Anda di halaman 1dari 2

12 menit untuk Selamanya

Sinopsis : Kuswara

Saya bermimpi membawa mereka, tim marching band yang saya latih, menjadi juara. 
Meskipun mereka hanya datang dari sebuah kota di pelosok negeri. Meskipun orang lain
menganggap itu mustahil.

Mereka berlatih ribuan jam hanya demi 12 menit penentuan. Mereka bertekad membuktikan
pada dunia. Bahwa mimpi harus kau percayai agar terwujud. Dreaming is believing. Dan
bersama-sama mereka akan menyerukan, Vincero!

Resensi

12 adalah angka yang sangat berarti untuk tiga puluh anggota Marching Band Gita Mandiri.
Segala perjuangan selama 12 bulan untuk 12 menit yang berharga. Dan mungkin, 12 adalah
angka keberuntungan buat mereka.

Covernya yang unik dan eye catching membuat saya tidak ragu untuk membelinya. Judulnya
pun unik, 12 Menit, membuat saya makin penasaran apa isi ceritanya. Saya pikir buku ini
mengisahkan cerita tentang percintaan dua insan. Namun ternyata isinya di luar perkiraan saya.
Setelah membuka halaman pertama, saya tidak bisa berhenti membaca. Makin dibaca makin
menarik dan konfliknya pun semakin berkembang.

Dikisahkan, seorang gadis bernama Elaine yang harus meninggalkan kota metropolitan dan
menuju kota kecil di Bontang. Elaine yang memiliki keluarga yang berkecukupan dengan segala
kebutuhan yang selalu terpenuhi harus beradaptasi dengan kondisi kota yang sederhana dan
tidak sesemarak kota tempat tinggalnya dulu. Ayahnya Elaine adalah orang Jepang yang
sangat disiplin dan menginginkan segala hal berjalan sesuai kehendaknya. Walau mulanya
merasa tidak merasa nyaman dengan sekolah barunya, lama-kelamaan Elaine bisa
menemukan hal yang membuatnya betah di Bontang. Elaine memutuskan untuk bergabung
dengan marching band pupuk Kaltim walau harus menentang ayahnya. Ayahnya berambisi
Elaine menjadi ilmuwan dan tidak menghabiskan waktu untuk hal tidak berguna.

Rasa penuh tanggung jawab berupaya membagi waktu untuk latihan dan menjaga ayahnya
yang sakit. Jarak jauh antara rumahnya dan tempat latihan ditempuh dengan jalan kaki. Betapa
besar perjuangannya untuk mencapai impian.

Kisah masa lalu yang tragis, kecelakaan yang merengut banyak hal dari Tara menjadikannya
rendah diri. Namun di balik keterbatasan Tara, tersimpan bakat yang sangat cemerlang.
Kemampuannya memainkan snare drum dengan ketepatan dan intuisi yang baik mebuat Rene
kagum. Rene, sang pelatih marching band yang kemampuannya sudah dikenal di luar negeri
dipertemukan takdir untuk melatih tim marching band Bontang yang minim prestasi, lesu malah
dari aura kemenangan. Marching band lokal yang tidak terlalu diperhitungkan sehingga
membuat anggotanya merasa kurang percaya diri disandingkan dengan marching band dari
kota besar. Tentu tantangan besar bagi Saya untuk menyatukan dan meyakinkan tiga puluh
anggota Marching Band Gita mandiri untuk berani mengikuti ajang bergengsi. Saya tak hanya
melatih tapi menumbuhkan kepercayaan diri dan kebanggaan di diri setiap anggota. 

Kisah 12 Menit ini merupakan kisah yang cukup unik dan mengangkat tema yang tidak biasa.
Novel ini merupakan novel pertama yang saya baca yang mengangkat tema tentang Marching
Band. Dari novel ini saya mengenal lebih detail tentang istilah-istilah musik dan bisa
membayangkan setiap tugas dan fungsi pemain dalam marching band. Tak pernah
terbayangkan sebelumnya, susahnya pemain brass yang membawa kemana-mana benda
sebesar itu. Ternyata alat musik tiup tak hanya sekedar tiup dan bunyi, tapi bagaimana
mengatur nafas agar menghasilkan bunyi yang benar. Color guards dengan tampilan warna-
warni yang menarik perhatian juga berperan penting dalam tim.

Apa yang menyatukan Tiga puluh anggota? Jawabnya adalah komitmen untuk menjadi yang
terbaik. Novel ini mengandung makna bahwa cita-cita harus diperjuangkan. Tentu jalan untuk
mencapai tujuan akan ada banyak tantangan yang berliku.

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan sebuah bangsa sampai mereka
mengubah keadaan mereka sendiri.” (QS Al-Ra’d [13] : 11)

Salah satu kalimat favorit saya dalam novel ini adalah “Kalau telingamu tak bisa dipakai, pakai
matamu! Dan pakai hatimu” (hlm 142). Adakala kita harus menutup mata dan telinga, mulai
mendengarkan kata hati.

Sulit bagi saya untuk menemukan kelemahan buku ini. Jujur saya terkadang dibuat bingung
dengan istilah-istilah marching band (maklum orang awam). Namun penulis membantu
pembaca dengan melampirkan glosarium berisi penjelasan tentang istilah-istilah tersebut.
Secara keseluruhan, buku ini layak mendapat Five Stars.

Dari novel ini saya lebih memahami dan mengapresiasi marching band. Selama ini saya
menikmati penampilan marching band hanya sebatas suka dengan penampilan mayoret yang
cantik, koreografi penari yang keren, dan lagu yang membakar semangat. Sekarang saya
menghargai bahwa keberhasilan tidak lepas dari kerja keras semua anggota mulai dari pelatih,
manajer, field commander, pemain brass, color  guards, dan semua yang tidak bisa disebutkan
satu per satu. Akhir kata mimpi hanya akan tetap jadi mimpi jika tidak diwujudkan. Dreaming is
believing. VINCERO!!!

Jika suatu saat kau ada di titik terendah hidupmu, percayalah bahwa yang akan
menyelamatkanmu hanya doa, cinta, dan impianmu – Kuswara.

Anda mungkin juga menyukai