Anda di halaman 1dari 220

ANALISIS KARAKTERISTIK DAN PENINGKATAN

STABILITAS CAMPURAN ASPAL EMULSI DINGIN


(CAED)

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister


Dalam Program Magister, Program Studi Teknik Sipil
Program Pascasarjana Universitas Udayana

I WAYAN MULIAWAN
NIM 0891561017

PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2011

ii
iii
Lembar Penetapan Panitia Penguji Tesis

TESIS INI TELAH DIUJI


PADA TANGGAL 9 AGUSTUS 2011

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan Surat Keputusan Rektor Universitas


Udayana
Nomor : 1394/UN.14.4/HK/2011 Tanggal : 3 Agustus 2011

Ketua : Ir. I Nyoman Arya Thanaya,ME, Ph.D

Anggota :
1. Dewa Made Priyantha Wedagama,ST, MT, MSc, Ph.D
2. Ir. I Gusti Putu Suparsa, MT
3. Ir. I Nyoman Widana Negara, MSc.
4. I Putu Alit Suthanaya,ST, MEngSc, Ph.D

iv
UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur kehadapan

Ida Sang Hyang Widhi/Tuhan Yang Maha Esa, bahwa atas asung kertha wara

nugraha-Nya, tesis ini dapat diselesaikan.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada Ir. I Nyoman Arya Thanaya, ME, Ph.D selaku

Pembimbing I dan Dewa Made Priyantha Wedagama,ST, MT, M.Sc, Ph.D selaku

Pembimbing II yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan

dorongan, semangat, bimbingan, dan saran kepada penulis dalam penyelesaian

tesis ini.

Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana

Prof. Dr. dr. Made Bakta, Sp.PD (KHOM) atas kesempatan dan fasilitas yang

diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program

Magister di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih ini juga ditujukan kepada

Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana yang dijabat oleh Prof. Dr. dr.

A.A.Raka Sudewi,Sp.S(K) dan Ketua Program Studi Magistter Teknik Sipil Prof.

Dr. Ir. I Made Alit Karyawan Salain, DEA atas kesempatan yang diberikan kepada

penulis untuk menjadi mahasiswa Magister pada Program Pascasarjana Universitas

Udayana. Tidak lupa pula penulis ucapkan terima kasih kepada Koordinator

Kopertis Wilayah VIII Prof. Dr. Ir. I Nyoman Sucipta, MP, Rektor Universitas

Warmadewa Denpasar Prof. Dr. I Made Sukarsa, SE, MS dan Dekan Fakultas

Teknik Univeritas Warmadewa Denpasar Ir. I Gst. Made S. Diarsa, MT atas ijin
v
yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Program Magister pada

Program Pascasarjana Universitas Udayana.

Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada para penguji tesis, yaitu

Ir. I Gusti Putu Suparsa, MT, Ir. I Nyoman Widana Negara, MSc, dan I Putu Alit

Suthanaya, ST, MEngSc, Ph.D yang telah memberikan masukan, saran, sanggahan,

dan koreksi sehingga tesis ini dapat terwujud. Penulis juga mengucapkan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada Pemerintah Republik Indonesia c.q. Menteri

Pendidikan Nasional melalui Tim Managemen Doktor yang telah memberikan

bantuan finansial dalam bentuk BPPS sehingga meringankan beban penulis dalam

menyelesaikan studi ini.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang tulus

disertai penghargaan kepada para dosen dan pegawai yang telah membantu dan

membimbing penulis selama mengikuti pendidikan di Program Studi Magister

Teknik Sipil. Juga penulis ucapkan terima kasih kepada Kepala Dinas Pekerjaan

Umum Propinsi Bali Ir. Dewa Putu Puniasa, MT, Kepala UPT Ubung Ir. Putu

Susrama beserta staff atas ijin pemakaian Laboratorium dalam penelitian penulis.

Tidak lupa pula ucapan terima kasih ini penulis sampaikan kepada Ir. Gst. Nyoman

Putra Wijaya, MT beserta staff Sarana Beton Perkasa di Desa Saba Gianyar atas

bantuannya menyiapkan bahan agregat, Nusakti Yasa Wedha, ST, MT yang

membantu pengadaan bahan Aspal Emulsi Produksi PT. Triasindomix, Ir. A.A.

Gede Sumanjaya,MT yang telah memberikan dorongan semangat, serta mahasiswa

Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Unwar atas bantuannya dalam penelitian di

Laboratorium Ubung.

vi
Akhirnya penulis sampaikan terima kasih kepada istri tercinta Drh. Mippy

Sadarukmi Winten, serta anak-anak Wayan Angga Kesuma Muliawan, Made Sani

Damayanthi Muliawan tersayang, yang dengan penuh pengorbanan telah

memberikan penulis dorongan semangat dalam menyelesaikan tesis ini.

Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa senantiasa melimpahkan karunia-

Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis

ini. Penulis sadar bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, karena keterbatasan

diri penulis. Akhir kata, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pemegang

keputusan dalam pembangunan pada waktu yang akan datang.

Denpasar, 9 Agustus 2011

Penulis,

vii
ABSTRAK

Penelitian tentang penggunaan Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED) di


Indonesia dan di Bali masih sangat kurang. Hal ini dapat diketahui masih
sedikitnya peneliti yang mengadakan penelitian dengan bahan aspal emulsi.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan Kadar Aspal Residu Optimum
Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED) dengan mempergunakan agregat lokal
dari wilayah Gesing Selat Karangasem dan Karakteristiknya serta menganalisis
peningkatan stabilitas (kekuatan) Campuran Aspal Emulsi Dingin tanpa
penambahan semen maupun dengan penambahan 2 % semen sesuai spesifikasi
Bina Marga.
Campuran Aspal Emulsi Dingin mempergunakan proporsi agregat
bergradasi rapat dengan variasi kadar aspal residu 6,0 %, 6,5%, 7%, 7,5%,dan 8% .
Variasi penambahan semen dilakukan setelah Kadar Aspal Residu Optimum
ditetapkan, tanpa semen dan dengan 2 % semen dikondisikan dalam suhu ruang
dan full curing. Proses pembuatan Campuran Aspal Emulsi Dingin dimulai dari
persiapan bahan, mengayak bahan, menguji karakteristik agregat, mengestimasi
Kadar Aspal Emulsi awal, pembuatan proporsi campuran, tes penyelimutan,
penentuan enersi pemadatan, penentuan Kadar Aspal Residu Optimum (KARO),
pengujian campuran untuk variasi penambahan semen (0 % dan 2 %), waktu
curing 3, 6, 9, dan 12 hari dan full curing. Uji statistik dilakukan hanya pada
peningkatan stabilitas terhadap variasi penambahan 2 % semen dan tanpa
penambahan semen.
Hasil penelitian seperti berikut: enersi pemadatan 2x75 tumbukan, kadar air
untuk penyelimutan 5 %, Kadar Aspal Emulsi Residu Optimum sebesar 7 % yang
memberikan nilai stabilitas 446 kg, porositas (VIM) 8,06 %, penyerapan air 2,22
%, TFA 19,87 µm, VMA 26,29 % ,VFB 69,513 %,dan kelelehan 4,5 mm.
Dari perbandingan nilai rata-rata, standar deviasi dan nilai t untuk kategori
perbandingan lama waktu curing dari 3 hari ke 6 hari memberikan hasil yang
terbaik terhadap peningkatan stabilitas CAED tanpa penambahan semen dan
penambahan 2 % semen. Sementara untuk perbandingan stabilitas tanpa
penambahan semen dan penambahan 2 % semen untuk waktu curing yang sama,
stabilitas CAED yang terbaik terdapat pada waktu curing 12 hari.

Kata Kunci: campuran dingin, aspal emulsi, stabilitas, porositas, semen

viii
ABSTRACT

Research on the use of Cold Asphalt Emulsion Mixture (CAEM) in


Indonesia and Bali is still limited. This is known due to the fact that only few
researchers conduct research utilizing asphalt emulsion. This research aims at
determining the Optimum Residual Asphalt (ORAC) and the characteristics of the
mixture at its ORAC, and to analyze the increase of stability (strength) of the
CAEM using local aggregates from Gesing Selat of region Karangasem without
cement and with 2 % added cement, in line with Bina Marga specifications.
The CAEM investigated use proportioned dense grade aggregate, with
variation of residual asphalt content at 6.0 %, 6.5%, 7%, 7.5%, and 8%. Variations
of addition of cements was carried out after the determination of ORAC i.e.
without added cement and with 2 % added cement. The samples were conditioned
at room temperature and at full curing condition. The production of CAEM was
started from preparation, sieving material, testing of aggregate properties,
estimating initial asphalt emulsion content, preparing proportion of mixture,
coating test, determination of compaction effort, determination of ORAC, testing
of samples without and with 2 % added cement, cured at 3, 6, 9 and 12 days, and at
full curing condition. Statistical analysis was done on the increase of stability
without and with 2 % added cement.
The investigation give the following results: compaction energy of 2x75
blows, 5 % water content for the coating test, ORAC of 7 % gives: 446 kg
Stability, 8.06% Void in Mixture (VIM), 2.22% Water Absorption, 19.87 μm
Asphalt Film Thickness, 26.29% Void in Mineral Aggregate, 69.513% Void Filled
with Bitumen, 4.5 mm Flow, and 92,53% Retained Stability.
Having compared mean, standard deviation and t values, 3 to 6 days of
curing time produced the best increase toward CAEM stability including with and
without 2 % added cement. Meanwhile, for a comparison between with and
without 2 % added cement, 12 days of curing time would be the best for CAEM
stability.

Keywords: Cold mixed, asphalt emulsion, stability, porosity, cement

ix
DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ................................................................................................. i


PRASYARAT GELAR .......................................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ....................................................................... iv
UCAPAN TERIMA KASIH................................................................................... v
ABSTRAK .............................................................................................................. viii
ABSTRACT ............................................................................................................ ix
DAFTAR ISI........................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. xiv
DAFTAR TABEL ................................................................................................... xvi
DAFTAR ISTILAH ................................................................................................xxiii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xxv

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 6
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 6
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 7
1.5 Batasan Masalah dan Ruang Lingkup....................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED)................................................. 9
2.2 Bahan Perkerasan Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED) .................. 10
2.3 Agregat ....................................................................................................... 10
2.3.1. Klasifikasi Agregat Berdasarkan Proses Terjadinya .................. 11
2.3.2. Klasifikasi Agregat Berdasarkan Proses Pengolahannya ............ 12
2.3.3. Klasifikasi Agregat Berdasarkan Ukuran Butirnya ................... 13
2.4 Sifat Agregat ............................................................................................. 14
2.5 Pencampuran Agregat dan Proporsi Agregat ............................................ 20
2.6 Aspal ......................................................................................................... 21
2.6.1 Jenis Aspal ................................................................................. 21

x
2.6.2 Pengujian Aspal Cair ................................................................. 31
2.6.3 Sifat Aspal .................................................................................. 32
2.7 Prosedur Desain Campuran Aspal Dingin(CAED)................................... 33
2.7.1 Penentuan Gradasi Agregat dan Proporsi Agregat .................... 33
2.7.2. Estimasi Kadar Aspal Emulsi Awal ........................................... 34
2.7.3 Tes Penyelimutan (Coating Test)............................................... 34
2.7.4 Penyiapan Campuran dan Penentuan Enersi Pemadatan ........... 35
2.7.5 Variasi Kadar Aspal Residu ....................................................... 38
2.7.6 Curing Spesimen ........................................................................ 38
2.7.7 Pengujian Modifikasi Marshall .................................................. 39
2.7.8 Penentuan Kadar Aspal Residu Optimum ................................. 39
2.7.9 Perhitungan Tebal Film Aspal (Bitumen Film Thicknees) ......... 40
2.7.10 Penentuan Stabilitas Sisa (Retained Stability) ........................... 40
2.7.11 Kekuatan Ultimit CAED ............................................................ 40
2.8 Gradasi Campuran Emulsi Bergradasi Rapat (CEBR) ............................. 40
2.9 Gradasi OGEM (Open Graded Emulsion Mixtures) ................................ 42
2.10 Kajian Terhadap Spesifikasi CAED Lain ................................................. 43
2.11 Kinerja CAED ........................................................................................... 44
2.12 Statistik Inferensi Uji T............................................................................. 47
2.12.1 Uji Hipotesis .............................................................................. 49
2.12.2 Paired Sample t-Test ................................................................. 50

BAB III METODE PENELITIAN


3.1 Lokasi Penelitian ....................................................................................... 51
3.2 Bahan dan Alat .......................................................................................... 51
3.2.1 Bahan ......................................................................................... 51
3.2.2 Alat ............................................................................................. 51
3.3 Langkah-Langkah Penelitian .................................................................... 52
3.4 Metode Curing di Dalam Ruang .............................................................. 54
3.5 Pengujian Laboratorium............................................................................ 54
3.5.1 Analisis Saringan Agregat Kasar, Agregat Halus, dan Filler ... 55
3.5.2 Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar .......... 56
3.5.3 Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus .......... 58
3.5.4 Pemeriksaan Berat Jenis Filler ................................................... 61
xi
3.5.5 Pemeriksaan Keausan Agregat (Abrasi) .................................... 62
3.5.6 Pemeriksaan Keawetan (Soundness Test) .................................. 63
3.5.7 Pemeriksaan Kadar Lumpur/Lempung ...................................... 65
3.5.8 Pemeriksaan Kebersihan Agregat Halus (Sand Equivalent)...... 66
3.5.9 Pemeriksaan Kadar Aspal Residu .............................................. 67
3.6 Pemilihan Gradasi dan Proporsi Campuran Agregat DGEM
Type V .......................................................................................... 67
3.7 Perhitungan Kebutuhan Aspal Emulsi ..................................................... 68
3.8 Tes Penyelimutan (Coating Test)............................................... 69
3.9 Perhitungan Kebutuhan Aspal .................................................. 69
3.10 Pemeriksaan Campuran Aspal Emulsi Dingin dengan Metode
Modifikasi Marshall ................................................................................. 70
3.10.1 Pembuatan Benda Uji Campuran Aspal Emulsi Dingin ............ 70
3.10.2 Pengujian Campuran Aspal Emulsi Dingin dengan Metode
Modifikasi Marshall .................................................................. 72
3.11 Uji Statistik dengan Paired Sample t-Test ............................................... 74

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Pemeriksaan Agregat ................................................................................ 78
4.1.1 Pengayakan Agregat .................................................................. 78
4.1.2 Berat Jenis Agregat .................................................................... 78
4.1.3 Penyerapan Agregat ................................................................... 79
4.1.4 Keausan Agregat ........................................................................ 79
4.1.5 Kebersihan Agregat Halus (Sand Equivalent) ........................... 79
4.1.6 Tes Keawetan Agregat Kasar (Soundness Test) ........................ 80
4.1.7 Kadar Lumpur/Lempung ........................................................... 80
4.2 Proporsi Agregat ....................................................................................... 81
4.3 Hasil Pengujian Aspal Emulsi Jenis CSS-1h ............................................ 82
4.4 Estimasi Kadar Aspal Emulsi ................................................................... 82
4.5 Test Penyelimutan(Coating Test) ............................................................. 83
4.6 Menentukan Enersi Pemadatan ................................................................. 84
4.7 Menentukan Kadar Aspal Emulsi Optimum(KARO) ............................... 85
4.8 Stabilitas Kering dan Stabilitas Sisa ......................................................... 94

xii
4.9 Variasi Kadar Semen ................................................................................ 95
4.9.1 Hasil Uji Paired Samples t ............................................................. 97
4.10 Pengujian dalam Kondisi Full Curing ......................................................102

BAB V SIMPULAN DAN SARAN


5.1 Simpulan ...................................................................................................105
5.2 Saran .........................................................................................................106

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................107

LAMPIRAN...........................................................................................................109

xiii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Pertimbangan Volume Pori Agregat Untuk Penentuan SG ............ 18
Gambar 2.2 Mekanisme Penggabungan dan Pelekatan Aspal Emulsi ke
Permukaan Agregat ......................................................................... 26
Gambar 2.3 Ilustrasi Skematis Potensi Zeta ......................................................... 29
Gambar 2.4 Contoh Penentuan KARO ................................................................. 39
Gambar 2.5 Peningkatan Kekuatan CAED ........................................................... 44
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian .................................................................... 53
Gambar 3.2 Curing di Dalam Ruang .................................................................... 54
Gambar 4.1 Hasil Penyelimutan dengan Kadar Air 2%,3%,4%,5%,dan 6 % ...... 84
Gambar 4.2 Grafik Hubungan Antara Kadar Aspal Residu dengan Stabilitas ..... 86
Gambar 4.3 Grafik Hubungan Antara Kadar Aspal Residu dengan Densitas ...... 87
Gambar 4.4 Grafik Hubungan Antara Kadar Aspal Residu dengan Porositas ..... 88
Gambar 4.5 Grafik Hubungan Antara Kadar Aspal Residu dengan VMA ........... 89
Gambar 4.6 Grafik Hubungan Antara Kadar Aspal Residu dengan VFB ............ 90
Gambar 4.7 Grafik Hubungan Antara Kadar Aspal Residu dengan
Penyerapan Air ................................................................................. 91
Gambar 4.8 Grafik Hubungan Antara Kadar Aspal Residu dengan TFA ............ 92
Gambar 4.9 Grafik Hubungan Antara Kadar Aspal Residu dengan Kelelehan .... 93
Gambar 4.10 Penentuan Kadar Aspal Residu Optimum (KARO) ........................ 94
Gambar 4.11 Peningkatan Nilai Stabilitas Marshall Tanpa Penambahan Semen
dan dengan Penambahan 2 % Semen sesuai Waktu Curing ........... 96
Gambar H.1 Saringan yang Dipakai untuk Menentukan Gradasi Agregat ...........177
Gambar H.2 Agregat Digoreng untuk Mempermudah Pengayakan .....................177
Gambar H.3 Hasil Ayakan Agregat yang Tertahan di Atas Ayakan No.4 ...........178
Gambar H.4 Hasil Ayakan Agregat yang Tertahan di Atas Ayakan No.8 ...........178
Gambar H.5 Aspal Emulsi Baru Dituangkan dari Drum dan Sudah Diaduk
di dalam Jerigen ..............................................................................179
Gambar H.6 Aspal Emulsi Setelah Diaduk Merata, Tidak Ada yang
Menggumpal ...................................................................................179

xiv
Gambar H.7 Agregat Kasar,Agregat Halus dan Abu Batu Dioven pada Suhu
100oC selama 24 Jam Sebelum Dicampur ......................................180
Gambar H.8 Persiapan Bahan Sesui Ukuran Sebelum Ditimbang Sesuai
Proporsinya .....................................................................................180
Gambar H.9 Hasil Tes Penyelimutan Aspal dengan Kadar Air 2,3,4,
5,6 % dan Kadar Aspal esidu Awal 7 % Total Campuran ..............181
Gambar H.10 Alat untuk Memadatkan Sampel dengan Jumlah Tumbukan
2x50, 2x75, dan 2x2x75 ...............................................................181
Gambar H.11 Sampel Dicuring di dalam Cetakan Ditempatkan diatas Pasir
dalam Ruangan pada Suhu Ruangan (+ 28oC)...............................182
Gambar H.12 Sampel Siap Dikeluarkan dengan Alat Extruder ...........................182
Gambar H.13 Sampel Setelah Dikeluarkan dari Cetakan dan Dicuring
Dalam Ruangan pada Suhu Ruangan (+ 28oC) ............................183
Gambar H.14 Pengukuran Tinggi Sampel untuk Menentukan Volumenya .........183
Gambar H.15 Sampel Direndam Setengah Bagian Selama 24 Jam dan Dibalik
Lalu Direndam Selama 24 Jam .....................................................184
Gambar H.16 Sampel Direndam Dalam Air Bath Selama 30 – 40 Menit
pada Suhu 60oC .............................................................................184
Gambar H.17 Pengujian Nilai Stabilitas Marshal dan Kelelehan (Flow)
Sampel ...........................................................................................185

xv
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1 Spesifikasi Aspal Emulsi ..................................................................... 30
Tabel 2.2 Penggunaan Aspal Emulsi ................................................................... 31
Tabel 2.3 Gradasi CEBR (Campuran Emulsi Bergradasi Rapat) ........................ 41
Tabel 2.4 Persyaratan Sifat Campuran CEBR ................................................... 42
Tabel 2.5 Gradasi OGEM (Open Graded Emulsion Mixtures) .......................... 43
Tabel 2.6 Data Spesifikasi CAED ..................................................................... 43
Tabel 4.1 Rekapitulasi Hasil Pemeriksaan Agregat ........................................... 81
Tabel 4.2 Hasil Pengujian Contoh Aspal Emulsi Jenis CSS-1h ........................ 82
Tabel 4.3 Stabilitas Marshal Rendaman dan Porositas Terhadap Enersi
Pemadatan .......................................................................................... 84
Tabel 4.4 Nilai Karakteristik Campuran Aspal Emulsi Dingin ......................... 93
Tabel 4.5 Prosentase Peningkatan Kekuatan CAED Sesuai Waktu Curing ....... 96
Tabel 4.6 Paired Sample Test (Waktu Curing 3 ke 6 Hari)................................ 98
Tabel 4.7 Paired Sample Test (Waktu Curing 6 ke 9 Hari)................................ 99
Tabel 4.8 Paired Sample Test (Waktu Curing 9 ke 12 Hari)..............................100
Tabel 4.9 Paired Sample Test (Waktu Curing 3 Hari) .......................................100
Tabel 4.10 Paired Sample Test (Waktu Curing 6 Hari) .......................................101
Tabel 4.11 Paired Sample Test (Waktu Curing 9 Hari) .......................................101
Tabel 4.12 Paired Sample Test (Waktu Curing 12 Hari) .....................................102
Tabel 4.13 Nilai Stabilitas CAED dalam Kondisi Full Curing Tanpa
Penambahan Semen (0 %) dan Penambahan 2 % Semen ..................103
Tabel A.1 Pengujian Berat Jenis dan Peresapan Agregat Kasar .........................111
Tabel A.2 Pengujian Berat Jenis dan Peresapan Agregat Halus .........................112
Tabel A.3 Pengujian Berat Jenis dan Peresapan Abu Batu (Filler)....................113
Tabel A.4 Pemeriksaan Keausan Agregat Kasar/Batu Pecah Asal
Daerah Gesing Karangasem ...............................................................114
Tabel A.5 Pemeriksaan Sand Equivalent Agregat Halus....................................115
Tabel A.6 Pemeriksaan Kadar Lumpur dan Lempung Agregat Kasar ...............116
Tabel A.7 Pemeriksaan Soundness Agregat Kasar Eks Daerah Gesing

xvi
Karangasem........................................................................................117
Tabel B.1 Proporsi Campuran dengan Kadar Air 2 % dan Kadar Aspal
Residu Awal 7 % Terhadap Total Campuran (500gram) untuk
Sampel Penyelimutan.........................................................................118
Tabel B.2 Proporsi Campuran dengan Kadar Air 3 % dan Kadar Aspal
Residu Awal 7 % Terhadap Total Campuran (500gram) untuk
Sampel Penyelimutan.........................................................................118
Tabel B.3 Proporsi Campuran dengan Kadar Air 4 % dan Kadar Aspal
Residu Awal 7 % Terhadap Total Campuran (500gram) untuk
Sampel Penyelimutan.........................................................................119
Tabel B.4 Proporsi Campuran dengan Kadar Air 5 % dan Kadar Aspal
Residu Awal 7 % Terhadap Total Campuran (500gram) untuk
Sampel Penyelimutan.........................................................................119
Tabel B.5 Proporsi Campuran dengan Kadar Air 6 % dan Kadar Aspal
Residu Awal 7 % Terhadap Total Campuran (500gram) untuk
Sampel Penyelimutan.........................................................................120
Tabel C.1 Proporsi Campuran dengan Kadar Air 5 % dan Kadar Aspal
Residu Awal 7 % Terhadap Total Campuran (1200 gram) untuk
Menentukan Enersi Pemadatan ..........................................................121
Tabel C.2 Hasil Pengukuran dan Penimbangan Sampel untuk Enersi
Pemadatan 2x50 .................................................................................122
Tabel C.3 Hasil Pengukuran dan Penimbangan Sampel untuk Enersi
Pemadatan 2x75 .................................................................................122
Tabel C.4 Hasil Pengukuran dan Penimbangan Sampel untuk Enersi
Pemadatan 2x2x75 .............................................................................122
Tabel C.5 Perhitungan Berat Jenis CAED dengan Kadar spal Residu 7 %
terhadap Total Campuran ...................................................................123
Tabel C.6 Hasil Pemeriksaan Kadar Air CAED pada Saat Testing ...................124
Tabel C.7 Hasil Pemeriksaan Stabilitas Marshall Rendaman
dengan Enersi Pemadatan 2x50 .........................................................125
Tabel C.8 Hasil Pemeriksaan Stabilitas Marshall Rendaman
dengan Enersi Pemadatan 2x75 .........................................................125

xvii
Tabel C.9 Hasil Pemeriksaan Stabilitas Marshall Rendaman
dengan Enersi Pemadatan 2x2x75 .....................................................125
Tabel C.10 Hasil Perhitungan Densitas, Porositas, dan Penyerapan Air
dengan Enersi Pemadatan 2x50 .........................................................126
Tabel C.11 Hasil Perhitungan Densitas, Porositas, dan Penyerapan Air
dengan Enersi Pemadatan 2x75 .........................................................126
Tabel C.12 Hasil Perhitungan Densitas, Porositas, dan Penyerapan Air
dengan Enersi Pemadatan 2x2x75 .....................................................126
Tabel D.1 Proporsi Campuran dengan Kadar Air 5 % dan Kadar Aspal
Residu Awal 6 % Terhadap Total Campuran (1150 gram) ...............127
Tabel D.2 Proporsi Campuran dengan Kadar Air 5 % dan Kadar Aspal
Residu Awal 6,5 % Terhadap Total Campuran (1150 gram) ............127
Tabel D.3 Proporsi Campuran dengan Kadar Air 5 % dan Kadar Aspal
Residu Awal 7 % Terhadap Total Campuran (1150 gram) ...............128
Tabel D.4 Proporsi Campuran dengan Kadar Air 5 % dan Kadar Aspal
Residu Awal 7,5 % Terhadap Total Campuran (1150 gram) ............128
Tabel D.5 Proporsi Campuran dengan Kadar Air 5 % dan Kadar Aspal
Residu Awal 8 % Terhadap Total Campuran (1150 gram) ...............129
Tabel D.6 Hasil Pengukuran dan Penimbangan CAED untuk Menentukan
Kadar Aspal Residu Optimum (KARO) ............................................130
Tabel D.7 Hasil Perhitungan Stabilitas Marshall CAED untuk Menentukan
KARO ................................................................................................131
Tabel D.8 Hubungan Kadar Aspal Residu dan Stabilitas untuk Membuat
Grafik .................................................................................................132
Tabel D.9 Hubungan Kadar Aspal Residu dan Flow untuk Membuat Grafik ....133
Tabel D.10 Hasil Pemeriksaan Kadar Air CAED pada Saat Testing ...................134
Tabel D.11 Hubungan Kadar Aspal Residu dengan Kadar Air pada Saat
Testing untuk Membuat Grafik ..........................................................135
Tabel D.12 Hasil Perhitungan SGmix untuk Kadar Aspal Residu 6 % ................136
Tabel D.13 Hasil Perhitungan SGmix untuk Kadar Aspal Residu 6,5 % .............136
Tabel D.14 Hasil Perhitungan SGmix untuk Kadar Aspal Residu 7 % ................136
Tabel D.15 Hasil Perhitungan SGmix untuk Kadar Aspal Residu 7,5 % .............137

xviii
Tabel D.16 Hasil Perhitungan SGmix untuk Kadar Aspal Residu 8 % ................137
Tabel D.17 Hasil Perhitungan SGagg untuk Kadar Aspal Residu 6 % ................137
Tabel D.18 Hasil Perhitungan SGagg untuk Kadar Aspal Residu 6,5 % .............138
Tabel D.19 Hasil Perhitungan SGagg untuk Kadar Aspal Residu 7 % ................138
Tabel D.20 Hasil Perhitungan SGagg untuk Kadar Aspal Residu 7,5 % .............139
Tabel D.21 Hasil Perhitungan SGagg untuk Kadar Aspal Residu 8 % ................139
Tabel D.22 Specific Grafity of Cationic Slow Setting (CSS-1h/H-60) .................140
Tabel D.23 Hasil Perhitungan Densitas,Porositas,dan Penyerapan Air CAED
untuk Kadar Aspal Residu 6 % ..........................................................141
Tabel D.24 Hasil Perhitungan Densitas,Porositas,dan Penyerapan Air CAED
untuk Kadar Aspal Residu 6,5 % .......................................................141
Tabel D.25 Hasil Perhitungan Densitas,Porositas,dan Penyerapan Air CAED
untuk Kadar Aspal Residu 7 % ..........................................................142
Tabel D.26 Hasil Perhitungan Densitas,Porositas,dan Penyerapan Air CAED
untuk Kadar Aspal Residu 7,5 % .......................................................142
Tabel D.27 Hasil Perhitungan Densitas,Porositas,dan Penyerapan Air CAED
untuk Kadar Aspal Residu 8 % ..........................................................143
Tabel D.28 Hubungan Kadar Aspal Residu dengan Densitas(Kepadatan)
untuk Membuat Grafik .......................................................................144
Tabel D.29 Hubungan Kadar Aspal Residu dengan Porositas untuk Membuat
Grafik .................................................................................................145
Tabel D.30 Hubungan Kadar Aspal Residu dengan Penyerapan Air untuk
Membuat Grafik .................................................................................146
Tabel D.31 Hasil Perhitungan Volumetrik pada Kadar Aspal Residu 6 %
untuk Menentukan VMA dan VFB CAED ........................................147
Tabel D.32 Hasil Perhitungan Volumetrik pada Kadar Aspal Residu 6,5 %
untuk Menentukan VMA dan VFB CAED ........................................147
Tabel D.33 Hasil Perhitungan Volumetrik pada Kadar Aspal Residu 7 %
untuk Menentukan VMA dan VFB CAED ........................................148
Tabel D.34 Hasil Perhitungan Volumetrik pada Kadar Aspal Residu 7,5 %
untuk Menentukan VMA dan VFB CAED ........................................148

xix
Tabel D.35 Hasil Perhitungan Volumetrik pada Kadar Aspal Residu 8 %
untuk Menentukan VMA dan VFB CAED ........................................149
Tabel D.36 Hubungan Kadar Aspal Residu dengan Void in Mineral Aggregate
untuk Menentukan Grafik .................................................................150
Tabel D.37 Hubungan Kadar Aspal Residu dengan Void Filled Bitumen
untuk Menentukan Grafik .................................................................151
Tabel D.38 Hasil Perhitungan Luas Permukaan Agregat .....................................152
Tabel D.39 Hasil Perhitungan Tebal Film Aspal untuk Bervariasi Kadar
Aspal Residu ......................................................................................153
Tabel E.1 Proporsi Campuran dengan Kadar Aspal Residu Optimum 7 %
dan Kadar Air 5 % Tanpa Penambahan Semen terhadap Total
Campuran (1000 gram) ......................................................................154
Tabel E.2 Proporsi Campuran dengan Kadar Aspal Residu Optimum 7 %
dan Kadar Air 5 % dengan Penambahan Semen 2 % terhadap Total
Campuran (1000 gram) ......................................................................154
Tabel E.3 Hasil Penelitian Stabilitas Marshall dan Flow Tanpa Penambahan
Semen dengan Lama Curing 3 Hari ...................................................155
Tabel E.4 Hasil Penelitian Stabilitas Marshall dan Flow pada Penambahan
Semen 2 % dengan Lama Curing 3 Hari ...........................................155
Tabel E.5 Hasil Penelitian Stabilitas Marshall dan Flow Tanpa Penambahan
Semen dengan Lama Curing 6 Hari ...................................................155
Tabel E.6 Hasil Penelitian Stabilitas Marshall dan Flow pada Penambahan
Semen 2 % dengan Lama Curing 6Hari ............................................156
Tabel E.7 Hasil Penelitian Stabilitas Marshall dan Flow Tanpa Penambahan
Semen dengan Lama Curing 9 Hari ...................................................156
Tabel E.8 Hasil Penelitian Stabilitas Marshall dan Flow pada Penambahan
Semen 2 % dengan Lama Curing 9 Hari ...........................................156
Tabel E.9 Hasil Penelitian Stabilitas Marshall dan Flow Tanpa Penambahan
Semen dengan Lama Curing 12 Hari .................................................157
Tabel E.10 Hasil Penelitian Stabilitas Marshall dan Flow pada Penambahan
Semen 2 % dengan Lama Curing 12 Hari .........................................157

xx
Tabel E.11 Hubungan antara Waktu Curing dengan Stabilitas Marshall
Tanpa Penambahan dan dengan Penambahan 2 % Semen ................158
Tabel E.12 Hubungan antara Waktu Curing dengan Flow Tanpa Penambahan
dan dengan Penambahan 2 % Semen.................................................159
Tabel E.13 Hasil Uji Statistik Perbandingan Stabilitas Tanpa Penambahan
Semen dan dengan Penambahan Semen 2 % pada waktu Curing
3 Hari .................................................................................................160
Tabel E.14 Hasil Uji Statistik Perbandingan Stabilitas Tanpa Penambahan
Semen dan dengan Penambahan Semen 2 % pada waktu Curing
6 Hari .................................................................................................161
Tabel E.15 Hasil Uji Statistik Perbandingan Stabilitas Tanpa Penambahan
Semen dan dengan Penambahan Semen 2 % pada waktu Curing
9 Hari .................................................................................................162
Tabel E.16 Hasil Uji Statistik Perbandingan Stabilitas Tanpa Penambahan
Semen dan dengan Penambahan Semen 2 % pada waktu Curing
12 Hari ...............................................................................................163
Tabel E.17 Hasil Uji Statistik Perbandingan Peningkatan Stabilitas Tanpa
Penambahan Semen dan dengan Penambahan Semen 2 %
antara waktu Curing 3 dan 6 Hari ......................................................164
Tabel E.18 Hasil Uji Statistik Perbandingan Peningkatan Stabilitas Tanpa
Penambahan Semen dan dengan Penambahan Semen 2 %
antara waktu Curing 6 dan 9 Hari ......................................................165
Tabel E.19 Hasil Uji Statistik Perbandingan Peningkatan Stabilitas Tanpa
Penambahan Semen dan dengan Penambahan Semen 2 %
antara waktu Curing 9 dan 12 Hari ....................................................166
Tabel F.1 Hasil Pemeriksaan Sampel CAED Tanpa Penambahan Semen
dalam Kondisi Full Curing ................................................................167
Tabel F.2 Hasil Pemeriksaan Sampel CAED dengan Penambahan 2 % Semen
dalam Kondisi Full Curing ................................................................167
Tabel F.3 Hasil Pemeriksaan Stabilitas Marshall dan Flow dalam Kondisi
Full Curing Tanpa Penambahan Semen ............................................168
Tabel F.4 Hasil Pemeriksaan Stabilitas Marshall dan Flow dalam Kondisi

xxi
Full Curing dengan Penambahan 2 % Semen ..........................168
Tabel F.5 Kadar Air CAED Tanpa Penambahan Semen dan dengan
Penambahan 2 % Semen dalam Kondisi Full Curing ......................169

Tabel F.6 Hasil Perhitungan Densitas, Porositas, dan Penyerapan Air pada
Saat Testing CAED Tanpa Penambahan Semen dalam Kondisi
Full Curing.........................................................................................170
Tabel F.7 Hasil Perhitungan Densitas, Porositas, dan Penyerapan Air pada
Saat Testing CAED dengan Penambahan 2 % Semen dalam Kondisi
Full Curing.........................................................................................170
Tabel F.8 Hasil Perhitungan SGmix CAED pada Kadar Aspal Residu
Optimum (KARO) dengan Penambahan 2 % Semen ........................171
Tabel F.9 Hasil Perhitungan VMA dan VFB CAED Tanpa Penambahan
Semen dalam Kondisi Full Curing ....................................................172
Tabel F.10 Hasil Perhitungan VMA dan VFB CAED dengan Penambahan 2 %
Semen dalam Kondisi Full Curing ....................................................173
Tabel F.11 Ketentuan Sifat-Sifat Latasir .............................................................173
Tabel F.12 Ketentuan Sifat-Sifat Lataston...........................................................174
Tabel F.13 Ketentuan Sifat-Sifat Laston (AC) ....................................................175
Tabel G.1 Hasil Pengukuran Sampel CAED Tanpa Penambahan Semen .........176
Tabel G.2 Hasil Pemeriksaan Stabilitas Marshall CAED Tanpa Penambahan
Semen .................................................................................................176

xxii
DAFTAR ISTILAH

AASHTO = American Association of State Highway Transportation


Officials.
AC = Asphalt Concrete, lapisan aspal beton, Laston
Agregat = Sekumpulan butir-butir batu pecah, kerikil, pasir atau
mineral lainnya berupa hasil alam atau buatan.
Aspal = Material perekat dengan unsur utama bitumen
Aspal Emulsi = Campuran aspal denganair dan bahan pengemulsi.
ASTM = American Society for Testing and Materials.
Bahan Pengisi (Filler) = Agregat halus yang lolos saringan No.200
Bitumen = zat perekat terutama mengandung senyawa hidrokarbon
seperti aspal,tar.
CAED = Campuran Aspal Emulsi Dingin.
Curing = Pengkondisian sampel.
CRS = Cationic Rapid Setting.
CMS = Cationic Medium Setting.
CSS = Cationic Slow Setting.
Degradasi = Perubahan ukuran butiran karena adanya
penghancuran.
DGEM/CEBR = Dense Graded Emulsion Mixes / Campuran Aspal
Emulsi Bergradasi Rapat.
Flow (kelelehan) = nilai flow yang diperoleh dari pengujian Marshall.
Gradasi = distribusi partikel-partikel agregat berdasarkan ukuran
butir.
Gradasi ideal = nilai tengah dari rentang gradasi pada spesifikasi
gradasi agregat, gradasi tengah.
Hot mix = Campuran aspal panas.
HRS = Hot Rolled Sheet, Lapis tipis aspal beton, lataston
ITSM = Indirect Tensile Stiffness Modulus, kekuatan Hot mix
Kadar aspal optimum = kadar aspal tengah dari rentang kadar aspal yang
memenuhi semua sifat campuran beton aspal.
Keawetan (Durability) = kemampuan campuran beton aspal menerima repetisi
beban lalu lintas seperti berat kendaraan dan gesekan
antara roda kendaraan dan permukaan jalan, sertauntuk

xxiii
menahan pengaruh cuaca dan iklim seperti udara,air,
atau perubahan temperatur.
Kohesi = Kemampuan aspal untuk mempertahankan agregat
tetap ditempatnya setelah terjadi pengikatan.
Kelenturan = kemampuan campuran untuk mengakomodasi lendutan
permanen pada batas-batas tertentu tanpa mengalami
retak.
Latasir = Lapisan Tipis Aspal Pasir, beton aspal untuk jalan-jalan
dengan lalu lintas ringan,khususnya dimana agregat
kasar tidak atau sulit diperoleh.
Lataston = Lapisan Tipis Aspal Beton,beton aspal bergradasi
senjang.
OGEM = Open Graded Emulsion Mixes .Campuran Aspal
Emulsi Dingin bergradasi terbuka.
Pengemulsi(Emulsifier) = Pengemulsi berupa larutan untuk memberikan muatan
listrik pada permukaan butiran aspal dalam sistim
emulsi.
TFA = Tebal Film Aspal / Selimut Aspal / Asphalt Film
Tickness, tebal lapisan aspal yang menyelimuti butir
agregat, tidak termasuk yang diserap agregat.
Stabilitas = kemampuan campuran aspal untuk menahan beban lalu
lintas tanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti
gelombang, alur, dan bleeding..
VFB = Voids Filled with Bitumen ,volume pori diantara butir-
butir agregat didalam campuran aspal padat yang terisi
oleh aspal,dinyatakan dalam % terhadap VMA.
VIM = Void in Mixture / Volume pori didalam campuran aspal
padat, dinyatakan dalam % terhadap volume bulk beton
aspal padat.
VMA = Voids in Mineral Aggregates,volume pori diantara
butir-butir agregat di dalam campuran aspal
padat,dinyatakan dalam % terhadap volume bulk beton
aspal padat.

xxiv
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran A Hasil Pengujian Agregat dan Data Sekunder Hasil Pengujian
Aspal Emulsi .....................................................................................109
Lampiran B Proporsi CAED untuk Tes Penyelimutan Aspal Emulsi ..................118
Lampiran C Penentuan Enersi Pemadatan CAED .................................................121
Lampiran D Karakteristik CAED pada KARO .................................127
Lampiran E Kinerja CAED Tanpa Penambahan Semen dan Penambahan 2 %
Semen .................................................................................................154
Lampiran F Karakteristik CAED Tanpa Penambahan Semen dan Penambahan
2 % Semen pada Kondisi Full Curing ...............................................167
Lampiran G Stabilitas CAED dalam Kondisi Kering untuk Menentukan
Stabilitas Sisa pada KARO ................................................................176
Lampiran H Foto-Foto Kegiatan Penelitian CAED ...............................................177

xxv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkerasan lentur (Flexible Pavement) adalah sistem perkerasan jalan

dimana konstruksinya terdiri dari beberapa lapisan. Tiap-tiap lapisan perkerasan

pada umumnya menggunakan bahan maupun persyaratan yang berbeda sesuai

dengan fungsinya yaitu, untuk menyebarkan beban roda kendaraan sedemikian

rupa sehingga dapat ditahan oleh tanah dasar dalam batas daya dukungnya.Lapis

permukaan adalah bagian perkerasan terletak paling atas. Lapis permukaan ini

berfungsi antara lain: (1) Sebagai bagian per-kerasan untuk menahan beban roda

kenderaan, (2) Sebagai lapisan kedap air untuk melindungi badan jalan dari

kerusakan akibat cuaca, dan (3) Sebagai lapisan aus (wearing course). Jenis

perkerasan lentur yang digunakan di Indonesia umumnya menggunakan campuran

aspal panas baik untuk pelapisan ulang, pemeliharaan maupun pembangunan jalan

baru. Jenis-jenis perkerasan di Indonesia yang sering mempergunakan campuran

aspal panas antara lain: Lapis Aspal Beton (Laston) atau AC (Asphalt Concrete),

Lapis Tipis Aspal Beton (Lataston) atau HRS (Hot Rolled Sheets) dan Lapis Tipis

Aspal Pasir (Latasir). Mulai sekitar tahun 1990-an untuk pekerjaan jalan di

Indonesia mulai dipergunakan jenis aspal lain yaitu aspal emulsi (MPW-RI, 1990).

Aspal merupakan salah satu bahan pengikat perkerasan yang paling banyak

dipakai. Aspal banyak tersedia di Indonesia, yang diperoleh dari pengolahan

minyak mentah yang banyak mengandung aspal.


2

Aspal merupakan bahan yang termoplastis, yaitu suatu sifat viskositas/kekentalan

yang sangat dipengaruhi oleh temperatur. Pada saat temperatur rendah (dingin)

aspal akan bersifat keras, dan sebaliknya pada saat temperatur tinggi (panas) aspal

akan bersifat lunak, dan lebih bersifat plastis. Kepekaan terhadap temperatur dari

tiap hasil produksi aspal berbeda-beda tergantung dari asalnya, walaupun aspal

tersebut diambilkan dari jenis yang sama.

Aspal emulsi merupakan jenis aspal dalam bentuk emulsi pada suhu ruang,

dengan komposisi kandungan aspal (60%-70%), air (30%-40%), dan emulsifier

(0,2%-0,50%). Pada kasus tertentu, komposisi tersebut ditambah bahan aditif.

Dalam aplikasinya, aspal emulsi tidak lagi memerlukan pemanasan untuk

menjadikannya cair, sehingga lebih hemat energi. Aspal Emulsi memiliki tingkat

viskositas yang rendah, sehingga tidak perlu dipanaskan dan tidak menimbulkan

polusi, hemat biaya dan waktu (Technokonstruksi, 2010). Sifat aspal emulsi tidak

akan mengeras jika disimpan, akan tetapi akan mengendap. Kondisi tersebut tidak

mempengaruhi mutunya, untuk itu perlu dilakukan pengadukan secara berkala.

CAED dapat dipergunakan sebagai bahan konstruksi jalan atau perkerasan lainnya

sama halnya dengan campuran aspal panas. Karena sifat fisiknya yang cair dan

mempunyai viskositas yang rendah, maka dapat langsung dipergunakan atau

dicampurkan dengan batuan tanpa pemanasan terlebih dahulu. Hal ini merupakan

kelebihan dari CAED dalam penghematan biaya pemanasan, kemudahan

pelaksanaan pekerjaan dan ramah lingkungan. Secara umum penggunaan CAED

memberi kemudahan pelaksanaan pekerjaan konstruksi perkerasan jalan aspal.

Menurut Suaryana (Technokonstruksi, 2010) perkembangan aplikasi aspal

emulsi di Indonesia belum berkembang dengan baik dibandingkan keberhasilan


3

aplikasinya di Manca Negara. Masih ditemukan kendala-kendala dalam aplikasi

aspal emulsi, sehingga dianggap belum kompetitif dibandingkan dengan aspal

konvensional. Namun dengan perkembangan teknologi preservasi dan kebutuhan

akan penghematan energi dan mengurangi polusi, maka teknologi aspal emulsi

akan menjadi lebih menarik untuk dikembangkan. Teknologi aspal emulsi dapat

dimanfaatkan secara optimal apabila pemanfaatannya sesuai dengan kondisi lalu

lintas dan lingkungan, pemilihan jenis/grade aspal emulsi yang tepat, bahan

agregat dan aspal emulsi memenuhi syarat (umur penyimpanan), peralatan yang

memadai, metoda pelaksanaan sesuai persyaratan yang ditetapkan dan kompetitif.

Menurut Lutpianto (Technokonstruksi, 2010) dari PT Hutama Prima,

selama ini aplikasi aspal emulsi di Indonesia hanya digunakan untuk keperluan

khusus seperti tack coat dan prime coat. Sebenarnya masih banyak teknologi

khusus aspal emulsi yang telah dikembangkan di luar negeri seperti microseal,

aspal beton campuran dingin (coldmix), bahan tambal aspal campuran dingin, chip

seal, dan stabilisasi tanah. Menurut Victor Sitorus (Technokonstruksi, 2010) dari

PT Widya Sapta Colas, pemanfaatan teknologi aspal emulsi untuk konstruksi jalan

mempunyai keuntungan dari aspek penghematan energi, rendah polusi, dan efektif

untuk pekerjaan pemeliharaan jalan, sehingga ke depan aspal emulsi beserta

aplikasinya harus terus dikembangkan untuk mencapai hasil terbaik serta

memberikan keuntungan yang sebesar-besarnya, baik dari segi bisnis maupun

terhadap kelestarian lingkungan.

Dalam hal penghematan energi, CAED secara umum lebih efisien dari pada

campuran aspal panas, dimana keperluan energi untuk CAED berkisar antara 40-

60% dari energi untuk memproduksi campuran aspal panas (Kennedy, 1998).
4

Selain itu, CAED juga memiliki beberapa kelebihan yang lain seperti: ramah

terhadap lingkungan, tingkat keamanan tinggi karena tidak adanya bahaya

kebakaran atau bahaya keselamatan akibat panas, tidak membutuhkan proses

pemanasan dalam pelaksanaannya.

Selain memiliki kelebihan-kelebihan, CAED juga memiliki beberapa

kekurangan antara lain: memerlukan waktu yang cukup lama untuk meningkatkan

kekuatan (akibat penguapan kandungan air), kurang kuat pada umur awal dan

memiliki porositas yang tinggi, yang diakibatkan oleh berkurangnya workability

saat pemadatan. Untuk mempercepat peningkatan kekuatan, CAED bisa

ditambahkan bahan aditif berupa semen sebanyak 1-2% dari berat agregat. Kadar

semen yang lebih besar dari 2 % dapat menyebabkan campuran terlaku kaku,

sehingga menjadi getas (Leech, 1994).

CAED cocok digunakan di daerah beriklim tropis, karena akan lebih cepat

meningkatkan kekuatan CAED setelah pemadatan, akibat penguapan kandungan

air didalamnya. CAED dapat diproduksi secara manual memakai alat pencampur

sederhana (pan mixer atau concrete mixer yang dimodifikasi). Selain itu CAED

sangat cocok dipakai untuk ruas jalan dengan lalu lintas ringan sampai dengan

sedang (Asphalt Institute, 1989), dengan pekerjaan skala kecil yang lokasinya

menyebar, misalnya untuk pemeliharaan jalan berupa penambalan lubang-lubang

jalan (potholes), pekerjaan permukaan jalan setelah ada pekerjaan galian utilitas

(galian pemasangan kabel, pipa air, dan lain-lain) dan perkerasan untuk pejalan

kaki.

Di Indonesia sendiri penggunaan dan ketersediaan data/dokumentasi

tentang kinerja CAED masih sangat minim, begitu pula dengan aplikasinya di
5

lapangan, padahal kebutuhan terhadap CAED meningkat sejalan dengan tuntutan

terhadap kelestarian lingkungan, penghematan energi, isu kesehatan dan keamanan

kerja. Dalam rangka pengembangan teknologi aspal emulsi untuk menunjang

program preservasi jalan di Indonesia, Himpunan Pengembangan Jalan Indonesia

(HPJI) bekerja sama dengan Asphalt Innovation A Meadwestvaco-MV Amerika

Serikat telah mensosialisasikan aplikasi Aspal Emulsi melalui seminar bertajuk

“Teknologi Aspal Emulsi dalam rangka Menunjang Preservasi Jalan “, dengan

harapan agar pengembangan aspal emulsi dan aplikasinya dapat dipertimbangkan

oleh para pemangku kepentingan. Keberpihakan pemerintah sangat diharapkan

dalam pengembangan teknologi aspal emulsi untuk mendukung program

preservasi jalan di Indonesia (Technokonstruksi, 2010). Namun demikian beberapa

peneliti dari Perguruan Tinggi di Indonesia mengadakan penelitian terhadap

Campuran Aspal Emulsi Bergradasi Rapat (CEBR). Penelitian tentang CEBR

menggunakan fly ash sebagai filler, dalam kondisi filler optimum tercapai

stabilitas rendaman 850,9 kg, stabilitas kering 872,35 kg, dan stabilitas sisa 97,54

% , dan makin banyak filler proses pemadatan tidak optimum (Mutohar, 2002).

Penelitian CEBR tipe III jenis kationik CSS-1 AE-3 S menggunakan filler debu

batu dan semen dapat disimpan sampai lebih dari lima hari sebelum dihampar dan

dipadatkan di lapangan (Abdullah, 2003). Hasil penelitian berdasarkan sifat-sifat

fisis dan kimiawi abu sekam, dapat dipergunakan sebagai bahan filler pada

Campuran Emulsi Bergradasi Rapat (CEBR),sama seperti bahan filler yang lain

seperti abu batu,abu terbang dll (Ridwan, 2007). Selanjutnya Campuran Aspal

Emulsi Dingin (CAED) yang dicuring didalam ruang (tanpa dan dengan

penambahan semen 1-2%) menunjukkan bahwa terjadi peningkatan stabilitas tiap


6

minggunya namun peningkatan stabilitas dirasakan tidak terlalu besar. Tingkat

stabilitas yang dihasilkan tiap minggunya berbeda untuk tiap variasi kadar semen.

CAED dengan variasi kadar semen 2 % memberikan nilai stabilitas tertinggi

(Prabawa, 2009)

Untuk meningkatkan pemahaman dan mengetahui lebih detail karakteristik

CAED, perlu dilakukan suatu penelitian yang mempergunakan agregat lokal Eks

Daerah Gesing Desa Selat Kabupaten Karangasem Bali.

1.2 Rumusan Masalah

1. Berapakah kadar aspal residu optimum, bagaimanakah Karakteristik dari

Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED) yang mempergunakan agregat lokal

Eks Daerah Gesing Desa Selat Karangasem,dan berapa nilai Stabilitas Sisa

CAED pada KARO?

2. Bagaimanakah peningkatan stabilitas (kekuatan) Campuran Aspal Emulsi

Dingin (CAED) tanpa dan dengan penambahan 2 % semen sesuai waktu

curing?

3. Baimanakah Karakteristik CAED dan perbandingan nilai stabilitas Marshall

CAED pada kondisi full curing terhadap campuran aspal panas.

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk menentukan kadar aspal residu optimum, menganalisis Karakteristik

CAED pada KARO, dan menentukan nilai Stabilitas Sisa dari Campuran Aspal

Emulsi Dingin (CAED) pada KARO.


7

2. Untuk menganalisis peningkatan stabilitas (kekuatan) Campuran Aspal Emulsi

Dingin (CAED) tanpa penambahan semen maupun dengan penambahan 2 %

semen sesuai waktu curing.

3. Untuk menganalisis Karaktristik CAED pada kondisi full curing tanpa

penambahan semen dan dengan penambahan 2 % semen, membandingkan

Stabilitas Marshallnya terhadap campuran aspal panas (Latasir, Lataston, dan

Laston)

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, bahwa dengan diketahuinya

karakteristik dan peningkatan stabilitas Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED),

akan dapat memberikan tambahan informasi kepada pihak-pihak terkait tentang

penggunaan aspal emulsi untuk diaplikasikan sebagai bahan perkerasan jalan di

Indonesia.

1.5 Batasan Masalah dan Ruang Lingkup

1. Agregat yang dipakai adalah agregat alam Eks Daerah Gesing Desa Selat

Kabupaten Karangasem yang biasa dipergunakan untuk campuran hot mix dan

Campuran Beton dengan bahan Filler berupa Abu batu

2. Gradasi yang dipakai adalah DGEM (Dense Graded Emulsion Mixes) atau

CEBR (Campuran Emulsi Bergradasi Rapat) dengan Gradasi Ideal digunakan

untuk Base & Surface Course

3. Untuk meningkatkan stabilitas (kekuatan), CAED diberi bahan tambahan

(additive) semen Cap Gresik 2 % dari berat total campuran. Peningkatan


8

kekuatan Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED) diuji pada umur: 3, 6, 9 dan

12 hari . Uji Statistik hanya dilakukan untuk Stabilitas pada kondisi ini.

4. Curing sampel dilakukan di dalam ruangan(suhu ruang) dan Full Curing

5. Jenis aspal emulsi yang digunakan adalah CSS-1h (Cationic Slow Setting)

6. Tidak dilakukan pengujian aspal emulsi (umur aspal emulsi masih baru < 10

bulan), Spesifikasi Aspal Emulsi berupa data sekunder yang berasal dari

Produsen Aspal Emulsi yaitu PT.Triasindomix Sidoarjo.

7. Karakteristik CAED yang diuji antara lain Porositas(VIM), Stabilitas,

Penyerapan Air, Tebal Film Aspal (TFA), Voids in Mineral Aggregates (VMA)

dan Voids Filled with Bitumen (VFB)


9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED)

Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED) menggunakan aspal emulsi untuk

mengikat agregat dan dapat dicampur dan dipadatkan pada temperatur ruang tanpa

memerlukan pemanasan. Dengan tidak perlunya proses pemanasan memberikan

beberapa kelebihan yaitu tingkat resiko yang lebih kecil, penghematan energi, dan

ramah lingkungan. Selain memiliki kelebihan, CAED juga memiliki kelemahan

yaitu kekuatan lemah pada umur awal, waktu curing yang lama, dan porositas

tinggi.

CAED memerlukan penguapan kandungan air yang ada dalam campuran

untuk meningkatkan kekuatan campuran, dimana hal ini akan lebih cepat tercapai

pada daerah dengan temperatur hangat. Temperatur rata-rata tahunan yang hangat

sangat menunjang proses penguatan CAED. Biasanya untuk mempercepat proses

peningkatan kekuatan CAED ditambahkan zat aditif berupa semen (1-2%).

Penambahan kadar semen mak. 2% dikarenakan untuk menjaga campuran agar

tidak kaku,sehingga menjadi getas (Leech, 1994).

CAED bersifat sensitif terhadap gradasi terutama kandungan agregat

halus/filler, karena aspal emulsi akan cepat menyerap filler. Untuk campuran den

gan kadar filler lebih tinggi cocok menggunakan CSS (Cationic Slow Setting),

karena CSS akan berikatan lebih lambat sehingga kerataan penyelimutan lebih

terjamin.
10

Terdapat dua tipe gradasi untuk CAED yaitu OGEM (Open Graded

Emulsion Mixtures) dan DGEM (Dense Graded Emulsion Mixtures) (MPW-RI,

1990). OGEM merupakan campuran antara agregat bergradasi terbuka dan aspal

emulsi sebagai bahan pengikat, yang dicampur tanpa proses pemanasan. Untuk

campuran ini menggunakan aspal emulsi jenis CMS (Cationic Medium Setting).

Sedangkan DGEM/CEBR merupakan campuran antara agregat bergradasi

rapat/menerus dan aspal emulsi sebagai bahan pengikat, yang dicampur tanpa

proses pemanasan. DGEM/CEBR merupakan lapisan struktural yang berfungsi

sebagai lapisan sub base, base, maupun lapisan permukaan (aus) dan penambalan

(patching). Untuk DGEM/CEBR menggunakan aspal emulsi jenis CSS (Cationic

Slow Setting).

2.2 Bahan Perkerasan Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED)

Bahan campuran CAED pada prinsipnya sama dengan campuran aspal

panas, terdiri dari agregat kasar, agregat halus, bahan pengisi (filler), dan aspal

emulsi. Bahan-bahan tersebut sebelum digunakan harus diuji terlebih dahulu untuk

mengetahui sifat-sifat dari bahan tersebut.

2.3 Agregat

Agregat/batuan didefinisikan sebagai formasi kulit bumi yang mengeras.

Agregat merupakan komponen utama dari lapisan perkerasan jalan yaitu

mengandung 90-95% agregat berdasarkan prosentase berat, atau 75-85% agregat

berdasarkan prosentase volume (Sukirman, 1999).


11

2.3.1 Klasifikasi Agregat Berdasarkan Proses Terjadinya

Menurut (Depkimpraswil, 2004) klasifikasi agregat berdasarkan asal

kejadiannya dapat dibedakan atas batuan beku (igneous rock), batuan sedimen, dan

batuan metamorf (batuan malihan), dimana:

1. Batuan beku

Batuan beku terbentuk dari membekunya magma cair yang terdesak ke

permukaan pada saat gunung berapi meletus.

Batuan beku ini dibedakan menjadi dua, yaitu:


a. Batuan beku luar (extrusive igneous rock), berasal dari material yang keluar
dari bumi saat gunung meletus kemudian akibat dari pengaruh cuaca
mengalami pendinginan dan membeku. Pada umumnya batuan beku jenis
ini berbutir halus, contoh batuan jenis ini adalah rhyolite, andesit, dan
basalt.
b. Batuan beku dalam (intrusive igneous rock), berasal dari magma yang tidak

dapat keluar dari bumi kemudian mengalami pendinginan dan membeku

secara perlahan. Pada umumnya batuan beku jenis ini bertekstur kasar dan

dapat ditemui di permukaan bumi karena proses erosi dan gerakan bumi,

contoh batuan jenis ini adalah granit, gabbro, dan diorit.

2. Batuan sedimen

Batuan sedimen berasal dari campuran mineral, sisa-sisa hewan, dan tanaman.

Batuan jenis ini terdapat pada lapisan kulit bumi, hasil endapan di danau, laut,

dan sebagainya.

Berdasarkan cara pembentukannya batuan sedimen dapat dibedakan atas:

a. Batuan sedimen yang dibentuk secara mekanik, seperti breksi,

konglomerat, batu pasir, dan batu lempung. Batuan jenis ini banyak

mengandung silika.
12

b. Batuan sedimen yang dibentuk secara organis, seperti batu bara, dan opal.

c. Batuan sedimen yang dibentuk secara kimiawi, seperti batu gamping,

garam, gift, dan flint.

3. Batuan metamorf

Batuan ini umumnya berasal dari batuan sedimen ataupun batuan beku yang

mengalami proses perubahan bentuk akibat adanya perubahan tekanan dan

temperatur kulit bumi, contoh batuan jenis ini adalah marmer, kwarsit, dan

batuan metamorf yang berlapis, seperti batu sabak, filit, dan sekis.

2.3.2 Klasifikasi Agregat Berdasarkan Proses Pengolahannya

Menurut Depkimpraswil (2004) berdasarkan proses pengolahannya agregat

dapat dibedakan menjadi agregat alam, agregat yang mengalami proses

pengolahan, dan agregat buatan.

1. Agregat alam

Agregat alam merupakan agregat yang diambil dari alam dengan sedikit proses

pengolahan. Agregat alam terbentuk melalui proses erosi dan degradasi

sehingga bentuk partikelnya ditentukan oleh proses pembentukannya. Agregat

yang mengalami proses erosi yang diakibatkan oleh air biasanya terjadi di

sungai mempunyai bentuk partikel yang bulat-bulat dengan permukaan yang

licin. Agregat yang mengalami proses degradasi biasanya terjadi dibukit-bukit

mempunyai bentuk partikel yang bersudut dengan permukaan yang kasar.

Agregat alam yang sering dipergunakan yaitu pasir dan kerikil dimana kerikil

adalah agregat dengan ukuran partikel > 1/4 inch (6,35 mm) sedangkan pasir
13

adalah agregat dengan ukuran partikel < 1/4 inch tetapi lebih besar dari 0,075

mm (saringan no. 200).

2. Agregat yang melalui proses pengolahan

Agregat yang melalui proses pengolahan merupakan agregat biasa berasal dari

bukit-bukit maupun sungai yang karena bentuknya yang besar-besar melebihi

ukuran yang diinginkan harus melalui proses pemecahan terlebih dahulu

dengan menggunakan mesin pemecah batu (stone crusher) atau secara manual

agar diperoleh:

a. Bentuk partikel yang bersudut, diusahakan berbentuk kubus.

b. Permukaan partikel kasar sehingga mempunyai gesekan yang baik.

c. Gradasi sesuai yang diinginkan.

Hasil dari proses pemecahan ini biasanya disebut dengan split dan mempunyai

ukuran mulai dari 5 mm sampai 40 mm.

2.3.3 Klasifikasi Agregat Berdasarkan Ukuran Butirnya

Ditinjau dari ukuran butirnya agregat dapat dibedakan atas agregat kasar,

agregat halus, dan bahan pengisi (filler).

Menurut American Society for Testing and Material (ASTM):

a. Agregat kasar, mempunyai ukuran > 4,75 mm (saringan No.4).

b. Agregat halus, mempunyai ukuran < 4,75 mm(saringan No.4).

c. Abu batu/mineral filler merupakan agregat halus yang lolos saringan No.

200.

Menurut AASHTO:

a. Agregat kasar, mempunyai ukuran > 2 mm.


14

b. Agregat halus, mempunyai ukuran < 2 mm dan > 0,075.

c. Abu batu/mineral filler merupakan agregat halus yang lolos saringan No.

200.

Agregat juga diklasifikasikan menurut Depkimpraswil (2004) sebagai berikut:

a. Agregat kasar, agregat dengan ukuran butir lebih besar dari saringan No.8

(2,36 mm)

b. Agregat halus, agregat dengan ukuran butir lebih halus dari saringan No.8

(2,36 mm)

c. Bahan pengisi ( filler ), bagian dari agregat halus yang minimum 85 %

lolos saringan No.200 (0,075 mm), non plastis, tidak mengandung bahan

organik, tidak menggumpal, kadar air max 1%.

2.4 Sifat Agregat

Sifat dan kualitas agregat menentukan kemampuannya dalam memikul

beban lalu-lintas. Adapun sifat-sifat agregat yang perlu diperiksa antara lain

(Sukirman, 1999):

1. Gradasi

Gradasi/distribusi partikel-partikel ukuran agregat merupakan hal yang penting

dalam menentukan stabilitas perkerasan. Gradasi mempengaruhi rongga antar butir

yang akan menentukan stabilitas dan kemudahan dalam proses pelaksanaan.

Gradasi agregat diperoleh dari analisa saringan.

Gradasi agregat dapat dibedakan atas:


15

a. Gradasi seragam (uniform graded)/terbuka

Adalah agregat dengan ukuran yang hampir sama, mengandung agregat

halus sedikit sehingga tidak dapat mengisi rongga antar agregat. Agregat

dengan gradasi seragam menghasilkan lapisan perkerasan dengan sifat

permeabilitas tinggi, stabilitas kurang dan berat volume kecil.

b. Gradasi rapat (dense graded)/bergradasi baik (well graded)

Merupakan campuran agregat kasar dan halus dalam porsi yang berimbang.

Agregat dengan gradasi rapat akan menghasilkan lapis perkerasan dengan

stabilitas tinggi, kedap air, berat volume besar.

c. Gradasi buruk (poorlygraded)/gradasi senjang

Adalah campuran agregat dengan satu fraksi hilang atau sedikit sekali.

Agregat bergradasi senjang umumnya digunakan untuk lapisan perkerasan

lentur yaitu gradasi celah (gap graded). Agregat dengan gradasi senjang

menghasilkan lapis perkerasan yang mutunya terletak diantara kedua jenis

di atas.

2. Ukuran maksimum agregat

Semua lapisan perkerasan lentur membutuhkan agregat yang terdistribusi dari

besar sampai kecil. Terdapat dua cara untuk menyatakan ukuran partikel

agregat yaitu:

a. Ukuran maksimum agregat

Yaitu ukuran saringan terkecil dimana agregat yang lolos saringan tersebut

sebanyak 100%.
16

b. Ukuran nominal maksimum

Merupakan ukuran saringan terbesar dimana agregat tertahan tidak lebih

dari 10%.

3. Kadar lempung

Lempung mempengaruhi mutu campuran agregat dengan aspal karena:

a. Lempung membungkus partikel-partikel agregat sehingga ikatan antar aspal

dan agregat berkurang.

b. Lempung mengakibatkan luas daerah yang harus diselimuti aspal

bertambah. Dengan kadar aspal sama menghasilkan tebal lapis perkerasan

yang lebih tipis yang dapat mengakibatkan terjadinya striping (lepas ikatan

antara aspal dan agregat).

c. Tipisnya lapisan aspal mengakibatkan lapisan teroksidasi sehingga lapisan

cepat rapuh dan getas.

d. Lempung cenderung menyerap air yang berakibat hancurnya lapisan aspal.

4. Daya tahan agregat

Daya tahan agregat merupakan ketahanan agregat terhadap adanya penurunan

mutu akibat proses mekanis dan kimiawi. Agregat yang digunakan harus

mempunyai daya tahan terhadap pemecahan (degradasi) yang mungkin timbul

selama proses pencampuran, pemadatan, ataupun oleh beban lalu-lintas.

Ketahan agregat terhadap degradasi diperiksa dengan menggunakan percobaan

Abrasi Los Angeles.

5. Bentuk dan tekstur permukaan

Bentuk dan tekstur agregat mempengaruhi stabilitas dari lapis perkerasan yang

dibentuk oleh agregat tersebut. Partikel agregat dapat berbentuk bulat, lonjong,
17

pipih dan kubus. Agregat berbentuk kubus paling baik digunakan sebagai

material perkerasan jalan. Agregat berbentuk kubus mempunyai bidang kontak

yang lebih luas sehingga mempunyai daya saling mengunci yang baik.

Kestabilan yang diperoleh lebih baik dan lebih tahan terhadap deformasi.

6. Daya lekat terhadap aspal

Faktor yang mempengaruhi lekatan aspal dan agregat dapat dibedakan atas dua

bagian yaitu:

a. Sifat mekanis yang tergantung dari:

- Pori-pori dan absorbsi

- Bentuk dan tekstur permukaan

- Ukuran butir

b. Sifat kimiawi dari agregat.

7. Berat jenis agregat

Dalam kaitan perencanaan campuran aspal, berat jenis adalah suatu rasio tanpa

dimensi, yaitu rasio antara berat suatu benda terhadap berat air yang

volumenya sama dengan benda tersebut.Volume agregat yang diperhitungkan

adalah volume yang tidak diresapi aspal. Sebagai standar dipergunakan air

pada suhu 4ºC karena pada suhu tersebut air memiliki kepadatan yang stabil.

Berat jenis agregat dapat digambarkan seperti gambar dibawah ini (Krebs and

Walker, 1971).
18

Vs = volume solid
Vi = volume yg imperme-
able thd air dan aspal
Vp = total volume perme-
able
Vc = volume yg permeable

Vs Vi Vc Vp-Vc thd air tapi imperme-


able thd aspal
Vp-Vc = volume yg
Vp
permeable thd air dan
aspal

Gambar 2.1 Pertimbangan Volume Pori Agregat untuk Penentuan SG.


Sumber: Krebs and Walker (1971)

Ada beberapa jenis berat jenis agregat, yaitu :

a. Berat Jenis Bulk (Bulk Specific Gravity)

Bila aspal diasumsikan hanya menyelimuti agregat di bagian permukaan

saja, tidak meresap ke bagian agregat yang permeable, volume yang

diperhitungkan adalah:

Ws Ws
Bulk SG = = (2.1)
(Vs + Vi + Vp + ) ´ gw Vtot ´ gw
dimana : γw = berat volume air = 1 gr/cc = 1 t/m3. Sehingga Bulk SG

adalah rasio antara berat agregat dan berat air yang volumenya

= Vs + Vi + Vp.
19

b. Berat Jenis Semu (Apparent Specific Gravity)

SG ini didasarkan atas asumsi bahwa aspal meresap ke dalam agregat

dengan tingkat resapan yang sama dengan air, yaitu sampai Vc atau ke

dalam seluruh Vp. Karenanya volume yang dipertimbangkan adalah:

Vs + Vi

Ws
Apparent SG = (2.2)
(Vs + Vi ) ´ gw
c. Berat Jenis Efektif (Effective Specific Gravity)

SG Bulk dan SG Apparent didasarkan atas dua kondisi ekstrem. Asumsi

yang realistis adalah bahwa aspal dapat meresap sampai ke (Vp – Vc). Oleh

karena itu SG atas asumsi ini disebut SG efektif.

Ws
Effective SG = (2.3)
(Vs + Vi + Vc ) ´ gw
dimana:

Vp = volume pori yang dapat diresapi air

V = volume total dari agregat

Vi = volume pori yang tidak dapat diresapi air

Vs = volume partikel agregat

Ws = berat kering partikel agregat

γw = berat volume air

Dalam praktek, SG eff = ½ SG (bulk + app)


20

2.5 Pencampuran Agregat dan Proporsi Agregat

Untuk memperoleh gradasi agregat campuran, bisa dilakukan dengan cara

mencampur komponen-komponen agregat yang tersedia. Pencampuran agregat

dapat dilakukan dengan cara:

1. Cara mencoba-coba (Trial and Error)

Adalah cara pencampuran agregat dengan mencoba kemungkinan berbagai

proporsi agregat, kemudian mengadakan analisa saringan yang dibandingkan

dengan spesifikasi yang disyaratkan.

2. Cara Analitis

Pada cara ini didasarkan atas penggabungan agregat dengan menggunakan

rumus pendekatan. Dari rumus ini diperoleh prosentase agregat kasar, agregat

halus dan filler. Rumus yang digunakan adalah (Bambang Ismanto, 1993):

S -C
X = ´ 100% (2.4)
F -C

dimana : X = % agregat halus

S = % titik tengah spec limit dari saringan yang dikehendaki

F = % agregat halus lewat saringan tertentu

C = % agregat kasar lewat saringan tertentu

3. Cara Grafis

Cara ini adalah penggabungan agregat yang dilakukan dengan menggambarkan

grafik hubungan antara prosentase butir-butir lolos saringan dari setiap agregat

yang digunakan dengan prosentase lolos saringan spesifikasi limit.

4. Cara Diagonal

Penggunaan agregat dengan menggunakan gambar empat persegi panjang,

dengan ukuran (10 x 20) cm pada kertas milimeter blok. Dengan menarik garis
21

diagonal dari sisi kiri bawah ke kanan atas, berdasarkan data prosentase lolos

saringan dan ideal spesification dari masing-masing agregat akan diperoleh

prosentase proporsi masing-masing agregat.

Untuk memperoleh proporsi agregat campuran yang diinginkan selain

dengan cara mencampur dapat juga dilakukan dengan cara memproporsikan

agregat sesuai dengan gradasi suatu spesifikasi.

2.6 Aspal

Aspal didefinisikan sebagai material perekat berwarna hitam atau cokelat

tua dengan unsur utama bitumen, pada temperatur ruang berbentuk padat, sampai

agak padat dan bersifat termoplastis. Aspal yang umum digunakan saat ini berasal

dari salah satu hasil proses destilasi minyak bumi. Sebagai salah satu material

konstruksi perkerasan lentur aspal merupakan salah satu komponen kecil umumnya

4-10% berdasarkan berat atau 10-15% berdasarkan volume.

Aspal yang digunakan pada konstruksi perkerasan jalan berfungsi sebagai

(Sukirman, 1999) :

1. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan agregat serta

antara aspal itu sendiri.

2. Bahan pengisi, mengisi rongga antar butir-butir agregat dan pori-pori yang ada

dari agregat itu sendiri.

2.6.1 Jenis Aspal

Berdasarkan cara memperolehnya, aspal dibedakan atas aspal alam, dan

aspal buatan, dengan penjelasan sebagai berikut:


22

1. Aspal alam

Aspal alam merupakan campuran antara bitumen dengan bahan mineral lainnya

dalam bentuk batuan. Aspal ini dapat dibedakan menjadi:

a). Aspal gunung (rock asphalt), seperti aspal di Pulau Buton.

b). Aspal danau (lake asphalt), seperti di Trinidad.

2. Aspal buatan

a). Aspal minyak adalah aspal yang merupakan residu destilasi minyak bumi.

Setiap minyak bumi dapat menghasilkan residu jenis asphaltic base crude

oil yang banyak mengandung aspal, parafin base crude oil yang banyak

mengandung parafin, atau mixed base crude oil yang banyak mengandung

campuran antara parafin dan aspal. Untuk perkerasan jalan umumnya

digunakan aspal minyak jenis asphaltic base crude oil.

b). Tar adalah suatu cairan yang diperoleh dari proses karbonasi (destilasi

destruktif tanpa udara/oksigen) suatu material organis misalnya kayu atau

batubara.

Berdasarkan bentuknya pada temperatur ruang, aspal dibedakan atas aspal

keras, aspal cair, dan aspal emulsi dengan penjelasan sebagai berikut.

1. Aspal Keras/Penetrasi (Asphalt Cement)

Aspal keras/penetrasi adalah aspal yang digunakan dalam keadaan cair dan

panas, dimana aspal ini berbentuk padat pada temperatur ruang. Di Indonesia

aspal semen biasanya dibedakan atas nilai penetrasinya. Pada daerah panas atau

lalu lintas dengan volume tinggi menggunakan aspal semen dengan penetrasi

rendah, sedangkan untuk daerah dingin atau lalu lintas rendah menggunakan
23

penetrasi tinggi. Di Indonesia pada umumnya dipergunakan aspal semen

dengan penetrasi 60/70 dan 80/100.

2. Aspal Cair (Cut Back Asphalt)

Aspal cair merupakan campuran antara aspal semen dengan bahan pencair dari

hasil penyulingan minyak bumi. Dengan demikian aspal cair berbentuk cair

dalam temperatur ruang. Berdasarkan bahan pencair dan kemudahan menguap

bahan pelarutnya, aspal cair dapat dibedakan atas Rapid Curing, Medium

Curing dan Slow Curing.

a. Rapid Curing (RC)

Merupakan aspal semen yang dilarutkan dengan bensin/premium. RC

merupakan aspal cair yang paling cepat menguap.

b. Medium Curing (MC)

Merupakan aspal semen yang dilarutkan dengan bahan yang lebih kental

seperti minyak tanah.

c. Slow Curing (SC)

Merupakan aspal semen yang dilarutkan dengan bahan yang lebih kental

seperti solar. SC merupakan cut back aspal yang paling lama menguap.

3. Aspal Emulsi

A. Umum

Aspal emulsi merupakan suatu bahan campuran antara aspal keras dengan

air dengan tambahan bahan kimia lainnya yang diproses dalam suatu peralatan

yang prinsipnya berupa koloid.

Berdasarkan muatan listrik yang dikandungnya aspal emulsi dapat

dibedakan atas:
24

a. Aspal kationik, disebut juga aspal emulsi asam, merupakan aspal emulsi

yang bermuatan arus listrik positif.

b. Aspal anionik, disebut juga aspal emulsi alkali, merupakan aspal emulsi

yang bermuatan arus listrik negatif.

c. Nonionik, merupakan aspal emulsi yang tidak menghantarkan arus

listrik.

Berdasarkan kecepatan mengerasnya aspal emulsi dapat dibedakan atas:

1. RS (Rapid Setting), aspal yang mengandung sedikit bahan pengemulsi

sehingga pengikatan yang terjadi cepat.

2. MS (Medium Setting).

3. SS (Slow Setting), aspal emulsi yang paling lama menguap.

B. Komponen Aspal Emulsi

Ada beberapa komponen utama yang perlu diperhatikan dalam pembuatan

aspal emulsi yaitu aspal keras/penetrasi, pengemulsi (emulsifier), stabilizer,

senyawa asam dan aditif untuk aspal emulsi.

C. Pengemulsi (Emulsifier)

Pengemulsi berupa larutan yang dipergunakan untuk memberikan muatan

listrik pada permukaan butiran aspal dalam sistim emulsi. Larutan pengemulsi ini

juga akan mempermudah penyebaran butiran aspal ke dalam air dan

mempertahankan supaya butiran-butiran aspal tidak melekat satu sama lain,

sehingga terbentuk larutan suspensi yang homogen. Ada empat jenis pengemulsi

yaitu: pengemulsi anionik, kationik, nonionik, dan pengemulsi koloid.


25

D. Produksi Aspal Emulsi

Aspal emulsi diproduksi pada instalasi khusus dengan alat utama colloid

mill. Aspal keras dipanaskan kemudian dipecah dalam colloid mill melalui gerakan

rotor dan stator, hingga ukuran butir aspal menjadi 2-5 mikron. Kemudian secara

simultan ke dalam colloid mill dialirkan air yang sudah dicampur dengan bahan

pengemulsi (emulsifier), larutan asam untuk mengatur pH, dan bahan aditif yang

diperlukan. Larutan pengemulsi memberikan muatan listrik yang sama pada

permukaan butiran aspal emulsi sehingga butiran aspal emulsi tidak bergabung

karena adanya gaya saling tolak menolak. Hal ini memberikan kestabilan aspal

emulsi.

E. Kecocokan (Affinity)

Penggunaan aspal emulsi untuk campuran aspal dingin, memiliki elemen

kecocokan (affinity). Hal ini terutama dipengaruhi oleh kandungan muatan listrik

pada permukaan agregat. Secara teori aspal emulsi akan memiliki ikatan lebih baik

dengan agregat yang memiliki muatan listrik berlawanan.

F. Mekanisme Penggabungan Butiran Aspal Emulsi dan Pelekatan ke Permukaan

Agregat ( Plotnikova, 1993).

Pada awalnya pengemulsi bebas (free emulsifiers) pada suatu sistem emulsi

diserap ke permukaan agregat, kemudian diikuti oleh emulsifier lain sesuai dengan

luas permukaan agregat (jumlah agregat). Hal ini mengakibatkan kestabilan butir

aspal semakin berkurang dan akhirnya menggabung. Diikuti dengan adanya

penguapan cairan, mengakibatkan butiran-butiran aspal yang sudah menggabung

melekat pada permukaan agregat. Secara skematis proses penggabungan aspal


26

emulsi dan pelekatan kepermukaan agregat adalah seperti yang diperlihatkan pada

Gambar 2.2.

Emulsifier Emulsifier

Bitumen Bitumen

Free Emulsifier

A g re g a t Agregat

1 2

Agregat

Gambar 2.2 Mekanisme penggabungan dan pelekatan aspal emulsi ke


permukaan agregat.
Sumber: Plotnikova (1993) dalam Thanaya (2003)
G. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penggabungan Butir Aspal Emulsi

1. Penyerapan bahan pengemulsi ke permukaan agregat

Mekanisme ini terjadi akibat adanya muatan listrik berlawanan pada bahan

pengemulsi dan permukaan agregat yang dapat mengakibatkan tidak stabilnya

butiran aspal dalam emulsi yang kemudian menggabung satu sama lainnya.

2. Pergerakan butiran aspal menuju permukaan agregat

Dalam hal ini butiran aspal yang dikelilingi bahan pengemulsi, bergerak

menuju permukaan agregat yang bermuatan listrik berlawanan. Konsentrasi butiran


27

aspal pada permukaan agregat mengakibatkan terjadinya penggabungan dan

kemudian menyelimuti permukaan agregat.

3. Perubahan pH

Beberapa jenis agregat seperti batu kapur, filler dari batu kapur, atau semen

dapat menetralisasikan asam pada aspal emulsi kationik dan meningkatkan nilai

pH. Hal ini dapat mengakibatkan tidak stabilnya emulsi sehingga terjadinya

penggabungan butiran aspal.

4. Penguapan air

Adanya penguapan air, butiran aspal menjadi terkonsentrasi, sehingga

mengakibatkan bergabungnya butiran aspal. Penguapan bisa merupakan

mekanisme penggabungan butir yang utama untuk jenis aspal emulsi yang bereaksi

sangat lambat.

H. Potensi Zeta (Zeta Potensial)

Secara umum terdapat tiga jenis bentuk material yaitu: gas, cair dan padat.

Bila salah satu dari jenis ini dipecahkan menjadi halus dan disebarkan ke dalam

yang lainnya maka akan terbentuk sistim koloid. Aspal emulsi adalah suatu

sebaran butiran aspal yang sangat kecil ke dalam air dibantu oleh bahan

pengemulsi. Untuk menjaga kestabilan sistim koloid, diperlukan adanya tenaga

saling tolak yang memadai antar butiran bahan yang diemulsikan. Gaya saling

tolak ini muncul karena adanya muatan listrik pada permukaan material yang

diemulsikan.

Dalam suatu sistim koloid, muatan listrik muncul pada permukaan partikel.

Hal ini mempengaruhi penyebaran ion pada areal disekelilingnya, yang berakibat

meningkatnya ion lawan (counter ion) yaitu ion dengan muatan listrik berlawanan
28

di dekat permukaan partikel, yang membentuk lapisan listrik ganda (electrical

double layer).

Lapisan listrik ganda (electrical double layer) ini berupa lapisan cairan

disekeliling butiran partikel. Lapisan ini terdiri dari dua bagian yaitu, bagian/lapis

dalam (stern layer = inner region) dimana ion-ion berikatan dengan kuat, dan

bagian luar atau lapis diffusi (diffuse layer). Pada lapis luar ini ion-ion tidak

berikatan kuat. Pada lapis diffusi, dekat dengan lapis dalam terdapat suatu batas

(nototional boundary) yang disebut lapis gelincir (slipping plane) atau permukaan

geser hidrodinamik (surface of hydrodynamic shear). Potensi listrik pada areal ini

disebut Potensi Zeta atau Zeta Potensial. Potensi Zeta bisa diukur dengan alat

Zetasizer. Potensi Zeta ini tergantung dari besar muatan listrik pada lapis dalam,

ketebalan lapis listrik ganda, dan konstanta dielektrik.

Potensi Zeta biasanya sama (tetapi tidak selalu sama) dengan tanda muatan

listrik pada permukaan partikel. Potensi Zeta menunjukkan muatan listrik efektif

pada permukaan partikel, dan berkaitan dengan daya penolakan elektrostatik antar

partikel. Potensi ini menjadi variabel utama yang mengontrol/menentukan

kestabilan sistim emulsi dan proses penggabungan butiran partikel emulsi.


29

Particle su rface
Stern p lane
Surface of sh ear

Diffuse layer

Stern layer
Iner Side

O uter Sid e

D iffuse Layer

Stern Layer
B itum en droplet

Z=Zeta Potensial
Potensial

Surface of shear
Po ten sial Line
where zeta
potensial exsist

Distance

Gambar 2.3 Ilustrasi skematis Potensi Zeta.


Sumber: Thanaya (2003)

I. Penyimpanan Aspal Emulsi

Untuk penyimpanan aspal emulsi dengan jangka waktu yang cukup lama,

aspal emulsi yang tersimpan didalam drum sebaiknya dibalik sesekali untuk

menghomogenkan kembali butiran aspal emulsi ataupun dapat juga dengan

melakukan pengadukan.

Aspal emulsi dalam penyimpanan dapat dikatakan stabil bila tidak ada

indikasi pengendapan. Pengendapan terjadi karena aspal emulsi memiliki

kepadatan yang sedikit lebih besar dari air. Akibat adanya gaya gravitasi, butiran

aspal terutama butiran dengan ukuran yang lebih besar akan cenderung tertarik ke

bawah. Tipe emulsi yang slow setting bisa tetap stabil dalam jangka waktu 3-6

bulan, bila tidak ada penguapan air, tidak ada kontaminasi elektrolit, dan bahan

pengemulsi tidak mengalami perubahan/pengurangan kualitas. Stabilitas aspal

emulsi masih dikatakam memuaskan bila sidementasi yang terjadi masih bisa

dihomogenkan lagi dengan pengadukan.


30

J. Spesifikasi Aspal Emulsi


Tabel 2.1 Spesifikasi Aspal Emulsi

Type Rapid Setting Medium Setting Slow Setting


Grade CRS-1 CRS-2 CMS-2 CMS-2h CSS-1 CSS-1h
Min Max Min Max Min Max Min Max Min Max Min Max

Test on emulsion:
Viscosity,Sayboltfurol at 770F (250C) 20 100 20 100
0 0
Viscosity,Sayboltfurol at 122 F (50 C) 20 100 100 400 50 450 50 450

Storage stability test, 24h (%) 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1


Coating ability and water resistance:
Coating, dry agregate good good

Coating, after spraying fair fair


Coating, wet agregate fair fair

Coating after spraying fair fair

Particle charge test positive positive positive positive positive positive

Slave test (%) 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1

Cement mixing test (%) 2 2


Distillation:
Oil distillate, by volume of emulsion
(%) 3 3 12 12

Residue (%) 60 65 65 65 57 57

Test on residue from distillation test:


Penetration, 770F (250C) 100 250 100 250 100 250 40 90 100 250 40 90
Ductility, 770F (250C) (Cm) 40 40 40 40 40 40

Solubility in trichlorothyene (%) 97,5 97,5 97,5 97,5 97,5 97,5

Sumber: PT. Widya Sapta Colas (2003)

K. Penggunaan Aspal Emulsi

Penggunaan aspal emulsi untuk berbagai kebutuhan dalam konstruksi

perkerasan jalan biasanya disesuaikan dengan jenisnya. Seperti misalnya untuk

penggunaan jenis aspal emulsi yang slow setting digunakan untuk pembuatan

campuran DGEM dan untuk jenis aspal emulsi yang medium setting digunakan

untuk pembuatan campuran OGEM. Untuk lebih jelasnya tentang penggunaan

aspal emulsi dapat dilihat pada Tabel 2.2.


31

Tabel 2.2 Penggunaan Aspal Emulsi

Wasco
Jenis Code ASTM Code Penggunaan
Cationic Slow Setting H 60 CSS 1/CSS-1h Tack Coat
DGEM (Danse Graded Emulsion Mixes)
Patching (Penambalan)
Sand Mixes
BURAS (Laburan Aspal)
Crack Filling
S 60 CSS 1/CSS-1h Water Proofing
Slurry Seal
S 60Px CSS-1Px Polimer Slurry Seal
SS 60 CSS-1S Soil Stabilization
Cationic Medium Seeting E 71 CMS-2/CMS-2h OGEM (Open Graded Emulsion Mixes)
Prime Coat
Surface Curing
Cold Mixes
I 55 Prime Coat
Cationic Rapid Setting R 65 CRS-1 Surface Treatment (BURTU/BURDA)
R 65Px CRS-1Px Polimer Tack Coat
R 69 CRS-2 Surface Treatment (BURTU/BURDA)
Penetrasi Macadam
R 69Px CRS-2Px Polimer Surface Treatment
Sumber: PT. Widya Sapta Colas (2003)

Catatan:
Kode h = Harder (dari bahan dasar yang lebih keras)
s = Softer (dari bahan dasar yang lebih lunak)
1 = Lebih encer
2 = Lebih kental
P = Aspal emulsi modifikasi sesuai dengan bahan aditif

2.6.2 Pengujian Aspal Cair

1. Tes Viskositas Kinematis

Pemeriksaan viskositas dilaksanakan untuk menentukan konsistensi/

kekentalan aspal dalam kondisi leleh/cair. Alat yang umum dipakai untuk

mengukur viskositas adalah Viscometer.

2. Tes Titik Nyala

Untuk menentukan suhu tertinggi dimana aspal cair mulai

terbakar/menyala.
32

3. Tes Penyulingan Aspal Cair

Untuk memisahkan/mengetahui tipe dan jumlah zat-zat yang memiliki titik

didih yang berbeda yang terdapat dala aspal cair, dan untuk mengetahui jumlah

aspal residunya. Residu ini biasanya ditest tingkat penetrasinya.

4. Tes Kadar Air

Untuk menentukan kemurnian aspal cair, atau untuk menentukan kadar air

dari aspal emulsi

5. Test Aspal Residu

Untuk mengetahui jumlah aspal/menentukan kadar aspal dari aspal emulsi.

2.6.3 Sifat Aspal

Aspal mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :

1. Daya Tahan (Durability)

Daya tahan aspal adalah kemampuan aspal mempertahankan sifat asalnya

akibat pengaruh cuaca selama masa pelayanan.

2. Adhesi dan Kohesi

Adhesi adalah kemampuan aspal untuk mengikat agregat sehingga

dihasilkan ikatan yang baik antara aspal dengan agregat. Kohesi adalah

kemampuan aspal untuk tetap mempertahankan agregat tetap ditempatnya setelah

terjadinya pengikatan.

3. Kepekaan Terhadap Temperatur

Aspal akan menjadi keras atau lebih kental jika temperatur berkurang dan

akan lunak atau lebih cair jika temperatur bertambah dari suhu ruang. Sifat ini

dinamakan kepekaan terhadap perubahan temperatur (Termoplastis).


33

4. Kekerasan Aspal

Aspal pada proses pencampuran dipanaskan dan dicampur dengan agregat

sehingga dilapisi aspal atau disiramkan ke permukaan agregat yang telah disiapkan

pada proses pelaburan. Pada proses pelaksanaan, terjadi oksidasi yang

menyebabkan aspal menjadi getas. Peristiwa perapuhan terus berlangsung selama

masa pelaksanaan. Jadi, selama masa pelayanan, aspal mengalami proses oksidasi

yang besar yang dipengaruhi oleh ketebalan aspal yang menyelimuti agregat.

Semakin tipis lapisan aspal, semakin besar tingkat kerapuhan yang terjadi.

2.7 Prosedur Desain Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED)

2.7.1 Penentuan Gradasi Agregat dan Proporsi Agregat

Gradasi Agregat bisa ditentukan berdasarkan titik tengah spesifikasi yang

ada, baik bergradasi menerus atau senjang. Untuk gradasi menerus dapat juga

ditentukan dengan menggunakan rumus Modifikasi Kurva Fuller (Cooper at al,

1985):

(100 - F )(d n - 0,075 n )


P= +F (2.5)
D n - 0.075 n

dimana:

P = % Material lolos ayakan

d = Ukuran ayakan (mm)

D = Diameter agregat maksimum (mm)

F = % Filler

n = Nilai eksponensial

Untuk pekerjaan skala laboratorium, agregat dapat diproporsikan

berdasarkan gradasi spesifikasi yang dipergunakan. Spesifikasi CEBR (Campuran


34

Emulsi Bergradasi Rapat) untuk jenis-jenis gradasi CEBR dapat dilihat pada Tabel

2.3 sesuai Spesifikasi Khusus Bina Barga tahun 1991. Ada 6 Type CEBR yang

dapat dipilih, yang mana akan memberikan kepraktisan/kemudahan pemadatan di

laboratorium.

2.7.2 Estimasi Kadar Aspal Emulsi Awal

Dapat menggunakan cara-cara empiris yang ada, antara lain dengan

menggunakan rumus (Asphalt Institute, MS 14, 1989):

P = (0.05A + 0.1B + 0.5C) x (0.7) (2.6)

dimana:

P = % Kadar aspal residu awal

A = % Agregat Kasar

B = % Agregat halus

C = % Filler

kemudian diestimasi Kadar Aspal Emulsi (KAE) awal:

KAE awal = (P/X)% (2.7)

dimana:

P = % Kadar aspal residu awal

X = % Kadar residu dari aspal emulsi

2.7.3 Tes Penyelimutan (Coating Test)

Tes ini dilaksanakan dengan menggunakan agregat kering yang sudah

diproporsikan sesuai gradasi, kemudian dilembabkan secara merata dengan

beberapa variasi kadar air (untuk memudahkan penyelimutan permukaan agregat


35

dengan aspal emulsi) dimana air berperan sebagai viscosity reducing agent

(menurunkan kekentalan aspal emulsi). Setelah itu agregat lembab dicampur

dengan aspal emulsi. Tingkat penyelimutan dipengaruhi oleh tingkat kelembaban

agregat. Kadar air optimum untuk tes ini, diambil pada variasi kadar air terkecil

yang memberikan penyelimutan terbaik yang diobservasi secara visual, dimana

campuran tidak terlalu encer atau kaku (Thanaya, 2002).

2.7.4 Penyiapan Campuran dan Penentuan Enersi Pemadatan

Apabila campuran dengan kadar penyelimutan terbaik dan workability yang

cukup, ternyata agak encer, maka perlu dianginkan dengan terus mengaduk

perlahan sampai campuran cukup longgar dimana tidak ada penggumpalan dan

tidak ada tetesan cairan (Thanaya, 2007).

Campuran CAED gembur dituangkan ke dalam mould sejumlah 1000-1250

gram, tetapi sebelumnya bagian dalam sisi mould diberi lapisan oli tipis untuk

mengurangi pelekatan aspal dan bagian alas mould diberi lapis kertas atau metal.

Kemudian campuran dirojok 15 kali dengan batang besi 12 mm di sekeliling sisi

mould dan 10 kali di bagian tengahnya dan bagian atasnya juga diberi lapis kertas

atau metal. Kemudian dipadatkan dengan palu marshall seberat 4,5 kg dengan

tinggi jatuh 45,7cm, sebanyak 2x50 (MPW-RI, 1990).

Karena CAED semakin kaku saat dipadatkan, akibat dari butir-butiran

aspal emulsi mulai berikatan, maka enersi pemadatan perlu ditingkatkan untuk bisa

mencapai kepadatan tertentu yang memberikan porositas yang diinginkan.

Sampel yang sudah dipadatkan dicuring di dalam mould selama 24 jam

pada suhu ruang. Pada saat curing, kedua sisi sampel harus memperoleh efek
36

penguapan yang sama dan tidak tergantung dalam mould. Setelah dicuring selama

24 jam, sampel dikeluarkan dari mould dengan alat ejektor secara perlahan.

Selanjutnya ditentukan kepadatan kering. Untuk data/sifat ini diperlukan

berat dan volume dari sampel. Berat dengan mudah dapat ditimbang namun

penentuan volumenya memerlukan ketelitian yang biasanya dilaksanakan dengan

penimbangan di udara dan saat seluruhnya berada di dalam air. Namun karena

kondisi sampel yang masih lemah, maka volume sampel dapat ditentukan dengan

mengukur dimensi sampel saja. Karena sampel masih dalam keadaan belum benar-

benar kering (setelah dicuring) dan untuk mengeringkan spesimen secara penuh

memerlukan waktu yang lama, maka untuk efisiensi waktu dalam menetukan

kepadatan kering, maka diambil data dalam keadaan sampel belum benar-benar

kering. Kepadatan kering dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Asphalt

Institute, MS 14, 1989):

(100 + RBC )
Dd = ´D (2.8)
(100 + RBC + w)

dimana:

Dd = Kepadatan bulk kering

RBC = Residual Bitumen Content

w = kadar air saat testing

D = Bulk density saat testing (masih basah)

Untuk kadar air sampel pada saat testing (w) dicari dengan memakai sekitar

500 gram dari sampel basah yang telah selesai dites modifikasi Marshall.

Setelah kepadatan bulk kering diperoleh, maka porositas dapat dihitung sebagai

berikut:
37

Porositas (VIM):

æ Dd ö
P(%) = ç1 - ÷ ´ 100% (2.9)
è SGmix ø

dimana SGmix dihitung dengan rumus berikut:

100
SGmix = , berdasarkan berat total
%CA % FA % F % Aspal
+ + +
SGCA SGFA SGF SGAspal

campuran

Catatan : Bila porositas (VIM) belum memenuhi spesifikasi, maka enersi

pemadatan ditingkatkan.

Rongga Diantara Agregat (Void in Mineral Aggregate/VMA)

VMA adalah volume rongga udara diantara butir-butir agregat dalam

campuran beraspal dalam kondisi padat. VMA meliputi rongga udara dalam

campuran beraspal dan volume aspal efektif (tidak termasuk volume aspal yang

diserap agregat).

æ %Wagg ö
VMA = 100 - ç ÷´ D (2.10)
ç SG ÷
è agg ø

dalam satuan % terhadap volume total sampel,

dimana :

% Wagg = % terhadap berat total campuran

Rongga Terisi Aspal (Void Filled Bitumen/VFB)

Rongga terisi aspal (VFB) adalah bagian dari VMA yang terisi oleh

kandungan aspal efektif dan dinyatakan dalam perbandingan persen antara (VMA–

P) terhadap VMA sehingga:

(VMA - P)
VFB = ´ 100% (2.11)
VMA
38

100
SG agg = , berdasarkan berat total agregat.
%CA % FA % F
+ +
SGCA SG FA SG F

2.7.5 Variasi Kadar Aspal Residu

Berdasarkan penetapan enersi pemadatan yang memberi porositas(VIM)

dan nilai Stabilitas Marshall rendaman sesuai spesifikasi yang ditentukan, dibuat

spesimen dengan beberapa variasi kadar aspal residu. Biasanya dibuat variasi

dengan beda 0,5 % sebanyak dua variasi di bawah dan dua variasi di atas kadar

aspal residu awal.

2.7.6 Curing Spesimen

a. Curing A: curing dalam oven

Spesimen di curing dalam mould dengan akses udara yang sama terhadap

ke dua sisi specimen selama 24 jam (bisa dilakukan dengan meletakkan sampel

dalam mould dengan sisi tertidur di lantai), kemudian dikeluarkan dari dalam

mould, lalu di oven dengan suhu 40°C selama 24 jam dan didinginkan pada suhu

ruang/kamar (+ 28oC) selama 24 jam juga.

b. Curing B: capillary soaking

Spesimen dari proses curing A, direndam dalam bak air yang berisi alas

pasir kasar. Spesimen direndam setebal setengah ketinggiannya selama 24 jam,

lalu di balikkan dan di rendam lagi selama 24 jam. Keringkan dengan lap atau

kertas hisap kemudian timbang untuk pengujian penyerapan air sesudah

perendaman. Spesimen dari proses curing B di tes untuk mendapatkan absorbsi air

dan Stabilitas rendaman.


39

2.7.7 Pengujian Modifikasi Marshall

Pengujian Modifikasi Marshall adalah pengujian stabilitas marshall yang

dilaksanakan pada suhu ruang untuk pengujian CAED (Asphalt Institute, 1989).

Sedangkan pengujian standar marshall untuk campuran aspal panas, sampel

dikondisikan pada suhu 60°C selama + 30 menit sebelum diuji.

2.7.8 Penentuan Kadar Aspal Residu Optimum (KARO)

KARO ditentukan dengan mengoptimalkan dua parameter yaitu stabilitas

rendaman dan kepadatan bulk kering. Parameter lain seperti: porositas, penyerapan

air dan tebal film di evaluasi sesuai spesifikasi, dimana pada nilai KARO

parameter-parameter tersebut harus memenuhi syarat. Untuk memudahkan

penentuan KARO, maka perlu dibuat diagram rentang aspal terhadap karakteristik

campuran seperti yang terlihat dalam Gambar 2.4.

Soaked Stability Ket:

Water Absorption Tdk memenuhi

TFA Memenuhi

Kadar Aspal Optimum(%)

Kadar Aspal (%)


Gambar 2.4 Contoh penentuan KARO.
Sumber: Aspalt Institute (1989)
40

2.7.9 Perhitungan Tebal Film Aspal (Bitumen Film Thicknees)

Untuk menentukan Tebal Film Aspal, diperlukan data luas permukaan

agregat (Asphalt Institute, 1989) yang dapat diperoleh dengan mengalikan antara

prosentase lolos komulatif masing-masing ayakan dengan faktor luas permukaan.

Selanjutnya TFA dihitung dengan rumus (Whiteoak, 1991):

% Aspal 1 1
TFA = ´ ´ (2.12)
(100 - % Aspal SGAspal LuasPermukaanAgregat

2.7.10 Penentuan Stabilitas Sisa (Retained Stability)

Stabilitas sisa adalah rasio antara stabilitas rendaman terhadap stabilitas

kering. Nilai ini hanya dicari pada kadar aspal residu optimum (KARO), dengan

syarat > 50%.

2.7.11 Kekuatan Ultimit CAED

Untuk mendapatkan kekuatan ultimit, sampel CAED dicuring dalam oven

pada suhu 40°C sampai kadar airnya menguap (full curing). Sampel bisa dikatakan

dalam kondisi full curing bila beratnya sudah konstan.

2.8 Gradasi Campuran Emulsi Bergradasi Rapat(CEBR)

Spesifikasi CEBR (Campuran Emulsi Bergradasi Rapat) untuk jenis-jenis

gradasi CEBR dapat dilihat pada Tabel 2.3. Dari beberapa Type CEBR, tipe V

memberi ukuran agregat maksimum yang lebih kecil dari tipe CEBR yang lain,

yang mana akan memberikan kepraktisan/kemudahan pemadatan di laboratorium.


41

Tabel 2.3 Gradasi CEBR (Campuran Emulsi Bergradasi Rapat)

Ukuran ayakan Type of DGEM

No mm I II III IV V VI

2" 50 100
90 -
11/2" 37,5 100 100
90 -
1" 25 100 100
90 -
3/4" 19 60 - 80 100 100
90 -
1/2" 12,5 60 - 80 100 100 100
90 -
3/8" 9,5 60 - 80 100

No.4 4,75 20 - 55 25 - 60 35 - 65 45 - 70 60 - 80 75 - 100

No.8 2,36 10 - 40 15 - 45 20 - 50 25 - 55 35 - 65

No.16 1,18

No.30 0,6

No.50 0,3 2 - 16 3 - 13 3 - 20 5 - 20 6 - 25 15 - 30

No.100 0,15

No.200 0,075 0 - 5 1 - 7 2 - 8 2 - 9 2 - 10 5 - 12

Sand Equivalent (%) 35 min 35 min 35 min 35 min 35 min 35 min


Los Angeles test @ 500
putaran 40 max 40 max 40 max 40 max 40 max 40 max

Bidang Pecah (%) 65 min 65 min 65 min 65 min 65 min 65 min

Sumber: Bina Marga Spesifikasi Khusus (1991)


42

Tabel 2.4 Persyaratan Sifat Campuran CEBR


(Campuran Emulsi Bergradasi Rapat)
Sifat Campuran I II III IV V VI

Kadar Bitumen Efektif 4 4,5 5 5,5 6 7,5

Kadar Bitumen Terserap 1,7 1,7 1,7 1,7 1,7 1,7

Kadar Bitumen Total 4,5 5 5,5 6 6,5 8

Kadar aspal Emulsi Total 7,5 8,3 9,2 10 10,8 13,3

(%thd berat total campuran)

Stabilitas rendaman (kg) 300 300 300 300 300 300

Stabilitas Sisa 50 50 50 50 50 50

(% thd stabilitas kering

semula sesudah 48 jam)

kadar Rongga Potensial 5 5 5 5 5 5

(%thd berat total campuran padat) 10 10 10 10 10 10

Penyerapan Air 4 4 4 4 4 4

(%thd berat total campuran padat)

Tebal Film Bitumen (µm) 8 8 8 8 8 8

Tingkat Penyelimutan 75 75 75 75 75 75

(%thd total permukaan agregat)

Tebal Lapisan yang Disarankan 80 50 40 30 25 25

Max 150 100 100 75 75 75

Sub Base Base & Base & Base & Sand Mix
Penggunaan Sub Base
& Base Surface Surface Surface & Surface

Sumber: Bina Marga Spesifikasi Khusus (1991)

2.9 Gradasi OGEM (Open Graded Emulsion Mixtures)

OGEM (Open Graded Emulsion Mixtures) adalah konstruksi yang terdiri

dari campuran antara agregat bergradasi terbuka dan aspal emulsi sebagai bahan

pengikat, yang dicampur tanpa proses pemanasan. Adapun gradasi OGEM dapat

dilihat lebih jelas pada Tabel 2.5.


43

Tabel 2.5 Gradasi OGEM (Open Graded Emulsion Mixtures)

Persen Lolos
Ukuran Ayakan
Friction Course Base Course
25 mm 100 100
19 mm 100 80-100
12.5 mm 100 -
9.5 mm 80-100 20-55
6.75 mm 10-40 5-30
2.36 mm 0-10 0-5
1.18 mm 0-5 -
0.075 mm 0-2 0-2
Nominal Layer Thickness (mm) 25 -
Residual Bitumen Content (%) 3.9 3.3
Minimum Total Emulsion Content (%) 6.6 5.7
Sumber: MPW-RI (1990)

2.10 Kajian Terhadap Spesifikasi CAED Lain

Sebagai bahan perbandingan, pada Tabel 2.6 disajikan spesifikasi CAED

selain yang diadopsi oleh pihak Bina Marga (MPW-RI, 1990) dan Bina Marga

Spesifikasi Khusus tahun 1991.

Tabel 2.6 Data Spesifikasi CAED (Campuran Aspal Emulsi Dingin)

Karakteristik CAED
Stab.
Uraian Stab. Sisa Porositas Abs.air
Rendaman
(%) (%) (%)
(kN)
TheAsphaltInstitute, 1989, 50
2.225 - -
1997 Pada suhu 22ºC (min)
Nikolaides, 50
1.335 6 - 12 4 (max)
Pada temperatur ruang (min)
Dep. PU, BM, 1990 &
50
1991 3.0 5 - 10 4 (max)
(min)
Pada temperatur ruang
Alat pemadat :
2 x 50 tumbukan Marshall (pemadatan sedang)
Alat tumbuk Marshall
Catatan : 1 kN = 100 kg
44

2.11 Kinerja CAED

CAED memerlukan penguapan kandungan air yang ada dalam campuran

untuk meningkatkan kekuatan campuran, dimana hal ini akan lebih cepat tercapai

pada daerah temperatur hangat. Menurut penelitian yang dilakukan di Inggris

beberapa spesimen di curing di ruang terbuka sehingga terkena pengaruh cuaca

pada temperatur + 10oC dengan sering hujan rintik. Spesimen diberi penutup pada

bagian sisinya sehingga efek penguapan akan terjadi dari sisi atas saja. Untuk

mencapai kekuatan CAED yang ditargetkan setara dengan kekuatan Hot Mix

(Indirect Tensile Stiffness Modulus-ITSM: 2000-2500MPa) diperlukan waktu 16

minggu (Spesimen tanpa semen). Bila spesimen CAED diberi 2% semen kekuatan

yang ditargetkan tercapai dalam 2 minggu seperti terlihat pada Gambar 2.5

(Thanaya, 2003).

6000

5000

4000
ITSM (MPa)

3000

2000

1000

0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18
Waktu Curing (Minggu

Tanpa Semen Dengan Semen

Gambar 2.5 Peningkatan kekuatan CAED


Sumber: Thanaya (2003)

Campuran dingin dengan aspal emulsi setelah dihamparkan masih relatif

goyang atau mempunyai nilai stabilitas yang rendah. Hal ini dikarenakan

kandungan aspal yang terdapat dalam aspal emulsi hanya sekitar 60% sedangkan

yang 40% berupa air. Kestabilan campuran aspal dingin diperoleh apabila air yang
45

terdapat dalam aspal emulsi menguap, hal ini menyebabkan kestabilan campuran

aspal dingin baru dicapai setelah jangka waktu ± 2 bulan sejak selesai

dihamparkan. Penambahan semen bertujuan untuk mempercepat dan

meningkatkan stabilitas campuran. Semen diharapkan dapat menarik air yang ada

dalam aspal emulsi, sehingga residu aspal yang terdapat dalam aspal emulsi dapat

segera bereaksi dengan agregat.

Pada awalnya penambahan semen kedalam campuran aspal dingin adalah

untuk membentuk mastik,yang berperanan dalam kekentalan aspal. Penambahan

semen ada kaitannya dengan adhesi,dimana pengaruhnya sama dengan

pertambahan kekentalan aspal. Mekanisme penambahan semen untuk mendukung

adhesi aspal dan agregat adalah secara mekanik sekaligus kimia.Biasanya adhesi

antara aspal dengan permukaan agregat dipengaruhi oleh kekentalan aspal. Ini

merupakan fenomena mekanik (Shell Bitumen,1991).

Adhesi merupakan akibat logis dari breaking. Setelahproses breaking

berlangsung,secara perlahan aspal akan berpisah dengan air. Agregat sekarang

diselimuti oleh bitumen yang terlepas dari emulsifier.Proses pemisahan aspal dari

air dan melekat/mengikat pada permukaan agregat ini disebut setting (Sukarno,

1992).

Usaha untuk meningkatkan adhesi dapat dilakukan dengan menambah

antistripping additive pada campuran. Bahan yang berfungsi untuk meningkatkan

daya adhesi adalah dari jenis hydrated lime yang umumnya ditambah pada

campuran 1 – 3 %. Hydrated lime akan bereaksi dengan ion karbonil yang terdapat

pada aspal dan menghasilkan group karbonil lain seperti katone,yang dapat
46

meningkatkan lekatan antara aspal dan agregat. Campuran ini akan sulit digusur

oleh air, sehingga akan meminimalkan terjadinya stripping (Shell Bitumen,1991).

Semen yang dipergunakan sebagai bahan additive di pasaran umumnya

berkualitas baik dan dapat dipertanggungjawabkan, namun untuk memberi

kepastian harus dicatat bahwa perilaku semen tergantung merknya, karena

perbedaan baik dalam bahan mentah seperti kapur dan tanah liat yang

dipakai,maupun pada proses pembuatannya.

Sesuai dengan kebutuhan pemakai, maka para pengusaha industri semen

berusaha untuk memenuhinya dengan berbagai penelitian, sehingga ditemukan

berbagai jenis semen. Semen portland diklasifikasikan dalam lima tipe yaitu :

1. Tipe I (Ordinary Portland Cement)

Semen Portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan

persyaratn khusus seperti yang dipersyaratkan pada tipe-tipe lain. Tipe semen ini

paling banyak diproduksi dan banyak dipasaran’

2. Tipe II (Moderate Sulfat Resistance)

Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan

terhadap sulfat atau panas hidrasi sedang. Tipe II ini mempunyai panas hidrasi

yang lebih rendah dibanding semen Portland Tipe I. Pada daerah–daerah tertentu

dimana suhu agak tinggi, maka untuk mengurangi penggunaan air selama

pengeringan agar tidak terjadi penyusutan yang besar perlu ditambahkan sifat

moderat “Heat of hydration”. Semen Portland tipe II ini disarankan untuk dipakai

pada bangunan seperti bendungan, dermaga dan landasan berat yang ditandai

adanya kolom-kolom dan dimana proses hidrasi rendah juga merupakan

pertimbangan utama.
47

3. Tipe III (High Early Strength)

Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan yang

tinggi pada tahap permulaan setelah pengikatan terjadi. Beton yang dibuat dengan

menggunakan semen Portland tipe III ini dalam waktu 24 jam dapat mencapai

kekuatan yang sama dengan kekuatan yang dicapai semen Portland tipe I pada

umur 3 hari, dan dalam umur 7 hari semen Portland tipe III ini kekuatannya

menyamai beton dengan menggunakan semen portlan tipe I pada umur 28 hari

4. Tipe IV (Low Heat of Hydration)

Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan panas hidrasi

rendah. Penggunaan semen ini banyak ditujukan untuk struktur beton yang massive

dan dengan volume yang besar, seperti bendungan, dam, lapangan udara. Dimana

kenaikan temperatur dari panas yang dihasilkan selama periode pengerasan

diusahakan seminimal mungkin sehingga tidak terjadi pengembangan volume

beton yang bisa menimbulkan retak. Pengembangan kuat tekan dari semen jenis ini

juga sangat lambat jika dibanding semen portland tipe I

5. Tipe V (Sulfat Resistance Cement)

Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan tinggi

terhadap sulfat. Semen jenis ini cocok digunakan untuk pembuatan beton pada

daerah yang tanah dan airnya mempunyai kandungan garam sulfat tinggi seperti:

air laut, daerah tambang, air payau.

2.12 Statistik Inferensi Uji T

Statistik dalam praktek berhubungan dengan banyak angka hingga dapat

diartikan numerical description, juga sering diasosiasikan dengan sekumpulan


48

data. Statistik dipakai untuk untuk melakukan berbagai analisis terhadap data,

seperti melakukan peramalan (forecasting), melakukan berbagai uji hipotesis.

Aplikasi ilmu statistik dapat dibagi dalam dua bagian yaitu Statistik Deskriptif dan

Statistik Induktif (Inferensi).

Statistik Deskriptif berusaha menjelaskan atau menggambarkan berbagai

karakteristik data, seperti berapa rata-rata, seberapa jauh data-data bervariasi dari

rata-ratanya, berapa median data, dan sebagainya. Sedangkan Statistik Inferensi

berusaha membuat berbagai inferensi terhadap sekumpulan data yang berasal dari

suatu sampel. Tindakan inferensi tersebut seperti melakukan perkiraan besaran

populasi, uji hipotesis, peramalan. Dalam praktek kedua bagian statistik tersebut

dipakai bersama-sama, biasanya dimulai dengan statistik deskriptif, berdasarkan

hasil tersebut, dilanjutkan dengan berbagai analisis statistik secara induktif

(inferensi)

Statistik inferensi pada dasarnya adalah suatu keputusan, perkiraan, atau

generalisasi tentang suatu populasi berdasarkan informasi yang terkandung dari

suatu sampel. Secara umum populasi didefinisikan sebagai sekumpulan data yang

mengidentifikasi suatu fenomena,sedangkan sampel didefinisikan sebagai

sekumpulan data yang diambil atau diseleksi dari suatu populasi. Pengambilan

sampel dilakukan karena dalam praktek banyak kendala yang tidak memungkinkan

seluruh populasi yang diteliti. Kendala tersebut bisa karena situasi, waktu, tenaga,

biaya dan sebagainya.

Metode statistik inferensi dalam praktek cukup beragam, dan salah satu

kriteria penting dalam pemilihan metode statistik yang akan digunakan adalah

melihat distribusi sebuah data. Jika data yang diuji berdistribusi normal atau
49

mendekati distribusi normal, maka selanjutnya dengan data-data tersebut bisa

dilakukan berbagai inferensi atau pengambil keputusan dengan metode statistik

parametrik. Jika terbukti data tidak terdistribusi normal atau jauh dari kriteria

distribusi normal, maka metode parametrik tidak bisa digunakan, untuk kegiatan

inferensi digunakan metode statistik non parametrik. Kegiatan inferensi dibedakan

menjadi: (1) Pengujian beda rata-rata yang meliputi uji t dan uji F (Anova), dan (2)

Pengujian hubungan dua variable atau lebih, alat uji yang digunakan seperti Chi-

Square, korelasi dan regresi.

2.12.1 UJI HIPOTESIS

Dalam melakukan uji hipotesis, ada banyak factor yang menentukan,

seperti apakah sampel yang diambil berjumlah banyak atau hanya sedikit. Prosedur

Uji Hipotesis dalammelakukan inferensi meliputi : (1) Menentukan H0 dan H1, (2)

Menentukan Uji (prosedur) Statistik yang digunakan (Uji t,Anova,uji z, dll), (3)

Menentukan statistik table yang dipengaruhi oleh tingkat kepercayaan, derajat

kebebasan (df) dan jumlah sampel, (4) Menentukan Statistik hitung, dan (5)

Mengambil Keputusan.

Pernyataan H0 dan H1 selalu berlawanan, seperti H0 menyatakan bahwa

rata-rata populasi, maka Hi menyatakan alternatifnya. Derajat kebebasan (degree

of freedom) sangat bervariasi tergantung dari metode yang dipakai dan jumlah

sampel. Jika sampel kecil (< 30) dan varians populasi tidak diketahui, maka

metode parametrik yang digunakan adalah uji t (student). Disini sampel bisa saling

berhubungan (dependen).
50

2.12.2 PAIRED SAMPLE T TEST

Uji-t berpasangan (paired t-test) adalah salah satu metode pengujian

hipotesis dimana data yang digunakan tidak bebas (berpasangan). Sampel yang

berpasangan diartikan sebagai sebuah sampel dengan subjek yang sama, namun

mengalami dua perlakuan atau pengukuran yang berbeda. Ciri-ciri yang paling

sering ditemui pada kasus yang berpasangan adalah satu individu (objek

penelitian) dikenai 2 buah perlakuan yang berbeda. Walaupun menggunakan

individu yang sama, peneliti tetap memperoleh 2 macam data sampel, yaitu data

dari perlakuan pertama dan data dari perlakuan kedua. Perlakuan pertama mungkin

saja berupa kontrol, yaitu tidak memberikan perlakuan sama sekali terhadap objek

penelitian.

Untuk interpretasi t-test terlebih dahulu harus ditentukan nilai α (tingkat

signifikansi/probabilitas) dan nilai derajat kebebasan (degree of freedom) = N-1

dengan N adalah jumlah sampel. Kemudian nilai t hitung dipakai dasar dalam

pengambilan keputusan. Dasar pengambilan keputusan ada dua yaitu berdasarkan

perbandingan t hitung dengan nilai t-tabel dan berdasar nilai Probabilitas. Jika

keputusan berdasarkan t table, apabila t hitung lebih besar dari nilai t-tabel maka

nilai rata-rata berbeda secara signifikan (Ho ditolak) dan apabila t hitung lebih

kecil dari t-tabel maka nilai rata-rata tidak berbeda secara signifikan (Ho diterima).

Bila keputusan diambil berdasarkan Probabilitas, apabila probabilitas > 0,05, maka

H0 diterima, bila probabilitas < 0,05, maka H0 ditolak. Untuk uji dua sisi, setiap sisi

dibagi 2 hingga menjadi : jika angka probabilitas/2 > 0,025, maka H0 diterima,

bila angka probabilitas/2 < 0,025 H0 ditolak.


51

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Agregat kasar, halus, dan abu batu berupa batu pecah yang diperoleh dari

proses pemecahan batu alam dari Daerah Gesing Desa Selat Karangasem, diayak

di PT Sarana Beton Perkasa Jalan IB Mantra Desa Saba Gianyar. Penelitian

campuran CAED dilakukan di Laboratorium Jalan Raya Unit Pelaksana Teknis

(UPT) dan Balai Pengujian Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Bali, Jl.

Cokroaminoto Km. 3 Ubung, Denpasar-Bali.

3.2 Bahan dan Alat

3.2.1 Bahan

Agregat alam terdiri dari agregat kasar, agregat halus dan filler Abu batu.

Aspal, yaitu aspal emulsi CSS (Cationic Slow Setting)-1h, dengan bahan dasar

aspal penetrasi 56 (spesifikasi 40 – 90 Lampiran A) setara AC 60/70

3.2.2 Alat

Alat-alat Laboratorium Jalan Raya Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD)

dan Balai Pengujian Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Bali, yaitu: (a) Satu set

saringan, (b) Mesin Los Angeles, (c) Pan, (d) Cetakan benda uji, (e) Timbangan,

(f) Alat pemadat/penumbuk, (g) Neraca, (h) Ejector/extruder, (i) Oven, dan (j)

Alat Marshall.
52

3.3 Langkah-Langkah Penelitian

Adapun langkah-langkah penelitian yang dilakukan seperti pada Gambar

3.1 berikut ini.


Persiapan

Data Spesifikasi Pemeriksaan Agregat sesuai


Aspal Emulsi Spesifikasi Sifat Campuran
Jenis CSS-1h Aspal Emulsi Bergradasi
Rapat (CEBR) Ganti
Bahan

Tidak
Spesifikasi

Ya

Proporsi Agregat

Estimasi Kadar Aspal Emulsi

Tes Penyelimutan (Coating)

Penentuan Enersi Pemadatan

Tidak
Stabilitas dan Porositas

Ya

Variasi Kadar Aspal


Residu

Penentuan Kadar Aspal


Emulsi Optimum (KARO)

A
53

Produksi I : Produksi II : Produksi III : Produksi IV : Produksi V :


sampel padat sampel padat sampel padat sampel padat sampel padat
pada KARO pada KARO pada KARO pada KARO pada KARO
tanpa semen tanpa semen dengan 2 % tanpa semen dengan 2 %
semen semen semen

Sampel dicuring dalam


cetakan selama 3 hari,
kemudian dimasukan ke
dalam oven pada suhu Curing dalam ruang Sampel dikondisikan
40oC selama 24 jam, dan dan pada suhu ruang full curing dalam oven
dicuring dalam suhu selama 3,6,9,dan 12 suhu 40o C sampai berat
ruang selama 24 jam hari sampel tetap

Tes Volumetrik dan Tes


Tes Marshall dalam Tes Marshall dalam
Marshall dalam kondisi
kondisi suhu ruang kondisi suhu ruang
panas dengan cara
(tanpa direndam) (tanpa direndam)
direndam dalam bak air
dengan suhu 60oC
selama 30-40 menit.

Analisis Data Analisis Data

Stabilitas Sisa Uji Statistik Analisis Data

Simpulan & Saran

Selesai

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian


54

3.4 Metode Curing di Dalam Ruang

1. Sampel yang sudah dipadatkan ditempatkan di atas meja dengan alas pasir

setebal ± 1-2cm.

2. Bagian sisi luar sampel diberi isolasi/penutup untuk mensimulasikan kondisi di

lapangan, dimana penguapan hanya terjadi melalui bagian permukaan saja.

Sampel
Pasir
Meja

Gambar 3.2 Curing di Dalam Ruang

3.5 Pengujian Laboratorium

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini sebelumnya diuji di

laboratorium untuk mendapatkan bahan yang memenuhi syarat-syarat bahan

pekerjaan jalan. Adapun pengujian yang dilakukan seperti di bawah ini.


55

3.5.1 Analisis Saringan Agregat Kasar, Agregat Halus, dan Filler

1. Tujuan:

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan pembagian butir (gradasi)

agregat kasar, agregat halus, dan filler dengan menggunakan saringan.

2. Peralatan:

a. Timbangan dan neraca dengan ketelitian 0,2 % dari berat benda uji.

b. Saringan: 1/2”, 3/8”, No.4, No.8, No.50, dan No.200.

c. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai (100

± 5)o C atau wajan,kompor,pengaduk dll.

d. Alat pemisah contoh, mesin pengguncang saringan, talam, kuas, sikat

kuningan, sendok dan alat-alat lainnya.

3. Benda uji:

Benda uji berupa agregat kasar (CA), Agregat Halus (FA), dan Abu batu

(Filler).

4. Prosedur:

a. Benda uji dikeringkan di dalam oven dengan suhu (110 ± 5)oC, sampai
berat tetap atau dipanaskan di atas wajan agar air yang ada di dalam agregat
menguap,sehingga agregat mudah untuk diayak. Dalam penelitian ini
dilakukan dengan memanaskan agregat denagn wajan.
b. Saring benda uji lewat susunan saringan dengan ukuran saringan paling
besar ditempatkan paling atas dan diguncang dengan mesin pengguncang
selama 15 menit. Pada penelitian ini tidak dilakukan analisis saringan tiap
jenis agregat. Untuk mendapatkan gradasi butiran yang memenuhi
spesifikasi gradasi agregat kasar, agregat halus, dan filler untuk campuran
aspal emulsi dingin dilakukan dengan mengayak agregat sesuai saringan
yang diperlukan.
56

c. Untuk memperoleh Agregat Kasar, saringan yang dipergunakan sebanyak 4


buah saringan yaitu saringan ½”,3/8”,saringan No.4,dan saringan No.8.
Pertama dipasang saringan ukuran 1/2” (12,5 mm) dimana agregat yang
lolos adalah 100%, sedangkan yang tertahan tidak dipergunakan. Ukuran
saringan berikutnya adalah saringan 3/8”(9,5 mm), agregat yang tertahan
dikumpulkan,sedangkan yang lolos akan diayak pada saringan No.4
(4,75mm). Agregat yang tertahan di atas ayakan No.4
dikumpulkan,sedangkan yang lolos saringan akan disaring pada saringan
No.8 (2,36 mm). Agregat yang tertahan di atas saringan No.8 dikumpulkan,
sedangkan yang lolos saringan akan diayak pada saringan No.50 (0,3mm).
Agregat yang tertahan diatas ayakan No.8 dan lewat saringan ½”
merupakan agregat kasar yang dipergunakan dalam penelitian CAED.
d. Untuk memperoleh Agregat Halus, saringan yang dipergunakan sebanyak 2
buah saringan yaitu saringan No.50 (0,3 mm) dan saringan No.200
(0,075mm). Agregat yang lolos saringan No.8 diayak pada saringan No.50
(0,3mm). Agregat yang lolos akan diayak pada saringan No.200
(0,075mm), sedangkan yang tertahan dikumpulkan. Selanjutnya Agregat
yang tertahan pada saringan No.200 (0,075mm) dikumpulkan. Agregat
yang tertahan diatas ayakan No.200 dan yang lewat saringan No.8
merupakan agregat halus yang dipergunakan dalam penelitian CAED.
e. Abu batu diperoleh dari mengayak agregat yang lolos saringan No.200,
bahan ini dipergunakan sebagai bahan filler untuk campuran aspal emulsi
dingin.

3.5.2 Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar

1. Tujuan:

a. Menentukan Berat Jenis Bulk (Bulk Specific Gravity).

b. Menentukan Berat Jenis Kering Permukaan Jenuh (SSD).

c. Menentukan Berat Jenis Semu (Apparent Specific Gravity.)

d. Menentukan Penyerapan Agregat Kasar.


57

2. Peralatan:

a. Keranjang kawat ukuran No.6 atau No.8.

b. Tempat air dengan kapasitas dan bentuk yang sesuai dengan pemeriksaan.

Tempat ini harus dilengkapi dengan pipa sehingga permukaan air selalu

tetap.

c. Timbangan dan ketelitian 0,1 % dari berat contoh yang ditimbang dan

dilengkapi dengan alat penggantung keranjang.

d. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai (110

± 5)oC.

e. Alat pemisah contoh dan Saringan No.4

3. Benda uji:

Benda uji adalah agregat kasar.

4. Prosedur:

a. Siapkan agregat kasar (tertahan saringan No. 4 atau 4,75 mm) atau yang

lebih besar, sebanyak 5000 gram (menyesuaikan). Cuci untuk

menghilangkan debu, kemudian direndam selama 24 jam.

b. Angkat agregat dari dalam air, kemudian dilap dengan kain/kertas

penyerap, dan/atau dianginkan dengan kipas angin, sampai selaput air pada

permukaan hilang (keadaan kering permukaan jenuh atau saturated surface

dry/SSD). Secara visual agregat akan tampak relatif kering pada

permukaannya namun masih jenuh air, lalu ditimbang (Bj).

c. Letakkan benda uji dalam keadaan SSD dalam keranjang yang berlubang

kecil-kecil, kemudian timbang berat benda uji dalam air yang bersuhu 25ºC

(Ba).
58

d. Keringkan benda uji dalam oven pada suhu 110 ± 5ºC selama 24 jam, atau

sampai beratnya konstan. Lalu didinginkan dan ditimbang (Bk).

5. Perhitungan:

Bk
Berat jenis (bulk specific gravity) = (3.1)
( Bj - Ba)
Berat jenis kering permukaan jenuh (saturated surface dry)
Bj
= (3.2)
( Bj - Ba)
Bk
Berat jenis semu (apparent specific gravity) = (3.3)
( Bk - Ba)
( Bj - Bk )
Penyerapan (absorpsi) = x 100 % (3.4)
Bk
Dimana:
Bk = berat benda uji kering oven (gram)
Bj = berat benda uji kering permukaan jenuh (gram)
Ba = berat benda uji kering permukaan jenuh dalam air (gram)

3.5.3 Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus

1. Tujuan:

a. Menentukan Berat Jenis Bulk (Bulk Specific Gravity).

b. Menentukan Berat Jenis Kering Permukaan Jenuh (SSD).

c. Menentukan Berat Jenis Semu (Apparent Specific Gravity).

d. Menentukan Penyerapan Agregat Halus.

2. Peralatan:

a. penumbuk yang mempunyai bidang penumbuk rata, berat (340 ± 15) gram,

diameter permukaan penumbuk (25 ± 3) mm.

b. Timbangan kapasitas 1 kg atau lebih dengan ketelitian 0,1 gram.


59

c. Piknometer dengan kapasitas 500 ml.

d. Kerucut terpacung (cone), diameter bagian atas (40 ± 3) mm, diameter

bagian bawah (90 ± 3) mm dan tinggi (75 ± 3) mm dibuat dari logam tebal

minimum 0,8 mm.

e. Batang Saringan No.4 dan desikator.

f. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai suhu

(110 ± 5)oC.

3. Benda uji:

Benda uji adalah agregat halus lolos Saringan No.4 sebanyak 1000 gram.

4. Prosedur:

a. Cuci bersih sekitar 1000 gram agregat halus (lolos saringan 2,36 mm),

kemudian rendam dalam air selama (24 ± 4) jam.

b. Buang air perendam, hati-hati jangan sampai ada butiran yang hilang,

tebarkan agregat diatas talam, keringkan di udara panas dengan cara

membalik-balikkan benda uji. Lakukan pengeringan sampai tercapai

keadaan kering permukaan jenuh.

c. Periksa keadaan kering permukaan jenuh dengan mengisikan benda uji ke

dalam kerucut terpacung, padatkan dengan batang penumbuk sebanyak 25

kali, angkat kerucut terpancung. Keadaan kering permukaan jenuh tercapai

bila benda uji runtuh akan tetapi masih dalam keadaan tercetak.

d. Segera setelah tercapai keadaan kering permukaan jenuh masukkan 500

gram benda uji ke dalam piknometer. Masukkan air suling sampai

mencapai 90 % isi piknometer, putar sambil diguncang-guncangkan sampai

tidak terlihat gelembung udara didalamnya. Untuk mempercepat proses ini


60

dapat dipergunakan pompa hampa udara, tetapi harus diperhatikan jangan

sampai ada air yang ikut terisap, dapat juga dilakukan dengan merebus

piknometer.

e. Rendam piknometer dalam air dan ukur suhu air untuk penyesuaian

perhitungan kepada suhu standar (25oC).

f. Tambahkan air sampai mencapai tanda batas.

g. Timbang piknometer berisi air dan benda uji sampai ketelitian 0,1 gram

(Bt).

h. Keluarkan benda uji, keringkan dalam oven dengan suhu (110 ± 5)oC

sampai berat tetap, kemudian dinginkan benda uji dalam desikator.

i. Setelah benda uji dingin, kemudian timbanglah (Bk).

j. Tentukan berat piknometer berisi air penuh dan ukur suhu air guna

penyesuaian terhadap suhu standar 25oC (B).

5. Perhitungan:

Bk
Berat jenis (bulk specific gravity) = (3.5)
( B + 500 - Bt )

Berat jenis kering permukaan jenuh (saturated surface dry)

500
= (3.6)
( B + 500 - Bt )

Berat jenis semu (apparent specific gravity)

Bk
= (3.7)
( B + Bk - Bt )
61

(500 - Bk)
Penyerapan (absorpsi) = x 100 % (3.8)
Bk

Dimana:

Bk = berat benda uji kering oven (gram)

B = berat piknometer berisi air (gram)

Bt = berat piknometer berisi benda uji dan air (gram)

500 = berat benda uji dalam keadaan kering permukaan jenuh (gram)

3.5.4 Pemeriksaan Berat Jenis Filler

1. Tujuan: Menentukan Berat Jenis Filler.

2. Peralatan: Tabung/gelas, penutupnya, Timbangan dan oven.

3. Benda uji: Benda uji adalah Abu batu yang lolos saringan No.200 sebanyak 1

kg.

4. Prosedur:

a. Timbang tabung/gelas dan penutupnya (A).

b. Isi tabung/gelas dengan air sampai penuh kemudian ditutup dengan penutup

kaca. Upayakan tidak terlihat ada rongga udara yang terperangkap.

Keringkan kelebihan air dengan kertas tisu, lalu ditimbang (B). Kemudian

tuangkan air dan keringkan tabung/gelas.

c. Seperti langkah kedua diatas, namun diisi dengan Dilatomeric Liquid (DL),

lalu ditimbang (C).

d. Isi tabung/gelas dengan filler minimel sepertiga volume tabung/gelas, dan

timbang bersama penutup kacanya (D).


62

e. Seperti langkah keempat diatas, dan ditambahkan dengan Dilatomeric

Liquid (DL), lalu ditimbang beserta penutup kaca (E).

5. Perhitungan:

Berat jenis =
D- A
; dDL =
(C - A) (3.9)
( B - A) -
( E - D) ( B - A)
dDL

DL = Dilatomeric Liquid (cairan yang tidak beraksi dengan filler)

dDL = Kepadatan dari DL

3.5.5 Pemeriksaan Keausan Agregat (Abrasi)

1. Tujuan:

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan ketahanan agregat kasar

terhadap keausan dengan mempergunakan mesin Los Angeles. Keausan tersebut

dinyatakan dengan perbandingan antara berat bahan aus lewat saringan No.12

terhadap berat semula (dalam %).

2. Peralatan:

a. Mesin Los Angeles, mesin ini terdiri dari silinder baja tertutup pada kedua

sisinya dengan diameter 71 cm (28”) panjang, dalam 50 cm (20”). Silinder

bertumpu pada dua poros pendek yang tidak menerus dan berputar pada

poros mendatar. Silinder berlubang untuk memasukkan benda uji. Penutup

lubang terpasang rapat sehingga permukaan dalam silinder tidak terganggu.

Dibagian dalam silinder terdapat bilah baja melintang penuh setinggi 8,9

cm (3,56”).

b. Saringan mulai ukuran 19,0 mm (3/4”) sampai 9,5 mm (No.3/8”).

c. Timbangan dengan ketelitian 1 gram.


63

d. Bola-bola baja mempunyai diameter rata-rata 4,68 cm dan berat masing-

masing antara 400 – 440 gram.

e. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanaskan sampai

(110 ± 5)oC.

3. Benda uji: Benda uji adalah agregat kasar.

4. Prosedur:

a. Agregat dikeringkan dalam oven sampai beratnya tetap kemudian saring

serta timbang.

b. Benda uji dan bola-bola baja dimasukkan ke dalam mesin Los Angeles.

c. Putar mesin dengan kecepatan 30 – 33 rpm, sebanyak 500 putaran.

d. Setelah selesai pemutaran, benda uji dikeluarkan, disaring dengan saringan

No.12 (1,7 mm). Butiran yang lebih besar dari 1,7 mm (tertahan di saringan

tersebut) dicuci bersih, dikeringkan dalam oven suhu (110 ± 5)oC,

kemudian timbang dengan ketelitian 5 gram.

5. Perhitungan:

a-b
Keausan = x 100 % (3.10)
a

Dimana:

a = berat benda uji semula (gram)

b = barat benda uji tertahan saringan No.12 (gram)

3.5.6 Pemeriksaan Keawetan (Soundness Test)

1. Tujuan: Untuk mengetahui pelapukan agregat akibat pengaruh iklim dan bahan

kimia.
64

2. Peralatan:

a. Beaker glass, oven, saringan 3/8” atau 9,5 mm dan desikator.

b. Timbangan dengan ketelitian 0,1 gram.

c. Natrium sulfat atau magnesium sulfat.

3. Benda uji: Benda uji adalah agregat kasar tertahan saringan 3/8”.

4. Prosedur:

a. Siapkan larutan natrium sulfat atau magnesium sulfat dengan cara

melarutkan kristal murni garam magnesium sulfat ke dalam air panas dan

diaduk kemudian disaring.

b. Agregat yang akan diuji dikeringkan dalam oven sampai beratnya tetap,

kemudian ditimbang (A).

c. Masukkan benda uji ke dalam beaker glass, tuang larutan garam yang telah

disediakan setinggi 1 cm diatas permukaan agregat biarkan selama 16 jam.

d. Setelah 16 jam ambil benda uji biarkan mengering. Setelah itu masukkan

dalam oven hingga beratnya tetap.

e. Siapkan ayakan 3/8” dan dibawahnya diletakkan tutup saringan yang

bersih.

f. Benda uji disaring selama 10 menit, kemudian dicuci dengan air panas pada

suhu 40oC.

g. Buang airnya, kemudian masukkan dalam oven pada suhu 110±5oC selama

24 jam sampai beratnya tetap dan saring dengan saringan 3/8”.

h. Timbang agregat yang tertahan di atas saringan (B).

5. Perhitungan:
65

A- B
Persentase agregat yang lapuk = x 100% (3.11)
A

3.5.7 Pemeriksaan Kadar Lumpur/Lempung

1. Tujuan: Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kandungan Lumpur dalam

agregat kasar dengan mencari perbandingan berat lempung/lumpur dalam

agregat dengan benda uji yang dinyatakan dalam persen.

2. Peralatan: Saringan No.4, timbangan, cawan, dan Oven dengan pengatur suhu

(110 ± 5)oC.

3. Benda Uji: Benda uji berupa agregat yang tertahan saringan No.4.

4. Prosedur:

a. Masukkan benda uji ke dalam oven dengan suhu (110 ± 5)oC selama 24

jam.

b. Timbang cawan kosong + benda uji (A).

c. Cuci benda uji untuk menghilangkan kotorannya hingga benar-benar

bersih.

d. Keringkan dalam oven dengan suhu (110 ± 5)oC sampai selama 24 jam.

e. Dinginkan benda uji dalam desikator.

f. Timbang cawan + benda uji bersih kering dalam oven (B).

5. Perhitungan:

A- B
Kadar lempung = x100% (3.12)
A
66

3.5.8 Pemeriksaan Kebersihan Agregat Halus (Sand Equivalent)

1. Tujuan: Untuk mengetahui kebersihan agregat halus dari kandungan bahan

organik/lumpur.

2. Peralatan: Tabung sand equivalent, Beban equivalent, Larutan Calsium Clorida

dan Saringan No 4, gelas ukur, tin box, sumbat karet, cawan.

3. Benda uji: Benda uji adalah agregat halus lolos saringan No.4.

4. Prosedur:

a. Masukkan benda uji kedalam tin box sampai penuh, ratakan dan tekan

dengan tangan hingga permukaannya rata.

b. Masukkan larutan calsium clorida kedalam tabung sand equivalent setinggi

5 strip (skala tabung sand equivalent).

c. Masukkan benda uji yang telah ditakar tadi kedalam tabung sand equivalent

dan biarkan selama 10 menit.

d. Tabung ditutup dengan sumbat karet kemudian dikocok kearah horizontal

sebanyak 90 kali.

e. Tabung dibuka dan ditambahkan larutan calsium clorida sampai setinggi 15

cm dari permukaan agregat.

f. Diamkan selama 20 menit kemudian baca skala diatas pemukaan lumpur.

g. Selanjutnya baca skala beban equivalent secara perlahan lahan sampai

beban tersebut terhenti. Baca skala setelah pembebanan.

5. Perhitungan:

Skala
Nilai Sand Equivalent (SE) = x100% (3.13)
SkalaLumpur
67

3.5.9 Pemeriksaan Kadar Aspal Residu

1. Tujuan: Untuk mengetahui kadar aspal residu dari aspal emulsi.

2. Peralatan: Pan,Oven, dan Timbangan

3. Benda uji: Aspal emulsi

4. Prosedur:

a. Sebelum pengambilan aspal emulsi terlebih dahulu dilakukan pengadukan..

b. Timbang berat pan yang akan dipakai (A).

c. Tuangkan aspal emulsi ke dalam pan secukupnya lalu timbang (B).

d. Masukkan pan yang telah terisi aspal emulsi kedalam oven dengan

temperatur (110 ± 5)oC selama 24 jam.

e. Keluarkan pan dari dalam oven lalu timbang (C).

5. Perhitungan:

X = (C-A)/(B-A)x100% (3.14)

3.6 Pemilihan Gradasi dan Proporsi Campuran Agregat DGEM Type V

Dalam penelitian ini dipergunakan Gradasi DGEM Type V dengan ukuran

diameter terbesar 12,5 mm dengan proporsi Gradasi Ideal seperti disajikan pada

Tabel 3.1
68

Tabel 3.1 Proporsi Campuran Agregat DGEM Type V

No. mm Spek. Gradasi Proporsi Berat Berat


Saring- Campuran Ideal % Agregat untuk Agregat
an Agg( % (% lolos Coating untuk berat
lolos saringan (500 gram) sampel
saringan) (1200 gram)
1/2" 12,5 100 100 5* 25 60
3/8" 9,5 90-100 95 25 125 300
No.4 4,75 60-80 70 20 100 240
No.8 2,36 35-65 50 34,5 172,5 414
No.50 0,3 6-25 15,5 9,5 47,5 114

No.200 0,075 2-10 6 6 30 72


*agregat lolos 12,5 mm tertahan 9,5 mm = 5 %

3.7 Perhitungan Kebutuhan Aspal Emulsi

Dalam perhitungan kebutuhan Aspal Emulsi menggunakan cara dengan

menggunakan rumus (Asphalt Institute, MS 14, 1989):

P = (0.05A + 0.1B + 0.5C) x (0.7)

dimana:

P = % Kadar aspal residu awal

Sesuai Gradasi Ideal pada Tabel 3.1

A = % Agregat Kasar (Tertahan di atas ayakan 2,36 mm) = 50 %

B = % Agregat halus (lolos 2,36 mm tertahan 0,075 mm) = 44 %

C = % Filler = 6%

kemudian diestimasi kadar aspal emulsi (KAE) awal terhadap berat total

campuran:

KAE awal = (P/X)%

dimana:
69

P = % Kadar aspal residu awal

X = % Kadar residu dari aspal emulsi

Menentukan Kadar aspal residu awal (P) berdasarkan Gradasi Ideal

P = (0,05 x 50 + 0,1x44 + 0,5x6) x (0,7) = (2,5 + 4,4 + 3) x 0,7 = 6,93%

Dibulatkan menjadi 7 %

Berdasarkan nilai P = 7 %, sedangkan X = 57 % = 0,57 (diperoleh dari

brosur), maka KAE = 7/0,57 = 12,28 % terhadap berat total campuran

3.8 Tes Penyelimutan (Coating Test)

Tes ini dilaksanakan dengan menggunakan agregat kering yang sudah

diproporsikan sesuai gradasi yaitu sebesar 500 gram, kemudian dilembabkan

secara merata dengan beberapa variasi kadar air yaitu 2%, 3%, 4%, 5%, dan 6 %

terhadap berat campuran. Dalam kondisi ini air berperan sebagai viscosity reducing

agent (menurunkan kekentalan aspal emulsi). Setelah itu agregat lembab dicampur

dengan aspal emulsi,tempatkan di atas alas kedap air,dan terus diobservasi

penyelimutannya. Tentukan kadar air yang menghasilkan penyelimutan terbaik.

3.9 Perhitungan Kebutuhan Aspal

Dengan pemadatan yang sesuai,dibuat spesimen dengan beberapa variasi

kadar aspal residu. Variasi kadar aspal direncanakan dengan beda 0,5 % sebanyak

dua variasi di bawah dan dua variasi di atas kadar aspal residu awal. Tabulasi

kebutuhan aspal dengan kadar aspal residu yang bervariasi seperti Tabel 3.2

berikut ini :
70

Tabel 3.2 Kebutuhan Aspal Emulsi Berdasarkan Variasi Kadar Aspal Residu

Kadar Aspal Residu Kadar Aspal Berat Aspal Emulsi


(P) Emulsi untuk sampel Berdasarkan Total
(% thd berat total = P/X (%) Campuran (1.150 gram)
camp)
6 % (6/0,57 ) = 10,52 (10,52/100) x1150 = 120,98
6,5 % (6,5/0,57) = 11,40 (11,40/100) x1150 = 131,10
7 % (7/0,57) = 12,28 (12,28/100) x 1150 = 141,22
7,5 % (7,5/0,57) = 13,16 (13,16/100) x1150 = 151,34
8 % (8/0,57) = 14,04 (14,04/100) x1150 = 161,46
Catatan : X = kadar residu dari aspal emulsi

3.10 Pemeriksaan Campuran Aspal Emulsi Dingin dengan Metode

Modifikasi Marshall

3.10.1 Pembuatan Benda Uji Campuran Aspal Emulsi Dingin

1. Persiapan benda uji:

Persiapan benda uji terdiri dari penyiapan agregat dan aspal. Agregat yang

digunakan dalam campuran dikeringkan sampai beratnya tetap pada suhu 105 ±

5°C.

2. Peralatan:

a. Cetakan benda uji dari logam yang berdiameter 10,2 cm (4”) dan tinggi 7,5

cm (3”), lengkap dengan pelat alas dan leher sambung.

b. Penumbuk yang mempunyai permukaan tumbuk rata yang berbentuk

silinder, dengan berat 4,536 kg dan tinggi jatuh bebas 45,7 cm.

c. Landasan pemadat terdiri dari balok kayu (jati atau yang sejenis) berukuran

20,32 x 20,32 x 45,72 cm dilapisi dengan pelat baja berukuran 30,48 x

30,48 x 2,54 cm dan dijangkarkan pada lantai beton di keempat bagian

sudutnya.
71

d. Pemegang cetakan benda uji.

e. Alat pengeluar benda uji, untuk mengeluarkan benda uji yang sudah

dipadatkan dari dalam cetakan benda uji, dipakai alat Extruder yang

berdiameter 10 cm.

f. Alat Marshall yang lengkap dengan Kepala penekan (breaking head)

berbentuk lengkung dan Cincin penguji (proving ring) kapasitas 2500 kg

dan atau 5000 kg, dilengkapi arloji (dial) tekan dengan ketelitian 0,0025

mm.

g. Timbangan yang dilengkapi dengan penggantung benda uji berkapasitas 2

kg dengan ketelitian 0,1 gram dan timbangan berkapasitas 5 kg dengan

ketelitian 1 gram.

h. Pengukur suhu dari logam (metal thermometer) berkapasitas 250oC dan ±

100oC dengan ketelitian 1 % dari kapasitas.

i. Sarung tangan dari asbes, sarung tangan dari karet dan pelindung

pernafasan atau masker.

3. Pembuatan Benda Uji

a. Agregat kering diproporsikan sesuai dengan gradasi tengah CEBR Tipe V.

Agregat kasar (> 2,36 mm) diproporsikan sesuai ukuran saringan terkait.

Agregat halus adalah agregat yang lolos saringan 2,36 mm tertahan 0,075

mm.

b. Proses perencanaan dan pembuatan sampel CAED dilakukan sesuai

prosedur (BAB II, Sub Bab 2.8)

4. Pemadatan Benda Uji:

a. Bersihkan perlengkapan cetakan benda uji serta bagian muka penumbuk.


72

b. Letakkan cetakan di atas landasan pemadat dan tahan dengan pemegang

cetakan.

c. Letakkan selembar kertas saring atau kertas penghisap yang sudah

digunting menurut ukuran cetakan ke dalam dasar cetakan.

d. Timbang sekitar 1000-1250 gram campuran (untuk memperoleh tinggi

benda uji mendekati tinggi standar 63,5 mm. Masukkan seluruh campuran

ke dalam cetakan dan tusuk-tusuk campuran keras-keras dengan spatula

sebanyak 15 kali keliling pinggirannya dan 10 kali bagian tengahnya.

e. Lakukan pemadatan dengan alat penumbuk sebanyak 2 x 50 kali (masing-

masing 50 tumbukan pada satu sisi, kemudian sampel dibalikkan dan

dipadatkan lagi 50 kali tumbukan untuk sisi berikutnya) dengan tinggi jatuh

45,7 cm dan berat alat tumbuk 4,5 kg. Selama pemadatan harus

diperhatikan agar kedudukan sumbu palu pemadat selalu tegak lurus pada

alas cetakan.

f. Sampel di curing sesuai tahapan perencanaan CAED

g. Lepaskan pelat alas berikut leher sambung dari cetakan benda uji, kemudian

cetakan yang berisi benda uji dibalikkan dan pasanglah alat pengeluar

benda uji.

h. Keluarkan dengan hati-hati dengan ejektor dan letakkan benda uji diatas

permukaan yang rata.

3.10.2 Pengujian Campuran Aspal Emulsi Dingin Metode Modifikasi

Marshall

1. Persiapan pengujian:
73

a. Bersihkan benda uji dari kotoran yang menempel.

b. Beri tanda pengenal pada benda uji.

c. Ukur ketinggian benda uji dengan ketelitian 0,1 mm kemudian ditimbang.

d. Bersihkan batang penuntun (guide rod) dan permukaan dalam dari kepala

penekan, sehingga kepala penekan yang atas dapat meluncur bebas.

2. Pengujian:

a. Siapkan benda uji (setelah di curing) letakkan ke dalam segmen bawah

kepala penekan alat uji marshall, pada temperatur ruang (±28ºC) Bila

disetarakan dengan cara pengujian campuran panas, sampel

dikondisikan/direndam dalam bak air pada temperatur 60oC selama 30 – 40

menit.

b. Pasang segmen atas diatas benda uji dan letakkan keseluruhannya dalam

mesin penguji.

c. Naikkan kepala penekan beserta benda ujinya dinaikkan hingga menyentuh

alas cincin penguji, sebelum pembebanan diberikan.

d. Atur jarum arloji tekan pada kedudukan angka nol.

e. Berikan pembebanan pada benda uji dengan kecepatan tetap sekitar 50

mm/menit sampai pembebanan menurun seperti yang di tunjukkan oleh

jarum arloji tekan dan catat pembebanan maksimum yang dicapai,

koreksilah bebannya dengan menggunakan faktor perkalian angka korelasi

beban dan angka kalibrasi alat.


74

3.11 Uji Statistik dengan Paired Sample t Test

Untuk menguji hasil peningkatan stabilitas CAED tanpa penambahan

semen dan dengan penambahan 2 % semen sesuai waktu curing dilakukan dengan

menggunakan perhitungan statistik yaitu uji nilai t berpasangan (Paired t test).

Sampel tanpa penambahan semen dan dengan penambahan 2 % semen dicari

Stabilitas Marshall sesuai waktu curing 3, 6, 9, dan 12 hari. Kasus ini terdiri atas

dua sampel yang berhubungan/berpasangan satu dengan yang lain, yaitu sampel

dengan waktu curing 3 hari (sebelum) dengan sampel dengan waktu curing 6 hari

(sesudah), sampel dengan waktu curing 6 hari (sebelum) dengan sampel dengan

waktu curing 9 hari(sesudah), dan sampel dengan waktu curing 9 hari(sebelum)

dengan sampel dengan waktu curing 12 hari (sesudah). Sampel diketahui

berdistribusi normal, dan anggota sampel sedikit (hanya 3<30), maka dipakai uji t

untuk dua sampel yang berpasangan (sebelum dan sesudah).

Hipotesis untuk kasus ini :

H0 = Kedua rata-rata adalah identik (rata-rata sampel sebelum dan sesudah

adalah tidak berbeda secara nyata.

H1 = Kedua rata-rata adalah tidak identik (rata-rata sampel sebelum dan

sesudah adalah berbeda secara nyata.

Teknik Analisis Paired sample t test mempergunakan rumus sebagai

berikut:

Dimana :

t = nilai t hitung
75

= Rata-rata selisih pengukuran 1 dan 2

SD = Standar Deviasi selisih pengukuran 1 dan 2

N = Jumlah Sampel

Untuk pengolahan data dengan Paired sample t test dipergunakan Program SPSS.

Output Bagian Pertama (Group Statistics)

T-Test

Paired Samples Statistic

Mean N Std Std Error


Deviation Mean
Pair 1 SEBELUM 3
SESUDAH 3

Pada bagian pertama terlihat ringkasan statistik dari kedua sampel. Untuk Nilai

Stabilitas sebelum dan sesudah

Output Bagian Kedua

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig
Pair 1 SEBELUM 3
&
SESUDAH 3

Bagian kedua output adalah hasil korelasi antara kedua variabel, yang

menghasilkan nilai correlation dan nilai probabilitas yang dibandingkan dengan

0,05. Koefesien korelasi ialah pengukuran statistik kovarian atau asosiasi antara

dua variabel. Besarnya koefesien korelasi berkisar antara +1 s/d -1. Koefesien

korelasi menunjukkan kekuatan (strength) hubungan linear dan arah hubungan dua

variabel acak. Jika koefesien korelasi positif, maka kedua variabel mempunyai

hubungan searah. Artinya jika nilai variabel X tinggi, maka nilai variabel Y akan
76

tinggi pula. Sebaliknya, jika koefesien korelasi negatif, maka kedua variabel

mempunyai hubungan terbalik. Artinya jika nilai variabel X tinggi, maka nilai

variabel Y akan menjadi rendah (dan sebaliknya). Untuk memudahkan melakukan

interpretasi mengenai kekuatan hubungan antara dua variabel diberikan kriteria

sebagai berikut:

– 0 : Tidak ada korelasi antara dua variabel

– >0 – 0,25: Korelasi sangat lemah

– >0,25 – 0,5: Korelasi cukup

– >0,5 – 0,75: Korelasi kuat

– >0,75 – 0,99: Korelasi sangat kuat

– 1: Korelasi sempurna

Bila probabilitas < 0,05, hal ini menyatakan bahwa korelasi antara

Stabilitas sebelum dan sesudah adalah sangat erat dan benar-benar berhubungan

secara nyata.

Output Bagian Ketiga (Paired Sample Test), Pengambilan Keputusan

Paired Sample Test

Paired
Differe nces
Mean Std
Deviation
Std.Error
mean
95 % Confidence Interval of
the Difference
Sig.
(2-
taile
d)
Lower Upper t df
Pair1 Sebelum
Sesudah

Keputusan diambil berdasarkan perbandingan t hitung dengan t tabel dan

berdasarkan nilai Probabilitas. Keputusan berdasarkan perbandingan t hitung

dengan t tabel,jika Statistik Hitung (angka t output) > Statistik Tabel (t tabel),
77

maka H0 ditolak dan jika Statistik Hitung (angka t output) < Statistik Tabel (t

tabel), maka H0 diterima. Keputusan berdasarkan nilai Probabilitas, jika

Probabilitas > 0,05,maka H0 diterima dan jika < 0,05, maka H0 ditolak.

Pada prinsip, pengambilan keputusan berdasarkan angka probabilitas

lebih praktis, sehingga lebih sering dipakai sebagai dasar pengambilan keputusan

inferensi.
78

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pemeriksaan agregat

Pemeriksaan agregat meliputi analisis saringan, berat jenis agregat,

penyerapan agregat, keausan agregat, sand equivalent, soundness test dan kadar

lumpur/lempung. Agregat yang digunakan adalah agregat kasar, agregat halus dan

filler yang diperoleh dari Mesin Pemecah Batu PT. Sarana Beton Perkasa Jalan

Prof. IB Mantra Desa Saba Gianyar dengan sumber material dari daerah Gesing

Desa Selat Karangasem.

4.1.1 Pengayakan Agregat

Gradasi campuran dilaksanakan dengan mengayak agregat (kasar,halus,

dan filler) untuk memperoleh proporsi agregat yang sesuai dengan batas tengah

spesifikasi DGEM Type V Tabel 3.1 (BAB III, sub bab 3.6).

4.1.2 Berat Jenis Agregat

Pemeriksaan terhadap berat jenis agregat dilakukan sebanyak dua kali

untuk masing-masing jenis agregat. Hasil pemeriksaan berat jenis agregat

kasar,agregat halus dan abu batu, data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran A

Tabel A.1 sampai dengan Tabel A.3 Hasil rata-ratanya dapat dilihat pada Tabel 4.1

Persyaratan berat jenis semu agregat pada umumnya > 2,5, karena agregat

berasal dari batuan endapan lahar, sehingga agregat sedikit agak porous. Juga

karena faktor ketelitian dalam penelitian.


79

4.1.3 Penyerapan Agregat

Pemeriksaan terhadap penyerapan agregat dilakukan sebanyak dua kali

untuk masing-masing jenis agregat. Data selengkapnya dapat dilihat pada

Lampiran A Tabel A.1 sampai dengan Tabel A.3. Dimana penyerapan agregat

kasar sebesar 5,086 %, sedangkan penyerapan agregat halus sebesar 1,348 %. Hasil

rata-ratanya dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Persyaratan umum penyerapan agregat < 3 %,kemungkinan agregat kasar

agak porous atau faktor ketelitian dalam penelitian.

4.1.4 Keausan Agregat

Pemeriksaan keausan agregat dilakukan terhadap agregat kasar sebanyak

dua kali. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran A Tabel A.4 Hasil rata-

rata dari pemeriksaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.1

Berdasarkan hasil pemeriksaan keausan agregat sebesar 29 % < 40 %

berarti bahwa agregat yang digunakan telah persyaratan Gradasi CEBR Type V.

Ini menunjukkan bahwa agregat cukup kuat dan tahan untuk tidak mengalami

keausan atau kehancuran selama proses pencampuran, penghamparan dan

pemadatan.

4.1.5 Kebersihan Agregat Halus (Sand Equivalen)

Pemeriksaan sand equivalent dilakukan terhadap agregat halus sebanyak

dua kali. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran A Tabel A.5, , sedangkan

Nilai rata-ratanya dapat dilihat pada Tabel 4.1.


80

Berdasarkan hasil pemeriksaan Sand Equivalent sebesar 80,06 % > 35 %,

berarti bahwa agregat yang digunakan telah memenuhi persyaratan Gradasi CEBR

Type V. Ini menunjukkan bahwa agregat halus cukup bersih karena sedikit

mengandung lumpur sehingga dapat digunakan dalam campuran aspal emulsi

dingin.

4.1.6 Tes Keawetan Agregat Kasar (Soundness Test)

Pemeriksaan soundness test dilakukan terhadap agregat kasar sebanyak dua

kali. Data selengkapmya dapat dilihat pada Lampiran A Tabel A.7 Hasil rata-

ratanya seperti pada Tabel 4.1. Nilai keawetan agregat kasar sebesar 3,67 %,

meskipun tidak disyaratkan oleh Gradasi CEBR Type V, jika dibandingkan dengan

peryarat soundness test menurut Bina Marga < 12 %. Itu berarti bahwa agregat

kasar cukup awet.

4.1.7 Kadar Lumpur/Lempung

Pemeriksaan kadar Lumpur dilakukan terhadap agregat kasar, masing-

masing sebanyak dua kali. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran A Tabel

A.6 ,sedangkan Hasil rata-rata dari pemeriksaan kadar lumpur dapat dilihat pada

Tabel 4.1. Nilai kadar lumpur sebesar 0,24 %, meskipun tidak disyaratkan dalam

Gradasi CEBR Type V , jika dibandingkan Syarat kadar lumpur agregat kasar yang

ditetapkan oleh Bina Marga masih < 0,25 %


81

Tabel 4.1 Rekapitulasi Hasil Pemeriksaan Agregat

Jenis Agregat Spesifikasi


No. Jenis Pemeriksaan Filler CEBR
A.Kasar A.Halus Abu Type V
Batu
1 Berat Jenis Bulk 2,254 2,235 2,234 -
2 Berat Jenis SSD 2,369 2,265 - -
3 Berat Jenis Semu 2,546 2,304 - -
4 Penyerapan ( %) 5,086 1,348 - -
Maks.40
5 Nilai Keausan/Abrasi (%) 29.00 - - %
Kebersihan(Sand
6 Equivalen) (%) - 80,06 - > 35 %
Keawetan (Soundness)
7 (%) 3,67 - - -
Kadar Lumpur/Lempung
8 (%) 0,24 - - -

Sumber: Hasil Penelitian (2011)

4.2 Proporsi Agregat

Proporsi campuran agregat yang dipakai adalah gradasi ideal sesuai

Proporsi Campur DGEM Type V Tabel 3.1, dimana komposisi campuran terdiri

atas Agregat Kasar sebesar 50 % dari berat total agregat, Agregat Halus sebesar 44

% dari berat total agregat, dan filler sebesar 6 % dari berat total agregat. Dalam

penelitian, dipergunakan berat total campuran, sehingga komposisi campuran

dikalikan dengan Faktor Pengali yang besarnya tergantung dengan % Kadar Aspal

Residu (KAR)/Residu Bitumen Content (RBC). Besarnya faktor pengali adalah

(100-RBC)/100. Hasil Proporsi untuk masing-masing campuran, dapat dilihat pada

Lampiran B Tabel B.5, Lampiran C Tabel C.1, Lampiran D Tabel D1 s/d Tabel

D.5,dan Lampiran E Tabel E.1 dan E.2


82

4.3 Hasil Pengujian Aspal Emulsi Jenis CSS-1h

Data hasil pengujian contoh Aspal Emulsi Jenis CSS-1h berupa data

sekunder dari hasil tes supplier PT Triasidomix seperti Tabel 4.2 di bawah ini:

Tabel 4.2 Hasil Pengujian Contoh Aspal Emulsi Jenis CSS-1h

No Jenis Pengujian Metode Hasil Spesifikasi*) Satuan


Pengujian Pengujian
1 Kekentalan SNI 03-6721-2002 34 20 – 100 detik
Saybolt Furol pada
25oC
2 Stabilitas SNI 03-6828-2002 0,2 Max. 1 %
Penyimpanan 24
jam
3 Muatab Listrik SNI 03-3644-1994 Positif Positif -
partikel
4 Analisa saringan SNI 03-3643-1994 0 Max. 0,1 %
tertahan No.20 lolos
5 Penyulingan SNI 03-3642-1994
Kadar air 38,4 - %
Kadar minyak 0,5 - %
Kadar residu 61,2 Min.57 %
6 Penetrasi Residu SNI 06-2456-1991 56 40 – 90 0,1
mm
7 Daktilitas Residu SNI 06-2432-1991 55 Min. 40 Cm
8 Kelarutan residu SNI 06-2438-1991 99,8 Min.97,5 %
dalam C2HCl3
Keterangan : *) Spesifikasi sesuai SNI-03-4798-1998
Sumber : Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan Badung (2010)

4.4 Estimasi Kadar Aspal Emulsi

Setelah proporsi masing-masing agregat ditentukan, selanjutnya dilakukan

perhitungan kadar aspal residu awal perkiraan yang nantinya digunakan sebagai

acuan dalam menentukan variasi kadar aspal residu. Adapun perhitungannya

sebagai berikut:

Kadar Aspal Residu Awal (P) = [0,05 (%CA) + 0,1 (%FA) + 0,5 (%FF)]x 0,7

= (0,05 x 50) + (0,1 x 44) + (0,5 x 6) x 0,7

P = 6,93% ≈ 7 %
83

Dengan kadar aspal residu awal 7 % dipergunakan sebagai dasar dalam tes

penyelimutan. Berdasarkan kadar aspal residu awal diestimasi Kadar Aspal Emulsi

(KAE) awal terhadap berat total campuran = (P/X) %. Aspal Emulsi yang

dipergunakan adalah Aspal Emulsi Cationic Slow Setting H 60 (CSS-H60)

produksi PT. Triasindomix Sidoarjo Jawa Timur,dimana kadar residunya sebesar

57 %. Dengan demikian Kadar Aspal Emulsi dalam campuran adalah :

(7/0,57) x 100 % = 12,28 % terhadap total campuran.

4.5 Coating Test / Tes Penyelimutan

Test ini dilaksanakan dengan menggunakan agregat kering yang sudah

diproporsikan sesuai gradasi (500 gr), kemudian dilembabkan secara merata

dengan cara mengaduk pada beberapa variasi kadar air (untuk memudahkan

penyelimutan permukaan agregat dengan aspal emulsi). Setelah agregat lembab,

dicampur dengan aspal emulsi. Kadar air yang dipergunakan dalam tes

penyelimutan ini adalah 2 %, 3 %,4 %,5 %,dan 6 % dari berat total campuran.

Lama pengadukan selama 1 menit untuk mendapatkan campuran yang merata, dan

terjadi proses penyelimutan oleh aspal pada campuran aspal emulsi dingin.

Komposisi campuran untuk tes penyelimutan seperti Lampira B Tabel B.1

sampai Tabel B.5

Dari hasil pengamatan secara visual yang telah dilakukan dan berdasarkan

Gambar 4.1 di bawah ini, ditetapkan bahwa campuran dengan kadar air 5 % dari

total campuran sebagai kadar air optimum yang akan dipergunakan sebagai kadar

air pada penentuan energi pemadatan maupun untuk menetapkan Kadar Aspal

Residu Optimum (KARO).


84

Gambar 4.1 Hasil Penyelimutan dengan Kadar Air 2 %,3 %,4 %,5 %,dan 6 %

4.6 Menentukan Enersi Pemadatan

Setelah ditetapkan kadar air optimum, kadar aspal residu awal, dan

penetapan berat aspal emulsi, dilanjutkan dengan penentuan enersi pemadatan

yang dapat memberikan stabilitas Marshall dan porositas sesuai dengan spesifikasi

yang ditentukan. Dalam Penelitian penentuan enersi pemadatan, berat total

campuran yang dipergunakan adalah 1200 gram, sehingga Proporsi Campuran

dengan Kadar Air 5 % dan Kadar Aspal Residu 7 % seperti Lampiran C Tabel C.1

Hasil Stabilitas Marshall dari Enersi Pemadatan seperti Tabel 4.7 di bawah

ini :

Tabel 4.3 Stabilitas Marshall Rendaman dan Porositas terhadap Enersi Pemadatan

Jumlah Stabilitas Spesifikasi Porositas(VIM) Spesifikasi


Pemadatan Rendaman rata-rata (kg) (%) (%)
(kg)
2 x 50 327 300 8,83 5 – 10
2 x 75 460 300 7,59 5 – 10
2 x (2 x 75) 472 300 5,45 5 – 10
Sumber: Hasil Penelitian (2011)
85

Berdasarkan Tabel 4.7 terlihat bahwa dengan pemadatan 2x50 stabilitasnya

sudah memenuhi spesifikasi, namun dari beberapa sampel yang diuji pada tahap

awal, porositasnya masih ada yang belum memenuhi spesifikasi. Untuk pemadatan

2x75 dan 2x2x75 baik stabilitas maupun porositasnya sudah memenuhi spesifikasi

yang ditentukan. Untuk penelitian selanjutnya dipilih energi pemadatan 2x75,

untuk lebih menjamin terpenuhinya syarat porositas. Hasil selengkapnya disajikan

dalam Lampiran C Tabel C.2 sampai Tabel C.12

4.7 Menentukan Kadar Aspal Residu Optimum (KARO)

Untuk mendapatkan kadar aspal residu optimum, maka kadar aspal residu

awal divariasi sebagai berikut: 6,0 %, 6,5 %, 7 %, 7,5 %, dan 8 %.

Setelah ditetapkan variasi kadar aspal residu untuk masing-masing

campuran kemudian dibuat rancangan campuran benda uji, proporsi campuran

untuk masing-masing kadar aspal residu seperti disajikan dalam Lampiran D Tabel

D.1 sampai dengan Tabel D.5. Hasil selengkapnya perhitungan Stabilitas,

deformasi(Flow), Densitas, Porositas(VIM), Penyerapan Air, Kadar Air pada saat

testing, nilai Rongga Antar Butiran Agregat/Void in Mineral Aggregates (VMA),

nilai Rongga Udara Terisi Aspal/ Voids Filled with Bitumen (VFB) dan Tebal Film

Aspal dapat dilihat pada Lampiran D Tabel D.5 sampai dengan Tabel D.39

1. Stabilitas

Stabilitas adalah ketahanan melawan deformasi karena beban lalu lintas.

Stabilitas dinyatakan dalam kilonewton (KN) atau kg dimana 1 KN = 100 kg.

Pembacaan stabilitas pada alat Marshall belum merupakan nilai yang sebenarnya

maka dari nilai hasil pembacaan dikalikan dengan kalibrasi (profil ring) alat
86

Marshall dan faktor koreksi stabilitas. Nilai stabilitas rata-rata pada Campuran

Aspal Emulsi Dingin (CAED) untuk kadar aspal residu 6 %, 6,5%, 7%, 7,5%, 8%

berturut-turut adalah 304 kg, 345 kg, 446 kg,354 kg, dan 313 kg. Nilai stabilitas

dari berbagai variasi kadar aspal residu tersebut telah memenuhi syarat spesifikasi

Campuran DGEM Type V yaitu > 300 kg.

Gambar 4.2 menunjukkan bahwa nilai Stabilitas Marshall campuran

menunjukkan kenaikan sesuai dengan bertambahnya kadar aspal residu dan

mencapai puncaknya pada kadar aspal 7 %, dan setelah itu mengalami penurunan

nilai Stabilitas Marshall akibat penambahan kadar aspal residu. Hal ini disebabkan

karena kandungan aspal bertambah banyak, sehingga tebal selimut aspal

bertambah yang memperlemah sifat saling mengunci agregat.

500
Rata-rata

450

400
Stabilitas Marshall (kg)

350

300 Minimal 300 kg

250

200
6 6.5 7 7.5 8

Kadar Aspal Residu (%)

Gambar 4.2 Grafik Hubungan antara Kadar Aspal Residu dengan Stabilitas
87

2. Densitas

Nilai rata-rata densitas pada Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED)

untuk kadar aspal 6 %, 6,5 %, 7 %, 7,5 %, 8 % berturut-turut adalah 1,86 g/cm3,

1,89 g/cm3, 1,91 g/ cm3, 1,90 g/ cm3, 1,89 g/ cm3. Grafik hubungan antara

stabilitas dengan kadar aspal residu seperti Gambar 4.3 di bawah ini.

2.00

1.95

1.90
Densitas (gram/cm3)

1.85

1.80

1.75 Rata-
rata

1.70

1.65

1.60
6.0 6.5 7.0 7.5 8.0
Kadar Aspal Residu (%)

Gambar 4.3 Grafik Hubungan antara Kadar Aspal Residu dengan Densitas

Untuk kadar aspal residu 6 % sampai kadar aspal residu optimum 7 %

CAED semakin workable,sedangkan makin banyak kandungan kadar aspal

residunya, densitasnya semakin berkurang karena berat jenis aspal lebih kecil dari

berat jenis agregat.


88

3. Prositas

Nilai rata-rata porositas pada Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED)

untuk kadar aspal residu 6 %, 6,5 %, 7 %, 7,5 %, 8 % berturut-turut adalah

10,95%, 9,11 %, 8,02 %, 7,72 %, dan 7,61 %. Grafik Hubungan antara porositas

dan kadar aspal residu seperti Gambar 4.4 di bawah. Syarat spesifikasi porositas

untuk campuran aspal emulsi dingin yaitu pada interval 5-10%. Sehingga pada

kadar aspal 6 % nilai porositasnya tidak memenuhi syarat spesifikasi.

13.00

12.00
Rata-rata
11.00

10.00 maks 10 %

9.00

8.00

7.00
Porositas (VIM) (%)

6.00

5.00 min 5 %

4.00

3.00

2.00

1.00

0.00
6.0 6.5 7.0 7.5 8.0

Kadar Aspal Residu (%)

Gambar 4.4 Grafik Hubungan antara Kadar Aspal Residu dengan Porositas

Hasil ini menunjukkan bahwa CAED pada kadar aspal residu 6 %

porositasnya > 10 % , apabila dipergunakan memerlukan enersi pemadatan yang

lebih tinggi dari 2 X 75, namun tergantung pada karakter CAED yang
89

dipergunakan. Ada dualisme karakter CAED ditinjau terhadap nilai porositasnya.

Di satu pihak yaitu The Asphalt Institut tidak mensyaratkan suatu nilai porositas,

sedangkan Bina Marga mensyaratkan nilai porositas yaitu 5-10 %. Makin banyak

kandungan aspal residu, semakin banyak aspal yang mengisi rongga campuran,

sehingga porositasnya makin kecil.

Secara teori porositas bisa dipengaruhi oleh jenis aspal emulsi yang

workabilitynya bisa berbeda antara produk yang satu dengan yang lain. Sebagai

perbandingan dengan aspal panas syarat porositas AC berkisar 3,5 - 5 % dan HRS

berkisar 4 – 6 %, dan Latasir 3 – 6 %. Lampiran F Tabel F.10 sampai Tabel F.12

4. Rongga Antar Butiran Agregat/Voids in Mineral Aggregates (VMA)

Nilai rata-rata VMA pada Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED) untuk

kadar aspal residu 6 %, 6,5 %, 7 %, 7,5 %, 8 % berturut-turut adalah 26,85 %,

26,24 %, 26,29%, 27,54%, dan 28,61 %. Grafik hubungan antara VMA dengan

kadar aspal residu seperti Gambar 4.5

35
34
33
32
31
30
29
VMA (%)

28
27
26
25
24
23 Rata-rata
22
21
20
6.0 6.5 7.0 7.5 8.0

Kadar Aspal Residu (%)

Gambar 4.5 Grafik hubungan antara kadar aspal dengan VMA


90

VMA pada campuran aspal emulsi dingin tidak disyaratkan, jika

dibandingkan dengan persyaratan campuran panas VMA minimal 13 %.

5. Rongga Udara Terisi Aspal / Voids Filled with Bitumen (VFB)

VFB adalah bagian dari VMA (rongga yang berada diantara agregat) yang

terisi oleh kandungan aspal efektif. Nilai VFB berpengaruh terhadap kekedapan

(impermeabilitas) dan keawetan (durabilitas) campuran. Nilai rata-rata VFB pada

Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED) untuk kadar aspal residu 6 %, 6,5%, 7%,

7,5%, 8%, berturut-turut adalah 59,30 %, 65,33 %, 69,51%, 71,99 %, 73,39 %.

Grafik hubungan antara kadar aspal residu dengan VFB seperti Gambar 4.6. Pada

CAED besarnya VFB tidak disyaratkan, jika dibandingkan dengan campuran panas

VFB minimal 60 %.

80
75
70
65
Rata-
60 rata
55
50
V FB (%)

45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
6.0 6.5 7.0 7.5 8.0

Kadar Aspal Residu (%)

Gambar 4.6 Grafik Hubungan antara Kadar Aspal Residu dengan VFB
91

6. Penyerapan Air (Kapiler)

Nilai rata-rata penyerapan air pada Campuran Aspal Emulsi Dingin

(CAED) untuk kadar aspal residu 6 %, 6,5%, 7%, 7,5%, 8% berturut-turut adalah

2,58%, 2,43%, 2,22%, 2,06%, 1,93%. Syarat spesifikasi penyerapan air untuk

campuran aspal emulsi dingin yaitu < 4%. Grafik hubungan kadar aspal residu

dengan penyerapan air kapiler seperti Gambar 4.7

5.00

4.50

4.00 Maks. 4 %

3.50
Rata-
rata
3.00
Penyerapan Air (%)

2.50

2.00

1.50

1.00

0.50

0.00
6.0 6.5 7.0 7.5 8.0

Kadar Aspal Residu (%)

Gambar 4.7 Grafik Hubungan antara Kadar Aspal Residu dengan Penyerapan Air

Dari Gambar 4.4 walaupun porositas CAED relatif tinggi dibandingkan

campuran aspal panas, namun penyerapan air relatif kecil < 4 % karena sifat inter

koneksi rongga tidak menerus.


92

7. Tebal Film Aspal (TFA)

Nilai rata-rata Tebal Film Aspal pada Campuran Aspal Emulsi Dingin

(CAED) untuk kadar aspalresidu 6 %, 6,5%, 7%, 7,5%, 8% berturut-turut adalah

7,2 µm, 7,8µm, 8,5µm, 9,1µm, 9,8 µm. Syarat spesifikasi tebal film aspal untuk

Campuran Aspal Emulsi Dingin(CAED) Type DGEM Type V yaitu > 8 µm.

Grafik hubungan antara kadar aspal residu dengan TFA seperti Gambar 4.7.

22
21
20
19
18
17
16
T F A ( µm )

15
14
13
12
11
10
9
8 Minimal 8 µm
7
6
5
6 6.5 7 7.5 8
K a da r Aspa l R e sidu ( % )

Gambar 4.8 Grafik Hubungan antara Kadar Aspal Residu dengan TFA

8 Kelelehan (Flow)

Besar perubahan bentuk plastis suatu benda uji Campuran Aspal Emulsi

Dingin (CAED) terjadi akibat suatu beban sampai batas keruntuhan. Besarnya

kelelehan dinyatakan dalam satuan panjang. Nilai rata-rata flow pada Campuran

Aspal Emulsi Dingin (CAED) untuk kadar aspal residu 6 %, 6,5%, 7%, 7,5%, 8%

berturut-turut adalah 3,15 mm, 3,87 mm, 4,5 mm, 4,90 mm, 5,25 mm. Tidak ada

Syarat spesifikasi flow untuk Campuran Aspal Emulsi Dingin(CAED) Type

DGEM Type V . Grafik hubungan kadar aspal residu dengan kelelehan (flow)

seperti Gambar 4.9.


93

5.50

5.00

4.50
m)

4.00
Flow(m

3.50
Rata-Rata
3.00

2.50

2.00
6 6.5 7 7.5 8

Kadar Aspal Residu (%)

Gambar 4.9 Grafik Hubungan antara Kadar Aspal Residu dengan Kelelehan
(Flow)

Berdasarkan ringkasan hasil pengujian Stabilitas Marshall, Porositas,

Penyerapan Air, TFA, VMA, dan VFB pada Tabel 4.8 dan untuk mendapatkan

kadar aspal optimum dibuat Gambar seperti pada Gambar 4.10.

Tabel 4.4 Nilai Karakteristik Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED).

Kadar Aspal Residu (%) Standar


Karakteristik Campuran
Mutu
6 6,5 7 7,5 8

Stabilitas Rendaman rata-rata (kg) 304 345 446 354 313 > 300 kg

Porositas rata-rata (%) 10,95 9,11 8,02 7,72 7,61 5-10%

Penyerapan Air rata-rata (%) 2,58 2,43 2,22 2,06 1,93 max 4%

TFA (µm) 15,64 17,03 18,44 19,87 21,31 >8µm

VMA rata-rata (%) 26,85 26,24 26,29 27,54 28,61 -

VFB rata-rata(%) 59,30 65,33 69,51 71,99 73,39 -

Flow rata-rata (mm) 3,15 3,87 4,50 4,90 5,25 -


Sumber : Hasil Penelitian (2011)
94

Soaked Stability

Porosity

Water Absorption

Bitumen Film Thickness

Kadar Aspal Residu


memenuhi Optimum= 7 %

Tidak
memenuhi
6.0 6.5 7.0 7.5 8.0
Kadar Aspal Residu

Gambar 4.10 Penentuan Kadar Aspal Residu Optimum (KARO)

Berdasarkan hasil dari Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa stabilitas, penyerapan

air dan tebal film aspal untuk masing-masing variasi kadar aspal telah memenuhi

standar mutu yang telah ditentukan. Untuk menentukan Kadar Aspal Residu

Optimum (KARO) dicari dengan cara mengoptimalkan dua parameter yaitu

stabilitas dan densitas (kepadatan), dimana pada kadar aspal 7 % memberikan

stabilitas dan densitas yang terbesar. Oleh karena itu kadar aspal 7 % digunakan

sebagai KARO. Untuk porositas, penyerapan air dan TFA dievaluasi sesuai standar

mutu dan pada nilai KARO, nilai-nilai tersebut harus memenuhi standar mutu yang

ditentukan.

4.8 Stabilitas Kering dan Stabilitas Sisa

Untuk menentukan stabilitas kering (suhu ruang), namaun secara teori

masih mengandung kadar air (belum full curing), sampel dicuring di dalam cetakan
95

selama 3 hari, kemudian sampel dibuka dan dimasukkan ke dalam oven dengan

suhu 40oC selama 24 jam dan dibiarkan dalam suhu ruang ( + 28oC) selama 24

jam, lalu di tes Stabilitas Marshall dalam kondisi kering. Tujuan dari

pengkondisian seperti ini adalah untuk mengetahui kekuatan ultimit dari campuran

aspal emulsi dingin dalam kondisi kering (tanpa rendaman). Dalam penelitian ini

hamya dilakukan pengujian terhadap campuran aspal emulsi dingin tanpa ditambah

semen (0 %). Kadar aspal residu sesuai KARO sebesar 7 % total campuran. Enersi

pemadatan 2 x 75. Hasil test marshall dapat dilihat lebih lengkap di Lampiran G

dari Tabel G.1 sampai dengan Tabel G.2

Berdasarkan Stabilitas Marshall rata-rata CAED tanpa penambahan semen

dalam kondisi kering (suhu ruang) sebesar 482 kg, Stabilitas Marshall pada KARO

sebesar 446 kg, maka Stabilitas Sisa pada KARO:

= (446/482) x 100 % = 92,53 % > 50 %.

4.9 Variasi Kadar Semen

Berdasarkan kadar aspal residu optimum 7 %, yang kemudian ditetapkan

sebagai kadar aspal residu dalam pengujian selanjutnya yaitu memvariasikan kadar

semen untuk mengetahui peningkatan nilai stabilitas campuran aspal emulsi

dingin. Dalam penelitian ini dilakukan 2 variasi kadar semen, masing-masing 0 %

dan 2% terhadap berat total campuran. Enersi pemadatan ditetapkan 2x75.

Pengambilan nilai kadar semen ini berdasarkan pada Bina Marga, spesifikasi

khusus. Pengujian nilai stabilitas Marshall dilakukan dalam kondisi suhu

ruang(temperatur ± 28ºC),lama waktu curing adalah 12 hari . Hasil nilai stabilitas

Marshall dalam kondisi kering, dapat dilihat pada Gambar 4.11 dan Tabel 4.10
96

1300

1200

1100

1000

900

800
Stabilitas Marshall (kg)

700

600

500

400

300 Minimal 300 kg

200
Rata-rata 0%
100
Rata-rata 2 % semen

0
0 3 6 9 12

Waktu Curing (hari)

Gambar 4.11 Peningkatan Nilai Stabilitas Marshall Tanpa Penambahan Semen


dan dengan Penambahan 2 % Semen sesuai Waktu Curing

Tabel 4.5 Prosentase Peningkatan Kekuatan CAED sesuai Waktu Curing

LAMA CURING

3 hari 6 hari 9 hari 12 hari


Sampel
Stabilitas Stabilitas Stabilitas Stabilitas
A B A B A B A B
Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata

(kg) (%) (%) (kg) (%) (%) (kg) (%) (%) (kg) (%) (%)
0% 355 - - 476 34 - 554 16,38 - 602 8,66 -

2% 467 - 31 839 79 76,26 1093 30,27 97,29 1245 13,9 106

Catatan:
A : Persen peningkatan stabilitas, terhadap stabilitas pada umur 3 hari
sebelumnya.
B : Persen peningkatan stabilitas, terhadap sampel dengan 0% kadar semen
pada umur yang sama.
97

Dari Gambar 4.11 dapat dilihat bahwa dengan menambahkan semen

kedalam campuran meningkatkan nilai stabilitas campuran untuk tiap 3 hari. Hasil

Perhitungan selengkapnya seperti Lampiran E Tabel E.1 sampai dengan Tabel

E.12

4.9.1 Hasil Uji Paired Samples Test

Untuk membandingkan nilai rata-rata stabilitas Campuran Aspal Emulsi

Dingin (CAED) digunakan uji Paired Samples Test. Nilai sampel stabilitas

diasumsikan terdistribusi secara normal. Dari Tabel 4.6 terlihat bahwa untuk waktu

curing dari 3 hari ke 6 hari, stabilitas rata-rata bertambah 121 kg tanpa

penambahan semen (0%) dan bertambah 371,34 kg dengan penambahan 2 %

semen. Indeks variabilitas stabilitas (standard error mean) menunjukkan bahwa

waktu curing 3 dan 6 hari tanpa penambahan semen adalah 3,6, nilai t hitung =

33,56 > t table = 1,86, nilai probabilitas = 0,001 < 0,05, maka H0 ditolak, H1

diterima. Sementara Indeks variabilitas stabilitas (standard error mean)

menunjukkan bahwa waktu curing 3 dan 6 hari dengan penambahan 2 % semen

adalah 10,67 nilai t hitung = 34,81 > t table = 1,86, nilai probabilitas = 0,001 <

0,05, maka H0 ditolak, H1 diterima. Waktu curing 3 dan 6 hari baik tanpa dan

dengan penambahan 2% semen, keduanya berbeda secara signifikan pada tingkat 5

%. Akan tetapi berdasarkan nilai standar deviasi stabilitas CAED lebih baik

dengan penambahan 2 % semen dibandingkan tanpa penambahan semen.


98

Tabel 4.6 Paired Samples Test (Waktu Curing 3 ke 6 hari)

Paired Differences
95% Confidence Sig.
Std. Interval of the
Std. Error t df (2-
Mean Deviati Difference
Mean tailed)
on
Lower Upper
Semen03hr -
Pair 1 -121.000 6.245 3.606 -136.513 -105.487 -33.559 2 .001
Semen06hr
Semen23hr -
Pair 2 -371.333 18.475 10.667 -417.228 -325.438 -34.813 2 .001
Semen26hr
dengan:
Semen03hr = Waktu curing 3 hari tanpa penambahan semen
Semen06hr = Waktu curing 6 hari tanpa penambahan semen
Semen23hr = Waktu curing 3 hari dengan penambahan 2% semen
Semen26hr = Waktu curing 6 hari dengan penambahan 2% semen

Dari Tabel 4.7 terlihat bahwa untuk waktu curing dari 6 hari ke 9 hari, stabilitas

rata-rata bertambah 78 kg tanpa penambahan semen (0%) dan bertambah 254,67

kg dengan penambahan 2 % semen. Indeks variabilitas stabilitas (standard error

mean) menunjukkan bahwa waktu curing 6 dan 9 hari tanpa penambahan semen

adalah 10,214, nilai t hitung = 7,636 > t table = 1,86, nilai probabilitas = 0,017 <

0,05, maka H0 ditolak, H1 diterima. Sementara Indeks variabilitas stabilitas

(standard error mean) menunjukkan bahwa waktu curing 3 dan 6 hari dengan

penambahan 2 % semen adalah 28,221 nilai t hitung = 9,024 > t table = 1,86, nilai

probabilitas = 0,012 < 0,05, maka H0 ditolak, H1 diterima. Waktu curing 6 dan 9

hari baik tanpa dan dengan penambahan 2% semen, keduanya berbeda secara

signifikan pada tingkat 5 %. Akan tetapi berdasarkan nilai standar deviasi stabilitas

CAED lebih baik dengan penambahan 2 % semen dibandingkan tanpa

penambahan semen.
99

Tabel 4.7 Paired Samples Test (Waktu Curing 6 ke 9 hari)

Paired Differences
95% Confidence
Std. Interval of the
Std. Error Difference Sig. (2-
Mean Deviation Mean Lower Upper t df tailed)
Pair 1 Semen06hr -
-78.000 17.692 10.214 -121.949 -34.051 -7.636 2 .017
Semen09hr
Pair 2 Semen26hr -
-254.667 48.881 28.221 -376.093 -133.240 -9.024 2 .012
Semen29hr
dengan:
Semen06hr = Waktu curing 6 hari tanpa penambahan semen
Semen09hr = Waktu curing 9 hari tanpa penambahan variasi semen
Semen26hr = Waktu curing 6 hari dengan penambahan 2% semen
Semen29hr = Waktu curing 9 hari dengan penambahan 2% semen
Dari Tabel 4.8 terlihat bahwa untuk waktu curing dari 9 hari ke 12 hari,

stabilitas rata-rata bertambah 48 kg tanpa penambahan semen (0%) dan bertambah

151,33 kg dengan penambahan 2% semen. Indeks variabilitas stabilitas (standard

error mean) menunjukkan bahwa waktu curing 9 dan 12 hari tanpa penambahan

semen adalah 3,8, nilai t hitung = 12,678 > t table = 1,86, nilai probabilitas = 0,006

< 0,05, maka H0 ditolak, H1 diterima. Sementara Indeks variabilitas stabilitas

(standard error mean) menunjukkan bahwa waktu curing 9 dan 12 hari dengan

penambahan 2 % semen adalah 11,063 nilai t hitung = 11,063 > t table = 1,86, nilai

probabilitas = 0,008 < 0,05, maka H0 ditolak, H1 diterima.Waktu curing 9 dan 12

hari baik tanpa dan dengan penambahan 2% semen, keduanya berbeda secara

signifikan pada tingkat 5%. Akan tetapi berdasarkan nilai standar deviasi stabilitas

CAED lebih baik dengan penambahan 2% semen dibandingkan tanpa penambahan

semen.
100

Tabel 4.8 Paired Samples Test (Waktu Curing 9 ke 12 hari)

Paired Differences
95% Confidence
Std. Std. Interval of the Sig. (2-
t df
Mean Deviati Error Difference tailed)
on Mean
Lower Upper
Semen09hr -
Pair 1 -48.000 6.557 3.786 -64.290 -31.710 -12.678 2 .006
Semen012hr
Semen29hr -
Pair 2 -151.333 23.692 13.679 -210.189 -92.478 -11.063 2 .008
Semen212hr
dengan:
Semen09hr = Waktu curing 9 hari tanpa penambahan semen
Semen012hr = Waktu curing 12 hari tanpa penambahan semen
Semen29hr = Waktu curing 9 hari dengan penambahan 2% semen
Semen212hr = Waktu curing 12 hari dengan penambahan 2% semen

Dari Tabel 4.9 terlihat bahwa dengan waktu curing 3 hari dengan
penambahan 2 % semen dari kondisi awal tanpa penambahan semen, stabilitas
rata-rata CAED bertambah 112,33 kg. Nilai standar deviasi dan nilai t (besaran
distribusi student yaitu nilai rata-rata dibagi standard error rata-rata) menunjukkan
bahwa dengan waktu curing 3 hari, nilai t hitung = 21,443 > t table = 1,86, nilai
probabilitas = 0,002 < 0,05, maka stabilitas CAED berbeda secara signifikan pada
tingkat 5 %. Stabilitas CAED dengan penambahan 2% semen lebih baik
dibandingkan tanpa penambahan semen.
Tabel 4.9 Paired Samples Test (Waktu Curing 3 hari)

Paired Differences
95% Confidence
Std. Std. Interval of the
Deviat Error Difference Sig. (2-
Mean ion Mean Lower Upper t df tailed)
Pair 1 Semen03hr -
-112.333 9.074 5.239 -134.874 -89.793 -21.443 2 .002
Semen23hr
dengan:
Semen03hr = Waktu curing 3 hari tanpa penambahan semen
Semen23hr = Waktu curing 3 hari dengan penambahan 2 % semen

Dari Tabel 4.10 terlihat bahwa dengan waktu curing 6 hari dengan

penambahan 2 % semen dari kondisi awal tanpa penambahan semen, stabilitas

rata-rata CAED bertambah 362,67 kg. Nilai standar deviasi dan nilai t

menunjukkan bahwa dengan waktu curing 6 hari, nilai t hitung = 36,929 > t table
101

= 1,86, nilai probabilitas = 0,001 < 0,05, maka stabilitas CAED berbeda secara

signifikan pada tingkat 5 %. Stabilitas CAED dengan penambahan 2 % semen

lebih baik dibandingkan tanpa penambahan semen.

Tabel 4.10 Paired Samples Test (Waktu Curing 6 hari)

Paired Differences
95% Confidence
Std. Interval of the Sig.
Std. Error Difference (2-
Mean Deviation Mean Lower Upper t df tailed)
Pair 1 Semen06hr -
-362.667 17.010 9.821 -404.921 -320.412 -36.929 2 .001
Semen26hr
dengan:
Semen06hr = Waktu curing 6 hari tanpa penambahan semen
Semen26hr = Waktu curing 6 hari dengan penambahan 2% semen

Dari Tabel 4.11 terlihat bahwa dengan waktu curing 9 hari dengan penambahan

2 % semen dari kondisi tanpa penambahan semen, stabilitas rata-rata CAED

bertambah 539,33 kg. Nilai standar deviasi dan nilai t menunjukkan bahwa dengan

waktu curing 9 hari, nilai t hitung = 36,575 > t table = 1,86, nilai probabilitas =

0,001 < 0,05, maka stabilitas CAED berbeda secara signifikan pada tingkat 5 %.

Stabilitas CAED dengan penambahan 2% semen lebih baik dibandingkan tanpa

penambahan semen.

Tabel 4.11 Paired Samples Test (Waktu Curing 9 hari)

Paired Differences
95% Confidence Sig.
Std. Std. Interval of the t df (2-
Mean Devia Error Difference tailed)
tion Mean
Lower Upper
Semen09hr -
Pair 1 -539.333 25.541 14.746 -602.780 -475.886 -36.575 2 .001
Semen29hr
dengan:
Semen09hr = Waktu curing 9 hari tanpa penambahan semen
Semen29hr = Waktu curing 9 hari dengan penambahan 2% semen
102

Dari Tabel 4.12 terlihat bahwa dengan waktu curing 12 hari dengan

penambahan 2 % semen dari kondisi tanpa penambahan semen, stabilitas rata-rata

CAED bertambah 642,67 kg. Nilai standar deviasi dan nilai t menunjukkan bahwa

dengan waktu curing 12 hari, nilai t hitung = 129,108 > t table = 1,86, nilai

probabilitas = 0,000 < 0,05, maka stabilitas CAED berbeda secara signifikan pada

tingkat 5 %. Stabilitas CAED dengan penambahan 2 % semen lebih baik

dibandingkan tanpa penambahan semen.

Tabel 4.12 Paired Samples Test (Waktu Curing 12 hari)

Paired Differences Si
95% Confidence g.
Std. Std. Interval of the t df (2-
Mean Devi Error Difference tail
ation Mean ed)
Lower Upper
Semen012hr -
Pair 1 -642.667 8.622 4.978 -664.084 -621.249 -129.108 2 .000
Semen212hr
dengan:
Semen012hr = Waktu curing 12 hari tanpa penambahan semen
Semen212hr = Waktu curing 12 hari dengan penambahan 2 % semen

Dari perbandingan nilai rata-rata, standar deviasi dan nilai t untuk kategori

perbandingan lama waktu curing dari 3 hari ke 6 hari memberikan hasil

peningkatan stabilitas CAED yang terbaik. Sementara untuk perbandingan tanpa

dan penambahan semen untuk waktu curing yang sama, stabilitas CAED yang

terbaik terdapat pada waktu curing 12 hari.

4.10 Pengujian pada Kondisi Full Curing

Untuk mencapai kondisi full curing, sampel dicuring di dalam oven (40ºC)

sampai mencapai berat yang konstan, pada kondisi ini CAED secara teori setara

dengan campuran aspal panas. Waktu yang diperlukan untuk mencapai kondisi full

curing adalah 6 hari. Tujuan dari pengkondisian seperti ini adalah untuk
103

mengetahui kekuatan ultimit dari campuran aspal emulsi dingin. Dalam penelitian

ini dilakukan 2 variasi kadar semen, masing-masing 0 % dan 2% terhadap berat

total campuran. Kadar aspal residu sesuai KARO sebesar 7 % total campuran.

Enersi pemadatan 2 x 75. Untuk test stabilitas marshall sampel full curing

dikondisikan secara panas dengan cara merendam sampel dalam bak air yang

dilengkapi pemanas dengan suhu 60oC selama 30 – 40 menit. Untuk hasil test

marshall dapat dilihat lebih lengkap di Lampiran F Tabel F.1 sampai dengan F.9

Tabel 4.13 Nilai Stabilitas CAED dalam Kondisi Full Curing Tanpa
Penambahan Semen (0 %) dan Penambahan 2 % Semen.

Stabilitas Marshal
Rata-rata dalam Spesifikasi
Variasi Kadar Semen
Kondisi panas 60ºC Hot Mix
(kg)
Tanpa Penambahan Semen (0%) 329 >200 kg (Latasir)
Penambahan 2 % Semen 873 >800 kg (Laston)
Sumber: Hasil Penelitian (2011)

Berdasarkan data Tabel 4.13, diperlihatkan bahwa CAED yang

dikondisikan sesuai dengan kondisi pengujian campuran aspal panas (pada suhu

60ºC) juga menunjukkan kekuatan yang cukup tinggi. walaupun porositas CAED

relatif lebih tinggi.

Berdasarkan stabilitas CAED tanpa semen, pada umur 6 hari nilai

stabilitasnya 329 kg. Jika dibandingkan dengan Campuran Latasir Kelas A & B

yang mensyaratkan nilai stabilitas Marshall minimal 200 kg, maka CAED tanpa

penambahan semen cocok dipakai untuk perkerasan dengan lalu lintas ringan.

Ketentuan Sifat-Sifat Campuran Latasir tersaji dalam Lampiran F Tabel F.10

Sedangkan CAED dengan penambahan 2 % dengan stabilitas Marshall

sebesar 873 kg dapat disetarakan dengan Campuran Lataston untuk Lapis Aus

dengan nilai Stabilitas Marshall minimal 800 kg maupun Campuran Laston (AC)
104

untuk Lapis Aus dan Lapis Antara dengan nilai stabilitas Marshall 800 kg.

Ketentuan sifat-sifat Campuran Laston (AC) terdapat pada Lampiran F Tabel F.11

dan Tabel F.12


105

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan
Sesuai dengan permasalahan, tujuan dan pembahasan pada hasil penelitian
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Kadar Aspal Residu Optimum (KARO) Campuran Aspal Emulsi Dingin
adalah 7 %, Karakteristik campuran aspal emulsi dingin: nilai stabilitas 446
kg (spec.>300 kg), nilai porositas 8,02 % (spec 5-10%), penyerapan air
2,06 % (spec max.4%), TFA 18,44µm (spec >8 µm), VMA 26,29% dan
VFB 69,51%.,sedangkan Stabilitas Sisa CAED pada KARO adalah 92,53
% > 50 %
2. Berdasarkan perbandingan nilai rata-rata, standar deviasi dan nilai t untuk
kategori perbandingan lama waktu curing, peningkatan stabilitas CAED
tanpa penambahan dan penambahan 2 % semen dari 3 hari ke 6 hari
memberikan hasil yang terbaik. Sementara untuk perbandingan tanpa dan
penambahan 2 % semen untuk waktu curing yang sama, stabilitas CAED
yang terbaik terdapat pada waktu curing 12 hari
3. Berdasarkan hasil penelitian Full Curing, nilai stabilitas CAED tanpa
semen, pada umur 6 hari nilai stabilitasnya 329 kg. Jika dibandingkan
dengan Campuran Latasir Kelas A & B yang mensyaratkan nilai stabilitas
Marshall minimal 200 kg, maka CAED tanpa penambahan semen cocok
dipakai untuk perkerasan dengan lalu lintas ringan. Sedangkan CAED
dengan penambahan 2 % semen dengan stabilitas Marshall sebesar 873 kg
dapat disetarakan dengan Campuran Lataston untuk Lapis Aus dengan nilai
Stabilitas Marshall minimal 800 kg maupun Campuran Laston (AC) untuk
Lapis Aus dan Lapis Antara dengan nilai stabilitas Marshall 800 kg.
106

5.2 Saran
Sesuai dengan hasil penelitian dapat dikemukakan saran sebagai berikut:
1. Test Marshall untuk sampel yang dicuring didalam ruang (dengan
variasi kadar semen) perlu dilanjutkan dilakukan setiap 3 hari
berikutnya (15,18,21,24, dst.) untuk mengetahui peningkatan stabilitas
baik tanpa penambahan semen maupun dengan penambahan 2 % semen
campuran aspal emulsi dingin sampai dimana stabilitas ini tidak
meningkat lagi.
2. Perlu dilakukan penelitian terhadap masa simpan CAED sebelum
dipadatkan.
3. Perlu dilakukan pengkajian CAED ditinjau dari aspek ekonomi.
107

DAFTAR PUSTAKA

AASHTO. 1972. Interim Guide for Design of Pavement structures.

Abdullah, M. 2003. Pengaruh Karakteristik dan Kinerja Campuran Aspal Emulsi


Bergradasi Rapat (CEBR) Tipe III Jenis Aspal CSS-1AE-63 S Terhadap
Masa Simpan, Tesis Program Pascasarjana Universitas Diponegoro,
Semarang.

Asphalt Institute. 1989. Asphalt Cold Mix Manual, Manual Series No.14 (MS-14),
Third Edition, Lexington, KY 40512-4052, USA.

Cooper, K.E., Brown, S.F. and Pooley, G.R, 1985. The Design of Agregate
Gradings for Asphalt Basecourses, Journal of The Association of Asphalt
Paving Technologists.

Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Direktorat Jenderal Prasarana


Wilayah. 2004. Manual Pekerjaan Campuran Beraspal Panas (Buku 1:
Petunjuk Umum).

Direktorat Jendral Bina Marga. 1991. Spesifikasi Khusus Campuran Aspal Emulsi
Dingin (CAED), Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum.

Ismanto, B. 1993. Bahan Perkerasan Jalan, Campuran Aspal dan Agregat,


Penataran Highway Engineering. FT Universitas Lampung.

Kennedy, J. 1998. Energy Minimisation in Road Construction and Maintenace


Using Cold Emulsion Materials, Conference on The Cold Road Ahead,
Queen Elizabeth II Conference Centre, 24 March 1998, London.

Krebs, R.D. and Walker, R.D. 1971. Highway Materials, McGraw-Hill Book
Company.

Leech, D. 1994. Cold Bitumen Materials for se in the Structural Layers of Roads,
Transport Research Laboratory, UK.

Ministry of Public Works Republic of Indonesia-MPW-RI. 1990. Paving


Specifications Utilizing Bitumen Emulsions, Jakarta-Indonesia.

Nikolaides, A.F. 1994. A New Design Method for Dense Cold Mixtures,
Proceedings of the First European Symposium on Perfomance and
Durability of Bitumen Materials, University of Leeds, March 1994, London.

Plotnikova, I.A. 1993. Control of the Interaction Process between Emulsion and
Mineral Aggregates by Means of Physic – Chemical Modification of their
Surfaces dalam Thanaya (2003)
108

Prabawa, K.A. 2009. Evaluasi Kinerja Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED),
Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana,Denpasar.

Ridwan, H.R. 2007. Pengaruh Abu Sekem sebagai Bahan Filler terhadap
Karakteristik Campuran Aspal Emulsi Bergradasi Rapat. Program
Pascasarjana Universitas Diponegoro,Semarang.

Santoso,S. 2006. Menguasai Statistik di Era Informasi dengan SPSS 15, Penerbit
PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta.

Shell Bitumen,1991.The Shell Bitumen Handbook.UK,Eas Molesey Survey.

Sukarno, A.W. 1992. Penggunaan Aspal Emulsi untuk Konstruksi Jalan,Jakarta.

Sukirman, S. 1999. Perkerasan Lentur Jalan Raya. Penerbit Nova, Bandung.

Sukirman, S. 2007. Beton Aspal Campuran Panas. Penerbit Yayasan Obor


Indonesia, Jakarta.

Suprapto,Tm. 2004. Bahan dan Struktur Jalan Raya. Biro Penerbit KMTS FT
UGM,Yogyakarta.

Techno Konstroksi. 2010.Teknologi Aspal Emulsi Untuk Menunjang Preservasi


Jalan. Techno Konstruksi Juli 2010 Halaman 54 – 57, Jakarta.

Thanaya, I N.A. 2002. Improve Mix Design Procedure for Cold Asphalt Mixtures,
Proceedings of 5th Malaysia Road Confrence, 7th-9th October 2002, Kuala
Lumpur.

Thanaya, I N.A. 2003. Improving The Perfomance of Cold Bitumens Emulsion


Mixetures (CAEMs) Incoperating Waste Materials. PhD Thesis, School of
Civil Engineering, the University of Leeds.

Thanaya, I N.A. 2007. Review and Recommendation of Cold Asphalt Emulsion


Mixtures (CAEMs) Design, Journal of Civil Engineering Science and
Application: Civil Engineering Dimension. Vol. 9, No. 1, Petra Christian
University, ISSN 1410-9530, Surabaya, Indonesia.

TRIASINDOMIX,PT. 2010. Spesifikasi Teknis Aspal Emulsi. Sidoarjo.

Whiteoak, D. 1991. The Shell Bitumen Hand Book, Shell Bitumen, UK.

Widya Sapta Colas,PT. 2003. Spesifikasi Aspal Emulsi. Jakarta.


LAMPIRAN A
HASIL PENGUJIAN AGREGAT DAN DATA SEKUNDER
HASIL PENGUJIAN ASPAL EMULSI
TABEL A.1 PENGUJIAN BERAT JENIS DAN PERESAPAN AGREGAT KASAR

PENGUJIAN SATUAN I II NOTASI

BERAT CONTOH JKP/SSD gram 875,00 974,50 Bj

BERAT CONTOH DI DALAM AIR gram 506,20 562,50 Ba

BERAT CONTOH KERING OVEN gram 832,50 927,50 Bk

PERHITUNGAN RUMUS I II RATA-RATA


Bk
BERAT JENIS KERING 2,257 2,251 2,254
Bj - Ba
Bj
BERAT JENIS JKP/SSD 2,373 2,365 2,369
Bj - Ba
Bk
BERAT JENIS SEMU 2,551 2,541 2,546
Bk - Ba
Bj-Bk
PERESAPAN (%) x 100 5,105 5,067 5,086
Bk
Sumber : Hasil Penelitian 2011
TABEL A.2 PENGUJIAN BERAT JENIS DAN PERESAPAN AGREGAT HALUS

PENGUJIAN SATUAN I II NOTASI

BERAT CONTOH KERING PERMUKAAN/SSDgram 500,00 500,00 Bj

BERAT PIKNOMETER + AIR gram 659,90 656,70 Ba

BERAT PIKNOMETER + AIR + CONTOH gram 940,70 934,40 Bt

BERAT CONTOH KERING OVEN gram 493,00 493,70 Bk

RATA-
PERHITUNGAN RUMUS I II
RATA
Bk
BERAT JENIS KERING 2,249 2,221 2,235
Ba + Bj - Bt
BERAT JENIS KERING PERMUKAAN / Bj
2,281 2,249 2,265
SSD Ba+Bj - Bt
Bk
BERAT JENIS SEMU 2,323 3,365 2,844
Ba + Bk - Bt
Bj-Bk
PERESAPAN (%) x 100 1,420 1,276 1,348
Bk
Sumber : Hasil Penelitian 2011
TABEL A.3 PENGUJIAN BERAT JENIS DAN PERESAPAN ABU BATU (FILLER)

PENGUJIAN SATUAN I II NOTASI


BERAT CONTOH KERING PERMUKAAN/SSD gram 500,00 500,00 Bj
BERAT PIKNOMETER + AIR gram 659,30 656,40 Ba
BERAT PIKNOMETER + AIR + CONTOH gram 941,70 935,40 Bt
BERAT CONTOH KERING OVEN gram 490,00 489,80 Bk

RATA-
PERHITUNGAN RUMUS I II
RATA
Bk
BERAT JENIS KERING 2,252 2,216 2,234
Ba + Bj - Bt
BERAT JENIS KERING PERMUKAAN / Bj
2,298 2,262 2,280
SSD Ba+Bj - Bt
Bk
BERAT JENIS SEMU 2,360 3,353 2,856
Ba + Bk - Bt
Bj-Bk
PERESAPAN (%) x 100 2,041 2,082 2,062
Bk
Sumber : Hasil Penelitian 2011
TABEL A.4 PEMERIKSAAN ABRASI AGREGAT KASAR/BATU PECAH
ASAL DAERAH GESING KARANGASEM

Berat dan Gradasi Contoh yang akan dicoba (gram)


Melalui Tertahan I II
Sebelum (A) Sesudah (B) Sebelum (A) Sesudah (B)
1/2" 3/8" 5000 5000
3/8" 1/4"
1/4" No.4
No.4 No.8
Jumlah Berat 5000 5000
Jumlah Tertahan Saringan No.12 3500 3600
Berat yang aus (A-B) 1500 1400

A-B
% Keausan = x 100
A

Benda Uji I
A-B 1500
% Keausan = x 100 =
A 5000
% Keausan = 30 %
Benda Uji II
A-B 1400
% Keausan = x 100 =
A 5000

% Keausan = 28 %
Keausan Rata-rata = Keausan (Benda Uji I+ Benda Uji II)/ 2
I + II 30 +28
% Keausan rata-rata = = 29 %
2 2
TABEL A.5 PEMERIKSAAN SAND EQUIVALENT AGREGAT HALUS

URAIAN NO.CONTOH KETERANGAN


A B
Tera tinggi tangkai penunjuk beban ke dalam gelas
ukur (gelas dalam keadaan kosong ). 10,10 10,10
Pembacaan (1)
Baca Skala lumpur (pembacaan skala permukaan
lumpur lihat pada dinding gelas ukur. 4,80 4,20
Pembacaan (2)
Masukkan Beban,Baca skala beban pada tangkai.
13,90 13,50
penunjuk. Pembacaan (3)
Baca skala pasir. Pembacaan (4) adalah
3,80 3,40
Pembacaan (3) - Pembacaan (1)
Nilai Sand Equivalent.
Skala Pasir ( 4)
79,17 80,95
x 100 %
Skala lumpur (2)
Rata-rata 80,06
Sumber : Hasil Penelitian 2011
TABEL A.6 PEMERIKSAAN KADAR LUMPUR DAN LEMPUNG AGREGAT KASAR

NOMOR I II
BERAT CONTOH KERING (SEMULA) + TEMPAT
GRAM 1171,20 1172,10
BERAT CONTOH KERING (AKHIR) + TEMPAT
GRAM 1168,60 1169,50
BERAT TEMPAT GRAM 75,00 75,00
BERAT CONTOH KERING SEMULA (A) GRAM 1096,20 1097,10
BERAT CONTOH KERING AKHIR (B) GRAM 1093,60 1094,50
(A-B)
KADAR LUMPUR &LEMPUNG = X 100 % 0,24 0,24
A
KADQAR LUMPUR & LEMPUNG RATA-RATA ( % ) 0,24
Sumber : Hasil Penelitia 2011
TABEL A.7 SOUNDNNESS TESTAGREGAT KASAR EKS DAERAH GESING
KARANGASEM

NO.BENDA UJI I II
4 April s/d 8 April 2011
JUMLAH HARI
( 4 hari )
UKURAN FRAKSI (mm) 3/8" - No.4 3/8" - No.4
BERAT SEBELUM TEST = A (GRAM) 500 500
BERAT SESUDAH TEST = B (GRAM) 482,5 480,8
KEHILANGAN BERAT C = A - B (GRAM) 17,5 19,2
C
BERAT YANG HILANG = W = X 100 % 3,5 3,84
A
RATA-RATA ( %) 3,67
Umber : Hasil Penelitian 2011
LAMPIRAN B
PROPORSI CAED UNTUK TES PENYELIMUTAN
TABEL B.1 PROPORSI CAMPURAN DENGAN KADAR AIR 2 % DAN KADAR
ASPAL RESIDU AWAL 7 % TERHADAP TOTAL CAMPURAN (500 GRAM )
UNTUK SAMPEL PENYELIMUTAN (COATING )
Jenis Saringan Faktor Aspal Kadar Aspal
Proporsi Berat Air
Agregat Pengali Residu Resid Emulsi
No Saringan mm (%) (100-7)/100 (gram) ml (gram) ( % ) (gram)
3/8" 9,5 5 0,93 23
Agregat
No.4 4,75 25 0,93 116
Kasar
No.8 2,36 20 0,93 93
Jumlah 50 232
Agregat NO.50 0,3 34,5 0,93 161 10 35 57 62
Halus No.200 0,075 9,5 0,93 44
Jumlah 44 205
Filler Lolos No.200 6 0,93 28
Jumlah 6 28
Jumlah Total 100 465 10 35 62
Sumber : Hasil Penelitian 2011

Catatan :
Aspal Emulsi = Aspal Residu / Kadar Residu = 35/0.57 = 61,4 gr dibulatkan 62 gr
TABEL B.2 PROPORSI CAMPURAN DENGAN KADAR AIR 3 % DAN KADAR
ASPAL RESIDU AWAL 7 % TERHADAP TOTAL CAMPURAN (500 GRAM )
UNTUK SAMPEL PENYELIMUTAN (COATING)
Faktor Aspal Kadar Aspal
Jenis Saringan Proporsi Berat Air
Pengali Residu Resid Emulsi
Agregat
No Saringan mm (%) (100-7)/100 (gram) ml (gram) ( % ) (gram)
3/8" 9,5 5 0,93 23
Agregat
No.4 4,75 25 0,93 116
Kasar
No.8 2,36 20 0,93 93
Jumlah 50 232
Agregat NO.50 0,3 34,5 0,93 161 15 35 57 62
Halus No.200 0,075 9,5 0,93 44
Jumlah 44 205
Filler Lolos No.200 6 0,93 28
Jumlah 6 28
Jumlah Total 100 465 15 35 62
Sumber : Hasil Penelitian 2011

Catatan :
Aspal Emulsi = Aspal Residu / Kadar Residu = 35/0.57 = 61,4 gr dibulatkan 62 gr
TABEL B.3 PROPORSI CAMPURAN DENGAN KADAR AIR 4 % DAN KADAR
ASPAL RESIDU AWAL 7 % TERHADAP TOTAL CAMPURAN (500 GRAM )
UNTUK SAMPEL PENYELIMUTAN (COATING)
Faktor Aspal Kadar Aspal
Jenis Saringan Proporsi Berat Air
Pengali Residu Resid Emulsi
Agregat
No Saringan mm (%) (100-7)/100 (gram) ml (gram) ( % ) (gram)
3/8" 9,5 5 0,93 23
Agregat
No.4 4,75 25 0,93 116
Kasar
No.8 2,36 20 0,93 93
Jumlah 50 232
Agregat NO.50 0,3 34,5 0,93 161 20 35 57 62
Halus No.200 0,075 9,5 0,93 44
Jumlah 44 205
Filler Lolos No.200 6 0,93 28
Jumlah 6 28
Jumlah Total 100 465 20 35 62
Sumber : Hasil Penelitian 2011

Catatan :
Aspal Emulsi = Aspal Residu / Kadar Residu = 35/0.57 = 61,4 gr dibulatkan 62 gr

TABEL B.4 PROPORSI CAMPURAN DENGAN KADAR AIR 5 % DAN KADAR


ASPAL RESIDU AWAL 7 % TERHADAP TOTAL CAMPURAN (500 GRAM )
UNTUK SAMPEL PENYELIMUTAN (COATING)
Faktor Aspal Kadar Aspal
Jenis Saringan Proporsi Berat Air
Pengali Residu Resid Emulsi
Agregat
No Saringan mm (%) (100-7)/100 (gram) ml (gram) ( % ) (gram)
3/8" 9,5 5 0,93 23
Agregat
No.4 4,75 25 0,93 116
Kasar
No.8 2,36 20 0,93 93
Jumlah 50 232
Agregat NO.50 0,3 34,5 0,93 161 25 35 57 62
Halus No.200 0,075 9,5 0,93 44
Jumlah 44 205
Filler Lolos No.200 6 0,93 28
Jumlah 6 28
Jumlah Total 100 465 25 35 62
Sumber : Hasil Penelitian 2011

Catatan :
Aspal Emulsi = Aspal Residu / Kadar Residu = 35/0.57 = 61,4 gr dibulatkan 62 gr
TABEL B.5 PROPORSI CAMPURAN DENGAN KADAR AIR 6 % DAN KADAR
ASPAL RESIDU AWAL 7 % TERHADAP TOTAL CAMPURAN (500 GRAM )
UNTUK SAMPEL PENYELIMUTAN (COATING)
Faktor Aspal Kadar Aspal
Saringan Proporsi Berat Air
Jenis Pengali Residu Resid Emulsi
Agregat No
mm (%) (100-7)/100 (gram) ml (gram) ( % ) (gram)
Saringan
3/8" 9,5 5 0,93 23
Agregat
No.4 4,75 25 0,93 116
Kasar
No.8 2,36 20 0,93 93
Jumlah 50 232
Agregat NO.50 0,3 34,5 0,93 161 30 35 57 62
Halus No.200 0,075 9,5 0,93 44
Jumlah 44 205
Filler Lolos No.200 6 0,93 28
Jumlah 6 28
Jumlah Total 100 465 30 35 62
Sumber : Hasil Penelitian 2011

Catatan :
Aspal Emulsi = Aspal Residu / Kadar Residu = 35/0.57 = 61,4 gr dibulatkan 62 gr
LAMPIRAN C
PENENTUAN ENERSI PEMADATAN CAED
Tabel C.1 Proporsi Campuran Dengan Kadar Air 5 % Dan Kadar Aspal Residu
7 % Terhadap Total Campuran (1200 Gram) Untuk Menentukan Enersi
Pemadatan
Faktor
Jenis Saringan Proporsi Berat Air Kadar Kadar Aspal
Agrega Pengali Aspal
residu Emulsi
No (ml) Residu ( %)
t mm ( % ) (100-7)/100 (gram) (gram) (gram)
Saringa
3/8" 9,5 5 0,93 56
Agrega
No.4 4,75 25 0,93 279
t Kasar
No.8 2,36 20 0,93 223
Jumlah 50 558
Agrega NO.50 0,3 34,5 0,93 385 60 84 57 148
t Halus No.200 0,075 9,5 0,93 106
Jumlah 44 491
Filler Lolos No.200 6 0,93 67
Jumlah 6 67
Jumlah Total 100 1116 60 84 148
Sumber : Hasil Penelitian 2011

Catatan :
Aspal Emulsi =Kadar Aspal Residu / Kadar Residu = 84/0.57 = 147,4 gr dibulatkan148 gr
TABEL C.2 HASIL PENGUKURAN DAN PENIMBANGAN SAMPEL
UNTUK ENERSI PEMADATAN 2 X 50

Berat Sampel
Proporsi Agregat h rata-
RBC Oven Rendam Volume*
No terhadap Total rata Udara
(%) (24 jam) (48 jam)
Campuran (%) (cm)
(Gram) (Gram) (Gram) (Cm3)
CA FA FF A C D E F G
1 46,5 40,92 5,58 7 7,1 1104,50 1100,80 1119,40 557,35
2 46,5 40,92 5,58 7 6,2 928,30 925,80 933,90 486,70

* Berdasarkan pengukuran dimensi


Sumber : Hasil Penelitian 2011

TABEL C.3 HASIL PENGUKURAN DAN PENIMBANGAN SAMPEL


UNTUK ENERSI PEMADATAN 2 X 75

Berat Sampel
Proporsi Agregat h rata-
RBC Udara Oven Rendam Volume*
No terhadap Total rata
(%) (24 jam) (48 jam)
Campuran (%) (cm)
(Gram) (Gram) (Gram) (Cm3)
CA FA FF A C D E F G
1 46,5 40,92 5,58 7 6,4 991,20 985,50 989,50 502,40
2 46,5 40,92 5,58 7 6,3 948,90 942,80 947,80 494,55

* Berdasarkan pengukuran dimensi


Sumber : Hasil Penelitian 2011

TABEL C.4 HASIL PENGUKURAN DAN PENIMBANGAN SAMPEL


UNTUK ENERSI PEMADATAN 2 x 2 X 75
2x2x75
Berat Sampel
Proporsi Agregat h rata-
RBC Udara Oven Rendam Volume*
No terhadap Total rata
(%) (24 jam) (48 jam)
Campuran (%) (cm)
(Gram) (Gram) (Gram) (Cm3)
CA FA FF A C D E F G
1 46,5 40,92 5,58 7 6,7 1042,60 1040,00 1042,30 525,95
2 46,5 40,92 5,58 7 6,5 1015,70 1012,40 1015,50 510,25

* Berdasarkan pengukuran dimensi


Sumber : Hasil Penelitian 2011
LAMPIRAN D
KARAKTERISTIK CAED PADA KARO
LAMPIRAN D
KARAKTERISTIK CAED PADA KARO
TABEL D.1 PROPORSI CAMPURAN SAMPEL CAED DENGAN KADAR AIR
5 % DAN KADAR ASPAL RESIDU 6 %
TERHADAP TOTAL CAMPURAN (1150 GRAM)

Saringan Proporsi Faktor Berat Aspal


Pengali Air Kadar Aspal
Jenis Resid
No (ml residu Emulsi
Agregat u
Saringa mm ( % ) (100-6)/100 (gram) ) ( %) (gram)
(gram)
n
3/8" 9,5 5 0,94 54
Agregat
No.4 4,75 25 0,94 270
Kasar
No.8 2,36 20 0,94 216
Jumlah 50 540
Agregat NO.50 0,3 34,5 0,94 373 58 69 57 121
Halus No.200 0,075 9,5 0,94 103
Jumlah 44 476
Filler Lolos No.200 6 0,94 65
Jumlah 6 65
Jumlah Total 100 1081 58 69 121

TABEL D.2 PROPORSI CAMPURAN SAMPEL CAED DENGAN KADAR AIR


5% DAN
KADAR ASPAL RESIDU 6,5 %
TERHADAP TOTAL CAMPURAN (1150 GRAM)

Saringan Proporsi Faktor Air Aspal Kadar Aspal


Jenis Berat
Pengali (ml Resid residu Emulsi
Agregat No
u
Saringa mm ( % ) (100-6,5)/100 (gram) ) ( %) (gram)
(gram)
3/8" 9,5 5 0,935 54
Agregat
No.4 4,75 25 0,935 269
Kasar
No.8 2,36 20 0,935 215
Jumlah 50 538
Agregat NO.50 0,3 34,5 0,935 371 58 74 57 130
Halus No.200 0,075 9,5 0,935 102
Jumlah 44 473
Filler Lolos No.200 6 0,935 65
Jumlah 6 65
Jumlah Total 100 1076 58 74 130
TABEL D.3 PROPORSI CAMPURAN SAMPEL CAED DENGAN KADAR AIR
5% DAN
KADAR ASPAL RESIDU 7 %
TERHADAP TOTAL CAMPURAN (1150 GRAM)
Faktor
Saringan Proporsi Berat Aspal
Pengali Air Kadar Aspal
Jenis Resid
No (ml residu Emulsi
Agregat u
Saringa mm ( % ) (100-7)/100 (gram) ) ( %) (gram)
(gram)
n
3/8" 9,5 5 0,93 53
Agregat
No.4 4,75 25 0,93 267
Kasar
No.8 2,36 20 0,93 214
Jumlah 50 534
Agregat NO.50 0,3 34,5 0,93 369 58 81 57 142
Halus No.200 0,075 9,5 0,93 102
Jumlah 44 471
Filler Lolos No.200 6 0,93 64
Jumlah 6 64
Jumlah Total 100 1069 57,5 81

TABEL D.4 PROPORSI CAMPURAN SAMPEL CAED DENGAN KADAR AIR


5% DAN
KADAR ASPAL RESIDU 7,5 %
TERHADAP TOTAL CAMPURAN (1150 GRAM)
Faktor
Saringan Proporsi Berat Aspal
Pengali Air Kadar Aspal
Jenis Resid
No (ml residu Emulsi
Agregat u
Saringa mm ( % ) (100-7,5)/100 (gram) ) ( %) (gram)
(gram)
n
3/8" 9,5 5 0,925 53
Agregat
No.4 4,75 25 0,925 266
Kasar
No.8 2,36 20 0,925 213
Jumlah 50 532
Agregat NO.50 0,3 34,5 0,925 367 58 86 57 151
Halus No.200 0,075 9,5 0,925 101
Jumlah 44 468
Filler Lolos No.200 6 0,925 64
Jumlah 6 64
Jumlah Total 100 1064 58 86 151
TABEL D.5 PROPORSI CAMPURAN SAMPEL CAED DENGAN KADAR AIR
5% DAN
KADAR ASPAL RESIDU 8 %
TERHADAP TOTAL CAMPURAN (1150 GRAM)

Faktor Aspal Kadar Aspal


Saringan Proporsi Berat Air
Jenis Pengali (ml Resid residu Emulsi
Agregat No u
mm ( % ) (100-8)/100 (gram) ) ( %) (gram)
Saringa (gram)
3/8" 9,5 5 0,92 53
Agregat
No.4 4,75 25 0,92 265
Kasar
No.8 2,36 20 0,92 212
Jumlah 50 530
Agregat NO.50 0,3 34,5 0,92 365 58 92 57 161
Halus No.200 0,075 9,5 0,92 100
Jumlah 44 465
Filler Lolos No.200 6 0,92 63
Jumlah 6 63
Jumlah Total 100 1058 58 92 161
Tabel D.6 Hasil Pengukuran Dan Penimbangan CAED Untuk Menentukan
Kadar Aspal Residu Optimum (KARO)

No. KA Tinggi Sampel (h) Cm Berat Sampel (gram) Volum


Samp R( h rata- Di Oven Direndam e
h1 h2 h3 h4
el %) rata Udara (24 (48jam) (Cm3)
1 6,7 6,7 6,7 6,7 6,7 998,0 Jam)
980,0 1006,0 525,95
2 6,0 7,0 6,9 6,9 6,9 6,9 1022,6 1002,4 1028,0 541,65
3 6,7 6,6 6,8 6,7 6,7 1018,0 999,6 1025,0 525,95
1 7,3 7,5 7,4 7,4 7,4 1114,2 1090,2 1116,6 580,90
2 6,5 7,1 7,1 7,1 7,1 7,1 1085,0 1066,8 1092,4 557,35
3 7,2 7,3 7,2 7,1 7,2 1104,0 1079,2 1105,8 565,20
1 6,4 6,4 6,4 6,4 6,4 981,6 968,2 990,0 502,40
2 7,0 6,3 6,3 6,3 6,3 6,3 968,8 956,4 978,2 494,55
3 6,3 6,4 6,3 6,3 6,3 968,4 960,0 978,5 494,55
1 7,1 7,1 7,1 7,1 7,1 1090,6 1072,4 1094,6 557,35
2 7,5 7,2 7,2 7,2 7,3 7,2 1109,8 1088,2 1110,6 565,20
3 7,1 7,2 7,1 7,1 7,1 1091,4 1071,4 1093,4 557,35
1 7,4 7,3 7,3 7,3 7,3 1121,4 1099,6 1121,2 573,05
2 8,0 7,2 7,2 7,3 7,2 7,2 1109,5 1090,4 1111,2 565,20
3 7,3 7,2 7,2 7,2 7,2 1108,8 1089,0 1110,8 565,20

Sumber : Hasil Penelitian 10 Mei 2011


Tabel D.7 Hasil Perhitungan Stabilitas Marshall Caed Untuk Menentukan
KARO

No. Stabilitas
KAR h rata- Volume Pembacaan Profil Faktor Flow
Sampe Rendaman
(%) rata (Cm3) Dial (kg) Ring Koreksi (mm)
l (kg)

1 6,7 525,95 100 3,14 0,96 301 3,20


2 6 6,9 541,65 105 3,14 0,93 307 3,10
3 6,7 525,95 105 3,14 0,96 304 3,15
1 7,4 580,90 130 3,14 0,83 339 3,80
2 6,5 7,1 557,35 125 3,14 0,89 349 3,90
3 7,2 565,20 128 3,14 0,86 346 3,90
1 6,4 502,40 135 3,14 1,04 441 4,40
2 7 6,3 494,55 130 3,14 1,09 445 4,50
3 6,3 494,55 132 3,14 1,09 452 4,60
1 7,1 557,35 127 3,14 0,89 355 4,80
2 7,5 7,2 565,20 130 3,14 0,86 351 4,90
3 7,1 557,35 128 3,14 0,89 357 5,00
1 7,3 573,05 120 3,14 0,83 313 5,20
2 8 7,2 565,20 115 3,14 0,86 311 5,30
3 7,2 565,20 117 3,14 0,86 316 5,25
Sumber :Hasil Penelitian 2011
Tabel D.8 Hubungan Kadar Aspal Residu Dan Stabilitas
Untuk Pembuatan Grafik

Kadar Stabilitas Marshall (kg)


aspal RATA-
residu 1 2 3
RATA
6 301 307 304 304
6,5 339 349 346 345
7 441 445 452 446
7,5 355 351 357 354
8 313 311 316 313

500
Rata-rata

450

400
Stabilitas Marshall (kg)

minimal 300 kg
350

300
minimal 300 kg

250

200
6 6,5 7 7,5 8
Kadar Aspal Residu (%)
Tabel D.9 Hubungan Kadar Aspal Residu Dan Flow Untuk
Pembuatan Grafik

Flow (mm)
Kadar aspal
residu 1 2 3 RATA-RATA
6 3,20 3,10 3,15 3,15
6,5 3,80 3,90 3,90 3,87
7 4,40 4,50 4,60 4,50
7,5 4,80 4,90 5,00 4,90
8 5,20 5,30 5,25 5,25

5,50

5,00

4,50
Flow (mm)

4,00

3,50
Rata-Rata
3,00

2,50

2,00
6 6,5 7 7,5 8
Kadar Aspal Residu (%)
Tabel D.10 Hasil Pemeriksaan Kadar Air CAED Pada Saat Testing

A B C D E
Nomor Krus yang dipakai
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
1. Berat Krus + Contoh basahgram 512,90 513,40 506,20 688,10 687,80 636,70 575,60 574,20 612,40 615,80 616,20 570,40 534,80 540,40 589,40
2. Berat Krus + Contoh keringgram 501,80 502,20 495,20 672,00 671,80 622,00 561,10 559,80 597,10 598,80 598,40 554,60 518,40 523,20 570,20
3. Berat air = 1-2 gram 11,10 11,20 11,00 16,10 16,00 14,70 14,50 14,40 15,30 17,00 17,80 15,80 16,40 17,20 19,20
4. Berat Krus gram 79,90 79,90 62,50 94,90 94,90 75,60 76,20 76,20 78,50 73,60 73,60 72,66 74,50 74,50 75,70
5. Berat Contoh kering=2-4 gram 421,90 422,30 432,70 577,10 576,90 546,40 484,90 483,60 518,60 525,20 524,80 481,94 443,90 448,70 494,50
6. Kadar air = 3/5 % 2,63 2,65 2,54 2,79 2,77 2,69 2,99 2,98 2,95 3,24 3,39 3,28 3,69 3,83 3,88
Kadar air rata-rata % 2,61 2,75 2,97 3,30 3,80
Sumber : Hasil Penelitian 2011
Keterangan :
A = Kadar Aspal Residu Awal 6 %
B = Kadar Aspal Residu Awal 6,5 %
C = Kadar Aspal Residu Awal 7 %
D = Kadar Aspal Residu Awal 7,5 %
E = Kadar Aspal Residu Awal 8 %
Tabel D.11 Hubungan Kadar Aspal Residu Dengan Kadar Air Pada Saat
Testing Untuk Pembuatan Grafik

Kadar Aspal Residu


1 2 3 RATA-RATA
(%)

6 2,63 2,65 2,54 2,61


6,5 2,79 2,77 2,69 2,75
7 2,99 2,98 2,95 2,97
7,5 3,24 3,39 3,28 3,30
8 3,69 3,83 3,88 3,80

4,00

3,80

3,60

3,40
Kadar Air (%)

3,20

3,00
Rata-rata
2,80

2,60

2,40

2,20

2,00
6 6,5 7 7,5 8
Kadar Aspal Residu (%)
Tabel E.12 Hubungan antara Waktu Curing dengan Kelelehan (Flow ) Tanpa
Penambahan Semen dan dengan Penambahan 2 % Semen

Waktu Flow Penambahan 2 % Semen


Flow 0 % Semen (mm)
Curing (mm)
(Hari) 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata
3 4,5 4,6 4,5 4,53 4,10 3,90 4,00 4,00
6 4,35 4,30 4,40 4,35 3,50 3,60 3,60 3,57
9 3,90 3,80 3,85 3,85 3,00 3,10 3,10 3,07
12 3,20 3,10 3,15 3,15 2,40 2,40 2,50 2,43

4,8
Rata-rata 0
4,6 % semen
Rata-rata 2
4,4 % semen

4,2
Flow (mm)

4
3,8
3,6
3,4
3,2
3
2,8
2,6
2,4
2,2
2
3 6 9 12
Waktu Curing (hari)
Untuk menghitung Sgmix dipergunakan rumus :
100
SGmix =
% CA % FA %F % Aspal
+ + +
SGCA SGFA SGF SGAspal

Hasil perhitungan selanjutnya ditabelkan seperti Tabel berikut :

Tabel D.12 Hasil Perhitungan SGmix Untuk Kadar Aspal Residu 6 %

1 2 3 4 5 6
proporsi (%)Faktor Pengali% thd Total Camp. SG =4/5
% CA 50 0,94 47,00 2,254 20,85
% FA 44 0,94 41,36 2,235 18,51
%F 6 0,94 5,64 2,234 2,52
% A Residu 6 6,00 1,014 5,92
Jumlah 100,00 47,80
SGmix = 100/47.80
SGmix = 2,09
Sumber : Hasil Penelitian 2011

Tabel D.13 Hasil Perhitungan SGmix Untuk Kadar Aspal Residu 6,5 %

1 2 3 4 5 6
proporsi (%)Faktor Pengali% thd Total Camp. SG =4/5
% CA 50 0,935 46,75 2,254 20,74
% FA 44 0,935 41,14 2,235 18,41
%F 6 0,935 5,61 2,234 2,51
% A Residu 6,5 6,50 1,014 6,41
Jumlah 100,00 48,07
SGmix = 100/48.07
SGmix = 2,08
Sumber : Hasil Penelitian 2011

Tabel D.14 Hasil Perhitungan SGmix Untuk Kadar Aspal Residu 7 %

1 2 3 4 5 6
proporsi (%)Faktor Pengali% thd Total Camp. SG =4/5
% CA 50 0,93 46,50 2,254 20,63
% FA 44 0,93 40,92 2,235 18,31
%F 6 0,93 5,58 2,234 2,50
% A Residu 7 7,00 1,014 6,90
Jumlah 100,00 48,34
SGmix = 100/48.34
SGmix = 2,07
Sumber : Hasil Penelitian 2011
Tabel D.15 Hasil Perhitungan SGmix Untuk Kadar Aspal Residu 7,5 %

1 2 3 4 5 6
proporsi (%)Faktor Pengali% thd Total Camp. SG =4/5
% CA 50 0,925 46,25 2,254 20,52
% FA 44 0,925 40,70 2,235 18,21
%F 6 0,925 5,55 2,234 2,48
% A Residu 7,5 7,50 1,014 7,40
Jumlah 100,00 48,61
SGmix = 100/48.34
SGmix = 2,06
Sumber : Hasil Penelitian 2011

Tabel D.16 Hasil Perhitungan SGmix Untuk Kadar Aspal Residu 8 %

1 2 3 4 5 6
proporsi (%)Faktor Pengali% thd Total Camp. SG =4/5
% CA 50 0,92 46,00 2,254 20,41
% FA 44 0,92 40,48 2,235 18,11
%F 6 0,92 5,52 2,234 2,47
% A Residu 8 8,00 1,014 7,89
Jumlah 100,00 48,88
SGmix = 100/48.88
SGmix = 2,05
Sumber : Hasil Penelitian 2011
Untuk menghitung SGagg untuk masing-masing kadar aspal residu CAED
dipergunakan rumus berikut :
100
SG agg =
% CA % FA %F
+ +
SG CA SG FA SG F
Tabel D.17 Hasil Perhitungan SGagg Untuk Kadar Aspal Residu 6 %

1 2 3 4 5 6
Proporsi (%)Faktor Pengali% thd Total Camp SG =4/5
% CA 50 0,94 47,00 2,254 20,85
% FA 44 0,94 41,36 2,235 18,51
%F 6 0,94 5,64 2,234 2,52
Jumlah 94,00 41,88
SGagg = 100/41.88
SGagg = 2,39
Sumber : Hasil Penelitian 2011

Tabel D.18 Hasil Perhitungan SGagg Untuk Kadar Aspal Residu 6,5 %

1 2 3 4 5 6
Proporsi (%)Faktor Pengali % thd Total SG =4/5
% CA 50 0,935 46,75 2,254 20,74
% FA 44 0,935 41,14 2,235 18,41
%F 6 0,935 5,61 2,234 2,51
Jumlah 93,50 41,66
SGagg = 100/41.66
SGagg = 2,40
Sumber : Hasil Penelitian 2011

Tabel D.19 Hasil Perhitungan SGagg Untuk Kadar Aspal Residu 7 %

1 2 3 4 5 6
Proporsi (%)Faktor Pengali % thd Total SG =4/5
% CA 50 0,93 46,50 2,254 20,63
% FA 44 0,93 40,92 2,235 18,31
%F 6 0,93 5,58 2,234 2,50
Jumlah 93,00 41,44
SGagg = 100/41.44
SGagg = 2,41
Sumber : Hasil Penelitian 2011
Tabel D.20 Hasil Perhitungan SGagg Untuk Kadar Aspal Residu 7,5 %

1 2 3 4 5 6
Proporsi (%)Faktor Pengali % thd Total SG =4/5
% CA 50 0,925 46,25 2,254 20,52
% FA 44 0,925 40,70 2,235 18,21
%F 6 0,925 5,55 2,234 2,48
Jumlah 92,50 41,21
SGagg = 100/41.21
SGagg = 2,43
Sumber : Hasil Penelitian 2011

Tabel D.21 Hasil Perhitungan SGagg Untuk Kadar Aspal Residu 8 %

1 2 3 4 5 6
Proporsi (%)Faktor Pengali % thd Total SG =4/5
% CA 50 0,92 46,00 2,254 20,41
% FA 44 0,92 40,48 2,235 18,11
%F 6 0,92 5,52 2,234 2,47
Jumlah 92,00 40,99
SGagg = 100/40.99
SGagg = 2,44
Sumber : Hasil Penelitian 2011
Tabel D.22 Specific Grafity Of Cationic Slow Setting (CSS-1h/H-60)

Discription I II Average
Weight of Picnometer (plus stoper) A gr 152,29 152,29
Weight of Picnometer fill with waterB gr 651,65 651,65
Weight of Picnometer (plus) C gr 658,44 658,56
Specific Gravity (C- A) / (B - A) gr/cc 1,014 1,014 1,014
Sumber : PT Triasindomix Sidoarjo Jawa Timur 2010
Tabel D.23 Hasil Perhitungan Densitas, Porositas Dan Penyerapan Air CAED Untuk Kadar Aspal Residu
Awal 6 %

Berat Sampel Kadar Air


h rata- Porositas
Proporsi RBC Udara Oven Rendam Volume* Saat Penyerapan Air
No SGMIX rata 3 D Testing
Dd (VIM)
(%)
Agregat (%) (%) (24 jam) (48 jam) (Cm ) (%)
(cm) (%)
(Gram) (Gram) (Gram)
J = H(100+A) K = ((B-J) L = (F-E)/E
CA FA FF A B C D E F G H = D/G I
/(100+A+I) /B)*100 *100

1 47 41,4 5,64 6 2,1 6,7 998 980 1006 525,95 1,898 2,63 1,85 11,41 2,65
2 47 41,4 5,64 6 2,1 6,9 1023 1002,4 1028 541,65 1,888 2,65 1,84 11,87 2,55
3 47 41,4 5,64 6 2,1 6,7 1018 999,6 1025 525,95 1,936 2,54 1,89 9,56 2,54
* Berdasarkan pengukuran dimensi 1,86 10,95 2,58
Sumber : Hasil Penelitian 2011

Tabel D.24 Hasil Perhitungan Densitas, Porositas Dan Penyerapan Air CAED Untuk Kadar Aspal Residu
Awal 6,5 %

Berat Sampel Kadar Air


h rata- Porositas
Proporsi RBC Udara Oven Rendam Volume* Saat Penyerapan Air
No SGMIX rata
(Cm3)
D Testing
Dd (VIM)
(%)
Agregat (%) (%) (cm)
(24 jam) (48 jam) (%)
(%)
(Gram) (Gram) (Gram)
J = H(100+A) K = ((B-J) L = (F-E)/E
CA FA FF A B C D E F G H = D/G I
/(100+A+I) /B)*100 *100

1 46,8 41,1 5,61 6,5 2,1 7,4 1114 1090,2 1117 580,9 1,918 2,79 1,87 10,14 2,42
2 46,8 41,1 5,61 6,5 2,1 7,1 1085 1066,8 1092 557,35 1,947 2,77 1,90 8,78 2,40
3 46,8 41,1 5,61 6,5 2,1 7,2 1104 1079,2 1106 565,2 1,953 2,69 1,91 8,41 2,46
* Berdasarkan pengukuran dimensi 1,89 9,11 2,43
Sumber : Hasil Penelitian 2011
Tabel D.25 Hasil Perhitungan Densitas, Porositas Dan Penyerapan Air CAED Untuk Kadar Aspal Residu
Awal 7 %

Berat Sampel Kadar Air


h rata- Porositas
Proporsi RBC Udara Oven Rendam Volume* Saat Penyerapan Air
No SGMIX rata 3 D Testing
Dd (VIM)
(%)
Agregat (%) (%) (cm)
(24 jam) (48 jam) (Cm ) (%)
(%)
(Gram) (Gram) (Gram)
J = H(100+A) K = ((B-J) L = (F-E)/E
CA FA FF A B C D E F G H = D/G I
/(100+A+I) /B)*100 *100

1 46,5 40,9 5,58 7 2,1 6,4 981,6 968,2 990 502,4 1,954 2,99 1,90 8,18 2,25
2 46,5 40,9 5,58 7 2,1 6,3 968,8 956,4 978,2 494,55 1,959 2,98 1,91 7,93 2,28
3 46,5 40,9 5,58 7 2,1 6,3 968,4 960 978,5 494,55 1,958 2,95 1,91 7,94 1,93
* Berdasarkanpengukuran dimensi 1,90 8,02 2,15
Sumber : Hasil Penelitian 2011

Tabel D.26 Hasil Perhitungan Densitas, Porositas Dan Penyerapan Air CAED Untuk Kadar Aspal Residu
Awal 7,5 %

Berat Sampel Kadar Air


h rata- Porositas
Proporsi RBC Udara Oven Rendam Volume* Saat Penyerapan Air
No SGMIX rata 3 D Testing
Dd (VIM)
(%)
Agregat (%) (%) (cm)
(24 jam) (48 jam) (Cm ) (%)
(%)
(Gram) (Gram) (Gram)
J = H(100+A) K = ((B-J) L = (F-E)/E
CA FA FF A B C D E F G H = D/G I
/(100+A+I) /B)*100 *100

1 46,3 40,7 5,55 7,5 2,1 7,1 1091 1072,4 1095 557,35 1,957 3,24 1,90 7,79 2,07
2 46,3 40,7 5,55 7,5 2,1 7,2 1110 1088,2 1111 565,2 1,964 3,39 1,90 7,60 2,06
3 46,3 40,7 5,55 7,5 2,1 7,1 1091 1071,4 1093 557,35 1,958 3,28 1,90 7,76 2,05
* Berdasarkan pengukuran dimensi 1,90 7,71 2,06
Sumber : Hasil Penelitian 2011
Tabel D.27 Hasil Perhitungan Densitas, Porositas Dan Penyerapan Air CAED Untuk Kadar Aspal Residu
Awal 8 %

Berat Sampel Kadar Air


h rata- Porositas
Proporsi RBC Udara Oven Rendam Volume* Saat Penyerapan Air
No SGMIX rata 3 D Testing
Dd (VIM)
(%)
Agregat (%) (%) (cm)
(24 jam) (48 jam) (Cm ) (%)
(%)
(Gram) (Gram) (Gram)
J = H(100+A) K = ((B-J) L = (F-E)/E
CA FA FF A B C D E F G H = D/G I
/(100+A+I) /B)*100 *100

1 46 40,5 5,52 8 2,1 7,3 1121 1099,6 1121 573,05 1,957 3,69 1,89 7,70 1,96
2 46 40,5 5,52 8 2,1 7,2 1110 1090,4 1111 565,2 1,963 3,83 1,90 7,52 1,91
3 46 40,5 5,52 8 2,1 7,2 1109 1089,8 1111 565,2 1,962 3,88 1,89 7,62 1,93
* Berdasarkan pengukuran dimensi 1,89 7,61 1,93
Sumber : Hasil Penelitian 2011
Tabel D.28 Hubungan Kadar Aspal Residu Dengan Densitas
(Kepadatan) Untuk Pembuatan Grafik

Sampel
Kadar Aspal Residu Rata-rata
(%) 1 2 3 (gram/cm3)
6,0 1,85 1,84 1,89 1,86
6,5 1,87 1,90 1,91 1,89
7,0 1,90 1,91 1,92 1,91
7,5 1,90 1,91 1,90 1,90
8,0 1,89 1,90 1,89 1,89

2,00

1,95

1,90
Densitas (gram/cm3)

1,85

1,80

1,75 Rata-
rata

1,70

1,65

1,60
0.6 0.7 0.7 0.8 0.8
Kadar Aspal Residu (%)
Tabel D.29 Hubungan Kadar Aspal Residu Dengan Porositas (VIM)
Untuk Pembuatan Grafik

Sampel
Kadar Aspal Residu
(%) 1 2 3 Rata-rata (%)
6,0 11,41 11,87 9,56 10,95
6,5 10,14 8,78 8,41 9,11
7,0 8,18 7,93 7,94 8,02
7,5 7,79 7,60 7,76 7,72
8,0 7,70 7,52 7,62 7,61

13,00

12,00
Rata-rata
11,00

10,00 maks 10 %

9,00

8,00

7,00
Porositas (VIM) (%)

6,00

5,00 min 5 %

4,00

3,00

2,00

1,00

0,00
0.6 0.7 0.7 0.8 0.8

Kadar Aspal Residu (%)


Tabel D.30 Hubungan Kadar Aspal Residu Dengan Penyerapan Air Untuk
Pembuatan Grafik

Sampel

Kadar Aspal Residu (%) 1 2 3 Rata-rata (%)


6,0 2,65 2,55 2,54 2,58
6,5 2,42 2,40 2,46 2,43
7,0 2,25 2,28 2,12 2,22
7,5 2,07 2,06 2,05 2,06
8,0 1,96 1,91 1,93 1,93

5,00

4,50

4,00 Maks. 4 %

3,50
Rata-rata
3,00
Penyerapan Air (%)

2,50

2,00

1,50

1,00

0,50

0,00
0.6 0.7 0.7 0.8 0.8
Kadar Aspal Residu (%)
Tabel D.31 Hasil Perhitungan Volumetrik Pada Kadar Aspal Residu
6 % Untuk Menentukan VMA dan VFB CAED
Berat
Faktor Pengali Berat thd Berat Total
Material Agregat thd SG Keterangan
(100- Campuran (%)
berat total
RBCi)/100
a b ci d1=b x ci d2=b x ci d3=b x ci e f
Agregat Kasar 50 0,94 47,00 47,00 47,00 2,254 Batu Pecah
Agregat Halus 44 0,94 41,36 41,36 41,36 2,235 Pasir Halus
Filer 6 0,94 5,64 5,64 5,64 2,234 Abu Batu
Bitumen (RBCi) - - 6,00 6,00 6,00 1,014 CSS-1h
Sum 100 - 100,00 100,00 100,00 -
SGAgg - - 2,39 2,39 2,39 -
SGMix - - 2,09 2,09 2,09 -
D-Bulk (gr/cm3) - - 1,85 1,84 1,89 -
Porosity (%) - - 11,41 11,87 9,56 -
VMA (%) - - 27,24 27,63 25,67 - 26,85
VFB (%) - - 58,11 57,04 62,75 - 59,30
Sumber : Hasil Penelitian 2011

Tabel D.32 Hasil Perhitungan Volumetrik Pada Kadar Aspal Residu


6,5 % Untuk Menentukan VMA dan VFB CAED
Berat Faktor Pengali
Agregat thd Berat thd Berat Total
Material (100- SG Keterangan
berat total Campuran (%)
RBCi)/100
a b ci d1=b x ci d2=b x ci d3=b x ci e f
Agregat Kasar 50 0,935 46,75 46,75 46,75 2,254 Batu Pecah
Agregat Halus 44 0,935 41,14 41,14 41,14 2,235 Pasir Halus
Filer 6 0,935 5,61 5,61 5,61 2,234 Abu Batu
Bitumen (RBCi) - - 6,5 6,5 6,5 1,014 CSS-1h
Sum 100 - 100 100 100 -
SGAgg - - 2,40 2,40 2,40 -
SGMix - - 2,08 2,08 2,08 -
3
D-Bulk (gr/cm ) - - 1,87 1,90 1,91 -
Porosity (%) - - 10,14 8,78 8,41 -
VMA (%) - - 27,15 25,98 25,59 - 26,24
VFB (%) - - 62,65 66,20 67,14 - 65,33
Sumber : Hasil Penelitian 2011
Tabel D.33 Hasil Perhitungan Volumetrik Pada Kadar Aspal Residu
7 % Untuk Menentukan VMA dan VFB CAED
Berat Faktor Pengali
Agregat thd Berat thd Berat Total
Material (100- SG Keterangan
berat total Campuran (%)
RBCi)/100
a b ci d1=b x ci d2=b x ci d3=b x ci e f
Agregat Kasar 50 0,93 46,5 46,5 46,5 2,254 Batu Pecah
Agregat Halus 44 0,93 40,92 40,92 40,92 2,235 Pasir Halus
Filer 6 0,93 5,58 5,58 5,58 2,234 Abu Batu
Bitumen (RBCi) - - 7 7 7 1,014 CSS-1h
Sum 100 - 100 100 100 -
SGAgg - - 2,41 2,41 2,41 -
SGMix - - 2,07 2,07 2,07 -
D-Bulk (gr/cm3) - - 1,90 1,91 1,92 -
Porosity (%) - - 8,18 7,93 7,94 -
VMA (%) - - 26,68 26,29 25,91 - 26,29
VFB (%) - - 69,34 69,84 69,35 - 69,51
Sumber : Hasil Penelitian 2011

Tabel D.34 Hasil Perhitungan Volumetrik Pada Kadar Aspal Residu


7,5 % Untuk Menentukan VMA dan VFB CAED
Berat
Agregat thd Faktor Pengali Berat thd Berat Total
Material berat total (100- SG Keterangan
Campuran (%)
agg (%) RBCi)/100
a b ci d1=b x ci d2=b x ci d3=b x ci e f
Agregat Kasar 50 0,925 46,25 46,25 46,25 2,254 Batu Pecah
Agregat Halus 44 0,925 40,7 40,7 40,7 2,235 Pasir Halus
Filer 6 0,925 5,55 5,55 5,55 2,234 Abu Batu
Bitumen (RBCi) - - 7,5 7,5 7,5 1,014 CSS-1h
Sum 100 - 100 100 100 -
SGAgg - - 2,43 2,43 2,43 -
SGMix - - 2,06 2,06 2,06 -
3
D-Bulk (gr/cm ) - - 1,90 1,91 1,90 -
Porosity (%) - - 7,79 7,60 7,76 -
VMA (%) - - 27,67 27,29 27,67 - 27,55
VFB (%) - - 71,85 72,16 71,96 - 71,99
Sumber : Hasil Penelitian 2011
Tabel D.35 Hasil Perhitungan Volumetrik Pada Kadar Aspal Residu
8 % Untuk Menentukan VMA dan VFB CAED

Berat
Faktor Pengali
Agregat thd Berat thd Berat Total
Material (100- SG Keterangan
berat total Campuran (%)
RBCi)/100
agg (%)
a b ci d1=b x ci d2=b x ci d3=b x ci e f
Agregat Kasar 50 0,92 46 46 46 2,254 Batu Pecah
Agregat Halus 44 0,92 40,48 40,48 40,48 2,235 Pasir Halus
Filer 6 0,92 5,52 5,52 5,52 2,234 Abu Batu
Bitumen (RBCi) - - 8 8 8 1,014 CSS-1h
Sum 100 - 100 100 100 -
SGAgg - - 2,44 2,44 2,44 -
SGMix - - 2,05 2,05 2,05 -
D-Bulk (gr/cm3) - - 1,89 1,90 1,89 -
Porosity (%) - - 7,70 7,52 7,62 -
VMA (%) - - 28,74 28,36 28,74 - 28,61
VFB (%) - - 73,21 73,48 73,48 - 73,39
Sumber : Hasil Penelitian 2011
Tabel D.36 Hubungan Kadar Aspal Residu Dengan Void in Mineral
Aggregate /VMA Untuk Pembuatan Grafik

Kadar Aspal Residu Sampel


(%) 1 2 3 Rata-rata
6,0 27,24 27,63 25,67 26,85
6,5 27,15 25,98 25,59 26,24
7,0 26,68 26,29 25,91 26,29
7,5 27,67 27,29 27,67 27,54
8,0 28,74 28,36 28,74 28,61

35
34
33
32
31
30
29
VMA (%)

28
27
26
25
24
23 Rata-rata
22
21
20
0.6 0.7 0.7 0.8 0.8
Kadar Aspal Residu (%)
Tabel D.37 Hubungan Kadar Aspal Residu Dengan Void Filled Bitumen /VFB Untuk
Pembuatan Grafik

Sampel
Kadar Aspal Residu
(%) 1 2 3 Rata-rata
6,0 58,11 57,04 62,75 59,30
6,5 62,65 66,20 67,14 65,33
7,0 69,34 69,84 69,35 69,51
7,5 71,85 72,16 71,96 71,99
8,0 73,21 73,48 73,48 73,39

80
75
70
65
60 Rata-rata
55
50
VFB (%)

45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
0.6 0.7 0.7 0.8 0.8
Kadar Aspal Residu (%)
Perhitungan luas permukaan agregat terhadap Gradasi Agregat Gabungan dihitung
dengan Tabulasi Perhitungan Luas Permukaan Agregat (Asphalt Institute,MS-14,1989)
seperti Tabel di bawah ini :

Tabel D.38 Hasil Perhitungan Luas Permukaan Agregat

Jenis Saringan Percent Surface Area Surface Area (m2/


Agregat No Saringan mm Passing (%) Factor kg)
1/2" 12,5 100 0,41
0,410
Agregat 3/8" 9,5 95 0,41
Kasar No.4 4,75 70 0,41 0,287
No.8 2,36 50 0,82 0,410
Agregat NO.50 0,3 15,5 6,14 0,952
Halus No.200 0,075 6 32,77 1,966
Aggregate Surface Area (ASA) = 4,025
Sumber : Hasil Penelitian 2011
Untuk menghitung Tebal Film Aspal (TFA) dipergunakan Rumus :

% Aspal 1 1
TFA = × ×
(100 − % Aspal SGAspal LuasPermuk aanAgregat

Tabel D.39 Hasil Perhitungan Tebal Film Aspal Untuk Bervariasi Kadar Aspal

(% Luas
% (1/ Luas
100-% Aspal) / SG Aspal (1/SG Permukaa TFA
Aspal Permukaan
Aspal (100- (gram/cm3) Aspal) n Agregat (µm)
Residu Agregat)
%Aspal) (m2/kg)
6,0 94,0 0,064 1,014 0,986 4,025 0,248 15,64
6,5 93,5 0,070 1,014 0,986 4,025 0,248 17,03
7,0 93,0 0,075 1,014 0,986 4,025 0,248 18,44
7,5 92,5 0,081 1,014 0,986 4,025 0,248 19,87
8,0 92,0 0,087 1,014 0,986 4,025 0,248 21,31

22
21
20
19
18
17
16
15
TFA ( µm )

14
13
12
11
10 min 8 µm
9
8
7
6
5
6 6,5 7 7,5 8
Kadar Aspal Residu ( % )
LAMPIRAN E
KINERJA CAED TANPA PENAMBAHAN SEMEN DAN
PENAMBAHAN 2 % SEMEN
Tabel E.1 Proporsi Campuran dengan Kadar Aspal Residu Optimum 7 % dan Kadar
Air 5 % Tanpa Penambahan
Semen terhadap Total Campuran (1000 gram)
Jenis Saringan Faktor Berat Air Aspal Kadar Aspal
Propors Pengali PC
Agrega No (gram (ml Residu residu Emuls
t mm i ( % ) (100-7)/100 ) )
(gr)
(gram) ( %) i
Saringa
(gram
Agrega 3/8" 9,5 5 0,93 47
t Kasar No.4 4,75 25 0,93 232
No.8 2,36 20 0,93 186
Jumlah 50 465
Agrega NO.50 0,3 34,5 0,93 321
50 0 70 57 123
t Halus No.200 0,075 9,5 0,93 88
Jumlah 44 409
Filler
Abu Lolos No.200 6 0,93 56
Batu
Jumlah 6 56
Jumlah Total 100 930 50 0 70 123
Sumber : Hasil Penelitian (2011)

Tabel E.2 Proporsi Campuran dengan Kadar Aspal Residu Optimum 7 % dan Kadar
Air 5 % Penambahan Semen
2 % terhadap Total Campuran (1000 gram)
Jenis Saringan Propors Faktor Berat Air PC Aspal Kadar Aspal
Agrega No Pengali (gram (ml (%) Residu residu Emuls
i ( % ) i
t Saringa mm (100-7)/100 ) ) (gram) ( %)
(gram
Agrega 3/8" 9,5 5 0,93 47
t Kasar No.4 4,75 25 0,93 232
No.8 2,36 20 0,93 186
Jumlah 50 465
Agrega NO.50 9,5 34,5 0,93 321
50 20 70 57 123
t Halus No.200 4,75 9,5 0,93 88
Jumlah 44 409
Filler
AbuLolos No.200 6 0,93 56
Batu
Jumlah 6 56
Jumlah Total 100 930 50 20 70 123
Sumber : Hasil Penelitian (2011)
Tabel E.3 Hasil Penelitian Stabilitas Marshall dan Flow Tanpa Penambahan Semen
dengan Lama Curing 3 Hari

Volume Pembacaan Faktor Faktor Stabilitas Flow


Tinggi Sampel (cm) (cm3) Dial Kalibra koreksi Marshall (mm)
No. Stabilitas si Alat thd (kg)
h4 rata-
Marshall (Profil Volume
h1 h2 h3
rata (kg) ring ) sampel
1 6,7 6,6 6,6 6,7 6,7 522,03 112 3,14 1 352 4,50
2 6,7 6,7 6,6 6,6 6,7 522,03 114 3,14 1 358 4,60
3 6,7 6,6 6,7 6,6 6,7 522,03 113 3,14 1 355 4,40
Sumber : Hasil Penelitian 2011 Rata-rata 355 4,50

Tabel E.4 Hasil Penelitian Stabilitas Marshall dan Flow pada Penambahan 2 %
Semen dengan Lama Curing 3

Volume Pembacaan Faktor Faktor Stabilita Flow


Tinggi Sampel (cm) (cm3) Dial Kalibra koreksi s (mm)
No. Stabilitas si Alat thd
Marshal
Marshall (Profil Volume
h1 h2 h3 h4 rata- (kg) ring ) sampel
l (kg)
rata
1 6,60 6,60 6,50 6,60 6,58 516,14 150 3,14 1 471 4,10
2 6,30 6,30 6,40 6,40 6,35 498,48 145 3,14 1,04 474 3,90
3 6,30 6,40 6,40 6,40 6,38 500,44 140 3,14 1,04 457 4,00
Sumber : Hasil Penelitian 2011 Rata-rata 467 4,00

Tabel E.5 Hasil Penelitian Stabilitas Marshall dan Flow Tanpa Penambahan Semen
dengan Lama Curing 6 Hari

Volume Pembacaan Faktor Faktor Stabilita Flow


Tinggi Sampel (cm) Dial Kalibra koreksi
(cm3) s (mm)
No. Stabilitas si Alat thd
rata- Marshal
h1 h2 h3 h4 Marshall (Profil Volume
rata (kg) ring ) sampel
l (kg)
1 6,50 6,50 6,50 6,50 6,50 510,25 150 3,14 1 471 4,35
2 6,40 6,40 6,40 6,40 6,40 502,40 145 3,14 1,04 474 4,30
3 6,40 6,50 6,50 6,40 6,45 506,33 148 3,14 1,04 483 4,40
Sumber : Hasil Penelitian 2011 Rata-rata 476 4,35
Tabel E.6 Hasil Penelitian Stabilitas Marshall dan Flow pada Penambahan 2 %
Semen dengan Lama Curing 6
Hari
Volume Pembacaan Faktor Faktor Stabilita Flow
Tinggi Sampel (cm) Dial Kalibra koreksi
(cm3) s (mm)
No. Stabilitas si Alat thd
rata- Marshal
h1 h2 h3 h4 Marshall (Profil Volume
rata (kg) ring ) sampel
l (kg)
1 6,30 6,30 6,25 6,25 6,28 492,59 240 3,14 1,09 821 3,40
2 6,20 6,20 6,20 6,20 6,20 486,70 250 3,14 1,09 856 3,30
3 6,25 6,20 6,20 6,25 6,23 488,66 245 3,14 1,09 839 3,40
Sumber : Hasil Penelitian 2011 Rata-rata 839 3,37

Tabel E.7 Hasil Penelitian Stabilitas Marshall dan Flow Tanpa Penambahan Semen
dengan Lama Curing 9 Hari

Volume Pembacaan Faktor Faktor Stabilita


Tinggi Sampel (cm) Dial Kalibra koreksi
(cm3) s Flow
No. Stabilitas si Alat thd
rata- Marshall (Profil Volume
Marshal (mm)
h1 h2 h3 h4
rata (kg) ring ) sampel l (kg)
1 6,40 6,20 6,20 6,40 6,30 494,55 165 3,14 1,09 565 3,90
2 6,50 6,40 6,20 6,20 6,33 496,51 170 3,14 1,04 555 3,80
3 6,40 6,30 6,30 6,20 6,30 494,55 166 3,14 1,04 542 3,85
Sumber : Hasil Penelitian 2011 Rata-rata 554 3,85

Tabel E.8 Hasil Penelitian Stabilitas Marshall dan Flow pada Penambahan 2 %
Semen dengan Lama Curing 9

Volume Pembacaan Faktor Faktor Stabilita


Tinggi Sampel (cm) Dial Kalibra koreksi
(cm3) s Flow
No. Stabilitas si Alat thd
rata- Marshal (mm)
h1 h2 h3 h4 Marshall (Profil Volume
rata (kg) ring ) sampel l (kg)
1 6,20 6,20 6,30 6,30 6,25 490,63 330 3,14 1,09 1129 3,00
2 6,80 6,70 6,50 6,40 6,60 518,10 340 3,14 1,00 1068 3,10
3 6,40 6,50 6,50 6,40 6,45 506,33 345 3,14 1,00 1083 3,10
Sumber : Hasil Penelitian 2011 Rata-rata 1093 3,07
Tabel E.9 Hasil Penelitian Stabilitas Marshall dan Flow Tanpa Penambahan Semen
dengan Lama Curing 12 Hari

Tinggi Sampel (cm) Volume Pembacaan Faktor Faktor Stabilita Flow


Dial Kalibra koreksi
(cm3) s (mm)
No. Stabilitas si Alat thd
rata- Marshal
h1 h2 h3 h4 Marshall (Profil Volume
rata (kg) ring ) sampel
l (kg)
1 6,50 6,50 6,50 6,50 6,50 510,25 195 3,14 1,00 612 3,20
2 6,80 6,70 6,50 6,40 6,60 518,10 190 3,14 1,00 597 3,10
3 6,60 6,60 6,50 6,50 6,55 514,18 190 3,14 1,00 597 3,15
Sumber : Hasil Penelitian 2011 Rata-rata 602 3,15

Tabel E.10 Hasil Penelitian Stabilitas Marshall dan Flow pada Penambahan 2 %
Semen dengan Lama Curing 12

Volume Pembacaan Faktor Faktor Stabilita Flow


Tinggi Sampel (cm) Dial Kalibra koreksi
(cm3) s (mm)
No. Stabilitas si Alat thd
Marshal
rata- Marshall (Profil Volume
h1 h2 h3 h4 l (kg)
rata (kg) ring ) sampel
1 6,10 6,10 6,10 6,10 6,10 478,85 350 3,14 1,14 1253 2,40
2 6,20 6,20 6,10 6,10 6,15 482,78 360 3,14 1,09 1232 2,60
3 6,20 6,15 6,10 6,15 6,15 482,78 365 3,14 1,09 1249 2,50
Sumber : Hasil Penelitian 2011 Rata-rata 1245 2,50
Tabel E.11 Hubungan antara Waktu Curing dengan Stabilitas Marshall Tanpa
Penambahan Semen dan dengan Penambahan 2 % Semen

Waktu Stabilitas Marshaal 0 % Semen Stabilitas Marshaal 2 % Semen


Curing (kg) (kg)
(Hari) 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata
3 352 358 355 355 471 474 457 467
6 471 474 483 476 821 856 839 839
9 565 555 542 554 1129 1068 1083 1093
12 612 597 597 602 1253 1232 1249 1245

1300

1200

1100

1000

900

800
Stabilitas Marshall (kg)

700

600

500

400

300 minimal 300 kg

200
Rata-rata 0%
100
Rata-rata 2 % semen

0
0 3 6 9 12
Waktu Curing (hari)
Tabel E.12 Hubungan antara Waktu Curing dengan Kelelehan (Flow ) Tanpa
Penambahan Semen dan dengan Penambahan 2 % Semen

Waktu Flow Penambahan 2 % Semen


Flow 0 % Semen (mm)
Curing (mm)
(Hari) 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata
3 4,5 4,6 4,5 4,53 4,10 3,90 4,00 4,00
6 4,35 4,30 4,40 4,35 3,50 3,60 3,60 3,57
9 3,90 3,80 3,85 3,85 3,00 3,10 3,10 3,07
12 3,20 3,10 3,15 3,15 2,40 2,40 2,50 2,43

4,8
Rata-rata 0
4,6 % semen
Rata-rata 2
4,4 % semen

4,2
Flow (mm)

4
3,8
3,6
3,4
3,2
3
2,8
2,6
2,4
2,2
2
3 6 9 12
Waktu Curing (hari)
Tabel E.13 Kadar Airpada Saat Testing CAED Tanpa Penambahan Semen dan dengan
Penambahan 2 % Semen dengan Waktu Curing 3 Hari

Perlakuan 0 % semen 2 % semen


Nomor Krus yang dipakai 1 2 3 1 2 3
1 . Berat Krus + Contoh basah gram 537,0 567,4 568,2 622,7 557,2 559,8
2 . Berat Krus + Contoh kering gram 521,8 551,4 552,0 605,5 541,8 544,1
3 . Berat air = 1-2 gram 15,2 16,0 16,2 17,2 15,4 15,7
4 . Berat Krus gram 77,4 81,6 81,6 76,4 64,7 64,7
5 . Berat Contoh kering=2-4 gram 444,4 469,8 470,4 529,1 477,1 479,4
6 . Kadar air = 3/5 % 3,42 3,41 3,44 3,25 3,23 3,27
Rata-rata 3,42 3,25
Sumber : Hasil Penelitian 2011

Tabel E.14 Kadar Airpada Saat Testing CAED Tanpa Penambahan Semen dan dengan

Perlakuan 0 % semen 2 % semen


Nomor Krus yang dipakai 1 2 3 1 2 3
1 . Berat Krus + Contoh basah gram 570,7 551,4 554,2 594,7 510,0 512,2
2 . Berat Krus + Contoh kering gram 555,8 537,0 539,6 579,5 496,8 499,0
3 . Berat air = 1-2 gram 14,9 14,4 14,6 15,2 13,2 13,2
4 . Berat Krus gram 87,0 81,4 81,4 74,7 61,5 61,5
5 . Berat Contoh kering=2-4 gram 468,8 455,6 458,2 504,8 435,3 437,5
6 . Kadar air = 3/5 % 3,18 3,16 3,19 3,01 3,03 3,02
Rata-rata 3,18 3,02
Sumber : Hasil Penelitian 2011

Tabel E.15 Kadar Airpada Saat Testing CAED Tanpa Penambahan Semen dan dengan

Perlakuan 0 % semen 2 % semen


Nomor Krus yang dipakai 1 2 3 1 2 3
1 . Berat Krus + Contoh basah gram 598,8 522,2 528,2 502,6 578,9 570,6
2 . Berat Krus + Contoh kering gram 584,9 509,6 515,5 491,4 565,6 557,4
3 . Berat air = 1-2 gram 13,9 12,6 12,7 11,2 13,3 13,2
4 . Berat Krus gram 95,1 72,4 72,4 71,7 75,6 75,6
5 . Berat Contoh kering=2-4 gram 489,8 437,2 443,1 419,7 490,0 481,8
6 . Kadar air = 3/5 % 2,84 2,88 2,87 2,67 2,71 2,74
Rata-rata 2,86 2,71
Sumber : Hasil Penelitian 2011
Tabel E.16 Kadar Airpada Saat Testing CAED Tanpa Penambahan Semen dan dengan

Perlakuan 0 % semen 2 % semen


Nomor Krus yang dipakai 1 2 3 1 2 3
1 . Berat Krus + Contoh basah gram 537,7 565,0 568,2 576,0 522,0 528,6
2 . Berat Krus + Contoh kering gram 526,4 553,1 556,4 564,8 512,2 518,7
3 . Berat air = 1-2 gram 11,3 11,9 11,8 11,2 9,8 9,9
4 . Berat Krus gram 69,4 75,5 75,5 81,7 86,6 86,6
5 . Berat Contoh kering=2-4 gram 457,0 477,6 480,9 483,1 425,6 432,1
6 . Kadar air = 3/5 % 2,47 2,49 2,45 2,32 2,30 2,29
Rata-rata 2,46 2,30
Sumber : Hasil Penelitian 2011
Tabel E.17 Hasil Uji Statistik Perbandingan Peningkatan Stabilitas
Tanpa Penambahan Semen dan dengan Penambahan 2 % Semen
antara Waktu Curing 3 Hari dan 6 Hari

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 Semen03hr 355.00 3 3.000 1.732


Semen06hr 476.00 3 6.245 3.606
Pair 2 Semen23hr 467.33 3 9.074 5.239
Semen26hr 838.67 3 17.502 10.105

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.
Semen03hr &
Pair 1 3 .240 .846
Semen06hr
Semen23hr &
Pair 2 3 .149 .905
Semen26hr

Paired Samples Test

Paired Differences
95% Confidence Sig.
Std. Interval of the t df (2-
Std. Difference tailed)
Mean Error
Deviation
Mean
Lower Upper
Semen03hr -
Pair 1 -121.000 6.245 3.606 -136.513 -105.487 -33.559 2 .001
Semen06hr
Semen23hr -
Pair 2 -371.333 18.475 10.667 -417.228 -325.438 -34.813 2 .001
Semen26hr
Tabel E.18 Hasil Uji Statistik Perbandingan Peningkatan Stabilitas
Tanpa Penambahan Semen dan dengan Penambahan 2 % Semen
antara Waktu Curing 6 Hari dan 9 Hari

Paired Samples Statistics

Std. Error
Mean N Std. Deviation Mean
Pair 1 Semen06hr 476.00 3 6.245 3.606
Semen09hr 554.00 3 11.533 6.658
Pair 2 Semen26hr 838.67 3 17.502 10.105
Semen29hr 1093.33 3 31.786 18.352

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.
Pair 1 Semen06hr &
Semen09hr 3 -.979 .131
Pair 2 Semen26hr &
Semen29hr 3 -.964 .171

Paired Samples Test

Paired Differences
95% Confidence
Interval of the Sig.
Std. Std. Error Difference (2-
Mean Deviation Mean Lower Upper t df tailed)
Pair 1 Semen06hr -
-78.000 17.692 10.214 -121.949 -34.051 -7.636 2 .017
Semen09hr
Pair 2 Semen26hr -
-254.667 48.881 28.221 -376.093 -133.240 -9.024 2 .012
Semen29hr
Tabel E.19 Hasil Uji Statistik Perbandingan Peningkatan Stabilitas
Tanpa Penambahan Semen dan dengan Penambahan 2 % Semen
antara Waktu Curing 9 Hari dan 12 Hari

Paired Samples Statistics

Std. Error
Mean N Std. Deviation Mean
Pair 1 Semen09hr 554.00 3 11.533 6.658
Semen012hr 602.00 3 8.660 5.000
Pair 2 Semen29hr 1093.33 3 31.786 18.352
Semen212hr 1244.67 3 11.150 6.438

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.
Pair 1 Semen09hr &
Semen012hr 3 .826 .381
Pair 2 Semen29hr &
Semen212hr 3 .809 .400

Paired Samples Test

Paired Differences
95% Confidence
Interval of the
Std. Std. Error Difference Sig. (2-
Mean Deviation Mean Lower Upper t df tailed)
Pair 1 Semen09hr -
Semen012hr -48.000 6.557 3.786 -64.290 -31.710 -12.678 2 .006

Pair 2 Semen29hr -
Semen212hr -151.333 23.692 13.679 -210.189 -92.478 -11.063 2 .008
LAMPIRAN F
KARAKTERISTIK CAED TANPA PENAMBAHAN SEMEN
DAN PENAMBAHAN 2 % SEMEN PADA KONDISI FULL
CURING
Tabel F.1 Hasil Pemeriksaan Sampel CAED tanpa Penambahan Semendalam Kondisi Full Curing

Tinggi Sampel (cm) Berat Sampel (gram)


Volume*
No. 3 Diredam selama 40 menit
h1 h2 h3 h4 rata-rata (cm ) G1 G2 G3 G4 G5 G6
dengan suhu 60oC
1 6,60 6,40 6,30 6,40 6,43 504 994,7 998,2 983,6 980,5 978,4 978,4 995,6
2 6,40 6,40 6,40 6,40 6,40 502 999,6 992,7 988,8 986,4 983,8 983,8 1000,9
3 6,40 6,50 6,40 6,50 6,45 506 1002,5 996,8 993,5 988,1 986,8 986,8 1004,2
* Berdasarkan pengukuran dimensi
Catatan : G1,G2,G4,…G6 merupakan berat sampel pada hari ke 1 s/d hari ke 6

Tabel F.2 Hasil Pemeriksaan Sampel CAED dengan Penambahan 2 % Semen dalam Kondisi Full Curing

Tinggi Sampel (cm) Berat Sampel (gram)


Volume*
No. Diredam selama 40 menit
(cm3) G1 G2 G3 G4 G5 G6
h1 h2 h3 h4 rata-rata dengan suhu 60oC
1 6,20 6,20 6,20 6,20 6,20 487 1016,1 1011,9 1008,2 1007,4 1006,9 1006,9 1019,2
2 6,20 6,20 6,20 6,20 6,20 487 1017,8 1013,2 1010,1 1008,1 1008,1 1008,1 1020,6
3 6,20 6,30 6,20 6,20 6,23 489 1021,8 1018,5 1015,2 1013,4 1010,2 1010,2 1022,8
* Berdasarkan pengukuran dimensi
Catatan : G1,G2,G4,…G6 merupakan berat sampel pada hari ke 1 s/d hari ke 6
Tabel F.3 Hasil Pemeriksaan Stabilitas Marshall dan Flow dalam Kondisi Full Curing
Tanpa Penambahan Semen

Volume* Pembacaan Faktor Faktor Stabilitas Flow


Tinggi Sampel (cm) Arlloji
Kalibrasi koreksi Marshall (mm)
No. (cm3) Alat
Stabilitor thd (kg)
(Profil
h1 h2 h3 rata-
h4 (kg) ring ) Volume
rata
1 6,60 6,40 6,30 6,40 6,43 504,4 100 3,14 1,04 327 4,40
2 6,40 6,40 6,40 6,40 6,40 502,4 100 3,14 1,04 327 4,60
3 6,40 6,50 6,40 6,50 6,45 506,3 102 3,14 1,04 333 4,50
* Berdasarkan pengukuran dimensi Rata-rata 329 4,50

Tabel F.4 Hasil Pemeriksaan Stabilitas Marshall dan Flow dalam Kondisi Full Curing
dengan Penambhan 2 % Semen

Volume* Pembacaan Faktor Faktor Stabilitas Flow


Tinggi Sampel (cm) Kalibrasi koreksi
(cm3) Arlloji Alat
Marshall (mm)
No. Stabilitor thd (kg)
(Profil
(kg) ring ) Volume
h1 h2 h3 h4 rata-rata
1 6,20 6,20 6,20 6,20 6,20 487 250 3,14 1,09 856 2,90
2 6,20 6,20 6,20 6,20 6,20 487 255 3,14 1,09 873 3,00
3 6,20 6,30 6,20 6,20 6,23 489 260 3,14 1,09 890 3,10
* Berdasarkan pengukuran dimensi Rata-rata 873 3,00

Catatan : Kondisi Full Curing dimaksudkan bahwa Sampel dioven pada suhu 40oC sampai
berat sampel konstan.,kemudian direndam selama 30-40 menit pada suhu 60oC
Tabel F.5 Kadar Air CAED Tanpa Penambahan Semen dan dengan Penambahan 2 % dalam
Kondisi Full Curing

Perlakuan 0 % semen 2 % semen


Nomor Krus yang dipakai 1 2 3 1 2 3
1 . Berat Krus + Contoh basah gram 601,00 586,00 578,00 642,40 565,10 584,20
2 . Berat Krus + Contoh kering gram 577,60 562,30 554,80 593,00 524,40 539,20
3 . Berat air = 1-2 gram 23,40 23,70 23,20 49,40 40,70 45,00
4 . Berat Krus gram 95,90 76,00 81,60 71,60 92,30 64,70
5 . Berat Contoh kering=2-4 gram 481,70 486,30 473,20 521,40 432,10 474,50
6 . Kadar air = 3/5 % 4,86 4,87 4,90 9,47 9,42 9,48
Rata-rata % 4,88 9,46
Sumber : Hasil Penelitian 2011
Tabel F.6 Hasil Perhitungan Densitas,Porositas,dan Penyerapan Air pada Saat Testing CAED
Tanpa Penambahan Semen dalam Kondisi Full Curing

h Berat Sampel Kadar Penyerapan


Proporsi Agregat RBC rata- Udara Oven Rendam Volume Air Saat Porositas Air pada
No SGMIX D Dd
(%) (%) rata Full Curing 40 menit * (Cm3) Testing (%) saat Testing
(cm) (Gram) (Gram) (Gram) (%) (%)
J = H(100+A) K = ((B-J) L = (F-E)/E
CA FA FF A B C D E F G H = D/G I
/(100+A+I) /B)*100 *100
1 47 41 5,6 7 2,1 6,4 994,7 978,4 995,6 505 1,971 4,86 1,89 8,94 1,76
2 47 41 5,6 7 2,1 6,40 999,6 983,8 1000,9 502 1,990 4,87 1,90 8,07 1,74
3 47 41 5,6 7 2,1 6,5 1003 986,8 1004,2 506 1,980 4,90 1,89 8,54 1,76
* Berdasarkan pengukuran dimensi 1,89 8,51 1,75
Sumber : Hasil Penelitian 2011

Tabel F.7 Hasil Perhitungan Densitas,Porositas,dan Penyerapan Air pada Saat Testing CAED
dengan Penambahan 2 % Semen dalam Kondisi Full Curing

h Kadar Air Porositas Penyerapan Air


Berat Sampel Saat pada saat
Proporsi RBC rata- Udara Oven Rendam Volume* Testing (%)
(%) Testing (%)
No SGMIX
(Cm3)
D Dd
Agregat (%) (%) rata Full Curing 40 menit

(cm) (Gram) (Gram) (Gram)


J = H(100+A) K = ((B-J) L = (F-E)/E
CA FA FF A B C D E F G H = D/G I
/(100+A+I) /B)*100 *100
1 46,5 40,9 5,6 7 2,04 6,20 1016,1 1006,9 1024,6 487 2,088 9,82 1,91 6,26 1,76
2 46,5 40,9 5,6 7 2,04 6,20 1017,8 1008,1 1025,8 487 2,091 9,35 1,92 5,73 1,76
3 46,5 40,9 5,6 7 2,04 6,23 1021,8 1010,2 1028,1 489 2,089 9,53 1,92 5,96 1,77
* Berdasarkanpengukuran dimensi 1,92 5,98 1,76
Sumber : Hasil Penelitian 2011
Tabel F.8 Hasil Perhitungan SGmix CAED pada Kadar Aspal Residu Optimum
(KARO) dengan Penambahan 2 % Semen

1 2 3 4 5 6
Proporsi % Faktor Pengali % thd Total Camp. SG = 4/5
% CA 50 0,93 46,50 2,25 20,63
% FA 44 0,93 40,92 2,24 18,31
%F 6 0,93 5,58 2,23 2,50
% A Residu 7 7,00 1,01 6,90
Semen 2 2,00 3,10 0,65
Jumlah 102,00 48,98
SGmix = 100/48.98
SGmix = 2,04

Sumber : Hasil Penelitian 2011


Tabel F.9 Hasil Perhitungan VMA dan VFB CAED Tanpa Penambahan Semen
dalam Kondisi Full Curing

Berat Agregat
Faktor Pengali Berat thd Berat Total
Material thd berat total SG Keterangan
(100-RBCi)/100 Campuran (%)
agg (%)
a b ci d1=b x ci d2=b x ci d3=b x ci e f
Agregat Kasar 50 0,93 46,5 46,5 46,5 2,254 Batu Pecah
Agregat Halus 44 0,93 40,92 40,92 40,92 2,235 Pasir Halus
Filer 6 0,93 5,58 5,58 5,58 2,234 Abu Batu
Bitumen (RBCi) - - 7 7 7 1,014 CSS-1h
Sum 100 - 100 100 100 -
SGAgg - - 2,41 2,41 2,41 -
SGMix - - 2,07 2,07 2,07 -
D-Bulk (gr/cm 3) - - 1,97 1,99 1,92 -
Porosity (%) - - 8,94 8,07 8,54 -
VMA (%) - - 23,98 23,21 25,91 - 24,37
VFB (%) - - 62,72 65,23 67,04 - 64,99

Tabel F.10 Hasil Perhitungan VMA dan VFB CAED dengan Penambahan 2 % Semen
dalam Kondisi Full Curing

Berat Agregat
Faktor Pengali Berat thd Berat Total
Material thd berat total SG Keterangan
(100-RBCi)/100 Campuran (%)
agg (%)
a b ci d1=b x ci d2=b x ci d3=b x ci e f
Agregat Kasar 50 0,93 46,5 46,5 46,5 2,254 Batu Pecah
Agregat Halus 44 0,93 40,92 40,92 40,92 2,235 Pasir Halus
Filer 6 0,93 5,58 5,58 5,58 2,234 Abu Batu
Bitumen (RBCi) - - 7 7 7 1,014 CSS-1h
Sum 100 - 100 100 100 -
SGAgg - - 2,41 2,41 2,41 -
SGMix - - 2,04 2,04 2,04 -
D-Bulk (gr/cm 3) - - 1,91 1,92 1,92 -
Porosity (%) - - 6,26 5,73 5,96 -
VMA (%) - - 26,29 25,91 25,91 - 26,10
VFB (%) - - 76,19 77,88 77,00 - 77,04
Sumber : Hasil Penelitian 2011
Tabel F.11 Ketentuan Siafat-Sifat Campuran Latasir

Latasir
Sifat-sifat Campuran
Kelas A & B
Penyerapan aspal (%) Maks 2,0
Jumlah tumbukan per bidang 50,0
Min 3,0
Rongga dalam campuran (%)
Maks 6,0
Rongga dalam Agregat (VMA) (%) Min 20
Rongga terisi aspal (%) Min 75
Stabilitas Marshall (kg) Min 200
Min 2,0
Pelelehan (mm)
Maks 3,0
Marshall Quotient (kg/mm) Min 80
Stabilitas Marshall Sisa (kg) setelah
Min 90
perendaman selama 24 jam, 60oC
Sumber : Spesifikasi Umum Binamarga 2010
Tabel F.12 Ketentuan Siafat-Sifat Campuran Lataston

Lataston
Sifat-sifat Campuran Lapis Aus Lapis Pondasi
Senjang Semi Senjang Senjang Semi Senjang
Kadar aspal efektif (%) 5,9 5,9 5,5 5,5
Penyerapan aspal (%) Maks 1,7
Jumlah tumbukan per bidang 75
Min 4
Rongga dalam campuran (%)
Maks 6
Rongga dalam Agregat (VMA) (%) Min 18 17
Rongga terisi aspal (%) Min 68
Stabilitas Marshall (kg) Min 800
Pelelehan (mm) Min 3
Marshall Quotient (kg/mm) Min 250
setelah perendaman selama 24
Min 3
jam, 60oC
Sumber : Spesifikasi Umum Binamarga 2010
Tabel F.13 Ketentuan Siafat-Sifat Campuran Laston (AC)

LASTON (AC)
Sifat-sifat Campuran Lapis Aus Lapis Antara Pondasi
Halus Kasar Halus Kasar Halus Kasar
Kadar aspal efektif (%) 5,1 4,3 4,3 4,0 4,0 3,5
Penyerapan aspal (%) Maks 1,2
Jumlah tumbukan per bidang 75 112
Min 3,5
Rongga dalam campuran (%)
Maks 5,0
Rongga dalam Agregat (VMA) (%)Min 15 14 13
Rongga terisi aspal (%) Min 65 63 60
Min 800 1800
Stabilitas Marshall (kg)
Maks - -
Pelelehan (mm) Min 3 4,5
Marshall Quotient (kg/mm) Min 250 300
setelah perendaman selama 24
Min 90
jam, 60oC
Rongga dalam campuran (%)
pada Kepadatan membal Min 2,5
(refusal)
Sumber : Spesifikasi Umum Binamarga 2010
LAMPIRAN G
STABILITAS CAED DALAM KONDISI KERING UNTUK
MENENTUKAN STABILITAS SISA PADA KARO
Tabel G.1 Hasil Pengukuran Sampel CAED Tanpa Penambahan Semen

Tinggi Sampel (cm) Volume


No.
h1 h2 h3 h4 rata-rata (cm3)
1 6,40 6,40 6,50 6,50 6,45 506
2 6,50 6,40 6,50 6,40 6,45 506
3 6,50 6,50 6,40 6,40 6,45 506
Sumber : Hasil Penelitian 2011

Tabel G.2 Hasil Pemeriksaan Stabilitas Marshall CAED Tanpa Penambahan Semen
yang Diperiksa dalam Suhu Ruang

Tinggi Pembaca Profil Faktor Stabilitas Flow


sampel an Dial ring koreksi Marshall (mm)
Volume
No. rata-rata 3
Stabilitas thd (kg)
(cm) (cm ) Marshall Volume
(kg) sampel
1 6,45 506,33 150 3,14 1,04 490 4,35
2 6,45 506,33 145 3,14 1,04 474 4,30
3 6,45 506,33 148 3,14 1,04 483 4,40
Sumber : Hasil Penelitian 2011 Rata-rata 482 4,35
o
Lama Curing : 3 hari dalam mold + 1 hari dalam oven 40 C + 1 hari dalam suhu ruang
hari dalam suhu ruang
70
LAMPIRAN H
FOTO – FOTO KEGIATAN PENELITIAN CAED
Gambar H.1 Saringan yang dipakai untuk menentukan gradasi
agregat

Gambar H.2 Agregat digoreng untuk mempermudah pengayakan


Gambar H.3 Hasil ayakan Agregat yang tertahan di atas ayakan No.4

Gambar H.4 Hasil ayakan Agregat yang tertahan di atas ayakan No.8
Gambar H.5 Aspal Emulsi baru dituang dari Drum dan sudah
diaduk di dalam Jerigen

Gambar H.6 Aspal Emulsi setelah diaduk merata ,tidak ada yang
menggumpal
Gambar H.7 Agregat Kasar,Agregat Halus dan Abu Batu dioven
pada suhu 100oC selama 24 jam sebelum dicampur

Gambar H.8 Persiapan Bahan sesuai ukuran sebelum ditimbang


sesuai proporsinya
Gambar H.9 Hasil Tes Penyelimutan Aspal dengan Kadar Air 2,3,4,5,6 %
dan Kadar Aspal Residu awal 7 % Total Campuran

Gambar H.10 Alat untuk memadatkan Sampel dengan jumlah


tumbukan 2 x50, 2x75, dan 2x2x75
Gambar H.11 Sampel dicuring di dalam cetakan,ditempatkan di atas
pasir dalam ruangan pada suhu ruang (+ 28 oC)

Gambar H.12 Sampel siap dikeluarkan dengan alat exstruder


Gambar H. 13. Sampel setelah dikeluarkan dari cetakan dan dicuring
dalam ruangan pada suhu ruang (+ 28oC)

Gambar H.14 Pengukuran Tinggi sampel untuk menentukan


Volumenya
Gambar H.15 Sampel diremdam setengah bagian selama 24 jam dan
dibalik lalu diremdam selama 24 jam

Gambar H.16 Sampel direndam dalam Air Bath selama 30-40 menit
pada suhu 60oC
Dial Penunjuk
Nilai Stabilitas
Marshall

Dial Penunjuk
nilai flow

Gambar H.17 Pengujian nilai stabilitas Marshall dan kelelehan (flow)


Sampel

Anda mungkin juga menyukai