1. Jelaskan dengan jelas apa saja kegiatan dan aktifitas Kantor pajak pusat dengan kantor
pajak wilayah ?
Jawaban :
Pajak pusat dan pajak daerah merupakan jenis pajak yang pengelompokannya berdasar
pada lembaga pemungutannya.
Pajak pusat adalah pajak yang dipungut dan dikelola oleh Pemerintah Pusat, dalam hal
ini sebagian besar dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Hasil dari pungutan jenis pajak ini kemudian digunakan untuk membiayai belanja
negara seperti pembangunan jalan, pembangunan sekolah, bantuan kesehatan dan lain
sebagainya.
Berbeda dengan pajak pusat/ nasional, pajak daerah merupakan pajak-pajak yang
dipungut dan dikelola oleh Pemerintah Daerah baik di tingkat provinsi maupun
kabupaten/kota.
Hasil dari pungutan jenis pajak ini kemudian digunakan untuk membiayai belanja
pemerintah daerah.
Banyak yang mengira jika pajak pusat dan pajak daerah berdiri sendiri karena hasil dari
pajak pusat dan pajak daerah digunakan untuk membiayai rumah tangga masing-
masing.
Nyatanya, pajak pusat dan pajak daerah bersinergi satu sama lain dalam membangun
Indonesia secara nasional dari Aceh hingga Papua.
Pembangunan nasional dapat berjalan dengan baik jika ada kesesuaian program
kegiatan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Contoh Jenis-jenis Pajak Pusat dan Pajak Daerah
- Pajak Hotel.
- Pajak Restoran.
- Pajak Hiburan.
- Pajak Reklame.
- Pajak Penerangan Jalan.
- Pajak Mineral Bukan Logam dan Bantuan.
- Pajak Parkir.
- Pajak Air Tanah.
- Pajak Sarang Burung Walet.
- Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan.
- Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan.
- Sekadar informasi saja, mulai tahun 2014, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Perdesaan dan Perkotaan masuk dalam kategori pajak daerah. Sedangkan Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB) Perkebunan, Perhutanan dan Pertambangan masih
tetap merupakan pajak pusat.
2. Sebutkan dengan jelas mekanisme penagihan pajak dan resiko tidak membayar pajak ?
Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang
pajak mereka. Penagihan pajak dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti
menyampaikan Surat Teguran dan/ Surat Peringatan, melaksanakan Penagihan
Seketika dan Sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, melaksanakan Penyitaan,
mengusulkan Pencegahan, melaksanakan Penyanderaan, hingga melakukan penjualan
Barang Sitaan.
Penagihan pajak ditujukan kepada Wajib Pajak yang pajaknya masih terutang dan
belum dibayarkan. Langkah tersebut menjadi salah satu langkah optimalisasi
penerimaan pajak melalui skema intensifikasi.
Tata cara bantuan penagihan pajak dengan negara mitra atau yurisdiksi mitra diatur
pada Pasal 78 sampai dengan Pasal 127, Pasal 131, Pasal 132 ayat (2), Pasal 133 sampai
dengan Pasal 135, Pasal 138, serta Pasal 145 PMK Nomor 61 Tahun 2023. Selain itu,
pemerintah juga menambah ketentuan dukungan pelaksanaan tindakan penagihan pajak
pada Pasal 146 PMK Nomor 61 Tahun 2023. Sebelumnya, ketentuan bantuan
penagihan pajak dengan pemerintah negara mitra atau yurisdiksi mitra diatur dalam
Pasal 77 sampai dengan Pasal 79 PMK Nomor 189/PMK.03/2020.
Tata cara penagihan pajak sesuai PMK 189/PMK.03/2020 dapat Anda simak dalam
artikel berikut ini.
Namun demikian, terdapat beberapa perubahan dalam tata cara penagihan pajak sesuai
PMK Nomor 61 Tahun 2023. Perubahan tersebut termasuk menambah, memperjelas,
dan menyederhanakan ketentuan yang sebelumnya diatur dalam PMK Nomor
189/PMK.03/2020.
Ketentuan baru tata cara penagihan yang ditambahkan dalam PMK Nomor 61 Tahun
2023 diantaranya yaitu:
13. Menambah dua kondisi tertentu pencabutan blokir, yaitu dalam hal:
a. Wajib Pajak telah mendapatkan keputusan persetujuan pengangsuran
pembayaran Pajak atas Utang Pajak yang menjadi dasar dilakukan
Pemblokiran;, dan/ atau
b. Telah dilakukan Pemblokiran yang melebihi jumlah Utang Pajak dan
Biaya Penagihan Pajak.
Hal ini diatur dalam Pasal 33 Ayat (1) huruf h dan i PMK Nomor 61
Tahun 2023;
14. Menambah ketentuan tata cara pemblokiran dalam rangka melaksanakan
penyitaan terhadap surat berharga yang diatur dalam Pasal 43, 44, dan 45
PMK Nomor 61 Tahun 2023;
15. Menambah ketentuan tata cara penyitaan surat berharga yang tidak
diperdagangkan di Pasar Modal, Piutang, dan Penyertaan Modal, yang diatur
dalam Pasal 48 dan 49 PMK Nomor 61 Tahun 2023;
16. Menambah ketentuan tata cara pelaksanaan penjualan baik secara lelang
maupun penjualan yang tidak dilakukan dengan cara lelang, yang diatur
dalam Pasal 51, 52, dan 53 PMK Nomor 61 Tahun 2023;
17. Menambah ketentuan tata cara penyampaian dokumen terkait penagihan
pajak, yang diatur dalam Pasal 133 sampai dengan Pasal 138 PMK Nomor
61 Tahun 2023.
Selain itu, PMK Nomor 61 Tahun 2023 juga memperjelas beberapa ketentuan yang
sebelumnya telah diatur. Terkait ketentuan jangka waktu yang sebelumnya
beredaksikan “mendekati daluwarsa penagihan”, aturan ini mengatur jangka waktu
lebih jelas menjadi “daluwarsa dalam jangka waktu kurang dari 2 (dua) tahun” dalam
Pasal 6 Ayat (8) huruf b, Pasal 6 Ayat (10) huruf a, dan Pasal 9 Ayat (10) huruf d PMK
Nomor 61 Tahun 2023. Aturan ini juga memperjelas kriteria pegawai yang dapat
menerima pemberitahuan surat paksa atas Wajib Pajak Badan, yaitu pegawai tetap yang
meliputi pegawai perusahaan yang membidangi keuangan, pembukuan, perpajakan,
personalia, hubungan masyarakat, atau bagian umum dan bukan pegawai harian yang
diatur dalam Pasal 15 Ayat (4) huruf b PMK Nomor 61 Tahun 2023.
Ketentuan yang lebih spesifik juga diatur dalam kaitannya dengan kriteria pemerintah
daerah sebagai pihak yang menerima surat paksa dalam hal pemberitahuan surat paksa
tidak dapat dilaksanakan. Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud yaitu sekurang-
kurangnya setingkat Sekretaris Kelurahan atau Sekretaris Desa yang diatur dalam Pasal
18 Ayat (1) PMK Nomor 61 Tahun 2023. Selain itu, dalam Pasal 18 Ayat (3) PMK
Nomor 61 Tahun 2023, pemerintah juga mengatur adanya cara lain mengumumkan
surat paksa yaitu melalui situs resmi Direktorat Jenderal Pajak atau situs lain yang
ditunjuk oleh Pejabat.