Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Tenaga listrik dibangkitkan dari pusat-pusat pembangkit seperti PLTA

(Pembangkit Listrik Tenaga Air), PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap), PLTG

(Pembangkit Listrik Tenaga Gas) ataupun PLTGU (Pembangkit Listrik Tenaga

Gas Uap). Tenaga listrik ini kemudian disalurkan melalui saluran transmisi,

dimana tegangan penyalurannya dinaikkan dahulu oleh transformator penaik

tegangan (step up transformator). Penaikan tegangan ini berfungsi untuk

mengurangi besarnya rugi-rugi daya saat penyalurannya. Saluran transmisi yang

ada di Indonesia pada umumnya memiliki tegangan 150 kV dan 500 kV.

Setelah tenaga listrik disalurkan melalui saluran transmisi, maka akan

sampai pada Gardu Induk (GI) dimana tegangannya akan diturunkan oleh

transformator penurun tegangan (step down transformator). Disini tegangannya

akan berubah menjadi tegangan menengah. Jaringan inilah yang disebut dengan

Jaringan Tegangan Menengah (JTM). Sistem distribusi primer di kota biasanya

terdiri atas 2 jenis, yaitu saluran udara (overhead lines) dan kabel-kabel tanah

yang tertanam di jalan sehingga tidak terlihat (underground cable). Tegangan

distribusi yang umum digunakan di Indonesia adalah 20 kV.

Setelah energi listrik disalurkan melalui jaringan distribusi primer, maka

tenaga listrik akan diturunkan lagi tegangannya pada gardu-gardu distribusi

menjadi tegangan rendah dengan tegangan 380/220 Volt yang kemudian akan di

Universitas Sumatera Utara


salurkan melalui Jaringan Tegangan Rendah (JTR) menuju ke rumah-rumah

pelanggan melalui Sambungan Rumah (SR).

Gambar 2.1 Gambaran Umum Distribusi Tenaga Listrik

Universitas Sumatera Utara


2.2 Jaringan Distribusi Primer

Jaringan pada sistem distribusi tegangan menengah (20kV) dapat

dikelompokkan menjadi lima model, yaitu Jaringan Radial, Jaringan Hantaran

Penghubung (Tie Line), Jaringan Lingkaran (Loop), Jaringan Spindel dan Sistem

Gugus atau Kluster.

2.2.1 Jaringan Radial

Sistem distribusi dengan pola Radial seperti Gambar 2.2 sdalah sistem

distribusi yang paling sederhana dan ekonomis. Pada sistem ini terdapat beberapa

penyulang yang menyuplai beberapa gardu distribusi secara radial.

Dalam penyulang tersebut dipasang gardu-gardu distribusi untuk

konsumen. Gardu distribusi adalah tempat dimana trafo untuk konsumen

dipasang. Bisa dalam bangunan beton atau diletakan diatas tiang. Keuntungan

dari sistem ini adalah sistem ini tidak rumit dan lebih murah dibanding dengan

sistem yang lain.

Gambar 2.2 Konfigurasi Jaringan Radial

Universitas Sumatera Utara


Namun keandalan sistem ini lebih rendah dibanding dengan sistem

lainnya. Kurangnya keandalan disebabkan karena hanya terdapat satu jalur utama

yang menyuplai gardu distribusi, sehingga apabila jalur utama tersebut mengalami

gangguan, maka seluruh gardu akan ikut padam. Kerugian lain yaitu mutu

tegangan pada gardu distribusi yang paling ujung kurang baik, hal ini dikarenakan

jatuh tegangan terbesar ada diujung saluran.

2.2.2 Jaringan Hantaran Penghubung (Tie Line)

Sistem Distribusi Tie Line seperti Gambar 2.3 di bawah ini digunakan

untuk pelanggan penting yang tidak boleh padam seperti Bandara, Rumah Sakit,

dan lain-lain. Sistem ini memiliki minimal dua penyulang sekaligus dengan

tambahan Automatic Change Over Switch / Automatic Transfer Switch. Setiap

penyulang terkoneksi ke gardu pelanggan khusus tersebut sehingga bila salah

satu penyulang mengalami gangguan maka pasokan listrik akan di pindah ke

penyulang lain.

Gambar 2.3 Konfigurasi Tie Line

Universitas Sumatera Utara


2.2.3 Jaringan Lingkaran (Loop)

Pada Jaringan Tegangan Menengah Struktur Lingkaran (Loop) seperti

Gambar 2.4 dimungkinkan pemasokannya berasal dari beberapa gardu induk,

sehingga dengan demikian tingkat keandalannya relatif lebih baik.

Gambar 2.4 Konfigurasi Jaringan Loop

2.2.4 Jaringan Spindel

Sistem Spindel seperti pada Gambar 2.5 di bawah ini adalah suatu pola

kombinasi jaringan dari pola Radial dan Ring. Spindel terdiri dari beberapa

penyulang (feeder) yang tegangannya diberikan dari Gardu Induk dan tegangan

tersebut berakhir pada sebuah Gardu Hubung (GH).

Pada sebuah spindel biasanya terdiri dari beberapa penyulang aktif dan

sebuah penyulang cadangan yang akan dihubungkan melalui gardu hubung. Pola

spindel biasanya digunakan pada jaringan tegangan menengah (JTM) yang

menggunakan kabel tanah/saluran kabel tanah tegangan menengah (SKTM).

Namun pada pengoperasiannya, sistem spindel berfungsi sebagai sistem Radial.

Universitas Sumatera Utara


Di dalam sebuah penyulang aktif terdiri dari gardu distribusi yang berfungsi untuk

mendistribusikan tegangan kepada konsumen baik konsumen tegangan rendah

(TR) atau tegangan menengah (TM).

Gambar 2.5 Konfigurasi Jaringan Spindel

2.2.5 Sistem Gugus (Kluster)

Konfigurasi Gugus seperti pada Gambar 2.6 di bawah ini banyak

digunakan untuk kota besar yang mempunyai kerapatan beban yang tinggi. Dalam

sistem ini terdapat saklar pemutus beban dan penyulang cadangan. Penyulang ini

berfungsi bila ada gangguan yang terjadi pada salah satu penyulang konsumen.

Artinya penyulang cadangan inilah yang menggantikan fungsi suplai daya ke

konsumen.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.6 Konfigurasi Jaringan Kluster

2.3 Jaringan Distribusi Sekunder

Sistem jaringan distribusi sekunder atau sering disebut jaringan distribusi

tegangan rendah (JDTR) merupakan jaringan yang berfungsi sebagai penyalur

tenaga listrik dari gardu-gardu pembagi (gardu distribusi) ke pusat-pusat beban

(konsumen tenaga listrik). Besarnya standar tegangan untuk jaringan ditribusi

sekunder ini adalah 127/220 V untuk sistem lama, dan 220/380 V untuk sistem

baru, serta 440/550 V untuk keperluam industri.

Besarnya tegangan maksimum yang diizinkan adalah 3 sampai 4 % lebih

besar dari tegangan nominalnya. Penetapan ini sebanding dengan besarnya nilai

tegangan jatuh (voltage drop) yang telah ditetapkan berdasarkan PUIL 661 F.1,

bahwa rugi-rugi daya pada suatu jaringan adalah 15 %. Dengan adanya

pembatasan tersebut stabilitas penyaluran daya ke pusat-pusat beban tidak

terganggu.

10

Universitas Sumatera Utara


Sistem distribusi ini merupakan bagian yang langsung berhubungan

dengan konsumen. Jadi sistem ini selain berfungsi menerima daya listrik dari

sumber daya (trafo distribusi), juga akan mengirimkan serta mendistribusikan

daya tersebut ke konsumen. Mengingat bagian ini berhubungan langsung dengan

konsumen, maka kualitas listrik selayaknya harus sangat diperhatikan.

Gambar 2.7 Jaringan Distribusi Sekunder

11

Universitas Sumatera Utara


2.4 Transformator

Salah satu penyebab mengapa arus AC (bolak-balik) banyak di pakai

adalah karena kemungkinan mentransformasikannya amat mudah, baik dalam

menaikkan tegangan maupun menurunkan tegangan. Alat yang digunakan untuk

menaikkan atau menurunkan tegangan disebut transformator.

Transformator adalah suatu alat listrik yang dapat memindahkan dan

mengubah energi listrik dari satu atau lebih rangkaian listrik ke rangkaian listrik

yang lain, melalui suatu gandengan magnet dan berdasarkan prinsip induksi

elektromagnet. Transformator dapat digunakan secara luas, baik dalam bidang

tenaga listrik maupun dalam bidang elektronika. Penggunaan transformator dalam

bidang sistem tenaga memungkinkan terpilihnya tegangan yang sesuai dan

ekonomis untuk tiap-tiap keperluannya, misalnya keperluan akan tegangan tinggi

dalam pengiriman daya listrik untuk jarak yang jauh.

Gambar 2.8 Transformator

12

Universitas Sumatera Utara


Prinsip kerja transformator adalah berdasarkan Hukum Ampere dan Hukum

Faraday, yaitu arus listrik dapat menimbulkan medan magnet dan sebaliknya

medan magnet dapat menimbulkan arus listrik. Transformator terdiri atas dua

buah kumparan (primer dan sekunder) yang bersifat induktif. Kedua kumparan ini

terpisah secara elektris namun berhubungan secara magnetis melalui jalur yang

memiliki reluktansi (reluctance) rendah. Apabila kumparan primer dihubungkan

dengan sumber tegangan bolak-balik maka fluks bolak-balik akan muncul di

dalam inti yang dilaminasi. Karena kumparan tersebut membentuk jaringan

tertutup maka mengalirlah arus primer.

Akibat adanya fluks di kumparan primer maka di kumparan primer terjadi

induksi (self induction) dan terjadi pula induksi di kumparan sekunder karena

pengaruh induksi dari kumparan primer atau disebut sebagai induksi bersama

(mutual induction). Inilah yang menyebabkan timbulnya fluks magnet di

kumparan sekunder dan mengalirlah arus sekunder jika rangkaian sekunder di

bebani, sehingga energi listrik dapat ditransfer keseluruhan (secara magnetisasi).

Gambar 2.9 Prinsip Kerja Transformator

13

Universitas Sumatera Utara


2.4.1 Jenis-jenis Transformator

Transformator dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis tergantung

dilihat dari aspeknya.

a). Transformator berdasarkan fungsinya

 Transformator step up, yaitu transformator yang digunakan untuk

menaikkan tegangan. Transformator ini memiliki lilitan sekunder

yang lebih banyak daripada lilitan primernya.

 Transformator step down, yaitu transformator yang digunakan untuk

menurunkan tegangan. Transformator ini memiliki lilitan sekunder

yang lebih sedikit daripada lilitan primernya.

b). Transformator untuk pengukuran

 Transformator arus, yaitu transformator digunakan untuk pengukuran

arus yang besarnya ratusan ampere dari arus yang mengalir dalam

jaringan tegangan tinggi. Disamping untuk penguran arus, trafo arus

juga digunakan untuk pengukuran daya dan energi, pengukuran jarak

jauh dan relay proteksi.

 Transformator tegangan, yaitu transformator satu fasa step down yang

mentransformasi tegangan tinggi atau tegangan menengah ke suatu

tegangan rendah yang layak untuk perlengkapan indikator, alat ukur,

relay, dan alat sinkronisasi serta berfungsi untuk merubah tegangan

tinggi menjadi tegangan rendah sehingga dapat diukur dengan

Voltmeter. Hal ini dilakukan atas pertimbangan harga dan bahaya

yang dapat ditimbulkan tegangan tinggi.

14

Universitas Sumatera Utara


c). Transformator berdasarkan pemakaian

 Transformator mesin, yaitu transformator yang digunakan pada mesin-

mesin listrik.

 Transformator Gardu Induk, yaitu transformator yang digunakan pada

gardu induk.

 Transformator distribusi, yaitu transformator yang digunakan pada

saluran distribusi untuk menyalurkan energy listrik ke konsumen.

2.4.2 Rugi-rugi Transformator

Transformator memiliki beberapa rugi-rugi sebagai berikut :

a). Rugi-rugi Tembaga (Pcu)

Rugi-rugi tembaga merupakan rugi-rugi yang diakibatkan oleh adanya

tahanan resistif yang dimiliki oleh tembaga yang digunakan pada bagian lilitan

trafo, baik pada bagian primer maupun sekunder.

= ( ) (2.1)

Formula ini merupakan perhitungan untuk pendekatan. Karena arus beban

berubah–ubah, rugi tembaga juga tidak konstan bergantung pada beban. Dan perlu

diperhatikan pula resistansi disini merupakan resistansi AC.

15

Universitas Sumatera Utara


b). Rugi Besi (Pi)

Rugi besi di peroleh dari percobaan beban nol dari suatu transformator.

Dari percobaan, dapat diketahui bahwa arus penguat I0 terdiri dari 2 komponen,

yaitu komponen arus pemagnetan (Im) dan komponen rugi inti dari arus penguat

Ic, yang menyatakan arus yang terpakai akibat adanya arus hysteresis dan arus

Eddy. Besar rugi besi adalah penjumlahan dari rugi hysteresis dengan rugi Eddy.

(Pi = P h+ Pe).

1). Rugi-rugi Eddy Current (Pe)

Rugi-rugi arus eddy merupakan rugi-rugi panas yang terjadi pada

bagian inti trafo. Perubahan fluks menyebabkan induksi tegangan pada bagian

inti besi trafo dengan cara yang sama seperti pada kawat yang

mengelilinginya. Tegangan tersebut menyebabkan arus berputar pada bagian

inti trafo. Arus eddy akan mengalir pada bagian inti trafo yang bersifat

resistif. Arus eddy akan mendisipasikan energi ke dalam inti besi trafo yang

kemudian akan menimbulkan panas.

= ( ) (2.2)

Dimana :

Ke = Konstanta arus pusar

Bmaks = Fluks maksimum (Wb)

t = Ketebalan laminasi (mm)

16

Universitas Sumatera Utara


2). Rugi-rugi Hysteresis (Ph)

Rugi-rugi hysteresis merupakan rugi-rugi yang berhubungan dengan

pengaturan daerah magnetik pada bagian inti trafo. Dalam pengaturan daerah

magnetik tersebut dibutuhkan energi. Akibatnya akan menimbulkan rugi-rugi

terhadap daya yang melalui trafo. Rugi-rugi tersebut menimbulkan panas

pada bagian inti trafo.

.
= . . ( ) (2.3)

Dimana :

Kh = Konstanta Hysteresis

Bmaks = Fluks maksimum (Wb)

2.5 Transformator Distribusi

Transformator distribusi yang umum digunakan adalah transformator step

down 20kV/400V. Tegangan fasa ke fasa sistem jaringan tegangan rendah adalah

380 V. Karena terjadi drop tegangan, maka pada tegangan rendahnya dibuat diatas

380V agar tegangan pada ujung penerima tidak lebih kecil dari 380V.

Transformator merupakan suatu alat listrik statis yang mampu mengubah

maupun untuk menyalurkan energi listrik arus bolak-balik dari satu atau lebih

rangkaian listrik ke rangkaian listrik arus bolak-balik yang lain, melalui suatu

gandengan magnet dan berdasarkan prinsip induksi elektromagnetik yang dapat

menaikkan/menurunkan tegangan/arus dengan frekuensi yang sama. Pada

17

Universitas Sumatera Utara


umumnya transformator terdiri atas sebuah inti, yang terbuat dari besi berlapis,

dan dua buah kumparan, yaitu kumparan primer, dan kumparan sekunder. Rasio

perubahan tegangan akan tergantung dari rasio jumlah lilitan pada kedua

kumparan itu. Hubungan transformasinya adalah sebagai berikut :

= = (2.4)

dimana :

E1 = ggl pada sisi primer (volt)

E2 = ggl pada sisi sekunder (volt)

N1 = jumlah belitan pada sisi primer (turn)

N2 = jumlah belitan pada sisi sekunder (turn)

Transformator distribusi pada dasarnya adalah tiga transformator satu fasa

yang bekerja bersama dan dilayani oleh suatu sistem tiga fasa dan dapat melayani

beban tiga fasa atau beban satu fasa pada masing-masing fasanya. Suatu

transformator distribusi berkualitas baik, jika transformator tersebut mempunyai

nilai efisiensi tinggi dan rugi-rugi yang kecil pada saat melayani beban.

18

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.10 Konstruksi Transformator Distribusi

Transformator distribusi yang terpasang pada tiang dapat dikategorikan

menjadi :

1. Conventional transformers. Tidak memiliki peralatan proteksi

terintegrasi terhadap petir, gangguan dan beban lebih sebagai bagian

dari trafo. Oleh karena itu dibutuhkan fuse cut out untuk

menghubungkan conventional transformers dengan jaringan distribusi

primer. Lightning arrester juga perlu ditambahkan untuk trafo jenis

ini.

2. Completely self-protecting ( CSP ) transformers. Memiliki peralatan

proteksi terintegrasi terhadap petir, baban lebih, dan hubung singkat.

Lightning arrester terpasang langsung pada tangki trafo sebagai

proteksi terhadap petir. Untuk proteksi terhadap beban lebih,

digunakan fuse yang dipasang di dalam tangki. Fuse ini disebut weak

link. Proteksi trafo terhadap gangguan internal menggunakan

19

Universitas Sumatera Utara


hubungan proteksi internal yang dipasang antara beliran primer

dengan bushing primer.

3. Completely self-protecting for secondary banking (CSPB)

transformers. Mirip dengan CSP transformers, tetapi pada trafo jenis

ini terdapat sebuah circuit breaker pada sisi sekunder. Circuit breaker

ini akan membuka sebelum weak link melebur.

Gardu trafo distribusi berlokasi dekat dengan konsumen. Transformator

dipasang pada tiang listrik dan menyatu dengan jaringan listrik. Untuk

mengamankan transformator dan sistemnya, gardu dilengkapi dengan unit-unit

pengaman. Karena tegangan yang masih tinggi belum dapat digunakan untuk

mencatu beban secara langsung, kecuali pada beban yang didisain khusus, maka

digunakan transformator penurun tegangan ( step down) yang berfungsi untuk

menurunkan tegangan menengah 20 kV ke tegangan rendah 400/230 Volt.

Gardu trafo distribusi ini terdiri dari dua sisi, yaitu sisi primer dan sisi

sekunder. Sisi primer merupakan saluran yang akan mensuplay ke bagian sisi

sekunder. Unit peralatan yang termasuk sisi primer adalah :

a). Saluran sambungan dari SUTM ke unit transformator (primer trafo)

b). Fuse cut out

c). Ligthning arrester

20

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.11 Gardu Transformator Distribusi

21

Universitas Sumatera Utara


2.6 Susut Energi

Saluran Distribusi merupakan bagian dari sistem tenaga listrik. Saluran

distribusi ini berguna untuk menyalurkan tenaga listrik dari sumber Gardu Induk

sampai ke konsumen. Dalam penyalurannya energi yang sampai ke konsumen

tidak akan sama dengan energi yang dikirimkan. Hal ini dikarenakan timbulnya

susut energi di sepanjang saluran distribusi. Susut energi merupakan kerugian

energi akibat beberapa masalah. Pada umumnya disebabkan oleh kualitas daya

hantar listrik. Semakin bagus kualitas daya hantar listrik semakin rendah susut

yang terjadi. Selain itu ada juga yang diakibatkan oleh rusaknya instalasi di

jaringan maupun dalam rumah yang tidak standar, akibat pencurian, maupun

menggunakan peralatan yang tidak sesuai.

Seiring pesatnya pertumbuhan beban, susut teknis yang disebabkan oleh

adanya resistansi pada penghantar akan semakin meningkat seiring dengan

besarnya beban akan menyebabkan kenaikan susut daya yang signifikan. Hal ini

dikarenakan susut berbanding lurus dengan resistansi penghantar dan kuadrat arus

beban. Pada sistem 3 fasa dimana jaringan tegangan rendahnya menggunakan

penghantar netral, susut pada jaringan tegangan rendah akan semakin bertambah

dengan adanya kontribusi susut penghantar netral. Bahkan pada pembebanan

sistem yang tidak seimbangnya besarnya arus yang mengalir pada penghantar fasa

(resistansi lebih besar) akan mengkontribusikan susut teknis yang juga lebih

besar.

Salah satu cara menurunkan untuk susut teknis pada jaringan tegangan

rendah adalah dengan melakukan pemecahan beban dan pemerataan beban.

Pemecahan beban bertujuan untuk mengurangi arus beban yang mengalir pada

22

Universitas Sumatera Utara


penghantar fasa dengan cara membangun gardu portal atau memindahkan beban

dan jurusan yang terbebani berat ke jurusan yang pembebanannya ringan.

Sementara pemerataan beban bertujuan untuk mengurangi besar arus yang

mengalir pada penghantar netral sehingga diharapkan susut teknis jaringan

tegangan rendah akibat pembebanan atau ketidakseimbangan dapat dikurangi

2.7 Jenis-Jenis Susut Energi

Susut energi dapat diklasifikasi lagi dengan cara meninjau dari beberapa

aspeknya. Susut energi dapat ditinjau dari tempat terjadi, sifat dan penyebabnya.

2.7.1 Susut Energi Ditinjau dari Tempat Terjadinya

Berdasarkan tempat terjadinya, susut energi dibagi menjadi 2 bagian yaitu

susut transmisi dan susut distribusi.

1. Susut Transmisi, yaitu hilangnya energi listrik yang di bangkitkan pada

saat disalurkan melalui jaringan transmisi ke gardu induk.

2. Susut Distribusi, yaitu hilangnya energi listrik yang didistribusikan dari

gardu induk melalui jaringan distribusi ke pelanggan.

2.7.2 Susut Energi Ditinjau dari Sisi Sifatnya

Berdasarkan sifatnya, susut energi dibagi menjadi 2 bagian yaitu susut

konstan dan susut variabel.

1. Susut konstan, yaitu susut yang timbul secara konstan (terus-menerus)

pada sistim distribusi tenaga listrik yang tidak dipengaruhi oleh fluktuasi

beban (sepanjang sumber tegangan masih ada). Contoh susut konstan yaitu

23

Universitas Sumatera Utara


rugi-rugi besi trafo, rugi-rugi pada kwh meter, kebocoran isolasi dan

sebagainya.

2. Susut variabel, yaitu susut yang timbul secara variabel (berubah-ubah)

pada sistim distribusi tenaga listrik yang dipengaruhi oleh fluktuasi beban

(naik-turunnya beban). Contoh susut variabel yaitu rugi-rugi penghantar

(I2R), rugi-rugi pada titik sambung/titik kontak, dan sebagainya.

2.7.3 Susut Energi Ditinjau dari Sisi Penyebabnya

Berdasarkan penyebabnya, susut energi dibagi menjadi 2 bagian yaitu

susut teknis dan susut nonteknis.

1. Susut teknis, yaitu susut yang timbul pada sistim distribusi tenaga listrik

yang disebabkan oleh faktor teknis yang sangat dipengaruhi oleh fluktuasi

dan sifat beban, antara lain seperti ukuran konduktor, panjang jaringan,

sistim tegangan yang dipakai, tingkat isolasi yang ada, dan lain sebagainya

( berkaitan langsung dengan I2R )

2. Susut nonteknis, yaitu susut yang timbul pada sistim distribusi tenaga

listrik yang disebabkan oleh faktor nonteknis, antara lain seperti kesalahan

administrasi data pelanggan, kesalahan dalam pembacaan dan pencatatan

meter listrik, adanya kasus pelanggaran (pencurian listrik) dan lain

sebagainya.

24

Universitas Sumatera Utara


Sedangkan menurut Keputusan Direksi PT. PLN (Persero) No: 217-

1.K/DIR/2005 tentang Pedoman Penyusunan Laporan Neraca Energi (kWH),

susut (Losses) diperinci sebagai berikut :

1. Susut Energi, adalah jumlah energi kWH yang hilang atau menyusut

terjadi karena sebab-sebab teknik maupun non teknik pada waktu

penyediaan dan penyaluran energi.

2. Susut Teknik, adalah susut yang terjadi karena alasan teknik dimana energi

menyusut berubah menjadi panas pada saluran.

3. Susut Non Teknik, adalah selisih antara susut energi dan susut teknik.

4. Susut Transmisi, adalah susut teknik yang terjadi pada jaringan transmisi,

yang meliputi susut pada Jaringan Tegangan Tinggi (JTT) dan pada Gardu

Induk (GI).

5. Susut Distribusi, adalah susut teknik dan non teknik yang terjadi pada

jaringan distribusi yang meliputi susut pada Jaringan Tegangan Menengah

(JTM), Gardu Distribusi (GD), Jaringan Tegangan Rendah (JTR),

Sambungan Rumah (SR) serta Alat Pembatas dan Pengukur (APP) pada

pelanggan TT, TM dan TR. Bila terdapat Jaringan Tegangan Tinggi yang

berfungsi sebagai jaringan distribusi maka susut jaringan ini dimasukkan

sebagai Susut Distribusi.

6. Susut TT, adalah susut teknik dan non teknik yang terjadi pada sisi TT,

yang merupakan penjumlahan susut pada JTT (Jaringan Tegangan Tinggi),

GI (Gardu Induk), dan APP (Alat Pembatas dan Pengukur).

7. Susut TM, adalah susut teknik dan non teknik yang terjadi pada sisi TM,

yang merupakan penjumlahan susut pada JTM (Jaringan Tegangan

25

Universitas Sumatera Utara


Menengah), GD ( Gardu Distribusi), dan APP (Alat Pembatas dan

Pengukur).

8. Susut TR, adalah susut teknik dan non teknik yang terjadi pada sisi TR,

yang merupakan penjumlahan susut pada JTR (Jaringan Tegangan

Rendah), SR (Sambungan Rumah) dan APP (Alat Pembatas dan

Pengukur).

9. Susut Jaringan, adalah jumlah energi dalam kWH yang hilang pada

jaringan transmisi dan distribusi, atau merupakan penjumlahan antara

Susut Transmisi dan Susut Distribusi.

2.8 Penyebab Terjadinya Susut Energi

Penyebab terjadinya susut energi bisa ditinjau dari 2 segi, yaitu dari segi

teknis dan dari segi non teknis. Dari segi teknis, yang menjadi penyebab susut

energi adalah sebagai berikut :

1. Ukuran penghantar yang kurang optimum (yang dipengaruhi oleh Faktor

Beban dan Faktor Distribusi Beban).

2. Jaringan yang terlalu panjang.

3. Tingkat isolasi yang telah menurun dibawah batas minimal (pada isolator,

minyak trafo, kabel, arrester).

4. Pembebanan yang tidak seimbang (timbulnya I0).

5. Faktor Daya (Cos Q) yang rendah (timbulnya daya reaktif)

6. Ketidak akuratan dari alat ukur meter kWH, Current Transformers,

maupun Potential Transformers (timbulnya selisih hasil ukur).

26

Universitas Sumatera Utara


7. Titik sambung / kontak yang kurang sempurna (timbulnya panas yang

berlebihan sehingga mengurangi energi).

8. Pengawatan alat ukur yang salah pada urutan fasa/polaritas (timbulnya

selisih ukur).

9. Pengaruh harmonisa (Power Quality) sehingga mempengaruhi

pengukuran

10.Kebocoran arus melalui pepohonan atau sisa benang laying-layang yang

menyentuh jaringan (timbulnya kebocoran energi).

Sedangkan dari segi non teknis yang menjadi penyebab susut energi adalah

sebagai berikut :

1. Data Induk Langganan (DIL) yang tidak akurat.

2. Pembacaan/pencatatan angka stand kWh meter yang tidak tepat/benar

(waktu, angka, penafsiran, faktor kali dan lain-lain).

3. Pencurian aliran listrik oleh pelanggan maupun non pelanggan.

4. Pemakaian sendiri yang tidak terukur / tercatat.

5. Cara perhitungan yang tidak benar.

2.9 Susut Teknis Pada Jaringan Distribusi

Susut teknis adalah merupakan susut yang disebabkan oleh sifat daya

hantaran material atau peralatan listrik itu sendiri yang sangat tergantung dari

kualitas bahan dari material atau peralatan listrik tersebut serta jaringan, maka

besarnya akan sangat tergantung dari konfigurasi jaringannya. Susut yang menjadi

perhatian dalam studi ini adalah rugi-rugi energi yang timbul pada jaringan

27

Universitas Sumatera Utara


tegangan menengah (JTM) yaitu susut pada penghantar fasa dan susut pada

penghantar netral.

Susut daya dipengaruhi oleh dua hal penting yaitu arus beban dan tahanan

penghantar. Arus beban sangat dipengaruhi oleh dua pola konsumsi energi listrik

pelanggan. Pada pelanggan perumahan flukstuansi konsumsi energi listrik sangat

besar dengan perbedaan yang signifikan antara konsumsi energi listrik pada siang

hari dan malam hari, sedangkan pada sektor industri flukstuansi konsumsi energi

sepanjang hari akan hampir sama, sehingga perbandingan beban puncak terhadap

beban rata-rata hampir mendekati 1 (satu).

Pada sistem tiga fasa yang memiki penghantar netral, susut pada jaringan

menjadi susut pada penghantar fasa dan susut pada penghantar netral. Pada

kondisi pembebanan seimbang arus netral yang merupakan penjumlahan vektor

masing-masing arus fasanya akan berharga nol. Sedangkan pada kondisi

pembebanan tidak seimbang arus yang mengalir pada penghantar netral dapat

berharga sama dengan arus yang mengalir pada penghantar fasa. Dengan diameter

yang lebih kecil atau resistansi yang lebih besar dibandingkan dengan resistansi

fasanya, susut penghantar netral akan menjadi lebih besar dari susut pada

penghantar fasanya.

Faktor lain yang mempengaruhi susut pada jaringan tegangan rendah

adalah panjang jaringan tegangan rendah dan luas penampang konduktornya,

dimana semakin panjang jaringan dengan penampang konduktor yang lebih kecil,

maka susut pada jaringan akan semakin besar.

28

Universitas Sumatera Utara


2.10 Pengaruh Susut Teknis Terhadap Kerugian PT PLN (PERSERO)

Dalam konteks kenaikan tarif listrik, indeks efisiensi berupa tinggi

rendahnya angka susut, sebab angka susut identik dengan biaya atau pendapatan

yang hilang. PT. PLN (Persero) sebagai perusahaan yang menyediakan

ketenagalistrikan setiap tahunnya selalu mengalami kesusutan (kehilangan

pendapatan). Oleh karena itu PT. PLN (Persero) dituntut untuk menekan angka

susut energi listrik sesuai dengan yang diperkenankan dalan Surat Keputusan

Menteri Keuangan bahwa PT. PLN (Persero) harus dapat menekan susut sebesar

sepuluh persen (10%). Dengan demikian apabila PT. PLN (Persero) dapat

menekan angka kesusutan sampai pada level ideal sebesar 10% maka akan ada

peningkatan pendapatan. Dengan adanya pendapatan tambahan tersebut maka PT.

PLN (Persero) tidak perlu menaikan harga jual atau TDL (Tarif Dasar Listrik)

kepada konsumen. Pemerintah tidak perlu memberikan subsidi kepada PT. PLN

(Persero) sehingga subsidi tersebut dapat dialokasikan ke sektor lain yang lebih

membutuhkan seperti sektor pendidikan dan kesehatan. Selain itu PT. PLN

(Persero) dapat melakukan investasi baru disektor ketenagalistrikan, khususnya di

pembangkitan yang selanjutnya dapat meningkatkan kecukupan pelayanan kepada

masyarakat. Menurut Muhamad Tasrif, seorang pengamat kelistrikan, mengatakan

bahwa semakin bagus kualitas daya hantarnya, semakin rendah susut yang terjadi.

Jika terjadi penurunan susut, hal itu akan berdampak pada peningkatan

pendapatan penjualan energi listrik.

Maka dari pengertian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa susut

(losses) merupakan aktiva yang selalu berputar, dengan seringnya terjadi susut

distribusi energi listrik maka akan berpengaruh terhadap penghasilan pendapatan

29

Universitas Sumatera Utara


yang diterima oleh perusahaan dan PT. PLN (Persero) akan selalu menderita

kerugian. Semakin rendah angka susut (losses) distribusi maka akan semakin

besar pendapatan yang diterima oleh perusahaan, begitu sebaliknya jika semakin

tinggi angka susut (losses) maka akan semakin kecil pendapatan yang diterima

oleh perusahaan tesebut.

Menurut hasil audit yang dilakukan oleh Arthur Andersen dan UMS Group

dari Australia (AA/UMS), terdapat inefisiensi pada PLN. Audit efisiensi ini

merupakan audit khusus yang tidak sama dengan audit keuangan yang biasanya

dilakukan oleh kantor akuntan publik. Tujuan audit efisiensi ini adalah:

1). Meneliti secara independen efisiensi PLN dibandingkan dengan tolok ukur

World Best Practices Standart.

2). Merekomendasikan peningkatan efisiensi kinerja PLN.

Temuan utama dari audit efisiensi tersebut adalah belum ada upaya

optimal dalam operasional dan investasi PLN sehingga timbul biaya inefisiensi

rata-rata Rp 5,6 triliun per tahun. Audit ini menemukan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi inefisiensi tersebut adalah :

1). Inefisiensi dalam fungsi pembangkitan. Hal ini disebabkan oleh:

a). Pasokan gas yang melebihi kebutuhan, sehingga terdapat gas yang

tidak dipakai tetapi tetap harus dibayar. Hal ini disebabkan adanya

klausul take or pay yang terlalu tinggi.

b). Produktivitas tenaga kerja rendah.

30

Universitas Sumatera Utara


c). Biaya pengadaan spare parts yang terlalu tinggi. Biaya yang terlalu

tinggi ini menandakan bahwa proses pengadaan tidak berjalan secara

normal sesuai prosedur.

2). Inefisiensi dalam fungsi transmisi, distribusi dan retail. Faktor yang

mempengaruhi adalah:

a). Biaya pengadaan spare parts yang terlalu tinggi. Biaya yang terlalu

tinggi ini memberi tanda adanya proses pengadaan yang tidak berjalan

normal sesuai prosedur.

b). Produktivitas tenaga kerja rendah.

3). Inefisiensi dalam fungsi penunjang. Faktor yang mempengaruhi adalah:

a). Ketrampilan tenaga kerja belum memadai.

b). Kurang pemanfaatan sistem dan teknologi informasi yang ada.

4). Inefisiensi dalam perencanaan investasi. Hal ini disebabkan:

a). Perencanaan yang konservatif dan belum sepenuhnya berdasarkan

manajemen risiko (risk-based), menyebabkan beberapa sistem

kelistrikan memiliki cadangan terlalu besar dan hal ini diperburuk

keadaannya oleh krisis.

b). Penggunaan dana pinjaman yang bersyarat ketat dan berkepanjangan

prosesnya (tied loan) tidak sesuai dengan perencanaan awal PLN.

31

Universitas Sumatera Utara


c). Kurang terpadunya sistem manajemen administrasi utang luar negeri

yang seharusnya diharapkan menjadi pengendali pengeluaran biaya

investasi.

d). Adanya kewajiban untuk menyediakan tenaga listrik sektoral dan

regional mempengaruhi nilai efisiensi dan ekonomi PLN.

5). Inefisiensi dalam pengadaan dan pelaksanaan konstruksi yang diakibatkan

oleh:

a). Lemahnya program pengawasan dan pengendalian proyek (total

project management).

b). Pengendalian proyek tidak optimal karena kurangnya koordinasi

internal maupun campur tangan pihak luar, seperti pemberi pinjaman

non-multilateral (tied loan) dan intervensi Pemerintah.

c). OE (Owner’s Estimate) atau HPS (harga perhitungan sendiri) yang

tidak ditetapkan secara benar. OE jarang dipakai sebagai pedoman

PLN dalam tender/evaluasi/negosiasi pengadaan proyek, sehingga

harga perolehan lebih tinggi dari harga wajar internasional.

d). Keterlambatan proyek dan menumpuknya klaim karena lemahnya

pengambilan keputusan dan kurangnya desentralisasi kewenangan.

32

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai