Nilai instrumental Pancasila pada taraf implementasinya sangat disesuaikan dengan situasi dan
kondisi pada perkembangan zaman yang tetap berasaskan nilai dasar. Umumnya, nilai
instrumental pada Pancasila berbentuk UUD hingga peraturan daerah yang sifatnya. nilai
instrumental Pancasila sebagai sumber hukum tertinggi di Indonesia.
Contoh Nilai Instrumental Pancasila Sila Pertama
1. Pasal 28E Ayat 1: Setiap orang berhak untuk mendarat atau pergi dan kembali lagi.
2. Pasal 28E Ayat 2 : Setiap orang bebas untuk mengikuti hati nuraninya, percaya pada
keyakinannya, dan mengungkapkan pikiran dan sikapnya.
Contoh Nilai Instrumental Pancasila Sila Kedua
1. Pasal 14: Presiden dapat memberikan amnesti dari sanksi dan rehabilitasi, dengan
memperhatikan pertimbangan badan eksekutif. Presiden juga memberikan amnesti dan
pencabutan sembari menunggu pengawasan DPR.
2. Pasal 28A: Orang berhak untuk hidup dan mempertahankan hidup dan kehidupannya.
3. Pasal 28B: Setiap orang berhak mencari keluarga dan meneruskan keturunan melalui
perkawinan yang sah menurut agama. Semua anak berhak untuk bertahan hidup,
tumbuh, tumbuh dan mendapatkan pinjaman dari kekerasan dan diskriminasi.
Contoh Nilai Instrumental Pancasila Sila Ketiga
1. Pasal 25A: Suatu negara kesatuan Republik Indonesia yang wilayahnya ditentukan oleh
batas-batas dan hak-haknya menurut undang-undang yang disepakati, adalah negara
kepulauan yang bercirikan negara kepulauan.
2. Pasal 35: Bendera Indonesia berwarna merah putih.
3. Pasal 36: Bahasa resmi adalah bahasa Indonesia.
4. Pasal 36A: Lambang negara adalah Garuda Pancasila, dan semboyannya adalah
Bhinneka Tunggal Ika.
Contoh Nilai Instrumental Pancasila Sila Keempat
1. Pasal 2: Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan
Rakyat di setiap daerah dan kelompoknya dan berbagai perwakilan yang dibentuk
dengan undang-undang, majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekali
setiap lima tahun di ibu kota negara,semua keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat
diputuskan dengan suara terbanyak.
2. Pasal 3: Majelis Permusyawaratan Rakyat telah memberlakukan sebuah konstitusi,
yang menggunakannya sebagai arah nasional.
3. Pasal 6 ayat 2: Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Dewan Nasional, yang
memiliki jumlah suara terbanyak.
4. Pasal 19: Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum, susunan
Dewan Perwakilan Rakyat diatur dengan undang-undang, dewan Perwakilan Rakyat
melakukan sidang sedikitnya setahun sekali.
Contoh Nilai Instrumental Nilai Pancasila Sila Kelima
1. Pasal 33 ayat 3: Tanah, air, dan sumber daya alam yang dikandungnya telah
dikendalikan oleh negara dan digunakan untuk kesejahteraan rakyatnya secara
maksimal.
2. Pasal 34: Anak-anak miskin dan terlantar harus dirawat di negara mereka.
A. Contoh Perilaku yang Melanggar Nilai Ketuhanan
1. Tidak mengakui keberadaan Tuhan.
2. Melanggar kewajiban dalam beribadah.
3. Melakukan diskriminasi terhadap orang yang berbeda agama.
4. Memaksakan kehendak orang lain atas kebebasan beragama.
5. Melakukan penistaan agama.
Tujuan pembangunan nasional Indonesia terdapat dalam pokok pikiran dalam UUD 1945
alinea 4 dan terdapat terdapat dalam UU Nomor 20 tahun 2003.
Pelanggaran Hak
1. Proses penegakan hukum masih belum optimal dilakukan, misalnya masih terjadinya
kasus salah tangkap. Perbedaan perlakuan oknum aparat penegak hukum terhadap
para pelanggar hukum dengan dasar kekayaan atau jabatan masih terjadi, dan
sebagainya. Hal itu merupakan bukti bahwa amanat Pasal 27 ayat (1) UUD NRI Tahun
1945 yang menyatakan "Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam
hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan
tidak ada kecualinya", belum sepenuhnya dilaksanakan.
2. Saat ini tingkat kemiskinan dan angka pengangguran di negara kita masih cukup
tinggi (sekitar 27 juta orang) padahal Pasal 27 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945
mengamanatkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan.
3. Semakin merebaknya kasus pelanggaran hak asasi manusia seperti pembunuhan,
pemerkosaan, kekerasan dalam rumah tangga, dan sebagainya, padahal Pasal 28 A-28
JUUD NRI Tahun 1945 menjamin keberadaan Hak Asasi Manusia. .
4. Masih terjadinya tindak kekerasan mengatasnamakan agama, misalnya penyerangan
tempat peribadatan,padahal Pasal 29 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 menegaskan
bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap- tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
5. Angka putus sekolah yang cukup tinggi mengindikasikan belum terlaksananya secara
sepenuhnya amanat Pasal 31 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 yang menyatakan bahwa
setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
6. Pelanggaran hak cipta, misalnya peredaran VCD/DVD bajakan, perilaku plagiat
dalam membuat sebuah karya dan sebagainya.
Jika disajikan berita tentang korupsi dalam program bantuan sosial (bansos), peserta didik
dapat menentukan bahwa kasus tersebut termasuk dalam pelanggaran hukum yang disebut
sebagai "korupsi." Korupsi adalah tindakan penyalahgunaan kekuasaan atau posisi untuk
memperoleh keuntungan pribadi atau keuntungan yang tidak sah secara finansial.
Dalam konteks bansos, korupsi dapat terjadi ketika dana atau bantuan sosial yang seharusnya
diberikan kepada masyarakat yang membutuhkan disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu.
Misalnya, pejabat atau petugas yang bertanggung jawab atas distribusi bansos dapat
memanfaatkan kesempatan tersebut untuk memperkaya diri sendiri atau kelompok tertentu
melalui praktik-praktik yang tidak jujur, seperti pemalsuan data, pemotongan dana, atau
penyelewengan lainnya. Kasus korupsi bantuan sosial (bansos) telah melanggar hak asasi
masyarakat untuk dapat hidup di saat krisis.
Pasal 34 UUD NRI 1945 mengatur mengenai kesejahteraan sosial dan pemerataan ekonomi.
Pasal tersebut menyatakan:
"Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Dalam
perekonomian diselenggarakan sistem ekonomi yang berdasar atas asas kekeluargaan, efisiensi,
demokrasi, berkeadilan, berkelanjutan, tanggung jawab sosial, dan berlandaskan Pancasila."
1. Ketidakmerataan Ekonomi: Jika ada ketidaksetaraan ekonomi yang signifikan di
antara berbagai lapisan masyarakat, hal ini dapat dianggap bertentangan dengan prinsip
pemerataan ekonomi yang diinginkan oleh pasal tersebut.
2. Tidak Berkeadilan: Jika ada praktik-praktik atau kebijakan ekonomi yang tidak adil,
merugikan kelompok tertentu, atau tidak memperhatikan hak-hak sosial ekonomi, hal
tersebut dapat dianggap bertentangan dengan asas keadilan yang diamanatkan oleh
Pasal 34.
Hak politik warga negara mencakup serangkaian hak yang memberikan mereka kewenangan
untuk berpartisipasi dalam proses politik dan pemerintahan suatu negara. Hak-hak politik ini
dirancang untuk memastikan bahwa setiap warga negara memiliki akses yang adil dan setara
dalam pengambilan keputusan politik. Hak asasi politik atau “political rights”, yaitu hak untuk
ikut serta dalam pemerintahan, hak pilih (memilih dan dipilih dalam pemilihan umum), hak
mendirikan partai politik dan sebagainya. Beberapa hak politik utama yang umumnya
diakui termasuk:
1. Hak Memilih:
Warga negara memiliki hak untuk memilih dalam pemilihan umum atau pemilihan
lainnya yang diatur oleh hukum. Hak ini memberikan warga negara kemampuan untuk
menentukan perwakilan mereka dalam lembaga-lembaga pemerintahan.
2. Hak Dibilih:
Selain hak memilih, warga negara yang memenuhi syarat memiliki hak untuk dipilih
sebagai pejabat pemerintahan, seperti anggota parlemen atau kepala eksekutif.
3. Hak Menyampaikan Pendapat dan Berserikat:
Warga negara memiliki hak untuk menyampaikan pendapat mereka secara bebas, baik
secara lisan maupun tulisan. Mereka juga memiliki hak untuk berserikat dan berkumpul
secara damai.
4. Hak Asosiasi Politik:
Warga negara memiliki hak untuk membentuk dan menjadi anggota partai politik atau
organisasi politik lainnya. Hak ini mencakup kebebasan untuk berpartisipasi dalam
kegiatan politik dan mendukung ideologi atau platform tertentu.
5. Hak Informasi Politik:
Warga negara memiliki hak untuk mendapatkan informasi politik yang akurat dan
terkini. Ini mencakup hak untuk mengakses berita, laporan, dan informasi politik
lainnya.
6. Hak untuk Menyampaikan Petisi:
Warga negara memiliki hak untuk menyampaikan petisi kepada pemerintah atau
lembaga-lembaga publik untuk menyuarakan keprihatinan atau tuntutan mereka.
7. Hak Partisipasi dalam Referendum:
Beberapa negara mengakui hak warga negara untuk berpartisipasi dalam referendum
atau pemungutan suara yang memungkinkan mereka untuk menentukan isu-isu tertentu
secara langsung.
8. Hak Kebebasan Berpendapat:
Hak ini mencakup kebebasan untuk mengemukakan pendapat, baik yang setuju maupun
yang tidak setuju dengan pemerintah atau opini mayoritas, tanpa takut akan hukuman
atau pembatasan.
Disajikan kasus tingginya angka putus sekolah, peserta didik dapat Menganalisis kasus
pengingkaran kewajiban warga negara
1. Warga negara memiliki kewajiban untuk mendukung dan mendorong sistem
pendidikan. Jika angka putus sekolah tinggi, mungkin ada ketidakpatuhan terhadap
kewajiban tersebut. Warga negara seharusnya terlibat aktif dalam mendukung kebijakan
dan program-program pendidikan yang bertujuan untuk mencegah putus sekolah.
2. Warga negara juga diharapkan untuk berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat yang
mendukung pendidikan, seperti program-program sukarela, mentoring siswa, atau
mendukung sekolah-sekolah lokal.
3. Warga negara memiliki hak dan kewajiban untuk menyuarakan kepentingan mereka
terkait pendidikan. Jika angka putus sekolah tinggi disebabkan oleh kebijakan yang
tidak efektif atau ketidaksetaraan akses pendidikan, warga negara dapat berperan dalam
advokasi untuk perubahan kebijakan.
4. Warga negara memiliki hak untuk mengawasi penggunaan anggaran pendidikan. Jika
ada indikasi pengelolaan dana pendidikan yang tidak efisien atau tidak sesuai dengan
kebutuhan, warga negara dapat berperan dalam mengingatkan dan menuntut
transparansi.
Berikut adalah analisis terhadap cara menyampaikan pendapat di muka umum yang tidak
benar:
1. Penyebaran Desinformasi:
informasi palsu yang sengaja disebarkan untuk menipu.
2. Ketidakpercayaan Publik:
Ketidakpercayaan dapat timbul terhadap sumber informasi atau bahkan terhadap
institusi dan proses demokratis.
3. Polarisasi dan Konflik:
Menyampaikan pendapat yang tidak benar secara berlebihan dapat memicu polarisasi
dalam masyarakat. Hal ini dapat menciptakan ketegangan, konflik, dan memperdalam
perpecahan di antara kelompok-kelompok berbeda.
4. Ketidakstabilan Politik:
Jika pendapat yang tidak benar disampaikan terutama dalam konteks politik, hal ini
dapat menyebabkan ketidakstabilan politik. Pemahaman yang tidak akurat tentang isu-
isu politik dapat mengganggu proses demokrasi dan menghambat pembuatan keputusan
yang informasional.
5. Hak Asasi Manusia dan Kekerasan:
Penyebaran informasi palsu atau provokatif di muka umum dapat merugikan hak asasi
manusia dan dapat memberi dorongan pada tindakan kekerasan. Ini dapat menciptakan
lingkungan yang tidak aman dan dapat berujung pada konsekuensi serius.
6. Tanggung Jawab Jurnalistik dan Etika:
Jika pendapat yang tidak benar disampaikan melalui media atau platform jurnalistik, ini
melibatkan masalah etika dan tanggung jawab jurnalistik. Jurnalis diharapkan untuk
memverifikasi informasi sebelum menyampaikannya kepada publik.
7. Ketidakstabilan Ekonomi:
Jika pendapat yang tidak benar berhubungan dengan isu-isu ekonomi, hal tersebut dapat
memengaruhi pasar dan stabilitas ekonomi. Investor dan pelaku bisnis sering
mengandalkan informasi yang akurat untuk mengambil keputusan.
Disajikan kasus pelanggaran hak warga negara, peserta didik dapat menganalisis upaya dalam
mengatasi kasus tersebut
1. Meningkatkan penegakan dan pengawasan hukum
2. Mengoptimalkan peran Lembaga negara dan reformasi institusi
3. Meningkatkan layanan public
4. Penguatan sistem hukum dan perundang-undangan
5. Meningkatkan pengawasan terhadap pemenuhan hak dan kewajiban
6. Meningkatkan profesionalisme Lembaga keamanan dan pertahanan
7. Mengadakan penyuluhan akan pentingnya hak dan kewajiban
8. Meningkatkan hukuman bagi pelanggar
9. Menguatkan aturan pada undang-undang
10. Meningkatkan rasa percaya rakyat pada Lembaga hukum
11. Memberikan penyuluhan unutk melaporkan kasus
– Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak : “Tiap warga negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan” (pasal 27 ayat 2).
– Hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupan: “setiap orang berhak untuk hidup
serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.”(pasal 28A).
– Hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang
sah (pasal 28B ayat 1).
– Hak atas kelangsungan hidup. “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan
Berkembang”
– Hak untuk mengembangkan diri dan melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya dan
berhak mendapat pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi
meningkatkan kualitas hidupnya demi kesejahteraan hidup manusia. (pasal 28C ayat 1)
– Hak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk
membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya. (pasal 28C ayat 2).
– Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama di depan hukum.(pasal 28D ayat 1).
– Hak untuk mempunyai hak milik pribadi Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa,
hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani,hak beragama, hak untuk tidak diperbudak,
– hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas
dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam
keadaan apapun. (pasal 28I ayat 1).
1. Keadilan
Makna yang paling baik dalam dasar Pancasila dalam sila kelima ialah keadilan harus menjadi
sesuatu yang menjadi hak setiap masyarakat Indonesia. Misalnya, berdasarkan Undang-Undang
setiap masyarakat berhak memiliki Hak yang sama dalam proses hukum.
2. Adil
Makna sila kelima Pancasila berikutnya ialah proses pengembangan sikap adil sesama
manusia, yang menjadi unsur naluriah dalam pembentukan kedamaian rakyat/masyarakat
Indonesia. Pengertian adil di sini ialah serangkaian perilaku yang menempatkan sesuatu sesuai
dengan posisi atau porsinya.
3. Hak dan kewajiban
Makna sila kelima Pancasila yang selanjutnya ialah adanya wujud menyeimbangkan, dan
menyelaraskan, serta menyerasikan antara hak dan kewajiban dalam masyarakat. Contoh hak
dan kewajiban warga negara dalam hal ini, yaitu menjaga kedaulatan Indonesia dengan cara
memberikan penanaman jiwa nasionalisme.
4. Kerja sama
Makna sila kelima Pancasila yang keempat adalah saling melakukan berbagai bentuk kerja
sama dalam kehidupan sehari-hari. Baik dalam bidang ekonomi, politik, maupun sosial budaya.
Upaya ini dilakukan agar mendapatkan keadilan.
5. Kedermawanan
Pelaksanaan sebagai wujud tindakan ataupun penerapan nilai keadilan selanjutnya adalah
mengembangkan sikap kedermawanan kepada sesama makhluk hidup, dengan cara saling
berbagi dan tolong menolong. Jika hal tersebut terus dilakukan tentunya kehidupan akan makin
tertata dengan baik penuh dengan kasih sayang antar-rakyat Indonesia.
6. Bekerja keras
Membiasakan hidup hemat, sederhana, dan bekerja keras merupakan satu di antara makna
dalam sila kelima Pancasila. Upaya tersebut dilakukan agar segenap masyarakat bisa
menjalankan perannya sebagai bentuk perubahan sosial.
7. Tolong menolong
Tolong-menolong kepada sesama menjadi satu di antara bagian penting dalam penerapan dan
pengamalan Pancasila, khususnya sila kelima. Kebiasaan baik ini tentunya akan memberikan
pengaruh yang sangat besar terhadap kebahagiaan yang dilakukan seseorang.
Kepolisian:
Tugas: Menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, mencegah dan menanggulangi
tindak pidana, serta menyelidiki kasus-kasus kejahatan.
Wewenang: Memiliki wewenang untuk menangkap, menyelidiki, dan menuntut pelaku
kejahatan. Kepolisian juga berperan dalam pengaturan lalu lintas dan memberikan
perlindungan pada masyarakat.
Kejaksaan:
Tugas: Melakukan penyelidikan, penuntutan, dan memberikan pendapat hukum atas
kasus-kasus pidana. Jaksa juga bertanggung jawab untuk melindungi kepentingan
negara dan masyarakat.
Wewenang: Memiliki wewenang untuk mengajukan dakwaan di pengadilan, melakukan
penyelidikan, dan menyusun pendapat hukum. Jaksa Agung dan jaksa di tingkat
bawahnya memiliki peran kunci dalam proses peradilan.
Badan Intelijen Negara (BIN):
Tugas: Mengumpulkan informasi intelijen yang berkaitan dengan keamanan nasional
dan menanggapi ancaman terhadap negara.
Wewenang: Memiliki wewenang untuk melakukan kegiatan intelijen dalam rangka
melindungi keamanan negara. Wewenang ini mencakup pengumpulan informasi,
analisis intelijen, dan memberikan rekomendasi kepada pemerintah.
3. Sistem Peradilan:
Pengadilan Umum dan Administrasi: Pengadilan di Indonesia terbagi menjadi
pengadilan umum dan administrasi. Pengadilan Umum menangani perkara
pidana dan perdata, sementara Pengadilan Administrasi menangani sengketa
hukum terkait administrasi pemerintahan.
Mahkamah Agung: Menjadi pengadilan tertinggi di Indonesia dan memiliki
peran penting dalam menegakkan keadilan dan konsistensi interpretasi hukum.
4. Perlindungan Hak Asasi Manusia:
Komnas HAM (Komisi Nasional Hak Asasi Manusia): Memiliki tugas untuk
melindungi dan mengawasi hak asasi manusia di Indonesia. Meskipun telah ada
kemajuan, tantangan tetap ada dalam menangani kasus pelanggaran hak asasi manusia.
5. Pemberantasan Korupsi:
KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi): Meskipun KPK memiliki peran krusial dalam
pemberantasan korupsi, perubahan-perubahan regulasi dan dinamika politik telah
mempengaruhi kewenangannya. Reformasi atau perubahan dalam regulasi KPK pernah
menjadi topik perdebatan dan perhatian publik.
Beberapa Alasan Mengapa Perlindungan Hukum Tidak Akan Terwujud Apabila Penegakan
Hukum Tidak Dilaksanakan:
Ketidakpastian Hukum:
Jika penegakan hukum tidak dilaksanakan secara konsisten, akan terjadi ketidakpastian hukum.
Masyarakat akan sulit memahami konsekuensi dari perbuatan mereka, yang dapat menghambat
kepercayaan terhadap sistem hukum.
Impunitas:
Penegakan hukum yang lemah atau tidak efektif dapat menciptakan lingkungan di mana
pelanggaran hukum sering kali tidak dihukum atau dihukum secara ringan. Hal ini dapat
memberikan sinyal bahwa pelanggaran hukum dapat dilakukan tanpa risiko konsekuensi serius,
sehingga memperkuat budaya impunitas.
Korupsi:
Penegakan hukum yang tidak efektif sering kali terkait dengan korupsi di dalam sistem
peradilan dan lembaga penegak hukum. Korupsi dapat merusak integritas dan independensi
lembaga penegak hukum, menghambat upaya pemberantasan korupsi, dan merugikan
kepercayaan masyarakat.
Tidak Adanya Deterrent Effect:
Tujuan utama penegakan hukum adalah menciptakan efek jera agar orang berpikir dua kali
sebelum melakukan pelanggaran hukum. Jika penegakan hukum tidak efektif, deterrent effect
ini hilang, dan masyarakat mungkin tidak merasa takut untuk melanggar hukum.
Sifat Hukum
Hukum bersifat mengatur
Hukum bisa membuat berbagai peraturan yang baik, peraturan tersebut dalam bentuk larangan
maupun perintah yang akan mengatur segala tingkah laku manusia dalam kehidupan yang ada
di masyarakat agar tercipta ketertiban dan juga keamanan.
Hukum bersifat memaksa
Hukum mempunyai kemampuan dan kewenangan untuk memaksa warga masyarakat agar tetap
untuk mematuhi setiap aturan karena akan ada sanksi tegas bagi siapa saja yang melakukan
pelanggaran hukum tersebut.
Beberapa jenis kasus pelanggaran hukum yang umum terjadi di berbagai masyarakat
melibatkan:
6. Berdasarkan Penegakannya:
Hukum Represif:
Menetapkan sanksi atau hukuman untuk pelanggaran hukum. Hukum pidana adalah
contoh hukum represif.
Hukum Preventif:
Bertujuan untuk mencegah pelanggaran hukum dan mempromosikan kepatuhan.
Termasuk dalam kategori ini adalah regulasi pencegahan dan aturan etika.
7. Berdasarkan Waktu:
Hukum Berlaku (Lex Lata):
Hukum yang berlaku dan sah pada saat tertentu.
Hukum Ideal (Lex Ferenda):
Konsep atau ide tentang hukum yang seharusnya berlaku atau diusulkan untuk
diberlakukan di masa depan.
3. Mempromosikan Keadilan:
Advokat memiliki tanggung jawab moral untuk mempromosikan keadilan. Mereka
berperan dalam menjamin bahwa setiap orang, tanpa memandang status sosial atau
ekonomi, memiliki akses yang setara terhadap sistem peradilan dan mendapatkan
perlakuan yang adil di mata hukum.
Salah satu undang-undang utama yang mengatur POLRI adalah Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki tugas dan wewenang yang diatur dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi. Berikut adalah rincian mengenai tugas dan wewenang KPK: