Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

PASIEN DENGAN ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE (ADHF)


DI RUANGAN DAHLIA RSUD BANGLI

Di Susun Oleh:
REINILDIS MALA
23203019

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA SANTU PAULUS RUTENG
2024
BAB 1
LAPORAN PENDAHULUAN
PASIEN DENGAN ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE (ADHF)
DI RUANGAN DAHLIA

1) Anatomi dan Fisiologi

Jantung berbentuk seperti buah pir atau kerucut terletak seperti piramida
terbalik dengan apeks (puncak) berada di bawah dan basis (alas) berada di atas.
Beratnya 250-350 gram pada orang dewasa. Jantung terletak pada rongga dada
(cavum thorax) tepatnya pada rongga mediastinum diantara paru-paru kiri dan kanan.

Lapisan Jantung
Lapisan jantung terdiri dari perikardium, epikardium, miokardium dan
endokardium. Lapisan perikardium adalah lapisan paling atas dari jantung terdiri dari
fibrosa dan serosa dan berfungsi sebagai pembungkus jantung. Lapisan perikardium
terdiri dari perikardium parietal (pembungkus luar jantung) dan perikardium visceral
(lapisan yang langsung menempel pada jantung). Antara perikardium parietal dan
visceral terdapat ruangan perikardium yang berisi cairan serosa berjumlah 15-50 ml
dan berfungsi sebagai pelumas.
Lapisan epikardium merupakan lapisan paling atas dari dinding jantung.
Selanjutnya adalah lapisan miokardium yang merupakan lapisan fungsional jantung
yang memungkinkan jantung bekerja sebagai pompa. Miokardium mempunyai sifat
istimewa yaitu bekerja secara otonom (miogenik), durasi kontraksi lebih lama dari
otot rangka dan mampu berkontraksi secara ritmik.
Ketebalan lapisan miokardium pada setiap ruangan jantung berbeda-beda.
Ventrikel kiri mempunyai lapisan miokardium yang paling tebal karena mempunyai
beban lebih berat untuk memompa darah ke sirkulasi sistemik yang mempunyai
tahanan aliran darah lebih besar.
Miokardium terdiri dari dua berkas otot yaitu sinsitium atrium dan sinsitium
ventrikel. Setiap serabut otot dipisahkan diskus interkalaris yang berfungsi
mempercepat hantaran impuls pada setiap sel otot jantung. Antara sinsitium atrium
dan sinsitium ventrikel terdapat lubang yang dinamakan anoulus fibrosus yang
merupakan tempat masuknya serabut internodal dari atrium ke ventrikel. Lapisan
endokardium merupakan lapisan yang membentuk bagian dalam jantung dan
merupakan lapisan endotel yang sangat licin untuk membantu aliran darah.
Katup-Katup Jantung
Katup jantung ada dua macam yaitu katup AV (atrioventrikular) dan katup SL
(semilunar). Katup AV terletak antara atrium dan ventrikel, sedangkan katup SL
terletak antara ventrikel dengan pembuluh darah besar pada jantung. Katup AV antara
atrium dekstra dan ventrikel dekstra adalah katup trikuspidalis dan antara atrium
sinistra dan ventrikel sinistra adalah katup bikuspidalis (mitral). Katup AV hanya
membuka satu arah (ke arah ventrikel) karena berfungsi mencegah aliran balik dari
ventrikel ke atrium pada saat sistol. Secara anatomi katup AV hanya membuka ke satu
arah karena terikat oleh korda tendinae yang menempel pada muskulus papilaris pada
dinding ventrikel. Katup SL terdiri dari katup pulmonal yang terdapat antara ventrikel
kanan dengan arteri pulmonalis dan katup aortik yang terletak antara ventrikel kiri dan
aorta.
Pembuluh Darah Besar Pada Jantung
Ada beberapa pembuluh darah besar yang berdekatan letaknya dengan jantung yaitu :
a. Vena Cava Superior
Vena cava superior adalah vena besar yang membawa darah kotor dari tubuh
bagian atas menuju atrium kanan.
b. Vena Cava Inferior
Vena cava inferior adalah vena besar yang membawa darah kotor dari bagian
bawah diafragma ke atrium kanan.
c. Sinus Conaria
Sinus coronary adalah vena besar di jantung yang membawa darah kotor dari
jantung sendiri.
d. Trunkus Pulmonalis
Pulmonary trunk adalah pembuluh darah besar yang membawa darah kotor dari
ventrikel kanan ke arteri pulmonalis. Arteri pulmonalis dibagi menjadi 2 yaitu
kanan dan kiri yang membawa darah kotor dari pulmonary trunk ke kedua paru-
paru.
e. Vena Pulmonalis
Vena pulmonalis, dibagi menjadi 2 yaitu kanan dan kiri yang membawa darah
bersih dari kedua paru-paru ke atrium kiri.
f. Aorta Asendens
Ascending aorta, yaitu pembuluh darah besar yang membawa darah bersih dari
ventrikel kiri ke arkus aorta (lengkung aorta) ke cabangnya yang bertanggung
jawab dengan organ tubuh bagian atas.
g. Aorta Desendens
Descending aorta,yaitu bagian aorta yang membawa darah bersih dan bertanggung
jawab dengan organ tubuh bagian bawah.
Sirkulasi Darah
Sirkulasi darah terbagi menjadi dua yaitu sirkulasi sistemik dan sirkulasi
pulmonal. Sirkulasi pulmonal adalah peredaran darah antara jantung dengan paru-
paru. Sirkulasi pulmonal diawali dengan keluarnya darah dari ventrikel kanan ke paru-
paru melalui arteri pulmonalis dan kembali ke atrium kiri melalui vena-vena
pulmonalis.
Sirkulasi sistemik merupakan peredaran darah dari jantung ke seluruh tubuh
(kecuali paru-paru). Sirkulasi sistemik dimulai dari keluarnya darah dari ventrikel kiri
ke aorta kemudian ke seluruh tubuh melalui berbagai percabangan arteri. Selanjutnya
kembali ke jantung (atrium kanan) melalui vena cava. Darah dari tubuh bagian atas
kembali ke jantung melalui vena cava superior dan darah dari tubuh bagian bawah
kembali ke jantung melalui vena cava inferior.
2) Definisi
Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) atau yang disebut juga gagal
jantung dekompensasi adalah suatu kondisi perburukan dengan latar belakang gagal
jantung kronik, yang dapat terjadi secara akut, subakut maupun indolen dengan gejala
yang memburuk secara bertahap dalam beberapa hari atau minggu, fraksi ejeksi bisa
normal atau menurun, namum curah jantung umumnya normal atau tekanan darah
dalam batas normal.
Pasien gagal jantung mengeluhkan berbagai jenis gejala, salah satunya yang
tersering adalah sesak nafas (dyspnea) yang semakin berat dan biasanya tidak hanya
dikaitkan dengan peningkatan tekanan pengisian jantung, tetapi juga
mempresentasikan keterbatasan curah jantung. Pasien tidur dengan kepala yang
dielevasi untuk mengurangi dyspnea yang muncul secara spesifik dalam keadaan
terlentang, terlebih lagi dyspnea yang muncul dalam keadaan telentang pada sisi kiri
(trepopnea), paroxysmal nocturnal dyspnea adalah salah satu indicator yang paling
dapat dipercaya dari gagal jantung.
3) Etiologi
Terjadinya gagal jantung dapat disebabkan :
1) Disfungsi miokard (kegagalan miokardial)
Ketidakmampuan miokard untuk berkontraksi dengan sempurna mengakibatkan
isi sekuncup (stroke volume) dan curah jantung (cardiac output) menurun.
2) Beban tekanan berlebihan-pembebanan sistolik (systolic overload)
Beban sistolik yang berlebihan diluar kemampuan ventrikel (systolic overload)
menyebabkan hambatan pada pengosongan ventrikel sehingga menurunkan curah
ventrikel atau isi sekuncup.
3) Beban volum berlebihan-pembebanan diastolic (diastolic overload)
Preload yang berlebihan dan melampaui kapasitas ventrikel (diastolic overload)
akan menyebabkan volum dan tekanan pada akhir diastolic dalam ventrikel
meninggi. Prinsip Frank Starling ; curah jantung mula-mula akan meningkat
sesuai dengan besarnya regangan otot jantung, tetapi bila beban terus bertambah
sampai melampaui batas tertentu, maka curah jantung justru akan menurun
kembali.
4) Peningkatan kebutuhan metabolic-peningkatan kebutuhan yang berlebiha (demand
overload)
Beban kebutuhan metabolic meningkat melebihi kemampuan daya kerja jantung
di mana jantung sudah bekerja maksimal, maka akan terjadi keadaan gagal
jantung walaupun curah jantung sudah cukup tinggi tetapi tidak mampu untuk
memenuhi kebutuhan sirkulasi tubuh.
5) Gangguan pengisian (hambatan input).
Hambatan pada pengisian ventrikel karena gangguan aliran masuk ke dalam
ventrikel atau pada aliran balik vena/venous return akan menyebabkan
pengeluaran atau output ventrikel berkurang dan curah jantung menurun.
6) Kelainan Otot Jantung
Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
menyebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot mencakup arterosklerosis koroner, hipertensi
arterial dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi.
7) Aterosklerosis Koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot
jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark
miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal
jantung.
8) Hipertensi Sistemik / Pulmonal
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertropi
serabut otot jantung.
9) Peradangan dan Penyakit Miokardium
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak
serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
10) Penyakit jantung
Penyakit jantung lain seperti stenosis katup semilunar, temponade perikardium,
perikarditis konstruktif, stenosis katup AV.
11) Faktor sistemik
Faktor sistemik seperti hipoksia dan anemia yang memerlukan peningkatan curah
jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia atau anemia juga
dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis dan abnormalitas
elektrolit juga dapat menurunkan kontraktilitas jantung.
4) Patofisiologi
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan
kontraksi jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung
normal. Konsep curah jantung yaitu CO = HR X SV. Curah jantung atau cardiac
output adalah fungsi frekuensi jantung atau heart rate X volume sekuncup atau stroke
volume. Cadangan jantung untuk berespons terhadap stress tidak adekuat dalam
memenuhi kebutuhan metabolik tubuh, maka jantung gagal untuk melakukan
tugasnya sebagai pompa, akibatnya terjadilah gagal jantung.
Kelainan fungsi otot jantung disebabkan oleh aterosklerosis koroner,
hipertensi arterial dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi. Aterosklerosis koroner
mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot
jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark
Miokardium biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Hipertensi sistemik/
pulmonal (peningkatan afterload) meningkatkan beban kerja jantung dan pada
gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertrofi
miokard) dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan meningkatkan
kontraktilitas jantung. Hipertrofi otot jantung menyebabkan jantung tidak dapat
berfungsi secara normal, dan akhirnya terjadi gagal jantung. Peradangan dan penyakit
miokarium degeneratif berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara
langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun. Ventrikel
kanan dan kiri dapat mengalami kegagalan secara terpisah. Gagal ventrikel kiri murni
sinonim dengan edema paru akut. Karena curah ventrikel berpasangan/ sinkron, maka
kegagalan salah satu ventrikel dapat mengakibatkan penurunan perfusi jaringan.
Gagal jantung dapat dimulai dari sisi kiri atau kanan jantung. Sebagai contoh,
hipertensi sitemik yang kronis akan menyebabkan ventrikel kiri mengalami hipertrofi
dan melemah. Hipertensi paru yang berlangsung lama akan menyebabkan ventrikel
kanan mengalami hipertofi dan melemah. Letak suatu infark miokardium akan
menentukan sisi jantung yang pertama kali terkena setelah terjadi serangan jantung.
Ventrikel kiri yang melemah akan menyebabkan darah kembali ke atrium, lalu ke
sirkulasi paru, ventrikel kanan dan atrium kanan, maka jelaslah bahwa gagal jantung
kiri akhirnya akan menyebabkan gagal jantung kanan. Pada kenyataanya, penyebab
utama gagal jantung kanan adalah gagal jantung kiri. Karena tidak dipompa secara
optimum keluar dari sisi kanan jantung, maka darah mulai terkumpul di sistem vena
perifer. Hasil akhirnya adalah semakin berkurangnya volume darah dalam sirkulasi
dan menurunnya tekanan darah serta perburukan siklus gagal jantung.
Keluhan utama pada klien dengan gangguan sistem kardiovaskular secara
umum antara lain sesak nafas,nafas pendek, batuk, nyeri dada, pingsan, berdebar-
debar, cepat lelah, odema ekstremitas, dan sebagainya. Dispnea kardiak terjadi secara
khas pada pengerahan tenaga dan disebabkan oleh kenaikan tekanan akhir diastolic
dari ventrikel kiri yang meningkatkan tekanan vena pulmonalis. Hal ini terjadi karena
terdapat kegagalan peningkatan curah darah ventrikel kiri pada waktu melakukan
kegiatan fisik.
5) Patoflowdiagram

Perikarditis, Hipertensi,
Regurgitasi aorta, tamponade, dan
cacat sputum stenosis, aorta
infark

Perload Gagal jantung


meningkat Kontraktilitas kiri
menurun

Gagal jantung Edema paru


kanan Disfungsi sistolik
dan diastolik

Peningkatan Penumpukan cairan


aktivitas pada paru-paru
andrenergik Kegagalan jantung
simpatik memompa darah

Penurunan ekspansi
paru
Penumpukan cairan Penurunan volume
pada alveoli darah yang dipompa

Pola napas tidak


efektif

Difusi O2 dan CO2 Penurunan curah


terganggu jantung

Gangguan
pertukaran gas
6) Manifestasi Klinik
Gejala dan tanda umum gagal jantung dekompensasi
 Dispnea (saat aktivitas, paroxysmal nocturnal dyspnea, orthopnea, atau saat
istirahat) yang ditandai adanya ronci dan efusi paru.
 Takipnea
 Batuk
 Berkurangnya kapasitas aktivitas fisik
 Nokturia
 Peningkatan /penurunan berat badan
 Odema (ektremitas, skrotum atau daerah lainnya)
 Penurunan nafsu makan atau rasa kenyang yang cepat
 Nafas Cheyne- stokes
 Gangguan pada abdomen ( kembung, begah atau sulit makan) yang ditandai
dengan asites/lingkar perut bertambah, kuadran kanan atas nyeri/tidak nyaman,
hepatomegaly/splenomegaly, sklera icterus, berat badan bertambah, tekanan
vena jugularis meningkat, bunyi jantung S3 meningkat.
 Lelah yang ditandai dengan extremitas dingin.
 Perubahan status mental, mengantuk disiang hari, kebingungan, sulit
berkonsentrasi yang ditandai dengan pucat, kulit agak kelabu, perubahan warna
kulit, hipotensi.
 Pusing, hampir pingsan, pingsan, Depresi.
 Gangguan tidur dan palpitasi
7) Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan kasus gagal
jantung kongestif di antaranya sebagai berikut :
 Elektrokardiogram : Hiperatropi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis,
iskemia, disaritmia, takikardia, fibrilasi atrial.
 Uji stress :Merupakan pemeriksaan non-invasif yang bertujuan untuk
menentukan kemungkinan iskemia atau infeksi yang terjadi sebelummnya.
 Ekokardiografi model M (berguna untuk mengevaluasi volume balik dan
kelainan regional, model M paling sering dipakai dan ditanyakan bersama
EKG) dan Ekokardiografi dua dimensi (CT scan). Ekokardiografi dopoler
(memberikan pencitraan dan pendekatan transesofageal terhadap jantung)
 Katerisasi jantung : Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung kanan dan kiri dan stenosis katup atau insufisiensi
 Radiografi dada : Dapat menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan
mencerminkan dilatasi atau hipertropi bilik, atau perubahan dalam pembuluh
darah abnormal
 Elektrolit yang terkait (Natrium,Kalium) : Mungkin berubah karena
perpindahan cairan/penurunan fungsi ginjal terapi diuretik
 Oksimetri : Saturasi oksigen (SaO2) mungkin rendah terutama jika gagal
jantung kongestif akut menjadi kronis.
 Analisa gas darah : Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratory
ringan (dini) atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir)
 Blood ureum nitrogen (BUN) dan kreatinin : Peningkatan BUN menunjukkan
penurunan fungsi ginjal. Kenaikan baik BUN dan kreatinin merupakan
indikasi
 Pemeriksaan tiroid : Peningkatan aktifitas tiroid menunjukkan hiperaktifitas
tiroid sebagai pencetus gagal jantung
8) Komplikasi
 Trombosis vena dalam, karena pembentukan bekuan vena karena stasis darah.
 Syok kardiogenik akibat disfungsi nyata
 Toksisitas digitalis akibat pemakaian obat-obatan digitalis.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ACUTE DECOMPENSATED
HEART FAILURE (ADHF) DI RUANGAN DAHLIA

1) Pengkajian
a. Pengkajian Primer
1) Airway
Kepatenan jalan nafas meliputi pemeriksaan obstruksi jalan nafas, adanya
benda asing, adanya suara nafas tambahan.
2) Breathing
Frekuensi nafas, apakah ada penggunaan otot bantu nafas, retraksi dada, adanya
sesak nafas, palpasi pengembangan paru, auskultasi suara nafas, kaji adanya
suara nafas tambahan.
3) Circulation
Pengkajian mengenai volume darah dan cardiac output serta adanya
perdarahan. pengkajian juga meliputi status hemodinamik, warna kulit, nadi.
b. Pengkajian Sekunder
1. Aktivitas/istirahat
a. Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari, insomnia,
nyeri dada dengan aktivitas, dispnea pada saat istirahat.
b. Tanda : Gelisah, perubahan status mental mis : letargi, tanda vital
berubah pada aktivitas.
2. Sirkulasi
a. Gejala : Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya, penyakit
jantung, bedah jantung , endokarditis, anemia, syok septik, bengkak
pada kaki, telapak kaki, abdomen.
b. Tanda : TD: mungkin rendah (gagal pemompaan), Tekanan Nadi ;
mungkin sempit, Irama Jantung, Disritmia, Frekuensi jantung ;
Takikardia , Nadi apical, PMI mungkin menyebar dan merubah, posisi
secara inferior ke kiri, Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4
dapat, terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah, Murmur sistolik dan
diastolic, Warna, kebiruan, pucat abu-abu, sianotik, Punggung kuku ;
pucat atau sianotik dengan pengisian, kapiler lambat, Hepar ;
pembesaran/dapat teraba, Bunyi napas,krekels, ronkhi, Edema ;
mungkin dependen, umum atau pitting , khususnya pada ekstremitas.
3. Integritas ego
a. Gejala : Ansietas, kuatir dan takut. Stres yang berhubungan dengan
penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya perawatan medis)
b. Tanda : Berbagai manifestasi perilaku, mis: ansietas, marah, ketakutan
dan mudah tersinggung.
4. Eliminasi
a. Gejala : Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih malam
hari (nokturia), diare/konstipasi.
5. Nutrisi
a. Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambhan berat
badan signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah,
pakaian/sepatu terasa sesak, diet tinggi garam/makanan yang telah
diproses dan penggunaan diuretic.
b. Tanda : Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen (asites)
serta edema (umum, dependen, tekanan dn pitting).
6. Higiene
a. Gejala : Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas Perawatan
diri.
b. Tanda : Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.
7. Neurosensori
a. Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.
b. Tanda : Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku dan mudah
tersinggung.
8. Nyeri/Kenyamanan
a. Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas
dan sakit pada otot.
b. Tanda : Tidak tenang, gelisah, focus menyempit danperilaku
melindungi diri.
9. Pernapasan
a. Gejala : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan
beberapa bantal, batuk dengn/tanpa pembentukan sputum, riwayat
penyakit kronis, penggunaan bantuan pernapasan.
b. Tanda :
1) Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori
pernpasan.
2) Batuk : Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus
menerus dengan/tanpa pemebentukan sputum.
3) Sputum ; Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema
pulmonal)
4) Bunyi napas ; Mungkin tidak terdengar.
5) Fungsi mental; Mungkin menurun, kegelisahan, letargi.
6) Warna kulit ; Pucat dan sianosis.
10.Interaksi sosial
a. Gejala : Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa
dilakukan
2) Analisis Data
No Data Etiologi Masalah
1. DS: Hipertensi Penurunan curah
 Pasien mengeluh sesak jantung
setiap kali melakukan Peningkatan beban
aktifitas ringan maupun kerja jantung
berat
DO: Gagal jantung
 Ku sedang kongestif
 Klien tampak lemah dan
pucat Penurunan oksigen
 Klien tampak sesak
 Ekstermitas sianosis dan Penurunan perfusi
keringat dingin
 TD:160/110 mmHg, N: Kelelahan, lemah,
100X/menit, RR: pucat, ekstermitas
34X/menit dingin dan sianosis

Penurunan curah
jantung
2. DS: Faktor penyebab Pola napas tidak
efektif
 Klien mengeluh sesak
nafas,dan dada terasa Saluran pernapasan
tertimpa benda berat bawah
DO:
 Klien terpasang nasal kanul Penyebaran bakteri
 Klien tampak lemah, secara limfa
mukosa kering hematogen
 TD:90/60 mmHg
 N: 79X/M Reaksi radang pada
 RR: 30X/M bronkus
Hb=mg/dl,Ht=20%, nilai CK-
MB=17, UI/ML=100 mg/dl Ataleksis

Gangguan difusi

Pola napas tidak


efektif
3. DO: Inflamasi bronkus Gangguan
Klien mengatakan sesak nafas ,rasa dan alveoli pertukaran gas
dada tertekan
DS:
-warna kulit sianosis Fibrosis
-RR: 32X/menit
-napas pendek Menurunya fungsi
-penggunaan otot bantu pernapasan

ventilasi alveolar

Penurunan PaO2

Gangguan pertukaran
gas
3) Diagnosa Keperawatan
 Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi jantung
 Pola napas tidak efektif berhubungan dengan perubahan irama nafas
 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi
perfusi
4) Rencana Tindakan
No Diagnosa Tujuan & kriteria hasil Intervensi (OTEK)
. keperawatan (SMART)
1. Penurunan curah setelah dilakukan tindakan Perawatan Jantung
jantung berhubungan keperawatan selama 3 x 24 Observasi:
dengan perubahan jam diharapkan  Identifikasi tanda
frekuensi jantung luaran utama frekuensi dan gejala primer
Ditandai dengan: jantung berkurang dengan penurunan curah
DS: Pasien kriteria hasil: jantung
mengatakan nyeri  Frekuensi jantung  Identifikasi tanda
dara, jantungnya pasien berkurang dan gejala
berdebar, lemas dan  Tanda-tanda Vital sekunder
lelah normal penurunan curah
DO: Pasien tampak  Dapat mentoleransi jantung
lemas dan pucat, aktivitas tidak ada  Monitor tekanan
sesak, terdapat suara kelelahan darah
tambahan (mur-mur)  Monitor input dan
output cairan
 Monirtor saturasi
oksigen
Terapeutik:
 Posisikan pasien
semi fowler dan
fowler
 Fasilitasi pasien
untuk memotivasi
gaya hidup sehat
 Berikan terapi
relaksasi untuk
mengurangi stress
 Berikan dukungan
emosional dan
spiritual
Edukasi
 Anjurkan aktivitas
fisik sesuai
toleransi
 Anjurkan aktivitas
fisik secara
bertahap
 Anjurkan pasien
untuk mengukur
intake dan output
cairan

2. Pola napas tidak Setelah dilakukan tindakan Pemantauan respirasi


efektif berhubungan keperawatan selama 2 x 24 Observasi:
dengan perubahan jam diharapkan  Monitor polah
irama napas luaran utama pola nafas napas, saturasi
DO: Pasien teratur oksigen
mengatakan sesak, ekspetasi membaik  Monitor frekuensi,
cepat lelah saat dengan kriteria hasil: irama, kedalaman
beraktivitas  Mampu dan upaya napas
DO: Pasien tampak le mengeluarkan Terapeutik
mas, irama sputum  Atur interval
pernafasan pasien  Mampu menunjukan pemantauan
tidk teratur jalan nafas yang respirasi sesuai
sesuai kondisi pasien
 Mampu Edukasi:
mengidentifikasi  Jelaskan tujuan
dan mencegah dan prosedur
faktor yang dapat pemantauan
menghambat jalan  Informasikan hasil
nafas pemantauan jika
perlu
 Bersihkan secret
 pada mulut,
hidung, dan trakea
jika perlu
 Pertahankan
kepatenan jalan
napas
 Berikan oksigen
jika perlu

3. Gangguan pertukaran Setelah dilakukan asuhan Terapi oksigen


gas berhubungan keperawatan selama 3 x24 Observasi:
dengan jam diharapkan pertukaran - Monitor kecepatan
ketidakseimbangan gas meningkat dengan aliran oksigen
perfusi ventilasi, kriteria hasil: - Monitor posisi alat
perubahan membran - Tingkat kesadaran terapi oksigen
kapiler alveolar meningkat - Monitor tanda-
- Dispnea menurun tanda hipoventilasi
- Bunyi napas Terapeutik:
tambahan menurun - Bersihkan sekret
- Pco2 membaik pada mulut hidung
- PH arteri membaik dan trakea
- Pola napas membaik - Pertahankan
kepatenan jalan
napas
Edukasi:
- Ajarkan pasien
dan keluarga
pasien cara
menggunakan
oksigen dirumah
Kolaborasi:
Kolaborasi penentuan
dosis oksigen

5) Implementasi
Serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien dari
masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan disebut dengan implementasi
keperawatan. Implementasi dalam pelaksanaannya harus berpusat kepada kebutuhan
klien, faktor-faktor lain yang memengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi
implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi (Dinarti dan Mulyanti, 2017).
Perawat melaksanakan tindakan keperawatan untuk intervensi yang telah
disusun pada tahap perencanaan dan mengakhiri tahap implementasi denganS
mendokumentasikan tindakan keperawatan serta respon klien terhadap tindakan yang
telah diberikan. Tindakan keperawatan merupakan perilaku atau aktivitas spesifik
yang dikerjakan oleh perawat untuk mengimplementasikan intervensi keperawatan.
Tindakan – tindakan pada intervensi keparawatan terdiri atas observasi, terapeutik,
edukasi, dan kolaborasi (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018).
6) Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah tahap akhir dari rangkaian proses keperawatan
yang telah dilakukan untuk mengetahui apakah tujuan dari tindakan keperawatan yang
telah dilakukan tercapai atau perlu pendekatan lain. Dokumentasi pada tahap ini
adalah dengan membandingkan secara sistematik dan terencana tentang kesehatan
klien dengan tujuan yang telah ditetapkan dengan hasil yang didapat dari klien,
dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga
kesehatan lainnya (Dinarti dan Mulyanti, 2017).
Proses evaluasi keperawatan biasanya menggunakan komponen format dengan
formula SOAP, yaitu :
a) S (data subjektif ), data berdasarkan keluhan yang disampaikan oleh pasien atau
keluarga yang masih dirasakan oleh pasien setelah dilakukan tindakan
keperawatan (Budiono, 2016).
b) O (data objektif), data berdasarkan hasil pengukuran atau hasil observasi perawat
secara langsung kepada klien, dan yang dirasakan klien setelah dilakukan tindakan
keperawatan (Budiono, 2016).
c) A (Analisis), interpretasi dari data subjektif dan objektif. Analisis merupakan
suatu masalah atau diagnosis keperawatan yang masih terjadi atau dapat dituliskan
masalah/diagnosis baru akibat perubahan status kesehatan klien yang telah
teridentifiksasi datanya dalam data subjektif dan objektif (Budiono, 2016).
d) P (Planning) Perencanaan keperawatan yang akan anda lanjutkan, anda hentikan,
anda modifikasi, atau anda tambahkan dari rencana tindakan keperawatan.
Tindakan yang telah menunjukan hasil yang memuaskan dan tidak memerlukan
tindakan ulang pada umumnya dihentikan. Tindakan yang perlu dilakukan adalah
tindakan kompeten untuk menyelesaikan masalah klien dan membutuhkan waktu
untuk mencapai keberhasilannya. Tindakan yang perlu dimodifikasi adalah
tindakan yang dirasa dapat membantu menyelesaikan masalah klien (Budiono,
2016).
DAFTAR PUSTAKA

Crouch MA, DiDomenico RJ, Rodgers Jo E. Applying Consensus Guidelines in the


Management of acute decompensated heart failure. California : 41st ASHP Midyear
Clinical Meeting; 2006 [diakses: 2015 Mei 30].
Available.fromwww.ashpadvantage.com/website_images/pdf/adhf_scios_06.pdf.
Hanafiah, A. 2006. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
Lynda Juall Carpenito. (2012). Handbook Of Nursing Diagnosis. Edisi 8. Jakarta : EGC ;
Kasuari. (2013). Asuhan Keperawatan Sistem Pencernaan dan Kardiovaskuler Dengan
Pendekatan Patofisiology, Magelang, Poltekes Semarang PSIK Magelang, 2002
Putra, Semara. 2012. Asuhan Keperawatan pada pasien ADHF. Jakarta: ECG
Sandra M. Nettina (2012). Pedoman Praktik Keperawatan, Jakarta, EGC
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. Brunner and Suddarth’s. (2010). Textbook of Medical – Surgical
Nursing. 8th Edition. Alih bahasaWaluyo, A. Jakarta: EGC.
SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia

Anda mungkin juga menyukai