Anda di halaman 1dari 152

ANALISIS PERBANDINGAN DAYA DUKUNG HASIL LOADING

TEST PADA BORE PILE TUNGGAL DIAMETER SATU METER


DENGAN METODE ELEMEN HINGGA MEMAKAI MODEL TANAH
SOFT SOIL PADA PROYEK CRYSTAL SQUARE MEDAN

TESIS

Oleh:
SURYANTI SURAJA PULUNGAN
107016002/TS

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2012

Universitas Sumatera Utara


ANALISIS PERBANDINGAN DAYA DUKUNG HASIL LOADING
TEST PADA BORE PILE TUNGGAL DIAMETER SATU METER
DENGAN METODE ELEMEN HINGGA MEMAKAI MODEL TANAH
SOFT SOIL PADA PROYEK CRYSTAL SQUARE MEDAN

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk


memperoleh gelar Magister Teknik dalam
Program Studi Magister Teknik Sipil pada
Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

Oleh:
SURYANTI SURAJA PULUNGAN
107016002/TS

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


MEDAN 2012

Universitas Sumatera Utara


Judul : ANALISIS PERBANDINGAN DAYA DUKUNG HASIL
LOADING TEST PADA BORE PILE TUNGGAL DIAMETER
SATU METER DENGAN METODE ELEMEN HINGGA
MEMAKAI MODEL TANAH SOFT SOIL PADA PROYEK
CRYSTAL SQUARE MEDAN

Nama Mahasiswa : Suryanti Suraja Pulungan

Nomor Pokok : 107016002

Program Studi : Teknik Sipil

Menyetujui,
Komisi Pembimbing:

(Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE) (Ir. Rudi Iskandar, MT)


Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE) (Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME)

Tanggal Lulus : 30 Agustus 2012

Universitas Sumatera Utara


Telah diuji pada:

Tanggal 30 Agustus 2012

PANITIA PENGUJI TESIS


Ketua : (Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE)
Anggota : 1. Ir. Rudi Iskandar, MT
2. Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan
3. Prof. Dr. Ir. Bachrian Lubis, M.Sc
4. Dr. Ir. A. Perwira Mulia Tarigan, M.Sc
5. Dr.Ir. Hotma Panggabean

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Dalam pelaksanaan proyek pembangunan Gedung Crystal Square yang berlokasi di


Jl. Imam Bonjol No. 6 Medan, digunakan pondasi bore pile yang terdiri dari 319 tiang. Untuk
mengetahui daya dukung yang sebenarnya, maka dilakukan pengujian Loading Test sebanyak 2
titik.
Penelitian ini bertujuan untuk menghitung daya dukung pondasi tiang bor tunggal
dari hasil Loading Test dengan Metode perhitungan Davisson dan Metode Mazurkiewicz.
Membandingkan hasil daya dukung bored pile tunggal dari hasil Loading Test dengan
Metode Elemen Hingga berdasarkan model tanah lunak (soft-soil model) menggunakan
Finite Element.
Penelitian ini disimpulkan untuk dapat membandingkan hasil daya dukung bored
pile tunggal dari hasil loading test dengan metode elemen hingga berdasarkan model tanah
lunak (soft-soil model) menggunakan Finite Element Hasil studi menunjukkan bahwa :
Daya dukung ultimit berdasarkan loading test sebesar 830 ton sedangkan dari hasil
perhitungan berdasarkan metode Davisson sebesar 780 ton, metode Mazurkiewics 820 ton
sedangkan meode Finite Element sebesar 765 ton. Untuk loading test pada pembebanan
100 % atau 415 ton maka lendutan dari hasil loading test adalah 5,69 mm sedangkan dari
perhitungan Finite Element sebesar 3,81 mm, untuk loading test pada pembebanan 150 %
atau 622,5 ton maka lendutan dari hasil loading test adalah 10,43 mm sedangkan dari
perhitungan Finite Element sebesar 8,55 mm, untuk loading test pada pembebanan 200 %
atau 830 ton maka lendutan dari hasil loading test adalah 24,64 mm sedangkan dari
perhitungan Finite Element sebesar 22,82 mm. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai
pembebanan 100 % atau 415 ton dari hasil perhitungan Finite Element adalah 6 jam, untuk
pembebanan 150 % atau 622,5 ton dari hasil loading test adalah 12 jam - untuk
pembebanan 200 % atau 830 ton dari hasil loading test adalah 18 jam dari hasil tersebut
maka disimpulkan bahwa perbedaan penurunan antara hasil analisa dan Finite Element
tidak terlalu jauh perbandingan dan masih dalam keadaan aman.
Model soft soil umumnya digunakan untuk tanah lempung NC (Normal
Consolidated), sedangkan model soft soil creep biasanya digunakan untuk tanah gambut
(peat) yg konsolidasinya sangat bergantung pada waktu (tidak hanya konsolidasi primer,
namun konsolidasi sekunder dan tersier justru yg dominan), Model hardening soil
umumnya digunakan untuk tanah pasir, gravel, atau bisa juga untuk tanah lempung OC
(Over Consolidated). Pemodelan Soft Soil ini pada umumnya lebih cocok digunakan untuk
analisa penurunan dan konsolidasi, misalnya pada pekerjaan reklamasi.

Kata kunci: Pondasi Bore pile,loading test,Soft Soil

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

Borepile foundation is a foundation which is built by, first, boring the soil and then
it is filled with reinforcement and casted. The method is used to analyze the axial
foundation bearing capacity of single bored pile based on the loading test and to compare
the maximum Pultimate load and settlement by using the analysis of single bored pile
based on the result of loading test, using Davisson and Mazurkiewics methods with the
element method so that soft-soil model can use Finite Element (FEM) Program Plaxis.
The aim of the research was to compare the result of bearing capacity of the single
bored pile with the result of loading test with the element method based on the soft soil
model, using Finite Element. The result of the research showed that the ultimate bearing
capacity based on the loading test was 830 tons, while the result of the calculation based
on Davisson method was 780 tons, based on Mazurkiewics method it was 820 tons, and
based on Finite Element method it was 765 tons.
For the loading test at 100% of loading or 415 tons, the down buckling of the
loading test was 5.69 mm, while from the calculation of Finite Element it was 3.81 mm; for
the loading test at 150% of loading or 622.5 tons, the down buckling of the loading test
was 10.43 mm, while from the calculation of Finite Element it was 8.55 mm; for the
loading test at 200% of loading or 830 tons, the down buckling of the loading test was
24.62 mm, while from the calculation of Finite Element it was 22.82 mm. The time needed
to achieve 100% of loading or 415 tons from the calculation of Finite Element was six
hours, for 150% of loading or 622.5 tons from the calculation of loading test was 12 hours,
and for 200% of loading or 830 tons from the loading test was 18 hours.
Soft soil model is usually used for NC (Normal Consolidated) loam, while soft soil
creep model is usually used for peat in which its consolidation depends highly on the time
(not only primary consolidation, but also secondary and tertiary consolidations which are
dominant). Hardening soil model is usually used for sand, gravel, or OC (Over
Consolidated) loam. This soft soil model is generally appropriate to be used for analyzing
lowering and consolidation, such as reclamation work.

Keywords: Borepile Foundation, Loading Test, Soft Soil

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim…..
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan rahmad, hidayah, kesehatan, keselamatan, dan kemudahan sehingga penulis
dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Penulisan tesis ini bertujuan memenuhi syarat
untuk memperoleh gelar Magister Teknik (MT). Adapun judul tesis ini adalah” Analisis
Perbandingan Daya Dukung Hasil Loadingtest pada Borepile Diameter I Meter Tunggal
dengan Metode Elemenhingga Memakai Model Soft Soil Pada Proyek Crystal Square
Medan”.
Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan
disebabkan kemampuan pengalaman dan ilmu pengetahuan yang terbatas. Penyusunan tesis
ini tidak akan terwujud tanpa adanya bimbingan dan dukungan dari pihak yang telah begitu
banyak membantu, untuk itu penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada:
Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM. & H. M.Sc. (C.T.M), Sp.A(K), selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara dan Bapak Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME, selaku
dekan Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Bapak Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE
selaku Ketua Program Studi Magister Teknik Sipil dan Dosen Pengajar serta Komisi
Pembimbing Tesis dan Bapak Ir. Rudi Iskandar.MT. selaku Sekretaris Program Studi
Magister Teknik Sipil dan Dosen Pembimbing penulisan tesis ini.
Bapak Prof. Dr. Ir. Bachrian Lubis, M.Sc. Pembanding I, Bapak Prof. Dr. Ir. Johanes
Tarigan Pembanding II. Bapak Dr. Ir. A. Perwira Mulia Tarigan, M.Sc. Selaku
Pembanding III, dan kepada Bapak Dr. Ir. Hotma Panggabean sebagai Pembanding IV
yang telah memberi masukan dan bimbingan pada kami sehingga penulisan tesis ini dapat
saya selesaikan dan Bapak Yun Ardi yang telah banyak membantu kami,dukungan juga
memberi arahan dalam mencapai S2 ini.
Kepada yang tercinta Suamiku Samsuddin Harahap, Kedua Orang Tuaku Ayahanda
H. Marasati Pulungan dan ibunda Hj. Masdalifah Harahap yang telah memberikan kasih
sayang yang melimpah kepada penulis serta Do’a dan dukungan baik secara moril maupun
materil.
Kepada Seluruh Keluarga besarku, Abanganda Peltu M. Agus Irian Pulungan, Ayub
Sulaiman Pulungan SH. Ahmad Rivai Pulungan, Kak Dra.Netty Mei Derwati Pulungan,
Ir.Sri Arjuna Pulungan, Adikku Sartika Nur pulungan Spd. Abang Ipar dan kakak ipar
Adik iparku Hariman Harahap, Masdaria Harahap Spd. Baitolib Harahap dan seluruh
keponakanku. Terimakasih atas Do’a dan dukungannya, Keluarga Oppung H. Panangaran
Siregar.
Kepada Rektor Universitas Graha Nusantara Prof. Dr. Ir. Erwin Marul Harahap. MSi,
yang telah merekomendasikan BPPSnya, Dekan Teknik Ir, Marzuki Harahap. ME, Ir.
Arfan Harapan Siregar, MT, Sahrul Harahap, Ir. Armasyah Siregar. Ir.Abadi Siregar MT,
Kepada seluruh sivitas akademik UGN yang telah mendukung dan mendo’akan penulis
khusus Ira, Fitri, Elli, Yusniar, kak sri, kak yus, kak Mahrani, Emirza, kak Ati, 2 Lina,
Erni, Dini dan semua teman2 seperjuangan di UGN yang tidak dapat disebutkan satu
persatu.
Teman seperjuangan S2 yang telah bekerjasama selama kuliah khususnya Reni, Dodi,
Mabrur, Tika, Boby, Bang Imanuel, Bang Albert Simbolon, kak Diana, Irwansyah,

Universitas Sumatera Utara


Valentana, Beny, Noni, Rafii, Roy, Fitri semua angkatan 2010 yang tak bisa disebutkan
satu persatu dan angkatan 2011, Beny, terimakasih dukungannya dan suportnya. Semua
anak Kos Gang Cipta Jl Jamin Ginting : Wiwi, Aida, Ade, Uli, Mifta, Nurul, Ibu kos, ibu
Ucok, Mas wiji dan semua yang tak bisa disebutkan terimakasih atas Do’a dan
dukungannya.
Semua pihak yang tidak dapat disebutkan yang telah mendukung hingga
terselesaikannya pendidikan dan penelitian ini.
Dengan penuh kesadaran dan kerendahan hati, penulis menyadari penulisan ini jauh
dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat terbuka terhadap kritik dan saran untuk
perbaikan dimasa yang akan datang. Semoga tesis ini dapat menjadi bahan refrensi yang
bermanfaat bagi pembacanya.

Wassalam

Penulis

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

ABSTRAK .................................................................................................................. i
ABSTRACT................................................................................................................ ii
KATA PENGANTAR ............................................................................................... iii
PERNYATAAN ......................................................................................................... v
RIWAYAT HIDUP .................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ............................................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR.................................................................................................. xiii
DAFTAR TABEL ...................................................................................................... xvi
DAFTAR NOTASI .................................................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................... 1
1.2 Permasalahan ......................................................................................................... 4
1.3 Pembatasan Masalah .............................................................................................. 5
1.4 Maksud dan Tujuan ............................................................................................... 5
1.5 Sistematika Penulisan ............................................................................................ 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 7


2.1 Pendahuluan .......................................................................................................... 7
2.2 Jenis dan Kondisi Tanah Sebagai Pendukung Pondasi.......................................... 8
2.3 Pengukur Penurunan .............................................................................................. 10
2.4 Macam–macam Pengujian ..................................................................................... 10
2.4.1 Slow Maintained Test Load Method ............................................. 10
2.4.2 Quick Maintaned Load Test Method ............................................. 11
2.4.3 Constant Rate Penetration Test Method ........................................ 12
2.4.4 Swedish Cylic Test Method ........................................................... 12
2.5 Kapasitas Daya Dukung Tiang Bor Dari Hasil Loading Test Dengan Metode Davisson
..............................................................................................................................
13
2.6 Kapasitas Daya Dukung Tiang Bor Dari Hasil Loading Test Dengan Metode
Mazurkiewicz......................................................................................................... 14
2.7 Uji Pembebanan Loading Test............................................................................... 15
2.7.1 Pengertian Loading Test ................................................................ 15
2.8 Uji Beban Vertikal (axial Compression Loading Test) ......................................... 16
2.9 Uji Beban Tarik (Uplift Loading Test) .................................................................. 18
2.10 Uji Beban Lateral (Lateral Loading Test)............................................................ 19
2.11 Metode Percobaan Pembebanan Vertikal (Compressive Loading Test) dengan
Pembebanan langsung ......................................................................................... 20
2.11.1 Prosedur dan schedule Pembebanan Vertikal (Compressive Loading
Test) ............................................................................................. 22
2.12 Metode Elemen Hingga dengan Soft Soil Model ............................................... 23
2.12.1 Pendahuluan ................................................................................. 23
2.12.2 Karakteristik Fisik Tanah Lempung Lunak ................................. 24
2.12.3 Parameter model tanah (material Model) ................................... 29
2.12.3.1 Kodisi Isotropis Tegangan dan Regangan ......................... 31

Universitas Sumatera Utara


2.12.3.2 Fungsi Leleh untuk Kondisi Tegangan Triaksial .............. 33
2.12.3.3 Parameter Model Soft Soil ................................................ 36
2.13 Parameter model tanah ................................................................................. 41
2.13.1 Material model Soft Soil (Cap)................................................... 41
2.14 Pondasi Bore Pile ......................................................................................... 42
2.15 Pengaruh Pemasangan Bore pile .................................................................. 46
2.16 Pemakaian tiang yang dibor ......................................................................... 47
2.17 Metode Pelaksanaan Pondasi Bore pile dengan Metode Kerja Kellybar ..... 49
2.17.1 Persiapan Lokasi dan Setting out ................................................. 49
2.17.2 Daftar Peralatan Utama untuk Pekerjaan Pembuatan Tiang Bor . 49
2.17.3 Proses Pelaksanaan Pekerjaan ..................................................... 50
2.17.4 Instalasi Besi Keranjang Tiang Bor (Reinforcement Cage) ........ 51
2.17.5 Proses Pengecoran Lubang Bor ................................................... 51
2.18 Mekanisme Penyaluran Daya Dukung Friksi (kurva t-Z) ............................ 52
2.19 Prosedur Pembebanan Tiang Tunggal.......................................................... 54
2.19.1 Teori Dasar .................................................................................. 54
2.19.2 Menggunakan Meja Beban .......................................................... 57
2.19.2.1 Peralatan ............................................................................ 57
2.19.2.2 Jenis – jenis Pembebanan Tiang........................................ 59
2.20 Penurunan Tiang Tunggal ............................................................................ 59
2.21 Penyaluran Beban ......................................................................................... 61
2.21.1 Pondasi tiang dengan tahanan ujung (End Bearing Pile) ............ 61
2.21.2 Pondasi tiang dengan tahanan gesek (Friction Pile) ................... 61
2.21.3 Pondasi tiang dengan tahanan lekatan (Adhesive Pile) ................ 62
2.22 Elemen pada program Plaxis ........................................................................ 62
2.23 Fungsi interpolasi untuk elemen segitiga ..................................................... 64
2.23.1 Pembahasan ................................................................................. 66
2.23.1.1 Menghitung Shape Function (N) ....................................... 66
2.23.1.2 Menentukan fungsi Geometri ............................................ 67
2.23.1.3 Menentukan matrik Jacibian [J] ........................................ 67
2.23.1.4 Menentukan matrik regangan perlihan [B m ] ..................... 68
2.23.1.5 Menentukan matrik kekakuan [K ].................................... 70
2.23.2 Integrasi numeric dari elemen segitiga ........................................ 72
2.23.3 Turunan dari fungsi bentuk .......................................................... 73
2.23.4 Perhitungan matriks kekakuan elemen ........................................ 75
2.23.5 Proses perhitungan pada program Plaxis ..................................... 75

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................................ 78


3.1 Data Umum Proyek ........................................................................................ 78
3.2 Data Teknis Borepile/Taiang Bor .................................................................. 79
3.3 Material bore pile/ tiang bor ........................................................................... 80
3.4 Interface elemen tiang bor dan tanah ............................................................. 80
3.5 Hubungan beban terhadap penurunan pada tiang bor .................................... 81
3.6 Cara pengukuran bersarnya deformasi ........................................................... 83
3.6.1 Pada waktu pembebanan................................................................ 83
3.6.2 Pada waktu penghilangan beban .................................................... 84

Universitas Sumatera Utara


3.7 Tahapan Penelitian ......................................................................................... 84
3.8 Kondisi Umum Lokasi Studi .......................................................................... 88
3.9 Lokasi Penelitian ............................................................................................ 88

BAB IV LOADING TEST DAN PERHITUNGAN ANALITIS ........................... 89


4.1 Hasil Perhitungan Analitis ............................................................................. 89
4.2 Menghitung Kapasitas Daya Dukung Bored Pile dari Data SPT ................... 89
4.3 Menghitung kapasitas daya dukung bored pile dari data loadingtest............. 94
4.3.1 Metode Davisson ........................................................................... 94
4.3.2 Metode Mazurkiewicz ................................................................... 97
4.4 Menghitung kapasitas daya dukung bored pile dari data loadingtest (BH -2) 100
4.4.1 Metode Davisson ........................................................................... 100
4.4.2 Metode Mazurkiewicz ................................................................... 106
4.5 Penurunan Tiang Tunggal .............................................................................. 108

BAB V PEMODELAN ELEMEN HINGGA .......................................................... 112


5.1 Cara Pengambilan input data untuk masuk Finite Element dengan menggunakan
soft soil model ................................................................................................ 112
5.1.1 Parameter tiang bor ........................................................................ 112
5.1.2 Parameter umum tiang ................................................................... 112
5.1.3 Parameter Tanah ............................................................................ 113
5.1.3.1 Parameter umum tanah ........................................................ 113
5.1.3.2 Parameter khusus tanah ....................................................... 113
5.2 Data – data Masukan ...................................................................................... 115
5.2.1 Siklus (cycle) uji pembebanan (loading test) pada likasi BH 1 ..... 115
5.3 Hasil Perhitungan Elemen Hingga.................................................................. 127
5.4 Kenaikan Pori Ekses ....................................................................................... 130
5.5 Transfer Beban Friksi dan End Bearing ......................................................... 132
5.5 Perbandingan Penurunan akibat beban antara Soft Soil dan Mhor Couloumb 133

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 136


6.1 Kesimpulan..................................................................................................... 136
6.2 Saran ............................................................................................................... 138

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 139

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman


1.1 Kentledge System …………………………………………………. 3
1.2 Anchor System…………………………………………................. 4
2.1 Arloji Pengukur …………………………………………… …….. 10
2.2 Hubungan Beban dengan Penurunan Metode Davisson…… ……... 14
2.3 Hubungan Beban dengan Penurunan Metode Mazurkiewicz …….. 14
2.4 Ciri Khusus Beban – Penurunan Pada Uji Pembebanan vertikal… 16
2.5 Uji Pembebanan Tarik (Tomlinson, 1997) ………………………. 18
2.6 Uji Pembebanan Lateral (Tomlinson, 1997) …………………….. 19
2.7 Main Beam dan Sub Beam dari Platform………………………… 21
2.8 Kerja Percobaan Pembebanan Vertikal………………………….. 22
2.9 Plastisitas, system USCS (Das, 1994) .................................................. 27
2.10 Logarimik antara regangan volumetrik dan tegangan rata - rata ........ 31
2.11 Bidang leleh dari model Soft Soil dalam bidang p’- q ......................... 34
2.12 Illustrasi dari seluruh kontur bidang leleh dari model soft Soil
dalam ruang tegangan utama .............................................................. 35
2.13 Jenis – jenis Borepile (Das, 1941) ....................................................... 42
2.14 Metode Kering Konstruksi Pilar yang dicor ........................................ 43
2.15 Metode Acuan Konstruksi pilar yang dibor......................................... 44
2.16 Metode Adonan Konstruksi pilar yang dibor ...................................... 45
2.17 Kurva Transver beban.......................................................................... 53
2.18 Data – data yang didapat dari hasil instrumentasi ............................... 54
2.19 Pembebanan arah aksial ...................................................................... 55
2.20 Hubungan beban (P) dan Deformasi (S), (Sarjono, 1991)................... 55
2.21 Tranfer beban tahanan ujung ............................................................... 61
2.22 Transfer beban friksi ............................................................................ 62
2.23 Pengaturan Global............................................................................... 63
2.24 Regangan bidang dan axi-simetri ........................................................ 63
2.25 Posisi titik – titik nodal dan titik tegangan pada elemen tanah ............ 63
2.26 Fungsi bentuk untuk elemen segitiga dengan 6 buah titik nodal ......... 65
2.27 Fungsi bentuk untuk elemen segitiga dengan 15 buah titik nodal ....... 65
3.1 Hambatan lekat tanah pada tiang pondasi............................................ 80
3.2 Kurva hubungan beban terhadap penurunan ....................................... 82
3.3 Distribusi Beban dari kepala tiang hingga ujung tiang ........................ 83
3.4 Flowcart tahapan penelitian ................................................................. 86
3.5 Sket situasi letak titik sondir dan bor mesin ........................................ 87
3.6 Lokasi penelitian titik Loading Test .................................................... 87
3.7 Lokasi penelitian .................................................................................. 88
4.1 qs terhadap N SPT .................................................................................. 90
4.2 Daya Dukung tanah (unloading) terhadap kedalaman ......................... 93
4.3 Penurunan akibat beban dari hasil loading test .................................... 94
4.4 Beban dan penurunan metode Davisson .............................................. 96
4.5 Beban dan penurunan metode Mazukiewics ...................................... 98
4.6 Beban Loding Test terhadap penurunan 7 hari .................................... 100

Universitas Sumatera Utara


4.7 Beban dan penurunan Loading test BH2 ............................................ 105
4.8 Beban dan penurunan metode Davisson BH2 .................................... 106
4.9 Beban dan penurunan metode Mazurkiewics BH2.............................. 107
4.10 Beban dan waktu BH2 ......................................................................... 108
4.11 Modulus Elastisitas tanah, Poulus dan Davis (1980) ........................... 109
4.12 I 0 Faktor pengaruh penurunan untuk tiang, Poulus Dan Davis (1980) 109
4.13 Penurunan tiang terhadap kedalaman tanah......................................... 111
5.1 Hasil FEM/Plaxis dengan pembebanan 830 ton .................................. 117
5.2 Beban dan waktu dengan menggunakan FEM .................................... 117
5.3 Beban loading test, metode Davisson Hasil FEM ............................ 119
5.4 Beban loading test, metode Marzukiewics Hasil FEM...................... 120
5.5 Penurunan 7 hari hasil FEM/Plaxis ..................................................... 122
5.6 Hasil Perbandingan Finite Element dan Loading Test ....................... 124
5.7 Beban penurunan BH 2 hasil FEM ...................................................... 125
5.8 Kurva hubungan beban dan penurunan 7 hari beban 200% ............... 126
5.9 Besar penurunan maksimum berdassarkan perhitungan FEM dengan menggunakan
15 titik nodal untuk BH-1 dan BH2 ..................................................... 128
5.10 Besar penurunan maksimum berdassarkan perhitungan FEM dengan menggunakan
15 titik nodal untuk BH-1 ................................................................... 129
5.11 Besar penurunan maksimum berdassarkan perhitungan FEM dengan menggunakan
15 titik nodal untuk BH-2 ................................................................... 130
5.12 Tekanan pori ekses untuk pertanahan tekanan mencakup prakonsolidasi 131
5.13 Tekanan pori ekses............................................................................... 131
5.13 Kurva Beban Transfer Friksi ............................................................... 132
5.14 Kurva Beban Transfer beban End Bearing .......................................... 133
DAFTAR TABEL

2.1 Klasifikasi Kompresibilitas Tanah (Coduto, 1994) ...................................... .25


2.2 Sifat - sifat Umum Lempung Lunak (Toha, 1989) ......................................... 25
2.3 Nilai – nilai Khas Aktivitas (Mitchell, 1994) .............................................. 26
2.4 Batas – batas Atterberg untuk Mineral Lempung (Mitchell, 1976) ............ 27
2.5 Nilai Specific Gravity untuk Tiap Mineral Tanah Lempung (Mitchell, 1976)28
2.6 Nilai angka pori, kadar air dan berat volume pada tanah lempung (Mitchell,
1976)............................................................................................................ 29
2.7 Integrasi 3 – titik untuk elemen dengan 6 titik nodal .................................. 72
2.8 Integrasi 3 – titik untuk elemen dengan 6 titik nodal .................................. 73
4.1 Hasil Perhitungan kapasitas daya dukung tiang borepile ............................ 92
4.2 Hasil Perhitungan kapasitas daya dukung tiang borepile dari metode Davisson
dan Mazukiewicz BH 1 ............................................................................... 97

Universitas Sumatera Utara


4.3 Beban Loading Test penurunan dalam 7 hari.............................................. 99
4.4 Penurunan akibat Beban loading test BH 1 ................................................. 102
4.5 Data siklus pembebanan loading test .......................................................... 103
4.6 Hasil pengujian Laboratorium tiap lapisan pada lokasi BH 2 ..................... 104
4.7 Hasil perbandingan daya dukung tanah secara teoritis pada BH 2 ............. 108
4.8 Penurunan akibat pemendekan tiang bor .................................................... 110
5.1 Nilai C c secara empiris ............................................................................... 114
5.2 Nilai C s secara empiris .................................................................................... 114
5.3 Data Siklus Pembebanan Loading Test Plaxis ............................................ 116
5.4 Hasil pengujian Labortorium tiap Lapisan BH1 ......................................... 118
5.5 Hasil Daya Dukung/ Loading Test .............................................................. 119
5.6 Hasil penurunan akibat beban dengan FEM Penurunan 7 hari ................... 121
5.7 Perbandingan Perhitungan FEM dan Loading Test .................................... 123
5.8 Perbandingan Perhitungan FEM dan Loading Test BH 1 ........................... 126
5.9 Perbandingan Perhitungan FEM dan Loading Test BH 2 ........................... 127
5.10 Perbandingan Perhitungan FEM dan Loading Test antara Soft Soil dan Mohr
Coulumb ...................................................................................................... 135

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR NOTASI

Kp = Tekanan Tanah Pasif


Ka = Tekanan Tanah Aktif
σ = Tegangan Normal
τ = Kuat Geser Tanah
c = Kohesi Tanah
Ø = Sudut Geser Tanah
Sf = Penurunan pada Kondisi Kegagalan
D = Diameter Tiang
L = Panajang Tiang
E = Modulus Elastisitas
A = Luas dari Tiang
Q = Beban yang diterapkan
k = Permeabilitas Tanah
k* = Indeks muai termodifikasi
ψ = Sudut dilatasi (o)
φ = Sudut Geser (o)
λ* = Indeks Kompresi termodifikasi
v ur = Angka poisson untuk pengurangan pembebanan
KONC = Koefisien tekanan lateral dalam kondisi terkonsolidasi normal
M = Parameter yang berhubungan dengan KONC
e = Angka pori
Ap = Luas tiang borepile
O = luas tiang borepile
P’ = Tegangan Efektif rata-rata
εv = Regangan volumetric
E ur = Modulus Elastisitas Young
K ur , = Modulus elastisitas bulk
pp = Tekanan prakonsolidasi isotropis
εe v = Respon tanah selama pengurangan
γ unsat = Tanah tidak jenuh
γ sat = Tanah jenuh
kx = Permeabilitas tanah dalam arah x
ky = Permeabilitas tanah dalam arah y
Q rs = Tahanan residu pada tanah lempung
Q uc = Tahanan Ultimit pada tanah lempung
Qs = Daya dukung tiang
As = Luas permukaan tiang
τ = Hambatan lekat
Qp = Daya dukung ultimit pada ujung tiang
Qs = Daya dukung selimut beton pada tanah homogeny
Po = Berat sendiri tanah atau overburden pressure
μ* = Indeks rangkak termodifikasi
S = Penurunan total untuk tiang tunggal (mm)

Universitas Sumatera Utara


𝐼
R = Faktor penurunan tiang
Q wp = Beban yang bekerja dengan hasil End Bearing
Q ws = Beban Friksi
L = Kedalaman Pondasi
Ep = Modulus Elastisitas Tiang
µs = Poisson ratio
D = Diameter tiang (mm)
Cc = Indeks Pemampatan
Cs = Indeks Pemuaian
β0 = Jumlah Penurunan
βn = Ratio Dimensi
Φ = Sudut Geser dalam Tanah
Ψ = Sudut Dilatasi

Universitas Sumatera Utara


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan jumlah penduduk pada suatu daerah perkotaan, menuntut

ketersediaan lahan yang cukup banyak untuk pembangunan prasarana tempat tinggal

penduduk tersebut sehingga dengan semakin sempitnya lahan yang ada akan

mengakibatkan harga jual tanah menjadi semakin mahal, sehingga untuk efisiensi

kebanyakan struktur berupa gedung-gedung dibangun secara bertingkat. Perkembangan

struktur bangunan gedung di perkotaan umumnya dikembangkan ke arah vertikal salah

satunya adalah proyek pembangunan Gedung Crystal Square yang berlokasi di Jl. Imam

Bonjol No. 6 Medan, bangunan ini difungsikan untuk hotel dan perkantoran.

Untuk meneruskan beban dari bagian struktur atas (super structures) ke lapisan

tanah di bawahnya hingga mencapai daya dukung yang diinginkan, maka diperlukan suatu

bagian konstruksi bangunan bawah (sub structures) yang disebut dengan pondasi. Pondasi,

merupakan bagian dari struktur bawah (sub structure), mempunyai peranan yang sangat

penting dalam memikul beban struktur atas sebagai akibat dari adanya gaya-gaya yang

terjadi pada struktur atas (upper structure) seperti berat struktur itu sendiri, gaya angin,

gaya gempa dan lain-lain. Pondasi pada struktur bawah biasanya terdiri dari 2 tipe pondasi

yaitu pondasi dangkal dan pondasi dalam. Pondasi dangkal pada umumnya dapat

digunakan untuk konstruksi dengan beban ringan serta lapisan tanah yang cukup baik,

sedangkan untuk pondasi dalam dapat dikategorikan berdasarkan besarnya perpindahan

(displacements) pada struktur yang didukungnya yaitu large-displacement, small-

Universitas Sumatera Utara


displacement, dan non-displacement. Untuk pondasi non-displacement, konstruksi tiang

bor dapat dilakukan langsung di lokasi proyek dan umumnya disebut sebagai pondasi bore

pile.

Pondasi bore pile adalah suatu pondasi yang dibangun dengan cara mengebor tanah

terlebih dahulu, kemudian diisi dengan tulangan dan dicor. Bored pile dipakai apabila tanah

dasar yang kokoh yang mempunyai daya dukung besar terletak sangat dalam, yaitu kurang

lebih 15 m serta keadaan tanah sekitar bangunan sudah banyak berdiri bangunan–bangunan

besar seperti perumahan, perkantoran serta gedung-gedung bertingkat lain sehingga

dikhawatirkan dapat menimbulkan retak–retak pada bangunan yang sudah ada akibat

getaran–getaran yang ditimbulkan oleh pemancangan jika digunakan pondasi tiang

pancang.

Daya dukung bore pile diperoleh dari daya dukung ujung (end bearing capacity)

yang diperoleh dari tekanan ujung tiang dan daya dukung geser atau selimut, dengan

demikian pondasi ini sangat sesuai digunakan pada tanah lunak dimana lapisan tanah keras

terletak cukup jauh dari permukaan tanah. Untuk mengetahui daya dukung dari masing-masing

pondasi tiang pada waktu pembangunan, maka dilakukan pengujian beban tiang statis terhadap

gaya aksial (Loading Test). Dengan pengujian ini akan dapat diperkirakan besarnya beban

maksimum atau Pultimate dan penurunan (settlement) dari masing-masing tiang tunggal

sehingga daya dukung pondasi tersebut dapat direncanakan mendekati kenyataan yang

sebenarnya. Daya dukung tiang tunggal sangat dipengaruhi oleh keseragaman sifat tanah,

oleh sebab itu nilai daya dukung tiang dapat sangat bervariasi meskipun terletak pada

suatu lokasi bangunan yang sama.

Pengujian daya dukung tiang bor dengan uji beban statik merupakan uji beban

standard yang harus dilakukan pada setiap bangunan, yaitu melakukan pembebanan

Universitas Sumatera Utara


langsung pada tiang bor dengan besar beban 200% atau 300% dari daya dukung ijin

(Working Load) tiang. Uji beban sebesar 200% lebih ditujukan untuk test pembuktian,

sedangkan uji beban sebesar 300% ditujukan untuk mengetahui daya dukung batas dari

tiang. Perlu diperhatikan pada pengujian tiang bor adalah pengujian dilakukan setelah 14

hari sampai dengan 30 hari, hal ini penting agar beton dapat mencapai kekuatan yang

diinginkan dan keadaan tanah yang terganggu dapat kembali seperti keadaan semula.

Pembebanan dapat dilakukan dengan cara menggunakan sistim kentledge, yaitu

dengan menumpuk blok-blok beton (Gambar 1.1) atau material lain sesuai yang

dibutuhkan. Cara lainnya dengan menggunakan reaction pile (Anchor System) yaitu

menggunakan tiang bor lain atau ground anchor yang akan berfungsi sebagai tiang tarik

(Gambar 1.2) Pemberian beban pada kepala tiang dilakukan dengan dongkrak hidrolik.

Gambar 1.1 Kentledge system (Data Proyek Crystal Square, 2005)

Universitas Sumatera Utara


Gambar 1.2 Anchor system (Data Proyek Crystal Square, 2005)

Pelaksanaan sistem pembebanan di atas memerlukan waktu yang lama dan tempat

yang luas serta biaya besar. Selama pembebanan semua kegiatan di sekitar area pekerjaan

harus berhenti karena dapat mengganggu ketelitian dari hasil pengujian. Data yang

dihasilkan dari pengujian ini adalah diperolehnya grafik hubungan antara penurunan tiang

(settlement) vs. beban (load). Dari graphik ini, dengan menggunakan berbagai metoda,

seperti Metoda CHIN, Metoda Davission, Metoda Log P vs. Log S dan Mazurkiewich

dapat diprediksi daya dukung batas dari tiang.

1.2 Permasalahan

Metode yang telah dipergunakan untuk desain perbaikan tanah seperti metode

empiris dan juga metode elemen hingga. Analisa elemen hingga menampilkan desain yang

lebih akurat dan realistis. Metode ini sebagai analisa besarnya daya dukung aksial pondasi

tiang bor tunggal berdasarkan loading test dan membandingkan besarnya beban maksimum

Pultimate dan penurunan (settlement) menggunakan analisa tiang bor tunggal berdasarkan

Universitas Sumatera Utara


hasil loading test dengan metode Davisson dan Mazurkiewicz dengan metode elemen

hingga dengan soft-soil model menggunakan finite element.

1.3 Pembatasan Masalah


Dalam pelaksanaan proyek pembangunan Gedung Crystal Square yang berlokasi di

Jl. Imam Bonjol No. 6 Medan, terdapat banyak permasalahan yang dapat dibahas, maka

didalam penulisan laporan ini perlu dibuat suatu pembatasan masalah. Pembatasan masalah

ini bertujuan agar dapat menghindari penyimpangan dari masalah yang akan dibahas

sehingga tujuan dari penulisan dapat tercapai, tetapi hal ini tidak berarti memperkecil arti

dari pokok-pokok masalah yang dibahas disini. Adapun pembatasan dibuat sebagai berikut:

1. Analisa dilakukan untuk menghitung daya dukung aksial pondasi tiang bor tunggal.

2. Pondasi tiang bor/bored pile ditinjau adalah tegak lurus.

3. Tidak meninjau gaya horizontal pada tiang bor/bored pile.

4. Untuk perhitungan loading test menggunakan metode Davisson dan metode

Mazurkiewicz.

5. Untuk perhitungan dengan metode elemen hingga dilakukan secara numerik dengan

menggunakan finite element.

1.4 Maksud dan Tujuan


Menghitung daya dukung pondasi tiang bor tunggal dari hasil loading test dengan

metode perhitungan Davisson dan metode Mazurkiewicz.

Membandingkan hasil daya dukung bored pile tunggal dari hasil loading test

dengan metode elemen hingga berdasarkan model tanah lunak (soft-soil model)

menggunakan finite element.

1.5 Sistematika Penulisan:

Universitas Sumatera Utara


BAB I PENDAHULUAN
Bab ini membahas tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan
dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini membahas tentang pendahuluan, jenis-jenis dan kondisi tanah, penyelidikan tanah,

pengambilan sampel tanah di lapangan, klasifikasi teknis tanah dan jenis pondasi serta daya

dukung pondasi tiang.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


Bab ini membahas tentang data umum proyek, data teknis pondasi tiang bor/ bore pile,

tahapan penelitian, metode percobaan pembebanan vertikal (compressive loading test),

metode elemen hingga berdasarkan soft-soil model menggunakan finite element.

BAB IV HASIL LOADING TEST DAN PERHITUNGAN ANALITIS


Bab ini membahas tentang analisa besarnya daya dukung aksial pondasi tiang bor tunggal

berdasarkan loading test dan membandingkan besarnya beban maksimum Pultimate dan

penurunan (Settlement) menggunakan analisa tiang bor tunggal berdasarkan hasil loading

test dengan metode Davisson dan Mazurkiewicz.

BAB V PEMODELAN ELEMEN HINGGA

Bab ini membahas tentang analisa besarnya daya dukung aksial pondasi tiang bor tunggal

berdasarkan loading test dan membandingkan besarnya beban maksimum Pultimate dan

penurunan (Settlement) menggunakan analisa tiang bor tunggal berdasarkan hasil loading

test dengan metode Davisson dan Mazurkiewicz dengan pemodelan elemen hingga

menggunakan program Plaxis. Versi 8,2

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN


Merupakan Bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran.

Universitas Sumatera Utara


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendahuluan

Pondasi tiang adalah suatu konstruksi pondasi yang mampu menahan gaya

orthogonal ke sumbu tiang dengan cara menyerap lenturan. Pondasi tiang dibuat menjadi

satu kesatuan yang monolit dengan menyatukan pangkal tiang yang terdapat di bawah

konstruksi, dengan tumpuan pondasi (Nakazawa, 1983).

Didaerah perkotaan yang sudah padat penduduknya, akan mengalami keterbatasan

lahan yang sudah tersedia biasanya perkembangan bangunan dilakukan vertikal.

Pengembangan struktur bangunan secara vertikal. maka dibutuhkan pondasi dalam

yaitu penggunaan pondasi bore pile dianggap lebih efesien karena pemasangannya tidak

begitu banyak menimbulkan kerusakan pada gedung disekitarnya, sedangkan pondasi tiang

pancang dipasang dengan menggunakan hammer yang dapat menyebabkan getaran pada

gedung-gedung disekitarnya yang dapat menimbulkan retak-retak pada gedung.

Daya dukung pondasi bore pile lebih kecil akibat perlawanan ujung, tetapi tahanan

selimut yang diakibatkan gesekan tanah dengan pondasi tiang akan berbeda. Hal ini

disebabkan gaya yang bekerja pada tanah disekitar dinding tiang, dimana pada pondasi

tiang pancang yang bekerja adalah tekanan tanah pasif (K p ) sementara pada pondasi tiang

bor yang bekerja adalah tekanan tanah aktif (K a ). Fungsi pondasi tiang bor pada umumnya

dipengaruhi oleh bobot dan fungsi bangunan yang hendak didukung dan jenis tanah

pendukung konstruksi seperti:

Universitas Sumatera Utara


1. Transfer beban dari konstruksi bangunan atas (upper structure) ke dalam tanah melalui

selimut tiang dan perlawanan ujung tiang.

2. Menahan daya desak ke atas maupun guling yang terjadi akibat kombinasi beban

struktur yang terjadi.

3. Memampatkan tanah, terutama pada lapisan tanah yang lepas (non kohesif).

4. Mengontrol penurunan yang terjadi pada bangunan terutama pada bangunan yang berada

pada tanah yang mempunyai penurunan yang besar.

2.2 Jenis dan Kondisi Tanah Sebagai Pendukung Pondasi

Berbagai macam parameter beban yang mempengaruhi karakteristik tanah yang

digunakan sebagai pendukung pondasi antara lain: ukuran butiran tanah, berat jenis tanah,

kadar air tanah, kerapatan butiran, angka pori, sudut geser tanah, dan lain-lain. Berbagai hal

tersebut di atas dapat diketahui dengan melakukan penelitian tanah baik di lapangan

maupun di laboratorium. Dari hasil pengujian di laboratorium tersebut dapat diketahui

daya dukung yang dapat dihasilkan oleh sebuah pondasi terhadap bangunan di atasnya.

Pada kenyataannya di lapangan, tanah mempunyai sifat kemampatan yang sangat besar

jika dibandingkan dengan bahan konstruksi lain seperti baja, beton, kayu dan lain-lain.

Hal ini disebabkan karena tanah mempunyai rongga atau pori yang besar, jika

pondasi dibebani maka akan terjadi perubahan struktur tanah (deformasi) yang bisa

mengakibatkan terjadinya penurunan pada pondasi. Jika terjadi penurunan pondasi dalam

ambang batas dan seragam maka hal ini tidak terlalu membahayakan pada konstruksi

bangunan di atasnya, tetapi yang sangat berbahaya adalah penurunan yang tidak seragam

dan di luar batas penurunan yang di ijinkan, hal ini dapat berakibat fatal pada bangunan

konstruksi di atasnya.

Universitas Sumatera Utara


Karakteristik tanah dipengaruhi kekuatan geser tanah dan kemampuan tanah dalam

mengalirkan air (permeabilitas tanah). Karena kemampatan butiran tanah atau air keluar

secara teknis sangat kecil, maka proses deformasi tanah akibat beban luar dapat ditinjau

sebagai suatu gejala akibat dari penyusutan pori. Hal ini disebabkan oleh beban yang

bekerja pada struktur tersebut, jika beban yang bekerja kecil maka deformasi yang terjadi

tanpa pergeseran pada titik sentuh antara butiran tanah. Deformasi pemampatan tanah yang

terjadi memperlihatkan adanya gejala.

Daya dukung tanah dipengaruhi oleh nilai kuat geser tanah, dalam hal ini

dipengaruhi oleh nilai kohesi dan sudut geser tanah. Jika gaya geser yang bekerja pada

suatu massa tanah maka secara bersamaan tegangan normal (σ) akan bekerja, maka harga

tegangan geser (τ) akan bertambah besar akibat deformasi mencapai ambang batas. Jika

harga ambang batas itu dihubungkan dengan tegangan normal (σ) yang berbeda-beda maka

akan diperoleh suatu garis lurus dimana kohesi (c) sebagai konstanta dan tegangan normal

(σ) sebagai variabel, dan kemiringan garis ditentukan oleh sudut geser tanah. Sehingga

dapat ditulis dalam persamaan sebagai berikut:

τ = c + σ tan Ø (2.1)

dimana τ = Kuat geser tanah (kg/cm2)

c = Kohesi tanah (kg/cm2)

σ = Tegangan normal yang terjadi pada tanah((kg/cm2)

Ø = Sudut geser tanah (derajat)

Dari persamaan di atas nilai kohesi (c) diperoleh dari besarnya gaya tarik menarik antara

butiran tanah, sedangkan daya tahan terhadap pergeseran antar partikel tanah disebut sudut

geser tanah (Ø), hal ini dapat ditentukan dari percobaan atas sampel tanah di laboratorium.

Universitas Sumatera Utara


2.3 Pengukuran Penurunan

Penurunan kepala tiang dapat diukur dari penurunannya terhadap titik referensi

yang tetap dari arloji pengukur yang dihubungkan dengan tiang. Arloji pengukur dipasang

pada sebuah gelagar yang didukung oleh dua angker fondasi yang kokoh, yang tidak

dipengaruhi oleh penurunan tiang dapat dilakukan dengan menggunakan Arloji Pengukur

seperti pada (Gambar 2.1).

Gambar 2.1. Arloji pengukur

2.4 Macam-macam Pengujian

Pengujian tiang yang sering dilakukan adalah pengujian dengan beban desak, walaupun

pengujian beban tarik dan beban lateral juga dapat dilaksanakan dengan 4 macam metode

pengujian, yaitu:

2.4.1 Slow Maintained Test Load Method (SM Test)

Metode ini sebagaimana direkomendasikan oleh ASTM D1143-83 (1989), terdiri dari

bebarapa langkah sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


a. Beban tiang dalam delapan tahapan yang sama (yaitu 25%, 50%, 75%, 100%, 125%,

150%, 175%, dan 200%) hingga 200% beban rencana.

b. Setiap penambahan beban harus mempertahankan laju penurunan harus lebih kecil 0,01

in/jam (0,25 mm/jam).

c. Mempertahankan 200% beban selama 24 jam.

d. Setelah waktu yang dibutuhkan didapat, lepaskan beban dengan pengurangan sebesar

25% dengan jarak waktu 1 jam diantara waktu pengurangan.

e. Setelah beban diberikan dan dilepas keatas, bebani tiang kembali untuk pengujian beban

dengan penambahan 50% dari beban desain, menyediakan waktu 20 menit untuk

penambahan beban.

f. Kemudian tambahkan beban dengan penambahan 10% beban desain. Metode ini

dianggap sebagai metode uji standart ASTM dan umumnya digunakan untuk penelitian

dilapangan sebelum dilakukan pekerjaan selanjutnya.

2.4.2 Quick Maintained Load Test Method (QM Test)

Metode ini seperti tang direkomendasikan oleh departemen perhubungan Amerika

serikat, pengelola jalan raya dan ASTM D1143-81 (opsional), terdiri dari beberapa langkah

berikut :

a. Bebani tiang dalam penambahan 20 kali hingga 300% dari beban desain (masing-masing

tambahan adalah 15% dari beban desain).

b. Pertahankan setiap beban selama 5 menit dengan bacaan diambil setiap 2,5 menit

c. Tambahkan peningkatan beban hingga jacking kontinue dibutuhkan untuk

mempertahankan beban uji atau uji telah dicapai.

Universitas Sumatera Utara


d. Setelah interval 5 menit, lepaskan atau hilangkan beban penuh dari tiang dalam empat

pengurangan dengan jarak diantara pengurangan 5 menit metode ini lebih cepat dan

ekonomis. Waktu uji dengan metode ini adalah 3-5 jam. Metode ini lebih mendekati

suatu kondisi. Metode ini tidak dapat digunakn untuk estimasi penurunan karena metode

cepat.

2.4.3 Constant Rate of Penetration Test Method (CRP Test)

Metode ini disarankan oleh komisi pile Swedia, Departemen perhubungan Amerika

Serikat, dan ASTMD1143-81 (opsional). Juga terdiri dari beberapa langkah utama:

a. Kepala tiang didorong untuk turun pada 0,05 inchi/menit (1,25 mm/menit).

b. Gaya yang dibutuhkan untuk mencapai penetrasi akan dicatat.

c. Uji dilakukan dengan total penetrasi 2-3 inchi (50-75 mm).

Keuntungan utama dari metode ini adalah lebih cepat (2-3) jam dan ekonomis.

2.4.4 Swedish Cyclic Test Method (SC Test)

Metode ini dianjurkan oleh komisi pile swedia terdiri beberapa langkah berikut:

a. Bebani tiang hingga sepertiga beban desain.

b. Lepaskan beban hingga seperenam beban desain. Ulangi pembebanan dan

pelepasan beban dalam siklus 20 kali.

c. Peningkatan beban dengan sebesar 50% dengan langkah (a) dan pengulangan

seperti langkah (b). d. Lanjutkan hingga keruntuhan tercapai. Metode ini adalah

membutuhkan waktu dan siklus perubahan perilaku tiang sehingga tiang berbeda

dengan yang aslinya. Ini hanya direkomendasikan atas proyek khusus dimana

beban siklus dianggap sangat penting.

Universitas Sumatera Utara


2.5 Kapasitas Daya Dukung Tiang Bor dengan Metode Davisson

Didalam Metode Davisson (1972) Metode batas offset mungkin yang terbaik yang

dikenal secara luas. Metoda ini telah diusulkan oleh Davisson sebagai beban yang sesuai

dengan pergerakan dimana melebihi tekanan elastis (yang diasumsikan sebagai kolom yang

berdiri bebas) dengan suatu nilai 0,15 inchi dan suatu faktor sepadan dengan ukuran

diameter tiang yang dibagi oleh 120.

Kegagalan beban didefinisikan sebagai beban yang mendorong untuk membentuk

sebuah deformasi yang sama pada penyajian akhir dari tekanan tiang elastis dan sebuah

deformasi yang sejajar dari pencerminan tekanan tiang elastis untuk prosentase diameter

tiang. Hubungan ini dituliskan sebagai berikut:

X = 0,15 + (D/120) (2.2)

S f = Δ + 0,15 + (D/120) (2.3)

Hubungan beban dengan penurunan dalam Metode Davisson Seperti yang terlihat pada
Gambar 2.2 bahwa garis tekanan elastis pada tiang dapat diperoleh dari persamaan
deformasi elastis dari suatu tiang, yang mana diperoleh dari persamaan elastis:
Δ = QxL / AxE (2.4)
Dimana:
S f : penurunan pada kondisi kegagalan
D : diameter tiang
Q : beban yang diterapkan
L : panjang tiang
E : modulus elastisitas dari tiang
A : luas dari tiang

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.2 Hubungan beban dengan penurunan Metode Davisson (Prakas dan Sharma,
1990)

2.6 Kapasitas Daya Dukung Tiang Bor dengan Metode Mazurkiewicz


Metode ini diasumsikan bahwa dengan kapasitas tahanan terbesar (ultimate) akan

didapatkan dari beban yang berpotongan, diantaranya beban yang searah sumbu tiang

untuk dihubungkan beban dengan titik-titik dari posisi garis terhadap sudut 45o pada beban

sumbu yang berbatasan dengan beban (Prakash dan Sharma, 1990). Hubungan beban

dengan penurunan dengan menggunakan Metode Mazurkiewicz diperlihatkan seperti

Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Hubungan beban dengan penurunan metode Mazurkiewicz. (Prakas dan
Sharma, 1990)

Universitas Sumatera Utara


2.7 Uji Pembebanan Loading Test

2.7.1 Pengertian Loading Test

Pembebanan static atau yang disebut juga dengan loading test. Merupakan cara

yang paling tepat untuk menguji daya dukung tanah. Uji pembebanan statik merupakan

bagian yang cukup penting untuk mengetahui respon tiang pada selimut dan ujungnya serta

besar daya dukung ultimit. Berbagai metode untuk medapatkan hasil daya dukung ultimit

yang diperoleh setiap metode dapat memberikan hasil berbeda.

Dalam rekayasa pondasi untuk mendapatkan hasil uji beban statik, dapat dilihat

dengan kurva penurunan–beban, besar deformasi plastis tiang kemungkinan terjadi

kegagalan yang disebabkan oleh bahan tiang dan sebagainya. Dalam pengujian hingga

200% dari beban kerja sering dilakukan pada tahap verifikasi daya dukung, tetapi untuk

alasan optimasi dan kontrol beban ultimit pada gempa, sering kali diperlukan pengujian

250% hingga 300% dari beban kerja.

Di dalam pengujian beban statik adalah pemberian beban statik dan pengukuran

pergerakan tiang. Beban diberikan secara bertahap dan penurunan harus diamati. Definisi

keruntuhan yang diterima dan dicatat untuk interpretasi lebih lanjut adalah bila di bawah

suatu beban yang konstan dimana tiang yang turun terus menerus. Pada umumnya beban

runtuh tidak dicapai saat pengujian. Oleh karena itu daya dukung ultimit dari tiang hanya

merupakan suatu estimasi.

Pada dasarnya tiang dapat diuji setelah 28 hari beton dicor, untuk memungkinkan

tanah yang telah terganggu kembali kekeadaan semula, dan tekanan air pori akses yang

terjadi akibat pemancangan tiang telah terdisipasi.

Universitas Sumatera Utara


Yang harus diperhatikan dalam loading test adalah jumlah pembebanan (loding

test) adalah 1-2% dari jumlah titik tiang bor yang dilakukan pada lapangan, namun pada

pembangunan gedung Crystal Square ini hanya 0,94% jumlah titik yang di loading dari

jumlah titik tiang bor. Struktur tidak boleh memperlihatkan tanda–tanda keruntuhan seperti

terjadinya retak–retak yang berlebihan atau terjadi lendutan yang melebihi persyaratan

keamanan yang telah ditetapkan dalam peraturan–peraturan bangunan.

2.8 Uji Beban Vertikal (Axial Compression Loading Test)

Uji beban vertikal digunakan untuk mengetahui besar daya dukung ultimit tiang

untuk menerima gaya aksial. Ciri khusus penurunan beban pada uji pembebanan vertikal

dapat dilihat seperti pada Gambar 2.4 menunjukkan jenis kurva penurunan beban yang

dialami oleh tiang vertikal dalam berbagai kondisi.

Gambar 2.4 Ciri Khusus beban-penurunan pada uji pembebanan vertikal (Tomlinson,
1997)
Ciri khusus penurunan beban pada uji pembebanan vertikal pada:

Universitas Sumatera Utara


(a) Lempung lunak–kaku padat atau pasir tak padat

(b) Lempung kaku

(c) Tiang dukung ujung pada batu berpori lunak

(d) Badan tiang dari beton lunak tergesek secara menyeluruh

(e) Celah tiang tertutup akibat beban

(f) Beton kurang kuat dan mengalami keretakan (Tomlinson, 1997).

Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada waktu pelaksanaan percobaan pembebanan

vertikal adalah sebagai berikut:

- Selang waktu pemasangan tiang dengan pengujian untuk hal ini belum ada peraturan yang

tegas dalam pengujian ini.

- Untuk tiang beton “cast in place” tentu saja percobaan dapat dilakukan setelah beton

mengeras (28 hari) disamping mungkin ada persyaratan lainnya.

- untuk tiang pancang (pre cast) ada beberapa pendapat mengenai kapan tiang dapat di test,

menurut Terzaghi, tiang yang diletakkan diatas lapisan yang permeable misalya berpasir,

maka percobaan dapat dilakukan 3 (tiga) hari setelah pemancangan, pada tiang – tiang

yang dimasukkan dalam lapisan lanau dan lempung, maka percobaan ini hendaknya

dilakukan setelah pemancangan berumur 1 (satu) bulan.

- Hal lain yang perlu diperhatikan adalah berapa panjang tiang tersisa dipermukaan tanah,

pada prinsipnya penonjolan ini harus sependek mungkin untuk menghindari

kemungkinan terjadinya tekuk, untuk loading test yang dilakukan didarat, maka sisa

tiang tidak boleh lebih dari 1 m, sedangkan pada lokasi berair siatas dasar sungai (muka

tanah) dapat lebih dari 1 m dengan catatan harus ada kontrol tekuk.

2.9 Uji BebanTarik (Uplift Loading Test)

Universitas Sumatera Utara


Pada uji pembebanan tarik Gambar 2.5 pengukuran beban dengan gerakan tiang

ditarik ke atas sesuai dengan pengujian beban aksial. Uji beban tarik digunakan untuk

mengetahui daya dukung ultimit pondasi tiang menahan tarik, seperti beban gempa,

momen dan lain sebagainya.

Interpretasi untuk menentukan keruntuhan beban pada uji tarik bisa bervariasi,

tergantung pada besarnya gerakan yang bisa ditolerir, tetapi lebih mudah dilakukan

dibandingkan dengan uji tekan karena komponen perlawanan tidak bercampur dengan

tahanan ujung. Cara untuk menentukan daya dukung ultimit untuk tarik dicapai pada

defleksi kepala tiang sebesar 6,25 mm.

Gambar 2.5. Uji pembebanan tarik (Tomlinson, 1997)

2.10 Uji Beban Lateral (Lateral Loading Test)

Uji beban lateral (horisontal) digunakan untuk mengetahui kekakuan defleksi tiang

pada waktu beban telah bekerja. Beban lateral yang diijinkan dapat ditentukan dari nilai

beban pada defleksi tiang tertentu (0,25 inchi atau 0,00635 m) yang dibagi dengan faktor

Universitas Sumatera Utara


keamanan (McNulty, 1956). Pada uji pembebanan lateral yang diamati adalah pergeseran

yang dialami pondasi akibat variasi pembebanan lateral. Pengujian dilakukan sampai

defleksi tiang mencapai 2 inch.

Uji pembebanan lateral dilakukan dengan cara menekan satu atau sepasang kepala

dengan dongkrak hidrolik yang disandarkan pada suatu sistem reaksi yang berupa blok

beban, pondasi tiang, maupun blok jangkar Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Uji pembebanan lateral (Tomlinson, 1997).

Pada saat pembebanan, pergerakan kepala tiang dapat diukur dengan dial gauge.

Cara pengujian beban lateral dapat bervariasi, akan tetapi umumnya dilakukan

dengan cara menambahkan beban secara berangsur-angsur sampai kecepatan gerakan

tertentu. Alideth dan Davidson (1970) menunggu sampai 1 jam untuk tiap penambahan

beban atau setelah gerakan kepala tiang kurang dari 0,01 inch per jam.

Universitas Sumatera Utara


2.11 Metode Percobaan Pembebanan Vertikal (Compressive Loading Test) dengan
Pembebanan Langsung
Percobaan pembebanan pondasi tiang dilaksanakan berdasarkan Standard

Pembebanan (loading) American Standard for Testing Material (ASTM D1143-81. Metode

pelaksanaan percobaan pembebanan vertikal yang akan dilaksanakan adalah dengan

metode pembebanan langsung (Kentledge System) yaitu dengan menggunakan beban di

atas pondasi pondasi tiang yang disusun sedemikian rupa dengan total berat yang lebih

besar dari beban test yang direncanakan.

Bahan yang digunakan sebagai beban adalah balok beton ukuran 60cmx60cmx120cm

sebanyak 850 buah dengan total berat 880.6 ton

60cm Volume blok beton = 0.432 m3


Berat 1 buah balok beton = 1.036 kg
60cm Total berat balok beton = 1.036
120cm

Balok beton disusun di atas sebuah platform yang terbuat dari susunan profil baja

(lihat Gambar diatas) yang terdiri dari: Main Beam WF800x300x18x50 panjang 6 m

sebanyak 2 batang yang disatukan dengan pengelasan. Total berat Main beam ini 4 btg x

6m' x 0,2168 ton/m' = 5,2032 ton. Sub Beam WF700x300x18x34 panjang 8 m sebanyak 11

batang = 254 x 11 x 8= 22.352 ton Total berat beam 5,2032 ton + 22.352 ton = 27.5552

ton. Beban test diberikan dari Hydraulic Jack, dimana besar beban ini dapat dikontrol pada

manometer (pressure gauge) yang dipasang pada pompa (Hydraulic Pump). Pompa ini

berfungsi memberikan tekanan (press) kepada Hydraulic Jack. Hydraulik Jack ditumpukan

pada 2 buah plat tebal 10 cm yang diatas kepala pondasi tiang ( di bawah Hydraulic Jack )

dan di kepala Hydraulic Jack (di bawah main beam). Plat lebal 10 cm ini berguna untuk

Universitas Sumatera Utara


menghindari terjadinya konsentrasi tegangan yang akan terjadi akibat beban yang diberikan

oleh Hydraulic Jack.

Penurunan (Settlement) pondasi tiang yang diuji diukur dengan 4 dial gauge yang

dipasang secara diagonal dan jarum dial gauge dihubungkan dengan magnetic stand

dimana magnetic stand dilelakkan diatas plat 50 mm atau 100 mm dari kepala tiang. Jarum

dial gauge ditumpukan pada reference beam yang dibuat dari profil baja L 50x50x5 mm

yang dipasang/disupport ke tanah secara kaku dan bebas getaran-getaran. Pengujian

penurunan/settlement dengan menggunakan main beam dan sub beam dari platform dapat

dilihat pada Gambar 2.7 dan untuk pekerjaan pembebanan vertikal dapat dilihat pada

Gambar 2.8 berikut:

Gambar 2.7 Gambar main beam dan sub beam dari platform. (Data Proyek Crystal Square,
2005).

BALOK

Universitas Sumatera Utara


SUB BEAM
Gambar 2.8 Gambar kerja percobaan pembebanan vertikal (Compressive Loading Test)
dengan beban langsung (ASTM D1143-81)

2.11.1 Prosedur dan Schedule Pembebanan Vertikal (Compressive Loading Test)


Prosedur pembebanan pondasi tiang dengan standard pembebanan (loading)

berdasarkan pada American Standard for Testing Materials “ Standard Method of Testing

Piles Under Axial Compressive Load ” ASTM Destignation D. 1143-81.

Percobaan pembebanan vertikal (Compressive Loading Test) 830 ton dengan 4 cycle.
Schedule pembebanan vertikal secara mendetail seperti ditunjukkan dalam tabel dan grafik
berikut :
Cycle I : 0% - 25% - 50% - 25% - 0%
Cycle II : 0% - 50% - 75% - 100% - 75% - 50% - 0%
Cycle III : 0% - 50% - 75% - 100% - 125% - 150% - 125% - 100% - 50% - 50% -
0%
Cycle IV : 0% - 50% - 75% - 100% - 150% - 150% - 175% - 200% - 175% -
150% - 100% - 75% - 50% - 0%.

2. 12 Metode Elemen Hingga dengan Soft Soil Model.


2.12.1 Pendahuluan.
Soft soil model biasanya digunakan untuk tanah lempung NC (Normal

Consolidated), untuk itu perlu dijelaskan terlebih dahulu pengertian tanah lempung dan

tanah lempung lunak.

Tanah lempung merupakan tanah yang bersifat multi component yang terdiri dari

tiga fase yaitu padat, cair dan udara. Bagian yang padat merupakan polyamorphous terdiri

Universitas Sumatera Utara


dari mineral inorganis dan organis. Mineral-mineral lempung merupakan substansi-

substansi kristal yang sangat tipis yang pembentukan utamanya berasal dari perubahan

kimia pada pembentukan mineral-mineral batuan dasar. Semua lapisan lempung sangat

tipis kelompok-kelompok partikel kristalnya berukuran koloid (<0,002 mm) dan hanya

dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop elektron. Mitchell (1976) memberikan

batasan bahwa yang dimaksud dengan ukuran butir lempung adalah partikel tanah yang

berukuran lebih kecil dari 0,002 mm, sedangkan mineral lempung adalah kelompok-

kelompok partikel kristal berukuran koloid (< 0,002 mm) yang terjadi akibat proses

pelapukan dan batuan ditambah dengan sifatnya yang dijelaskan lebih lanjut. Sedangkan

menurut Craig (1987), tanah lempung adalah mineral tanah sebagai kelompok-kelompok

pertikel kristal koloid berukuran kurang dari 0,002 mm, yang terjadi akibat proses

pelapukan kimia pada batuan yang salah satu penyebabnya adalah air yang mengandung

asam ataupun alkali, dan karbondioksida.

Lapisan lunak umumnya terdiri dari butiran-butiran yang sangat kecil seperti

lempung atau lanau. Pada lapisan lunak, semakin muda umur akumulasinya, semakin tinggi

letak muka airnya. Lapisan muda ini juga kurang mengalami pembebanan sehingga sifat

mekanisnya buruk dan tidak mampu memikul beban.

Sifat lapisan tanah lunak adalah gaya gesernya yang kecil, kemampatan yang besar,

dan koefisien permeabilitas yang kecil. Jadi, bilamana pembebanan konstruksi melampaui

daya dukung kritisnya maka dalam jangka waktu yang lama besarnya penurunan akan

meningkat yang akhirnya akan mengakibatkan berbagai kesulitan.

2.12.2 Karakteristik Fisik Tanah Lempung Lunak

Universitas Sumatera Utara


Tanah lempung lunak merupakan tanah kohesif yang terdiri dari tanah yang

sebagian terbesar terdiri dari butir-butir yang sangat kecil seperti lempung atau lanau.

Sifat lapisan tanah lempung lunak adalah gaya gesernya yang kecil, kemampatan

yang besar, koefisien permeabilitas yang kecil dan mempunyai daya dukung rendah

dibandingkan tanah lempung lainnya. Tanah lempung lunak secara umum mempunyai

sifat-sifat sebagai berikut:

1. Kuat geser rendah.

2. Berkurang kuat gesernya bila kadar air bertambah.

3. Berkurang kuat gesernya bila struktur tanahnya terganggu.

4. Bila basah bersifat plastis dan mudah mampat.

5. Menyusut bila kering dan mengembang bila basah.

6. Kompresibilitasnya besar (Tabel 2.1).

Tabel 2.1 Klasifikasi kompresibilitas tanah (Coduto, 1994)

Compresibility, C Classification
0 – 0,05 Very slightly compressible
0,05 – 0,1 Slightly compressible
0,1 – 0,2 Moderately compressible
0,2 – 0,35 Highly compressible
> 0,35 Very highly compressible

Universitas Sumatera Utara


7. Berubah volumenya dengan bertambahnya waktu akibat rangkak pada beban yang

konstan.

8. Merupakan material kedap air.

Menurut Terzaghi (1967) tanah lempung kohesif diklasifikasikan sebagai tanah lempung

lunak apabila mempunyai daya dukung ultimit lebih kecil dari 0,5 kg/cm2 dan nilai

standard penetrasi tes lebih kecil dari 4 (N-value < 4). Hasil uji lapangan, lempung lunak

secara fisik dapat diremas dengan mudah oleh jari-jari tangan Toha (1989) menguraikan

sifat umum lempung lunak seperti dalam Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Sifat-sifat umum lempung lunak (Toha, 1989)

No. Parameter Nilai


1. Kadar air 80 – 100%
2. Batas cair 80 – 110%
3. Batas plastik 30 – 45%
4. Lolos saringan no. 200 > 90%
5. Kuat geser 20 – 40 kN/m2

Menurut Bowles (1989), mineral-mineral pada tanah lempung umumnya memiliki sifat-

sifat sebagai berikut:

1. Hidrasi.

Partikel-partikel lempung dikelilingi oleh lapisan-lapisan molekul air yang disebut

sebagai air terabsorbsi. Lapisan ini pada umumnya mempunyai tebal dua molekul

karena itu disebut sebagai lapisan difusi ganda atau lapisan ganda.

2. Aktivitas.

Tepi–tepi mineral lempung mempunyai muatan negatif netto. Ini mengakibatkan

terjadinya usaha untuk menyeimbangkan muatan ini dengan tarikan kation. Tarikan ini

Universitas Sumatera Utara


akan sebanding dengan kekurangan muatan netto dan dapat juga dihubungkan dengan

aktivitas lempung tersebut. Aktivitas ini didefinisikan sebagai:

Aktifitas = Indeks Plastisitas / Persentasi Lempung

dimana persentasi lempung diambil dari fraksi tanah yang < 2 μm. Aktivitas juga

berhubungan dengan kadar air potensial relatif. Nilai-nilai khas dari aktivitas dapat

dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Nilai-nilai khas dari aktivitas (Mitchell, 1976)

Kaolinite 0,4 – 0,5


Illite 0,5 – 1,0
Montmorillonite 1,0 – 7,0

3. Flokulasi dan Dispersi.

Flokulasi adalah peristiwa penggumpalan partikel lempung di dalam larutan air akibat

mineral lempung umumnya mempunyai pH > 7 dan bersifat alkali tertarik oleh ion- ion

H+ dari air, gaya Van Der Waal. Untuk menghindari flokulasi larutan air dapat

ditambahkan zat asam. Tiang pancang yang dipancang ke dalam lempung lunak yang

jenuh akan membentuk kembali struktur tanah di dalam suatu zona di sekitar tiang

tersebut. Kapasitas beban awal biasanya sangat rendah, tetapi sesudah 30 hari atau lebih,

beban desain dapat terbentuk akibat adanya adhesi antara lempung dan tiang.

4. Pengaruh air.

Air pada mineral–mineral lempung mempengaruhi flokulasi dan disperse yang terjadi

pada partikel lempung. Untuk meninjau karakteristik tanah lempung maka perlu

diketahui sifat fisik atau Index Properties dari tanah lempung tersebut, yaitu:

a. Batas–batas Atterberg (Atterberg Limits).

Universitas Sumatera Utara


Atterberg telah meneliti sifat konsistensi mineral lempung pada kadar air yang bervariasi

yang dinyatakan dalam batas cair, batas plastis, dan batas susut. Ada tiga jenis mineral

lempung yang diteliti, yaitu montmorillonite, illite, dan caolinite. Hasil penelitian Batas

– batas Atterbeg untuk mineral lempung tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Batas-batas atterberg untuk mineral lempung (Mitchell, 1976)

Mineral Batas Cair Batas FEM Batas Susut


Montmorillonite 100 – 90 50 – 100 8,5 – 15
Illite 60 – 120 35 – 60 15 – 17
Kaolinite 30 – 110 25 – 40 25 – 29

Batas-batas Atterberg untuk mineral lempung Tabel 2.4 maka tanah lempung lunak

dapat dikategorikan ke dalam kelompok MH atau OH berdasarkan sistem klasifikasi tanah

unified. Dalam sistem Unified, yang dikembangkan di Amerika Serikat oleh Casagrande

(1948) simbol kelompok terdiri dari huruf-huruf deskriptif primer dan sekunder.

Klasifikasi didasarkan atas prosedur-prosedur di laboratorium dan di lapangan.

Tanah yang menunjukkan karakteristik dari dua kelompok harus diberi klasifikasi

pembatas yang ditandai oleh simbol yang dipisahkan oleh tanda hubung. Plastisitas, sistem

ini dapat dilihat pada Gambar 2.9.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.9 Plastisitas, sistem USCS (Das, 1994)

b. Berat Jenis (S G ).

Nilai Specific Gravity yang didasarkan pada tiap-tiap mineral pada tanah lempung lunak

dapat dilihat pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5 Nilai specific gravity untuk tiap mineral tanah lempung (Mitchell, 1976)

Mineral Lempung Lunak Specific Gravity (G s )


Kaolinite 2,6 – 2,63
Illite 2,8
Montmorillonite 2,4

c. Permeabilitas Tanah (k).

Struktur tanah, konsistensi ion, dan ketebalan lapisan air yang menempel pada butiran

lempung berperan penting dalam menentukan koefisien permeabilitas tanah lempung.

Umumnya nilai k untuk lempung kurang dari 10-6 cm/detik2.

d. Komposisi Tanah.

Angka pori, kadar air, dan berat volume kering pada beberapa tipe tanah lempung dapat

dilihat pada Tabel 2.6.

Tabel 2.6 Nilai angka pori, kadar air, dan berat volume kering pada tanah lempung
(Mitchell, 1976)

Tipe Tanah Angka Pori, e Kadar air dalam Berat volume


keadaan jenuh kering
(kN/m3)
Lempung kaku 0,6 21 17
Lempung lunak 0,9 – 1,4 30 – 50 11,5 – 14,5
Lempung organik lembek 2,5 – 3,2 30 – 120 6-8

Universitas Sumatera Utara


Kesimpulannya adalah tanah kohesif seperti lempung memiliki perbedaan yang cukup

mencolok terhadap tanah non kohesif seperti pasir.

Perbedaan tersebut adalah:

- Tahanan friksi tanah kohesif < tanah non kohesif.

- Kohesi Lempung > tanah granular.

- Permeability lempung < tanah berpasir.

- Pengaliran air pada lempung lebih lambat dibandingkan pada tanah berpasir.

- Perubahan volume pada lempung lebih lambat dibandingkan pada tanah granular.

Agar dapat melakukan proses perhitungan antara korelasi beban vertikal batas

(ultimate) dengan displacement yang terjadi pada suatu pondasi tiang bor beton dengan

elemen hingga dimana metode numerik dapat digunakan dengan bantuan finite element.

Model tanah yang digunakan adalah soft soil model.

2.12.3 Parameter Model Tanah (Material Model)


Plaxis (Finite Element Code For Soil and Rock Analyses) merupakan suatu

rangkuman program elemen hingga yang telah dikembangkan untuk menganalisa

deformasi dan stabilitas geoteknik dalam perencanaan-perencanaan sipil. Berdasarkan

prosedur input data yang sederhana, mampu menciptakan perhitungan elemen hingga yang

kompleks dan menyediakan fasilitas output tampilan secara detail berupa hasil perhitungan.

Perhitungan program ini hasilnya didapat secara otomatis berdasarkan prinsip penulisan

angka yang benar. Konsep ini dapat dipelajari dalam waktu yang relatif singkat setelah

melakukan beberapa latihan (Brinkgreve dan Vermeer, 1998).

Universitas Sumatera Utara


Dalam penelitian ini data yang dibutuhkan adalah mengenai nilai parameter pada

tanah yang didapat dari hasil penyelidikan tanah dalam hal ini tanah yang akan dianalisa

adalah tanah yang diperoleh dari lapangan.

Pada versi sebelumnya model material dalam finite element telah terdiri dari model

Mohr-Coulomb, model Soft Soil dan model Hard Soil. Namun dalam perkembangan untuk

versi selanjutnya ide penggunaan model yang terpisah untuk tanah lunak dan tanah keras

telah ditinggalkan. Sebagai gantinya, model Hard-Soil telah dikembangkan lebih jauh

hingga menjadi model Hardening Soil. Pada saat yang sama model Soft Soil Creep juga

dikembangkan untuk memodelkan beberapa sifat utama dari tanah lunak. Hasilnya, model

Soft Soil dapat digantikan oleh model Hardening Soil yang baru atau model Soft Soil

Creep. Walaupun demikian, agar pengguna tetap dapat menggunakan model yang telah

dikenal dengan baik, maka diputuskan bahwa model Soft Soil tetap ada dalam finite

element. Beberapa sifat dari model Soft Soil adalah:

• Kekakuan bergantung pada tegangan (perilaku kompresi logaritmik).

• Pembedaan antara pembebanan primer dan pengurangan/pembebanan kembali.

• Tekanan prakonsolidasi.

• Perilaku keruntuhan mengikuti kriteria Mohr-Coulomb.

2.12.3.1 Kondisi Isotropis Tegangan Dan Regangan (σ’1 = σ’2 = σ’3)

Dalam model Soft Soil, diasumsikan bahwa hubungan antara regangan volumetrik, ε v dan
tegangan efektif rata-rata, p′, berupa hubungan logaritmik yang dapat diformulasikan
sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


(kompresi alami di lapangan) (2.5)

Pers. (2.5) tetap berlaku, nilai p′ minimum diatur sebesar satu dimensi tegangan.

Parameter λ* adalah indeks kompresi termodifikasi, yang menentukan kompresibilitas

material dalam pembebanan primer. Perhatikan bahwa λ* berbeda dari indeks λ yang

digunakan oleh (Burland, 1965).

Perbedaannya adalah bahwa persamaan (2.5) merupakan fungsi dari regangan

volumetrik dan bukan angka pori. Penggambaran persamaan (2.5) akan menghasilkan

sebuah garis lurus seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.10.

Gambar 2.10 Hubungan logaritmik antara regangan volumetrik dan tegangan rata-rata
(Plaxis 8,2)

Pengurangan dan pembebanan kembali secara isotropis akan menghasilkan lintasan

tegangan yang berbeda, yang dapat dinyatakan sebagai:

(pengurangan dan pembebanan kembali) (2.6)

Nilai p′ minimum diatur sebesar satu dimensi tegangan. Parameter κ* adalah indeks muai

termodifikasi, yang menentukan kompresibilitas material saat pengurangan beban dan

Universitas Sumatera Utara


pembebanan kembali. Perhatikan bahwa κ* berbeda dengan indeks κ yang digunakan oleh

Burland. Walaupun demikian, rasio λ*/κ* adalah sama dengan rasio λ/κ.

Respon tanah selama pengurangan dan pembebanan kembali diasumsikan bersifat

elastis dan dinotasikan dengan notasi atas εe v dalam persamaan (2.5). Perilaku elastis

dideskripsikan oleh hukum Hooke dan persamaan (2.5) menyatakan ketergantungan

tegangan secara linier pada modulus bulk tangensial sebagai berikut:

(2.7)

dimana notasi bawah K ur menyatakan pengurangan/pembebanan kembali. Perhatikan

bahwa digunakan parameter efektif dan bukan sifat tanah yang tak terdrainase. Modulus

elastisitas bulk, K ur , maupun modulus elastisitas Young, E ur , tidak digunakan sebagai

parameter masukan, melainkan v ur dan κ* yang digunakan sebagai konstanta masukan

untuk bagian dari model yang menghitung regangan elastis.

Kurva pengurangan/pembebanan kembali dalam jumlah yang tak terbatas dapat

dibentuk dalam hubungan logaritmik antara volumetric dan tegangan rata – rata dapat

dilihat pada Gambar 2.10 dimana tiap kurva menyatakan nilai tekanan prakonsolidasi

isotropis p p tertentu, yaitu tegangan tertinggi yang pernah dialami oleh tanah. Selama

pengurangan/pembebanan kembali, tekanan prakonsolidasi ini tidak berubah. Walaupun

demikian, dalam pembebanan utama tekanan prakonsolidasi akan semakin meningkat

sesuai dengan tingkat tegangan yang bekerja, dan menyebabkan regangan volumetrik

(plastis) yang tidak dapat kembali ke kondisi semula.

2.12.3.2 Fungsi Leleh Untuk Kondisi Tegangan Triaksial (σ′2 = σ′3).

Universitas Sumatera Utara


Model Soft Soil Creep dapat memodelkan perilaku tanah pada kondisi tegangan

secara umum. Namun demikian, agar lebih jelas maka dalam bab ini diambil batasan pada

kondisi pembebanan triaksial dengan σ′2 = σ′3. Untuk kondisi tegangan seperti itu fungsi

leleh dari model Soft Soil didefinisikan sebagai:

Dimana, (2.8)

adalah fungsi dari kondisi tegangan (p′, q) dan tekanan prakonsolidasi, p p , adalah fungsi
dari regangan plastis sehingga :
(2.9)

(2.10)

Fungsi leleh f mendeskripsikan sebuah elips dalam bidang p′-q, seperti ditunjukkan

bidang leleh dari model Soft Soil dalam bidang p’- q dapat dilahat pada Gambar 2.11.

Parameter M dalam persamaan (2.9) menentukan tinggi dari elips. Tinggi dari elips akan

menentukan rasio dari tegangan horisontal terhadap tegangan vertikal dalam kompresi

primer satu dimensi. Kemudian parameter M akan banyak menentukan nilai koefisien

tekanan tanah lateral, K0NC. Dari sudut pandang ini, nilai M dapat dipilih sedemikian rupa

sehingga nilai K0NC yang telah diketahui dapat sesuai dengan kompresi primer satu

dimensi. Interpretasi dan penggunaan M semacam ini berbeda dengan ide dasar dari garis

critical state, tetapi hal ini menjamin nilai K0NC yang sesuai.

Titik-titik puncak dari seluruh elips berada pada garis dengan kemiringan M dalam

bidang p′-q. Pada model Modified Cam-Clay Burland (1965, 1967) garis M disebut sebagai

garis critical state dan menyatakan kondisi tegangan setelah puncak keruntuhan

Universitas Sumatera Utara


terlampaui. Parameter M kemudian didasarkan pada sudut geser critical state. Namun

demikian, dalam model Soft Soil, keruntuhan tidak harus berkaitan dengan kondisi kritis

atau critical state. Kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb adalah fungsi dari parameter

kekuatan φ dan c, yang mungkin tidak berkaitan dengan garis M.

Gambar 2.11 Bidang leleh dari model Soft Soil dalam bidang p′- q (Plaxis 8,2)

Tekanan prakonsolidasi isotropis, p p , menentukan besarnya elips sepanjang sumbu

p′. Selama pembebanan, elips dalam jumlah tak terhingga dapat terbentuk Gambar 2.11

dimana tiap elips berkaitan dengan nilai p p tertentu. Dalam kondisi tegangan tarik (p′ < 0),

elips akan berkembang hingga mencapai c.cot φ persamaan. 2.9 dan Gambar 2.11. Untuk

memastikan agar bagian kanan dari elips (yaitu "cap") tetap berada dalam daerah

"kompresi" (p′ > 0) maka digunakan nilai minimum dari p p sebesar c.cot φ. Untuk c = 0,

nilai minimum p p diambil sebesar satu dimensi tegangan. Karena itu, terdapat suatu elips

"pembatas" seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.11.

Nilai p p ditentukan oleh regangan plastis volumetrik yang mengikuti hubungan

yang bersifat hardening, persamaan (2.10). Persamaan ini mencerminkan prinsip bahwa

tekanan prakonsolidasi meningkat secara eksponensial dengan meningkatnya regangan

plastis volumetrik (pemampatan). p p 0 dapat dianggap sebagai nilai awal dari tekanan

Universitas Sumatera Utara


prakonsolidasi. Menurut persamaan (2.10) nilai regangan plastis volumetrik awal

diasumsikan sebesar nol.

Gambar 2.12 Ilustrasi dari seluruh kontur bidang leleh dari model Soft Soil
dalam ruang tegangan utama (Plaxis 8,2)

Fungsi leleh merupakan sebuah garis lurus dalam bidang p′- q seperti ditunjukkan

dalam Gambar 2.12. Kemiringan garis keruntuhan akan lebih kecil dibandingkan

kemiringan garis M. Seluruh bidang leleh, seperti ditunjukkan oleh garis tebal dalam

Gambar 2.12, merupakan batas dari daerah tegangan elastis. Garis keruntuhan mempunyai

lokasi tetap, tetapi "cap" dapat meningkat secara primer. Lintasan tegangan di dalam batas

ini hanya akan menghasilkan peningkatan regangan elastis, dimana lintasan tegangan yang

cenderung memotong batas umumnya akan menghasilkan peningkatan regangan elastis dan

plastis. Untuk kondisi tegangan secara umum, perilaku plastis dari model Soft Soil

didefinisikan oleh enam buah fungsi leleh, tiga buah fungsi leleh kompresi dan tiga buah

fungsi leleh Mohr-Coulomb. Seluruh kontur bidang leleh dalam ruang tegangan utama

yang dihasilkan oleh keenam fungsi leleh ini ditunjukkan dalam Gambar 2.12.

Universitas Sumatera Utara


2.12.3.3 Parameter Model Soft Soil
Parameter model Soft Soil sama dengan parameter dalam model Soft Soil Creep.

Model Soft Soil tidak melibatkan waktu, maka indeks rangkak termodifikasi μ* tidak

diikutsertakan. Model Soft Soil membutuhkan konstanta-konstanta material berikut:

Parameter dasar:
λ* : Indeks kompresi termodifikasi [-]

κ* : Indeks muai termodifikasi [-]

c : Kohesi [kN/m2]

φ : Sudut geser [°]

ψ : Sudut dilatansi [°]

Parameter tingkat lanjut (gunakan pengaturan pra-pilih):

ν ur : Angka Poisson untuk pengurangan/pembebanan [-] kembali

K0NC : Koefisien tekanan lateral dalam kondisi [-] terkonsolidasi normal

M : Parameter yang berhubungan dengan n K0NC [-]

Gambar Lampiran 2 menunjukkan jendela finite element untuk memasukkan nilai-nilai dari

parameter model. M dihitung secara otomatis dari koefisien tekanan tanah lateral, K0NC,

dengan menggunakan Persamaan. (2.18). Perhatikan bahwa dalam model ini, secara fisik

parameter M berbeda dari parameter M dalam model Modified Cam-Clay dimana

parameter tersebut dikaitkan dengan sudut geser material.

a. Indeks muai termodifikasi dan indeks kompresi termodifikasi


Parameter-parameter ini dapat diperoleh dari uji kompresi isotropis termasuk

pengurangan beban secara isotropis. Saat menggambarkan logaritma dari tegangan rata -

rata sebagai fungsi dari regangan volumetrik untuk material yang bersifat seperti lempung,

hasil penggambaran dapat didekati dengan dua buah garis lurus Gambar 2.11. Kemiringan

Universitas Sumatera Utara


dari garis pembebanan primer memberikan indeks kompresi termodifikasi, dan kemiringan

dari garis pengurangan beban (atau muai) akan memberikan indeks muai termodifikasi.

Perhatikan bahwa terdapat perbedaan antara indeks-indeks termodifikasi κ* dan λ*

terhadap parameter-parameter κ dan λ dari model asli Cam-Clay, yang didefinisikan dalam

angka pori, e, dan bukan dalam regangan volumetrik, ε v .

Dari uji kompresi isotropis, parameter κ* dan λ* dapat diperoleh dari uji kompresi

satu dimensi. Disini terdapat suatu hubungan dengan parameter-parameter yang telah

dikenal secara luas untuk kompresi satu dimensi dan pembebanan kembali, yaitu C c dan

C r . Hubungan yang lain adalah terhadap parameter dalam peraturan di Belanda untuk

kompresi satu dimensi, yaitu C p′ dan A p .

Hubungan-hubungan ini dirangkum dalam Rumus – rumus berikut:

Hubungan dengan parameter Cam-Clay.

𝑛𝑥𝜆
λ∗ = (2.11)
1+𝑒

𝐾
𝐾∗ = (2.12)
1+𝑒

Hubungan dengan peraturan di Belanda


1
λ∗ = (2.13)
𝐶′𝑝

2
K∗ = (2.14)
𝐴𝑝

Hubungan dengan parameter internasional yang dinormalisasi


𝑐𝑐
λ∗ = (2.15)
2,3.(1+e)

𝟐.𝑪𝒓
K∗ = (2.16)
𝟐,𝟑.(𝟏+𝒆)

Catatan pada Rumus:

Universitas Sumatera Utara


• Dalam hubungan 2.11 dan 2.12 angka pori e diasumsikan bernilai konstan. Nilai, e akan

berubah selama uji kompresi, hal ini hanya akan menghasilkan nilai yang relatif kecil

pada angka pori. Untuk nilai e dapat digunakan angka pori rata-rata selama uji atau pun

angka pori awal.

• Dalam hubungan 2.14 dan 2.16 tidak terdapat hubungan eksak antara κ* dan indeks muai

satu dimensi, karena rasio dari tegangan horisontal terhadap tegangan vertikal berubah

selama pengurangan beban satu dimensi. Diasumsikan bahwa kondisi tegangan rata-rata

selama pengurangan beban adalah isotropis, yaitu tegangan horisontal adalah sama

dengan tegangan vertikal.

• Faktor persamaan 2.13 dan 2.14 dalam hubungan persamaan 2.15 dapat diperoleh dari

rasio antara logaritma dengan bilangan dasar 10 terhadap nilai logaritma (ln).

• Rentang rasio λ*/κ* (= λ/κ) pada umumnya berkisar antara 3 – 7.

b. Kohesi
Setiap nilai kohesi efektif dapat digunakan, termasuk kohesi sebesar nol. Saat

menggunakan pengaturan standard, kohesi ditetapkan sebesar 1 kPa. Memasukkan suatu

nilai kohesi akan menghasilkan daerah elastis yang sebagian berada di daerah "tegangan

tarik".

Bagian kiri dari elips akan memotong sumbu p′ pada nilai -c⋅cot φ. Untuk menjaga

agar bagian kanan dari elips (yaitu "cap") tetap berada dalam daerah "tegangan kompresif"

dari ruang tegangan, maka tekanan prakonsolidasi isotropis, p p , harus mempunyai nilai

minimum sebesar c⋅cot φ. Hal ini berarti bahwa dengan memasukkan kohesi yang lebih

besar dari nol dapat mengakibatkan kondisi Over Konsolidasi, tergantung dari besarnya

nilai kohesi dan kondisi tegangan awal. Hal ini mengakibatkan perilaku yang lebih kaku

Universitas Sumatera Utara


pada awal pembebanan. Masukan parameter model harus selalu didasarkan pada nilai-nilai

efektifnya.

c. Sudut geser
Sudut geser efektif merupakan peningkatan kuat geser terhadap tingkat tegangan

efektif, dinyatakan dalam derajat. Sudut geser nol tidak diperbolehkan. Sebaliknya, dalam

menggunakan sudut geser yang tinggi disarankan untuk menggunakan φ cv , yaitu sudut

geser critical state, dan bukan nilai yang lebih tinggi, berdasarkan regangan kecil.

d. Sudut dilatansi
Untuk jenis material, yang dapat dideskripsikan oleh model Soft Soil, sudut dilatansi

umumnya dapat diabaikan. Sudut dilatansi sebesar nol derajat digunakan dalam pengaturan

standar dari model Soft Soil.

e. Angka Poisson
Dalam model Soft Soil, angka poisson murni merupakan konstanta elastisitas dan

bukan konstanta pseudo-elastisitas seperti digunakan dalam model Mohr-Coulomb. Nilai

angka poisson umumnya berkisar antara 0,1 dan 0,2. Jika dipilih pengaturan standar untuk

parameter model Soft Soil, maka ν ur = 0,15 akan digunakan secara otomatis. Untuk

pembebanan material yang terkonsolidasi secara normal, angka poisson hanya memegang

peranan yang kecil, tetapi akan menjadi penting dalam masalah pengurangan beban.

Sebagai contoh, untuk pengurangan beban dalam uji kompresi satu dimensi (oedometer),

angka Poisson yang relatif kecil akan menghasilkan penurunan tegangan lateral yang kecil

dibandingkan dengan penurunan tegangan vertikal. Hal ini akan menyebabkan peningkatan

rasio tegangan horisontal terhadap tegangan vertikal, yang merupakan suatu fenomena

yang telah dikenal dengan baik pada material yang terkonsolidasi secara berlebih. Karena

itu, angka poisson seharusnya tidak didasarkanpada nilai K0NC pada kondisi yang

Universitas Sumatera Utara


terkonsolidasi secara normal, tetapi pada rasio dari peningkatan tegangan horisontal

terhadap peningkatan tegangan vertikal dalam pengurangan dan pembebanan kembali pada

uji oedometer sedemikian rupa sehingga:

(2.17)

f. Parameter K0NC
Parameter M secara otomatis ditentukan berdasarkan koefisien tekanan tanah lateral

dalam kondisi terkonsolidasi normal, K0NC, seperti yang dimasukkan oleh pengguna.

Hubungan eksak antara M dan K0NC (Brinkgreve, 1994) adalah:

(2.18)

Nilai M ditunjukkan dalam jendela masukan. Seperti dapat terlihat dari Persamaan.

(2.15), nilai M juga dipengaruhi oleh angka Poisson ν ur dan oleh rasio λ*/κ*. Namun

demikian, pengaruh dari K0NC adalah dominan. Sehingga Persamaan (2.19)

(2.19)

2.13 Parameter model tanah

Pemahaman parameter tanah yang akan digunakan sebagai input pada finite element

harus dimengerti oleh pengguna program. Kesalahan di dalam penentuan parameter tanah

akan memberikan output yang keliru, sehingga hasil yang didapat tidak mencerminkan

respon yang sesungguhnya. Parameter tanah yang diperlukan disesuaikan dengan model

yang dipilih, model Linier elastic, Mohr-Coulumb, Advanced Mohr-Coulumb, Soft Soil

Universitas Sumatera Utara


(Cap), Jointed Rock, Soft Soil Creep User-defined Soil, dan Modified Cam-Clay, masing-

masing memerlukan parameter tanah tersendiri, meskipun ada beberapa parameter tanah

yang sesuai. Parameter ini didapatkan dari laporan akhir hasil penelitian tanah (Soil

Investigation) dan data loading test oleh PT Perintis Pondasi Teknotama, hasil pengujian

laboratorium, lapangan dan korelasi keduanya, dan sebahagian parameter diasumsikan

berdasarkan buku referensi. Pada penelitian ini model tanah yang digunakan adalah Soft

Soil (Cap).

2.13.1 Material Model Soft Soil (Cap)

Sesuai dengan penjelasan di atas, parameter yang dibutuhkan pada perhitungan

plaxis dengan pendekatan perhitungan yang mengacu kepada model Soft Soil (Cap) adalah:

1. Karaketristik tanah dasar terdiri dari:

- Tanah tidak jenuh (γ unsat ) dan tanah jenuh (γ sat ).

- Permeabilitas tanah dalam arah x dan y ( k x dan k y ).

2.14 Pondasi Bore Pile.

Bore pile dipasang ke dalam tanah dengan cara mengebor tanah terlebih dahulu,

baru kemudian diisi tulangan dan dicor beton. Tiang ini biasanya, dipakai pada tanah yang

stabil dan kaku, sehingga memungkinkan untuk membentuk lubang yang stabil dengan alat

bor. Jika tanah mengandung air, pipa besi dibutuhkan untuk menahan dinding lubang dan

pipa ini ditarik ke atas pada waktu pengecoran beton. Pada tanah yang keras atau batuan

Universitas Sumatera Utara


lunak, dasar tiang dapat dibesarkan untuk menambah tahanan dukung ujung tiang (Gambar

2.13).

Ada berbagai jenis pondasi bore pile yaitu:

1. Bore pile lurus untuk tanah keras.

2. Bore pile yang ujungnya diperbesar berbentuk bel.

3. Bore pile yang ujungnya diperbesar berbentuk trapesium.

4. Bore pile lurus untuk tanah berbatu-batuan.

Gambar 2.13 Jenis-jenis bore pile (Das, 1941)

1. Metode Kering.

Rangkaian pembuatannya seperti pada Gambar 2.14. Pertama sumuran digali (dan

dasarnya dibentuk lonceng jika perlu). Kemudian sumuran diisi sebagian dengan beton

dan kerangka tulangan dipasang dan setelah itu sumuran telah selesai dikerjakan. Harap

diingat bahwa kerangka tulangan tidak boleh dimasukkan sampai mencapai dasar

sumuran karena diperlukan pelindung beton minimum, tetapi kerangka tulangan boleh

Universitas Sumatera Utara


diperpanjang sampai akhir mendekati kedalaman penuh dari pada hanya mencapai kira –

kira setengahnya saja. Metode ini membutuhkan tanah (kohesif) dan permukaan air di

bawah dasar sumuran permeabilitasnya yang cukup rendah, sehingga sumuran bisa

digali (mungkin juga dipompa) dan ini dapat mempengaruhi kekuatan beton.

Metode kering konstruksi pondasi yang dibor dapat dilihat pada Gambar 2.14.

Gambar 2.14 Metode kering konstruksi pondasi yang dibor (Bowles,1998)

2. Metode Acuan.

Pada metode Acuan ini, acuan dipakai pada konstruksi proyek yang mengalami lekukan

atau deformasi lateral yang belebihan terhadap rongga sumur (sharf cavity). Metode ini

juga dipakai sebagai sambungan (seal) lubang terhadap masuknya air tanah tetapi hal ini

membutuhkan lapisan tanah yang tak bisa ditembus air di bawah daerah lekukan tempat

acuan dipasang. Perlu kita ingat bahwa sebelum casing dimasukkan, suatu adonan spesi

encer (slurry) digunakan untuk mempertahankan lubang. Setelah acuan dipasang,

adonan dikeluarkan dan sumur diperdalam hingga pada kedalaman yang diperlukan

dalam keadaan kering. Bila proyek, sumuran di bawah acuan akan dikurangi paling

tidak sampai ID acuan mencapai 25 sampai 50 mm untuk jarak ruang bor tanah (auger)

Universitas Sumatera Utara


yang lebih baik. Acuan bisa saja ditinggalkan dalam sumuran atau bisa juga dikeluarkan

jika dibiarkan ditempat, maka ruangan melingkar antara OD acuan dan tanah (yang diisi

dengan adonan atau lumpur hasil pengeboran) diganti dengan adukan encer (grout)

maka adonan akan dipindahkan keatas puncak sehingga rongga tersebut diisi dengan

adukan encer. Pelaksanaan metode acuan konstrusi ponadi yang dibor dapat dilihat pada

Gambar 2.15.

Gambar 2.15 Metode acuan konstruksi pondasi yang dibor (Bowles, 1998)

3. Metode Adonan.

Metode ini bisa diterapkan pada umumnya menggunakan acuan. Hal ini diperlukan jika

tidak mungkin mendapatkan penahan air (water seal) yang sesuai dengan acuan untuk

menjaga agar air tidak masuk ke dalam rongga sumuran (shaft cavity). Langkah-

langkah metode adonan konsrtuksi pondasi ini diuraikan dalam Gambar 2.16

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.16 Metode adonan konstruksi pondasi yang dibor (Bowles, 1998)

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam metode ini adalah:

a. Jangan membiarkan adonan terlalu lama dalam sumuran sehingga terbentuk lapisan

penyaring yang terlalu tebal pada dinding sumuran karena lapisan yang tebal sukar

untuk digeserkan oleh beton selama pengisian sumuran.

b. Memompa adonan keluar dan partikel-partikel yang lebih besar dalam suspensi

dipisahkan dengan memakai adonan ‘conditioned’ yang dikembalikan lagi kedalam

sumuran sebelum beton.

c. Hati-hati sewaktu menggali lempung melalui adonan, sehingga penarikan kepingan yang

besar tidak menyebabkan tekanan atau pengisapan pori negatif yang bisa meruntuhkan

sebagian dari sumuran. Setelah sumuran selesai digali, tulangan kerangka dimasukkan

ke dalam sumuran dan corong pipa-cor (treme) dipasang (urutan ini perlu diperhatikan

sehingga corong pipa-cor tidak perlu ditarik sewaktu akan memasang kerangka (cage)

dan lalu dipasang kembali yang pasti akan mengakibatkan terputusnya pembentukan

lapisan adonan dalam sumuran). Beton dipompa dengan hati-hati sehingga corong pipa-

cor selalu terendam dalam beton sehingga hanya ada sedikit daerah permukaan yang

terbuka dan yang terkontaminasi oleh adonan.

2.15 Pengaruh Pemasangan Bore Pile

1. Bore pile dalam tanah granuler.

Universitas Sumatera Utara


Dalam pelaksanaan pengeboran, biasanya digunakan tabung luar (casing) sebagai

penahan longsoran dinding galian dan larutan tertentu, dengan maksud yang sama untuk

melindungi dinding galian tersebut. Gangguan kepadatan tanah, terjadi saat tabung

pelindung ditarik keatas saat pengecoran. Bore pile berada di dalam tanah pasir,

Tomlinson (1997) menyarankan untuk menggunakan sudut gesek dalam ( φ ) ultimit dari

contoh terganggu, kecuali jika tiang diletakkan pada kerikil padat dimana dinding

lubang yang bergelombang tidak terjadi. Jika pemadatan dilakukan pada beton yang

berada di dasar tiang, maka gangguan kepadatan tanah dapat dieliminasi sehingga sudut

geser dalam ( φ ) pada kondisi padat dapat digunakan. Akan tetapi, pemadatan tersebut

mungkin sulit dikerjakan karena terhalang oleh tulangan beton.

2. Bore pile dalam tanah kohesif.

Pengaruh pekerjaan pemasangan bore pile pada kondisi tanah yang basah dengan

dinding tiang terhadap tanah sekitarnya, menunjukkan bahwa nilai adhesi lebih kecil

dari pada nilai kohesi tak terdrainase (undrained cohesion) tanah sebelum pemasangan

tiang. Hal ini, diakibat tanah lunak lempung disekitar dinding lubang. Tanah lunak

tersebut akibat pengaruh bertambahnya kadar air lempung oleh pengaruh-pengaruh air

pada pengecoran beton, pengaliran air tanah ke zone yang bertekanan yang lebih rendah

disekitar lubang bor, dan air yang dipakai untuk pelaksanaan pembuatan lubang bor.

Pelunakan pada tanah lempung dapat dikurangi jika pengeboran dan pengecoran

dilaksanakan dalam waktu 1 atau 2 jam (Palmerd dan Holland, 1966). Pelaksanaan

pengeboran juga mempengaruhi kondisi dasar lubang yang dibuat. Hal ini,

mengakibatkan pelunakan dan gangguan tanah lempung di dasar lubang tiang, yang

berakibat bertambah besarnya penurunan. Pengaruh gangguan ini sangat besar terutama

Universitas Sumatera Utara


bila diameter ujung tiang diperbesar, dimana tahanan ujungnya sebagian ditumpu oleh

ujung tiang. Gangguan yang lain dapat pula terjadi akibat pemasangan tiang yang tidak

baik, seperti: pengeboran yang melengkung, pemisahan campuran beton saat pengecoran

dan pelengkungan tulangan beton saat pemasangan. Hal-hal tersebut, perlu diperhatikan

saat pemasangan.

2.16 Pemakaian Tiang yang Dibor

Pondasi yang di bor bisa dipakai pada hampir semua kasus yang memerlukan

pondasi tiang pancang. Jika proyek memerlukan pemakaian pondasi dalam, seseorang perlu

mengadakan analisis perbandingan untuk menentukan mana yang lebih ekonomis antara

tiang–tiang pancang atau pondasi–pondasi yang di bor. Tiang yang dibor mempunyai

kelebihan sebagai berikut:

1. Kedalaman tiang dapat bervariasi.

2. Tidak ada resiko kenaikan muka air tanah.

3. Memerlukan lebih sedikit tiang yang dibor yang berdiameter besar.

4. Tanah dapat diperiksa dan dicocokan dengan data laboraturium.

5. Eliminasi sungkup tiang (pile caps) seperti penyambung (dowels) bisa

dipasang dalam beton basah diperlukan meskipun pusat pilar agak tidak

ditempatkan segaris (misaligned) sebagai sambungan kolom.

6. Meniadakan cukup banyak getaran (vibrasi) dan suara gaduh yang biasanya

merupakan akibat dari pendorongan tiang pancang.

7. Bisa menembus tanah kerikil yang dapat mengakibatkan tiang-tiang pancang

yang didorong bengkok. Kerikil yang berukuran kurangdari sepertiga

diameter sumuran bisa lansung dipindahkan. Kerikil lainnya bisa dihancurkan

Universitas Sumatera Utara


dengan alat khusus atau acuan sementara bisa dipasang sebagai jalan masuk

untuk penggalian dengan tangan dan penghancuran bebatuan yang lebih besar.

8. Lebih mudah memperluas bagian puncak sumuran tiang sehingga

memungkinkan momen-momen lentur yang lebih besar.

9. Sumuran yang berdiameter lebih besar memungkinkan pemeriksaaan

langsung kapasitas dukung dan tanah yang lebih besar.

10. Penulangan tidak diperngaruhi oleh tegangan pada waktu pengangkutan dan

pemancangan.

Beberapa kelemahan tiang yang dibor, antara lain:

1. Keadaan cuaca yang buruk dapat mempersulit pengeboran dan pembetonan.

2. Pengeboran dapat mengakibatkan gangguan kepadatan, bila tanah berupa pasir

atau kerikil.

2.17 Metode Pelaksanaan Pondasi Bore Pile dengan Metode Kerja Kellybar

Aspek teknologi sangat berperan dalam suatu proyek konstruksi. Umumnya,

aplikasi teknologi ini banyak diterapkan dalam metode pelaksanaan pekerjaan konstruksi.

Penggunaan metode yang tepat, praktis, cepat dan aman, sangat membantu dalam

penyelesaian pekerjaan pada suatu proyek konstruksi.

Sehingga target waktu, biaya dan mutu sebagaimana ditetapkan dapat tercapai.

Tahapan pekerjaan pondasi bore pile adalah sebagai berikut:

2.17.1 Persiapan Lokasi dan Setting Out

Universitas Sumatera Utara


1. Dilaksanakan pengukuran pada area yang akan menjadi lokasi pekerjaan pembuatan

tiang bor. Koordinat-koordinat tiang bor yang direncanakan mengacu pada BM (Bench

Mark) yang ada di lokasi pekerjaan.

2. Dilaksanakan stripping, cut and fill pada lokasi pembuatan tiang bor, agar kinerja

peralatan yang digunakan effisien dan stabil.

3. Dipersiapkan akses yang akan dilalui truk–truk mixer dari batching plant ke lokasi

pembuatan tiang bor, agar terjadi kendala yang signifikan.

2.17.2 Daftar Peralatan Utama untuk Pekerjaan Pembuatan Tiang Bor

1. Hydraulic/Mechanical bored pile ring.

2. Service Crane.

3. Vibro Hammer.

4. Peralatan Las.

5. Peralatan Potong (oksigen dan LPG ).

6. Temporary Casing.

7. Perlengkapan Bor (soil auger, bucket, rock auger, core barrel, chisel).

8. Accessoris (sorong tremie, pipa tremie, plat landasan, dll).

2.17.3 Proses Pelaksanaan Pekerjaan

1. Mesin bor yang digunakan dilengkapi dengan kelly bar dan soil auger. Mesin ini

mempunyai kemampuan maksimum membuat tian bor sampai dengan kedalaman 40

meter.

Universitas Sumatera Utara


2. Setelah mempersiapkan posisi/ titik yang akan di bor, mesin bergerak menuju titik,

kemudian meletakan soil auger tetap dititik tersebut dan setting Kelly bar pada posisi

vertical.

3. Pengeboran dapat dimulai pada pengeboran awal, maka segera dipasang preliminary

casing panjang 3–6 meter pada lubang bagian atas. Pemasangan casing ini membantu

juga dalam proses pengeboran pondasi tiang bor, karena dianggap sebagai leading

sehingga prosses pengeboran pada kedalaman selanjutnya dapat tegak/lurus.

4. Setelah pegeboran menemukan air tanah, soil auger akan kesulitan mendapatkan tanah,

maka perlu diganti dengan bore bucket yang mempunyai kemampuan

menangkap/mengumpulkan tanah pengeboran, core barrel diperlukan, jika dalam proses

pengeboran menemukan lapisan tanah keras/batu.

5. Prosses pengeboran dilanjutkan sampai dengan kedalaman yang direncanakan dan

dikomfirmasikan kepada pengawas.

6. Setelah kedalaman tiang bor rencana sudah tercapai, maka dilaksnakan pembersihan

lubang dengan cleaning bucket. Lubang sudah dianggap bersih jika bahan yang

terangkat dalam cleaning bucket berupa ait. Praktis dasar lubang dinyatakan

bersih/bebas dari endapan dan siap untuk melaksanakan pengecoran.

2.17.4 Instalasi Besi Keranjang Tiang Bor (Reinforcement Cage)

1. Keranjang besi tiang bor di pabrikasi di area yang tidak jauh dari lokasi pengecoran dan

dibuat per section sesuai dengan tinggi angkat maksimum service crane. Sehingga akan

memudahkan proses handling keranjang besi ke dalam lubang bor.

Universitas Sumatera Utara


2. Besi keranjang tiang bor yang sudah siap diangkat dan dimasukan ke dalam lubang bor

dengan menggunakan service crane. Joint per section didambung dengan cara

pengelasan.

3. Keranjang besi tinag bor terpsaang sesuai dengan cut off level yang telah direncanakan.

2.17.5 Proses Pengecoran Lubang Bor

1. Lubang yang sudah siap cor (kondisi besi keranjang tiang bor sudah terinstalisasi dalam

lubang), kemudian dilaksanakan install pipa trimie, dimana panjang pipa trimie sesuai

dengan kedalaman pipa.

2. Gunakan beton siap pakai (concrete ready mix) yang mempunyai nilai slump 18 ± 2 cm,

agar beton dapat mengalir dengan mudah melalui pipa tremie yang berdiameter 8” = 20

cm. Setelah truk mixer beton tiba dilokasi proyek, pengecoran dapat segera di mulai.

Beton lansung dituang dari truck mixer menuju lubang tremie melalui corong tremie

yang sudah disediakan.

3. Selama pengecoran berlansung dan terutama pada saat pemotongan pipa tremie, agar

ujung dari pipa tremie yang bawah selalu dijaga “terendam” dibawah lapisan beton yang

paling awal dituang kedalam lubang.

4. Penuangan beton dilajutkan sampai dengan ± 1.00 meter di atas cut off level.

Maksudnya agar beton yang paling awal (yang tercampur dengan endapan lumpur)

dapat terbuang. Selain itu untuk meyakinkan bahwa beton baik (tidak terkontaminasi)

tercampur sampai dengan cut off level yang telah ditentukan.

5. Setelah proses pengecoran selesai, casing dicabut secara perlahan–lahan. Hal ini untuk

menjaga agar tidak terjadi kelongsoran (gap) antara besi keranjang bagian luar dan

pinggir lubang, juga segresi dari beton sepanjang permukaan beton (shaff).

Universitas Sumatera Utara


6. Apabila diperlukan, sebelum proses pencabutan casing selesai, lakukan pengisian casing

sementara tersebut dengan beton secukupnya. Beton baru dalam casing diharapkan

dapat mengalir kedalam ruang–ruang kosong pada permukaan beton yang terjadi akibat

pencabutan casing.

2.18 Mekanisme Penyaluran Daya Dukung Friksi (Kurva t-z)

Penelitian tentang bagaimana mekanisme transfer beban dari tiang terhadap tanah

disekelilingnya merupakan aspek yang sangat penting dalam bidang rekayasa pondasi

terutama dalam bidang pondasi tiang. Uji beban statis yang diinstrumentasi sering

dilakukan dalam menentukan pola transfer beban pada struktur. Kapasitas statis dan

penurunan tiang dapat dikalkulasi balk dari data transfer beban.

Perbedaan pengukuran beban antara dua lokasi strain gages merupakan transfer

beban ke tanah oleh gesekan selimut dan diasumsikan konstan sepanjang segmen tersebut.

Gesekan selimut tiang dapat dihitung jika keliling dan panjang segmen diketahui.

Gambar 2.17 Kurva transfer beban (t-z curve)


Kurva yang menggambarkan pergerakan tiang terhadap tahanan friksi kurva

transfer beban (t – z Curve) dapat digambarkan seperti pada Gambar 2.17 yang kemudian

Universitas Sumatera Utara


digunakan untuk menghitung kapasitas statis sepanjang segmen tersebut. Kurva pada

Gambar 2.17 umumnya disebut kurva t-z (atau q-z). Simbol t (tau) adalah simbol yang

sering digunakan untuk kuat geser yang dalam hal ini adalah gesekan selimut tiang

sedangkan simbol z adalah pergerakan yang terjadi pada selimut tiang. Dari Gambar 2.17

terlihat bahwa pada tanah lempung kurva transfer bebannya terdapat suatu titik puncak

yang merupakan efek dari strain softening yang merupakan karakteristik dari tanah

lempung. Setelah mencapai nilai ultimit, lempung akan memberikan tahanan residu (Q rs )

yang nilainya lebih kecil dari nilai ultimitnya (Q uc ). Sedangkan kurva pada pasir bersifat

linear plastic.

Gambar 2.18 Data-data yang didapatkan dari hasil instrumentasi


Keuntungan dari kurva t-z ini adalah dapat memberikan informasi transfer beban

pada masing-masing lapisan tanah sesuai dengan karakteristik tanah disuatu lokasi yang

sifatnya unik seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2.18. Data transfer beban ini

Universitas Sumatera Utara


kemudian akan digunakan untuk melakukan perhitungan balik untuk mendapatkan

kapasitas statis tiang.

2.19. Prosedur Pembebanan Tiang Tunggal


2.19.1 Teori Dasar
Pada prinsipnya prosedur pembebanan tiang ini dilakukan dengan cara memberikan

beban vertikal yang diletakkan diatas kepala tiang Gambar 2.19, kemudian besarnya

deformasi vertikal yang terjadi diukur dengan menggunakan arloji ukur yang dipasang

pada tiang. Deformasi yang terjadi terdiri dari deformasi elastis dan plastis. Deformasi

elastis adalah deformasi yang diakibatkan oleh pemendekan elastis dari tiang dan tanah,

sedangkan deformasi plastis adalah deformasi diakibatkan runtuhnya tanah pendukung

pada ujung atau sekitar tiang.

Gambar 2.19 Pembebanan arah axial (vertikal)

Dengan demikian percobaan pembebanan tiang ini akan memberikan hasil yang cukup

teliti jika diukur dengan teliti besarnya deformasi tersebut. Karena yang ingin diketahui

adalah sampai beban berapa, lapisan pendukung akan mengalami keruntuhan total.

Keruntuhan total akan terjadi pada suatu beban tertentu, dan akan mengalami perilaku

penurunan terus menerus. Jika hubungan antara deformasi dan beban digambarkan dalam

bentuk Grafik maka terlihat bahwa grafik tersebut akan terdiri tiga bagian, lihat Gambar

2.20 (Sardjono, 1991).

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.20 Hubungan Beban (P) dan Deformasi (S). (Sardjono, 1991).

1. Pada daerah I, dimana sampai suatu beban tertentu bentuk grafik deformasi beban

merupakan garis lurus. Pada bagian ini secara matematis dapat ditulis:

dp/ds = C (tetap) (2. 20)

Pada beban tertentu besarnya penurunan sebanding dengan besarnya beban yang

bekerja. Disini dapat diinterpretasikan, bahwa beban-beban yang bekerja sebagian

besar dipakai untuk menimbulkan deformasi elastis, baik pada tiang itu sendiri maupun

pada tanah pendukungnya. Deformasi elastis pada tiang ini merupakan pemendekan

elastis, sedang pada lapisan pendukung merupakan proses konsolidasi. Pada point

bearing pile, bentuk garis yang lurus ini lebih jelas dibandingkan pada friction pile.

2. Pada daerah II, dimana bagian yang berbentuk lengkung parabolis (garis AB) terjadi

jika penurunan yang terjadi tidak sebanding dengan besarnya beban yang bekerja.

Disini penurunan merupakan fungsi dari waktu artinya jika suatu beban dibiarkan

bekerja lebih lama, akan mengakibatkan deformasi yang lebih besar. Secara matematis

dapat ditulis:

dp/ds = f(t) (2.21)

Dengan kata lain keadaan ini dapat diterjemahkan, bahwa pada bagian ini beban yang

bekerja telah mengakibatkan terjadinya keruntuhan pada tanah pendukung. Menurut

Universitas Sumatera Utara


pengalaman jika tanah pendukung bersifat rapuh (misalnya batu tufa, batu pasir, batu

tufaan), maka bagian lengkung parabolis ini lebih pendek dibandingkan pada batuan

jenis lainnya. Sedang pada friction jika dimasukan dalam lapisan lempung lembek,

bagian parabolis ini seringtidak jelas.

3. Pada daerah III, dimana bagian grafik yang curam terhadap garis vertikal yang cara

matematis dapat ditulis:

dp/ds = ~ (2.22)

pada bagian ini terlihat, bahwa pada suatu beban tertentu yang besarnya tetap, akan

terjadi deformasi terus menerus atau makin lama makin besar. Beban dimana akan

mengakibatkan terjadinya deformasi yang makin lama makin besar disebut beban

maximum. Perlu dijelaskan disini, bahwa dari hasil percobaan pembebanan tiang tidak

dapat untuk menentukan besarnya.

penurunan akibat proses konsolidasi pada kelompok tiang. Dalam lapisan tanah yang

kohesif, besarnya penurunan akibat proses konsolidasi pada umumnya berlangsung

dalam jangka waktu percobaan yang lebih singkat.

Pada lapisan yang bersifat cohessionless, waktu yang diperlukan untuk mencapai

settlement maximum masih lebih lama dibandingkan waktu untuk melakukan

percobaan pembebanan, dengan demikian percobaan pembebanan belum dapat

memberikan indikasi besarnya penurunan maksimum. Dari uraian ini dapat

disimpulkan, bahwa dalam percobaan pembebanan tiang kita hanya dapat menentukan

besarnya beban maksimum dan bukan settlement maximum.

Universitas Sumatera Utara


2.19.2 Menggunakan Meja Beban

2.19.2.1 Peralatan

Percobaan pembebanan dengan menggunakan meja beban yang diperkuat tiang-

tiang angker memerlukan peralatan sebagai berikut:

a. Tiang Percobaan.

1) Tiang percobaan bersifat point bearing, maka untuk tiang pancang percobaan dapat

dilakukan setelah selesai pemancangan, sedangkan pada tiang-tiang beton cast in place

percobaan dapat dilakukan setelah tiang berumur empat minggu atau setelah beton

cukup keras.

2) Tiang yang bersifat friction, maka percobaan baru dapat dilakukan setelah empat

minggu tiang ditanamkan kedalam tanah. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan

waktu lekatan (friction), dapat bekerja penuh disekeliling tiang.

b. Tiang angker.

Karena tiang-tiang angker bekerja sebagai friction pile, maka tiang-tiang angker itu

minimal harus sudah berumur empat minggu ditanam kedalam tanah, sehingga gaya

lekatan sudah dapat bekerja penuh. Jumlah tiang angker yang diperlukan tergantung

pada sifat tanah pendukung dan besarnya beban maksimum percobaan.

c. Meja beban.

Meja beban dibuat dari susunan profil baja yang cukup kaku sedemikian sehingga

lendutan maksimum tidak melebihi 0,25 mm.

d. Arloji ukur.

Universitas Sumatera Utara


Arloji yang dipakai mempunyai panjang tangkai 10 cm dengan ketelitian 0,01 cm. Arloji

ukur ini dipasang sebanyak dua buah pada tiang percobaan satu buah pada setiap angker

dan dua buah pada meja beban diatas tiang percobaan.

e. Dongkrak hidrolis.

Dongkrak yang dipakai harus mempunyai kapasitas sebesar beban maksimum yang

direncanakan ditambah 20%, dengan ketelitian 1 ton.

f. Beban Kontra.

Beban kontra: beban kontra dapat menggunakan balok-balok beton besi profil, karung

berisi pasir batu atau tanah, tangki diisi air dan lain-lain. Jumlah beban kontra yang

dibutuhkan minimal 1,5 kali beban maksimum yang direncanakan. Beban kontra ini

harus dipasang sesentris mungkin terhadap tiang percobaan.

2.19.2.2. Jenis-jenis Pembebanan Tiang

a. Pembebanan bertahap.

Disini beban diberikan secara bertahap, dengan variasi sebesar 25, 50, 75, dan 100%

dari beban maksimum yang direncanakan. Pada setiap tahap, beban dibiarkan bekerja

sedemikian lamanya sehingga deformasi yang terjadi akibat beban itu mencapai

maksimum. Setelah beban maksimum tercapai, maka secara berangsur-angsur beban

dikurangi menjadi 80, 60, 40, 20, dan 0% dengan catatan setiap tahap pengurangan

beban ini dilakukan sampai tercapai pantulan (rebound) maksimum. Menurut

pengalaman, cara ini akan memberikan hasil yang cukup teliti untuk tiang-tiang yang

bersifat point bearing piles, sedang untuk friction hasilnya tidak begitu memuaskan.

b. Pembebanan berulang (cyclic loading).

Universitas Sumatera Utara


Cara ini hampir sama dengan pembebanan bertahap, yaitu pembebanan dilakukan secara

bertahap sebesar 25, 50, 75 dan 100% dari beban maksimum yang direncanakan, tetapi

pada setiap akhir saat sebelum pembebanan berikutnya dilanjutkan beban dihilangkan

dahulu sehingga kita dapat mengukur besarnya penurunan tetap. Cara ini akan

memberikan hasil yang cukup teliti untuk tiang - tiang point bearing maupun friction.

2.20 Penurunan Tiang Tunggal


Penurunan jangka panjang untuk pondasi tiang tidak perlu ditinjau karena penurunan

tiang akibat konsolidasi dari tanah relative kecil (Poulus dan Davis, 1980). Daya dukung

ujung dan daya dukung friksi dijumlahkan dalam perencanaan suatu pondasi tiang.

Perencanaan pondasi tiang daya dukung tiang tunggal dapat dihitung dengan persamaan

berikut:

a. Untuk tiang Friksi

I =I o R k R h R µ (2.23)

𝑄𝐼
𝑆₁ = (2.24)
𝐸𝑠𝑑

b. Untuk Tiang Ujung (End Bearing)

I =I o R k R b R µ (2.25)

𝑄𝐼
𝑆₁ = (2.26)
𝐸𝑠𝑑

Dimana,

D = Diameter tiang (mm)

S = Penurunan untuk tiang tunggal (mm)

I0 = Faktor Penurunan tiang

Rk = Faktor koreksi tiang

Universitas Sumatera Utara


Rh = Faktor ketebalan lapisan pada tanah keras

Rµ = Faktor koreksi angka poisson µ

Rb = Faktor untuk lapisan ujung

h = Kedalaman lapisan tanah dari ujung tiang kemuka tanah

(mm)

Untuk nilai K adalah suatu ukuran kekuatan dari tiang dan tanah yang dinyatakan

dalam persamaan berikut:


𝐸𝑝 𝑅𝐴
𝐾= (2.27)
𝐸𝑠

𝐴𝑝
𝑅𝐴 = (2.28)
¼𝜋𝑑²

Dimana, K = Faktor Kekakuan Tiang

Ep = Modulus Elastisitas tiang (Mpa)

Es = Modulus Elastisitas tanah sekitar tiang (Mpa)

2.21 Penyaluran Beban

Cara penyaluran beban ketanah, ada 3 macam (Hardiatmo, 2010), yaitu:

2.21.1 Pondasi Tiang dengan Tahanan Ujung (End Bearing Pile)

Tiang akan meneruskan beban melalui tahanan ujung tiang ke lapisan tanah. Tahanan

ujung tiang berada pada zone tanah lunak yang berada diatas tanah keras. Tiang yang

dipancang harus mencapai batuan dasar atau lapisan tanah keras yang dapat

mendukung beban yang tidak mengakibatkan penurunan. Kapasitas tanah sepenuhnya

ditentukan dari lapisan tanah keras yang berada diujung tiang. Gaya tahanan ujung

akan bekerja bila displacement terjadi dalam batas 0,6 % dari diameter pile.

Universitas Sumatera Utara


End Bearing

6 % diameter pile

Displacement

Gambar 2.21 Transfer beban tahanan ujung.

2.21.2 Pondasi tiang dengan Tahanan Gesek (Friction Pile)

Penurunan akibat beban terjadi perlawanan gesek antara dinding tiang dan tanah

sekitar dimana tahan gesek tersebut juga dipengaruhi konsolidasi lapisan tanah.

Penyaluran beban tiang akan tersalurkan ke tanah melalui gesekan antara tiang dengan

tanah disekelilingnya. Butiran tanah halus tidak menyebabkan tanah padat, dan tanah

butiran kasar akan menyebabkan tanah makin padat. Gaya gesekan ini akan bekerja

bila displacement terjadi dalam batas 0,4 % dari diameter pile

Friksi

0,4 % Diameter pile

Displacement

Gambar 2.22 Transfer beban Friksi.

2.21.3 Pondasi tiang dengan Tahanan Lekatan (Adhesive Pile)

Tanah pondasi yang memiliki nilai kohesi tinggi, maka beban yang diterima oleh

tiang akan ditahan oleh lekatan antara tanah sekitar dan permukaan tiang.

Universitas Sumatera Utara


2.22 Elemen pada Program Plaxis
Pada program Plaxis dapat dipilih jenis elemen segitiga dengan 6 titik nodal atau 15

titik nodal Gambar 2.23 untuk memodelkan lapisan tanah. Elemen segitiga dengan 15 titik

nodal adalah elemen pra-pilih. Elemen ini menggunakan interpolasi dengan ordo empat

untuk perpindahan dan integrasi numerik melibatkan 12 titik Gauss (titik tegangan). Untuk

elemen segitiga dengan 6 titik nodal, ordo interpolasi adalah dua dan integrasi numerik

melibatkan tiga buah titik Gauss.

Gambar 2.23 Pengaturan global (Plaxis 8,2)

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.24 Regangan bidang dan axi-simetri (Plaxis 8,2)

Gambar 2.25 Posisi titik-titik nodal dan titik-titik tegangan pada elemen tanah (Plaxis 8,2)

Elemen segitiga dengan 15 titik nodal merupakan elemen yang sangat akurat yang

telah memberikan perhitungan tegangan dengan hasil yang sangat baik, misalnya dalam

perhitungan keruntuhan untuk tanah-tanah yang tidak kompresibel. Penggunaan elemen

segitiga dengan 15 titik nodal akan menyebabkan penggunaan memori yang relatif tinggi

serta kinerja operasional dan perhitungan yang relatif lebih lambat. Karena itu jenis elemen

yang lebih sederhana juga disediakan.

Elemen segitiga dengan 6 titik nodal merupakan elemen yang cukup akurat dan

dapat memberikan hasil yang baik dalam analisis deformasi secara umum, tetapi jika

digunakan elemen dalam jumlah yang cukup banyak. Walaupun demikian, perhatian

khusus perlu diberikan pada penggunaan model axi-simetri atau pada kondisi dimana

Universitas Sumatera Utara


keruntuhan (dapat) memegang peranan yang penting, seperti pada perhitungan daya

dukung ataupun pada analisis tingkat keamanan dengan menggunakan Reduksi phi-c.

Beban runtuh maupun faktor keamanan yang diperoleh umumnya berlebihan pada

penggunaan elemen dengan 6 titik nodal. Dalam kasus-kasus seperti ini lebih dipilih untuk

menggunakan elemen dengan 15 titik nodal.

Sebuah elemen dengan 15 titik nodal dapat dianalogikan sebagai empat buah elemen

dengan 6 titik nodal yang digabungkan, karena jumlah seluruh titik nodal dan seluruh titik

tegangan adalah sama. Meskipun demikian, sebuah elemen dengan 15 titik nodal tetap jauh

lebih baik dibandingkan empat buah elemen dengan 6 titik nodal.

2.23 Fungsi Interpolasi untuk Elemen Segitiga


Untuk elemen segitiga terdapat dua buah koordinat (ξ dan η). Selain itu

digunakan juga koordinat penolong ζ = 1 – ξ – η. Untuk elemen segitiga dengan 6

buah titik nodal, fungsi bentuk dapat dituliskan sebagai berikut (lihat penomoran lokal dari

titik nodal yang ditunjukkan dalam Gambar 2.26

Gambar 2.26 Fungsi bentuk untuk elemen segitiga dengan 6 buah titik nodal (Plaxis 8,2)

Hasil perhitungan untuk fungsi bentuk

N1 = ζ. (2ζ−1)
N2 = ξ. (2ξ−1)

Universitas Sumatera Utara


N3 = η. (2η−1)
N4 = 4. ζ. ξ
N5 = 4. ξ. η
N6 = 4. η. ζ

Untuk elemen segitiga dengan 15 buah titik nodal, fungsi bentuk dapat dituliskan sebagai

berikut:

Gambar 2.27 Fungsi bentuk untuk elemen segitiga dengan 15 buah titik nodal (Plaxis 8,2)

Hasil perhitungan untuk fungsi:

N1 = ζ⋅(4⋅ζ– 1)⋅(4⋅ζ– 2)⋅(4⋅ζ– 3) / 6


N2 = ξ⋅(4⋅ξ– 1)⋅(4⋅ξ– 2)⋅(4⋅ξ– 3) / 6
N3 = η⋅(4⋅η– 1)⋅(4⋅η– 2)⋅(4⋅η– 3) / 6
N4 = 4⋅ζ⋅ξ⋅(4⋅ζ– 1)⋅(4⋅ξ– 1)
N5 = 4 ⋅ξ⋅η⋅(4⋅ξ– 1)⋅(4⋅η– 1)
N6 = 4 ⋅η⋅ζ⋅(4⋅η– 1) ⋅(4⋅ζ– 1)
N7 = ξ⋅ζ⋅(4⋅ζ– 1)⋅(4⋅ζ – 2)⋅8/3
N8 = ζ⋅ξ⋅(4⋅ξ– 1)⋅(4⋅ξ– 2)⋅8/3
N9 = η⋅ξ⋅(4⋅ξ– 1)⋅(4⋅ξ– 2)⋅8/3
N10 = ξ⋅η⋅(4⋅η– 1)⋅(4⋅η– 2)⋅8/3
N11 = ζ⋅η⋅(4⋅η– 1)⋅(4⋅η– 2)⋅8/3
N12 = η⋅ζ⋅(4⋅ζ– 1)⋅(4⋅ζ– 2)⋅8/3
N13 = 32⋅η⋅ξ⋅ζ⋅(4⋅ζ– 1)
N14 = 32⋅η⋅ξ⋅ζ⋅(4⋅ξ– 1)
N15 = 32⋅η⋅ξ⋅ζ⋅(4⋅η– 1)

2.23.1 Pembahasan
Kasus plane stress dan elemen T6 diminta untuk menghitung matrik kekakuan [K ] pada

titik integrasi Hammer ke-2, apabila diketahui data-data sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


2.23.1.1 Menghitung Shape Function (N)
Dari segitiga paskal didapat P = 1 ξ η ξη ξ 2 η 2
(2.29)

1 0 0 0 0 0
 1 1  1 0 0 0 0 0
1 0 0 0 − 3 4 − 1 0 0 0 
2 4 
1 1 0 1 0 0 − 3 0 0 −1 4 
[P] = 1 1 ;
0
1 1 1 1

[P]−1 = 
 2 2 4 4 4  2 −4 2 0 0 0
1 0 1 0 0 1  4 −4 0 4 0 − 4
1 1 1  
0 0 0  2 0 0 0 2 − 4
 2 4 
N 6 = P [P ]
−1
N = N1 N2 N3 N4 N5

N1 = (1 − ξ − η )(2 − 2ξ − 2η − 1) = 1 − 3ξ − 3η + 4ξη + 2ξ 2 + 2η 2

N 2 = 4(1 − ξ − η )ξ = 4ξ − 4ξ 2 − 4ξη
N 3 = ξ (2ξ − 1) = 2ξ 2 − ξ , N 4 = 4ξη , N 5 = η (2η − 1) = 2η 2 − η

N 6 = 4(1 − ξ − η )η = 4η − 4ξη − 4η 2

2.23.1.2 Menentukan Fungsi Geometri


 x1 
x 
 2
 x 
X (ξ ,η ) = N1 N2 N3 N4 N5 N6  3 
 x4 
 x5 
 
 x6 
 y1 
y 
 2
 y 
Y (ξ ,η ) = N1 N2 N3 N4 N5 N6  3 
 y4 
 y5 
 
 y6 

X (ξ ,η ) = N1 X 1 + N 2 X 2 + N 3 X 3 + N 4 X 4 + N 5 X 5 + N 6 X 6 (2.30)
Y (ξ ,η ) = N1Y1 + N 2Y2 + N 3Y3 + N 4Y4 + N 5Y5 + N 6Y6 (2.31)
2.23.1.3 Menentukan Matrik Jacobian [J ]

Universitas Sumatera Utara


[J ] = 
J11 J12 
 J 21 J 22 
∂{X (ξ ,η )}
J 11 = = 5 − 4ξ
∂ξ
(2.32)
∂{Y (ξ ,η )}
J12 = = −(1 + 4ξ )
∂ξ (2.33)

∂{X (ξ ,η )}
J 21 = = 5 − 4η
∂η
(2.34)
∂{Y (ξ ,η )}
J 22 = =4
∂η
(2.35)
5 − 4ξ − 1 − 4ξ 
[J ] = 
4 
Matrik Jacobian:
5 − 4η (2.36)
1
Untuk titik integrasi Hummer ke-2 : ξ = 0 ; η = 0.5 dan wi =
6
5 − 1
Jadi : [J ] =   ; determinan matrik J = (5)(4) − (3)(−1) = 23
3 4  (2.37)

 j11 j12  1
Menentukan invers matrik jacobian : [J ] =  = adjo int[J ]
−1

 j21 j22  J

1  4 1
=
23 − 3 5

2.23.1.4 menentukan Matrik Regangan Peralihan [Bm ]

  Ni , x 0  

[Bm ] = ..........  0 N i , y  ... i = 1,6
  Ni , y Ni , x  

dimana : N i , x = j12 N i ,ξ + j12 N i ,η ; N i , y = j21 N i ,ξ + j22 N i ,η


(2.38)
4 1 5
N1 , x = (−3 + 4η + 4ξ ) + (−3 + 4ξ + 4η ) = −
23 23 23

Universitas Sumatera Utara


3 5 2
N1 , y = (−3 + 4η + 4ξ ) + (−3 + 4ξ + 4η ) = −
23 23 23
4 1 8
N2 , x = (4 − 8ξ − 4η ) + (−4ξ ) =
23 23 23
3 5 6
N2 , y = − (4 − 8ξ − 4η ) + (−4ξ ) = −
23 23 23
4 1 4
N3 , x = (4ξ − 1) + (0) = −
23 23 23
3 5 3
N3 , y = − (4ξ − 1) + (0) =
23 23 23
4 1 8
N4 , x = (4η ) + (4ξ ) =
23 23 23
3 5 6
N4 , y = − (4η ) + (4ξ ) = −
23 23 23
4 1 1
N5 , x = (0) + (4η − 1) =
23 23 23
3 5 5
N5 , y = − (0) + (4η − 1) =
23 23 23
4 1 8
N6 , x = (−4η ) + (4 − 4ξ + −8η ) = −
23 23 23
3 5 6
N6 , y = − (−4η ) + (4 − 4ξ + −8η ) =
23 23 23
− 5 0 8 0 −4 0 8 0 1 0 −8 0 
[Bm ] =  0 − 2 0 − 6 0 3 0 − 6 0 5 0 6 
1 
23
− 2 − 5 − 6 8 3 − 4 − 6 8 5 1 6 − 8

2.23.1.5 Menentukan Matrik Kekakuan [K ]

 
1 v 0 
E  
dimana : [ H σ ] = 2 
v 1 0 
1− v 
1− v 
0 0 
 2 

Universitas Sumatera Utara


 1 0.3 0 
2 x106 
=
 0.3 1 0 
1 − 0.09
 0 0 0.35

= 2197802.19

Jadi [k ] = (0.1)( )(
1 1 1
)( )(2197802.19) K ∗
6 23 23
[ ]
[k ] = [Bm ]T [Hσ ][Bm ] (2.39)

26.4 6.5 − 35.8 3.4 17.9 − 1.7 − 35.8 3.4 − 8.5 − 8.2 35.8 − 3.4 

 12.75 5.7 −2 − 2.85 1 5.7 −2 − 9.35 − 11.75 − 5.75 2 
 76.6 − 31.2 − 38.3 15.6 76.6 − 31.2 − 2.5 9.9 − 76.6 31.2 
 
 59.4 15.6 − 29.2 − 31.2 58.4 12.2 − 27.2 31.2 − 58.4
 19.15 − 7.8 − 38.3 15.6 1.25 − 4.95 38.3 − 15.6 
 
 14.6 15.6 − 29.2 − 6.1 13.6 − 15.6 29.2 
[k1 ] =  76.6 − 31.2 − 2.5 9.9 − 76.6 31.2 
 
 simetris 58.4 12.2 − 29.2 31.2 − 58.4
 9.75 3.25 2.5 − 12.2 
 
 25.35 − 9.9 2.72 
 
 76.6 − 31.2
 58.4 
1 1
Dengan cara yang sama di atas untuk integrasi Hummer ke-2 : ξ = dan η =
2 2

Universitas Sumatera Utara


26.4 6.5 4 28.6 17.9 − 1.7 52.8 13 8.5 82 − 80.2 59 

 12.75 33.8 36.5 − 2.85 1 13 25.5 9.35 11.75 − 83 70.5 
 144 − 26 − 29 29.8 8 67.6 33 4 − 288 − 96.4
 
 401.4 26.1 − 62.8 57.2 73 2.5 99.3 − 29.2 887 
 19.15 − 7.8 35.8 − 5.7 − 1.25 4.95 6.2 63.3 
 
14.6 − 3.4 2 − 13.6 − 52.6 − 146 
[k2 ] = 
6.1
105.6 26 17 16.4 161.6 118 
 
 51 18.7 23.5 − 166 141 
 simetris 9.75 3.25 − 87 − 4.3 
 
 25.35 − 30.4 216 
 
 777.6 22 
 1000 

26.4 6.5 − 39.8 − 25.2 − 22.1 − 7.3 − 27 − 17.8 8.5 8.2 11 43.6 

 12.75 − 28.1 − 38.5 − 7.65 − 13 − 19.9 − 27 9.35 11.75 51.3 56.5 
 108.6 54.6 38.7 25 73 37.6 − 30.5 − 13.9 − 135 − 44.2 
 
 208.6 23.1 50.4 37.8 148.4 − 14.7 − 72.1 − 54.6 − 415.8
 19.15 7.8 26.5 16.2 − 9.25 − 7.05 − 23.5 − 33.9 
 
− 7.9 − 16.4 − 40.2 − 87.2 
[k 3 ] = 
14.6 17.6 35.6
51 26 − 21.5 − 9.5 − 97 − 29 
 
 105.6 − 10 − 51.4 − 36 − 297.2
 simetris 9.75 3.25 50.5 5.5 
 
 25.35 7.5 149.3 
 
 319 − 39 
 901.4 
menghitung matrik kekakuan struktur K adalah:

K = K11 + K 22 + K 33 (2.40)

K11 = (0.1)( )( )( )(2197802.19)[k1 ]


1 1 1
6 23 23
K 22 = (0.1)( )( )( )(2197802.19)[k2 ]
1 1 1
dimana :
6 27 27
K 33 = (0.1)( )( )( )(2197802.19)[k3 ]
1 1 1
6 21 21
jadi K adalah:
[K12 x12 ] = K11 + K 22 + K33 =

Universitas Sumatera Utara


5.3 1.3 5.6 0.42 0.3 0.8 2.07 − 0.59 0.55 0.53 0.67 6.35 

 2.58 0.24 − 1.5 0.98 − 0.96 0.61 − 1.5 0.59 0.75 0.304 8.37 
 21.2 1.07 0.89 4.65 10.18 4.36 1.05 0.27 − 30.1 6.35 
 
 41.5 4.13 0.99 3.85 20 0.25 2.88 3.84 5.99 
 3.88 0.28 1.35 2.14 0.75 − 0.68 1.01 0.72 
 
 2.96 2.37 1.04 0.77 − 1.1 7.06 12.6 
x 103
 14.8 1.31 − 1.1 0.72 21.5 5.68 
 
 symetris 15.4 0.95 4.97 9.17 21.6 
 1.97 0.66 − 0.0037 0.604
 
 5.13 1.59 25.2 
 
 71.9 4.29 
 4.29 178 

2.23.2 Integrasi Numerik dari Elemen Segitiga


Integrasi numerik terhadap elemen segitiga dapat diformulasikan sebagai berikut:

(2.41)

PLAXIS menggunakan integrasi Gauss untuk elemen segitiga. Untuk elemen dengan 6

buah titik nodal, integrasi didasarkan pada 3 buah titik sampel, sedangkan untuk elemen

dengan 15 buah titik nodal, digunakan 12 buah titik sampel. Posisi dan faktor bobot dari

titik integrasi diberikan dalam Tabel 2.7 dan 2.8 berikut:

Tabel 2.7. Integrasi 3-titik untuk elemen dengan 6 titik nodal

Titik ξi ηi ζi wi
1 1/6 2/3 2/3 1/3
2 1/6 1/6 2/3 1/3
3 2/3 1/6 2/3 1/3

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.8 Integrasi 3-titik untuk elemen dengan 6 titik nodal
Titik ξi ηi ζi wi
1, 2 dan 3 0.063089… 0.063089… 0.873821… 0.050845…
4,5,6 0.249286… 0.249286… 0.501426… 0.116786…
7,8,9,10,11,12 0.310352… 0.053145… 0.636502… 0.082851…

2.23.3 Turunan dari Fungsi Bentuk

Untuk menghitung komponen regangan Cartesius dari perpindahan, seperti yang

diformulasikan dalam persamaaan

(2.42)

turunan perlu diperhitungkan terhadap sistem sumbu global (x, y, z).

(2.43)

Dimana,

Di dalam elemen, turunan dihitung sesuai sistem koordinat lokal (ξ, η, ζ). Hubungan antara

turunan lokal dan global melibatkan matriks Jacobi, J:

Universitas Sumatera Utara


Atau dalam bentuk invers:

Turunan lokal ∂Ni/∂ξ, dan lain-lain, dapat dengan mudah diturunkan dari fungsi

bentuk elemen, karena fungsi bentuk diformulasikan dalam koordinat lokal. Komponen

Jacobi diperoleh dari perbedaan pada koordinat titik nodal. Invers matriks Jacobi, J-1,

diperoleh dengan melakukan invers secara numerik terhadap J.

Komponen regangan Cartesius sekarang dapat dihitung dengan penjumlahan dari

kontribusi seluruh titik nodal adalah:

dimana vi adalah komponen perpindahan dalam titik nodal i. Untuk analisis regangan

bidang, komponen regangan dalam arah-z secara definitif adalah nol, yaitu εzz = γyz =

γzx = 0. Untuk analisis axi-simetri, berlaku kondisi εzz = ux / r dan γyz = γzx = 0 (r =

radius atau jari-jari).

Universitas Sumatera Utara


2.23.4 Perhitungan Matriks Kekakuan Elemen

Matriks kekakuan elemen, Κe, dihitung dengan integral:

(2.44)

Integral diestimasi dengan integrasi numerik. Pada kenyataannya, matriks kekakuan


elemen terdiri dari sub-matriks Ke ij dimana i dan j adalah titik nodal lokal. Proses
perhitungan dari matriks kekakuan elemen dapat diformulasikan sebagai berikut:

(2.45)

2.23.5 Proses Perhitungan pada Program Plaxis


Proses perhitungan elemen hingga berdasarkan matriks kekakuan elastik

- Baca data masukan

- Bentuk matriks kekakuan

(2.46)

Langkah baru

- Bentuk vektor beban baru

(2.47)
- Bentuk vektor reaksi

(2.48)

- Hitung ketidakseimbangan

(2.49)

- Atur ulang peningkatan perpindahan

(2.50)
- Iterasi baru

Universitas Sumatera Utara


(2.51)

- Selesaikan perpindahan

(2.52)
- Perbaharui peningkatan perpindahan

(2.53)

- Hitung peningkatan regangan

(2.54)

- Hitung tegangan:
- Elastis

(2.55)
- Keseimbangan

(2.56)

- Konstitutif

Bentuk vektor reaksi (2.57)

- Bentuk vektor reaksi

(2.58)

- Hitung ketidakseimbangan

(2.59)

- Hitung kesalahan

(2.60)

- Pemeriksaan akurasi

Universitas Sumatera Utara


jika e > etolerated → iterasi baru

- Perbaharui perpindahan

(2.61)

- Tulis data keluaran (hasil)


- Jika tidak dapat diselesaikan → langkah baru
- Selesai

Universitas Sumatera Utara


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Data Umum Proyek

Proyek Office Tower Crystal Square adalah pembangunan bangunan perkantoran

berlantai 16 yang terdiri dari 3 basement. Proyek Office Tower Crystal Square terletak di

Jl. Imam Bonjol no. 6 Medan.

Di sekitar lokasi proyek terdapat beberapa bangunan penting, seperti hotel Danau

Toba dan bangunan lain milik Pemerintah maupun milik masyarakat.

Untuk meneruskan/mentransfer beban dari bagian struktur atas /bangunan atas (upper

structures/super structures) ke lapisan tanah di bawahnya hingga mencapai daya dukung

yang diinginkan, maka diperlukan suatu bagian konstruksi bangunan bawah (sub

structures) yang disebut dengan pondasi, dalam hal ini direncanakan bangunan

menggunakan pondasi tiang bor/borepile.

Untuk dapat mengetahui deskripsi dari proyek ini, maka diketahui data-data sebagai

berikut:

Nama Proyek : HOTEL DAN PERKANTORAN CRYSTAL SQUARE

Lokasi Pekerjaan : Jalan Imam Bonjol No. 6 - Medan

Sumber Dana : Swasta

Sifat Kontrak : Unit Price

Kontraktor : PT. INDAH SURYA PERDANA

Consultan Penelitian Tanah : PT. PERINTIS PONDASI TEKNOTAMA

Universitas Sumatera Utara


3.2 Data Teknis Borepile/Tiang Bor

Seperti tersebut di atas, untuk meneruskan/mentransfer beban dari bagian struktur

atas /bangunan atas (upper structures/super structures) ke lapisan tanah di bawahnya

hingga mencapai daya dukung yang diinginkan, maka diperlukan suatu bagian konstruksi

bangunan bawah (sub structures) yang disebut dengan pondasi. Dari hasil penyelidikan

tanah diperoleh data bahwa lapisan tanah atas adalah tanah lunak dengan konsistensi tanah

rendah sehingga daya dukungnya juga rendah, sedangkan lapisan tanah keras terdapat pada

kedalaman 28 meter dari permukaan tanah, oleh sebab itu direncanakan pondasi dengan

menggunakan pondasi tiang bor/bore pile. Dalam proyek ini, dipergunakan pondasi tiang

bor/bore pile dengan spesifikasi sebagai berikut:

Jenis pondasi tiang : Bore pile/ Pondasi tiang bor

Diameter Bored Pile : 1 meter.

Mutu Beton (Concrete Strenght) : K – 350

Mutu Baja : U – 39

Kedalaman Pondasi Tiang : 23,3 meter

Jumlah Titik Pengeboran : 345 titik

Titik Peninjauan loading test : titik 2 ~ no. 313

Beban Rencana (design load) : 415 ton

Methode Pembebanan : Beban Langsung (Kentledge System).

Prosedur Pembebanan : Slow Maintained Loading

Standard Pengujian : ASTM D.1143 – 81

Jenis Pembebanan : Static Axial Compressive Loading.

Universitas Sumatera Utara


3.3 Material Bored Pile/Tiang Bor
Material bored pile/tiang bor terdiri dari beton dengan mutu K300 dan baja mutu

U39 dengan pembesian utama 16 D22 dan pembesian sengkang D10-100 Hubungan antara

pilecap dan tiang bor adalah rigid.

3.4 Interface Elemen Tiang Bor dan Tanah

Penentuan daya dukung suatu tiang pondasi akan banyak ditentukan oleh hambatan

lekat tanah yang mengelilinginya, terutama bila tiang berupa friction pile atau floating pile

dalam tanah kelempungan. Komponen daya dukung tiang dari hambatan lekat tanah

dinyatakan sebagai Q s = A s . τ, dimana A s adalah luas permukaan tiang yang tertahan oleh

lekatan tanah, dan τ adalah hambatan lekat atau gesekan tanahnya.

Adanya hambatan lekat atau gesekan ini akibat beban berat sendiri tanah yang telah

lama ada, yang memberi desakan kesamping permukaantiang pondasi yang dikelilingi-nya.

Hal ini digambarkan oleh Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Hambatan lekat tanah pada tiang pondasi


Berat sendiri tanah atau overburden pressure P o dapat diperkirakan cukup tepat dari

penyelidikan tanah yang umum. Sedangkan koefisien desakan kesamping atau coefficient

lateral earth-pressure at rest, K o dapat diperoleh dari pengujian dengan pressure meter

atau dengan LLT (Lateral Load Tester).

Universitas Sumatera Utara


Hambatan lekat atau gesek antara material tiang pondasi dengan tanah dapat diukur

secara sederhana dengan uji geser langsung antar kedua permukaan bahan (interface direct

shear test). Untuk perhitungan maka nilai interface antara tiang bor dan tanah diambil 0.6-

0.7.

3.5 Hubungan Beban Terhadap Penurunan pada Tiang Bor


Mekanisme pemikulan beban pondasi tiang terhadap tanah adalah dengan tahanan

friksi (friction bearing) dan tahanan ujung (end bearing). Tahanan friksi diperoleh sebagai

akibat gesekan, adhesi atau perlawanan geseran yang timbul antara selimut tiang dengan

tanah disekitarnya. Perilaku gesekan selimut ini sangat dipengaruhi oleh permukaan tiang

bor (soil-pile interface) serta kuat geser tanah (soil shear strength). Sedangkan tahanan

ujung timbul karena desakan ujung tiang fondasi terhadap tanah di sekeliling ujung tiang.

Ketika tiang bor dibebani dengan beban aksial tekan secara bertahap dengan

kecepatan yang cepat maupun tetap, kurva beban terhadap penurunan yang dihasilkan

seperti terlihat pada Gambar 3.1. Pada mulanya sistem tiang-tanah (pile-soil system) masih

berperilaku linear yakni hubungan garis lurus sampai pada titik A pada kurva dan jika

beban dilepaskan, maka kepala tiang akan kembali ke posisi semula dan tidak terjadi

penurunan tetap.

Ketika beban ditingkatkan lagi hingga melewati titik A, ada proses pelelehan

(yielding) pada permukaan tanah-tiang dan gelinciran (slippage) akan terjadi hingga

mencapai titik B yakni pada saat gesekan selimut tiang mencapai keadaan ultimit atau

termobilisasi penuh. Pada saat gelinciran mulai terjadi dan apabila beban dilepaskan pada

tahap ini, maka kepala tiang tidak akan kembali ke posisi semula tetapi ke titik C

Universitas Sumatera Utara


Gambar 3.2 Kurva hubungan beban terhadap penurunan (Plaxis 8,2)
sehingga terjadi penurunan tetap (permanent set) sebesar OC. Pada tahap ini ujung tiang

mulai bergerak dan tahanan ujung mulai dimobilisasi. Ketika tahanan ujung telah

termobilisasi penuh, tiang akan bergerak terus ke bawah tanpa disertai kenaikan beban

yang berarti yang disebut dengan efek “plunging” atau peningkatan beban yang kecil akan

menyebabkan penurunan yang sangat besar.

Dari berbagai literatur yang ada, disebutkan bahwa pergerakan tiang yang

dibutuhkan untuk memobilisasi maksimum gesekan selimut tiang relatif sangat kecil dan

umumnya sekitar 0,3% - 1% diameter tiang atau berkisar 3,0 mm hingga 10,0 mm.

Sedangkan untuk memobilisasi tahanan ujung tiang bor, dibutuhkan pergerakan yang lebih

besar dan besarnya pergerakan ini tergantung dari diameter tiang yakni berkisar dari 10%

hingga 20% diameter tiang. Oleh karena itu, gesekan ultimit akan tercapai lebih dahulu.

Gambar 3.3 Distribusi beban dari kepala tiang hingga ujung tiang (Plaxis 8,2)

Universitas Sumatera Utara


Jika strain gages dipasang pada beberapa titik sepanjang tiang, maka distribusi

beban dari kepala tiang hingga ujung tiang dapat diperoleh dengan jelas seperti yang

diperlihatkan pada Gambar 3.3 yang mengilustrasikan pola distribusi beban pada setiap

tahap pembebanan. Pada tahap pembebanan masih berada dalam garis OA, beban

sepenuhnya dipikul oleh gesekan selimut tiang dan ada sedikit atau tidak sama sekali

transfer beban pada ujung tiang.

Ketika beban mencapai titik B pada kurva beban-penurunan, gesekan selimut sudah

termobilisasi penuh dan mencapai nilai ultimitnya dan ujung tiang akan mulai bekerja

dengan menahan beban. Pada titik D tidak ada lagi peningkatan transfer beban pada selimut

tiang tetapi ujung tiang akan mencapai nilai maksimumnya.

3.6. Cara Pengukuran Besarnya Deformasi

3.6.1. Pada Waktu Pembebanan

Besarnya deformasi yang terjadi pada tiang percobaan, tiap angker dan meja beban

diukur serentak pada waktu yang sama dengan cara membaca perubahan jarum arloji ukur.

Pembacaan dilakukan 5, 10, 15, 30, 45, dan 60 menit setelah beban pada suatu tahap

bekerja setelah itu dilakukan setiap interval waktu 1 jam. Lamanya pembebanan untuk

setiap tahap adalah sampai terjadi penurunan maksimum.

Penurunan tetap deformasi dari tiang percobaan pada suatu beban tertentu dianggap

mencapai maksimum jika pada 3 jam yang berturutan pembacaan arloji sudah

menunjukkan angka tetap atau selisih pembacaan arloji pada 3 jam yang berturutan tidak

melebihi 0,001 mm.

3.6.2. Pada Waktu Penghilangan Beban

Universitas Sumatera Utara


Pada waktu beban dihilangkan atau dikurangi, maka arloji ukur harus dibaca setelah

5, 10, 15, 30, 45, dan 60 menit kemudian pembacaan dilakukan setiap interval 1 jam. Tiang

percobaan dianggap sudah mencapai penurunan tetap jika pada 3 jam yang berturutan

pembacaan arloji mempunyai selisih 0,001 mm. Pengukuran besarnya deformasi ini

dituliskan dalam suatu blangko (loading record ).

3.7 Tahapan Penelitian

Dalam penulisan tesis ini, beberapa tahapan dilaksanakan sehingga tercapai maksud

dan tujuan dari penelitian. Seperti diketahui pada Bab I tujuan penelitian adalah :

Menganalisis besarnya daya dukung aksial pondasi tiang bor tunggal dan penurunan

(settlement) yang terjadi berdasarkan Loading Test dengan metode elemen hingga (finite

element) menggunakan Plaxis di mana pemodelan tanah adalah Soft Soil Model (model

tanah lunak) dan melakukan analisis terhadap daya dukung dan penurunan dari hasil

perhitungan dengan metode tersebut di atas, kemudian membuat suatu kesimpulan maupun

saran. Dalam mencapai tujuan tersebut maka dilakukan tahapan - tahapan yang

dilaksanakan adalah sebagai berikut:

a. Tahap pertama

Kegiatan yang dilakukan adalah mengumpulkan berbagai jenis judul buku, dan makalah

yang mendukung terhadap penelitian sesuai dengan judul yang akan dibahas.

b. Tahap kedua

Pada tahap ini dilakukan pengumpulan dokumen data-data dari hasil penyelidikan tanah,

dalam hal ini laporan lengkap hasil penelitian dari PT. Perintis Pondasi Teknotama pada

Proyek Hotel dan Perkantoran Crystal Square di Jalan Raden Saleh - Jalan Imam Bonjol

no. 6 Medan.

Universitas Sumatera Utara


c. Tahap ketiga

Melakukan analisis antara data lapangan dengan buku yang sesuai dengan penelitian

tentang penggunaan teori dan persamaan yang sesuai, serta pendekatan yang akan

digunakan. Hal ini sangat perlu dilakukan mengingat permasalahan tanah sangat

kompleks.

d. Tahap keempat

Pada tahap ini dilakukan perhitungan daya dukung pondasi tiang bor secara

konvensional sesuai dengan teori dan formula yang telah dibahas pada tinjauan pustaka

dengan data-data yang diperoleh dari laporan data pengujian tanah dilapangan.

e. Tahap kelima

Pada tahapan ini, dilakukan pemodelan tanah dengan Model tanah lunak (Soft Soil

model) pada finite element untuk mendapatkan daya dukung pondasi tiang bor dan

penurunan yang terjadi.

f. Tahap keenam

Membandingkan daya dukung pondasi tiang bor, penurunan yang terjadi yang dihitung

dengan dengan Model tanah lunak (Soft Soil Model) pada Program Plaxis terhadap hasil

uji pembebanan di tempat loading test, kemudian membuat kesimpulan dan saran.

Tahapan ini dapat dilihat pada Gambar 3.4.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 3.4 Flowchart tahapan penelitian

Untuk mengetahui hasil penyelidikan tanah diperoleh data bahwa lapisan tanah atas adalah

tanah lunak dengan konsistensi tanah rendah sehingga daya dukungnya juga rendah,

sedangkan lapisan tanah keras terdapat pada kedalaman 28 meter dari permukaan tanah,

oleh sebab itu direncanakan pondasi dengan menggunakan pondasi tiang bor/ borepile,

Skets Situasi Letak titik sondering test dan bor mesin dapat dilihat pada Gambar 3.5

berikut:

Gambar 3.5 Skets situasi letak titik sondering test dan bor mesin (Data Proyek Crystal
Square, 2005)

Universitas Sumatera Utara


Sebelum dilakukan perhitungan terlebih dahulu disajikan data-data masukan yang

diperlukan untuk finite element yaitu data siklus pembebanan loading test, data tiang

pancang, deskripsi dan parameter tanah hasil pengujian laboratorium setiap lapisan. Dapat

dilihat pada Gambar 3.6.

Loading Test titik


313

Gambar 3.6 Lokasi titik loading test (Data Proyek Crystal Square, 2005)
3.8. Kondisi Umum Lokasi Studi

Data yang diperoleh pada lokasi ini adalah sebagai berikut:

1. Data boring tanah asli sebanyak 1 titik.

2. Data Sondir tanah asli sebanyak 4 titik.

3. Data loading test sebanyak 2 titik tiang pancang.

Dari data boring dan sondir yang ada diambil hanya sebanyak 1 titik yang paling

dekat dengan tiang bore yang diadakan loading test.

3.9 Lokasi Penilitian


Lokasi penilitian berada pada proyek pembangunan Gedung Crystal Square Medan

yang terletak dijalan Imam Bonjol. No. 6 di kota medan, berikut adalah Gambar 3.7 lokasi

penelitian.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 3.7 Lokasi penilitian (Data Proyek Crystal Square, 2005)

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

LOADING TEST DAN PERHITUNGAN ANALITIS

4.1 Hasil Perhitungan Analitis

Dalam melakukan proses perhitungan antara korelasi beban vertikal batas (ultimate)

dengan displacement yang terjadi pada suatu pondasi tiang bor beton dengan hasil

laboratorium.

4.2 Menghitung Kapasitas Daya Dukung Bored Pile dari Data SPT

Perhitungan kapasitas daya dukung tiang bored pile dari data SPT memakai metode

Reese & Wright dan data diambil pada titik BH-1.

A. Perhitungan pada titik BH-1:

Data tiang bored pile yang digunakan pada Proyek Crystal Square adalah:

- Diameter tiang (D) : 100 cm

- Keliling tiang bored pile (p) : π x 100 cm

: 314,1593 cm

- Luas tiang bored pile (A p ) : 1/4 x π x D2

: 1/4 x π x 1002 = 7853,982 cm2

Daya dukung ultimit pada ujung tiang bor non kohesif dinyatakan sebagai berikut

Untuk lapisan tanah kedalaman, (2,00 m):

- Qp = qp x Ap

= 2N x A p

- Ap = 1/4 x π x D2

Universitas Sumatera Utara


= 1/4 x π x (1 m)2

= 0,785398163 m2

Untuk N < 50 maka:

- Qp = q p x A p = (2 x 9) x 0,785398163 = 14,137 ton

Untuk N > 50 maka:

- Qp = q p . A p = 2N x A p

= 2.50 . 0,785398163

= 78,540 ton

Daya dukung selimut beton pada tanah homogen dapat dituliskan dalam bentuk Grafik,

untuk lapisan tanah pada kedalaman (1,00 m):

- Qs = q s x L x p Untuk N < 53 maka

- qs = 0,32 x N-SPT = 0,32 x 9 = 2,88 ton/m2

- Qs = q s x L x p = 2,88 x 2 x 3,14159 = 18,096 ton

Untuk 53 < N < 100.

Gambar 4.1 N spt vs Gesekan selimut ultimit:

Untuk lapisan tanah kedalaman (20,00 m) maka nilai

- N = 65; q s = 16,5 ton/m2

Gambar 4.1 q s terhadap N SPT Gesekan selimut ultimit (Reese & Wright, 1977)

Universitas Sumatera Utara


- Qs = qs x L x p

= 16,5 x 2 x 3,141592654

= 103,673 ton

Daya dukung ultimit pada ujung tiang bor kohesif dinyatakan sebagai berikut:

Untuk lapisan tanah kedalaman (12,00 m):

- Qp = qp x Ap

- qp = 9 x cu

Dari rumus diatas maka dapat diperoleh nilai–nilai

- cu = (N-SPT x 2/3 x 10)

= (15 x 2/3 x 10) = 100 kN/m2

- qp = 9 x c u = 9 x 10 T/ m2

= 90 ton/m2

- Ap = 1/4x π x 1002

= 0,78539 cm2

- Qp = q p x A p = 90 x 0,785398163 = 70,686 ton

Daya dukung selimut beton pada tanah homogen dapat dituliskan dalam bentuk tabel,

untuk lapisan tanah kedalaman (12,00 m)

- Qs =fxLxp

- f = α . c u α = 0,55

- f = 0,55 x 10 = 5,5 ton/m2

- Qs =fxLxp

= 5,5 x 12 x 3,141592654

= 34,558 ton. Untuk beban ultimit (unloading) terhadap kedalaman tanah.

Universitas Sumatera Utara


Perhitungan daya dukung tiang bore pile dari data SPT memakai metode Reese &

Wright dan data diambil pada titik BH-1 dapat dirangkum dalam Tabel 4.1

Tabel 4.1 Hasil perhitungan kapasitas daya dukung tiang bore

Depth Soil N Cu α Friksi (ton) End Bearing


Qult (ton)
(m) Layer (kN/m2) Lokal Kumulatif (ton)
0 1 0 - - 0.000 0.000 0.000 0.000
2 1 9 - - 18.096 18.096 14.137 32.233
4 1 2 - - 4.021 22.117 3.142 25.258
6 1 5 - - 10.053 32.170 7.854 40.024
8 2 8 26.667 0.55 9.215 41.385 18.850 60.235
10 2 26 86.667 0.55 29.950 71.335 61.261 132.596
12 2 30 100.000 0.55 34.558 105.893 70.686 176.578
14 2 35 116.667 0.55 40.317 146.210 82.467 228.677
16 3 32 - - 64.340 210.550 50.265 260.815
18 3 36 - - 72.382 282.932 56.549 339.481
20 3 65 - - 103.673 386.604 78.540 465.144
22 4 70 233.333 0.55 80.634 467.239 164.934 632.172
24 4 39 130.000 0.55 44.925 512.163 91.892 604.055
26 4 47 156.667 0.55 54.140 566.303 110.741 677.045
28 4 84 280.000 0.55 96.761 663.065 197.920 860.985
30 5 78 - - 109.956 773.020 78.540 851.560
32 5 70 - - 106.814 879.834 78.540 958.374
34 5 47 - - 94.499 974.334 73.827 1048.161
36 6 55 - - 100.531 1074.865 78.540 1153.405
38 6 48 - - 96.510 1171.374 75.398 1246.772
40 6 62 - - 103.673 1275.047 78.540 1353.587

Universitas Sumatera Utara


Hasil perhitungan kapasitas daya dukung tiang bore pile dari data SPT memakai

metode Reese & Wright dan data diambil pada titik BH-1, ada Proyek Crystal Square

sebanyak 319 tiang, dengan pengujian 3 tiang yang terdiri dari 2 dengan pembebanan

vertikal dan 1 tiang pembebanan lateral. Berdasarkan hasil Tabel 4.1 diperoleh gambar

daya dukung tanah Q ult terhadap kedalaman seperti pada Gambar 4.2.

1600
1400
1200
Q ultimate (ton)

1000
800
Qult
600
400
200
0
0 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40 44
Kedalaman (m)

Gambar 4.2 Daya dukung tanah (unloading) terhadap kedalaman


(Data Proyek Crystal Square, 2005)

Untuk beban ultimit (loading) terhadap kedalaman tanah tidak dapat diperoleh dari

data loading test karena pada loading test tidak tercantum kedalaman tanah kemungkinan

dari finite element.

Penurunan akibat beban hasil loading test dapat dilihat pada Gambar 4.3 dimana

beban maksimum 830 ton, dengan penurunan maksimum 24,64 mm. dari gambar pada

Universitas Sumatera Utara


pembebanan 0 (nol) sampai 150 ton atau 100% cycle 1, beban 150 ton sampai 415 ton pada

150% cycle 2, beban 175% cycle 3, beban 200% pada cycle 4.

0 200 400 600 800 1000


0,00

-5,00

-10,00
PENURUNAN (mm)

-15,00

-20,00

-25,00

-30,00
TEST LOAD (TON) Cycle1 Cycle2 Cycle3 Cycle4

Gambar 4.3 Penurunan akibat beban dari hasil loading test pada BH-1

4.3 Menghitung Kapasitas Daya Dukung Tiang Bored Pile dari Data Loadingtest BH1

4.3.1 Metode Davisson

Data tiang bored pile:

- Diameter tiang (D) = 100 cm

- Panjang tiang = 23,3 m

- Keliling tiang bored pile (O) = π x 100 cm = 314,1593 cm

- Luas tiang bored pile (A p ) = 1/4x π x 1002 = 7853,982 cm2

- Beban rencana = 415 Ton Beban Uji = 830 Ton

- Cara kerja = Cycle loading

Universitas Sumatera Utara


Davisson (1973), mengusulkan cara yang telah banyak dipakai saat ini. Cara ini

mendefenisikan kapasitas ultimit bored pile pada penurunan tiang sebesar:

0,012 d r + 0,1d/d r + QD/(AE)

dengan,

- d = diameter/lebar tiang

- dr = lebar referensi = 1 ft =300 mm

- Q = beban yang bekerja pada tiang

- D = kedalaman tiang

- A = luas tampang tiang

- E = modulus elastis tiang = 200.000 Mpa,

untuk baja = 15.200 σ r (f c’ / σ r )0.5 σ r = 0,1 Mpa

Maka:

- E = 15.200 σr(fc’/ σr)0.5

= 15.200 x 100 x 350000.5/100

= 28,4 x 106 KN/m2 = 28,4 KN/mm2

- Qu = 0,012 d r + 0,1d/d r + QD/(AE)

- Qu = 0,012 (300) + 0,1 (1000)/(300) + Q (23300)/(¼ π10002 x 28,4)

- Qu = 3,6 + 0,333 + 0,0013 Q = 3,933 + 0,00104 Q (persamaan garis linier)

Dengan menggambarkan garis ini pada kurva beban penurunan diperoleh beban

maksimum (Q u ) = 780 ton

Universitas Sumatera Utara


(Gambar 4.4) Hasil penurunan beban (Q u ) = 780 ton metode Davisson.

Pengujian dilakukan setelah umur beton 28 hari. Dari hasil perhitungan loading test dan

pemodelan elemen hingga dengan mempergunakan analitis dapat disimpulkan bahwa daya

dukung ultimit berdasarkan loading test, hasil perhitungan berdasarkan metode Davisson

sebesar 780 ton.

0 200 400 600 800 1000


0,00

-5,00
PENURUNAN (mm)

-10,00

-15,00

-20,00

-25,00
TEST LOAD (TON) Cycle1 Cycle2 Cycle3 Cycle4

Gambar 4.4 Hasil penurunan beban (Q u ) = 780 ton metode Davisson.

Dari hasil perhitungan loading test dan pemodelan elemen hingga dengan

mempergunakan analitis dapat disimpulkan bahwa daya dukung ultimit berdasarkan

loading test dengan metode Mazurkiewics 820 ton sedangkan metode finite element

sebesar 765 ton. Gambar beban penurunan metode Mazurkiewicz ini dapat dilihat pada

Gambar 4.5.

Perhitungan daya dukung tiang bore pile dengan metode Davisson dan

Marzukiewicz pada titik BH-1 dapat dirangkum dalam Tabel 4.2

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.2 Hasil kapasitas daya dukung tiang Bore Pile dari data loading test dengan metode
Davisson dan Mazurkiewicz.
No. Cycle No. Urut % Jam Test load Duration Penurunan rata -
(ton) (hari) rata (mm)
Cycle I 1 0 13.37 0.00 0.00 0.00
2 25 14.37 103.75 0.0417 -0.32
3 50 14.41 207.50 0.0017 -1.96
4 25 16.42 103.75 0.0838 -1.49
5 0 17.03 0.00 0.0254 -0.94
Cycle II 6 50 18.09 207.50 0.0442 -1.94
7 75 18.32 311.25 0.0096 -2.93
8 100 19.35 415.00 0.0429 -5.69
9 75 21.36 311.25 0.0837 -5.64
10 50 21.57 207.50 0.0088 -4.82
11 0 22.18 0.00 0.0254 -2.49
Cycle III 12 50 23.20 207.50 0.0425 -3.53
13 100 23.42 415.00 0.0092 -5.81
14 125 24.03 518.75 0.0254 -7.58
15 150 1.04 622.50 0.9579 -10.43
16 125 3.05 518.75 0.0838 -10.75
17 100 3.26 415.00 0.0088 -10.02
18 50 3.47 207.50 0.0088 -7.86
19 0 4.08 0.00 0.0254 -3.52
Cycle IV 20 50 5.09 207.50 0.0421 -5.68
21 100 5.30 415.00 0.0088 -7.90
22 150 5.51 622.50 0.0088 -10.79
23 175 6.12 726.25 0.0254 -14.89
24 200 7.2 830.00 0.0450 -24.82
25 175 7.21 726.25 0.0004 -24.64
26 150 7.42 622.50 0.0088 -23.42
27 100 8.03 415.00 0.0254 -20.85
28 50 8.24 207.50 0.0088 -17.50
29 0 8.45 0.00 0.0087 -10.74

4.3.2 Metode Mazurkiewicz

Dengan menggambarkan garis ini pada kurva beban penurunan diperoleh beban

maksimum (Q u ) = 820 ton (Gambar 4.5)

Dengan menggambarkan garis persamaan 45o, maka Q ult. dari hasil perhitungan

loading test dan pemodelan elemen hingga dengan mempergunakan analitis dapat

Universitas Sumatera Utara


disimpulkan bahwa daya dukung ultimit berdasarkan loading test dengan metode

Mazurkiewics 820 ton sedangkan metode finite element sebesar 765 ton. Gambar beban

penurunan ini dapat dilihat pada Gambar 4.5.

0 200 400 600 800 1000


0,00

-5,00
PENURUNAN (m)

-10,00

-15,00

-20,00

-25,00
TEST LOAD (TON) Cycle1 Cycle2 Cycle3 Cycle4

Gambar 4.5 Beban dan penurunan metode Mazurkiewicz Q u =840 ton,

Perhitungan daya dukung tiang bore pile dari data SPT memakai metode Reese &

Wright dan data diambil pada titik BH-1dalam 7 hari dapat dirangkum dalam Tabel 4.3

Tabel 4.3 Beban 100%,150%, 200% loading test untuk penurunan 7 hari

Universitas Sumatera Utara


No. No. % Jam Test Duration Penurunan
Cycle Urut load (hari) rata-rata
( ton) (mm)
Cycle I 1 0 13.37 0.00 0.00 0.00
2 25 14.37 103.75 0.0417 -0.32
3 50 14.41 207.50 0.0017 -1.96
4 25 16.42 103.75 0.0838 -1.49
5 0 17.03 0.00 0.0254 -0.94
Cycle II 6 50 18.09 207.50 0.0442 -1.94
7 75 18.32 311.25 0.0096 -2.93
8 100 19.35 415.00 0.0429 -5.69
9 75 21.36 311.25 0.0837 -5.64
10 50 21.57 207.50 0.0088 -4.82
11 0 22.18 0.00 0.0254 -2.37
Cycle III 12 50 23.20 207.50 0.0425 -3.59
13 100 23.42 415.00 0.0092 -5.82
14 125 24.03 518.75 0.0254 -7.59
15 150 1.04 622.50 0.0421 -10.61
16 125 3.05 518.75 0.0838 -10.82
17 100 3.26 415.00 0.0088 -10.06
18 50 3.47 207.50 0.0088 -7.89
19 0 4.08 0.00 0.0254 -4.50
Cycle IV 20 50 5.09 207.50 0.0421 -5.71
21 100 5.30 415.00 0.0088 -7.90
22 150 5.51 622.50 0.0088 -10.81
23 175 6.12 726.25 0.0254 -14.94
24 200 7.2 830.00 0.0450 -24.74
25 175 7.21 726.25 0.0004 -24.70
26 150 7.42 622.50 0.0088 -23.52
27 100 8.03 415.00 0.0254 -20.75
28 50 8.24 207.50 0.0088 -17.46
29 0 8.45 0.00 0.0087 -10.59
1 0 13.37 0.00 0.0000 0.00

Untuk beban ultimit (loading) terhadap kedalaman tanah tidak dapat diperoleh dari

data loading test karena pada loading test tidak tercantum kedalaman tanah kemungkinan

dari finite element. Penurunan dalam 7 hari akibat beban hasil loading test dapat dilihat

Universitas Sumatera Utara


pada Gambar 4.6 dimana beban maksimum 830 ton, dengan penurunan maksimum 24,82

mm. Hasil diperoleh dari Tabel 4.3.

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900


0,00

-0,50

PENURUNAN (mm)
-1,00

-1,50

-2,00

-2,50
Cycle1 Cycle2 Cycle3 Cycle4
Cycle1A Cycle2A Cycle3A Cycle4A
TEST LOAD (TON)

Gambar 4.6 Beban 100%,150%, 200% loading test Penurunan dalam 7 hari,

4.4 Menghitung Kapasitas Daya Dukung Tiang Bored Pile, pada Titik 257

4.4.1 Metode Davisson

Data tiang bored pile:

- Diameter tiang (D) = 100 cm

- Panjang tiang = 23,3 m

- Keliling tiang bore pile (O) = π x 100 cm = 314,1593 cm

- Luas tiang bore pile (A p ) = 1/4x π x 1002 = 7853,982 cm2

- Beban rencana = 400 Ton Beban Uji = 800 Ton

Cara kerja = Cycle loading

Universitas Sumatera Utara


Davisson (1973), mengusulkan cara yang telah banyak dipakai saat ini. Cara ini

mendefenisikan kapasitas ultimit Bored Pile pada penurunan tiang sebesar:

0,012 d r + 0,1d/d r + QD/(AE)

dengan,

- d = diameter/lebar tiang

- d r = lebar referensi = 1 ft =300 mm

- Q = beban yang bekerja pada tiang

- D = kedalaman tiang

- A = luas tampang tiang

- E = modulus elastis tiang = 200.000 Mpa,

untuk baja = 15.200 σ r (f c’ / σ r )0.5 σ r = 0,1 Mpa

Maka:

- E = 15.200 σr(f c’ / σ r )0.5

= 15.200 x 100 x 350000.5/100

= 28,4 x 106 KN/m2 = 28,4 KN/mm2

- Qu = 0,012 dr + 0,1d/d r + QD/(AE)

- Qu = 0,012 (300) + 0,1 (1000)/(300) + Q (23300)/(¼ π10002 x 28,4)

- Qu = 3,6 + 0,333 + 0,0013 Q = 3,933 + 0,00104 Q (persamaan garis linier)

Dengan menggambarkan garis ini pada kurva beban penurunan diperoleh beban

maksimum (Q u ) = 780 ton. Untuk penurunan akibat beban dari hasil loading test untuk

bore hole 1 dapat dirangkum pada Tabel 4.4.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.4 Penurunan akibat beban dari hasil loading test (Data Proyek Crystal Square,
2005)
No. Cycle No. Urut % Jam Test Duration Penurunan
load(ton) (hari) rata-rata(mm)
Cycle I 1 0 17.40 0.00 0.00 0.00
2 25 18.40 100.00 0.0417 -0.29
3 50 20.45 200.00 0.0854 -1.96
4 25 21.07 100.00 0.0258 -1.70
5 0 22.10 0.00 0.0429 -0.98
Cycle II 6 50 22.40 200.00 0.0125 -1.97
7 75 23.05 300.00 0.0271 -2.95
8 100 2.35 400.00 0.1375 -5.80
9 75 2.57 300.00 0.0092 -5.68
10 50 3.20 200.00 0.0263 -4.86
11 0 4.25 0.00 0.0438 -2.38
Cycle III 12 50 4.55 200.00 0.0125 -3.53
13 100 5.50 400.00 0.0396 -5.78
14 125 10.10 500.00 0.1917 -7.56
15 150 13.30 600.00 0.1333 -10.56
16 125 13.51 500.00 0.0087 -10.76
17 100 14.12 400.00 0.0254 -10.02
18 50 14.57 200.00 0.0188 -7.85
19 0 15.58 0.00 0.0421 -3.46
Cycle IV 20 50 16.30 200.00 0.0300 -5.68
21 100 16.59 400.00 0.0121 -5.90
22 150 17.32 600.00 0.0304 -7.88
23 175 19.12 700.00 0.0750 -10.78
24 200 20.05 800.00 0.0388 -24.82
25 175 20.27 700.00 0.0092 -24.64
26 150 20.48 600.00 0.0088 -23.43
27 100 21.09 400.00 0.0254 -20.86
28 50 22.2 200.00 0.0463 -17.54
29 0 24.21 0.00 0.0838 -10.67

Universitas Sumatera Utara


Pembebanan vertikal secara mendetail data siklus pembebanan loading test dapat

ditunjukkan pada Tabel 4.5

Tabel 4.5 Data siklus pembebanan loading test (Data Proyek Crystal Square, 2005)
No Cycle Besar Beban (%) Waktu Konsolidasi Beban Loading Test (ton)
Cycle I 25 % 1 jam 100
50 % 2 jam 200
25 % 20 menit 100
0% 1 jam 0
Cycle II 50 % 20 menit 200
75 % 1 jam 300
100 % 2 jam 400
75 % 20 menit 300
50 % 20 menit 200
0% 1 jam 0
Cycle III 50 % 20 menit 200
100 % 20 menit 400
125 % 1 jam 500
150 % 2 jam 600
125 % 1 jam 500
100 % 20 menit 400
50 % 20 menit 200
0% 1 jam 0
Cycle IV 50 % 20 menit 200
100 % 20 menit 400
150 % 20 menit 600
175 % 1 jam 700
200 % 24 jam 800
175 % 20 menit 7
0% 10 menit 0

Universitas Sumatera Utara


Hasil perhitungan daya dukung tiang bored pile dengan metode Davisson dan

Marzukiewicz pada titik BH-2 dapat dirangkum dalam Tabel 4.6

Tabel 4.6 Hasil pengujian laboratorium setiap lapisan pada lokasi BH-2
No. Cycle No. Urut % Jam Test Duration Penurunan
load (hari) rata-rata
( ton) (mm)
Cycle I 1 0 17.40 0.00 0.00 0.00
2 25 18.40 100.00 0.0417 -0.29
3 50 20.45 200.00 0.0854 -1.96
4 25 21.07 100.00 0.0258 -1.70
5 0 22.10 0.00 0.0429 -0.98
Cycle II 6 50 22.40 200.00 0.0125 -1.97
7 75 23.05 300.00 0.0271 -2.95
8 100 2.35 400.00 0.1375 -5.80
9 75 2.57 300.00 0.0092 -5.68
10 50 3.20 200.00 0.0263 -4.86
11 0 4.25 0.00 0.0438 -2.38
Cycle III 12 50 4.55 200.00 0.0125 -3.53
13 100 5.50 400.00 0.0396 -5.78
14 125 10.10 500.00 0.1917 -7.56
15 150 13.30 600.00 0.1333 -10.56
16 125 13.51 500.00 0.0087 -10.76
17 100 14.12 400.00 0.0254 -10.02
18 50 14.57 200.00 0.0188 -7.85
19 0 15.58 0.00 0.0421 -3.46
Cycle IV 20 50 16.30 200.00 0.0300 -5.68
21 100 16.59 400.00 0.0121 -5.90
22 150 17.32 600.00 0.0304 -7.88
23 175 19.12 700.00 0.0750 -10.78
24 200 20.05 800.00 0.0388 -24.82
25 175 20.27 700.00 0.0092 -24.64
26 150 20.48 600.00 0.0088 -23.43
27 100 21.09 400.00 0.0254 -20.86
28 50 22.2 200.00 0.0463 -17.54
29 0 24.21 0.00 0.0838 -10.67

Universitas Sumatera Utara


Dari Gambar 4.7 hubungan beban dengan penurunan dengan hasil loading test

beban dimulai dari 0 (nol) sampai beban maksimum 800 ton. Perhitungan beban penurunan

akibat beban hasil loading test pada BH2 Tabel 4.6.

0 200 400 600 800 1000


0,00

-5,00

-10,00
PENURUNAN (mm)

-15,00

-20,00

-25,00

-30,00
TEST LOAD (TON) Cycle1 Cycle2 Cycle3 Cycle4

Gambar 4.7 Beban penurunan akibat beban hasil loading test pada BH2

Prosedur perhitungan kapasitas daya dukung tiang bore pile dari data loading test
dengan metode Davisson:
- X = 0,15 + D/12 (ichi).

= 0,15 + 100 / 2,54


120

= 0,478 inchi = 12,14 mm.

Universitas Sumatera Utara


Hasil perhitungan beban penurunan akibat beban hasil loading test pada BH2 Tabel

4.6. Maka hubungan beban dengan penurunan dengan metode Davisson dengan percobaan

Bore hole 2, beban dimulai dari 0 (nol) sampai beban maksimum 775 ton. Gambar beban

penurunan dengan menggunakan metode Davisson dapat dilihat pada BH2 Gambar 4.8.

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900


0,00

-5,00

-10,00
PENURUNAN (mm)

-15,00

-20,00

-25,00

-30,00
TEST LOAD (TON) Cycle1 Cycle2 Cycle3 Cycle4
Gambar 4.8 Beban dan penurunan metode Davisson dengan percobaan bore hole 2.

4.4.2 Metode Mazurkiewicz


Menghitung kapasitas daya dukung tiang bored pile dari data loading test dengan

metode Mazurkiewicz. Prosedur penentuan beban ultimate dari pondasi tiang dengan

menggunakan metode Mazurkiewicz adalah sebagai berikut:

a. Diplot kurva beban uji yang diberikan terhadap penurunan.

b. Menarik garis dari beberapa titik penuruann yang dipilih hingga memotong kurva,

kemudian ditarik garis vertikal hingga memotong sumbu beban.

Universitas Sumatera Utara


c. Dari perpotongan setiap beban tersebut dibuat garis bersudut 45° terhadap garis

perpotongan berikutnya dan seterusnya. Menghubungkan titik-titik yang terbentuk ini

hingga menghasilkan sebuah garis lurus. Perpotongan garis lurus ini dengan sumbu

beban merupakan beban ultimitnya yaitu Q ult = 780 ton. Hasilnya dapat dilihat pada

Gambar 4.9.

0 200 400 600 800 1000


0,00

-5,00

-10,00
PENURUNAN (mm)

-15,00

-20,00

-25,00

-30,00
TEST LOAD (TON) Cycle1 Cycle2 Cycle3 Cycle4

Gambar 4.9 Hasil beban dan penurunan Metode Mazurkiewicz

Dari Gambar 4.9 hubungan beban dengan penurunan dengan Mazurkiewicz, beban

dimulai dari 0 (nol) sampai beban maksimum 780 ton. Dari Gambar 4.10 hubungan beban

dengan waktu beban dimulai dari 0 (nol), sampai beban maksimum 800 ton.dapat dilihat

Universitas Sumatera Utara


bahwa semakin besar beban yang diberikan makin besar waktu yang dibutuhkan dalam

penelitian ini diperoleh 1,1 hari.

900
1.1
800 1
700
0.8
600 3
Beban (ton)

500
0.3
400 7
300
0.1
200
27
100

0
Waktu (hari)

Beban

Gambar 4.10 Beban dan waktu dengan percobaan BH2


Hasil daya dukung tanah loading test pada BH2 dapat dirangkum dalam Tabel 4.7

Tabel 4.7 Hasil daya dukung tanah loading test pada BH2

Metode Daya dukung tanah (ton)


Davisson 775
Mazurkiewicz 780
Loading test 800

4.5 Penurunan Tiang Tunggal

Besarnya penurunan akibat pemendekan tiang bor dari hasil loading test dapat

dilihat pada Tabel 4.8. Hasil tersebut diperoleh dari perhitungan dengan data tiang bor

sebagai berikut modulus elastisitas tanah tiang (E s ) = 5236,37 kN/m2. Dan modulus

elastisitas tanah pada dasar tiang (E s ) = 65000 kN/m2. panjang tiang (L) 23,3 m, kedalaman

tanah 40 m, diameter tiang 1 m, beban 830 ton.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.11 Modulus elastisitas tanah, Poulus dan Davis (1980).

Gambar 4.12 I 0 Faktor pengaruh penurunan untuk tiang, Poulus dan Davis (1980).
I = I0 x Rk x Rh x Rv

= 0,116

Es = 65000 kN/m2

830𝑥 (0,116)
𝑆 =
65000𝑥1
= 14,81 m.
Hasil perhitungan penurunan akibat pemendekan tiang bor dapat dilihat pada tabel 4.8

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.8.Penurunan akibat pemendekan tiang bor
No. urut Load % Test S / Penurunan Pemendekan Penurunan
Load (ton) rata-rata (mm) Tiang(mm) Tanah(mm)
1 0 0.00 0.00 0 0.00
2 25 103.75 0.32 1.85 -1.53
3 50 207.50 1.96 3.70 -1.74
4 25 103.75 1.49 1.85 -0.36
5 0 0.00 0.94 0.00 0.94
6 50 207.50 1.94 3.70 -1.76
7 75 311.25 2.93 5.55 -2.62
8 100 415.00 5.69 7.41 -1.72
9 75 311.25 5.64 5.55 0.09
10 50 207.50 4.82 3.70 1.12
11 0 0.00 2.37 0.00 2.37
12 50 207.50 3.59 3.70 -0.11
13 100 415.00 5.82 7.41 -1.59
14 125 518.75 7.59 9.26 -1.67
15 150 622.50 10.61 11.11 -0.50
16 125 518.75 10.82 9.26 1.56
17 100 415.00 10.06 7.41 2.65
18 50 207.50 7.89 3.70 4.19
19 0 0.00 4.50 0.00 4.50
20 50 207.50 5.71 3.70 2.01
21 100 415.00 7.90 7.41 0.49
22 150 622.50 10.81 11.11 -0.30
23 175 726.25 14.94 12.96 1.98
24 200 830.00 24.74 14.81 9.93
25 175 726.25 24.70 12.96 11.74
26 150 622.50 23.52 11.11 12.41
27 100 415.00 20.75 7.41 13.34
28 50 207.50 17.46 3.70 13.76
29 0 0.00 10.59 0.00 10.59

Universitas Sumatera Utara


Menghitung penurunan akibat tanah

Cycle I = 1,96 – 3,70 = -1,74 mm

Cycle I I = 5,69 – 7,41 = -1,72 mm

Cycle I II = 10,61 – 11,11 = - 0,50 mm

Cycle I V = 24,74 – 14,81 = 9,93 mm

Hasil penurunan tiang dari data loading test 24,74 mm, penurunan hasil

pemendekan tiang 14,94 mm dan untuk penurunan tanah 9,93 mm. Gambar penurunan

dapat dilihat pada Gambar 4.13

0 200 400 600 800 1000


-4,00

0,00
PENURUNAN (mm)

4,00

8,00

12,00

16,00

TEST LOAD (TON) Cycle1 Cycle2 Cycle3 Cycle4

Gambar 4.13 Penurunan tiang terhadap kedalam tanah

Universitas Sumatera Utara


BAB V

PEMODELAN ELEMEN HINGGA

Dalam melakukan proses perhitungan antara korelasi beban vertikal batas (ultimate)

dengan displacement yang terjadi pada suatu pondasi tiang bor beton dengan elemen

hingga metode numerik dapat digunakan dengan bantuan finite element. Untuk aplikasi

Geoteknik yang mana model tanah digunakan untuk mensimulasikan perilaku tanah.

Sebelum melakukan perhitungan dengan finite element terlebih dahulu harus dipahami teori

tentang pemodelan tanah yang akan dipilih. Kesalahan dalam pemilihan model tanah dapat

kesalahan terhadap hasil perhitungan model tanah. Untuk itu korelasi beban vertical batas

ultimit dengan displacement yang terjadi pada suatu tiang bor model tanah adalah Soft Soil

dengan Analisis Axisymetric. Hasil pemodelan elemen hingga sebagai berikut:

5.1 Cara Pengambilan Input Data untuk Finite Element dengan Menggunakan Soft
Soil Model (Model Tanah Lunak).
5.1.1 Parameter Tiang Bor
Data pondasi diperoleh dari kontraktor panjang Bore Pile 23,3 m, diameter Bore Pile Ø

1000 mm. Menggunakan mutu beton Bore Pile f’c = 25 MPa (K300), mutu baja - D (ulir)

BJTD 40 - ø (polos) BJTP 24, diameter tulangan utama D22, sengkang D10 (Spiral),

jumlah tulangan utama 16 batang.

5.1.2. Parameter Umum Tiang


a. Model material untuk tiang menggunakan model linear elastic
b. Material type untuk tiang digunakan non-porous.
1.2.Parameter khusus tiang
a. Modulus Elastisitas tiang (E) diperoleh berdasarkan mutu beton

Universitas Sumatera Utara


E=4700*(fc’)0.5
b. Poisson rasio (µ) berdasarkan poison rasio beton 0,2

5.1.3 Parameter Tanah


5.1.3.1 Parameter Umum Tanah
a. Model material untuk tanah dapat menggunakan model Linear Elastic, Mohr-Coulomb,

Soft Soil Model, Hardening Soil Model, Soft Soil Creep Model, Jointed Rock Model dan

User defined.

b. Jenis material tanah terdiri dari undrained, drained dan non-porous.

c. Nilai jenuh tanah dan permeabilitas tanah

Untuk kejenuhan tanah berdasarkan percobaan structural density test sedangkan untuk

koefisien permeabilitas (k) berdasarkan percobaan permeability test.

5.1.3.2. Parameter Khusus Tanah


a. Nilai kekakuan tanah (stiffness of soil)
Compression Indeks (Cc) berdasarkan percobaan consolidation test jika tidak tersedia

maka dapat menggunakan nilai Cc seperti tabel di bawah sedangkan untuk Swelling

Indeks (Cs) berdasarkan percobaan Swelling Test karena dari data Swelling Test tidak

tersedia maka diambil nilai Swelling Test berdasarkan referensi buku correlations of soil

poperties.

Untuk melakukan proses perhitungan antara korelasi beban vertikal batas (ultimate)

dengan displacement yang terjadi pada suatu pondasi tiang bor beton dengan elemen

hingga metode numerik dapat digunakan dengan bantuan finite element. Maka nilai C c dan

nilai C s dirangkum pada Tabel 5.1 dan Tabel 5.2 sebagai berikut:

Tabel 5.1. Nilai C c secara empiris

Universitas Sumatera Utara


Jenis tanah Cc
Pasir padat 0.0005-0.001
Pasir tidak padat 0.025-0.05
Lempung agak padat 0.03-0.05
Lempung kenyal 0.06-0.15
Lempung medium s/d lunak 0.15-1.0
Tanah organik 1.0-4.5
Batu Cadas 0

Tabel 5. 2. Nilai C s secara empiris


Potensial swelling (%) Deskripsi
0-1.5 Rendah
1.5-5 Sedang
5-25 Tinggi
>25 Sangat tinggi

Kemudian dengan nilai Cs dan Cc tersebut dapat diperoleh koefisien kekakuan tanah λ*
(lambda) dan К* (kappa).
b. Nilai kekuatan tanah (Strength of Soil)
Nilai kohesi ( c ) dan internal friction (Φ) berdasarkan percobaan direct shear test
sedangkan nilai ψ = ϕ-30o untuk Φ > 30o dan 0o untuk Φ < 30o.

5.2 Data-data Masukan

5.2.1 Siklus (Cycle) Uji Pembebanan (Loading Test) pada Lokasi BH1

- Project : Crystal Town Square

- Working Load : 415 Ton

- Test load : 830 Ton

- Jenis Tiang : Beton

- Diameter Tiang : 1.00 m

- Panjang tiang : 23,3 m

Universitas Sumatera Utara


Sebelum dilakukan perhitungan terlebih dahulu disajikan data-data masukan yang

diperlukan dalam finite element, yaitu data: siklus pembebanan loading test, tiang pancang

dan deskripsi dan parameter tanah hasil pengujian laboratorium setiap lapisan pada lokasi

BH-1, Data siklus pembebanan Loading Test dapat dilihat pada Tabel 5.3

Project : Gedung Crystal Square, 2005 Jl. Imam Bonjol No.6

Working Load : 415 Ton

Test Load : 830 Ton

Jenis Tiang : Beton

Diameter : 1 meter

Panjang Tiang : 23,3 meter

Tabel 5.3 Data siklus pembebanan loading test (Data Proyek Crystal Square, 2005)

No Cycle Besar Beban (%) Waktu Konsolidasi Beban Loading Test (ton)
25 % 1 jam 103.75
50 % 2 jam 207.50
Cycle I
25 % 20 menit 103.75
0% 1 jam 0
50 % 20 menit 207.50
75 % 1 jam 311.25
100 % 2 jam 415.00
Cycle II
75 % 20 menit 311.25
50 % 20 menit 207.50
0% 1 jam 0
50 % 20 menit 207.50
100 % 20 menit 415.00
125 % 1 jam 518.75
150 % 2 jam 622.50
Cycle III
125 % 1 jam 518.75
100 % 20 menit 415.00
50 % 20 menit 207.50
0% 1 jam 0
50 % 20 menit 207.50
100 % 20 menit 415.00
150 % 20 menit 622.50
Cycle IV
175 % 1 jam 726.25
200 % 24 jam 830.00
175 % 20 menit 726.25

Universitas Sumatera Utara


150 % 20 menit 622.50
100 % 20 menit 415.00
50 % 20 menit 207.50
0% 10 menit 0

Hasil finite element dengan pembebanan 830 ton loading test maka hubungan

beban dengan penurunan, beban dimulai dari 0 (nol) sampai beban maksimum 830 ton.

Dapat dilihat pada Gambar 5.1 berikut:

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900


0,00

-5,00
PENURUNAN (mm)

-10,00

-15,00

-20,00

-25,00
TEST LOAD (TON) Cycle1 Cycle2 Cycle3 Cycle4

Gambar 5.1 Hasil finite element dengan pembebanan 830 ton loading test.

Dari Gambar 5.2 hubungan beban dengan waktu beban dimulai 0 (nol) dan 103,75

ton sampai beban maksimum 830 ton.dapat dilihat bahwa semakin besar beban yang

diberikan makin besar waktu yang dibutuhkan dalam penelitian ini diperoleh 504 jam.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 5.2 Hasil beban terhadap waktu dengan menggunakan finite element.
Hasil pengujian laboratorium (Data Proyek Crystal Square, 2005) setiap lapisan

pada lokasi BH-1 dengan Beban 830 ton. Penurunan rata-rata dapat dilihat pada Tabel 5.4

dengan pengujian tiang setelah beton berumur 28 hari.

Tabel 5.4 Hasil pengujian laboratorium penurunan setiap lapisan pada lokasi BH-1
No. Cycle % Jam Test load (ton) Duration (hari) Penurunan rata-rata (mm)
0 13.37 0.00 0.00 0.00
25 14.37 103.75 0.0417 -0.32
Cycle I 50 14.41 207.50 0.0017 -1.96
25 16.42 103.75 0.0838 -1.49
0 17.03 0.00 0.0254 -0.94
50 18.09 207.50 0.0442 -1.94
75 18.32 311.25 0.0096 -2.93
100 19.35 415.00 0.0429 -5.69
Cycle II
75 21.36 311.25 0.0837 -5.64
50 21.57 207.50 0.0088 -4.82
0 22.18 0.00 0.0254 -2.49
50 23.20 207.50 0.0425 -3.53
100 23.42 415.00 0.0092 -5.81
125 24.03 518.75 0.0254 -7.58
150 1.04 622.50 0.9579 -10.43
Cycle III
125 3.05 518.75 0.0838 -10.75
100 3.26 415.00 0.0088 -10.02
50 3.47 207.50 0.0088 -7.86
0 4.08 0.00 0.0254 -3.52
50 5.09 207.50 0.0421 -5.68
100 5.30 415.00 0.0088 -7.90
150 5.51 622.50 0.0088 -10.79
175 6.12 726.25 0.0254 -14.89
200 7.2 830.00 0.0450 -24.82
Cycle IV
175 7.21 726.25 0.0004 -24.64
150 7.42 622.50 0.0088 -23.42
100 8.03 415.00 0.0254 -20.85
50 8.24 207.50 0.0088 -17.50
0 8.45 0.00 0.0087 -10.74

Universitas Sumatera Utara


Hasil daya dukung tanah dengan finite element pada BH1 dapat dirangkum dalam

Tabel 5.5.

Tabel 5.5 Hasil Daya Dukung tanah finite element (Data Proyek Crystal Square, 2005)

Metode Daya dukung tanah (ton)


Davisson 780
Mazurkiewicz 840
Loading test 830

Hasil perhitungan finite element berdasarkan data loading test pada lokasi bore hole

1 dengan beban 780 ton. Dapat dilihat pada Gambar 5.3 dengan pengujian tiang setelah

beton berumur 28 hari.

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900


0,00

-5,00
PENURUNAN (mm)

-10,00

-15,00

-20,00

-25,00
TEST LOAD (TON) Cycle1 Cycle2 Cycle3 Cycle4

Gambar 5.3 Penurunan dalam metode Davisson hasil finite element.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 5.4 Penurunan dalam metode Mazukiewicz Beban 830 ton, hasil finite

element. (Data Proyek Crystal Square, 2005) dengan penurunan maksimum 24,82 mm dan

penurunan permanen17,78 mm.

0 200 400 600 800 1000


0,00

-5,00

-10,00
PENURUNAN (mm)

-15,00

-20,00

-25,00

TEST LOAD (TON) Cycle1 Cycle2 Cycle3 Cycle4

Gambar 5.4 Penurunan dalam metode Mazukiewicz beban 830 ton,

Perhitungan daya dukung tiang bored pile dari data SPT memakai hasil beban

100%,150%, 200% dengan finite element penurunan dalam 7 hari dapat dirangkum dalam

Tabel 5.6 berikut:

Universitas Sumatera Utara


Tabel 5.6 Hasil penurunan akibat beban dengan finite element dalam 7 hari.
No. Cycle No. % Jam Test Duration Penurunan
Urut load (hari) rata-rata
( ton) (mm)
Cycle I 1 0 13.37 0.00 0.00 0.00
2 25 14.37 103.75 0.0417 -0.20
3 50 14.41 207.50 0.0017 -1.30
4 25 16.42 103.75 0.0838 -1.10
5 0 17.03 0.00 0.0254 -0.80
Cycle II 6 50 18.09 207.50 0.0442 -1.50
7 75 18.32 311.25 0.0096 -2.56
8 100 19.35 415.00 0.0429 -4.80
9 75 21.36 311.25 0.0837 -3.96
10 50 21.57 207.50 0.0088 -2.98
11 0 22.18 0.00 0.0254 -0.88
Cycle III 12 50 23.20 207.50 0.0425 -1.53
13 100 23.42 415.00 0.0092 -3.81
14 125 24.03 518.75 0.0254 -5.58
15 150 1.04 622.50 0.0421 -8.55
16 125 3.05 518.75 0.0838 -8.75
17 100 3.26 415.00 0.0088 -8.52
18 50 3.47 207.50 0.0088 -5.86
19 0 4.08 0.00 0.0254 -2.72
Cycle IV 20 50 5.09 207.50 0.0421 -3.68
21 100 5.30 415.00 0.0088 -5.90
22 150 5.51 622.50 0.0088 -8.79
23 175 6.12 726.25 0.0254 -12.95
24 200 7.2 830.00 0.0450 -22.82
25 175 7.21 726.25 0.0004 -22.61
26 150 7.42 622.50 0.0088 -21.33
27 100 8.03 415.00 0.0254 -18.88
28 50 8.24 207.50 0.0088 -15.32
29 0 8.45 0.00 0.0087 -8.74
1 0 0 0.00 0.0000 0.00

Hasil perhitungan pada Tabel 5.6 dapat Gambar 5.5, hasil finite element. Penurunan dalam

7 hari, dimana pembebanan dimulai dari 0 (nol) sampai beban maksimum 830 ton.

Universitas Sumatera Utara


0 100 200 300 400 500 600 700 800 900
0,00

-0,50

-1,00
PENURUNAN (mm)

-1,50

-2,00

-2,50
TEST LOAD (TON) Cycle1 Cycle2 Cycle3 Cycle4
Cycle1A Cycle2A Cycle3A Cycle4A

Gambar 5.5 Hasil beban dan penurunan 7 hari dengan finite element.
Hasil perbandingan penurunan akibat beban dengan hasil loading test dan finite

element dapat dirangkum dalam Tabel 5.7. Beban loading test 100% adalah 415 ton

penurunan 5,69 mm, finite element 100% adalah 415 ton dengan penurunan 3,81 mm,

untuk beban loading test 150% adalah 622,5 ton dengan penurunan 10,43 mm, dan untuk

finite element 150% adalah 622,5 ton dengan penurunan 8,55 mm. Beban loading test

200% adalah 830 ton dengan penurunan 24,64 mm, finite element 200% adalah 830 ton

dengan penurunan 22,82 mm.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 5.7 Perbandingan hasil pembebanan antara finite element dan loading test (Data
Proyek Crystal Square, 2005)
Beban % Beban (ton) Penurunan
Test Loading 100% 415 ton 5,69 mm
FEM 100% 415 ton 3,81 mm
Test Loading 150% 622,5 ton 10,43 mm
FEM 150% 622,5 ton 8,55 mm
Test Loading 200% 830 ton 24,64 mm
FEM 200% 830 ton 24,82 mm

Hasil gabungan penurunan akibat beban dengan hasil loading test dan finite element

dapat dilihat pada Gambar 5.6. Beban rencana ( load design) loading test 415 ton, finite

element 415 ton untuk 7 hari 415, beban maksimum ( maximum load) 830 ton, finite

element 830 ton untuk 7 hari 830 ton, penurunan permanen (mm) loading test 19,63 mm,

finite element 17,78 mm untuk 7 hari 18,88 mm. Rebound maksimum elastis (mm) loading

test 5,01 mm, finite element 5,04 mm untuk 7 hari 3,81 mm, penurunan maksimum, pada

beban maksimum (mm) loading test 24,64 mm, finite element 24,74 mm untuk 7 hari 22,82

mm.

Universitas Sumatera Utara


0,00 200,00 400,00 600,00 800,00 1000,00
0,00

PENURUNAN (mm) -5,00

-10,00 Loading test

-15,00
FEM/Plaxis 6
nodal
-20,00

-25,00

-30,00

BEBAN ( TON)

Gambar 5.6 Hasil perbandingan finite element dengan loading test

Untuk hasil pada dengan loading test dan finite element untuk BH2 ( Bore Hole 2)

diperoleh hasil perhitungan loading test dan pemodelan elemen hingga untuk titik lain

(Bore Hole 2) dengan mempergunakan finite element dapat adalah daya dukung ultimit

sebagai berikut. Beban rencana (load design) untuk hasil loading test sebesar 400 ton,

untuk hasil finite element 400 ton. Beban maksimum (maximum load) 800 untuk finite

element 800 ton, penurunan permanen hasil loading test 19,81 mm dan finite element 17,88

mm dengan perbedaan 9,74%, rebound maximum elastic (mm) untuk loading test 5,01 mm

dan untuk finite element 5,02 mm dengan perbedaan 0,2%, penurunan maksimum pada

beban maksimum loading test sebesar 24,82 mm dan finite element 22,90 mm perbedaan

penurunan 7,38%. Dari hasil loading test dan simulasi finite element untuk BH2 (Bore

Hole 2) maka hasil perhitungan dapat dilihat pada Gambar 5.7.

Universitas Sumatera Utara


0 200 400 600 800 1000
0,00

-5,00

PENURUNAN (mm)
-10,00

-15,00

-20,00

-25,00

-30,00
TEST LOAD (TON) Cycle1 Cycle2 Cycle3 Cycle4
Gambar 5.7 Beban dan penurunan dengan hasil Finite Elemen BH2 (Data Proyek Crystal
Square, 2005)

Hasil gabungan penurunan akibat beban dengan hasil loading test dan finite element

dapat dilihat pada Tabel 5.8. Beban rencana (load design) loading test 415 ton, finite

element 415 ton, beban maksimum (maximum load) 830 ton, finite element 830 ton,

penurunan permanen (mm) loading test 19,63 mm, finite element 17,78 mm. Rebound

maksimum elastis (mm) loading test 5,01 mm, finite element 5,04 mm. Penurunan

maksimum, pada beban maksimum (mm) loading test 24,64 mm, finite element 24,74 mm.

Universitas Sumatera Utara


0 200 400 600 800 1000
0

-5
beban
-10
Fem /Plaxis
-15 Fem 7 Hari
Loading Test
-20

-25

-30

Gambar 5.8 Kurva hubungan beban dan penurunan 7 hari beban 200%

Perhitungan penurunan maksimum, plastis dan elastik beban 200% dan

dikonsolidasi selama 7 hari besar penurunan adalah 24,64 mm untuk loading test, 22,82

mm dengan finite element ini dapat dilihat pada Gambar 5.8.

Tabel 5.8 Hasil perbandingan perhitungan finite element (Hardening Soil) dengan loading
test pada lokasi bore hole 1
Uraian Loading Test FEM( Soft Soil Perbedaan
model)
1. Beban Rencana ( Load Design) 415 415 0
2. Beban Maksimum ( Maximum 830 830 0
Load)
3. Penurunan permanen (mm) 19,63 17,78 9,42 %
4. Rebound maksimum elastis 5,01 5,04 0,6 %
(mm)
5. Penurunan maks. pd beban 24,64 24,82 7,38
maksimum (mm)

Hasil gabungan penurunan akibat beban dengan hasil loading test dan finite element

dapat dilihat pada Gambar 5.6. Beban rencana ( load design) loading test 400 ton, finite

element 400 ton, Beban maksimum ( maximum load) 800 ton, finite element 800 ton,

penurunan permanen (mm) loading test 19,81 mm, finite element 17,88 mm. Rebound

Universitas Sumatera Utara


maksimum elastis (mm) loading test 5,01 mm, finite element 5,02 mm. Penurunan

maksimum, pada beban maksimum (mm) loading test 24,82 mm, finite element 22,90 mm.

Tabel 5.9 Hasil perbandingan perhitungan finite element (Hardening Soil) dengan loading
test pada lokasi Bore Hole 2
Uraian Loading Test FEM (Soft Soil Perbedaan
model)
1. Beban Rencana ( Load Design) 400 400 0
2. Beban Maksimum ( Maximum 800 800 0
Load)
3. Penurunan permanen (mm) 19,81 17,88 9,74 %
4. Rebound maksimum elastis 5,01 5,02 0,2 %
(mm)
5. Penurunan maks. pd beban 24,82 22,90 7,38
maksimum (mm)

5.3 Hasil Perhitungan Elemen Hingga

Dari hasil perhitungan dengan metode elemen hingga / Plaxis pada BH1 ( Bore

Hole 1) dan BH2 (Bore Hole 2) besarnya penurunan pada tiang dengan menggunakan

elemen segitiga 15 nodal, kemudian hasilnya dibandingkan dengan hasil loading test dan

FEM/Plaxis dengan 6 nodal seperti pada Gambar 5.9.

Gambar 5.9. Besar penurunan maksimum berdasarkan perhitungan FEM/Plaxis dengan


menggunakan elemen segitiga 6 nodal untuk bore hole 1 dan bore hole 2.

Universitas Sumatera Utara


Untuk Bore Hole 1

Penurunan maksimum tiang dengan loading test = 24.64 mm, Penurunan

maksimum tiang secara FEM/Plaxis dengan elemen segitiga 6 nodal = 22.82 mm,

penurunan maksimum tiang secara FEM/Plaxis dengan elemen segitiga 15 nodal = 23.65

mm, besar penurunan maksimum dengan menggunakan elemen segitiga 6 nodal untuk BH-

1 dapat dilihat pada Gambar 5.10.

0,00 200,00 400,00 600,00 800,00 1000,00


0,00

-5,00
Loading test
PENURUNAN (mm)

-10,00
FEM/Plaxis 6
-15,00 nodal
FEM/Plaxis
-20,00 15 nodal

-25,00

-30,00

BEBAN ( TON)

Gambar 5.10 Besar penurunan maksimum dengan menggunakan elemen segitiga 6 nodal
untuk BH-1

Untuk Bore Hole 2

Penurunan maksimum tiang dengan loading test = 24.82 mm, Penurunan

maksimum tiang secara FEM/Plaxis dengan elemen segitiga 6 nodal = 22.90 mm,

penurunan maksimum tiang secara FEM/Plaxis dengan elemen segitiga 15 nodal = 23.73

Universitas Sumatera Utara


mm, besar penurunan maksimum dengan menggunakan elemen segitiga 6 nodal untuk BH-

2 dapat dilihat pada Gambar 5.11.

0,00 200,00 400,00 600,00 800,00 1000,00


0,00

-5,00 Loading
PENURUNAN (mm)

test
-10,00 FEM/Plaxi
s 6 nodal
-15,00 FEM/Plaxi
s 15 nodal
-20,00

-25,00

-30,00

BEBAN ( TON)

Gambar 5.11 Besar penurunan maksimum dengan menggunakan elemen segitiga 6 nodal
untuk BH-2

Hasil perhitungan dengan metode elemen hingga dengan finite element Bore Hole 1

(BH1) dan Bore Hole 2 (BH2) dengan elemen segitiga dengan 15 nodal hasilnya lebih

mendekati dengan hasil loading test tetapi membutuhkan waktu yang cukup lama ( 2.5

kali) waktu yang dibutukan untuk mengeksekusi hasil dengan menggunakan elemen

segitiga dengan 6 nodal.

5.4 Kenaikan Pori Ekses

Disipasi tekanan air pori adalah penurunan secara berangsur-angsur tekanan air pori

ekses akibat mengalirnya air dari pori-pori tanah dimana tekanan air pori ekses ini adalah

tekanan air pori tanah akibat pemberian beban seketika. Pada Gedung Crystal Square

dimulai dari pembebanan I yaitu sebesar 0 (nol) ton sampai 415 ton. Atau terjadi pada saat

Universitas Sumatera Utara


cycle ke-3 dengan beban 100% dari working load. Dimana penurunan ini mengalami

perlawanan gesek antara dinding tiang dan tanah disekitarnya, ini dipengaruhi konsolidasi

lapisan tanah, dimana pada saat ini tanah dalam konsidi elastis.

Gambar 5.12 Tekanan pori ekses untuk pertambahan tekanan yang mencakup tekanan
prakonsolidasi

Pada Gedung Crystal Square saat loading test normal tekanan air pori yang terjadi

sebesar 15,87 kN/m2 kemudian untuk kondisi 7 hari besar acces pore pressure adalah

sebesar 18,28 kN/m2. Dapat dilihat pada Gambar 5.13

Gambar 5.13 Tekanan pori akses.

Universitas Sumatera Utara


5.5 Transfer Beban Friksi dan End Bearing

Gambar 2.14 dalam transfer beban friksi untuk local sebesar 103,673 ton dan

komulatif 1275,047 ton dengan batas maksimum lendutan adalah 38 mm sehingga masih

dibawah batas yang diijinkan.

120

100

80

60 beban friksi

40

20

Gambar 5.14 Kurva Tranfer Beban Friksi

Gaya gesek ini akan bekerja bila displacement yang terjadi masih dalam ambang

batas 0,4% dari diameter pile atau displacement yang terjadi sebesar 4 mm.

Pada Proyek Crystal Square, beban friksi dimulai dari 0 (nol) sampai beban 415

ton, penurunan tersebut terjadi akibat perlawanan gesek antara dinding tiang dan tanah

sekitar dimana tahan gesek tersebut juga dipengaruhi konsolidasi lapisan tanah. Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa tiang masih dalam keadaan elastik.

Universitas Sumatera Utara


250,0

200,0

150,0
end bearing
100,0

50,0

0,0

Gambar 5.15 Kurva Tranfer Beban End Bearing atau beban tahanan ujung

Gaya tahanan ujung ini akan bekerja bila displacement yang terjadi masih dalam

ambang batas 0.6% dari diameter pile atau displacement yang terjadi sebesar 60 mm. Pada

Proyek Crystal Square, beban friksi dimulai dari 0 (nol) sampai beban 830 ton,

pentransferan beban tahanan ujung tersebut terjadi pada lokasi tanah yang lunak yang

berada pada atas tanah keras.

Tiang dicor mencapai tanah keras atau batuan dasar agar tidak terjadi penurunan

yang berlebih, kapasitas tiang ditentukan oleh tahanan dukung lapisan keras yang berada

dibawah ujung tiang. Dan ini sudah dalam keadaan plastis, pada Proyek Crystal Square

friction lebih dominan dibanding end bearing.

5.6 Perbandingan Penurunan Akibat Beban antara Soft Soil dan Mohr Couloumb

Perbandingan penurunan akibat beban antara soft soil dan Mohr Couloumb

(Suhairiani, 2012) Hasil loading test dan hasil finite element adalah sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


Beban rencana (load design) soft soil loading test 415 ton, finite element 415 ton

untuk 7 hari 415, beban rencana (load design) Mohr Coulomb loading test 415 ton, finite

element 415 ton untuk 7 hari 415 ton.

Beban maksimum ( Maximum Load) soft soil loading test 830 ton, finite element

830 ton untuk 7 hari 830 ton, beban maksimum ( maximum load) Mohr Coulomb loading

test 830 ton, finite element 830 ton untuk 7 hari 830 ton.

Penurunan permanen (mm) Soft Soil loading test 19,63 mm, finite element 17,78

mm untuk 7 hari 18,88 mm. Penurunan permanen (mm) Mohr Coulomb loading test 10,59

mm, finite element 11,03 mm untuk 7 hari 11,55 mm.

Rebound maksimum elastis (mm) soft soil loading test 5,01 mm, finite element 5,04

mm untuk 7 hari 3,81 mm. Rebound maksimum elastis (mm) Mohr Coulomb loading test

14,15 mm, finite element 13,78 mm untuk 7 hari 13,4 mm.

Penurunan maksimum, pada beban maksimum (mm) soft soil loading test 24,64

mm, finite element 24,82 mm untuk 7 hari 22,82 mm. Penurunan maksimum, pada beban

maksimum (mm) Mohr Coulomb loading test 24,74 mm, finite element 24,81 mm untuk 7

hari 24,95 mm. Perbandingan penurunan akibat beban antara soft soil dan Mohr Couloumb

(Suhairiani, 2012) Hasil loading test dan hasil finite element seperti dalam Tabel 5.10

Universitas Sumatera Utara


Tabel 5.10 Perbandingan penurunan akibat beban antara Soft Soil dan Mohr Couloumb
(Suhairiani, 2012)
Uraian Loading Test FEM 7 Hari
Beban rencana ( load design) Soft
1. 415 415 415
Soil
Beban rencana ( load design)
415 415 415
Mohr Coulomb
Beban maksimum ( maximum
2. 830 830 830
load) Soft Soil
Beban maksimum ( maximum
830 830 830
load) Mohr Coulomb
Penurunan permanen (mm) Soft
19,63 17,78 18,88
Soil
3.
Penurunan permanen (mm) Mohr
10,59 11,03 11,55
Coulomb
Rebound maksimum elastis (mm)
Soft Soil 5,01 5,04 3,81
4.
Rebound maksimum elastis (mm) 14,15 13,78 13,4
Mohr Coulomb
Penurunan maks. pd beban
24,64 24,74 22,82
maksimum (mm) Soft Soil
5.
Penurunan maks. pd beban
24,74 24,81 24,95
maksimum (mm) Mohr Coulomb

Universitas Sumatera Utara


BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Hasil perbandingan perhitungan finite element dan loading test pada lokasi Bore

Hole 1 adalah: Beban rencana (load design) untuk hasil loading test sebesar 415

ton. Beban maksimum (maximum load) 830. Penurunan permanen hasil loading test

19,63 mm dan finite element 17,78 mm dengan perbedaan 9,42%, rebound

maximum elastic (mm) untuk loading test 5,01 mm dan untuk finite element 5,04

mm dengan perbedaan 0,6%, penurunan maksimum pada beban maksimum loading

test sebesar 24,64 mm dan finite element 22,82 mm perbedaan penurunan 7,38%.

Untuk loading test pada pembebanan 100% atau 415 ton maka lendutan dari hasil

loading test adalah 5,69 mm sedangkan dari perhitungan finite element sebesar 3,81

mm, untuk loading test pada pembebanan 150% atau 622,5 ton maka lendutan dari

hasil loading test adalah 10,43 mm sedangkan dari perhitungan finite element

sebesar 8,55 mm, untuk loading test pada pembebanan 200% atau 830 ton maka

lendutan dari hasil loading test adalah 24,64 mm sedangkan dari perhitungan finite

element sebesar 22,82 mm.

2. Untuk hasil pada dengan loading test dan finite element untuk BH2 (Bore Hole 2)

diperoleh hasil perhitungan loading test dan pemodelan elemen hingga untuk titik

lain (Bore hole 2) dengan mempergunakan finite element dapat adalah daya dukung

ultimit sebagai berikut. Beban rencana (load design) untuk hasil loading test

sebesar 400 ton. Beban maksimum (maximum load) 800. Penurunan permanen hasil

loading test 19,81 mm dan finite element 17,88 mm dengan perbedaan 9,74%,

Universitas Sumatera Utara


Rebound maximum elastic (mm) untuk loading test 5,01 mm dan untuk finite

element 5,02 mm dengan perbedaan 0,2%, penurunan maksimum pada beban

maksimum loading test sebesar 24,82 mm dan finite element 22,90 mm perbedaan

penurunan 7,38%. Dari hasil perhitungan dengan soft soil model maka hasil yang

diperoleh untuk lendutan maksimum pada beban maksimum < 25 mm sehingga

tiang bor masih aman terhadap penurunan untuk beban maksimum. Hasil

perhitungan finite element Bore Hole 1 (BH1) dan Bore Hole 2 (BH2) mendekati

dengan hasil loading test.

3. Hasil perhitungan dengan loading test dibandingkan dengan metode elemen hingga

/ Plaxis dengan menggunakan elemen segitiga 6 nodal dan elemen segitiga 15 nodal

untuk BH1 ( Bore Hole 1) dan BH2 (Bore Hole 2) diperoleh hasil sebagai berikut:

- Untuk Bore Hole 1

Penurunan maksimum tiang dengan loading test = 24.64 mm

Penurunan maksimum tiang secara FEM/Plaxis dengan elemen segitiga 6 nodal =

22.82 mm. Penurunan maksimum tiang secara FEM/Plaxis dengan elemen segitiga

15 nodal = 23.65 mm

- Untuk Bore Hole 2

Penurunan maksimum tiang dengan loading test = 24.82 mm

Penurunan maksimum tiang secara FEM/Plaxis dengan elemen segitiga 6 nodal =

22.90 mm. Penurunan maksimum tiang secara FEM/Plaxis dengan elemen segitiga

15 nodal = 23.73 mm

Hasil perhitungan dengan metode elemen hingga dengan Plaxis Bore Hole 1 (BH1) dan

Bore Hole 2 (BH2) dengan elemen segitiga dengan 15 nodal hasilnya lebih mendekati

dengan hasil loading test tetapi membutuhkan waktu yang cukup lama (2.5 kali) waktu

Universitas Sumatera Utara


yang dibutukan untuk mengeksekusi hasil dengan menggunakan elemen segitiga dengan 6

nodal.

6.2 Saran

Penulis menyarankan masih perlu penelitian lanjutan yang lebih akurat, dalam

penggunaan finite element untuk menghitung daya dukung batas ultimit dan penurunan

tiang bor/bore pile terutama yang dapat dilakukan untuk beban-beban kombinasi antara

aksial dan momen.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Bowles, J.E., 1996. Foundation Analysis and Design, 5rd Edition, Mc-Graw Hill, Inc.
New York.
Brinkgreve, R.B.J., 2002. Plaxis Reference Manual v8.2, Plaxis b.v, AN DELFT,
Netherlands.
Das, B.M., 2011. Principle of Foundation Engineering, Seventh Edition, PWS- KENT
Publishing Company, Boston.
Das, B.M., 1995. Alih Bahasa: Nur E. M, Indra, S.B., Prisip-Prinsip Rekayasa Geoteknik,
Jilid 1, Erlangga, Surabaya.
Das, B.M., 1999. Fundamental of Geotechnical Engineering, Australia : Brooks/Cole
Thomson Learning.
Fellenius, H. B., 2004. Basics of Foundation Design, eLib AB, Geoforum.com
Hardiyatmo, H.C., 2001. Teknik Pondasi, jilid 1 dan 2, Penerbit Gramedia, Jakarta.
Poulos, H. G., and Davis, E. H., 1980. Pile Foundation Analysis And Design, New York.
Lambe, T.W., 1969. Soil Mechanics, Wiley. J and Son, Inc, New York.
Prakash, S., and Sharma. H.D., 1990. “Pile Foundations in Engineering Practice”, Wiley.J
and Sons inc, New York.
Sinaga, S., 2009. Analisa Daya Dukung Dan Penurunan Borepile Tunggal Dengan
Menggunakan Model Tanah Mohr Coloumb Pada Proyek City Hall Town Square,
Tesis, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.
Sosrodarsono, S., dan Nakazawa, K. Alih Bahasa: Taulu, L., dkk, 1983. Mekanika Tanah
dan Teknik Pondasi, Cetakan Kedua, Pradnya Pramita, Jakarta.
Tomlinson, M.J., 1997. Pile Design and Construction, 1st Edition, View Point Publishing,
London.
William Weaver, Jr. Paul. R., Jhonston., 1993. Elemen Hingga Analitis Struktur. Eresco,
Bandung.
American Society For Testing And Materials. D., 1143-81, 1994.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai