Skripsi
Oleh:
Heni Marliah
Nim: 1920303030
2022 M/ 1443 H
SURAT PERSETUJUAN PEMBIMBING
Kepada Yth.
Bapak Dekan Fakultas Ushuluddin Dan Pemikiran Islam
Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang
di
PALEMBANG
Palembang, 2023
Pembimbing I Pembimbing II
ii
SURAT PERNYATAAN
Palembang,
Heni Marliah
NIM: 1920303030
iii
PENGESAHAN SKRIPSI MAHASISWA
Setelah diujikan dalam sidang Munaqasyah Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran
Islam UIN Raden Fatah Palembang:
Hari/Tanggal :
Tempat : Ruang Munaqasyah
Maka skripsi Saudari :
Nama : Heni Marliah
ANIM : 1920303030
Jurusan : Ilmu Hadis
Judul : Kontekstualisasi Makna Hadis
Menyingkirkan Duri Di Jalan Terhadap
Sikap Kepedulian Sosial Di Masyarakat
Dapat diterima untuk melengkapi sebagian syarat guna memperolah gelar sarjana
Ilmu Hadis.
Palembang,
Dekan
Tim Munaqasyah
KETUA SEKRETARIS
PENGUJI I PENGUJI II
iv
MOTTO
Dan tidaklah Allah menambahkan kepada seorang hamba sifat pemaaf melainkian
(HR. Muslim)
***Heni Marliah***
v
PERSEMBAHAN
Puji syukur atas rahmat Allah Swt sehingga peneliti dapat menyelesaikan
skripsi ini dalam rangka memenuhi tugas dan syarat sebagai untuk memperoleh
gelar Sarjana Agama (S.Ag). Skripsi ini dipersembahkan sebagai ungkapan rasa
hormat dan cinta yang tulus kepada:
dukungan dan doa terbaik, sehingga saya bisa melangkah lebih maju dalam
3. Untuk kerabat besar saya terima kasih banyak atas do’a yang dipanjatkan dan
dukungannya sehingga saya bisa maju dan berkembang dalam proses
penulisan skripsi ini. Terima kasih yang sebanyak-banyaknya teruntuk kalian
semua. Untuk nenek dan keluarga bude dan pakde, terima kasih atas kasih
sayangnya, bantuannya dalam bentuk permohonan do’a maupun finansial
untuk membantu saya hingga sampai saat ini, semoga kedepannya saya bisa
sukses dan bisa membahagiakan orang-orang yang saya cintai dan sayangi
terkhusus keluarga.
4. Terimakasih khusus kepada saudara Muhamad Aziz Ali, yang telah
memotivasi dan penyemangat, serta dukungannya kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
5. Terimakasih Juga kepada teman Sekosan saya, yang seperti saudara sendiri,
Saudari Quroti Ayuni, S. Ag yang selalu memotivasi, membantu, memberi
dukungan serta nasehat dan semangat kepada penulis.
vi
6. Teruntuk sahabat saya, Dewi Sapta Arinda, Ika Nurfadillah, Regita Saputri,
Putri Aprila, Novianti Rahayu, Endah Fitrya, Alfina Ami Khoirunnisyah,
Halimatussa’diyah, Merlin Regina, Vanessa Andrea Rizendwien, S. Ag,
Tiara, Rani Antika, Amanda Tria Riswana, Shoffiyyatus Salamah, Kodrad,
Alexander, M. Riski Widyianto, Muhammad Zaki, M. Fauzan Shodiq.
Terima kasih atas perjuangan yang kita lewati bersama, semoga kita sukses
dan mampu mencapai apa yang ingin dicita-citakan.
7. Teruntuk kakak tingkat saya Etika Noviyanti, S. Ag. Terima kasih banyak
karena sudah membantu, mengajari, memberikan masukan yang bermanfaat
serta memberikan motivasi yang sangat berarti sehingga skripsi ini bisa
terjalankan dengan baik.
8. Untuk anggota lembaga organisasi, Arek-arek Sedulur Jowo Kampus UIN
Raden Fatah Palembang (LDK-REFAH) dan untuk keluarga KKN. Terima
kasih atas suportnya selama ini, sehingga saya lebih semangat dalam
menempuh perkuliahan sampai dengan penulisan skripsi.
KATA PENGANTAR
vii
بسم اهلل الر حمن الر حيم
Alhamdulillah segala puji syukur atas kehadirat Allah Swt yang telah
melimpahkan segala ridha, rahmat dan beserta karunia kepada saya sehingga
dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kontekstualisasi Makna Hadis
Menyingkirkan Duri Di Jalan Terhadap Sikap Kepedulian Sosial Di
Masyrakat”. Shalawat beserta salam tak lupa pula tercurah kepada Nabi besar
Muhammad Saw yang telah membawa manusia pada zaman kegelapan menuju
zaman yang terang-benderang yaitu ad-Dinul Islam.
Dalam penelitian ini, peneliti menyadari dampak luar biasa dari adanya
bimbingan, bantuan dan motivasi serta petunjuk dari semua pihak sehingga
penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu pada
kesempatan ini peneliti dengan tulus hati ingin menyampaikan ucapan terima
kasih dan penghargaan sebesar-besarnya atas bantuan, motivasi, dan bimbingan
yang telah diberikan kepada penulis selama menempuh pendidikan strata satu
(S1) ini, diantaranya kepada:
1. Ibu Prof. Dr, Nyayu Khadijah, S.Ag., M.Si, selaku Rektor, Wakil Rektor
I,II,III, beserta Staff dan jajaran Universitas Islam Negeri Raden Fatah
Palembang. Terima kasih atas bantuan dalam bentuk motivasi agar saya
bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
2. Bapak Prof. Dr, Ris’an Rusli, M.Ag, selaku Dekan, Wakil I, II, dan III.
Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, Universitas Islam Negeri
Raden Fatah Palembang. Terima kasih atas bantuan dalam bentuk motivasi
agar saya bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
3. Bapak Almunadi, M.A, selaku Ketua Prodi Ilmu Hadis dan Bapak Eko
Zulfikar, M.A, selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Hadis Fakultas
Ushuluddin dan Pemikiran Islam, Universitas Islam Negeri Raden Fatah
Palembang. Serta bapak Adriansyah, NZ, M.A. Terima kasih atas bantuan
dalam bentuk motivasi agar saya bisa menyelesaikan skripsi ini dengan
baik.
viii
4. Ibu Dr. Uswatun Hasanah, M. Ag, selaku dosen pembimbing I dan Bapak
Hedhri Nadhiran M.Ag, selaku dosen pembimbing II. Terima kasih atas
segala bantuan bapak ibu yang telah mengorbankan waktu, tenaga, dan
pikiran untuk membimbing serta memberikan saran dalam menyelesaikan
skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik dan memberikan hasil
yang terbaik untuk saya.
5. Bapak Sulaiman M. Nur, M.A, selaku dosen pembimbing akademik, bapak
terfavorit yang selalu memberikan motivasi, masukkan, serta meluangkan
waktunya untuk membimbing saya menempuh perkuliahan dari awal
hingga akhir.
6. Bapak/Ibu dosen Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam serta Staff
Admin. Terima kasih banyak atas ilmu dan pengetahuan yang diberikan
serta bantuannya dalam mengurus berkas selama menempuh perkuliahan.
7. Serta semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan namanya satu
persatu yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini,
kepada semua pihak yang telah membantu, mendukung secara moral
maupun material, dengan ini penulis panjatkan doa semoga Allah SWT
membalasnya dengan imbalan pahala yang sesuai dan menjadikannya
sebagai amal yang tidak serut mengalir pahalanya.
Akhir kata, peneliti harap semoga karya ini dapat selalu bermanfaat bagi kita
semua terkhusus bagi mahasiswa dan umumnya bagi semua orang.
Palembang, …….2023
Heni Marliah
ix
PEDOMAN TRANSLITERASI
A. Konsonan
A Arab In Indonesia A Arab In Indonesia A Arab In Indonesia
اb ا A A
ز Z Z
ق Q Q
ب B B
س S S
ك K K
ت T T
ش Sy Sy
ل L L
ث Ts Ts
ص S Sh
م MM
ج J J
ض D Dh
ن N N
ح H H
ط T Th
و W W
خ K Kh
ظ Z Zh
ه H H
د D D
ع ‘
ء ‘
ذ D Dz
غ G Gh
ي Y Y
ر R R
ف F F
x
B. Konsonan Rangkap
Konsonan rangkap (tasydid) ditulis rangkap bila merupakan huruf asli.
= َااَّضُر ْو َر ْهad-Daruurah
C. Vokal
1. Vokal tunggal
- َ-= a (fathah)
-ِ-= i (kasrah)
- ُ-= u (Dhammah)
Nb. Khusus untuk nama orang, nama tempat, Allah dan Rasulullah, huruf
mad-nya tidak digandakan.
Contoh: Al-Atsqalani- Bukhari- Allah- Rasulullah, Madinah dll kalau
ditulis Imam Bukhari, kata Imam juga tidak perlu mad-kan.
xi
= ـَـ ْوau (a dan u) Lff-
Kata sandang Arab ( الalif lam) pada awal kata Qamariyah tetap ditulis al,
sedangkan kata sandang tjl (alif lam) pada awal kata Syamsiyah tetap ditulis
sesuai dengan huruf awalnya. Contoh:
=الَّش مسas-Syams
=اَلقَمُرal-Qamar
=الضر ورةad-Dharurah
sebagai mudhaf,
xii
Maka “ ”ةditransliterasikan dengan “t”. Contoh:
=طر يقةThariiqah
=وحدةالمسلمينWihdatul Muslimiin
F. Ya al-Nisbah ditulis dengan menulis huruf “y” dua kali.
Contoh: = األمويةal-Umawiyyah
Kecuali yang sudah baku dalam bahasa Indonesia, seperti Qadariah, maka
ditulis dengan akhiran “ah”.
G. Khusus untuk nama orang yang memakai kata اهللdan ال ـ ــذين ditulis
xiii
ABSTRAK
xiv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL......................................................................................i
SURAT PERSETUJUAN PEMBIMBING................................................ii
SURAT PERNYATAAN............................................................................iii
PENGESAHAN SKRIPSI MAHASISWA................................................iv
MOTTO.........................................................................................................v
PEMBAHASAN...........................................................................................vi
KATA PENGANTAR...............................................................................viii
PEDOMAN TRANSLITERASI..................................................................x
ABSTRAK..................................................................................................xiv
DAFTAR ISI ...............................................................................................xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................5
C. Tinjauan Dan Kegunaan penelitian ...................................................5
D. Tinjauan Pustaka.................................................................................5
E. Metode Penelitian...............................................................................7
F. Sistematika Penelitian.......................................................................10
JALAN
xv
Halaman
A. Informasi Redaksi Hadis ..................................................................27
B. Deskripsi Hadis.................................................................................28
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................................69
B. Saran.................................................................................................69
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................
LAMPIRAN ...................................................................................................
DAFTAR RIWAYAT HIDUP.......................................................................
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Islam itu tidak berarti bahwa dakwah yang dilakukan Nabi Muhammad Saw
keluarga, mula-mula istri beliau sendiri yaitu Khadijah yang menerima dakwah
beliau, lalu Ali Bin Abi Thalib, Abu Bakar Assidiq Sahabat beliau, Zaid bin
Salah satu doktrin ajaran Islam yang diyakini oleh pemeluknya adalah
Oleh karena itu, sesuai dengan janji Allah, al-Qur‘an sebagai pedoman hidup
sangat mudah di hafal dan dibaca oleh nabi Muhammad Saw dan para umatnya.4
Salah satu doktrin ajaran Islam yang diyakini oleh pemeluknya adalah
1
Merupakan agama yang berasal dari Allah Swt tuhan pencipta dan pemelihara alamo09,
Allah Swt mempunyai sifat suci, dimana kebenaran dan perintah-Nya tidak dapat ditolak manusia,
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari berbagai Aspeknya, Jilid I, Jakarta, UI Press, 2010, hal. 12
2
Machfud Syaifudin, Dinamika Peradaban Islam, Yogyakarta, Pustaka Ilmu
Yogyakarta, 2013, hal. 5
3
Secara bahasa berarti al-mutatabi’ ()المتتاِبُع: yang dating kemudian, beriring-iringan, atau
berurutan. Sedangkan secara istilah hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah orang banyak yang
mustahil menurut tradisi mereka sepakat untuk berdusta dari sesama jumlah banyak dari awal
sanad sampai akhir. Lihat Dr. H. Abdul Majid Khon, M. Ag. Ulumul Hadis, Jakarta, Amzah, cet
1, 2012, hal. 146
4
Anshori, Ulumul Qur‘an, Kaidah-Kaidah Memahami firman Tuhan Cet.1, Jakarta,
Rajawali Press, 2013, hal. 2
1
2
Oleh karena itu, sesuai dengan janji Allah, al-Qur‘an sebagai pedoman hidup
sangat mudah di hafal dan dibaca oleh nabi Muhammad Saw dan para umatnya.6
nama hadis yang secara keilmuan didefinisikan sebagai segala sesuatu apa yang
disandarkan kepada Nabi baik berupa ucapan dan perbuatan, taqrir7 atau
tersusun dalam bentuk gabungan huruf-huruf yang mengandung makna yang luas
5
Secara bahasa berarti al-mutatabi’ ()المتتاِبُع: yang dating kemudian, beriring-iringan, atau
berurutan. Sedangkan secara istilah hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah orang banyak yang
mustahil menurut tradisi mereka sepakat untuk berdusta dari sesama jumlah banyak dari awal
sanad sampai akhir. Lihat Dr. H. Abdul Majid Khon, M. Ag. Ulumul Hadis, Jakarta, Amzah, cet
1, 2012, hal. 146
6
Anshori, Ulumul Qur‘an, Kaidah-Kaidah Memahami firman Tuhan Cet.1, Jakarta,
Rajawali Press, 2013, hal. 2
7
Taqrir berasal dari bentuk masdar dari kata kerja Qarrara dimana secara etimologi
istilah Taqrir berarti penetapan , persetujuan. Lihat Muhammad bin Muqarran bin Mansyur, Lisan
al-Araby, Mesir, Dar Misriyah, juz V, t. th, hal. 394, menurut istilah Taqrir tidak berkomentarnya
Nabi Saw, atas perbuatan yang dilakukan oleh para sahabat, baik disaksikan atau didengarkan.
8
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jakarta: UI Press, 1978 cet.
Ke-2, jilid 1, hal. 24
3
dan bersifat interpretatif, maka dibutuhkan upaya pemahaman baik secara parsial
maupun komprehensif.9
Hadis harus diterapkan dalam setiap aspek kehidupan, terutama pada kehidupan
sosial kemasyarakatan. Hal ini dikarenakan manusia sebagai makhluk sosial atau
menolong dengan sesama.10 Salah satu contoh tolong menolong dengan sesama
adalah menyingkirkan duri di jalan sebagai satu teladan yang diajarkan oleh
sebagaimana sabdanya:
َح َّد َثَن ا َأُب و َبْك ِر ْبُن َأِبيِ َش ْيَبَة َو َعِلُّي ْبُن ُمَح َّم ٍد َق ااَل َح َّد َثَنا َو ِكيـٌع َعْن َأَب اَن ْبَن َص ْمَعَة َعْن َأِبي
ْلُت ا وَل الَّل ِه ُدَّلِني َعَلى َع ٍل َأ َتِف ِب ِه: اْل ا ِز ِع الَّر ا ِس ِبِّي َع َأِبي َز َة اَأْل َلِم ِّي َق اَل
َم ْن ُع ُق َي َرُس ْس ْن َبْر َو
11
. َقاَل اْعِز ْل اَأْلَذى َعْن َطِر يِق اْلُمْس ِلِم يَن
”Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah dan Ali bin
Muhammad keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Waki’dari Aban
bin Sham’ah dari Abu al-Wazi’ Ar-Rasibi dari Abu Barzah Al-Aslami dia
berkata: ”Saya berkata, “Wahai Rosulullah, tunjukanlah kepadaku suatu amalan
yang dapat memberiku manfaat?” beliau bersabda: “Singkirkanlah duri dari
jalan kaum muslimin.”
Dalam memahami hadis di atas, ulama cenderung memaknainya secara
tekstual. Kata adza pada hadis ini dipahami dengan kata ‘duri’ yang secara lahir
duri tersebut berada di jalan. Pemaknaan secara tekstual ini diperkuat dengan
ِل ِهلل
َح َّد َثَنا َش ْيَباُن َعِن اَألْع َم ِش ‘ َعْن َأِبي َص ا ٍح ‘ َعْن: َح َّد َثَنا ُعَبْيُد ا:َح َّد َثَناُه َأُبوَبْك ِر ْبُن َأِبي َش ْيَبَة
((َلَق ْد َر َأْيُت َرُج اًل َيَتَق َّلُب ِفي اْلَج َّن ِة‘ ِفي:َأِبي ُه َر ْيَر َة َعِن الَّنِّي َص لى اهلل عليـ ــه وسـ ــلم َق ال
12
.)) َش َج َر ٍة َقَطَعَه ا ِم ْن َظْه ِر الَّطِر يِق ‘ َك اَنْت ُتْؤ ِذ ي الَّناَس
”Abu Bakar bin Abu Syaibah menyampaikan kepada kami, dari Ubaidullah, dari
Syaiban, dari al-A’masy, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah bahwa nabi Saw
bersabda, “Sungguh aku melihat seorang laki-laki sedang berbahagia di surga
karena dia telah memotong dan menyingkirkan batang pohon di tengah jalan
yang mengganggu orang lewat.”
Menarik untuk dicermati adalah apakah pemahaman secara tekstual hadis
tersebut. Apakah hadis ini dapat dipahami secara kontekstual agar lebih relevan
muslim harus dapat memberikan manfaat dan menghilangkan keburukan bagi diri
sendiri serta orang lain. Bukankah gangguan di jalan bukan hanya sekedar duri
gangguan keamanan yang menyangkut harta atau jiwa? Apakah seseorang boleh
mengabaikan memberikan bantuan atau bersikap tidak peduli jika terjadi hal
tersebut?
hadis menyingkirkan duri di jalan, penulis tertarik untuk menganalisis lebih dalam
Masyarakat.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pemahaman Kontekstual Hadis Menyingkirkan Duri Di Jalan?
1. Tujuan Penelitian
2. Kegunaan Penelitian
a. Secara Teoritis
b. Secara Praktis
6
D. Tinjauan Pustaka
Dalam Konsep Sedekah Syifaur Rahmah, didalam skripsi ini menjelaskan bahwa
Bersedekah dengan menyingkirkan duri di jalan mendidik kita untuk peduli dan
dan halaman rumah, selain dapat memperindah rumah, penghuni rumah akan
kenyamanan dan keselamatan bagi orang lain. Rasul melaknat dua perbuatan,
13
Asrizal Septi Wibowo, Nilai-nilai Pendidikan Akhlak Dalam Konsep Sedekah Syifaur
Rahmah, skripsi, Fakultas Tarbiyah Dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Ponorogo,
2022
7
yaitu: buang air di jalan yang dilewati manusia dan di tempat berteduh karena
pemandangan dan kesehatan. Menurut ulama, bimbingan Nabi ini adalah cara
yang lebih dulu dikenal manusia untuk menjaga kebersihan lingkungan dari
Skripsi, Zulkifli berjudul Uzlah al-Aza di Jalan dalam Perspektif Hadis Nabi
Saw, dan Aplikasinya terhadap Kehidupan Sosial, didalam skripsi ini menjelaskan
Kandungan hadis tentang ‘uzlah al-aza di jalan dalam penelitian ini adalah
menyakiti para pengguna jalan. Al-aza dalam hadis tersebut bermakna sebagai
segala sesuatu yang membuat pengguna jalan merasa tidak nyaman, terganggu,
tersakiti dan terhalangi baik itu berbentuk benda maupun berbentuk kondisi dan
keadaan. Dalam hal ini, berbagai fenomena yang terjadi di jalanan seperti lubang,
duri, dahan kayu, tanah longsor, aksi demonstrasi, jualan di trotoar, polisi tidur,
pelaminan yang dipasang di badan jalan dan parkir liar termasuk dalam konteks
dalam Perspektif Hadis, didalam skripsi ini membahas pada al-kutub al-sittah,
konsep kebersihan dan kesehatan lingkungan dalam hadis sama dengan konsep
etika lingkungan biosentrisme yaitu teori yang memandang setiap kehidupan dan
14
Ahmad Erwan, Chigienitas Perspektif Hadis, Kajian Hadis-hadis Tentang Kebersihan
Makanan, Sumber Air, Rumah Dan Jalan, skripsi, Fakultas Ushuluddin Dan Filsafat, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008
15
Zulkifli, Uzlah al-Aza di Jalan dalam Perspektif Hadis Nabi Saw, dan Aplikasinya
terhadap Kehidupan Sosial, skripsi, Fakulas ushuluddin, Filsafat Dan Politik Universitas Islam
Negeri Alauddin Makassar, 2018
8
kewajiban moral terhadap lingkungan. Oleh karena itu manusia harus selalu
tempat umum dan tidak menebang pohon dan tanaman di tempat-tempat umum
tanpa tujuan yang tidak jelas. Anjuran hadis untuk mejaga kebersihan dan
kesehatan lingkungan tidak hanya terkait pada etika tetapi juga bernilai ibadah.
E. Metode Penelitian
yang dipakai dalam proses pelaksanaan penelitian yang bergantung pada disiplin
Ilmu yang akan dipakai serta masalah pokok yang dirumuskan. Metode ma’nil
hadis adalah ilmu yang mengkaji tentang bagaimana memahami hadis nabi Saw
secra tepat. Supaya penelitian berjalan sesuai dengan produser yang telah berlaku.
Maka metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
16
Bekti Rahmasari, Kebersihan dan Kesehatan Lingkungan dalam Perspektif Hadis,
Skripsi, Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2017
17
Mardalis, Metode Penelitian: Suatu Pendekatan Proposal, Jakarta: PT. Bumi Aksara,
1999, hal. 28
9
2. Sumber Data
Sumber data primer yang merupakan sumber data pokok atau sumber data
dalam penelitian ini ialah Hadis Riwayat Imam Bukhari, Imam Muslim
ini. Dengan bersumberkan kepada kitab syarah hadis, kitab fiqhul hadis,
18
Sudarman Danim, Menjadi peneliti kualitatif, bandung, Pustaka Setia, 2022, hal. 6
19
Helen Sabera, Metode Penelitian, Palembang, Neor Fikr, Cet-2, 2016, hal. 47
10
Dikeranakan ini merupakan tujuan yang paling utama dari sebuah penelitian
yang dilakukan penulis yaitu dengan membaca buku-buku, jurnal, kitab yang
mendalam mengenai sebuah data. Metode ini juga untuk menyelidiki dengan
F. Sistematika Penulisan
20
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung, Alfabet, cet-10, 2010, hal. 224
21
Caca Handika, Pemahaman Hadis Yusuf Al-Qardhawi Dalam Menentukan Hukum
Islam, Jurnal Syari‟ah dan Hukum, Vol. 1, No. 2, 2019, hal. 167
11
masalah, tujuan dari penelitian tersebut, setelah itu tinjauan pustaka, metode
Bab II, Yang membahas pemahaman hadis tekstual dan kontekstual disertai
Bab III, Yang membahas relevansi hadis tentang menyingkirkan duri di jalan
menyingkirkan duri di jalan yang akan membahas tentang kepedulian sosial dalam
BAB II
PEMAHAMAN HADIS TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL
terutama ketika dalam penafsiran ayat-ayat (dan hadis) hukum dan teologi. 22
adalah wahyu universal yang bersifat lintas ruang dan waktu. Sebagaimana al-
Qur’an, hadis merupakan representasi Tuhan dan sudah sepantasnya berada pada
tempat tertinggi yang melampaui segala sesuatu yang berkaitan dengan dimensi
firman Allah:
pradigma bahwa semua hadis, baik berupa perkataan, perbuatan ataupun taqrir
Nabi Saw merupakan wahyu. Dengan kata lain, pemahaman yang bener terhadap
22
Abdullah Saeed, Al-Qur’an Abad 21: Tafsir Kontekstual, Bandung, Mizan Pustaka,
2015, hal. 38
14
sangat memegangi hadis sebagai sumber kedua ajaran Islam dengan tanpa
dikondifikasikan.23
sesuatu yang dengan sendirinya transparan. Teks hadis dipahami sebagai bahasa
yang tidak terpisah dari realitas yang ditunjuknya, sehingga hubungan antara kata
dan arti yang ditunjuknya diyakini sebagai hubungan identitas. Hadis yang
dimaknai sebagai perkataan, perbuatan dan persetujuaan Nabi Saw, yang lahir
pada abad ke-7 M, secara otomatis langsung dapat diikuti dan di amalkan pada
masa sekarang dengan mengabaikan segala sesuatu yang terkait denngan ‘jarak
seperti kutubussittah, maka yang disebut dengan hadis Nabi adalah teks-teks yang
ada dalam kitab tersebut. Pemahaman yang berbeda dengan tekstualitas hadis
dapat dianggap sebagai satu bentuk dari inkar al-hadis (al-sunnah), yaitu satu
pandangan atau paham yang menolak otoritas hadis sebagai hujjah atau sumber
adalah sebuah konsep umum yang bisa mencakup banyak hal, seperti konteks
linguistik dan juga konteks marko. Konteks linguistik berkait dengan cara dimana
23
Sa’dullah Assa’idi, Hadis-Hadis Sekte, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1996, hal. 13
15
sebuah frase, kalimat atau teks tertentu ditempatkan dalam teks yang lebih besar.
kondisi sosial, politik, ekonomi, kultural dan intelektual disekitar teks. Konteks
Nabi Saw adalah sesuatu yang particular dan karenanya terikat oleh lokalitas dan
Tuhan, hanya saja nilai tersebut merung dan mewaktu (menyejarah) sehingga
demikian, untuk memahami suatu teks hadis harus memahami juga konteks ketika
hadis itu disabdakan. Pemahamn yang benar terhadap hadis Nabi adalah
pemahaman yang berbasis pada dialektika teks dan konteks hadis itu sendiri.
teks yang terintegrasi dengan konteks pengalaman sejarah umat manusia. Dengan
24
Abdullah Saeed, Al-Qur’an Adad 21…, hal. 14
16
jauh jarak seseorang dengan teks hadis, maka semakin panjang juga jembatan
terhimpun dalam kitab-kitab hadis, tetapi juga ‘segala sesuatu’ yang menyertai
kelahiran teks tersebut. Hadis bukanlah teks yang mati, melaikan teks yang hidup
dalam suatu konteks yang nyata. Hadis yang sudah melembaga dalam deretan-
‘sebagimana’ dari wahyu Tuhan. Karena itu, untuk dapat menangkap keutuhan
argumentasi ini, dapat dikatakan bahwa teks hadis bukanlah sesuatu yang dapat
mencukupi dirinya sendiri, melainkan teks yang berjalin erat dengan ‘teks-teks’
lain mengelilinginya, seperti kondisi sosial budaya, setting politik dan tradisi
Teks memiliki peran yang sentral dan vital dalam kehidupan manusia.
Dalam konteks manusia yang tidak beragam sekalipun, teks tetap berperan bagi
kontekstualisme. Ini mengakibatkan salah satu dari kedua istilah tersebut menjadi
sebagai salah satu model pemahaman, pemahaman ini memeng sangat sering
terdiri atas dua bentuk, yaitu tekstualisme lunak dan tekstualisme keras. Tekstua
lunak menganggap makna literal sebagai basis pengkajian makna teks, tetapi juga
intertekstual ini berupa memahami hadis dengan melibatkan hadis-hadis lain yang
subtansi teks yang bermuara pada kepentingan mashlahat manusia dalam situasi
dan kondisi yang berubah.25 Dari penjelasan ini dapat dipahami bahwa ciri utama
25
Syafruddin, pradigma Tafsir Tekstual dan Kontekstual, Yogyakarta, Pustaka pelajar,
2009, hal. 52
18
dianggap telah gagal dalam memberikan pemaknaan yang utuh sehingga sebuah
kontemporer.
a. Pendekatan Tekstual
memahami hadis-hadis Nabi Saw. Karna memahami sebuah teks adalah terlebih
dahulu dengan mencoba menangkap makna asalnya, makna yang popular dan
mudah ditangkap. Bila tidak dapat dipahami, karena berbagai alasan, baru
ta’wil, yakni pendekatan yang berusaha memberi makna lain pada kata sebuah
kata.
1. Analisis Kebahasaan
yang paling penting, baik dari sisi kata secara an-sich maupun kata dalam
bersifat metafisis seperti ntentang Allah, surga, neraka, dan lain sebaginya. Maka
bahasa yang dipakai agar dapat dipahami oleh pendengar/pembaca tentu bahasa
19
yang berrada dalam jangkauan wilayah pengamalan empiris dan inderawi. Karena
itu sering terlihat, beberapa hadis Nabi Saw menjelaskan Allah seperti halnya
manusia.
َيْن ِز ُل َر ُّبَن ا َتَب اَر َك َو َتَع اَلى: َعْن أبي ُه َر ْيَر َة َر َض ي اهلل عن َرُس ول اهلل َص َلى اهلل َعَليـِه َو َس َلَم َق اَل
“Dari Abu Hurairah ra bahwa Rosulullah Saw bersabda: ”Rabb kita turun ke
langit dunia pada setiap malam yaitu ketika sepertiga malam terakhir. Allah
berfirman, ’Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku, niscaya Aku kabulkan.
Barangsiapa yang meminta kepada-Ku, niscaya Aku penuhi. Dan barangsiapa
yang memohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku ampuni.”
Dalam hadis ini Allah digambarkan seperti manusia turun naik ke langit
dunia. Ini berarti bahwa Allah terlihat sama dengan makhluk-Nya. Kesulitan
memahami hadis ini membuat sebagian ulama menyatakan hadis ini berkualitas
lemah (dha’if).27
Kata ينزلtidak dapat dipahami dalam makna hakikinya, yakni turun dalam
sesuatu dalam batas-batas empiris sehingga dapat dimengerti. Jelas sekali bahwa
Allah tidak dapat disamakan dengan manusia. Maka kata ينزلdipahami dalam
do’a mereka.
26
Muhammad ibn Ismail Abu Abdillah al-Bukhari al-Ja’fi, al-Jami’ al-Shahih al-
Mukhtashar, Dar ibn Katsir al-Yammah Berikut, 1987, Juz I, hal. 384
27
Sayyid Shalih Abu Bakr, Menyingkap hadis-hadis palsu, terjemah. Ahmad Wakid,
Mutiarasolo, Surakarta, t. th. Jilid II, hal. 161-165
20
karya-karya ushul fiqh adalah: 1) persoalan perintah (amr), larangan (nahy), dan
(pilihan) takhyir, 2) persoalan lafaz ‘am dan khash, 3) lafaz bebas (muthlak) dan
terkait (muqayyad), 4) lafaz yang diucapkan (mantbuq) dan lafaz yang dipahami
berikut:
ِاْقَر ُؤ ْو ا: َعْن َأِبي ُأَم اَم َة َر ِض َي اُهلل َعْن ُه َق اَل َس ِم ْعُت َرُس ْو َل اِهلل َص َّلى اُهلل َعَلْي ِه َو سَ َّلَم َق اَل
28
.الُقْر آَن َفِإ َّنُه َيْأِتي َيْو َم الِق َياَمِة َش ِف ْيًعا َأِلْص َح اِبِه
“Dari Abu Umamah radhiyallahu 'anhu , ia berkata bahwa ia mendengar
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “ Bacalah al-Qur'an karena
pada hari kiamat, ia akan datang sebagai syafaat untuk para pembacanya .”
Dalam hadis di atas ada shighat amr (bentuk kata perintah), yakni kata
( اق^رؤواbacalah). Dalam kaedah ushul fiqh, bentuk amr dapat saja menunjukan
perintah wajib, anjuran atau kebolehan. Perintah membaca al-Qur'an dalam ayat
menunjukan adanya manfaat, tanpa disertai ancaman bagi orang yang tidak
membacanya.
3. Ta’wil
(indikasi) yang mengharuskan seseorang menarik makna lain dari luar makna
dasarnya. Bila tidak ada qarinah, maka tidak perlu dilakukan pendekatan ta’wil.
Makna kata yang di ta’wil-kan harus berkaitan dengan makna dasar dalam
من سره:عن أنس بن مالك رضي اهلل عنه قال سمعت رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم يقول
29
.رحمه أن يبسط له في رزقه أوينسأله في أثره فليصل
“Dari Anas ibn Malik katanya: Aku mendengar Rasulullah saw bersabda:
Barangsiapa yang ingin rizkinya diluaskan dan ajalnya diakhirkan, maka
hendaklah ia menyambung silaturrahmi”.
Sebagian ulama sulit memahami frase ينسأ له في أثرهdanمنس^^أة في األث^^ر
yang bermakna diakhirkan ajalnya. atau Qarinahnya adalah bila dipahami dalam
arti dasarnya, maka akan bertentangan dengan ayat al-Qur'an yang menjelaskan
Oleh karena itu, frase tersebut harus dipalingkan maknanya kepada makna
yang tidak bertentangan atau sesuai dengan ayat-ayat yang menjelaskan ajal tak
dapat dimajukan dan ditunda. Tentu saja, makna lain yang dipahami dari frase
diakhirkan ajalnya adalah makna yang masih berkaitan dengan frase tersebut. Dari
29
Al-Bukhari, al-Jami’ al-Shahih, Juz II, hal. 782
22
kitab-kitab syarh hadis terlihat para ulama memberikan ta'wil terhadap frase
b. Pendekatan Kontekstual
antropologis, kapasitas Nabi Saw tatkala menyampaikan hadis lawan bicara Nabi
Saw serta ruang dan upaya kontekstualisasi. Jadi, hadis-hadis Nabi Saw tidak
ini sangat dominan disbanding teksnya sendiri. Hal ini didasari bahwa ebagian
merupakan respon Nabi Saw yang terkait dengan ruang dan waktu sahabat-
30
Muhammad ibn Idris Abu Abdullah al-Syafi’I, Musnad al-Syafi’I, Dar al-Kutub al-
Ilmiah, Berikut, t.th, hal. 175
23
sahabat-sahabat Nabi Saw, bahkan ketika Nabi Saw masih hidup. Umar ibn
Khatab dianggap orang yang paling terdepan dalam memahami hadi-hadis Nabi
tangan para pemiliknya dengan catatan meraka harus membayar upeti. Di sini
Umar tampaknya sangat jelas melihat dua konteks yang berbeda. Pembagian tanah
1. Konteks Redaksional
Sebuah kata yang diucapkan bila pahami secara terpisah memiliki makna
dasar dan kontekstualnya sendiri. Makna ini akan melekat pada kata tersebut. Ini
lah makna dasar dari sebuah kata dan bersifat umum. Makna kata seperti ini
mudah ditemukan. Tetapi, kata yang sama dapat pula mengandung makna lain di
samping makna dasarnya, terutama ketika ia telah menjadi istilah kunci atau
diletakan dalam redaksi tertentu. Inilah makna redaksional, makna yang dapat
dipahami dari konteks redaksional. Makna ini merupakan makna konotatif dari
menulis:
“Jadi makna “dasar” kata adalah sesuatu yang melekatpada kta itu sendiri,
yang selalu terbawa dimana pun kata itu diletakan. Sedangkan makna “relasional”
adalah sesuatu yang konotatif yang diberikan dan ditambahkan pada makna yang
sudah ada dengan meletakan kata itu pada posisi khusus dalam bidang khusus,
24
berbeda pada relasi yang berbeda dengan semua kata-kata penting lainnya dalam
قـال رسـول اهلل صلى اهلل عليـه وسـلم رمضـان إيمانا واحتسـابا غفر لـه ما:عن أبي هريرة قال
32
.تقدم من ذنبه
“Hadis dari Abu Hurairah katanya: Rasulullah saw bersabda: Siapa saja yang
berpuasa dilandasi iman dan ikhlas kepada Allah maka diampuni dosa-dosanya
yang telah lalu”.
Makna dasar dari kata واحتس^^اباadalah perhitungan. Oleh karena itu,
banyak para mubaligh menterjemahkan kata tersebut dengan makna dasarnya,
sehingga sulit dipahami ketika disandingkan dengan kata iman. Ada di antaranya
yang memaknai kata perhitungan dengan kehati-hatian sehingga dimaksudkan
orang yang menjalani puasa dilandasi oleh iman dan kehati-hatian. Tetapi, kata
واحتس^^اباdalam konteks redaksi ini oleh para ulama dipahami dalam makna
relasionalnya, yakni makna yang yang diberikan dan ditambahkan pada kata
tersebut. Makna kata واحتساباdalam hadis ini adalah "ikhlas dan mendapatkan
dipahami oleh masyarakat tertentu, maka kata ini menjadi gharib. Tiba di sini,
maka ilmu gharib al-hadits menjadi sangat penting dalam dalam memahami
lebih luas terhadap hadis-hadis Nabi Saw. Hadis tentang keharusan pemimpin
ال يــزال هذا األمرفي قــريش مابــاقي منهم:عن ابن عمــر قالرســول اهلل صلى اهلل عليــه وســلم
.اثنان
“Hadis riwayat dari Abdullah bin Umar, Rasulullah saw. bersabda: "Dalam
urusan (beragama, bermasyarakat, dan bernegara) ini, orang Quraisy selalu
(menjadi pemimpinnya) selama mereka masih ada walaupun tinggal dua orang
saja." (HR. Bukhari, Muslim, dan Ahmad).
Pemahaman tekstual terhadap hadis ini menegaskan bahwa kepemimpinan
umat Islam menjadi hak mutlak kaum Quraisy. Pemahaman seperti ini tampak
bahwa kualitas seseorang itu dilihat dari takwanya buka dari sukunya.
Mengapa kaum Qurasy yang diberi hak kepemimpinan oleh Nabi. Dengan
analisis historis-sosiologis diketahui bahwa pada masa Nabi, suku Quraisy adalah
suku yang sangat berwiba dan disegani. Wibawa suku Quraisy ini terutama
kunci Ka'bah. Ia membangun kota Mekah dan menata segala persoalan yang
berkaitan dengan kota Mekah. Kewibawaan ini sampai kepada generasi Nabi.
Dalam hadis tersebut di atas, kata quraisy dipahami dari sisi karakter yang
melekat pada diri orang-orang Quraisy pada waktu itu, yakni berwibawa, kuat dan
dipatuhi oleh masyarakatnya, bukan dari pribadi yang berasal dari suku Quraisy.
Pemahaman seperti ini diperkuat oleh posisi Nabi dalam mengucapkan hadis ini
26
sebagai pemimpin, bukan sebagai Rasul. Oleh karena itu adalah wajar, bila Ibnu
Khaldun menyatakan bahwa apabila suatu masa ada orang yang berasal bukan
dari suku Quraisy, tetapi memiliki kewibawaan dan kemampuan untuk menjadi
negara."34
Dalam agama Islam dan kehidupan kaum muslim, Nabi memiliki banyak
fungsi: sebagai rasul, panglima perang, suami, sahabat dan lain-lain. Dengan
demikian, hadis-hadis tersebut tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan fungsi-
fungsi itu. Menurut Mahmud Syaltut, mengetahui hal-hal yang dilakukan Nabi
dengan mengkaitkannya pada fungsi beliau tatkala melakukan hal-hal itu
manfaatnya. Sebagai contoh, Nabi melarang salah seorang sangat besar Anshar
mengawini pohon kurma. Maka orang Anshar tersebut mematuhinya karena
menganggapnya sebagai wahyu atau masalah keagamaan. Ternyata hasilnya
kurang memuaskan dibanding dengan mengawinkannya, karena para rasul diutus
tidak lebih dari sekedar untuk perbaikan moral keagamaan. Rasul pun bersabda:
"Saya melarang dengan rakyu saya. Oleh karena itu, kamu jangan mencelanya..."
pohon kurma bukan berdasarkan ilham dari Allah, tetapi adalah pendapatnya
sendiri. Sahabat yang mendengar larangan Nabi tersebut mematuhi beliau karena
ia mengira larangan tersebut adalah bersifat keagamaan dan keluar dari pribadi
Nabi sebagai seorang Rasul. Tetapi, ternyata ijtihad Nabi sebagai seorang manusia
4. Kontekstualisasi Makna
34
Abdurrahman ibn Muhammad ibn Khaldun, Muqaddimah Ibn Khaldun, Dar al-Fikri, t.
th, hal. 121
27
kaiatannya dengan ruang dan waktu di mana kita berada. Dalam artian ini, maka
diucapkan dalam situasi dan kondisi yang jauh berbeda dengan situasi dan kondisi
kita sekarang.
yang diucapkan Nabi Saw menjadi sangat penting. Makna substansi adalah makna
contoh:
35
. اليقضين حكم بين اثنين وهو غضبان:عن أبي بكرة سمعت النبي صلى اهلل عليه وسلم
“Dari Abu Bakrah saya mendengar Rasulullah saw bersabda: Janganlah kamu
menjatuhkan hukuman di antara dua orang (yang berperkara) sedangkan kamu
dalam keadaan marah”.
Kata( وه^^و غض^^بانdalam keadaan marah) bila dipahami dalam makna
substantifnya adalah kondisi jiwa yang tidak stabil ( )سداد النظر.36 Oleh karena itu,
dalam makna ini, termasuk berbagai keadaan yang menggambarkan jiwa yang
ال تمنع ــوا إماءاهلل مس ــا جداهلل ولكن ليخ ــرجن وهن:ق ــال رس ــول اهلل صلى اهلل علي ــه وس ــلم
37
.تفالت
35
Al-Bukhari, al-Jami’ al-Shahih, Juz VI, 2616
36
Al-Nawawi, al-Minbaj Syarah Shahih Muslim, Juz XII, hal. 15
37
28
Syarif sebagai panduan guna mengetahui secara lengkap teks hadis dan letaknya
خ.َبيَنَم ا َرُج ٌل َيْم ِش ي ِبَطِر يٍق ‘ َو َج َد ُغْص َن َش ْو ٍك َعَلى الَّطِر ْي ٍق َفَأَخ َذ ُه‘ َفَش َك َر الَّل ُه َله‘ َفَغَف َر َل ُه
Dari informasi diatas, diketahui bahwa terdapat dalam kitab Shahih al-
menyambung tali silaturahmi dan adab no 4744, Sunan Ibnu Majah bab Adab no
38
Imam Abi ‘Abdillah Muhammad bin Ismail al- Bukhari, Shahih Bukhari, 256 H, Juz 2,
hal. 944
28
29
menemukan ranting duri di jalan lalu diambilnya. Maka Allah memujinya dan
mengampuni (dosa-dosanya).”
ِل ِهلل
َح َّد َثَنا َش ْيَباُن َعِن اَألْع َم ِش ‘ َعْن َأِبي َص ا ٍح ‘ َعْن: َح َّد َثَنا ُعَبْيُد ا:َح َّد َثَناُه َأُبوَبْك ِر ْبُن َأِبي َش ْيَبَة
((َلَق ْد َر َأْيُت َرُج اًل َيَتَق َّلُب ِفي اْلَج َّن ِة‘ ِفي:َأِبي ُه َر ْيَر َة َعِن الَّنِّي َص لى اهلل عليـ ــه وسـ ــلم َق ال
39
.)) َش َج َر ٍة َقَطَعَه ا ِم ْن َظْه ِر الَّطِر يِق ‘ َك اَنْت ُتْؤ ِذ ي الَّناَس
”Abu Bakar dan Abu Syaibah menyampaikan kepada kami dari Ubaidullah, dari
Syaiban, dari al-A’masy, dari Abu Shalih, dari abu Hurairah bahwa nabi Saw
bersabda, “Sungguh aku melihat seorang laki-laki sedang berbahagia
disyurgakarna dia telah memotong dan menyingkirkan batang pohon ditengah
jalan yang mengganggu orang lewat.”
َح َّد َثَن ا َأُب و َبْك ِر ْبُن َأِبيِ َش ْيَبَة َو َعِلُّي ْبُن ُمَح َّم ٍد َق اَل َح َّد َثَنا َو ِكيـٌع َعْن َأَب اَن ْبَن َص ْمَعَة َعْن َأِبي
ْلُت ا واَل لَّلِه ُدَّلِني َعَلى َع ٍل َأ َتِف ِب ِه: اْل ا ِز ِع الـَّر ا ِس ِبِّي َع َأِبي َز َة اَأْل َلِم ِّي َق اَل
َم ْن ُع ُق َي َرُس ْس ْن َبْر َو
40
. َقاَل اْعِز ْل اَأْلَذى َعْن َطِر يِق اْلُمْس ِلِم يَن
”Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah dan Ali bin
Muhammad keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Waki’dari Aban
bin Sham’ah dari Abu al-Wazi’ Ar-Rasibi dari Abu Barzah Al-Aslami dia
berkata: ”Saya berkata, “Wahai Rosulullah, tunjukanlah kepadaku suatu amalan
yang dapat memberiku manfaat?” beliau bersabda: “Singkirkanlah gangguan
sesuatu yang membahayakan dari jalan kaum muslimin.”
B. Deskripsi Hadis
39
Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi, Shahih Muslim, diterjemahkan oleh
Ferdinad Hasmand dkk, Ensikolpedia Hadis3, Shahih Mulim 1, Cet ke 1, 2012, hal. 575
40
Hafiz Abi ‘Abdullah Muhammad bin Yazid al-Qazwini, Sunan Ibn Majah, 207-275 H,
Juz, 2, hal. 33
30
Sanad berasal dari bahas Arab artinya penyandaraan sesuatu pada sesusatu
yang lain. Sanad sama dengan Mu’tamad berarti terpercaya atau dapat dijadikan
pegangan. Sedangkan menurut istilah ilmu hadis sanad berarti sislislah periwayat
hadis yang menghubungkan kepada matan hadis dari periwayat terakhir sampai
duri di jalan terdapat beberapa hadis yang penulis temukan. Kemudian dari hadis-
hadis ini akan di lakukan proses analisis lebih lanjut baik dari segi sanad ataupun
matan hadis, yang bertujuan untuk menggali informasi lebih tentang hadis
kandungan hadis, apakah sejalan dengan redaksi dalil yang lain atau bahkan
makna yang bertujuan untuk mengetahui kandungan yang terdapat didalam hadis,
hal ini yang menjadi poin penting proses analisis hadis sehingga dapat
41
Muhamaad Ali, Sejarah dan Kedudukan Sanad Dalam Hadis Nabi, Vol 7, Nomer 1,
2016, hal. 52-53
42
Abdul Majid Khon, Takhrij dan Metode Memahami Hadis, Jakarta, Amzah, 2014,
hal. 138
43
Mahmud At-Tahan, Usulut Takhrij Wa-Dirasatul Asanid, Terjemah, Ridlwan Nasir,
Surabaya, Bina Ilmu, 1995, hal. 97-98. Lihat Juga Hajim Abbas, Kritik Matan Hadis, Yogyakarta,
Penerbit Teras, 2004, hal. 13-15; Salahudin Ibn Ahmad Al-Adlabi, Manhaj Naqd Al-Matn Ind
Ulama’ Al-Hadits Al-Nabawi, Terjemah, Qodirun Nur, Jakarta, Gaya Media Pratama, 2004, hal. 7
44
Ali Mustafa Yaqub, Cara Benar Memahami Hadis, Jakarta, Pustaka Firdaus, 2019, hal.
3. Lihat Juga Uswatun Hasanah, Metodologi Pemahaman Hadis, Palembang, Noer Fikri, 2016,
hal. 1-2.
31
Dalam penelitian ini penulis hanya menguraikan kepada 3 hadis, yakni hadis
yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Imam Muslim, dan Ibnu Majah. 45 Disini
ketiga hadis di atas merupakan bagaian dari Kutubusittah (enam kitab induk
Rosulullah Saw
Abu Hurairah
Abu Shalih
45
Ibnu Majah yang memiliki nama lengkap Abu Abdullah Muhammad ibn Yazid Ibn
Majah al-Rubay’iy al-Qazwiniy al-Hafiz dengan kunniyah Abu Abdullah. Dari hadis-hadis serta
kualitas yang dimuatnya, hal yang sangat menarik dalam kitab sunan Ibn Majah ialah zawaidnya
meskipun ada Ulama yang menilai bahwa mayoritas hadis-hadis zawaid itu berkualitas dho’if.
Umi Sumbulah, Studi Sembilan Kitab Hadis Sunni,....hal. 108
46
Imam Abi ‘Abdillah Muhammad bin Ismail al- Bukhari, Shahih Bukhari,… hal. 944
32
Sumayya
Malik
Imam Bukhari
a) Abu Hurairah
Gurunya: Nabi Saw, Usamah bin Zaid, Bilal bin Rabbah, Abu Dzar al-
Ghifary, Salman al-Farisi, Umu Abdillah binti Abi Dzubab, Anas bin
Muridnya: Abu Shalih as-Siman, Hafs bin 'Ashim bin Umar, Amimah al-
Sahabat.47
b) Abu Shalih
47
Abu Fadl Ahmad bin Ali Hajar al Asqalani al Syfi’i, Tahdzibu Tahdzib, Juz VIII, Kairo,
Dar al-Hadis, 773H-852H, hal, 542
33
Gurunya: Ishaq, Jabir bin Abdillah, Zadan Abu Umar al-Kindi, Sa’d bin
Abi Waqqash, Sa’id bin Jubair, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar,
Muridnya: Ibrahim bin Abu Maimunah, Ishaq bin Abdillah bin abu
Tholhah, Sulaiman al-A’masy, kedua putranya Suhail bin Abu Shalih dan
c) Sumayyah
Nama Lengkap: Maula Abi Bakar bin ‘Abdurrahman bin al Harits bin
Hisyam
48
Abu Fadl Ahmad bin Ali Hajar al Asqalani al Syfi’i, Tahdzibu Tahdzib, Juz III, Kairo,
Dar al-Hadis, 773H-852H, Hal, 460-461
34
‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz, ‘Amir bin Syurahbil Asy-Sya’bi, ‘Irak bin Malik,
‘Amr bin Dinar, Ibnu Syihab Az-Zuhri, ‘Abdu Rabbih bin Sa’id, ‘Ikrimah
bin Khalid, ‘Ibrahim bin Muhajir, ‘Abdullah bin Ka’b Al-Himyari, ‘Abdul
Wahid bin Aiman, Al-Qasim bin Muhammad bin ‘Abdirrahman, dan yang
lainnya.
d) Malik
Nama Lengkap: Malik bin Anas bin Malik bin Abi ‘Amir
49
Abu Fadl Ahmad bin Ali Hajar al Asqalani al Syfi’i, Tahdzibu Tahdzib, Juz III, Kairo,
Dar al-Hadis, 773H-852H, hal, 223
35
Gurunya: Nafi’ bin Abi Nu’aim, Nafi’ al-Muqbiri, Na’imul Majmar, Az-
Zuhri, Amir bin Abdullah bin Az-Zubair, Ibnul Munkadi, Abdullah bin
Dinar.
Qasim, Al-Qa’nabi, Abdullah bin Yusuf, Sa’id bin Manshur, Yahyah bin
Shami, Az Zubairi.
Penilaian: Yahya bin Ma’in berpendapat Malik bin Anas bin Malik bin
Muhammad bin Sa’id berpendapat Malik bin Anas bin Malik bin Abi
Gurunya: Imam Malik bin Anas, Al-Imam Yahya bin Hamzah Al-
Muridnya: Imam Bukhari, Muhamad bin Ismail, Imam Yahya bin Ma’in,
Tsiqaat.
50
Abu Fadl Ahmad bin Ali Hajar al Asqalani al Syfi’i, Tahdzibu Tahdzib, Juz III, Kairo,
Dar al-Hadis, 773H-852H, hal, 575
36
ِل ِهلل
َح َّد َثَنا َش ْيَباُن َعِن اَألْع َم ِش ‘ َعْن َأِبي َص ا ٍح ‘ َعْن: َح َّد َثَنا ُعَبْيُد ا:َح َّد َثَناُه َأُبوَبْك ِر ْبُن َأِبي َش ْيَبَة
((َلَق ْد َر َأْيُت َرُج اًل َيَتَق َّلُب ِفي اْلَج َّن ِة‘ ِفي:َأِبي ُه َر ْيَر َة َعِن الَّنِّي َص لى اهلل عليـ ــه وسـ ــلم َق ال
52
.)) َش َج َر ٍة َقَطَعَه ا ِم ْن َظْه ِر الَّطِر يِق ‘ َك اَنْت ُتْؤ ِذ ي الَّناَس
”Abu Bakar dan Abu Syaibah menyampaikan kepada kami dari Ubaidullah, dari
Syaiban, dari al-A’masy, dari Abu Shalih, dari abu Hurairah bahwa nabi Saw
bersabda, “Sungguh aku melihat seorang laki-laki sedang berbahagia disyurga
karna dia telah memotong dan menyingkirkan batang pohon ditengah jalan yang
mengganggu orang lewat.”
Rosulullah Saw
Abu Hurairah
Abu Shalih
Al-A’Masy
Syaiban
Ubaidullah
51
Abu Fadl Ahmad bin Ali Hajar al Asqalani al Syfi’i, Tahdzibu Tahdzib, Juz VI, Kairo,
Dar al-Hadis, 773H-852H, hal, 597
52
Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi, Shahih Muslim, diterjemahkan oleh
Ferdinad Hasmand dkk…, hal 575
37
Abu Syaiban
Abu Bakar
Imam Muslim
a)Abu Hurairah
Gurunya: Nabi Saw, Usamah bin Zaid, Bilal bin Rabbah, Abu Dzar al-
Ghifary, Salman al-Farisi, Umu Abdillah binti Abi Dzubab, Anas bin
Muridnya: Abu Shalih as-Siman, Hafs bin 'Ashim bin Umar, Amimah al-
b) Abu Shalih
Nama Lengkap: Dzakwan
Gurunya: Ishaq, Jabir bin Abdillah, Zadan Abu Umar al-Kindi, Sa’d bin
Abi Waqqash, Sa’id bin Jubair, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar,
53
Abu Fadl Ahmad bin Ali Hajar al Asqalani al Syfi’i, Tahdzibu Tahdzib, Juz VIII,
Kairo, Dar al-Hadis, 773H-852H, hal, 542
38
Muridnya: Ibrahim bin Abu Maimunah, Ishaq bin Abdillah bin abu
Tholhah, Sulaiman al-A’masy, kedua putranya Suhail bin Abu Shalih dan
c) Al A’masy
Gurunya: Aban Ibn Abi ‘Ayyasy, Ibrahim at- Tamimi, Ibrahim an-
Nakha`i, Sa`id Ibn Jubair, Abi Wa’il Syaqiq Ibn Salamah al- Asadiy,
Muridnya: Aban Ibn Tagallub, Isra’il Ibn Yunus, Ishaq Ibn Yusuf al-
Azraq, Ja`far Ibn ‘Aun, Isma`il Ibn Zakaria, Muhammad bin Khazimal-
A’ma.
Tsabat
54
Abu Fadl Ahmad bin Ali Hajar al Asqalani al Syfi’i, Tahdzibu Tahdzib, Juz III, Kairo,
Dar al-Hadis, 773H-852H, hal, 434
39
Tsiqah
dijadikan hujjah55
d) Syaiban
Gurunya: ‘Amr bin Hafsh, Hafh bin ‘Aun, Ubaidillah bin Musa,
Muridnya: an-Nasa’i, Ibnu Majah, Abu Zur’ah, Abu Hatim, as-Siraj, ath-
Rahman Tsiqah
55
Abu Fadl Ahmad bin Ali Hajar al Asqalani al Syfi’i, Tahdzibu Tahdzib, Juz VIII,
Kairo, Dar al-Hadis, 773H-852H, hal, 621
40
'ats tsiqaat
e) Ubaidullah
Gurunya: Abi Syaibah Ibrahim ibn ‘Utsman al-‘Absiy, Ishaq ibn Ibrahim
al-Azdi, Israil ibn Yunus, Abi al-Ahwash Sallam ibn Sulaim al-Hanafi, ,
‘Abdul Rahman ibn Sulaiman ibn al-Ghasil, ‘Isa ibn Yunus, Abi Bakr ibn
Muridnya: Al-Bukhari, Abu Syaibah Ibrahim ibn Abi Bakr ibn Abi
Syaibah, Ibrahim ibn Ya’qub al-Juzajai, Abu ‘Amru Ahmad ibn Hazim ibn
Abi Gharazah, Ahmad ibn Sinan al-Qaththan, Ahmad ibn ‘Utsman ibn
Hakim al-Audi, Abu Bakr Ahmad ibn Muhammad ibn al-Ashfar al-
‘Abdullah ibn Qasim ibn Abi Bazzah alBazzi al-Muqari, Ahmad ibn
Pendapat Ulama: Yahya bin Ma'in berpendapat Ubaidullah bin Musa bin
56
Abu Fadl Ahmad bin Ali Hajar al Asqalani al Syfi’i, Tahdzibu Tahdzib, Juz VIII,
Kairo, Dar al-Hadis, 773H-852H, hal, 542
41
Abu Hatim berpendapat Ubaidullah bin Musa bin Abi Al Mukhtar Badzam
shaduuq tsiqah
Tsiqah
Ibnu Adi berpendapat Ubaidullah bin Musa bin Abi Al Mukhtar Badzam
Tsiqah
Ibnu Hajar berpendapat Ubaidullah bin Musa bin Abi Al Mukhtar Badzam
Badzam tsiqah57
f) Abu Bakr
Nama Lengkap: Abdullah bin Muhammad bin Abi Syaibah Ibrahim bin
‘Utsman
Gurunya: Utsman bin Abi Syaibah dan Al-Qasim bin Abi Syaibah Adl-
Muhammad bin Utsman , Abu Bakr, Imam Ahmad, Ishaq bin Rahawaih,
57
Abu Fadl Ahmad bin Ali Hajar al Asqalani al Syfi’i, Tahdzibu Tahdzib, Juz VIII,
Kairo, Dar al-Hadis, 773H-852H, hal, 321
42
Sufyan bin Uyainah, Ali bin Mushir, Ibad bin Awwam, Abdullah bin Idris,
lain.
َح َّد َثَن ا َأُب و َبْك ِر ْبُن َأِبيِ َش ْيَبَة َو َعِلُّي ْبُن ُمَح َّم ٍد َق اَل َح َّد َثَنا َو ِكيـٌع َعْن َأَب اَن ْبَن َص ْمَعَة َعْن َأِبي
ْلُت ا واَل لَّلِه ُدَّلِني َعَلى َع ٍل َأ َتِف ِب ِه: اْل ا ِز ِع الـَّر ا ِس ِبِّي َع َأِبي َز َة اَأْل َلِم ِّي َق اَل
َم ْن ُع ُق َي َرُس ْس ْن َبْر َو
59
. َقاَل اْعِز ْل اَأْلَذى َعْن َطِر يِق اْلُمْس ِلِم يَن
”Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah dan Ali bin
Muhammad keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Waki’dari Aban
bin Sham’ah dari Abu al-Wazi’ Ar-Rasibi dari Abu Barzah Al-Aslami dia
berkata: ”Saya berkata, “Wahai Rosulullah, tunjukanlah kepadaku suatu amalan
yang dapat memberiku manfaat?” beliau bersabda: “Singkirkanlah gangguan
sesuatu yang membahayakan dari jalan kaum muslimin.”
Rosulullah Saw
58
Aban bin Sham’ah
Abu Fadl Ahmad bin Ali Hajar al Asqalani al Syfi’i, Tahdzibu Tahdzib, Juz III, Kairo,
Dar al-Hadis, 773H-852H, hal, 213
59
Hafidz Abi Abdullah Muhammad bin Yazid Qaswini, Sunan Ibnu Majah,…hal. 33
43
Waki’
Ibnu Majah
Abdullah bin Anas, Ali bin Abi Thalib, Umar bin Khatab, Muadz bin
60
Abu Fadl Ahmad bin Ali Hajar al Asqalani al Syfi’i, Tahdzibu Tahdzib, Juz II, Kairo,
Dar al-Hadis, 773H-852H, hal, 373
44
Pendapat Ulama: Yahya bin Ma'in berpendapat Jabir bin 'Amru Tsiqah
Ibnu Hibban berpendapat Jabir bin 'Amru disebutkan dalam 'ats tsiqaat
Muridnya: -
shalih
di akhir hari-harinya"
61
Abu Fadl Ahmad bin Ali Hajar al Asqalani al Syfi’i, Tahdzibu Tahdzib, Juz II, Kairo,
Dar al-Hadis, 773H-852H, hal, 242
45
Ibnu Hibban berpendapat Aban bin Sham'ah disebutkan dalam 'ats tsiqaat
d) Waki’
Gurunya: Aban bin Sham’ah, Aban bin ‘Abdilah al-Bajaliy, Habib bin
Muridnya: Ibrahim bin Sa’id al-Jaihariy, Ahmad bin Hanbal, Ahmad bin
Tsiqah
Ya'kub bin Syaibah berpendapat Waki' bin Al Jarrah bin Malih Hafizh
Ibnu Sa'd berpendapat Waki' bin Al Jarrah bin Malih tsiqah ma`mun
Ibnu Hajar al 'Asqalani berpendapat Waki' bin Al Jarrah bin Malih tsiqah
ahli ibadah
Adz Dzahabi berpendapat Waki' bin Al Jarrah bin Malih seorang tokoh62
62
Abu Fadl Ahmad bin Ali Hajar al Asqalani al Syfi’i, Tahdzibu Tahdzib, Juz VII, Kairo,
Dar al-Hadis, 773H-852H, hal, 621
46
Gurunya: Ibrahim bin ‘Uyaynah, Ishaq bin Sulaiman ar-Rozi, Ishaq bin
Pendapat Ulama: Ibnu Hajar berpendapat Ali bin Muhammad bin Ishaq
Tsiqah
Abu Hatim berpendapat Ali bin Muhammad bin Ishaq tsiqah shaduq
Ibnu Hibban berpendapat Ali bin Muhammad bin Ishaq disebutkan dalam
'ats tsiqaat63
Nama Lengkap: Abdullah bin Muhammad bin Abi Syaiban Ibrahim bin
‘Utsman
Gurunya: Utsman bin Abi Syaibah, Al-Qasim bin Abi Syaibah Adl-Dla’if,
Al-Hafizh Ibrahim bin Abi Bakr, Al-Hafidh Abu Ja’far Muhammad bin
‘Utsman, Abu Bakr, Ishaq bin Rahawaih, Ali bin Al-Madini, Yahya bin
Ma’in.
Sufyan bin Uyainah, Ali bin Mushir, Ibad bin Awwam, Abdullah bin Idris,
63
Abu Fadl Ahmad bin Ali Hajar al Asqalani al Syfi’i, Tahdzibu Tahdzib, Juz II, Kairo,
Dar al-Hadis, 773H-852H, hal, 741
47
lain.
Selain penilaian sanad yang menjadi pondasi dalam analisis hadis terkait
tentang hadis menyingkirkan duri di jalan, peneliti juga melakukan analisis matan
telah dijelaskan. Analisis matan ditujukan untuk membedah dan mencari tahu
makna dan isi kandungan yang terdapat dalam hadis yang diteliti tersebut.65
Matan hadis berisikan konsep ajaran Islam yang tertuang dalam sabda Nabi
namun isi kandungan yang disampaikan oleh para periwayat ini belum tentu
sejalan atau semakna dengan hal-hal yang menjadi syarat kaidah analisis matan
hadis.66
64
Abu Fadl Ahmad bin Ali Hajar al Asqalani al Syfi’i, Tahdzibu Tahdzib, Juz II, Kairo,
Dar al-Hadis, 773H-852H, hal, 372
65
Hajim Abbas, Kritik Matan Hadis, Yogyakarta, Penerbitteras, 2004, hal. 15-16
66
Shalahudin bin Muhammad al-Adlabi, Manhaj Naqd Al-Matan Ind Ulama Al-Hadis Al-
Nabawi, Jakarta, Gaya Media Pratama, 2004, hal. 3-4
48
ُغ َش ٍك
Hadis ini menjelaskan bahwa Abu Hurairah menggunakan lafaz ْص َن ْو
Hadis tersebut menjelakan perbuat yang sedikir namun menghasilkan pahala yang
banyak. Maka dapat disimpulan bahwa hadis tersebut ialah satu makna, apa saja
yang mengganggu orang yang di jalan baik berupa duri, pohon, dll.67
dilakukan dengan melihat beberapa aspek seperti tidak terjadinya syaz, tidak
bertentangan dengan dalil yang lebih kuat, tidak illat dan lain-lain. Dijelaskan
lebih lanjut proses analisis matan tentang hadis menyingkirkan duri di jalan.
Memahami hadis dengan sesuai petunjuk Al-Qur’an atau menggali lebih jauh
persoalan tentang tidak adanya pertentangan antara hadis dan Al-Qur’an sebagai
67
Ahmad bin Ali bin Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari Syarah Shahih Al-Bukhari,
773-852 H, Juz 5, hal. 70-71
68
Yusuf Al-Qardhawi, Studi Kritis As Sunah Kaifa Nata’malu Ma’as Sunnat In
Nabawiyah, Terjemah, Abu Bakar, Bandung, Trigenda Karya, 1995, hal. 96.
49
sumber pokok utama dalam penilaian matan. Hal ini tertuang didalam Al-Qur’an
ِا
َو َتَع ا َو ُنْو ا َعَلى اْلِبِّر َو الَّتْق وى َو اَل َتَع ا َو ُنْو ا َعَلى اِاْل ْثِم َو اْلُع ْد َو اِن َو اَّتُق وااَهلل َّن اَهلل َش ِد ْيُد
اْلِعَق اِب
Ayat diatas memerintahkan kepada umat Islam agar mereka selalu berlaku adil
kepada siapapun dan dimanapun mereka berada, sebab siapapun berhak
mendapatkan keadilan, baik muslim maupun non muslim. Perintah berbuat adil
kepada siapapun ini kemudian dihubungkan dengan perintah untuk saling tolong
menolong dalam kebaikan dan taqwa. Tolong menolong dalam ayat ini yang
dihubungkan dengan taqwa mengandung isyarat bahwa dengan bertaqwa,
seseorang akan mendapatkan ridha/kerelaan Allah, dan dengan tolong menolong
dalam kebaikan, seseorang akan mendapatkan kebaikan ridha/kerelaan dari
manusia. Siapapun yang akan mendapatkan kedua ridha ini, maka ia akan
memperoleh kebahagiaan dan kenikmatan yang sempurna. Dengan demikian
hadis menyingkirkan duri di jalan tersebut selaras dengan karena menyingkirkan
duri di jalan termasuk bagian dari tolong menolong.
Hal ini sudah penulis laksankan dalam bahasan sebelumnya yang mana
terdapat beberapa hadis yang setema. Hadis-hadis tersebut di ambil dari kitab-
kitab hadis yang mahsyur dan memiliki kedudukan yang paling tinggi diantara
50
kitab induk hadis lainnya, seperti Imam Bukhari, Imam Muslim Dan Sunan Ibnu
Majah
Terdapat dua hadis yang menjadi pokok bahasan kali ini yakni hadis yang
diriwayatkan oleh, Imam Bukhari, Imam Muslim dan Ibnu Majah dengan konteks
sanad dan matan yang sedikit berbeda. Dalam penelitian lebih lanjut perlu
dilihatnya konteks turunnya sebuah hadis (asbab wurud), yang mana dari hadis-
menghilangkan gangguan dari jalan, apakah itu berupa pohon yang mengganggu,
ranting berduri, batu yang dapat membuat tergelincir, kotoran, paku yang dapat
gangguan dari jalan termasuk salah satu cabang keimanan sebagaimana yang
bermanfaat bagi kaum muslimin, dan semua amalan yang dapat menghilankan
bahaya dari diri mereka. Sedangkan hadis yang diriwayatkan Oleh Ibnu Majah
َر َأْيُت َرُج اًل َيَتَق َّلُب ِفي اْلَج َّنِةِفى َش َج َر ٍة َقَطَعَه ا ِم ْن َظْه ِر الَّطِر ْيِق َك اَنْت ُتْؤ ِذ ى الَّناِس.1
Teks matan hadis di atas terdapat dari kitab hadis Imam Bukhari, Imam
Muslim dan Ibnu Majah. Yang mana dari kedua hadis tersebut memerintahkan
untuk menyingkirkan duri di jalan.ســوك ( غصــنranting berduri). َيَتَق َّلُب َر َأْيُت َرُج اًل
ِفي اْلَج َّن ِة َقَطَعَه ا ِم ْن َظْه ِر الَّطِر ْي ِقkata ini berartikan “Aku melihat seorang lelaki
hilangkang dari, tengah jalan). Dalam riwayat Ibnu Majah penulis tidak
umumnya, sebuah empati bagi setiap anggota manusia untuk membantu orang
Kata peduli memiliki makna yang beragam. Oleh karena itu kepedulian
juga berkaitan dengan tugas, peran, dan hubungan. Kata peduli juga behubungan
dengan pribadi, emosi dan kebutuhan. Kepedulian sosial adalah sebuah minat atau
suatu rasa ketertarikan dimana kita ingin bisa membantu dan menolong orang lain.
Kepedulian sosial adalah sebuah minat atau suatu rasa ketertarikan dimana
kita ingin bias membantu dan menolong orang lain. Disamping itu kepedulian
sosial dapat pula dikatakan sebagai sikap memperhatikan kondisi orang lain.
Kepedulian sosial merupakan suatu nilai penting yang harus dimiliki seseorang
karena kepedulian itu sendiri berkaitan erat dengan nilai kejujuran, kasih saying,
51
52
memang sulit dan dibutuhkan usaha tertentu untuk benar-benar bisa memilikinya
yakni suatu tingkat dimana seseorang itu dapat benar-benar memiliki kepedulian
sosial dan dapat mengaplikasikannya terhadap orang lain. Karena itu berjiwa
Salah satu contoh yang penulis teliti dalam penelitian ini yaitu hadis
dalam sikap kepedulian, bagai mana agar orang beriman agar selalu peduli dengan
dan nyaman orang lain dalam perjalanan. Oleh karena itu rasa peduli dan sikap
seseorang dapat belajar banyak hal dan mendapat nilai-nilai tentang kepedulian
70
Imam Abi ‘Abdillah Muhammad bin Ismail al- Bukhari, Shahih Bukhari,… hal. 944
53
sosial yang harus ada dalam dirinya. 71 Nilai-nilai yang tertanam dari apa yang
didapatkan itulah yang nantinya akan menjadi suara hati dan mendorong dirinya
untuk selalu membantu dan menjaga sesama. 72 Dan faktor paling utama adalah
dari lingkungan keluarga yang sangat berpengaruh besar untuk tingkat kepedulian
sosial yang nantinya akan dimiliki seseorang. Bagaimana cara kedua orang tua
mengajarkan anaknya untuk memiliki jiwa peduli, yang nantinya akan menjadikan
universal dan dianjurkan oleh semua agama. 73 Meski begitu, kepekaan untuk
melakukan semua itu tidak bisa tumbuh dengan mudah begitu saja pada diri setiap
orang karena membutuhkan proses melatih dan mendidik. Memiliki jiwa peduli
terhadap sesama sangat penting bagi setiap orang karena kita tidak bisa hidup
permasalahan yang di hadapi orang lain dengan tujuan kebaikan dan perdamaian.
71
Yefni dkk, Pengembangan Masyarakat Islam, Yogyakarta: Pandiva Buku, 2014, hal.
45- 46
72
Momon Sudarma. Sosiologi Kmunikasi, Jakarta: Mitra Wacana Media, 2014), hal 62
73
Hanurawan Fattah, Psikologi Sosial Suatu Pengantar, Bandung: Remaja Rosdakarya,
2010, hal. 65
74
Dodiet Aditya Setiawan, Konsep Dasar Masyarakat, MK Askep Komunitas II. 2012.
hal 2
54
Nilai-nilai yang tertanam itulah yang nanti akan menjadi suara hati kita untuk
manusia adalah zoon politicon artinya bahwa manusia itu sebagai makhluk, pada
dasarnya selalu ingin bergaul dengan masyarakat. Karena sifatnya yang ingin
masyarakat. Manusia lahir, hidup berkembang, dan meninggal dunia terjadi dalam
dan merasa tenang jika didekati. Manusia juga takut menyendiri dan kesendirian,
benci perpisahan dan keterasingan, merasa bahagia jika disenangi, senang jika
dengan dirinya sendiri. Manusia akan membutuhkan manusia lain untuk hal
tersebut termasuk dalam hal mencukupi kebutuhannya. Dalam hal ini manusia
75
Herimanto dan Winarno, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, Jakarta Timur: PT Bumi
Aksara, 2015, hal 44
76
Abdul Aziz Al-Fauzan FIKIH SOSIAL Tuntunan dan Etika Hidup
Bermasyarakat ,Jakarta Timur: Qisthi Press, 2007, judul asli Fiqh At-Ta’amul Ma’a an-Nas, hal
322
55
masyarakat luas. Seterusnya sampai kapanpun manusia akan selalu hidup dalam
lingkungan sosial dan kelompok sosial karena manusia tidak akan bertahan hidup
tanpa ada hubungan sosial dengan manusia lainnya. 77 Selanjutnya manusia akan
hidup sebagai makhluk sosial, yang berarti setiap manusia dapat melakukan
individunya memiliki kepedulian untuk saling mengerti satu sama lain dengan apa
lain. Agar kita dapat senantiasa mengerti dan memahami apa yang dirasakan
seseorang dan dapat membantunya sesuai dengan apa yang ia butuhkan. Fitrah
kepentingan dan kebutuhan manusia terhadap satu sama lainnya. Seorang manusia
tidak bisa hidup layak hanya bermodalkan dirinya sendiri atau bermodalkan
dan berbagai macam bantuan memerlukan adanya kerjasama yang lebih luas
77
Herimanto dan Winarno…, hal. 47
78
Rusmin Tumanggor dkk, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, Jakarta : Kencana Prenada
Media Group, 2012, hal 55
56
antara satu individu dengan individu yang lainnya. Kebutuhan terhadap kerjasama
manusia.79
orang lainnya, maka orang lain dapat membantu dan begitupun sebaliknya.
Dalam Islam dikenal istilah Fadhail al-A’mal yang berarti amalan yang
dianjurkan oleh Allah dan Rasul-Nya dalam rangka mendekatkan diri kepada-
Nya. Fadhail al-A’mal terbagi kedalam dua bentuk yakni Fadhail al-A’mal dalam
bidang ibadah dan Fadhail al-A’mal dalam bidang mu’amalah.80 Fadhail al-A’mal
dalam ibadah lebih dispesifikasikan kedalam bentuk ibadah seperti shalat dan
puasa sunah. Fadhail al-A’mal dalam bidang mu’amalah memiliki cakupan yang
sangat luas yaitu meliputi segala perbuatan baik antarsesama manusia. Prinsip
yang digunakan adalah “segala perbuatan baik dianjurkan dan segala perbuatan
jahat dicegah”. Perbuatan baik atau Fadhail al-A’mal dalam mu’amalah tidak
terbatas pada hubungan pribadi dan masyarakat saja, tetapi juga dalam hubungan
dengan negara. Contoh Fadhail al-A’mal dalam hubungan pribadi dan masyarakat
adalah saling membantu dalam kesulitan (misalnya: yang kaya membantu yang
miskin, yang berilmu membantu yang tidak berilmu). Adapun contoh Fadhail al-
79
Said Agil Husin al Munawar, Fikih Hubungan Antar Agama, Jakarta: Ciputat Press,
2003, hal 88
80
Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, Jakarta: Raja Grafindo, 1994, hal. 65.
57
A’mal dalam hubungan dengan negara misalnya tidak merusak fasilitas umum
yang disedikan negara. Fadhail al-A’mal juga terdapat dalam bidang akhlak yang
meliputi husnuzhan antar sesama, berkata jujur, tidak sombong, saling memberi
bisa ditarik kesimpulan bahwa kepedulian sosial dalam Islam dikenal dengan
istilah Fadhail al-A’mal bidang mu’amalah. Fadhail al-A’mal akan memiliki nilai
ibadah jika dilakukan dengan niat yang ikhlas untuk mendapatkan ridha Allah dan
mengikuti sunah Rasulullah. Namun jika Fadhail al-A’mal dilakukan karena ria
harus dilakukan seseorang terhadap orang lain. Berikut akan dijelaskan masing-
masing kosakatanya:
Menurut Thahir Ibn Asyur kata tersebut mencakup kebajikan dalam beribadah
melakukan interaksi dengan orang lain. 83 Kata al-Birr juga ada kaitannya dengan
infak, kerjasama, dan Taqwa. Hal inilah mengapa al-Birr akan menjadi sia-sia jika
81
Azyumardi Azra, Ensiklopedi Islam, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2003, hal. 101
82
Yasri Yazid dan Soim Muhammad, Dakwah dan Pengembangan Masyarakat, Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2016, Cet 1. hal 31
83
Asep Usman Ismail, Alqur’an dan kesejahteraan Sosial, Tanggerang: Lentera Hati,
2012, hal. 126
58
berarti semua sikap dan perbuatan baik yang bermanfaat bagi orang lain. Jadi bisa
dan dipersembahkan bagi kepentingan dan kebaikan orang lain. Sebagai contoh
adalah sikap bijaksana, suka menolong, menghargai orang lain, berkorban demi
yang tertanam kokoh pada kalbu hingga sesaeorang itu merasakan akan hadirnya
perilakunya tersebut kepada al- Ihsan.84 Pada waktu yang sama pula akan muncul
motivasi untuk berbagi dan peduli terhadap sesama manusia yakni dengan
mereka.
tidak mencela orang lain; tidak berburuk sangka; dan tidak mencaricari kesalahan
84
Asep Usman Ismail..., hal. 136
59
orang lain.85 Termasuk rahmat Allah menjadikan seluruh hambanya yang mukmin
saling berhubungan dan saling berbelas kasihan. Ini tertera dalam QS Al-
Hujuraat/49: 11
َّۚن
َعٰٓس ى َاْن َّيُك َّن َخ ْيًر ا ِّمْنُه َو اَل َتْلِم ُز ْٓو ا َاْنُفَس ُك ْم َو اَل َتَن اَبُزْو ا ِباَاْلْلَق اِۗب ِبْئَس ااِل ْس ُم اْلُفُس ْو ُق
َبْع َد اِاْل ْيَم اِۚن َو َمْن َّلْم َيُتْب َفُاوٰۤلِٕى َك ُه ُم الّٰظِلُمْو َن
menolong dalam kebaikan dan takwa dan saling mencegah dari dosa dan
permusushan.86 Aturan itu juga didasarkan pada kesadaran setiap muslim untuk
sesamanya.87
85
Marzuki, Pendidikan Karakter Islam, Jakarta: Amzah, 2015, hal. 54-55
86
Abdul Aziz Al-Fauzan..., hal. 300
87
Harahap, Syahrin, Islam Konsep Dan Implementasi Pemberdayaan, Yogyakarta: Tiara
Wacana , 1999, hal. 41
60
hati, saling berbuat sewenang-wenang, dan saling mencemooh satu sama lain.
yang mati sampai dikuburkan, dan dimohonkan ampunan kepada Allah. Lebih
melindungi dan memelihara anak yatim, tidak boros membelanjakan harta dan
lain sebagainnya. Ha-hal diatas pada intinya meminta supaya pemeluk Islam
untuk hidup baik dalam kehidupan sosial.88 Dalam hubungannya dengan sesama,
kepedulian sosial. Karna dalam sedekah mendidik kita untuk saling memberi,
menolong, dan mengasihi sesama. Dalam islam, tentu sangat dianjurkan untuk
peduli terhadap sesama sebagai salah satu wujud habluminallah, yang salah satu
dan, sayang kepada yang muda, Menolong orang sakit, Membantu orang yang
membutuhkan pertolongan, Simpati kepada yang lemah. Lebih dari itu seseorang
harus menghargai batas hak orang lain, seperti haknya sendiri. Harus dipenuhi
88
Harun Nasution, Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran, Bandung: Mizan, 1996, hal
216
61
dipenuhi dengan rasa kasih sayang dan kehendak baik. 89 Jiwanya harus disirami
dengan kedamaian dan ketenangan (budi bahasanya dan nasihatnya harus pasti
dan meyakinkan).
Sikap peduli pada orang lain (kepedulian sosial) awalnya tumbuh dari sikap
peduli pada diri sendiri. Selanjutnya kepedulian sosial ini akan meluas kepada
lain: Pertama, dimulai dari cara menumbuhkan sikap kepedulian terhadap diri
sendiri. Peduli terhadap diri sendiri bukan berarti bersikap egois, melainkan anak
diajarkan untuk peduli kepada kebutuhan hidup dirinya sendiri. 90 Contohnya, anak
berpakaian, makan tiga kali sehari, dan sebagainya. Hal itu merupakan wujud
kepedulian orang tua terhadap anak sehingga anak merasa dipedulikan dan
akhirnya akan ikut peduli pada diri sendiri dan orang lain. Sewaktu-waktu anak
Kepedulian anak akan terlihat dalam interaksinya dengan orang lain. Dengan
kepedulian terhadap dirinya sendiri, anak akan belajar bertanggung jawab pada
diri sendiri. Anak juga dapat mengetahui sentuhan yang baik dan sentuhan yang
89
Thoyib IM dan Sugiyanto, Islam dan Pranata Sosial, Bandung: Remaja Rosdakarya,
2002, hal 58
90
Elly M. Setiadi, dkk, Ilmu Sosial dan Budaya dasar, Jakarta: Kencana, 2012, hal. 66
62
Kedua, peduli terhadap anggota keluarga lain (kakak atau adik). Ada
beberapa hal yang harus diajarkan pada anak untuk menanamkan rasa kepedulian
anak pada keluarga lain yaitu mengekspresikan kasih sayang. Anak diminta untuk
berangkat sekolah atau sebelum tidur, dan memeluk kakaknya yang akan
berangkat sekolah. Anak juga harus dilibatkan dalam kegiatan mengurus adiknya,
memintanya untuk menemani adiknya bermain, memberi tahu ayah atau ibunya
jika adik menangis, tidak merepotkan ayah dan ibunya jika kakak atau adiknya
sakit. Selain mengekspresikan rasa kasih saying, sikap berbagi juga perlu
ditanamkan pada anak. Sebagai orang tua sebaiknya anak diingatkan untuk saling
berbagi. Jika anak memiliki makanan dan minuman, sedangkan kakak atau
membaginya. Begitu pula dengan hal yang lain. Anak juga harus dibiasakan
berkata dan bersikap baik dengan cara orang tua memberi contoh dalam
keseharian menggunakan kata- kata sakti "sakti" yaitu maaf, tolong, dan terima
kasih. Kata- kata tersebut merupakan salah satu bentuk ekspresi saling
akan dirasakan oleh anak karena sikap baik terhadap kakak atau adik
91
Bambang Ruksmono, dkk, Pendidikan Budi Pekerti : Membangun Karakter dan
Kepribadian Anak, cet. Ke I, Jakarta: PT. Gramedia WidiasaranaIndonesia, 2008, hal. 42
63
Ketiga, peduli terhadap orang tua. Sikap anak pada orang tua bisa saja
merupakan pantulan dari sikap orang tua terhadap anaknya. Semakin peduli sikap
orang tua terhadap anaknya, maka nak akan tumbuh dengan kepedulian yang
dicurahkan kembali pada ayah dan ibunya. Orang tua dapat melakukannya dengan
lemah lembut, perhatian yang tulus, dan kesediaan untuk selalu membantu anak
menjadi mandiri.92 Anak yang peduli terhadap orang tua akan menunjukkan sikap
yang hangat karena anak akan merasa selalu diterima dalam keluarganya. Selain
itu, anak akan membangun kedekatan dan komunikasi yang lebih baik dengan
"Dan kami amanatkan kepada semua manusia terhadap kedua ibu bapaknya,
ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah dan menyapihnya dalam dua
kembalimu."
penting yang harus diingat adalah kentalnya sifat egosentris pada anak usia
barang yang dipinjam. Sikap menjaga perasaan teman dengan cara bertutur kata
sopan, tidak membentak, tidak mengejek, dan tidak memukul. Pengertian dapat
92
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2014,
hal. 141
64
dicontohkan dengan bagaimana jika anak (dirinya) dikasari. Sehingga anak dapat
Zaman Sekarang
Adapun kontekstual berasal dari kata konteks, yaitu bagian suatu uraian atau
kalimat yang dapat mendukung atau menambah kejelasan makna atau situasi yang
pemahaman makna yang terkandung pada nash. Dalam kitab ‘Umdah al-Qari fi
adalah merupakan bagian terendah dari keimanan. Apabila Allah memuji dan
maka tidak diketahui lagi kemuliaan dan pahala seperti apa yang akan diterimanya
merupakan suatu kejahatan (dosa) dan merugikan.96 Beliau kemudian merinci hal-
hal apa saja yang termasuk dalam jenis rintangan di jalan. Mengawali
93
Yan Purnama, Sosiologi Masyarakat Sosial, (Malang: Media Nusa Creative, 2021), hal.
64-66
94
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa,
Cetakan pertama edisi IV, hal. 728
95
Abu Muhammad Mahmud bin Ahmad bin Musa bin Ahmad bin Husain al-Gaitabi al
Hanafi, ‘Umdah al-Qari Syarh Sahih al-Bukhari, Juz V, Beirut: Dar Ihya’ al-Turas, al-‘Arabi, t.th,
hal. 172
96
Muhammad bin Salih bin Muhammad al-‘Usaimin, Syarh al-Arba‘in al-Nawawiyah,
t.t: Dar al-Sariyya li al-Nasyr, t.th, hal. 266
65
Nabi saw. perihal perbuatan-perbuatan umat manusia mana saja yang termasuk
kategori baik dan buruk. Di antara perbuatan manusia yang masuk dalam kategori
rintangan adalah apa saja yang menyusahkan pengguna jalan berupa duri, dahan
Ulama yang hidup pada masa sebelum masa modern seperti Ibn Battal (w.
494) dan al- Suyuti (849-911 H/1445-1505 M) dan al-Muzhiri menjelaskan bahwa
kata al-aza itu bermakna duri di jalan, batu, sampah, air atau cairan yang dapat
merusak jalanan, tulang, dahan pohon, lubang di jalan, kulit semangka, buang air
memahami kata al-aza dalam hadis tersebut tidak jauh berbeda dengan yang
dipahami oleh ulama pada masa sebelumnya, yaitu kata al-aza dipahami sebagai
batu, duri dan lain-lain. Akan tetapi, pada masa ini kata al-aza tidak hanya
dipahami sebagai hal-hal yang berwujud materiil saja, melainkan melebar kepada
dari agama Allah misalnya bidah, pelacuran, homo seksual dan meminum khamar
97
Muhammad bin Salih bin Muhammad al-‘Usaimin, Syarh Riyad al-Salihin, Juz II,
Riyad: Dar al-Watan li al-Nasyr, 1426 H, hal. 157-158.
98
Ibn Battal Abu al-Hasan ‘Ali bin Khalaf bin ‘Abd al-Mulk, Syarh Sahih al-Bukhari li
Ibn alBattal, Juz VI, hal. 600. Lihat juga ‘Abd al-Rahman bin Abi Bakr Jalal al-Din al-Suyuti,
Qaut al Mugtazi ‘ala Jami‘ al-Turmizi, Juz II (Mekah: Risalah al-Dukturah, 1424 H), hal. 633.
99
Muhammad bin Salih bin Muhammad al-‘Usaimin, Syarh al-Arba’in al-Nawawiyah,
(t.t: Dar al-S|ariyya li al-Nasyr, t.th), hal. 266
66
Baik ulama-ulama yang hidup pada masa sebelum modern maupun sesudah
modern, nampaknya menginterpretasikan kata al-aza (jalan) itu tidak lepas dari
maknanya secara tekstual, yaitu sesuatu yang merugikan, tidak disenangi atau
Berbeda dengan ulama-ulama yang hidup pada masa kontemporer ini lebih
melihat makna subtantif dari hadis itu yang menginginkan terciptanya jalanan
yang aman, bebas dari bahaya meskipun hanya sekecil duri saja sehingga para
qiyas aulawi dalam memahami hadis tersebut, dimana duri saja dituntut untuk
dihilangkan apalagi hal-hal yang dampak kemudaratannya lebih besar lagi bagi
pengguna jalan. Berangkat dari pemahaman ini, para ulama yang hidup sekarang
al-aza yang tidak hanya dipahami sebatas duri melainkan lebih besar dari pada itu
seperti demo, polisi tidur, pelaminan di bahu jalan, parkir bebas, jualan di trotoar
Ahmad Sarwat juga memberikan contoh lain yang termasuk bagian yang
dilarang dalam hadis tersebut, yaitu resepsi pernikahan yang digelar di tengah
jalan hingga menutup jalanan sehingga orang-orang yang mau lewat jadi
jalan ada aral melintang atau ada onak dan duri, maka menjadi kewajiban bagi
100
Ahmad Mukhtar ‘Abd al-Humaid ‘Amr, Mu‘jam al-Lugah al-‘Arabiyah al-Mu‘asarah,
Juz I, hal. 80.
67
umat Islam untuk membuangnya agar orang yang lewat tidak celaka. Membuang
duri dari jalan itu merupakan salah satu cerminan keimanan kepada Allah swt.
jalan tidak bertentangan dengan ayat al-Qur’an. Akan tetapi, dalam hal ini hadis
tentang menyingkirkan duri di jalan menjadi wasilah untuk beriman kepada Allah
dengan apapun dan bagaimana pun tata cara prakteknya. Kedua, matan hadis tidak
dan memiliki isi atau makna yang sama maka tidak terdapat ilat terhadap hadis
tersebut. Ketiga, tidak terjadinya syaz dikarenakan tidak adanya kejangalan yang
simpulkan bahwa dari segi matan hadis ini adalah hadis yang baik yang mana
dalam kaidah nya tidak ada cacat atau hal yang bertentangan dengan aspek-aspek
hadis yang menjadi hasil akhir dari proses analisis suatu hadis. 101Dalam hal
penilaian hadis yang telah penulis lakukan baik dari analisis sanad ataupun matan
hadis dapat diambil kesimpulan bahwa hadis tersebut bersifat marfu’ dikarenakan
makan hadis menyingkirkan duri di jalan hadis yang bersifat anjuran dengan
pemaknaan bahwa kita sebagai manusia harus menjaga tali silaturahmi yaitu
101
Hedhri Nadhiran, Epistemologi Kritik Hadis, Palembang, Noerfikri Offiset, 2018,
hal. 97.
68
dengan cara saling membantu, tolong-menolong, mengasihi satu sama lain dan
lain sebagainya. Kemudian dari segi konteks, hadis ini menunjukan perintah Nabi
dapat menyakiti atau mencelakai orang lain. Perbuatan ini adalah termasuk amal
baik yang nilainya sama dengan sedekah. Dengan menyingkirkan duri ditengan
Karena itu, bukan hanya duri saja yang harus disingkirkan dari tengah jalan, tetapi
menyingkirkan duri di jalan termasuk perbuatan baik. Dan, perbuatan baik juga
termasuk sedekah. Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah, dia berkata, Nabi Saw,
bersabda; “Setiap perbuatan baik adalah sedekah. (Hr. al-Bukhari). Tentu saja,
perbuatan baik itu bernilai sedekah jika dilandasi oleh hati yang tulus dan
Ikhlas.102
Perbuatan muta’addi (kata kerja transitif), kata kerja yang memerlukan objek yang
bisa bermkanfaat untuk orang lain. Menurut syaikh ‘Abdul Muhsin bin Ahmad
amal perbuatan yang bermanfaat bagi orang banyak. Dan perbuatan ini termasuk
102
Khoiro Ummation, 40 Hadis Shahih, Pedoman Membangun Hubungan Bertetangga,
Yogyakarta, Pustaka Pesantren, 2006, hal. 19
69
dalam amalan sedekah yang dapat kita lakukan semata-mata karena mengharap
ganjaran dari Allah. Allah Swt juga memuji perbuatan ini sebagaimana hadis yang
saya teliti, bahwa orang yang berniat ikhlas melakukan perbuatan tersebut maka
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas yang sudah peneliti paparkan, maka dari itu peneliti
terendah dari keimanan. Hal itu dapat diketahui, sebagaimana dalam hadis
dosa-dosanya”.
jalan. Jika sesuatu itu berupa batu-batu kecil, seperti paku dan
membuangnya . Jika hal itu berupa sesuatu yang berlubang, maka caranya
B. Saran
keberkahan yang luas dari hasil penelitian yang dilakukan ini dengan berusaha
semaksimal mungkin untuk lebih memahami mengenai hadis Nabi Saw dalam
70
71
dalam bidang ilmu hadis, agar tercapai kemajuan keilmuan dalam perkembangan
zaman umat Islam. Untuk selanjutnya, peneliti menyadari bahwa penelitian masih
jauh dari kata sempurna dan masih banyak kekurangannya baik dalam bentuk
tulisan maupun dari sumber referensi. Maka dari itu, peneliti mengharapkan kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun untuk menyempurnakan