Anda di halaman 1dari 2

Berburu "Tengkung" Bernilai Miliaran

Kebanyakan orang mungkin akan mengernyitkan dahi atau bahkan mencibir jika
dengar ini: Seorang penggemar burung perkutut di tanah air rela merogoh kocek
hingga miliaran rupiah demi memuaskan "syahwat klangenan" alias hobinya untuk
memelihara perkutut kesayangan.

Faktanya memang begitu. Pasca "Susi Susanti", perkutut debutan H Muhammad


asal Surabaya melejit ke posisi nilai tawar riil Rp 800 juta di era tahun 80-an, kini
harga jual perkutut jawara kian meroket. Misteri Bahari (MB), misalnya, di paruh
tahun 90-an mampu menduduki ranking teratas nilai penawaran bursa perkutut
nasional. Burung milik John Suwandi asal Cirebon itu sempat dibandrol Rp 1,2
miliar.

Dari bandrol itu, MB sempat mendapat nilai tawar riil Rp 1 miliar. Masgulnya, John
Suwandi menampik tawaran itu. "Saya masih seneng, rencananya mau saya ternak
dulu," ujar John Suwandi saat ditemui di even Lomba Perkutut di Solo, Sabtu
(14/11).

"Harga pasaran perkutut jawara itu riil, tidak seperti bunga yang penuh kamuflase
dan langsung terjun bebas," komentar Lamidi, pakar perkutut asal Jawa Timur.

Riil lantaran standardisasinya jelas. Untuk perkutut kualitas ekonomi alias


"kropyokan" misalnya, tertinggi dibandrol dalam kisaran Rp 150 ribu hingga Rp 250
ribu. Perkutu kelas menengah mulai tembus harga jutaan rupiah. Sedangkan
perkutut jawara standar Liga Perkutut Indonedia (LPI) dibandrol dalam kisaran Rp
250 juta hingga di atas Rp 1 miliar.

Posisi nilai tawar teratas untuk harga perkutut jawara kini ditempati Aljazair. Perkutut
bergelang MLT milik Terminal Perlutut Surabaya ini dibandrol Rp 1,8 miliar. Jauh di
atas bandrol Pusaka Raja, perkutut rangking teratas LPI 2008 milik H Edy Yusuf,
Baturaja.

Padahal, mengacu pada pakem penjurian lomba burung perkutut hasil ramuan
Persatuan Pelestari Perkutut Indonesia (LPI), prinsip dasarnya sama. Kriteria suara
perkutut berpatokan pada lima unsur, yaitu suara depan, tengah (ketek), ujung
(tengkung), irama, dan kualitas suara. "Trend pasar saja yang terus berubah-ubah,"
ungkap Saiful, juri perkurur nasional.

Sekarang trend pasar perkutut terhipnotis pada suara (ketek) tengah dan ujung
(tengkung). Dulu di era Susi Susanti, trend suara tengah masih fokus di ketek engkel
(empat ketukan) dan satu setengah (lima ketukan).

Sekarang, "Kongmania" lebih tergila-gila pada ketek dobel (enam ketukan) dan
dobel plus (tujuh ketukan), dengan suara ujung (tengkung) panjang dan menggema.

Wajar, tingginya nilai jual perkutut jawara memicu pemodal kakap mempertaruhkan
kocek di sektor breeding. Sebut misalnya WAT, Grand Master, Terminal Perkutut,
SGT, KOPA, GM, adalah deretan peternak perkutut papan atas di negeri tercinta.
Rata-rata mereka mempertaruhkan investasi di atas Rp 5 miliar untuk berburu "trah"
perkutut jawara. Ironisnya, meski trah murni perkutut itu sebenarnya asli Indonesia,
mereka toh tetap berkiblat ke Bangkok dalam mengejar materi indukan.

Anda mungkin juga menyukai