crane. Joint per section didambung dengan cara
pengelasan.
3. Keranjang besi tinag bor terpsaang sesuai dengan cut off level yang telah direncanakan.
1. Lubang yang sudah siap cor (kondisi besi keranjang tiang bor sudah terinstalisasi dalam
lubang), kemudian dilaksanakan install pipa trimie, dimana panjang pipa trimie sesuai
2. Gunakan beton siap pakai (concrete ready mix) yang mempunyai nilai slump 18 ± 2 cm,
agar beton dapat mengalir dengan mudah melalui pipa tremie yang berdiameter 8” = 20
cm. Setelah truk mixer beton tiba dilokasi proyek, pengecoran dapat segera di mulai.
Beton lansung dituang dari truck mixer menuju lubang tremie melalui corong tremie
3. Selama pengecoran berlansung dan terutama pada saat pemotongan pipa tremie, agar
ujung dari pipa tremie yang bawah selalu dijaga “terendam” dibawah lapisan beton yang
4. Penuangan beton dilajutkan sampai dengan ± 1.00 meter di atas cut off level.
Maksudnya agar beton yang paling awal (yang tercampur dengan endapan lumpur)
dapat terbuang. Selain itu untuk meyakinkan bahwa beton baik (tidak terkontaminasi)
5. Setelah proses pengecoran selesai, casing dicabut secara perlahan–lahan. Hal ini untuk
menjaga agar tidak terjadi kelongsoran (gap) antara besi keranjang bagian luar dan
pinggir lubang, juga segresi dari beton sepanjang permukaan beton (shaff).
sementara tersebut dengan beton secukupnya. Beton baru dalam casing diharapkan
dapat mengalir kedalam ruang–ruang kosong pada permukaan beton yang terjadi akibat
pencabutan casing.
Penelitian tentang bagaimana mekanisme transfer beban dari tiang terhadap tanah
disekelilingnya merupakan aspek yang sangat penting dalam bidang rekayasa pondasi
terutama dalam bidang pondasi tiang. Uji beban statis yang diinstrumentasi sering
dilakukan dalam menentukan pola transfer beban pada struktur. Kapasitas statis dan
Perbedaan pengukuran beban antara dua lokasi strain gages merupakan transfer
beban ke tanah oleh gesekan selimut dan diasumsikan konstan sepanjang segmen tersebut.
Gesekan selimut tiang dapat dihitung jika keliling dan panjang segmen diketahui.
transfer beban (t – z Curve) dapat digambarkan seperti pada Gambar 2.17 yang kemudian
Gambar 2.17 umumnya disebut kurva t-z (atau q-z). Simbol t (tau) adalah simbol yang
sering digunakan untuk kuat geser yang dalam hal ini adalah gesekan selimut tiang
sedangkan simbol z adalah pergerakan yang terjadi pada selimut tiang. Dari Gambar 2.17
terlihat bahwa pada tanah lempung kurva transfer bebannya terdapat suatu titik puncak
yang merupakan efek dari strain softening yang merupakan karakteristik dari tanah
lempung. Setelah mencapai nilai ultimit, lempung akan memberikan tahanan residu (Q rs )
yang nilainya lebih kecil dari nilai ultimitnya (Q uc ). Sedangkan kurva pada pasir bersifat
linear plastic.
pada masing-masing lapisan tanah sesuai dengan karakteristik tanah disuatu lokasi yang
sifatnya unik seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2.18. Data transfer beban ini
beban vertikal yang diletakkan diatas kepala tiang Gambar 2.19, kemudian besarnya
deformasi vertikal yang terjadi diukur dengan menggunakan arloji ukur yang dipasang
pada tiang. Deformasi yang terjadi terdiri dari deformasi elastis dan plastis. Deformasi
elastis adalah deformasi yang diakibatkan oleh pemendekan elastis dari tiang dan tanah,
Dengan demikian percobaan pembebanan tiang ini akan memberikan hasil yang cukup
teliti jika diukur dengan teliti besarnya deformasi tersebut. Karena yang ingin diketahui
adalah sampai beban berapa, lapisan pendukung akan mengalami keruntuhan total.
Keruntuhan total akan terjadi pada suatu beban tertentu, dan akan mengalami perilaku
penurunan terus menerus. Jika hubungan antara deformasi dan beban digambarkan dalam
bentuk Grafik maka terlihat bahwa grafik tersebut akan terdiri tiga bagian, lihat Gambar
1. Pada daerah I, dimana sampai suatu beban tertentu bentuk grafik deformasi beban
merupakan garis lurus. Pada bagian ini secara matematis dapat ditulis:
Pada beban tertentu besarnya penurunan sebanding dengan besarnya beban yang
besar dipakai untuk menimbulkan deformasi elastis, baik pada tiang itu sendiri maupun
pada tanah pendukungnya. Deformasi elastis pada tiang ini merupakan pemendekan
elastis, sedang pada lapisan pendukung merupakan proses konsolidasi. Pada point
bearing pile, bentuk garis yang lurus ini lebih jelas dibandingkan pada friction pile.
2. Pada daerah II, dimana bagian yang berbentuk lengkung parabolis (garis AB) terjadi
jika penurunan yang terjadi tidak sebanding dengan besarnya beban yang bekerja.
Disini penurunan merupakan fungsi dari waktu artinya jika suatu beban dibiarkan
bekerja lebih lama, akan mengakibatkan deformasi yang lebih besar. Secara matematis
dapat ditulis:
Dengan kata lain keadaan ini dapat diterjemahkan, bahwa pada bagian ini beban yang
tufaan), maka bagian lengkung parabolis ini lebih pendek dibandingkan pada batuan
jenis lainnya. Sedang pada friction jika dimasukan dalam lapisan lempung lembek,
3. Pada daerah III, dimana bagian grafik yang curam terhadap garis vertikal yang cara
dp/ds = ~ (2.22)
pada bagian ini terlihat, bahwa pada suatu beban tertentu yang besarnya tetap, akan
terjadi deformasi terus menerus atau makin lama makin besar. Beban dimana akan
mengakibatkan terjadinya deformasi yang makin lama makin besar disebut beban
maximum. Perlu dijelaskan disini, bahwa dari hasil percobaan pembebanan tiang tidak
penurunan akibat proses konsolidasi pada kelompok tiang. Dalam lapisan tanah yang
Pada lapisan yang bersifat cohessionless, waktu yang diperlukan untuk mencapai
disimpulkan, bahwa dalam percobaan pembebanan tiang kita hanya dapat menentukan
2.19.2.1 Peralatan
a. Tiang Percobaan.
1) Tiang percobaan bersifat point bearing, maka untuk tiang pancang percobaan dapat
dilakukan setelah selesai pemancangan, sedangkan pada tiang-tiang beton cast in place
percobaan dapat dilakukan setelah tiang berumur empat minggu atau setelah beton
cukup keras.
2) Tiang yang bersifat friction, maka percobaan baru dapat dilakukan setelah empat
minggu tiang ditanamkan kedalam tanah. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan
b. Tiang angker.
Karena tiang-tiang angker bekerja sebagai friction pile, maka tiang-tiang angker itu
minimal harus sudah berumur empat minggu ditanam kedalam tanah, sehingga gaya
lekatan sudah dapat bekerja penuh. Jumlah tiang angker yang diperlukan tergantung
c. Meja beban.
Meja beban dibuat dari susunan profil baja yang cukup kaku sedemikian sehingga
d. Arloji ukur.
ukur ini dipasang sebanyak dua buah pada tiang percobaan satu buah pada setiap angker
e. Dongkrak hidrolis.
Dongkrak yang dipakai harus mempunyai kapasitas sebesar beban maksimum yang
f. Beban Kontra.
Beban kontra: beban kontra dapat menggunakan balok-balok beton besi profil, karung
berisi pasir batu atau tanah, tangki diisi air dan lain-lain. Jumlah beban kontra yang
dibutuhkan minimal 1,5 kali beban maksimum yang direncanakan. Beban kontra ini
a. Pembebanan bertahap.
Disini beban diberikan secara bertahap, dengan variasi sebesar 25, 50, 75, dan 100%
dari beban maksimum yang direncanakan. Pada setiap tahap, beban dibiarkan bekerja
sedemikian lamanya sehingga deformasi yang terjadi akibat beban itu mencapai
dikurangi menjadi 80, 60, 40, 20, dan 0% dengan catatan setiap tahap pengurangan
pengalaman, cara ini akan memberikan hasil yang cukup teliti untuk tiang-tiang yang
bersifat point bearing piles, sedang untuk friction hasilnya tidak begitu memuaskan.
bertahap sebesar 25, 50, 75 dan 100% dari beban maksimum yang direncanakan, tetapi
pada setiap akhir saat sebelum pembebanan berikutnya dilanjutkan beban dihilangkan
dahulu sehingga kita dapat mengukur besarnya penurunan tetap. Cara ini akan
memberikan hasil yang cukup teliti untuk tiang - tiang point bearing maupun friction.
tiang akibat konsolidasi dari tanah relative kecil (Poulus dan Davis, 1980). Daya dukung
ujung dan daya dukung friksi dijumlahkan dalam perencanaan suatu pondasi tiang.
Perencanaan pondasi tiang daya dukung tiang tunggal dapat dihitung dengan persamaan
berikut:
I =I o R k R h R µ (2.23)
𝑄𝐼
𝑆₁ = (2.24)
𝐸𝑠𝑑
I =I o R k R b R µ (2.25)
𝑄𝐼
𝑆₁ = (2.26)
𝐸𝑠𝑑
Dimana,
(mm)
Untuk nilai K adalah suatu ukuran kekuatan dari tiang dan tanah yang dinyatakan
𝐴𝑝
𝑅𝐴 = (2.28)
¼𝜋𝑑²
Tiang akan meneruskan beban melalui tahanan ujung tiang ke lapisan tanah. Tahanan
ujung tiang berada pada zone tanah lunak yang berada diatas tanah keras. Tiang yang
dipancang harus mencapai batuan dasar atau lapisan tanah keras yang dapat
ditentukan dari lapisan tanah keras yang berada diujung tiang. Gaya tahanan ujung
akan bekerja bila displacement terjadi dalam batas 0,6 % dari diameter pile.
6 % diameter pile
Displacement
Penurunan akibat beban terjadi perlawanan gesek antara dinding tiang dan tanah
sekitar dimana tahan gesek tersebut juga dipengaruhi konsolidasi lapisan tanah.
Penyaluran beban tiang akan tersalurkan ke tanah melalui gesekan antara tiang dengan
tanah disekelilingnya. Butiran tanah halus tidak menyebabkan tanah padat, dan tanah
butiran kasar akan menyebabkan tanah makin padat. Gaya gesekan ini akan bekerja
Friksi
Displacement
Tanah pondasi yang memiliki nilai kohesi tinggi, maka beban yang diterima oleh
tiang akan ditahan oleh lekatan antara tanah sekitar dan permukaan tiang.
titik nodal Gambar 2.23 untuk memodelkan lapisan tanah. Elemen segitiga dengan 15 titik
nodal adalah elemen pra-pilih. Elemen ini menggunakan interpolasi dengan ordo empat
untuk perpindahan dan integrasi numerik melibatkan 12 titik Gauss (titik tegangan). Untuk
elemen segitiga dengan 6 titik nodal, ordo interpolasi adalah dua dan integrasi numerik
Gambar 2.25 Posisi titik-titik nodal dan titik-titik tegangan pada elemen tanah (Plaxis 8,2)
Elemen segitiga dengan 15 titik nodal merupakan elemen yang sangat akurat yang
telah memberikan perhitungan tegangan dengan hasil yang sangat baik, misalnya dalam
segitiga dengan 15 titik nodal akan menyebabkan penggunaan memori yang relatif tinggi
serta kinerja operasional dan perhitungan yang relatif lebih lambat. Karena itu jenis elemen
Elemen segitiga dengan 6 titik nodal merupakan elemen yang cukup akurat dan
dapat memberikan hasil yang baik dalam analisis deformasi secara umum, tetapi jika
digunakan elemen dalam jumlah yang cukup banyak. Walaupun demikian, perhatian
khusus perlu diberikan pada penggunaan model axi-simetri atau pada kondisi dimana
dukung ataupun pada analisis tingkat keamanan dengan menggunakan Reduksi phi-c.
Beban runtuh maupun faktor keamanan yang diperoleh umumnya berlebihan pada
penggunaan elemen dengan 6 titik nodal. Dalam kasus-kasus seperti ini lebih dipilih untuk
Sebuah elemen dengan 15 titik nodal dapat dianalogikan sebagai empat buah elemen
dengan 6 titik nodal yang digabungkan, karena jumlah seluruh titik nodal dan seluruh titik
tegangan adalah sama. Meskipun demikian, sebuah elemen dengan 15 titik nodal tetap jauh
buah titik nodal, fungsi bentuk dapat dituliskan sebagai berikut (lihat penomoran lokal dari
Gambar 2.26 Fungsi bentuk untuk elemen segitiga dengan 6 buah titik nodal (Plaxis 8,2)
N1 = ζ. (2ζ−1)
N2 = ξ. (2ξ−1)
Untuk elemen segitiga dengan 15 buah titik nodal, fungsi bentuk dapat dituliskan sebagai
berikut:
Gambar 2.27 Fungsi bentuk untuk elemen segitiga dengan 15 buah titik nodal (Plaxis 8,2)
2.23.1 Pembahasan
Kasus plane stress dan elemen T6 diminta untuk menghitung matrik kekakuan [K ] pada
1 0 0 0 0 0
1 1 1 0 0 0 0 0
1 0 0 0 − 3 4 − 1 0 0 0
2 4
1 1 0 1 0 0 − 3 0 0 −1 4
[P] = 1 1 ;
0
1 1 1 1
[P]−1 =
2 2 4 4 4 2 −4 2 0 0 0
1 0 1 0 0 1 4 −4 0 4 0 − 4
1 1 1
0 0 0 2 0 0 0 2 − 4
2 4
N 6 = P [P ]
−1
N = N1 N2 N3 N4 N5
N1 = (1 − ξ − η )(2 − 2ξ − 2η − 1) = 1 − 3ξ − 3η + 4ξη + 2ξ 2 + 2η 2
N 2 = 4(1 − ξ − η )ξ = 4ξ − 4ξ 2 − 4ξη
N 3 = ξ (2ξ − 1) = 2ξ 2 − ξ , N 4 = 4ξη , N 5 = η (2η − 1) = 2η 2 − η
N 6 = 4(1 − ξ − η )η = 4η − 4ξη − 4η 2
X (ξ ,η ) = N1 X 1 + N 2 X 2 + N 3 X 3 + N 4 X 4 + N 5 X 5 + N 6 X 6 (2.30)
Y (ξ ,η ) = N1Y1 + N 2Y2 + N 3Y3 + N 4Y4 + N 5Y5 + N 6Y6 (2.31)
2.23.1.3 Menentukan Matrik Jacobian [J ]
∂{X (ξ ,η )}
J 21 = = 5 − 4η
∂η
(2.34)
∂{Y (ξ ,η )}
J 22 = =4
∂η
(2.35)
5 − 4ξ − 1 − 4ξ
[J ] =
4
Matrik Jacobian:
5 − 4η (2.36)
1
Untuk titik integrasi Hummer ke-2 : ξ = 0 ; η = 0.5 dan wi =
6
5 − 1
Jadi : [J ] = ; determinan matrik J = (5)(4) − (3)(−1) = 23
3 4 (2.37)
j11 j12 1
Menentukan invers matrik jacobian : [J ] = = adjo int[J ]
−1
j21 j22 J
1 4 1
=
23 − 3 5
Ni , x 0
[Bm ] = .......... 0 N i , y ... i = 1,6
Ni , y Ni , x
1 v 0
E
dimana : [ H σ ] = 2
v 1 0
1− v
1− v
0 0
2
= 2197802.19
Jadi [k ] = (0.1)( )(
1 1 1
)( )(2197802.19) K ∗
6 23 23
[ ]
[k ] = [Bm ]T [Hσ ][Bm ] (2.39)
26.4 6.5 − 35.8 3.4 17.9 − 1.7 − 35.8 3.4 − 8.5 − 8.2 35.8 − 3.4
12.75 5.7 −2 − 2.85 1 5.7 −2 − 9.35 − 11.75 − 5.75 2
76.6 − 31.2 − 38.3 15.6 76.6 − 31.2 − 2.5 9.9 − 76.6 31.2
59.4 15.6 − 29.2 − 31.2 58.4 12.2 − 27.2 31.2 − 58.4
19.15 − 7.8 − 38.3 15.6 1.25 − 4.95 38.3 − 15.6
14.6 15.6 − 29.2 − 6.1 13.6 − 15.6 29.2
[k1 ] = 76.6 − 31.2 − 2.5 9.9 − 76.6 31.2
simetris 58.4 12.2 − 29.2 31.2 − 58.4
9.75 3.25 2.5 − 12.2
25.35 − 9.9 2.72
76.6 − 31.2
58.4
1 1
Dengan cara yang sama di atas untuk integrasi Hummer ke-2 : ξ = dan η =
2 2
26.4 6.5 − 39.8 − 25.2 − 22.1 − 7.3 − 27 − 17.8 8.5 8.2 11 43.6
12.75 − 28.1 − 38.5 − 7.65 − 13 − 19.9 − 27 9.35 11.75 51.3 56.5
108.6 54.6 38.7 25 73 37.6 − 30.5 − 13.9 − 135 − 44.2
208.6 23.1 50.4 37.8 148.4 − 14.7 − 72.1 − 54.6 − 415.8
19.15 7.8 26.5 16.2 − 9.25 − 7.05 − 23.5 − 33.9
− 7.9 − 16.4 − 40.2 − 87.2
[k 3 ] =
14.6 17.6 35.6
51 26 − 21.5 − 9.5 − 97 − 29
105.6 − 10 − 51.4 − 36 − 297.2
simetris 9.75 3.25 50.5 5.5
25.35 7.5 149.3
319 − 39
901.4
menghitung matrik kekakuan struktur K adalah:
K = K11 + K 22 + K 33 (2.40)
(2.41)
PLAXIS menggunakan integrasi Gauss untuk elemen segitiga. Untuk elemen dengan 6
buah titik nodal, integrasi didasarkan pada 3 buah titik sampel, sedangkan untuk elemen
dengan 15 buah titik nodal, digunakan 12 buah titik sampel. Posisi dan faktor bobot dari
Titik ξi ηi ζi wi
1 1/6 2/3 2/3 1/3
2 1/6 1/6 2/3 1/3
3 2/3 1/6 2/3 1/3
(2.42)
(2.43)
Dimana,
Di dalam elemen, turunan dihitung sesuai sistem koordinat lokal (ξ, η, ζ). Hubungan antara
Turunan lokal ∂Ni/∂ξ, dan lain-lain, dapat dengan mudah diturunkan dari fungsi
bentuk elemen, karena fungsi bentuk diformulasikan dalam koordinat lokal. Komponen
Jacobi diperoleh dari perbedaan pada koordinat titik nodal. Invers matriks Jacobi, J-1,
dimana vi adalah komponen perpindahan dalam titik nodal i. Untuk analisis regangan
bidang, komponen regangan dalam arah-z secara definitif adalah nol, yaitu εzz = γyz =
γzx = 0. Untuk analisis axi-simetri, berlaku kondisi εzz = ux / r dan γyz = γzx = 0 (r =
(2.44)
(2.45)
(2.46)
Langkah baru
(2.47)
- Bentuk vektor reaksi
(2.48)
- Hitung ketidakseimbangan
(2.49)
(2.50)
- Iterasi baru
- Selesaikan perpindahan
(2.52)
- Perbaharui peningkatan perpindahan
(2.53)
(2.54)
- Hitung tegangan:
- Elastis
(2.55)
- Keseimbangan
(2.56)
- Konstitutif
(2.58)
- Hitung ketidakseimbangan
(2.59)
- Hitung kesalahan
(2.60)
- Pemeriksaan akurasi
- Perbaharui perpindahan
(2.61)
METODOLOGI PENELITIAN
berlantai 16 yang terdiri dari 3 basement. Proyek Office Tower Crystal Square terletak di
Di sekitar lokasi proyek terdapat beberapa bangunan penting, seperti hotel Danau
Untuk meneruskan/mentransfer beban dari bagian struktur atas /bangunan atas (upper
yang diinginkan, maka diperlukan suatu bagian konstruksi bangunan bawah (sub
structures) yang disebut dengan pondasi, dalam hal ini direncanakan bangunan
Untuk dapat mengetahui deskripsi dari proyek ini, maka diketahui data-data sebagai
berikut:
hingga mencapai daya dukung yang diinginkan, maka diperlukan suatu bagian konstruksi
bangunan bawah (sub structures) yang disebut dengan pondasi. Dari hasil penyelidikan
tanah diperoleh data bahwa lapisan tanah atas adalah tanah lunak dengan konsistensi tanah
rendah sehingga daya dukungnya juga rendah, sedangkan lapisan tanah keras terdapat pada
kedalaman 28 meter dari permukaan tanah, oleh sebab itu direncanakan pondasi dengan
menggunakan pondasi tiang bor/bore pile. Dalam proyek ini, dipergunakan pondasi tiang
Mutu Baja : U – 39
U39 dengan pembesian utama 16 D22 dan pembesian sengkang D10-100 Hubungan antara
Penentuan daya dukung suatu tiang pondasi akan banyak ditentukan oleh hambatan
lekat tanah yang mengelilinginya, terutama bila tiang berupa friction pile atau floating pile
dalam tanah kelempungan. Komponen daya dukung tiang dari hambatan lekat tanah
dinyatakan sebagai Q s = A s . τ, dimana A s adalah luas permukaan tiang yang tertahan oleh
Adanya hambatan lekat atau gesekan ini akibat beban berat sendiri tanah yang telah
lama ada, yang memberi desakan kesamping permukaantiang pondasi yang dikelilingi-nya.
penyelidikan tanah yang umum. Sedangkan koefisien desakan kesamping atau coefficient
lateral earth-pressure at rest, K o dapat diperoleh dari pengujian dengan pressure meter
secara sederhana dengan uji geser langsung antar kedua permukaan bahan (interface direct
shear test). Untuk perhitungan maka nilai interface antara tiang bor dan tanah diambil 0.6-
0.7.
friksi (friction bearing) dan tahanan ujung (end bearing). Tahanan friksi diperoleh sebagai
akibat gesekan, adhesi atau perlawanan geseran yang timbul antara selimut tiang dengan
tanah disekitarnya. Perilaku gesekan selimut ini sangat dipengaruhi oleh permukaan tiang
bor (soil-pile interface) serta kuat geser tanah (soil shear strength). Sedangkan tahanan
ujung timbul karena desakan ujung tiang fondasi terhadap tanah di sekeliling ujung tiang.
Ketika tiang bor dibebani dengan beban aksial tekan secara bertahap dengan
kecepatan yang cepat maupun tetap, kurva beban terhadap penurunan yang dihasilkan
seperti terlihat pada Gambar 3.1. Pada mulanya sistem tiang-tanah (pile-soil system) masih
berperilaku linear yakni hubungan garis lurus sampai pada titik A pada kurva dan jika
beban dilepaskan, maka kepala tiang akan kembali ke posisi semula dan tidak terjadi
penurunan tetap.
Ketika beban ditingkatkan lagi hingga melewati titik A, ada proses pelelehan
(yielding) pada permukaan tanah-tiang dan gelinciran (slippage) akan terjadi hingga
mencapai titik B yakni pada saat gesekan selimut tiang mencapai keadaan ultimit atau
termobilisasi penuh. Pada saat gelinciran mulai terjadi dan apabila beban dilepaskan pada
tahap ini, maka kepala tiang tidak akan kembali ke posisi semula tetapi ke titik C
mulai bergerak dan tahanan ujung mulai dimobilisasi. Ketika tahanan ujung telah
termobilisasi penuh, tiang akan bergerak terus ke bawah tanpa disertai kenaikan beban
yang berarti yang disebut dengan efek “plunging” atau peningkatan beban yang kecil akan
Dari berbagai literatur yang ada, disebutkan bahwa pergerakan tiang yang
dibutuhkan untuk memobilisasi maksimum gesekan selimut tiang relatif sangat kecil dan
umumnya sekitar 0,3% - 1% diameter tiang atau berkisar 3,0 mm hingga 10,0 mm.
Sedangkan untuk memobilisasi tahanan ujung tiang bor, dibutuhkan pergerakan yang lebih
besar dan besarnya pergerakan ini tergantung dari diameter tiang yakni berkisar dari 10%
hingga 20% diameter tiang. Oleh karena itu, gesekan ultimit akan tercapai lebih dahulu.
Gambar 3.3 Distribusi beban dari kepala tiang hingga ujung tiang (Plaxis 8,2)
beban dari kepala tiang hingga ujung tiang dapat diperoleh dengan jelas seperti yang
diperlihatkan pada Gambar 3.3 yang mengilustrasikan pola distribusi beban pada setiap
tahap pembebanan. Pada tahap pembebanan masih berada dalam garis OA, beban
sepenuhnya dipikul oleh gesekan selimut tiang dan ada sedikit atau tidak sama sekali
Ketika beban mencapai titik B pada kurva beban-penurunan, gesekan selimut sudah
termobilisasi penuh dan mencapai nilai ultimitnya dan ujung tiang akan mulai bekerja
dengan menahan beban. Pada titik D tidak ada lagi peningkatan transfer beban pada selimut
Besarnya deformasi yang terjadi pada tiang percobaan, tiap angker dan meja beban
diukur serentak pada waktu yang sama dengan cara membaca perubahan jarum arloji ukur.
Pembacaan dilakukan 5, 10, 15, 30, 45, dan 60 menit setelah beban pada suatu tahap
bekerja setelah itu dilakukan setiap interval waktu 1 jam. Lamanya pembebanan untuk
Penurunan tetap deformasi dari tiang percobaan pada suatu beban tertentu dianggap
mencapai maksimum jika pada 3 jam yang berturutan pembacaan arloji sudah
menunjukkan angka tetap atau selisih pembacaan arloji pada 3 jam yang berturutan tidak
5, 10, 15, 30, 45, dan 60 menit kemudian pembacaan dilakukan setiap interval 1 jam. Tiang
percobaan dianggap sudah mencapai penurunan tetap jika pada 3 jam yang berturutan
pembacaan arloji mempunyai selisih 0,001 mm. Pengukuran besarnya deformasi ini
Dalam penulisan tesis ini, beberapa tahapan dilaksanakan sehingga tercapai maksud
dan tujuan dari penelitian. Seperti diketahui pada Bab I tujuan penelitian adalah :
Menganalisis besarnya daya dukung aksial pondasi tiang bor tunggal dan penurunan
(settlement) yang terjadi berdasarkan Loading Test dengan metode elemen hingga (finite
element) menggunakan Plaxis di mana pemodelan tanah adalah Soft Soil Model (model
tanah lunak) dan melakukan analisis terhadap daya dukung dan penurunan dari hasil
perhitungan dengan metode tersebut di atas, kemudian membuat suatu kesimpulan maupun
saran. Dalam mencapai tujuan tersebut maka dilakukan tahapan - tahapan yang
a. Tahap pertama
Kegiatan yang dilakukan adalah mengumpulkan berbagai jenis judul buku, dan makalah
yang mendukung terhadap penelitian sesuai dengan judul yang akan dibahas.
b. Tahap kedua
Pada tahap ini dilakukan pengumpulan dokumen data-data dari hasil penyelidikan tanah,
dalam hal ini laporan lengkap hasil penelitian dari PT. Perintis Pondasi Teknotama pada
Proyek Hotel dan Perkantoran Crystal Square di Jalan Raden Saleh - Jalan Imam Bonjol
no. 6 Medan.
Melakukan analisis antara data lapangan dengan buku yang sesuai dengan penelitian
tentang penggunaan teori dan persamaan yang sesuai, serta pendekatan yang akan
digunakan. Hal ini sangat perlu dilakukan mengingat permasalahan tanah sangat
kompleks.
d. Tahap keempat
Pada tahap ini dilakukan perhitungan daya dukung pondasi tiang bor secara
konvensional sesuai dengan teori dan formula yang telah dibahas pada tinjauan pustaka
dengan data-data yang diperoleh dari laporan data pengujian tanah dilapangan.
e. Tahap kelima
Pada tahapan ini, dilakukan pemodelan tanah dengan Model tanah lunak (Soft Soil
model) pada finite element untuk mendapatkan daya dukung pondasi tiang bor dan
f. Tahap keenam
Membandingkan daya dukung pondasi tiang bor, penurunan yang terjadi yang dihitung
dengan dengan Model tanah lunak (Soft Soil Model) pada Program Plaxis terhadap hasil
uji pembebanan di tempat loading test, kemudian membuat kesimpulan dan saran.
Untuk mengetahui hasil penyelidikan tanah diperoleh data bahwa lapisan tanah atas adalah
tanah lunak dengan konsistensi tanah rendah sehingga daya dukungnya juga rendah,
sedangkan lapisan tanah keras terdapat pada kedalaman 28 meter dari permukaan tanah,
oleh sebab itu direncanakan pondasi dengan menggunakan pondasi tiang bor/ borepile,
Skets Situasi Letak titik sondering test dan bor mesin dapat dilihat pada Gambar 3.5
berikut:
Gambar 3.5 Skets situasi letak titik sondering test dan bor mesin (Data Proyek Crystal
Square, 2005)
diperlukan untuk finite element yaitu data siklus pembebanan loading test, data tiang
pancang, deskripsi dan parameter tanah hasil pengujian laboratorium setiap lapisan. Dapat
Gambar 3.6 Lokasi titik loading test (Data Proyek Crystal Square, 2005)
3.8. Kondisi Umum Lokasi Studi
Dari data boring dan sondir yang ada diambil hanya sebanyak 1 titik yang paling
yang terletak dijalan Imam Bonjol. No. 6 di kota medan, berikut adalah Gambar 3.7 lokasi
penelitian.
Dalam melakukan proses perhitungan antara korelasi beban vertikal batas (ultimate)
dengan displacement yang terjadi pada suatu pondasi tiang bor beton dengan hasil
laboratorium.
4.2 Menghitung Kapasitas Daya Dukung Bored Pile dari Data SPT
Perhitungan kapasitas daya dukung tiang bored pile dari data SPT memakai metode
Data tiang bored pile yang digunakan pada Proyek Crystal Square adalah:
: 314,1593 cm
Daya dukung ultimit pada ujung tiang bor non kohesif dinyatakan sebagai berikut
- Qp = qp x Ap
= 2N x A p
- Ap = 1/4 x π x D2
= 0,785398163 m2
- Qp = q p . A p = 2N x A p
= 2.50 . 0,785398163
= 78,540 ton
Daya dukung selimut beton pada tanah homogen dapat dituliskan dalam bentuk Grafik,
Gambar 4.1 q s terhadap N SPT Gesekan selimut ultimit (Reese & Wright, 1977)
= 16,5 x 2 x 3,141592654
= 103,673 ton
Daya dukung ultimit pada ujung tiang bor kohesif dinyatakan sebagai berikut:
- Qp = qp x Ap
- qp = 9 x cu
- qp = 9 x c u = 9 x 10 T/ m2
= 90 ton/m2
- Ap = 1/4x π x 1002
= 0,78539 cm2
Daya dukung selimut beton pada tanah homogen dapat dituliskan dalam bentuk tabel,
- Qs =fxLxp
- f = α . c u α = 0,55
- Qs =fxLxp
= 5,5 x 12 x 3,141592654
Wright dan data diambil pada titik BH-1 dapat dirangkum dalam Tabel 4.1
metode Reese & Wright dan data diambil pada titik BH-1, ada Proyek Crystal Square
sebanyak 319 tiang, dengan pengujian 3 tiang yang terdiri dari 2 dengan pembebanan
vertikal dan 1 tiang pembebanan lateral. Berdasarkan hasil Tabel 4.1 diperoleh gambar
daya dukung tanah Q ult terhadap kedalaman seperti pada Gambar 4.2.
1600
1400
1200
Q ultimate (ton)
1000
800
Qult
600
400
200
0
0 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40 44
Kedalaman (m)
Untuk beban ultimit (loading) terhadap kedalaman tanah tidak dapat diperoleh dari
data loading test karena pada loading test tidak tercantum kedalaman tanah kemungkinan
Penurunan akibat beban hasil loading test dapat dilihat pada Gambar 4.3 dimana
beban maksimum 830 ton, dengan penurunan maksimum 24,64 mm. dari gambar pada
-5,00
-10,00
PENURUNAN (mm)
-15,00
-20,00
-25,00
-30,00
TEST LOAD (TON) Cycle1 Cycle2 Cycle3 Cycle4
Gambar 4.3 Penurunan akibat beban dari hasil loading test pada BH-1
4.3 Menghitung Kapasitas Daya Dukung Tiang Bored Pile dari Data Loadingtest BH1
dengan,
- d = diameter/lebar tiang
- D = kedalaman tiang
Maka:
Dengan menggambarkan garis ini pada kurva beban penurunan diperoleh beban
Pengujian dilakukan setelah umur beton 28 hari. Dari hasil perhitungan loading test dan
pemodelan elemen hingga dengan mempergunakan analitis dapat disimpulkan bahwa daya
dukung ultimit berdasarkan loading test, hasil perhitungan berdasarkan metode Davisson
-5,00
PENURUNAN (mm)
-10,00
-15,00
-20,00
-25,00
TEST LOAD (TON) Cycle1 Cycle2 Cycle3 Cycle4
Dari hasil perhitungan loading test dan pemodelan elemen hingga dengan
loading test dengan metode Mazurkiewics 820 ton sedangkan metode finite element
sebesar 765 ton. Gambar beban penurunan metode Mazurkiewicz ini dapat dilihat pada
Gambar 4.5.
Perhitungan daya dukung tiang bore pile dengan metode Davisson dan
Dengan menggambarkan garis ini pada kurva beban penurunan diperoleh beban
Dengan menggambarkan garis persamaan 45o, maka Q ult. dari hasil perhitungan
loading test dan pemodelan elemen hingga dengan mempergunakan analitis dapat
Mazurkiewics 820 ton sedangkan metode finite element sebesar 765 ton. Gambar beban
-5,00
PENURUNAN (m)
-10,00
-15,00
-20,00
-25,00
TEST LOAD (TON) Cycle1 Cycle2 Cycle3 Cycle4
Perhitungan daya dukung tiang bore pile dari data SPT memakai metode Reese &
Wright dan data diambil pada titik BH-1dalam 7 hari dapat dirangkum dalam Tabel 4.3
Tabel 4.3 Beban 100%,150%, 200% loading test untuk penurunan 7 hari
Untuk beban ultimit (loading) terhadap kedalaman tanah tidak dapat diperoleh dari
data loading test karena pada loading test tidak tercantum kedalaman tanah kemungkinan
dari finite element. Penurunan dalam 7 hari akibat beban hasil loading test dapat dilihat
-0,50
PENURUNAN (mm)
-1,00
-1,50
-2,00
-2,50
Cycle1 Cycle2 Cycle3 Cycle4
Cycle1A Cycle2A Cycle3A Cycle4A
TEST LOAD (TON)
Gambar 4.6 Beban 100%,150%, 200% loading test Penurunan dalam 7 hari,
4.4 Menghitung Kapasitas Daya Dukung Tiang Bored Pile, pada Titik 257
dengan,
- d = diameter/lebar tiang
- D = kedalaman tiang
Maka:
Dengan menggambarkan garis ini pada kurva beban penurunan diperoleh beban
maksimum (Q u ) = 780 ton. Untuk penurunan akibat beban dari hasil loading test untuk
Tabel 4.5 Data siklus pembebanan loading test (Data Proyek Crystal Square, 2005)
No Cycle Besar Beban (%) Waktu Konsolidasi Beban Loading Test (ton)
Cycle I 25 % 1 jam 100
50 % 2 jam 200
25 % 20 menit 100
0% 1 jam 0
Cycle II 50 % 20 menit 200
75 % 1 jam 300
100 % 2 jam 400
75 % 20 menit 300
50 % 20 menit 200
0% 1 jam 0
Cycle III 50 % 20 menit 200
100 % 20 menit 400
125 % 1 jam 500
150 % 2 jam 600
125 % 1 jam 500
100 % 20 menit 400
50 % 20 menit 200
0% 1 jam 0
Cycle IV 50 % 20 menit 200
100 % 20 menit 400
150 % 20 menit 600
175 % 1 jam 700
200 % 24 jam 800
175 % 20 menit 7
0% 10 menit 0
Tabel 4.6 Hasil pengujian laboratorium setiap lapisan pada lokasi BH-2
No. Cycle No. Urut % Jam Test Duration Penurunan
load (hari) rata-rata
( ton) (mm)
Cycle I 1 0 17.40 0.00 0.00 0.00
2 25 18.40 100.00 0.0417 -0.29
3 50 20.45 200.00 0.0854 -1.96
4 25 21.07 100.00 0.0258 -1.70
5 0 22.10 0.00 0.0429 -0.98
Cycle II 6 50 22.40 200.00 0.0125 -1.97
7 75 23.05 300.00 0.0271 -2.95
8 100 2.35 400.00 0.1375 -5.80
9 75 2.57 300.00 0.0092 -5.68
10 50 3.20 200.00 0.0263 -4.86
11 0 4.25 0.00 0.0438 -2.38
Cycle III 12 50 4.55 200.00 0.0125 -3.53
13 100 5.50 400.00 0.0396 -5.78
14 125 10.10 500.00 0.1917 -7.56
15 150 13.30 600.00 0.1333 -10.56
16 125 13.51 500.00 0.0087 -10.76
17 100 14.12 400.00 0.0254 -10.02
18 50 14.57 200.00 0.0188 -7.85
19 0 15.58 0.00 0.0421 -3.46
Cycle IV 20 50 16.30 200.00 0.0300 -5.68
21 100 16.59 400.00 0.0121 -5.90
22 150 17.32 600.00 0.0304 -7.88
23 175 19.12 700.00 0.0750 -10.78
24 200 20.05 800.00 0.0388 -24.82
25 175 20.27 700.00 0.0092 -24.64
26 150 20.48 600.00 0.0088 -23.43
27 100 21.09 400.00 0.0254 -20.86
28 50 22.2 200.00 0.0463 -17.54
29 0 24.21 0.00 0.0838 -10.67
beban dimulai dari 0 (nol) sampai beban maksimum 800 ton. Perhitungan beban penurunan
-5,00
-10,00
PENURUNAN (mm)
-15,00
-20,00
-25,00
-30,00
TEST LOAD (TON) Cycle1 Cycle2 Cycle3 Cycle4
Gambar 4.7 Beban penurunan akibat beban hasil loading test pada BH2
Prosedur perhitungan kapasitas daya dukung tiang bore pile dari data loading test
dengan metode Davisson:
- X = 0,15 + D/12 (ichi).
4.6. Maka hubungan beban dengan penurunan dengan metode Davisson dengan percobaan
Bore hole 2, beban dimulai dari 0 (nol) sampai beban maksimum 775 ton. Gambar beban
penurunan dengan menggunakan metode Davisson dapat dilihat pada BH2 Gambar 4.8.
-5,00
-10,00
PENURUNAN (mm)
-15,00
-20,00
-25,00
-30,00
TEST LOAD (TON) Cycle1 Cycle2 Cycle3 Cycle4
Gambar 4.8 Beban dan penurunan metode Davisson dengan percobaan bore hole 2.
metode Mazurkiewicz. Prosedur penentuan beban ultimate dari pondasi tiang dengan
b. Menarik garis dari beberapa titik penuruann yang dipilih hingga memotong kurva,
hingga menghasilkan sebuah garis lurus. Perpotongan garis lurus ini dengan sumbu
beban merupakan beban ultimitnya yaitu Q ult = 780 ton. Hasilnya dapat dilihat pada
Gambar 4.9.
-5,00
-10,00
PENURUNAN (mm)
-15,00
-20,00
-25,00
-30,00
TEST LOAD (TON) Cycle1 Cycle2 Cycle3 Cycle4
Dari Gambar 4.9 hubungan beban dengan penurunan dengan Mazurkiewicz, beban
dimulai dari 0 (nol) sampai beban maksimum 780 ton. Dari Gambar 4.10 hubungan beban
dengan waktu beban dimulai dari 0 (nol), sampai beban maksimum 800 ton.dapat dilihat
900
1.1
800 1
700
0.8
600 3
Beban (ton)
500
0.3
400 7
300
0.1
200
27
100
0
Waktu (hari)
Beban
Tabel 4.7 Hasil daya dukung tanah loading test pada BH2
Besarnya penurunan akibat pemendekan tiang bor dari hasil loading test dapat
dilihat pada Tabel 4.8. Hasil tersebut diperoleh dari perhitungan dengan data tiang bor
sebagai berikut modulus elastisitas tanah tiang (E s ) = 5236,37 kN/m2. Dan modulus
elastisitas tanah pada dasar tiang (E s ) = 65000 kN/m2. panjang tiang (L) 23,3 m, kedalaman
Gambar 4.12 I 0 Faktor pengaruh penurunan untuk tiang, Poulus dan Davis (1980).
I = I0 x Rk x Rh x Rv
= 0,116
Es = 65000 kN/m2
830𝑥 (0,116)
𝑆 =
65000𝑥1
= 14,81 m.
Hasil perhitungan penurunan akibat pemendekan tiang bor dapat dilihat pada tabel 4.8
Hasil penurunan tiang dari data loading test 24,74 mm, penurunan hasil
pemendekan tiang 14,94 mm dan untuk penurunan tanah 9,93 mm. Gambar penurunan
0,00
PENURUNAN (mm)
4,00
8,00
12,00
16,00
Dalam melakukan proses perhitungan antara korelasi beban vertikal batas (ultimate)
dengan displacement yang terjadi pada suatu pondasi tiang bor beton dengan elemen
hingga metode numerik dapat digunakan dengan bantuan finite element. Untuk aplikasi
Geoteknik yang mana model tanah digunakan untuk mensimulasikan perilaku tanah.
Sebelum melakukan perhitungan dengan finite element terlebih dahulu harus dipahami teori
tentang pemodelan tanah yang akan dipilih. Kesalahan dalam pemilihan model tanah dapat
kesalahan terhadap hasil perhitungan model tanah. Untuk itu korelasi beban vertical batas
ultimit dengan displacement yang terjadi pada suatu tiang bor model tanah adalah Soft Soil
5.1 Cara Pengambilan Input Data untuk Finite Element dengan Menggunakan Soft
Soil Model (Model Tanah Lunak).
5.1.1 Parameter Tiang Bor
Data pondasi diperoleh dari kontraktor panjang Bore Pile 23,3 m, diameter Bore Pile Ø
1000 mm. Menggunakan mutu beton Bore Pile f’c = 25 MPa (K300), mutu baja - D (ulir)
BJTD 40 - ø (polos) BJTP 24, diameter tulangan utama D22, sengkang D10 (Spiral),
Soft Soil Model, Hardening Soil Model, Soft Soil Creep Model, Jointed Rock Model dan
User defined.
Untuk kejenuhan tanah berdasarkan percobaan structural density test sedangkan untuk
maka dapat menggunakan nilai Cc seperti tabel di bawah sedangkan untuk Swelling
Indeks (Cs) berdasarkan percobaan Swelling Test karena dari data Swelling Test tidak
tersedia maka diambil nilai Swelling Test berdasarkan referensi buku correlations of soil
poperties.
Untuk melakukan proses perhitungan antara korelasi beban vertikal batas (ultimate)
dengan displacement yang terjadi pada suatu pondasi tiang bor beton dengan elemen
hingga metode numerik dapat digunakan dengan bantuan finite element. Maka nilai C c dan
nilai C s dirangkum pada Tabel 5.1 dan Tabel 5.2 sebagai berikut:
Kemudian dengan nilai Cs dan Cc tersebut dapat diperoleh koefisien kekakuan tanah λ*
(lambda) dan К* (kappa).
b. Nilai kekuatan tanah (Strength of Soil)
Nilai kohesi ( c ) dan internal friction (Φ) berdasarkan percobaan direct shear test
sedangkan nilai ψ = ϕ-30o untuk Φ > 30o dan 0o untuk Φ < 30o.
5.2.1 Siklus (Cycle) Uji Pembebanan (Loading Test) pada Lokasi BH1
diperlukan dalam finite element, yaitu data: siklus pembebanan loading test, tiang pancang
dan deskripsi dan parameter tanah hasil pengujian laboratorium setiap lapisan pada lokasi
BH-1, Data siklus pembebanan Loading Test dapat dilihat pada Tabel 5.3
Diameter : 1 meter
Tabel 5.3 Data siklus pembebanan loading test (Data Proyek Crystal Square, 2005)
No Cycle Besar Beban (%) Waktu Konsolidasi Beban Loading Test (ton)
25 % 1 jam 103.75
50 % 2 jam 207.50
Cycle I
25 % 20 menit 103.75
0% 1 jam 0
50 % 20 menit 207.50
75 % 1 jam 311.25
100 % 2 jam 415.00
Cycle II
75 % 20 menit 311.25
50 % 20 menit 207.50
0% 1 jam 0
50 % 20 menit 207.50
100 % 20 menit 415.00
125 % 1 jam 518.75
150 % 2 jam 622.50
Cycle III
125 % 1 jam 518.75
100 % 20 menit 415.00
50 % 20 menit 207.50
0% 1 jam 0
50 % 20 menit 207.50
100 % 20 menit 415.00
150 % 20 menit 622.50
Cycle IV
175 % 1 jam 726.25
200 % 24 jam 830.00
175 % 20 menit 726.25
Hasil finite element dengan pembebanan 830 ton loading test maka hubungan
beban dengan penurunan, beban dimulai dari 0 (nol) sampai beban maksimum 830 ton.
-5,00
PENURUNAN (mm)
-10,00
-15,00
-20,00
-25,00
TEST LOAD (TON) Cycle1 Cycle2 Cycle3 Cycle4
Gambar 5.1 Hasil finite element dengan pembebanan 830 ton loading test.
Dari Gambar 5.2 hubungan beban dengan waktu beban dimulai 0 (nol) dan 103,75
ton sampai beban maksimum 830 ton.dapat dilihat bahwa semakin besar beban yang
diberikan makin besar waktu yang dibutuhkan dalam penelitian ini diperoleh 504 jam.
pada lokasi BH-1 dengan Beban 830 ton. Penurunan rata-rata dapat dilihat pada Tabel 5.4
Tabel 5.4 Hasil pengujian laboratorium penurunan setiap lapisan pada lokasi BH-1
No. Cycle % Jam Test load (ton) Duration (hari) Penurunan rata-rata (mm)
0 13.37 0.00 0.00 0.00
25 14.37 103.75 0.0417 -0.32
Cycle I 50 14.41 207.50 0.0017 -1.96
25 16.42 103.75 0.0838 -1.49
0 17.03 0.00 0.0254 -0.94
50 18.09 207.50 0.0442 -1.94
75 18.32 311.25 0.0096 -2.93
100 19.35 415.00 0.0429 -5.69
Cycle II
75 21.36 311.25 0.0837 -5.64
50 21.57 207.50 0.0088 -4.82
0 22.18 0.00 0.0254 -2.49
50 23.20 207.50 0.0425 -3.53
100 23.42 415.00 0.0092 -5.81
125 24.03 518.75 0.0254 -7.58
150 1.04 622.50 0.9579 -10.43
Cycle III
125 3.05 518.75 0.0838 -10.75
100 3.26 415.00 0.0088 -10.02
50 3.47 207.50 0.0088 -7.86
0 4.08 0.00 0.0254 -3.52
50 5.09 207.50 0.0421 -5.68
100 5.30 415.00 0.0088 -7.90
150 5.51 622.50 0.0088 -10.79
175 6.12 726.25 0.0254 -14.89
200 7.2 830.00 0.0450 -24.82
Cycle IV
175 7.21 726.25 0.0004 -24.64
150 7.42 622.50 0.0088 -23.42
100 8.03 415.00 0.0254 -20.85
50 8.24 207.50 0.0088 -17.50
0 8.45 0.00 0.0087 -10.74
Tabel 5.5.
Tabel 5.5 Hasil Daya Dukung tanah finite element (Data Proyek Crystal Square, 2005)
Hasil perhitungan finite element berdasarkan data loading test pada lokasi bore hole
1 dengan beban 780 ton. Dapat dilihat pada Gambar 5.3 dengan pengujian tiang setelah
-5,00
PENURUNAN (mm)
-10,00
-15,00
-20,00
-25,00
TEST LOAD (TON) Cycle1 Cycle2 Cycle3 Cycle4
element. (Data Proyek Crystal Square, 2005) dengan penurunan maksimum 24,82 mm dan
-5,00
-10,00
PENURUNAN (mm)
-15,00
-20,00
-25,00
Perhitungan daya dukung tiang bored pile dari data SPT memakai hasil beban
100%,150%, 200% dengan finite element penurunan dalam 7 hari dapat dirangkum dalam
Hasil perhitungan pada Tabel 5.6 dapat Gambar 5.5, hasil finite element. Penurunan dalam
7 hari, dimana pembebanan dimulai dari 0 (nol) sampai beban maksimum 830 ton.
-0,50
-1,00
PENURUNAN (mm)
-1,50
-2,00
-2,50
TEST LOAD (TON) Cycle1 Cycle2 Cycle3 Cycle4
Cycle1A Cycle2A Cycle3A Cycle4A
Gambar 5.5 Hasil beban dan penurunan 7 hari dengan finite element.
Hasil perbandingan penurunan akibat beban dengan hasil loading test dan finite
element dapat dirangkum dalam Tabel 5.7. Beban loading test 100% adalah 415 ton
penurunan 5,69 mm, finite element 100% adalah 415 ton dengan penurunan 3,81 mm,
untuk beban loading test 150% adalah 622,5 ton dengan penurunan 10,43 mm, dan untuk
finite element 150% adalah 622,5 ton dengan penurunan 8,55 mm. Beban loading test
200% adalah 830 ton dengan penurunan 24,64 mm, finite element 200% adalah 830 ton
Hasil gabungan penurunan akibat beban dengan hasil loading test dan finite element
dapat dilihat pada Gambar 5.6. Beban rencana ( load design) loading test 415 ton, finite
element 415 ton untuk 7 hari 415, beban maksimum ( maximum load) 830 ton, finite
element 830 ton untuk 7 hari 830 ton, penurunan permanen (mm) loading test 19,63 mm,
finite element 17,78 mm untuk 7 hari 18,88 mm. Rebound maksimum elastis (mm) loading
test 5,01 mm, finite element 5,04 mm untuk 7 hari 3,81 mm, penurunan maksimum, pada
beban maksimum (mm) loading test 24,64 mm, finite element 24,74 mm untuk 7 hari 22,82
mm.
-15,00
FEM/Plaxis 6
nodal
-20,00
-25,00
-30,00
BEBAN ( TON)
Untuk hasil pada dengan loading test dan finite element untuk BH2 ( Bore Hole 2)
diperoleh hasil perhitungan loading test dan pemodelan elemen hingga untuk titik lain
(Bore Hole 2) dengan mempergunakan finite element dapat adalah daya dukung ultimit
sebagai berikut. Beban rencana (load design) untuk hasil loading test sebesar 400 ton,
untuk hasil finite element 400 ton. Beban maksimum (maximum load) 800 untuk finite
element 800 ton, penurunan permanen hasil loading test 19,81 mm dan finite element 17,88
mm dengan perbedaan 9,74%, rebound maximum elastic (mm) untuk loading test 5,01 mm
dan untuk finite element 5,02 mm dengan perbedaan 0,2%, penurunan maksimum pada
beban maksimum loading test sebesar 24,82 mm dan finite element 22,90 mm perbedaan
penurunan 7,38%. Dari hasil loading test dan simulasi finite element untuk BH2 (Bore
-5,00
PENURUNAN (mm)
-10,00
-15,00
-20,00
-25,00
-30,00
TEST LOAD (TON) Cycle1 Cycle2 Cycle3 Cycle4
Gambar 5.7 Beban dan penurunan dengan hasil Finite Elemen BH2 (Data Proyek Crystal
Square, 2005)
Hasil gabungan penurunan akibat beban dengan hasil loading test dan finite element
dapat dilihat pada Tabel 5.8. Beban rencana (load design) loading test 415 ton, finite
element 415 ton, beban maksimum (maximum load) 830 ton, finite element 830 ton,
penurunan permanen (mm) loading test 19,63 mm, finite element 17,78 mm. Rebound
maksimum elastis (mm) loading test 5,01 mm, finite element 5,04 mm. Penurunan
maksimum, pada beban maksimum (mm) loading test 24,64 mm, finite element 24,74 mm.
-5
beban
-10
Fem /Plaxis
-15 Fem 7 Hari
Loading Test
-20
-25
-30
Gambar 5.8 Kurva hubungan beban dan penurunan 7 hari beban 200%
dikonsolidasi selama 7 hari besar penurunan adalah 24,64 mm untuk loading test, 22,82
Tabel 5.8 Hasil perbandingan perhitungan finite element (Hardening Soil) dengan loading
test pada lokasi bore hole 1
Uraian Loading Test FEM( Soft Soil Perbedaan
model)
1. Beban Rencana ( Load Design) 415 415 0
2. Beban Maksimum ( Maximum 830 830 0
Load)
3. Penurunan permanen (mm) 19,63 17,78 9,42 %
4. Rebound maksimum elastis 5,01 5,04 0,6 %
(mm)
5. Penurunan maks. pd beban 24,64 24,82 7,38
maksimum (mm)
Hasil gabungan penurunan akibat beban dengan hasil loading test dan finite element
dapat dilihat pada Gambar 5.6. Beban rencana ( load design) loading test 400 ton, finite
element 400 ton, Beban maksimum ( maximum load) 800 ton, finite element 800 ton,
penurunan permanen (mm) loading test 19,81 mm, finite element 17,88 mm. Rebound
maksimum, pada beban maksimum (mm) loading test 24,82 mm, finite element 22,90 mm.
Tabel 5.9 Hasil perbandingan perhitungan finite element (Hardening Soil) dengan loading
test pada lokasi Bore Hole 2
Uraian Loading Test FEM (Soft Soil Perbedaan
model)
1. Beban Rencana ( Load Design) 400 400 0
2. Beban Maksimum ( Maximum 800 800 0
Load)
3. Penurunan permanen (mm) 19,81 17,88 9,74 %
4. Rebound maksimum elastis 5,01 5,02 0,2 %
(mm)
5. Penurunan maks. pd beban 24,82 22,90 7,38
maksimum (mm)
Dari hasil perhitungan dengan metode elemen hingga / Plaxis pada BH1 ( Bore
Hole 1) dan BH2 (Bore Hole 2) besarnya penurunan pada tiang dengan menggunakan
elemen segitiga 15 nodal, kemudian hasilnya dibandingkan dengan hasil loading test dan
maksimum tiang secara FEM/Plaxis dengan elemen segitiga 6 nodal = 22.82 mm,
penurunan maksimum tiang secara FEM/Plaxis dengan elemen segitiga 15 nodal = 23.65
mm, besar penurunan maksimum dengan menggunakan elemen segitiga 6 nodal untuk BH-
-5,00
Loading test
PENURUNAN (mm)
-10,00
FEM/Plaxis 6
-15,00 nodal
FEM/Plaxis
-20,00 15 nodal
-25,00
-30,00
BEBAN ( TON)
Gambar 5.10 Besar penurunan maksimum dengan menggunakan elemen segitiga 6 nodal
untuk BH-1
maksimum tiang secara FEM/Plaxis dengan elemen segitiga 6 nodal = 22.90 mm,
penurunan maksimum tiang secara FEM/Plaxis dengan elemen segitiga 15 nodal = 23.73
-5,00 Loading
PENURUNAN (mm)
test
-10,00 FEM/Plaxi
s 6 nodal
-15,00 FEM/Plaxi
s 15 nodal
-20,00
-25,00
-30,00
BEBAN ( TON)
Gambar 5.11 Besar penurunan maksimum dengan menggunakan elemen segitiga 6 nodal
untuk BH-2
Hasil perhitungan dengan metode elemen hingga dengan finite element Bore Hole 1
(BH1) dan Bore Hole 2 (BH2) dengan elemen segitiga dengan 15 nodal hasilnya lebih
mendekati dengan hasil loading test tetapi membutuhkan waktu yang cukup lama ( 2.5
kali) waktu yang dibutukan untuk mengeksekusi hasil dengan menggunakan elemen
Disipasi tekanan air pori adalah penurunan secara berangsur-angsur tekanan air pori
ekses akibat mengalirnya air dari pori-pori tanah dimana tekanan air pori ekses ini adalah
tekanan air pori tanah akibat pemberian beban seketika. Pada Gedung Crystal Square
dimulai dari pembebanan I yaitu sebesar 0 (nol) ton sampai 415 ton. Atau terjadi pada saat
perlawanan gesek antara dinding tiang dan tanah disekitarnya, ini dipengaruhi konsolidasi
lapisan tanah, dimana pada saat ini tanah dalam konsidi elastis.
Gambar 5.12 Tekanan pori ekses untuk pertambahan tekanan yang mencakup tekanan
prakonsolidasi
Pada Gedung Crystal Square saat loading test normal tekanan air pori yang terjadi
sebesar 15,87 kN/m2 kemudian untuk kondisi 7 hari besar acces pore pressure adalah
Gambar 2.14 dalam transfer beban friksi untuk local sebesar 103,673 ton dan
komulatif 1275,047 ton dengan batas maksimum lendutan adalah 38 mm sehingga masih
120
100
80
60 beban friksi
40
20
Gaya gesek ini akan bekerja bila displacement yang terjadi masih dalam ambang
batas 0,4% dari diameter pile atau displacement yang terjadi sebesar 4 mm.
Pada Proyek Crystal Square, beban friksi dimulai dari 0 (nol) sampai beban 415
ton, penurunan tersebut terjadi akibat perlawanan gesek antara dinding tiang dan tanah
sekitar dimana tahan gesek tersebut juga dipengaruhi konsolidasi lapisan tanah. Dengan
200,0
150,0
end bearing
100,0
50,0
0,0
Gambar 5.15 Kurva Tranfer Beban End Bearing atau beban tahanan ujung
Gaya tahanan ujung ini akan bekerja bila displacement yang terjadi masih dalam
ambang batas 0.6% dari diameter pile atau displacement yang terjadi sebesar 60 mm. Pada
Proyek Crystal Square, beban friksi dimulai dari 0 (nol) sampai beban 830 ton,
pentransferan beban tahanan ujung tersebut terjadi pada lokasi tanah yang lunak yang
Tiang dicor mencapai tanah keras atau batuan dasar agar tidak terjadi penurunan
yang berlebih, kapasitas tiang ditentukan oleh tahanan dukung lapisan keras yang berada
dibawah ujung tiang. Dan ini sudah dalam keadaan plastis, pada Proyek Crystal Square
5.6 Perbandingan Penurunan Akibat Beban antara Soft Soil dan Mohr Couloumb
Perbandingan penurunan akibat beban antara soft soil dan Mohr Couloumb
(Suhairiani, 2012) Hasil loading test dan hasil finite element adalah sebagai berikut:
untuk 7 hari 415, beban rencana (load design) Mohr Coulomb loading test 415 ton, finite
Beban maksimum ( Maximum Load) soft soil loading test 830 ton, finite element
830 ton untuk 7 hari 830 ton, beban maksimum ( maximum load) Mohr Coulomb loading
test 830 ton, finite element 830 ton untuk 7 hari 830 ton.
Penurunan permanen (mm) Soft Soil loading test 19,63 mm, finite element 17,78
mm untuk 7 hari 18,88 mm. Penurunan permanen (mm) Mohr Coulomb loading test 10,59
Rebound maksimum elastis (mm) soft soil loading test 5,01 mm, finite element 5,04
mm untuk 7 hari 3,81 mm. Rebound maksimum elastis (mm) Mohr Coulomb loading test
Penurunan maksimum, pada beban maksimum (mm) soft soil loading test 24,64
mm, finite element 24,82 mm untuk 7 hari 22,82 mm. Penurunan maksimum, pada beban
maksimum (mm) Mohr Coulomb loading test 24,74 mm, finite element 24,81 mm untuk 7
hari 24,95 mm. Perbandingan penurunan akibat beban antara soft soil dan Mohr Couloumb
(Suhairiani, 2012) Hasil loading test dan hasil finite element seperti dalam Tabel 5.10
6.1 Kesimpulan
1. Hasil perbandingan perhitungan finite element dan loading test pada lokasi Bore
Hole 1 adalah: Beban rencana (load design) untuk hasil loading test sebesar 415
ton. Beban maksimum (maximum load) 830. Penurunan permanen hasil loading test
maximum elastic (mm) untuk loading test 5,01 mm dan untuk finite element 5,04
test sebesar 24,64 mm dan finite element 22,82 mm perbedaan penurunan 7,38%.
Untuk loading test pada pembebanan 100% atau 415 ton maka lendutan dari hasil
loading test adalah 5,69 mm sedangkan dari perhitungan finite element sebesar 3,81
mm, untuk loading test pada pembebanan 150% atau 622,5 ton maka lendutan dari
hasil loading test adalah 10,43 mm sedangkan dari perhitungan finite element
sebesar 8,55 mm, untuk loading test pada pembebanan 200% atau 830 ton maka
lendutan dari hasil loading test adalah 24,64 mm sedangkan dari perhitungan finite
2. Untuk hasil pada dengan loading test dan finite element untuk BH2 (Bore Hole 2)
diperoleh hasil perhitungan loading test dan pemodelan elemen hingga untuk titik
lain (Bore hole 2) dengan mempergunakan finite element dapat adalah daya dukung
ultimit sebagai berikut. Beban rencana (load design) untuk hasil loading test
sebesar 400 ton. Beban maksimum (maximum load) 800. Penurunan permanen hasil
loading test 19,81 mm dan finite element 17,88 mm dengan perbedaan 9,74%,
maksimum loading test sebesar 24,82 mm dan finite element 22,90 mm perbedaan
penurunan 7,38%. Dari hasil perhitungan dengan soft soil model maka hasil yang
tiang bor masih aman terhadap penurunan untuk beban maksimum. Hasil
perhitungan finite element Bore Hole 1 (BH1) dan Bore Hole 2 (BH2) mendekati
3. Hasil perhitungan dengan loading test dibandingkan dengan metode elemen hingga
/ Plaxis dengan menggunakan elemen segitiga 6 nodal dan elemen segitiga 15 nodal
untuk BH1 ( Bore Hole 1) dan BH2 (Bore Hole 2) diperoleh hasil sebagai berikut:
22.82 mm. Penurunan maksimum tiang secara FEM/Plaxis dengan elemen segitiga
15 nodal = 23.65 mm
22.90 mm. Penurunan maksimum tiang secara FEM/Plaxis dengan elemen segitiga
15 nodal = 23.73 mm
Hasil perhitungan dengan metode elemen hingga dengan Plaxis Bore Hole 1 (BH1) dan
Bore Hole 2 (BH2) dengan elemen segitiga dengan 15 nodal hasilnya lebih mendekati
dengan hasil loading test tetapi membutuhkan waktu yang cukup lama (2.5 kali) waktu
nodal.
6.2 Saran
Penulis menyarankan masih perlu penelitian lanjutan yang lebih akurat, dalam
penggunaan finite element untuk menghitung daya dukung batas ultimit dan penurunan
tiang bor/bore pile terutama yang dapat dilakukan untuk beban-beban kombinasi antara
Bowles, J.E., 1996. Foundation Analysis and Design, 5rd Edition, Mc-Graw Hill, Inc.
New York.
Brinkgreve, R.B.J., 2002. Plaxis Reference Manual v8.2, Plaxis b.v, AN DELFT,
Netherlands.
Das, B.M., 2011. Principle of Foundation Engineering, Seventh Edition, PWS- KENT
Publishing Company, Boston.
Das, B.M., 1995. Alih Bahasa: Nur E. M, Indra, S.B., Prisip-Prinsip Rekayasa Geoteknik,
Jilid 1, Erlangga, Surabaya.
Das, B.M., 1999. Fundamental of Geotechnical Engineering, Australia : Brooks/Cole
Thomson Learning.
Fellenius, H. B., 2004. Basics of Foundation Design, eLib AB, Geoforum.com
Hardiyatmo, H.C., 2001. Teknik Pondasi, jilid 1 dan 2, Penerbit Gramedia, Jakarta.
Poulos, H. G., and Davis, E. H., 1980. Pile Foundation Analysis And Design, New York.
Lambe, T.W., 1969. Soil Mechanics, Wiley. J and Son, Inc, New York.
Prakash, S., and Sharma. H.D., 1990. “Pile Foundations in Engineering Practice”, Wiley.J
and Sons inc, New York.
Sinaga, S., 2009. Analisa Daya Dukung Dan Penurunan Borepile Tunggal Dengan
Menggunakan Model Tanah Mohr Coloumb Pada Proyek City Hall Town Square,
Tesis, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.
Sosrodarsono, S., dan Nakazawa, K. Alih Bahasa: Taulu, L., dkk, 1983. Mekanika Tanah
dan Teknik Pondasi, Cetakan Kedua, Pradnya Pramita, Jakarta.
Tomlinson, M.J., 1997. Pile Design and Construction, 1st Edition, View Point Publishing,
London.
William Weaver, Jr. Paul. R., Jhonston., 1993. Elemen Hingga Analitis Struktur. Eresco,
Bandung.
American Society For Testing And Materials. D., 1143-81, 1994.