Anda di halaman 1dari 4

KEBIJAKAN MONETER

Kebijakan moneter adalah kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk memperbaiki keadaan
perekonomian melalui pengaturan jumlah uang beredar atau upaya mengendalikan atau
mengarahkan perekonomian makro ke kondisi yang di inginkan seperti meningkatkan output
keseimbangan dan atau terpeliharanya stabilitas harga (inflasi terkontrol) dengan mengatur jumlah
uang beredar.

Kebijakan moneter dalam perekonomian modern dilakukan melalui berbagai instrumen, yaitu opersi
pasar terbuka (open market operation), penentuan tingkat bunga, ataupun penentuan besarnya
cadangan wajib dalam sektor perbankan.

INSTRUMEN KEBIJAKAN MONETER


Dalam upaya mengatur jumlah uang beredar, bank sentral umumnya
menggunakan beberapa instrument kebijakan moneter yang dapat
digolongkan kedalam dua jenis instrument yaitu:
1.Instrumen kebijakan moneter langsung (direct monetary policy instruments)
2.Instrumen kebijakan moneter tidak langsung (indirect monetary policy
instruments)

Instrumen kebijakan moneter langsung


Instrument pengendalian moneter yang dapat secara langsung mempengaruhi
sasaran operasional yang diinginkan oleh bank sentral. Sasaran operasional
yang dimaksud adalah target monetary base yaitu uang primer dan reserve
bank. Pengendalian moneter yang dilakukan secara langsung tersebut
memiliki kemampuan yang langsung mempengaruhi neraca bank-bank umum.
Instrument kebijakan moneter langsung yang biasa digunakan oleh bank
sentral atau otoritas moneter terutama di negara-negara berkembang antara
lain sebagai berikut:
1. Credit Ceiling / Pagu Kredit
Credit Ceiling : penentuan jumlah batas maksimal kredit yang
diperbolehkan untuk disalurkan oleh masing-masing bank yang
ditetapkan oleh bank sentral.
Penentuan jumlah pagu kredit yang dapat disalurkan setiap bank antara
lain dapat ditetapkan berdasarkan jumlah modal yang dimiliki oleh bank
atau dikaitkan dengan jumlah dana pihak ketiga yang dikelola.
Kebijakan pagu kredit ini diadopsi oleh Bank Indonesia sebagai
instrument pengendalian langsung sampai era deregulasi atau
kebijakan moneter dan perbankan 1 Juni 1983. Instrumen ini dapat
dikatakan cukup efektif menekan laju kenaikan harga (inflasi) pasa saat
itu, namun dari sisi lain instrument tersebut sangat tidak efektif dan
bahkan menjadi disinsentif bagi perbankan dalam upaya mobilisasi
dana masyarakat. Disamping itu, instrument ini dapat menyebabkan
terjadinya distorsi sumber-sumber daya karena adanya kecenderungan
bank-bank mengalami ekses likuiditas akibat fungsi intermediasi tidak
dapat dilakukan secara optimal.
2. Penetapan Tingkat Bunga
Bank sentral dalam melaksanakan pengendalian moneter langsung
dengan menetapkan tingkat bunga (interest rate ceiling), dilakukan
dengan menentukan besarnya tingkat bunga yang diberikan atau
dikenakan olen bank kepada nasabahnya, baik nasabah deposan atau
penabung maupun nasabah debiturnya.
Penetapan tingkat bunga simpanan dengan tingkat buunga pinjaman
(kredit) seringkali sangat kecil sehingga spread (selisih antara biaya
dana atau cost of funds dengan bunga kredit) bank kemungkinan bisa
menjadi negative.
Penggunaan instrument kebijakan moneter dewasa ini tidak begitu
efektif mengingat produk-produk bank semakin bervariasi. Disamping
semakin pesatnya perkembangan instrument financial dan
terintegrasinya pasar keuangan dunia sebagai konsekuensi dari
perekonomian global.
3. Penurunan Nilai Uang
Salah satu kebijakan pengendalian moneter yang berdampak langsung
terhadap pengurangan jumlah uang beredar adalah dengan menurunkan nilai
uang yang ada ditangan masyarakat atau di perbankan.
Nilai penurunan uang biasanya dilakukan dengan persentase tertentu,
misalnya 25% atau 50% dari nilai nominal uang, tergantung kebijakan
pemerintah atau bank sentral.
Pengurangan nilai mata uang ini pernah dilakukan saat tahun 1965,
pemerintah melakukan penurunan nilai Rupiah dari Rp 1000,- menjadi hanya
Rp 1,-. Penurunan nilai uang tersebut bisa saja mendapatkan penggantian dari
pemerintah, namun bisa saja tidak. Kalau pemerintah memberikan
penggantian biasanya jumlah penurunan nilai uang ditukar dengan Surat
Utang Negara.
4. Kredit Langsung (direct loan)
Kredit langsung ini dimaksudkan untuk membantu pembiayaan sektor-sektor
usaha tertentu yang merupakan sector yang diprioritaskan untuk
dikembangkan dan telah deprogram oleh pemerintah.
Kredit ini disalurkan langsung oleh pemerintah melalui lembaga keuangan
(perbankan) sebagai agennya. Oleh karena itu, kredit ini sering juga disebut
sebagai kredit program.
Pemerintah telah banyak menyalurkan kredit langsung ini pada tahun 1980-an
untuk memacu perkembangan sector usaha kecil menengah, yaitu kredit
modal kerja permanen dan kredit investasi kecil. Pada akhir decade 1990-an,
pemerintah menyalurkan kredit langsung dalam bentuk dana bergulir yang
diberikan kepada sektor UKM.

Instrument Kebijakan Moneter Tidak Langsung


Instrument pengendalian moneter yang secara tidak langsung mempengaruhi
sasaran operasional kearah yang ditargetkan oleh bank sentral sebagai
otoritas moneter.
Instrument tidak langsung yang digunakan bank sentral dalam rangka
mengendalikan variable moneter antara lain sebagai berikut:
1. Likuiditas Wajib Minimum (Statutory Reserve Requirements)
Likuiditas wajib minimum adalah ketentuan yang mewajibkan setiap bank
memelihara sejumlah minimum alat likuid yang dinyatakan dalam persentase
tertentu dari jumlah dana pihak ketiga yang dihimpun atau kewajiban lancar
bank.
Likuiditas wajib atau disebut juga cadangan wajib minimum ini seringkali
dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu cadangan primer (primary reserves) dan
cadangan sekunder (secondary reserves). Bank sentral dapat saja
mewajibkan setiap bank memelihara kedua jenis cadangan tersebut
bergantung pada kebijakan moneter yang dijalankan di Negara bersangkutan.
Namun telah menjadi strategi atau kebijakan dalam manajemen likuiditas
bank, meskipun bank tidak diwajibkan memelihara cadangan sekunder, bank
biasanya tetap memiliki sejumlah cadangan selain cadangan primer untuk
menjaga apabila cadangan primer bank tidak mencukupi untuk memenuhi
semua kebutuhan likuiditas bank dalam operasinya sehari-hari.
Cadangan primer yang dipelihara dalam bentuk Giro pada bank sentral
umumnya tidak mendapat jasa giro atau bunga. Namun untuk pertimbangan
tertentu bank sentral dapat memberikan jasa giro dari kelebihan saldo
likuiditas wajib minimum.
Dan cadangan sekunder dimaksudkan sebagai back up apabila cadangan
primer tidak mencukupi untuk memenuhi semua kebutuhan likuiditas atau
penarikan yang dilakukan oleh nasabah, baik melalui kliring maupun
penarikansecara tunai. Cadangan sekunder ini biasanya dalam bentuk
sekuritas atau surat-surat berharga yang sangat likuid dan berkualitas tinggi,
mudah diaungkan dan memiliki risiko rendah, misalnya Sertifikat Bank
Indonesia dan Surat Perbendaharaan Negara (Treasury Bills).
2. Fasilitas Diskonto (discount facility)
Bank sentral dalam melakukan pengendalian moneter dapat menggunakan
fasilitas diskonto yaitu fasilitas yang diberikan kepada perbankan dalam
bentuk pinjaman dengan menggunakan surat-surat berharga yang dimiliki
sebagai jaminan. Tingkat diskonto (discount rate) untuk fasilitas pinjaman ini
sangat dipengaruhi oleh arah kebijakan moneter. Tingkat diskonto yang
dikenakan oleh bank sentral ini akan menjadi benchmark (patokan) tingkat
bunga kredit perbankan.
3. Operasi Pasar Terbuka (open market operation)
Dalam rangka mendukung tujuan Bank Indonesia, yaitu mencapai dan
memelihara kestabilan nilai Rupiah, Bank Indonesia melaksanakan Operasi
Pasar Terbuka.
OPT bertujuan mencapai target operasional kebijakan moneter dalam rangka
mendukung pencapaian sasaran akhir kebijakan moneter Bank Indonesia.
Target operasional kebijakan moneter dimaksud dapat berupa target
kuantitas uang primer atau komponennya, atau target suku bunga pasar
jangka pendek.
Pencapaian target operasional kebijakan moneter dilakukan dengan cara
mempengaruhi likuiditas perbankan melalui kontraksi moneter atau ekspansii
moneter.
4. Fasilitas Simpanan Bank Indonesia
Disamping SBI sebagai instrument OPT dalam rangka kontraksi seperti
dijelaskan diatas Bank Indonesia juga menggunakan instrument pengendalian
moneter lain yang berdampak kontraktif yang dikenal dengan fasilitas
Simpanan Bank Indonesia (FASBI), yaitu fasilitas yang waktu FASBI maksimal
7 hari ditransaksikan dengan system diskonto. Suku bunga (discount rate)
FASBI lebih rendah dari tingkat bunga SBI atau pasar. Berbeda dengan SBI,
FASBI bukanlah instrument pasar uang sehingga tidak dapat diperdagangkan
atau diagunkan dan tidak dapat dicairkan sebelum jatuh waktu temponya.
5. Fasilitas Diskonto Ulang (Rediscount Facility)
Fasilitas pendanaan yang disediakan oleh Bank Indonesia bagi bank yang
membutuhkan dana dengan cara mendiskonto ulang surat-surat berharga
yang dimilikinya.
Mekanisme fasilitas diskonto ulang ini pada dasarnya kurang lebih sama
dengan fasilitas diskonto yang telah dijelaskan diatas, namun perbedaannya
adalah instrument surat-surat berharga yang digunakan dalam rangka
mendapatkan fasilitas rediskonto bukan surat berharga yang diterbitkan baik
oleh bank sentral maupun surat utang pemerintah, melainkan Surat Berharga
Pasar Uang (SBPU) berupa wesel dan promes yang diterbitkan oleh perbankan
maupun oleh nasabah bank.
6. Persuasi Moral (Moral Suasion)
Cara kerja instrument ini pada dasarnya adalah Bank Indonesia memberikan
himbauan kepada bank-bank, biasanya terutama kepada bank-bank utama
saja (leading banks), agar himbauan atau permintaan Bank Indonesia sesuai
dengan kebijakan moneter yang dijalankannya.
Biasanya dalam hal Bank Indonesia akan menambah jumlah uang beredar,
bank-bank diminta untuk menurunkan tingkat bunganya dan mulai
menyalurkan kreditnya kepada sector riil. Dengan himbauan tersebut bank-
bank secara moral bersedia mengikutinya dalam rangka mendorong kegiatan
sector produksi guna mencapai pertumbuhan ekonomi.

Anda mungkin juga menyukai