Pada Anak
Mary Gisca Theressi
04054821517032
Syeba Dinda Hasianna 04054821618103
Intan Fajrin Karimah
DEFINISI
Menurut Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) 2004,
Asma adalah mengi berulang dan/atau batuk persisten
(menetap) dengan karakteristik sebagai berikut:
timbul secara episodik,
cenderung pada malam/dini hari (nokturnal),
musiman,
setelah aktivitas fisik,
ada riwayat asma atau atopi lain pada pasien dan/atau
keluarganya.
Sedangkan menurut GINA ( Global Initiative for Asthma ) Asma
didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran
respiratorik dengan banyak sel yang berperan, khususnya sel
mast, eosinofil, dan limfosit T.
DIAMETER SALURAN
NAPAS ANAK LEBIH
KECIL DIBANDINGKAN
SALURAN NAPAS
DEWASA
ADA SEJUMLAH
FAKTOR ANATOMI
DAN FISIOLOGI YANG
MEMPERMUDAH BAYI
& ANAK MENGALAMI
OBSTRUKSI SALURAN
NAPAS BAGIAN
BAWAH
JUMLAH OTOT BRONKUS DAN
CABANGNYA YANG MASIH SEDIKIT
SEHINGGA BRONKODILATOR YANG
DIBERIKAN TIDAK AKAN
MEMBERIKAN HASIL YANG
DIHARAPKAN
PENCETUS
Alergen
Infeksi
Cuaca
Iritan
Kegiatan Jasmani
ISPA
Refluks gastroesofagitis
Psikis
FAKTOR RISIKO
Jenis Kelamin
Usia
Riwayat Atopi
Lingkungan
Ras
Asap Rokok
Outdoor air pollution,
Infeksi respiratorik.
EPIDEMIOLOGI
Peneliti (kota)
Tahun
Jumlah
Umur
Prevalensi
Sampel
(tahun)
(%)
Djajanto (Jakarta)
1991
1200
6-12
16,4
Rosmayudi O (Bandung)
1993
4865
6-12
6,6
Dahlan (Jakarta)
1996
6-12
17,4
Arifin (Palembang)
1996
1296
13-15
5,7
Rosalina I (Bandung)
1997
3118
13-15
2,6
Kartasasmita (Bandung)
2002
2678
6-7
3,0
2836
13-14
5,2
PATOGENESIS
Reaksi awal dipicu oleh pengikatan
silang IgE (yang dipicu oleh
antigen) yang terikat ke reseptor
IgE (FCR) pada sel mast di jalan
napas
Sel-sel ini mengeluarkan mediatormediator yang membuka taut-erat
(tight-junction) antara sel-sel epitel
Antigen masuk mengaktifkan
eosinofil dan sel mast mukosa yang
pada gilirannya akan mengeluarkan
lebih banyak lagi mediator
Mediator-mediator, baik
secara langsung maupun
melalui refleks neuron:
menginduksi
bronkospasme
meningkatkan
permeabilitas
vaskular
meningkatkan produksi
mukus,
serta merekrut sel pelepaspelepas mediator lain dari
darah kerusakan pada
sel- sel epitel
PATOFISIOLOGI
DIAGNOSIS ASMA
Anamnesis
Sesak napas
Produksi sputum
DIAGNOSIS ASMA
DIAGNOSIS ASMA
Pemeriksaan Fisik:
Dalam keadaan stabil tanpa gejala, tidak
ditemukan kelainan.
Dalam keadaan sedang bergejala batuk
atau sesak, dapat terdengar wheezing,
baik yang langsung (audible wheeze) atau
yang terdengar dengan stetoskop.
Selain itu, perlu dicari gejala alergi lain
pada pasien seperti dermatitis atopi atau
rinitis alergi, dan dapat pula dijumpai
tanda alergi seperti allergic shiners atau
geographic tongue.
DIAGNOSIS ASMA
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan fungsi paru (spirometri atau
peak flow meter) sekaligus uji reversibilitas
dan untuk menilai variabilitas.
Pemeriksaan IgE dan eosinofil total
Ro Toraks
Ro Sinus paranasal (pada anak >5tahun
dengan asma persisten atau sulit diatasi)
Uji tuberkulin
TATALAKSANA
SERANGAN ASMA DI
RUMAH
Menilai keparahan
Mengukur PEFR, frekuensi pernafasan,
kehabisan nafas, penggunaan otot-otot
tambahan
(asesoris),
ketajaman
perhatian, sianosis.
albuterol
sampai
Lanjutkan penilaian
Hubungi dokter untuk
intruksi pemantauan
Respons jelek
Frekuensi nafas meningkat
Sesak nafas berat
Otot-otot tambahan: retraksi
berat, nafas cuping hidung
Kewaspadaan menurun
Sianosis
PEFR <50%
Lanjutkan albuterol
0,15 mg/kg/dosis tiap
2 jam sebanyak 3x
Mulai prednison oral
1-2 mg/kg/dosis
Lanjutkan penilaian
Respon tidak sempurna
PEFR >50% dan <70% garis dasar
atau PEFR atau gejala memburuk
Hubungi
dokter
atau segera ke
IGD
Segera ke IGD
TATALAKSANA
SERANGAN ASMA DI
RUMAH SAKIT
Serangan Ringan
(nebulisasi 1x, respons
baik)
- observasi 1-2 jam
- jika efek bertahan,
boleh pulang
- jika gejala timbul lagi
perlakukan sebagai
serangan sedang
Catatan:
1. Jika menurut penilaian
serangan berat, nebulisasi
cukup 1x langsung dengan
agonis + antikolinergik
2.Jika tidak tersedia,
nebulisasi dapat diganti
dengan adrenalin subkutan
0,01ml/kgBB/kali, maks
0,3ml/kali
3. Untuk serangan sedang dan
terutama berat, oksigen 2
4L/menit diberikan sejak
awal, termasuk pada saat
nebulisasi
4.Bila terdapat tanda ancaman
henti nafas segera ke R.
Rawat intensif
Boleh Pulang
- Bekali dengan obat agonis (hirupan/oral)
- Jika sudah ada obat
pengendali, teruskan
- Jika infeksi virus sebagai
pencetus, dapat diberi
steroid oral
- Dalam 24-48 jam control
ke klinik rawat jalan untuk
evaluasi
Serangan Sedang
(nebulisasi 2-3x, respons
parsial)
- berikan oksigen
- nilai kembali derajat
serangan, jika sesuai
dengan serangan
sedang, observasi di
ruang rawat sehari
- berikan steroid oral
Serangan Berat
(nebulisasi 3x, respons buruk)
- sejak awal beri O2 saat/ di
luar nebulisasi
- pasang jalur parenteral
- nilai ulang gejala klinis, jika
sesuai dengan serangan
berat, rawat di r. rawat inap
- foto rontgen thorax
Bronkodilator
1.
INHALASI
Dosis salbutamol nebulisasi 0,1-0,15 mg/kgBB
(dosis maksimum 5 mg/kgBB), interval 20
menit, atau nebulisasi kontinu dengan dosis
0,3-0,5 mg/kgBB/jam (dosis maksimum 15
mg/jam)
Dosis terbutalin nebulisasi 2,5 mg atau 1
respul/nebulisasi
Dapat juga diberikan metered dose inhaler
(MDI)
. Serangan ringan : MDI 2-4 semprotan tiap
3-4 jam
. Serangan sedang : MDI 6-10 semprotan tiap
1-2 jam
IV
. Dosis
salbutamol
IV
:
mulai
0,2
mcg/kgBB/menit, dinaikkan 0,1 mcg/kgBB
setiap
15
menit,
dosis
maksimal
4
mcg/kgBB/menit
. Dosis terbutalin IV : 10 mcg/kgBB melalui
infus selama 10 menit, dilanjutkan dengan
0,1-0,4 ug/kgBB/jam dengan infus kontinu
b. Epinefrin
Tidak direkomendasikan lagi untuk serangan
asma kecuali jika tidak ada 2-agonis selektif.
Efek samping: Menimbulkan efek pada jantung
dan CNS
x Pemberian subkutan Larutan epinefrin 1:1000
(1 mg/ml), dengan dosis 0,01 ml/kgBB
(maksimum 0,3 ml), dapat diberikan sebanyak 3
kali dengan selang waktu 20 menit.
x Inhalasi racemic epinefrin 2,25% aerosol
diberikan dengan nebuliser.
Efek
bronkodilatasi
methyl
xantine
(aminofilin,
teofilin)
lebih
banyak
dan
batas
keamanannya
pada
serangan
asma
berat,
dimana
dengan
Antikolinergik
Ipratorium Bromida
Pemberian
kombinasi
nebulisasi
2-agonis
dan
ini
sebaiknya
2-agonis
diberikan
tidak/kurang
jika
kali
memberikan
dahulu
sebelum
(Supriyatno, 2012).
Dosis 0,1 ml/kgBB
pemberian
methyl
xantine
Kortikosteroi
d
x
serangan
asma
dan
pemberiannya
serangan
ringan.
Kortikosteroid
sistemik
Kortikosteroi
d
ORAL
Preparat
oral
yang
dipakai
adalah
prednison, prednisolon, atau triamsinolon
dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari diberikan
2-3 kali sehari selama 3-5 hari
IV
OBAT PENGONTROL
(CONTROLLER)
1. Inhalasi glukokortikosteroid
Budenosid
.
6-12 tahun : 200-400 mcg/hari
diberikan 2 kali sehari
. >12 tahun : Pemberian awal 400-2400
mcg/hari diberikan 2-4 kali sehari,
pemeliharaan
200-400
mcg/hari
diberikan 2 kali sehari
2. Leukotrien Receptor Antagonist
(LTRA)
Zafirlukast
. Digunakan untuk anak usia >12 tahun
dengan dosis 20 mg 2 kali sehari.
TERIMA KASIH