Anda di halaman 1dari 11

AKUNTANSI MANAJEMEN

Makalah

“Determinant Factors’ Impact on Managerial Performance through


Management Accounting Systems in Indonesia”
&
“A study of the emergence of management accounting system ethos and its
influence on perceived system success”

Dosen Pengampu : Dr. Nyoman Ari Surya Darmawan, S.E., Ak., M.Si

Disusun oleh :
KELOMPOK 5
1. Putu Angelia Marheny (2329141046)
2. I Gusti Putu Bayu Sanjaya Putra (2329141047)

PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI
PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
TAHUN 2023
Judul : Determinant Factors’ Impact on Managerial Performance through
Management Accounting Systems in Indonesia

1. Pendahuluan
Berdasarkan Chenhall dan Morris (1986), sistem akuntansi manajemen terdiri dari
empat dimensi, yaitu integrasi, agregasi, ruang lingkup, dan ketepatan waktu, yang
penting bagi sektor rumah sakit. Para manajer menggunakan sistem akuntansi
manajemen untuk mendapatkan informasi dan menggunakannya untuk pengambilan
keputusan. Penelitian ini dilakukan di rumah sakit untuk menyelidiki penerapan sistem
akuntansi manajemen dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kinerja
manajerial. Kinerja manajer merupakan salah satu faktor kontinjensi yang dapat
dipengaruhi oleh sistem akuntansi manajemen. Manajer yang menggunakan informasi
sistem akuntansi manajemen dalam lingkup yang lebih luas dapat membuat keputusan
manajerial yang lebih efektif untuk menetapkan target yang tepat dan mengevaluasi
pencapaian, yang pada gilirannya meningkatkan kinerja manajerial (Gul, 1991; Mia &
Clarke, 1999; Eker, 2009; Tsui, 2001).
2. Tinjauan Pustaka
Teori kontinjensi mengungkapkan bahwa desain dan penggunaan sistem akuntansi yang
dapat diterapkan pada semua organisasi. Teori kontinjensi juga mengungkapkan bahwa
penggunaan sistem pengendalian tergantung pada konteks organisasi dimana
pengendalian tersebut beroperasi dan berfungsi dengan baik (Otley, 1980). Sistem
akuntansi manajemen dapat berlaku pada semua jenis organisasi sesuai dengan aktivitas
organisasi dalam menghadapi segala situasi (Otley, 2016). Dengan adanya sistem
akuntansi, jika terdapat partisipasi dalam penyusunan anggaran maka organisasi dapat
meningkatkan kinerjanya. Sejalan dengan teori ini, penelitian ini bertujuan untuk
menyelidiki bagaimana variabel kontekstual, seperti partisipasi anggaran, gaya
manajemen, dan desentralisasi pada sistem akuntansi manajemen, pada gilirannya,
mempengaruhi kinerja manajerial di rumah sakit.
3. Metodelogi
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Untuk menguji hipotesis, penelitian
ini menggunakan Partial Least Square (PLS). SEM secara umum memiliki tiga
karakteristik. Pertama, SEM memperkirakan apakah hubungan-hubungan yang ada
beragam dan saling berhubungan. Kedua, memperkirakan apakah hubungan tersebut
beragam dan saling terkait. Ketiga adalah kapasitas untuk menggambarkan konsep yang
tidak dapat dipertimbangkan dalam kerangka hubungan atau relasi ini.
4. Hasil Penelitian
Hipotesis 1 menyatakan bahwa partisipasi anggaran berpengaruh positif terhadap
sistem akuntansi manajemen. Hasil penelitian ini mendukung teori kontinjensi, yang
menyatakan bahwa sistem akuntansi manajemen dapat diterapkan dalam suatu
organisasi dalam menghadapi situasi di luar perusahaan. Tidak ada sistem akuntansi
yang dapat berlaku untuk seluruh organisasi, sehingga setiap organisasi harus membuat
sistem akuntansi manajemen tertentu yang dapat dijalankan mengikuti kegiatan dalam
organisasi agar dapat menghadapi segala situasi yang nantinya akan berhubungan
dengan organisasi tersebut.

Hipotesis 2 menyatakan bahwa desentralisasi memiliki dampak positif terhadap sistem


akuntansi manajemen, telah diterima secara empiris. Dengan demikian, hasil pengujian
hipotesis mengindikasikan bahwa semakin tinggi desentralisasi, maka semakin besar
kemungkinan perusahaan menerapkan sistem akuntansi manajemen. Temuan ini
mendukung teori kontinjensi yang menyatakan bahwa desentralisasi berhubungan
dengan karakteristik sistem pengendalian manajemen (Chenhall, 2003). Desentralisasi
juga memberikan tanggung jawab dan kontrol yang lebih besar kepada manajer dalam
aktivitasnya dan membutuhkan informasi yang lebih besar pula (Waterhouse &
Tjessen, 1978). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dengan adanya
desentralisasi, informasi sangat dibutuhkan dalam pengambilan keputusan.
Hipotesis 3 menyatakan bahwa gaya manajemen berpengaruh positif terhadap sistem
akuntansi manajemen. Gaya manajemen merupakan variabel kontinjensi yang
menunjukkan tingkat formalitas organisasi, proses pengelolaan manajemen, proses
motivasi yang tepat, tingkat partisipasi, dan tingkat pengambilan keputusan (Larson et
al., 1986). Gaya manajemen mempengaruhi pencapaian tujuan organisasi melalui
pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian sumber daya organisasi (Simons,
1995). Dengan demikian, hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa semakin tinggi
gaya manajemen, semakin besar kemungkinan perusahaan menerapkan sistem
akuntansi manajemen.
Hipotesis 4 menyatakan bahwa partisipasi anggaran memiliki pengaruh positif terhadap
kinerja manajerial. Hasil penelitian memberikan bukti empiris yang mengarah untuk
menolak H4.
Hipotesis 5 menyatakan bahwa gaya manajemen memiliki pengaruh positif terhadap
kinerja manajerial. Penelitian ini menunjukkan bukti empiris yang mengarah pada
penolakan H5.
Hipotesis 6 menyatakan bahwa sistem akuntansi manajemen berpengaruh positif
terhadap kinerja manajemen. Hasil penelitian ini dengan bukti empiris menunjukkan
bahwa H6 diterima. Hal ini berarti bahwa sistem akuntansi manajemen tinggi, maka
kinerja manajer juga meningkat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem akuntansi
manajemen dengan segala karakteristiknya termasuk cakupan yang luas, ketepatan
waktu, agregasi, dan integrasi, memiliki pengaruh positif terhadap kinerja manajerial
(Mia & Clarke, 1999, Soobaroyen & Poorundersing, 2008). Karakteristik sistem
akuntansi manajemen seperti cakupan yang luas dan ketepatan waktu memiliki dampak
pada kinerja manajerial (Tsui, 2001; Eker, 2009, Etemadi et al., 2009). Lebih lanjut,
karakteristik termasuk ruang lingkup yang luas berpengaruh pada kinerja manajerial
(Cheng, 2012).
5. Simpulan
Hasil penelitian ini tidak mendukung konsep pengaruh langsung. Pertama, pengaruh
langsung partisipasi anggaran dan gaya manajemen terhadap kinerja manajerial
menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan. Partisipasi anggaran berpengaruh negatif
dan tidak signifikan terhadap kinerja manajerial. Hal ini mengindikasikan bahwa
semakin tinggi partisipasi anggaran maka semakin rendah kinerja manajer dan
sebaliknya. Gaya manajemen tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja manajerial.
Namun, pengaruh tidak langsung dari partisipasi anggaran, desentralisasi, dan gaya
manajemen terhadap kinerja manajerial dihasilkan dari sistem akuntansi manajer. Hasil
penelitian menunjukkan partisipasi anggaran, desentralisasi, dan gaya manajemen
berpengaruh positif dan signifikan terhadap sistem akuntansi manajemen serta
berpengaruh positif dan signifikan terhadap sistem akuntansi manajemen dan kinerja
manajerial. Hasil empiris ini mengindikasikan bahwa sistem akuntansi manajemen ini
berperan sebagai mediator antara partisipasi anggaran, desentralisasi, gaya manajemen,
dan kinerja manajerial pada rumah sakit di Palembang.
Judul : A study of the emergence of management accounting system ethos and its
influence on perceived system success

1. Pendahuluan
Sistem informasi cenderung dianggap berhasil jika disertai dengan nilai-nilai budaya
organisasi yang mendukung sistem yang baru (Das, 1986; Dent, 1987; Robey &
Farrow, 1982; Rowlinson, 1995; Zmud, 1979). Selain itu, keterlibatan pengguna dalam
desain sistem informasi telah dilaporkan dapat meningkatkan persepsi keberhasilan
perubahan sistem karena asumsi nilai pengguna menjadi tertanam ke dalam arsitektur
sistem yang baru (Argyris & Kaplan, 1994; Birnberg, 1998; Caplan, 1988; Fisher, 1998;
Franz & Robey, 1986; Markus & Pfeffer, 1983; Shields & Young, 1989). Penelitian ini
bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana elemen-elemen budaya organisasi tertentu
menjadi fitur yang tertanam dalam sistem akuntansi manajemen yang baru
diimplementasikan dalam organisasi tertentu. Penelitian ini juga bertujuan untuk
menyelidiki bagaimana keselarasan antara elemen-elemen budaya organisasi yang
tertanam dalam sistem akuntansi manajemen dan pandangan organisasi dari dua
kelompok pengguna sistem manajemen akuntansi mempengaruhi persepsi mereka
terhadap keberhasilan sistem baru tersebut. Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini
adalah unit bisnis Serat Optik (HLFO) dari Grup Semikonduktor Siemens AG-
perusahaan elektronik dan komponen listrik global. Para pekerja operasional di dalam
HLFO memiliki keahlian khusus di bidang teknik (Technisch) atau di bidang ekonomi
bisnis (Kaufmannisch). Pelatihan pendidikan para pekerja teknik dan bisnis berbeda
karena pekerja teknik cenderung memiliki kualifikasi berbasis teknik sedangkan pekerja
bisnis memiliki latar belakang ekonomi bisnis. Kedua keahlian fungsional yang berbeda
ini memberikan dasar untuk mengkategorikan para pekerja operasional di HLFO ke
dalam dua kelompok karyawan yang berbeda. Sistem akuntansi manajemen baru yang
diadopsi oleh HLFO disebut dengan process- based target costing (PBTC) yang
dirancang oleh para karyawan teknik HLFO antara bulan September 1995 dan Mei
1996. PBTC mulai beroperasi pada bulan Agustus 1996.
2. Tinjauan Pustaka
2.1. Sistem akuntansi manajemen dan budaya organisasi
Studi penelitian menunjukkan bahwa pengenalan sistem informasi baru mungkin
tidak akan memberikan dampak yang diinginkan jika pengguna tidak menganggap
karakteristik organisasi dan lingkungan kerja mereka sesuai dengan nilai-nilai
yang tertanam dalam sistem yang baru (Cushing, 1990; Das, 1986; Robey & Far-
row, 1982; Rowlinson, 1995; Zmud, 1979). Seberapa dekat orientasi budaya
pengguna informasi akuntansi manajemen selaras dengan asumsi nilai yang
diperhitungkan dalam desain sistem akuntansi manajemen juga telah dilaporkan
memiliki pengaruh terhadap keberhasilan implementasi dari sistem baru (Argyris
& Kaplan, 1994; Birnberg, 1998; Caplan, 1988; Shields & Young, 1989).
2.2. Model nilai-nilai yang bersaing dari budaya organisasi
Budaya organisasi dianggap sebagai pola nilai dan ide dalam organisasi yang
membentuk perilaku manusia dan artefaknya (Zammuto & Krakower, 1991).
Penelitian ini berfokus pada aspek-aspek budaya organisasi yang dieksplorasi
dengan menggunakan model nilai-nilai yang bersaing (Cameron & Quinn, 1998;
Quinn, 1988; Quinn & Kimberly, 1984; Quinn & Rohrbaugh, 1981, 1983). Model
nilai-nilai yang bersaing membedakan antara nilai-nilai dasar yang menciptakan
makna dalam pengaturan organisasi dan artefak budaya yang merefleksikannya.
Model ini bergantung pada premis bahwa meskipun artefak budaya seperti mitos,
petunjuk, ritual, dan symbol bersifat spesifik untuk organisasi, namun nilai-nilai
tidak demikian. Model ini mengasumsikan bahwa bukan kumpulan nilai yang
berbeda yang memunculkan budaya organisasi yang berbeda, melainkan
penekanan yang berbeda pada kumpulan nilai yang terbatas yang lazim dalam
masyarakat yang lebih luas. Model nilai-nilai yang bersaing memungkinkan empat
tipe budaya yang dihasilkan dari orientasi organisasi untuk dikemukakan:
kelompok, pengembangan, hirarkis, dan rasional.
2.3. Perubahan Budaya di Siemens
Mengejar fleksibelitas dan pandangan eksternal
Pada awal tahun 1993, Siemens meluncurkan program perubahan budaya di
seluruh perusahaan yang disebut sebagai Time Optimized Processes (TOP).
Selama awal tahun 1990-an, para manajer senior dalam divisi Semikonduktor di
Siemens mengidentifikasi berbagai masalah termasuk proses pengambilan
keputusan yang panjang, rintangan birokrasi yang berlebihan, masalah perbaikan
dan kualitas yang timbul akibat tingginya tingkat demarkasi tenaga kerja,
kerumitan dokumen yang tidak terkendali, alur proses yang tidak logis,
komunikasi antar departemen yang kurang memadai, dan struktur sistem
informasi yang tidak efektif. Program TOP berusaha untuk mendorong penerapan
inovasi seperti "manajemen berbasis waktu", "manajemen kualitas total", "analisis
waktu siklus total", sehingga dapat mendorong orientasi pada pelanggan dan
proses, pengambilan keputusan yang lebih cepat, manajemen yang berorientasi
pada tim, peningkatan inisiatif dan tanggung jawab diri'.(Siemens, 1994, hal. 3).
Setelah implementasi TOP berjalan, hal ini berdampak pada sikap kerja menurut
sejumlah manajer di Siemens. Seorang Manajer Teknik mengindikasikan bahwa
TOP memotivasi semangat kerja ulang. Dimensi tertentu dari inisiatif TOP akan
tercermin secara luas dalam sistem manajemen biaya target (penetapan biaya
target berbasis proses) yang akan diterapkan di HLFO. Khususnya, masalah biaya,
kualitas dan waktu dari program perubahan budaya, akan menjadi elemen utama
dari sistem akuntansi manajemen yang baru. Pada saat yang sama, faktor-faktor
yang menggarisbawahi relevansi praktik kerja yang fleksibel dan kepekaan yang
tinggi terhadap lingkungan eksternal perusahaan akan menjadi ciri-ciri penting
dari sistem yang baru.
Penetapan biaya target berdasarkan proses
Sementara kebutuhan informasi yang baru dirasakan oleh para insinyur desain
sedang ditangani, HLFO juga meluncurkan apa yang disebutnya sebagai proyek
'Phoenix' pada bulan September 1995 yang merupakan upaya rekayasa ulang
untuk mengubah proses manufaktur. Phoenix memerlukan konfigurasi ulang
manufaktur sehingga semua produk dasar akan berjalan pada satu jalur otomatis
sebelum menyesuaikan produk secara massal. Semua produk akan menggunakan
langkah-langkah produksi yang dimodularisasi sesuai dengan spesifikasi saluran
yang disesuaikan secara individual. Pada bulan September 1995, HLFO
memulai pengembangan sistem akuntansi berbasis biaya target yang bertujuan
untuk menyediakan informasi akuntansi mengenai pagu biaya yang ditetapkan
pasar untuk berbagai fungsi produk. Sistem ini dikembangkan oleh tim perancang
HLFO dengan keahlian fungsional perekayasaan yang berhubungan dengan para
insinyur lain di departemen operasional tentang kebutuhan informasi mereka. Para
insinyur perancang juga bekerja sama dengan para akuntan HLFO yang terlatih di
bidang ekonomi bisnis mengenai masalah-masalah implementasi terkait PBTC
(Process Based Target Costing). PBTC mulai beroperasi pada bulan Agustus
1996 dan pada bulan April 1997, seorang petugas HLFO yang telah menyiapkan
persyaratan perangkat lunak untuk menghasilkan laporan informasi PBTC
menyatakan bahwa: ''Semua proyek desain baru sekarang menggunakan alat ini
dan juga digunakan untuk semua produk yang sudah ada'' (24.4.97).
Implementasi PBTC membutuhkan interaksi di antara berbagai departemen
operasional dan komunikasi yang luas antara para pekerja teknik dan bisnis.
Perhatian utama TOP meliputi transparansi proses organisasi, akuntabilitas
kualitas, kerja sama yang berorientasi pada tim, kesadaran akan persaingan pasar,
dan kesadaran akan biaya yang juga merupakan inti dari PBTC. PBTC
menggambarkan aliran produksi secara visual pada tahap desain dengan
menghasilkan gambar grafik waktu, biaya, dan konsumsi sumber daya yang
berkualitas di seluruh proses. Para insinyur desain yang secara tradisional hanya
berurusan dengan spesifikasi produk sekarang dapat memperoleh informasi visual
langsung tentang efek dari keputusan desain yang berbeda pada proses produksi
tertentu melalui ketersediaan laporan PBTC.
PBTC juga dimaksudkan untuk memungkinkan tanggung jawab untuk mencapai
persyaratan kualitas dikaitkan dengan personel operasional tertentu. Sementara
sistem akuntansi tradisional berfokus pada alokasi ekonomi internal, PBTC
berorientasi eksternal karena mengikat spesifikasi waktu, kualitas dan harga yang
ditentukan pasar dengan kendala operasional internal. Di bawah model nilai-nilai
yang bersaing, sistem PBTC mungkin dilihat sebagai sistem yang paling erat
menanamkan nilai-nilai eksternal dan berorientasi pada fleksibilitas dan dengan
demikian, menekankan karakteristik perkembangan budaya.
3. Metode
Data penelitian diperoleh selama periode tiga setengah tahun dan berasal dari
wawancara, tanggapan kuesioner, dan dokumen publik serta internal perusahaan.
4. Hasil
Berdasarkan tabel 4, pegawai teknik memiliki orientasi pengembangan yang lebih
tinggi dibandingkan pegawai bisnis, baik sebelum maupun sesudah implementasi
PBTC, sehingga mengkonfirmasi hipotesis 1 dan 2. Hasil penelitian ini menegaskan
bahwa para insinyur menunjukkan orientasi nilai pengembangan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan para pelaku bisnis, baik sebelum maupun sesudah implementasi
PBTC.
Hasil wawancara menunjukkan adanya perbedaan yang dirasakan antara insinyur teknik
dan akuntan, serta antara informasi akuntansi tradisional yang dihasilkan oleh akuntan
dengan bentuk dan sifat informasi PBTC. Insinyur di bidang R dan D, Produksi,
Penjualan dan Pemasaran menganggap diri mereka lebih terbuka daripada akuntan
untuk keluar dari aturan tradisional yang mengatur isi dan bentuk informasi akuntansi.
Di bawah model nilai-nilai yang bersaing, pandangan akuntan ini sesuai dengan
orientasi pengembangan yang lebih rendah dibandingkan dengan para ahli teknik. Oleh
karena itu, hasil kuesioner dari hipotesis 1 dan 2 menemukan beberapa bukti melalui
hasil wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa program perubahan budaya di
seluruh perusahaan tidak secara signifikan terkait dengan perubahan pandangan
organisasi para karyawan teknik dan bisnis selama periode waktu sebelas bulan antara
dua kali pemberian kuesioner. Seperti yang diharapkan, orientasi nilai organisasi dari
para pegawai fungsional tidak berubah dalam waktu singkat. Masuk akal juga bahwa
setiap asosiasi antara orientasi nilai organisasi dan kesuksesan sistem akuntansi
manajemen yang dirasakan yang diuji dalam hipotesis 3 akan tetap sama stabilnya
dalam periode waktu yang pendek.
Hasil regresi memberikan dukungan untuk Hipotesis 3. Pengguna PBTC dengan skor
perkembangan yang lebih tinggi menganggap PBTC lebih berhasil daripada mereka
yang memiliki skor budaya perkembangan yang lebih rendah. R- square untuk model
ini adalah 0,683 dan koefisien untuk DEVELOP berada dalam arah yang diharapkan
dan signifikan. Koefisien untuk DEVELOP adalah negatif karena skor yang lebih
rendah untuk Keberhasilan PBTC menandakan persepsi keberhasilan yang lebih tinggi.
Hasil dari Hipotesis 3 juga didukung oleh hasil wawancara.
5. Simpulan
Penelitian ini telah mempertimbangkan bagaimana elemen budaya organisasi tertentu
tertanam dalam fitur desain sistem PBTC di HLFO. Studi ini juga menunjukkan
bahwa sejauh mana elemen budaya organisasi nosional yang tertanam dalam sistem
akuntansi manajemen baru selaras dengan pandangan organisasi dari kelompok
pengguna secara signifikan terkait dengan keberhasilan yang dirasakan dari sistem yang
baru. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian lain yang menunjukkan bahwa
kelompok karyawan yang berbeda dapat menganut nilai-nilai budaya organisasi yang
berbeda dan bahwa sistem akuntansi manajemen yang lebih mencerminkan nilai-nilai
budaya organisasi dari satu kelompok cenderung dianggap lebih sukses oleh kelompok
tersebut. Di dalam organisasi yang diteliti, terdapat faktor konteks spesifik yang
mendasari hasil penelitian. Program perubahan budaya TOP di Siemens, misalnya,
berperan dalam membentuk fitur desain sistem akuntansi manajemen dan dengan
menjunjung tinggi elemen-elemen budaya yang sudah ada, mempengaruhi apa yang
kemudian dianggap sebagai perubahan akuntansi yang sukses di dalam organisasi.
Penelitian ini menyoroti cara-cara yang kompleks di mana keragaman faktor organisasi
dapat mempengaruhi bentuk dan konsekuensi dari sistem akuntansi yang baru.
Informasi kualitatif yang diperoleh dari wawancara dan dokumen internal menunjukkan
bahwa persepsi tentang dampak PBTC tidak terlepas dari anggapan bahwa sistem yang
baru memberikan informasi akuntansi yang dalam isi dan bentuknya, pada awalnya
tidak dipahami oleh akuntan HLFO. Analisis menunjukkan bahwa hasil wawancara
dengan para pengguna sistem PBTC secara garis besar sejalan dengan hasil kuesioner
yang mengindikasikan bahwa pandangan organisasi para pengguna yang berbeda
mempengaruhi persepsi mereka terhadap keberhasilan sistem akuntansi manajemen
yang baru saja diterapkan.

Anda mungkin juga menyukai