Anda di halaman 1dari 27

TETANUS NEONATORUM

Oleh :
Susi Lestari
P07124214037
D-IV Kebidanan

Definisi
Tetanus neonatorium adalah penyakit tetanus
yang terjadi pada neonatus yang disebabkan oleh
Clostridium
tetani
yaitu
bakteria
yang
mengeluarkan toksin (racun) yang menyerang
sistem saraf pusat.

Etiologi
Penyebab tetanus neonatorium adalah Clostridium tetani,
bersifat anaerob (berkembang biak tanpa oksigen).
Kuman ini dapat membuat spora yang tahan lama dan
berkembang biak dalam luka yang kotor atau jaringan
nekrotik yang tidak ada oksigen.
Clostridium tetani mampu bertahan hidup dalam
lingkungan panas, antiseptik, dan di jaringan tubuh.
Clostridium tetani sering terdapat dalam kotoran hewan
dan manusia, dan bisa terkena luka melalui debu atau
tanah yang terkontaminasi.
Clostridium tetani merupakan bakteria Gram positif dan
dapat menghasilkan eksotoksin yang bersifat neurotoksik.
Toksin
ini
(tetanospasmin)
dapat
menyebabkan
kekejangan pada otot

Patogenesis
Pertolongan persalinan dan pemotongan tali
pusat yang tidak steril akan memudahkan spora
Clostridium tetani masuk dari luka tali pusat dan
melepaskan tetanospamin. Tetanospamin akan
berikatan dengan reseptor di membran prasinaps
pada motor neuron. Kemudian bergerak melalui
sistem transpor aksonal retrograd melalui sel-sel
neuron hingga ke medula spinalis dan batang otak,
seterusnya menyebabkan gangguan sistem saraf
pusat (SSP) dan sistim saraf perifer. Ketegangan otot
dapat bermula dari tempat masuk kuman atau pada
otot rahang dan leher. Pada saat toksin masuk ke
sumsum tulang belakang, kekakuan otot yang lebih
berat dapat terjadi.

Dijumpai kekakuan ekstremitas, otot-otot


dada, perut dan mulai timbul kejang. Jika toksin
mencapai korteks serebri, penderita akan mengalami
kejang spontan. Pada sistem saraf otonom yang
diserang
tetanospasmin
akan
menyebabkan
gangguan
proses
pernafasan,
metabolisme,
hemodinamika, hormonal, pencernaan, perkemihan,
dan pergerakan otot. Kekakuan laring, hipertensi,
gangguan irama jantung, berkeringat secara
berlebihan (hiperhidrosis) merupakan penyulit akibat
gangguan saraf otonom. Kejadian gejala penyulit ini
jarang dilaporkan karena penderita sudah meninggal
sebelum gejala tersebut timbul.

Prognosis
Prognosis penyakit tetanus neonatorium
antara lain dipengaruhi oleh luasnya keterlibatan otot
yang mengalami kejang sebagai tanda bahwa toksin
sudah masuk ke jaringan/susunan syaraf pusat,
demam tinggi, masa inkubasi yang pendek, serta
mutu perawatan penunjang yang diberikan kepada
penderita.
Kesembuhan
dari
tetanus
tidak
memberikan kekebalan, karena itu imunisasi aktif
penderita setelah kesembuhan merupakan suatu
keharusan.

Epidemiologi
Berdasarkan hasil survey yang dilaksanakan
oleh WHO di 15 negara di Asia, Timur Tengah, dan
Afrika pada tahun 1978 1982 menekankan bahwa
penyakit tetanus neonatorum banyak dijumpai di
daerah pedesaan Negara berkembang termasuk
Indonesia yang memiliki angka proporsi kematian
neonatal akibat penyakit tetanus neonatorum
mencapai 51%. Pada kasus tetanus neonatorum yang
tidak dirawat, hampir dapat dipastikan CFR akan
mendekati 100%, terutama pada kasus yang
mempunyai masa inkubasi kurang dari 7 hari.

Gambaran Klinik
Tanda-tanda dan gejala pada tetanus neonatorium
antara lain adalah sebagai berikut :
Masa inkubasi 3 sampai 10 hari
Gejala permulaan ialah kesulitan minum karena
terjadi trismus
Mulut mencucu seperti ikan (harpermond) sehingga
bayi tidak dapat minum dengan baik
Dapat terjadi spasmus otot yang luas dan kejang
umum
Leher kaku dapat terjadi opisthotonus

Dinding abdomen kaku, mengeras dan kadangkadang terjadi kejang otot pernapasan dan terjadi
sianosis
Suhu meningkat
Dahi berkerut, alis mata terangkat, sudut mulut
tertarik ke bawah muka rhesus sardonikus
Ekstremitas biasanya terulur dan kaku
Tiba-tiba bayi sensitif terhadap rangsangan, gelisah
dan kadang-kadang menangis

Gejala Klinis
Neonatus yang terinfeksi Clostridium tetani
masih menunjukkan perilaku seperti menangis dan
menyusui seperti bayi yang normal pada dua hari
yang pertama. Pada hari ke-3, gejala-gejala tetanus
mula kelihatan. Masa inkubasi tetanus umumnya
antara 3 10 hari, namun dapat mecapai 12 hari
dan kadang-kadang lama melebihi satu bulan; makin
pendek masa inkubasi makin buruk prognosis.
Terdapat hubungan antara jarak tempat masuk
kuman Clostridium tetani dengan susunan saraf
pusat, serta interval antara terjadinya luka dengan
permulaan penyakit; semakin jauh tempat invasi,
semakin panjang masa inkubasi.

Kategori dan Klasifikasi


1. Tetanus Neonatorium Sedang
a. Umur bayi > 7 hari
b. Kadang-kadang kejang
c. Bentuk kejang mulut mencucu, trismus, kejang
rangsang
d. Kadang-kadang terjadi opistotonus
e. Kesadaran masih baik/sadar

2. Tetanus Neonatorium Berat


a. Ditemukannya adanya tanda infeksi umur bayi 0
7 hari
b. Frekuensi kejang sering dapat berupa mulut
mencucu, trismus terus menerus, dan kejang yang
sering
c. Selalu terjadi opistotonus
d. Biasanya masih sadar
e. Ada tanda-tanda infeksi pada tali pusat

Faktor Resiko
1. Faktor Risiko Pencemaran Lingkungan Fisik dan
Biologik
2. Faktor Alat Pemotong Tali Pusat
3. Faktor Cara Perawatan Tali Pusat
4. Faktor Kebersihan Tempat Pelayanan Persalinan
5. Faktor Kekebalan Ibu Hamil

Pencegahan
Tindakan pencegahan serta eliminasi tetanus
neonatorum adalah bersandarkan pada tindakan
menurunkan atau menghilangkan faktor-faktor resiko.
Pendekatan pengendalian lingkungan dapat dilakukan
dengan menjaga kebersihan lingkungan. Pemotongan
dan perawatan tali pusat wajib menggunakan alat
yang steril. Praktik 3 Bersih perlu diterapkan, yaitu
bersih tangan, bersih alat pemotong tali pusat, dan
bersih alas tempat tidur ibu, di samping perawatan tali
pusat yang benar sangat penting dalam kurikulum
pendidikan bidan. Pemberian imunisasi TT minimal
dua kali kepada ibu hamil dikatakan sangat
bermanfaat untuk mencegah tetanus neonatorum.

Komplikasi
1. Spasme otot faring yang menyebabkan terkumpulnya
air liur (saliva) di dalam rongga mulut.
2. Atelektasis karena obstruksi oleh secret.
3. Fraktur kompresi
4. Laringospasme
5. Fraktur dari tulang punggung atau tulang panjang
akibat kontraksi otot berlebihan yang terus menerus.
6. Hiperadrenergik menyebabkan hiperaktifitas system
saraf otonom yang dapat menyebabkan trakikardi
dan hipertensi.
7. Sepsis
akibat
infeksi
nosokomial
(contoh:
Bronkopneumonia)

Penatalaksanaan
Pengobatan Tetanus Neonatorum
1. Pasang selang IV, dan berikan cairan IV dengan
volume rumatan sesuai dengan usia bayi.
2. Berikan diazepam 1 mg/kgbb IV secara perlahanlahan selama tiga menit:
a. Jika selang IV tidak dapat dipasang, pasang selang
lambung, dan berikan diazepam melalui selang
tersebut.
b. Jika diazepam tidak ada, berikan paraldehida 0,3
ml/kgbb dalam minyak kacang per rectal. Jangan
memberikan paraldehida IM atau IV.

c. Jika spasme tidak berhenti dalam 30 menit,


berikan dosis diazepam berikutnya 1 mg/kgbb
IV secara perlahan-lahan selama tiga menit
(atau paraldehida 0,3 ml/kgbb per rectal).
Ulangi satu kali lagi setelah 30 menit
berikutnya, jika diperlukan.
d. Jika spasme berlanjut atau jika spasme
berulang, berikan diazepam tambahan 1
mg/kgbb IV secara perlahan (atau melalui
selang lambung jika selang IV masih belum
dipasang) setiap enam jam.

3. Jika bayi mengalami sianosis sentral (lidah dan


bibir biru) setelah spasme, berikan oksigen
dengan kecepatan aliran sedang. Gunakan hanya
head box, karena metode lain pemberian oksigen
dapat menyebabkan spasme.
4. Berikan kepada bayi :
a.
Immunoglobulin antitetanus (manusia) 500
unit IM, jika ada, atau berikan antitoksin tetanus
5000 unit IM.
b. Vaksin tetanus (toksoid tetanus) 0,5 ml IM pada
tempat yang berbeda dari immunoglobulin atau
antitoksin.
c. Benzilpenisilin G 100.000 U/kg IV dosis tunggal
selama 10 hari.

5. Berikan vaksin tetanus kepada ibu (toksoid


tetanus) 0,5 ml (untuk melindungi ibu dan bayi
yang mungkin dimilikinya di masa yang akan
datang), dan minta ibu untuk kembali dalam satu
bulan untuk dosis kedua.
6. Bila terjadi kemerahan dan/atau pembengkakan
pada kulit sekitar pangkal tali pusat, atau keluar
nanah dari permukaan tali pusat, atau bau busuk
dari area tali pusat, berikan pengobatan untuk
infeksi local tali pusat.

Mengatasi Kejang
Dalam mengatasi kejang seorang bidan harus
cepat tanggap misalnya pada saat bayi kejang
dengan segera masukkan tong spatel yang sudah
dibungkus kassa steril ke dalam mulut bayi agar
lidah tidak tergigit oleh giginya juga untuk
mencegah agar lidah tidak jatuh ke belakang
menutupi saluran pernapasan. Kejang dapat
diatasi dengan mengurangi rangsangan timbulnya
kejang misalkan cahaya juga dengan pemberian
obat anti kejang, obat yang dapat dipakai ialah
kombinasi fenobarbital dan largikal serta kombinasi
laminasi dan diazepam.

Perawatan Lanjut Bayi Tetanus


Rawat bayi di ruang yang tenang dan gelap untuk
mengurangi rangsangan yang tidak perlu, tetapi
harus yakin bahwa bayi tidak terlantar.
Lanjutkan pemberian cairan IV dengan dosis
rumatan.
Pasang pipa lambung bila belum terpasang infus
dan beri ASI peras di anatara periode spasme.
Mulai dengan jumlah setengah kebutuhan per hari
dan dinaikkan secara perlahan jumlah ASI yang
diberikan sehingga tercapai jumlah yang diperlukan
dalam dua hari.
Nilai kemampuan minum dua kali sehari dan
anjurkan untuk menyusu ASI secepatnya begitu
terlihat bayi siap untuk mengisap.

Jelaskan kepada ibu bahwa angka kematian


tetanus neonatorum masih sangat tinggi (50%
atau lebih), tetapi kalau bayi bisa bertahan hidup
tidak akan mempunyai dampak penyakitnya di
masa mendatang.
Bila sudah tidak terjadi spasme selama dua hari,
bayi minum dengan baik dan tidak ada lagi
masalah yang memerlukan perawatan di rumah
sakit, maka bayi dapat dipulangkan.

Peran Bidan pada Bayi dengan


Tetanus
1. Pelayanan kesehatan promotif
Memberikan informasi kepada ibu dan kelurga
mengenai:
a. Perawatan tali pusat yang benar dan selalu
menjaga kebersihan tubuh bayi.
b. Pemilihan tempat dan tenaga penolong dalam
melakukan persalinan.
c. Pentingnya suntik imunisasi TT pada ibu saat
hamil untuk mencegah terjadinya tetanus saat
persalinan
d. Pentingnya imunisasi DPT pada bayi

2. Pelayanan kesehatan preventif


a.
Melakukan perawatan tali pusat yang benar
dan selalu menjaga kebersihan tubuh bayi.
b.
Memberikan suntik imunisasi TT kepada ibu
pada saat kehamilan.
c.
Membantu persalinan dengan cara yang benar
dan peralatan yang steril.
d.
Memberikan imunisasi DPT pada bayi.
3. Pelayanan kesehatan kuratif
sama dengan cara pengobatan bayi dengan
tetanus

4. Pelayanan kesehatan rehabilitatif


a. Rawat bayi di ruang yang tenang dan gelap untuk
mengurangi rangsangan yang tidak perlu, tetapi
harus yakin bahwa bayi tidak terlantar.
b. Nilai kemampuan minum dua kali sehari dan
anjurkan untuk menyusu ASI secepatnya begitu
terlihat bayi siap untuk mengisap.
c. Pantau kondisi bayi dan setelah sembuh
rencanakan imunisasi DPT pada bayi.
d. Tetap beritahu ibu cara merawat tali pusat yang baik
dan benar.

DAFTAR PUSTAKA
Muslihatun, Wafi Nur. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita.
Yogyakarta : Fitramaya.
Subekti, Nike Budhi, dkk. 2007. Buku Saku Manajemen Masalah
Bayi Baru Lahir. Jakarta : EGC.
Jumiarni, Sri Mulyati dan Nurlina S. 1994. Asuhan Keperawatan
Perinatal. Jakarta : EGC.
MNH-JHPIEGO. Buku Panduan Manajemen Masalah Bayi Baru
Lahir untuk Dokter, Bidan dan Perawat di Rumah Sakit
Kerjasama IDAI (UKK Perinatologi). 1 November 2003.
Jakarta : Depkes RI.
Syafrudin, Karningsih dan Mardiana Dairi. 2011. Untaian Materi
Penyuluhan KIA (Kesehatan Ibu dan Anak). Jakarta : TIM.
Maryunani, Anik. 2013. Ilmu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan.
Jakarta : TIM.
http://repository.usu.ac.id diakses tanggal 30 Oktober 2015.
http://lib.ui.ac.id diakses tanggal 30 Oktober 2015.

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai