Anda di halaman 1dari 101

Daftar Isi :

1. Konferensi Lintas Dimensi .................................................................... 1


2. Ziarah Ke Makam Tuhan ....................................................................... 7
3. Sanggupkah Tuhan Menerima Musibah ............................................. 12
4. Ketika Tuhan Menikahi Pelacur ........................................................... 15
5. Derita Al-Quran ………………………………………………………………………….. 19
6. Umat-Umat Proselitis ………………………………………………………………… 22
7. Lukisan Cinta dari Denmark ………………………………………………………. 25
8. Dikejar-kejar Surga, Ditolak Neraka …………………………………………… 28
9. Tuhan-Tuhan Yang Mencari Tuhan ……………………………………………… 32
10.Perempuan-Perempuan Yang Ingin Diperkosa …………………………… 36
11.Membebaskan Tuhan dari Penjara ……………………………………………. 39
12.Liburan Jibril Ke Bumi ……………………………………………………………….. 42
13.Kucit Menggugat ……………………………………………………………………….. 46
14.Revolusi Mata Hati …………………………………………………………………….. 51
15.Keluarga Pelangi ……………………………………………………………………….. 61
16.Rhapsody Seorang Bidadari ……………………………………………………….. 66
17.Ketika Hawa Tidak Mencintai Adam …………………………………………… 69
18.Istri Keempat Seorang Kiai ………………………………………………………… 75
19.Kembalikan Senyumku ……………………………………………………………… 77
20.Dejavu All Over Again …………………………………………………………………. 79
21.Kartini, Pelacur Kelas Teri ………………………………………………………….. 83
22.Anjing Dan Kucing (bag.1) …………………………………………………………. 86
23.Anjing Dan Kucing (bag.2) ………………………………………………………….. 89
24.Menyerah Pada Sang Cinta ………………………………………………………… 92
25.Cintamu Terlalu Muda ………………………………………………………………… 96
Konferensi Lintas Dimensi

Butiran2 halus berwarna putih menyapa rambutku yang tak teratur diterjang
angin pergantian musim, langit sedang gembira menurunkan manik2 putihnya
untuk dinikmati makhluk2 bumi. Salju yang telah membelai bumi sudah mulai
mengeras, membuatku harus berhati2 karena licinnya jalan. Minus 1 derajat
tadi kulihat, dan malam ini akan semakin dingin nampaknya. Aku sangat lelah
setelah seharian bekerja, sehingga jalan setapak menuju ke rumah pun rasanya
sangat panjang. Masih juga kulihat tetangga2ku saling melempar salju sambil
tertawa gembira, aku pun ingin bergabung, tapi rasanya malas juga, dingin
nampaknya merayuku untuk segera menyambut hangatnya kamarku.

Kubuka pintu kamarku, kunyalakan lampu, hhmmm ada surat, dibungkus


amplop berwarna biru dengan tulisan di pojoknya "Very Confidential". Tergesa2
kubuka surat itu, tak biasanya aku menerima surat dengan tulisan very
confidential, pasti ada sesuatu yang sangat penting di dalam surat itu.

"Anak muda,

malam ini jam 12.00 tengah malam, kutunggu kamu di Meeting Point kita
seperti biasanya. Awas kalau tidak datang.

Tertanda,

Tuhan"

tuhan, ah dia lagi. Not in the right time, seenaknya saja dia bikin undangan
tanpa konfirmasi dulu. Padahal dia pasti tahu kalau aku hari ini sangat capek,
karena habis kuliah aku langsung kerja hingga malam. Pake intimidasi lagi,
pake awas2an. Kurang ajar memang dia, dari dulu selalu begitu. Walaupun aku
juga kurang ajar sebenarnya, kalau mau ketemu dia juga seenak perutku,
kapanpun aku mau.

tuhan : "Ehem...ehemmmm...anak muda, matahari, dan bumi.....kalian


kuundang dalam pertemuan ini untuk kumintai pendapat tentang konstelasi
tata surya kalian saat ini, aku hanya agak prihatin, koq akhir2 ini aku sering
dapat laporan dari Jibril kalau ada semacam keresahan global. Semakin banyak
yang menggunakan namaku untuk hal2 yang tidak baik. Semakin banyak yang
mempertanyakan dan meragukan keberadaanku, bahkan semakin banyak pula
yang sama sekali tak percaya keberadaanku. Mulai ada pula yang mencari
"theory of everything". Terus terang aku tersinggung mendengar laporan Jibril,
kehebatan dan keagunganku sebagai tuhan terhina, dan aku lebih tersinggung
lagi, karena yang menghinakan hanyalah makhluk jelek macam kalian."

matahari : " Sabar...sabar... Yang Mulia. Yang melakukan itu cuma binatang
yang mengaku manusia itu Yang Mulia. Hamba, Matahari.., akan selalu
mengagungkan Paduka. Hamba masih setia mengemban tugas menghidupi
tata surya. Walau terus terang, tugas yang Paduka limpahkan kepada hamba
sebenarnya tugas yang amat membosankan. Tapi percayalah, hamba akan
selalu menjunjung tinggi arasy Paduka."

1
bumi : "Iya...iya...hamba juga setuju pada pendapat Matahari Paduka Yang
Mulia. Hanya manusia saja yang merusak tatanan kosmos Paduka, hamba pun
merasa malu sebenarnya dihinggapi tubuh hamba oleh manusia. Tapi ya
bagaimana lagi, itu sudah menjadi tugas hamba. Walaupun hamba jijik, tapi
hamba tetap melakukannya demi kesetiaan hamba pada Paduka Yang Mulia.
Lihatlah diri hamba Paduka, yang cantik molek, biru menarik, indah menawan.
Dalam tata surya hambalah yang tercantik dan terindah Paduka. Manusia2 itu
pula yang mau merusak keelokan hamba, tapi hamba bersabar. Karena apapun
yang Paduka berikan kepada hamba, hamba yakin itulah yang terbaik buat
hamba."

Aku tersenyum2, mau tertawa tapi gak tega, narsis juga bumi ini, bisa2nya
pamer di depan tuhan. Dalam kegelapan pembicaraan ini, terus terang aku
masih agak kebingungan, aku tak bisa melihat apa2. Otakku berpikir keras dari
tadi, ada rasa takut juga, gila...yang datang dalam pembicaraan ini matahari,
wah wah bisa hancur berkeping2 diriku ini, mungkin tidak hancur, lenyap tanpa
bekas bahkan. Helium dan hydrogen dalam tungku fusi dan fisi yang mampu
menggeletarkan ruang dan waktu, aku jadi merinding membayangkannya.

tuhan : "Anak muda, kamu jangan diam saja. Tenang..tenang...aku tahu apa
yang kamu takutkan. Dimensi panas matahari sudah kuredam, jadi jangan
takut. Hayo..gimana pendapat kamu..?"

aku : " Aku sebenarnya ngantuk sekali, lagi2 kau undang aku untuk hal2 nggak
bermutu kaya gini. Lain kali lihat sikon dong tuhan, jangan main sikat aja. Apa
badan intelijenmu nggak cukup untuk memberi laporan komprehensif tentang
konstelasi tata surya..?"

tuhan : " Dasar anak muda pemalas, aku tidak minta banyak waktumu. Kau
makhlukku, tapi menyembahku hanyalah kewajiban sukarela buatmu.
Kuundang kalian sebagai penyeimbang atas laporan badan intelijenku, karena
kau tahu sendiri, sumber primer lebih kupercayai daripada sumber sekunder."

Tiba2 kepalaku seperti terbentur sesuatu, atau lebih tepatnya seperti ditampar.
Sakit juga......

aku : " Heh, berani2nya menampar dalam gelap. Siapa tadi..?"

tuhan : " Aku...anak muda tolol. Ganjaran atas kemalasanmu."

aku : " Lagi2 kau sering menghukum tanpa sebab, mengadili tanpa
membuktikan bersalah. Tapi baiklah, aku akan menjawab pertanyaanmu.
Kuakui memang ada keresahan global itu, penyalahgunaan namamu, keraguan
atas eksistensimu, dan pencarian ambisius akan "blue chip" semestamu. Tapi
kukira penyebabnya juga dirimu sendiri koq, kejadian2 itu hanyalah "tripple
effect" atas kediktatoran dan keegoanmu. Kalau engkau tidak bersembunyi
dibalik jubah semesta, mereka mungkin akan lebih santun dalam hidup."

tuhan : " Aku mau bersembunyi atau tidak, itu hak prerogatifku anak muda.
Akulah penguasa tunggal semesta. Akulah tuhan segala tuhan. Akulah tuhan

2
besar dari segala tuhan2 kecil yang kalian ciptakan. Siapapun yang hidup di
semestaku, harus tunduk pada kekuasaanku."

aku : " Tuh..kan..!!!. Kau memang Maha Sombong, Maha Keras Kepala, Maha
Sok Tahu. Tapi kau musti mikir tuhan, trend sekarang sudah berubah. Semua
makhluk merindukan keadilan dan demokrasi. Sudah jarang yang mau tunduk
kepada tirani, semua kebenaran harus teruji di hadapan metode ilmiah.
Termasuk percaya keberadaanmu, itupun harus dihadapkan dengan metode
ilmiah. Kami bukan makhluk bodoh lagi yang percaya begitu saja akan
dongeng2 yang diceritakan oleh nenek moyang, kami tidak segoblog yang kau
bayangkan mau meyakini dogma2 indah yang ternyata kosong isinya."

Bumi : " Maafkan hamba Paduka Yang Mulia, sekali lagi maaf. Kayaknya anak
muda ini ada benarnya juga, setidaknya itulah yang hamba amati akhir2 ini.
Trend mempertanyakan segala hal itu bahkan terakselerasi dengan semakin
pesatnya perkembangan teknologi, seakan tak ada tabir lagi di dunia."

aku : " tuhan, begini saja...,selama kau menikmati singgasanamu, apakah kau
tidak melihat bahwa sebenarnya dari keresahanlah akhirnya timbul solusi baru,
dari pemberontakan atas nilai2 bakulah akhirnya muncul ilmu2 baru. Jika saja
kami diam membisu dan tidak mulai bertanya akan kejadian2 di semesta, kami
akan jalan di tempat dan tidak menemukan hal2 baru di dunia. Renaissance,
Aufklarung, Englightment, Pencerahan, Reformasi, Kelahiran Kembali, atau
apapun manusia menyebutnya adalah hasil dari keresahan itu Tuhan. Jadi
mengapa kau juga ikut resah, toh bagaimanapun polah tingkah manusia, tak
sampai menggoyang arasymu"

tuhan :" Kalian boleh resah dan menggerutu, tapi jangan sampai menyekutukan
aku dong. Gimana sih kalian ini...?. Harga diriku sangat terobek2 karena kalian
hanya menyekutukan aku dengan reformis gagal kayak Yesus, dengan nabi
buta huruf kayak Muhammad, dengan tua bangka kayak Guru Nanak, dengan
tiran sombong kayak Stalin dan Lenin, dengan diktator narsis kayak Mao dan
Kim, dengan dewa2 tolol, dan juga dengan keterbatasan otak kalian."

matahari : " Maaf menyela sebentar, cuman mau nanya Paduka tuhan Yang
Mulia. Sebenarnya batas otak kita itu sampai dimana sih..?"

tuhan : " Satu prinsip matahari, berpikirlah tentang ciptaanku, jangan berpikir
tentang dzatku, karena otak kalian tak mampu menjangkaunya."

aku : " Nggak bisa gitu dong tuhan. Ketika kami berpikir tentang ciptaanmu,
otomatis kami juga berpikir tentangmu, karena pencipta dan yang diciptakan
itu terikat hukum sebab akibat. Karena itu lebih baik menganggap otak kami
tak terbatas daripada sebaliknya, karena kau tak pernah jelas menggariskan
batas itu dimana. Kau bilang kami tak mampu menjangkau dzatmu, lagi2 kau
prejudice banget dalam hal ini, sedangkan kau belum pernah memperlihatkan
dzatmu pada siapapun di dunia ini."

tuhan :" Dasar anak muda tolol, gunakan otakmu dong. Apakah kau tidak
melihat tanda2 keberadaanku di semesta ini, begitu banyak tanda dan kau
masih buta. Tanpa melihat wujudku pun, kalau kau mampu berpikir, kau pasti

3
tahu bahwa aku ini eksis."

Kali ini nada bicara tuhan mulai keras, kayaknya dia mulai naik darah. Aku
merasakan hawa panas sekali merambat di sekujur tubuhku. Dalam hati aku
masih harap2 cemas semoga tuhan tidak seenak udelnya mengeliminasi aku
dari pertemuan ini, atau lebih gawat lagi menegasikan hakku untuk hidup dan
berpendapat.

bumi : " Anak muda, dari kemesraanku dengan matahari kau dapat belajar,
bagaimana gabungan antara gravitasi dan anti gravitasi berkolaborasi dengan
indah sehingga mendukung kehidupan di permukaanku. Dari matahari kau
dapat belajar dan membuktikan bagaimana tuhan menciptakan hal2 besar dari
hal2 yang sederhana dan sepele. Dariku sendiri kau dapat pula belajar,
bagaimana perputaranku begitu persisnya sehingga kestabilanku terjaga
sedangkan bila satu detik saja perputaran itu berhenti, aku akan hancur
terberai. Dan itu semua membutuhkan superior intelligent yang mengaturnya
dalam Lauh Mahfudz atau Grand Design semesta."

aku : " Maaf saja bumi, bukti2 yang kamu tawarkan itu sudah terbukti tidak
manjur lagi. Semesta ini terbukti chaos, ribut, centang perenang. Tidak ada
keteraturan seperti yang kau bilang itu, apalagi desain eksak atas kejadian2.
Jikapun ada keteraturan, itu tak lebih hanya kebetulan saja. Karena lebih dari
99,9% berupa ketidak teraturan. Hukum sebab akibat memang selalu terjadi,
tetapi hukum sebab akibat yang ada adalah hukum yang harus dalam arti luas
diartikan. Satu sebab bisa menghasilkan akibat ribuan bahkan jutaan atau
milyaran, dan akibat yang satu mungkin juga dari sebab yang berlainan. Dan
sejauh penelitian manusia atas semesta, tidak ditemukan satupun bukti
empiris dan meyakinkan bahwa ada sesuatu dibalik terciptanya bintang,
galaksi, planet, black hole, pulsar, nebula, dan apapun itu. Semua adalah
rangkaian kejadian demi kejadian, tidak ada sesuatupun yang ex-nihilo, sesuatu
yang datang begitu saja, tanpa permulaan dan tanpa sebab. Kun fayakun, abrah
kadabrah, hocus pocus.............."

Kudengar ada yang tertawa kecil2 sambil sepertinya ditahan, tak beberapa
lama juga terdengar suara mengaduh kesakitan.

matahari : " Maaf, maaf, beribu maaf Paduka Yang Mulia. Hamba bukan
hendak menertawakan forum ini apalagi Paduka, hamba hanya menertawakan
gaya dia ngomong abrah kadabrah, kayak crita Aladdin saja. Sekali lagi maaf
Paduka."

Ah rupanya matahari yang ketiban pulung hukuman kecil dari tuhan. Dalam
hatiku aku nyukurin, bete banget atas penghormatan hirarkisnya dari awal
percakapan tadi.

aku : " tuhan, kau pasti setuju kan kalau waktu itu relatif. Dalam kerangka
waktu yang dipunyai manusia, kau punya waktu tidak terlalu lama untuk
membuktikan keberadaanmu. Mereka sudah sampai pada tahap siapa yang
berada dibalik "big bang" yang diyakini sebagai awal semesta, karena setelah
big bang, sekali lagi aku bilang tidak ada bukti yang bisa mereka temukan
bahwa ada sesuatu dibalik terciptanya benda2 di semesta. Jika saja, mereka

4
tidak juga menemukan sesuatu yang menciptakan big bang, ditambah lagi
mereka menemukan theory of everything, kalau kalkulasiku tidak salah, akan
semakin banyak yang memunggungimu tuhan. Dan itu berarti pula lengkaplah
kegagalanmu, setidaknya kegagalanmu di bumi."

tuhan :" Memang menjengkelkan makhlukku manusia itu, termasuk kamu anak
muda. Lebih menjengkelkan kesok-tahuan kalian tentangku, bertemu aja belum
pernah sudah berani2nya bilang utusanku, bagian dari diriku, menjadi makhluk
yang mengerti pesan2ku dan mau melaksanakan pesan2ku, dan juga apa itu
aku lupa namanya, anggapan bahwa wujud manusia adalah juga
perwujudanku...hhmmm aku lupa namanya..."

bumi : " Imago Dei..tuhan."

tuhan : " Pinter kamu bumi, nah itu Imago Dei. Evolusi dari monyet saja mau
membandingkan wujudnya denganku, alangkah lancangnya kalian ini. Tetapi
dari laporan Jibril, aku kadang mengerti mengapa manusia begitu narsisnya,
karena dengan kenarsisan dan ambisi mereka itu ternyata mereka bisa
bertahan hidup dan menjadi pemenang dalam "survival of the fittest". Walau
jujur aku bilang, kemenangan bagi manusia sangat sering merupakan bentuk
penindasan terhadap makhluk2 lain. Dari Jibril aku tahu juga, manusia2 yang
membawa pesan kebaikan seperti Muhammad, Yesus, Mani, Zarathustra,
Baha'ullah, dan beberapa yang lain kadang2 terpaksa untuk
mentransendenkan pesan mereka, bilang bahwa itu dariku, dari tuhan seru
sekalian alam, karena memang manusia pada umumnya terlalu bodoh untuk
percaya pada kebaikan dan melakukannya dengan senang hati tanpa disertai
embel2 bahwa sang pencipta yang memerintahkan itu. Ditambah lagi musti
ditambah diimingi nikmat surga dan ditakuti dengan siksa neraka."

bumi : " wah tuhan, maaf menyela sebentar. Apakah neraka dan surga itu juga
mitos...?"

tuhan : " Hahahaa.....tentu saja bumi. Surga kalian adalah ketika kalian gembira
berbuat baik tanpa pamrih apapun, dan neraka kalian adalah rasa tersiksa
ketika menyakiti dan berbuat tidak adil terhadap makhluk lain. Dan tentu saja
kenikmatan terbesar makhluk bukanlah surga, tetapi melihat wujudku, bukan
dengan mata, melainkan dengan nurani. Mendengarkan suaraku, bukan
dengan telinga, melainkan dengan kejernihan hati. Merasakan keberadaanku,
bukan dengan kulit, tetapi dengan kepekaan jiwa."

aku : " Nah tuhan, kau sekarang telah masuk neraka buatanmu sendiri, rasa
resah dan tersiksa karena ketidakadilanmu."

Tiba2 ada getaran hebat, aku merasakan pusing yang amat sangat, panas
sekali serasa api membakar kulitku, kudengar juga suara teriakan sangat keras
yang aku tahu pasti bukan dariku sendiri, mungkin matahari atau mungkin
bumi, aku tak tahu pasti karena gelap menguasai. Setelah beberapa lama,
akhirnya getaran dan panas berkurang sedikit demi sedikit.

tuhan : " maaf, maaf, aku lepas kontrol tadi. Kau berani sekali mulutmu anak
muda tolol. Bumi, kau saksi atas ucapanku. Makhluk2ku yang bernama

5
manusia yang telah berani mengatasnamakan aku dalam ajarannya, apakah
mereka pernah bertemu aku...?"

bumi : " Tidak pernah Paduka Yang Mulia, itu tak lebih hanyalah imajinasi
kreatif mereka saja. Tapi ngomong2, ada beberapa yang jujur minta ampun lho
Paduka Yang Mulia. Sidharta Gautama, Blaise Pascal, Ghazali, dan beberapa
yang lain lagi telah dengan terang2an bilang bahwa kedekatan denganmu itu
hanyalah imajinasi kreatif mereka saja."

tuhan : " Kau dengar sendiri anak muda, betapa diriku dicatut sana sini tanpa
sama sekali ijin dariku. Kenapa aku tak berhak marah...?, coba katakan..!!!"

aku : " Sabar dikit napa sih tuhan. Kau berhak marah, itu memang hakmu koq.
Tapi kau juga harus introspeksi diri, jika saja engkau lebih transparan mengenai
dirimu, mereka tidak akan dengan gampangnya menghayal tentangmu dan
menggunakan namamu seenak udelnya."

matahari : " Maaf beribu maaf Paduka Yang Mulia. Jika Paduka sudah tidak
tahan lagi dengan makhluk Paduka yang bernama manusia, ijinkanlah hamba
memeluk kekasih hamba bumi, biarkanlah kami bersatu. Sekian lama hamba
berpisah dengannya, rindu hamba sudah meluluhlantakkan jiwa Paduka.
Hamba ingin bersatu dengannya, walaupun setelah itu diri kami hancur
bersama. Biarlah setelah itu awal baru tercipta, dengan matahari baru, planet2
baru, makhluk2 baru, sehingga Paduka lebih puas."

tuhan : " Belum waktunya. Kalian, matahari dan bumi, selesaikanlah tugas
kalian. Aku tahu kalian saling mencintai, tetapi yakinlah, jarak bukanlah
penghalang atas cinta yang tulus nan abadi."

aku : " Wah, begini saja. Boleh atau tidak, bersatulah kalian. Berpelukanlah
kalian. tuhan sekalipun tak berhak melarang dua insan yang sedang jatuh
cinta."
Cuh..ciuh...cuh....wah sialan, tega2nya tuhan meludahiku, berkali2 pula....

aku : " Kunyuk kau tuhan, diktator tak tahu diri. Oke..oke..!!!!, kuakui aku
memang kritis terhadapmu, tetapi sekali lagi itu demi kebaikanmu. Daripada
stempel namamu digunakan untuk mengotori tata surya, daripada atas
namamu manusia menjadi tiran bagi sesamanya, daripada karena perilakumu
semua makhluk semesta kebingungan mencari jati dirinya. Sudahlah, akhirilah
keegoanmu itu. Bersikaplah demokratis dan transparan."

tuhan : " Kau pulang sana, besok pagi kau musti kuliah. Dari tadi kau bukan
melaporkan sesuatu malah protes terus isinya. Tapi jangan lupa anak muda
tolol, berbuat baiklah tanpa pamrih, itu saja pesanku."

aku : " Ya deh...., tapi jangan lupa pula pertimbangkan kritikku. Tapi anyway,
untungnya aku dari dulu tidak pernah mengharapkan surgamu. Aku pergi dulu
ya...Bye tuhan, matahari, bumi..........."

Amsterdam, 7 Maret 2005

6
Ziarah ke Makam Tuhan

Minggu lalu ada undangan takziyah, tapi seperti biasanya karena kesibukanku,
aku tidak bisa memenuhi undangan itu. Allah telah wafat, tapi itu sudah kuduga
sebelumnya, karena dia sudah lama sakit2an. Aku sendiri tidak begitu perduli,
hidup tidaknya tidak terlalu berpengaruh pada diriku.

Maka hari demi hari berlalu begitu saja, sampai hari ini. Dalam rapat redaksi di
tempat aku bekerja, aku mendapatkan tugas untuk meliput penyebab kematian
tuhan2 itu. Dari meja redaktur tadi, tugas ini harus selesai secepat mungkin,
karena deadlinenya minggu ini juga. Dasar nasib, terpaksa malam2 aku
blusukan ke kuburan khusus tuhan2. Ya aku anggap sebagai ziarah saja, toh
sejak dulu kalau ada undangan takziyah aku gak pernah datang. Bagiku
kematian adalah awal dari kehidupan baru, jadi tidak ada yang perlu dijadikan
sebab sedih hati.

Kuburan ini gelap gulita, hanya ada beberapa kunang2 yang kelap kelip di
beberapa sudut. Angin dingin mulai menusuk kulit dan tulangku, bulu kudukku
berdiri. Bukan karena aku takut hantu, tapi karena aku hanya pake kaos
oblong, sehingga ujung2 angin itu seenak jidatnya membelai pori2ku. Kubuka
pintu gerbang kuburan itu, suara besi yang sudah tua memecah keheningan.
Tengok kanan kiri, semakin serem saja kelihatannya. Kukeluarkan lampu
senter yang tadi kubawa, kunyalakan, oh tapi ternyata tidak nyala. Wah mati
aku pikirku. Ku goyang2 senter itu, sampai bunyi klothak klothak. Kunyalakan
lagi, tidak nyala juga. Wah tamat sudah riwayatku, sudah tengah malam lagi.
Bagaimana aku bisa melakukan penyelidikan penyebab matinya tuhan2 itu,
kalau senter aja aku tidak punya. Padahal peralatan lain sudah aku siapkan
semua sebenarnya, untuk penelitian forensik.

“Heh, ngapain loe di sini?”

Aku kaget bukan alang kepalang, sampai terkencing2 di celanaku. Geragapan


aku di dalam gelapnya pemakaman itu. Tiba2 ada suara tanpa rupa dan
suaranya berat, seperti orang marah.

“ Eh hmm, anu, anu, saya mau melakukan penelitian tentang kematian tuhan,
saya wartawan koran ‘Suara Alam Lain’ . Hhmm, anu kalau boleh tahu, siapa
Anda..?”

“ Perkenalkan, aku penjaga kuburan ini.”

Tiba2 tanganku digenggam benda besar, aku diajak salaman rupanya. Spontan
aku goyang2kan tanganku sebagai tanda kenalan juga.

“ Senang bisa berkenalan dengan Anda, jadi Anda mau ketemu tuhan2 itu..?”

“ Lho koq ketemu, saya mau melakukan penyelidikan, saya mau menyelidiki
mayat2 mereka. “

“Haahahahaha…OK, mari saya antar”

7
Dia menggandengku, aku tidak melihat wajahnya karena sangking gelapnya,
aku hanya mengikuti saja. Kadang2 kakiku tersandung pathok2 kuburan yang
rupanya bertebaran sepanjang jalan yang kulalui. Dari agak kejauhan, aku lihat
samar2 ada cahaya, dan suara orang yang sedang bercakap2 dan tertawa2.

Pintu dibuka, wow…mataku seakan2 tidak percaya apa yang dilihatnya, sebuah
café lengkap dengan meja pool, dart dan bar, di pojok sana ada layar tv sedang
mempertontonkan pertandingan sepak bola. Kukedipkan2 mataku, hanya
untuk memastikan bahwa aku tidak sedang bermimpi.

“ Hey, jangan bengong. Oh ya tadi kita kenalan belum nyebutin nama, aku iblis,
ganti profesi akhir2 ini sebagai penjaga kuburan tuhan2. “

Aku menoleh, mataku terbelalak, jantungku seperti copot, selangkah aku


mundur ke belakang. Terasa celanaku agak basah, aku terkencing2 lagi
rupanya, sialan bener. Iblis ini sungguh menyeramkan, grandongnya Mak
Lampir pun masih kalah serem. Untung saja tidak dari tadi aku melihat
wajahnya, di pelataran kuburan tadi gelap sekali.

Hahahahahahahahaha…………………………….!!!!!!!!!!!!!

Seluruh café rupanya menertawakan aku.

“ Hey iblis, siapa pula yang kau bawa ini, jangan pula kau bilang hasil buruanmu
ya…hahahhahaha….”

Iblis : “ Selamat malam tuhan2 sekalian, ini perkenalkan seorang wartawan dari
Koran “ Suara Alam Lain” , mau melakukan penelitian atas kematian tuhan2.
Mas Wartawan, saya perkenalkan juga tuhan2 ini kepada Anda, yang lagi main
pool itu, Khrisna dan Shang Ti. Yang duduk di bar itu Bapa, Baha’i, dan Cao Dai.
Yang di meja itu, dari yang merokok itu adalah Allah, kemudian sebelahnya
Waheguru, dan yang diujung itu Ahuramazda. Sebenarnya ada beberapa tuhan
lain, tapi mereka sedang nonton sinetron Tersanjung, jadi malam ini tidak
hadir.”

Aku : “ Senang berkenalan dengan Anda2 semua. Maaf terus terang saya kaget,
saya datang untuk menemukan penyebab kematian Anda2 sekalian, tapi malah
menemukan Anda sedang kongkow di cafe. Jadi, Anda2 ini, para tuhan2,
sebenarnya tidak mati..?”

Cao Dai : “ Oh tidak anak muda, kami hanya pura2 mati. Kamuflase strategis.”

Allah : “Aku memilih mati, biar tidak ada yang membelaku lagi, wong aku tidak
butuh dibela koq. Tidak ada itu perang demi agama atau demi tuhan. Yang ada
perang demi nafsu.”

Bapa : “Ya manusia goblog, sekuat apa mereka itu mau melindungi tuhan, wong
prestasi terbesarnya saja hanya menginjakkan kaki di satelit bumi yaitu bulan.
Yang pake bom hydrogen pake reaksi fusi saja tidak mampu, apalagi
senjatanya cuman clurit, parang , dan cangkul.”

8
Ahuramazda : “Ya, lebih baik manusia melupakan tuhan saja, kalau perlu
ditaruh di undang2 dasar bahwa tuhan telah mati, wong dari dulu tidak ada
bukti koq kalau tuhan itu membantu manusia, kalaupun kelihatannya
membantu, itu lebih karena sugesti atau karena kebetulan saja dapat rejeki,
trus dikaitkan begitu saja dengan tuhan. Jadi kupikir, lebih baik agama2 itu
dibubarkan saja. Nah kamu sendiri mas wartawan, kamu percaya tuhan..?”

Aku : “ Aku netral saja, kalau sedetik lagi ada bukti bahwa tuhan itu ada, aku
akan percaya tuhan. Tapi bisa juga sebaliknya, jika sedetik lagi ada bukti bahwa
tuhan tidak ada, aku akan tidak percaya adanya tuhan. Aku tidak mau gegabah
percaya atau tidak percaya begitu saja. Yang pasti adalah aku tidak percaya
tuhan2 macam kalian, karena kalaupun misalnya tuhan itu ada, aku yakin
tuhan tidak seterbatas seperti kalian2 ini. Yang menurunkan kitab suci, yang
menurunkan makhluk terbaik, yang terjebak dalam sui generis, yang tidak bisa
ditempatkan dalam kompleksitas kosmos. Maaf jika menyinggung kalian, tapi
kalian tidak pantas jadi tuhan.”

Shang Ti : “Jadi kamu jelas bukan theis, tetapi bukan pula atheis, deis juga
bukan. Pantheis bukan, panentheis bukan, fideis juga bukan. Pusing deh akika,
mau loe apa dong...?”

Khrisna : “ Aliran baru rupanya hahahhaha......, tapi tentang membubarkan


agama2, jangan buru2 gitu dong. Loe2 pade musti tahu men, kalau 90% lebih
manusia itu butuh simbol, butuh balasan, butuh sandaran vertikal. Nah,
mayoritas manusia yang goblog ini, yang tidak bisa berpikir merdeka, yang perlu
dogma dan aturan, yang tidak mau susah2 pusing berfilsafat, ini masih butuh
sama yang namanya agama. Punya agama itu lebih baik sebagai penuntun
mereka daripada tidak punya sama sekali. Tapi juga harus disadari, tidak
percaya tuhan alias atheis itu tidak sepenuhnya juga lepas dari penyakit sejarah
pengkultusan, gak nyembah tuhan tapi nyembah Mao, Lenin, Stalin, ato Hitler
itu sama saja bahayanya. Kecenderungan berlebihan itu memang sifat
manusia, sehingga manusia susah kadang membedakan antara kemanusiaan
dan ketuhanan. Nah mas wartawan, anda sekarang sudah tahu bahwa kami
tidak mati, anda mau apa...?”

Aku : “Lho saya sekedar mau tabayun, apakah tuhan2 ini bener2 mati. Nah
ternyata kalian ini pada belum mati, tapi manusia memang berusaha
membunuh kalian, dan celakanya yang mau membunuh itu adalah pengikut2
kalian sendiri. Nietszche, Marx, dan sayap2 kiri Hegelian saja kalah
sophisticated, karena mereka melawan agama hanya ketika agama itu korup
dan represif, menjadi legitimator dalam pertarungan antar kelas. Sedangkan
banyak umat2 beragama membunuh tuhan mereka di saat tiap hari mereka
juga menyembah2 tuhan2 itu. Reduksi atas kemahaanmu adalah pembunuhan
karakter terbesar sepanjang sejarah manusia.”

Bapa memegang gelas birnya, meneguknya berkali2. Sedangkan Allah tampak


murung dan berpikir keras. Khrisna yang dipojok manggut2 sambil sesekali
menyodok bola dengan sticknya. Shang Ti yang jadi lawan ngepool Khrisna
tampak sesekali melotot kalau nada bicaraku sudah mengganggunya.

Allah : “ Nah wartawan tolol, kami memang belum mati. Kami hanya pura2

9
mati, biar manusia bisa mencerahkan diri tanpa kami. Kau jangan pula bilang
bahwa keputusan kami salah, kami para tuhan2 sudah rapat mengenai hal itu,
sudah kami pertimbangkan baik dan buruknya. Di saat science sudah cukup
maju seperti saat ini, lonceng kematian untuk tuhan2 tradisional macam kami
sudah berdentang, sebelum lonceng itu semakin keras mendayu, kami
memutuskan untuk ‘mati’. Tuhan2 pagan sudah mati sejak dari beratus2 tahun
lalu, sekarang giliran kami. Kami sadar sesadar-sadarnya, bahwa mayoritas
manusia masih butuh sandaran vertikal, tetapi itu tugas manusia2 tercerahkan
untuk terpanggil memberi rasionalitas dan moralitas murni makhluk tanpa
stempel tuhan. Sekali lagi karena stempel tuhan adalah hal yang paling ambigu
dan paling sering disalah gunakan.”

Aku :” Jadi, aku harus menulis apa untuk artikelku ini, apakah aku harus jujur
ataukah..”

Waheguru : “ Demi kemaslahatan umat, saranku, ini hanya saran lho ya.
Beritakan apa yang dibilang Allah tadi saja, biarlah kami mati di sini. Pers bebas
menulis, sebagai bagian tak terpisahkan dari demokrasi, dan sebagai tanggung
jawab dari kebebasan itu adalah kewajiban untuk menebarkan pencerahan2
intelektual, bukan sebagai agen propaganda kapitalis, fasis dan puritanis.”

Bapa tiba2 berjalan ke arahku, rupanya dia menawarkan bir ke aku. Gelas
cukup panjang dengan sedikit busa di puncaknya disodorkan ke aku.

Aku : “ Maaf, aku tidak minum bir Bapa. Pahit banget di lidahku, bukan karena
dianggap haram atau apa lho ya. Ntar deh, kalau ada bir rasa duren aku coba
minum. “

Bapa tersenyum kecut, kemudian dia tertawa, dielusnya kepalaku.

Bapa : “ Dasar wong ndeso kowe...”

Aku :” Sebentar tuhan2 sekalian, kembali ke masalah tadi, aku menghormati


keputusan kalian, tapi kalian harus tahu, ketimpangan antar manusia ini
sungguh besar. Di saat yang satu sudah bisa mengintip galaksi dan quasar,
yang lain masih hidup pakai cawat dan hidup berburu. Di saat yang satu sudah
bisa keliling dunia dalam hitungan jam, yang satu kakinya bengkak kebanyakan
jalan. Yang satu hidup mewah di istana2, yang satu di kolong2 jembatan. Jadi
matinya kalian mungkin malah mempunyai akibat buruk bagi sebagian
manusia, karena mereka bisa menjadi layangan yang tiba2 putus, ini mungkin
lepas dari pengamatan kalian.”

Khrisna : “ Akselerasi, akumulasi, distribusi pengetahuan dan kesejahteraan itu


tugas manusia, bukan tugas tuhan. “

Ahuramazda : “ Tepat Bung Khrisna, masak kita2 ini harus melakukan


penelitian, bikin LSM, propaganda tausiyah, ekstensifikasi tarbiyah, bikin
website, nulis artikel, bikin koperasi, ya lucu aja gitu lho. Itu tugas manusia, tapi
bukan sebagai kewajiban, tetapi datang sebagai rasa cinta kasih ikhlas
seikhlas2nya terhadap sesama manusia, syukur2 kalau sudah menembus
kecintaan terhadap semua makhluk, termasuk setan dan iblis hahahha......”

10
Iblis : “ Bung Ahuramazda, jangan rasis gitu dong, please deh. Begini2 aku
sekarang sudah sadar, merasa kalah sama manusia. Mereka bisa lebih bejat
dan psikopat daripada aku, jadi daripada aku kalah pamor, aku juga
memutuskan untuk menjadi baik.”

Baha’i : “ Sudah2, begini saja Mas wartawan, malam ini nginep saja di kuburan
kami, ada satu tempat khusus buat tamu, jadi besok pagi kita bisa diskusi lagi.
Sekarang mari kita makan2 dulu, saya yang traktir deh. Plat du jour nya kali ini
gudeg jogja, disertai teh anget tanpa gula. Mari2 makan….”

Aku yang memang lapar segera menghampiri kuali besar isi gudeg itu, diikuti
oleh tuhan2. Malam itu kami makan bersama sambil bercanda tak tentu arah,
tentunya ditemani oleh senyum genit mbak pelayan bar yang juga pake rok
mini.

Amsterdam, 19 Februari 2006

11
Sanggupkah Tuhan Menerima Musibah

Sudah lama aku tidak bertemu Mbah Maridjan, dikarenakan aku harus pergi ke
luar kota menuntut ilmu. Setelah gempa di Jogja yang membikin hati miris itu,
pesantren tempat aku belajar libur, semua santri disuruh pulang. Aku segera
teringat Mbah Maridjan, bagaimana kabar orang tua itu yang dulu sering
mengajari aku filsafat Jawa.

Tergopoh2 aku menemui Mbah Maridjan, kucari tadi di rumahnya beliau tidak
ada. Setengah berlari aku menyusuri pematang sawah yang masih agak basah,
sambil sesekali menghirup aroma batang padi yang merasuk. Kata tetangga
Mbah Maridjan, beliau sering menyendiri di gubug di tengah sawah kalau sore2
begini. Dari jauh sudah kulihat gubug kecil beratapkan daun kelapa dan damen
( batang padi kering). Setelah dekat, kulihat Mbah Maridjan yang sedang
menyalakan rokok lintingannya. Baunya menyengat, tetapi segar apalagi
ditambah suasana sore yang semilir.

“ Mbah, Mbah, bagaimana ini Mbah, musibah datang silih berganti, sepertinya
sudah waktunya kita melakukan tobat nasional. Mbah Maridjan malah tenang2
saja”

“ Musibah itu bisa jadi rahmat, sebagaimana rahmat juga bisa jadi musibah. Ini
hanya kejadian alam biasa Le.”

“ Gimana sih Mbah, musibah ini peringatan dari Tuhan Mbah atas dosa2 kita,
sekaligus juga ujian apakah kita tabah menghadapi musibah.”

“ Tuhan pun tak sanggup menerima musibah, Le”

Aku seperti ditampar langsung di otakku, apa pula maksud Mbah Maridjan ini.

“ Hhhmm, maksud Mbah Maridjan…?”

“ Tuhan itu Le, baru diduakan saja sudah marah2, baru perintahnya tidak
dilaksanakan saja sudah ngirim bencana, lha piye…Tuhannya saja nggak tabah,
ciptaannya bisa lebih gak tabah lagi”

“ Sebentar2, aku masih tidak mengerti apa maksud Mbah Maridjan.”

“ Kamu ini pancen bodho Le, kamu ingat kisah Adam dan Hawa, yang
dikeluarkan dari surga hanya karena makan buah Khuldi yang terlarang itu, itu
kan kesalahan sepele, tapi Tuhan marah, terus Adam dan Hawa ditundung dari
surga. Terus kamu ingat kisah Iblis dan Adam, Iblis disuruh menghormati Adam,
suruh sujud di depan Adam, lha wong Iblis itu pinter, ya dia nggak mau, dia
hanya mau sujud dan hormat kepada Tuhan, lagi2 Tuhan marah, purik, akhirnya
Iblis dilaknat. Ingat pulakah kau tentang Sodom dan Gomora, hanya karena
homoseksualitas saja seluruh kota dihancurkan. Tuhannya saja kurang dewasa,
jangan pula salahkan umatnya kalau kekanak2an. “

Aku hanya bengong, mendengarkan tutur kata Mbah Maridjan yang mengalir
sambil mengepulkan asap rokok kretek di jari2 tangannya. Sungguh2 gila Mbah

12
Maridjan ini, berani2nya menggoyang tahta diktatur Tuhan.

“ Aceh sudah lebur, Jogja sudah hancur, Merapi njeblug, kita harus lebih banyak
berdoa Mbah Maridjan, supaya Tuhan mengampuni dosa2 kita.”

“ Hahahahahaha…………………..”

Mbah Maridjan tertawa terkekeh2, sampai terbatuk2, sambil melihat dengan


pandangan lucu kepadaku.

“ Kamu ini Le, produk jaman modern koq berpikirnya idiot kaya gitu. Kalau
banyak orang berdosa, dosa mereka kan kepada alam dan sesama manusia.
Minta ampun lah kepada alam, dengan merawat mereka dengan baik, menjadi
bagian dari alam bukan malah memperkosanya. Minta ampunlah kepada
manusia2, berhenti korupsi, bantulah para fakir miskin, peliharalah yatim piatu,
jalankan negara dengan jujur dan bersih. Itu yang namanya mohon ampun,
kalau mohon ampunnya cuma sama Tuhan, kamu malah akan ditertawakan
sama Dia.”

“ Ya, tapi Mbah Maridjan, kita perlu pertolongan Tuhan untuk bisa lepas dari
derita ini.”

“ Percayalah Le, Tuhan itu egois. Kita harus membantu diri kita sendiri, kamu
boleh minta tolong sampai air matamu habis, tapi kalau kamu tidak
memperbaiki dirimu sendiri, ya percuma. Lihat itu orang Jepang, kena gempa
mereka itu, tapi terus mereka belajar, bikin gedung dan rumah yang tahan
gempa. Lihat orang Belanda, kena banjir banding mereka itu, tapi mereka
bangkit, bikin dam2 raksasa, sekarang selamatlah mereka dari petaka banjir.
Lihat orang2 Eropa, dikaruniai penyakit pes, sampai separuh penduduknya
mati, tapi mereka memperbaiki diri, dan hidup sehatlah mereka sekarang.
Bencana itu untuk dipelajari, bukan untuk disesali.”

Dongkol hatiku bukan main sama Mbah Maridjan, dari dulu dia selalu bisa
membolak-balik perpektif. Dan dia sudah berani mempermainkan syaraf
otakku sekarang, tapi aku berusaha menguasai diriku.

“Mbah, kita ini manusia yang egois. Tuhan telah menciptakan alam dengan
sempurna, dan menitahkan kita sebagai kalifahnya di dunia ini. Kitalah yang
telah tidak sanggup memegang amanat Tuhan itu.”

Mbah Maridjan kembali meringis, seolah mengejek. Matanya yang kecil bulat
itu menatap jauh ke hamparan sawah di depannya.

“ Oalah Le, kalau mau jujur sih. Karena konsep Tuhan itu diejawantahkan oleh
manusia yang egosentris, akhirnya manusia tambah kelihatan egois.
Seharusnya kau yang sekolah itu tahu hal kayak gitu, dan itu pandangan
antroposentrismu, kuno sekali cara berpikirmu Le. Manusia itu bagian alam Le,
bukan penguasa alam.”

“ Ya biarin Mbah, pandangan antroposentris kan lebih baik daripada percaya


hal2 mistis kaya sampeyan, ada Nyi Roro Kidul, Tombak Kiai Plered, Kebo Kiai

13
Slamet hahahaha………., kebo koq dianggep kiai.”

“ Lho siapa bilang Mbah percaya sama Nyi Roro Kidul, Nyi Roro Kidul itu kan
cuman mitos Le, para kawulo cilik seperti kita ini kan sering ditipu sama para
penggede2 istana. Raja2 Mataram jaman dulu malu karena di Segoro Lor (Laut
Jawa= red) mereka kalah dengan tentara Kumpeni Walanda dan tentara
Portugis, jadi mereka menghibur diri dengan menciptakan mitos Nyi Roro Kidul,
seolah2 mereka masih menguasai Segoro Kidul (Samudra Hindia= red),
memperistri penguasa Segoro Kidul. Cilokone, kita semua percaya adanya Nyi
Roro Kidul, kekuatan pusaka2, kita ini memang bodho koq Le, wis bodho
mbodhoni wong mesisan.”

Lagi2 Mbah Maridjan bikin aku klenger, dia bilang dia tidak percaya Nyi Roro
Kidul, ngoyoworo (mengada2) saja Mbah tua satu ini.

“ Mbah, musibah demi musibah ini menyelimuti kita, kita harus bergerak
Mbah.”

“ Simbah di sini saja Le, mengabdikan diri untuk penduduk Merapi. Kamu yang
masih muda yang harus bergerak, sadarkan orang dari tidurnya, sadarkan orang
dari sikap fatalis menghadapi musibah. Sudah sana, belajar yang bener, santri
kalau kerjaannya main PS terus ya kayak kamu ini jadinya. Ilmune nggedabus,
pangertene mbladhus. Belajar sana bagaimana mengatur bantuan yang tepat
guna dan tepat sasaran, jangan hanya kitab kuning kau pelajari, kitab putih pun
harus kau pelajari, dan jangan lupa sekarang banyak kitab digital yang bisa
dipelajari.“

Sambil menggerakkan tangannya menyuruh aku pergi, Mbah Maridjan merogoh


sakunya, dikeluarkannya selembar duit 50 ribu.

“ Ini hanyalah lembaran 50 ribuan Le, kuserahkan padamu. Duit ini akan benar2
jadi milikmu kalau kamu memberikannya kepada yang membutuhkan, banyak
itu sepanjang kaki Merapi.”

Dilemparkannya duit itu kepadaku, aku mengambilnya sambil bingung


memikirkan apa maksud kata2 Mbah Maridjan yang terakhir tadi.

14
Ketika Tuhan Menikahi Pelacur

Serabut mendung berarak di horizon, semilir sang bayu tampak semakin keras
menelusuri sang bahana. Tetapi lelaki itu tertawa2, semakin lama semakin
keras dia tertawa. Rambut panjang tak terawat yang dipunyainya juga semakin
awut2an diterjang sang bayu. Sekejap kemudian dia diam, tercenung, mukanya
jauh memandang ke haribaan bumi, seolah2 ingin menelanjangi bumi,
menembusnya hingga ke pusat2 syarafnya yang panas penuh magma. Sekejap
kemudian dia menangis, mengingat masa2 itu, masa kebodohannya, masa
dimana dia tidak sanggup mentransformasikan ide2 revolusionernya kedalam
strategi yang sistematik. Dia semakin sesenggukan, bulir2 air jatuh dari kelopak
matanya.

“ Aku, akulah tuhan itu, aku….aku…aku..iya aku…”

Dia semakin tertunduk, airmatanya semakin deras. Sungguh dia menyesali satu
ucapannya, yang kelak akan menjadi boomerang bagi kedewasaan manusia. “
Pintu kerajaan surga, hanya melaluiku”, kenapa dulu dia bilang seperti itu.
Jengah dia sudah melihat tingkah laku manusia yang mengaku menjadi
pengikutnya. Dipandang dari sudut manapun tidak patut dia menjadi tuhan,
hanya menambah malu saja daftar rentetan kebodohan manusia sepanjang
masa. Setelah beribu2 tahun manusia menyembah2 petir, menyembah
matahari, menyembah bintang, menyembah api, nah ini sekarang malah
menyembah manusia, manusia yang menyembah manusia. Kedengaran sangat
klise, tetapi itu terjadi. Di saat manusia sudah tahu bahwa semesta punya
milyaran galaksi, trilyunan matahari, dan milyaran trilyun planet, masih saja ada
yang percaya bahwa bumi adalah pusat semesta, tuhan menurunkan makhluk
terbaiknya di bumi, manusia adalah kalifah bumi, dan sebagainya dan
seterusnya. Serasa ingin muntah, melihat kemunafikan dan kebodohan
manusia2 yang ditinggalkannya.

Aku sudah tidak perduli, toh di saat ini, di masa ini, di jaman komputer ini,
diperbaikinya sikap itu dengan teosofi dan filsafat perennial tetap tak
mengubah pandangan manusia akan kesuperioran ajaran yang dibawanya.
Adakah keselamatan di luar aku, jawabnya keras sekali, tidak
tidak….tidaaaakkk dan tidaaaaaaak.

“Sudah kuputuskan, aku akan menikahinya”

demikianlah sabda tuhan waktu itu. Tetapi manusia memang pintar mengakali
tuhan, sehingga keputusan tuhan pun dibelokkan oleh manipulasi sejarah. Aku
maklum walaupun aku marah, sejarah memang tak lepas dari kemauan yang
membuatnya. Sejarah sering dikorupsi demi kepentingan politik yang
menulisnya. Semua murid laki2ku tidak menyetujuinya, bahkan terkesan sinis,
tapi aku tak bergeming dengan keputusanku. Bukan keinginan nafsuku yang
membuat aku memutuskan untuk menikah, tetapi dari keinginan terdalamku
untuk melawan stigma perspektif negatif tentang sex sekaligus mengentaskan
perempuan dari penindasan yang mereka alami.

Yang tidak orang ketahui, dia bukanlah pelacur. Dia adalah seorang wanita
cerdas yang kuangkat sebagai sahabat sekaligus istriku. Dan dia adalah nabiku,

15
karena aku ingin mengguncang alam pemikiran manusia, wanita pun berhak
menjadi nabi. Dia bahkan kuangkat sebagai nabi diantara nabi. Walau akhirnya
aku harus merasa kalah dengan umatku sendiri, bias patriarki dalam hirarki
ajaranku akhirnya membawa kampanye hitam atas istriku. Istriku dicap sebagai
pelacur, tanpa satu buktipun yang mendukung. Tapi peduli amat, memangnya
kenapa kalau aku menikahi pelacur, pelacur adalah profesi yang perlu
dihormati. Apalagi jika itu dilakukan dengan sepenuh hati dan tanpa paksaan,
dan aku percaya pelacur raga masih punya hati nurani, yang bejat adalah
pelacur jiwa, pelacur2 intelektual. Dan aku merasa kalah lagi, umatku terlalu
mengagungkan moralisme tradisionalnya, moralisme konservatif yang tidak
berdasar. Moralisme tradisional biasanya malah justru melegitimasi represi atas
nama gender. Dan aku sudah muak dengan moralisme tradisional dan
penjaga2nya yang sok suci. Moralismeku adalah moralisme substansi, bahwa
siapapun berhak menentukan preferensi eskpresi hidupnya dengan koridor
tidak menindas pihak lain.

Memang jejak2ku sengaja dihapuskan atau dibelokkan, tapi aku tidak putus
asa karenanya. Karena aku tahu bagaimana roda dunia perlu berputar, karena
aku tahu bagaimana sejarah itu dibentuk, dan aku tahu bagaimana
kepercayaan itu diciptakan. Ajaranku yang diinstitutisionalkan menjadi
kendaraan politik paling wahid.

Sekarang betapa jauh asap daripada api, dan asap membubung memenuhi
angkasa luas. Kadang, aku bangga juga dengan tersebar luasnya ajaranku,
hampir sepertiga penduduk bumi memeluk ajaranku, tetapi aku tidak bisa
menjamin bahwa aplikasi teologinya akan menopang teologi intinya.

Kunyalakan sekedar api unggun didepanku untuk menghangatkan kebekuan


hatiku, karena otakku memang sudah tidak bisa kugunakan untuk berpikir lagi.
Aku sudah jenuh dan tidak tahu lagi harus berbuat apa, nasi sudah menjadi
bubur, dan mukjizat apapun belum tentu bisa membalikkan situasi yang sudah
mengkooptasi alam pemikiran manusia saat ini.

“Kisanak, jangan bersedih, ini waktunya mengobarkan revolusi pemikiran


spiritualitas. Jika engkau sudah merasa kalah sekarang, siapa lagi yang akan
mampu menang.”

Kuusap mataku, berkali2 dan kulihat kanan kiri, dan secepat kilat kumenoleh
ke belakang. Bajingan, wanita berbaju putih itu yang bicara tadi, mengagetkan
aku saja. Kulihat dia tersenyum, dan menyalamiku dengan santun.

“Siapa engkau..?” kuberanikan diri langsung bertanya kepadanya.

“Aku ‘Bumi' anakku, putih bajuku adalah kesadaranku akan rentangku yang
menyemikan kebijaksanaanku, aku datang kepadamu hanya untuk
mewartakan bahwa engkau tidak sendiri anakku.”

“Jangan ngawur kau Nenek Tua, aku tidak pernah tahu siapa itu bapakku,
karena ibuku selalu menyembunyikannya. Dan kau datang2 memanggil aku
anak. Ibuku hanya mengatakan dua hal, bapakku bukanlah laki2 yang akhirnya
menikahi ibuku, dan bapakku adalah manusia biasa.”

16
“ Anakku, semua yang ada di bumi ini adalah anakku. Akulah yang
menyaksikan semua tingkah laku mereka dari lahir sampai mati. Akulah ibu
segala ibu.”

Aku akhirnya manggut2, walaupun bingung kepada wanita tua yang mengaku
bernama Bumi ini.

“ Anakku, orang2 sepertimu adalah orang2 revolusioner, berani menentang


status quo, melawan arus mayoritas, dan tentunya pecinta2 sejati. Tetapi
seringkali sepeninggal orang2 sepertimu, para pengikutmu melabeli hidupmu
dengan mukjizat dan cerita2 irasional, dan tentunya banyak yang
mengkultuskanmu. Tapi sekali lagi anakku, kamu tidak sendiri. Pembawa
ajaran besar yang pernah kusaksikan selalu diperlakukan sama oleh umatnya.
Dikorupsi sejarah hidupnya untuk kemudian diagungkan melebihi yang
semestinya, dan pada akhirnya digunakan untuk kepentingan politik. Tentu
saja, selalu ada hal2 baik dalam ajaran kalian yang masih digunakan, tetapi
sedikit banyak ajaran kalian salah dimengerti.”

“ Sebentar2 Nenek Tua, kalau benar apa yang engkau bilang, aku ingin ketemu
dengan mereka.”

“ Hussss, dasar pemberontak kamu, namaku Bumi nak. Jangan panggil nenek,
tak jewer kamu ntar. Ikutlah denganku, aku akan pertemukan kamu dengan
pendahulu ataupun penerusmu. Tapi sebelumnya, kamu tak ajak nonton film.”

Digelandanglah aku sama nenek tua bernama Bumi itu, lho nenek tua lagi,
semoga dia tidak bisa membaca pikiranku. Memangnya aku anak kecil mau
dibego2in, kalau dia gadis cantik ya aku panggil gadis cantik, kalau
kenyataannya nenek tua ya mau bagaimana lagi. Dan cilaka dua belas, dia
ngajak nonton film, nonton film sama nenek tua oh oh oh , is there anything
better..?.

Aku diajak memasuki sebuah tirai yang belakangnya gelap sekali, berdiri
sebentar tanganku dipegang oleh nenek tua itu. Wah jangan2, hhmm jangan2,
….aku sudah agak takut2 gitu jangan2 ada sesuatu yang ingin dilakukan nenek
tua ini terhadapku. Tiba2 cahaya memancar terang, kulihat beberapa fragmen
film di layar besar. Eittzz, sepertinya aku kenal dengan wanita itu, oww itu ibuku.
Dia sedang bermain2 dengan teman sebayanya, di fragmen yang lain aku lihat
kelahiran seorang bayi, oh oh oh itu ibuku yang melahirkan aku. Aku lahir di
musim semi, bukan di musim dingin seperti yang sebagian besar manusia
percayai. Fragmen yang lain lagi aku sedang berkhotbah di taman dikelilingi
oleh murid2 kepercayaanku. Nenek tua itu ternyata menipuku, ini bukan film
biasa, ini benar2 nyata kehidupanku dulu. Tubuhku bergetar, mengenang
masa2 berat perjuanganku melawan ketidak adilan dan penindasan. Di saat
yang sama aku juga bingung, kekuatan apa yang dipunyai nenek tua ini bisa
melihat balik kehidupanku dulu.

Tak terasa semalam suntuk aku menonton film bersama nenek tua itu. Setelah
film selesai kantuk segera menyerangku. Aku tertidur pulas.

17
Plaakkk….!!!!

Sesuatu yang keras mendarat di pipiku.

“ Hey pemberontak, bangun. Katanya ingin ketemu saudara2mu”

“ Eh iya iya Nek eh salah iya Bumi. Habis ini kita kemana...?”

“ Hayo ikut aku..”

Aku digandeng menuju tirai yang satunya lagi. Tirai dibuka, wah gedung film lagi
seperti yang tadi, bedanya ini yang nonton lebih banyak.

“ Segera sana gabung dengan kawan2 yang senasib denganmu, itu ada
Muhammad, ada Sidharta, ada Ahmad Baha’i, ada Mani, ada Zarathustra, dan
banyak yang lain. Sengaja kubuatkan klub film dokumenter buat kalian biar
kalian lebih ‘sadar sejarah’.”

18
Derita Al-Quran

Perkenalkan pembaca, namaku Al-Quran. Anda pasti sudah kenal saya, secara
langsung maupun tidak langsung. Saya mewarnai dunia ini sejak abad ke 7
sampai sekarang ini, dikumandangkan di seluruh pelosok dunia. Dikenal dari
kolong jembatan Jakarta sampai istana raja Arabia di pegunungan Alpen. Dari
Bronx di megapolitan Rio de Janeiro sampai kantor2 elit di Silicon Valley. Dari
syukuran kelahiran sampai berkabung atas kematian. Dari lorong2 sempit
shantytown di Uganda sampai di laptop2 mahasiswa muslim di Eropa. Aku
praktis ada dimana2 pembaca, setiap detik jutaan orang membacaku. Aku
adalah salah satu dari jutaan saudaraku yang menyebar di seluruh dunia.

Minggu yang lalu aku disumbangkan oleh seorang anggota DPR di


perpustakaan daerah. Jadi selama seminggu ini aku mendapatkan rumah baru,
aku beruntung sekali, di tempat baru ini temanku jadi banyak. Di tempat yg
lama, aku cuma dipajang saja, gak pernah dibaca. Dulu aku dijadikan mahar
perkawinan anggota DPR itu dengan istri pertamanya, setelah dia bercerai
karena istrinya pertamanya tidak mau dimadu, aku diserahkan ke
perpustakaan daerah.

Aku merasa gembira sekali, serasa lepas dari kubangan gelap, tiap hari dulu
aku hanya melihat muka2 masam, hubungan rumah tangga yg tidak harmonis,
penindasan atas hak2 istri, anak2 yang tidak terdidik dengan baik. Begitu
datang aku langsung disambut oleh penghuni2 lama disini, yang paling tua di
sini dan paling gemuk itu namanya Veda, yg juga cukup tua walau tidak setua
Veda ada Tipittaka, ada juga Injil, ada Taurat, ada Upanishad, ada Politica, Ada
Republic, ada Divina Comedia, ada Das Kapital, ada banyak sekali teman2ku di
sini. Walaupun begitu, aku tidak bisa langsung dekat sama mereka semua,
yang paling dekat selama ini masih Injil, yang sedikit lebih tua daripada dari
aku. Aku sering curhat dengannya, dia juga yang selama ini sering melindungiku
dari olok2an teman2 dari rak sebelah kiri, terutama Das Kapital yang suka
menggangguku. Tapi aku senang di tempat baru ini, aku semakin dewasa,
banyak yang kupelajari dari teman2 baruku. Aku juga mengangkat adik,
namanya Aqdas, yang terus terang kuakui kadang lebih dewasa daripada aku.

Di tempat baru ini aku ditempatkan bersama teman2 dari jenisku, yang
akhirnya aku malah sering diskusi dengan mereka semua. Dari diskusi2 itu aku
menjadi terbuka akan warna-warninya dunia filsafat, itu baru dari filsafat
agama. Lebih beragam lagi kalau aku kadang2 mendengarkan percakapan2
dari teman2 yang berada di rak sebelah kiri. Dari diskusi itu, aku menjadi sering
merenung sendiri,

Beberapa hari lalu aku diambil dan dibaca oleh seorang anak kecil, umurnya
kira2 14 tahunan, pakaiannya kumal, celananya robek disana-sini, kulitnya
hitam diliputi debu. Setelah menengok kanan kiri, dia mengambilku dan segera
pergi ke meja dan membacaku. Sangat bahagia diriku pembaca sekalian,
setelah sekian lama aku hanya dipajang, akhirnya ada juga yang membacaku.
Memang dia kurang lancar membacaku, tapi aku bisa merasakan aura
kerinduan yang sangat dari tatap matanya dan desah suaranya saat
membacaku. Tapi sayang pembaca, tak berapa lama kemudian petugas
perpustakaan mengusirnya, disertai gertakan2 yang memilukan hatiku.

19
Tentunya bagi anak itu lebih memilukan lagi, aku melihat air mata menetes di
pipinya. Aku sangat sedih sekali..

Para pembaca, terus terang saja, aku kadang iri sama Injil, Veda, Tipittaka, dan
yang lain2. Bukannya apa2, tapi jelas semua mengakui bahwa mereka adalah
ciptaan manusia, jadi kalau salah ya lumrah, lha memang ciptaan manusia.
Tapi aku di rumah besar ini adalah satu2nya yang dianggap produk Tuhan,
dianggap sebagai kata2 Tuhan, jadi kalau aku salah seperti salahnya aku tidak
mengharamkan perbudakan, atau salahnya aku melakukan perhitungan
matematika dalam pembagian warisan, berarti yang salah Tuhan dong, karena
aku adalah kata2nya Dia. Aku bukan kata2 Muhammad. Karena Muhammad
hanyalah mediumku. Injil memang banyak kesalahan di dalamnya, apalagi
yang edisi Latinnya. Tetapi Injil bisa berkilah bahwa memang dia ciptaan
manusia, yang membuat adalah murid2 Yesus. Veda juga bisa selamat dari
tuduhan, karena memang dia ciptaan resi2, jadi kalau salah ya yang salah resi
yang membuatnya. Tipittaka juga begitu, Sidharta kan juga manusia biasa, dia
pasti bisa salah. Tapi aku, sekali lagi aku, aku adalah kata2 Tuhan, sungguh
pedih hatiku mengingat itu. Aku telah menghina Tuhan, tuhan segala alam. Aku
telah digunakan umat untuk menghina tuhan, mengapakah tuhan yang segala
maha itu hanya mempunyai kata2 terbaik seperti aku. Bahasaku memang
indah, diksi2ku memang mumpuni, tapi aku konstekstual, aku ada karena
keadaan, aku ada karena Muhammad butuh alat untuk menyadarkan
kejahiliahannya umat. Muhammad butuh dogma sebagai alat, karena orang
bodoh yang celakanya 99% manusia tergolong dalam golongan orang bodoh ini
butuh dogma, butuh simbol, butuh balasan atas yang dilakukannya, butuh
ancaman dan butuh hadiah. Muhammad sendiri tidak butuh dogma dan simbol,
karena dia manusia sangat pragmatis dan sekaligus futuristik idealis.
Muhammad selalu mengingatkan akan bahaya kebodohan atau kejahiliyahan,
karena dia tahu benar akan seperti apa umatnya sepeninggalnya. Waktu dia
mau mati, aku ingat benar bahwa dia berkata “ Umatku..umatku…umatku…”,
kekhawatiran yang tidak berlebihan jika melihat apa yang terjadi setelah dia
meninggal. Yang mengantarkan jenazahnya hanya 5 orang, sedangkan yang
lain ribut membicarakan vacuum of power. Umar dengan lantang akan
menebas leher siapa saja yang bilang Muhammad meninggal, bibit2 kultus
yang justru ada di kalangan sahabat2 terdekatnya. Belum kejadian2
memalukan beberapa lama setelah dia meninggal, istrinya Aisyah perang
dengan menantunya Ali bin Abi Thalib, cucunya Hasan dan Husein dipenggal
kepalanya oleh orang2 haus kekuasaan, semua sahabat terdekatnya mati
terbunuh karena kecemburuan karena kekuasaan,

Hidup lebih dari 14 abad membuatku menjadi saksi bisu kenaifan manusia,
terutama justru kenaifan jutaan pembaca setiaku. Yang sangat membuatku
pedih adalah ucapan Muhammad Abduh sewaktu kembali dari perjalanannya
ke Eropa, dia lebih melihat Islam di sana daripada di negeri2 yang selama ini
mengaku sebagai negeri Islam. Nilai2 persamaan hak lebih dihormati di negeri
yang sedikit sekali orang yang bisa membacaku, kesejahteraan rakyat kecil
lebih terjamin di negeri2 itu, di saat korupsi dan komersialisasi diriku dijadikan
propaganda politik oleh orang2 yang mengaku Islam yang sering hanya demi
kepentingan sesaat semata.

Jika hidupku memang ditakdirkan untuk menanggung beban ini, aku akan

20
menjalaninya dengan berat hati. Sebenarnya lebih baik aku tiada atau mati
saja, daripada hidup menanggung beban melecehkan tuhan. Daripada tiap
detik dikumandangkan di seluruh dunia, tapi substansi nilaiku dibuang di
pojok2 sejarah, sedangkan nilai2 normatifnya saja yang jadi keributan
dimana2.

Pembaca sekalian, doakan aku ya, biar Allah menguatkan hatiku menerima
perlakuan makhluk2, menguatkan aku menghadapi penghinaan2 filosofis ini.
Sudahlah, kurasa sudah cukup aku curhat, yang lain sudah pada tertidur. Weda
sudah ngorok kudengar, Injil dan yang lain jg sudah tidak terdengar suaranya.
Aku ingin tidur, kalau bisa selamanya, agar penderitaanku ini berakhir,
penderitaan peradaban yg harus kusandang, oh malang sekali diriku. Terima
kasih pembaca, sudah sudi mendengarkan keluh kesahku.

21
Umat-Umat Proselitis

Hari ini adalah hari bahagia buat Pendeta Markus, dia telah berhasil
mengkristenkan Paijo, hari ini Paijo akan dibaptis. Usahanya untuk membuat
Paijo menjadi salah satu gembala Yesus ternyata tidak terlalu susah, Paijo yang
tidak berpendidikan dan sangat miskin itu tertarik untuk menjadi Kristen hanya
dengan iming2 beberapa bungkus supermi, sedikit kata2 manis, dan tentunya
janji untuk menjadi bagian dari kerajaan surga Allah Bapa.

Semua telah disiapkan, rejuvenasi mikvah yang telah dimahkotakan kepada


tuhan Yesus oleh Yohanes, yang harus dialami oleh setiap gembala. Dan
menyebarkan kata2 tuhan Yesus kepada bangsa2 adalah kewajiban,
sebagaimana tercantum dalam Injil Mathius. Pendeta Markus telah
menyelamatkan seorang gembala dari kesesatannya. Diberilah nama depan
Fransiscus di depan nama Paijo, untuk mengukuhkan secara lahir batin bahwa
Paijo adalah orang Kristen. Fransiscus Paijo begitulah namanya sekarang
tampak mentereng.

Paijo berasal dari kampung Sumber Pitu, sangking kampungnya, untuk kesana
harus jalan kaki, karena belum ada jalan layak yang bisa dilewati mobil atau
sepeda motor. Paijo sepatu saja tidak punya, kerjaannya tiap hari cuma ngarit,
dan angon sapi. Jari2 kakinya besar dan kasar, begitu pula tangannya. Dulunya
Paijo itu penganut aliran kebatinan, yang oleh pemerintah dianggap sesat dan
tidak diijinkan hidup, tentunya setelah keluar fatwa dari ulama2 pusat yang
puritan itu.

Pendeta Markus datang ke desa Sumber Pitu dalam misi evangeliknya,


menyatukan dunia di bawah kibar kasih Kristiani. Sumbangannya bagi
penduduk desa tidak kecil baik berupa pembangunan fasilitas desa ataupun
bantuan makanan dan kebutuhan sehari2, ditambah dengan sisi2 keramahan
dan kehalusan budi, dengan cepat desa yang semula menjadi sentra penganut
kebatinan itu menjadi sentra penganut Kristiani. Kontras dengan apa yang
ditawarkan oleh pemimpin2 desa mereka yang korup, feodalistik, dan tak
perduli akan kehidupan sehari2 rakyatnya. Ditambah pula mereka sudah muak
dipameri program2 partai2 Islam yang hanya datang kepada mereka waktu
pemilu, itu belum ditambah oleh partai2 nasionalis yang sejatinya tak kalah
oportunis dan tak kalah bengis. Kedatangan Pendeta Markus seakan menjadi
hujan di tengah kemarau panjang.

**********
Kiai Sahal sangat bangga, dengan mengislamkan Paijo, lengkap sudah tugas
dia untuk menyelamatkan Paijo dari kekafiran dan kemurtadan. Sejalan dengan
keyakinan dia bahwa hanya daulah Islamiyah lah yang akan membawa dunia
ini menuju ke kesejahteraan lahir batin, begitu pun makhluk di semesta yang
menurutnya berfitrah dalam Islam. Hanya upacara sederhana untuk
menjadikan Paijo sebagai seorang Muslim, karena intinya hanya mengucapkan
kalimat syahadat, mengakui bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad itu
nabi Allah.

22
Paijo diberikannya baju koko, milik Kiai Sahal sebenarnya baju koko itu, tetapi
sudah agak kekecilan karena perut Kiai Sahal sudah mulai buncit. Peci pun
dibelikan oleh Kiai Sahal, sarung Paijo sudah punya, dibelinya setahun lalu
untuk kemul, hanya Paijo dipesani benar2 oleh Kiai Sahal untuk belajar
berthaharah, selalu dalam keadaan berwudhu dan menghindari segala macam
najis, baik yg hakiki maupun yang dzati. Dan tibalah saat2 yang mendebarkan
dan yang dinanti2kan. Paijo mengucapkan syahadat, di musholla Kiai Sahal
yang letaknya juga didepan rumah Kiai Sahal. Untuk membuat Paijo lebih
Islami, diletakkan nama Muhammad di depan namanya. Jadi lengkapnya
Muhammad Paijo.

Paijo sekarang juga disarankan oleh Kiai Sahal untuk mengikuti sunnah nabi,
mulai dari puasa senin kamis, memanjangkan janggut, syiwak gigi sebelum
sholat, dan banyak lagi yang lain sampai2 Paijo pusing mengingatnya.
Kesalehan normatif yang ditanamkan Kiai Sahal kepada Paijo, tentunya kalau
Paijo sudah cukup kuat ke Islamannya, kesalehan normatif semacam itu sudah
tidak diperlukan lagi.

Paijo di mata Kiai Sahal mempunyai peran penting, karena menurut informasi
yang dia dapat, Paijo adalah salah satu pemimpin aliran kebatinan di desa
Sumber Pitu. Kalau Kiai Sahal bisa meng-Islamkan Paijo, itu langkah awal yang
baik untuk membendung arus kristenisasi yang selama ini menjadi mimpi
buruk siang malam bagi Kiai Sahal dan juga banyak umat Islam di seluruh
dunia.

Sehabis asyar Kiai Sahal pergi ke rumah Paijo, berjalan kaki satu jam sekedar
untuk menanyakan kepada Paijo perkembangannya dalam belajar sholat dan
belajar membaca Al-Quran. Dengan muka berseri2 dia menduga2 seberapa
bagus kemajuan Paijo selama dalam didikannya. Paijo walaupun orang
kampung diakuinya cukup pintar, dan cepat dalam menerima sesuatu yang
baru. Tidak salah lagi, apalagi dengan kemampuan Kiai Sahal yang sering
disebut2 orang sekitarnya mempunyai ilmu ladzuni, semakin cepatlah Paijo
terangkat dari kejahiliyahannya.

“Assalamu alaykum….Assalamu alaykum Paijooo…”

“Waalaykum salam warahmatullah Pak Kiai, monggo..monggo…silahkan


masuk..”

Dengan sopan Paijo mempersilahkan Kiai Sahal masuk, tentunya setelah


mencium tangan Kiai Sahal. Kiai Sahal agak terkejut, di ruang tamu Paijo ada
seorang tamu lain yang diterima oleh Paijo. Mengenakan pakaian kepasturan,
dengan kalung salib menggantung. Ada sesuatu yang ganjil begitu pikiran Kiai
Sahal. Begitu juga Pendeta Markus yang rupanya juga belum begitu lama di
situ. Perasaan aneh dan sedikit ketidak sukaan berkecamuk di dalam hati
Pendeta Markus.

Paijo : “ Lho monggo silahkan duduk Pak Kiai, oh ya saya perkenalkan ini
Pendeta Markus. Pak Pendeta, ini Kiai Sahal.”

Kiai Sahal dan Pendeta Markus mengulurkan tangan masing2 dan bersalaman

23
dengan agak ragu2. Mereka berdua sepertinya agak bingung dengan pikiran
masing2.

Paijo :” Pak Kiai, ingin minum apa..?”

Kiai Sahal : “ Tidak usah repot2 Jo, air putih saja. Terima kasih.”

Paijo segera melesat kebelakang dan tak lama kemudian membawa segelas
air di atas nampan untuk Kiai Sahal.

Pendeta Markus : “ Pak Kiai, sampeyan sudah telat, Paijo sekarang sudah
menjadi pengikut Yesus, dan sudah dibaptis oleh saya seminggu yang lalu.”

Kiai Sahal kaget, mengerutkan kening berkali2. Lalu dia memandang Paijo,
sedangkan Paijo malah menunduk.

Kiai Sahal : “ Lho anda mimpi barangkali Pak Pendeta. Saya mensyahadatkan
Paijo 2 minggu yang lalu di musholla saya. Jo, gimana to kamu ini, kamu tahu ,
kamu tidak akan masuk surga, kalau kamu murtad, melepaskan syahadat,
tidak mengakui Allah sebagai tuhanmu, dan Muhammad sebagai nabimu.”

Pendeta Markus :“ Kau yang justru tidak masuk surga Kiai Sahal, karena
engkau bukan gembala Yesus, engkau adalah gembala sesat.”

Paijo : “ Maafkan saya Pak Kiai dan Pak Pendeta, setahu saya seorang Islam
yang baik, akan sama dengan orang Kristen yang baik, akan sama dengan
kejawen yang baik, bahkan akan sama pula dengan orang ateis yang baik.
Bukan agama yang membuat seseorang menjadi baik, tetapi konsistensi
terhadap nilai2 kebaikan. Dan semua orang baik melakukan kebaikan bukan
demi surga, tetapi demi kecintaan terhadap pencipta dan ciptaannya.“

Kiai Sahal : “ Jo, darimana kamu dapat kata2 seperti itu..?”

Paijo : “ Nyuwun ngapunten Pak Kiai, walau saya orang kampung, tapi saya
masih mampu berpikir merdeka, mengamati kejadian2 demi kejadian yang
terjadi sepanjang hidup saya, kesimpulan saya, manusia sering menciptakan
perbedaan2 yang tidak perlu, bukannya mencari persamaan dan mengolahnya
demi kepentingan bersama. Saya mau menjadi Islam dan saya juga mau
menjadi Kristen, itu karena saya tidak mau melukai perasaan Pak Kiai dan Pak
Pendeta, karena saya mencintai Pak Kiai dan Pak Pendeta, cinta bagi saya
adalah inti dari agama dan ideologi apapun. Begitupun kalau suatu saat ada
yang mengajak saya menjadi ateis, saya akan dengan sukarela mengikutinya,
tanpa harus hanyut di dalamnya. Saya dimana2, tetapi sejatinya saya tidak
dimana2. Membahagiakan makhluk lain itu jauh lebih penting daripada ribut2
hanya masalah agama dan kepercayaan.”

Pendeta Markus dan Kiai Sahal terdiam, tidak menyangka mereka diberi kuliah
bertubi2 oleh pemuda kampung yang selama ini dianggap bodoh dan remeh.

24
Lukisan Cinta dari Denmark

Cuaca cerah sekali, matahari dengan gayengnya memanasi bumi. Yesus


mengebut motor Astrea Supra nya, buru2 ingin menemui Muhammad. Ada hal
penting yang ingin disampaikannya pada Muhammad. Sesampai di rumah
Muhammad, Yesus segera memarkir sepeda motornya di depan rumah
Muhammad alias ruas jalan, karena Muhammad memang rumahnya kecil
sekali, tipe RSSSSS (Rumah Sangat Sederhana Sampai Susah Selonjor), dan
tentunya tidak punya halaman depan apalagi taman. Helmnya segera
disampirkan di kaca spion.
Ting tong…….Ting tong…..Ting tong………!!!!!!
Yesus memencet bel berkali2…
“Assalamu alaykum….Assalamualaykum…..”
Yesus celingak celinguk di depan rumah Muhammad, kemana nih Muhammad
pikirnya. Dipencetnya lagi bel berkali2, tiba2 terdengar suara dari dalam.
“Wa’alaykum salaaammm..”
Pintu terbuka, Muhammad mengucek2 mata, rupanya dia tadi tidur. Maklum
panas2 begini memang enaknya tidur siang.
“ Oh Mas Yesus, monggo monggo silahkan masuk. Shalom…”
“Shalom. Dik Muhammad, aku gak punya waktu banyak, sebentar lagi aku ada
presentasi bisnis. Tapi aku ingin menyampaikan sesuatu yang amat penting, Dik
Muhammad sudah tahu belum, ini ada gambar karikaturmu di koran, wah ini
namanya tindakan subversif. Pencemaran nama baik, insult, benar2 tidak bisa
diterima…”
“Wah Mas Yesus, terima kasih sudah repot2 mengabari saya, tapi saya sudah
tahu sejak lama. Wong sebelum diterbitkan, mereka minta ijin saya untuk
menerbitkannya. Saya sih meluluskan saja permintaan mereka, saya
menamakannya malah “Lukisan Cinta”, ini namanya demokrasi yang sehat,
saling mengkritik dan dibumbui dengan sarkasme, demi adu wacana
menambah kedewasaan berpikir dan bertindak, bukankah itu indah Mas Yesus”
“Dik Muhammad ini gimana, koq malah nyantai2 saja, lha itu diluar sana
umatmu pada protes besar2an sampai bakar2 bendera segala, siap bunuh2an
malah. Dan lagian kan sudah ada di aturan Islam tidak boleh membuat
gambarmu.”
“Dulu memang peraturannya begitu, tidak boleh ada gambarku supaya tidak
ada kultus individu, supaya tidak mengulangi kejadian pengkultusan Mas Yesus
dan Mbah Sidharta. Tetapi sekarang sudah bebas koq, aku rasa manusia jaman
sekarang seharusnya sudah pinter tidak menyembah simbol. Eh sebentar ya
Mas”
Muhammad beranjak sebentar ke belakang, tak lama kemudian datang lagi
membawa nampan berisi kue dan dua gelas kopi Tugu Luwak kesukaan Yesus.
“Monggo disambi Mas Yesus, ini kue buatan istri saya Aisyah. Enak lho, dijamin
deh. “
Yesus naik turun jakunnya membaui kopi kesukaannya membentang di
hadapan mata. Tanpa ba bi bu, segera disruputnya kopi itu.
“Mmhhhh, puji Tuhan. Enak tenan Dik Muhammad, pinter sampeyan milih istri
memang.”
Muka Muhammad memerah dipuji oleh Yesus.
“ Hehehe, ini yang bikin kopi saya sendiri koq Mas. Kuenya dibuat istri saya”
“Kembali ke tadi Dik Muhammad, jadi kamu tidak marah atau menuntut
mereka meminta maaf nih…?”

25
“ Tentu saja tidak Mas Yesus, saya sudah sering mengalami yang lebih parah
dari ini, dilempari kotoran onta, masjid di depan rumah saya dikencingi orang
Badui, menghadapi orang seperti ini harus sabar, bikin karikatur itu masih
beradab menurut saya. Toh kalau mau jujur, banyak juga umat saya yang bikin
karikatur tokoh2 agama lain, dan buktinya umat agama lain tidak protes. Jadi
dalam hal ini saya jujur saja, umat saya memang kurang dewasa.”
“MMhhhh, betul juga ya . Tahu nggak Dik Muhammad, di Belanda baru saja
terbit sebuah buku yang isinya menceritakan bahwa aku ini seorang
homoseksual, berkali2 main esek2 di taman Getsemani dengan murid2ku
termasuk Yudas. Dan tadi malam aku lihat di National Geographic, di situ
dibilang aku menikah dengan Maria Magdalena dan mempunyai anak satu.
Waduh, memang kelihatannya keterlaluan sih. Tapi kayaknya memang lebih
baik bersabar menghadapi hal2 seperti ini. “
“ Nah kan, umat Mas Yesus aja gak ribut2 tentang itu, padahal kalau dipikir
lebih parah daripada karikaturku. Menghadapi seseorang yang belum mengerti
itu harus pakai strategi, dengan kepala dingin, tunjukkan cinta kita yang tulus,
suatu saat mereka akan mengerti esensi ajaran2 yang kita bawa.”
“ Jujur Dik Muhammad, yang masih jadi pikiranku sekarang ini adalah statusku
sebagai tuhan dalam trinitas, ini sepertinya yang umatku belum dewasa dalam
mengartikannya. Padahal di Injil, sudah kubilang 82 kali bahwa aku ini anak
manusia, sepertimu juga Dik Muhammad. Aku sedang mikir2 untuk menuntut
Paulus, Konstantin II, dan ibunya Konstantin II, Helena yang aku pikir menjadi
cikal bakal disalah arahkannya ajaranku.”
“Begini Mas Yesus, walaupun mereka percaya Trinitas, asal mereka
mengamalkan ajaran cinta kasihmu, kalau menurut saya, menurut saya lho ya,
dibiarkan saja. Toh paham ketuhanan itu kan sifatnya pribadi, apalagi sudah
ada keputusan Konsili Vatikan II yang menurutku sudah inklusif dan toleran,
ada keselamatan di luar gereja. Ini bisa dibilang “great leap forward”.”
“ Yo wis lah, sementara aku tidak akan mengungkit2nya, tapi suatu saat pasti
akan kutuntut. Trus gimana Dik Muhammad, bagaimana strategi untuk
memajukan umat ini menurutmu?”.
“Ada 3 pilar utama yang harus dibangun dalam civil society , yang pertama dan
yang terpenting adalah pilar iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi), kemudian
pilar kesejahteraan, dan yang ketiga pilar keamanan. Perang dengan alasan
apapun adalah haram saat ini. Pertarungan dunia bukan antara Barat dan
Timur, atau Utara dan Selatan, ataupun Kristen dan Islam. Tetapi adalah
pertarungan antara yang lambat dan yang cepat, siapapun yang lebih cepat
menguasai tiga pilar itu, dialah yang lebih banyak mengukir sejarah.”
“Berarti musuh kita siapa dong Dik Muhammad..?”.
“Musuh kita adalah kebodohan dan kemiskinan, yang berderivasi kepada siklus
kekerasan. “
“Jadi umat apapun baik yang beragama atau tidak, harus dibangun supaya
pintar, sejahtera, dan cinta damai. Bukan begitu..?
“Tepat sekali Mas Yesus, relevansi ajaranmu tentang kasih menemukan
legitimasinya dalam konstelasi politik yang carut marut saat ini.”
“Eh tapi ngomong2, saya pamitan dulu ya Dik Muhammad, ada presentasi
sebentar lagi.”
Tiba2 dari belakang datang Aisyah, membawa nampan lagi berisi kue.
“Lho Mas Yesus, koq buru2, ini baru diminta mau nyobain kue yang baru saya
buat.”
“Maaf Dik Aisyah, ada keperluan nih, lain kali deh pasti saya habisin kuenya.”

26
“Oh silahkan kalau begitu, semoga sukses dengan presentasinya”

Aisyah tersenyum, senyum yang manis sekali, gak salah kalau Muhammad
memanggilnya “Humaira” yang artinya kemerah2an. Pipinya memang
kemerah2an begitu tanpa digincu.

Yesus segera menenteng tas berisi laptop yang dia bawa, sesampai di luar,
Yesus kaget bukan alang kepalang, sepeda motornya raib. Lihat kanan kiri tidak
ada juga, akhirnya sadar kalau sepeda motor itu dicuri orang.
“Puji Tuhan, semoga sepeda motor itu lebih berguna buat pencuri itu daripada
jadi milikku”
“Mas Yesus, mau dianterin pake sepeda onthel saya…?
Muhammad dengan perasaan bersalah mencoba menawarkan sedikit bantuan.
“Tidak usah Dik Muhammad, saya naik angkot saja, terima kasih ya..Shalom.”
“Shalom..”
Muhammad dan Aisyah saling memandang, ada perasaan kasihan di hati
masing2 terhadap kejadian yang menimpa Yesus. Sejenak kemudian,
Muhammad mencium kening Aisyah.
“Mas Yesus adalah manusia berjiwa besar Humaira, kau sudah dengar sendiri
kan apa yang dia bilang ketika dirundung kesusahan.”
“ Ya suamiku, semoga bumi semakin dipenuhi manusia2 berhati lapang dan
jernih sepertinya.”

Amsterdam, 5 Februari 2006

Peace Up…!!!

27
Dikejar-Kejar Surga, Ditolak Neraka

Surga sedang sedih, dirinya telah mendapat perintah yang sama sekali tidak
dimengertinya. Karena menurut juklak yang telah diturunkan itu, dirinya harus
membuka pintu untuk manusia2 yang mengakui adanya Tuhan. Siapapun yang
tidak mengakui adanya Tuhan akan dikecualikan dari surga, atau gampangnya
dimasukkan neraka. Bagi yang berbuat jahat tetapi yang masih beragama dan
bertuhan, tetap saja akhirnya surga harus membuka pintunya buat orang2
seperti itu, setelah digebukin dan dipanggang habis2an di neraka tentunya.
Itulah arti dan untungnya sebuah keimanan, begitu bilangnya juklak yang
diterima surga.

Selama ini surga sering menganggur, dan dalam menganggurnya itu dia sering
ngobrol sama salah satu penjaga setianya, Ridwan. Ridwan yang sudah
berambut putih ini adalah penjaga surga yang dikirimkan oleh orang2 Islam.
Ridwan orangnya murah senyum, penuh arti, dan kalau surga bilang cukup
charming juga. Ridwan adalah seseorang yang punya empati tinggi kepada
permasalahan orang lain.

“Mas Ridwan, piye to.., aku bingung iki, masak to orang2 yang menurutku
sangat baik, begitu damai kalau dipandang dan dirasakan, menurut juklak yang
kuterima ini tidak bisa masuk surga, simply karena dia tidak beragama atau
agamanya bukan Islam.”

“ Lha yang sampeyan maksud itu sopo..?”

“ Banyak Mas Ridwan, lha wong kalau didaftar bisa mencapai jutaan bahkan
milyardan jhe. Aku jadi bingung ini, piye to..?, pokoke aku pusing wis.”

“Gitu aja koq repot, ya tinggal ikutin juklak aja to Jeng. “

“Lha aku juga gak mau repot Mas Ridwan, tetapi kalau melihat track record
mereka selama mereka di dunia, banyak dari mereka ini yang sangat layak jadi
penghuni di sini. Masak to gara2 mereka beda agama dan ideologi saja harus
menerima diskriminasi yang implikasinya sangat jauh. Karena surga dan neraka
itu bedanya jauh sekali lho, antara kebahagiaan terus menerus dan penderitaan
terus menerus. “

“Jeng Surga ini memang bandel, kalau juklaknya gitu ya harus dituruti, daripada
sampeyan ntar kehilangan privilege sebagai tempat yang paling diinginkan oleh
mayoritas makhluk, lho kan tambah berabe. Mending nyari amannya saja deh.”

Surga mengerutkan keningnya, ini permasalahan koq jadi tambah kompleks


pikirnya. Konsekuensi logis dari pembangkangan terhadap juklak memang
jelas, bisa2 dicabutlah semua hak2nya yang selama ini dinikmatinya. Setelah
beberapa saat berpikir, dia mengambil buku besar data base manusia. Satu per
satu dibukanya lembaran itu, karena dia memang mau menunjukkan kepada
Ridwan apa yang dia maksud. Data base itu didasarkan atas huruf abjad latin,
untuk lebih memudahkan pencarian saja sebenarnya.

Pada halaman awal buku besar itu mata surga terpancang pada nama2 besar

28
yang sudah tidak asing lagi malang melintang di dunia pikir dan tanduk
manusia. Ada Albert Einstein, Aristoteles, Amartya Sen, Armstrong (Karen
Armstrong lengkapnya), dan bejibun nama lain yang menurut surga tidak pantas
masuk neraka, walaupun jelas mereka tidak agamis, bisa dibilang lebih
spiritualis dan rasionalis.

“Lha ini Mas Ridwan, nama2 seperti ini lho, yang bagiku koq kasian sekali ya
kalau masuk neraka, ini baru di abjad A lho Mas. Di abjad2 lain ada nama2
Mohandas Karamchand Gandhi, John Lennon, Marthin Luther King, Bunda
Theresa, Da Vinci, Blaise Pascal, Romo Mangun, dsb dsb. Jujur Mas Ridwan, aku
sangat mendambakan mereka menjadi penghuni di sini, mereka telah berjuang
keras dengan segala jiwa raga mereka untuk dunia yang lebih baik. Lha banyak
diantara mereka ini sumbangsihnya terhadap kemanusiaan jelas lebih bagus
daripada orang2 berpeci tapi dungu, atau yang adzan tiap hari tapi tirani, yang
sholat tiap hari tapi juga korupsi, atau yang bertuhan tapi tak manusiawi. Sekali
lagi jujur ya Mas Ridwan, saya jijik dihuni orang2 bernurani munafik seperti itu. “

“ Hauuhahahaa.. hauahahahahaha…….., jeng jeng…”

Ridwan tertawa terbahak2.

“ Jeng, begini lho, lha kalau sampeyan tidak mengikuti juklak, terus neraka juga
tidak mengikuti juklak, akan jadi apa institusi surga dan neraka ini. Bisa carut
marut peta percaturan akhirat ntar. Eh sebentar2, saya ada telpon dari Malik.”

Suara handphone berdering, Ridwan segera membukanya.

“Ridwan speaking, how may I help you..?”

“ Haha….nyombong lo Ridwan, pakai bahasa Inggris2an segala. Lo TOEFL aja


gak lulus gaya lo.”

“Eh, saudaraku Malik. Kirain siapa, ada apa nih, ada yang bisa dibanting, eh ada
yang bisa dibantu..?”

“ Ngomong2 begini saudara Ridwan, aku membutuhkan bantuanmu untuk


mendapatkan data base manusia yang masuk surga, sekedar cross check,
soalnya sering terjadi ada satu orang yang masuk di daftar surga dan neraka
sekaligus. Aku tidak tahu penyebabnya, mungkin jaringan komputer akhirat
sedang ada masalah.”

“ Oh gampang saudara Malik, kebetulan aku sedang ngobrol dengan Jeng Surga
ini, akan secepatnya saya kirimkan data2 itu lewat email. Emailmu masih yang
lama kan..?”

“ Ya betul, aku masih pakai email yang lama, storagenya gede jadi sangat
nyaman untuk menyimpan data juga. Ok kalau gitu terima kasih, hampir habis
pulsa nih, sampai ketemu lagi dalam gelombang yang sama. Assalamu
alaykum.”

“ Waalaykum salam warahmatullah.”

29
Setelah selesai menerima telpon, Ridwan segera menghadap ke arah surga
lagi.

“ Maaf Jeng, ada intermezzo tadi, jadi……, sekarang tergantung jeng sendiri,
mau gimana, saya sih manut dan monggo kerso saja. Saya hanya dapat tugas
menjaga, selanjutnya terserah anda jeng.”

Surga kelihatan berpikir keras, di saat2 seperti ini dia biasanya akan juga
berkonsultasi dengan neraka. Hhmmm, neraka memang keras kepala, surga
tahu benar itu. Tetapi seperti biasanya, neraka itu idealis, yang walaupun
kerjaannya menyiksa orang, tetapi itu tak lebih karena kejahatan yang mereka
lakukan benar2 kejahatan yang datang dari hati nurani, bukan karena ketidak
tahuan, kebodohan, ataupun keterpaksaan. Sekejap surga mengeluarkan HP
Nokia nya.

“ Kang Neraka, aku butuh konsultasi nih, bisa datang sekarang gak..?”

“ Oh tenang dinda surga, aku lagi gak ada hal2 penting, aku segera kesana.”

Beberapa menit kemudian, neraka datang. Neraka berpakaian hitam2,


berambut gondrong, dan penuh bekas2 luka disana sini.

“ Ada apa dinda surga, sepertinya penting sekali.”

“ Begini Kang Neraka, aku merasa tidak adil kalau orang2 yang banyak berjasa
buat manusia dan kemanusiannya ini dimasukkan ke neraka, hanya karena
mereka tidak mengakui Allah sebagai tuhan mereka, atau hanya karena
mereka tidak percaya adanya Tuhan.”

“ Hhmm, kebetulan sekali dinda surga, aku juga akan menolak mereka masuk
ke wilayahku. Mereka tidak patut untuk menerima pembalasan jelek atas
perilaku baik mereka. Karena aku tidak perduli apapun agama atau ideology
seseorang asalkan dia mampu berarti demi perdamaian dan cinta, bagiku dia
patut untuk menikmati kenikmatan surgamu dinda.”

“ Terus tentang juklak itu bagaimana Kang Neraka, kan peraturannya di sana
tidak bilang seperti itu.”

“Rasanya kali ini kita musti protes sama tuhan, atau kadang2 aku berpikir apa
benar ini juklak dari tuhan, rasa2nya goblog banget tuhan kalau bikin juklak
ngawur kayak gini.”

Ridwan angkat bicara “ Begini saja, kita lihat data base manusia saja. Dan kita
pilah2 mana yang menurut juklak masuk neraka, tetapi seharusnya tidak patut
masuk neraka.”

Neraka langsung menyahuti “ Gandhi jelas aku gak mau klo dia masuk neraka.
Mahavira yang pendiri Jainisme itu aku juga gak mau, walaupun dia gak
percaya Tuhan. Sidharta aku juga gak mau memasukkannya ke wilayahku,
walaupun dia berpendapat bahwa tuhan tidak bisa membantu pencerahan

30
manusia. Aristoteles gak mau, walaupun dia berpendapat tuhan hanyalah
ciptaan manusia belaka, Plato, Socrates, Vivekananda, Romo Mangun, Romo
Frans Magnis, Paus Paulus Yohanes II, Bunda Theresa, Maimonides, wah banyak
lagi, biar aku lihat data basenya dulu, besok aku serahkan daftar orang2 yang
aku tolak masuk wilayahku.”

“ Kang Neraka, dari daftar yang kau tolak masuk wilayahmu, aku akan dengan
senang hati menerima mereka dalam wilayah surgaku. “

Sementara Ridwan masih mengangguk2 atas kejadian revolusioner yang


dicetuskan surga dan neraka tadi, panggung akhirat masih merona terwarnai
nebula2 kosmik.

PS : Ridwan dalam kepercayaan Islam adalah malaikat yg menjaga surga, dan


Malik yang menjaga Neraka, begitulah kata guru madrasah saya dulu.

31
Tuhan-Tuhan Yang Mencari Tuhan

Bapa sedang jalan2 di surga, menikmati sore yang masih terang benderang.
Pohon surga yang berdaun kecil nan indah melambai, disertai angin sepoi2
semilir, menambah nikmatnya suasana surga. Tiba2 dia ditempeleng. Bapa
jatuh tersungkur, tapi dengan sigap berdiri lagi. Ternyata Allah (baca = Awlloh =
Bhs Arab) yang menempelengnya. Secepat kilat ditendangnya Allah,
tersungkurlah Allah di pelataran istana surga. Allah tidak menyerah,
dikeluarkanlah sinar merah menyala diarahkan ke Bapa, dan telak mengenai
tubuh Bapa. Bajunya robek sana sini terkena tembakan jitu Allah. Tapi Bapa
masih segar bugar, hanya tubuhnya saja yang agak gosong. Bapa langsung
mengeluarkan pentungan besar, berlarilah ia kearah Allah yang masih terbaring
akibat tendangannya. Allah yang tidak mengira Bapa secepat itu tak bisa
berbuat apa2, pentungan itu bertubi2 menghajar bagian2 tubuh Allah. Bapa
semakin semangat menghajar Allah, tiba2 ada suara tertawa terbahak bahak
disertai kilatan lampu kamera. Blap……

“ Hoiiii, kalian ngapain kayak anak kecil gitu, udah pada gede koq berantem,
kayak tidak ada jalan lain aja. Hahahaa…., sudah terekam di kameraku ribut2
kalian ini, ntar aku kirim ke bumi, biar anak buahmu pada terpingkal2 lihat
tingkah polah kalian”

“Wah jangan dong, please…please…, YHWH, jangan lakukan itu. Itu akan sangat
tidak bagus pengaruhnya terhadap konditeku sebagai tuhan. Masak gue dihajar
sama Bapa edan ini“
“ Sialan, loe yang mulai, loe ngapain nempeleng tanpa sebab, dasar gendeng..”
“ Loe mustinya ngaca Bapa, kenapa aku tidak menghajarmu sekalian,
tempeleng itu masih moderat, tidak setara dibandingkan kejahatanmu
makhlukmu terhadap makhlukku.”
“ Emang gue salah apa ama loe..?”
“ Tuh tuh…liat tuh, bumi lagi porak poranda karena makhlukmu, Presiden
Amerika dengan dedengkot kolot Kristennya sedang mencoba memporak
porandakan ilmu pengetahuan dan tata dunia. Loe sebagai tuhan mereka
mustinya kasih dong mereka penyuluhan, kalau kurang mengerti tambah
dengan penataran. Masak gitu aja minta diajarin”
“ Lho, anak buahmu juga gitu, membunuh anak buahku seenak jidatnya, pake
bom bunuh diri lah, pake alasan jihadlah, justru anak buahmu yang butuh
penataran besar2an. Tak sepatutnya loe nyalahin gue”

YHWH tertawa terbahak2 lagi…., kali ini tambah keras…

“ Allah, Bapa, kalian ini tolol amat sih, dengan gampangnya kalian telah
dipenjara oleh anak buah kalian sendiri. Salah kalian sendiri kenapa bisa
dibatasi oleh kitab suci dan agama. Dijadikan Tuhan personal, Tuhan yang bisa
marah, benci dan kelimpungan melawan kejahatan, sampai2 makhluknya
harus membantunya. Hahaha…, pencipta koq melawan yang diciptakannya.
Kalian disembah sana-sini tapi dikebiri ketuhanan kalian. Ya ampun, kalau idiot
kaya kalian mending gak usah jadi tuhan deh, malu deh gue”

Kuping Bapa dan Allah terlihat merah dihina habis2an oleh YHWH, Bapa udah
bersiap2 mengarahkan pentungannya ke YHWH, tapi rupanya YHWH sudah

32
siap2 juga dengan segala kemungkinan. Bapa mengurungkan niatnya.

Sambil menarik nafas panjang, Allah akhirnya angkat bicara.

“ Baik, baik, YHWH. Jangan banyak bacot loe, loe sendiri kagak lihat jidat loe,
tuh perhatikan anak buahmu yang sedikit tapi yang punya andil terbesar
merusak alam, Dan loe musti ingat, kalau anak buah loe para Yahudi yang
narsis itu menganggap hanya mereka yang terpilih sebagai pelaksana hukum
Tuhan dan juga kenikmatan dari Tuhan.”

“ Loh, itu kan tidak hanya terjadi pada anak buahku, orang2 Islam juga
mengklaim surga milik mereka, orang2 Kristen juga begitu. So what gitu lho…?”

Perang bacot lagi seru2nya, mereka dikejutkan oleh suara musik keras dari
atas pohon tidak jauh dari tempat mereka berada. Ah, mereka lagi. Si Wishnu,
Syiwa, dan Brahma lagi naik pohon, main2 sambil bermusik ria. Ketiganya
kelihatan riang gembira, seakan sedang berpesta atas perjanjian damai yang
baru saja mereka tanda tangani. Sebelumnya dewa bertiga itu juga sering ribut,
mau bunuh2an, karena perbedaan sifat yang mereka punyai. Brahma yang suka
bikin2 sesuatu, sering ribut sama Syiwa yang kerjaannya usil merusak barang
orang. Pada awalnya Brahma membentuk front dengan Wishnu karena
kesamaan platform untuk melawan Syiwa. Tetapi akhirnya mereka pada
bertobat, tidak mau ribut lagi, dan menandatangani memorandum of
understanding. Itupun setelah dimediatori oleh Dewa Kama dan Dewi Rati,
Sepasang Dewa-Dewi Cinta.

Tensi akhirnya agak menurun, alunan musik nan indah membuat tiga tuhan di
bawah, Bapa, Allah dan YHWH sedikit teralih perhatiannya dari pertengkaran
sengit mereka.

“ Naik pohon yuk, main sama mereka kayaknya asyik deh…!!!” Allah berinisiatif
untuk mengajak dua tuhan itu bergabung bermain. Akhirnya tanpa dikomando
lagi, mereka melupakan insiden memalukan tadi. Bertiga mereka berlari saling
mendahului untuk naik ke atas pohon,

Sesampai di atas, mereka dengan girangnya bermain. Ternyata alunan musik


tentang cinta dan perdamaian itu telah merukunkan enam tuhan itu.
Sebenarnya ada beberapa tuhan lain yang seharusnya bisa diajak bermain,
tetapi karena sesuatu dan lain hal mereka tidak bisa ikut. Budha sedang sakit
bisul, dan harus dirawat di rumah sakit surga untuk beberapa hari. Dewa2
bawahannya Brahma, Wishnu, dan Syiwa sedang mengadakan rapat kabinet
membahas implementasi serta monitoring perjanjian damai. Shang Ti sedang
sibuk mengedit kitab suci, soalnya cetakan terakhirnya sudah ribuan tahun lalu,
jadi ada beberapa ejaan yang harus disempurnakan. Sedangkan Waheguru, hari
ini pergi ke tukang jahit membetulkan sorbannya.

“Heh, ternyata damai itu enak ya, lebih bahagia dan bebas, tidak ada rasa
cemburu dan dengki, wah seandainya dari dulu kita begini ya, kita kan selalu
bisa bermain dengan riang.” Wishnu membuka pembicaraan dengan kalimat
yang lugu, membuat yang lain tersenyum2.

33
Bapa : “ Kalian tahu nggak, setelah gue pikir2, gue tuh memang mustinya malu
lho jadi tuhan, pertama gue berjenis kelamin, bias patriarki banget. Yang kedua,
gue punya anak. Jangan2 kalau sperma gue ditemukan, ntar gue dikloning lagi.
Tapi ini serius, Tuhan mustinya tidak terkatakan dan tidak terjebak oleh gender,
sifat2 makhluk, dan juga tidak pilih kasih. Gue kan minder kalau lihat alam
semesta yang guedenya amit2, terus gue ngaku tuhan, beranak pinak di planet
kecil banget bernama bumi, terus manusia itu perwujudan gue. Ampun deh,
jijai…”

Allah : “ Gue kalau malam juga mikir2 gitu, gue juga malu sebenarnya. Al-Quran
itu adalah kata2 terbaik gue, yg penuh pengulangan dan juga beberapa
kesalahan itu. Gue tuhan gitu lho, masak cuman gitu kemampuannya. Dan
anak buah gue di bumi, banyak yang percaya kalau sebelum menciptakan
semesta, gue menciptakan cahaya Muhammad. Dapat darimana gitu cerita
ngarang kaya gitu, Enak saja bikin cerita supaya kesannya manusia itu makhluk
terbaik. “

Brahma : “ Wah kalian ini telmi banget sih, dari dulu kenapa sadarnya. Gue sih
dari dulu sadar koq kalau atas nama gue itu anak buah gue banyak yang
korupsi lahir batin demi kepentingan duniawi. Contoh nih, Bangsa Arya bikin
sistem kasta, celakanya mereka menyembah gue lagi. Gue juga kena batunya,
kacian deh gue.”

YHWH : “ Hhhmmm, tapi kalian tahu nggak, kita ini kayaknya memang gak
pantas jadi tuhan deh. Karena konsep tuhan kita dimanusiakan. Walhasil, kita
terjebak oleh pemikiran manusia yang secara natural pengen jadi pemenang
dalam survival of the fittest. Yang selalu ingin percaya, bahwa mereka berbeda
dengan makhluk2 lain. Dan yang lebih parah lagi, yang selalu menganggap
bahwa dirinya, kelompoknya, agamanya adalah yang terbaik, titik tanpa ada
komanya. Aku punya usul bagaimana kalau kita mencari Tuhan baru”

Allah : “ Tuhan baru…????, apa maksudmu.???”

Allah terhenyak mendengar penuturan YHWH.

YHWH : “ Ya, Tuhan baru, per definisi sekaligus per materi. Tuhan baru yang
tidak terkait dengan agama dan kepercayaan. Tuhan semua makhluk yang
tidak pilih kasih dan juga tidak bodoh. Tuhan yang bisa dijelaskan oleh
makrokosmos. Tuhan yang tidak bisa dikrangkeng oleh kitab suci. Tuhan yang
bukan diciptakan manusia, tetapi yang benar2 Tuhan, bisa dibuktikan lewat
metode ilmiah.”

Syiwa : “ Ah, itu proyek terlalu ambisius. Manusia di bumi kan sudah mencoba
itu, tetapi karena teknologi belum memungkinkan, lagi2 karena kebodohan
manusia, mereka masih celingak celinguk melihat alam semesta yang masih
misterius ini. Tapi gue salut juga itu, mencari itu lebih gue hargai daripada taklid
buta atas dogma2 agama.”

Allah : “ Gue setuju juga sih, biarlah manusia2 itu memahami alam semesta
dulu, sampai mereka sadar kelemahan2 yang ada dalam agama dan ideologi
mereka. Biarkan mereka mencari Tuhan dengan akal, karena Tuhan dengan

34
iman itu kan tidak usah dicari. Kalau sudah iman, semuanya sudah titik. Kita ini,
para tuhan2, mari kita juga mencari Tuhan.”

Wishnu : “ Sepakat gue, daripada kita ongkang2 dan bermain di surga, mending
kita juga mencari Tuhan yang benar2 Tuhan. Bukan mencari sih sebenarnya,
tetapi membuktikan dengan meyakinkan, bukan dengan bukti sekunder.”

Allah : “ Walau gue yakin Tuhan itu ada, walau tidak ada bukti primer
empirisnya, kita harus fair dalam hal ini, kalau memang buktinya suatu saat
nanti tidak ada, ya kita harus terima itu dengan legowo. Jangan terlalu
mempengaruhi hasil, kita harus menerima hasil apapun dari pencarian kita.”

YHWH : “ Kayaknya kita perlu mengeluarkan komunike bersama, aku usul


supaya minggu depan kita mengadakan sidang pleno surga. Bagaimana..?”

“ Sepakaattttttt…!!!!!” Serempak mereka menyetujui usul itu. Sementara hari


sudah mulai gelap, semburat cahaya mentari masih sedikit menyisakan hangat
bagi makhluk2 surga.

35
Perempuan-Perempuan Yang Ingin Diperkosa

Haha.........., rasanya segar sekali, baru saja aku telah menggagahi seorang gadis
cantik bernama Indonesia, cantik tapi bodoh, dengan gincu tebal mengundang
birahi. Sebelum dia kugilirkan kepada pelanggan2 lainnya, dia harus kucicipi
dulu. Oh ya perkenalkan, namaku Badu. Pekerjaanku Mucikari, menjuali
perempuan2 yang kutemui dijalan, tentu saja yang cantik2 tapi tidak punya
otak, atau lebih tepatnya punya otak tapi tidak digunakan. Setiap hari aku
berjalan2 dari ujung ke ujung, untuk sekedar melihat2 siapa tahu ada gadis
baru yang memenuhi syarat. Aku sudah melakukan pekerjaan ini bertahun2,
tahun ini, tahun 2005, sudah genap 61 tahun sudah aku menjalankan profesi
ini. Pekerjaan yang menyenangkan, aku tak perlu memeras keringat, tapi aku
bisa hidup mewah dan terhormat.

Kukenal dia beberapa minggu yang lalu waktu aku lagi jalan2 di mall, kulihat
ada seorang gadis tomboy berambut pendek tapi wajahnya cantik dan
berhidung mancung. Sedang jalan2 melintasi etalage toko2 bermerk. Langsung
saja naluriku berjalan, kudekati dia pura2 menanyakan dimana Starbucks Cafe
terdekat dari situ. Aku pura2 tidak tahu daerah itu, dia pun menunjukkan arah.
Tetapi aku bilang bahwa aku tidak tahu daerah situ, aku memintanya untuk
mengantarkanku ke cafe itu dengan imbalan CD musik yang dijual di Starbucks.
Dia mau saja, dan setelah sampai di cafe kutawari saja sekalian untuk minum
kopi bersamaku. Kami mulai ngobrol ngalor ngidul tak tentu arah. Dari
percakapan itu aku tahu bahwa dia sebenarnya adalah anak seorang tuan
tanah, tanahnya luas dari Sabang Sampai Merauke, tetapi karena
keengganannya menggarap tanah itu ditambah ketidaktahuannya akan ilmu
bercocok tanam dan manajemen, dia biarkan orang lain yang mengolah tanah
itu. Dia hanya menarik sedikit biaya dari orang yang menggarapnya. Dia pun
lebih suka hijrah ke kota besar yang hingar bingar, karena dengan begitu dia
bisa berdandan modis, mempunyai peralatan2 mutakhir, dan ber-urbanlifestyle-
ria.

Biasanya, setelah kugagahi, yang tiba selanjutnya untuk mencicipi adalah Imof.
Jika kesempatan memungkinkan, menage a trois pun tidak apa2, kami garap
bersama2 gadis baru itu. Bersama Imof, yang adalah saudara kembarku, kami
adalah entitas mucikari terbesar dan terhebat yang mungkin pernah ada di
muka bumi ini. Kami sama2 dilahirkan di Bretton Woods, sebuah desa kecil nan
indah di bumi utara sana. Sebagai mucikari, aku sudah makan asam garam
kehidupan. Merayu mereka yang kutemui dengan iming2 kekayaan,
kemewahan, dan tentu saja kemajuan lahir dan batin. Tidak semua berhasil aku
tipu memang, tapi sebagian besar berhasil. Gadis2 cantik yang hanya mau
bermewah2 tapi tidak mau bekerja keras dan berpikir, ah tentu saja adalah
makanan empukku. Wajah cantik, pantat bahenol, pinggang mirip gitar
Spanyol, tentu saja akan sangat mendatangkan keuntungan yang tidak kecil
untukku.

Untuk meningkatkan ketergantungan mereka, mereka akan kumanja2 dulu


dengan apapun yang mereka inginkan, jika sudah ketagihan maka mereka
kuhutangi dulu dengan jumlah yang tidak sedikit. Kuberi mereka barang yang
indah2, mobil mengkilap, janji2 manis, dan hampir apapun yang menjadi tanda

36
kemajuan dan modern lifestyle. Baru setelah itu, perlahan namun pasti, kudikte
apa yang harus mereka lakukan, dengan tujuan akhir menjadi pelacur
profesional untuk imperium bisnisku. Kadang2, aku sengaja menyewa agen2
khusus untuk memperluas imperium bisnis mesumku, para lover boy adalah
negosiator ulung dalam merayu dan tentu saja memasukkan mangsa2 itu ke
dalam lingkaran setan yang telah disiapkan. Setelah masuk dalam inner circle,
mereka akan dengan sendirinya belajar bagaimana melempar senyuman nakal,
menggoda untuk segera diajak asyik mahsyuk di atas ranjang. Tetapi sungguh,
banyak dari mereka justru belajar sendiri seperti itu. Menjilat dengan kata2
manis dan pelayanan yang memuaskan. Bahkan kalau aku kadang menjenguk
mereka, sengaja disiapkan penyambutan yang luar biasa, agar tentu saja aku
berbaik hati untuk menghutangi mereka lebih banyak dan lebih banyak lagi.

Sebenarnya aku kadang2 kasihan melihat perempuan2 itu, selalu saja


sebenarnya ada kesempatan untuk melepaskan diri dari cengkeraman
imperiumku, tapi mereka sepertinya enggan dan malas. Dengan pekerjaan yang
cuma mengangkang dan bermake up ria itu, rupanya semakin lama justru
semakin menumpulkan otak mereka. Mereka sudah bisa seharusnya untuk
berdikari, mungkin dengan uang yang mereka punya dan tenaga yang tersisa,
membuat usaha sendiri agar martabat mereka lebih terangkat. Tapi sekali lagi,
mereka rupanya malas dan tak berpendirian teguh. Sekali waktu mereka
mungkin mencoba memikirkannya, dan bilang kepadaku untuk mengangsur
utang mereka, dan tak mau berhutang lagi. Tapi berulang kali pula mereka
berubah pikiran, berhutang dan berhutang lagi untuk membiayai gaya hidup
mereka yang sudah terlanjur hedonis. Terakhir2 ini bahkan ada di antara
mereka yang meminta penghapusan utang, yang pada awalnya tentu saja
kutertawakan, lelucon macam apa pula ini. Utang koq begitu saja minta
dihapuskan, dimoratoriumkan. Tetapi karena desakan dari pemegang saham di
imperium mesumku yang sudah mulai resah oleh tekanan dari kanan kiri,
akhirnya untuk mereka yang utangnya sudah mencekik leher, apalagi yang
bunganya saja sudah melebihi pokoknya, terpaksa aku harus hapuskan
utangnya, tentu saja tidak semua. Melacur seumur hiduppun, utang itu tak akan
pernah lunas. Nah beberapa yang penakut dan penurut, yang walaupun sudah
kembang kempis tertimbun utang, dengan gengsinya tak mau meminta
penghapusan utang. Yah, aku sih senang2 saja. Justru kepada mereka akan
kugelontorkan utang2 baru yang bukan hanya mencekik mereka, tetapi juga
anak cucu mereka. Sehingga lengkap pulalah silsilah keluarga itu, keluarga
pelacur. Pelacur hati nurani, pelacur yang masih sering ngomong masalah
moral, pelacur yang ambigu, karena kadang kau lihat mereka sebagai pelacur
tapi kadang pula kau lihat mereka berbicara sungguh2 tentang kehidupan
asketik, tentang surga dan neraka, bahkan tentang Tuhan.

Apabila mereka sudah masuk perangkapku, akan kuselenggarakan training


khusus bagaimana memuaskan pelanggan. Tentu saja tidak semua harus
mereka tahu, yang paling penting adalah pengetahuan dasarnya saja. Aku akui,
aku cukup pelit berbagi ilmu dengan mereka, aku ajari mereka bagian2 tertentu
dari Kama Sutra, tentunya yang hanya berkaitan2 dengan posisi2 yang
berjumlah 64 itu. Selebihnya yang justru lebih penting, bagaimana mencari
kebahagiaan dengan jalan menjalin hubungan yang baik antara pria dan wanita
sengaja aku sembunyikan. Apalagi tentang Kama Sashtra* , aku sembunyikan

37
sama sekali. Biarlah bagi mereka seks hanyalah sebatas seks, menjadi tujuan
bukan dijadikan alat.

Tentu bisnis begini banyak maju mundurnya, tapi aku pantang menyerah,
perangkat2 hukum pun sudah aku jarah demi mengamankan posisi kami. Dan
tentu kupoles dengan aksi2 sosial yang lebih bertujuan untuk menimbulkan
imago bersih. Aku dan Imof telah mempunyai tugas masing2, tapi kami saling
memperkuat.

Tapi Imof akhir2 ini tampak uring2an, aku dengar banyak kritik tajam mengalir
ke meja kerjanya berkaitan dengan saran2nya akhir2 ini yang ketahuan justru
membuat pelacur2 itu semakin tergantung padanya. Membuat mereka
semakin malas, membuat mereka semakin dalam terjerat dalam dunia hitam.
Kutelepon dia malam kemarin, sekedar menanyakan kabarnya. Aku bilang
tidak usah terlalu dipikirkan apa yang dibilang oleh para aktivis2 LSM itu,
mereka memang sudah pekerjaannya berkoar2 semacam itu. Mau itu namanya
Chomsky, Geldof, Bono, Hysham, Prahalad, atau tai kucing, tidak usah terlalu
dimasukkan hati.

Tak terasa, sudah larut malam. Mengurusi tetek bengek perusahaan ini
sungguh kadang2 melelahkan. Bukan saja harus bersaing dengan perusahaan
yang terjun di bisnis permesuman ini, tetapi juga harus pasang mata dan telinga
akan teriakan2 dari masyarakat yang dikompori oleh para aktivis LSM. Semakin
hari, semakin macam2 saja tuntutan para cecunguk LSM itu. Belum lama
mereka berkoar2 tentang corporate responsibility, sekarang sudah lebih berani
lagi menuntut corporate accountability. Bagaimana perusahaanku akan
menguntungkan jika harus juga accountable atas kerusakan2 dan kerugian
yang disebabkan oleh pihak ketiga yang menjalin bisnis dengan perusahaanku.

Sudah waktunya untuk tidur, besok pagi akan kucari lagi gadis2 seperti itu lagi.
Dan juga akan kukunjungi pelacur2 yang sudah setia menjadi anak buahku,
besok ada dua yang akan kukunjungi, gadis hitam manis bernama Nigeria, dan
juga seorang gadis yang melacur hanya sebagai hobby, Saudi Arabia namanya.
Aku akan melanglang dari benua ke benua, dari Asia sampai Afrika, dari
Amerika Selatan sampai Eropa Timur. Menipu dunia dengan uang dan retorika,
menyebarkan demokrasi dengan anarki, memesumi moral dan etika.
Oh..betapa gampangnya dunia kukuasai.

* Kama Sashtra = secara harfiah berarti Pengetahuan ttg Kebahagiaan, adalah


kitab klasik dimana Kama Sutra hanyalah salah satu bagian kecilnya.

38
Membebaskan Tuhan Dari Penjara

Kulihat samar2 tuhan menangis, terduduk dengan muka sendu, hhmmm


kasihan juga dia. Hidup di balik penjara begitu lama, tidak boleh keluar
menghirup udara segar kebebasan. Penjara itu terbuat dari emas, berumbai2
hiasan permata dan berlian, di sana sini bertaburan hiasan dengan tulisan Arab,
Sanskerta, Pali, Ibrani, Parsi, dan berbagai tulisan dari seluruh penjuru dunia.
Aku hanya bisa melihat dari kejauhan, sekedar melirik, karena penjagaan
penjara itu begitu ketat. Berbagai macam orang menjaga penjara itu, di ujung
sana kulihat seorang berjubah putih dengan salib di dadanya, di sampingnya
ada seorang dng swastika dan garis putih dikeningnya, tak kalah seramnya
seorang bersurban memegang pedang dengan tulisan "Lailahaillallah". Ada
macam2 pula tanda2 di sekujur tubuh mereka, ada yg memakai jas FPI,
Wahabi, MUI, Klu Klux Klan, Barathiya Janatha, Kach Kahane Chai, dan tak
ketinggalan pula Advent dan Mormon. Wajah mereka tampak begitu seram, aku
pun tak berani menatapnya. Aku dengar2 siapa saja yang berani mendekati
tuhan tanpa izin mereka, akan disikat habis. Karuan saja, orang2 takut bukan
main. Senjata mereka begitu lengkap, mulai dari yang sederhana sampai
detonator senjata kimia.

Tapi bukan aku kalau tak berani mendekati penjagaan seketat itu, dengan
diam2 aku berusaha mengadakan hubungan dengan tuhan. Mulanya sangat
sulit, membikin aku pusing kepala. Setelah berpikir panjang, akhirnya
kutemukan jalan, aku pura2 menawarkan makanan ransum buat para penjaga
itu. Mula2 mereka curiga sekali, diselidikinya dengan mata tajam seluruh
tubuhku, dari ujung kepala sampai ujung kaki. Sesudah puas memelototi,
mereka pun mencoba menggeledah, tidak puas dengan itu, isi dompetkupun di
geledah, pesan2 SMS di hp-ku juga dibaca satu2 persatu dengan teliti. Akhirnya
mereka setuju untuk membeli makanan ransum yang kubuat, dengan syarat
ketat, sebelum mereka bersedia memakannya, makanan itu harus dicoba dulu
olehku, dan kemudian oleh beberapa binatang yang sengaja dipelihara untuk
mencoba makanan itu. Keamanan berlapis2 seperti itu memang sengaja
diciptakan oleh mereka. Bahkan sangking ketatnya, tidak ada satupun patah
kata dari tuhan yang boleh keluar tanpa melalui mereka dulu.

Suatu hari aku berkesempatan mendekati tuhan ketika mereka semua sedang
istirahat makan siang. Setelah kulihat kanan kiri, aku langsung melesat
mendekati penjara tuhan.
" Ssstt, tuhan, apa kabarmu..?"
tuhan hanya menggeleng sambil menghapus air matanya. Kelihatan dia mau
berkata2 tapi suara tidak keluar dari kerongkongannya.
"Eh tuhan, apa yang kau inginkan, mungkin aku bisa membantumu?"
kembali tuhan menggeleng, wah payah sekali ini.
" Ngomong dong, mumpung gak ada orang"
tuhan menggeleng lagi. Mungkin karena terlalu lama tidak berkomunikasi,
tuhan ternyata sudah bisu. Wah, aku jadi pusing tujuh keliling. Akhirnya dia
kukasih pulpen dan kertas.
"Tulis apapun yang kau inginkan"
Setelah menunggu beberapa detik dengan harap2 cemas, tuhan selesai
menyelesaikan tulisannya. Kertas itu dilipatnya dan diserahkannya kepadaku.
Aku segera pergi dengan tergesa2 agar tidak ada penjaga yang tahu. Tak sabar

39
aku ingin segera ke rumah, penasaran sekali apa yang dituliskan tuhan di
kertas itu.

Di sepanjang jalan, sangking tak sabarnya, aku segera membuka lipatan kertas
itu. Aku begitu kaget membaca isinya,
"Bebaskan aku, sekarang atau seluruh bumi akan menyesal"
Berkali2 aku membaca kalimat itu, kalimat "bebaskan aku", aku jelas
mengerti, tapi "sekarang atau seluruh bumi akan menyesal" membuatku
bingung. Tentu saja tidak gampang membebaskannya dari penjara, dia tahu itu.
Tapi nada kalimatnya mengancam, kalau tidak akan terjadi sesuatu yang besar
sepertinya. Lagian dia memberinya kepadaku, apalah arti seorang aku jika
dikasih tugas seberat itu. Membebaskan tuhan dari penjara, membebaskan
tuhan dari penjara, membebaskan tuhan dari penjara, terdengar aneh dan
seram......apalagi dibebankan kepadaku. Tetapi aku gembira, itu kan tugas
mulia.

Malam itu aku tidak bisa tidur, tidak bisa memejamkan mata barang
sepicingpun. Jelas tugas ini sangat berat, taruhannya adalah nyawa. Manusia2
yang menjaga penjara itu memang manusia2 kolot yang merasa benar sendiri
tanpa bisa melihat bahwa kebenaran itu relatif. Apapun alasanku untuk
mendekati tuhan pasti akan dibantai oleh dogma2 kaku yang mereka anut.
Bagi mereka kebenaran itu final dan celakanya kebenaran tuhanpun telah
disamakan dengan kebenaran manusia. Semakin berat lagi, karena yang
menjaga tidak sedikit, dengan persenjataan lengkap. Sepanjang malam selain
berpikir keras menemukan cara membebaskan tuhan, aku juga berharap agar
tuhan tidak benar2 serius dengan ancamannya. Aku tahu dia marah melihat
manusia2 tolol itu, tapi dia kan pengasih dan penyayang, mustinya dia
mengasihani mereka yang mungkin belum terbuka hati dan pikirannya.
Manusia2 yang belum bisa mengalahkan nafsunya, manusia2 yang
mencampuradukkan kebinatangan dan ketuhanan. Sebenarnya apa pula
peduliku mau membebaskan tuhan, toh aku sudah hidup dengan tenang
walaupun dia terkurung di sana. Tapi rasa kasihanku mungkin masih lebih
besar daripada rasa ketidakpedulianku. Terpenjaranya tuhan mempunyai akibat
yang tidak sedikit, mulai dari gontok2an, adu jotos, kalau perlu perang,
ujung2nya penderitaan dan hancurnya peradaban. Jadi membebaskan tuhan
aku anggap perlu, agar dunia ini lebih damai, indah, dan nyaman ditinggali. Tapi
sekali lagi bukan karena aku peduli sama tuhan, tapi karena aku kasihan sama
dia.

Pagi hari, sebelum ayam berkokok, aku sudah sibuk mempersiapkan beberapa
alat yang kupikir akan sanggup mengecoh para penjaga itu. Niatku sudah
mantap, dengan resiko apapun, aku coba membebaskan tuhan. Kusiapkan
gergaji, tali, pisau, dan juga palu yang rencananya akan kugunakan untuk
membuka pintu penjara, sedangkan untuk mengecoh penjaga2 itu sudah
kusiapkan bom asap, yang hanya akan membuat mereka pingsan. Kekerasan
kuhindari sejauh mungkin, karena kalau tidak aku sama saja sama mereka,
suka adu otot bukan adu otak. Jam tiga malam ketika penjagaan sedang
lengang2nya, dengan sedikit tutup muka untuk menyembunyikan identitasku,
aku berjalan dengan hati deg2an menuju penjara tuhan. Jika aku mati karena
misi ini, aku anggap itu sebagai baktiku untuk mewujudkan rahmatallil alamin,
rahmat bagi semesta. Jika aku terluka, kuharap darahku adalah saksi bahwa

40
hidup ini memang tidak mudah, perjuangan tiada akhir.

Jalan setapak masih sepi, orang2 masih tidur. Dingin menyanyikan kidungnya
diiringi oleh dewi malam, tapi kutegapkan langkahku. Jarak yang tidak terlalu
jauh dari rumahku ke penjara tuhan menjadi serasa jarak antar galaksi. Hanya
bayangan akan senyum anak2 kecil dan ibu2 tua yang bahagia dalam damai
yang menghangatkanku. Rembulan tidak menampakkan diri, mungkin takut
menjadi saksi peradaban. Dari kejauhan tampak lampu hingar dari penjara, aku
sengaja mengambil pintu samping. Aku ingin memadamkan sistem listrik
seluruh penjara itu dulu, dan setelahnya baru kulempar bom asap. Ternyata
memang sepi di samping penjara, segera kumenyelusup ke sistem pusat listrik
itu. Kutaruh bom waktu kecil dan secepat kilat kutinggalkan lagi. Aku segera
bersembunyi di rimbun semak2 di depan penjara, setelah kurasa waktunya
tepat , kupakai masker dan kuledakkan bom itu. Segera seluruh penjara
menjadi gelap, aku segera berlari sekencang2nya ke pintu depan penjara.
Kulemparkan bom asap yang kusiapkan, beberapa waktu terdengar suara
gedebag gedebug, sesudah itu sunyi senyap. Setelah kurasa aman, kunyalakan
senter yang kubawa. Kumenuju ke pojok ruangan dimana sistem keamanan
penjara dikendalikan. Kucari2 sebentar di situ, dan dengan mudah kutemukan
kunci utama penjara yang kecil panjang itu. Aku sudah mencari tahu letak kunci
itu sejak lama, jadi tak terlalu sulit menemukannya.

Begitu mendapatkan kunci itu, sebuah kunci yang bertuliskan ayat2 dari kitab
suci, mengendap2 aku menuju penjara tuhan. Kembali lagi aku terbayang
tangis tuhan di dalam penjara. Penjara yang mewah namun merupakan bukti
peradaban narsis. Asap masih mengepul, sepanjang lorong tergeletak tubuh2
beberapa penjaga penjara yang sedang pingsan oleh asap yang kutebarkan.
Aku sudah tersenyum2, wah senang sekali bisa membebaskan tuhan dari
penjara. Penjara yang sudah seumur dengan peradaban, penjara yang telah
diciptakan oleh nenek moyang dan diteruskan sampai sekarang. Semakin
dekat, semakin hatiku berbunga2. Kutepis asap perlahan untuk mempertajam
pandanganku. Hah,.....penjara itu sudah kosong, tuhan telah membebaskan
dirinya sendiri. Hanya kutemukan tulisan tuhan di dinding penjara
" Pembebasan tuhan memang perlu, tapi pembebasan manusia lebih perlu lagi"

41
Liburan Jibril ke Bumi

Sayap2 Jibril mulai berteriak kelelahan, setelah tugasnya yang terakhir di


sebuah planet di galaksi yang jauh, dia ingin sejenak menengok jejak
terakhirnya di bumi 14 abad yang lalu. Tugas selanjutnya memang telah
menunggu, tapi dia meminta reses sejenak pada Tuhan untuk sekedar
beristirahat, dan waktu itu digunakannya untuk melihat planet sangat kecil
berwarna biru yang mengelilingi bintang berwarna kuning. Sedikit ilmu yang
telah disampaikannya kepada Muhammad ingin dilihatnya lagi, sekedar
bernostalgia. Jibril tersenyum-senyum sendiri, betapa aneh perjalanan anak
spiritualnya yang bernama Muhammad itu. Dia tidak bisa membaca, karena itu
bodoh sekali. Pertama kali Jibril mendatangi Muhammad, Muhammad malah
ketakutan. Tapi Jibril memaksa juga mengajari pemuda bodoh tapi jujur itu
beberapa kata untuk sedikit mengenalkannya pada Sang Pencipta. Kedua kali
Jibril datang, Muhammad tambah ketakutan sampai dia sakit, istrinya yang
jauh lebih tua dari Muhammad sendiri, Khadijah, sampai kebingungan, dan
menenangkan Muhammad. Jibril sampai geleng2 kepala, tidak tahukah
pemuda ini bahwa dia akan diberi sedikit pengetahuan tentang sang Khaliq.

Tapi Muhammad cepat sekali belajar, dalam waktu singkat dia telah menjadi
manusia yang cukup dewasa, cukup untuk menyampaikan kepada manusia
lain, bahwa yang patut disembah hanyalah Tuhan. Tuhan yang tak terbayangkan
oleh mata biasa, tak teruraikan oleh kata, yang untuk mengenal-Nya manusia
hanya bisa meraba2.

Betapa berat perjuangan Muhammad, Jibril sudah tak ragu lagi. Diludahi,
dilempari kotoran onta, dikejar2 seperti maling yang mau dibunuh, biasalah itu
untuk utusan Tuhan. Jibril sudah tak kaget lagi, anak spiritual Jibril sebelumnya,
Yesus, malah mengalami nasib lebih parah, sampai digantung di Golgota.
Kebanyakan utusan2 itu mengalami nasib yang hampir serupa, ditolak oleh
kaumnya, dianggap gila, diusir, beberapa dibunuh. Hanya sedikit sekali yang
cukup berhasil, dalam arti dalam masa hidupnya punya cukup banyak pengikut.
Sidharta Gautama salah satunya, anak spiritual yang satu ini memang cukup
bandel dan mbalelo, lebih suka mencari "enlightment" dengan caranya sendiri.
Lebih suka mencari bahagia tanpa Tuhan, buat apa jauh2 klo bisa mencari
bahagia kalau dalam dirinya sendiri saja sudah ada. Kadang Jibril jengkel sama
Sidharta, seperti kacang lupa kulitnya, tapi tidak apa2 lah pikir Jibril waktu itu.
Yang penting ajaran menuju kebaikannya banyak diikuti orang.

Dari kejauhan Jibril mulai melihat samar2 planet bumi, seperti kelereng biru
bercak2 putih yang berputar. Kangen..., kangen sekali, 14 abad bukan waktu
yang sebentar. Sudah terbayang di otaknya, anak2 kecil berlarian bermain,
nenek2 tersenyum sambil nyusur, sungai2 jernih tempat manusia mandi, si kulit
hitam dan si kulit putih berjalan beriringan, wanita2 bermata sipit bernyanyi,
sungguh bumi yang berwarna-warni indah. Hmmmm Jibril tersenyum2 sendiri
seperti gila saja. Tak sabar ingin segera sampai..............

Sesampai di bumi, Jibril beristirahat sejenak, di tengah padang pasir yang hanya
ditumbuhi beberapa pohon itu. Mengibas2 sayapnya dan mencoba sebentar
merebahkan diri. Bahagia sekali Jibril mendapat "short vacation", bermiliar2
tahun sudah dia mengabdi sebagai Menteri Penerangan Semesta. Akhirnya dia

42
bisa sedikit bernafas lega.

"Allahu Akbar, Allahu Akbar, ...." sayup2 terdengar suara pujian kepada Tuhan
dari kejauhan. Jibril sedikit kaget, tapi dia senang sekali, misinya berhasil.
Manusia masih membesarkan Tuhan, riuh rendah memuji Tuhan. Dia berdiri,
dari kejauhan kelihatan beberapa puluh manusia bersorban putih bersemangat
sambil mengacungkan2 tongkat. Hebat..hebat..manusia ini sangat mencintai
Tuhan sehingga panas2 begini mau2nya arak2 an. Jibril tersenyum bangga,
setelah liburannnya selesai, dia akan bisa dengan bangga memberikan laporan
kepada Tuhan bahwa tugas yang telah diberikan padanya sukses berat. Tuhan
mah pasti sudah tahu, tapi kalau Jibril yang lapor sendiri, tentu akan menaikkan
konditenya Jibril sebagai Menteri Penerangan Semesta yang bertanggung jawab
dan sukses.

Semakin lama semakin keras suara2 manusia itu, diam2 Jibril mengikuti
mereka, sebenarnya bukan diam2, karena memang manusia2 itu tak bisa
melihat Jibril, kalau Jibril menampakkan diripun belum tentu mereka kuat
melihatnya, Muhammad saja sering pingsan kalau melihatnya dalam wujud asli.
Teknologi yang dipunyai manusia pun belum bisa menjelajahi dimensi yang
didiami Jibril.

Sampailah rombongan manusia itu di suatu kampung, rumah2 di kampung ini


berbentuk bulat2 terbuat dari kayu, ternyata rombongan itu mengetuk pintu
rumah yang pertama terlihat, seorang perempuan berkulit hitam menggendong
anaknya keluar, tiba2 terdengar suara dor...dor...dor....dor....
Perempuan itu langsung roboh, darah mengalir dari tubuhnya, bahkan seorang
anak kecil yang digendongnya pun berlumuran darah, ada lubang kecil di
kepalanya yang mengucurkan darah begitu deras. Jibril kaget setengah mati,
apa salah dan dosa ibu dan anak ini koq sampai dibunuh sedemikian rupa, yang
juga membuat Jibril kaget, ternyata tongkat itu yang digunakan untuk
membunuh, dan tidak perlu ditusukkan, Jibril tidak tahu alat apa lagi itu yang
digunakan manusia untuk membunuh. Ah..dia ingat, bukankah dulu sudah ada
tongkat seperti itu, digunakan oleh orang2 Cina untuk pertunjukan kembang api
dan akhirnya untuk senjata.

Rumah demi rumah diobrak abrik, dan semua penghuninya dibunuh. Jibril
shock berat, mengapa orang2 berkulit putih yang berbahasa Arab ini
membunuh orang2 kulit hitam ini. Galau menggelayut dalam diri Jibril, setitik
airmata menunjukkan simpatinya, Jibril bergetar, dan akhirnya terbang
berkeliling. Tak jauh dari situ dia melihat kendaraan2 aneh berwarna putih yang
belum pernah dia lihat, mempunyai roda empat berwarna hitam bertuliskan UN
di sampingnya. Jibril penasaran terdampar di daerah manakah dia, koq
manusia begitu tega membunuh sesamanya. Darfur..., ya daerah ini bernama
Darfur, tertera di salah satu tenda yang didiami oleh beberapa wanita dan
anak2 berkulit hitam.

Jibril semakin sedih, di sebelah sana terlihat beberapa wanita berebutan air,
dan di sebelah tenda seorang anak kurus menangis, mulutnya dikerubuti lalat.
Jibril kecewa, dia tidak mau liburannya rusak gara2 pemandangan ini. Dia
segera terbang setinggi2nya, mencoba mencari daerah lain yang mungkin lebih
indah dan damai.

43
Untuk mengurangi sedihnya, Jibril bernyanyi lagu2 klasik Yunani, sayapnya
digesek2an sehingga bersuara menyerupai kithara, menyanyikan lagu2 moral
yang dianjurkan oleh Plato dan Aristoteles. Melayang2 tak tentu arah di
angkasa, Jibril berusaha lepas dari pemandangan mengerikan yang baru saja
dilihatnya. Setelah dirasa agak tenang, Jibril segera berpikir untuk melanjutkan
perjalanan nostalgianya. Kali ini dia tidak mau terdampar lagi di tempat yang
salah. Setelah beberapa waktu berpikir, akhirnya dia memilih Jerusalem
sebagai persinggahan selanjutnya.

Kota yang indah itu, kota yang disucikan oleh tiga agama besar, tempat
kelahiran Yesus, tempat istana besar Solomon (Sulaiman) pernah dibangun,
tempat dimana Muhammad pernah mengarahkan mukanya waktu
sembahyang. Jerusalem pastilah tenang dan damai, karena rahmat tiga agama
yang dibawanya. Tempat yang bagus untuk mengisi liburan singkat Jibril di
bumi.

Dari angkasa, Jibril segera melesat ke bawah sedikit ke arah utara dari
tempatnya semula, utara...? ah Jibril tersenyum, arah..? arah ya arah, khayalan
manusia saja arah itu. Sama saja dengan batas, semesta ini tak berbatas,
semakin luas malah, mengembang ke segala arah. Atau juga langit, mana ada
langit, manusia memang ada2 saja. Tapi Jibril memang maklum, sama Tuhan
manusia memang dibikin tidak terlalu pinter, wong sebodoh itu saja sudah
keminter, apalagi kalau dibikin pinter. Walau kadang2 Jibril juga sedikit protes,
kenapa Tuhan menyembunyikan identitas-Nya, memberi tahu manusia cuma
setengah hati, celakanya manusia sok tahu lagi.

Jibril langsung menuju bukit Zion, dimana sudah berdiri Masjid indah berkubah
warna emas, Al-Aqsa. Ribuan tahun yg lalu, Haikal Sulaiman pun tak kalah
indahnya. Termangu di emperan masjid, Jibril melihat2 sekeliling. Tenteram dan
tenang, adzan berkumandang, menyambut mega kemerah2 an di ufuk. Jibril
menyempatkan diri untuk ikut sholat berjamaah dengan manusia2 itu.
Menyelam sejenak dalam keagungan-Nya.

Seusai salam, Jibril segera terbang berkeliling, melihat dari sisi ke sisi,
perubahan demi perubahan sewarna peradaban, di sebuah kota yang menjadi
sumbu kepercayaan. Di pinggir kota, Jibril melihat beberapa pemuda berlarian,
sambil sesekali melemparkan batu, terdengar suara riuh, dari seberangnya
sebuah kendaraan besar dari besi dan beroda bergerigi panjang berjalan pelan
sambil sesekali memuntahkan suara2 mengerikan. Beberapa pemuda
tergeletak berlumuran darah, teriakan Allahu Akbar bergema dimana2,
kendaraan dari besi itu semakin dekat dengan rumah2, beberapa manusia
berpakaian hijau belang2 keluar dari kendaraan besi itu dengan membawa
tongkat yang sama dipergunakan oleh manusia di Darfur. Tongkat2 itu
diarahkan ke rumah2 di sepanjang jalan itu, Jibril melihat beberapa jiwa
memisahkan diri dari raga dan segera melayang2 di sekitar rumah.

Tontonan apa lagi ini, pikir Jibril. Belum lama dia melihat manusia berteriak2
Allahu Akbar membunuhi manusia lain, sekarang dia melihat manusia2
berteriak Allahu Akbar yang dibunuh. Jibril semakin bingung, terbang melesat
keluar kota, mencari tahu apa yang terjadi di kota yang dianggap suci ini.

44
Pemandangan di kota lain tidak lebih menyenangkan, kendaraan2 besar
merusakkan rumah2 dan wanita2 menangis, di sebelah sana Jibril melihat
tembok yang panjang berkelok2 dan di sisi2nya dihiasi oleh kawat berduri. Jibril
semakin tidak mengerti, ada apa dengan manusia ini, bukankah setelah wahyu
terakhir dibisikkannya ke Muhammad, seharusnya manusia membangun
jembatan, bukan tembok. Membangun persatuan, bukan perpecahan.

Jibril menangis lagi, kali ini tidak hanya setetes, deras seperti hujan musim
gugur, sesenggukan dia meratapi misinya, sayap2nya dikepakkan tanpa ritme,
menimbulkan badai gurun. Hari tiba2 menjadi gelap, mendung2 bergulung
membentuk rantai menakutkan, Jibril dipanggil Yang Kuasa...

"Aku tidak akan kembali lagi ke bumi" sumpah Jibril dalam hati.

45
Kucit Menggugat

Malam masih memeluk bumi Nusa Dua, sebuah desa kecil yang asri dan indah
di Bali Selatan. Temaram lampu2 hotel dan perumahan penduduk menyorot
lembut ke langit, sedikit mengurangi kegelapan sang malam yang tugasnya
bebarapa jam lagi akan selesai. Semua penduduk masih tertidur, hanya
beberapa pekerja dunia pariwisata yang masih tampak mempersiapkan
hidangan pagi.

Dalam lambaian angin yang sejuk, seekor babi berteriak2 menangis. Air
matanya deras mengalir seperti sungai Ayung di musim hujan. Dia berlari
kesana kemari kebingungan, dingin malam tak dihiraukannya. Dia terus berlari,
berlari dan berlari sekencang2nya. Sakit bekas ikatan di kakinya
tak dirasakannya lagi. Dia hanya ingin hidup, ingin lepas dari kematian yang
ditakdirkan untuknya, bukan oleh Tuhan tapi oleh manusia.

Brukkkkk....
Tiba2 matanya berkunang2, dia menabrak sesuatu di depannya. Ah gara2 Kucit
menangis, matanya jadi agak kabur. Kucit pingsan, tak berapa lama kemudian
dia mulai tersadar, hah hah......
"Jangan, jangan, jangan, aku jangan dibunuh. Aku masih ingin hidup. Aku masih
ingin hidup."
"Heh Kucit, kenapa kamu malam2 keluyuran sejauh ini. Berbahaya tahu, kamu
masih kecil".

Perlahan2 kucit mulai agak jelas melihat, semula hanya bayangan gelap
keputih2an di depan matanya, tapi kemudian jelas bahwa yang ada di
deapannya adalah seekor sapi.
" Huh..., kukira siapa. Paman Sapi.., tolonglah aku.
Please..suerrr...aku saat ini butuh bantuanmu Paman. Hidupku sedang
diujung tanduk Paman
Sapi. Ini emergency..."
"Sssttt, kamu berisik amat. Nangis ya nangis, tapi segitu banget.
Kupingku sakit tahu"
" Aku takut Paman Sapi. Mereka mau menyembelihku, buat acara Galungan
besok. Lihat nih, buluku berdiri semua."
Kucit menangis lagi, sekeras2nya. Dia berguling2 ke kanan dan ke kiri.
" Heh...babi tak tahu diri. Diaaammmm....!!!!!"
Sapi membentak Kucit. Kucit jadi terdiam......
" Toch manusia gak ada yang denger tangisanku kan Paman Sapi. Dimensi
suara mereka kan lain"
" Iya, tapi kupingku budeg tahu. Aku kan bisa denger suaramu."
Sapi mengelus kepala babi kecil itu dengan lembut, membuat Kucit
sedikit agak tenang.
" Ayo... ikut Paman"
Kucit menurut saja, menuruni bukit kecil yang penuh dengan perdu2.
Tanah kapur yang kering memudahkan perjalanan mereka menuruni bukit,
langkah kucit yang kecil tak sebanding dengan langkah sapi, membuat Kucit
harus sedikit agak berlari untuk mengejar ketertinggalannya.

46
Akhirnya mereka hampir sampai di kaki bukit, isyarat sapi mengatakan untuk
memperpelan langkah. Setelah melewati barisan pohon2 bambu kuning,
sampailah mereka di kompleks Puja Mandala. Kucit sudah ragu2 menjejakkan
langkahnya di pelataran Puja Mandala. Tetapi karena Sapi dengan tenang
melanjutkan langkahnya, mau tak mau Kucit juga mengikutinya.
Rasanya tak ingin lagi dia melihat manusia, trauma melihat kematian ibunya
yang mengenaskan tadi malam masih sangat membekas dalam ingatannya.
Dia melihat ke kiri dan ke kanan. Bersiap2 atas segala kemungkinan. Hhmmm
sebelah kanan jalan raya, sepi dan lengang, tak ada orang lalu lalang.

Sebelah kiri yang harus diwaspadai pikir Kucit. Hhhmmmm...Masjid Agung Ibnu
Batutah, hah tak ada tanda2 orang bangun juga. Kucit masih juga berjalan
pelan di belakang sapi. Gereja Maria Bunda Segala Bangsa, wah malah gelap
gulita. Masih aman pikir Kucit. Dia terus saja berjalan mengikuti sapi, dan tetap
dalam keadaan siap siaga kabur bila ada hal2 mencurigakan. Buddhaguna
Vihara, hhmmm Kucit melihat puncaknya yang kekuning2an. Tidak ada
orangnya juga, hanya tampak puncaknya saja yang kadang2 mengkilat diterpa
temaram lampu. Bangunan selanjutnya cukup gelap, tidak ada lampu yang
menerangi. Samar2 di ujung Kucit melihat ada papan nama.
Gereja Protestan Bali, oohhh jadi ini gereja juga. Tiba2 Sapi berhenti, melihat ke
kiri sejenak, dan akhirnya melangkahkan kaki. Mereka memasuki bangunan
putih berbentuk seperti candi. Sapi celingukan, seperti sedang mencari sesuatu.
Akhirnya berjalan menaiki tangga yang tidak terlalu banyak itu. Kucit harus
berjuang sedikit ekstra untuk menaiki tangga2 itu, maklum dia memang masih
kecil. Setelah sampai di atas, sapi berhenti dan menunggu Kucit yang agak
ketinggalan.
Setelah Kucit sampai di atas, Sapi mengendus2 kepala Kucit, membuat Kucit
agak sedikit lega.

Langit Nusa Dua diliputi sedikit mendung kehitam2an, berarak dari timur dan
bercinta satu sama lain.Angkasa sedang menghidangkan bulan untuk dinikmati
makhluk bumi, memancarkan sinar lembut dan mengajak air laut bergoyang.

" Paman Sapi, kenapa kau mengajakku ke sini...?"


" Karena penderitaanmu bermula dari sini Kucit, dari ketidak mengertian
manusia atas esensi hidup. Karena penderitaanmu juga preseden buruk atas
ajaran2 agama yang memperbolehkan pembunuhan atas bangsa binatang."
" Tapi tidak semua agama sejahat itu Paman, ada beberapa ajaran agama yang
melindungi binatang, dan menganggap beberapa binatang sebagai makhluk
suci. Paman sendiri dianggap sebagai makhluk suci oleh orang Hindu, kebalikan
dari aku yang dianggap sebagai santapan. Kurang ajar benar mereka itu,
manusia terkutuk"

"Menganggap binatang sebagai makhluk suci juga tidak menyelesaikan


masalah, di dunia ini tidak ada yang suci Kucit. Hanya Tuhanlah satu2nya yang
suci. Sama seperti orang Islam yang tidak pernah memakan babi sepertimu,
landasan mereka bukanlah karena kamu memang makhluk hidup yang harus
dihormati hak2mu sebagai makhluk hidup, tapi karena mereka jijik melihat
kamu, menganggap kamu memiliki penyakit, dan kalau perlu kamu harus
dimusnahkan dari muka bumi"

47
" Ah Paman, biarlah mereka menganggapku begitu, yang penting banyak
saudara2ku terselamatkan karena ajaran itu."
" Kau jangan egois babi kecil, dari jenismu itu mungkin menguntungkan, tapi
dari jenisku ajaran Muhammad sangatlah barbar, kau bayangkan berapa juta
saja saudara2ku dibunuh tiap tahunnya sebagai binatang korban. Bukannya
dilarang, tapi malah dianjurkan."
Kucit terdiam,airmatanya meleleh....., hatinya geram pertanda amarah,
spontan keluar suaranya grok grok grok dari hidungnya seperti
suara orang ngorok.
" Dasar babi cengeng, kenapa kau menangis lagi...?"
" Aku teringat ibuku Paman Sapi, aku melihat dengan mata kepalaku
sendiri bagaimana ibuku menjerit2 menyebut namaku saat lehernya
diterpa pisau tajam dan mengucurkan darah begitu derasnya. Inikah bukti
bahwa manusia memang ciptaan Tuhan yang bermartabat,
kejam Paman...kejam...mereka kejam...!!!!!!"
"Sudahlah..., itu sudah terjadi. Kematian bukanlah akhir kehidupan
Kucit. Kematian adalah awal kehidupan baru. Suatu saat kau akan bertemu
ibumu lagi. Kau masih punya bapak..?"
" Aku tidak pernah tahu siapa bapakku Paman. Aku lahir dari inseminasi
buatan."
Sapi jengah..., timbul rasa ibanya yang dalam terhadap babi kecil
disampingnya itu. Diendusnya kepala Kucit, sambil dihapusnya airmata yang
masih meleleh di pipi.

"Kau lihat bintang2 di langit itu...?, mereka juga lahir tanpa Bapak,
bahkan tanpa Ibu. Setiap hari lahir ribuan bintang2 baru, menyemarakkan peta
semesta. Walaupun tanpa Bapak Ibu, tapi mereka tegar, selalu menawarkan
sinarnya untuk siapapun yang membutuhkan. Jika saja mereka agak lebih
dekat dengan kita, mereka akan seterang matahari, bahkan lebih terang lagi.
Kaupun harus selalu begitu Kucit, kehadiranmu harus selalu menjadi penerang,
berilah makna2 baru kepada lingkunganmu, junjung tinggi persamaan hak
untuk semua jenis makhluk hidup."

"Paman, aku harus balas dendam. Kematian ibu harus dituntaskan, nyawa
harus dibalas dengan nyawa. Siapakah manusia yang merasa berhak
membunuh sesama binatang, mentang2 mereka dikaruniai otak yang lebih
baik dari kita. Apa gunanya otak itu kalau perilakunya juga sama dengan
binatang2 yang lain, bahkan lebih parah.Perbuatan mereka tak bisa dibiarkan
begitu saja Paman"

" Kau kira kau bisa melawan mereka, gunakan otakmu tolol...!!!!!,
superioritas mereka jauh di atas kita, melawan mereka bukan dengan
kekuatan nafsu dan kekuatan jasmani, tetapi kekuatan otak"

"Kekuatan otak, Paman jangan bergurau. Mereka lebih berotak daripada kita
Paman. Apakah Paman belum tahu, di koran2 mereka, di internet,
di tv, sudah berjejal bukti2 kalau saja manusia tidak mendomestikasi
dan memakan binatang lain, akan banyak nyawa manusia lain yang
terselamatkan. “

Di Amerika Serikat saja Paman, jika saja penduduknya mau mengurangi

48
konsumsi daging 10% saja, maka makanan berupa biji2an yang diberikan
kepada binatang yang menghasilkan daging, akan cukup untuk memberi
makan 60 juta manusia2 kelaparan tiap tahunnya. Tetapi mereka menutup
mata atas statistik2 seperti itu Paman. Kurang bukti apa lagi, mereka sudah
tahu bahwa binatang juga berbahasa, walaupun karena kebodohan mereka
sendiri, mereka tidak mengerti bahasa itu. Aku bisa melihat jin, melihat setan,
melihat makhluk2 aneh di bumi ini Paman, bahkan aku bisa mengetahui kapan
ada bencana, tapi aku tidak pernah sombong. Tetap manusia Paman, dengan
sombongnya
mereka mencampakkan bukti2 itu di got sampah."

"Ada benarnya juga kamu anak ingusan, kebenaran itu tak akan berarti apa2
jika diingkari dan tidak dilaksanakan. Yah, tapi begitulah. Tuhan saja yang
begitu jahatnya membiarkan kita didomestikasi sedemikian rupa tanpa ada
pembelaan apapun dari-Nya."

" Menyalahkan Tuhan juga tidak membawa hasil baik Paman. Bukankah Tuhan
sebenarnya sudah lepas tangan sejak Ledakan Besar atau bahasa kerennya Big
Bang itu. Sejak itu, semesta dibiarkan bergerak, bergoyang, berkembang
semaunya sendiri. Jika kita pada kondisi yang sekarang ini, evolusi kita saja
yang kebetulan bernasib jelek. Tapi kita tidak boleh menyerah pada nasib
Paman, kita harus memberontak. Kita harus menuntut hak2 kita, kita tidak
boleh tinggal diam di saat manusia dengan wajah tanpa dosa membantai 9
milyar sesama binatang tiap tahunnya."

"Aku juga tidak mengerti Kucit, dengan kepandaian mereka, sudah semestinya
mereka bisa menciptakan daging2 sintetis yang tak kalah enaknya dengan
daging2 kita ini. Mungkin dengan mendomestikasi kita, mereka masih tetap
berharap melestarikan status quo mereka sebagai penguasa alam, bukannya
sebagai bagian dari alam."

"Hah Paman ini, teologi harapannya terus yang dikemukakan. Akuilah Paman,
the truth is sometimes hurt. Memang menyakitkan untuk mengakui bahwa kita
ini di bumi, sesama binatang saling membunuh satu sama lain. Piramida
Kehidupan katanya. Tapi justru itulah tantangannya Paman Sapi, kita harus
melawan takdir kuno itu. Semua binatang harus bisa hidup hanya dari
tumbuh2an. Kau tidak lihat buktinya Paman, Si Meong, kucing liar kudisan di
bukit Kampial sana. Seharusnya dia Carnivore, pemakan daging. Tapi toch kalau
terpaksa dia bisa makan nasi, dan nyatanya hidup sampai sekarang. Kalau
masalah dia kudisan, lha itu salahnya sendiri, wong gak pernah mandi"
Sapi tertawa terbahak2..., sampai perutnya kembang kempis, Kucit ikut
meringis. Suasana sudah menjadi begitu cair, Kucit sudah tenang
sekarang. Sapi pun kelihatannya malah sekarang harus mengakui kehebatan
retorika babi kecil itu.
Tiba2 terdengar suara bedug
bertalu2...Dug...dug...dug...dugdugdugdug...dug....dug...dug...dug...Kucit kaget
setengah mati, dia langsung berdiri dan bersiap2 lari sekecang2nya. Sapi
langsung menghadangnya.....
" Tenang..tenang...itu suara bedug dari Masjid Ibnu Batutah, mereka mau sholat
Subuh. Sebelum terang ayo ikut Paman ke tempat yang aman, kamu pasti akan
selamat di sana, tapi dengan syarat, jangan sampai kamu keluar siang.

49
Janji...???!!!!"
'' Ya deh aku janji, yang penting aku selamat Paman."
Mereka berjalan keluar dari Pura Jagatnata, beriringan seperti bapak
dan anak, sementara langit Nusa Dua sudah mulai berwarna semburat
kekuningan, tanda mentari akan sebentar lagi menyapa makhluk bumi.

NB : 1. Kucit berarti Babi Kecil dalam Bahasa Bali


2. Kompleks Puja Mandala adalah kompleks 5 tempat
peribadatan di bukit Kampial Nusa Dua.

50
Revolusi Mata Hati

" Kawan2, dalam semangat kebebasan dan kebersamaan, marilah kita


kepalkan tangan kita ke atas dan berteriak merdeka, sekaligus sebagai tanda
dibukanya rapat singkat malam ini"
Ruangan riuh, pimpinan rapat, seorang pemuda berbadan gempal, berambut
kriting dan berkulit hitam segera memberi aba2.................
"Satu, dua, tiga...."
" Merdeka..................!!!!!"
Hampir 200-an pemuda dan anak2, pria dan wanita berjubel di tempat kecil itu.
Suasana pengap namun begitu cair, dingin cuaca menambah kedekatan satu
sama lain. Mereka lesehan membentuk lingkaran, di tengah2 lingkaran,
setangkai mawar merah dengan beberapa helai daun yang masih berwarna
hijau tua berdiri tegak menawarkan cinta dan persahabatan. Serta kain putih
panjang bertuliskan :

*
Follow every rainbow, till you find your dream
A dream that will need all the love you can give
Every day of your life for as long as you live...

Pimpinan Rapat :" Kawan2 senasib serasa, kita berkumpul di sini, mencoba
mencari jalan keluar terbaik atas nasib bumi. Semakin ke depan, bumi
bukannya semakin baik, tetapi malah semakin kotor oleh perbuatan manusia.
Kita memang belum lama dilahirkan, banyak yang belum kita tahu, dan kita
masih perlu banyak belajar. Tapi satu hal pasti kita tahu, kita berhak
menentukan masa depan kita sendiri. Jika keadaan seperti sekarang ini
berlanjut, masa depan kita terbelenggu oleh kegelapan, setan2 semakin berani
berkeliaran dan memakai jubah kebaikan. Dan mau tidak mau kita harus
mengakui, itu masa depan kita kawan-kawan. Silahkan...tanggapan dari
kawan2.."

Delegasi Aceh : "Permasalahan yang kita hadapi sangat kompleks Kawan2


semua. Tapi kalau kita tilik dari sejarah peradaban manusia, sudah menjadi
sunnatullah (hukum alam) bahwa kesejahteraan bangsa di dunia ini digilirkan.
Jadi..."

Delegasi Rusia : " Interupsi...., kawan..., kau bilang kesejahteraan itu digilirkan.
Dari mana kau ambil kata2 itu, kenyataannya adalah kesejahteraan diambil
atau bahkan dirampas dari manusia satu untuk kesejahteraan manusia lain. Itu
sangat berbeda dengan penggiliran. Dan kalau kita masih waras, kesejahteraan
itu hak semua manusia, bukan hak sebagian kecil manusia."

Delegasi Iran : " Aku sependapat denganmu kawan dari Rusia. Manusia dari
dulu sampai sekarang, dari berbagai suku, agama, ras, selalu mengatakan
bahwa tujuan diciptakan manusia adalah rahmat bagi alam semesta, tetapi
kenyataan berbicara lain. Kehadiran kita justru sering menjadi malapetaka buat
alam dan penghuninya."

Delegasi Gabon : " Kawan, aku rasa wacana penggiliran kesejahteraan ini tidak
mengena pada substansi rapat kita malam ini. Yang harus kita pahami

51
bersama adalah bahwa bumi ini akan dititipkan kepada kita, dan yang nantinya
akan kita teruskan kepada anak cucu kita. Permasalahannya adalah apakah
titipan itu akan dengan baik sampai kepada kita, sehingga kita suatu saat akan
dengan baik pula meneruskannya kepada anak cucu kita."

Delegasi Lithuania : " Jawaban atas pertanyaanmu sudah jelas kawan dari
Gabon, kita akan mewarisi dunia yang carut marut. Yang oleh orang tua kita
telah dibelok2an seperti benang kusut. Dan kita sebagai generasi penerus, tidak
punya pilihan lain, kita harus menuntut."

Delegasi Rusia : " Dunia sudah gila kawan, planet kita yang biru dan subur ini,
masih saja ribuan orang mati tiap harinya karena kelaparan. Kelaparan yang
terstruktur, kemiskinan yang sengaja dibuat. Jauh lebih banyak dari kematian
2000 an manusia di New York karena ulah biadab teroris itu. Dan yang
memerangi teroris pun tak kalah biadab, hanya menggunakan isu teroris untuk
kepentingan sendiri. Menguasai dunia dan sumber2nya. Mereka bisa ongkang2
di istana dan tanah2nya yang luas, sedangkan atas ulah mereka ribuan orang
membeku di tenda2 sementara, kekurangan makanan dan selimut hangat di
musim dingin."

Delegasi Malaysia : " Engkau benar kawan, perang melawan terorisme, perang
yang patut ditertawakan. Apakah mereka jujur dengan menyebut bangsa kami
teroris, bukankah bangsa2 utara itulah yang dari dulu teroris, bahkan sekarang
pun masih menyebarkan kematian dan teror di negara2 kami. Kapitalis2 itu
selalu berprinsip "Bersama kami atau melawan kami", dan kawan2 pun sudah
tahu pasti bahwa kata2 "bersama kami" sama dengan "melayani kami".
apakah mereka kira bahwa sistem mereka yang terbaik. Sistem itu tidak ada
yang sempurna kawan, norma itu relatif sahabat. Bukankah bangsa2 dari
Utaralah yang sejak dulu menjajah dan merampok kekayaan bangsa selatan,
memperkosa hak2, dan dengan enaknya pergi tanpa pernah meminta maaf
sama sekali. Tujuan mereka sudah jelas, menguasai. Siapapun yang menentang
dihabisi. Sekarang mereka lebih menyebut kalangan Islam sebagai lawan,
padahal perang ini bukanlah perang melawan Islam apalagi terorisme, tapi
perang antara yang mau mendominasi dan yang tidak mau didominasi.
Hegemoni bangsa Utara sudah waktunya dihentikan. Semua bangsa berhak
menentukan nasibnya, siapakah bangsa Utara yang merasa berhak mengatur
bangsa Selatan."

Delegasi Vatican :" Aku setuju kawan, suatu saat jika Islam telah hancur,
kekuatan apapun yang mencoba menyaingi atau berkata tidak atas kekuasaan
bangsa Utara, pastinyapun akan dihancurkan"

Delegasi Cina : " Tapi permasalahan ini tidak hanya masalah Utara dan Selatan,
Barat dan Timur. Lebih jauh dari itu, penguasa2 tiran ada di semua negara.
Tidak hanya bajingan global yang ada, tetapi bajingan lokal pun tak kalah
banyaknya."

Delegasi Palestina : " Maaf kawan, agenda utama kita haruslah masalah
Palestina. Karena kalau masalah Palestina tidak diselesaikan, itu akan menjadi
dosa sejarah yang akan kita tanggung. Tahun 1948, kami telah diusir dari tanah
air kami sendiri, kemudian kami pun harus terusir dari barak2 pengungsi.

52
Bukankah bangsa manusia sudah sepakat, bahwa penjajahan itu haram, dan
tak bisa dilegalisasikan dengan alasan apapun. Tapi penjajahan Israel atas
Palestina benar2 di luar batas, tidak hanya tanah kami yang diambil, tetapi juga
kebebasan kami, akses ekonomi, bahkan hak kami untuk tersenyum pun sudah
tiada lagi. Dan penjajahan atas kami justru mendapat dukungan dari negara
superpower, dan kami yang berjuang menuju kemerdekaan justru disebut
teroris. Demikianlah kawan2, sejak dulu ketika bangsa terjajah ingin merdeka,
selalu digembar-gemborkan propaganda bahwa perjuangan itu salah dan tak
berprikemanusiaan, padahal siapakah yang tidak berprikemanusiaan, yang
menjajah atau yang dijajah...?. Kau di sana, bangsat Israel, seharusnya tidak
ada delegasi Israel di forum yang dinafasi kemerdekaan dan kebebasan ini."

Delegasi Israel : " Kawan, berpikirlah lebih jernih, engkau bilang begitu karena
engkau belum mengenalku, aku sendiri tidak setuju akan kebiadaban bapakku,
engkau kira aku senang ketika melihat saudara2ku menangis karena
ketakutan, kelaparan dan kehausan, sedangkan aku duduk nyaman di depan
televisi, makan enak dan tidur di kasur empuk. Kami sudah cukup bersalah
ketika mengusirmu dari tanah kalian dulu, dan kalian sudah cukup baik dengan
tidak mengungkit2 itu. Kami tahu bahwa keinginan kalian hanyalah merdeka
dan hidup berdampingan. Seharusnya negara Israel pun tidak pernah ada,
tetapi karena kemurahan manusia Palestina lah negara Israel ada. Kami kaum
muda, berjanji untuk membuat hubungan kami dengan kalian menjadi
hubungan yang sepadan, dan sebagai rasa tanggung jawab kami sekaligus
sebagai wujud rasa bersalah, kami berjanji untuk membantu kalian sekuat
tenaga untuk bisa sejahtera."

Delegasi Palestina :" Mulut manis, hanya bicara tapi tak pernah ada buktinya,
kami sudah kenyang dengan janji2 kalian sejak perjanjian Oslo. Pimpinan rapat,
saya minta dengan hormat agar delegasi Israel dikeluarkan dari forum ini."

Mata delegasi Palestina sudah merah menyala, seakan2 hendak menerkam


mangsa. Mencoba berdiri dan menghampiri delegasi Israel. Beberapa delegasi
akhirnya memegangi bahu delegasi Palestina agar tidak terjadi keributan yang
lebih parah. Pimpinan delegasi segera mengetukkan palunya.

Pimpinan Delegasi : " Tenang kawan2....saya mohon untuk tetap menggunakan


kepala dingin dalam forum ini."

Delegasi Australia : " Kawan, kita jangan terkotak2 seperti ini, saling curiga di
antara kita, dengan segala alasan. Perang peradaban kita saat ini sengaja
diciptakan, karena tidak ada yang berkuasa kalau tidak ada yang dikuasai.
Hubungan dunia utara dan selatan adalah hubungan tuan dengan buruh.
Hubungan antara Barat dan Timur adalah hubungan antara yang mau
mendominasi dan yang akan didominasi. Tapi yang kawan harus sadari, kita
tidak bisa pukul rata. Banyak di antara manusia2 Barat juga sadar bahwa tata
dunia kita sekarang ini carut marut, perlu diperbaiki. Tak sedikit manusia2
Utara merasa perlu untuk memperjuangkan manusia2 dari Selatan. Justru di
forum seperti ini kita bertemu, untuk membangun kesadaran bersama, bahwa
penindas ada di mana2 tak perduli bangsa, agama, ras atau embel2 apapun
yang dia miliki. Dan penindas2 itu harus kita lawan bersama2"

53
Delegasi Ethiopia : " Di saat satu negara bingung melawan obesitas
(kegemukan), negara lain kekurangan makanan, kalian tahu, kami cuma
makan kubis2 liar dari semak2 itu tiap harinya, itupun tidak selalu ada. Tetapi
ketika kami meminta bantuan, kalian bilang itu hanya kesalahan kami.
Kesalahan bangsa bodoh yang tak mampu menghidupi diri sendiri. Tapi kalian
harus juga tahu, ini fenomena global kawan, jika kau mengotori langit, langit
kamipun terkotori. Jika kau melubangi ozon, panasnya bumi pun kami ikut
merasakan. Kalian bisa bersenang2 tetapi kami menerima akibat dari
perbuatan kalian. Segelintir ada yang mengulurkan tangan, tapi uluran dari
negara kalian pun datang dengan setengah hati, membantu kalau sudah
kelaparan kami mewarnakan kematian. Itupun harus dikompas sana-sini oleh
birokrat2 kami."

Delegasi Uni Eropa : " Kami cukup bersedih atas penderitaanmu kawan, karena
bapak2 kami juga yang mengotori langit biru kita itu. Tetapi negara2 kami
sudah menandatangani protokol Kyoto, kami akan mengurangi emisi gas
rumah kaca."

Delegasi AS :" Ya, aku akui, picik pikiran bapak2ku, berpikir keuntungan sesaat
dengan tidak menandatanganinya, sehingga industri2 mereka tetap eksis dan
untung besar. Padahal mereka dengan sadar-sadar telah menciptakan kiamat
buat bumi kita."

Delegasi Sierra Leone : " Kemewahan2 negara kaya sering menebarkan derita
di negara dunia ketiga. Cincin2 berlian yang orang2 kaya gunakan membiaskan
darah2 kami, terpotongnya tangan dan kaki kami, terbunuhnya bapak, ibu, dan
saudara kami. Aku menuntut perhatian para pemakai berlian atas tumpahnya
darah di tanah kami"

Delegasi Chili : " Kawan, presiden kami yang begitu baik pun, Salvador Allende,
digulingkan. Sederhana juga kawan, karena dia bilang tidak pada AS. Berani
menasionalisasi semua kekayaan negara untuk kesejahteraan rakyat banyak,
dan jelas perusahaan2 besar AS yang mengeruk kekayaan Chili kebakaran
jenggot. Dan dengan gampangnya mengotaki rejim militer yang represif dan
culas."

Delegasi AS :"Kawan, jangan kira nasibku lebih baik, mereka bilang negaraku
menggunakan asas demokrasi, tetapi kenyataannya oligarki. Kekuasaan
hanyalah milik orang2 bermodal tinggi. Perbudakan modern masih merajalela.
Mereka mau membentuk kekaisaran Amerika Utara, setelah Eropa Barat yang
sudah ompong tak punya gigi lagi, mereka mau mengganti posisi itu, sebagai
penguasa dunia, pemerkosa budaya lokal, dan penjahat yang memaksakan
budaya dan sistemnya kepada setiap manusia di seluruh dunia. Dan jangan kira
kesejahteraan itu milik semua orang, lebih dari 25 juta penduduk AS hidup di
bawah garis kemiskinan, ratusan ribu tak punya rumah, jutaan tak punya akses
kesehatan yang cukup."

Delegasi Qatar : " Doktrin Machiavelli sudah menjadi agama bagi kebanyakan
politikus, altruisme sudah dibuang di pojok2 sejarah."

Delegasi Cina " Aku diajari atheist, tidak mempercayai Tuhan, tapi sebagai

54
gantinya aku disuruh menyembah Mao Ze Dong. Menyembah manusia yang
telah mengakibatkan kelaparan yang mengakibatkan 20 juta orang mati hanya
karena idealismenya yang kelewatan."

Delegasi Arab Saudi : " Kawan, negaraku kaya minyak, tapi seluruh minyak
hanya untuk kekayaan monarkhi tak berbudaya itu, yang hanya bisa membuat
harem, memperlakukan perempuan sebagai budak seks semata, dan
menggunakan kekayaan nasional untuk memenuhi rekening2nya di bank2
Swiss. Raja2 itu adalah warisan sejarah yang perlu dibasmi."

Delegasi Brunei : " Seharusnya kekayaan alam dipergunakan untuk


kesejahteraan rakyat dalam jangka panjang. Bukan digunakan untuk hura2 raja
dan hulubalangnya. Nasib kami Kawan, beberapa dekade lagi, ketika kekayaan
alam sudah habis, maka kami akan menjadi pengemis. Sejak kapan pula
mereka merasa berhak memerintah kami, menguasai kekayaan alam,
membangun istana seribu satu malam. Aku setuju usulmu Kawan, para raja2
itu harus dibasmi."

Delegasi Korea Utara : " Kawan, aku dibiarkan kelaparan oleh keluarga Kim
bangsat itu, kedinginan dan terisolir. Lebih memikirkan senjata dan jumawa
daripada kesejahteraan rakyatnya, psycho yang narsis dan perfeksionis."

Delegasi Afghanistan : " Kawan, mereka menjual senjata kepada musuh, untuk
kemudian musuh itu diperangi lagi, sungguh gila, Logikanya dimana...?, hanya
segepok uang kawan. Menciptakan perang agar senjata laku dijual. Mereka
yang berteriak2 menentang senjata pemusnah masal, justru merekalah
pengekspor utama senjata2 itu. Kawan2 pasti sudah tahu, 90 % senjata justru
diproduksi dan dijual oleh negara2 besar seperti AS, Prancis, Russia, dan
Jerman. Sedangkan, disaat yang sama mereka melarang setiap negara yang
mau memproduksi senjata. Hal ini harus diubah kawan, kita harus berubah
paradigma. Kita, manusia membuat senjata, oleh karena itu, senjata tidak
berkuasa atas manusia"

Delegasi Sudan : "Menyedihkan memang kawan, di mana hati mereka yang


dengan suka rela dan bangga menciptakan alat2 untuk membunuh sesama.
Tidakkah mereka tahu, bahwa nyawa walaupun satu, itu berharga dan harus
dihormati keberadaannya. Setiap hari ribuan manusia menjemput kematian di
ujung peluru, seakan tidak ada harganya nyawa2 itu."

Delegasi Jepang : "Sudahlah kawan, forum ini jangan malah digunakan untuk
curhat, semua negara punya masalah masing2. Kalau forum ini hanya
digunakan untuk curhat, seminggu lagi pun belum selesai. Satu yang pasti
Kawan2....,Orang2 Tua itu harus kita gulingkan, yang masih menganggap bahwa
ras, suku, agama itu lebih penting daripada perbuatan, yang beragama hanya
dari ritualnya, yang mementingkan harta dan kekuasaan daripada
kesejahteraan anak cucunya, kau bisa sebut semua kesalahan mereka, tapi
yang paling penting mereka tidak pantas lagi memimpin kita, kita gulingkan
mereka atau kalau perlu kita penjarakan dan kita tatar sampai sadar"

Delegasi Filipina : "Setuju kawan, mereka seolah2 merasa lebih tahu tentang
dunia, menganggap dunia adalah pengetahuannya. Dan kita dipaksa untuk

55
percaya, tapi mana mungkin kita mempercayainya, kalau hasil dari didikan
mereka adalah dunia kita ini yang tak berbudaya, bukannya beradab tetapi
penuh manusia biadab.

Delegasi Cina : "Kita akan menggulingkan bapak2 kita, ibu2 kita, paman2 kita,
kakek2 kita, dan semua yang menentang ide2 ttg persamaan hak dan
kewajiban warga negara dunia"

Delegasi Indonesia : "Kalau mereka melawan.., bagaimana..?"

Delegasi Kuba : "Ini perang kawan, yang melawan harus kita bantai, tidak ada
gunanya lagi punya orang2 tua yang justru menyengsarakan masa depan
anak2nya"

Delegasi Pantai Gading : "Dengan kekuatan kita bersama, kita akan singkirkan
orang2 tua yang kurang ajar itu dari percaturan dunia. Kini sudah saatnya, tata
dunia baru yang benar2 baru, bukan hanya retorika."

Delegasi India : " Tetapi sebisa mungkin kita menggunakan cara yang elegan,
menggulingkan mereka dan kita sadarkan"

Delegasi Kuba : "Tidak bisa kawan, perjuangan ini mau tidak mau harus dengan
kekerasan, percayalah padaku, bahwa dengan cara elegan, mereka tidak akan
bergeming. Kau sadarkan pun mereka tak akan mau sadar, nafsu binatang
mereka adalah nafsu yang sudah mengakar dan mendarah daging, tidak akan
sembuh sebelum mereka mati."

Delegasi Tibet : "Kawan, sebaiknya kita harus berpikir jernih, jangan sampai
tujuan mulia kita, justru kita capai dengan cara yang tidak mulia. Pembunuhan
dengan alasan apapun tetaplah tidak bisa dibenarkan. "

Rapat ribut, masing2 punya pendapat sendiri mengenai bagaimana revolusi ini
akan dijalankan, forum terpecah menjadi dua kubu, yang menginginkan revolusi
radikal dan menginginkan revolusi elegan. Ternyata yang mendukung revolusi
radikal lebih banyak, dan itu membuat pendukung revolusi elegan bersedih hati
dan akhirnya walk out.

Delegasi India : "Kawan, aku di sini mewakili mata hati, revolusi kita tak akan
berarti jika hasil dari revolusi ini justru membawa ketakutan dan kehancuran
peradaban. Kau ingat betapa Mahatma Gandhi dan Martin Luther King tercatat
sebagai pejuang terhebat sepanjang masa, karena kelihaian mereka
memainkan politik tanpa kekerasan. Memang revolusi elegan lebih
membutuhkan kesabaran dan permainan taktik, tapi bagiku kawan, itulah jalan
terbaik. Jika kalian semua memilih jalan radikal, saya akan keluar dari forum
ini. Aku tak ingin sejarah menulis darah."

Beberapa dari delegasi juga memutuskan untuk keluar dari forum, mau
kembali ke negara masing2. Forum semakin ribut tidak karu2an. Karena tanpa
kekompakan, gerakan revolusi global ini hanyalah omong kosong belaka.
Sebagian besar delegasi yang masih dalam ruangan kebingungan, tanpa
kawan2 yang walk out, rapat ini bisa dibilang kurang representatif. Selain

56
kurang representatif, jalannya revolusi pun akan setengah2 karena tidak
berlaku di seluruh negara. Setelah diskusi cukup lama, akhirnya delegasi yang
walk out diminta untuk kembali, karena memang harus ada perubahan strategi.

Pimpinan Delegasi : " Terima kasih atas kesediaan kawan2 semua untuk
kembali lagi dalam forum ini. Setelah berdiskusi lagi, sebagian besar delegasi
juga lebih menyetujui revolusi elegan."

Delegasi Kuba : " Socialismo o muerte.....Sosialisme atau mati...........Sosialisme


itu jawaban kawan, percayalah padaku. Tetapi jalan menuju ke sana berliku dan
penuh tajamnya kerikil dan batu. Tapi jangan pernah menyerah, karena Tuhan
bersama para pemberani. Kami berani bilang tidak atas kekuasaan AS, dan
kami tahu resikonya. Diisolir habis2an, akses ekonomi di tutup, tapi kami tetap
bertahan. Pendidikan tetap gratis buat anak2 Kuba, bahan pokok masih sangat
murah untuk rakyat biasa, pengobatan gratis untuk semua warga negara. Kami
memang tidak kaya, tapi kami tidak mau menukar idealisme kami hanya untuk
mobil2 mengkilap, atau rumah2 mewah. Kami berbagi suka dan duka bersama.
Tapi apa yang kami dapat dari koran2 kapitalis itu, hanya cacian dan hinaan,
tapi percayalah kawan, kami tidak akan bergeming. Bersama presiden Castro
kami yang tercinta, kami akan menghidupkan negara sosialis yang ideal. "

Delegasi Selandia Baru : "Dalam banyak hal aku setuju denganmu Kawan dari
Kuba. Tetapi harus kita ingat, bahwa tidak semua yang bermulut manis selalu
mengeluarkan madu. Lenin fasis, Mao Ze Dong fasis, Musollini fasis, Stalin fasis,
bahkan Castro pun sekarang cenderung fasis. Ketika berhadapan dengan nafsu
manusia, ideologi kadang tidak menentukan lagi Kawan2. Tetap harus ada
check and balance dalam pemerintahan. Aku setuju bahwa sosialisme adalah
sistem yang harus kita gunakan, tetapi aku tidak setuju sama sekali jika jalan
kedidaktoran digunakan untuk menuju masyarakat sosialis. Demokrasi harus
tetap berjalan beriringan dengan sosialisme. walaupun negara2 kaya tak
pernah mengakui bahwa mereka memakai sistem sosialis. Dalam
kenyataannya sistem mereka adalah sosialis, walaupun dengan munafiknya
menyebut sistem itu welfare state. Yang masih kita perlu lakukan dalam skala
global adalah mentransformasikan welfare state atau sosialisme itu dalam
hubungan antar semua negara di dunia ini. Jadi kesejahteraan satu negara
tidak bertumpu di atas penderitaan negara lain.

Delegasi Malaysia : " Benar Kawan, Kami di Malaysia percaya akan globalisasi,
karena dunia memang tidak bisa menghindari panggilan masa depan itu. Tapi
globalisasi bukan berarti perekonomian yang dikuasai oleh segelintir orang atau
segelintir kaum ataupun segelintir bangsa. Globalisasi juga berarti transformasi,
jika engkau negara kaya, engkau juga harus membuat negara lain kaya, jangan
malah memerahnya. Dan jalan globalisasi tidak selalu harus sama, semua
negara berhak menentukan jalannya sendiri2. Memang tidak semua negara
dikuasai oleh orang2 yang tepat, tapi jika memang begitu, itu bukan alasan juga
untuk menguasai negara itu. Percayalah pada kekuatan rakyat, perkuat mereka
kalau kau memang mau membantu, karena mereka sendiri yang akan
menggulingkan kekuatan2 saudara2 sebangsa yang serakah dan tamak itu.

Delegasi Iran : " Aku setuju pendapat kawan dari Malaysia, tidak ada sistem
yang benar2 sempurna, semua saling melengkapi. Yang paling penting adalah

57
bagaimana kita menghormati satu sama lain"

Delegasi Ghana : " Kalian boleh bilang bahwa globalisasi itu diperlukan, tetapi
globalisasi yang kalian perjuangkan lebih banyak globalisasi barang, sedangkan
manusia dikecualikan dari globalisasi. Kalau boleh, aku menamakannnya
globalisasi setengah hati. Semua negara diharuskan membuka lebar2 batas
negaranya untuk barang2 dari luar negeri, tetapi di saat yang sama menutup
rapat2 untuk manusia yang mencari penghidupan. "

Delegasi Venezuela : " Setuju, globalisasi harus benar2 menyeluruh, dan bukan
ditentukan oleh interpretasi globalisasi sebagian negara kaya. Globalisasi
komoditi, informasi, ekonomi, budaya, dan globalisasi manusia. "

Delegasi Indonesia :" Kawan, kami dicekoki oleh kurikulum2 sejarah


menyesatkan, bajingan yang membantai ratusan ribu saudara2ku yang
dianggap komunis itu telah menjadi pahlawan2 suci di buku2 kami. Dan sejak
kesuciannya itu, kami dibungkam dan dikebiri, dihibernasi oleh dogma2 tak
berarti. Sedangkan dengan sadar di saat yang sama, pulau2 kami yang beribu2
itu telah dirampok dan disedot oleh manusia2 serakah itu, tentu saja dengan
bantuan tangan bangsa2 utara yang datang atas nama globalisasi. Negara kami
penuh petualang politik sejati. Dan kini banyak yang mendukung pembentukan
negara berdasarkan agama"

Delegasi Mesir : " Kawan, sejak kapan pula dalam sejarah dunia ini ada negara
maju berdasarkan agama...? Tapi orang2 tua kita memang pandai berkhayal,
romantisme masa lalu yang tak masuk akal pun dipaksakan untuk diterapkan
di jaman ini."

Semua delegasi melirikkan matanya ke delegasi Indonesia dan delegasi Mesir,


gedeg juga melihat delegasi Indonesia yang mulai curhat, gedeg melihat ada
juga yang menanggapi curhat itu, jaka sembung bawa golok (udah nggak
nyambung...guoblok) padahal tadi sudah diputuskan untuk membahas
masalah2 yang lebih substansial. Curhat hanya akan menghabiskan waktu yang
memang singkat ini.

Delegasi Irak : " Kawan, kapan transformasi itu terjadi..? Kita tak bisa
menunggunya kawan, sekarang atau tidak sama sekali."

Delegasi Chili: " Kawan, jangan menunggu lagi, momentum harus kita ciptakan.
Dunia sudah bosan dengan tata dunia yang sekarang, mari kita buat tata dunia
baru yang sosialis demokratis. Kita bubarkan seluruh negara2 di dunia, kita
bubarkan PBB, dan mari kita bentuk satu negara, Perserikatan Bumi. Tidak
akan ada lagi batas2 yang irrasional, bumi adalah tempat tinggal kita bersama,
dan mari kita bekerja keras menuju kesejahteraan bersama. Kita butuh ribuan
pemimpin muda yang progresif, revolusioner, pluralis, humanis, egaliter, altruis.
Karena apa yang kita lakukan sekarang, adalah masa depan anak cucu di masa
mendatang. Baik buruknya dunia di tangan kita, anak cucu kita yang bisa
menilainya. Kobarkan Revolusi..........!!!!!!!!!!!!!!!"

"Setuju.................!!!!!!!!!!!!!!!" suara bersama menggaung, memantul, sahut


menyahut, beberapa dari delegasi terlihat meneteskan air mata haru.

58
" Merdeka..., merdeka...., merdeka...., merdeka.....!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!"

Forum menjadi riuh rendah oleh teriakan, pimpinan forum akhirnya


mengetukkan palu tiga kali untuk meminta forum tenang.

Delegasi Zimbabwe : " Kawan, maaf aku tak bisa membaca, tapi dari analisa
kawan di sebelah sana tadi..."
Delegasi Chili : " Aku dari Chili."
Delegasi Zimbabwe : " Terima kasih, ya dari analisa kawan dari Chili tadi, tiada
kata lain yang kita perlukan adalah revolusi. Mugabe2 bangsat ternyata tidak
hanya ada di negaraku, tetapi hampir di semua kolong bumi. Dan revolusi harus
dilakukan sekarang, atau tidak sama sekali. Kelaparan tak mampu menunggu
hitungan jam apalagi hari, tangis tak patut kau biarkan terjadi berhari-hari.
Kematian sia2 tak boleh kita biarkan setiap detik terjadi."

"Setuju..., Setuju..., Merdeka...., Hidup Rakyat...!!!!!!!!" Forum kembali lagi riuh


rendah oleh teriakan. Pimpinan rapat segera mengetukkan palunya.

Pimpinan Rapat : " Kalau tidak salah aku mencermati, secara aklamasi kita
memutuskan untuk mengadakan revolusi, dan revolusi yang kita pilih adalah
revolusi elegan, revolusi tanpa kekerasan. Masing2 negara punya penindasnya
masing2, kita turunkan mereka. Dan harus kita lakukan secepatnya, karena
bumi tidak mampu menunggu lagi. Tapi sebelumnya mari kita menyanyi sebuah
lagu untuk merayakan semangat kebersamaan kita. Bagi yang belum hafal
teksnya bisa dibaca di layar sebelah sana"

Pimpinan rapat mengambil sebuah gitar akustik.............Mereka menyanyikan


himne bersama2, suasana hingar namun khusuk......

**
Am
Bertanya sama-sama
Am
Belajar sama-sama
G Am
Kerja sama-sama

Am
Semua orang itu guru
Am
Alam raya sekolahku
G Am
Sejahteralah bangsaku 2x

Pimpinan Rapat : " Kawan, kita mempunyai waktu seminggu sebelum hari yang
telah kita tetapkan untuk merubah wajah bumi, konsolidasikan seluruh
kekuatan kawan2 muda dan anak2 di seluruh penjuru mata angin, dan jika kita
bersatu, tak ada yang mampu mengalahkan kita. Negara2 akan tinggal sejarah,
bumi adalah satu. Mari menangis dan tertawa bersama2. Mari menulis
lembaran sejarah baru bersama2. Dimanapun Kawan2 muda tinggal, turunkan

59
pemimpin2 diktator, turunkan orang2 tua yang sok tahu dari jabatan publik,
bubarkan semua institusi yang menginjak2 hak2 makhluk hidup. Sandi Revolusi
kita adalah Mata Hati, Revolusi oleh Pewaris Bumi Yang Perduli, Untuk Semua
Penghuni Bumi Tak Terkecuali. 7 hari dari sekarang, tepat jam 00.00 Greenwich
Mean Time (GMT), kita melakukan coup serentak di seluruh bagian bumi."

Palu diketukkan tiga kali. Tepuk tangan membahana, semangat menyala2.


Dalam sekejap, semua delegasi telah dikembalikan ke negaranya masing-
masing. Jibril tersenyum, forum yang diprakarsainya menghasilkan
kesepakatan menggembirakan. Sumpahnya dulu untuk tidak kembali ke bumi
ternyata harus dicabut. Tugasnya masih banyak di bumi, bumi butuh nabi2 baru,
nabi yang lebih rasional dan jauh memandang ke depan. Nabi yang tidak
merengek2 pada Tuhan, Nabi yang mencari Tuhan dengan otaknya bukan
dengan hatinya. Nabi yang memimpin rakyat dengan demokrasi, bukan dengan
keabsolutan hirarki. Nabi2 wanita, Nabi2 pria. Nabi2 manusia biasa, tanpa
mukjizat apa2. Bukan keturunan dewa, apalagi keturunan Jawa, Arab, Yahudi,
India, Eropa, atau keturunan bangsawan jumawa. Tidak mengaku berbangsa,
selain bangsa manusia. Nabi yang benar2 nabi, membangun makhluk semesta
menuju kebahagiaan sejati.

(* =thanks to "Sounds of Music")


(* * thanks to Iskra Ismaya Taring Padi for his song)

60
Keluarga Pelangi

"Pa, mau ke gereja dulu ya, misa hari ini Anton harus berangkat agak pagian,
soalnya jadi putra altar", Anton pagi2 sekali sudah berpakaian rapi.
" Papa anterin aja, Papa sekalian mau ke masjid, ada khataman Quran, kan
sekali jalan"
"Carla juga mau dianterin dong Pah, hari ini ada ekskul ballet di sekolah."
" Oke deh, cuman ada syaratnya, Papa minta dikenalin ama yang nganterin
Carla kemarin itu, pacar baru lagi ya....?"
"Ah Papa, masa' syaratnya gitu sih, gak ada syarat lain apa"
"Abisnya hampir tiap bulan ganti, Papa kan musti lihat2 dong calon menantu
Papa" Carla langsung menghambur ke pundakku, dicubitnya punggungku.
"Papa nakal ah......!!!!"
Carla, Ida Ayu Carla Amelia Putri Utami nama lengkapnya, aku tidak tahu apa
itu nama yang bagus untuk anakku itu. Tetangga bilang, nama itu terlalu tinggi
untuk dia, apalagi memakai nama kasta ksatria Ida Ayu. Tapi aku tidak percaya
akan takhayul itu, bagiku semua orang berhak punya nama yang bagus2. Tapi
masih saja mereka sering mengingatkanku akan resiko nama itu, jika yang
punya nama tidak kuat, bisa2 dia sakit2an atau sifatnya nggak karu2an. Aku
anggap angin lalu saja, biarlah mereka ngomong sampai berbusa mulutnya,
nama sudah aku berikan dan tidak akan aku cabut.

Aku mengambilnya dan mengangkatnya di saat dia berumur 1 tahun, dia diberi
nama oleh orang tua aslinya Koncreng, nama yang sungguh aku sendiripun tak
ingin mendengarnya. Sumpah waktu pertama kali mendengarnya pun, aku ingin
tertawa. Koncreng itu di Bali punya konotasi yang cukup negatif, wanita
simpanan begitu bahasa sederhananya. Atau Sephia dalam kamus Bahasa
Indonesia modern. Aku dengar selentingan memang, kalau Carla adalah anak
gelap dari gundik kepala desa, tetapi aku tidak perduli. Aku lebih percaya
bahwa lingkungan lebih punya andil besar dalam membentuk kepribadian
seseorang. Ida Ayu sengaja aku tambahkan di depan namanya untuk
menunjukkan bahwa dia adalah putri Bali, putri pribumi, yang aku harap kelak
mampu tegak dan menjadi seseorang yang mengubah sistem2 mandul dengan
sistem sosial yang egaliter dan konstruktif. Walau secara resmi dia lahir dari
kasta sudra atau bahkan mungkin paria, tetapi aku mencoba menghapus salah
kaprah itu. Kasta itu hanyalah sebutan, walaupun kau anak pedanda atau
pendeta tetapi jika pekerjaanmu berdagang, maka kamu seharusnya memakai
nama2 Waisya. Sebaliknya walaupun kau lahir dari rahim kuli bangunan, tapi
jika kau mendalami agama dan menjadi pendeta, maka kau layak memakai
gelar2 Brahmana. Dan kasta sama sekali tak mempengaruhi kualitas
seseorang dalam masyarakat.

Antonius Santoso, anak angkatku yang satu lagi, adalah seorang yang sangat
rajin beribadah, setiap malam menjelang tidur, tak lupa dia selalu berosario ria
dalam gelap. Kamarnya dipenuhi oleh patung2 Tuhan Yesus dan gambar Bunda
Maria. Aktif sekali di gereja, dan juga aktif di Mudika (Muda-Mudi Katolik).
Walaupun dia lebih memilih konsep ketuhanan yang cukup konservatif, dia
seorang yang sangat humanis, nilai2 pengorbanan Tuhan Yesus dihayatinya
benar2, apalagi kalau di rumah, walaupun sedang sesibuk apapun atau secapek
apapun, kalau ada yang meminta tolong, dia langsung bergegas. Kadang2 aku
khawatir, Anton terlalu baik dengan orang, bahkan yang belum dikenalnya

61
sekalipun. Mudah2an saja tidak ada yang memanfaatkan kebaikannya itu. Aku
bertemu dengannya secara tidak sengaja, mungkin sudah tertulis di Lauh
Mahfudz pertemuan kami itu. Waktu itu aku jalan2 di kota, membeli
perlengkapan lebaran. Tiba2 mataku terantuk oleh pemandangan tak biasa,
seorang anak kecil berpakaian compang camping sedang duduk di tepi trotoar,
beralaskan terpal kecil berwarna hijau, sedang serius mengarahkan matanya ke
sebuah buku kecil namun cukup tebal. Aku tajamkan pandanganku, dia sedang
membaca "Global Ethics". Aku geleng2 kepala, kagum campur tidak percaya.
Sepanjang ingatanku, anak2 jalanan tidak ada yang tertarik membaca hal2
kaya gitu.

" Bagus Dik...?."


" Hmm, eh...iya Pak. Bagus sekali"
" Isinya apa..?"
" Hmm, banyak sih Pak, tapi intinya, dunia ini harus mengedepankan moral
daripada kepentingan2 sementara manusia. Dan agama harus jadi alat untuk
mencapai kesejahteraan kolektif. Jika manusia mau saling introspeksi dan
berdialog, dunia yang lebih indah adalah masa depan kita."
Aku seperti ditampar kuntil anak di pagi hari buta, apa aku tidak salah dengar.
Gelandangan di depanku ini memberi kuliah gratis padaku. Bahasa2 yang dia
gunakan pun bukan bahasa sederhana, layaknya dosen di FISIP yang harusnya
berbicara seperti ini. Percakapan kami pun berlanjut, semakin hangat dan
menarik. Sampai aku lupa kalau kepergianku tadi karena mengemban tugas
dari bundanya anak2 untuk membeli keperluan lebaran. Akhirnya karena
diskusi kami belum selesai, aku mengajaknya belanja sekalian. Sambil
berputar2 di pasar, mencari semua kebutuhan lebaran yang sudah dicatat, aku
banyak belajar dari anak ini. Pengetahuannya sungguh di luar dugaanku,
seorang Kristiani progresif kalau boleh aku menyebutnya.

Tak lupa aku belikan baju untuk dia dan kuminta untuk langsung dipakai, dan
setelah semua belanjaan terbeli, kami mampir sebentar di warung makan
untuk sekedar mengisi perut. Tiba2 terbersit di benakku untuk mengenalkannya
ke anak2 ku, dan kuajaklah dia ke rumah. Ternyata anak2 sangat senang sekali
dan sejak itu dia sudah menjadi bagian dari keluarga kami. Kebetulan ada
kamar satu yang biasa dipakai untuk sholat berjamaah, bundanya anak2 usul
agar kamar itu yang dipakai oleh Anton. Untuk sholat, bisa juga di kamar tidur
yang cukup besar dan cukup untuk paling tidak 4 orang.

Aku mempunyai dua anak kandung, Mileva Bening Suryani, berumur 20 tahun,
dia tuna rungu sejak umur 10 tahun. Yang kedua adalah Muhammad Albert
Sidharta, berumur 17 tahun, pemuda yang digandrungi gadis2 sebayanya diluar
segala perilakunya yang ugal2an. Walaupun Bening tidak bisa mendengar,
tetapi puisi2nya sangat menyentuh, beberapa kali aku harus menarik nafas jika
membaca puisi2nya. Mengalir sepanjang Eufrat dan Tigris, deras seperti
Niagara, membelah2 peradaban dan akhirnya menyerahkan diri kepada muara
segala muara. Lukisannya pun sangat artistik, tampak betul keinginannya untuk
selalu mendengar alam dengan hatinya, mendengar kesah dunia dengan
jiwanya, karena dia tahu telinganya tak berfungsi sebagaimana mestinya.
Karena cacatnya itu, sampai umur 20 tahun, dia belum punya pacar. Pemuda2
itu mungkin akan terkagum2 akan elok parasnya. Tetapi jika kemudian tahu
kalau dia tidak bisa mendengar, maka merekapun mundur teratur. Dia senang

62
sekali menyendiri di kamar, menulis dan melukis. Suatu saat dia pernah
menyatakan keinginannya untuk belajar musik, mau menjadi Beethoven wanita
katanya. Justru aku yang malah kebingungan, bagaimana aku harus
mengajarinya. Akhirnya karena tak menemukan jawaban, aku memberi isyarat
padanya bahwa itu tak mungkin, atau hanya karena aku tak tahu bagaimana
mengajarinya.

Tapi akhir2 ini aku lihat wajah Bening lebih cerah dari biasanya, senyumnya
selalu mengembang. Aku sempat heran, tak biasanya Bening bersikap seperti
itu. Tapi aku diam saja, paling sebentar lagi dia akan cerita apa yang terjadi
dengannya. Benar saja, sehabis mengantar Anton latihan koor di gereja, Bening
langsung menyambutku dan menggelayut seperti anak kecil di lenganku.
Bening memang lebih dekat denganku daripada dengan Bundanya, untuk hal2
yang sangat rahasia biasanya akan cerita padaku, lain dengan Albert yang
selalu cerita masalah yang sangat pribadi kepada bundanya. Dengan isyaratnya,
aku terbata2 mengerti bahwa anakku itu baru saja menemukan kekasihnya
dari internet. Dia memang tinggal sangat jauh dari kota kami, tetapi Bening
meyakinkanku kalau kali ini ada sesuatu yang tak biasa dengan pacarnya itu.
Bahkan aku ditunjukkan salah satu puisi yang dibuat oleh pacarnya itu, aku
terharu juga. Konsep cantik dalam puisi itu sudah sedemikian maju, benar2
sudah di luar batas lahiriah. Aku turut gembira, walau di saat yang sama
kesedihan mendalam mewarnai aliran darahku. Sudah berapa kali saja
pemuda2 itu mendekati Bening, namun akhirnya mereka pergi semua karena
kekurangan yang dimiliki Bening. Aku takut kejadian yang sama akan terjadi
lagi kali ini. Tapi aku tidak ingin mengurangi kebahagiaannya, aku hanya bilang
bahwa kisah cinta May Ziadah dan Kahlil Gibran adalah sebuah kisah cinta yang
indah tiada tara.

Muhammad Albert Sidharta, sungguh nakal anakku yang satu ini. Aku memberi
nama itu, karena aku ingin kelak, dia mampu menggabungkan pengetahuan
yang dimiliki oleh 3 manusia yang aku kagumi. Nabi Muhammad, Albert
Einstein, dan Sidharta Gautama. Aku sering dipanggil ke sekolah, karena Albert
sering tidak masuk atau meninggalkan pelajaran tanpa alasan yang jelas. Tapi
aku tidak pernah marah sama Albert, karena aku tahu betul, Albert mempunyai
pandangan tersendiri mengenai sekolah dan pendidikan. Seringkali di depanku
dia memprotes kurikulum2 sekolah yang mengekang kebebasannya
berekspresi, baginya sekolah adalah penjara. Dia lebih senang belajar sendiri
apa yang dimauinya. Ambisinya adalah musik dan seni.

"Papa, aku mau keluar dari sekolah"


" Maksudmu...., keluar bagaimana..?"
" Ya keluar Pa, aku nggak betah lagi sekolah, menghabiskan waktu. Guru2 yang
monoton, ilmu2 yang usang, belum lagi peraturan2 yang tak masuk akal. Aku
bosan Pa.."
"Tapi sekolah tetap penting Albert, karena pintu2 dunia terbuka di depanmu.
Kau tetap bisa belajar apapun yang kau mau di luar jam2 sekolah"
"Aku sudah muak Pa, sekolahku yang besar itu tak cukup menampung segala
uneg2ku, bahkan seolah2 kawat berduri yang menghalangi ruang gerakku.
Haruskah aku belajar sesuatu yang dipaksakan untuk aku percayai, sedangkan
aku tidak percaya. Itu hipokrit Pa."
"Hmmm, baiklah. Tapi Papa minta kamu memikirkannya semalam lagi, besok

63
Papa akan mendengar lagi apa keputusanmu"
Sudah aku duga sebelumnya, lambat atau cepat, Albert pasti akan
menegasikan institusi2 formal itu. Tapi aku masih berharap agar dia berubah
pikiran, aku hanya tidak ingin dia memilih jalan yang salah ketika tidak sekolah.

"Pa, keputusanku sudah bulat, aku akan keluar sekolah. Apapun resikonya"
" Albert, jika itu sudah keputusanmu. Papa hanya bisa mendukungnya, dan
apapun yang terjadi, Papa akan selalu membuka lebar tangan dan dada Papa
untukmu."
" Terima kasih Pa. Anyway, Papa kan baik hati..."
" Halah ngerayu, pasti ada maunya ini"
" Memang Pa, minta duit dong, mau beli buku Madilog-nya Tan Malaka."
"Lah jatah duit untuk bukumu bulan ini kan sudah habis, tapi tanya saja sama
Bunda, kalau sudah di luar budget, itu hak prerogratif Bunda"
"Boleh Bunda ya..?" Albert memelas sengaja merayu bundanya.
" Iya...., tapi Bunda boleh juga membacanya ya..?"
"Beres Bunda"
"Oh ya Pa, setelah menimbang2 juga, akhirnya aku memutuskan bahwa aku
tidak mempercayai Tuhan"
" Hus..., bicara apa lagi kau ini" kali ini bundanya anak2 yang dari tadi tak
banyak bicara, rupanya terusik juga. Sepertinya dia kaget.
"Aku butuh spiritualitas Bunda, tetapi dalam Tuhan yang ada di dalam agama,
aku tak menemukan apa2. Mungkin Tuhan ada, tapi aku lebih baik
menganggapnya tak ada, karena dengan begitu aku akan belajar untuk percaya
pada kekuatanku sendiri"
"Sudah kamu pikirkan baik2 Albert..?, jangan ikut2an hal2 yang sebenarnya
tidak kau mengerti"
"Ya Pah.."
"OK, bagus kalau begitu. Cuma satu yang ingin Papa tekankan padamu, apapun
pilihanmu, jangan ragu dan jangan pula mengingkari hatimu."
"Tidak Pa. Albert sama sekali tidak ragu"
"Bagus. Dan satu lagi Albert. Kebenaran itu relatif, tidak ada kebenaran mutlak
di dunia ini."
"Albert sudah tahu Pa."
"Sini, dekat sama Papa"
Aku mencium kening putraku, terharu, seumur itu sudah berani mengambil
keputusan besar. Aku sendiri di saat seumur dia, masih seperti kambing
congek, yang masih melihat kanan kiri kebingungan mencari induk semang.

Hanya bundanya anak2 kayaknya marah besar, masuk ke kamar tidur tanpa
bilang apa2. Albert aku minta untuk tenang, aku yang akan menyelesaikan itu.
Malam ini aku harus bekerja ekstra keras untuk meredam amarahnya, padahal
dari tadi siang aku sudah membayangkan servis memuaskan seperti biasanya.
Huh, malam ini jangankan servis, reda marahnya saja sudah beruntung.

Walaupun sudah menjadi atheist, Albert masih sering ikut sholat berjamaah
bersama kami. Hanya untuk mencium tangan kami berdua, dan kemudian
bercerita tentang hari2 yang telah dilaluinya. Sehabis maghrib, kami selalu
mengumpulkan mereka semua untuk makan malam. Bercanda dan sekedar
bercerita2 tak tentu arah. Di atas jam 7 malam, setelah sholat Isya' selalu ada
sesi selanjutnya bagi yang ingin menceritakan masalah2 pribadi. Kami selalu

64
bergantian, rata2 anak2 perempuanku lebih memilih aku sebagai konselor
mereka, sedangkan yang laki2 lebih memilih Bunda.

Aku didik mereka dalam kebersamaan, dan tak ada perbedaan antara yang
anak kandung dan anak angkat. Tak ada perbedaan perlakuan karena
kepercayaan. Mereka adalah anak2ku, buah hatiku. Tanganku hanya dua,
dengan kehadiran mereka, tanganku akan sebanyak gurita, menyentuh kisi2
dunia yang tak terpikirkan. Mataku hanya dua, dengan pandangan mereka,
mataku akan semakin menyadari keelokan dunia. Telingaku hanya dua, dengan
pendalaman mereka, musik2 semesta akan semakin indah kedengarannya.
Mulutku hanya dua, dengan kata2 mereka, dunia akan semakin berwarna. Tapi
cintaku pada mereka satu, cinta bercampur harapan besar atas peran-peran
yang akan mereka ambil dalam percaturan kehidupan.

Amsterdam, 19 November 2004


Kado Idul Fitri untuk Lala, Lili, Lulu, Saleh, Ali, Tofa, Zam, Anna, Farhan, Filzah,
Insan, Musa, dan semua anak2 di seluruh dunia.

65
Rhapsody Seorang Bidadari

Sore itu aku berjalan2 di tepi sungai, lelah aku setelah seharian bekerja di
sawah. Rasanya lega sekali, padi2 yang selama ini kurawat sudah mulai berisi.
Kelopak2 itu sudah mulai gemuk dan panjang berulir. Bahkan beberapa hari ini
sudah banyak yang mulai merunduk ke tanah, melihat dan mengagumi
darimana dia berasal dan mendapatkan penghidupan. Mungkin itu yang
dimaksud oleh nenek moyang untuk meniru ilmu padi, semakin berisi tetapi
semakin merunduk. Bukan merunduk tidak percaya diri, tetapi merunduk
mengagumi Ilahi, sumber segala ilmu dan pengetahuan. Hari sudah mulai
gelap, remang2 cahaya lampu dari seberang sungai sudah mulai kulihat. Tiba2
aku melihat bayangan seseorang berambut panjang berjalan menuju sungai,
memakai kemben* dan menjinjing keranjang kecil.

Langkahnya pelan menjemput air sungai, dan berhenti ketika air telah
mencapai ujung atas kembennya. Rambut panjangnya segera diurai dan dia
mulai merendamkan dirinya di air sungai yang mulai dingin. Mataku tak
berkedip2 sejak tadi, jarak yang memisahkan aku dengannya memang tidak
terlalu jauh. Sayup2 kudengar dia menyanyi, detak jantungku berdegup keras,
suaranya magis, apalagi didukung oleh suasana sore yang terhiasi oleh jingga
cakrawala. Putri2 kraton yang tertulis di lontar2 Majapahit yang katanya cantik
nan gemulai itu aku belum pernah melihatnya, tapi sepertinya yang didepan
mataku ini tak kalah indah dengan putri2 itu, hanya saja kecantikan dan
gemulainya tidak tertulis di lontar, tapi tertulis di alam, dengan tinta2 sang
cakrawala. Dia berputar2, bermain air, terkadang menyelam, mengambil pasir
halus dari dasar, dan diusapkannya di seluruh badannya.

Rupanya dia sadar sejak tadi ada mata yang mengagumi geraknya, dan mulai
menatap balik ke arahku. Aku menjadi kikuk, dan kulambaikan tangan ke
arahnya. Dia juga melambaikan tangan ke arahku, sambil tak henti2nya masih
bernyanyi2 kecil. Dia melambaikan tangan lagi, mengajakku untuk turun mandi.
Walaupun dingin, kupaksakan diri juga untuk mengakrabkan diriku dengan air
sungai. Aku berenang ke seberang, menelusuri riak2 air yang memancarkan
aroma2 eksotis. Bayang wajahnya semakin jelas,dan suara nyanyiannya
semakin keras terdengar. Wajahnya bulat, dengan pandangan tajam berwarna
biru. Ternyata dia menyanyi Asmaradahana, tembang2 ritmis tentang cinta
seorang anak manusia. Dia sudah mulai nakal melempar2kan air ke mukaku,
sambil tertawa2 renyah, akupun membalasnya. Kami tertawa2, akrab seakan
telah bersatu di kehidupan sebelumnya. Reinkarnasi kedua yang tinggal
melanjutkan saja. Hanya aku heran, kenapa aku baru bertemu dia sekarang,
bukankah dia adalah salah satu penduduk desa seberang. Dia tertawa lagi,
tertawa lagi, kadang kuberanikan diri memandang tepat lurus ke wajahnya,
saat itulah dia berhenti tertawa, dia tersenyum, senyum yang bukan berasal dari
bumi, aku tahu pasti. Dia menyelam, beberapa lama sehingga aku kebingungan
di kegelapan, kumenoleh ke kanan kiri untuk mencari sosoknya, tapi tak
muncul2 juga. Tiba2 bukkkk.............ada benda serupa pasir menabrak
punggungku, aku secepat kilat menoleh, hampir saja wajah kami bertabrakan.
Ternyata rambutnya tadi yang menabrak punggungku, dan dia kini tepat
beberapa senti di depanku. Begitu dekat hingga aku mendengar nafasnya,
seperti angin2 harapan dari oase yang menerjang padang pasir. Dia sendiri
sepertinya kaget, tidak menyangka akan menabrak punggungku dari belakang.

66
Aku baru sadar sekarang betapa cantik makhluk yang berada di depanku ini.
Rambut panjangnya yang hitam legam sedikit mengkilat oleh sinar rembulan
yang sudah mulai mengggantikan tugas sang mentari.

" Cantikkkkk......" tiba2 suara serak seorang lelaki membahana dari atas sungai,
menimbulkan suara sambung menyambung. Gadis itu langsung beranjak,
menuju ke tepian lagi. Tapi dia celingukan, seperti sedang mencari sesuatu. Ah
ya, sepertinya dia lupa dimana menaruh keranjang kecilnya, ternyata bidadari
bisa juga lupa, aku langsung menghambur ke darat, kucoba mengingat2
dimana dia tadi meletakkan keranjang kecil itu. Sinar rembulan yang tidak
begitu terang semakin mempersulit pandangan. Tapi segera kulihat keranjang
tadi di balik batu di ujung sana, rupanya karena keasyikan bermain, kita sudah
agak jauh dari tempat semula. Aku segera berlari mengambil keranjang kecil
dari anyaman bambu itu, dan segera menyerahkan kepadanya.
" Terima kasih ya sudah menemaniku.." dan diapun pergi..............

Dua belas purnama sudah aku mengenalnya, dan kehidupanku selalu diwarnai
oleh canda dan kisahnya. Jika malam diwarnai rembulan, kami akan selalu
pergi ke sungai itu, bermain dan bernyanyi, tersenyum dan tertawa. Dia
memang cantik, seperti namanya. Tapi semakin lama aku mengenalnya,
kecantikan itu semakin membuatku tergila2. Karena cantik yang terpancar
lebih kuat justru dari sikapnya, melebihi kecantikan raganya yang memang
sudah luar biasa. Tapi dia selalu mengelak ketika kubilang bahwa dirinya
cantik, apalagi kalau kubilang bahwa dia adalah seorang yang sangat cerdas,
dia pasti mengalihkan pembicaraan. Apakah dia kira aku nggombal, padahal
belum pernah dalam hidupku aku bilang bahwa hobiku nggombal. Hobi yang
elitis itu memang tidak pas denganku, aku hanya ingin jujur. Aku hanya bicara
apa adanya, tidak mengurangi tidak menambahi.

Tapi memang sebenarnya kata2 tak cukup mampu melukiskan keindahannya,


tapi aku terus mencoba, walau aku tak tahu apa itu sampai pada tujuannya.
Tapi begitulah, aku hanya makhluk biasa, yang bisa terpesona oleh keindahan
dan kecantikan, yang bisa menggelepar oleh suara halus dan rayuan. Aku sering
mengajaknya untuk bicara tentang masa depan. Bicara tentang langkah2
manusia di bumi, tentang segala tingkah dan perbuatan. Dan diapun
menimpali, dengan kata2nya yang lembut, diucapkan dengan yakin. Protes2nya
terhadap manusia yang sewenang2 terhadap alam, terhadap keadaan yang
membelenggu anak bangsa untuk maju, atau terhadap nada sinis sebagian
manusia jika seorang wanita ingin berkarya. Dan kalau keadaan sudah menjadi
terlalu serius, kitapun bercanda lagi. Bicara tentang kucing yang hari ini tidak
mau makan karena sedang jatuh cinta dengan kucing tetangga, atau tentang
anjing yang nakal mengikuti kemanapun tuannya melangkahkan kaki. Tertawa
lagi, menertawakan segala yang bisa ditertawakan. Melepaskan segala beban,
karena beban kadang memang tak perlu terlalu dipikirkan. Asal sebagai
manusia kita sudah melaksanakan yang terbaik yang bisa kita lakukan.

Suatu malam aku bertanya padanya, maukah dia memberikan senyum


surgawinya untukku, tidak hanya untuk saat ini, tapi untuk sepanjang
perjalananku menempuh kehidupan. Dia terdiam, menerawang......, dan
akhirnya dia bilang dia juga takut kehilanganku. Lalu kutanya, maukah dia
bersama denganku mencari arti dibalik semua ayat2 Tuhan yang tertulis

67
maupun yang tercipta, mengarungi kapal bersama menuju teluk bahagia di
ujung sana. Rona wajahnya berubah, dia kelihatan bingung, lama sekali dia
terdiam, mengarahkan pandangan ke bumi, seakan menembus dan bertanya
kepada bumi akan galaunya, kemudian ke langit, bertanya kepada bintang2
akan risaunya.Di remang2 rembulan, dia membisikkan kepadaku, bahwa dia
tak mau mengecewakanku.
" Biarkan aku sendiri beberapa purnama ini...", dan kemudian dia pergi,
melewati rumpun2 padi yang kekuningan, dan menyeberangi sungai jernih itu.
Pergi ke desanya yang diseberang. Aku hanya bisa terpaku di sini, kejadian itu
begitu cepat, sampai aku tidak sempat mengucapkan sepatah kata pun. Aku
berteriak2 memanggilnya, tapi suaraku ditelan oleh anggun langkahnya.

Dia mungkin belum tahu, bahwa dia tak pernah mengecewakanku, dan tak
akan pernah. Karena seperti yang aku bilang dulu ketika aku pertama kali
menyatakan bahwa aku cinta padanya, bahwa cintaku apa adanya, kelebihan
dan kekurangan itu adalah keniscayaan, bahkan bagi seorang bidadari seperti
dia. Tak ada yang mampu memalingkan aku dari cintanya, karena cintaku
bukan karena cantiknya, tapi karena kecantikan hatinya. Cintaku bukan pada
keluarbiasaannya, tetapi karena usahanya untuk tetap menjadi biasa. Dan aku
tahu setiap yang hidup akan beranjak tua, tapi aku yakin kecantikan hatinya
abadi. Biarlah semua manusia silau akan aroma harum dan tebaran pesonanya,
aku hanya akan mengagumi dia seperti adanya. Beberapa purnama, sungguh
waktu yang sangat lama kurasakan. Aku hanya ingin dia kembali lagi, setiap
malam yang berhiaskan rembulan bermain bersamaku, biarlah masa depan
tetap menjadi masa depan.

68
Ketika Hawa Tidak Mencintai Adam

Kutinggalkan Indonesia, negeri indah penuh bajingan itu. Bajingan yang bisa
berkamuflase, dalam segala bentuk dan suasana. Terbang menuju negeri baru
yang mungkin akan memberikan nasib lebih baik bagiku. Posisiku sudah cukup
lumayan di rumah sakit tempat aku bekerja, cukup kalau hanya sekedar
menghidupi diriku sendiri, tapi untuk menghidupi keluarga, apalagi untuk
menghidupi anak2ku nanti, aku tidak tahu. Setelah kupikir lama dan atas
persetujuan keluarga, akhirnya aku berangkat juga. Hanya saja ada torehan
luka yang tersayat menjelang saat2 keberangkatanku, tunanganku
memutuskan untuk tidak memberikan lagi curahan cintanya kepadaku, jarak
yang terlalu jauh katanya, alasan klise yang membuat hatiku hancur,
perjuanganku selama ini ternyata sia2, pengorbananku terhadapnya terlempar
begitu saja. Tapi aku hanya bisa menangis, sampai kacamataku harus rela
basah oleh deritaku. Memalukan mungkin, bagaimana mungkin aku menangis
di saat usiaku yang sudah menjelang kepala tiga.

Tertatih2 di negeri baru, aku tidak perduli, hidup kuanggap sebagai permainan
judi, kalah dan menang adalah keniscayaan. Kehidupan baruku terisi dengan
kerja dan kerja, profesi perawat di sini ternyata tidak semudah di Indonesia, aku
harus mengurus orang2 tua yang praktis sudah tidak bisa apa-apa, orang2 tua
yang sudah tidak diurus oleh anak2nya,
yang hanya didatangi jika mereka sudah mati, hanya demi mendapatkan
beberapa dari peninggalannya yang masih berarti.

Aku pun bisa menabung, penghasilan yang kudapatkan jelas jauh lebih besar
daripada yang kudapatkan di Indonesia, tak lupa setiap bulan aku akan
mengirim sebagian ke keluargaku dan sebagian lagi aku sumbangkan untuk
pembangunan masjid di RW-ku yang setahuku sejak aku masih SMP sudah
mulai dilakukan pembangunan dan sampai sekarang belum selesai.
Keluargaku begitu bahagia, itu terlihat dari surat2 yang mereka kirimkan, tak
lupa juga ada salam dari ketua RW segala, yang sangat berterima kasih telah
menyelamatkannya dari coreng moreng cemooh atas tertunda2nya
pembangunan masjid itu.

1 tahun berlalu..........................

Queen's Day, Koningin Dag, orang sini bilang. Semua orang keluar dari rumah,
merayakan hari kelahiran ratu. Dan hari ini telah tertradisikan menjadi sebuah
pasar terbuka di seluruh pelosok negeri, semua barang2 rumah yang sudah
jarang dipakai ataupun sudah tidak dipakai akan dipajang di depan rumah atau
di pusat2 kota untuk dijual murah, mungkin bisa dibilang hampir gratis. Rumah
jompo tempat aku bekerja berinisiatif untuk menghibur para bewoners* dengan
apa yang kami bisa. Aku dan para teman2 sekerja pun mulai berunding, ada
yang menginginkan pemutaran film, ada yang drama, ada yang ballet, ada yang
ingin diadakan sekedar pesta kecil2an, ada pula yang tidak mau mengadakan
acara mengingat kami kekurangan orang.

Tapi akhirnya diputuskan untuk membuat dua acara, ballet dan drama. Hampir
semua dari kami diharuskan bermain, bahkan Eric satu2nya laki2 di antara
kami pun diwajibkan ikut. Untuk ballet dipilih bagian terakhir dari cerita "Romeo

69
and Juliet" yang mengharukan itu, setelah berdebat seru karena sebagian yang
lain ingin "Don Quixote", karena kisahnya lebih heroik. Untuk drama kami
memutuskan untuk memainkan "The Inspector-General" sebuah drama komedi
ala Rusia. Aneh2 saja memang, ternyata Rusia mempunyai permasalahan yang
hampir sama dengan bangsaku Indonesia, penuh dengan pejabat yang korup
dan sewenang2, berteriak2 seakan komunis* * tetapi berjiwa oligark* * * . Eric
membisiku begitu, setelah melihat aku hanya melongo saja, karena aku tidak
tahu apa isi drama Rusia itu.

Aku kebagian peran menjadi Juliet, dan setelah beberapa lama berdebat, Janice
kebagian peran Romeonya. Sebenarnya peran itu ditugaskan ke Eric, tapi Eric
dengan mentah2 menolaknya, selidik punya selidik, ternyata dia seorang gay,
yang mungkin jijik jika berciuman dengan lawan jenisnya seperti aku ini. Rumor
itu ternyata benar, Eric yang akrab sekali dengan dunia malam itu, sepertinya
sudah bosan dengan perempuan dengan segala tetek bengeknya.

Siang itu pertunjukan begitu meriah, kulihat lagi senyum2 bahagia di antara
orang2 tua itu, yang biasanya sehari2 cuma bisa memerintah dan teriak2 minta
tolong. Dan pertunjukan balletku sebagai Juliet adalah pertunjukan pamungkas,
dengan adegan ciuman Romeo kepada Juliet, Janice menciumku dengan
lembut, lembut sekali, getaran yang bertransformasi menjadi sensasi indah.
Aku kaget campur bingung, ciuman itu terasa sangat lain. Geletarnya merambat
ke seluruh tubuh...., aku sampai meneteskan air mata.

Setelah acara selesai, Janice menghampiriku, menanyakan apakah aku baik2


saja, karena melihat aku menangis tadi. Aku bilang baik2 saja, karena aku
menangis bukan karena sedih, tapi karena ada sesuatu yang tak terkatakan
dalam ciuman tadi. Janice mengundangku datang ke rumahnya malamnya,
sekedar untuk masak bersama dan keluar ke pusat kota untuk sekedar cuci
mata.

Sudah agak larut ketika kami pulang dari tempat kerja kami, aku dan Janice
yang kebetulan tinggal tidak terlalu jauh pulang bersama2. Dingin musim semi
masih semilir menebarkan nuansanya, masih membuat bunga2 sedikit malu
untuk menawarkan indahnya. Kami berjalan agak bergegas, diantara gedung2
kuno dan museum yang memang menjadi ciri khas kota yang aku tinggali.
Janice berjalan sambil menggenggam tanganku, dingin yang tadi aku rasakan,
berubah menjadi hambar atau mungkin netral, aku tidak tahu. Yang pasti aku
seperti cawan anggur yang telah kehilangan isinya, berisi partikel2 udara dan
siap dimasuki oleh tuangan selanjutnya.

Sekitar jam 7 malam, aku ke dapur untuk memasak. Tak lama kemudian
Janice pun datang, dia sudah berpakaian rapi, agak lain dari biasanya. Kami
pun masak Tagliatelle* * * * * * * * * , salah satu makanan favorit yang hampir
disukai semua orang di tempat kerja kami.

Diam2 Janice merangkulku dari belakang dan membisikkan..


"I love you..."
aku segera menyibakkan tangannya, dan berbalik arah.
"Kamu gila ya......" dengan nada ketus aku mengucapkannya, tak tahu apa ada
kata lain yang lebih bagus.

70
"Kebahagiaan orang yang dicintai adalah kebahagiaan orang yang mencintai"
dengan tatapan matanya yang nanar ke arahku, Janice dengan geragapan
mengucapkan kalimat itu.
Aku terdiam................................................

Kami tinggal serumah sekarang, sedari awal aku sudah berusaha


menyembunyikan berita ini. Tapi gosip dengan santernya beredar, apalagi di
kalangan kelompok pengajian PKS (Partai Keadilan Sejahtera) yang sering aku
ikuti. Aku menjadi terasing di forum yang biasanya syarat pesan2 moral itu.
Anggapan bahwa aku seorang lesbi membuat mereka berhati2 terhadapku, dan
dari pandangan mata mereka tampak sekali bahwa mereka seakan jijik
melihatku. Itupun ditambah dengan sindiran2 halus nan menyakitkan ketika
ada ceramah, tentang berbahayanya homoseksual (menyukai sesama jenis
kelamin) baik itu gay ataupun lesbi. Bahkan Hasan, yang selama ini sangat
dekat denganku, dan aku tahu dia memang menyukaiku, berubah 180%
menjadi memusuhiku.

Hatiku hancur, arus yang biasanya ramah kepadaku, kini semakin deras
menyeretku dan merobek2 pertahananku dengan pusaran2nya yang dahsyat
dan mematikan. Tapi aku berusaha menguasai diriku, apapun yang terjadi, akal
harus selalu berada di atas perasaanku. Kala sendiri di rumah dan Janice
sedang kerja, aku sering menangis, mengapa Tuhan membalas ketaatanku
selama ini dengan perasaan seperti ini. Tapi sekali lagi aku tidak perduli,
apakah Tuhan yang katanya penuh cinta itu akan melarang makhluknya untuk
mencintai makhluk lainnya walaupun itu sesama jenis. Dan aku tahu bahwa
aku tidak sendiri, Janice yang berasal dari keluarga Katolik Ortodoks itupun
menghadapi permasalahan yang sama. Keluarganya sangat marah begitu
mendengar bahwa kami samen leven, menginjak2 ajaran Bible katanya. Sodom
dan Gomora sudah diratakan dengan tanah, karena Tuhan geram atas tindakan
penghuninya, dan sekarang anaknya yang melakukan hal yang sama. Tak jauh
beda denganku yang dituduh makar terhadap ajaran Al-Quran, melakukan
liwath* * * * dengan terang2an.

Janice sudah mengatakan tentang hubungan kami kepada orangtuanya, dan


dia sekarang menuntutku untuk melakukan hal yang sama, liburan summer ini
dia ingin aku memperkenalkan dia ke keluargaku. Aku shock berat, tak tahu
harus berbuat apa, berpikirpun aku tak berani, aku yang sudah sedemikian
terisolir di kalangan sahabat2ku itu, tak mau membayangkan jika juga harus
terdepak dari keluargaku yang sangat aku cintai. Sedemikian pedih
penderitaanku, dan tidak ada yang bisa aku ajak membagi cerita, apalagi
membagi duka. Kalutku semakin memuncak, sampai aku sakit, beberapa hari
ini aku tidak masuk kerja. Kadang ada pikiran untuk mengakhiri saja hidup ini,
tapi ketika kupikir lagi, bukannya menyelesaikan masalah, malah akan tambah
memperparah. Tiba2 ada keinginan untuk memainkan hp-ku, dan mataku
terantuk pada sebuah nama, Ahmad, dia yang selalu diam ketika ceramah
itu dan seketika berubah menjadi play maker dengan canda dan kata2nya
sehabis ceramah. Aku meneleponnya...
"Met Ahmad * * * * * ......." terdengar suara merdunya di ujung sana.
"Assalamu alaykum, Ahmad kamu bisa datang ke rumahku sore ini"
"Hhmmm, aku kerja sampai jam 5 sore, gimana klo agak malam, jam 7an gitu,
tidak apa2 kan..?"

71
"Oke deh, klo kamu capek ya jangan, tapi klo tidak terima kasih sekali. Tot
vanavond..* * * * * * "

Ahmad datang tepat waktu, sudah menjadi kebiasaannya, justru karena dia
tidak pernah memakai arloji. Gatal katanya kalau pakai arloji, dasar orang
kampung hehehe..., tapi konon Ahmad ini pinter, dan religius juga, puasa senin
kamisnya gak pernah ketinggalan walau udah lama di negeri orang. Tapi
persetan dengan itu semua, mau dia puasa, mau dia sholat, mau dia bajingan,
aku tidak perduli, aku hanya ingin curhat. Meminta sekedar pendapat tentang
masalahku.

"Tuhan menghukum kaum Luth di Sodom dan Gomora, karena mereka mau
melakukan homoseksual itu dengan paksa, dan waktu itu akan dilakukan
kepada tamu nabi Luth, sebenarnya jika dengan baik2 dan tidak memaksa,
mungkin kejadiannya akan berakhir lebih bagus"
aku kaget bukan alang kepalang, kata2 menyejukkan pertama kali yang
kudengar dari orang yang kubayangkan beragama. Setelah aku cerita panjang
lebar tentang diriku, aku hanya bisa berharap bahwa Ahmad menasihatiku
baik2 bahwa perbuatanku salah dan sebagainya, atau menjelaskan bahwa
perbuatanku adalah salah satu mental disorder ( kelainan jiwa).

"APA (American Psychiatric Association) sudah menerangkan bahwa


homoseksual bukan kelainan, begitupun WHO. Kita menjadi gay, lesbi, biseks
ataupun hetero bisa jadi karena memang dari sananya sudah begitu, naturenya
kita sudah diciptakan begitu. Aku sebagai seorang hetero tidak berhak
menyalahkanmu atas pilihanmu, karena cinta adalah ungkapan tulus seorang
anak manusia, siapapun itu bahkan Tuhan sekalipun tidak berhak melarangmu"

pernyataan keduanya lebih membuat aku kaget lagi, seorang Ahmad yang
selama ini diam ternyata menyimpan pernyataan2 toleran dan egaliter
semacam itu.

"Tapi aku pernah juga mencintai seorang laki2 Ahmad, aku takut kalau aku
mengingkari kodratku" aku masih kurang percaya apa yang dikatakan Ahmad,
aku hanya ragu mungkin saja dia hanya ingin mengurangi deritaku dengan
ucapan2nya.

"Memang, karena memang homoseksualitas tidak hanya dari nature saja, tapi
juga dari nurture, lingkungan yang membentuk kita. Setiap orang bisa berbeda
dalam tahap identifikasinya, teman sekolahku, seorang cowok yang sejak
kecil tinggal bersama neneknya dan dikasih main boneka2 an akhirnya dia
mempunyai sifat gay juga"
Krinnggg....Kringgg...Kringg...........
suara bel dipencet, rupanya Janice sudah selesai kerja. Aku segera bangkit
meninggalkan Ahmad dan membuka pintu untuk Janice.
"Goede avond schatje..* * * * * * * " suara serak Janice langsung keluar begitu
pintu terbuka.
"Kom binnen mijn lieveling..* * * * * * * * "
Janice langsung mencium aku di bibir. Setelah bibirnya lepas, aku segera ingin
memperkenalkan Janice pada Ahmad, Ahmad rupanya agak melengos,
mungkin baru pertama kali bagi dia menonton adegan ciuman dua cewek

72
secara langsung di depan matanya, sehingga sifatnya yang malu2 menuntunnya
untuk lebih baik tidak melihat.

Setelah perkenalan basa basi, Janice langsung pergi ke kamar mandi, dan aku
melanjutkan percakapanku dengan Ahmad di kamar. Aku lebih suka di kamar
karena pembicaraan kami memang rahasia, dan Janice tahu itu. Dia tidak
cemburu kalau aku memasukkan cowok ke kamarku, tapi kalau cewek, dia
pasti akan marah habis2an.

Rupanya dibalik diamnya, Ahmad adalah sahabat yang sangat hangat dan
charming, pendengar yang baik dan pengertian. Sehingga dengan itu, aku
mendapatkan perasaan untuk bebas mengungkapkan segala keluh
kesahku. Akupun cerita panjang lebar tentang masa laluku di pesantren,
dimana aku merasa bahwa kehidupanku sangat dikekang. Apalagi kalau
masalah cinta2an, menerima surat saja disensor habis2an. Jika tidak dari
keluarga, kemungkinannya kecil sekali untuk sampai ke tangan yang dituju.
Mungkin aku menikmati hubungan sesama jenis sejak aku di pesantren, karena
nafsu yang menggebu dan tanpa ada penyaluran sama sekali walaupun lewat
surat, banyak di antara kami yang bercinta di antara kami sendiri. Aku tidak
tahu angka pasti berapa yang melakukannya, tapi yang pasti cukup banyak di
antara sekitar 3.000 an santriwati yang belajar di pesantren itu. Ahmad masih
mendengarkan dengan setia, sambil kadang mengangguk, atau menerawang
tak tahu ke mana.

"Struktur dan paham institusi religi memang perlu saatnya banyak dirombak,
kejadian yang kamu alami tidak hanya terjadi di pesantren wanita, di pesantren
laki2 pun seperti itu, bahkan bukan rahasia lagi banyak pula terjadi di
kepastoran atau di paroki, di wihara dan sebagainya, dimana pengekangan
seks telah melampaui batas normal."

Lagi2 Ahmad membuatku tersentak, darimana dia tahu kalau kasus


homoseksual itu terjadi di banyak lembaga2 suci itu. Jangan2 dia ngarang
cerita saja, tapi aku tidak berani bertanya. Sepertinya dia bersungguh2 dengan
ucapannya, dan aku tahu dia orang yang tidak suka berbohong.

"Ahmad, Janice meminta aku untuk memperkenalkannya pada keluargaku


summer ini, sebagai pasanganku tentunya, karena dia sudah melakukannya
pada keluarganya, bagaimana menurut pendapat kamu...? "

" Aku tidak tahu, itu terserah kamu, kalau kamu rasa orang tuamu siap, tidak
masalah. Tapi maafkan kalau aku salah, menurut pertimbanganku, bapakmu
yang kiai itu pasti akan shock berat. Sebaiknya jangan secara frontal
memberitahu hubungan kalian, datanglah dulu apa adanya, biarlah Janice
menjadi sedikit bagian dari keluargamu, mungkin kedatangan selanjutnya
ketika suasana sudah cukup cair, baru kamu bilang terus terang".

Aku memeluk Ahmad, dia rupanya kali ini yang kaget....

"Terima kasih ya......."

tubuh Ahmad begitu hangat, tiba2 saja aku mengarahkan bibirku ke bibirnya,

73
dia semula mengelak ke belakang, tapi aku segera menarik tubuhnya kembali.

"Kamu gila ya.." bisik Ahmad pelan-pelan.

"Cinta itu tidak sesederhana yang kita rasa" aku kembali memagut bibirnya.

* penghuni panti jompo


* * dari kata komunal, mengutamakan kepentingan orang banyak.
* * * oligark, seorang yang berjiwa oligarki (pemerintahan berada di sebagian
kecil segmen masyarakat)
* * * * secara harfiah berarti perbuatan kaum nabi Luth, yaitu homoseksual.
* * * * * Dengan Ahmad...., budaya di Belanda ketika mengangkat telpon,
langsung menyebut nama.
* * * * * * Sampai malam nanti
* * * * * * * Selamat Malam Sayang
* * * * * * * * Silahkan Masuk Kasihku
* * * * * * * * * Sejenis pasta, bisa juga disebut fetuccini

74
Istri Keempat Seorang Kiai

Kitab2 kuning berbalut sampul tebal itu aku hamburkan ke seluruh sudut
kamarku, satu sudutpun tak kubiarkan lepas dari cengkeraman kemarahanku.
Goresan2 huruf Arab yang selama ini telah kupelajari dengan tekun ternyata
tidak membawa hidupku menjadi lebih baik. Jeritan jiwaku sudah melelehkan
belenggu besi yang selama ini terlalu kuat untuk aku lawan. Aku telah terkapar
di lembah yang telah diciptakan oleh institusi2 bejat yang dilegalkan oleh waktu
dan peradaban.

Daqaa'i qul Akbar, Ghoyat at-taqrib, Ushfuriyah, Fadhoitul Amal, .........aku tidak
tahu lagi, berapa jilid kitab2 kuning yang telah aku pelajari. Aku hanya
menghamburkan mereka, berharap ada yang mendengarkan kekecewaan
hatiku. Lelah menangis, aku mengambil kitab terakhir yang masih tersisa di
meja belajarku, Uqudul lijain...........spontan aku sobek2 lembaran itu, seakan
membalas dendam atas isinya yang telah menyobek2 harga diriku sebagai
seorang wanita muslimah dan seorang manusia merdeka.

Diinginkan diriku oleh si tua itu, seseorang yang selalu memimpin sholat
berjamaah di kampungku, yang sebelumnya telah mempunyai tiga istri, dan
aku dijadikan pelengkap dikarenakan itu sunnah Rasul* . Tidak hanya sunnah
bahkan, ditambahi label muákkadah* * dibelakangnya. Aku tidak habis
mengerti, apakah orang2 itu tidak bisa berhitung matematika, bahwa 2 itu lebih
banyak daripada 1, dan kalau mereka mengerti hukum demokrasi, bahwa 2
itulah yang akan menang. Selalu mereka gembar-gembor ayat suci yang
dipotong demi kepentingan patriarki, "kamu (laki2) boleh menikahi wanita satu,
dua, tiga, atau empat", tanpa menyebutkan lanjutannya yang mengharuskan
untuk berbuat adil, satu syarat yang sangat berat, bahkan Nabi Muhammad pun
tidak bisa berbuat adil terhadap istri2nya, hanya adil lahiriah yang beliau bisa
laksanakan, adil batiniah beliaupun harus angkat tangan. Apalagi jika ditambah
dengan lanjutannya bahwa adil itu sangat susah bahkan mustahil
terlaksanakan oleh seorang lelaki yang beristri lebih dari satu. Betapa berani
mereka mendasarkan legalisasi poligami atas ayat suci Qurán yang mulia itu,
sedangkan dengan pongahnya memotong sebagian untuk menonjolkan
sebagian yang lain.

Berat sungguh kurasa, mataku semakin terpejam, seakan tak mau terbuka lagi.
Hanya setetes demi setetes air mata yang menyelinap dalam ketertutupan itu.
Kehidupanku selanjutnya pasti akan sangat berbeda dari hari2ku sebelumnya.
Dua hari ini perutku sudah tidak mau menuntut untuk diisi, hanya suaranya saja
yang kadang mengganggu telingaku, tapi perintah hatiku tetap mengatakan
tidak mau. Aku menutup jendelaku rapat2, malu aku pada rembulan, tak ingin
aku dibelai angin lagi, aku hanya ingin menyendiri dan meratap. Mencoba
mencari sedikit alasan untuk tetap hidup dan berkarya sebagai makhluk.

Semakin larut, malam menarik selimutnya yang lembut, walau aku sudah tidak
bisa merasakan kelembutan lagi. Kecantikanku selama ini ternyata tiada
berarti, dan hanya akan kuserahkan kepada orang yang tak bisa aku mengerti.
Untuk apa aku belajar selama ini, kalau ilmu2 itu hanya dipelajari "bil barkah",
hanya untuk mendapatkan berkah dari pengarang2nya yang telah dipeluk dan
dilumat bumi ratusan tahun yang lalu, sedangkan ilmunya sendiri tidak bisa

75
dipraktekkan, kalaupun bisa sudah ketinggalan kereta peradaban. Romantisme
masa lalu berlebihan yang banyak dipunyai oleh manusia2 beragama di
jamanku.

Kuhempaskan dalam2 mukaku di bantal, sedalam hempasan asaku yang telah


mencapai titik terendah. Kucoba menahan nafas, berharap derita batinku
berkurang, tapi ternyata tak membantu sama sekali. Paru2 ku terasa penuh
oleh sampah2 kehidupan, digerogoti sedikit demi sedikit, menyakitkan dan
mengantarkan bau2 alam aneh yang tak dimengerti oleh seluruh badanku.

Kubalikkan badan lagi, mencoba menarik nafas dalam, sedalam tarikan


lubang2 hitam atas bintang2 di sekitarnya, kuulangi berkali2, dan ternyata tak
berpengaruh banyak. Kulepas satu persatu bajuku, jilbabku kulempar entah
kemana, aku telanjang, tanpa sehelai kainpun menempel di tubuhku. Bersujud
di kegelapan, sekali lagi aku meratap, dan ingatan2 indah itu seakan
mengejekku, saat aku masih menjadi idaman para pemuda kampung, saat aku
masih bisa bebas berimajinasi dan melukis masa depanku, saat aku masih bisa
berbicara tidak, saat daun2 masih mengucapkan selamat pagi pada parasku.
Telanjang seperti waktu aku pertama kali menghirup udara bumi, dan bersujud
pada-Nya seperti sujudku waktu masih hangat mendiami uterus.

Sumpah serapah hatiku atas nasibku tak tertahan lagi, kuingin tumpahkan
semua. Kenapa aku harus jadi korban sebuah anggapan yang belum tentu
benar. Kalau mereka mau melaksanakan sunnah Rasul, kenapa mereka tidak
mengawini janda2 tua yang tidak punya perlindungan seperti yang dilakukan
Rasulullah. Kalau benar mereka mau bersunnah, tidakkah mereka tahu bahwa
istri Rasulullah yang cantik hanyalah Zainab dan Aisyah, sedangkan kiai calon
suamiku ini memilih istri2 muda dan cantik yang masih gadis saat
dikawini. Dan aku tahu pasti laki2 ini tak pernah menyentuh pekerjaan dapur,
sedangkan Rasulullah Muhammad sering memasak untuk keluarga di waktu
luangnya.

Genggaman tanganku kupukul-2 kan ke lantai, berharap kesedihan ini mampu


mengeraskan suaranya menembus batas2 surga, sehingga Nabi Muhammad-ku
mau mendengarnya. Mengharap kelembutannya dan kejeniusannya
menuntut manusia2 yang mengaku mengikutinya tetapi sama sekali tidak
mengerti pesannya. Semakin sakit jari-jemariku menabrak lantai2 dingin, tapi
kesesakan jiwaku tak juga berkurang.

Tiba2 teringat aku akan tajamnya pisau yang sering aku pakai untuk memotong
bunga mawar di belakang rumahku, kilauannya menarikku untuk memeluknya,
tidak hanya memeluk, tetapi mendekap manja. Seerat mungkin, membagi
dukaku, dan karena memang tajamnya setajam dunia yang telah merobek
hidupku.

Darah berlumuran....hanya kurasakan alirannya, karena gelap menghilangkan


warnanya.

Tak lama kemudian..., aku bisa melihat tubuhku sendiri, telanjang penuh darah,
memeluk lantai, dan tangis membahana dari sanak saudara................

76
Kembalikan Senyumku

Ibu..., kenapa kau begitu tega membuangku di tepi nasib. Apakah matahari
memang sengaja menghamburkan partikel2 nya untuk menghidupi tata
surya..?, ataukah matahari sudah kehabisan energi dan akan menjadi
supernova..?. Melangkah di trotoar2 dekil, di samping sky craper tempat
manusia2 berdasi dan bermobil Mercy. Aku menangis...., akhirnya aku
menangis setelah sekian lama aku selalu sesumbar bahwa danau airmataku
sudah kering disedot oleh rahwana2 kehidupan. Aku sadar bahwa tangis
terakhirku adalah tangisku pada ibu, ketika aku tahu bahwa dia akan pergi
menemui-Nya, tetapi dia dengan lantang mengundang malaikat maut, bercanda
dengannya, untuk kemudian memeluknya. Sesudah itu aku berjanji untuk tidak
menangis, tapi kejadian kemarin waktu penggerebekan itu benar2
menghancurkan benteng pertahananku.

Tak berapa lama setelah ibu pergi, seorang datang mengusirku. Tidak berhak
lagi aku tinggal di kamar kontrakan 3 x 5 meter itu, karena ada orang lain yang
bisa membayar dengan teratur dan punya pekerjaan tetap.
======Senyumku telah berkurang satu.
Akupun menggelandang, dengan sedikit uang yang tersisa dan baju sekedarnya,
malam itu aku tidur di emperan toko. Dingin menusuk tulang, karena sang
hujan ternyata datang menjemput kekasihnya, bumi yang sudah mulai retak.
Aku harus tidur dengan pakaian basah, tidur....?, aku tidak bisa bilang itu tidur,
hanya merebahkan diri, karena pikiranku mengembara menembus batas2
langit.

Pagi datang dengan cepatnya, aku dikagetkan oleh laki2 dengan suara berat,
menendang punggungku menyuruhku untuk bangun. Badannya penuh tattoo,
bunga mawar di bahu sebelah kanan, Che Guevara di bahu sebelah kiri (kurang
ajar betul preman ini, menggunakan wajah pahlawan itu untuk menghiasi tubuh
setannya), ada tattoo wanita telanjang, dan tak tahu lagi, semua saling
bertumpuk membentuk pemandangan mengerikan.
"Heh, bocah, baru ya..?"
aku diam saja, ketakutan. Aku pun tak tahu maksud pertanyaannya.
"Bangsat, kenapa kau diam saja, bisu...?"
"Tidak..Om"
"Kau baru jadi gelandangan di sini...?"
Aku mengangguk.
"Tanah Abang adalah wilayah kekuasaanku, kau jangan macam2 di sini, sini
tasmu..!!!!"
Preman itu merampas tasku, aku tak bisa melawannya, dia terlalu kuat.
Digeledahnya semua isi tasku, dan uang beberapa puluh ribu pun diambilnya.
Setelah selesai melakukan razia tasku, dilemparnya tas itu ke mukaku.
==========Senyum berikutnya terambil seorang bajingan
Kulangkahkan kakiku kemana dia mengajak, sampai terasa perutku meronta
minta diisi, jam 1 siang kulihat. Tuntutan lambungku ternyata tak bisa ditawar2
lagi, kulihat ada masjid di ujung jalan. Segera aku menuju ke masjid itu, sholat
akan mengurangi letih dan lapar pikirku. Segera kuminum air jernih itu
sepuas2nya, dan aku berwudhu. Sungguh sejuk kurasakan, kuresapi benar2
doaku..
"Tuhan segala yg hidup, jadikanlah aku termasuk orang2 yang bertaubat dan

77
orang2 yang bersuci"
Terbentang sebentar kenangan2 masa lalu, aku begitu bahagia bersama ibu,
walau ayah telah tiada, tapi ibu telah bisa bertindak sebagai ibu dan ayah
bagiku. Bertarung melawan ganasnya kehidupan dengan lembut dan elegan.
Rumah Tuhan yang mewah ini sejuk, karena di pojok2nya berputar baling2
kipas angin. Kuangkat kedua tanganku
"Allaahu Akbar" aku pun asyik mahsyuk menelusuri kebesaran-Nya. Jiwaku
bergetar, ketika aku berjanji "Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku, dan
matiku hanyalah untukmu wahai Tuhan seru sekalian alam"
Janji dahsyat yang telah diucapkan miliaran kali tiap hari oleh manusia, tetapi
sedikit sekali yang bisa mewujudkannya. Akupun tidak, Oh Tuhan dosa apa
yang harus kami tanggung, berjanji padamu tiap hari, tetapi selalu mengingkari.
Ingkar janji dengan Sang Khalik.., aku tak tahu lagi apakah itu pantas untuk
seorang makhluk.
Tak terasa lama sekali aku berdiri menghadap-Nya, tiba2 dari belakang tangan
besar menarikku, akupun terseret2 tak karuan....
"Gelandangan, kalau mau berteduh jangan di masjid, ini untuk sholat, lihat
pakaianmu yang dekil itu, tidak pantas itu untuk menghadap Tuhan. Tuhan itu
Rabul Jalaal, Maha Indah, hanya menerima yang indah"
"Saya sedang sholat Pak"
"Sudah, kamu jangan alasan, mana ada anak jalanan sholat, kamu pergi
sana...!!!!"
Aku didorong pergi oleh orang berjubah putih dan berpeci itu. Pikiranku
memberontak, seberapa picik pikiran manusia mengartikan keindahan Tuhan.
Keindahan versi manusia pun dipaksakan menjadi keindahan Tuhan. Aku baru
merasakan kebenaran ucapan guru ngajiku, bahwa masjid yang abadi itu ada
dalam hatimu. Sujud yang terbaik itu harus terpendam dalam dadamu. Rumah
Tuhan bukanlah tembok, tapi jiwa.
====senyumku dirampas lagi oleh setan berbaju kebaikan
Hari pun cepat menjemput senja, tuk kemudian menyerahkan estafet kepada
malam. Hari pertamaku sebagai seorang gelandangan.

Aku sudah mulai menemukan irama hidup, aku bekerja sebagai tukang semir
sepatu, kalau sempat aku pun menawarkan jasa membersihkan mobil kepada
orang2 yang aku semir sepatunya. Aku masih mencoba tabah menghadapi
hidup, mencoba tersenyum walaupun getir, mencoba bahagia walaupun
sengsara.
Hingga malam petaka itu datang, kami digerebek. Semua dimasukkan ke truk
dan kami dibawa ke suatu tempat yang kami tidak ketahui, hanya yang pasti di
luar kota. Operasi gabungan antara Tramtib dan Tentara itu mendadak sekali,
sehingga kami pun tak sempat menyelamatkan sedikit barang2 yang kami
simpan selama ini.
Barang2 kami semua diangkut, yang berharga diambili, yang tidak dibuang
entah kemana. Kami diinterogasi seperti residivis yang berlumuran darah baru
membunuh korbannya, dipukul, ditendang, dan yang lebih menyakitkan
beberapa di antara kami disodomi dan beberapa yang cewek diperkosa. Dan
satu diantaranya adalah aku, Oh Tuhan kenapa perbuatan terkutuk itu terjadi
padaku. Apakah Sodom dan Gomora tidak cukup Kau hancurkan..?
Duniaku hancur, tinggal bayang2 gelap, setan demi setan, rahwana demi
rahwana, Dewa Perang Ares telah turun lagi ke bumi, dan merenggut senyum
terakhirku.

78
Deja Vu All Over Again

Lembayung senja masih memeluk ufuk langit sebelah barat, dan aku masih
terantuk2 di tepian sungai kotor, berjalan terhuyung2 menanggung berat pasir
yang akan kunaikkan ke tepian. Sebentar lagi gelap, aku tahu itu, tapi hari ini
belum penuh sepuluh ribu aku hasilkan dari perasan keringatku. Rasanya otot-
2ku berteriak memprotes beban yang terlalu banyak ditanggungkan ke mereka,
tapi pemberontakan itu segera dipadamkan oleh kebijaksanaan otakku yang
masih ingin mengangkat dan mengangkat pasir untuk memenuhi tugas hari ini
mendapatkan satu lembar uang puluhan ribu. Si Ani, anakku satu2nya yang
sekarang masih duduk di bangku SMA membutuhkannya untuk membayar
uang SPP yang telah menunggak beberapa bulan. Bukan saja kewajiban ini
menyiksa badanku, tetapi juga menyiksa batinku, ibu macam apa aku ini yang
tak mampu menyekolahkan anaknya, seorang anak yang pandai dan berbakat,
yang rela setiap pulang sekolah berjualan kue di terminal. Ani hanya butuh
beberapa lembar ribuan lagi untuk dapat mengikuti test semester. Sudah
berbulan2 ini aku lihat Ani juga bekerja keras untuk mendapatkan uang untuk
sekolahnya, dan memang sebagian besar uang itu sudah didapatkannya, dan
hanya sisa yang kurang saja yang masih aku harus dapatkan hari ini juga, atau
kalau tidak Ani tidak akan mendapatkan kartu ujian.

Aku lihat para laki2 yang juga bekerja seperti aku sudah mulai mandi dan
tertawa2 riang dengan yang lain, mereka akan sebentar lagi pulang. Aku tahu
ini adalah pekerjaan berat, bahkan bagi para laki2 itu, tapi tentunya lebih berat
lagi bagiku. Mereka para laki2 itu menggunakan pundaknya untuk mengangkat
pasir dalam dua keranjang, yang berarti dua kali lipat dari yang kuhasilkan
karena aku hanya menggunakan keranjang yang kugendong. Tapi begitulah,
aku diciptakan oleh Tuhan dengan tenaga yang tidak terlalu besar, untuk
mengangkat satu keranjang saja nafasku sudah memburu, apalagi untuk
mengangkat dua keranjang.Gelap sudah mulai mewarnai bumi manusia ini,
tinggal beberapa keranjang lagi dan selesailah tugasku untuk sekedar
membahagiakan Ani memperoleh kartu ujiannya, tempat penambangan pasir
sudah mulai sepi, tinggal ada beberapa mandor pasir saja yang lalu lalang
memberi hasil jerih payah para penambang.

Tubuhku sudah lemas, tinggal satu keranjang lagi, dengan langkah agak
kupercepat aku segera turun dengan keranjang di gendonganku, setelah
sampai di bawah aku segera memenuhi keranjang itu dengan pasir, sekop demi
sekop pasir aku masukkan ke ranjang. Dengan tenaga yang tersisa segera
kugendong keranjang penuh pasir itu, perutku terasa mual2, memang aku
hanya makan sedikit sekali tadi siang, karena yang terpikir hanyalah Ani anak
satu2ku itu. Aku semakin bersemangat untuk segera menyelesaikan keranjang
terakhirku, kukerahkan seluruh tenagaku untuk naik tapak demi tapak,
brukkkkkkkkkkkkkkkkkkkkk........................semua gelap, kunang2 yang tadinya
tiada kini berhamburan mewarnai langit dan penglihatanku.

Begitu aku tersadar, kurasakan pegal2 di sekujur tubuhku, pening di kepalaku


terutama kurasakan sangat menyiksa, aku pun pelan2 membuka mataku,
pertama yang kulihat adalah Ani dengan wajah seperti kelelahan dan kurang
tidur, setelah agak lama aku pun sadar, aku tidak di rumah, beberapa ranjang
berwarna putih berjejer di ruangan ini, dan dari ujung ke ujung berlalu lalang

79
para suster memeriksa pasien. Yah aku di rumah sakit, lama kelamaan
ingatanku mulai pulih, dan kejadian sore menjelang malam itu semakin
kuingat. Segera kubelai rambut Ani yang hitam legam, Ani tersenyum getir, dan
kulihat air mata meleleh dari matanya yang binar, tapi dia segera
menghapusnya dengan tangan.

" Ibu, ibu.....ini Ani ibu......Ibu di rumah sakit sekarang, kemarin ibu jatuh dari
jalan setapak di penambangan pasir, Ibu masih merasakan sakit...?"

Aku mengangguk pelan, kata2 masih belum meluncur dari mulutku, terasa
agak sakit bibirku untuk kubuka, tapi kupaksakan...
"Ani, bagaimana Ibu bisa sampai di sini..?
"Waktu itu Ibu pingsan , dan orang2 membawa Ibu ke rumah sakit."
Kita tidak punya uang untuk membayar biaya rumah sakit Ani, sedangkan kau
harus sekolah sebentar lagi"
Tiba2 dari arah pintu datang suamiku, bapaknya Ani.., dengan wajahnya yang
sudah memerah...dia menghampiri kami.
"Heh, anak dan ibu tak tahu diri, kenapa kalian di sini, tidak tahukah kalian
kalau kita ini orang tidak punya, kalau sakit tidak perlu ke rumah sakit, hayo
pulang...., sakitmu pasti akan sembuh sendiri.", sambil bilang begitu dia
menarik lenganku dan mencabut selang infus yang masih menempel di
lenganku. Bau alkohol menyeruak ke mukaku. Aku segera ditariknya keluar dari
kamar itu. Ani berteriak2 dan menangis ketakutan. Para suster yang
memeriksa pasien lainnya hanya bisa bengong menyaksikan kejadian itu. Aku
terus diseret melalui lorong2 panjang rumah sakit, sesampai di tepi jalan,
suamiku langsung menuju ke tukang becak dan menaikinya. Aku yang masih
merasakan sakit di sekujur tubuhku diam saja, hatiku menangis, cuma tidak
keluar air mata, mungkin sudah habis, setelah sekian lama kucurahkan.
"Ani, kau pulang jalan kaki saja, biar kita naik becak"

Sesampai di rumah aku langsung dihajar habis2 an oleh suamiku, dijambak


rambutku, ditendang, dan aku pingsan lagi.

Dalam pingsanku, kubertemu ibuku,sedang duduk bersama beberapa wanita.


Kuberjalan mendekat,dan duduk bersimpuh bersama mereka. Aku tidak kenal
mereka semua kecuali ibuku. Kupandangi wajah mereka satu2 persatu, oh ada
satu yang rasanya kukenal, karena wajahnya yang keibuan itu selalu tampak
agung, gurat2 wajah pejuang emansipasi...ya dia Raden Ajeng Kartini. Belum
sempat aku mengangguk tersenyum, dia sudah mengulurkan tangannya
memperkenalkan diri. Tangannya dingin, tapi auranya begitu hangat, apalagi
dengan wajahnya yang bulat itu.
Kulihat lagi di sampingnya, tak kukenal sama sekali wajahnya. Dia tersenyum,
tak kalah agung dari Kartini, membelai rambutku sejenak, dan membisikiku.

"Aku Hawa, ibu segala bangsa, ikutlah bersama kami"


Aku terhenyak, di luar segala bayanganku selama ini, Ibu Hawa ternyata berkulit
hitam legam, lebih tinggi daripada manusia pada umumnya, dan berambut
kriting. Pertanyaan demi pertanyaan menggelayut di otakku, tapi aku tidak
berani mengungkapkannya. Akupun mengikuti pembicaraan antar generasi itu,
jarak sejarah yang ada seakan terjembatani.
"Jaman telah memposisikan kita secara tidak adil, mitos bahwa kita terbuat

80
dari tulang rusuk laki2 telah merasuk sedemikian rupa, dan mayoritas manusia
mempercayainya. Dan dari situ merembet ke segala struktur budaya
masyarakat, kita sebagai kaum wanita banyak dirugikan", Ibu Hawa membuka
pembicaraan dengan kalimat yang membikin detak jantungku berdegup keras.
Apakah mitos yang juga aku percayai itu bohong, bukankah itu tertera di kitab2
suci. Segudang tanya kembali menyelinap di otakku, tapi aku tidak berani
bertanya.
" Tapi apa yang harus kita lakukan Ibu?" , ibuku bertanya dengan lembutnya,
khas orang Jawa yang memang terbiasa dengan hirarki.
" Apapun produk sejarah yang ada sekarang ini, yang bersumber dari mitos
yang secara tidak sadar telah menjadi pola pikir kita, kita harus lawan. Jangan
sampai kita dengan sukarela menerimanya."
" Tapi kita berhadapan dengan budaya dan agama Ibu, sebuah kekuatan yang
tidak begitu saja bisa kita lawan. Karena selama ribuan tahun terbentuk dan
mengakar", Kartini mencoba memberi tanggapan atas pendapat Ibu Hawa.
" Berat memang, tapi bukan berarti tidak bisa. Struktur pemikiran masyarakat
harus kita rombak, dari sebuah struktur yang menganggap budaya dan agama
adalah segala2nya, menjadi sebuah struktur yang menjadikan budaya dan
agama sebagai subsistem ilmu pengetahuan. Dengan demikian budaya dan
agama adalah kajian alternatif, bisa dikritisi dan disesuaikan dengan
perkembangan zaman, tanpa mengurangi nilai2 universalnya."
" Aku tidak mengerti Ibu, bukankah agama merupakan pemikiran yang sudah
final, segala sesuatu sudah ditetapkan hukumnya..?, aku mencoba bertanya,
sebelum aku bertambah bingung. Sungguh, aku baru kali ini mengikuti diskusi
berat seperti ini. SD sebagai pendidikan terakhirku hanya menyisakan keahlian
membaca dan sedikit menulis surat, lebih tidak.
" Pemikiran agama harus kita bedakan dengan agama, agama harus kita
pandang sebagai nilai2 universal yang hampir setiap manusia menyetujuinya,
misalnya pembelaan terhadap kaum tertindas, pembagian kesejahteraan yang
adil, kesetaraan antara pria dan wanita, dsb. Sedangkan pemikiran agama
sebagai pengembangan dari agama itu sendiri pasti akan terpengaruh oleh
sosio-kultural masyarakat. Dan sosio-kultural masyarakat akan berubah dari
jaman ke jaman, jadi apa yang telah disepakati sebagai yang terbaik di masa
lalu, bukan berarti yang terbaik di masa sekarang, karena background-nya pun
jelas berubah"
" Ibu Hawa, apa yang kita butuhkan untuk mewujudkannya..?" Kartini
tampaknya sangat tertarik dengan topik diskusi, berbinar2 matanya.
" Ribuan wanita seperti kamu Kartini, kalau perlu jutaan, seperti kamu juga,
hanya kamu harus belajar lagi, tidak perlu ke sekolah kalau kau tak punya
uang, banyak bahan belajar di perpustakaan kalau kau mau.", tatapan mata Ibu
Hawa menuju arahku, aku malu, aku yang lahir ratusan tahun setelah mereka,
ternyata mempunyai jarak sejarah yang berbanding terbalik. Semestinya aku
lebih pintar dari mereka.
Senyum itu mengantarkan aku bangun lagi, tiba2 sakit bekas tamparan dan
tendangan suamiku datang lagi. Tiba2 pula semangatku menjadi membara,
aku harus berbuat sesuatu untuk memperbaiki kehidupanku. Malam itu aku
berpikir keras, bertanya kepada diriku sendiri, apa yang harus kulakukan untuk
masa depanku dan Ani terutama.
Besoknya, niatku sudah mantap, aku ingin bercerai dari suamiku, aku tak mau
punya suami yang selalu menindas, yang memeluk botol2 alkohol setiap
harinya, yang tak urung menghancurkan masa depan Ani, harapanku di masa

81
depan.

Syukur pada TUhan, permintaan ceraiku dikabulkan setelah beberapa minggu


mondar-mandir di KUA. Semua biaya perceraian ditanggung suamiku (sudah
menjadi mantan sekarang).
Akhirnya malam ini aku bisa tidur dengan nyenyak untuk pertama
kalinya.................
Aku, Ani, Ibuku, Ibu Kartini, dan Ibu Hawa berada di pendopo itu lagi....,
membentuk lingkaran dan masing2 tangan kami saling memegang, Ibu Hawa
meminta mata kami untuk dipejamkan......
Layar2 dari waktu ke waktu terbuka, kami membagi duka, ternyata penindasan
itu ada dari masa ke masa, berulang..berulang....dan berulang...

82
Kartini, Pelacur Kelas Teri

Jarum jam menunjuk angka 2, dingin sudah mulai membelai kulit dan meminta
perhatian agar aku segera tidur. Aku sudah memuaskan birahi Pak Reno, lelaki
gendut kepala RT-ku. Dia berjalan terhuyung2 pulang ke rumahnya. Badannya
bau sekali, mungkin dia hanya mandi pada bulan Suro saja, nafasnya ngos2an
seperti dikejar maling, dan rambutnya yang mulai memutih itu, sering rontok
kalau terkena tarikan, walaupun sedikit saja. kalau saja dia tidak membayar
selembar ratusan ribu untuk "short attack", aku tidak akan sudi melayaninya.

Oh ya..perkenalkan namaku kartini, aku memakai k (kecil) untuk namaku


karena aku tidak mau menodai nama Ibu bangsa Indonesia Raden Ajeng
Kartini. Dia adalah idolaku sejak kecil, memang dia hanyalah seorang anak selir
dari asisten Wedana* , tapi cita2nya untuk membangun bangsaku sangat aku
kagumi. Aku tak perduli walaupun dia akhirnya menyerah kepada nasib dengan
menikahi seorang bupati, bupati lagi bupati lagi.....aku jadi muak mendengar
nama itu..seperti tidak ada nama lain saja di dunia ini. Bupati yang berkuasa di
wilayah yang cukup luas, disembah di sana sini, orang menyungkur kalau bupati
lewat, bisa menikahi perempuan lebih dari satu, bahkan mungkin sepuluh.
Tetapi kebangsatan priyayi Jawa yang bertitel bupati ini juga tak kalah
memuakkan, dia akan menyungkur terhadap penggede2 kumpeni, bangsaku
menyebut demikian. Hasil bargaining dari Verenigde Oost-Indische Compagnie,
bangsaku susah melafalkannya sehingga menyebut kumpeni dengan
gampangnya.
Ibu Kartini memang menyerah terhadap tekanan terhadapnya, tapi aku toh
menyerah juga pada tekanan yang menghimpitku. Jadi sekali lagi aku tidak
perduli, bagiku Kartini adalah pahlawanku. Tapi begitulah, namaku juga kartini,
tentu saja tanpa Raden Ajeng atau Raden Ayu di depannya, dulu waktu aku
masih sekolah SD, aku dengan bangga menggunakan K besar di ujung namaku,
aku ingin menjadi seperti dia, menentang kelaliman laki2, berteriak melawan
kemunafikan para priyayi2, berharap menghancurkan budaya malu2 dan
unggah-ungguh, mencoba mendidik wanita negeri untuk mampu
mendongakkan wajah menghadap cerahnya kehidupan.
Tapi cita2 menjadi hanya sekedar cita2, seperti uap air yang akan segera
menghilang membubung ke angkasa, berarak ke sana kemari menawarkan diri.
Aku tidak bisa lagi melanjutkan ke SMP, walapun rentetan nilaiku cukup
menjanjikan. Aku termasuk orang yang cukup cerdas, setidaknya itulah yang
dibilang guru2 SD ku. Tapi beberapa lembar puluhan ribu tak ada pada diriku,
sehingga dengan sangat terpaksa aku mendekam di rumah, menyaksikan
teman2 sebayaku memakai sepatu baru, celana baru, tas baru, dan semua
yang serba baru, cerah menjemput harapan. Kadang aku harus menangis,
mengapa dunia ini terlalu jahat kepadaku, seorang gadis kecil yang harus
menabrak kenyataan pahit.
Setiap pagi aku harus bangun, membantu ibu memasak, dan kemudian ikut ke
sawah membantu apa saja yang bisa kulakukan. Sepetak tanah hasil warisan
dari kakek itulah satu2nya harapan hidup kami. Itupun sering harus dibiarkan
bero* * karena pengairan irigasi belum sampai menyentuh sawah kami.
Aku cukup cantik, tubuhku putih bersih, rambutku panjang berombak, mataku
bulat disertai bola mata yang tajam, seperti putri Bali kata ibuku. Dua tahun
setelah aku lulus SD, datang seorang tetangga kami, Pak Dasad namanya,
seorang tuan tanah. Dia bilang terus terang pada orang tuaku agar diijinkan

83
mengawiniku, sebagai gantinya sawah sebahu* * * akan diberikan kepada
mereka. Ibuku dengan tegas menolak permintaan itu, bahkan dia menangis
sesenggukan. Tapi bapak punya pendapat lain, dia setuju dan bahkan meminta
persyaratan tambahan dari Pak Dasad, tegalan yang di pinggir kali punya Pak
Dasad pun dimintanya juga. Malamnya terjadi perang besar antara bapak dan
ibu, pertama kali dalam hidupku kulihat mereka begitu saling benci, saling caci,
sumpah serapah keluar semua. Aku hanya diam saja. Hatiku menangis, tapi
aku tidak bisa berbuat apa2. Aku ingin lari tetapi lari kemana. Aku hanya
sesenggukan sendiri di kamar.
Besoknya aku sudah dipingit, tidak boleh keluar sama sekali. Rupanya bapak
lebih superior daripada ibu, dan aku yang harus menjalani derita dari zaman ke
zaman ini.
Beberapa hari setelahnya pun aku menikah, sederhana dan kecil2 an, karena
aku memang istri ke sekian dari Pak Dasad. Dan malam petaka itupun datang,
dengan nafsu Rahwana-nya Pak Dasad memperkosaku, ya dia memperkosaku.
Sama sekali tidak ada foreplay, sama sekali tidak ada kata2 sayang yang
seharusnya sangat diharapkan oleh seorang perempuan. Alih2 tahu tentang G-
spot, bahkan setelah nafsu birahinya terpuaskan, diapun tidur terlelap dan
mendengkur di sampingku.
Pernikahan kami tidak berlangsung lama, Pak Dasad adalah tipe yang ringan
tangan. Pukulan sering mendarat di sekujur tubuhku bila ada sesuatu yang
menurut dia salah. Lama kelamaan aku tidak tahan lagi, akupun minta cerai.
Permintaanku dikabulkannya, tetapi masalah tidak berhenti di situ, aku hamil
anaknya. Untuk menghindari malu, aku langsung mengungsi ke daerah
perkotaan. Dimana berlaku filosofi hidupmu adalah hidupmu dan hidupku
adalah hidupku.

Dan lahirlah Dara, mungil dan cantik, waktu lahir beratnya hanya 2,7 kg. Aku
memberi nama demikian, karena aku ingin dia bisa terbang bebas seperti
burung dara(merpati=red), menemukan soul mate-nya dan hidup bahagia
selama2nya. Untuk menghidupi Dara, aku bekerja sebagai pembantu rumah
tangga. Siang hari aku bekerja, dan malam hari aku merawat Dara. Untung
siang hari ada seorang nenek sebelah kos2anku yang rela menunggui Dara
tanpa bayaran sepeserpun.
Suatu saat aku ketiduran saat memasak, lelah sekali karena Dara rewel terus
semalaman, dan panci tempat aku masak itupun hangus dan terbakar. Aku
mendapat marah besar dan seketika itu pula dipecat dari jabatan pembantu
rumah tangga.
Mencari pekerjaan susah sekali, jangankan untuk aku yang hanya lulusan SD,
para sarjana2 yang telah bertitel berjejer, dan yang menghabiskan puluhan juta
untuk studinya saja harus berlari pontang-panting ke sana kemari mencari
sesuap nasi.
Dara kena demam, aku tidak ada uang sama sekali, aku pinjam kesana kemari
tidak ada yang mau meminjami, Dara menangis saja tanpa henti, aku sampai
pusing mendengarnya. Tiba2 pintu kosku dibuka, aku kaget, Pak Budi,
tetanggaku yang ganteng itu masuk tanpa permisi. DIa menawarkan untuk
membawa Dara ke dokter terdekat, tetapi meminta imbalan tubuhku. Aku
bimbang memilih antara nilai harga diri dan kecintaan kepada anak. Akhirnya
aku memilih yang kedua. Itulah pertama kali aku menjual tubuhku untuk
beberapa lembar puluhan ribu. Pekerjaan ringan sebenarnya, walau hati ini
pedih. Tetapi aku tidak punya pilihan lain.

84
Dan menjadi perempuan penjual cinta pun menjadi pekerjaanku sejak itu. Aku
tidak tahu kenapa, namaku cepat sekali menyebar di kalangan underground
pria hidung belang. Kebanyakan memang pria baik2 yang menjadi
langgananku, tetapi juga tak jarang pula para bangkotan tengik itu yang
menikmati tubuhku.
Dara sudah umur 3 tahun sekarang, sudah mulai ceriwis, rasa ingin tahunya
semakin besar, dan sudah mulai kelihatan tanda2 kecantikan yang ia warisi
dariku.
"Mama, kenapa setiap hari selalu ada orang kesini..?, apakah mereka
menyakiti mama..?"
"Dara sayang, mereka tidak menyakiti mama, mereka justru membantu mama,
untuk membeli makanan dan menyekolahkan Dara tahun depan"
"Mama, jadi apakah aku nanti..?"
Aku kaget, dan airmataku meleleh.
"Dara akan jadi kartini yang tak akan menyerah"

* wedana : pemimpin dari kumpulan beberapa kecamatan,


setingkat di bawah bupati
* * bero : tanah puso/ tidak digarap
* * * sebahu : seperempat hektar

85
Anjing dan Kucing (bag.1)

Rintik hujan semakin deras, aku hanya berdiri menunggu di bawah pohon yang
rindang. Arlojiku sudah menunjukkan angka 5 sore, pertanda sejam sudah aku
menunggu Ita...., kemanakah gerangan anak ini..?. Kejadian yang sering
berulang memang, dia sering telat karena kesibukan yang memang kadang
susah ditinggalkan. Begitulah susahnya punya pacar model, kalau pemotretan
belum selesai belum bisa meninggalkan site.

Ita, gadis yang tinggi semampai ini sudah beberapa bulan menjadi kekasihku.
Waktu itu secara tidak sengaja bertemu dia di lokasi pemotretan, aku
mengantarkan catering untuk mereka. Ita yang waktu itu sudah kelihatan lapar
banget datang cepat2 merebut rantang makanan yang aku pegang, aku yang
baru masuk ruangan itu cuman bisa bengong. Rantang segera dia buka, dan dia
makan dengan lahapnya....
"Eh Mas, jadi lupa nawarin..., makan yuk...!!!"
"Terima kasih, aku udah habis makan tadi, lagian kan kamu kelihatan
kelaparan, nggak baik ngurangin jatah makan kamu."
"Nggak apa2 koq, paling aku juga nggak habis, keep on the line bo', nggak
boleh makan banyak2" sambil memperlihatkan pinggangnya yang ramping dia
ngrelain berdiri muter2 di depanku. Aku cuman bisa mupenk ngliatnya.
"Ayo...ikut makan.."
Gadis ini baik sekali pikirku, belum saja kenal sudah mau ngajak makan
sama2, serantang bersama lagi. Aku muter otak, ah aku tadi lupa mandi, eh
bukannya lupa aku memang males mandi, udah gitu gak pake parfum lagi.
Pasti baunya minta ampun, cuaca panas kaya gini. Ah peduli amat, akhirnya
kuberanikan diriku duduk bersila didepannya ngadepin itu rantang berdua.
"Mas, bau euy..., blon mandi yach..?'' nah kan baru aja aku duduk, dia udah
protes.
"Eh nggak apa2 koq Mas, biasa lagi klo lagi panas kaya hari ini.." dia meralat
ucapannya yang barusan kaya petir menyambar ubun2ku, sambil tersenyum
manis.., manissss sekali....

Di sampingku si fotografer kelihatan agak kurang ramah denganku, dari tadi dia
cuma diam seribu bahasa. Mungkin sakit gigi, atau memang dia biasa jualan
senyum seribu perakan aku juga nggak tahu. Akhirnya aku ikut makan juga,
sambil sesekali ngelirik si model yang suka cuap2 itu. Ah ngimpi apa aku tadi
malam, bisa ketemu bidadari seramah ini. Ah iya, aku ngimpi kejar2 an sama
maling..., loh koq jadinya ketemu sama gadis, joko sembung bawa golok amat
ya', sama sekali gak ada nyambungnya. Kalau Om-ku aku ceritain, dia pasti
langsung buka primbon kebanggaannya itu. Kalau ngimpinya ini, artinya inilah,
nomornya inilah, pantangannya itulah, ah sampe ngantuk aku kalau ngomong
sama dia. Sangking percayanya dia ama itu primbon, membawa istrinya ke
rumah sakit aja perlu2 nya milih hari yang baik.

Begitulah awal yang indah sekaligus memalukan itu, karena perusahaan


mereka langganan dengan catering ibuku, jadilah aku kurir yang tiap hari harus
nganterin makanan2 itu. Dan aku sering ketemu dia, yang belakangan aku
ketahui bernama Ratna Sita Amalia. Kita sering bercanda, kadang sampe
kelewatan, sampe kadang aku sedikit jengkel, habisnya mentang2 dia cantik
rupawan dan harum menawan, selalu ngejekin aku yang belum mandi lah,

86
parfumnya bau sapi lah, kulitnya kaya kuda nil lah, yang kalau aku inget2
semua bisa sakit hati aku.

Dia ini hp-nya gak pernah berhenti berdering, kecuali klo lagi pemotretan, yang
malam ini diajak nonton film, ditraktir di restoran yang mahalnya amit2,
diajakin nonton konser, pokoknya gak ada berhentinya. Aku yang dicritain,
cuman tambah melongo aja, nggak tau musti bilang apa. Sampai suatu sore,
ketika aku nganterin rantang lagi, mukanya sembab, kaya mau nangis..., aku
jadi salting, cuap2nya hilang sama sekali...

Aku serahin rantang itu ama fotografer itu, trus sama Ita, dia mandang aku
sebentar, dan lihat jam tangan Swatch merah mudanya ..
"Mas, boleh sore ini minta tolong dianterin ke rumah..?"
Aku gelagapan, nggak siap dengan pertanyaan semacam itu..
"Kamu tahu kan klo aku naik vespa butut..?"
"Memang kenapa...?, aku cuman minta dianterin ke rumah, mau pake dokar
kek, mau jalan kaki kek, mau dinaikin bajaj kek, mau nganterin aku nggak...?"
"Maunya sih mau, tapi aku minta bayar..."
"Berapa...?, asal jangan mahal2 yach.."
"Bayarannya kamu senyum sama aku satu menit...."
"Ah curang..., curang...!!!", cubitannya mendarat di pinggangku, waduh sakit
sekali.
"Deal..?"
"Oke dech, tapi bayarnya besok ya jangan sekarang, aku lagi bete nih."
Setelah sesi pemotretan selesai, aku pun mengantarkan dia pulang dengan
vespa bututku, baru aja mau naik motor Ita menangis terisak2, nah aku salting
lagi...
"Ada apa Ita..? tanyaku hati-hati
"Aku benci..benci...aku benci hidup.."
sumpah, aku tambah bingung dengan ucapannya itu. Menghambur dia
didadaku, genggamannya memukul2 dadaku, wah Ita ini apa nggak tahu apa
kalau aku bukan olahragawan yang punya dada bidang, lagian aku kan nggak
salah sama dia, kenapa aku yang dipukulin. Cacingan deh gue eh kasihan deh
gue. Ah tapi aku diam saja, aku biarkan dia nangis dulu, biar amarahnya sedikit
reda. Setelah menangis beberapa lama, aku peluk dia dan kududukkan di sadel
vespaku yang udah mulai robek di sana sini.
"Kamu ada masalah apa Ita?"
"Aku benci..., cowok2 itu pada ngejar2 aku karena penampilan lahiriahku saja,
mereka sama sekali tidak ada yang ngerti aku, diajak yang hura2 saja, ketika
aku ada masalah tidak ada yang mau ngedengerin."
Ah, ternyata tentang cowok to..., aku tahu memang ini gadis yang suka banyak,
ya terang lah udah cantik, model, baik lagi, trus gampang bergaul, dan nggak
sombong. Kebanyakan mereka org2 tajir lah, tentengannya hp terbaru,
tongkrongannya mobil2 mengkilap, tapi yah itu memang nasibnya Ita kali yach.
"Mereka bilang cinta denganku, tapi aku tahu mereka tidak ada yang serius,
jika saja aku tidak cantik mereka pasti tidak ada yang mau mendekatiku. Ego
cowok terlalu tinggi, maunya menang sendiri, kalau butuh saja merengek2
datang, kalau sudah tidak butuh, telfon aja nggak pernah."
Ita sudah menyerang kaumku ini, walah walah tapi biarlah yang penting aku
tidak merasa demikian. Aku dengerin saja....
"Maunya aku nurut sama dia, emang jaman Siti Nurbaya apa, wanita harus

87
monggo kerso sama laki2, kita hanya jadi suboordinatnya, terus dunianya
hedonis banget, pandangannya profan, kita kan sudah merdeka dari pemikiran
konservatif"
Aku sedikit tersentak, gadis ini ternyata pinter juga, nggak tahu seberapa jauh,
tapi kayaknya akrab dengan dunia feminisme. Aku beranikan ambil tissue di
tangannya, dan aku hapus sedikit demi sedikit air matanya.
"Sudah marahnya..?" aku berhadapan muka sambil tersenyum sekenaku, aku
tahu nggak manis tapi ya sudahlah yang penting kan senyum.
Eh dianya mulai tersenyum...., singa betina yang tadi lapar siap merobek2
mangsa sudah mulai menyurutkan taringnya.
"Tidak selamanya dunia ini seperti yang kita kehendaki, karena idealisme harus
selalu berhadapan realita, duniamupun begitu nona manis, cobalah belajar dari
apa yang dibentangkan Tuhan buat kita, jangan menyerah ketika kita
tenggelam, ambillah sedikit hikmah dari pengalaman itu."
Ita tersenyum lagi, dan...mmhhh...dia mencium aku.

Bumi gonjang-ganjing, langit kelap2 katon.............

88
Anjing dan Kucing (bag.2)

Matahari perlahan berjalan anggun meninggalkan tempat tidurnya, burung2


berteriak2 kegirangan bak pororoco* , ehmmm.., senyum Ita sudah menghiasi
pagiku. Aku masih mengusap2 mataku, menghilangkan sisa2 tidur yang masih
terpampang di mata. Dia berjingkat2 menggandeng tanganku,
mengantarkanku ke kamar mandi, sehelai handuk putih yang sudah
disiapkannya dari tadi disampirkan di pundakku.

"Sana mandi....., biar bau pete campur jengkolnya hilang" Ita mendorongku
masuk ke kamar mandi sambil tertawa renyah, dan segera menutup pintunya.

Ah Ita selalu datang pagi2 sekali ke rumahku kalau hari Minggu, sejak kejadian
sore itu, dia semakin manja denganku, dia bilang bahwa dia lebih nyaman
bersamaku, bisa mengolok2 aku, bisa bercanda bebas seperti monyet2 kecil,
mencubit2 sekujur tubuhku sampe biru, tanpa takut sama sekali bahwa aku
akan marah, karena aku memang tidak bisa marah. Dia bilang juga kalau dia
banyak mau belajar dari aku, belajar menghargai hidup, belajar mencintai
kesederhanaan, belajar mandiri dan tidak menggantungkan diri pada orang
lain. Lagi2 aku cuman bengong saat dia bilang seperti itu, bukankah itu sangat
berlebihan untuk diucapkan kepadaku, seakan2 aku telah menjadi seorang
Winnetou* * , pemuda berkulit merah sang pembela kebenaran.

Ibuku selalu bilang untuk berhati2 dengan wanita yang sedang jatuh cinta,
karena cinta seorang wanita itu bagaikan cinta seekor anjing terhadap tuannya.
Suka dan lara akan rela dijalaninya ketika wanita merasa sudah menemukan
seorang pria yang patut dicintainya. Dia akan mengikutimu kemanapun engkau
pergi, walaupun mungkin itu bisa membahayakan dirinya sendiri.

Teman2 satu fakultas gempar, berita bahwa aku pacaran dengan Ita sudah
merebak ke mana2. Banyak di antara mereka yang mencibir, mereka bilang
hubungan kami tidak akan berjalan lama. Mereka seakan telah pernah
membaca Serat Jayabaya masa depan hubungan kami. Ada pula beberapa
yang memberi ucapan selamat, mereka bilang hubungan kami adalah
hubungan petir, hubungan yang menyatukan antara bumi dan langit, hubungan
antara Shrek dan Putri Fiona, dan itu patut dirayakan, karena hubungan seperti
ini sangat jarang ditemukan di jagad raya.

Hubungan kami ternyata berjalan lancar2 saja, sampai suatu saat aku bertemu
dengan tetangga baruku, dia pindah dari kota L karena bapaknya lebih merasa
cocok untuk menjalankan bisnis di kotaku, dan mereka membeli rumah
persis di depan rumahku. Suatu sore mereka mengenalkan diri pada keluarga
kami, lengkap dengan seluruh anggota keluarga, aku pikir2 keluarga ini contoh
keluarga berencana yang sukses, salah satu dari sedikit program yang cukup
bagus yang diluncurkan oleh rejim fasis Suharto. Bagaimana tidak, mereka
adalah keluarga yang terdiri dari 4 anggota keluarga, ayah, ibu, dan 2 anak.
Seorang anak perempuan dan seorang anak laki2. Perkenalan mereka cukup
singkat, sampai aku sendiri tidak jelas mengingat nama2 mereka, tapi ada
semacam kekuatan yang menyihirku sehingga malam itu aku tidak bisa tidur,
dalam perkenalan itu aku sempat bertatap pandang dengan gadis tetangga

89
baruku itu, dia yang hanya diam saja sambil hanya sesekali tersenyum kalau
ada pembicaraan antara bapak ibuku dan bapak ibunya dia yang lucu. Dia tidak
berbicara sepatah katapun. Aku tidak tahu, hatiku mengatakan bahwa gadis ini
mempunyai kekuatan yang tidak dipunyai oleh gadis2 lain. Kekuatan magis-nya
telah menyihirku semalam penuh tanpa aku bisa melawannya, sedikitpun tidak.

Hari berikutnya, saat aku sedang asyik2nya membaca kisah2 Leo Tolstoy* * * di
depan rumah, gadis yang kemarin itu berjalan seperti macan luwe (singa
lapar=jawa) menuju ke arah rumah kami, rambut hitam sepunggungnya
tampak mengkilat2 dibelai sang mentari, dia membawa nampan kecil...........

"Assalamu alaykum......, Kakak...ibu ada di rumah....?"


aku geragapan, walau aku sudah melihatnya dari jauh dari tadi, tapi toch aku
grogi melihatnya...
"Eh...ehmm...anu....ibu lagi di belakang, mau dipanggilkan...?"
"Kalau kakak tidak berkeberatan"
Aku bergegas pergi kebelakang, mendapatkan ibuku sedang membikin sambal
pecel untuk makan nanti malam. Karena langkahku terburu2 kaya dikejar
hansip, kakiku menabrak kaki meja dan aku hampir saja jatuh terjungkal di
dapur. Ibuku menoleh sambil geleng2...
"Bu, ada anaknya tetangga depan rumah itu datang, itu lho anaknya yang
perempuan"
Ibu segera bangkit dari kesibukannya dan langsung menuju ke depan rumah...
"Eeehhh....Nak....!!!" kata2 ibu tersendat, sepertinya ibu lupa nama gadis itu.
"Aisya Bu, nama saya Aisya..."
"Oh ya Aisya, saya lupa lagi namanya, silahkan masuk Nak Aisya...., Arya ini
gimana...ada tamu koq nggak dipersilahkan masuk."
"Emmhh..anu Bu...!!"aku jadi bingung ibu bilang begitu, tapi belum selesai
kalimatku sudah dipotong oleh ibu lagi.
"Ada perlu apa Nak Aisya, ada yang perlu kami bantu..?
"Tidak koq Bu, saya hanya mengantarkan kue jajan buatan Mama untuk Ibu dan
keluarga"
"Wah terima kasih sekali, sungguh bahagia kami mendapatkan tetangga baru
yang begitu baik, repot2 sekali Mamamu membuat kue buat kami, Arya
temenin Nak Aisya ngobrol yach, Ibu mau ke belakang sebentar nyelesaiin
sambelnya Ibu sama masukin kuenya ke kulkas buat buka puasa kamu nanti
sore"
Ah Ibu...., kenapa kami ditinggalkan berdua...
ruang tamu jadi sangat hening, sampai kudengar detik2 jarum jam mewarnai
keheningan, kulihat sekilas Aisya juga cuma menundukkan muka, aku juga
diam seribu bahasa. Aku tiba2 saja blank tidak tahu harus bilang apa.
5 menit berlalu tanpa sepatah katapun, aku mulai tidak enak pada diriku
sendiri, bukankah ibu tadi bilang kalau aku disuruh nemenin ngobrol dia. Ah..,
aku lupa...aku bisa nawarin minum..
"Ehmmm, A..."belum sempat aku menyelesaikan kalimatku, ibu sudah datang
dari belakang.
"Lho, koq diem2 an aja berdua, Nak Aisya mau minum apa..?
Nah kan.., ibu mendahuluiku lagi...
"Makasih Ibu, saya mau permisi dulu, maaf musti nemenin Mama nyiapin buat
ulang tahun adik saya Bayu besok."
Akhirnya Aisya pamitan dan meninggalkan rumah kami, aku menyesal

90
sejadi2nya karena melewatkan kesempatan ngobrol sama dia tadi.
Tibalah saat berbuka, aku mengambil air teh yang sudah dibuatkan oleh ibu dan
segera kuminum tandas karena sangking hausnya, dan ibu segera memberikan
kue yang dibawa Aisya barusan. Ibu segera menyuruhku makan, tetapi aku
tidak punya nafsu makan, aku teringat2 kejadian di ruang tamu tadi saja.
Sehabis sholat maghrib, Ibu memanggil aku ke kamarnya....
"Arya, kamu baik2 saja...?"
Aku cium tangan ibuku dan aku menganggukkan kepala...pertanyaan ibuku yg
sederhana ini menandakan bahwa dia sudah tahu gejolak dalam hatiku.
"Arya, ingatlah...cinta laki2 itu seperti kucing, yang akan hinggap kemanapun
dan ke siapapun yang memanjakannya. Kucing akan makan pemberian
tuannya dengan lahap dan kadang2 mencuri yang bukan haknya.
Tetapi kucing yang bijaksana akan tahu mana makanan yang seharusnya dia
makan dan mana yang harus dia hindari. Pria yang bijaksana pun akan tahu
membedakan antara wanita dan perempuan biasa."

Aku hanya bisa mengangguk atas nasihat ibuku. Ibu seakan tahu kemana
darahku akan mengalir, seberapa cepat detak jantungku berdenyut. Aku cium
tangan ibuku sekali lagi sebagai rasa terima kasih atas kata2 bijaknya yang
baru kudapat.
Hari2 berlalu dengan cepatnya, hari2 ku diisi dengan canda tawa Ita yang tak
ada henti2nya. Tapi hatiku tak bisa lepas dari sosok Aisya yang semakin lama
semakin kusadari bahwa Aisya lah yang dimaksudkan Ibu sebagai wanita. Aku
tahu itu dari perbincangan2 ibunya Aisya dan ibuku. Aisya adalah gadis yang
sangat cerdas, berbudi halus bak Putri Solo baru turun dari taksi eh salah ..dari
kereta kencana, berprestasi di sekolahnya, kepandaiannya dalam seni tak usah
diragukan lagi.
Dan semakin lama juga semakin kusadari, bahwa Ita adalah perempuan biasa,
dia mungkin luar biasa di mata orang2, tapi sejatinya dia adalah perempuan
biasa. Akhir2 ini dia sering menuntutku untuk berpakaian lebih perlente,
menuntutku untuk kongkow2 di mall, menuntutku untuk mengecat vespa
bututku biar kelihatan lebih bagus, mengganti joknya, dan sebagainya dan
sebagainya.

Aku kembali teringat pesan ibuku beberapa bulan lalu, ibu bilang bahwa
kebanyakan kaum perempuan terutama yang muda akan lebih cenderung
mencintai laki2 dan bukan pria. Karena laki2 membuatnya tertawa2,
sedangkan pria membuatnya tersenyum gembira, karena laki2 menyajikan
hiburan semata, sedangkan pria memberikan nasihat2 bermakna. Karena laki2
mempunyai lengan perkasa dan kuda2 bermesin, sedangkan pria hanya
menawarkan kesederhanaan dan kasih sayang. Karena laki2 memanjakannya
dengan perhiasan dan kemewahan, sedangkan pria memujanya dengan kata2
dan pujian.

Ah...seandainya Aisya tahu bahwa aku sangat mencintainya.

* pororoco = suara keras yang ditimbulkan oleh bertemunya aliran air tawar
sungai Amazon dengan air laut Samudra Atlantik.
* * Winnetou = seorang pemuda Indian yang menjadi tokoh utama dalam
beberapa karya Karl May, seorang penulis Jerman.
* * * Leo Tolstoy = salah satu pengarang terbesar Rusia

91
Menyerah Pada Sang Cinta

Anna datang dengan nafas tersengal2, terburu2 karena 20 menit lagi dia sudah
harus pergi ke John Robert Power untuk mengikuti les kepribadian. Belum
sempat dia mengambil apel Australia kesukaannya, ibunya sudah
menyambutnya dengan senyum.
"Anna, makan dulu sana, mama sudah siapin bandeng presto buat kamu.., tuh
kebetulan mumpung masih anget"
"Mah, nggak keburu....Anna musti nyampe di John Robert Power secepatnya,
makasih ya Mah"
"Aduh anak mama ini, cuci muka dulu sana biar seger, rambutnya diiket yang
rapi, pake lipstik, dan ganti baju yang bagus, kamu kan mau kursus
kepribadian, musti kamu tunjukkan kalau kamu sudah punya kepribadian yang
baik."
"Ya mah.....!!!!"
Anna buru2 ke kamarnya, sebuah kamar yang tidak terlalu ruas tetapi tertata
sangat rapi, disana sini berjejeran piala dan penghargaan atas semua
prestasinya selama ini. Kamar itu dicat warna biru, warna kesukaannya. Dia
sangat cinta pada ibunya, memang cerewet tapi Anna tahu bahwa itu semua
demi kebaikan Anna sendiri. Setelah cuci muka, langsung dia ganti baju,
sekenanya dia ambil baju di dalam lemari warna pink itu. Segera dia turun dan
mencium ibunya.
"Mah, Anna pergi dulu ya..."
"Lho, mana lipstiknya...koq nggak kelihatan merah...?"
"Nggak sempet Mah, tuh liat, tinggal 10 menit lagi.." Anna memang paling tidak
suka memakai lipstik dan alat2 kecantikan yang lain, tapi dia kasihan kalau
bilang terus terang sama mamanya.

"Ya sudah, ati2 ya..., belajar yang bener..."


"Makasih Mah, Assalamu alaykum"
Anna segera melesat naik menuju mobil BMW warna biru metalik yang sejak
dari tadi menunggunya. Mang Udin sopir pribadinya sudah dari tadi ngetem di
garasi. Bu Ratih, ibunya Anna, geleng2 kepala. Dia bangga sekali punya anak
gadis seperti Anna, seorang gadis yang sangat aktif dan sangat pandai, tidak
suka macam2, dan yang lebih membuat bangga lagi anak gadisnya itu cantik
sekali yang mengingatkan Bu Ratih akan masa mudanya dulu. Banyak sekali
pemuda yang mengiba cintanya, dan sering dia berkaca untuk melihat sisa2
kecantikannya yang rupanya telah banyak berpindah ke anaknya, si Anna.
Kadang bahkan dia iri akan kecantikan anaknya itu, pipinya yang merah muda
kalau tersentuh sinar mentari, bibirnya yang kemerahan disertai dengan
senyumnya yang manis, rambutnya yang legam, wajahnya ayu, segalanya
dipunyai Anna.

Sampai didepan John Robert Power, Anna segera membuka pintu mobil dan
langsung menghambur menuju ruang kelas. Gedubraakkkkkk....!!!!! Anna
menabrak seorang pemuda yang sedang ngecat pintu masuk, bak berisi cat
itupun ngga karu2an mewarnai t-shirt lusuh yang dipakai pemuda itu, belum
lagi tumpahan yang berserakan di lantai.

92
"Astaghfirullah, maaf, maaf, maaf, maaf sumpah saya nggak sengaja, maaf ya
Mas..!!!!, saya terburu2 karena les saya sebentar lagi mulai"
"Bukan salahnya Nona koq, salahnya saya yang nggak kasih peringatan, lagian
pintunya belum diajari ngomong, jadi dia tidak tahu musti ngomong apa ketika
Nona mau buka pintu..., jadi atas nama pintu dan saya meminta maaf "
Pemuda itu bukannya malah marah, tetapi tersenyum dan malah dengan nada
bercanda meminta maaf.
"Perlu saya ganti berapa Mas atas cat sama t-shirtnya Mas yang rusak gara2
saya, maaf sekali lagi. Ini kartu nama saya dan Mas telpon saya ya, ntar saya
datang ke tempatnya Mas untuk mbayar ganti kerugian, maaf saya musti pergi
sekarang karena sudah hampir mulai"
Pemuda itu bengong, kejadiannya berlalu begitu cepat, sekarang dia tak tahu
harus berbuat apa selain harus segera membersihkan semua tumpahan cat
sebelum orang lain tahu kalau dia telah menumpahkan cat, yah...gadis itu yang
menumpahkannya tapi atas kesalahan dia.

Kriiiiiiiiinggggggggg............
"Non Anna, telpon dari Den Ivan...!!!!!" suara Mbok Rumi dari kamar tamu.
"Ya Mbok, terima kasih ya.."
Mbok Rumi tersenyum, sungguh dia begitu senang bekerja di keluarga itu, dia
diperlakukan sangat manusiawi, tidak seperti teman2nya pembantu yang lain.
Si Denok, teman mainnya sejak kecil yang ikut merantau ke Jakarta, sering
dimarahi sama majikannya, sering dibentak2, itupun setiap bulannya gajinya
sering ditunda2.
"Sayang, ntar malem pergi ke Hard Rock Cafe yuk...?" jauh dari telepon suara
Ivan, pacar si Anna.
"Mmmmhhh, bukannya aku nggak mau, tapi aku capek sekali, lain kali aja ya..."
Anna merasa seluruh tubuhnya meriang, suhu tubuhnya naik, matanya mulai
berkunang2. Burn out....
"Tapi sayang, kamu dateng dong....soalnya aku udah janjian ngenalin kamu
ama temen2ku, aku kan malu kalau kamu nggak dateng." Praakkkk.....suara
telpon jatuh, Anna pingsan dan terjatuh di lantai.
Keesokan harinya Anna terbangun dan mendapati dirinya sedang di rumah
sakit, ada papa dan mama, dan ada satu lagi pemuda kusut yang langsung
tersenyum ketika mata Anna menoleh ke dia. Senyum pemuda itu, oh senyum
yang begitu damai, memang penampilannya kumal tapi Anna tidak tahu
kenapa dia merasa dalam hatinya bahwa pemuda ini bukanlah orang yang
jahat.Oh ya, Anna lambat laun ingat, ini adalah pemuda yang kemarin
ditumpahin cat, yang baju dan celananya amburadul karena cat itu belepotan di
seluruh tubuhnya. Tapi Anna tak begitu peduli, pemuda ini masih orang asing
bagi dia.
"Mah, kenapa Anna di sini...?" Anna mulai membuka pembicaraan dengan
mamanya
"Kamu kecapaian sayang, dan kamu kemarin bertengkar dengan Ivan, mungkin
kamu terlalu memikirkannya."
"Trus dimana Ivan..?"
"Dia tidak mau kemari, dia masih marah sama kamu barangkali.."
"Oh ya, Mas ini katanya punya urusan sama kamu, dia tadi malem telpon tapi
kamu sudah di rumah sakit, jadi mama suruh saja datang ke rumah sakit."
Anna segera menoleh ke pemuda lusuh itu.
"Maaf ya Mas, berapa harus saya ganti atas kesalahan saya kemarin..?"

93
"Itu bukan kesalahan kamu koq, saya datang ke sini justru untuk meminta
maaf karena kejadian kemarin, dan ingin menjenguk kamu semoga kamu
cepet sembuh"
"Tapi Mas, biarlah saya ganti kerugian kemarin, tidak apa2 koq"
"Terima kasih sekali, tapi memang benar saya tidak dirugikan, saya malah
bersyukur bisa kenal sama kamu dan keluargamu, ini ada buku kecil untuk
kamu baca selama di sini."
Veronika decides to die.........* , sekilas Anna melihat judul buku kecil itu, pikiran
Anna sudah macam2, wong baru sakit begitu saja koq sudah dikasih buku
tentang kematian, wah kurang ajar juga pemuda ini. Tapi dia tidak berani
bilang, jangan2 .......
"Terima kasih ya Mas"
"Semoga cepet sembuh ya, jangan lupa berdoa pada Allah, saya pergi dulu,
saya ada kuliah sebentar lagi, Assalamu alaykum"
Pemuda itu ngeloyor pergi dengan senyumnya............................

Anna merasa bosan sekali, sudah sehari semalam dia di rumah sakit. Tidak ada
yang memperhatikannya sama sekali kecuali mama dan papanya. Ivan
memang benar2 marah karena kejadian malam itu, buktinya sampai sekarang
sama sekali belum ada telpon dari dia. Dia teringat pada buku kecil yang
dikasih pemuda lusuh itu tadi pagi, perlahan dia membukanya...

Veronika, .....seorang gadis yang punya segalanya, gadis kaya raya dan cantik,
gadis pujaan para pemuda, tapi suatu saat dia bosan dengan semuanya itu,
karena semua itu tidak membahagiakan dia, batinnya masih kosong........

"Bagus juga buku ini" pikir Anna, dia merasa disindir, walau tidak semua dalam
buku ini cocok dengan situasinya, batinnya tidak kosong seperti Veronika, dan
dia tidak ingin mati seperti Veronika, Anna masih ingin banyak berbuat bagi
manusia dam kemanusiaannya di dunia ini, tapi ada beberapa yang membuat
dia berpikir semalaman. Mengapa pemuda itu begitu perhatian dengan Anna, di
saat pacarnya sendiripun tidak perhatian dengan dia..?. Mengapa senyum
pemuda itu begitu damai dirasakannya, mengapa.....

Anna telah jatuh cinta, tanpa alasan mungkin. Karena pemuda itu sama sekali
tidak ganteng, pemuda itu lusuh, pemuda itu ya dia adalah pemuda biasa.Tapi
caranya memperlakukan wanita, cara dia bicara, cara dia tersenyum........belum
sempat dia menyelesaikan lamunannya HP-nya berbunyi............
"Assalamu alaykum Anna.."
"Waalaykum salam, dengan siapa ya...?Anna bingung, suara orang yang tak
dikenalnya di ujung sana, rupanya di telepon umum atau di wartel karena latar
belakang suaranya ribut seperti kendaran bermotor dan orang bincang2.
"Dengan pemujamu, aku Iman yang tadi ngasih kamu buku"
"Oh Mas ya...."
"Udah baikan...?'
"Alhamdulillah, anyway thanks bukunya ya..."
"Sama2, mmmmhhhhh....aku mau ngomong sesuatu semoga kamu nggak
marah...."
"Ngomong apa Mas..?"
"Aku telah jatuh cinta denganmu, aku tahu aku bukan siapa2, aku sudah cukup
berbahagia bertemu kamu, syukur jika engkau terima, jika tidakpun aku bisa

94
menerima"
Seperti petir menyambar ubun2 Anna, lidahnya seperti tertekuk2, tak tahu
harus bicara apa.....Anna pingsan lagi.....

Dalam pingsannya, Anna duduk berdua dengan pemuda itu di taman penuh
bunga2 musim semi, berlatar belakang kincir angin.....................tidak ada
siapapun di sana kecuali mereka berdua.............

* sebuah roman karangan Paulo Coelho

95
Cintamu Terlalu Muda
Cahaya rembulan menembus pohon-pohon randu di sekitar ladang. Suara
jangkrik bersahutan merayakan kegembiraan malam yang terang.
"Dita, would you marry me...?" bisik Paijo di telinga Dita.
"Jo, kamu serius......?, atau kamu hanya kumbang yang hanya manis kala
mengharapkan bunga", sergah Dita penuh tanda tanya.
" Aku serius Dita, aku akan segera melamarmu kalau engkau setuju untuk
menjadi istriku..."
dan segera malam berlalu....................................
Dita kena grounded 1 bulan, rahasianya ketahuan sudah, dia pacaran dengan
Paijo, anak pedagang kelontong tetangga RT-nya. Sehari2 hanya nangis saja.....,
bukan karena rindu Paijo tapi karena bosen di rumah.
"Assalamu alaykum......", bel berbunyi tepat pagi ke-27 Dita dikurung.
buru2 Dita lari mau membuka pintu, kesempatan untuk melihat orang luar
selain dari ibu bapaknya, pikirnya.
"Masuk .....Dita...", teriak ayahnya.
Dita mendelik karena takut, dia kembali ke belakang....tapi diam2 mencuri
dengar siapa tamu yang datang. Paijo dan orang tuanya datang untuk melamar
Dita......
"Anak saya tidak akan saya serahkan kepada orang yang tidak bisa
membahagiakannya, pergi.....!!!!!!" suara bapak Dita terdengar lantang.
Dita tahu pasti lamaran itu pasti ditolak, alasannya pasti karena Paijo tidak
kaya lah, Paijo kurang berpendidikan lah, Paijo belum punya rumah sendiri, dan
beribu alasan lain.
Malamnya Paijo mengurung diri di kamarnya, gelap....gelap....hanya gelap yang
dirasakannya.
Menjelang subuh, Paijo sudah berkemas2, tekadnya sudah bulat, dia akan lari
dari kampungnya, malu...malu sekali. Dia malu jadi orang miskin, malu jadi
orang tak berpendidikan, malu hidup di kampungnya sendiri, kampung yang
dulu sangat dicintainya.
"Saudara2, demi generasi mendatang yang lebih baik, korupsi, kolusi, dan
koncoisme, harus dieliminasi dari negara kita tercinta ini" teriak seorang gadis
cantik mengakhiri orasinya, mahasiswa-mahasiswa lain tampak puas atas
orasinya.
Turun panggung, tangan gadis itu ditarik sama pemuda berambut gimbal dan
diajak ke pinggir lapangan.
"Dita, ada yang mencarimu, katanya pacar kamu...!!!, cerocos si gimbal.
"Busyet dah, pacar gue.....gue gampar loe macem2...!!!" Dita merasa terusik
atas ulah si gimbal.
"Yah, loe dibilangin gak percaya, tuh anaknya nungguin loe di pintu gerbang
kampus."si gimbal jengkel sambil ngeloyor pergi.
Dita yang kepanasan habis orasi tambah jengkel saja, sudah jengkel sama

96
pejabat2 Indonesia yang kerjanya cuma merusak bangsa, ditambah lagi ada
yang ngaku2 jadi pacarnya dia, tanpa sepengetahuannya lagi, ketemu aja
belum pernah pikirnya.
Sambil bersungut2 dia bergegas ke pintu gerbang kampus, kampus yang telah
membuat dia lebih memahami derita rakyat dan derita kaum lemah, suatu hal
yang tidak pernah dirasakannya dalam keluarganya yang berada.
"Heh, loe......., sapa loe ngaku2 jadi pacar gue, blon pernah nyungsep ke got
loe...", Dita langsung nyerocos begitu ketemu cowok yang dimaksud si gimbal.
"Tenang Dita...", jawab cowok itu tenang.
"Tenang, tenang.......tenang nenek moyang loe..., kalo ngajak berantem jangan
beraninya sama kaum hawa doang."Dita nyerocos lagi nggak berhenti.
"Dita yang manis..."cowok itu mulai bicara pelan dan halus, membuat Dita agak
sungkan, apalagi dia dibilang manis, dia mulai mendengarkan.
"Hurry up, I am listening..." gertak Dita
"Kamu memang nggak berubah dari dulu, tapi kamu nggak akan pernah bisa
galak denganku.."ucap cowok itu dengan penuh percaya diri.
Dita tambah penasaran, belagu amat cowok ini pikirnya.
"Heh, loe gak usah bertele2, apa maksud kedatanganmu..., cepet bilang
sebelum aku kehilangan kesabaran..."
"Kamu inget temen mainmu waktu kecil yang punya garis kecil di atas bibir
atasnya, yang sering nyuri mangga tetangga bersamamu...?."cowok itu
mencoba meredakan kemarahan Dita dengan pertanyaan.
Dita berpikir keras, mencoba mengingat kembali masa lalu pahitnya yang
berusaha dia kubur dalam2. Masa lalu dalam kediktatoran keluarga, suatu hal
yang amat dia benci dan dia tentang habis2an saat ini bersama teman2
mahasiswa seluruh negeri.
"Kamu......, Kamu...., Paijo...!!!!!." Dita terbata2
Cowok itu mengangguk. Dita lemas lunglai, serasa terasa lagi seluruh syarafnya
karena kaget.
Beberapa hari berlalu..............
"Dita, setelah kupikir matang, aku akan menyuntingmu, kalau dirimu bersedia
menjadi pendamping hidupku...?," Paijo dengan hati2 memberanikan diri
meminta Dita untuk menikah, walaupun dia takut kalau Dita sudah tidak
mencintainya lagi. Dita mungkin berubah pikirnya, sudah jadi gadis
metropolitan.
"Tapi Paijo, ortuku pasti gak setuju, kamu masih ingat kejadian waktu itu
kan....?,"sanggah Dita dengan wajah sedih.
"Aku sadar hal itu, tapi yang akan berumah tangga itu kita, asal kita saling
mencintai, kita akan bersama2 mewujudkan cita dan cinta kita yang telah kita
impikan dulu.., kita nikah dengan wali hakim.."ujar Paijo sungguh2.
Dita linglung, dia harus memilih antara cinta dan orang tua, sebuah pilihan
pahit, peribahasa "If there are two choices, choose the third one" tidak berlaku
lagi sekarang. Pilihannya benar2 cuma dua, Paijo atau orang tua.

97
Setelah kusut semalam itu karena banyak pikiran, Dita akhirnya memutuskan
memilih Paijo, pilihan yang pahit sebenarnya, tapi dia tak bisa mengingkari
kalau dia masih mencintai Paijo, terbukti dia belum pernah sekalipun begitu
sreg dengan cowok2 yang mengejarnya walaupun mereka ganteng dan kaya,
setelah sekian lama pisah dengan Paijo.
Pernikahan dilangsungkan sederhana di masjid kampus, sangat sederhana,
hanya dihadiri teman2 terdekat saja.
Setelah menikah, Paijo dan Dita tinggal di satu kontrakan, selain untuk mengirit
ongkos, mereka berencana membeli rumah sederhana dari tabungan mereka
selama ini.
Mereka sama sekali tak mau mengemis pada orang tua, hal yang tabu dalam
pandangan mereka. Merepotkan mereka lagi setelah kerepotan2 mereka sejak
mereka dilahirkan.
Paijo bekerja sebagai redaktur sebuah harian ibukota sebagai cerpenis dan
pencipta puisi, sekaligus menyalurkan hobinya sejak kecil. Dengan uang
seadanya, mereka mencoba bertahan hidup di ganasnya kehidupan ibu kota.
Setahun sudah berlalu.......
Dengan menghisap rokoknya dalam2, Paijo berpikir keras...belum satu puisipun
terhasilkan dari sibuknya di depan komputer hari ini. Pikirannya kalut dan
bingung, Dita hamil..., kontrakan sebentar lagi habis, musti diperpanjang,
apalagi penerbitan puisinya tinggal lusa.
Dia memandang Dita yang ketiduran di sampingnya, wajah ayu tanpa dosa yang
setia menemani perjalanan hidupnya. Dia tidak habis pikir kadang, anak
konglomerat yang mau membagi hidup dengan orang kecil seperti dia.
Jarum jam berdentang 2 kali, dan satu puisipun terselesaikan. Matanya sudah
tidak bisa diajak kompromi lagi......Paijo tertidur..
Paijo terbangun, matahari dengan garang membelai mukanya yang kusut,
jendela telah terbuka, dia mencium bau mie goreng kesukaannya, rupanya Dita
telah masak. Tapi dia kaget setengah mati, komputernya telah mati, padahal
dia belum menyimpannya di file.
"Dita..............!!!!!!!!"Paijo berteriak keras.....
"Ya.........!!!!" jawab lembut Dita dari belakang.
"Siapa yang mematikan komputer..?"Paijo berteriak keras, merah mukanya
tanda marah.
"Saya, kan Mas Jo tidur malam tadi.." jawab Dita masih sibuk dengan
masakannya.
"Kamu tahu, aku harus menyelesaikan puisi itu dan besok akan terbit, dan saya
belum menyimpannya, kamu keterlaluan Dita, tidak tanya2 aku dulu", Paijo
menuju ke belakang dengan bersungut2.
"Itu puisi untuk membayar kontrakan, untuk membayar makan, apa kamu
nggak ngerti...?"
"Ya, tapi kan saya tidak tahu kalau belum disimpan Mas..."
"Tapi kamu kan harus tanya dulu..., kamu memang keras kepala...., sudah salah

98
membantah terus.., kamu tidak pernah berubah Dita.." Paijo mulai kehilangan
kontrol atas omongannya.
Dita mulai berubah air mukanya mendengar ucapan Paijo, air mata mulai
meleleh di pipinya. Dita pergi ke kamar dan menguncinya. Paijo hanya bisa
melenguh memandangi jalanan kota Jakarta yang sibuk dan penuh polusi. Dia
duduk lagi di depan komputer, mengingat2 lagi apa yang ditulisnya tadi malam.
Sejam berlalu......
Pintu kamar berderit...
"Ternyata orang tuaku benar, kau tidak bisa membahagiakan aku, kau hanya
bermain dengan khayalanmu, bermain dengan puisi2mu, tidak ada gunanya
lagi aku bersamamu, kau tidak pernah mengerti aku, aku tidak mau mati
dalam filosofi2 dalam otakmu itu, aku mau pulang ke orangtuaku..., selamat
tinggal Jo..!!!", dng membawa sebuah tas jinjing Dita segera melesat pergi.
Paijo melongo, bingung mau berbuat apa, rasanya tidak percaya, kata2 yang
keras dan cepat, sedikitpun tak ada waktu menjawabnya...
Dita segera hilang ditelan tikungan jalan, hilang di antara2 bajaj dan mobil2,
Paijo menggigil.........gadis cantik itu telah pergi, tak meninggalkan
apapun.................................................................................. kecuali sesal.

Amsterdam, Agustus 2003

99
Bibliography :
1. Bible. Holy Book of Christianity
2. Al-Quran. Holy Book of Islam
3. Bhagawad Gita + Veda. Holy Book of Hinduism
4. Tipitaka. Holy Book of Buddhism
5. Einstein, Albert. The World As I See It. BNP Publishing, 1934.
6. Armstrong, Karen. History of God. New York: Ballantine Books, 1994.
7. Armstrong, Karen. Islam, A Short History. New York: Modern Library, 2002.
8. Armstrong, Karen. Buddha. Jogjakarta: Bentang Budaya, 2003.
9. Hawking, Stephen. Brief History of Time. New York: Bantam Books, 1988.
10. Weinberg, Steven. Dreams of A Final Theory. New York: Vintage, 1994.
11. Dawkins, Richard. God Delusion. London: Bantam Press, 2006.
12. Dawkins, Richard. Selfish Gene. Oxford: Oxford Univ. Press, 1989.
13. Barbour, Ian. When Science Meets Religion. San Francisco: Harper, 2000.
14. Toffler, Alvin. Power Shift. New York: Bantam Books, 1991.
15. Diamonds, Jared. Guns, Germs, and Steels. New York: WW Norton, 1999.
16. Gandhi, Mohandas K. My Experiment With Truth. Beacon Press, 1993
17. Greene, Brian. The Elegant Universe. New York: WW Norton, 2003.
18. Greene, Brian. Fabric of Cosmos. New York: Alfred Knopf, 2004.
19. Singer, Peter. Animal Liberation. New York: Harper, 2001.
20. Singer, Peter. One World. Yale: Yale Univ. Press, 2002.
21. Aristotle. The Basic Works of Aristotle. New York: Modern Library, 2001.
22. Chomsky, Noam. Hegemony or Survival. New York: Henry Holt&Co, 2003.
23. Sen, Amartya. Development As Freedom. New York: Alfred Knopf, 1999.
24. Stiglitz, Joseph. Globalization and Its Discontents. New York: WW Norton, 2003.
25. Sachs, Jeffrey. The End of Poverty. New York: Penguin Press, 2005.

100

Anda mungkin juga menyukai