Anda di halaman 1dari 11

RANGKUMAN

“BANK SENTRAL”

DISUSUN OLEH KELOMPOK 5 :

Marilyn Benua Kusumah (202230102)

Aqiva Laisyah (202230050)

Veronika Pile (202230087)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI MAKASSAR

(STIEM BONGAYA)

2023
Peran Bank Sentral

Peran bank sentral dalam perekonomian antara lain mengeluarkan kebijakan moneter,
mengawasi sistem perbankan, dan menjalankan sistem per- bayaran. Namun, bank sentral
mengalami kesulitan jika harus memenuhi tujuan ini secara langsung. Oleh karena itu, bank
sentral memiliki serangkaian variabel sasaran, yang disebut sasaran menengah/ antara,
seperti uang agregat (M1, atau M3) atau suku bunga (jangka pendek dan panjang). Akan
tetapi, sasaran-sasaran menengah ini pun tidak langsung dipengaruhi oleh kebijakan bank
sentral sehingga bank sentral memiliki serangkaian variabel lainnya yang disebut sasaran
operasional atau disebut juga instrumen seperti agregat cadangan (cadangan atau uang
primer/MB/MO), maupun suku bunga (fed-fund rate atau treasury bill rate). Kita pertama-
tama meninjau neraca bank sentral dan bagaimana perangkat kebijakan mempengaruhi
penawaran uang dan suku bunga. Bank sentral dapat mengawasi perbankan secara
langsung maupun tidak langsung, atau bahkan keduanya. Ada sekitar 25 prinsip utama
pengawasan bank yang efektif yang dipelopori oleh Bank for International Settlement (BIS).
BIS menemukan bahwa terdapat lima jenis risiko yang kerap terjadi dalam sistem
pembayaran. menjadi anggaran, organisasi sektor publik harus menjaring aspirasi
masyarakat mengenai kebutuhan pelayanan yang berbentuk fisik (barang) maupun yang
bersifat jasa. Penjaringan aspirasi kebutuhan akan barang dan jasa harus berpedoman
pada rencana strategis dan / atau dokumen perencanaan setiap organisasi.

A. Perumusan dan Pelaksanaan Kebijakan Bank Sentral

Tujuan bank sentral dalam menjalankan kebijakan moneter sesuai dengan tujuan ekonomi
makro adalah; (1) mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkesinambungan, (2)
penggunaan tenaga kerja yang tinggi (tingkat pengangguran yang rendah), (3) stabilitas
harga, (4) stabilitas suku bunga, (5) stabilitas pasar keuangan, (6) stabilitas pasar nilai tukar
(Samuelson, 2001). Namun, bank sentral tidak dapat mempengaruhinya secara langsung,
karena untuk melihat dampak kebijakan bank sentral terhadap tujuan-tujuan tersebut
diperlukan waktu yang cukup lama (pada umumnya lebih dari setahun) sehingga dapat
menimbulkan keterlambatan untuk melakukan tindakan koreksi bila terjadi kesalahan.

Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, bank sentral menggunakan sasaran
menengah/antara (intermediate target), seperti mengendalikan jumlah uang beredar secara
luas (monetary aggregates M1, M2,atau M3) atau mengendalikan suku bunga jangka
pendek dan jangka panjang. Akan tetapi, sasaran menengah tersebut tidak dapat
dipengaruhi secara langsung oleh kebijakan. Untuk itu bank sentral dapat menggunakan
sasaran lainnya, yaitu sasaran operasional (operating targets), dengan mengendalikan
cadangan (uang primer/monetary base/MO), atau suku bunga (dalam hal ini, suku bunga fed
funds atau suku bunga T-bill), yang lebih responsif terhadap kebijakan bank sentral dan
memiliki dampak langsung terhadap tingkat penggunaan tenaga kerja dan tingkat harga
(inflasi), serta dampak terhadap tujuan kebijakan moneter lainnya. Dengan perkataan lain,
lebih mudah mencapai tujuan dengan memusatkan pada sasaran ketimbang mencapai
tujuan kebijakan secara langsung. Dengan menggunakan sasaran menengah dan sasaran
operasional, lebih mudah diketahui apakah kebijakan yang dilakukan sesuai dengan tujuan
(on the right track) sehingga tidak harus menunggu sampai hasil akhir (Mishkin, F. dan S.G.
Eakins, 2000),
B. Bagaimana Bank Sentral Mempengaruhi Jumlah Uang Beredar

Untuk mengetahui bagaimana bank sentral menggunakan sasaran menengah dan sasaran
operasionalnya untuk mencapai tujuannya, dimulai dengan mempelajari aktivitas bank
sentral melalui neracanya. Secara sederhana, neraca bank sentral dapat digambarkan
sebagai berikut:dari aturan dan prosedur sebelumnya, yakni Keppres 80 Tahun 2003.

- Kewajiban (liabilities)

1. Currency in circulation atau uang beredar adalah jumlah mata uang (uang kertas dan
logam/uang kartal) yang diterbitkan oleh bank sentral, yang dipegang oleh masyarakat.
(Catatan: uang yang dipegang oleh bank termasuk dalam cadangan).

2. Reserves (cadangan) terdiri dari cadangan wajib bank komersial di bank sentral (sebagai
cadangan minimum) ditambah uang kartal yang dipegang oleh bank komersial, yang
disimpan dalam brankas sebagai cadangan lebih.

Uang beredar dan cadangan merupakan kewajiban moneter (monetary liabilities) terpenting
dari bank sentral, disebut monetary base (MB/MO) atau uang primer!.

- Aset (assets)

1. Government securities atau Treasury securities (surat utang pemerintah) merupakan


instrumen operasi pasar terbuka (open market operation), di mana bank sentral melakukan
jual atau beli obligasi pemerintah dari masyarakat dan bukan dari pemerintah/treasury.
Dengan membeli obligasi pemerintah berarti menambah aset bank sentral dan menambah
cadangan yang dimiliki bank sehingga meningkatkan jumlah uang beredar (MO).
Sebaliknya, dengan menjual obligasi pemerintah yang dimiliki, maka reserves bank sentral
akan berkurang dan menurunkan

jumlah uang beredar. 2. Discount loans adalah pinjaman yang diberikan bank sentral
kepada bank komersial dengan suku bunga yang lebih rendah dari suku bunga pasar,
disebut tingkat diskonto/discount rate. Dengan memberikan discount loans kepada bank
komersial, bank sentral menambah cadangan bank sehingga akan meningkatkan jumlah
uang beredar.

Secara singkat, perubahan dalam aset bank sentral mengakibatkan perubahan cadangan,
yang pada akhirnya merubah jumlah uang yang beredar. Hal penting lain dari aset bank
sentral adalah kedua aset tersebut menghasilkan pendapatan bank sentral berupa
penerimaan bunga sementara kewajibannya (uang beredar dan cadangan) tidak memiliki
biaya. Selain digunakan oleh pemerintah, sebagian pendapatan tersebut digunakan untuk
penelitian perekonomian.

Perkembangan jumlah uang beredar memiliki keterkaitan dan pengaruh langsung pada
perkembangan aktivitas perekonomian. Keterkaitan itu tercermin pada hubungan yang
terjadi antara jumlah uang beredar dengan perkembangan variabel-variabel ekonomi utama,
yaitu tingkat produksi (output) dan harga. Jumlah uang beredar yang terlalu banyak (too
much chasing too few dapat mendorong meningkatnya harga-harga (inflasi) yang akan
mengganggu pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, jumlah uang yang terlalu sedikit akan
mengakibatkan kelesuan ekonomi, yang akan menurunkan kesejahteraan masyarakat.
Kondisi tersebut melatarbelakangi bank sentral untuk mengendalikan jumlah uang beredar
dengan kebijakan

Konsep uang agregat yang terpenting adalah monetary base (MB/MD) atau uang primer/inti.
MB/M0 dapat dikendalikan bank sentral dengan presisi Jika MB/M0 bertambah, maka uang
agregat lainnya, MI, M2, M3, dst. (lihat kembali konsep uang dalam ekonomi makro) juga
akan bertambah. Namun, pertambahan jumlah uang beredar M1 tidak hanya ditentukan oleh
bertambahnya MB/MO, tetapi juga ditentukan oleh faktor- faktor lain seperti kesukaan
masyarakat memegang cash, permintaan kredit. serta kecepatan perputaran uang dalam
perekonomian.

C.Bagaimana Bank Sentral Mempengaruhi Suku Bunga

Sasaran menengah (sasaran jumlah uang beredar) tidak dapat dipengaruhi secara langsung
oleh kebijakan. Oleh karena itu, bank sentral dapat menggunakan sasaran lainnya, sasaran
operasional (operating targets), dengan mengendalikan cadangan (uang primer/monetary
base/M0), atau suku bunga (dalam hal ini, suku bunga fed funds atau suku bunga T-bill),
yang lebih responsif terhadap kebijakan bank sentral, dan memiliki dampak langsung
terhadap tingkat penggunaan tenaga kerja dan tingkat harga (inflasi), serta dampak
terhadap tujuan kebijakan moneter lainnya

Suku bunga fed-funds adalah suku bunga pinjaman antar bank dari dana yang disimpan di
bank sentral. Kita perlu menganalisis pasar cadangan (reserves) untuk melihat bagaimana
perubahan cadangan mempengaruhi suku bunga fed-funds. Suku bunga ini sangat penting
dalam menjalankan kebijakan moneter, karena bank sentral dapat mempengaruhinya
secara langsung. Dengan demikian, tinggi rendahnya suku bunga fed-funds dapat menjadi
indikasi keberhasilan bank sentral dalam menjalankan kebijakan moneter. Operasi pasar
terbuka, bunga diskonto, dan cadangan minimum adalah instrumen utama bank sentral
dalam mempengaruhi suku bunga fed-funds.

Penawaran cadangan muncul karena ada bank yang kelebihan cadangan minimum karena
menurunnya aset mereka. Bank yang kelebihan cadangan di bank sentral lebih suka
meminjamkannya kepada bank yang kekurangan cadangan karena bank sentral tidak
memberikan pengembalian terhadap simpanan tersebut. Semakin tinggi suku bunga fed-
funds, pinjaman bank komersial ke bank sentral (discount loans) meningkat sehingga
meningkatkan penawaran cadangan. Oleh karena itu, kurva penawaran cadangan memiliki
kemiringan positif.

Permintaan cadangan muncul karena bank yang kekurangan cadangan lebih suka
meminjam ke bank lain yang kelebihan cadangan daripada meminjam kepada bank sentral.
Hal itu dilakukan bank untuk menjaga kredibilitas bank. Permintaan cadangan terdiri dari
permintaan terhadap cadangan minimum dan cadangan lebih. Ongkos memiliki cadangan
lebih adalah imbal yang hilang karena bank menyimpan uangnya dalam brankas, yang
besarnya ekuivalen dengan suku bunga fed-funds. Oleh karena itu, makin rendah suku
bunga fed-funds, makin rendah ongkos memiliki reserves, sehingga meningkatkan demand
reserves. Jadi, kurva permintaan cadangan memiliki kemiringan negatif.

Pembelian sekuritas pemerintah melalui pasar terbuka dapat meningkat kan cadangan. Hal
itu mengakibatkan kurva penawaran cadangan bergeser ke kanan, sehingga menurunkan
suku bunga fed-funds. Sedangkan penjualan sekuritas oleh bank sentral menurunkan
reserves dan meningkatkan suku bunga fed-funds.

Demikian halnya dengan pinjaman diskonto, bila bank sentral menurun- kan tingkat
diskonto, maka permintaan terhadap pinjaman diskonto meningkat sehingga meningkatkan
cadangan. Hal itu mengakibatkan kurva penawaran cadangan bergeser ke kanan dan
menurunkan suku bunga fed- funds. Perubahan yang terjadi sama seperti perubahan yang
diakibatkan pembelian sekuritas pemerintah.

Jika bank sentral menaikkan rasio cadangan minimum, maka cadangan minimum bank
komersial di bank sentral meningkat sehingga meningkatkan permintaan bank terhadap
cadangan. Hal itu menggeser kurva permintaan cadangan ke kanan sehingga meningkatkan
suku bunga fed-funds.

D.Pengaturan dan Pengawasan Perbankan

Keberadaan bank yang sehat merupakan prasyarat bagi perekonomian yang sehat. Oleh
karena itu, bank sentral sebagai otoritas moneter perlu mengatur dan mengawasi sistem
perbankan. Pengaturan terhadap bank dilakukan dengan membuat berbagai ketentuan
untuk mengatur keberadaan dan seluruh kegiatan operasional bank, disebut prudential
banking regulation atau pengaturan tentang prinsip-prinsip kehati-hatian pada bank.
Prudential banking regulation pada dasarnya berupa berbagai ketentuan yang diperlukan
untuk menjamin kelangsungan hidup pengelolaan bank secara sehat sehingga mampu
menjaga kepercayaan masyarakat dan menjalankan fungsinya sebagai lembaga
intermediasi dan pelayanan sistem pembayaran bagi perekonomian (Bank Indonesia, 2004).

Dalam pelaksanaannya, pengaturan bank mencakup ketentuan-ketentuan tentang izin


pendirian atau pembukaan bank baru, cakupan kegiatan yang boleh dan tidak boleh
dilakukan bank, kecukupan permodalan, dan persyaratan bagi pengurus bank. Berbagai
ketentuan tersebut diadakan selain untuk keperluan pengawasan oleh otoritas pengawas,
juga harus memungkinkan pihak-pihak yang berkepentingan dengan bank untuk
memperoleh informasi yang diperlukan. Selanjutnya, bank sentral sebagai pengawas bank
komersial bertugas memantau dan memeriksa apakah pemilik dan pengelola bank telah
melaksanakannya. Dengan pengawasan, maka akan dapat segera dilakukan langkah-
langkah yang diperlukan apabila terdapat peraturan atau ketentuan yang tidak dilaksanakan.
Pengawasan dapat dilakukan secara langsung (on site), secara tidak langsung (off-site),
atau kombinasi keduanya. Prinsip- prinsip dasar pengawasan di beberapa negara yang
lazim dan terbaik secara internasional dikenal dengan sebutan 25 Core Principles for
Effective Banking Supervision yang dikeluarkan oleh Bank for International Settlement (BIS).
Prinsip-prinsip dasar pengawasan bank yang efektif tersebut mencakup tujuh aspek penting
yaitu: aspek kelembagaan, perizinan, ketentuan kehati-hatian, metode pengawasan,
informasi, masalah kewenangan, dan pengawasan lintas negara (cross-border banking).

Secara rinci, 25 prinsip dasar pengawasan bank yang efektif tersebut adalah sebagai
berikut:

- Kelembagaan

1. Sistem pengawasan bank yang efektif memerlukan penetapan tanggung jawab dan
tujuan yang jelas bagi setiap lembaga yang terkait dalam tugas-tugas pengawasan bank.
Masing- masing lembaga harus memiliki independensi operasional dan sumber daya yang
cukup. Pengawasan bank memerlukan kerangka hukum yang memadai termasuk ketentuan
perizinan dan pengawasannya, kewenangan untuk memastikan kepatuhan terhadap
ketentuan yang berlaku dari prinsip-prinsip perbankan yang aman dan sehat, serta
perlindungan formal bagi para pengawas bank. Selain itu, diperlukan pula adanya
konsensus untuk tukar- menukar informasi antarlembaga otoritas pengawas dan
perlindungan kerahasiaan data yang diperlukan.

- Perizinan

2. Kegiatan yang diperbolehkan bagi lembaga yang diberi izin operasi dan diawasi sebagai
bank harus didefinisikan secara jelas, dan penggunaan kata "bank" dalam nama lembaga
harus diawasi sejauh mungkin.

3. Otoritas perizinan harus memiliki kewenangan untuk menetapkan kriteria dan menolak
segala proposal pendirian bank yang tidak memenuhi standar. Proses perizinan sekurang-
kurangnya mencakup penilaian terhadap struktur kepemilikan organisasi bank, komisaris
dan direksi, rencana operasi dan pengendalian internal, serta proyeksi laporan keuangan
termasuk permodalannya. Khusus untuk usulan pendirian oleh bank asing maka harus
terlebih dahulu dimintakan rekomendasi dari home/parent country supervisory authority.
4. Otoritas pengawas harus memiliki kewenangan untuk mengkaji ulang dan menolak
berbagai proposal mengenai pemindahan kepemilikan atau pengendalian bank secara
signifikan (controlling interest).

5. Otoritas pengawas harus memiliki kewenangan menetapkan kriteria untuk mengkaji ulang
akuisisi atau investasi mayoritas oleh bank, dan dapat memastikan bahwa afiliasi/struktur
perusahaan tidak membawa bank pada risiko yang berlebihan atau mengganggu efektivitas
pengawasan.

- Persyaratan dan ketentuan kehati-hatian

6. Otoritas pengawasan harus menetapkan kebutuhan penyediaan modal minimum (KPMM)


untuk semua bank berdasarkan prinsip kehati-hatian, yang sekurang-kurangnya
mencerminkan risiko yang diambil dan kemampuan bank untuk menyerap kerugian. Khusus
bagi bank yang beroperasi secara internasional, persyaratan tersebut sekurang-kurangnya
adalah sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Basel Capital Accord.

7. Sistem pengawasan bank telah mencakup penilaian terhadap kebijakan, praktik-praktik


dan prosedur perkreditan dan penanaman, termasuk manajemen portofolio aset bank.

8. Otoritas pengawas harus dapat memastikan bahwa bank telah menetapkan dan
melaksanakan kebijakan, praktik-praktik dan prosedur dalam melakukan penilaian terhadap
kualitas aset bank.

9. Otoritas pengawas harus dapat memastikan bahwa bank telah memiliki sistem informasi
manajemen untuk mengidentifikasi konsentrasi risiko dalam portofolio bank Dalam hal ini,
otoritas harus menetapkan batasan maksimum eksposur risiko terhadap nasabah individual
dan grup baik terkait maupun tidak terkait.

10. Dalam rangka menghindari penyalahgunaan kredit kepada pihak yang terkait, otoritas
pengawas harus menetapkan batas maksimum pembelian kredit (BMPK) bagi pihak yang
terkait, dan bank telah melakukan pemantauan secara efektif termasuk upaya-upaya bank
lainnya dalam mengatasi timbulnya risiko.

11. Otoritas pengawas harus dapat memastikan bahwa bank telah memiliki kebijakan dan
proesedur yang memadai untuk mengidentifikasi, memantau, dan mengendalikan country
risk dan transfer risk dalam kegiatan perbankan internasional, termasuk kecukupan
cadangan untuk mengantisipasi risiko.

12. Otoritas pengawas harus dapat memastikan bahwa bank telah memiliki sistem yang
dapat menghitung secara akurat, memantau dan mengendalikan risiko pasar (market risk)
secara memadai, dan jika perlu otoritas harus memiliki kewenangan untuk menetapkan
special limit/capital charge tertentu atas risk exposure.

13. Otoritas pengawas harus dapat memastikan bahwa bank telah memiliki proses
manajemen risiko yang komprehensif, termasuk kompetensi manajemen, untuk
mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan berbagai risiko potensial, dan
jika perlu, bank harus menyediakan modal untuk menopang risiko tersebut.

14. Otoritas pengawas harus menetapkan bahwa bank telah memiliki pengendalian internal
yang memadai, sebanding dengan jenis ukuran bisnis bank, antara lain mencakup delegasi
kewenangan dan tanggung jawab, pemisahan tugas dan fungsi, rekonsiliasi, pengamanan
aset, dan audit internal/eksternal independen, setiap fungsi penegakan kepatuhan.

15. Otoritas pengawas harus menetapkan bahwa bank telah memiliki kebijakan, praktik-
praktik dan prosedur yang memadai, termasuk "strict-know-your customer rules" untuk
meningkatkan standar etika dan profesionalisme dalam sektor keuangan dan mencegah
terjadinya praktik- praktik kriminal.

- Metode pengawas bank

16. Sistem pengawasan bank yang efektif sekurang-kurangnya mencakup atau merupakan
kombinasi dari bentuk on-site examination dan off-site supervision.

17. Pengawas bank harus melakukan kontak secara teratur dengan manajemen bank dan
memiliki pemahaman yang seksama terhadap kegiatan bank yang diawasi.

18. Kegiatan pengawas bank sekurang-kurangnya perlu mencakup tahap-tahap


pengumpulan data, pengkajian dan analisis terhadap laporan-laporan bank (prudential), baik
secara individual maupun konsolidasi.

19. Pengawas bank harus melakukan kegiatan pembuktian secara independent terhadap
kebenaran informasi pengawasan, baik melalui on-site examination maupun menggunakan
jasa auditor eksternal.

20. Salah satu aspek yang mendasar dari pengawasan adalah kemampuan pengawasan
bank untuk mengawasi grup perbankan secara konsolidatif.

- Persyaratan informasi

21. Pengawas bank harus dapat memastikan bahwa bank telah memiliki catatan akuntansi
yang memadai berdasarkan kebijakan dan prinsip-prinsip yang berlaku dan diterapkan
secara konsisten, sehingga dapat menyajikan/ mempublikasikan secara berkala laporan
keuangan dan hasil usaha bank dengan wajar dan benar.

- Kewenangan formal lembaga pengawas

22. Otoritas pengawas harus memiliki kewenangan untuk melakukan langkah-langkah tindak
lanjut pengawasan apabila dijumpai adanya bank yang tidak mampu memenuhi ketentuan
kehati-hatian (misalnya ketentuan Capital Adequacy Ratio/CAR), pelanggaran terhadap
ketentuan yang berlaku, atau adanya hal-hal lain yang dapat mengancam kepentingan
nasabah. Dalam pengertian ekstrem, prinsip ini harus meliputi kewenangan otoritas
pengawas untuk mencabut atau memberikan rekomendasi izin usaha bank.

- Pengawas lintas negara/batas (Cross-Border Banking)

23. Pengawas bank harus melakukan perantauan dan pengawasan bank secara konsolidasi
dan global serta penerapan ketentuan kehati-hatian secara memadai terhadap seluruh
aspek kegiatan dari unit-unit usaha bank yang beroperasi di luar negeri (kantor cabang,
agency, bank campuran, dan atau subsidiaries).
24. Dalam melakukan pengawasan secara konsolidatif, pengawas bank perlu melakukan
kontak dan tukar-menukar informasi bank yang diawasi secara teratur dengan otoritas
pengawas negara lain, terutama host country supervisory authority.

25. Otoritas pengawas harus mensyaratkan bahwa kegiatan operasional kantor cabang
bank asing diperlakukan sama dengan bank lokal, dan otoritas pengawas harus memiliki
kewenangan untuk tukar menukar informasi yang diperlukan oleh pengawas negara asalnya
(home/parent country supervisory authority).

E. Pengaturan dan Pengawasan Sistem Pembayaran

1. Sistem Pembayaran Tunai

Kebijakan Bank Indonesia di bidang pembayaran tunai mencakup tiga aspek pokok, yaitu
pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap uang kartal, menjaga kualitas uang layak edar,
dan melakukan tindakan preventif serta represif dalam mengurangi peredaran uang palsu.
Dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap uang kartal, kebijakan diarahkan
untuk menyediakan uang yang layak edar dalam jumlah yang cukup, baik dari segi nominal
maupun jenis pecahan yang sesuai, secara tepat waktu. Dari segi nominal, Bank Indonesia
menyediakan kebutuhan uang kartal di masyarakat yang cenderung meningkat terutama
menjelang perayaan hari besar keagamaan dan tahun baru.

Dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat akan uang pecahan kecil, Bank Indonesia
bekerja sama dengan pihak ketiga yaitu Perusahaan Penukaran Uang Pecahan Kecil
(PPUPK) mendistribusikan uang pecahan kecil melalui tempat penukaran yang bersifat tetap
maupun bergerak yang beroperasi pada pusat-pusat keramaian, tanpa dipungut biaya.

Dalam rangka peningkatan pemahaman masyarakat terhadap ciri-ciri keaslian uang rupiah,
Bank Indonesia melakukan dan meningkatkan berbagai upaya yang bersifat preventif dan
represif, antara lain:

a. Melakukan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada kalangan perbankan,


mahasiswa, masyarakat umum, lembaga negara, dan tenaga Indonesia di luar negeri serta
wilayah perbatasan seperti Tahuna dan Atambua.

b. Meningkatkan sosialisasi 3D (Dilihat, Diraba, dan Diterawang) melalui media elektronik,


media cetak, serta media lainnya, seperti melalui brosur/pamflet.

c. Menyediakan sarana informasi kepada masyarakat dalam bentuk hotline services yang
menyediakan informasi tentang ciri-ciri keaslian uang rupiah serta permasalahannya, di
kantor pusat maupun di kantor Bank Indonesia, serta melalui website BI.

2. Sistem Pembayaran Nontunai

Di bidang sistem pembayaran nontunai, kebijakan dititikberatkan pada upaya penurunan


risiko dan peningkatan efisiensi sistem pembayaran.

Sistem pembayaran nontunai adalah suatu sistem yang mencakup pengaturan,


kontrak/perjanjian, fasilitas operasional, dan mekanisme teknis yang digunakan untuk
penyampaian, pengesahan, dan penerimaan instruksi pembayaran, serta pemenuhan
kewajiban pembayaran melalui pertukaran "nilai" antarperorangan, bank, dan lembaga
lainnya baik domestik maupun antar negara. Instrumen dalam sistem pembayaran nontunai
dapat berupa: 1) warkat atau dokumen, seperti cek, bilyet giro, nota debet, nota kredit, dan
sebagainya, 2) kartu, seperti kartu kredit, kartu debet, kartu ATM, Smart cards, dan
sebagainya, atau 3) melalui internet atau telepon, seperti internet banking, dan telephone
banking.

Proses penyelesaian pembayaran dapat dilakukan secara batch atau real time. Pada sistem
batch, instruksi pembayaran dikumpulkan terlebih dahulu, sedangkan pemrosesannya
dilakukan kemudian dalam jumlah tertentu sekaligus pada waktu tertentu, disebut sistem
deffered (tertunda). Sedangkan pada sistem real time (seketika), penyampaian dan
pemrosesan instruksi pembayaran dilakukan satu demi satu seketika setiap datangnya
instruksi pembayaran. Termasuk sistem batch adalah kliring, yaitu proses transmisi,
rekonsiliasi dan konfirmasi dari perintah pembayaran atau transfer sekuritas, meliputi proses
netting dan penyusunan posisi final dari peserta kliring untuk tujuan setelmen. Pada
umumnya kliring merupakan sistem pembayaran bernilai kecil.

Model umum sistem pembayaran bernilai besar yang paling penting dan banyak digunakan
oleh negara maju maupun negara berkembang, adalah sistem Real Time Gross Settlement
(RTGS). RTGS adalah sistem penanganan yang memproses setiap transaksi secara
individual, berkesinambungan, dan seketika. Tiap transaksi diselesaikan pada rekening bank
yang bertransaksi yang berada di bank sentral, secara bruto, dan bersifat segera, final, dan
irrecovable (tidak dapat dibatalkan) sehingga tidak memiliki risiko kredit, dan meminimalkan
risiko manajemen.

Meskipun nilai setelmen transaksi melalui sistem kliring sudah berkurang secara signifikan
dengan diimplementasikannya sistem RTGS, akan tetapi masih terdapat kemungkinan bank
tidak mampu memenuhi kewajiban penanganannya dalam kliring. Menurut The Committee
on Payment and Settlement Sistems-Bank International Settlement (CPSS-BIS, 1996),
terdapat lima jenis risiko pembayaran, yaitu:

1. Risiko kredit, yaitu risiko ketika salah satu peserta dalam sistem pembayaran tidak dapat
memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo atau di masa mendatang:

2. Risiko likuiditas, yaitu risiko ketika salah satu peserta dalam sistem pembayaran memiliki
dana untuk memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo, meskipun barangkali mampu
pada waktu yang akan datang:

3. Risiko hukum, yaitu risiko ketika kerangka hukum yang lemah atau ketidakpastian hukum
yang dapat menyebabkan atau memperburuk risiko kredit dan risiko likuiditas;

4. Risiko operasional, yaitu risiko yang ditimbulkan oleh faktor-faktor operasional, seperti
tidak berfungsinya secara teknis atau kesalahan operasional, yang dapat menyebabkan
atau memperburuk risiko kredit dan risiko likuiditas; dan

5. Risiko sistemik, yaitu risiko ketika ketidakmampuan salah satu peserta untuk memenuhi
kewajibannya atau gangguan pada sistem, menyebabkan ketidakmampuan peserta lain.
Selanjutnya, kegagalan pembayaran tersebut menyebar secara luas sehingga
membahayakan sistem dan pasar keuangan.
Untuk meminimalisasi risiko dalam penyelenggaraan Bank Indonesia menerapkan
mekanisme Failure to Settlement Scheme yang tercakup dalam Sistem Kliring Nasional
(SKN). Selain itu, Bank Indonesia meningkatkan efisiensi sistem pembayaran ritel yang
dilakukan melalui mekanisme kliring dengan mengembangkan Paperless Nota Kredit (PNK)
dan kliring warkat debet. Dengan diimplementasikannya Sistem Kliring Nasional diharapkan
pelayanan transfer nasional antarbank melalui kliring menjadi efisien dan jangkauannya
lebih luas.

Anda mungkin juga menyukai