Anda di halaman 1dari 15

MODIFIKASI TANAH DENGAN FLY ASH PADA

SUBGRADE JALAN

MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Perbaikan Tanah yang dibina oleh Dr. Ir. Asad Munawir, MT.

Disusun Oleh:
AHMAD ISMAIL

125060100111027

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN SIPIL
JUNI, 2015

MODIFIKASI TANAH DENGAN FLY ASH PADA SUBGRADE JALAN


1. PENDAHULUAN
Pada saat ini penggunaan dan pengolahan batu bara semakin banyak
digunakan oleh industri penghasil sumber daya. Penggunaan dan pengolahan
batu bara terdapat beberapa keuntungan dan kerugian. Keuntungan

yang

didapat yaitu batu bara sebagai salah satu alternatif pengganti sumber daya
seperti minyak dan salah satu kerugian yang didapat yaitu limbah yang
dihasilkan oleh batu bara menyebabkan polusi udara di sekitar pabrik. Hasil
limbah padat yang dihasilkan dari pengolahan batu bara yang berhubungan
dengan penelitian ini adalah abu terbang atau fly ash.
Pemanfaatan limbah batubara (fly ash) akan sangat membantu program
pemerintah dalam mengatasi pencemaran lingkungan sekaligus sebagai bahan
stabilisasi tanah untuk konstruksi jalan, pada tanah-tanah yang secara teknis
bermasalah maupun keperluan lain di bidang teknik sipil. Suatu konstruksi baik
jalan, gedung maupun konstruksi lainnya akan dapat bertahan lama sesuai umur
rencana apabila didukung oleh tanah dasar yang baik.
Permasalahan yang sering dihadapi dalam mengatasi tanah dasar yang
kurang baik pada suatu konstruksi antara lain : (1) Adanya sifat mengembang
dan menyusut yang sangat kontras akibat adanya perubahan kadar air. (2) Intrusi
/ masuknya air dan pemompaan (pumping) yang terjadi pada sambungan,
retakan, dan tepi-tepi pelat sebagai akibat dari tekanan beban lalu lintas. (3)
Daya dukung yang tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti pada daerah
dengan macam tanah yang sangat berbeda sifat dan kedudukannya, atau akibat
pelaksanaan. (4) Adanya tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu lintas
dan penurunan yang diakibatkan, yaitu pada tanah berbutir kasar yang tidak
dipadatkan secara baik( Purwanto, 2011).
Mengatasi kerusakan konstruksi, dapat dilakukan dengan berbagai cara
antara lain adalah pra pembebanan, perbaikan drainase, pemadatan, stabilisasi
kimia, stabilisasi mekanik, dan lain-lain. Dalam penelitian ini metode stabilisasi
kimiawi digunakan sebagai cara untuk memperbaiki kondisi tanah dasar yaitu
dengan mencampur tanah asli dengan stabilizing agent berupa campuran
semen dan fly ash.
2. KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Modifikasi Tanah

Istilah modifikasi digunkan untuk menggambarkan suatu proses


stabilisai yang hanya ditunjukan untuk perbaikan sifat-sifat tanah, tapi tidak
ditunjukkan untuk menambah kekuatan maupun keawetan tanah. Tujuan
dilakukan modifikasi

tanah dasar (subgrade) adalah untuk menciptakan

landasan kerja bagi alat berat, dengan tanpa memperhatikan pengaruh


modifikasi tanah tersebut terhadap hitungan perancangan perkerasan.
Walaupun sebenarnya modifikasi tanah juga menunjukkan proses stabilisasi,
namun tujuan utamanya lebih mengarah untuk perbaikan sifat-sifat teknis
tanah, misalnya : mereduksi plastisitas, mempertinggi kemudahan dikerjakan
dan mengurangi potensi pengembangan.
Berbagai macam bahan perantara stabilisasi telah digunakan dalam
pembangunan jalan. Bahan perantara atau bahan tambah untuk terjadinya
sementasi dapat berupa semen, kapur dan campuran kapur dan abu terbang
(fly ash), aspal dan lain-lain. Bahan-bahan ini bekerja sebagai pengikat
campuran yang secara permanen mengiat partikel-partikel tanah atau agregat
tanah secara bersama-sama, sehingga terbentuk material tanah dengan butiran
lebih besar. Butiran yang membesar ini mengurangi plastisitas tanah asli
sebelum dicampur dan menambah kekuatannya.
2.2 Pertimbangan Pemilihan Bahan Tambah
Bahan perantara modifikasi dipilih menurut macam tanah, kondisi
masalah di lokasi pekerjaan serta keokonomisan penggunaannya. Jadi, dalam
stabilisasi dengan bahan-tambah, tanah di lokasi tepat digunakan, dengan
tidak dilakukan pembongkaran untuk penggantian tanah tersebut.
Pemilihan bahan tambah yang cocok bergantung pada

maksud

penggunaannya. Banyaknya kadar bahan tambah umumnya ditentukan dari


uji laboratorium, yang mensimulasi kondisi lapangan, cuaca, daya tahan uji
kekuatan. Dalam beberapa hal, penambahan bahan tambah di dalam tanah
akan memerlukan biaya pelaksanaan yang relative tinggi. Karena itu, cara
perbaikan tanah dengan pencampuran bahan tambah ini harus dibandigkan
dengan tipe perbaikan tanah yang lain, seperti : pemadatan, penggantian
dengan tanah yang lebih bagus atau penambahan agregat. Beberapa
pertimbangan yang perlu dilakukan memilih tipe bahan tambah yang cocok,
adalah :

1) Jenis tanah yang akan dimodifikasi.


2) Jenis struktur yang dimodifikasi.
3) Ketentuan kukuatan tanah yang harus dicapai.
4) Tipe perbaikan tanah yang diinginkan.
5) Dana yang tersedia.
6) Kondisi Lingkungan.
Pertimbangan dalam menentukan pemilihan metode perbaikan tanah :

2.3 Tujuan Perbaikan Tanah


Tujuan perbaikan tanah tersebut adalah untuk mendapatkan tanah
dasar yang stabil pada semua kondisi. Adapun metode-metode stabilisasi
yang dikenal adalah :
1.

Stabilisasi mekanis
Stabilisasi mekanis adalah penambahan kekuatan atau daya dukung

tanah dengan mengatur gradasi tanah yang dimaksud. Usaha ini biasanya
menggunakan sistem pemadatan. Pemadatan merupakan stabilisasi tanah
secara

mekanis,

peralatan

mekanis

pemadatan dapat
seperti

mesin

dilakukan

dengan

gilas (roller),

berbagai

benda

berat

dijatuhkan, ledakan, tekanan statis, dan sebagainya ( Bowles, 1991).


2.

Stabilisasi kimiawi

jenis
yang

Stabilisasi tanah secara kimiawi adalah panambahan bahan stabilisasi


yang dapat mengubah sifat-sifat kurang menguntungkan dari tanah. Biasanya
digunakan pada tanah yang berbutir halus. Bahan yang digunakan untuk
stabilisasi tanah disebut stabilizing agent.
Sifat kembang susut tanah lempung yang tinggi menimbulkan
permasalahan pada bidang konstruksi seperti terjadinya gelombanggelombang pada permukaan jalan, terjadinya retak-retak (cracking) pada
bangunan dan lain sebagainya, maka dari itu perlu dilakukan stabilisasi tanah.
Stabilisasi tanah dapat berupa peningkatan kerapatan tanah, penambahan
material yang tidak adiktif sehingga meningkatkan kohesi dan/atau tahanan
gesek yang timbul, penambahan bahan untuk menyebabkan perubahan
kimiawi dan/atau fisis pada tanah, menurunkan muka air tanah, dan
mengganti tanah yang buruk (Bowles, 1993, Viktor 2010).
2.4 Fly Ash
Fly Ash adalah partikel halus yang merupakan endapan dari tumpukan
bubuk hasil pembakaran batubara yang dikumpulkan dengan alat elektro
presipirator. Fly ash merupakan kategori limbah yang mempunyai potensi
tinggi digunakan dalam konstruksi (Setyawan, 2005).
Proses pembakaran batu bara pada PLTU menghasilkan limbah
berupa limbah cair dan limbah padat. Fly Ash dan Bottom Ash merupakan
limbah padat sisa pembakaran batu bara. Limbah cair antara lain (oily drain,
aux drain, boiler cleaning, ash disposal area, coal pile storage area, boiler
blowdown, FGD blow down).
Menurut ASTM C618 Fly Ash dibagi menjadi 2 kelas yaitu Fly Ash
kelas F dan Fly Ash kelas C. Perbedaan utama dari kedua Fly Ash tersebut
adalah banyaknya unsur kalsium, silika, aluminium, dan kadar besi dalam
ash.
a. Fly

Ash

kelas

pembakaran

batu

merupakan

Fly

Ash

yang

diproduksi

dari

bara antrachite atau bituminous, mempunyai sifat

pozzolanic dan untuk mendapatkan sifat cementitious harus diberi

penambahan quick lime, hydrated lime, atau semen. Fly Ash kelas F
memiliki kadar kapur yang rendah (CaO < 10%).
b. Fly Ash kelas C merupakan Fly Ash yang diproduksi dari pembakaran
batu bara lignite atau subbituminous yang mempunyai sifat pozolanic
serta self cementing (kemampuan untuk mengeras dan menambah
kekuatan apabila bereaksi dengan air tanpa penambahan kapur). Fly Ash
kelas C biasanya memiliki kadar kapur (CaO) > 10%.

Gambar : Jenis-jenis Fly Ash

Gambar : Fly Ash Kelas C


Keuntungan menggunakan Fly Ash pada aplikasi Geotechnical
Engineering, seperti soil improvement untuk konstruksi jalan adalah dari segi
ekonomi, lingkungan, dan mengurangi shrinkage-cracking problem pada
penggunaan semen sebagai bahan stabilisasi. Salah satu penanganan
lingkungan yang dapat diterapkan adalah memanfaatkan limbah fly ash untuk
keperluan bahan bangunan teknik sipil. Namun pemanfaatan limbah fly ash
masih belum maksimal dilakukan.

2.5 Modifikasi Tanah Lempung dengan Fly Ash


Fly ash memiliki kandungan SiO2, Al2O3, P2O5, dan Fe2O3 yang cukup
tinggi sehingga abu batubara (fly ash) memenuhi kriteria sebagai bahan yang
memiliki sifat semen/pozzolan (Misbachul Munir, 2008). Penambahan fly ash
pada tanah ekspansif dimaksudkan agar terbentuk reaksi pozzonic yaitu reaksi
antara kalsium yang terdapat pada fly ash dengan alumina dan silikat yang
terdapat pada tanah sehingga menghasilkan massa yang keras dan kaku (Gogot
Setyo Budi et al. 2003).
Untuk kandungan fly ash sendiri yang diambil dari beberapa sumber
diambil dari beberapa sumber adalah sebagai berikut :

Tabel : Kandungan fly ash PLTU Paiton


No. Parameter Satuan
1
Berat Jenis
g/cm
2
Kadar Air % Berat
3 Hilang Pijar % Berat
4
% Berat
SiO
5
AlO
% Berat
6
% Berat
FeO
7
CaO
% Berat
8
MgO
% Berat
9
% Berat
S(SO)
Sumber : Rahmi (2006)

Hasil Uji Fly Ash PLTU Paiton


1.43
0.2
0.43
62.49
6.39
16.71
5.09
0.79
7.93

Setyo-budi, et al (2003) melakukan penelitian dengan melakukan


variasi penambahan fly ash sebesar 0%, 10%, 15%, 20%, dan 25%, hasilnya
sebagai berikut:
1. Apabila tanah tersebut dicampur fly ash dengan prosentase 25% dan di
curing selama 28 hari maka dapat meningkatkan kekuatan tanah
mencapai 300% dari tanah asli.

Gambar : Pengaruh Penambahan Fly Ash terhadap kekuatan tanah pada


curing 28 hari
(Sumber: Gogot Setyo-budi, et al)
2. Apabila tanah tersebut dicampur dengan 25% fly ash dan di curing selama
28 hari dapat menurunkan swell pressure sebesar 50% dari tanah asli
dengan kadar air optimum sebesar 20%.

Gambar

: Hubungan Antara Kadar Fly Ash dengan Swelling

Pressure
2.6 Pengaruh Campuran Fly Ash Terhadap Nilai CBR
Pengaruh pencampuran fly ash terhadap nilai CBR dikarenakan
reaksi pozzolanic, Reaksi ini mengakibatkan meningkatnya daya

ikat

antar butiran tanah sehingga membentuk tanah yang lebih keras dan kaku,
keadaan tanah yang seperti ini lah yang menjadikan nilai CBR yang lebih
besar dibandingkan tanah asli tanpa penambahan bahan stabilisasi (fly ash).

Namun pada campuran tanah asli dengan 20% fly ash nilai CBR
lebih kecil daripada saat kadar fly ash 15%. Hal ini dikarenakan, terlalu
banyak nya kadar fly ash sebagai bahan adiktif atau dengan kata lain,
berlebihnya kandungan kalsium sebagai pengikat sedangkan kandungan
alumina dan silikat menjadi lebih sedikit sehingga ikatan yang terbentuk
antar butiran tanah dan butiran fly ash

tidak kuat. Keadaan ini

mengakibatkan daya dukung tanah menjadi lebih kecil.


2.7 Pengaruh Prosentase Terhadap Swelling

Nilai swelling pada setiap kadar fly ash menunjukkan penurunan,


seperti yang ditampilkan pada tabel. Nilai swelling berbanding lurus dengan
kadar air yang diserap sampel tanah, semakin banyak kadar air yang diserap
tanah maka nilai pengembangan menjadi semakin besar.
Stabilisasi tanah dengan menggunakan fly ash dapat menurunkan nilai
swelling dikarenakan reaksi pozzolanic yang ditimbulkan oleh fly ash yang
semakin memperkuat ikatan antar butiran tanah sehingga penyerapan air yang
terjadi menjadi lebih sedikit, oleh karena itu nilai persentase pengembangan
sampel tanah menjadi semakin kecil seiring penambahan kadar fly ash.

3. PEMBAHASAN DAN PERMASALAHAN


3.1 Konstruksi Jalan di Sumatera
3.1.1 Latar Belakang Permasalahan
Beberapa kontruksi jalan raya di Sumatera selatan dibangun di
tanah lempung. Daya dukung tanah yang berkadar

atas

lempung tinggi sangat

sensitif terhadap pengaruh air, dalam keadaan kering mempunyai daya dukung
tinggi dan dalam keadaaan jenuh akan mempunyai daya dukung yang rendah
serta kuat geser tanah turun. Akibat perilaku tersebut, jalan yang dibangun di
atas tanah lempung sering mengalami kerusakan, misalnya jalan retak dan
bergelombang maupun penurunan badan jalan sebelum mencapai umur rencana.
Kekuatan tanah dasar memegang peranan penting dalam penentuan
tebal perkerasan yang dibutuhkan pada perkerasan aspal (flexible pavement).
Jika tanah dasar merupakan tanah yang berkadar lempung tinggi, sifat-sifat
fisis dan teknis tanah tersebut harus diperbaiki, sebab tanah lempung
mempunyai daya dukung rendah serta sangat sensitif terhadap pengaruh air.
Melihat kondisi tanah lempung yang mempunyai daya dukung rendah serta
sangat sensitif terhadap pengaruh air.
Penyelesaian yang dilakukan selama ini adalah perbaikan pada lapis atas
jalan, namun tidak menyelesaikan masalah yang terjadi karena ketidakstabilan
jalan

tersebut

diperkirakan bukan terjadi pada struktur atas jalan tetapi

pada tanah dasarnya. Dengan tanda-tanda semacam itu dapat diasumsikan


bahwa bahan jalan yang digunakan

merupakan tanah yang tidak stabil atau

tanah bermasalah.
Perbaikan pada tanah dasar (subgrade) yang lunak akibat perubahan
kadar air umumnya dengan memodifikasi atau melakukan penanganan khusus
untuk menghasilkan tanah dasar tersebut menjadi lebih baik bagi suatu
konstruksi jalan serta material yang memenuhi standar perencanaan jalan. Salah
satu usaha yang dapat dilakukan untuk memperbaiki sifat-sifat tanah sehingga
mempunyai daya dukung yang baik dan berkemampuan mempertahankan
perubahan volumenya yaitu dengan cara stabilisasi.
Salah satu bahan stabilisasi yang digunakan adalah dengan memanfaatkan
limbah batu bara yaitu abu terbang (fly ash). Fly ash merupakan hasil dari
tempat pembakaran batubara yang dibuang sebagai timbunan. Fly ash
mengandung unsur kimia silika (SiO2), alumina (Al2O3), fero oksida (Fe2O3)
dan kalsium oksida (CaO). Senyawa kimia ini mempunyai sifat self- cementing

(kemampuan untuk mengeras dan menambah kekuatan (strength) apabila


bereaksi dengan air).
Secara praktis stabilisasi tanah merupakan rekayasa perkuatan terhadap
pondasi atau tanah dasar dengan atau bahan campuran, untuk menaikkan
kemampuan menahan beban

dan daya dukung tehadap tegangan fisik dan

kimiawi akibat pengaruh cuaca atau lingkungan selama masa guna keteknikan
suatu konstruksi jalan. Adapun cara yang paling sederhana yang dapat
digunakan yaitu dengan cara pemadatan, namun dengan kondisi tanah dasar
yang memiliki kestabilan dengan nilai CBR yang tinggi sebagaimana
disyaratkan dalam suatu konstruksi jalan. Nilai CBR adalah nilai yang
menyatakan kualitas tanah dasar dibandingkan dengan bahan standar berupa
batu pecah yang mempunyai nilai CBR sebesar 100 % dalam memikul beban
lalu lintas, tetapi apabila kita dihadapkan pada kondisi lapangan dengan
kondisi

tanah

dasar yang bermasalah/kurang mendukung untuk suatu

konstruksi jalan maka selain pemadatan diperlukan juga perlakuan khusus,


diantaranya dengan menggunakan bahan tambahan fly ash untuk perbaikan
tanah dasar tersebut.
3.1.2

Pembahasan
Campuran tanah dan fly ash mempunyai perilaku yang berbeda

tergantung variasi campurannya. Untuk

mengetahui

pengaruh

fly

ash

terhadap tanah lempung dilakukan pengujian berat jenis (specivic gravity), batas
konsistensi, gradasi butiran, CBR (calibration bearing ratio) dan kuat tekan
bebas.
Hasil uji (Gs) dengan variasi persentase campuran tanah dan fly ash,
menunjukkan adanya kecenderungan kenaikan nilai berat jenis. Pengaruh
penambahan persentase fly ash terhadap nilai batas konsistensi. Berdasarkan
hasil uji batas cair (LL), penambahan fly ash menyebabkan penurunan nilai
batas cair. Hal ini mengindikasikan telah terjadi penyelimutan antara fly ash
dengan butiran tanah lempung, yang mengakibatkan butiran lempung sulit
menggelincir saat uji batas cair, sehingga batas cairnya turun.
Berdasarkan uji batas plastis (PL), penambahan fly ash mempunyai
kecenderungan turun, hal ini disebabkan sifat plastis dan susut tanah lempung
dipengaruhi fly ash.

Dari hasil uji CBR diperoleh data, tanah lempung asli dari lapangan
memiliki nilai CBR yang lebih kecil apabila dibandingkan dengan tanah yang
telah distabilisasi. Pada CBR tanpa perendaman persentase nilai tanah asli yaitu
22,2% sedangkan persentase nilai CBR dengan perendaman yaitu 3,00%.
Persentase nilai CBR teertinggi

tanah

lempung tercapai

pada

kondisi

penambahan additive 7,5% dengan masing- masing nilai pada CBR


perendaman 8,60% dan CBR tanpa perendaman yaitu 38,00%.

4. KESIMPULAN
Hasil uji batas konsistensi (batas batas atterberg limits) campuran
tanah dengan penambahan persentase fly ash di bandingkan tanah asli
menunjukkan batas cair (LL) mengalami penurunan dan batas plastis (PL)
cenderung menurun, maka Indeks Plastissitasnya (IP) menurun. Penambahan
fly ash pada tanah asli menyebabakan perubahan gradasi butiran yaitu
persentase fraksi kasar akan bertambah. Penambahan fly ash pada tanah
ekspansif dengan prosentse fly ash yang tepat dapat meningkatkan nilai CBR
tanah (subgrade). Sehingga tanah lempung ekspansif dapat dijadikan sebagai
lapisan pondasi dasar (subgrade) jalan apabila terlebih dahulu dilakukan
stabilisasi pada tanah tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Anggoro, Rio. 2013. Pengaruh Penambahan Fly Ash Pada Tanah Lempung Ekspansif
Bojonegoro Terhadap Nilai CBR dan Swelling. Skripsi Program Studi
Sarjanapada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya.
Malang.
Bowles. 1986. Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis Tanah (Mekanika Tanah).
Diterjemahkan olehJohan K. Hainin. Jakarta: Erlangga.
Budi, et al. 2003. Pengaruh Fly Ash Terhadap Sifat Pengembangan Tanah Ekspansif.
Journal of Civil Engineering Dimension. Volume 5, No. 1, 20-24, ISSN 14109530, March 2003.
Das,

Braja

M.

1995.

Mekanika

Geoteknis).Diterjemahkan

oleh

Tanah

(Prinsip-Prinsip

Noor

Endah,

dan

Rekayasa

Indrasurya

Mochtar.Jakarta: Erlangga.
Hardiyatmo H.C, 2002, Mekanika Tanah I, Jilid 1, edisi 3, Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka Umum.

B.

Anda mungkin juga menyukai