Anda di halaman 1dari 2

Ujung Perkutut Musti Bulat Panjang dan Mengalun

Sejauh ini, silang pandang soal kriteria ujung suara perkutut, tak pernah surut. Pakem jitu
suara ujung perkutut, musti diakui, cuma berdasarkan apresiasi rasa. Belum ada pakem jitu,
yang bisa dijadikan acuan. P3SI sendiri hanya memberi patokan, jika tidak mau menyebut
sebagai tengara, lewat pendekatan tiga unsur. Yaitu, bulat, panjang dan mengalun.

Berani bertaruh, jika ketiga unsur kriteria ini dipertanyakan lebih detil, jawaban masing-
masing juri pasti berbeda. Tapi, sekali lagi, disinilah uniknya apresiasi rasa. Dinamis dan
terus berubah-ubah.

Survei lapangan membuktikan, pendekatan nilai suara ujung perkutut, kental dipengaruhi
keberhasilan olah kandang dan tren segmen pasar.Wajar, jika tiap dekade, muncul tren
baru. Pada era kejayaan “Susi Susanti” di tahun 80-an, kriteria ujung perkutut ya serupa itu.
Sedang-sedang saja. Prinsip memiliki unsur bulat dan berakhir sengau (nengkung),
dianggap sebagai ujung berkualitas.

Di era kejayaan “Misteri Bahari” tahun 90-an, ada peningkatan pada unsur panjangnya.
Kongmania pun lantas berburu perkutut dengan ujung yang menyerupai suara ujung “Misteri
bahari”. Di era ini, tren ujung panjang, bulat dan mengalun mulai diburu. Hanya pada sisi
volume, masih tergolong sedang-sedang saja.

Sekarang, katika muncul “Aljazair”, tren suara ujung berubah lagi. Kongmania tidak hanya
puas menikmati suara ujung yang hanya sekadar bulat dan nengkung. Tapi musti panjang
dan mengalun. Puncaknya, pada apresiasi suara ujung perkutut berlebel “Mandilaras”.

Kongmania mengakui, meski suara angkatan Mandilaras relatif cekak, tapi suara ujungnya
manis banget. Suara ujung “Mandilaras” mencakup tiga unsur panjang, mengalun dan
berakhir sengau. Unsur bulatnya saja yang masih kurang sempurna.

Sayang, “Mandilaras”, tak bertahan lama di arena lomba. Perkutut itu hanya popular sesaat,
bahkan suaranya sempatg menghiasi situs kongmania. Setelah itu, lenyap, tak diketahui
kabar beritanya.

Dewi fortuna justru melekat pada “Aljazair”. Perkutut milik Tim Terminal Perkutut Surabaya
itu bertengger di papan atas dalam seri Liga Perkutut Indonedia (LPI), bersaing ketat
dengan “Jamaica” milik Hendri S, Tasikmalaya.

Pertanyaannya kini, ukuran apa yang dijadikan patokan untuk menentukan panjang suara
ujung? Jujur diakui, tak ada pendekatan yang baku. Sejumlah juri kaliber nasional saat
dikejar pertanyaan ini, lebih suka meminjam perbandingan dengan suara ujung perkutut
jawara di masanya.

Satu-satunya pakar perkkutut yang berani menghadirkan nilai pendekatan ujung perkutut
hanya Lamidi, ketua penjurian P3SI Korwil Jatim.”Kalau saya harus mengatakan,
pendekatan paling sederhana ya dengan tekukan jari tangan, “ katanya.

Menurutnya, kwalitas suara ujung perkutut era kini, minimal harus mampu bertahan dalam
tiga atau empat tekukan jari tangan. Lebih dari empat tekukan, bisa dibilang sempurna. Toh,
Lamidi pun akhirnya juga melakukan pendekatan apresiasi pada suara ujung “Aljazair”.

Kemudian, membandingkan suara ujung “Aljazair” dengan “Jamaica”. Kedua ujung perkutut
itu, lanjut Lamidi, sama-sama memiliki tiga sampau empat tekukan jari tangan. Dia meyakini,
tren ujung perkutut era mendatang, akan lebih panjang lagi.”Mungkin bisa sampai lima
tekukan jari tangan,” katanya.(bersambung) andi casiyem sudin

Anda mungkin juga menyukai