Anda di halaman 1dari 137

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/368287631

PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM ORGANISASI

Book · January 2023

CITATIONS READS

0 742

1 author:

Safaruddin Safaruddin
Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Al Gazali Barru
14 PUBLICATIONS 0 CITATIONS

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Safaruddin Safaruddin on 05 February 2023.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


PENGAMBILAN KEPUTUSAN
DALAM ORGANISASI

i
Undang-undang No.19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta
Pasal 72

1. Barang siapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak


melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal
ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara masing-masing paling sedikit 1 (satu) bulan
dan/atau denda paling sedikit Rp.1.000.000,00 (satu juta
rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp.5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah).

2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan,


mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan
atau barang hasil pelangaran hak cipta terkait sebagai
dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)

ii
PENGAMBILAN KEPUTUSAN
DALAM ORGANISASI

Dr. H. Kamaruddin Hasan, M.Pd.


A. Pananrangi M, S.Sos., M.Si.
Dr. Safaruddin, S.Sos., M.AP.

PENERBIT:
CV. AA. RIZKY
2023

iii
PENGAMBILAN KEPUTUSAN
DALAM ORGANISASI

© Penerbit CV. AA RIZKY

Penulis:
Dr. H. Kamaruddin Hasan, M.Pd.
A. Pananrangi M, S.Sos., M.Si.
Dr. Safaruddin, S.Sos., M.AP.

Desain Cover & Tata Letak:


Tim Kreasi CV. AA. Rizky

Cetakan Pertama, Januari 2023

Penerbit:
CV. AA. RIZKY
Jl. Raya Ciruas Petir, Puri Citra Blok B2 No. 34
Kecamatan Walantaka, Kota Serang - Banten, 42183
Hp. 0819-06050622, Website : www.aarizky.com
E-mail: aa.rizkypress@gmail.com

Anggota IKAPI
No. 035/BANTEN/2019

ISBN : 978-623-405-191-9
x + 124 hlm, 23 cm x 15,5 cm

Copyright © 2023 pada Penulis dan Penerbit


Hak cipta dilindungi undang-undang
Dilarang memperbanyak buku ini dalam bentuk dan dengan cara
apapun tanpa izin tertulis dari penulis dan penerbit.
Isi diluar Tanggungjawab Penerbit

iv
PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,


yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan buku pengambilan keputusan
dalam organisasi. Melalui Buku Ajar ini, diharapkan dapat
menjadi bekal tambahan bagi mahasiswa guna memperluas
khasanah ilmu pengetahuan, serta mengembangkan kreativitas
dan mempertajam tingkat analisa mahasiswa dalam di bidang
kepemimpinan. Buku ini membahas Konsep dasar dalam
pengambilan keputusan, ruang lingkup pengambilan
keputusan, proses dan teknik pengambilan keputusan, faktor-
faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan, tahapan
pengambilan keputusan, alat bantu pengambilan keputusan,
model dan gaya pengambilan keputusan, aplikasi model
pengambilan keputusan dalam perilaku fertilitas, pohon
pengambilan keputusan, pengambilan keputusan dalam
konflik, pertimbangan etika dalam pengambilan keputusan,
Ucapan terima kasih yang tak terhingga juga penulis haturkan
kepada semua pihak-pihak yang turut membantu dalam
menyelesaikan buku ajar pengambilan keputusan ini dalam
organisasi ini.

Barru, Januari 2023

Penulis,

v
DAFTAR ISI

PRAKATA ........................................................................... v
DAFTAR ISI ........................................................................ vi
DAFTAR TABEL ................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR ........................................................... x
BAB 1 KONSEP DASAR PENGAMBILAN
KEPUTUSAN ..................................................... 1
A. Pendahuluan .................................................... 1
B. Arti Penting Mempelajari Pengambilan
Keputusan ....................................................... 3
C. Pengertian Pengambilan Keputusan ............... 4
D. Tujuan Pengambilan Keputusan ..................... 10
BAB 3 RUANG LINGKUP PENGAMBILAN
KEPUTUSAN ..................................................... 13
A. Dasar-dasar Pengambilan Keputusan ............. 13
B. Tingkatan Pengambilan Keputusan dalam
Organisisi ........................................................ 15
C. Perilaku Pengambilan Keputusan ................... 16
D. Komponen Pengambilan Keputusan ............... 17
E. Gaya Pengambilan Keputusan ........................ 18
F. Jenis-jenis Pengambilan Keputusan................ 20
G. Model Pengambilan Keputusan ...................... 22
H. Kondisi Pengambilan Keputusan .................... 24
BAB 3 PROSES DAN TEKNIK PENGAMBILAN
KEPUTUSAN ..................................................... 27
A. Proses Pengambilan Keputusan ...................... 27

vi
B. Tahapan Pengambilan Keputusan ................... 30
C. Teori Pengambilan Keputusan ........................ 33
BAB 4 FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI PENGAMBILAN
KEPUTUSAN ...................................................... 45
BAB 5 TAHAPAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN ... 51
BAB 6 ALAT BANTU PENGAMBILAN
KEPUTUSAN ...................................................... 57
BAB 7 MODEL DAN GAYA PENGAMBILAN
KEPUTUSAN ...................................................... 59
A. Model-model Pengambilan Keputusan ........... 59
B. Pemilihan Model Tertentu .............................. 69
BAB 8 APLIKASI MODEL PENGAMBILAN
KEPUTUSAN DALAM PERILAKU
FERTILITAS ....................................................... 71
A. Apa Itu Keputusan .......................................... 71
B. Model Dasar Tentang Pengambilan
Keputusan........................................................ 73
C. Bagaimana Menganalisis Pengambilan
Keputusan ? ..................................................... 79
D. Apa Itu Rasionalitas ? ..................................... 81
E. Rasional-Substansi dan Rasional-Analitik ...... 83
F. Pengambilan Keputusan .................................. 83
BAB 9 POHON PENGAMBILAN KEPUTUSAN ......... 87
BAB 10 PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM
KONFLIK ............................................................ 91
A. Pengertian Konflik dan Sebab-sebab
Timbulnya Konflik .......................................... 91
B. Jenis-jenis Konflik .......................................... 94

vii
C. Organisasi dan Konflik ................................... 95
D. Kepemimpinan dan Konflik............................ 96
E. Konflik dan Motivasi ...................................... 96
F. Solusi dalam Menyelesaikan Konflik ............. 97
BAB 11 PERTIMBANGAN ETIKA DALAM
PENGAMBUILAN KEPUTUSAN .................... 99
A. Pertimbangan Etika dan Tanggungjawab
Sosial............................................................... 99
B. Pertimbangan Etika dan Perilaku Organisasi.. 101
C. Kriteria Etika dalam Pengambila Keputusan .. 106
D. Pertimbangan Etika ......................................... 112
DAFTAR PUSTAKA .......................................................... 115
TENTANG PENULIS ......................................................... 119

viii
DAFTAR TABEL

Tabel 9.1 Pohon Keputusan ............................................... 88

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kontinuum Kepastian-Ketidakpastian.......... 25


Gambar 3.1 Proses Pengambilan Keputusan .................... 28
Gambar 3.2 Proses Pengambilan Keputusan .................... 32
Gambar 5.1 Proses Pengambilan Keputusan .................... 55
Gambar 9.1 Diagram Pohon ............................................. 89
Gambar 11.1 Ruang Lingkup Pertimbangan Etika dalam
Pengambilan Keputusan ............................... 101
Gambar 11.2 Model Perilaku Beretika ............................... 103

x
KONSEP DASAR
PENGAMBILAN KEPUTUSAN

A. Pendahuluan
Dalam menentukan masa depan kehidupan manusia
baik secara individu maupun dalam kelopok/berorganisasi akan
dihadapkan pada permasalahan utama, yaitu masalah
pengambilan keputusan. Berhasil dan tidaknya kehidupan
mendatang ditentukan antara lain oleh keputusan yang diambil
hari ini. Oleh karena itu pengambilan keputusan menjadi
bagian penting dari kehidupan individu/kelompok.
Pengambilan keputusan yang berorientasi strategis dan
menguntungkan akan mendukung keberhasilan dalam
pencapaian tujuan dari individu/ kelompok.
Dalam proses pengambilan keputusan diperlukan
adanya pertimbangan-pertimbangan yang matang baik secara
Individu maupun Organisasi. Hal ini penting agar dapat
diketahui dengan jelas yang mana keputusan yang bersifat
idiologis, strategis maupun taktis. Agar dapat diperoleh suatu
keputusan yang baik, maka dibutuhkan berbagai pemahaman
yang komprehensif tentang teori pengambilan keputusan. Salah
satu langkah yang umum dapat dilakukan oleh pengambil
keputusan adalah dengan mengurangi hal-hal yang tidak
penting kemudian memperkuat hal-hal yang dianggap dapat
menguntungkan perkembangan organisasi.
Dalam prakteknya hambatan-hambatan dalam proses
pengambilan keputusan bisa saja muncul sebagai konsekwensi
logis dari proses orgaanisasi. Jika suatu keputusan yang

1
diambil dinilai sudah tepat kemudian keputusan tersebut
dilaksanakan, tetapi ternyata kemudian diketahui tidak
memenuhi harapan semua pihak, akan mengakibatkan
terganggunya pencapaian tujuan organisasi. Oleh karena itu
seorang pimpinan organisasi (manager) perlu meningkatkan
pemahaman untuk dapat digunakan dalam mengambil
keputusan yang tepat dan strategis.
Pada umumnya dalam suatu struktur organisasi terdiri
dari tiga unsur utam, yaitu pimpinan utama, pimpian menengah
dan staf pelaksana teknis. Berdasarkan hal itu, maka dalam
prakteknya juga melakukan tiga jenis bentuk peran sesuai
posisi masing-masing, yakni pimpinan utama (manager)
berperan pada bagian yang bersifat kebijakan (policy), untuk
tingkatan menengah akan mengambil peranan sebagian
kebijakan dan sebagian teknis, sedangkan tingkatan dibawah/
staf lebih pada kerja-kerja teknis.
Manager sebagai pipinan puncak yang dianggap sangat
identik dengan kebijakan (policy) akan diminta banyak
bertindak akan hal-hal yang bersifat memutuskan. Keputusan
yang diambil akan dijadikan langkah lanjut menjadi rincian-
rincian taktis atau teknis pada strata terendah organisasi atau.
Hanya para manager yang dapat memutuskan dengan baik dan
cepatlah yang akan menghasilkan kinerja yang baik pula.
Beratnya tugas manager dalam mengambil keputusan yang
harus mempertimbangkan tiap komponen dan seluruh aktivitas
banyak orang sehingga semua yang terkait dapat melaksanakan
keputusan dengan baik pula (Aspizain Chaniago, 2017).
Berdasarkan pandangan tersebut di atas, maka
pimpinan puncak seharusnya memiliki berbagai kelebihan yang

2
dapat diandalkan dalam mengembangkan organisasi. Salah satu
kelebihan yang dimaksud adalah jika seorang pimpinan mampu
dengan cepat dan tepat untuk mengambil keputusan dalam
memcahkan persoalan organisasi kemudian atas keputusan
yang diambil itu pula dapat merubah keadaan yang dapat
menguntungkan organisasi.

B. Arti Penting Mempelajari Pengambilan Keputusan


Mempelajari pengambilan keputusan, bukan tanpa
alasan yang cukup, tetapi didasari berbagai alasan yang sangat
berguna bagi individu/kelompok. Menurut (Aspizain Chaniago,
2017). bahwa alasan mempelajari pengambilan keputusan
adalah :
1. Untuk meningkatkan kualitas diri dan karir pengambil
keputusan
Dengan kualitas diri dalam mengambil keputusan
otomatis menjadi suatu pra syarat mutlak bagi seseorang
lebih ideal diletakkan pada fungsi-fungsi kerja yang bersifat
kebijakan atau keputusan. Sebab ditingkat staf kebijakan
lebih sedikit, sehingga dapat disimpulkan bahwa seseorang
dengan pemahaman teori dan praktek pengambilan
keputusan yang baik akan menghasilkan keputusan yang
baik pula dan untuk pengambil keputusan yang baik
idealnya adalah orang-orang yang menjadi motor pembawa
arah perusahaan.
2. Untuk Peningkatan efisiensi
Keputusan yang baik pasti mempertimbangkan dari
segala sudut ke-efektivitasannya, baik dari segi kualitas
hasil, waktu pencapaian, implementasi bagi orang-orang

3
yang terkait sehingga didapatkan keefisienan dalam proses.
Efisiensi ini akan mampu dilakukan pada keputusan yang
baru dan evaluasi berbagai keputusan yang lama untuk
menghindari berbagai keputusan-keputusan yang tidak
berdasar atau telah usang. Tujuan Efisiensi ini hanya efektif
dilakukan jika mempunyai dasar teori dan praktek
pengambilan keputusan yang baik.
3. Untuk peningkatan Produktivitas Perusahaan
Produktivitas akan meningkat jika ditunjang dengan
input yang rendah di dukung proses yang inovatif, kreatif,
efektif dan cara-cara kerja baru akan menghasilkan output
yang besar, atau dapat disebut output besar adalah nilai
produktivitas besar yang dicapai. Produktivitas yang besar
akan memberikan dampak kesejahteraan yang maksimal
pula. Bahwa input, proses dan output tersebut dapat dicapai
dengan tepat harus didukung dengan keputusan yang akurat
dari modal pengetahuan terhadap teori dan praktek tentang
pengambilan keputusan tersebut. (Aspizain Chaniago,
2017).

C. Pengertian Pengambilan Keputusan


1. Pengertian Keputusan
Sebelum memahami lebih jauh konteks pengambilan
keputusan, maka sebaiknya dipahami terlebih dahulu
pengertian dari “keputusan” itu sendiri. Konsep keputusan
secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu kegiatan
untuk menentukan dalam mengakhiri, dan menyelesaikan
suatu keadaan yang tidak dikehendaki melalui penentuan

4
pilihan pada salah satu pilihan dari beberapa pilihan yang
ada.
Pengertian keputusan menurut (Muslich Muhammad,
2009:323) adalah proses penelusuran masalah yang berawal
dari latar belakang masalah, identifikasi masalah hingga
kepada terbentuknya kesimpulan atau rekomendasi.
Rekomendasi itulah yang selanjutnya dipakai dan digunakan
sebagai pedoman basis dalam pengambilan keputusan. Oleh
karena itu, begitu besarnya pengaruh yang akan terjadi jika
seandainya rekomendasi yang dihasilkan tersebut terdapat
kekeliruan atau adanya kesalahan-kesalahan yang
tersembunyi karena faktor ketidakhati-hatian dalam
melakukan pengkajian masalah.
Ralp C. Davis sebagaimana dikutip oleh (Rochaety Eti
dkk, 2005:152) menjelaskan makna dari keputusan sebagai
hasil pemecahan masalah yang dihadapi dengan tegas. Suatu
keputusan merupakan jawaban yang pasti terhadap suatu
pertanyaan. Keputusan harus dapat menjawab pertanyaan
tentang apa yang dibicarakan dalam hubungan dengan
perencanaan. Keputusan dapat pula berupa tindakan
terhadap pelaksanaan yang sangat menyimpang dari rencana
semula.
Kemudian menurut pandangan Prajudi Admosudirjo
(Rochaety Eti dkk, 2005:152) bahwa keputusan sebagai
suatu pengakhiran dari pada proses pemikiran tentang suatu
masalah atau problema untuk menjawab pertanyaan apa
yang harus diperbuat guna mengatasi masalah tersebut
dengan menjatuhkan pilihan pada satu alternatif.

5
Berdasarkan konsep tersebut di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa pada prinsipnya keputusan adalah
sebagai hasil suatu pemecahan masalah yang sedang
dihadapi dengan menjawab pertanyaan apa yang harus
dilakukan yang bertujan untuk mengatasi masalah tersebut
dengan menentukan dan menetapkan salah satu dari sekian
alternatif pilihan yang tersedia.
Dengan demikian pada umumnya suatu keputusan
harus diambil karena dimulai dari adanya masalah yang
harus dicari solusi pemecahannya. Hal ini berarti pula
bahwa suatu keputusan yang ditetapkan setidaknya
mengandung unsur-unsur, yaitu:
a. Terdapat pilihan atas dasar pemikiran untuk
dipertimbangkan
b. Terdapat beberapa alternatif yang akan dipilih salah satu
di antaranya yang dinilai sebagai pilihan yang terbaik.
c. Terdapat tujuan yang ingin dicapai di masa mendatang
2. Pengertian Pengambilan Keputusan
Secara sederhana keputusan dapat dimaknai sebagai
suatu pilihan (choice). Pilihan yang dimaksud di sini adalah
pilihan dari dua atau lebih kemungkinan, atau dapat
dikatakan pula sebagai keputusan yang dicapai setelah
dilakukan pertimbangan dengan memilih salah satu dari
sekian pilihan yang ada. Dalam proses pemilihan alternatif
inilah dibutuhkan keahlian agar pilihan yang diambil
memang itu yang semestinya berdasarkan tujuan organisasi.
Pengambilan keputusan yang baik menjadi bagian
yang penting dari kegiatan manajemen yang baik, karena
keputusan adalah salah satu bagian yang menentukan

6
bagaimana sebuah organisasi akan menyelesaikan masalah
baik secara internal maupun secara eksternal,
mengalokasikan sumber daya yang ada untuk mencapai
tujuan organisasi/perusahaan sesuai dengan rencana.
Atas dasar pemahaman keputusan tersebut, maka
selanjutnya pengertian pengambilan keputusan dapat pula
ditelusuri. Pengambilan keputusan secara umum dapat
dimaknai sebagai suatu hasil pemikiran dari berbagai
alternatif yang kemudan akan ditindaklanjuti untuk
menyelsaikan masalah dalam organisasi.
Berikut ini akan dijelaskan beberapa pengetian
pengambilan keputusan dari beberapa penulis antara lain,
yaitu:
a. Menurut (Drummond, 1993) pengambilan keputusan
adalah usaha untuk menciptakan kejadian-kejadian masa
depan. Menurutnya bahwa keputusan yang baik terjadi
jika pengambil keputusan sepenuhnya mengerti latar
belakang, tujuan dan sasaran, alternatif penyebab
tindakan, serta konsekuensi-konsekuensi yang mungkin
timbul dari keputusan. Namun keputusan yang dibuat
dengan baik belum tentu menjadi keputusan yang efektif.
b. Menurut (Harrison, E.F., 1992:5) adalah proses
mengevaluasi berbagai alternatif yang berhubungan
dengan tujuan individu atau organisasi. Pengambilan
keputusan erat kaitannya dengan upaya untuk
memecahkan masalah atau potensi masalah yang
dihadapi seseorang atau organisasi.
c. Menurut Frederick W Taylor (1998) dalam Aspizain
Chaniago, (2017) bahwa pengambilan keputusan adalah

7
tindakan pemilihan alternatif. Hal ini berkaitan dengan
fungsi manajemen. Misalnya, saat manajer
merencanakan, mengelola, mengontrol, mereka membuat
keputusan
d. Menurut Muslich, (2009) Intisari pelaksanaan
pengambilan keputusan, yaitu perumusan beberapa
alternatif tindakan dalam menggarap situasi yang
dihadapi serta menetapkan pilihan yang tepat antara
beberapa alternatif yang tersedia setelah diadakan
evaluasi mengenai efektivitas alternaif tersebut untuk
mencapai tujuan para pengambil keputusan.
e. Menurut (Siagian, 2008). pada hakikatnya pengambilan
keputusan adalah suatu pendekatan yang sistematis
terhadap suatu masalah yang dihadapi. Pendekatan yang
sistematis itu menyangkut pengetahuan tentang hakikat
masalah yang dihadapi itu, pengumpulan fakta dan data
yang relevan dengan masalah yang dihadapi, analisis
masalah dengan menggunakan fakta dan data, mencari
alternatif pemecahan, menganalisis setiap alternatif
sehingga ditemukan alternatif yang paling rasional, dan
penilaian dari hasil yang dicapai sebagai akibat dari
keputusan yang diambil.
f. Menurut (Suharnan, 2005) pengambilan keputusan
adalah poses memilih atau menentukan berbagai
kemungkinan diantara situasi-situasi yang tidak pasti.
Pembuatan keputusan terjadi di dalam situasi-situasi
yang meminta seseorang harus membuat prediksi
kedepan, memilih salah satu diantara dua pilihan atau

8
lebih, membuat estimasi (prakiraan) mengenai frekuensi
prakiraan yang akan terjadi.
g. Menurut (Saiid Ahmad Ihsan, 2013) secara umum
pengambilan keputusan adalah upaya untuk
menyelesaikan masalah dengan memilih alternatif solusi
yang ada
1) Sebagai seni, PK adalah proses mengambil keputusan
pada situasi dan kondisi yang berbeda (karena adanya
keragaman yang bersifat unik)
2) Sebagai ilmu, PK adalah suatu aktivitas yang memiliki
metode, cara, dan pendekatan tertentu secara
sistematis, teratur dan terarah.
Selain itu konsep pengambilan keputusan juga
disampaikan oleh (Sari, 2007) yang menyatakan bahwa
pengambilan keputusan adalah proses memilih di antara
beberapa alternatif. Kadang-kadang proses ini sangat
sederhana, dan alternatif yang paling baik mudah
ditentukan. Terkadang organisasi juga akan menghadapi
sebuah proses rumit atau organisasi juga akan menemui
proses yang berkepanjangan karena alternatif yang ada
cukup banyak dan rasional.
Kemudian Aspizain Chaniago, (2017) berpandangan
bahwa pengambilan keputusan dapat diartikan sebagai
pemilihan diantara berbagai alternatif pilihan yang ada,
dengan berdasar dan tepat sasaran yang sesuai dengan
harapan si pembuat keputusan. Pengertian tersebut
mencakup:

9
a. Pembuatan pemilihan (Choice Making)
Sebelum mengambil keputusan diharapkan seorang
pengambil keputusan terlebih dahulu melakukan
inventarisasi berbagai alternatif-alternatif yang akan
menjadi pilihan keputusan. Pilihan keputusan harus
berlandaskan pertimbangan disiplin ilmu.
b. Pemecahan Masalah (Problem Solving)
Tindakan dalam hal ini adalah suatu tindakan
pengambilan keputusan untuk merumuskan
permasalahan. Rumusan harus mempertimbangkan dua
sisi positif dan negatif atau kelebihan dan kekurangan
sebagai landasan atau pedoman dalam pengambilan
keputusan yang terbaik.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka pada
prinsipnya pengertian pengambilan keputusan (Decision
Making) adalah merupakan suatu proses pemikiran dari
pemilihan berbagai alternatif yang akan dihasilkan
mengenai prediksi di masa depan.

C. Tujuan Pengambilan Keputusan


1. Pengertian Tujuan (Goals)
Secara umum tujuan dapat diartikan sebagai implikasi
akhir dari seluruh proses kegiatan yang dilakukan.
Pengertian dari tujuan menurut (Sari, 2007). berpendapat
bahwa tujuan merupakan hasil atau spesifik output yang
ingin dicapai, yang memberi arah kemana keputusan atau
tindakan harus difokuskan. Tujuan yang baik dapat
didefinisikan secara kualitatif dan kuantitatif, menetapkan
rentang waktu mencapainya (jangka pendek, menegah,

10
panjang), bersifat umum dan spesifik.
2. Manfaat Menetapkan Tujuan (Benefits Of Goals)
a. Perencanaan dapat dilakukan dengan lebih terarah.
b. Upaya dan tindakan menjadi lebih terfokus.
c. Menstimulasi peningkatan kinerja.
d. Membantu proses evaluasi dan mengontrol kinerja.
3. Jenis Tujuan (Types Of Goals)
a. Tujuan Umum, bersifat luas, kualitatif dan biasanya
berjangka panjang. Contoh : Menjadi Market Leader
pada Industri Perbankan di Indonesia.
b. Tujuan Operasional, bersifat spesifik, kuantitatif dengan
penentuan jangka waktu tertentu. Contoh : Meningkatkan
pangsa pasar perbankan nasional sebesar 20% untuk
kurun waktu 2 tahun.
4. Hirarki Tujuan (Hierarchy Of Goals)
Membangun bentuk hubungan formal dari tujuan yang
ditetapkan, melalui tingkatan (level) yang ada dalam
organisasi mulai dari yang terendah sampai tertinggi.
5. Penetapan Tujuan dan Peran Stakeholders
Penetapan tujuan yang realistis adalah dengan
mempertimbangkan keberadaan para stakeholders (eksternal
maupun internal). Mereka berpotensi menciptakan
kebutuhan, persoalan, kendala, serta pilihan alternatif solusi.
Oleh sebab itu mengidentifikasi dan melakukan analisis
secara kontinyu terhadap para stakeholders secara langsung
atau tidak langsung merupakan hal penting yang harus
dilakukan para decision maker dalam proses pengambilan
keputusan. (Sari, 2007).

11
*****

12
RUANG LINGKUP
PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Dalam studi pengambilan keputusan, terdapat beberapa


unsur penting yang menjadi bagian dari ruang lingkup
pengambilan keputusan. Unsur-unsur penting yag dimaksud
antara lain adalah : dasar-dasar pengambilan keputusan.

A. Dasar-dasar Pengambilan Keputusan


Setiap keputusan yang diambil biasanya didasarkan
atau bersumber dari suatu hal yang penting yang
memungkinkan dikeluarkannya suau keputusan ole seoarang
pimpinan. Dalam hal ini George R. Terry dalam (Ibnu, 2000)
menjelaskan dasar-dasar dari pengambilan keputusan yang
berlaku, antara lain adalah :
1. Intuisi
Keputusan yang diambil berdasarkan intuisi atau
perasaan lebih bersifat subjektif yaitu mudah terkena
sugesti, pengaruh luar, dan faktor kejiwaan lain. Sifat
subjektif dari keputusuan intuitif ini terdapat beberapa
keuntungan, yaitu :
a. Pengambilan keputusan oleh satu pihak sehingga mudah
untuk memutuskan.
b. Keputusan intuitif lebih tepat untuk masalah-masalah
yang bersifat kemanusiaan.
Pengambilan keputusan yang berdasarkan intuisi
membutuhkan waktu yang singkat Untuk masalah-masalah
yang dampaknya terbatas, pada umumnya pengambilan

13
keputusan yang bersifat intuitif akan memberikan kepuasan.
Akan tetapi, pengambilan keputusan ini sulit diukur
kebenarannya karena kesulitan mencari pembandingnya
dengan kata lain hal ini diakibatkan pengambilan keputusan
intuitif hanya diambil oleh satu pihak saja sehingga hal-hal
yang lain sering diabaikan.
2. Pengalaman
Pengalaman memang dapat dijadikan pedoman dalam
menyelesaikan masalah.Keputusan yang berdasarkan
pengalaman sangat bermanfaat bagi pengetahuan praktis.
Pengalaman dan kemampuan untuk memperkirakan apa
yang menjadi latar belakang masalah dan bagaimana arah
penyelesaiannya sangat membantu dalam memudahkan
pemecahan masalah.
3. Fakta
Keputusan yang berdasarkan sejumlah fakta, data atau
informasi yang cukup itu memang merupakan keputusan
yang baik dan solid, namun untuk mendapatkan informasi
yang cukup itu sangat sulit.
4. Wewenang
Keputusan yang berdasarkan pada wewenang semata
maka akan menimbulkan sifat rutin dan mengasosiasikan
dengan praktik diktatorial. Keputusan berdasarkan
wewenang kadangkala oleh pembuat keputusan sering
melewati permasahan yang seharusnya dipecahkan justru
menjadi kabur atau kurang jelas.
5. Rasional
Keputusan yang bersifat rasional berkaitan dengan
daya guna. Masalah-masalah yang dihadapi merupakan

14
masalah yang memerlukan pemecahan rasional.Keputusan
yang dibuat berdasarkan pertimbangan rasional lebih
bersifat objektif. Dalam masyarakat, keputusan yang
rasional dapat diukur apabila kepuasan optimal masyarakat
dapat terlaksana dalam batas-batas nilai masyarakat yang di
akui saat itu.

B. Tingkatan Pengambilan Keputusan dalam Organisisi


Menurut Laudon & Laudon, (2005) bahwa
Pengambilan keputusan bisa digolongkan berdasarkan level
organisasi, yaitu level strategis, manajemen, pengetahuan, dan
operasional
1. Pengambilan keputusan strategis
Menentukan sasaran jangka panjang, sumber-sumber,
dan kebijakan organisasi. Pengambilan keputusan untuk
kontrol manajemen secara prinsip memberi perhatian pada
bagaimana sumber-sumber digunakan secara efektif dan
efisien, dan bagaimana unit-unit operasional menjalankan
tugasnya.
2. Pengambilan keputusan kontrol operasional
Menentukan bagaimana melaksanakan tugas-tugas
khusus yang berasal dari manajemen madya.
3. Pengambilan keputusan level pengetahuan
Berhubungan dengan pengevaluasian gagasan-gagasan
baru untuk menciptakan produk dan layanan, cara-cara
untuk mengkomunikasikan pengetahuan baru, dan cara-cara
mendistribusikan informasi keseluruh organisasi.
Keputusan harus dilihat sebagai alat dan bukan sebagai
sebuah akhir. Hal ini adalah sebuah mekanisme organisasi.

15
Dimana sebuah usaha dilakukan untuk mencapai keadaan yang
diinginkan. Karena itu, ini adalah respons organisasi terhadap
sebuah masalah. Setiap keputusan adalah hasil dari proses
dinamis yang dipengaruhi oleh berbagai macam pengaruh.
Bagaimana proses pengambilan keputusan yang rasional.
Meskipun begitu, pembaca tidak boleh menanggap bahwa
pengambilan keputusan adalah sebuah prosedur yang pasti. Hal
ini bersifat sekuensial dan tidak berwujud langkah-langkah
serial. Diagram urutan ini membantu kita untuk melihat setiap
elemen dalam setiap kemajuan yang normal yang pada
akhirnya mengarah pada sebuah keputusan.(Ivancevich, dkk
2007).

C. Perilaku Pengambilan Keputusan


Perilaku pengambilan keputusan berkaitan dengan ahli
teori perilaku organisasi seperti dalam buku March dan Simon,
(Dedek Kusnadi, 2015). Organization, pada tahun 1958, tetapi
bidang tersebut menjadi lebih menarik dengan topik seperti
motivasi dan tujuannya, dan menekankan berkurangnya
pengambilan keputusan. Bidang :perilaku pengambilan
keputusn dikembangkan di luar jalur teori dan penelitian
perilaku organisasi oleh psikolog kognitif dan ahli teori
keputusan dalam ilmu ekonomi dan informasi. Akan tetapi,
barubaru ini muncul kembali minat mengenai perilaku
pengambilan keputusan, dan kembali ke jalur bidang perilaku
organisasi.
Meskipun teori pengambilan keputusan klasik berjalan
dalam asumsi rasionalitas dan kepastian, tetapi tidak begitu
halnya dengan teori keputusan perilaku. Ahli teori perilaku

16
pengambilan keputusan sependapat bahwa individu
mempunyai keterbatasan kognitif. Kompleksitas organisasi dan
dunia secara umum menyebabkan individu bertindak dalam
situasi ketidakpastian dan informasi begitu arnbigu dan tidak
lengkap”. Kadang-kadang risiko dan ketidakpastian ini
menyebabkan pembuat kepuhisan organisasi mempunyai
keputusan yang diragukan, atau tidak etis (lihat Contoh
Aplikasi OB: Wengikuti Persaingan atau Tersingkir?)
Dikarenakan ketidakpastian dan ambiguitas, sejumlah model
pengambilan keputusan telah ada selama bertahun-tahun. Dasar
dan titik awal untuk mengembangkan menganalisis berbagai
model perilaku pengambilan keputusan adalah tetap
mempertahankan tingkat dan arti rasionalitas (Dedek Kusnadi,
2015)

D. Komponen Pengambilan Keputusan


Terdapat empat komponen pengambilan keputusan
yang dikelompokkan oleh Martin Starr dalam Aspizain
Chaniago, (2017), yaitu :
1. Penetapan Tujuan
Sebelum keputusan dibuat maka yang pertama harus
ditanyakan “untuk apa keputusan ini di buat? apakah
keinginan mencapai keputusan seiring dengan kemampuan
dalam menjalankan dan dampak keputusan.
2. Identifikasi Alternatif
Setelah menetapkan tujuan maka dapat dilanjutkan
dengan menetapkan berbagai alternatif-alternatif yang
mendasari mencapai tujuan tersebut. Untuk mencapai satu
tujuan tentu ada banyak alternatif yang dapat diambil namun

17
tetap dipertimbangkan segala dampak dari alternatif yang
diambil.
3. Uncontrolable Events
Alternatif yang diambil harus mampu melihat pada
kondisi sekarang terhadap kondisi yang akan datang, jangan
sampai keputusan yang diambil tidak memper-
timbangkannya. Dan keputusan yang sudah diambil jika
karena diluar dari kemampuan kita menganalisanya namun
tetap terjadi maka harus diusahakan mencari solusi alternatif
atas kondisi terbaru yang muncul.
4. Sarana Mengukur Hasil
Untuk sarana mengukur hasil harus ditetapkan alat
atau sarana yang menjembatani antara keputusan terhadap
realisasi. Jika keputusan yang diambil tidak sesuai dengan
realisasi berarti putusan tersebut salah dan sebaliknya jika
keputusan sesuai dengan realisasi yang dicapai maka dapat
dikatakan keputusan tersebut berhasil. Dalam hal ini alat
atau sarana ukur yang dimaksud sebagai pembanding.

F. Gaya Pengambilan Keputusan


Pada umumnya gaya pengambilan keputusan, dapat
dibagi menjadi 4, yaitu sebagai berikut :
1. Gaya Direktif
Pembuat keputusan gaya direktif, cenderung telah
efisien, logis, pragmatis, dan sistematis dalam memecahkan
masalah. Pembuat keputusan ini juga berfokus pada fakta
dan menyelesaikan masalah dengan cepat. Selain itu
berorientasi pada tindakan, memiliki fokus jangka pendek,

18
menggunakan kekuasaan, ingin mengontrol dan
menampilkan gaya kepemimpinan otokratis.
2. Gaya Analitik.
Menurut Syafaruddin & Asrul, (2014) bahwa pembuat
keputusan gaya analitik, memiliki toleransi yang tinggi,
untuk ambiguitas dan tugas yang kuat, serta orientasi teknis.
Jenis ini, suka menganalisis situasi dan pada kenyataannya,
mereka cenderung terlalu menganalisis sesuatu. Mereka
mengevaluasi lebih banyak informasi dan alternatif, dari
pada pembuat keputusan direktif. Mereka juga memerlukan
waktu lama, untuk mengambil keputusan mereka dan
merespons situasi baru atau tidak menentu dengan baik,
serta mereka juga cenderung memiliki gaya kepemimpinan
otokratis.
3. Gaya Konseptual
Pembuat keputusan gaya konseptual, memiliki
toleransi tinggi untuk ambiguitas dan orang yang kuat dan
peduli pada lingkungan sosial. Gaya konseptual
berpandangan luas dalam memecahkan masalah dan suka
mempertimbangkan banyak pilihan. Pembuat keputusan ini,
membahas sesuatu dengan orang sebanyak mungkin, untuk
mendapat sejumlah informasi dan kemudian mengandalkan
intuisi dalam mengambil keputusan. Selain itu juga berani
mengambil resiko dan memilki kemampuan dalam
menemukan solusi dalam mengatasi masalah. Akan tetapi,
pada saat bersamaan, dapat membantu mengembangkan
idealitas dan ketidakpastian dalam pengambilan keputusan.

19
4. Gaya Perilaku
Pembuat keputusan gaya perilaku, ditandai dengan
toleransi ambiguitas yang rendah, orang yang kuat dan
peduli lingkungan sosial. Pembuat keputusan, cenderung
bekerja dengan baik dengan orang lain dan menyukai situasi
keterbukaan dalam pertukaran pendapat. Selain itu
membuka diri untuk menerima saran, sportif dan bersahabat
dan menyukai informasi verbal, dari pada tulisan. Terdapat
kecenderungan untuk menghindari konflik dan peduli
dengan kebahagiaan orang lain, sehingga memiliki kesulitan
untuk berkata “tidak” kepada orang lain.

F. Jenis-jenis Pengambilan Keputusan


Meskipun pengambilan keputusan itu bersifat sangat
partisipatif yaitu dengan keterlibatan penuh dari bawahan,
namun pada akhirnya pimpinan/manajerlah yang bertanggung
jawab penuh terhadap hasil/akibat dari keputusan tersebut.
Keputusan yang yang sudah ditetapkan oleh pimpinan akan
berakibat pada eksistensi dan keberlangsungan organisasi.
Beberapa orang ahli dalam bidang pengambilan
keputusan telah memberi beberapa klasifikasi tipe keputusan.
Pada umumnya klasifikasi tipe keputusan ini relatif sama satu
sama lain; yang berbeda hanya terminologi yang digunakan,
yaitu :
1. Keputusan Terprogram.
Ketika situasi tertentu sering terjadi, sebuah prosedur
rutin akan dibuat untuk mengatasi situasi tersebut. Sebuah
keputusan disebut keputusan terprogram jika bersifat
berulang, rutin, dan memiliki prosedur penanganan yang

20
baku. Tahapannya ada tiga yaitu Prosedur, Aturan dan
Kebijakannya (Rochaety dkk, 2005)
Menurut Fahmi, (2016), pada dasarnya suatu
keputusan yang terprogram akan dapat terlaksana dengan
baik jika memenuhi beberapa syarat dibawah ini, yaitu:
a. Termilikinya sumber daya manusia yang memenuhi
syarat sesuai standar yang diinginkan.
b. Sumber informasi baik yang bersifat kualitatif dan
kuantitatif adalah lengkap tersedia. Serta informasi yang
diterima adalah dapat dipercaya.
c. Pihak organisasi menjamin dari segi ketersediaan dana
selama keputusan yang terprogram tersebut dilaksanakan.
d. Aturan dan kondisi eksternal organisasi mendukung
terlaksananya keputusan terprogram ini hingga tuntas.
Seperti peraturan dan berbagai ketentuan lainnya tidak
ikut menghalangi, bahkan sebaliknya turut mendukung.
e. Dan lain-lain.
2. Keputusan Tidak Terprogram.
Disebut keputusan tidak terprogram ketika suatu
keputusan benar-benar baru dan belum terstruktur. Tidak
ada prosedur yang pasti dalam menangani masalah tersebut,
baik karena belum pernah ditemukan situasi yang sama
sebelumnya, atau karena bersifat sangat kompleks atau
sangat penting. Keputusan seperti ini membutuhkan
penanganan khusus karena organisasi dihadapkan dengan
keadaan atau informasi yang tidak lengkap dan kondisinya
yang belum pasti.

21
G. Model Pengambilan Keputusan
Beberapa ahli berpendapat bahwa dalam teori
pengambil keputusan, terdapat beberapa model pengambil
keputusan yang dapat dilakukan. Menurut Sari, (2007) bahwa
Ada 3 (tiga) model yang biasa digunakan decision maker
dalam proses pengambilan keputusan, yaitu :
1. Model Rasional (Rational Model)
Proses pengambilan keputusan yang terdiri dari
serangkaian tahapan yang harus dilakukan oleh para
decision maker (tim) guna memperoleh hasil yang logis dan
akurat (optimal). Tahapan pada proses pengambilan
keputusan rasional adalah sebagai berikut:
a. Mendefinisikan dan mendiagnosa masalah. Untuk hal ini
diperlukan 3 hal, yaitu : kepekaan (selalu memantau
lingkungan eksternal dan internal serta mendeteksi yang
mungkin akan menimbulkan persoalan), interpretasi
(menggali dan menentukan faktor yang paling mungkin
akan menjadi persoalan) dan integrasi (mengkaitkan hasil
interpretasi dengan tujuan yang ingin dicapai).
b. Menetapkan Tujuan-tujuan, yang lebih realistis untuk
dicapai setelah mengidentifikasi persoalan yang mungkin
muncul.
c. Mencari Solusi-solusi Alternatif, melalui pencarian
informasi tambahan, berfikir kreatif dan inovatif, dll
untuk tetap dapat mencapai sasaran.
d. Mengevaluasi dan Membandingkan Solusi, untuk
mencari solusi dengan pencapaian hasil yang paling
optimal (efisien, efektif).
e. Memilih Solusi Terbaik, dengan mempertimbangkan

22
antara pencapaian hasil optimal dengan semua sumber
daya yang dimiliki.
f. Mengimplementasikan Solusi yang Dipilih, secara benar
dan terarah.
g. Melakukan Tindak Lanjut dan Mengontrolnya, sehingga
match antara solusi dan hasil yang diperoleh.
2. Model Rasionalitas Terbatas (Bounded Rationality Model)
Proses pengambilan keputusan yang memungkinkan
para decision maker menempuh solusi yang berbeda
meskipun persoalan yang dihadapi sama, mengingat setiap
individu memiliki tingkat kemampuan dan personality yang
berbeda. Tipe keputusan yang diambil diantaranya:
a. Menempuh solusi yang lebih mudah (dapat dicapai dan
diterima, tidak kontroversial dan aman) tidak berorientasi
memperoleh hasil yang terbaik.
b. Menempuh solusi hanya dengan melakukan upaya secara
terbatas (menggunakan waktu, energi dan upaya sesedikit
mungkin).
c. Menempuh solusi hanya dengan memiliki informasi yang
tidak memadai (hasil yang diperoleh selain tidak optimal
juga tidak akurat).
3. Model Politik (Political Model)
Proses pengambilan keputusan yang bertujuan untuk
memenuhi kepentingan kekuasaan tertentu (stakeholders),
sehingga keputusan yang diambil sangat sarat dengan
intervensi. Semua proses pengambilan keputusan, mulai dari
identifikasi persoalan, menentukan sasaran, memilih solusi
alternatif dan memutuskan tindakan solusi sangat tergantung
dari pihak pemilik kekuasaan tersebut. (Sari, 2007).

23
H. Kondisi Pengambilan Keputusan
Sebagaimana diketahui para pengambil keputusan tidak
selalu mengetahui dengan pasti akan hasil keputusannya dan
bagaimanan akibatna dalam organisasi. Situasi yang paling
sering terjadi ialah para pengambil keputusan dapat
memperkirakan kemungkinan berhasilnya tiap-tiap alternatif
yang diambil, tetapi juga sering keputusan yang diambil sudah
dianggapp tepat ternyata berdampak negatif dalam organisasi.
Menurut Sari, (2007), bahwa terdapat 3 kondisi dalam
pengambilan keputusan adalah : kepastian, ketidakpastian, dan
risiko.
1. Kondisi Pasti (Certainty)
Pengambil keputusan memiliki informasi lengkap
mengenai persoalan yang dihadapi, memiliki alternatif
solusi yang jelas, dan hasil yang akan dicapai melalui solusi
tersebut dapat diperkirakan. Pengambilan keputusan yang
masuk dalam kategori ini adalah keputusan rutin. Keputusan
rutin adalah keputusan yang bersifat standar dan umum dari
suatu persoalan yang solusinya sudah jelas dan pasti.
2. Kondisi Berisiko (risk)
Pengambil keputusan dapat mendefinisikan persoalan,
menetapkan kemungkinan kejadian tertentu, meng-
identifikasi alternatif solusi, mengambil keputusan dengan
tingkat hasil yang sudah diperkirakan tetapi tetap masih
memungkinkan diperolehnya hasil yang tidak diperkirakan.
Pengambilan keputusan yang masuk dalam kategori ini
adalah keputusan adaptif.
Keputusan adaptif adalah keputusan yang dilakukan
sebagai respon dari suatu persoalan yang relatif dapat

24
diidentifikasi meskipun tidak umum di mana alternatif
solusi dapat diidentifikasi meskipun hasilnya belum pasti.
3. Kondisi Tidak Pasti (uncertainty)
Pengambil keputusan tidak memiliki cukup informasi
untuk memperoleh hasil yang diharapkan dari sejumlah
alternatif solusi yang dilakukan. Pengambilan keputusan
yang masuk dalam kategori ini adalah keputusan inovatif.
Keputusan inovatif adalah keputusan yang didasarkan atas
penemuan atau identifikasi dan diagnosa dari suatu
persoalan yang tidak umum dan meragukan, di mana
alternatif solusi yang ditempuh bersifat unik, spesifik dan
kreatif. Contoh : Untuk usaha perBankan, promosi yang
dilakukan Bank Niaga, melalui kerjasama dengan produser
film untuk memproduksi sebuah film (rumah ketujuh).
Selanjutnya kondisi tersebut dapat dilukiskan dalam gambar
berikut ini.

Gambar 2.1 Kontinuum Kepastian-Ketidakpastian


Sumber : Sari (2007)

Sesungguhnya apapun kondisi pengambilan suatu


keputusan selalu tidak terlepas dari resiko (low -high)
terlebih jika keputusan diambil tidak dengan perencanaan

25
dan strategi yang matang. Belajar dari pengalaman,
memprediksi lingkungan internal dan eksternal, ketajaman
analisis dan intuisi adalah faktorfaktor yang memungkinkan
memperkecil resiko yang akan terjadi Sari (2007).

*****

26
PROSES DAN TEKNIK
PENGAMBILAN KEPUTUSAN

A. Proses Pengambilan Keputusan


Kebanyakan pembahasan proses pengambilan
keputusan terbagi dalam beberapa langkah. Hal ini dapat
ditelusuri dari ide yang dikembangkan Herbert A. Simon dalam
(Dedek Kusnadi, 2015) seorang ahli teori keputusan dan
organisasi yang memenangkan hadiah Nobel, yang
mengonseptualisasikan tiga tahap utama dalam proses,
pengambilan keputusan:
1. Aktivitas inteligensi.
Berasal dari pengertian militer “intelligence,” Simon
mendeskripsikan tahap awal ini sebagai penelusuran kondisi
lingkungan yang memerlukan pengambilan keputusan.
2. Aktivitas desain.
Selama tahap kedua, mungkin terjadi tindakan
penemuan, pengembangan, dan analisis masalah.
3. Aktivitas memilih.
Tahap ketiga dan terakhir ini merupakan pilihan
sebenarnya-memilih tindakan tertentu dari yang tersedia
Proses pengambilan keputusan menurut (Saiid Ahmad
Ihsan, 2013) dapat dilihat dari gambar berikut :

27
Gambar 3.1 Proses Pengambilan Keputusan
Sumber : (Saiid Ahmad Ihsan, 2013)

Berdasarkan gambar tersebut di atas, dapat dijelaskan


beberapa hal penting dalam proses pengambilan keputusan,
yaitu :
1. Penetapan goal khusus dan obyektif serta pengukuran hasil
a. Penetapan goal dan objective akan mengarahkan pada
hasil mana yang sudah dicapai dan pengukuran mana
yang menunjukkan hasil yang sesuai dengan yang
diinginkan.
b. Penetapan goal dan objective membutuhkan komunikasi
antara manajer dengan bawahan.

28
2. Pengidentifikasian masalah
Adanya masalah menunjukkan adanya gap antara goal
dan objective organisasi dengan kinerja aktual. Faktor yang
menggangu identifikasi masalah:
a. Persepsi terhadap masalah
b. Penetapan masalah dalam lingkup solusi
c. Identifikasi gejala sebagai masalah
3. Pengembangan Alternatif
a. Alternatif (Potensi Solusi) harus dikembangkan
(lingkungan internal dan eksternal) dan konsekuensi/
akibat yang mungkin timbul dari setiap alternatif.
b. Perlu mempertimbangkan kendala waktu dan biaya;
banyaknya alternatif dengan kecepatan keputusan yang
diambil.
c. Cara untuk kembangkan alternatif adalah dengan analisis
skenario
4. Pengevaluasian Alternatif
a. Alternatif yang sudah dipilih dievaluasi dan
dibandingkan dengan objectif
b. Objectif dari pengambilan keputusan setiap alternatif
harus berupa hasil/keluaran positif paling banyak dan
akibat buruk paling kecil.
c. Hubungan Alternatif-Hasil:
 Kepastian : Pengetahuan lengkap ttg probabilitas
output
 Ketidakpastian : Tidak punya pengetahuan tentang
probabilitas output
 Resiko : Punya beberapa probabilitas output
5. Pemilihan Alternatif

29
a. Pemilihan alternatif yang dipilih berdasarkan
hasil/keluaran yang sesuai objectif
b. Perlu mempertimbangkan dampak alternatif + dan-
terhadap objective yang lain (tujuan yang satu optimal
sedangkan tujuan yang lain tidak optimal).
c. Tidak mungkin solusi keputusan akan memuaskan
semuanya, tetapi yang optimal adalah yang sesuai
standar.
6. Penerrapan Keputusan
a. Keputusan yang baik adalah yang efektif untuk
implementasi
b. Perlu pengujian terhadap perilaku orang terhadap
keputusan tersebut.
7. Pengendalian dan Pengevaluasian
a. Efektivitas manajemen terkait dengan pengukuran hasil
periodik
b. Perlu pengendalian dan evaluasi keputusan terhadap
objectif (Saiid Ahmad Ihsan, 2013)

B. Tahapan Pengambilan Keputusan


Dalam pelaksanaan pengambilan keputusan memiliki
beberapa tahapan yang tersusun secara sistematis dan
berhubungan satu sama lain. Berhubungan dengan tahap-tahap
tersebut, tetapi lebih empiris (yaitu, menelusuri keputusan
sebenarnya dalam organisasi), adalah langkah pengambilan
keputusan menurut Mintzberg dalam (Dedek Kusnadi, 2015),
yaitu:

30
1. Tahap identifikasi,
Di mana pengenalan masalah atau kesempatan muncul
dan diagnosis dibuat Diketahui bahwa masalah yang berat
mendapatkan diagnosis yang ekstensif dan sistematis, tetapi
masalah yang sederhana tidak.
2. Tahap pengembangan,
Di mana terdapat pencarian prosedur atau solusi
standar yang ada, mendesain solusi yang baru. Diketahui
bahwa proses desain merupakan proses pencarian dan
percobaan di mana pembuat keputusan hanya mempunyai
ide solusi ideal yang tidak jelas.
3. Tahap seleksi,
Di mana pilihan solusi dibuat. Ada tiga cara
pembentukan seleksi: dengan penilainn pembuat keputusan,
berdasarkan pengalaman atau intuisi, bukan analisis logis;
dengan analisis alternatif yang logis dan sistematis; dan
dengan tnwar-menawar saat seleksi melibatkan kelompok
pembuat keputusan dan semua manuver politik yang ada.
Sekali keputusan diterima secara formal, otorisasi pun
kemudian dibuat.
Merangkum tahap pengambilan keputusan berdasarkan
penelitian Mintzberg. Baik terekspresi dalam tahap Simon
maupun Mintzberg, terdapat langkah awal yang dapat
diidentifikasi yang menghasilkan aktivitas pemilihan dalam
pengambilan keputusan. Perlu dicatat bahwa pengambilan
keputusan merupakan proses dinamis, terdapat banyak celah
berupa umpan balik dalam setiap tahap. “Celah umpan balik
dapat disebabkan oleh masalah waktu, politik, ketidaksetujuan
antarmanajer, ketidakmampuan untuk mengidentifikasi

31
alternatif yang tepat atau mengimplementasikan solusi,
pergantian manajer, atau munculnya alternatif baru secara tiba-
tiba. (Dedek Kusnadi. 2015)
Menurut Vroom dan Jago sebagaimana dikutip oleh
(Hoy & Miskel. 2014) keputusan yang efektif bergantung pada
tiga hal yaitu kualitas keputusan, penerimaan bawahan, dan
ketepatan waktu. Keputusan dikatakan berkualitas jika mampu
memecahkan masalah yang dihadapi seseorang atau organisasi.
Keputusan yang efektif juga ditunjukkan dengan tidak adanya
resistensi pada pelaksana dan pihak-pihak yang terkait
langsung dengan keputusan. Akhirnya keputusan yang efektif
terjadi bila dekat dengan waktu terjadinya permasalahan yang
akan dipecahkan. Artinya keputusan yang efektif adalah
keputusan yang dibuat dengan baik dan dapat
diimplementasikan dengan baik pula.
Proses pengambilan keputusan yang efektif menuruf
(Harrison, E.F., 1992:24 ) dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 3.2 Proses Pengambilan Keputusan


Sumber : (Harrison, E.F., 1992:24 )

32
C. Teori Pengambilan Keputusan
Menurut (Harrison, E.F.,1992) bahwa dalam studi
tentang pengambilan keputusan dikenal tiga teori yaitu: teori
probabilitas, teori utilitas, dan teori permainan Teori
probabilitas didasarkan pada peluang hasil bila dalam periode
waktu tertentu suatu kejadian diulangulang. Teori utilitas
didasarkan pada seberapa besar manfaat yang diperoleh dari
sebuah kejadian yang dipilih. Teori permainan digunakan
apabila seorang pengambil keputusan tidak mengetahui sutiasi
dan kondisi yang riil, dan biasanya digunakan dalam situasi
konflik.
Berdasarkan teori pengambilan keputusan tersebut,
terdapat beberapa teknik pengambilan keputusan yang
merupakan perpaduan dari teori probabilitas dan teori utilitas.
1. Teknik pengambilan keputusan expected values.
Teknik ini mempertimbangkan kemungkinan
munculnya kejadian dan kemungkinan hasil. Kombinasi dua
kemungkinan tersebut menghasilkan nilai moneter yang
diharapkan. Kejadian yang memiliki nilai moneter paling
tinggi akan menjadi pilihan seorang pengambil keputusan.
2. Teknik pengambilan keputusan payoff tables.
Teknik ini memperhitungkan alternatif kejadian yang
muncul dan alternatif situasi yang menguntungkan atau
tidak mengungtungkan. Kombinasi kedua alternatif tersebut
akan memberikan gambaran hasil moneter yang berbeda-
beda. Kejadian yang memberi hasil maksimal akan menjadi
pilihan seorang pengambil keputusan untuk memecahkan
masalah.

33
3. Teknik pengambilan keputusan decision trees.
Keputusan dilakukan dengan cara membuat anatomi
sebuah pohon yang terdiri dari titik dan cabang. Penilaian
kejadian dimulai dari titik dengan melewati cabang, setiap
cabang mengambarkan kemungkinan keberhasilan sebuah
kejadian. Semakin besar kemungkinan keberhasilannnya
akan menjadi pilihan seorang pengambil keputusan.
Menurut (Dedek Kusnadi. 2015) bahwa teknik
pengambilan keputusan terbagi 3, yaitu :
1. Teknik Partisipatif
Kebanyakan teknik berorientasi pada perilaku,
setidaknya secara tradisional, masuk dalam kategori
partisipatif. Sebagai teknik pengamhilan keputusan,
partisipatif mencakup individu atau kelompok dalam proses.
la dapat dilakukan secara formal maupun informal, dan
memerlukan keterlibatan intelektual, emosional, dan fisik.
Sejumlah partisipasi dalam pengambilan keputusan berkisar
dari tidak ada partisipasi pada satu sisi, di mana manajer
membuat keputusan dan tidak meminta bantuan atau :de dari
siapapun, sampai partisipasi penuh pada sisi lainnya, di
mana setiap orang yang berhubungan yang terpengaruh oleh
keputusan, sepenuhnya terlibat. Dalam praktiknya, tingkat
partisipasi ditentukan, oleh faktor pengalaman individu atau
kelompok dan sifat tugas. Semakin banyak pengalaman,
semakin terbuka, serta semakin tidak terstrukturnya tugas,
partisipasi di dalamnya pun semakin banyak Partisipasi
semakin diminati dalam organisasi saat ini.
Teknik partisipasi diterapkan secara informal pada
individu atau tim atau secara formal pada program. Teknik

34
partisipasi individu adalah di mana karyawan memengaruhi
pengambilan keputusan manajer. Partisipasi kelompok
menggunakan teknik konsultasi dan demokrasi. Manajer
meminta dan menerima keterlibatan karyawan dalam
partisipasi konsultasi, tetapi manajer mempertahankan hak
untuk membuat keputusan. Dalam bentuk demokrasi, terjadi
partisipasi total, dan kelompok, bukan per individu,
membuat keputusan akhir dengan konsensus atau suara
terbanyak.
Terdapat banyak atribut positif clan negatif dari
pengambilan keputusan partisipasi. Menyeimbangkan
atribut tersebut dalam mengevaluasi keefektifan
pengambilan keputusan partisipasi merupakan hal yang sulit
karena keterlibatan faktor-taktor seperti gaya kepemimpinan
atau kepribadian. Faktor situasional, lingkungan, dan
kontekstual serta ideology. Meskipun terdapat juga
dukungan penelitian umum, bentuk teknik partisipasi yang
berbeda mempunyai hasil yang berbeda. Misalnya,
partisipasi informal mempunyai efek positif pada
produktivitas dan kepuasan karyawan; partisipasi
representasi mempunyai dampak positif pada kepuasan,
tetapi tidak pada produktivitas; dan partisipasi jangka
pendek tidak efektif pada kedua criteria.
Persoalannya adalah kecenderungan terhadap pseudo-
partisipasi (partisipasi palsu). Banyak manajer meminta
partisipasi, tetapi saat bawahan menanggapinya dengan
memberi saran atau coba memberi masukan pada sebuah
keputusan, mereka diabaikan dan tidak pernah menerima
umpan balik apa pun. Dalam beberapa kasus, manajer

35
mencoba membuat orang terlibat dalam tugas, tetapi tidak
dalam proses pengambilan keputusan. Hal ini dapat
menyebabkan bumerang pada kepuasan karyawan. Jika
manajer menginginkan partisipasi karyawannya, tetapi tidak
pernah melibatkan mereka secara intelektual atau emosional
serta tidak pernah menggunakan saran mereka, maka
hasilnya negatif. Partisipasi juga menghabiskan waktu dan
mempunyai beberapa kerugian umum seperti pelemparan
tanggung jawab. Akan tetapi, dari sudut pandang perilaku,
keuntungan pengambilan keputusan partisipasi lebih banyak
daripada kerugiannya. Mungkin keuntungan terbesarnya
adalah teknik partisipasi pengambilan keputusan
menyatakan bahwa setiap orang dapat membuat kontribusi
signifikan terhadap pencapaian sasaran organisasi. (Dedek
Kusnadi, 2015)
2. Teknik Keputusan Kelompok
Sejauh ini, kemajuan yang terjadi dalam pengambilan
keputusan selama beberapa tahun belakan ini dikarenakan
teknologi informasi. Sistem informasi manajemen (SIM),
sistem pendukung keputusan (DSS) terkomputerisasi, data
warehousing dan mining, dan sistem canggih dan para ahli
semakin ban} digunakan untuk membantu manajer
membuat keputusan yang lebih baik. Pendekatan
berdasarkan informasi mempunyai dampak dan kesuksesan
besar. Akan tetapi terdapat beberapa kesimpulan penelitian
terbaru yang mengindikasikan bahwa teknologi informasi
seperti DSS mungkin bukan solusi akhir untuk pengambilan
keputusan yang efektif.

36
Misalnya, suatu studi menemukan bahwa lebih banyak
informasi disediakan dan dipertukarkan oleh kelompok den
menggunakan DSS, tetapi saat dibandingkan dengan
kelompok tanpa DSS, tidak ada keputusan lebih baik yang
dihasilkan. Studi lain, meskipun DSS mengembangkan
organisasi dalam proses pengambilan keputusan, tetapi DSS
juga menghasilkan diskusi yang kurang kritis dan
mendalam, akan tetapi, manajemen pengetahuan sekarang
sedang mengembangkan proses informasi nyata tidak nyata
yang lebih efektif dan peralatan teknologi sehari-hari (e-
mail, pengolah kata, spreadsheet, desktop, alat presentasi
terkomputerisasi/PowerPoint, dan program database)
menjadi nomor dua.
Kunci untuk pembuat keputusan yang efektif adalah
bukan menjadi seorang ahli teknologi informasi, tetapi
menjadi pembuat keputusan yang dapat menggunakan
teknologi informasi efisien dan efektif untuk mengambil
keputusan yang lebih baik. Selain dampak teknologi
informasi yang semakin maju dalam pengambilan
keputusan, terdapat kebutuhan penting untuk teknik
pengambilan keputusan yang berorientasi perilaku.
Sayangnya, hanya teknik perilaku partisipasi yang dibahas
sejauh ini yang tersedia untuk manajer. Tidak banyak usaha
untuk mengembangkan teknik yang membantu membuat
keputusan pemecahan masalah yang lebih kreatif. Seperti
diakui manajemen pengetahuan, keputusan kreatiflah yang
merupakan tantangan utama yang dihadapi manajemen
modern.

37
Kreativitas pengambilan keputusan dapat diterapkan
pada individu atau kelompok karena pengambilan keputusan
individu membantu pengambilan keputusan dalam
organisasi saat ini, maka pemahaman dinamika kelompok
dan tim, menjadi relevan dengan pengambilan keputusan,
sebagai contoh, pembahasan masalah dan fenomena
kesesuaian nilai dan etika kelompok seperti perubahan
risiko (bahwa kelompok mungkin membuat keputusan lebih
berisiko daripada anggota individu) membantu seseorang
memahami kompleksitas pengambilan keputusan kelompok
dengan lebih baik. Kenyataannya, belakangan ini sejumlah
skema keputusan sosial muncul dari penelitian psikologi
sosial. Skema tersebut antara lain sebagai berikut:
a. Skema kemenangan mayoritas.
Skema yang lazim digunakan kelompok sampai
kepada keputusan yang didukung oleh mayoritas. Skema
ini muncul untuk memandu pengambilan keputusan saat
tidak ada keputusan yang benar secara objektif.
Contohnya adalah model mobil apa yang dibuat saat
berbagai model populer belum diuji dalam “pengadilan”
pendapat publik.
b. Skema kemenangan sebenarnya.
Saat semakin banyak informasi diberikan dan
pendapat dibahas dalam skema ini, kelompok menyadari
bahwa ada satu pendekatan yang benar secara objektif.
Misalnya, kelompok memutuskan apakah penggunaan
nilai tes untuk menyeleksi karyawan akan berguna dan
apakah informasi nilai tersebut mampu memprediksi
kinerja.

38
c. Skema mayoritas dua per tiga.
Skema ini sering digunakan juri yang cenderung
menghukum terdakwa saat dua per tiga juri menyetujui.
d. Aturan perubahan pertama.
Skema ini, kelompok cenderung menggunakan
keputusan yang mencerminkan perubahan pertama dalam
pendapat yang diekspresikan anggota kelompok. Jika
kelompok produsen mobil terbagi dalam kelompok
memproduksi mobil touring atau tidak, maka kelompok
cenderung melakukan ide awal setelah salah satu
kelompok yang awalnya menolak ide tersebut menyetujui
perubahan. Jika juri mengalami jalan buntu, anggota
akhirnya mengikuti ketua juri untuk mengubah posisi.
Selain skema tersebut, terdapat juga fenomena lain
seperti kecenderungan status quo (saat individu atau
kelompok dihadapkan dengan keputusan, mereka
menolak perubahan dan cenderung bertahan dengan
tujuan atau rencana yang ada) yang memengaruhi
pengambilan keputusan kelompok.
Saran seperti berikut ini dapat digunakan untuk
membantu mengurangi dan melawan kekuasaan status quo
dan dengan demikian keputusan kelompok menjadi lebih
efektif. Saran tersebut sebagai berikut:
a. Saat segalanya berjalan dengan baik, pembuat keputusan
sebaiknya tetap mewaspadai dan meninjau kemungkinan
alternatif.
b. Sungguh baik jika memiliki kelompok terpisah yang
mengawasi lingkungan, mengembangkan teknologi baru,
dan menghasilkan ide baru.

39
c. Untuk mengurangi kecenderungan mengabaikan
informasi negatif jangka panjang, manajer sebaiknya
mengumpulkan skenario kasus yang buruk dan prediksi
yang mencakup biaya jangka panjang.
d. Membuat checkpoint dan batasan untuk semua rencana.
e. Ketika batasan sudah dilewati, perlu mempunyai tinjauan
rencana lain yang independen atau terpisah.
f. Nilailah orang berdasarkan cara mereka mengambil
keputusan, bukan hanya pada keputusannya, terutama
ketika hasil di luar kontrol.
g. Menekankan kualitas proses pengambilan keputusan
tidak berarti sebaiknya manajer tidak menampilkan
konsistensi keberhasilan saat keadaan belum
menunjukkan perubahan.
h. Organisasi dapat menetapkan tujuan, insentif, dan sistem
pendukung yang mendorong eksperimen dan
pengambilan risiko. Selain panduan sederhana di atas,
teknik keputusan kelompok seperti Delphi dan
pengelompokan nominal juga dapat digunakan untuk
membantu menghilangkan disfungsi kelompok dan
membantu membuat keputusan yang lebih efektif.
3. Teknik Delphi
Menurut Dedek Kusnadi (2015) bahwa meskipun
Delphi pertama kali dikembangkan bertahun-tahun yang lalu
di perusahaan Rand Corporation, tetapi teknik tersebut baru
dipopulerkan belakangan ini sebagai teknik pengambilan
keputusan kelompok untuk prediksi jangka panjang. Saat
ini, berbagai organisasi bisnis, pendidikan, pemerintahan,
kesehatan, dan militer menggunakan Delphi. Tidak ada

40
teknik keputusan yang dapat memprediksi masa depan
sepenuhnya, tetapi teknik Delphi sepertinya sebaik bola
kristal dalam meramal. Teknik ini, yang dinamakan seperti
ramalan di Delphi pada masa Yunani kuno, mempunyai
beberapa variasi, tetapi umumnya bekerja sebagai berikut:
a. Sebuah kelompok (biasanya terdiri dari para ahli, tetapi
dalam kasus ini bukan para ahli pun mungkin sengaja
menggunakannya) dibentuk, tetapi anggota tidak
berinteraksi langsung (tatap muka) satu sama lain.
Dengan demikian, biaya pengeluaran untuk
mempertemukan kelompok dapat dikurangi.
b. Setiap anggota diminta membuat prediksi atau input
tanpa mencantumkan nama untuk keputusan kelompok.
c. Setiap anggota k‟emudian menerima umpan balik
gabungan dari orang lain. Dalam beberapa variasi, alasan
dicantumkan (tanpa nama), tetapi kebanyakan hanya data
dan daftar gabungan yang digunakan.
d. Pada umpan balik, dilakukan babak lain dari input
anonim. Pengulangan terjadi pada sejumlah waktu yang
telah ditetapkan atau sampai umpan balik gabungan tetap
sama, yang berarti setiap orang masuk dalarn posisinya.
Kunci utama keberhasilan teknik ini adalah
anonimitasnya. Meneruskan respons anggota kelompok
Delphi yang tanpa nama menghapus masalah “menjaga
gengsi” dan mendorong para ahli untuk lebih fleksibel
dan diuntungkan dari penilaian orang lain.
Pra ahli mungkin lebih memerhatikan pembelaan
posisi mereka daam teknik pengambilan keputusan

41
kelompok yang berinteraksi secara tradisional dari ada
membuat keputusan yang baik. Dedek Kusnadi. .(2015)
3. Teknik Kelompok Nominal
Berhubungan dekat dengan Delphi adalah pendekatan
kelompok nominal untuk pengambilan keputusan kelompok.
Kelompok nominal telah digunakan oleh ahli psikologi
sosial dalam penelitian mereka selama bertahun-tahun.
Kelompok nominal hanyalah “kelompok di atas kertas”. Ini
hanya nama kelompok karena tidak ada interaksi verbal
antaranggota. Dalam penelitian dinamika kelompok, ahl
psikologi sosial akan mengadu kelompok yang berinteraksi
dengan kelompok nominal (sebuah kelompok individu yang
dikumpulkan bersama-sama, tetapi tidak berinteraksi secara
verbal).
Dalam konteks jumlah ide, keunikan ide, dan kualitas
ide, penelitian menemukan bahwa kelompok nominal lebih
unggul dibanding kelompok riil. Kesimpulan umum adalah
kelompok yang berinteraksi mempunyai disfungsi tertentu
yang menghalangi kreativitas. Sebagai contoh, sebuah studi
menemukan bahwa kinerja peserta dalam kelompok
interaktif lebih serupa dan lebih sesuai daripada kinerja
kelompok nominal.” Akan tetapi, kompleksitas bertambah
ketika sebuah studi terbaru menemukan bahwa :
a. Kelompok interaktif lebih memerhatikan input anggota
berkinerja paling tinggi dan
b. Kelompok interaktif mempunyai kinerja pada tingkat
terbaik dari sejumlah individu yang sama. Tetapi, kecuali
untuk mendapatkan ide, efek anggota kelompok yang

42
berinteraksi‟diketahui memiliki efek positif yang lebih
signifikan pada sejumlah variabel.
Saat pendekatan kelompok nominal murni
dikembangkan menjadi teknik khusus untuk pengambilan
keputusan dalam organisasi, pendekatan ini dinamakan
nominal group technique (NGT) dan terdiri dari langkah
berikut ini:
a. Pembangkitan ide yang tidak terucapkan melalui tulisan
b. Umpan balik round-robin dari anggota kelompok, yang
mencatat setiap ide dalam frasa pendek pada flip chart
atau papan tulis
c. Pembahasan setiap ide yang tercatat untuk klarifikasi dan
evaluasi
d. Voting individu mengenai ide prioritas, dengan
keputusan kelompok diambil secara matematis menurut
rating”
Perbedaan antara pendekatan tersebut dan metode
Delphi adalah anggota NGT biasanya diperkenalkan satu
sama lain, mempunyai kontak langsung, dan berkomunikasi
secara langsung dalam langkah ketiga. Meskipun diperlukan
lebih banyak penelitian, terdapat beberapa bukti bahwa
kelompok NGT muncul dengan lebih banyak ide daripada
kelompok yang berinteraksi secara tradisional dan
melakukan dengan lebih baik, atau sedikit lebih baik,
daripada kelompok yang menggunakan Delphi.
Sebuah studi menemukan bahwa kelompok NGT
mencapai kinerja pada tingkat akurasi yang sama dengan
anggota yang paling pandai, akan tetapi, studi lain
menemukan bahwa kelompok NGT tidak memiliki kinerja,

43
kelompok pesertanya secara pervasif juga menyadari
permasalahan kelompok dan saat di mana tidak ada orang
dominan yang menghalangi orang lain untuk
mengomunikasikan ide. Sebuah studi menemukan bahwa
individu yang bekerja sendiri dan kemudian masuk dalam
kelompok nominal menjadi superior, tetapi untuk
pembangkitan ide melalui komputer, kelompok yang utuh
(seperti kelompok kerja reguler) menghasilkan lebih banyak
ide (dengan kualitas tinggi) daripada orang yang bekerja
dalam subkelompok atau individu dalam kelompok nominal
(Dedek Kusnadi, 2015).

*****

44
FAKTOR- FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI PENGAMBILAN
KEPUTUSAN

Menurut Terry faktor-faktor yang mempengaruhi dalam


pengambilan keputusan, yaitu :
1. Hal-hal yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang
emosional maupun yang rasional perlu diperhitungkan
dalam pengambilan keputusan.
2. Setiap keputusan harus dapat dijadikan bahan untuk
mencapai tujuan Setiap keputusan jangan berorientasi pada
kepentingan pribadi, tetapi harus lebih mementingkan
kepentingan
3. Jarang sekali pilihan yang memuaskan, oleh karena itu
buatlah altenatif-alternatif tandingan.
4. Pengambilan keputusan merupakan tindakan mental dari
tindakan ini harus diubah menjadi tindakan fisik.
5. Pengambilan keputusan yang efektif membutuhkan waktu
yang cukup lama.
6. Diperlukan pengambilan keputusan yang praktis untuk
mendapatkan hasil yang lebih baik.
7. Setiap keputusan hendaknya dilembagakan agar diketahui
keputusan itu benar.
8. Setiap keputusan merupakan tindakan permulaan dari
serangkaian kegiatan mata rantai berikutnya.
Menurut Arroba, (1998) terdapat lima faktor yang
mempengaruhi pengambilan keputusan, antara lain:
1. Informasi yang diketahui perihal masalah yang dihadapi

45
2. Tingkat pendidikan
3. Personality
4. Coping,
5. dalam hal ini dapat berupa pengalaman hidup yang terkait
dengan pengalaman (proses adaptasi)
6. Culture
Sedangkan menurut Kotler (2003), bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi pengambilan keputusan antara lain:
1. Faktor Budaya, yang meliputi peran budaya, sub budaya dan
kelas sosial
2. Faktor sosial, yang meliputi kelompok acuan, keluarga,
peran dan status
3. Faktor pribadi, yang termasuk usia dan tahap siklus hidup,
pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup, kepribadian dan
konsep diri
4. Faktor Psikologis, yang meliputi motivasi, persepsi,
pengetahuan, keyakinan dan pendirian
Selanjutnya Engel et al., (1994) menjelaskan bahwa
proses pengambilan keputusan seseorang dipengaruhi oleh
faktor : lingkungan, faktor perbedaan individu dan proses
psikologi.
1. Faktor lingkungan tersebut, antara lain :
a. Lingkungan sosial
Dalam lingkungan sosial, pada dasarnya
masyarakat memiliki strata sosial yang berbeda-
beda.Statifikasi lebih sering ditemukan dalam bentuk
kelas sosial, pendidikan, pekerjaan, penghasilan dan
sebagainya. Keberadaan lingkungan sosial memegang
peranan kuat terhadap proses pengambilan keputusan

46
seseorang untuk melakukan perilaku baik yang positif
ataupun negatif. Karena dalam lingkungan sosial tersebut
individu berinteraksi antara satu dengan lainnya.
b. Lingkungan keluarga
Keluarga adalah kelompok yang terdiri atas dua
atau lebih orang yang berhubungan melalui darah,
perkawinan, adopsi serta tinggal bersama. Lingkungan
keluarga sangat berperan penting pada bagaimana
keputusan untuk melakukan perilaku negatif seperti seks
pranikah, minum-minuman keras, balap motor dan
sebagainya itu dibuat karena keluarga adalah lingkungan
terdekat individu sebelum lingkungan sosialnya. Bila
dalam suatu keluarga tidak harmonis, atau seorang anak
mengalami “broken home” dan kurangnya pengetahuan
agama dan pendidikan, maka tidak menuntut
kemungkinan seorang anak akan melakukan perilaku
yang beresiko. Dalam keluarga, seseorang mulai
berinteraksi dengan orang lain. Keluarga merupakan
tempat belajar pertama yang nantinya mempengaruhi
keprbadian seseorang.
2. Faktor Perbedaan Individu, antara lain :
a. Status Sosial
Menurut Kotler et al., (2000) bahwa status sosial
merupakan kelompok yang relatif homogen dan tetap
dalam suatu masyarakat yang tersusun secara hierarkis
dan anggotanya memiliki nilai, minat dan perilaku yang
mirip. Status sosial akan menunjukkan bagaimana
seseorang tersebut berperilaku dalam kehidupan
sosialnya

47
b. Kebiasaan
Secara sederhana kebiasaan dapat dimaknai
sebagai respon yang sama terhadap suatu hal cenderung
berulang-ulang untuk stimulus yang sama. Kebiasaan
merupakan perilaku yang telah menetap dalam
keseharian baik pada diri sendiri maupun lingkungan
sosial masyarakat.
c. Simbol pergaulan
Simbol pergaulan adalah segala sesuatu yang
memiliki arti penting dalam lingkungan pergaulan sosial.
Lingkungan pergaulan yang terdiri dari mahasiswa yang
senang gonta-ganti pasangan dan melakukan perilaku
beresiko menunjukkan simbol dan ciri pada kelompok
tersebut. Sehingga apabila seseorang ingin menjadi salah
satu kelompoknya, mau tidak mau harus mengikuti
kebiasaan dalam kelompok tersebut.
d. Tuntutan
Adanya pengaruh dominan dalam keluarganya,
baik itu lingkungan keluarga, pergaulan maupun
lingkungan sosialnya, maka dengan kesadaran diri
ataupun dengan terpaksa seseorang akan melakukan
prilaku beresiko.
3. Faktor Psikologi, antara lain :
a. Persepsi
Menurut Rakhmat (2005) persepsi seseorang sangat
dipengaruhi oleh nilai-nilai, harapan dan kebutuhan yang
sifatnya individual sehingga antara individu satu dengan
yang lainnya dapat terjadi perbedaan individu terhadap
objek yang sama.

48
b. Sikap
Menurut Notoatmodjo, (2003), sikap merupakan
reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap merupakan
kesiapan terhadap reaksi terhadap objek di lingkungan
tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.
c. Motif
Motif adalah kekuatan yang terdapat pada diri
organism yang mendorong untuk berbuat.Motif tidak
dapat diamati secara langsung tetapi motif dapat
diketahui atau terinferensi dari perilaku. (Bimo Walgito,
2004). Motif merupakan suatu alasan atau dorongan yang
menyebabkan seseorang berbuat sesuatu, melakukan
tindakan, dan bersikap tertentu untuk mencapai suatu
tujuan.
d. Kognitif
Menurut Rakhmat, (2005) kognisi adalah kualitas
dan kuantitas pengetahuan yang dimiliki seseorang.
e. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan hal ini
terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan
terhadap suatu objek tertentu.

*****

49
50
TAHAPAN
PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Menurut Sari (2007) bahwa pada garis besarnya


pengambilan keputusan dalam organisasi terdiri atas enam
langkah, yakni : Menetapkan sasaran, Menentukan persoalan,
Mengembangkan alternatif, Mengevaluasi alternatif, Memilih
satu alternatif, dan Melaksanakan keputusan.
1. Menetapkan Sasaran
Organisasi perlu menetapkan tujuan dan sasaran
dalam setiap bidang, seperti dalam bidang produksi,
pemasaran dan keuangan. Tujuan dan sasaran ini diperlukan
untuk mengukur keefektifan organisasi. Jika tujuan dan
sasaran ini ditetapkan dengan jelas, pimpinan dapat
mengukur apakah hasil yang dicapainya sesuai dengan
tujuan yang ditetapkan sebelumnya.
2. Menentukan Persoalan
Langkah kedua dalam pengambilan keputusan adalah
menentukan persoalan. Tujuan dan sasaran yang ditetapkan
langkah pertam merupakan dasar yang penting untuk
menentukan persoalan. Jika prestasi kerja menyimpang dari
sasaran, timbullah persoalan. Gawatnya persoalan
ditentukan oleh besarnya perbedaan antara sasaran yang
ditetapkan dan hasil yang benar-benar dicapai.
Persoalan mungkin terletak dalam hasil yang dicapai
terlalu rendah jika dibandingkan dengan sasaran,atau
sasaran terlalu tinggi, sehingga tidak dapat dicapai. Jika
ternyata sasaran sudah cukup realistis, tetapi hasilnya belum

51
mencapai sasaran tersbut, fase berikutnya adalah
mengembangkan beberapa alternatif untuk mengatasi
kesulitan. Jika ternyata sasaran terlalu tinggi, sasaran harus
direvisi sehingga dapat dicapai namun tetap menantang.
3. Mengembangkan Alternatif
Setelah organisasi menetapkan tujuan dan sasaran,
serta menentukan persoalan, sekarnag organisasi siap untuk
melakukan langkah ketiga, yakni mengembangkan alternatif
pemecahan. Artinya menyusun beberapa pemecahan yang
mungkin, kemudian dipilih pemecahan yang paling baik,
pemecahan yang mungkin ini organisasi namakan
hipengembangan organisasitesis.
4. Mengevaluasi Alternatif
Setelah pimpinan mengembangkan beberapa
alternatif, langkah berikutnya adalah mengevaluasi semua
alternatif. Dalam setiap pengembailan keputusan, pimpinan
mempunyai tujuan memilih alternatif yang memberikan
hasil yang paling besar keuntungannya atau hasil yang
paling kecil kerugiannya. Pimpinan perlu mempunyai
pedoman untuk mengadakan perbandingan. Hasil yang akan
diperoleh dari tiap-tiap alternatif harus dibandingkan dengan
sasaran yang ditetapkan pada langkah pertama.
Namun seringkali pimpinan tidak selalu mengetahui
dengan pasti hasil dari alternatif tersebut. Ketidaktahuan ini
disebabkan oleh adanya tiga macam kemungkinan yang
akan dihadapi oleh para pengambil keputusan, yaitu:
a. Kepastian
Pengambilan keputusan memiliki pengetahuan yang
lengkap mengenai kemungkinan hasil dari tiap-tiap

52
alternatif.
b. Risiko
Pengambilan keputusan dapat memperkirakan
kemungkinan berhasilnya tiap-tiap alternatif.
c. Ketidakpastian
Pengambil keputuan sama sekai tidak memiliki
pengetahuan tentang kemungkinan berhasil atau tidaknya
tiap-tiap alternatif.
5. Memilih Satu Alternatif
Langkah ke lima dalam pengambilan keputusan
adalah memilih satu alternatif, yakni alternatif yang paling
mungkin dapat mencapai sasaran yang telah ditetapkan
bahwa keputusan bukanlah tujuan akhir, tetapi hanya satu
cara untuk mencpai tujuan. Dalam langkah ini pimpinan
memilih satu alternatif yang paling mungkin untuk
memecahkan pesoalan.
Dalam proses pengambilan keputusan, ada dua
pedoman yang dapat digunakan seorang pengambil
keputusan dalam menentukan pilihan, ialah:
a. Alternatif yang dipilih harus dapat memecahkan
persoalan dengan cara yang paling menguntungkan.
Artinya keuntungan yang diperoleh dari alternatif ini
harus memadai dibandingkan dengan biaya yang
dikeluarkan. Berapakah keuntungan diperoleh dengan
pengeluran uang sebesar ini?
b. Pedoman yang kedua adalah alternatif yang dipilih harus
dapat dilaksanakan secara efektif. Dengan perkataan lain,
apakah alternatif yang dipilih itu realistis atau idealistis?
Kadang-kadang alternatif itu nampaknya layak diatas

53
kertas, tetapi tidak dapat dilaksanakan (feasible but not
workable).
6. Melaksanakan Keputusan
Langkah ke enam dan terakhir dalam pengambilan
keputusan adalah melaksanakan keputusan. Pada tahapan ini
seorang pengambil keputusan (decision maker) harus
melaksanakan alternatif yang sudah dipilih secara efektif
agar sasaran dapat tercapai. Sangat mungkin sekali sebuah
keputusan yang “baik” dihancurkan oleh pelaksanaan yang
jelek. Jadi, pelaksanaan mungkin jauh lebih penting
daripada memilih alternatif. Keputusan yang diambil akan
selalu melibatkan orang, oleh sebab itu baik buruknya
keputusan tergantung kepada orang yang melaksanakannya.
Pada umumnya pelaksana keputusan tidak dapat
disalahkan sepenuhnya atas kesalahan atau kegagalan proses
pengambilan keputusan, karena mereka hanya staf yang
ditugasi untuk menjalankan sebuah instruksi. Pimpinan sebagai
pengambil keputusan tidak bisa lepas tangan begitu saja
dengan kegagalan stafnya dalam menjalankan keputusan.
Tidak menutup kemungkinan dari segi teknis keputusan itu
sudah baik, tetapi keputusan dapat dikacaukan oleh staf yang
merasa tidak puas atau staf yang tidak profesonal dalam
menjalankan keputusan tersebut. Artinya menjadi hal penting
bagi seorang pengambil keputusan untuk mempertimbangkan
lagi proses pengambilan keputusan yang sudah dilakukannya,
terutama menyangkut kemampuan staf yang akan ditugaskan
untuk melaksanakan keputusan tersebut.
Secara skematis, enam langkah pengambilan keputusan
dapat dijelaskan dalam bentuk gambar berikut ini :

54
Gambar 5.1 Proses Pengambilan Keputusan
Sumber : Sari (2007)

Kemudian menurut Mondy dan Premeaux dalam


Anzizhan (2004) bahwa Langkah-langkah pengambilan
keputusan terdiri dari lima langkah, yaitu :
1. Mengidentifikasi masalah atau peluang, mempelajari
masalah apa saja yang harus ditangkap oleh individu dalam
meningkatkan perannya dimasa depan. Oleh karena itu,
faktor yang menyebabkan munculnya masalah atau faktor-
faktor yang menjadi peluang harus diidentifikasi sedemikian
rupa melalui analisis rasional dan sistematis.
2. Membuat altenatif-alternatif, membuat sejumlah alternatif
yang diperkirakan akan dapat menjadi jawaban dalam

55
pemecahan masalah adalah sangat penting. Sebab berbagai
alternatif yang dibuat akan dapat dipilih alternatif yang
paling menguntungkan dalam memecahkan masalah yang
dihadapi. Demikian pula membuat berbagai alternatif
peluang bagi keputusan yang menyangkut masa depan agar
diketahui peluang yang lebih besar untuk memajukan
anggota.
3. Mengevaluasi alternatif, menilai keuntungan dan kerugian
atau kekuatan dan kelemahan dari masing-masing alternatif
didalam memecahkan masalah dan menjawab peluang yang
akan menentukan pilihan. Jika harus dilihat faktor fisibilitas
suatu alternatif maka hal inilah yang akan menetapkan
pilihan mana yang akan diambil sebagai keputusan.
4. Memiliki dan mengimplementasikan alternatif, adapun
tindakan memilih alternatif terbaik dari sejumlah alternatif
yang diajukan dalam mendukung keberhasilan pemecahan
masalah dan menjawab peluang yang ada merupakan
langkah keempat. Pemilihan alternatif itu sekaligus
menetapkannya untuk dilaksanakan sebagai keputusan yang
diambil oleh organisasi.
5. Mengevaluasi alternatif, keputusan yang ditetapkan dan
telah dilaksanakan harus di evaluasi apakah telah mencapai
tujuan yang diinginkan atau belum. Sebab keputusan itu
diyakini sebagai cara dalam memecahkan masalah atau
mengisi peluang untuk menjawab kebutuhan. Jika belum,
tindakan harus diperbaiki dan kembali melihat alternatif-
alternatif yang diajukan yang diajukan atau menambah
kembali alternatif yang ada di samping melengkapi
informasi untuk keputusan yang diambil.

56
ALAT BANTU
PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Selain adanya berbagai dukungan kualitatif dan


kuantitatif, namun secara teknis masih dibutuhkan alat bantu
agar para manajer dapat memperoleh keputusan yang optimal
sehingga dapat menyelesaikan masalah organisasi. Pemilihan
alat bantu ini disesuaikan dengan karakteristik setiap organisasi
dalam pengambilan keputusan.
Alat bantu yang digunakan setiap oganisasi kadang-
kadang berbeda satu sama lain, tergantung dari karakteristik/
tipe keputusan yang akan diambil organisasi. Menurut Sari
(2007). beberapa alat bantu yang biasa dipakai, diantaranya:
1. Untuk Keputusan Rutin, biasanya digunakan :
a. Standar Prosedur Operasional (SOP) yang sudah
terdefinisi secara sistematis (dilengkapi dengan petunjuk
terhadap hal-hal yang diperlukan).
b. Intelegensi Tiruan (sistem pemrograman komputer) yang
bekerja secara otomatis sesuai dengan sistem yang
dibangun.
2. Untuk Keputusan Adaptif, biasanya digunakan :
a. Analisis Titik Impas (BEP), menetapkan „titik‟ dimana
total penjualan sama dengan total biaya produksi. Ada 7
variabel yang digunakan, yaitu : Biaya tetap, Biaya
variabel, Total biaya, Total penerimaan, Laba, Rugi dan
Titik impas.
b. Keluaran Matriks, sebuah tabel terstruktur yang
menempatkan simbol-simbol pada kolom dan barisnya

57
masing-masing untuk mengidentifikasi peluang sifat
alami, probabilitas dan hasil yang semuanya dikaitkan
dengan strategi-strategi alternatif.
3. Untuk Keputusan Inovatif, biasanya digunakan :
a. Model Pohon Keputusan, memecah suatu persoalan
menjadi mata rantai persoalan-persoalan lebih kecil
dengan solusi-solusi yang lebih terstruktur dan logis
untuk mencapai solusi utama. Terdapat 4 variabel dasar
yang digunakan :
 Rangka Pohon (menggambarkan secara grafis
identifikasi strategi-strategi, kemungkinan output dari
setiap strategi dan sifat alami yang dihadapi).
 Probabilitas (estimasi besarnya peluang dari berbagai
output yang diharapkan).
 Nilai Kondisional/Biaya (yang terkait/diperlukan
untuk setiap output).
 Nilai Harapan (yang ingin diperoleh sehubungan
dengan biaya yang dikeluarkan).
b. Model Kreatifitas Osborn, proses pemecahan masalah
yang terdiri dari 4 tahap, yaitu :
 Pencarian Fakta (penetapan dan pengumpulan
persoalan serta menganalisis data-data yang penting).
 Penemuan Ide (ditumbuhkan ide awal, dimodifikasi,
diarahkan dan dikembangkan menjadi ide yang layak).
 Penetapan Solusi (identifikasi dan mengevaluasi
serangkaian tindakan yang masih dipertimbangkan).
 Penggunaan (implementasi).
*****

58
MODEL DAN GAYA
PENGAMBILAN KEPUTUSAN

A. Model-model Pengambilan Keputusan


Setiap pimpinan dalam organisasi pada umumnya
dalam pelaksanaan pengambilan keputusan memiliki beberapa
model yang dapat digunakan. Seperti yang disampaikan oleh
(Laudon & Laudon, 2005) bahwa terdapat beberapa model
yang menggambarkan bagaimana seseorang membuat
keputusan. Sebagian model ini fokus kepada pengambilan
keputusan secara individual, dan sebagian lagi fokus dalam
pengambilan keputusan secara kelompok.
1. Model Rasional
Model Rasional dari perilaku manusia terbentuk
berdasarkan gagasan bahwa orang-orang menjalankan
semacam kalkulasi pemaksimalan nilai, kalkulasi rasio,
kalkulasi konsisten. Menurut model ini, seorang individu
mengidentifikasi sasaran, tujuan dan semua prioritas
tindakan alternatif berdasarkan kontribusinya terhadap
sasaran tersebut, kemudian memilih satu yang paling
memberi kontribusi atas sasaran tujuan itu. Model
rasionalitas pembuat keputusan selalu memaksimalkan hasil
dalam perusahaan bisnis dan organisasi, dan keputusan akan
diarahkan kepada titik maksimum dimana biaya marjinal
sama dengan pendapatan marjinal.(Safaruddin & Asrul,
2014)
Seperti halnya model klasik. Manfaat dari model
klasik ini adalah kemampuannya membantu pemimpin

59
untuk bersikap rasional. Ini karena banyak pemimpin
cenderung mengambil keputusan berdasarkan intuisi dan
pilihan pribadi.

Langkah-langkah dalam Model Optimasi


Setiap keputusan yang diambil itu merupakan
perwujudan kebijakan yang telah digariskan. Oleh karena
itu, analisis proses pengambilan keputusan pada hakikatnya
sama saja dengan analisis proses kebijakan. Menurut
Maulana (2010) dalam (Tindra, n.d.) Proses pengambilan
keputusan meliputi :
1. Lakukan kebutuhan akan suatu keputusan
2. Menentukan kriteria yang diputuskan
3. Menentukan kriteria yang berbobot
4. Mengembangkan alternatif
5. Menilai beberapa alternatif
6. Memilih alternatif
Menyusun alternatif dengan memperhitungkan untung
rugi untuk setiap alternatif dengan mempertimbangkan/
memperhitungkan/memperkirakan kemungkinan timbulnya
macam macam kejadian yang akan datang yang merupakan
dampak dari kejadian terhadap alternatif yang dirumuskan.
Akan didapat keputusan optimal, karena setidaknya telah
memperhitungkan semua fakta yang berkaitan dengan
keputusan tersebut (memaksimalkan hasil keputusan).
Kelebihan dan Kelemahan Model Optimasi atau Rasional
Kelebihan dari teknik pengambilan keputusan model
optimasi, antara lain:

60
a. Dapat memfokuskan diri pada pengumpulan data dan
kriteria yang telah ditetapkan.
b. Dapat mengurangi subyektifitas, yaitu mengambil
keputusan berdasarkan opini seseorang.
c. Efisien, karena berdasarkan pemilihan alternatif yang
terbaik.
Kekurangan dari teknik pengambilan keputusan model
optimasi, antara lain:
a. Diasumsikan atau dianggap bahwa ada pengetahuan yang
telah dihasilkan.
b. Model optimasi ini tidak dinamis, harus mengikuti
langkah-langkah yang terkait
c. Dimunculkan sebagai obyektif namun pengambilan
keputusan oleh siapapun membutuhkan justifikasi pribadi
(tidak bebas nilai).
Model optimasi didasar pada berbagai kriteria dan
yang menonjol diantaranya adalah:
a. Kriteria Maximin.
Metode maximin menjelaskan bahwa pembuat
keputusan seharusnya memusatkan perhatiannya pada
atribut terlemah yang dimilikinya. Metode ini tidak
banyak menggunakan informasi yang tersedia. Kriteria
ini mencari alternative yang maximum dari hasil yang
minimum dari setiap alternative. Pertama, dicari hasil
minimum dari setiap alternative, dan selanjutnya memilih
alternative dengan nilai terbesar dari yang terkecil tadi.
Karena kriteria ini memilih alternative yang memiliki
kerugian terkecil, disebut sebagai kriteria keputusan
pesimistik. Dengan kata lain model ini pada intinya

61
berarti memaksimalkan hasil usaha dalam batasan-
batasan minimum yang diperhitungkan akan dicapai.
b. Kriteria Maximax.
Model ini didasarkan pada asumsi yang optimistik
yang menyatakan bahwa keputusan yang diambil akan
mendatangkan hasil yang maksimum. Dalam prakteknya
apa yang kemudian terjadi ialah lebih memaksimalkan
usaha agar hasil yang diperoleh betul-betul semaksimal
mungkin.
c. Kriteria melewatkan kesempatan.
Model ini bertitik tolak dari pandangan bahwa
merupakan hal yang alamiah apabila para pengambil
keputusan berpikir dan bertindak dalam kerangka
dilewatkannya peluang-peluang tetentu, apabila
melewatkan peluang itu berakibat pada tersedianya
peluang yang lebih besar demi meraih keuntungan yang
lebih besar pula. Segi penting dari model ini ialah
mengidentifikasikan secara teliti biaya yang harus dipikul
karena hilangnya peluang tertentu, dan memperkecil
kerugian yang harus diderita karena ingin memanfaatkan
peluang yang lebih besar dimasa yang akan datang.
d. Kriteria probabilitas.
Model ini berarti bahwa pengambilan keputusan
harus menggunakan kriteria kemungkinan diperolehnya
hasil tertentu sebagai dasar untuk menjatuhkan pilihan.
Probabilitas bisa mulai dari nol, dalam arti tidak ada
kemungkinan tercapainya hasil yang diharapkan hingga
satu, dalam arti bahwa terdapat kepastian akan diraihnya

62
hasil yang diharapkan dengan diambilnya suatu
keputusan tertentu.
e. Kriteria nilai materi yang diharapkan.
Kriteria nilai materi yang diharapkan. Dalam
praktek penggunaannya dimulai dengan penentuan nilau
atas hasil yang diperoleh dari setiap alternative yang
dipilih untuk diterapkan. Model ini juga
memperhitungkan kemungkinan apa yang akan timbul
jika alternatif tertentu ditempuh.
f. Kriteria manfaat.
Kriteria ini merupaka kelanjutan dari kriteria nilai
materi. Terlihat bahwa dengan penggunaan kriteria itu
pengambilan keputusan tidak memperdulikan risiko yang
mungkin harus dihadapi apabila pilihan dijatuhkan atas
berbagai alternative yang tersedia.
2. Model satisficing
Salah satu perkembangan baru dalam teori
pengambilan keputusan ialah berkembangnya pendapat
yang mengatakan bahwa manusia tidak memiliki
kemampuan untuk mengoptimalkan hasil dengan
menggunakan berbagai kriteria yang telah dibahas diawal.
Tidak dapat disangkal bahwa aksentuasi pada pendekatan
kuantitatif mempunyai tempat dalam pengambilan
keputusan. Pengambilan keputusan tidak dapat didekati
semata-mata dengan prosedur yang sepenuhnya didasarkan
pada rasionalitas dan logika. Kenyataan sering menunjukan
bahwa para pengambil keputusan tidak selalu berpikir dalam
kerangka pertanyaan: “Alternatif-alternatif apa yang
tersedia, informasi yang bagaimana yang diperlukan, serta

63
analisis bagaimana yang diperlikan sehingga pilihan dapat
dijatuhkan pada alternatif yang paling tepat?” Memang
sukar membayangkan adanya situasi dimana seorang
pengambil keputusan dapat memastikan semua konsekuensi
tindakan yang akan diambil, baik yang menguntungkan
maupun tidak.
Ada dua alasan pokok untuk mengatakan yang
demikian itu:
a. Memang tidak mungkin informasi yang relevan,
mutakhir, lengkap dan dapat dipercaya selalu tersedia.
b. Tidak semua kemungkin tentang semua konsekuensi
yang akan timbul dapat diperkirakan secara tepat
sebelumnya.
Model satisficing berarti pengambil keputusan
memilih alternative solusi pertama yang memenuhi criteria
keputusan minimal. Dengan tidak berusaha untuk mengejar
seluruh alternative untuk mengidentifikasi solusi tunggal
untuk memaksimalkan pengembalian ekonomi, manajer
akan memilih solusi pertama yang muncul untuk
memecahkan masalah, bahkan jika solusi yang lebih baik
diperkirakan akan ada kemudian. Pengambil keputusan
tidak dapat menjustifikasi waktu dan pengorbanan untuk
mendapatkan kelengkapan informasi. Masalah kompleks
disederhanakan (hanya mengambil inti masalahnya saja/
bounded rationality) sampai pada tingkat dimana pengambil
keputusan siap menyelesaikannya.
Model satisficing, para pengambil keputusan merasa
cukup bangga dan puas apabila keputusan yang diambilnya
membuahkan hasil yang memadai, asalkan persyaratan

64
minimal tetap terpenuhi. Ide pokok dari model ini adalah
bahwa usaha ditujukan pada apa yang mungkin dilakukan
“sekarang dan disini” dan bukan pada sesuatu yang mungkin
optimal tetapi tidak realistis dan oleh karenanya tidak
mungkin dicapai. Model ini terdapat dua keyakinan:
a. Ketidakmampuan pengambil keputusan untuk
menganilisis semua informasi.
b. Pada tahap tertentu dalam proses pengambilan keputusan,
timbul berbagai beban yang tidak dapat dipikul dalam
bentuk waktu, uang, tenaga, dan frustasi dalam usaha
memperoleh informasi tambahan.
c. Dalam penggunaan model satisficing tetap ada tempat
bagi pertimbangan berbagai jenis alternatif yang
mungkin ditempuh.
Berbeda dengan model optimasi, membandingkan
berbagai alternatif untuk melihat kelebihan dan kekurangan
masing-masing, dalam model satificing setiap alternatif
dinilai tanpa terlalu memikirkan perbandingannya dengan
alternatif-alternatif lain.
Terdapat empat cara untuk membedakan model
satisficing dengan optimasi:
a. Dalam menguji suatu tindakan yang akan diambil hanya
beberapa atau bahkan hanya satu persyaratan yang
dipertimbangkan, sedangkan pertimbangan-
pertimbangan lain tidak diperhitungkan lagi.
b. Berbagai alternatif diuji secara berurut dan apabila
ditemukan satu alternatif yang dipandang memadai,
usaha untuk mencari alternatif lain dihentikan.

65
c. Secara sadar jumlah alternatif dibatasi, dan pengujian
terhadap setiap alternatif dilakukan secara acak.
d. Pertimbangan menyetujui atau menolak tidak dikaitkan
satu sama lain, melainkan diuji secara independen.
Semua alternatif diperlakukan sama, yang berati bahwa
keputusan yang ditangani dengan cara yang sama seperti
halnya keputusan yang kurang penting.

Macam-macam variasi model satisficing:


a. Ketentuan keputusan tunggal. Pendekatan ini sering
dapat menarik untuk diterapkan, terutama karena proses
pengambilan keputusan berlangsung dengan cepat dan
dengan hasil yang dapat diperhitungkan sebelumnya.
b. Variasi eliminasi segi-segi tertentu. Variasi ini bertitik
tolak dari usaha penyempitan terhadap pilihan dari
berbagai alternatif yang mungkin dipilih. Artinya, suatu
kombinasi dari ketentuan keputusan tunggal digunakan
secara cepat untuk memilih beberapa alternatif kunci
yang dipandang memenuhi syarat-syarat minimal.
c. Variasi Inkrementasi. Variasi ini berarti pemikiran
dipusatkan pada pengurangan dampak berbagai
kelemahan nyata dan yang harus segera dihadapi oleh
organisasi. Paham inkremental ini juga cukup rcalistis
karena ia menyadari bahwa para pembuat keputusan
sebenamya kurang waktu, kurang pengalaman dan
kurang sumber-sumber lain yang diperlukan untuk
melakukan analisis yang komprehensif terhadap semua
altematif untuk memecahkan masalah-masalah yang ada.
akan tetapi ia juga menunjukkan adanya beberapa

66
kelemahan yang terdapat pada teori inkremental.
Misalnya, keputusan-keputusan yang dibuat oleh
pembuat keputusan penganut model inkremental akan
lebih mewakili atau mencerminkan kepentingan-
kepentingan dari kelompok-kelompok yang kuat dan
mapan serta kelompok-kelompok yang mampu
mengorganisasikan kepentingannya dalam masyarakat,
sementara itu kepentingan-kepentingan dari kelompok-
kelompok yang lemah dan yang secara politis tidak
mampu mengorganisasikan kepentingannya praktis akan
terabaikan.
Model satisficing ini logis dan rasional dalam batas
yang sempit dikarenakan informasi tidak sempurna, kendala
waktu, biaya, dan keterbatasan pemahaman.
3. Model Mixed Scanning
Scanning berarti usaha mencari, mengumpulkan,
memproses, menilai, dan menimbang-nimbang informasi
dalam kaitannya dengan menjatuhkan pilihan tertentu.
Model mixed scanning berarti bahwa setiap kali seorang
pengambil keputusan mengahadapi dilemma dalam memilih
suatu langkah tertentu, satu keputusan pendahuluan harus
dibuat tentang sampai sejauh mana berbagai sarana dan
prasarana organisasi akan digunakan untuk mencari dan
menilai berbagai fungsi dan kegiatan yang akan dilaksakan.
Para ahli berpendapat bahwa, dalam penggunaan model ini
keputusan- keputusan yang fundamental dibuat setelah
terlebih dahulu melakukan pengkajian terhadap berbagai
alternatif yang paling relevan, yang kemudian dikaitkan
dengan tujuan dan sasaran organisasi. Unsur-unsur dari

67
pendekatan yang rasional dan incremental digabungkan, dan
penggabungan ini dipandang dapat saling isi mengisi, dalam
arti kelebihan pendekatan yang rasional memperkuat
kelebihan pendekatan yang inkremental.
Model pengamatan terpadu juga memperhitungkan
tingkat kemampuan para pembuat keputusan yang berbeda-
beda. Secara umum dapat dikatakan, bahwa semakin besar
kemampuan para pembuat keputusan untuk memobili-
sasikan kekuasaannya guna mengimplementasikan
keputusan-keputusan mereka, semakin besar keperluannya
untuk melakukan scanning dan semakin menyeluruh
scanning itu, semakin efektif pengambilan keputusa
tersebut. Dengan demikian, model pengamatan terpadu ini
pada hakikatnya merupakan pendekatan kompromi yang
menggabungkan pemanfaatan model rasional komprehensif
dan moder inkremental dalam proses pengambilan
keputusan.
Keputusan ini dimungkinkan membuat keputusan-
keputusan besar yang mempunyai dampak jangka panjang,
dan juga keputusan-keputusan dengan ruang lingkup
terbatas. Mereka dapat menggabungkan kedua perspektif
tersebut, yaitu yang berjangka panjang dan luas dengan
yang sempit bertahap dengan maksud mencegah mereka
membuat keputusan inkremental yang kurang melihat jauh
ke depan.
Contohnya : Saat kita memutuskan untuk pindah kerja
(resign), pasti kita akan berpikir jauh, apakah di tempat
kerja yang baru nanti akan lebih baik dari yang sekarang,
pastinya kita tidak mau gegabah dengan mengambil

68
keputusan secara cepat, karena dampaknya pasti aka nada
penyesalan jika nantinya tidak sesuai dengan yang
diharapkan. Maka dari itu kita pasti akan memikirkannya
matang-matang dalam membuat keputusan tersebut.
4. Model Heuritis
Pada hakikatnya model ini berarti, bahwa faktor-faktor
internal yang terdapat dalam diri seseorang pengambil
keputusan lebih berpengaruh dari pada faktor- faktor
eksternal. Dengan kata lain, seorang pengambil keputusan
lebih mendasarkan keputusannya pada konsep-konsep yang
dimilikinya, berdasarkan persepsi sendiri tentang situasi
problematic yang dihadapi. Dalam praktek model ini
digunakan apabila para pengambil keputusan tidak tersedia
kemampuan untuk melakukan pendekatan yang matematikal
atau apabila bagi pengambil keputusan tidak tersedia
kesempatan untuk memanfaatkan berbagai sumber
oraganisasional untuk melakukan pengkajian yang sifatnya
kuantitatif.

B. Pemilihan Model Tertentu


Model pengambilan keputusan memang beraneka
ragam, namun perlu diperhatikan bahwa tidak ada satu model
pun yang cocok digunakan untuk mengatasi semua jenis situasi
problematik yang dihadpi oleh organisasi. Karena itu
kemahiran yang perlu dikembangkan oleh para pengambil
keputusan ialah memilih secara tepat satu atau gabungan
beberapa model, dan menyesuaikannya dengan tuntutan situasi
yang dihadapi. Alasan mengapa para pengambil keputusan
cenderung memilih model pengambilan keputusan yang

69
sederhana ialah karena mereka tidak bisa tidak harus
mempertimbangkan berbagai faktor intern, terutama nilai-nilai
organisasional yang dianut dan berbagai kebijaksanaan yang
telah ditetapkan oleh para manajer yang lebih tinggi
kedudukannya.

*****

70
APLIKASI MODEL
PENGAMBILAN KEPUTUSAN
DALAM PERILAKU FERTILITAS

A. Apa Itu Keputusan


Sebuah keputusan merupakan gambaran dari perilaku
yang memiliki tujuan, yang dibuat individu sebagai
responltanggapan atas sebuah kebutuhan. Setiap perilaku
melibatkan sekurang-kurangnya sebuah keputusan sederhana,
misalnya orang memutuskan pergi ke tempat kerja dengan
berjalan kaki atau dengan kendaraan. Pengalaman
menunjukkan banyak keputusan yang melibatkanlmencakup
lebih dari dua altematifpilihan. Sebuah keputusan, secara tidak
langsung menunjukkan adanya tindakan memilih di antara
berbagai alternatif. Keputusan sering dipersamakan dengan
pilihan. Namun, Mac Kenzie melihat perbedaan diantara
keputusan dengan pilihan. Sebuah keputusan menurutnya
adalah sebuah pilihan yang nyata, sebuah pilihan ten tang akhir
dan pilihan tentang cara yang digunakan untuk mencapai basil
akhir tersebut, baik di tingkat individu maupun organisasi.
Konsep keputusan menurut Mac Kenzie adalah bagian dari
proses yang merupakan rangkaian kumulatif dari tingkatan
pilihan. Sebuah keputusan merupakan akhir dari suatu
dinamika proses yang diberi label „pembuatan keputusan‟.
Dibalik sebuah keputusan ada serangkaian prosedur/
aktivitas yang sating berhubungan, yang harus dilalui
pengambil keputusan, yaitu dimulai dari kegiatan
pengidentifikasian masalah, kemudian klarifikasi tujuan khusus

71
yang ingin dicapai, mengkaji berbagai kemungk.inan untuk
mencapai tujuan yang diinginkan dan terakhir, mengakhiri
proses ini dengan inembuat suatu pilihan. Unsur terpenting
dalam proses pengambilan keputusan adalah ketidapastian
(McGrew & M.J. Wilson 1982) dalam (Latifa, 2010).
Contohnya keputusan pemerintah lnggris mengembangkan
proyek nuklir untuk mengatasi persoalan listrik pada tahun
1979. Apakah yang membuat pemerintah Inggris membuat
keputusan atau pilihan tersebut diantara banyak alternatif,
kemudian apakah solusi yang dibuat merupakan hal yang tepat
dan aman bahkan apakah isu ini memang menjadi
permasalahan ? Menurut ulasan McGrew & M.J. Wilson,
dalam proses pembuatan keputusan, mulai dari
pengidentifikasian masalah sampai pada pengambilan
keputusan, dilingkupi oleh ketidakpastian karena adanya
keterbatasan sumberdaya dari sisi ekonomi, teknologi dan
industri.
Proses sampai kepada membuat sebuah keputusan
bukanlah hal yang mudah demikian pula dalam menjelaskan
bagaimana dan mengapa sebuah keputusan dibuat. Seringkali
pengambil keputusan, baik di tingkat individu maupun
organisasi/sosial, tidak membuat/memiliki urutan prioritas
(utility functions) karena tujuan yang ingin dicapai tidak jelas.
Sebagian keputusan juga diambil berdasarkan konsensus/
kesepakatan, namun temuan dari kajian ini menunjukkan
bahwa tidak semua keputusan dibuat berdasarkan kesepakatan
maupun urutan prioritas (tidak jelas prioritas yang dimiliki
aktor pembuat keputusan). Beberapa tulisan menjelaskan
bahwa terkadang orang juga sulit membuat sebuah keputusan

72
karena beragam altematif yang ada dapat menimbulkan
konflik. Konflik ketegangan dapat terjadi apabila orang merasa
tidak pasti dengan pilihan atau merasa khawatir dengan
konsekuensi yang ditimbulkan dari pilihan yang keliru/salah.

B. Model Dasar Tentang Pengambilan Keputusan


Model pengambilan keputusan disusun agar orang
paham bagaimana sebuah keputusan dibuat. Sebagian model
bersifat deskriptif, karena menjelaskan data sesuai dengan
model pendekatan pengambilan keputusan. Sebagian
modellainnya bersifat normatif, karena menjelaskan bagaimana
„seharusnya‟ orang membuat keputusan. Bagi sebagian
pemerhati, pengambilan keputusan merupakan proses paling
penting dalam hidup. Simon (Me Grew dan Wilson 1982)
dalam (Latifa, 2010) menganggap pengambilan keputusan
sama dengan proses manajemen, karena dalam proses terse but
dilakukan konseptualisasi atas suatu persoalan dan deskripsi
tentang proses pilihan terakhir dilakukan. Pengambil
keputusan, menurut Simon, juga dituntut berlaku cerdik karena
aktor pengambil keputusan harus dapat mengkaji kondisi-
kondisi yang kemungkinan ditimbulkan (konsekuensi) akibat
pilihan yang dibuat. Namun demikian, tidak semua orang
paham akan risiko dari sebuah keputusan. Seringkali seseorang
membuat sebuah keputusan dengan informasi yang terbatas
tentang kondisi dari pilihan-pilihan yang tersedia.
McGrew & M.J. Wilson (1982) menjelaskan bahwa ada
tiga kondisi yang melatarbelakangi pembuatan keputusan, yaitu
kepastian, risiko dan ketidakpastian. Kepastian muncul hila
basil dari (tindakan) pilihan altematif dapat dengan pasti

73
diprediksi, contohnya memaksimalkan keuntungan dalam
konteks ekonomi. Risiko merupakan suatu kondisi dimana
basil dari suatu (tindakan) pilihan altematif dan probabilitas
risiko dari masing-masing pilihan, dapat ditetapkan/ditentukan.
Untuk dapat memahami pilihan di bawah kondisi risiko, harus
diketahui dua hal, yaitu pertama bagaimana individu menilai/
menaksir probabilitas (kejadian) dari setiap basil dan; kedua,
apa penilaian orang terhadap individu yang ingin
memaksimalkan kepuasannya. Sedangkan kondisi ketidak-
pastian terjadi ketika probabilitas dari setiap altematif basil
tidak diketahui. Dalam kondisi ketidakpastian ini, hasil dari
pilihan dapat ditentukan, namun probabilitas dari kejadian
tidak dapat ditetapkan.
Untuk memahami keputusan secara lebih komprehensif,
penting untuk mengetahui terlebih dulu kenmgka konseptual
dari model pengambilan keputusan. Hal ini acapkali tidak
secara jelas diutarakan oleh para analis pengambilan
keputusan. Allison telah membuat suatu kajian secara
komprehensif tentang dasar logika atau analitik yang kemudian
menjadi dasar dalam menganalisis model pengambilan
keputusan. Tiga dasar perspektifyang dikemukakanAllison itu
lebih dikenal dengan sebutan „Tiga (3) model Allison‟ yang
mencakup: model rasional, model proses organisasi dan model
perundingan politik.
Menurut paham model rasional, hal penting yang harus
diingat ketika menjelaskan sebuah keputusan basil dari proses
yang rasional adalah adanya pemaparan tentang unit analisis
dan apa yang menjadi pedoman perilaku. Selain itu, sebuah
keputusan haruslah memiliki tujuan. Untuk mengetahui sebuah

74
keputusan rasional, haruslah dihubungkan dengan objektif dari
si pembuat keputusan. Dengan demikian dalam keputusan
harus ada sebuah tujuan. Pengambil keputusan di tingkat yang
paling sederhana adalah individu. Menurut model rasional ini,
dalam proses pengambilan keputusan, individu akan berupaya
menyusun tujuan dan sasarannya secara berurutan. Dengan
cara demikian, pengambil keputusan mampu mengkaji/menguji
segala altematif untuk mencapai tujuannya dan akan
memilihlmemutuskan yang dapat memberikan basil yang
maksimal dengan upaya/harga yang seminimal mungkin.
Penjelasan dari sebuah keputusan berdasarkan model ini adalah
terletak pada alasandibuat/diambilnya sebuah keputusan, yang
mencakup apa yang ingin dicapai dan bagaimana
melakukannya.
Sedangkan model proses organisasi, lebih
memfokuskan pada·proses pengambilan keputusan yang terjadi
di tingkat individu dan organisasi. Menurut pemahaman model
proses organisasi, ada perbedaan antara pengambil keputusan
individu dengan organisasi. Proses pengambilan keputusan
dapat berbeda karena dalam sebuah organisasi tidak ada tujuan
yang tunggal dengan urutan preferensi yang disepakati,
demikian pula dalam proses pengambilan keputusannya,
berbeda dengan proses yang dilalui oleh individu. Model
pengambilan keputusan ini cocok untuk menganalisis
keputusan-keputusan yang dibuat dalam masyarakat modem.
Adapun dasar logika yang melatarbelakangi model
pengambilan keputusan dengan perundingan politik, adalah
adanya pandangan yang menyebutkan bahwa individu,
kelompok, organisasi bahkan suatu negara, memiliki

75
kepentingannya sendiri yang harus dilindungi. Keputusan yang
dibuat merupakan sebuah konsensus diantara para partisipasi,
sehingga dapat dikatakan bahwa keputusan terse but lebih
merupakan „tawarmenawar‟ secara politik, bukan berdasar atas
keputusan rasional yang dibuat untuk mencapai tujuan yang
paling utama. Hasil akhir yang diperoleh merupakan outcome
dari proses negosiasi dan „tawar-menawar‟, bukan solusi atas
suatu problem tertentu.
Dengan mengunakan model pengambilan keputusan
yang diajukan oleh Allison terse but, suatu „keputusan‟ yang
dibuat oleh aktorpengambil keputusan dapat dianalisis secara
lebib dalam. Tiga model yang dibuat olebAllison mengupas
proses pengambilan keputusan berdasarkan pendekatan yang
berbeda-beda, yaitu sosiologi, psikologi dan politik. Dalam
model Allison yang pertama, secara fundamental filosofis
premis dibangun atas dasar ekonomi. Penjelasannya mengenai
ketidakpastian dan perbandingan kegunaan, menggunakan
tehnik ekonomi. Dalam model yang kedua, penjelasan
dibangun atas dasar sosiologi dan psikologi sosial, sementara
dalam model yang ketiga, tetap menggunakan dasar psikologi
namun juga dipengaruhi ilmu politik.
Sejalan dengan logika dasar yang dibangun oleh
Allison, McGrew dan Wilson (1982) mengemukakan bahwa
masing-masing model tersebut menyampaikan apa yang hams
dipilih, dan menje1askan fenomena yang diamati (misalnya
mengapa aktor mengambil/memilih keputusan ini daripada
yang lain atau latar be1akang mengapa aktor membuat
keputusan tersebut dan bagaimana aktor tersebut mensikapi
permasalahan yang timbul). Adanya penjelasan yang

76
komprebensif merupakan sasaran utama dalam ilmu-ilmu
sosial. MenurutMcGrew dan Wilson, tidak ada satupun
keputusan yang dibuat tanpa adanya ide awal mengenai tujuan
dari dibuatnya keputusan tersebut, kemudian pemikiran
mengenai kemunginan cara untuk mencapai tujuan terse but
serta apa dampak atau konsekuensi dari dibuatnya piliban
tersebut. Model tentang pengambilan keputusan yang paling
dominan dan sering dijadikan dasar untuk menganalisis
keputusan, adalab model yang dikembangkan oleb Allison
tersebut (McGrew & M.J. Wilson 1982), yaitu: model
pengambilan keputusan yang rasional, proses organisasi dan
perundingan politik.
Tiga model pengambilan keputusan ini dapat dikatakan
mendorong dikembangkannya berbagai teori tentang keputusan
dari berbagai perspektif, seperti teori pengambilan keputusan
Daniel Bell dan Mancur Olson, masing-masing dengan model
ekonomi dan model sosiologi. Teori-teori tentang keputusan
pada umumnya menggambarkan proses pengambilan
keputusan, yang diawali dari pengidentifikasian masalah,
penentuan tujuan, pencarian altematif dan evaluasi, serta
seleksi dari tindakan. Kemunculan teori pengambilan
keputusan berasal dari salah satu cabang disiplin matematika
yang menghasilkan algoritme untuk penentuan keputusan
dengan komputer. Selain itu, pengambilan keputusan juga
digunakan untuk menganalisis fertilitas dengan menggunakan
pendekatan mikroekonomi dan psikologi. Berdasarkan kajian
tersebut, fertilitas merupakan basil dari piliban individu
berdasarkanan asumsi dasar sebagai berikut:

77
a. Perilaku aktor (individu, pasangan atau rumah tangga) dapat
dijadikan ukuran dari keputusan yang dibuat dengan penuh
kesadaran.
b. Sebuah keputusan mencakup sebuah piliban diantara
berbagai altematif yang dibadapi individu (termasuk tidak
melakukan apa-apa).
c. Pilihan yang diambil tersebut sudah mencakup evaluasi
secara keseluruhan konsekuensi dari berbagai tindakan
d. Aktor pembuat keputusan, cenderung mengambil keputusan
yang dipikir akan memberi/menghasilkan basil yang terbaik
(memaksimalkan basil).
Asumsi ini yang mendasari teori keputusan dari
berbagai disiplin ilmu, dan teori ini berbeda dengan teori
perilaku, yang cenderung melihat pilihan yang diambil aktor
sebagai hal yang tidak nyata dan tidak penting. Masing-masing
disiplin ilmu juga memiliki kecenderungan pendekatan yang
berbeda satu dengan yang lain, ditinjau dari masingmasing
komponen dalam model pengambilan keputusan terse but.
Perbedaan terse but dapat dilihat dari sudut pandang
konsekuensi, asumsi mengenai nilai, gaya dan aturan dalam
pengambilan keputusan dan aktor pembuat keputusan: individu
atau kelompok. Contohnya dalam disiplin ilmu mikro ekonomi
memfokuskan pada pendekatan ekonomi untuk mengkaji
dampak/implikasi dari adanya hambatanlkendala penghasilan
atau harga. Sedangkan disipilin psikologi, lebih memfokuskan
pada nilai dari anak yang berkaitan erat dengan perasaan atau
emosi.

78
C. Bagaimana Menganalisis Pengambilan Keputusan ?
Dikenal dua pendekatan untuk mempelajaril
menganalisis bagaimana sebuah keputusan dibuat. Pendekatan
pertama yang lebih dikenal dengan sebutan pendekatan
tradisional, dan pendekatan ini banyak digunakan oleh para
ekonom. Dalam pendekatan ini, aktor pembuat keputusan
berupaya yang terbaik dan memiliki kesadaran/pemahaman
akan seluruh pilihan yang ada. Pendekatan yang kedua lebih
melihat dari sisi perilaku aktor pembuat keputusan karena
dalam pengambilan keputusan yang lebih dipentingkan adalah
pemenuhan kepuasan akan nilai yang dianut individu dan aktor
hanya mengetahui sebagian dari pilihan-pilihan yang tersedia.
Dalam beberapa literatur, keputusan seringkali
disamakan (sinonim) dengan pilihan. Namun menurut Mac
Kenzie, ada perbedaan diantara keduanya. Menurutnya, sebuah
keputusan merupakan pilihan yang nyata, yang artinya ada
pilihan tentang akhir dan cara untuk mencapai akhir terse but,
baik di tingkat individu maupun kolektif. Dalam hal ini, Mac
Kenzie menerjemahkan konsep keputusan sebagai sebuah
proses yang terdiri dari rangkaian kumulatif dari tingkatan
pilihan. Dalam berbagai diskusi tentang pengambilan
keputusan, isu yang sering dikemukakan adalah siapa yang
memiliki kekuasaan untuk membuat keputusan dalam
masyarakat. Argumentasi ini yang kemudian menjadi dasar
perdebatan dalam teori pluralis dan elit. Masing-masing teori
membawa konsekuensi pada penggunaan metodologi yang
berbeda satu dengan yang lain untuk menjelaskan argumentasi.
Namun, dalam perkembangan studi pengambilan keputusan,
setelah publikasi Allison mengenai “Essence of decisions”,

79
fokus analisis bergeser dari siapa pembuat keputusan menjadi
bagaimana keputusan dibuat. Untuk memahami keputusan,
salah satunya dapat dilakukan dengan mengkaji lebih dalam
mengenai beragam persoalan yang dihadapi oleh pembuat
keputusan sebelum sampai kepada penentuan pilihan.
Diskusi mengenai pendekatan terhadap permasalahan
dimulai dengan membedakan an tara pemyataan yang bersifat
normatif dengan positif. Suatu pemyataan yang normatif
mendasarkan pada model pembuatan kebijakan atau
pengambilan keputusan yang rasional (Hall, 1982). Ekonomi
dan filsafat merupakan ilmu pengetahuan yang awalnya
menggunakan pendekatan ini dalam mengkaji suatu
permasalahan. Dalam proses pengkajian permasalahan
mengikuti serangkaian tahapan logis. Rangkaian tahapan
tersebut diawali dari penyusunan tujuan dan sasaran sampai
kepada perhitungan/kalkulasi akan probabilitas dari berbagai
tindakan. Apabila basil yang ditemukan tidak sesuai dengan
yang diharapkan, maka dilakukan beragam modiftkasi. Dalam
analisis yang positif, juga berangkat dari sudut pandang yang
rasional. Diasumsikan bahwa aktor (pengambil keputusan)
bekerja sesuai dengan aturan-aturan rasional yang bersifat
normatif, secara optimal.
Teori ekonomi klasik dan neo klasik banyak
menggunakan analisis yang berdasarkan rasionalitas, demikian
pula dengan teori sistem. Namun diakui bahwa tidak semua
perilaku aktor dapat diterangkan dengan cara demikian karena
model rasionalitas membutuhkan informasi yang
lengkap/menyeluruh dan hal ini tidak mungkin atau sulit
dipenuhi. Demikianjuga dengan kemungkinan untuk

80
melakukan kajian terhadap probablitas dari suatu basil, adalah
sulit dipenuhi. Model ini juga mengasumsikan bahwa aktor
memiliki nilai-nilai yang sama dan kemungkinan mengenai hal
ini juga sangat kecil. Kenyataannya seringkali terjadi konflik
atas nilai maupun keinginan. Kesulitan lain dengan
menggunakan model rasional adalah, tidak semua
sasaranlobyektif dapat dikuantiftkasikan dan belum ada
kesepakatan tentang sasaran yang penilaiannya dapat berbentuk
skala tunggal seperti nilai uang. Model altematif lain yang
dikembangkan oleh para analis dari kelompok aliran rasional
positif (seperti Dahl dan Lindblom) untuk menjelaskan fakta,
adalah model Incremental. Untuk memperoleh pemahaman
lebih dalam bagaimana mengkaji suatu persoalan berdasarkan
teori positif, maka berikut ini pemaparan tentang rasionalitas.

D. Apa Itu Rasionalitas ?


Rasional dalam kamus bahasa lnggris diartikan sebagai
mewujudkan alasan dengan cara-cara yang benar, masuk akal,
penuh pertimbangan serta bijaksana. Sementara menurut
Levine et al. (1975) rasionalitas adalah cara untuk mencapai
tujuan yang kadang dihubungkan dengan pemenuhan kepuasan
individu secara maksimal, sedangkan yang lain
mengartikannya sebagai proses pembuatan keputusan tanpa
mempertimbangkan keberhasilan seseorang dalam mencapai
tujuannya. Sebagian yang lain mempertimbangkan rasionalitas
memiliki persamaan (sinonim) dengan kata kecerdasan dan
perilaku yang memiliki makna. Kebanyakan pemerhati
masalah ini, cenderung mengartikan rasionalitas sejalan dengan
yang dipahami dalam ilmu ekonomi, yaitu menjadi rasional

81
apabila memilih dari rangkaian altematif untuk basil yang
maksimal dengan input yang minimal.
Teori keputusan atau dalam analisis sistem mengacu
pada paham rasional yang merujuk pada suatu tindakan seleksi
atas serangkaian altematif kegiatan, dengan sekumpulan
konsekuensi yang diprediksi akan dihadapi (dikenal dengan
fungsi kesejahteraan) dan kemudian menyusun sekumpulan
konsekuensi terse but berdasarkan urutan preferensi. Tindakan
ini sesuai dengan aplikasi konsep perencanaan, dimana dalam
perencanaan terse but memuat pengertian proposal untuk masa
yang akan datang. Sehingga rasionalitas dapat dipahami
sebagai kerangka kerja atas sebuah putusan di masa yang akan
datang.
Menurut konsep dasar dari model keputusan yang
rasional, pengambil keputusan yang dibuat oleh individu
dihadapkan pada dua atau lebih kemungkinan pilihan-pilihan,
yang disebut dengan tindakan atau perilaku. Masing-masing
tindakan tersebut berhubungan dengan atau akan menghasilkan
suatu basil yang oleh aktor pembuat keputusan dapat
disusun/dirunut dari basil yang paling diharapkan sampai yang
tidak/kurang diharapkan. Hasil yang diharapkan aktor dari
sudut pandang ekonomi, dapat disebut sebagai manfaat atau
kegunaan. Sementara dari sudut pandang disiplin ilmu lainnya,
manfaat atau kegunaan tersebut dikenal dengan sikap, nilai
atau keinginan. Model pengambilan keputusan secara umum
menunjukkan bahwa seorang aktor akan memilih suatu
tindakan yang memberikan basil atau kepuasan yang terbesar.

82
E. Rasional-Substansi dan Rasional-Analitik
Permasalahan dengan menggunakan model
pengambilan keputusan yang rasional adalah banyaknya
petunjuk tentang cara bagaimana sebaiknya keputusan dibuat
karena keputusan tersebut mendeskripsikan kejadian-kejadian
yang ada. Kunci untuk memahami kegunaan dari model
pembuatan keputusan yang rasional menurut Simon, antara lain
adalah dapat mengetahui latar belakang kondisi yang
menyebabkan aktor dapat mengkalkulasi segala konsekuensi
dari keputusan secara pasti dan masuk akal. Rasional menurut
Simon (secara substantif) adalah salah satu cara membuat
model akan berbagai konsekuensi dari suatu keputusan
sehingga pembuat keputusan sampai pada keputusan yang
terbaik. Model rasional semacam ini, pada umumnya
ditemukan dalam teori-teori ekonomi dan aplikasinya (pasar
kompetitif). Banyak kritikan ditujukan untuk model ini, yang
antara lain dari Simon sendiri, yang beranggapan kapasitas
individu dalam menseleksi, memproses dan mendapatkan
informasi seperti yang diuraikan dalam model rasional terse
but, san gat meragukan. Karena aktor pengambil keputusan
(diluar dunia ekonomi) berada dalam suatu kondisi yang serba
tidak pasti, baik dalam hal informasi maupun konsekuensi dari
keputusan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa solusi
yang rasional atas suatu permasalahan adalah tidak mungkin.

F. Pengambilan Keputusan
Untuk memahami proses pengambilan keputusan (yang
rasional) maka ada beberapa hal yang harus diketahui, yaitu
siapa pengambil keputusan dan bagaimana mekanisme

83
pengambilan keputusan itu dibuat (apakah melalui musyawarah
atau diputuskan individu), mengapa sebuah keputusan dibuat
serta apa yang ingin dicapai. Pengambilan keputusan terkait
dengan fertilitas seringkali diambil dibuat oleh pasangan yang
mencoba untuk memaksimalkan manfaat yang dapat diperoleh
keluarga mereka. Pasangan itu sendiri terdiri dua individu yang
memilliki dua keputusan namun kemudian melakukan
kompromi/kesepakatan secara informal dan implisit. Demikian
pula dengan basil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam hal
menentukan anak, umumnya suami dan istri, secara bersama-
sama berdiskusi (istilah lokalnya „berbincang‟) untuk
menentukan kehadiran seorang anak dalam keluarga mereka,
namun beberapa kasus menunjukkan kuatnya dominasi laki-
laki dalam proses pengambilan keputusan.
Dalam mekanisme pembuatan keputusan, juga dapat
dilakukan secara bermusyawarah dengan melibatkan
personallainnya dalam rumah tangga dan umumnya orang tua
adalah anggota keluarga yang paling berpengaruh dalam proses
pengambilan keputusan. Apa hila aktor pembuat keputusan
memahami bahwa orang tuanya akan ikut mengurus cucunya,
maka aktor tersebut akan mempertimbangkan tanggapan/
respon dari orang tuanya ke dalam daftar konsekuensi terkait
dengan pengasuhan anak. Namun demikian, sebagian
responden yang ditemui menceritakan bahwa antar suami-istri,
tidak pemah merencanakan/membuat suatu keputusan
mengenai jumlah anak yang direncanakan. Keinginan
memiliki/menambah anak tidak pemah dibicarakan secara
eksplisit antar suami-istri. Kehadiran anak dalam keluarga
disyukuri sebagai anugerah dari Tuhan. Seperti yang dialami

84
oleh seorang responden yang memiliki 6 orang anak, kelahiran
anak-anak mereka terns berlanjut sampai istri merasa Ielah
untuk mengandung dan melahirkan lagi. Tidak adanya
perencanaan dalam hal jumlah anak kemungkinan besar ada
kaitannya juga dengan program KB. Menurut sebagian
responden, antara suami-istri, tidak ada perencanaan jumlah
anak dalam keluarga mereka karena saat itu juga tidak ada
pilihan untuk membatasi jumlah anak. Sekitar tahun 90‟an
aksesibilitas terhadap pelayanan kesehatan teqnasukKB,
relatifsulit. Di Tinakareng saat itu juga belum ada Pustu
(Puskesmas pembantu), sehingga orang yang membutuhkan
pelayanan kesehatan atau KB harus pergi ke Nipa atau ke Petta
di pulau Sangir Besar.
Kelompok referensi, seperti kerabat, peer group, ternan
pengajianlgereja, tetangga dekat juga dapat mempengaruhi
proses pengambilan keputusan. Dalam hal memutuskan untuk
memiliki atau menunda untuk memiliki anak, kelompok
referensi seringkali dijadikan standar dalam menentukan
tindakan. Misalnya penundaan fertilitas dapat diputuskan aktor
pembuat keputusan karena melihat perilaku dari peer group
atau kerabatnya. Tindakan yang diambil aktor dibuat
berdasarkan pilihan-pilihan yang dapat dilihatnya dan dengan
demikian basil berikut konsekuensi dari masing-masing
pilihanjuga sudah dapat diprediksi. Sementara temuan dari
kajian di Tinakareng tidak menunjukkan keterlibatan/pengaruh
dari kelompok peer group dalam proses pengambilan
keputusan terkait dengan fertilitas. Dapat dikatakan dalam hal
penentuan jumlah anak, keputusan ditentukan oleh pasangan

85
suami dan istri, sedangkan dalam konteks ini keterlibatan/
pengaruh dari pihak luar tidak begitu nampak.

*****

86
POHON
PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Menurut Siswanto (2007:55) dalam (Musdar &


Angriani, 2017), pohon keputusan atau decision tree adalah
model visual untuk menyederhanakan proses pembuatan
keputusan secara rasional. Visualisasi ini memungkinkan untuk
memahami proses pembuatan keputusan yang terstruktur,
bertahap dan rasional. Alur berpikir dan proses pembuatan
keputusan yang terstuktur dan bertahap hanya bisa dilihat
secara visual pada diagram pohon.
Menurut Maghfiroh N.M. (2010:57) dalam (Musdar &
Angriani, 2017) pada dasarnya persoalan keputusan merupakan
suatu kumpulan alternatif yang terkait langsung atau tidak
langsung dengan kumpulan keadaan tidak pasti yang
melingkupi setiap alternatif tersebut. Untuk memudahkan
penggambaran situasi keputusan tersebut secara sistematis
maka perlu digunakan suatu diagram yang pada dasarnya
merupakan suatu rangkaian kronologis tentang keadaan yang
mungkin terjadi untuk setiap alternatif keputusan. Diagram ini
disebut diagram keputusan.
Notasi yang digunakan dalam pohon keputusan dapat
dilihat pada Tabel 1 berikut ini:

87
Tabel 9.1 Pohon Keputusan
Simbol Makna

Simpul Keputusan

Simpul Kejadian tidak Pasti/


Kemungkinan Hasil

Penghubung Antar Simpul

Setiap jalur dalam diagram keputusan, yakni setiap


rangkaian alternatif dan hasil akan menghasilkan suatu nilai
tersendiri bagi pengambil keputusan. Dengan demikian untuk
menentukan pilihan di antara alternatif-alternatif yang ada,
pertama-tama harus menentukan berapa nilai dari suatu hasil
yang diperoleh, dan ini dituliskan di ujung akhir setiap cabang
pada diagram keputusan. Pada dasarnya boleh menggunakan
ukuran apa saja untuk menyatakan nilai ini, tetapi yang umum
digunakan adalah ukuran keuntungan, kerugian, kecepatan, dan
sebagainya. Penetapan alternatif keputusan yang dipilih
tergantung dari sistem nilai pengukurannya. Sebagai misalnya
kalau kasus persoalan yang dihadapi adalah persoalan biaya
maka alternatif yang dipilih adalah altenatif dengan biaya
minimum.

88
Gambar 9.1 Diagram Pohon

Diagram pohon yang diperlihatkan pada Gambar 9.1.


menjelaskan bahwa seorang pembuat keputusan ketika harus
memilih alternatif terbaik dalam proses pembuatan keputusan
secara rasional, memulai langkahnya dari noda keputusan. Ada
m alternatif keputusan yang dimiliki. Alternatif yang memiliki
nilai paling menguntungkan adalah alternatif terbaik yang
harus dipilih. Selanjutnya setiap alternatif keputusan memiliki
sebuah noda cabang jika ada dua atau lebih kemungkinan
keadaan yang akan terjadi. Jika hanya akan ada satu
kemungkinan keadaan, maka biasanya noda cabang itu tidak
digambar. Namun ada pula kemungkinan sebuah alternatif
keputusan mempunyai sebuah noda keputusan bukan noda
cabang. Kemungkinan yang terakhir ini biasanya terjadi jika
dimensi waktu dimasukkan dalam analisis. Yang terakhir,
setiap noda cabang memiliki cabang keputusan kondisional di
mana nilai keputusan menunjukkan nilai keputusan jika

89
alternatif keputusan ke satu dipilih dan keadaan ke satu terjadi.
Menurut Basuki (2003) dalam (Musdar & Angriani,
2017) proses dalam decision tree, yaitu :
1. Mengubah bentuk data (tabel) menjadi model tree:
a. Menentukan node terpilih.
b. Menyusun tree.
2. Mengubah model tree menjadi rule.
3. Menyederhanakan dan menguji rule.
a. Uji Chi Square.
b. Menyusun rule hasil penyederhanaan.

*****

90
PENGAMBILAN KEPUTUSAN
DALAM KONFLIK

A. Pengertian Konflik dan Sebab-sebab Timbulnya Konflik


Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang
berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan
sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa
juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha
menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau
membuatnya tidak berdaya.
Konflik dilatar belakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang
dibawa individu dalam suatu interaksi. Perbedaan-perbedaan
tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian,
pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya.
Dengan dibawa sertanya ciri-ciri individual dalam
interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam
setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak
pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan
kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang
bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. Konflik
bertentangan dengan integrasi. Konflik dan integrasi berjalan
sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol
akan menghasilkan integrasi. Sebaliknya, integrasi yang tidak
sempurna dapat menciptakan konflik.
Pengertian konflik menurut ahli yakni sebagai berikut:
1. Menurut Wirawan, (2009), konflik merupakan warisan
kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai
keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan

91
ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua
pihak atau lebih pihak secara berterusan.
2. Menurut Berstein, (1965), konflik merupakan suatu
pertentangan atau perbedaan yang tidak dapat dicegah,
konflik ini mempunyai potensi yang memberikan pengaruh
positif dan negatif dalam interaksi manusia.
Oleh karena konflik bersumber pada keinginan, maka
perbedaan pendapat tidak selalu berarti konflik. Persaingan
sangat erat hubungannya denga konflik karena dalam
persaingan beberapa pihak menginginkan hal yang sama tetapi
hanya satu yang mungkin mendapatkannya. Persaingan tidak
sama dengan konflik namun mudah menjurus ke arah konflik,
terutuma bila ada persaingan yang menggunakan cara-cara
yang bertentengan dengan aturan yang disepakati. Permusuhan
bukanlah konflik karena orang yang terlibat konflik bisa saja
tidak memiliki rasa permusuhan. Sebaliknya orang yang saling
bermusuhan bisa saja tidak berada dalam keadaan konflik.
Konflik sendiri tidak selalu harus dihindari karena tidak selalu
negatif akibatnya. Berbagai konflik yang ringan dan dapat
dikendalikan (dikenal dan ditanggulangi) dapat berakibat
positif bagi mereka yang terlibat maupun bagi organisasi.

Sebab-Sebab Timbulnya Konflik


Beberapa faktor penyebab terjadinya konflik yakni
sebagai berikut :
1. Perbedaan persepsi
Perbedaan pola pandang tentang suatu hal bisa
menimbulkan konflik karena masing-masing pribadi tetap
bersih kuku dengan persepsinya. Konflik ini bisa

92
terselesaikan bila masing-masing pribadi sepakat dengan
satu arah, tujuan, dan bergabung kedalam tim.
2. Ketidak harmonisan pemikiran
Ketidak selarasan dan keharmonisan pemikiran bisa
memunculkan sebuah konflik karena perbedaan visi dan
misi, tetapi mereka memiliki satu keinginan yang masing-
masing ingin menonjolkan egonya.
3. Egoisme (keakuan)
Semakin egois atau semakin tinggi tingkat keakuan
seseorang semakin mudah pula konflik timbul dengan orang
lain dimanapun dia berada.
4. Persaingan
Keinginan untuk lebih dari yang lain, baik berupa
kekuasaan, prestasi, atau popularitas dapat melahirkan
persaingan yang selalu memunculkan konflik bila tidak
disiasati dengan baik.
5. Situasi dan kondisi yang mendukung konflik (perselisihan)
Situasi dan kondisi bisa menciptakan konflik bila
didalam situasi itu telah muncul tindakan yang membakar
keegoan. Orang itu disebut “provokator” karena niatnya
untuk mewujudkan konflik demi kepentingannya.
6. Perilaku sesorang
Perilaku kita atau orang lain yang mengarah pada hal
yang bisa menimbulkan konflik itu bisa terjadi apabila
perilaku itu menyinggung perasaan orang lain atau tidak
tunduk pada aturan yang disepakati sebelumnya.
7. Kurangnya komunikasi satu dengan yang lainnya.
Masalah komunikasi dapat menimbulkan konflik
apabila tidak diarahkan dengan baik. Oleh karena itu, agar

93
konflik tidak terjadi perlu dibangun model komunikasi yang
dilandasi oleh rasa saling menghormati diantara semua
pihak yang terlibat atau tergabung didalam suatu kegiatan.
8. Terjadinya diskriminasi
Hal yang bisa menimbulkan konflik karena sikap dan
perilaku seseorang terhadap orang lain tidak sama, baik
atasan terhadap bawahan ataupun manajer dengan
karyawannya.
9. Kebencian
Kebencian yang telah muncul sebelum terjadinya
konflik akan menyebabkan konflik itu semakin dalam dan
berujung pada pertikaian.

B. Jenis-jenis Konflik
Menurut Hendro, (2011) dalam (Kemampuan et al.,
2019) ada tiga jenis-jenis konflik yaitu :
1. Konflik di dalam hati dan pikiran atas proses pengambilan
keputusan dari berbagai alternatif untuk dipilih satu
alternatif terbaik dengan risiko minimal.
2. Konflik dengan pihak lain yang harus segera diputuskan
agar masalah tidak berlarut-larut dan bisa merugikan kedua
bela pihak.
3. Konflik terhadap sebuah keputusan dari beberapa alternatif.
Apakah mengambil keputusan ya atau tidak, baik atau
buruk, tepat atau tidak bagi tim.
Menurut Fahmi, Irham, (2016) dalam (Muliadi &
Fahmi, 2016) ada lima jenis konflik dalam kehidupan
organisasi :

94
1. Konflik dalam diri individu, yang terjadi bila seorang
individu menghadapi ketidak pastian tentang pekerjaan yang
diharapkan untuk melaksanakannya, bila berbagai
permintaan pekerjaan saling bertentangan, atau bila individu
diharapkan untuk melakukan lebih dari kemampuannya.
2. Konflik antar individu dalam organisasi yang sama, dimana
hal ini sering diakibatkan oleh perbedaan-perbedaan
kepribadian. Konflik ini juga berasal dari adanya konflik
antar peranan.
3. Konflik antara individu dan kelompok, yang berhungan
dengan cara individu menanggapi tekanan untuk
keseragaman yang dipaksakan oleh kelompok kerja mereka.
Sebagai contoh seorang individu mungkin dihukum atau
diasingkan oleh kelompok kerjanya karena melanggar
norma-norma kelompok.
4. Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama, karena
terjadi pertentangan antar kelompok.
5. Konflik antar organisasi, yang timbul sebagai akibat bentuk
persaingan ekonomi dan sistem perekonomian suatu negara.
Konflik ini telah mengarahkan timbulnya pengembangan
produk baru, teknologi, dan jasa, harga-harga lebih rendah,
dan penggunaan sumber daya lebih efisien.

C. Organisasi dan Konflik


Menurut Erni, Tisnawati, (2005), “bahwa dampak
hubungan strategi dan budaya dapat menimbulkan konflik jika
individu-individu dalam organisasi kurang dapat beradaptasi,
menempatkan diri pada posisinya, dan mementingkan
kelompok dan golongannya.

95
Kemampuan adaptasi yang tinggi dan rendah memiliki
hubungan kuat dalam mempengaruhi pembentukan intensitas
konflik. Adaptasi yang rendah pada budaya organisasi
menggambarkan dan melahirkan perbedaan persepsi. Konflik
yang tinggi bisa mempengaruhi produktivitas yang di hasilkan,
produktivitas yang tinggi juga harus didukung oleh kondisi
kerja yang kondisif atau jauh dari konflik. Faktor-faktor yang
dominan dapat mempengaruhi produktivitas organisasi adalah
suasana kerja kondusif, perbaikan atau penggunaan alat-alat,
dan teknik manajerial.

D. Kepemimpinan dan Konflik


Pimpinan dalam konsep manajemen konflik memiliki
pengaruh besar dalam mempengaruhi timbulnya konflik atau
bahkan lebih jauh menyelesaikan konflik. Karena itu ada
hubungan kuat dari seorang pempinan dalam usaha
mempengaruhi menyelesaikan konflik. Yaitu membawa
konflik dari negatif ke arah positif. Namun jika konsep
pimpinan itu adalah salah maka bisa menimbulkan dampak
sebaliknya yaitu mampu membuat konflik itu sendiri menjadi
lebih besar dan berbahaya. Oleh karena itu seorang pimpinan
harus paham bagaimana mengelolah konflik, yaitu mengubah
konflik menjadi motivasi yang mampu mempengaruhi
peningkatan produktivitas perusahaa.

E. Konflik dan Motivasi


Konflik dengan berbagai jenis telah membuat seseorang
mengalami berbagai macam masalah termasuk diri psikologis
orang yang bersangkutan. Dampak konflik pada psikologis

96
adalah terjadinya sikap murung, mudah tersinggung, cepat
marah, dan tidak menginginkan orang lain peduli pada dirinya
secara lebih dalam karena ia menganggap sikap masalah
mampu ia selesaikan sendiri. Dan berbagai bentuk reaksi
psikologis lainnya.
Namun kalau konflik yang dialami dalam bentuk
tekanan pada dirinya tersebut jika tidak mampu diatasinya
maka akan menyebabkan dirinya terus saja begitu. Oleh karena
ada baiknya seseorang mengarahkan konflik itu sebagai
usahanya melepaskan konflik dengan menjadikan konflik itu
sebagai masukan berarti atau koreksi positif walaupun terlihat
keras namun ambillah itu sebagai nasehat agar kita menjadi
orang yang lebih baik lagi. Dan banyak pihak yang telah
membuktikan keberhasilan dengan menerapkan metode seperti
itu.

F. Solusi dalam Menyelesaikan Konflik


1. Menghindar dari konflik dengan bersembunyi.
Kita tidak perlu menyelesaikan konflik yang sedang
terjadi dan tidak ada gunanya menghadapi konflik tersebut
biarkan meredah dengan sendirinya.
2. Meraih keberhasilan dalam menyelesaikan konflik.
Penyelesaian konflik seperti ini dengan cara
menguasai pihak lawan. Teknik ini biasanya untuk
mendapatkan informasi agar konflik bisa terselesaikan
dengan baik. Namun penyelesaian seperti ini bila posisi
anda benar dan anda punya alasan yang lebih kuat dalam
mempertahankan persepsi.

97
3. Penyelesaian konflik dengan bernegosiasi (win-win
solution).
Penyelesaian konflik seperti ini bertujuan untuk
menjaga keharmonisan, keselarasan, dan hubungan yang
baik. Karena menjaga hubungan baik itu lebih penting
sehingga perlu di ciptakan komunikasi yang baik.
4. Penyelesaian konflik dengan pertimbangan jangka panjang
dan demi kelangsungan tim atau organisasi.
Bila tugas dan keharmonisan itu sangat penting maka
segera selesaikan konflik ini dan beri toleransi waktu agar
bisa berpikir lebih jernih untuk segera melakukan
pembicaraan kembali.

*****

98
PERTIMBANGAN ETIKA DALAM
PENGAMBUILAN KEPUTUSAN

A. Pertimbangan Etika dan Tanggungjawab Sosial


Kajian kontenporer tentang ekonomi, bisnis, dan
manajemen (termasuk di dalamnya pengambilan keputusan)
tidak akan utuh tanpa membahas tentang pertimbangan-
pertimbangan etika. Pertimbanganpertimbangan etika harus
menjadi kriteria yang penting. Dalam pengambilan keputusan
organisasi, setiap manajer pada saat ini diharuskan (bila tidak
mau disebut diwajibkan) untuk mengikut sertakan
pertimbangan etika dalam setiap proses pengambilan
keputusan. Indikator utama yang dipakai masyarakat dunia
dalam menilai sebuah organisasi berkualitas adalah pandangan
organisasi terhadap etika (Rohmatul Fitri, 2014)
Pandangan organisasi terhadap pertimbangan etika
dalam pengambilan keputusan menghasilkan perwujudan nyata
melalui sejumlah konsep ekonomi dan manajemen
kontenporer, seperti : business or corporate ethics, eco
labelling, green product, environmentally-friendly, economic
activities, dan corporate govermance. Konsep-konsep tersebut
merupakan perkembangan lebih lanjut dari salah satu konsep
dasar yang dilandasi tujuan pendirian organisasi tanggung-
jawab sosial (social responcibility).
Konsep tanggung-jawab sosial ini sendiri sesungguhnya
memiliki ruang lingkup yang lebih luas dari sekitar
memperhatikan kesejahteraan pemilik dan pengelola organisasi
dan masyarakat. tanggung-jawab sosial juga menandakan

99
bahwa para pengambil keputusan harusa mempertimbangkan
konsekuensi dari tindakan yang diambil terhadap lingkungan
alam (enviromental responsibility). Tanggung-jawab sosial
juga menandakan pentingnya organisasi dalam menerapkan
pandangan etika terhadap kebijakan atau strategi bisnis yang
dilakukan. Seperti contohnya: perusahaan yang hendak
memasarkan produknya melalui media televisi, harus
mematuhi aturan periklanan untuk tidak manjadikan anakanak
sebagai pengambil keputusan dalam pembelian barang.
Perusahaan juga dilarang melakukan praktek promosi yang
cendering membohongi konsumen, seperti : mengklaim sebuah
produk sebagai nmakanan sehat pengganti makanan utama
sedang kenyataannya produk tersebut hanyalah suplemen
terhadap makanan pokok.
Pertimbangan etika juga harus menjadi sebuah prinsip
pokok (axial principle) bagi seluruh organisasi, terutama sekali
bagi setiap pengambil hubungan etika dan pengambilan
keputusan dalam melakukan segala aktivitas. Semenjak
organisasi dikatakan sebagai mesin pembuat keputusan, maka
tentunya mesin tersebut juga harus membuat keputusan yang
dipenuhi oleh nuansa etika. Artinya, pandangan etikalah yang
akan selalu menjadi “penjaga” terhadap setiap keputusan yang
diambil. Pertimbangan etika juga akan menolong organisasi
dalam mempertahankan pertumbuhan bisnis dan kelangsungan
hhidup organisasi pada masa depan. Pada masa depan,
organisasi yang tangguh adalah organisasi yang merupakan
mesin pembuat keputusan berkualitas atas “ikatan” terhadap
pertimbangan etika dalam proses pembuatan keputusannya.

100
B. Pertimbangan Etika dan Perilaku Organisasi
Semenjak manajer melakukan pengambilan keputusan
dalam lingkup organisasi, maka tentu bahasan mengenai etika
pengambilan keputusan tidak lengkap tanpa kita bahas tentang
etika dalam lingkup perilaku organisasi. Disiplin perilaku
organisasi merupakan “panduan” yang baik untuk memahami
dan meningkatkan peran etika dalam organisasi, dalam
pengambilan keputusan. Bila pemahaman yang benar
didapatkan melalui disiplin tersebut, maka perilaku tidak etis
dalam pengambilan keputusan dapat kita hindari.
Etika (ethic) merupakan sebuah sistem mengenai
strandar moralitas atau nilai. Etika juga merupakan cara
pandang terhadap sebuah standar moral dan nilai tertentu.
Etika-etika (ethics) merupakan studi mengenai bahasan tentang
moral dan pilihan. Kajian tentang moral ini memiliki batasan
yang ketat tentang kategorisasi suatu tindakan, solusi, pilihan,
dan bahkan konsekuensi. Implikasi dari etika akan selalu
muncul dari setiap keputusan yang diambil.

Gambar 11.1
Ruang Lingkup Pertimbangan Etika dalam Pengambilan
Keputusan
Sumber : Dermawan 2016

101
Etika-etika atau etika pengambilan keputusan (decision-
making ethics) merupakan studi tentang penerapan
pertimbangan-pertimbangan moral dalam proses pengambilan
keputusan. Semenjak proses tersebut menunjukan sejumlah
langkah menuju pada pemilihan atas satu alternatif solusi atau
tindakan, maka kajian itu membahas pertimbangan moral yang
selalu muncul pada setiap tahap pengambilan keputusan.
Kajian ini khusus membahas tentang etika, tidak dibedakan
apakah putusan didasarkan tesis rasional atau rasional terbatas,
jenis putusan dan segala hal yang terkait dengan pengambilan
keputusan. Tujuan akhir studi ini adalah menciptakan cara
pandang yang mantap mengenai pentingnya pertimbangan
moral, etika dalam pengambilan keputusan.
Untuk sampai pada tahap penerapan moralitas dalam
pengambilan keputusan, maka manajer perlu memahami
faktor-faktor atau aspek-aspek yang mempengaruhi perilaku
yang beretika dan tidak beretika (ethical and unethical
behaviour). Namun sebelum lebih jauh, pembahasan tentang
etika dalam kajian pengambilan keputusan akan dilihat dari
kaca mata disiplin manajemen dan perilaku organisasi.

102
Gambar 11.2 Model Perilaku Beretika
Sumber: Keimer dan Kinicki (dalam Dermawan, 2016)

Pada gambar tersebut dapat dilihat sejumlah faktor


eksternal dan internal yang mempengaruhi perilaku pengambil
keputusan di organisasi. Pada lingkungan eksternal dapat
terlihat faktor-faktor yang mempengaruhi secara langsung
perilaku, dan ada yang mempengaruhi perilaku melalui
lingkungan internal. Faktor perubahan kondisi ekonomi dan
politik mempengaruhi perilaku melalui desai, struktur, dan
budaya organisasi. Tiga faktor tersebut kemudian

103
mempengaruhi lingkungan internal organisasi. Faktor dominan
(namun bukan utama) yang dapat mempengaruhi perilaku
pengambil keputusan dalam organisasi adalah budaya
organisasi.
Budaya organisasai (organizational or coorporate
cultures) merupakan suatu sistem tata nilai yang dibagi oleh
seluruh anggota suatu organisasi yang berkaitan dengan hal
yang penting, dan serangkaian keyakinan mengenai bagaimana
fenomena dunia ini berjalan. Budaya organisasi adalah bentuk
perwakilan dari interaksi kelompok, dan harapaharapan dari
kelompok, dengan mencakup faktor kunci seperti Norma,
keyakinan, tata nilai, standar, ritual, struktur, nuansa, dan tipe
interaksi yang diharapkan terjadi diperusahaan. Budaya
perusahaan ada di keseluruhan kebijakan manajemen, prosedur,
tujuan, strategi, dan tindakan. Konsepnya dengan menekankan
pada akumulatif reflektif atas presepsi bawah sadar yang
disebar-luaskan kepada para anggota suatu organisasi. Presepsi
itu meliputi kata, tindakan, rasa, keyakinan, dan nilai terhadap
sesuatu.
Faktor lingkungan internal ini memepengaruhi tata nilai
yang dianut seluruh anggota organisasi. Bila tata nilai yang
terbangun baik maka cara pandang tentang mengelola
organisasi menjadi baik pula. Perubahan cara pandang akan
mempengaruhi kinerja manajemen dan sistem pengawasan
perilaku seluruh anggota organisasi. Oleh karena itu, organisasi
perlu membangun suatu sistem pengawasan perilaku yang baik.
Sistem pengawasan perilaku yang baik akan mendorong
timbulnya kinerja manajemen yang berkualitas dengan tujuan
akhirnya adalah membantu terbentuknya perilaku yang

104
beretika, termasuk dalam hal pengambilan keputusan.
Kinerja mannajemen dna sistem pengawasan yang baik
ini penting karena bertindak sebagai sebuah “mekanisme
penyaringan (filtering mechanism), yang bertugas menyaring
perilaku yang tidak sesuai dengan pencapaian tujuan
organisasi. Dalam sebuah mekanisme penyaringan, suatu
sistem pencatatan perilaku yang baik merupakan suatu
keharusan. Tanpa adanya sebuah sistem yang berkualitas,
masalah perwakilan (problem of trusteeship) sebagai akibat
adanya penyimpangan tindakan oleh adanya konflik
kepentingan (conflict of interest) akan mendatangkan kerugian
bagi organisasi. Masalah perwakilan yang muncul adlah wujud
dari perilaku yang tidak beretika, yang disebabkan buruknya
kinerja manajemen, sistem pengawasan perilaku dan tindakan
manajer.
Faktor eksternal lain yang mempengaruhi perilaku
adalah latar belakang pendididkan, keluarga, dan media. Meski
tidak berpengaruh secara langsung namun faktor tersebut dapat
mempengaruhi cara pandang (gaya pandang) yang dianut dan
presepsi pengambilan keputusan, tentang nilai dan prinsip
moral. Cara pandang dan presepsi tentang tata nilai dan prinsip
moral kemudian akan mengalami proses penyaringan setiap
saat. Organisasi yang merupakan mesin pembuat keputusan
akan selalu melakukan penyaringan perilaku para anggotanya
setiap saat, termasuk dalam proses pembuatan keputusan.
Mekanisame yang baik akan menghasilkan sejumlah keputusan
yang dilandasi oleh nilai etika, pun sebaliknya.
Semenjak perilaku seseorang dalam mengambil
keputusan dipengaruhi oleh sejumlah faktor, yang kemudian

105
perilakunya mengalami proses penyaringan, maka pengambil
keputusan akan memiliki kerangka pemikiran yang berbeda
tentang bagaimana seharusnya mengambil keputusan yang
dilandasi oleh etika. Seorang manajer dapat mempertanyakan
tentang etika apa yang dianut organisasi dalam pengambilan
keputusan. Manajer juga dapat mempertanyakan tentang
bagaimana proses pengambilan keputusan, penetuan pilihan
tentang sebuah proyek dilandasi oleh etika. Perbedaan faktor-
faktor yang mempengaruhi perilaku, cara pandang dan presepsi
pengambilan keputusan tentang etika akan menghasilkan
konsep mengenai kriteria atas etika dalam pengambilan
keputusan. Perbedaan kriteria menghasilkan perbedaan dalam
pendekatan, metode, konsep atau tehnik terhadap pengambilan
keputusan yang dilandasi etika.

C. Kriteria Etika dalam Pengambila Keputusan


Pengambilan keputusan dalam organisasi dapat
menggunakan kriteria pengambilan keputusan beretika yang
masing-masing punya kekuatan dan kelemahan, kriteria itu
adalah :
1. Atas paham manfaat (utilitarianism), kriteria ini semata-
mata didasarkan atas hasil atau konsekuensi dari sebuah
keputusan. Paham ini menunjuk pada suatu keputusan
dibuat untuk menghasilkan kebaikan/manfaat terbesar bagi
jumlah terbesar (to provide the greatest good for the
greatest number). Pandangan ini memiliki konsistensi
dengan tujuan yang hendak diraih kegiatan bisnis:
efektivitas, efisiensi, produktivitas, kualitas dan laba yang
tinggi. Pandangan ini juga mendominasi pemikiran para

106
pengambil keputusan dalam kegiatan bisnis selama ini.
Kekuatan dari pandangan ini adalah dapat meningkatkan
efesiensi dan produktivitas organisasi. Pertimbangan etika
difokuskan terutama sekali terhadap bagaimana tujuan akan
diraih. Namun kelemahan dari paham ini adalah paham ini
dapat menekan hak-hak individu yang memiliki posisi
minoritas dalam organisasi. Pandangan atas etika pada
paham ini bersifat parsial, yang semata-mata bertujuan pada
pencapaian, sehingga bisa terjadi pertimbangan etika selama
proses penetapan tujuan sampai pemilihan alternatif solusi
tidak dilakukan.
2. Fokus atas hak (Rights), kriteria ini mendiskusikan etika
sebagai bagian dari pemenuhan hak-hak individual (hak
asasi manusia). Bahwa dalam proses pengambilan
keputusan, sebuah keputusan harus memberikan tempat bagi
penghargaan dan perlindungan (respecting and protecting)
atas hak mendasar individu. Hak itu adalah hak kebebasab
pribadi (right to privacy), kemerdekaan mengemukakan
pendapat (right to free speech), dan hak untuk mendapatkan
perlakuan dan lingkungan kerja yang layak (right to healthy
working environment). Kekuatan pada pandangan ini adalah
proses pengambilan keputusan akan memasukkan
pertimbangan etika yang menghargai seluruh hak asasi
manusia, hak para pekerja, dan melindungi seluruh anggota
organisasi dan stakeholders dari tindakan yang tidak
beretika. Kriteria ini juga konsisten dengan pasal-pasal
mengenai perlindunan HAM dalam kegiatan bisnis yang
disepakati oleh masyarakat internasional. Sedang kelemahan
dari kriteria ini adalah fokus yang berlebih terhadap HAM/

107
pekerja dapat menjadi bumerang yang mengurangi tingkat
efisiensi dan produktivitas organisasi. Dan dampaknya akan
memberikan efek negatif bagi pertumbuhan organisasi
dalam jangka panjang.
3. Berdasarkan atas keadilan (justice), apa yang dimaksud
dengan keadilan pada kriteria ini? Proses pengambilan
keputusan yang berlangsung dilakukan dengan menekankan
pada pentingnya penerapan aturan main yang jelas, adil, dan
tidak memihak satu pihak tertentu. Etika dalam pengambilan
keputusan merupakan kasus penentuan posisi yang tepat
mengenai bagaimana sebuah keputusan akan menghasilkan
keseimbangan distibusi manfaat/keuntungan dan juga biaya,
dan juga resiko, secara merata di seluruh organisasi.
Semenak organisasi merupakan sebuah sistem/mesin
pengambilan keputusan, dimana setiap orang yang
bergabung sdalah bagian dari mesin tersebut, maka tentu
keseimbangan distribusi harus terjadi. Contoh kasus dari
kriteria tentang etika ini adalah permintan serikata pekerja
untuk meminta pembayaran gaji atau upah sama rata untuk
semua pekerjaan tanpa memandang perbedaan pekerjaan.
Kekuatan dari kriteria ini adalah keadilan akan melindungi
kepentingan golongan minoritas yang cenderung tidak
memiliki perwakilan di organisasi dan lemah dari segi
otoritas dan kekuasaan. Selain itu pandangan ini mendukung
praktek-praktek bisnis yang memberi keadilan,
keseimbangan, dan kesejahteraan merata bagi strakeholders.
Kelemahan dari kriteria ini adalah sebagaimana yang telah
disampaikan dicontoh kasus, selain itu pandangan ini
menimbulkan semanagat untuk mencapai tahapan penyama-

108
ratan, dan bukan semanat untuk mencapai tahap
keseimbangan. Kesalah-pahaman pandangan ini dapat
mengurangi inovasi, efesiensi, dan produktivitas kerja.
Konsep pandangan menjadi sama rata, sama rasa.
4. Fokus terhadap pemenuhan kewajiban (obligations). Tujuan
didirikan organisasi adalah pencapaian tujuan pribadi dan
tujuan sosial umum. Tujuan sosial menghasilkan konsep
social/coorporate responsibility. Organisasi yang efektif
memiliki kemampuan menyeimbangkna pencapaian dan
tujuan. Tanggung-jawab organisasi pada masyarakat sama
besarnya dengan tanggung-jawab pada pemilik organisasi.
Tanpa masyarakat (konsumen), kegiatan bisnis organisasi
tidak berjalan dengan baik, mengabaikan tanggung-jawab
sosial pada lingkungan akan dapat merugikan organisasi
pada jangka panjang. Konsumen tidak hanya menilai pada
fitur produk tapi juga pada peran serta organisasi pada
kegiatan sosial. Gerakan Go green dan pendirian lembaga
perlindungan konsumen bukti pentingnya pemenuhan
tanggung-jawab sosial oleh organisasi. Penetapan tujuan
organisasi, dan proses pengambilan keputusan untuk
menemukan solusi bagi tercapainya tujuan akan selalu diisi
oleh sejumlah pertimbangan etika mengenai “penentuan
porsi” dari peran tanggung-jawab sosial organisasi.
Organisasi harus bisa memadu produk yang akan
dikeluarkan dengan kegiatan sosial yang langsung
menyentuh kemasyarakat. Kekuatan dari pandangan ini
adalah menanamkan pandangan tentang pentingnya
melakukan investasi jangka panjang melalui pemenuhan
kewajiban sosial dalam proses pengambilan keputusan.

109
Investasi sosial adalah investasi pertumbuhan organisasi
(social invesment is organizational’s growth invesment).
Selain itu dengan menerapkan pandangan etika ini,
organisasi dapat selalu membangun kedekatan emosional
dengan konsumen. Sedang kelemahan pandangan ini adalah
keterlibatan yang terlalu besar tanpa dukungan dana yang
kuat tentu akan menghabiskan dana operasional kegiatan
bisnis, terutama dalam jangka pendek dan menangah.
Kelemahan lain, ada kemungkinan munculnya pandangan
masyarakat bahwa setiap organisasi bisnis adalah organisasi
sosial juga, bukan dipandang sebagai organisasi bisnis yang
memenuhi kewajiban sosialnya. Selain itu, ada pelepasan
tanggung-jawab sosial (walau tidak secara penuh) bila mana
organisasi melihat keterlibatan kegiatan sosialnya tidak
dikuti oleh sebagian besar organisasinya.
5. Atas pandangan efek reputasi (reputation effect). Tujuan
dari pandangan etika ini adalah meraih efek reputasi
organisasi. Kriteria ini tidak jauh berbeda dengan kriteria
pemenuhan hak, keadilan, dan tanggung-jawab sosial.
Organisasi yang selalu menjadikan etika sebagai landasan
dalam kegiatan bisnis akan dinilai positif oleh konsumen
atau rekanan bisnis. Penilaian positif merupakan prasyarat
utama bagi organisasi untuk mendapatkan kriteria organisasi
bereputasi baik, dimana hal tersebut merupakan harta
terbesar bagi organisasi. Efek reputasi membantu
menjelaskan mengapa manajer dan pegawai berperilaku
mengikuti aturan etika. Semenjak organisasi merupakan
suatu sistem, maka organisasi yang tidak membangun
budaya dan standar etika sebagai pilar kegiatan bisnisnya

110
akan memberikan efek reputasi yang negatif bagi
anggotanya. Pihak luar akan menilai dengan memakai cara
pandang “pukul rata” terhadap para pengambil keputusan di
organisasi yang tidak mengindahkan etika sebagai “orang
yang tidak memiliki etika”. Meski tidak semua sama namun
tetap saja presepsi manusia sulit berubah. Perilaku tidak etis,
penyimpangan perilaku, dan tindakan yang dilakukan
sebagian pengelola organisasi akan memberikan imbas bagi
seluruh anggota organisasi dan memberi efek reputasi
negatif. Nilai good will yang rendah adalah indikator terbaik
pihak luar dalam menilai perilaku etis pengambil keputusan
di sebuah organisasi. Sehingga dapat kita simpulkan sangat
pentinglah suatu organisasi memiliki reputasi positif,
sebagaimana kriteria etika atas dasar pemenuhan kewajiban
tanggungjawab sosial maka kinerja efek reputasi akan
memberikan manfaat yang besar dalam jangka panjang.
Kekuatan kriteria ini adalah dengan membangun reputasi
positif maka akan membantu keberlangsungan hidup
perusahaan dalam jangka panjang. Sedang kelemahan dari
kriteria ini adalah efek reputasi terbangun melalui perilaku
yang beretika, artinya efek ini merupakan hasil atau akibat
dari sebab perilaku beretika. Ketika sejumlah anggota
organisasi gagal menrapkan perilaku etika dalam
pengambilan keputusan, maka seluruh anggota organisasi
akan terkena “getahnya”. Sangatlah penting bagi organisasi
memantau penerapan dari kriteria ini dalam pengambilan
keputusan.

111
D. Pertimbangan Etika
Para pengambil keputusan “bermazhab dogmatis”
menenpatkan pandangan etika atas dasar paham manfaat untuk
selalu mendapatkan laba. Dan masih berlaku untuk sejumlah
praktek bisnis pada saat ini. Kepentingan individu dan
organisasi kepentingan pemegang saham menjadi orientasi
dalam pengambilan keputusan. Lalu bagaimana dengan
kepentingan stakeholders ? Menjawan pertanyaan itu maka
kriteria keadilan, pemenuhan hak asasi, pemenuhan kewajiban,
dan efek reputasi dimajukan sebagai penyeimbangan
pandangan paham manfaat. Seluruh kriteria pada akhirnya
memberikan kerangka berpikir yang baik bagi pengambil
keputusan dalam menerapkanpertimbangan-pertimbangan etika
terhadap proses pengambilan keputusan, baik yang
berlandaskan atas pandangan rasionalitas maupun rasionalitas
yang dibatasi, dan berjenis terstruktur maupun tidak terstruktur,
akan didasarkan atas pertimbangan etika berlandaskan atas
sejumlah kriteria tersebut.
Kriteria-kriteria etika yang dijelaskan tentukan saja
tidak bisa diambil mentah-mentah, tidak ada yang terbaik yang
bisa digunakan karena kriteria etika dalam pengambilan
keputusan akan dipengaruhi oleh lingkungan eksternal
organisasi. Perubahan variabel lingkungan yang pesat
mempengaruhi penerapan setiap kriteria, pengambil keputusan
dapat saja menggabungkan kriteria etika untuk mengambil
suatu keputusan. Seluruh kriteria ini membantu pengambil
keputusan dalam menilai apakah sebuah alternatif solusi,
tindakan beserta konsekuensinya sudah memasukkan
pandangan etika atau belum. Semenjak proses pengambilan

112
keputusan dibantu oleh penggunaan sejumlah tehnik
pengambilan keputusan, maka tentunya kriteria di atas perlu
diintegrasikan dalam tehnik-tehnik pengambilan keputusan
yang dipakai.
Pertimbangan etika yang digunakan dalam pengambilan
keputusan juga harus mempertimbangkan nilai etika yang di
anut suatu bangsa, karena setiap bangsa punya cara pandang
sendiri tentang etika. Faktor keunikan budaya merupakan
pandangan yang mendasar yang menghasilkan cara pandang
terhadap etika. Perbedaan cara pandang tentang etika di setiap
negara, atau masyarakat tertentu akan mendorong pengambil
keputusan untuk mempertimbangkan kriteria etika yang cocok
digunakan dalam kasus tertentu. Pertimbangan etika tidak bisa
dipukul rata, namun harus disesuaikan dengan situasi dan
kondisi yang dihadapi. intinya manajer dan organisasi harus
selalu, dan wajib untuk menerapkan pertimbangan-
pertimbangan etika dalam pengambilan keputusan, dalam
menentukan kebijakan dan strategi bisnis. Ethics now, later, or
never. You choose.

*****

113
114
DAFTAR PUSTAKA

Anzizhan, S. (2004). Sistem pengambilan keputusan


pendidikan. Jakarta: PT Grasindo
Arroba, T. (1998). Decision making by Chinese-US. Journal of
Social Psychology, 38, 102-116.
Aspizain Chaniago. (2017). Teknik Pengambilan Keputusan
(Pendekatan Teori & Studi Kasus) (Cetakan I.). Lentera
Ilmu.
Bimo Walgito, B. W. (2004). Pengantar Psikologi Umum.
Andi.
Dedek Kusnadi. (2015). Pengambilan Keputusan Dalam
Perilaku Organisasi. Jurnal Ilmiah Universitas
Batanghari Jambi, 15(2).
Drummond, H. (1993). Effective Decision Making: A Practical
Guide for Management. London: Kogan Page Limited.
Dermawan, Rizky., 2016. Pengambilan Keputusan, Alfabeta,
Bandung
Engel, J. F., Blackwell, R. D., & Miniard, P. W. (1994).
Perilaku konsumen. Jakarta: Binarupa Aksara.
Fahmi, I. (2016). Teori dan Teknik Pengambilan Keputusan
Kualitatif dan Kuantitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada
Harrison, E.F. (1992). The Managerial Decision-Making
Process. Boston: Houghton Miffin Company.
Hoy, W. K., & Miskel, C. G. (2014). Administrasi Pendidikan:
Teori, Riset, dan Praktik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

115
Ivancevich, J. M. dkk. (2007). Perilaku dan Manjemen
Organisasi. Gelora Aksara Pratama.
Kotler, P. (2003). Manajemen Pemasaran. Edisi Kesebelas.
Jilid 1 dan 2. Penerbit PT. Indeks. Jakarta.
Kotler, P., Ang, S. H., Leong, S. M., & Tan, C. T. (2000).
Manajemen pemasaran perspektif asia. Fandy Tjiptono
(Penerjemah), Penerbit Andi Yogyakarta.
Latifa, A. (2010). Aplikasi Model Pengambilan Keputusan
Dalam Perilaku Fertilitas. V(1), 55-73.
Laudon, K. C., & Laudon, J. P. (2005). Sistem Informasi
Manajemen Mengelola Perusahaan Digital. Edisi VIII.
Andi. Yogyakarta
Muliadi, H., & Fahmi, I. (2016). Pengaruh Dividen Per Share,
Return On Equaty Dan Net Profit Margin Terhadap
Harga Saham Perusahaan Manufaktur. 1(2), 71-80.
Musdar, I. A., & Angriani, H. (2017). Implementasi Metode
Decision Tree Dalam Menentukan Pemberian Kredit
Mobil Menggunakan Visual Basic ( Studi Kasus UD
PUTRA MAS Makassar ). 4(1), 55-67.
Muslich, M. (2009). Metode Pengambilan Keputusan
Kuantitatif. Jakarta: Bumi Aksara
Muslich Muhammad. (2009). Metode Pengambilan Keputusan
Kuantitatif. Jakarta. Bumi Aksara.
Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan.
Jakarta: Rineka Cipta, 16, 15-49.
Rakhmat, J. (2005). Psikologi Komunikasi edisi revisi.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Rochaety, E. (2005). dkk, Sistem Informasi Manajemen
Pendidikan, PT. Bumi Aksara, Jakarta.

116
Rochaety Eti dkk. (2005). Sistem Informasi Manajemen
Pendidikan. Jakarta. Bumi Aksara.
Rohmatul Fitri. (2014). Pengambilan keputusan aborsi.
http://etheses.uin-malang.ac.id/id/eprint/597
Safaruddin, & Asrul. (2014). Manajemen kepengawasan
pendidikan (editor: Syafaruddin dan Asrul).
Citapustaka media.
Saiid Ahmad Ihsan. (2013). Materi kuliah Analisis Kebijakan
Bisnis. UNM.
Sari, E. (2007). Pengambilan Keputusan Dalam Organisasi:
Mengoptimalkan Peran Komunikasi Dalam Perubahan
Organisasi (Cetakan Pertama). Jayabaya University
Press.
Siagian, S. P. (2008). Filsafat Administrasi edisi revisi. Bumi
Aksara, Jakarta
Suharnan, M. S. (2005). Psikologi Kognitif. Surabaya:
Srikandi.
Syamsi, I. (2000). Pengambilan Keputusan dan Sistem
Informasi. In Bumi Aksara.
Tindra, N. D. (n.d.). Model-Model Pengambilan Keputusan.

*****

117
118
TENTANG PENULIS

Dr. H. Kamaruddin Hasan, M.Pd. Lahir di


Barru pada tanggal 31 Januari 1973, anak
dari perkawinan pasangan H. Hasan Genda
dengan Hj. St. Raehan Rahimi, menempuh
pendidikan dasar dan menengah pada
Madrasah Ibtidaiyah Attaufiq Tanete Barru
(1985), Madrasah Tsanawiyah DDI Tanete
Rilau Barru (1988), Madrasah I‟dadiyah Pondok Pesantren
DDI Mangkoso (1988), Madrasah Aliyah DDI Tanete Rilau
(1991). Menyelesaikan Pendidikan Sarjana di IAIN Alauddin
Ujungpandang Jurusan PAI (1996), Pendidikan Magister di
Universitas Negeri Makassar (UNM) kekhususan Manajemen
Pendidikan (2001) dan Program Doktor di Universitas Negeri
Alauddin Makassar (UINAM) Konsentrasi Pendidikan dan
Keguruan (2012). Menjadi PNS sebagai Guru Agama Islam di
SMPN 1 Barru. Tahun 2004-2008 pernah menjadi kasi
kurikulum Pendidikan Menengah Dinas Pendidikan Kabupaten
Barru (2008-2011), Kasubag Program Dinas Pendidikan
Kabupaten Barru, dan Sekretaris Dinas Pendidikan Kabupaten
Barru (2014-2016). Terhitung sejak bulan oktober Tahun 2016
beralih menjadi Dosen PNS pada Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Makassar. Disamping juga mengajar
dibeberapa Perguruan Tinggi antara lain Program Pascasarjana
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM), STAI
Al Gazali Barru dan STAI DDI Mangkoso. Sejak tahun 2013

119
s.d sekarang, dipercaya menjabat sebagai Ketua Sekolah
Tinggi Ilmu Administrasi Al Gazali Barru disamping sebagai
Ketua Dewan Pendidikan Kabupaten Barru.
Buku-buku yang pernah ditulis antara lain
“Membangun Kultur Sekolah Berbasis Iman dan Takwa”
(2014), “Kultur Sekolah Berbasis Multiple Intellegence”
(2019), “Manajemen Berbasis Sekolah” (2019), “Learning
Media of Pakakala Boardgame Can Incrase Student Learning
Motivation” (2012), “Filsafat Pendidikan” (2022). “Deformasi
Rasa Cinta” (2022).

******

120
A. Pananrangi M, S.Sos., M.Si. Lahir di
Barru 15 Agustus 1966. Ia telah
menempuh pendidikan strata satu (S1)
Ilmu Administrasi Negara (2008) di
STIA AL-Gazali Barru. Kemudian
melanjutkannya ke jenjang Magister (S2)
Administrasi Publik (2011) di Universitas
Indonesia Timur Makassar. Saat ini ia sedang menempuh
program Doktoral (S3) di Universitas Negeri Makassar.
Penulis menjabat sebagai Dosen di STIA Al Gazali
Barru. beberapa jurnalnya yang telah terbit di dalam negeri
adalah: “Studi perubahan indeks kepuasan masyarakat (IKM)
Menjadi Survei Kepuasan Masyarakat (SKM) terhadap
Pelayanan Publik” Meraja Journal, ISSN 2621-458X (online),
P3M STIA Al Gazali Barru, Vol. 1, No.3 Februari 2018;
“kinerja Pemerintah dalam pelayanan administrasi
kependudukan di desa siawung kecamatan barru kabupaten
barru” Meraja Journal, ISSN 2615-2037 (print), P3M STIA Al
Gazali Barru, Vol. 2 No. 1 Februari 2019; “inovasi peningkatan
kualitas pelayanan publik melalui Citizen’s Charter”. Meraja
Journal, ISSN 2621-458X (Online) P3M STIA Al Gazali
Barru, Vol. 2 No. 2 Juni 2019. “The Role the Village
Government in The Manajemen of Village Business Agencies
(Bumdes): Case Studi in Madello Village, Balusu District,
Barru District”, Meraja Journal, ISSN 2621-458X (online),
P3M STIA Al Gazali Barru, Vol. 3 No. 1 Februari 2020,
“Bureacaucracy Neutrality Challenge in Indonesia
(Conceptual Study)”, Meraja Journal, ISSN 2621-458X
(online), P3M STIA Al Gazali Barru, Vol. 4 No. 1 Februari

121
2021; “Implementation of termination and appointment village
equipment, balusu dostrict, barru regency”Jour nal Scientia,
ISSN 2303-0059, Vol. 11 No. 2, 7 November 2022; “Effect of
performance of Hospital Nurses In Makassar City Indonesia”,
Webology, ISSN: 1735-188X, Vol. 18 No.2. 2021.
Sedangkan jurnal yang diterbitkan di luar negeri adalah:
“The Analysis of Management and Administration of Village
Fund: A Case Study in Barru District, Barru Regency”, Asian
journal of science & Humanities, ISSN: 2186-8484, Vol. 8
No.1, 2019.
Buku yang diterbitkan adalah: “Filsafat Ilmu
Pengetahuan: Sebuah Pengantar. ISBN: 978-623-261-256-3,
juni 2021; “Formulasi, Implementasi dan Evaluasi Kebijakan
Publik”.

*****

122
Dr. Safaruddin, S.Sos., M.AP. Lahir di
Pakkang (Pangkep), 04 Agustus 1992.
Anak dari perkawinan pasangan H. Arifin,
S.Pd dengan Hj. Rusdiana, S.Pd, Penulis
telah Menempuh Pendidikan di Sekolah
Dasar Negeri 28 Pakkang dan lulus tahun
(2004), Sekolah Menengah Pertama
Negeri 1 Mandalle dan lulus tahun (2007), Sekolah Menengah
Atas Negeri 1 Segeri dan lulus tahun 2010. Setelah lulus
Sekolah Menengah Atas, Penulis melanjutkan pendidikan di
Universitas Muhammadiyah Makassar pada Program Studi
Ilmu Administrasi Negara (S1), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik dan lulus pada Tahun 2014. Selanjutnya penulis
melanjutkan Pendidikan pada Program Pascasarjana Program
Studi Magister Administrasi Publik (S2) dan lulus Tahun 2019
di Universitas yang sama dan selanjutnya penulis melanjutkan
pendidikan Doktor (S3) di Universitas Hasanuddin dan Lulus
pada Tahun 2022 pada Program Studi Administrasi Publik,
Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
Selain itu, penulis juga aktif sebagai tenaga Pengajar/Dosen
pada Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Al Gazali Barru, serta
aktif dalam konferensi Nasional maupun Internasional.
Jurnal Nasional yang telah diterbitkan adalah
“Implementasi Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan
Melalui Program Keluarga Harapan di Kecamatan Tamalate
Kota Makassar”. “Partisipasi Perempuan Pesisir Pantai Dalam
Meningkatkan Pendapatan Keluarga Nelayan Di Desa
Tamarupa Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan“.
“Perception of Port Service Users on Quality of Port Office

123
Service (UPP) Garongkong Kabupaten Barru”. “Customer
Perceptions of Services at Bank Mandiri Sub-Branch Office
(KPC) Pangkep Hasanuddin”.
Jurnal Internasional yang telah diterbitkan adalah
“Dynamics of Education Policy Implementation in the Era of
the Covid-19 Pandemic in Makassar City”, “Analysis of
Adaptive Policy in Education Policies in the Era of Covid-19
Pandemic in Makassar City”, “Learning Innovation in
Elementary School to Welcome the New Normal in Makassar
City”. “ Implementation of Indonesian Law Policy No.
33/2014 on Halal Product Guarantee (JPH) in Makassar
City”.
Buku yang telah ditulis antara lain “Urban Governance
dan Smart City: Teori dan Praksis Analisis“. April 2022.

*****

124

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai