Gerakan Pramuka atau kepanduan di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1923 yang
ditandai dengan didirikannya (Belanda) Nationale Padvinderij Organisatie (NPO) di
Bandung. Sedangkan pada tahum yang sama, di Jakarta didirkan (Belanda) Jong
Indonesische Padvinderij Organisatie (JIPO). Kedua organisasi cikalbakal kepanduan di Indon
esia ini melebur diri menjadi satu, bernama (BELANDA) Indonesische Nationale Padvinderij
Organisatie (INPO) di Bandung pada tahun 1928. Pada tanggal 26 Oktober 2010, Dewan
Perwakilan Rakyat mengabsahkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan
Pramuka. Berdasarkan Undang-Undang ini, maka Pramuka bikan lagi satu-satunya organisasi
yang boleh menyelenggarakan pendidikan kepramukaan. Organisasi profesi juga
diperbolehkan untuk menyelenggarakan kegiatan kepramukaan.
Pada masa Perang Dunia II, bala tentara Jepang mengadakan penyerangan dan Belanda
meninggalkan Indonesia. Partai dan organisasi rakyat Indonesia, termasuk gerakan
kepanduan, dilarang berdiri. Namun upaya menyelenggarakan PERKINO II tetap
dilakukan. Bukan hanya itu, semangat kepanduan tetap menyala di dada para
anggotanya. Karena Pramuka merupakan suatu organisasi yang menjunjung tinggi nilai
persatuan. Oleh karena itulah bangsa Jepang tidak mengizinkan Pramuka di Indonesia.
Ada perbedaan sebutan atau tugas panitia antara pidato Presiden dengan Keputusan
Presiden itu. Masih dalam bulan April itu juga, keluarlah Keputusan Presiden RI
Nomor 121 Tahun 1961 tanggal 11 April 1961 tentang Panitia Pembentukan Gerakan
Pramuka. Anggota Panitia ini terdiri atas Sri Sultan (Hamengku Buwono IX), Prof.
Prijono, Dr. A. Azis Saleh, Achmadi dan Muljadi Djojo Martono (Menteri Sosial).
Panitia inilah yang kemudian mengolah Anggaran Dasar Gerakan Pramuka, sebagai
Lampiran Keputusan Presiden R.I Nomor 238 Tahun 1961, tanggal 20 Mei 1961
tentang Gerakan Pramuka.